Download - Presentasi lapsus epilepsi
Laporan Kasus
DARMALIUS SAPUTRA / 0508120725
PEMBIMBING : Dr. HARRY MANGUNSONG, SpA
DEFINISI Epilepsi adalah suatu kelainan otak
yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan bangkitan epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya
Epilepsi
Riwayat sedikitnya satu bangkitan epileptik sebelumnya
Perubahan di otak yang meningkatkan kecenderungan terjadinya bangkitan selanjutnya
Berhubungan dengan gangguan pada faktor neurobiologis, kognitif, psikologis, dan konsekuensi sosial yang ditimbulkan.
Bangkitan epileptik
gejala yang timbul sepintas (transien) akibat aktivitas neuron yang berlebihan atau sinkron yang terjadi di otak, timbul secara tiba-tiba dan menghilang secara tiba-tiba pula.
EPIDEMIOLOGI semua ras di dunia >>> negara berkembang. Penderita laki-laki >>> wanita >>> anak pertama bayi dan anak-anak dewasa muda dan pertengahan kelompok usia lanjut
KLASIFIKASII. Bangkitan Parsial Bangkitan Parsial Sederhana (tanpa gangguan kesadaran) Bangkitan Parsial Kompleks (dengan gangguan kesadaran) Bangkitan Umum Sekunder (tonik-klonik, tonik atau klonik )
II. Bangkitan Umum (konvulsi atau non-konvulsi) Bangkitan lena Bangkitan mioklonik Bangkitan tonik Bangkitan atonik Bangkitan klonik Bangkitan tonik-klonik
III. Bangkitan Epileptik yang tidak tergolongkan
ETIOLOGI
IDIOPATIK SIMPTOMATIK KRIPTOGENIK
PATOFISIOLOGI Ggn membran sel neuron Gangguan fungsi neuron-neuron otak dan
transmisi pada sinaps fungsi jaringan neuron penghambat kurang
optimal hingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan.
fungsi jaringan neuron eksitatorik berlebihan hingga terjadi pelepasan impuls epileptik berlebihan juga
GEJALA• EPILEPSI UMUMMAJOR :
Grand Mal : hilang kesadaran dan bangkitan tonik-klonikaktivitas vegetatif seperti berkeringat, midriasis pupil, refleks cahaya negatif, mulut berbuih, dan sianosis.
MINOR : anak sebelum pubertas (4-5 tahun). Bangkitan berupa kehilangan kesadaran yang berlangsung tak lebih dari 10 menit. Sikap berdiri atau duduk sering kali masih dapat dipertahankan. Kadang-kadang terlihat gerakan alis, kelopak dan bola mata
Bangkitan mioklonus• gerakan involunter misalnya anggukan kepala,
fleksi lengan yang terjadi berulang-ulang, • bangkitan terjadi demikian cepatnya sehingga
sukar diketahui apakah ada kehilangan kesadaran atau tidak
Bangkitan akinetik• Kehilangan kelola sikap tubuh karena
menurunnya tonus otot dengan tiba-tiba dan cepat sehingga penderita jatuh atau mencari pegangan dan kemudian dapat berdiri kembali
Spasme Infantil• gerakan kepala ke atas dan kedepan,
lengan ekstensi, tungkai tertarik keatas, kadang-kadang disertai tangisan atau teriakan, miosis atau midriasis pupil, sianosis dan berkeringat.
Bangkitan motorik• Bangkitan kejang pada salah satu atau
sebagian anggota badan tanpa disertai dengan hilangnya kesadaran
• Epilepsi Parsial
Bangkitan Sensorik
Gejala kesemutan, nyeri pada salah satu bagian tubuh, perasaan posisi abnormal atau perasaan kehilangan salah satu anggota badan.
Epilepsi lobus temporalis
Kesadaran hilang sejenak,
Gejala fokalisasi yang terdiri dari halusinasi dan automatisme yang berlangsung beberapa detik sampai beberapa jam.
