Makalah Kapita Selekta Ilmu Sosial
Sistem Politik Dalam Islam
Penyusun:
Mike Irawan
44111010147
Universitas Mercu Buana
Fakultas Ilmu komunikasi
Jakarta
2011
KATA PENGANTAR
1
Assalamualaikum wr wb.
“Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi Muhammad adalah utusan Allah”. “tiada suatu
penderitaan apapun kecuali bagi orang yang tidak pandai mensyukuri nikmat”. Manusia yang merasa
bahwa dirinya adalah manusia yang ada Penciptanya, ada yang memerhatikannya, ada yang
menghidupkan dan mematikannya, ada yang memberi nimkat kepadanya, maka karena kita semua merasa
sebagai seorang manusia, maka kita selalu harus berupaya untuk selamanya memuji syukur kekhadirat
Allah yang telah menjadikan kita ada, kita hidup, kita berjuang untuk kehidupan abadi setelah hidup
ini.penulis juga bersyukur karena berkat rahmat dan limpahan karunia-Nya akhirnya kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Salawat dan salam semoga selamanya senantiasa terlimpah dan tercurah kepada pemimpin umat
diseluruh dunia, yang telah membawa penerangan bagi peradaban umat manusia, Nabi akhir jaman yang
sangat mulya yakni nabi Muhammad saw.
Makalah yang kami susun ini berjudul “Sistem Politik Dalam Islam”, sebuah kajian mengenai keberadaan
perpolitikan negeri tercita Indonesia. Penulis menyadari makalah ini masih sarat dengan kekurangan dan
kekurangan dalam penyusunannya, baik itu dari segi sistematika maupun isi materi yang belum
maksimal. Demikian pengantar isi makalah yang saya susun, terimakasih bagi semua pihak yang telah
berpartisipasi dalam penyusunannya.
Wassalamualaikum wr wb.
Daftar Isi
2
Sampul depan ...................................................................... 1
Kata Pengantar ................................................................... 2
Daftar isi ................................................................... 3
BAB I ............................................................................. 4
BAB II ............................................................................. 6
BAB III ............................................................................ 15
Daftar Pustaka ................................................................... 16
BAB I
3
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Umat muslim, dalam hidupnya berpegang teguh pada Al Qur’an dan Al Hadist sebagai pedoman
hidupnya. Dari kedua pedoman tersebut, umat muslim tidak perlu khawatir dalam menjalani
persoalan hidup. Segala apa yang menjadi persoalan, solusi, peringatan, kebaikan dan ancaan
termuat di dalam pedoman tersebut. Bahkan dalam Al Qur’an dan Al Hadist permasalahan
politik juga tertuang didalamnya. Diantaranya membahas: prinsip politik islam, prinsip politik
luar negeri islam. Baik politik luar negeri dalam keadaan damai maupun dalam keadaan perang.
Prinsip-prinsip politik yang tertuang dalam Al Qur’an dan Al Hadistmerupakan dasar politik
islam yang harus diaplikasikan kedalam system yang ada. Diantaranya prinsip-prinsip politik
islam tersebut:
1. Keharusam mewujudkan persatuan dan kesatuan umat (Al Mu’min:52).
2. Keharusan menyelesaikan masalah ijtihadnya dengan damai (Al Syura:38 dan Ali
Imran:159)
3. Ketetapan menunaikan amanat dan melaksanakan hukum secara adil (Al Nisa:58)
4. Kewajiban menaati Allah dan Rosulullah serta ulil amr (Al Nisa:59)
5. Kewajiban mendamaikan konflik dalam masyarakat islam (Al Hujarat:9)
6. Kewajiban mempertahankan kedaulatan negara dan larangan agresi (Al Baqarah:190)
7. Kewajiban mementingkan perdamain dari pada permusuhan (Al Anfal:61)
8. Keharusan meningkatkan kewaspadaan dalam pertahanan dan keamanan (Al Anfal:60)
9. Keharusan menepati janji (An Nahl:91)
10. Keharusan mengutamakan perdamaian diantara bangsa-bangsa (Al Hujarat:13)
11. Keharusan peredaran harta keseluruh masyarakat (Al Hasyr:7)
12. Keharusan mengikuti pelaksanaan hukum
Menurut Abdul Halim Mahmud (1998) bahwa islam juga memiliki politik luar negeri. Tujuan
dari politik luar negeri tersebut adalah penyebaran dakwah kepada manusia di penjuru dunia,
mengamankan batas territorial umat islam dari fitnah agama, dan system jihad fisabilillah untuk
4
menegakkan kalimat Allah SWT. Jadi politik bermakna instansi dari negara untuk keamanan
kedaulatan negara dan ekonomi.
