BAB I
ILUSTRASI KASUS
A. IDENTITAS
1. Nama: An. F
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Umur : 11 tahun
4. Alamat: Rancabali, ciwidey RT 04 RW 02
5. Agama: Islam
6. Pekerjaan : Pelajar
B. ANAMNESA
Keluhan Utama :
Nyeri di seluruh lapang perut.
Riwayat perjalanan penyakit:
Pasien datang dengan keluhan nyeri di seluruh lapang perut sejak ± 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri yang dirasakan terus menerus dan paling hebat terasa di bagian perut kanan
bawah. Keluhan diawali dengan demam sejak ± 7 hari yang lalu, demam dirasakan naik turun.
Setelah itu pasien mengeluhkan nyeri ulu hati yang semakin lama semakin bertambah dan nyeri
menjalar ke perut kanan bawah yang nyerinya dirasakan semakin bertambah berat dan terus-
menerus sehingga menyebabkan pasien tidak bisa beraktifitas dan sulit untuk tidur. Keluhan ini
juga disertai dengan mual, muntah (satu kali berisi makanan) dan nafsu makan menurun. BAB
sulit, BAK dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat asma disangkal
Riwayat alergi disangkal
Riwayat operasi sebelumnya disangkal
Riwayat perut sering kembung dibenarkan
Riwayat trauma disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : E4V5M6 = 15 ( Compos Mentis)
A. Tanda vital:
· Nadi : 94x/ menit
. Tekanan Darah : 100/70 mmHg
· Respirasi : 24x/ menit
· Suhu aksila : 37,9 °C.
B. Pemeriksan Fisik Umum :
a. Kepala-leher:
Kepala : normocephal, deformitas (-).
Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, refleks cahaya +/+, pupil isokor kanan = kiri
Leher : Pembesaran KGB (-), massa (-).
b. Thorax-Cardiovascular:
Inspeksi : Bentuk dada simetris, retraksi (-), sela iga dalam batas normal.
Palpasi : vocal fremitus (+) normal, iktus kodis (+)
Perkusi : paru : sonor ; jantung : pekak.
Auskultasi : Cor : S1S2 murni regular, tunggal, murmur (-).
Pulmo : suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-.
c. Abdomen:
Inspeksi : Distensi (+), Darm Contour (-),jejas (-)
Auskultasi: BU (+) menurun.
Palpasi : defans muskular (+), Rovsing sign (+), psoas sign (+), Nyeri tekan titik Mc-Burney
(+), nyeri lepas (+), hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi: hipertimpani pada semua kuadran.
d. Ekstremitas atas: Deformitas -/-, edema -/-, akral hangat, pembesaran KGB (-).
e. Ekstremitas bawah : Deformitas -/-, edema -/-, akral hangat.
D. Pemeriksan Fisik lokal (Status lokalis) : Abdomen
Inspeksi: Distensi (+), Daram Contour (-), jejas (-)
Auskultasi: BU (+) menurun.
Palpasi: defans muskular (+), Rovsing sign (+),<Nyeri tekan titik Me Burney (+), nyeri lepas (+),
hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi: hipertimpani pada semua kuadran.
Pemeriksaan Khusus
Rovsing sign (+), Psoas sign (+), Obturator sign (+).
E. Pemeriksaan Penunjang.
Leuksit : 35,2 103/mm3 (3,5-10,0 103/mm3)
Eritrosit : 4,40 106/mm3 (3,80-5,80 106/mm3)
Haemoglobin : 12,2 g/dl (11,0-16,5 g/dl)
Haematokrit : 37,9 % (35,0-50%)
Trombosit : 247103/mm3 (150-390 103/mm3)
F. Diagnosa
Peritonitis et causa Appendicitis Perforasi
G. Penatalaksanaan
- IVFD RL 30 gtt/mnt
- Nasogastric Tube
- Kateter
- inj. Cefotaxim 2 x 500 mg
- inj. Ranitidine 2 x 25 mg
- inj. Metronidazol 3x 250 mg
Rencana Appendiktomy.