DIAGNOSISANAMNESIS Pola atau bentuk bangkitan Lama bangkitan Gejala sebelum, selama dan pasca bangkitan Frekuensi bangkitan Faktor pencetus Ada atau tidak adanya penyakit lain yang diderita
sekarang Usia pada saat terjadinya bangkitan pertama Riwayat pada saat dalam kandungan, persalinan
dan perkembangan bayi atau anak Riwayat terapi epilepsi sebelumnya Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
PEMERIKSAAN FISIS DAN NEUROLOGIS• Pemeriksaan secara pediatris dan
neurologis. • Diperiksa keadaan umum, tanda-tanda vital, • Tanda-tanda dari gangguan yang
berhubungan dengan epilepsi, misalnya trauma kepala, infeksi telinga atau sinusitis, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus
• Pada pemeriksaan neurologis diperhatikan kesadaran, kecakapan, motoris dan mental, tingkah laku,
• Berbagai gejala proses intrakranium, fundus okuli, penglihatan, pendengaran, saraf otak lain,
• Sistem motorik (kelumpuhan, trofik, tonus, gerakan tidak terkendali, koordinasi, ataksia),
• Sistem sensorik (parastesia, hipestesia, anastesia), refleks fisiologis dan patologis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG EEG PENCITRAAN OTAK --- CT SCAN LABORATORIUM :
Pemeriksaan darah rutin
Elektrolit, kadar gula, fungsi hati, fungsi ginjal.
Pemeriksaan cairan serebrospinal,
PENATALAKSANAAN
TERAPI KAUSAL TERAPI MEDIKAMENTOSA
TERAPI MEDIKAMENTOSA1. Obat-obat anti epilepsi mulai diberikan bila: Diagnosis epilepsi telah ditegakkan Pasien, terutama keluarga pasien telah menerima penjelasan
tentang tujuan pengobatan Pasien maupun keluarganya telah diberitahu tentang
kemungkinan efek samping obat anti epilepsi yang akan timbul.
2. Terapi dimulai dengan monoterapi.
3. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai mencapai dosis efektif.
•
4. Bila dengan pemberian dosis maksimum obat pertama tidak dapat mengontrol bangkitan, maka perlu ditambahkan obat anti epilepsi kedua. Bila obat anti epilepsi telah mencapai kadar terapi maka obat anti epilepsi pertama diturunkan bertahan (tapering off), perlahan-lahan.
5. Penambahan obat ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi dengan penggunaan dosis maksimal kedua obat anti epilepsi pertama.
6.Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk diberi terapi bila:
Dijumpai fokus epilepsi yang luas pada EEG Pada pemeriksaan CT scan atau MRI
dijumpai lesi yang berkorelasi dengan bangkitan, misalnya neoplasma otak, AVM, abses otak, ensefalitis herpes
Pada pemeriksaan neurologik dijumpai kelainan yang mengarah pada adanya kerusakan otak
Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua)
Riwayat bangkitan simptomatik Riwayat trauma kepala terutama yang disertai
penurunan kesadaran, stroke, infeksi SSP Bangkitan pertama berupa status epileptikus.
7. Efek samping obat-obat anti epilepsi perlu diperhatikan, demikian pula halnya dengan interaksi farmakokinetik antar obat anti epilepsi.
OAE
Hidantoin : Fenitoin Barbiturat : Fenobarbital Benzodiazepin : Diazepam Suksinimid : etosuksimid Sodium valproat karbamazepin
Penghentian obat antiepilepsiSyarat umum untuk menghentikan pemberian
obat antiepilepsi : Pasien menjalani terapi secara teratur dan
telah bebas dari bangkitan selama minimal dua tahun
Gambaran EEG normal Dilakukan secara bertahap, pada umumnya
25% dari dosis semula setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan
Penghentian dimulai dari satu obat antiepilepsi yang bukan utama.