BAB II
5
PEMBAHASAN
A. POLITIK DALAM ISLAM
Yang penting dalam memahami politik dari sudut Islam sekarang ini adalah mengenali adanya
upaya untuk memisahkan salah satu cabang kehidupan manusia yang ada urusannya dengan
penggunaan kekuasaan ini dari sudut konsepsi, teori, pandangan dan akhirnya praktek umat
Islam. Umat Islam dalam kehidupan modern ini menjadi terasing dan alergi bahkan mengartikan
salah politik atau institusi politik. Berpolitik, berpartai politik atau berkampanye dianggap
sebagai sebuah tabu dan aneh dalam kehidupan seorang Muslim. Inilah yang menjadi tragedi
dalam Umat Islam sehingga sifat Islam yang syumul menjadi terkucil mankala berbicara
mengenai pentingnya tata kenegaraan baik para pejabat dan institusinya dicelup Islam.
Untuk mengenal pemikiran yang menolak Islam dalam kancah politik kita kenal apa yang
disebut sekularisme. Inilah ajaran yang menekankan adanya pemisahan kehidupan dunia dan
agama. Dengan kata lain berbicara politik di parlemen, berbicara Islam di mesjid. Dan tidak
boleh terjadi sebaliknya atau tidak boleh terjadi bersamaa-sama di satu tempat. Apalagi berbicara
nilai-nilai Islam dalam pemerintahan/birokrasi mungkin sesuatu yang bisa ditertawakan karena
tidak wajar.
Penulis yang banyak dikutip adalah Ali bin Abdurraziq dari Mesir yang menekankan tidak ada
nash Al Quran dan Sunnah yang menjelaskan umat Islam terjun dalam politik. Islam bukan
politik dan tidak perlu berpolitik. Pendapat ini diterima di banyak kalangan umat Islam Indonesia
sebagai pandangan yang mengartikan umat Islam tidak perlu campur tangan dalam urusan
pemerintahan atau politik, cukup sebagai kekuatan budaya yang memberi warna dalam
kehidupan politik. Akibat pandangan ini maka Islam tidak perlu dinegarakan/distrukturkan tetapi
cukup semangat dan nafas Islam ada dalam lembaga negara itu.
Pandangan Ali bin Abdurraziq inilah yang dominan dalam dunia Islam termasuk di Indonesia.
Pendapat ini menolak menerapkan syariah dalam kehidupan masyarakat dengan alasan tidak ada
contohnya misi Nabi Muhammad itu mendirikan negara atau lembaga/tata pemerintahan. Misi
6
Nabi Muhammad adalah membawa rahmat untuk seluruh alam bukan mendirikan negara atau
kekhalifahan, begitu pendapat dari golongan yang menentang interaksi Islam kedalam politik.
Selain adanya penolakan hubungan politik dalam Islam dengan pengaturan masyarakat, Islam
dalam menggunakan kekuasaan ini, ada pula dari Barat upaya mengaburkan peran Islam dalam
perjalanan kehidupan masyarakat. Dalam literature politik misalnya muncul istilah demokrasi.
Namun begitu kekuatan Islam menang dalam pemilu maka dibatalkan hasil pemilu, seperti di
Aljazair dan bahkan dikudeta seperti di Turki. Oleh karena itu berbicara politik maka dalam
praktek ada upaya untuk menyisihkan umat Islam dari politik dan pada saat yang sama berbagai
pandangan muncul dari Barat untuk mengaburkan nilai-nilai Islam yang ada kaitannya dengan
pengaturan masyarakat. Irak adalah contoh terakhir bagaimana penyalahgunaan demokrasi.
Untuk mendirikan demokrasi yang diinginkan Barat, Irak diperangi, dibuat pemilu dan dibangun
pemerintahan yang sebenarnya pemerintahan boneka karena tidak bisa menentang yang
memerintahkannya.