Follow Up
Hari pertama
S demam (+), muntah (+), nyeri seluruh lapang perut perut (+).
0 KU : tampak kesakitan ; Kes : compos mentis
TD : 100/70 mmHg , N: 84 x/mnt ; RR: 18 x/mnt ; S: 36,3 °C
Abdomen: distensi, BU (+) menurun ;
nyeri tekan seluruh regio (+).
A peritonitis ec appendicitis perforasi
P konsul anak , konsul anestesi , persiapan operasi appendiktomi.
Operasi cito tgl 11 september 2012
Laporan operasi:
- Insisi menurut me burney
- Buka fasia + peritoneum, didapatkan : pus ± 200 cc dan apendik perforasi 10x1 cm.
- Dilakukan eksplorasi : appendiktomi + omentektomi
- Cuci dengan NaCl + betadine
- Pasang drainase.
- Tutup kulit lapis demi lapis
Terapi post operasi: IVFD RL : D5% =1:1 20 gtt/mnt
Cefotaxim 2 x 500 mg
Metronidazol 3 x 250 mg
Ranitidine 2 x 25 mg
Tramadol 2 x 50 mg
Follow up hari kedua
S nyeri perut (+) ; demam (+) ; kentut (+) ;
0 KU : baik ; Kes : compos mentis
N: 88 x/mnt ; RR: 26 x/mnt ; S: 36,7 °C
Abdomen: soepel, BU (+) N, nyeri tekan (+).
Produksi drain : ±10 cc ; NGT : 5 cc, warna kehijauan.
A post operasi appendiktomi hari I
P Terapi dilanjutkan
Follow up hari ketiga
S demam (-); nyeri luka operasi (+)
O KU : LEMAH ; Kes : compos mentis
TD : 110/70 mmHg,N: 80 x/mnt; RR: 26 x/mnt; S: 36 °C
Abdomen: soepel, BU (+) N, nyeri tekan (+).
Produksi drain : ±5 cc ; NGT : 5 cc, warna bening sedikit hijau.
A post operasi appendiktomi hari II
P Lepas drain jika residu (-)
Follow up hari ke empat
S demam (-); nyeri luka operasi (+)
O KU : LEMAH ; Kes : compos mentis
TD 100/80mmHg, N: 80 x/mnt; RR: 24 x/mnt; S: 36 °C
Abdomen: soepel, BU (+) N, nyeri tekan (+).
Produksi drain : ±2 cc ; NGT : 5 cc, warna bening sedikit hijau.
A post operasi appendiktomi hari III
P tes feeding jika NGT bening
Lepas drain jika residu (-)
Follow up hari ke lima
S demam (-); nyeri luka operasi (-)
O KU : baik ; Kes : compos mentis
N: 74x/mnt; RR: 20 x/mnt; S: 36,1 °C
Abdomen: soepel, BU (+) N, nyeri tekan (+).
Produksi drain : - ; NGT : 5 cc, warna bening.
A post operasi appendiktomi hari IV
P Lepas drain
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Akut abdomen merupakan sebuah terminologi yang menunjukkan adanya keadaan
darurat dalam abdomen yang dapat berakhir dengan kematian bila tidak ditanggulangi dengan
pembedahan. Keadaan darurat dalam abdomen dapat disebabkan karena perdarahan, peradangan,
perforasi atau obstruksi pada alat pencemaan. Peradangan bisa primer karena peradangan alat
pencernaan seperti pada appendisitis atau sekunder melalui suatu pencemaran peritoneum karena
perforasi tukak lambung, perforasi dari Payer's patch,pada typhus abdominalis atau perforasi
akibat trauma. Pada akut abdomen, apapun penyebabnya, gejala utama yang menonjol adalah
nyeri akut pada daerah abdomen. Kadang-kadang penyebab utama sudah jelas seperti pada
trauma abdomen berupa vulnus abdominis penetrans namun kadang-kadang diagnosis akut
abdomen baru dapat ditegakkan setelah pemeriksaan fisik serta pemeriksaan tambahan berupa
pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan radiologi yang lengkap dan masa observasi yang
ketat.