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN• Nama / No.MR : Adi Saputra / 580569• Umur : 9 tahun• Ayah / Ibu : Gunawan / Marisem• Suku : Jawa• Alamat : Desa Jayapura
Kecamatan Bunga Raya, Siak• Tanggal Masuk : 15 Agustus 2010
ANAMNESIS : alloanamnesis• Diberikan oleh : Ibu kandung • Keluhan utama : Kejang sejak 2 jam SMRS
RPS
• Sejak 2 jam SMRS, pasien tiba-tiba kejang pada seluruh tubuhnya, tubuh pasien seperti bergetar, sebelumnya pasien tidak demam, sebelum kejang pasien sadar dan sedang beraktifitas. Pasien dibawa ke Bidan dan diberikan obat yang dimasukkan melalui lubang dubur, namun kejang tidak berhenti,
Pasien kemudian dibawa ke RSUD Siak (perjalanan memerlukan waktu ± 1 jam), selama perjalanan pasien tetap kejang, di RSUD Siak pasien diberikan oksigen, diberikan obat yang dimasukkan melalui lubang dubur 2 kali, kemudian dipasang infuse, tidak ada dimasukkan obat lewati infus.
Setelah diberikan obat tersebut, kejang pasien tetap tidak berhenti, pasien dirujuk ke RSUD Pekanbaru. Selama kejang, tubuh pasien tidak membiru, keluar buih dari mulut, nafas bertambah cepat, tubuh pasien tidak panas. Di perjalanan (± 1 jam) kejang pasien berhenti, pasien sadar.
RPD…Pasien pernah mengalami kejang sebelumnya tiga
kali. Kejang pertama terjadi pada usia 7 tahun (2 tahun
yang lalu ), kejang kedua dan ketiga terjadi pada tahun yang sama.
Kejang terjadi pada seluruh tubuh, lamanya ± 1/2 jam, sebelum dan sesudah kejang pasien sadar, kejang tidak didahului demam. Pengobatan yang didapat saat kejang diberikan bidan berupa obat yang dimasukkan melalui lubang dubur. Pasien tidak ada mengkonsumsi obat kejang rutin.
Mata kanan pasien tidak bisa melihat sejak kecilRiwayat trauma (-)
Riwayat Penyakit Keluarga• Tidak ada anggota keluarga yang pernah
mengalami kejang Riwayat Orang Tua• Ayah pasien : Pekerjaan swasta,
pendidikan tamat SMP• Ibu pasien : Pekerjaan ibu rumah tangga,
pendidikan tamat SMP• Kesan orang tua kurang mampu
Riwayat Kehamilan• Pasien merupakan anak pertama dari 3
bersaudara. • Lahir cukup bulan dengan berat badan lahir 4300
gram panjang badan tidak diketahui, langsung menangis, tidak biru.
• Persalinan normal ditolong bidan dan tidak memeriksakan kehamilan ke bidan secara teratur. Selama kehamilan, ibu pasien tidak pernah menderita penyakit tertentu, tidak pernah merokok, minum jamu maupun minum-minuman keras
• Saat lahir kedua mata pasien terlihat tidak normal, bagian hitam di mata terlihat sangat kecil, didiagnosis dokter sebagai kelainan kongenital dan tidak bisa diobati
Riwayat makan dan minum ASI (+) sampai umur 1 tahun Pasien makan dengan frekuensi 3x/hari,
porsi 1 piring, terdiri dari lauk dan sayur, susu (-)
Riwayat Imunisasi Imunisasi lengkap
Riwayat Tumbuh Kembang• Tersenyum : 4 bulan• Tengkurap : 9 bulan• Merangkak : 10 bulan• Berjalan : 18 bulan• Bersuara : 18 bulan• Berbicara beberapa kata : 3 tahun• Bermain dengan orang lain : 3 tahun
• Pertumbuhan fisik pasien normal• Perkembangan pasien di usia 9 tahun :
kontak mata : sulit dinilai, berbicara hanya kata-kata, tidak bisa merangkai kalimat dengan baik, vokal suara tidak jelas, tidak bisa berinteraksi baik dengan teman sebaya, menghitung dan membaca tidak bisa, tidak bisa mandi dan berpakaian sendiri. Tahun ini pasien akan bersekolah di SLB (Sekolah Luar Biasa).
