PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU (Metroxylon sp) MENGGUNAKAN
METODE AERASI PENUH DAN AERASI DIHENTIKAN
Oleh
DICKA AR RAHIM
F34104121
2009
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produksi Etanol oleh
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dari Sirup Dekstrin Pati Sagu
(Metroxylon sp) Menggunakan Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan
adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan
belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga
manapun Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini
Bogor Februari 2009
Dicka Ar Rahim
NRP F34104121
Dicka Ar Rahim F34104121 Produksi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dari Sirup Dekstrin Pati Sagu (Metroxylon sp) Menggunakan Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan Di bawah bimbingan Khaswar Syamsu 2009
RINGKASAN
Indonesia adalah pemilik lahan sagu terbesar di dunia Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah Di dunia diperkirakan terdapat 2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di Indonesia Sekitar 90 di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia 2006) Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal Selama ini baru sekitar 10 dari total area sagu nasional yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan serta industri Jika dibudidayakan produktivitas pati sagu kering mencapai 25 tonhatahun lebih banyak apabila dibandingkan dengan ubi kayu 15 tonhatahun kentang 25 tonhatahun maupun jagung 55 tonhatahun (Sumaryono 2007)
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kemungkinan penggunaan dekstrin dari pati sagu sebagai substart dalam pembuatan etanol melihat potensi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus sebagai mikroorganisme penghasil etanol serta pemilihan laju aerasi dan konsentrasi gula pada substrat berdasarkan kadar etanol dan jumlah biomassa tertinggi yang dihasilkan Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap biomassa dan kadar etanol yang dihasilkan
Pada penelitian pertama dilakukan fermentasi sirup dekstrin dengan perlakuan konsentrasi yang berbeda yaitu 18 24 30 dan 36 serta perlakuan pemberian aerasi sebesar 1vvm dan 2 vvm Dari beberapa perlakuan tersebut terpilih konsentrasi 30 dan laju alir 1 vvm sebagai perlakuan terbaik untuk pertumbuhan khamir Selama 24 jam dihasilkan jumlah biomassa tertinggi yaitu 298 gl dengan nilai μmaks 029 jam-1 Pada jam ke-6 khamir tersebut masih mengalami fase log hingga pada jam ke-12 pertumbuhan khamir sudah mulai masuk ke fase stasioner Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami penurunan selama proses fermentasi Penurunan kandungan total gula dalam substart menunjukkan aktifitas sel dalam mengkonsumsi substrat sirup dekstrin Sedangkan perubahan pH terjadi karena adanya pelepasan H+ selama konsumsi NH4
+ penggunaan asam amino sebagai sumber nitrogen dan akumulasi produk samping berupa asam-asam organik hasil metabolisme karbohidrat
Rekayasa bioproses dilakukan pada perlakuan terpilih dengan penghentian aerasi pada jam ke-6 Selama 24 jam fermentasi dihasilkan etanol sebanyak 2494plusmn016 gl Hasil ini jauh lebih tinggi dibandingkan perlakuan dengan aerasi penuh yang hanya menghasilkan etanol sebanyak 2125plusmn055 gl Pada jam ke-24 rata-rata pH pada aerasi penuh mencapai 305 sedangkan rata-rata pH pada aerasi yang dihentikan di jam ke-6 mencapai 315 pH yang terlalu rendah dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme Aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 mengubah kondisi lingkungan fermentasi dari kondisi aerob menjadi anaerob sehingga proses fermentasi untuk pembentukan etanol berjalan secara maksimal
Dicka Ar Rahim F34104121 Ethanol Production by Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus from Liquified Sago Starch (Metroxylon sp) Using Full and Stopped Aeration Method Supervised by Khaswar Syamsu 2009
SUMMARY Indonesia is known as the largest owner land of sago with the area around
1 million ha or 50 of 2 million ha of world sago area (Marsudi and Aprilia 2006) The great potential of sago in Indonesia has not been used optimally Thus far only about 10 of the total national sago area that has been used to meet food and industry requirements When sago is cultivated properly itrsquos dried starch productivity would reach 25 tonhayear much higher as compared to cassava 15 tonshayear potatoes 25 tonshayear and corn 55 tonshayear (Sumaryono 2007)
This research is aimed to find the possibility of using dextrin as substrate for ethanol production to see potentiality of Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus as the ethanol producer also the selection of aeration rate and total sugar concentration for fermentation More over this research also aims to determine the influence of bioprocess engineering (full and stopped aeration) to biomass and ethanol production
In the first study conducted fermentation was treated at different substrate concentrations (18 24 30 36 wv) and two regimes of aeration (1 vvm and 2 vvm) It is found that the best treatment was obtained from fermentation at 30 substrate concentration and 1 vvm aeration rate which produced the highest amount of biomass (298 gl) with the value of μmaks was 029 hour-1 For the first six hour cultivation biomass growth was still in log phase The residual sugar content in substrate and the pH value decreased during the fermentation process The decline of residual sugar contents in substrate showed the activity of cells that consumed dextrin as substrate While changes in pH was due to the release of H+ during the consumption of NH4
+ also the use of amino acids as nitrogen source and the accumulation of by products such as organic acids from carbohydrate metabolism
Bioprocess engineering was done on the treatment selected with the stop of aeration after its first 6 hours cultivation In 24 hours of fermentation ethanol produced was 2494plusmn016 gl This results was much higher than the treatment with full aeration which only produced ethanol as much as 2125plusmn055 gl The pH at the end of fermentation in full aeration reached 305 while in stop aeration was 315 The extreme low pH can prevent the growth of microorganisms The stop of aeration after the first 6 hour aeration change the environment of the fermentation conditions from aerob to be anaerob so that the fermentation process for the formation of ethanol can be maximized
PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU (Metroxylon sp) MENGGUNAKAN
METODE AERASI PENUH DAN AERASI DIHENTIKAN