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat
penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus
gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka
tembus abdomen. Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri. Namun
adanya kontaminasi bakteri yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi tubuh yang
menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, kesemua hal ini merupakan faktor-
faktor yang dapat memudahkan terjadinya peritonitis (radang peritoneum).
Peritonitis selain disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang berupa inflamasi dan
penyulitnya, juga oleh ileus obstruktif, iskemia dan perdarahan. Sebagian kelainan disebabkan
oleh cidera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau
perdarahan.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap
keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan
analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
PERITONITIS
DEFINISI
Peritonitis adalah radang peritoneum dengan eksudasi serum, fibrin, sel-sel, dan pus,
biasanya disertai dengan gejala nyeri abdomen dan nyeri tekan pada abdomen, konstipasi, dan
demam. Peradangan biasanya disebabkan oleh infeksi pada peritoneum.
ANATOMI
Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada
permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di antara kedua
rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron didaerah abdomen menjadi
usus. Sedangkan kedua rongga mesoderm, bagian dorsal dan ventral usus saling mendekat,
sehingga mesoderm tersebut kemudian akan menjadi peritoneum.
Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa)
2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.
3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.
Organ-organ yang terdapat di cavum peritoneum yaitu:
Gaster, hepar, vesica fellea, lien, ileum, jejenum, kolon transversum, kolon sigmoid,
sekum, dan appendix (intraperitoneum)
Pankreas, duodenum, kolon ascenden & descenden, ginjal dan ureter (retroperitoneum)
PATOFISOLOGI
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat
penyebaran infeksi dari organ – organ abdomen (misalnya: apendisitis, salpingitis), rupture
saluran cerna atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang sering menginfeksi adalah
organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur apendiks, sedangkan stafilokok dan
streptokok sering masuk dari luar.
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.
Abses terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan
sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang,
tetapi dapat menetap sebagai pita – pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstruksi usus.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi
menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktifitas
peristaltik berkurang, usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang
ke dalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguria.
Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung – lengkung usus yang meregang dan dapat
mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.
Peritonitis mekonium adalah peritonitis non bakterial yang berasal dari mekonium yang
keluar melalui defek pada dinding usus ke dalam rongga peritoneum. Defek dinding usus dapat
tertutup sendiri sebagai reaksi peritoneal. Bercak perkapuran dapat terjadi dalam waktu 24 jam.
MANIFESTASI KLINIS
Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda–tanda
rangsangan peritonium. Biasanya diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya
nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya
(peritoneum viseral) kemudian lama kelamaan menjadi jelas lokasinya (peritoneum parietal).
Tanda-tanda peritonitis relatif sama dengan infeksi berat lainnya, yakni:
Demam tinggi, atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia
Takikardia, dehidrasi hingga menjadi hipotensi
Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum di tempat tertentu
sebagai sumber infeksi
Bising usus menurun sampai menghilang.
Dinding perut akan terasa tegang (defans muskular), biasanya karena mekanisme
antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasi yang menyakitkan, atau
bisa pula tegang karena iritasi peritoneum.
Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau
mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas,
tes psoas, atau tes lainnya.
Pada penderita wanita diperlukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri
akibat radang panggul, namun pemeriksaan ini jarang dilakukan pada keadaan peritonitis
yang akut.
PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan tanda vital perlu diperhatikan status gizi, kemungkinan adanya gangguan
kesadaran, dehidrasi, syok, anemia, dan gangguan napas. Pada pemeriksaan fisik pasien dengan
peritonitis, biasanya didapatkan keadaan sebagai berikut :
Keadaan umumnya tidak baik
Demam dengan temperatur >380C
Pasien dengan sepsis hebat akan muncul gejala hipotermia.