PEMERIKSAAN FISIK• Keadaan umum : Tampak sakit ringan• Kesadaran : Komposmentis (GCS 15)• Vital Sign : BP=100/70 mmHg, T =37,2°C,
HR=100 ×/i, RR = 22 ×/i
Status Gizi : • TB : 125 cm BB : 30 kg
• CDC : BB ideal 24 kg• Status Gizi : 24/30 x 100% : 125 % (Obesitas)• Lingkar Kepala : 51 cm (Normal)
Kepala • Rambut : hitam, tidak mudah dicabut• Mata kiri dan kanan : Palpebra : edema (-/-) Konjungtiva : tidak anemis Sklera : tidak ikterik Pupil : sulit dinilai Kornea : Mikrokornea Pergerakan Bola Mata : tidak beraturan
dan tidak bisa dikontrol
• Telinga : Tidak ada kelainan bawaan, serumen (-), nyeri tekan preaurikuler (-)
• Hidung : Bentuk simetris, sekret (-)• Mulut : Bibir tidak kering, lidah
tidak kotor, tidak hiperemis,Palatum tidak terbelah.
• Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar, kaku kuduk (-)
Paru-paru• Inspeksi : bentuk dada normal, gerak nafas
simetris, retraksi iga (-)• Palpasi : Fremitus kiri = kanan• Perkusi : Sonor• Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rh -/-, wh -/-
Jantung• Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat• Palpasi : Iktus kordis teraba pada linea
midklavikula sinistra RIC V• Perkusi : Batas jantung dalam batas
normal• Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, reguler,
bising jantung (-)
Abdomen• Inspeksi : Perut datar, venektasi (-)• Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak
teraba, nyeri tekan (-)• Perkusi : Timpani• Auskultasi : Bising usus (+) normal
Genitourinarius : dalam batas normal
Ekstremitas : Akral hangat, refilling kapiler < 2 ”
Refleks : • Refleks fisiologis : Patella (+/+)
Bisep (+/+)• Refleks patologis : Babinsky (-/-)
Pemeriksaan rangsang meningeal :• Kaku kuduk : (-)• Brudzinky I : (-)• Brudzinky II : (-)• Kernig Sign : (-)
LABORATORIUMTanggal 15 Agustus 2010Darah Rutin:• Hb : 11,2 gr%• Ht : 35,2 vol%• Leukosit : 16.900/mm3
• Trombosit : 380.000 /mm3
• GDS : 72 mg/dl
Elektrolit :• Na+ : 139 umol/l• K+ : 4,1 umol/l• Ca++ : 0,64 umol/l
Pemeriksaan urin • protein : (-)• reduksi : (-)• bilirubin : (+)• urobilinogen : 3,2 µmol/l• BJ : 1,005• pH : 6,0• Bakteri : (-)• kejernihan : jernih• warna: kuning• nitrit : (-)• keton : (-)• blood : (-)
sedimen: eritrosit 0 /LPB leukosit 3-4 /LPB ep cell 2-3 /LPB cylinder 0 /LPK kristal 0 /LPB bakteri (-)
HAL-HAL YANG PENTING DARI ANAMNESIS
• Pasien kejang sejak 2 jam SMRS• Kejang bersifat umum, tonik klonik, sebelum
kejang pasien sadar, tidak ada demam sebelumnya
• Pasien diterapi dengan obat supposituria (kemungkinan diazepam), 1 kali di bidan dan 2 kali di RS Siak, kejang tetap tidak behenti
• Selama kejang sianosis (-), takipneu (+), hipepireksia (-)
• Setelah kejang berhenti pasien sadar• Pasien pernah mengalami kejang
sebelumnya, tiga kali, kejang bersifat umum, lamanya ± 1 jam, sebelum dan sesudah kejang pasien sadar, tidak didahului demam. Tidak ada konsumsi obat rutin
• Riwayat kehamilan dan persalinan normal
HAL-HAL PENTING DARI PEMERIKSAAN FISIK
• Kesadaran : komposmentis (GCS 15)• Suhu : 37,2 °C• Status Gizi : Obesitas• Mata : • Kornea : Mikrokornea • Pergerakan Bola Mata : Nistagmus • Refleks :