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
DICKA AR RAHIM
F34104121
2009
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU (Metroxylon sp) MENGGUNAKAN
METODE AERASI PENUH DAN AERASI DIHENTIKAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
DICKA AR RAHIM
F34104121
Dilahirkan pada tanggal 5 Mei 1986
Di Jakarta
Tanggal lulus 23 Februari 2009
Menyetujui
Bogor Maret 2009
Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc Dosen Pembimbing
Penulis melakukan Praktek Lapang (PL) dengan topik ldquo
Teknik dan Manajemen Produksi Bioetanol
Palimanan Cirebon Jawa
Pertanian penulis menyelesaikan skripsi dengan judul
Saccharomyces cerevisiae
(Metroxylon sp) Menggunakan Me
bawah bimbingan Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5
Mei 1986 sebagai anak pertama dari empat bersa
dari pasangan Bpk Syafrul Bustamam dan Ibu
Gusti Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMA
78 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi
masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB) Penulis memilih Program
Studi Teknologi Industri Pertanian Departemen
Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi
Pertanian
melakukan Praktek Lapang (PL) dengan topik ldquoMempelajari
Teknik dan Manajemen Produksi Bioetanolrdquo di PT PG Rajawali Unit II
Jawa Barat Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Pertanian penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Produksi Etanol
cerevisiae var ellipsoideus dari Sirup Dekstrin Pati
Menggunakan Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan
bawah bimbingan Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc
pada tanggal 5
bersaudara
dan Ibu Irmiza
A Negeri
dan pada tahun yang sama lulus seleksi
Seleksi Penerimaan
ih Program
Studi Teknologi Industri Pertanian Departemen
Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi
Mempelajari
PG Rajawali Unit II PSA
Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Produksi Etanol oleh
Pati Sagu
hentikan di
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul Produksi Etanol dari Sirup Dekstrin Pati Sagu
(Metroxylon sp) oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Menggunakan
Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan Skripsi ini disusun sabagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Departemen Teknologi Industri
Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan
selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan yang penuh ketulusan baik secara
moril maupun materil dari semua pihak Oleh karena itu dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang turut
membantu dalam penyusunan skripsi ini
Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis haturkan kepada
1 Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc selaku dosen pembimbing atas segala
bimbingan nasehat dan arahan yang telah diberikan kepada penulis
2 Dr Ir Titi Candra Sunarti M Sc dan Drs Purwoko M Si atas masukan
dan saran yang telah diberikan serta berkenan menjadi penguji ujian
skripsi ini
3 Orang tua penulis (Bapak Syafrul Bustamam dan Ibu Irmiza Gusti) dan
seluruh keluarga besar penulis atas doa pengorbanan dukungan dan
semangat yang telah diberikan kepada penulis
4 Rekan-rekanku di laboratorium bioindustri (Yuyun Edy Azhar Hanik
Rita dan Yayan) atas kerjasama dan bantuannya selama ini
5 Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu
persatu
Penulis menyadari masih banyak kekurangan diberbagai sisi baik
penyajian isi maupun penulisan dan penyusunan skripsi ini Oleh sebab itu saran
dan kritik akan menjadi masukan yang terbaik untuk lebih membangun
memperbaiki dan menyempurnakannya untuk saat ini maupun masa mendatang
Semoga segala sesuatu yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi
yang memerlukannya Amiin
Bogor Februari 2009 Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN v
I PENDAHULUAN 1
A LATAR BELAKANG 1
B TUJUAN 3
II TINJAUAN PUSTAKA 4
A PATI SAGU helliphelliphellip 4
B SIRUP DEKSTRIN helliphellip 5
C Saccharomycess cerevisiae var ellipsoideus 6
D FERMENTASI helliphellip 7
E KINETIKA FERMENTASI 12
III METODOLOGI PENELITIAN 14
A BAHAN DAN ALAT 14
B METODE PENELITIAN 15
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 18
A PERSIAPAN FERMENTASI 18
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK 19
C REKAYASA BIOPROSES 27
V KESIMPULAN DAN SARAN 35
A KESIMPULAN 35
B SARAN 35
DAFTAR PUSTAKA 36
LAMPIRAN 41
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu 4
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 26
Tabel 3 Rendemen hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 27
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan 33
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba 6
Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae (a) dan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (b) 7
Gambar 3 Embden Meyerhof-Parnas pathway helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 10
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 14
Gambar 5 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 1 vvm 20
Gambar 6 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 2 vvm 20
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 22
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm 22
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 23
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 24
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama helliphelliphelliphelliphellip 25
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada penelitian lanjutan 28
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphellip 29
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan 30
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian lanjutan 31
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 32
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Sagu Dengan Metode Luff Schroll 40
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu 41
Lampiran 3 Analisis Total Gula Sirup Dekstrin hellip 42
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin 43
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi 44
Lampiran 6 Data Total Biomassa 47
Lampiran 7 Data Kadar Etanol 49
Lampiran 8 Data pH 50
Lampiran 9 Data Total Gula 51
Lampiran 10 Analisis Ragam Kinetika Fermentasi 52
1
I PENDAHULUAN
A LATAR BELAKANG
Permintaan etanol dunia beberapa tahun terakhir ini terus meningkat dan
diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan kembali
digiatkannya pengunaan etanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) Etanol
merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang dapat mensubstitusi
kebutuhan masyarakat Indonesia akan BBM Selain dapat diperbaharui etanol
juga bersifat ramah lingkungan Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun
2025 subtitusi bahan bakar nabati terhadap bahan bakar minyak mencapai 5
(Instruksi presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang pemanfaatan bahan bakar
nabatibiofuel sebagai bahan bakar alternatif) Selain digunakan sebagai bahan
bakar etanol juga banyak digunakan oleh industri kimia kosmetika serta
industri lainnya
Bahan baku yang saat ini banyak digunakan untuk membuat etanol adalah
molasses Namun ketersediaan molasses di Indonesia sangat terbatas sehingga
Indonesia mengimpor molasses dari India Data dari BPS menunjukkan bahwa
impor molasses Indonesia pada tahun 2005 mencapai 52861 ton dengan nilai
8038 juta US$ Sebenarnya Indonesia memiliki sumber bahan baku yang lebih
potensial untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan etanol yaitu sagu
Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah Di dunia diperkirakan terdapat
2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di
Indonesia Sekitar 90 di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia
2006) Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal
Selama ini baru sekitar 10 dari total area sagu nasional yang telah
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri dan pangan Jika dilihat dari
potensi sagu yang tersedia Indonesia setidaknya setiap tahun menyia-nyiakan
sekitar enam juta ton produksi sagu kering yang berpotensi menghasilkan sekitar
tiga juta ton bioetanol (Anonim 2007) Pemanfaatan pati sagu untuk industri
bioetanol diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pembangunan wilayah
2
Indonesia bagian timur yang saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan
daerah lain
Keunggulan utama tanaman sagu dibandingkan dengan tanaman penghasil
karbohidrat lain adalah produktivitasnya yang tinggi Sagu mampu
menghasilkan pati kering 10-25 tonhatahun Produktivitas pati kering padi
hanya 6 tonhatahun sedangkan pati kering jagung hanya 55 tonhatahun
Produktivitas sagu setara dengan tebu namun lebih tinggi dibandingkan dengan
ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering 10-15 tonhatahun
(Sumaryono 2007)
Menurut Akyuni (2004) pati sagu dapat dihidrolisis menjadi hidrolisat pati
sagu berupa sirup glukosa yang memiliki kandungan gula cukup tinggi
sehingga berpotensi dijadikan sebagai sumber karbon pada proses fermentasi
untuk menghasilkan etanol Suyandra (2007) melakukan pemanfaatan pati sagu
untuk produksi etanol Penelitian tersebut menggunakan sirup glukosa yang
berasal dari pati sagu sebagai sumber karbon pada saat fermentasi
Umumnya substrat yang digunakan sebagai sumber karbon pada
fermentasi adalah sirup glukosa Namun untuk memproduksi sirup glukosa
dibutuhkan energi yang cukup besar serta waktu yang lama Hal ini
menyebabkan ongkos produksi bioetanol dari substrat yang berasal dari sirup
glukosa menjadi mahal dan boros energi
Salah satu usaha untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan
efisiensi waktu produksi etanol dari pati sagu dapat dilakukan dengan
mengganti substrat sirup glukosa dengan sirup dekstrin Sirup dekstrin
merupakan hasil liquifikasi pati sagu yang juga merupakan produk antara pada
proses pembuatan sirup glukosa
Pada penelitian ini dilakukan proses fermentasi pada sirup dekstrin
menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Saat
fermentasi dilakukan juga rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi dengan
harapan akan terbentuk etanol dalam jumlah yang lebih banyak selama
fermentasi berlangsung
3
B TUJUAN
Tujuan umum yang mendasari diadakannya penelitian ini adalah untuk
melihat potensi pembuatan bioetanol dari sirup dekstrin yang berasal dari pati
sagu sebagai bahan baku Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi pemilihan
laju aerasi dan konsentrasi gula substrat berdasarkan jumlah biomassa tertinggi
yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap parameter fermentasi lainnya (sisa
total gula dan pH) Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui
pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap kadar
etanol yang dihasilkan jumlah biomassa sisa total gula dan pH
4
II TINJAUAN PUSTAKA
A PATI SAGU
Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan
bahan makanan Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu
dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional Pati berbentuk butiran
atau granula yang berwarna putih mengkilat tidak berbau dan tidak mempunyai
rasa Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 14 α-glukosa
Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai
karbonnya (Haryato dan Pangloli 1992)
Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp) dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu
Karakterisasi Komposisi ()
Kadar Pati
sect Amilosa
sect Amilopektin
Kadar Serat
Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Lemak
Kadar Protein
8213
2775
7225
001
576
012
036
038
Sumber Hartoto et al (2005)
Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam
umumnya berbentuk bola atau elips Pati sagu berbentuk elips (prolate
ellipsoidal) mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar
daripada pati serealia Pati sagu mengandung sekitar 27 amilosa dan sekitar 73
amilopektin Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu
sendiri Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering kurang lekat
dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et
al 1986)
5
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati
terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut
disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa
mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan
amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5
dari berat total (Winarno 1997)
B SIRUP DEKSTRIN
Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan
menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi
dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan
larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik
oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga
dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-
amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam
dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-
14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik
tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang
yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase
umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus
oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar
6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum
pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)
Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang
memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06
kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-
amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama
Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas
Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen
dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton
pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang
6
dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada
kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)
C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang
memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya
dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik
Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk
lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif
anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar
dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila
tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses
fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)
Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir
yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil
samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas
fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam
suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1
Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)
Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia
dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi
7
Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di
dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri
fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber
karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar
menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen
(Fardiaz 1988)
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang
biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu
menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal
klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan
morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari
industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus
merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada
klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk
membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan
Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan
Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)
D FERMENTASI
Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula
melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya
dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol
yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH
8
Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme
Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan
adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon
banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino
peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan
unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari
gula
Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk
pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk
CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan
fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume
Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir
yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)
Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa
khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi
aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena
tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan
yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar
dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara
pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi
respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel
karbondioksida dan air
Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk
khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir
yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi
pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif
dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih
singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan
khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat
9
diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat
digunakan natrium benzoat
Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-
72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol
adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan
gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi
molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan
Gay Lussac sebagai berikut
C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2
(gula) (etanol) (karbondioksida)
Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula
diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi
hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada
kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol
yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan
kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi
kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang
dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat
Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui
jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi
fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat
reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-
reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi
glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P
kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2
molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-
P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat
kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder
Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian
mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan
akseptor fosfat ADP membentuk ATP
Gambar 3 Embden
Selanjutnya 3-P
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
gliseraldehid
gliseraldehid
13-bifosfo gliserat
3-fosfo gliserat
2-fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
piruvat
dekarboksilase
Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007
P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