Takikardia disebabkan karena dilepaskannya mediator inflamasi dan hipovolemia
intravaskuler yang disebabkan karena mual dan muntah, demam, kehilangan cairan yang
banyak dari rongga abdomen. Dengan adanya dehidrasi yang berlangsung secara
progresif, pasien bisa menjadi semakin hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan produksi
urin berkurang, dan dengan adanya peritonitis hebat bisa berakhir dengan keadaan syok
sepsis.
Penderita dengan perdarahan, perforasi atau obstruksi lambung atau duodenum sering datang
dalam keadaan gawat.
· Inspeksi, pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas operasi menununjukkan
kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan gambaran usus atau gerakan usus yang
disebabkan oleh gangguan pasase. Pada peritonitis biasanya akan ditemukan perut yang
membuncit dan tegang atau distended.
Auskultasi. Minta pasien untuk menunjuk dengan satu jari area daerah yang paling terasa sakit di
abdomen, auskultasi dimulai dari arah yang berlawanan dari yang ditunjuik pasien. Auskultasi
dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara bising usus. Pasien dengan peritonitis
umum, bising usus akan melemah atau menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena
peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik).
Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat terdengar normal.
· Palpasi. Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral yang sangat sensitif.
Bagian anterior dari peritoneum parietale adalah yang paling sensitif. Palpasi harus selalu
dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak dikeluhkan nyeri. Hal ini berguna sebagai
pembanding antara bagian yang tidak nyeri dengan bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan defans
muskular (rigidity) menunjukkan adanya proses inflamasi yang mengenai peritoneum parietale
(nyeri somatik). Defans yang murni adalah proses refleks otot akan dirasakan pada inspirasi dan
ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan. Pada saat pemeriksaan
penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot dinding perut menunjukkan defans
muskular secara refleks untuk melindungi bagian yang meradang dan menghindari gerakan atau
tekanan setempat.
· Perkusi. Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya udara bebas atau
cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan pekak hati dan shifting
dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan menghilang, dan perkusi abdomen
hipertimpani karena adanya udara bebas tadi.
3.2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang kadang perlu untuk mempermudah mengambil keputusan,
misalnya pemeriksaan darah, urin, dan feses. Kadang perlu juga dilakukan pemeriksaan
Roentgen dan endoskopi.
Beberapa uji laboratorium tertentu dilakukan, antara lain:
nilai hemoglobin dan hemotokrit, untuk melihat kemungkinan adanya perdarahan atau
dehidrasi.
Hitung leukosit dapat menunjukkan adanya proses peradangan.
Hitung trombosit dan dan faktor koagulasi, selain diperlukan untuk persiapan bedah, juga
dapat membantu menegakkan demam berdarah yang memberikan gejala mirip gawat
perut.
Gambaran radiologi
Foto roentgen di ambil dalam posisi berbaring dan berdiri. Gas bebas yang terdapat
dalam perut dapat terlihat pada foto roentgen dan merupakan petunjuk adanya perforasi.
Pada pemeriksaan foto polos abdomen dijumpai asites, tanda – tanda obstruksi usus
berupa air-udara dan kadang – kadang udara bebas (perforasi). Biasanya lambung, usus
halus dan kolon menunjukkan dilatasi sehingga menyerupai ileus paralitik. Usus – usus
yang melebar biasanya berdinding tebal.
Pada peritonitis umum gambaran radiologinya menyerupai ileus paralitik. Terdapat
distensi baik pada usus halus maupun pada usus besar. Pada foto berdiri terlihat beberapa
fluid level di dalam usus halus dan usus besar. Jika terjadi suatu ruptur viskus bisa
menyebabkan peritonitis, udara bebas mungkin akan terlihat pada kavitas peritoneal.
