Download - presentasi baru.ppt
KEMATIAN AKIBAT NARKOTIKA GOLONGAN GANJA
OLEH :1.Asmah (09101008)2.Drekka Hanibal Putra (10310113)3.Patriot Buana Vidayu Putra (091001222) 4.Tri tyas ningrum(09310140)5.Ziela loenita fauzi (091001316)
6.(09101080)
KEPANITERAAN KLINIK SENIORBAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
RSUD DR. RM. DJOELHAM BINJAISUMATERA UTARA
2014
Pembimbingdr. Arwan
Ganja (Cannabis sativa syn. Cannabis indica) tumbuhan budidaya penghasil serat, namun lebih dikenal karena kandungan zat narkotika pada bijinya, tetrahidrokanabinol (THC, tetra-hydro-cannabinol) yang dapat membuat pemakainya mengalami euforia (rasa senang yang berkepan Jangan tanpa sebab).
Tanaman ganja biasanya dibuat menjadi rokok mariyuana.
Dari Data epidemiologis tahun 1991 berikut ini berasal dari National Institute on Drug Abuse (NIDA):
Kira-kira sepertiga (32,2 persen) dari populasi yang dilaporkan pernah menggunakan mariyuana satu kali atau lebih selama hidupnya, 9,5 persen pernah menggunakannya di tahun terakhir, dan 4,8 persen pernah menggunakannya di bulan terakhir.
Angka penggunaan mariyuana dalam bulan terakhir oleh laki-laki adalah hampir dua kali dari angka pada wanita.
THC terutama berpengaruh pada jaringan otak, system kardiovas
kular, dan paru, sifatnya akut dan reversible. THC bekerja pada reseptor Beta 1 dan Beta 2 yang terdapat di
seluruh otak, terutama korteks serebri , hipokampus, serebelum,
dan striatum. Tubuh menghasilkan agonis THC endogen, yaitu anandamida
(suatu derivate asam arakhidonat) dan N- palmito-etanolamida. Bila reseptor Beta 1 dan 2 distimulasi oleh THC atau agonis
endogen hal ini akan menimbulkan perubahan pada second
messenger dan terjadi perubahan norepinefrin (NE) dan dopamine
(DA) pada korteks prefrontal dan mesolimbic termasuk pada
system opioida dan mengubah GABA reseptor sehingga pengguna
ganja memiliki potensi untuk menggunakan zat psikoaktif lain.
CARA KERJA
Efek fisik yang paling sering dari kanabis adalah dilatasi pembuluh darah konjungtiva (yaitu, mata merah), denyut nadi dan tekanan darah cenderung meningkat, keseimbangan dan koordinasi tubuh menjadi buruk.
Pada dosis tinggi, hipotensi ortostatik dapat terjadi, peningkatan nafsu makan dan mulut kering.
Banyak laporan menyatakan bahwa penggunaan kanabis jangka panjang berhubungan dengan atrofi serebral, kerentanan kejang, kerusakan kromosom, defek kelahiran, gangguan reaktivitas kekebalan, perubahan konsentrasi testosteron, dan disregulasi siklus menstruasi.
Kriteria Diagnostik Gangguan Waham Kanabis Menurut PPDGJ III
Baru Menggunakan Kanabis Timbul Sindrom Waham Organik di dalam waktu 2
jam sesudah penggunaan zat itu Gangguan itu tidak menetap sesudah lebih dari 6
jam penghentian zat itu Tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental
lainnya.
Kriteria Diagnostik Intoksikasi Kanabis menurut PPDGJ III
Baru menggunakan kanabis Takikardia Paling sedikit terdapat satu dari gejala psikologik di bawah ini
yang timbul dalam waktu 2 jam sesudah penggunaan zat itu : Euforia Perasaan intensifikasi persepsi secara subjektif Perasaan waktu berlalu dengan lambat Apatis
Paling sedikit terdapat satu dari gejala fisik di bawah ini yang timbul dalam waktu 2 jam sesudah penggunaan zat itu :
Kemerahan konjungtiva Nafsu makan bertambah Mulut kering Efek tingkah laku maladaptif, misalnya kecemasan
berlebihan, kecurigaan atau ide – ide paranoid, hendaya daya nilai, halangan dalam fungsi sosial atau pekerjaan.
Tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya.
DAMPAK POSITIF Buah ganja dapat digunakan sebagai bahan bakar dan bisa juga
diolah menjadi batu bara, metana, metanol, dan bensin. Bagian seratnya merupakan bahan istimewa untuk pembuatan
kertas dan kain. Ganja memiliki potensi medis dalam pengobatan (meringankan
rasa sakit, obat-obatan dari ganja juga digunakan untuk menambah nafsu makan bagi penderita anorexia, dan untuk melawan efek samping kemoterapi pada penderita kanker).
Senyawa Delta-9-Tetrahydrocannabinol (THC) yang terdapat pada tanaman ganja dapat mencegah penyakit pembuluh darah atherosclerosis misalnya akibat nikotin pada rokok menyebabkan munculnya reaksi kekebalan dari tubuh yang memicu penimbunan lemak di pembuluh arteri.
DAMPAK NEGATIF Pada kasus-kasus keracunan (pemakaian dalam
jumlah sangat banyak) dapat meningkatkan risiko terkena schizophrenia bagi para pecandunya.