Glukosa
glukosa-6-fosfat
fruktosa-6-fosfat
fruktosa-16-bifosfat
gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat
gliseraldehid-3-fosfat
bifosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
asetaldehid etanol
heksokinase
fosfoglukosa isomerase
fosfofrukto kinase
aldolase
triose fosfat isomerase
gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
fosfogliserat kinase
fosfogliserat mutase
enolase
piruvat kinase
piruvat dekarboksilase
alkohol dehidrogenase
10
Diwan 2007)
asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
triose fosfat isomerase
11
dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang
kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol
Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk
diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi
khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan
Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10
(vv)
Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat
makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan
mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi
komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan
faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada
kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika
konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan
terhambat (Casida 1968)
Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan
adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia
kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian
yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas
limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus
dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)
Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi
diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan
ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber
organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step
liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen
anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat
Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk
fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan
amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga
yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA
12
E KINETIKA FERMENTASI
Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa
sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan
kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari
perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa
karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik
metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)
Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi
sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah
pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi
penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung
Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti
pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak
inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi
pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan
sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag
tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan
(Moat1988)
Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah
secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase
eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi
sementara metabolik dihasilkan
Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk
penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner
konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase
kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey
dan Olis 1991)
Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut
13
dx = μx-αx dt
Keterangan
x konsentrasi sel
t waktu fermentasi
μ laju pertumbuhan spesifik
α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan
Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga
α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi
dx= μx dt
Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel
pada suatu selang waktu tertentu adalah
x1intx2 dx = t1intt2μ dt x
akan diperoleh persamaan
ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t
laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada
kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi
pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik
yang menghambat pertumbuhan masih rendah
Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber
karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat
menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan
koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan
yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan
pertumbuhan sel adalah sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala
yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk
menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut
digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi
14
III METODOLOGI
A BAHAN DAN ALAT
1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven
inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator
tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer
sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur
pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol
kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat
dilihat pada Gambar 4
Sumbat Karet
Bioreaktor (500 ml)
Sumbat Kapas(Udara Keluar)
Air Steril
Pompa Udara
Udara Masuk
Sparger
SamplingValve
Flowmeter
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor
2 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu
yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-
IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di
15
antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH
dan CaCO3
Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa
glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk
analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator
kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan
larutan fenol
B METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan
penelitian utama
1 Persiapan Bahan
a Karakterisasi Pati Sagu
Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu
menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada
Lampiran 1
b Pembuatan Sirup Dekstrin
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara
enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati
menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada
Lampiran 2
c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin
Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap
sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)
d Penyiapan Inokulum
Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media
YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton
dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai
dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-
nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45
16
Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil
untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada
suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer
dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar
Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur
murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum
ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer
ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi
aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm
2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat
Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju
pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var
ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat
fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke
dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan
substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC
selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC
Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya
inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media
Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama
fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi
analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan
penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan
maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat
Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah
perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)
17
30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda
yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan
uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan
flow meter
3 Rekayasa Bioproses
Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik
untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari
penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai
μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil
fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol
dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap
parameter dapat dilihat pada Lampiran 5
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A PERSIAPAN FERMENTASI
Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung
kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa
yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat
dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu
amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang
memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati
sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa
dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi
menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan
Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan
digunakan
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode
enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan
asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan
pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila
menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak
Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu
dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit
gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini
yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol
Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan
total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat
sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam
proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi
total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)
19
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati
sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini
biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai
waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan
rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan
wine (Frazier dan Westhoff 1978)
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK
Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan
perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan
fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus
(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24
30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung
(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup
efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi
Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik
oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi
bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi
C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel
Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob
gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan
sel untuk memperbanyak diri
1 Biomassa
Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat
dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan
20
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6
Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm
Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
21
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk
kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi
substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut
Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan
rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin 1981)
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami
lisis dan mati
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan
pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produksi Etanol oleh
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dari Sirup Dekstrin Pati Sagu
(Metroxylon sp) Menggunakan Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan
adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan
belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga
manapun Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini
Bogor Februari 2009
Dicka Ar Rahim
NRP F34104121
Dicka Ar Rahim F34104121 Produksi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dari Sirup Dekstrin Pati Sagu (Metroxylon sp) Menggunakan Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan Di bawah bimbingan Khaswar Syamsu 2009
RINGKASAN