B. POLITIK ISLAM MASA MENDATANG
Perdebatan ilmiah mengenai Islam dan politik muncul sejak tumbangnya kekhalifahan Islam
Ottoman 1924. Sebelumnya literature mengenai pendekatan Islam terhadap masalah kenegaraan
baik dalam soal pemilihan imam, kualifikasi pemimpin amir dan tata administrasi kekhalifahan
tidak meragukan integrasi Islam dalam politik. Setelah itulah muncul berbagai literature yang
banyak dibaca kalangan umat Islam sehingga mengaburkan jati diri Islam dalam kehidupan
masyarakat dan lembaga-lembaga yang dibangun untuk mengendalikannya.
Oleh karena itulah sebenarnya dengan terbukanya studi-studi baru mengenai Islam dan politik
maka ada beberapa hal untuk masa depan politik Islam.
Pertama, definisi holistik menyeluruh, syumuliyah Islam akan menyelesaikan kontradikisi dan
pertentangan diantara umat Islam sendiri mengenai apa yang seharusnya dilakukan baik secara
ilmiah maupun praktis dalam mengelola hal-hal kenegaraan atau hal-hal yang berkaitan dengan
kekhalifahan, bila sudah berdiri di masa mendatang. Hasan Al Banna mengatakan politik segala
hal yang berkaitan dengan memikirkan (dan bertindak) tentang persoalan internal dan eksternal
ummat.
7
Konsep Islam yang menyeluruh mengenai kehidupan tergambar dalam Al Quran sendiri yang
mengatur seluruh tindak tanduk dan sepak terjang mulai dari sosial, ekonomi dan kenegaraan.
Bahkan dalam praktek Rasulullah sendiri pengelolaan kekuasaan di Madinah dilembagakan
dalam Piagam Madinah. Jelas di sini, konsep dan contoh tidak ada kontradiksi seperti terjadi di
sebagian kalangan umat Islam.
Kedua, mengingat asingnya keteribatan umat Islam dalam kehidupan politik kenegaraan maka
menghilangkan kecanggungan itu perlu dilakukan secara berangsur-angsur. Politik sebagai seni
mengatur masyarakat untuk mencapai Ridha Allah seharusnya dipraktekkan oleh kalangan umat
Islam yang komit dengan tujuan-tujuan Islami. Pengenalan partai politik berasas Islam dengan
perangkat leadership, administrasi dan struktur yang modern akan memberikan rasa percaya
umat kepada adanya sebuah konsep yang hidup dalam praktek. Amal yang kentara dalam
mengatur kekuasaan yang adil oleh pelaku kenegaraan memberikan kemakmuran serta
kepercayaan masyarakat terhadap Islam sebagai masa depan pengaturan politik.
Ketiga, karena politik tidak hanya seni mengatur kekuasaan dalam tingkat sebuah entitas politik,
maka studi dan praktek politik di era globalisasi perlu dilakukan di tataran internasional. Dengan
semakin tipisnya batas territorial dan kedaulatan sebuah bangsa atau negara maka sudah
selayaknya perlu dimasukkan faktor eksternal dalam interaksi politik lokal. Banyak kasus
menunjukkan kepentingan eksternal menyebabkan terjadinya masalah dalam sebuah kehidupan
politik. Contohnya, perang Irak lebih disebabkan karena individu bukan oleh sebuah masalah
sebuah negara.
BAB III
PANDANGAN ISLAM TERHADAP
8
SUATU KASUS POLITIK
A. Pandangan Islam Mengenai Politik Menghalalkan Segala Cara
Politik berasal dari bahasa latin politicos atau politicus yang berarti relating to citizen (hubungan
warga negara). Sedangkan dalam bahasa arab diterjemahkan dengan katasiyasah, kata ini
diambil dari kata saasa-yasuusu yang diartikan mengemudi, mengendalikan dan mengatur (M
Quraish Shihab,2000). Sedangkan menurut Abdul Qadir Zallum, mengatakan bahwa politik atau
siyasah memiliki makna mengatur urusan rakyat, baik dalam maupun luar negeri. Dalam politik
terdapat negara yang berperan sebagai institusi yang mengatur secara praktis, sedangkan rakyat
mengoreksi pemerintahan dalam melakukan tugasnya. Maka dapat disimpulkan politik
merupakan pemikiran yang mengurus kepentingan masyarakat. Pemikiran tersebut berupa
pedoman, keyakinan hukum atau aktivitas dan informasi.