Refleks fisiologis : Patella (+/+)
Bisep (+/+)
Refleks patologis : Babinsky (-/-)• Pemeriksaan rangsang meningeal :
Kaku kuduk : (-)
Brudzinky I : (-)
Brudzinky II : (-)
Kernig Sign : (-)
HAL-HAL YANG PENTING DARI PENUNJANG Leukosit : 16.900 / mm3
DIAGNOSIS KERJA
Epilepsi + Gangguan Perkembangan+ Nistagmus
PEMERIKSAAN ANJURAN• EEG• CT Scan• Pungsi lumbal TERAPI• MEDIKAMENTOSA : Depakene Syrup 2 x 1 cth• DIIT
Kebutuhan Energi : 1920 kalDiit : Makanan Biasa
• ANJURAN : Konsultasi ke Fisioterapis
PROGNOSIS QUO AD VITAM : Bonam QUO AD FUNGSIONAM : Dubia ad malam
• Senin / 16 Agust 2010
S : Kejang (-), Demam (-), Sakit kepala (-)
O : Komposmentis, TD : 110/60, T : 36,50C, HR : 90x/I, RR: 22x/i
Kaku kuduk (-)
Reflex patologis (-)
A : Epilepsi+gangguan perkembangan + nistagmus
P : Konsul mata
Depakene 2x1 cth
Rabu, 18 Agustus 2010
S : Kejang (-), Demam (-), Sakit kepala (-)
O : Komposmentis, TD : 110/60, T : 36,30C, HR : 89x/I, RR: 22x/i
Kaku kuduk (-)
Reflex patologis (-)
A : Epilepsi +gangguan perkembangan+nistagmus
P : Pasien boleh pulang
Depakene 2x1 cth
PEMBAHASAN• Dari anamnesa dapat disimpulkan bahwa
pasien mengidap epilepsi, yang disimpulkan dari riwayat kejang pasien yang terjadi 2 tahun yang lalu, dimana kejang tidak didahului demam, kejang pertama tersebut terjadi pada usia 7 tahun dan kejang berlangsung lama.
• Pasien tidak mendapat terapi rumatan atas keluhan tersebut.
• Etiologi epilepsi pada pasien tidak diketahui.
Pasien tidak mendapatkan terapi kejang sesuai standar, terapi yang diberikan hanya sampai pada diazepam rectal, sehingga kejang pasien tidak berhenti dan lebih dari 30 menit.
Secara definisi, kejang yang terjadi pada pasien dapat digolongkan status epileptikus, karena kejang lebih dari 30 menit, dan tidak kembalinya kesadaran selama kejang, namun pasien sendiri tidak mendapatkan terapi maksimal sesuai prosedur, sehingga lamanya kejang kemungkinan diakibatkan tidak maksimalnya terapi yang diberikan.
• Etiologi kambuhnya serangan epileptik pada pasien ini dipikirkan karena tidak dikonsumsinya obat antikonvulsan secara teratur dan dari leukositosis dari hasil laboratorium menunjukkan terjadi infeksi pada pasien yang dapat merupakan salah satu pencetus kambuhnya serangan epileptik.
• Kekurangan dalam pelaporan kasus ini adalah penulis tidak menemukan sumber infeksi pada pasien. Seharusnya pasien ini diberikan antibiotik berdasarkan pemeriksaaan laboratorium yang menunjukkan leukositosis.
• Kelainan mata pada pasien sudah terjadi sejak lahir, jadi bukan merupakan komplikasi dari penyakit pasien.
• Pasien mengalami gangguan perkembangan, hal ini kemungkinan merupakan kelainan bawaan,karena dari anamnesis yang didapat perkembangan pasien terlambat dari kecil.
• Sebaiknya pasien mendapat terapi dari fisioterapi agar pasien mampu untuk melakukan pekerjaan sehari-hari, seperti mengurus kebersihan diri dan makan.
Perlu pemeriksaan CT Scan untuk menemukan apakah ada kelainan pada intrakranial pasien, dan pungsi lumbal untuk mengetahui apakah terdapat infeksi SSP, selanjutnya perlu diberikan terapi rumatan untuk mencegah kambuhnya kejang.