DIAGNOSIS BANDING2,4
Diagnosis banding dari peritonitis adalah apendisitis, pankreatitis, gastroenteritis,
kolesistitis, salpingitis, kehamilan ektopik terganggu,.
PENATALAKSANAAN
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan
secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan
penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dan sebagainya)
atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan
menghilangkan nyeri.
Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat. Antibiotik
berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah jenisnya setelah hasil kultur
keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab.
Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis
yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi.
Penatalaksanaan peritonitis secara kausal ialah eradikasi kuman yang menyebabkan
radang di peritoneum. Secara non-invasif dapat dilakukan dengan drainase abses dan endoskopi
perkutan, namun yang lebih umum dilakukan ialah laparotomi eksplorasi rongga peritoneum.
Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi
laparotomi. Operasi ini untuk mengontrol sumber primer kontaminasi bakteri. Insisi yang dipilih
adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan
mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi.
Teknik operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi dan
sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus
menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi.
3.2.9 KOMPLIKASI
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi
tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu :
a. Komplikasi dini
· Septikemia dan syok septic
· Syok hipovolemik
· Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multisystem
· Abses residual intraperitoneal
· Portal Pyemia (misal abses hepar)
b. Komplikasi lanjut
· Adhesi
· Obstruksi intestinal rekuren.
Sedangkan komplikasi pembedahan dengan laparotomi eksplorasi memang tidak sedikit.
Secara bedah dapat terjadi trauma di peritoneum, fistula enterokutan, kematian di meja operasi,
atau peritonitis berulang jika pembersihan kuman tidak adekuat.
PROGNOSIS
Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan pada peritonitis
umum prognosisnya mematikan akibat organisme virulen. Prognosis ini bergantung kepada:
Lamanya peritonitis
< 24 jam = 90% penderita selamat
24-48 jam = 60% penderita selamat
> 48 jam = 20% penderita selamat.
Adanya penyakit penyerta
Daya tahan tubuh
Usia
PEMBAHASAN
Peritonitis adalah suatu respon inflamasi atau supuratif dari peritoneum yang disebabkan
oleh iritasi kimiawi atau invasi bakteri.2 Peradangan peritoneum merupakan komplikasi
berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya
apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post
operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen.1.,2
Dari hasil anamnesa didapatkan bahwa pasien mengalami nyeri di seluruh lapang perut,
nyeri dirasakan terus menerus dan paling hebat terasa di bagian perut kanan bawah. Keluhan
diawali dengan demam sejak ± 7 hari yang lalu, demam dirasakan turun naik. Pasien juga
mengeluhkan nyeri ulu hati yang semakin lama semakin bertambah dan nyeri menjalar ke perut
kanan bawah yang nyerinya dirasakan semakin bertambah berat dan terus menerus sehingga
menyebabkan pasien tidak bisa beraktifitas dan sulit untuk tidur. Keluhan ini juga disertai
dengan mual, muntah (Ix) dan nafsu makan menurun. BAB (+) sedikit, BAK (+) lancar. Pasien
ada riwayat diurut-urut (+).
Dari pemeriksaan fisik abdomen didapatkan : Inspeksi: Distensi (+), Daram Contour (-),
jejas (-) Auskultasi: BU (+) menurun.
Palpasi : defans muskular (+), Rovsing sign (+), Nyeri tekan titik Me Burney (+), nyeri lepas (+),
hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi: hipertimpani pada semua kuadran.
Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik tersebut, pasien ini telah mengalami
peradangan di peritonium akibat dari suatu peradangan di appendiks yang biasa disebut dengan
peritonitis. Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera
dalam rongga perut.
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.
Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel
menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya
menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak
dapat mengakibatkan obstuksi usus. 1
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami
kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan
kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon
hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak
organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit
oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah
jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.2
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem.
Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi.
Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh
organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal
menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan
yang tidak ada, serta muntah. Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih
lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan
menimbulkan penurunan perfusi. 2
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi
menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang.
Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan
sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang
dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus. 1
Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi
tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan,makin lama
mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem
bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya
mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general.3
Apendiks yang mengalami gangren atau perforasi lebih sering terjadi dengan gejala-
gejala sebagai berikut:4
a. Gejala progresif dengan durasi lebih dari 36 jam
b. Demam tinggi lebih dari 38,50C
c. Lekositosis (AL lebih dari 14.000)
d. Dehidrasi dan asidosis
e. Distensi
f. Menghilangnya bising usus
g. Nyeri tekan kuadran kanan bawah
h. Rebound tenderness sign
i. Rovsing sign
j. Nyeri tekan seluruh lapangan abdominal
Insidensi perforasi apendiks pada anak di bawah umur 6 tahun lebih dari 50%, ini
berhubungan dengan dinding apendiks yang lebih tipis dan omentum mayus yang
berkembang belum sempurna dibanding anak yang lebih besar.3
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan
secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan
penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau penyebab
radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan
nyeri. 1
Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah penting. Pengembalian volume
intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme
pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk menilai
keadekuatan resusitasi.
Penderita anak perlu cairan intravena untuk mengoreksi dehidrasi ringan. Pipa
nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung dan untuk mengurangi bahaya muntah pada
waktu induksi anestesi. Pada apendisitis akut dengan komplikasi berupa peritonitis karena
perforasi menuntut tindakan yang lebih intensif, karena biasanya keadaan anak sudah sakit berat.
Timbul dehidrasi yang terjadi karena muntah, sekuestrasi cairan dalam rongga abdomen dan
febris. Anak memerlukan perawatan intensif sekurang-kurangnya 4-6 jam sebelum dilakukan
pembedahan. Pipa nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung agar mengurangi distensi
abdomen dan mencegah muntah. Kalau anak dalam keadaan syok hipovolemik maka diberikan
cairan ringer laktat 20 ml/kgBB, kemudian diikuti dengan pemberian plasma atau darah sesuai
indikasi. Setelah pemberian cairan intravena sebaiknya dievaluasi kembali kebutuhan dan
kekurangan cairan. Sebelum pembedahan, anak harus memiliki urin output sebanyak 1
ml/kgBB/jam. Untuk menurunkan demam diberikan acetaminophen suppositoria (60mg/tahun
umur). Jika suhu di atas 380C pada saat masuk rumah sakit, kompres alkohol dan sedasi
diindikasikan untuk mengontrol demam.
Antibiotika sebelum pembedahan diberikan pada semua anak dengan apendisitis,
antibiotika profilaksis mengurangi insidensi komplikasi infeksi apendisitis.. Antibiotika
berspektrum luas diberikan secepatnya sebelum ada biakan kuman. Pemberian antibiotika untuk
infeksi anaerob sangat berguna untuk kasus-kasus perforasi apendisitis . Antibiotika diberikan
selama 5 hari setelah pembedahan atau melihat kondisi klinis penderita. Kombinasi antibiotika
yang efektif melawan bakteri aerob dan anaerob spektrum luas diberikan sebelum dan sesudah
pembedahan. Kombinasi ampisilin (lOOmg/kg), gentamisin (7,5mg/kg) dan klindamisin
(40mg/kg) dalam dosis terbagi selama 24 jam cukup efektif untuk mengontrol sepsis dan
menghilangkan komplikasi apendisitis perforasi.
Metronidasol aktif terhadap bakteri gram negatif dan didistribusikan dengan baik ke
cairan tubuh dan jaringan. Obat ini lebih murah dan dapat dijadikan pengganti klindamisin.
Pembedahannya adalah dengan apendektomi, yang dapat dicapai melalui insisi Me
Burney. Tindakan pembedahan pada kasus apendisitis akut dengan penyulit peritonitis berupa
apendektomi yang dicapai melalui laparotomi.