Beberapa prinsip politik islam berisi: mewujudkan persatuan dan kesatuan bermusyawarah,
menjalankan amanah dan menetapkan hukum secara adil atau dapat dikatakan bertanggung
jawab, mentaati Allah, Rasulullah dan Ulill Amr (pemegang kekuasaan) dan menepati janji. Dari
beberapa prinsip diatas yang berkorelasi dengan politik, menggambarkan umat islam dalam
berpolitik tidak dapat lepas dari ketentan-ketentuan tersebut. Berpolitik dalam islam tidak dapat
berbuat sekehendak hatinya. Maka dapat disimpulkan bahwa politik islam memiliki pengertian
mengurus kepentingan rakyat yang didasari prinsip-prinsip agama. Korelasi pengertian politik
islam dengan politik menghalalkan segala cara merupakan dua hal yang sangat bertentangan.
Islam menolak dengan tegas mengenai politik yang menghalalkan segala cara. Terlebih apabila
mementingkan kepentingan individu atau kelompok. Sedangkan islam dalam berpolitik tidak
sekedar mengurusi atau mengendalikan rakyat saja, tetapi juga mengemban kebajikan untuk
seluruh rakyatnya.
B. Pandangan Islam Mengenai Pemerintahan Otoriter
Dari prinsip-prinsip islam dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pemerintahan adalah memberi
kesejahteraan kepada rakyatnya. Sehingga seluruh rakyatnya diharapkan dapat menerima hak-
9
haknya sebagai warga negara dan turut mengawasi pemerintahan. Sedangkan pemerintah
berfungsi sebagai institusi yang mengatur masyarakat demi masyarakatnya. Maka logika yang
dapat diperoleh negara dalam islam merupakan kegiatan demi kesejahteraan masyarakat. Apabila
suatu pemerintahan telah beralih fungsi sebagai institusi yang melayani masyarakatnya, justru
menjadikan kekuasaan sebagai peyalahgunaan. Maka pemerintahan tersebut dikatakan tidak
sehat.
Berbagai macam bentuk pemerintahan menjadi perdebatan diantara para pemikir. Setelah
sepeninggal rasul bentuk pemerintahan di Madinah dipegang Abu Bakar sehingga yang terakhir
adalah Ali bin Abi Thalib. Bentuk pemerintahan yang dijalankan oleh para sahabat ini adalah
system khalifah. Dalam bentuk pemerintahan, system khalifah, bentuk kekuasaannya tidak
dijalankan secara demokrasi, tetapi secara turun temurun atau penunjukan. Dari seseorang yang
berkuasa disebut khalifah Ibnu Khaldum (1406M) mengatakan kekhalifahan maupun kerajaan
adalah khilafah Allah diantara manusia bagi pelaksanaan segala peraturan diantara manusia. Al
Mawaidi (1058M) dalam bukunya Al-Ahkam Al-Shultaniyah mengatakan bahwa pemilihan atau
penunjukan khalifah mesti diikuti bai’at masyarakat. Muhammad Rasyid Ridha dalam bukunya
Al Khalifah Al Amanah menyatakan system khalifah perlu untuk mewujudkan persatuan dan
kesatuan umat.
Sebagai umat islam yang menjadikan para sahabat sebagai suri tauladan, tentunya kita harus
mencontoh ajaran dan tindakan mereka. Pada inti permasalahannya setiap pemerintahan harus
dapat melindungi, mengayomi masyarakat. Sedangkan penyimpangan yang terjadi adalah
pemerintahan yang tidak mengabdi pada rakyatnya; menekan rakyatnya. Sehingga pemerintahan
yang terjadi adalah otoriter. Yaitu bentuk pemerintahan yang menyimpang dari prinsip-prinsip
islam.
C. Pandangan Islam Tentang Perang Negara Islam Dengan Negara Barat
Politik luar negeri tidak dapt terlepaskan dari politik islam. Hal ini dikarenakan untuk memenuhi
kepentingan masyarakat di negeri sendiri serta kepentingan negara dan bangsa lain. Politik luar
10
negeri islam menurut Ali Abdul Halim Mahmud (1998) terdiri atas dasar-dasar kuat yang
mempunyai tujuan yang sudah jelas. Antara lain:
1. Menyebarkan dakwah keseluruh dunia.
2. Mengamankan batas-batas territorial negara dan umat islam dari fitnah dan gangguan-
gangguan musuh.