Indonesia adalah pemilik lahan sagu terbesar di dunia Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah Di dunia diperkirakan terdapat 2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di Indonesia Sekitar 90 di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia 2006) Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal Selama ini baru sekitar 10 dari total area sagu nasional yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan serta industri Jika dibudidayakan produktivitas pati sagu kering mencapai 25 tonhatahun lebih banyak apabila dibandingkan dengan ubi kayu 15 tonhatahun kentang 25 tonhatahun maupun jagung 55 tonhatahun (Sumaryono 2007)
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kemungkinan penggunaan dekstrin dari pati sagu sebagai substart dalam pembuatan etanol melihat potensi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus sebagai mikroorganisme penghasil etanol serta pemilihan laju aerasi dan konsentrasi gula pada substrat berdasarkan kadar etanol dan jumlah biomassa tertinggi yang dihasilkan Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap biomassa dan kadar etanol yang dihasilkan
Pada penelitian pertama dilakukan fermentasi sirup dekstrin dengan perlakuan konsentrasi yang berbeda yaitu 18 24 30 dan 36 serta perlakuan pemberian aerasi sebesar 1vvm dan 2 vvm Dari beberapa perlakuan tersebut terpilih konsentrasi 30 dan laju alir 1 vvm sebagai perlakuan terbaik untuk pertumbuhan khamir Selama 24 jam dihasilkan jumlah biomassa tertinggi yaitu 298 gl dengan nilai μmaks 029 jam-1 Pada jam ke-6 khamir tersebut masih mengalami fase log hingga pada jam ke-12 pertumbuhan khamir sudah mulai masuk ke fase stasioner Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami penurunan selama proses fermentasi Penurunan kandungan total gula dalam substart menunjukkan aktifitas sel dalam mengkonsumsi substrat sirup dekstrin Sedangkan perubahan pH terjadi karena adanya pelepasan H+ selama konsumsi NH4
+ penggunaan asam amino sebagai sumber nitrogen dan akumulasi produk samping berupa asam-asam organik hasil metabolisme karbohidrat
Rekayasa bioproses dilakukan pada perlakuan terpilih dengan penghentian aerasi pada jam ke-6 Selama 24 jam fermentasi dihasilkan etanol sebanyak 2494plusmn016 gl Hasil ini jauh lebih tinggi dibandingkan perlakuan dengan aerasi penuh yang hanya menghasilkan etanol sebanyak 2125plusmn055 gl Pada jam ke-24 rata-rata pH pada aerasi penuh mencapai 305 sedangkan rata-rata pH pada aerasi yang dihentikan di jam ke-6 mencapai 315 pH yang terlalu rendah dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme Aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 mengubah kondisi lingkungan fermentasi dari kondisi aerob menjadi anaerob sehingga proses fermentasi untuk pembentukan etanol berjalan secara maksimal
Dicka Ar Rahim F34104121 Ethanol Production by Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus from Liquified Sago Starch (Metroxylon sp) Using Full and Stopped Aeration Method Supervised by Khaswar Syamsu 2009
SUMMARY Indonesia is known as the largest owner land of sago with the area around
1 million ha or 50 of 2 million ha of world sago area (Marsudi and Aprilia 2006) The great potential of sago in Indonesia has not been used optimally Thus far only about 10 of the total national sago area that has been used to meet food and industry requirements When sago is cultivated properly itrsquos dried starch productivity would reach 25 tonhayear much higher as compared to cassava 15 tonshayear potatoes 25 tonshayear and corn 55 tonshayear (Sumaryono 2007)
This research is aimed to find the possibility of using dextrin as substrate for ethanol production to see potentiality of Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus as the ethanol producer also the selection of aeration rate and total sugar concentration for fermentation More over this research also aims to determine the influence of bioprocess engineering (full and stopped aeration) to biomass and ethanol production
In the first study conducted fermentation was treated at different substrate concentrations (18 24 30 36 wv) and two regimes of aeration (1 vvm and 2 vvm) It is found that the best treatment was obtained from fermentation at 30 substrate concentration and 1 vvm aeration rate which produced the highest amount of biomass (298 gl) with the value of μmaks was 029 hour-1 For the first six hour cultivation biomass growth was still in log phase The residual sugar content in substrate and the pH value decreased during the fermentation process The decline of residual sugar contents in substrate showed the activity of cells that consumed dextrin as substrate While changes in pH was due to the release of H+ during the consumption of NH4
+ also the use of amino acids as nitrogen source and the accumulation of by products such as organic acids from carbohydrate metabolism
Bioprocess engineering was done on the treatment selected with the stop of aeration after its first 6 hours cultivation In 24 hours of fermentation ethanol produced was 2494plusmn016 gl This results was much higher than the treatment with full aeration which only produced ethanol as much as 2125plusmn055 gl The pH at the end of fermentation in full aeration reached 305 while in stop aeration was 315 The extreme low pH can prevent the growth of microorganisms The stop of aeration after the first 6 hour aeration change the environment of the fermentation conditions from aerob to be anaerob so that the fermentation process for the formation of ethanol can be maximized
PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU (Metroxylon sp) MENGGUNAKAN
METODE AERASI PENUH DAN AERASI DIHENTIKAN
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
DICKA AR RAHIM
F34104121
2009
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU (Metroxylon sp) MENGGUNAKAN
METODE AERASI PENUH DAN AERASI DIHENTIKAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
DICKA AR RAHIM
F34104121
Dilahirkan pada tanggal 5 Mei 1986
Di Jakarta
Tanggal lulus 23 Februari 2009
Menyetujui
Bogor Maret 2009
Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc Dosen Pembimbing
Penulis melakukan Praktek Lapang (PL) dengan topik ldquo
Teknik dan Manajemen Produksi Bioetanol
Palimanan Cirebon Jawa
Pertanian penulis menyelesaikan skripsi dengan judul
Saccharomyces cerevisiae
(Metroxylon sp) Menggunakan Me
bawah bimbingan Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5
Mei 1986 sebagai anak pertama dari empat bersa
dari pasangan Bpk Syafrul Bustamam dan Ibu