Dapat terjadi kerusakan pada otak yang bersifat irreversible atau tak dapat diubah.
Pengkonsumsian ganja jangka panjang dapat menyebabkan efek euforia, rasa santai, mengantuk, ketakutan, mudah panik, depresi, kebingungan, membuat orang menjadi malas, kurang waspada, menghilangkan daya konsentrasi, dan berkurangnya interaksi sosial.
Dampak fisik: denyut nadi dan tekanan darah cenderung meningkat, keseimbangan dan koordinasi tubuh menjadi buruk.
Sesuai Undang-Undang No. 22 Tahun 1997, ganja di Indonesia termasuk ke dalam jenis narkotika yaitu zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman (baik sintetis maupun semi sintetis) yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Menurut pakar kesehatan narkoba, singkatan dari kata narkotika, psikotropika, dan zat adiktif berbahaya,
Sebenarnya psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak dioperasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu.
Namun dikalangan masyarakat disalahgunakan Maka dari itu kepemilikan, penggunaan, dan pengedaran narkoba dilarang oleh negara. Hal itu diatur lebih lanjut kedalam Undang-Undang tentang narkotika terbaru yaitu Undang-Undang No. 35 Tahun 2009.
Kebanyakan laboratorium menggunakan Enzym-Multiplied Immunoassay Technique (EMIT), meskipun Radi Immunoassay (RIA) adalah yang paling sering digunakan.
Untuk mengkonfirmasi tes, digunakan Chromatography-Mas Spectroscopy (GC-MS).
Kanabis dan metabolitnya dapat dideteksi di urin pada nilai cut off 100 ng/ml pada 42-72 jam setelah efek psikologis menurun.
Karena metabolit kanabinoid adalah larut lemak, menetap di cairan tubuh dalam periode yang agak lama dan diekskresikan secara perlahan.
Uji saring untuk kanabinoid pada individu yang menggunakan secara iseng dapat memberikan hasil positif untuk 7-10 hari dan pada pengguna kanabis berat dapat memberikan nilai positif 2-4 minggu.
Pengobatan pemakaian kanabis terletak pada prinsip yang sama dengan pengobatan penyalah-gunaan substansi lain-abstinensia dan dukungan.
Abstinensia dapat dicapai melalui intervensi langsung, seperti perawatan di rumah sakit, atau melalui monitoring ketat atas dasar rawat jalan dengan menggunakan skrining obat dalam urine, yang dapat mendeteksi kanabis selama tiga hari sampai empat minggu setelah pemakaian.
Dukungan dapat dicapai dengan menggunakan psikoterapi individual, keluarga, dan kelompok.
Pendidikan harus merupakan inti untuk program abstinensia dan dukungan, karena pasien yang tidak mengerti alasan intelektual untuk mengatasi masalah penyalahgunaan substansi menunjukkan sedikit motivasi untuk berhenti.
Ketergantungan kanabis terjadi perlahan, yang mana mereka akan mengembangkan pola peningkatan dosis dan frekuensi penggunaan.
Efek yang menyenangkan dari kanabis sering berkurang pada penggunaan berat secara teratur.
Sejarah gangguan tingkah laku pada masa anak, remaja, dan gangguan kepribadian antisosial adalah faktor resiko untuk berkembangnya gangguan terkait zat, termasuk gangguan terkait kanabis.
Penyebab kematian yang sering dialami adalah suicide, infeksi berat, dan tindak kekerasan (termasuk kecelakaan lalu lintas).
Efek fisik yang paling sering dari kanabis adalah dilatasi pembuluh darah konjungtiva (yaitu, mata merah) dan takikardi ringan. Pada dosis tinggi, hipotensi ortostatik dapat terjadi.peningkatan nafsu makan-sering kali disebut sebagai pengunyah-dan mulut kering.
Penobatan pada pecandu ganja ini adalah dengan perawatan di rumah sakit, atau melalui monitoring ketat atas dasar rawat jalan dengan menggunakan skrining obat dalam urine, yang dapat mendeteksi kanabis selama tiga hari sampai empat minggu setelah pemakaian.
Dukungan dapat dicapai dengan menggunakan psikoterapi individual, keluarga dan kelompok.
Kaplan H I and Saddock BJ, Sinopsis Psikiatri: ed saddock BJ. Vol. 1. 6th Edition. USA. William and Wilkins, 2010: 640-646
Kaplan H I and Saddock BJ, Comprehensive Textbook of Psychiatry: ed saddock BJ. Vol. 1. 6th Edition. USA. William and Wilkins, 1995: 810-816.
Kusumawardani, dkk. Buku Ajar Psikiatri : ed Elvira, Hadisukanto. FKUI, 2010. 142-143.
Diagnostic and Statistics Manual of Mental Disorder edisi keempat.
Direktorat Kesehatan Jiwa, Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia. Edisi III.. DepKes RI. 1993
Camellia V, Gangguan Sehubungan Kanabis. Tersedia di http:// http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3396/1/10E00568.pdf. diunduh pada 27 Desember 2012.
Cannabis Related Disorder. Tersedia di http://www.minddisorders.com/Br-Del/Cannabis-and-related-disorders.html. diunduh pada 27 Desember 2012.
Sekian dan Terima kasih