3. Mengaplikasikan system jihad fi sabilillah untuk menegakkan kalimat Allah swt.
Politik luar negeri islam yang mengatur hubungan negara dengan rakyatnya serta instansi yang
ada dibawahnya dengan organisasi kenegaraan lainnya. Adapun prinsip-prisip yang digunakan
dalam politik luar negeri islam:
1. Pokok dalam hubungan negara adalah perdamaian.
2. Tidak memutuskan hubungan damai antar negara kecuali karena alasan yang mendesak
atau darurat.
3. Membuat kaidah-kaidah hubungan luar negeri tetap dalam keadaan damai dan menjamin
kedamaian itu.
4. Membuat kaidah-kaidah hubungan luar negeri perang dengan tujuan mengurangi
penderitaan.
5. Membuat syarat-syarat bila negara mau diakuai negara lain.
6. Megumumkan ketentuan-ketentuan perang bila sampai itu terjadi agar tetap pada tujuan
yang benar.
Politik luar negeri islam berlangsung dalam keadaan damai dan perang. Dalam hubungan politik
damai antar negara harus mampu menjaga keamanan, kepercayaan dan perdamaian. Sedangkan
dalam politik luar negeri islam dalam keadan perang adalah hanya boleh terjadi apabila dalam
hubungan politik tersebut ada upaya memerangi islam, menghalangi dakwah dan mereka yang
menyerukan untuk tidak mendengarkan dakwah. Berikut merupakan prinsip politik luar negeri
islam yang berlangsung damai: menjaga berdamaian, menegakkan keadilan, memenuhi janji,
menjaga hak-hak dan kebebasan no muslim, serta melakukan tolong menolong kemanusiaan dan
saling toleransi.
11
Sementara islam membenci peperangan. Perang hanya akan menimbulkan kesedihan, keruskan,
penghancuran dan pembunuhan. Adapun prinsip-prinsip luar negeri islam dalam keadaan perang
adalah:
1. Menentukan tujuan perang. Perang dalam islam bukan semata-mata adanya keinginan untuk
perang namun dikarenakan oleh sebab karena ingin mencapai tujuan tertentu. Dalam islam
tujuan perang itu antar lain: menahan serangan musuh dan melawan kedzaliman dan
mengamankan dakwah yang membawa kebajikan untuk seluruh umat.
2. Melakukan persiapan. Suatu negara harus selalu berada dalam kekuatan dan persiapan dalam
menahan perang dan mencegah perang itu terjadi.
3. Tidak meminta bantuan musuh untuk mengalahkan musuh. Umat islam harus berhati-hati agar
tidak tertipu oleh musuh yang menampakkan senang dengan landasan-landasan islam, padahal
sejatinya dia ingin menghancurkan landasan islam itu sendiri. Jika hal demikian terjadi maka
akan berakibat lebih fatal lagi terhadap umat islam.
4. Menepati perjanjian dan persetujuan. Menepati perjanjian atau persetujuan dalam perang
adalah sama dalam keadaan damai. Tidak boleh makukan pelanggaran dalam perjanjian kecuali
dalam keadaan yang darurat.
5. Menjalankan hukum dan adab islam dalam perang. Islam membuat hukum-hukum, syarat
serta etika yang tidak boleh dilanggar oleh umat islam dan pemimpin. Diantaranya: a. Dilarang
membunuh wanita, anak kecil dan ornag tua kecuali orang tersebut turut memerangi islam
dengan tipu muslihatnya, b. dilarang membunuh seseorang dengan khianat tanpa mengumumkan
terlebih dahulu sikap perang, c. dilarang merusak jenazah musuh sekalipun hal yang sama
dilakukan terhadap jeazah orang muslim, d. mengubur mayat-mayak musuh sebagai
penghormatan terhadap kemanusiaan, e. memperlakukan tawanan dengan baik.
Dengan demikian jelaslah sudah islam sangat membenci adanya peperangan. Dengan siapapun
itu kelompoknya. Karena peprangan hanya akan menimbulakan adanya kerusakan, kehancuran
dan pendritaan. Namun islam juga memperbolehkan adanya perang namun dengan sebab yang
sudah pasti sesuai dengan aturannya. Walaupun demikan perang yang dilakukan oleh umat
muslim tetap harus berpegang terguh dengan prinsip serta hukum-hukum islam yang berlaku.
12
Sehingga bilaman perang tersebut terpaksa harus dilakakukan aka memberikan kemaslahatan
bagi umat muslim itu sendiri.
BAB III
13
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Politik merupakan pemikiran yang mengurus kepentingan masyarakat. Pemikiran tersebut berupa
pedoman, keyakinan hokum atau aktivitas dan informasi. Beberapa prinsip politik islam berisi:
mewujudka persatuan dan kesatuan bermusyawarah, menjalankan amanah dan menetapkan
hukum secara adil atau dapat dikatakan bertanggung jawab, mentaati Allah, Rasulullah dan Ulill
Amr (pemegang kekuasaan) dan menepati janji. Korelasi pengertian politik islam dengan politik
menghalalkan segala cara merupakan dua hal yang sangat bertentangan. Islam menolak dengan
tegas mengenai politik yang menghalalkan segala cara. Pemerintahan yang otoriter adalah
pemerintahan yang menekan dan memaksakn kehendaknya kepada rakyat. Setiap pemerintahan
harus dapat melindungi, mengayomi masyarakat. Sedangkan penyimpangan yang terjadi adalah
pemerintahan yang tidak mengabdi pada rakyatnya; menekan rakyatnya. Sehingga pemerintahan
yang terjadi adalah otoriter. Yaitu bentuk pemerintahan yang menyimpang dari prinsip-prinsip
islam. Dalam politik luar negerinya islam menganjurakan dan menjaga adanya perdamain.
Walaupun demikan islam juga memporbolehkan adanya perang, namun dengan sebab yang
sudah jelas karena mengancam kelangsungan umat muslim itu sendiri. Dan perang inipun telah
memiliki ketentuan-ketentuan hukum yang mengaturnya. Jadi tidak sembarangan perang dapat
dilakukan. Politik islam menuju kemaslahatan dan kesejahteraan seluruh umat.
Menjelaskan konsep bahwa politik sebenarnya dilakukan setiap masyarakat primitif atau modern
karena sifat dan karakter manusia serta jawaban ilmiah Islam terhadap tuntutan kehidupan politik
memang perlu waktu. Bahkan di kalangan aktifis saja masih ada sebuah anggapan bahwa
berpolitik tidak dilakukan dalam Islam. Menekankan sejarah Rasulullah SAW serta praktek-
praktek kontemporer akan mengingatkan keagungan Islam dalam menggunakan kekuasaan untuk
mencapai tujuan kehidupan manusia sebagai khalifah fil ardhi dan Abdullah sekaligus menyadari
pentingnya politik dalam kehidupan Islam.
Islam sebagai agama yang sempurna dan menyeluruh, sudah sepatutnya memiliki peran utama
dalam kehidupan politik sebuah negara. Untuk menuju ke arah integrasi kehidupan masyarakat,
negara dan Islam diperlukan ijtihad yang akan memberikan pedoman bagi anggota parlemen atau
politisi dalam menjelaskan hujahnya dalam berpolitik. Dan interaksi umat Islam yang hidup
14
dalam alam modern ini dengan politik akan memberikan pengalaman dan tantangan baru menuju
masyarakat yang adil dan makmur. Berpolitik yang bersih dan sehat akan menambah
kepercayaan masyarakat khususnya di Indonesia bahwa memang Islam mengatur seluruh aspek
mulai ekonomi, sosial, militer, budaya sampai dengan politik.
Wallahua’lam bissawab.
DAFTAR PUSTAKA
15
Al Qaradhawi, Yusuf, Retorika Islam. Jakarta, Khalifa, 2004.
Al Qur’an
Goodin, Robert E., and Han-Diter Klingemann (ed) A New Hanbook of Political Sciencen,Oxford, Oxford University Press, 1998.
Hasby, Subky, dkk.2007. BUKU DARAS.PPA Universitas Bramijaya; Malang
Ibu Taimiyah, Pedoman Islam Bernegara. Bandung, Bulan Bintang, 1989.
Rusett, Bruce, Haryvey Starr, David Kinsella, World Politics, Boston, St Martin’s,2000.
16