Gusti Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMA
78 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi
masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB) Penulis memilih Program
Studi Teknologi Industri Pertanian Departemen
Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi
Pertanian
melakukan Praktek Lapang (PL) dengan topik ldquoMempelajari
Teknik dan Manajemen Produksi Bioetanolrdquo di PT PG Rajawali Unit II
Jawa Barat Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Pertanian penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Produksi Etanol
cerevisiae var ellipsoideus dari Sirup Dekstrin Pati
Menggunakan Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan
bawah bimbingan Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc
pada tanggal 5
bersaudara
dan Ibu Irmiza
A Negeri
dan pada tahun yang sama lulus seleksi
Seleksi Penerimaan
ih Program
Studi Teknologi Industri Pertanian Departemen
Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi
Mempelajari
PG Rajawali Unit II PSA
Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Produksi Etanol oleh
Pati Sagu
hentikan di
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul Produksi Etanol dari Sirup Dekstrin Pati Sagu
(Metroxylon sp) oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Menggunakan
Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan Skripsi ini disusun sabagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Departemen Teknologi Industri
Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan
selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan yang penuh ketulusan baik secara
moril maupun materil dari semua pihak Oleh karena itu dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang turut
membantu dalam penyusunan skripsi ini
Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis haturkan kepada
1 Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc selaku dosen pembimbing atas segala
bimbingan nasehat dan arahan yang telah diberikan kepada penulis
2 Dr Ir Titi Candra Sunarti M Sc dan Drs Purwoko M Si atas masukan
dan saran yang telah diberikan serta berkenan menjadi penguji ujian
skripsi ini
3 Orang tua penulis (Bapak Syafrul Bustamam dan Ibu Irmiza Gusti) dan
seluruh keluarga besar penulis atas doa pengorbanan dukungan dan
semangat yang telah diberikan kepada penulis
4 Rekan-rekanku di laboratorium bioindustri (Yuyun Edy Azhar Hanik
Rita dan Yayan) atas kerjasama dan bantuannya selama ini
5 Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu
persatu
Penulis menyadari masih banyak kekurangan diberbagai sisi baik
penyajian isi maupun penulisan dan penyusunan skripsi ini Oleh sebab itu saran
dan kritik akan menjadi masukan yang terbaik untuk lebih membangun
memperbaiki dan menyempurnakannya untuk saat ini maupun masa mendatang
Semoga segala sesuatu yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi
yang memerlukannya Amiin
Bogor Februari 2009 Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN v
I PENDAHULUAN 1
A LATAR BELAKANG 1
B TUJUAN 3
II TINJAUAN PUSTAKA 4
A PATI SAGU helliphelliphellip 4
B SIRUP DEKSTRIN helliphellip 5
C Saccharomycess cerevisiae var ellipsoideus 6
D FERMENTASI helliphellip 7
E KINETIKA FERMENTASI 12
III METODOLOGI PENELITIAN 14
A BAHAN DAN ALAT 14
B METODE PENELITIAN 15
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 18
A PERSIAPAN FERMENTASI 18
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK 19
C REKAYASA BIOPROSES 27
V KESIMPULAN DAN SARAN 35
A KESIMPULAN 35
B SARAN 35
DAFTAR PUSTAKA 36
LAMPIRAN 41
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu 4
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 26
Tabel 3 Rendemen hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 27
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan 33
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba 6
Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae (a) dan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (b) 7
Gambar 3 Embden Meyerhof-Parnas pathway helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 10
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 14
Gambar 5 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 1 vvm 20
Gambar 6 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 2 vvm 20
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 22
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm 22
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 23
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 24
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama helliphelliphelliphelliphellip 25
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada penelitian lanjutan 28
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphellip 29
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan 30
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian lanjutan 31
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 32
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Sagu Dengan Metode Luff Schroll 40
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu 41
Lampiran 3 Analisis Total Gula Sirup Dekstrin hellip 42
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin 43
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi 44
Lampiran 6 Data Total Biomassa 47
Lampiran 7 Data Kadar Etanol 49
Lampiran 8 Data pH 50
Lampiran 9 Data Total Gula 51
Lampiran 10 Analisis Ragam Kinetika Fermentasi 52
1
I PENDAHULUAN
A LATAR BELAKANG
Permintaan etanol dunia beberapa tahun terakhir ini terus meningkat dan
diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan kembali
digiatkannya pengunaan etanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) Etanol
merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang dapat mensubstitusi
kebutuhan masyarakat Indonesia akan BBM Selain dapat diperbaharui etanol
juga bersifat ramah lingkungan Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun
2025 subtitusi bahan bakar nabati terhadap bahan bakar minyak mencapai 5
(Instruksi presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang pemanfaatan bahan bakar
nabatibiofuel sebagai bahan bakar alternatif) Selain digunakan sebagai bahan
bakar etanol juga banyak digunakan oleh industri kimia kosmetika serta
industri lainnya
Bahan baku yang saat ini banyak digunakan untuk membuat etanol adalah
molasses Namun ketersediaan molasses di Indonesia sangat terbatas sehingga
Indonesia mengimpor molasses dari India Data dari BPS menunjukkan bahwa
impor molasses Indonesia pada tahun 2005 mencapai 52861 ton dengan nilai
8038 juta US$ Sebenarnya Indonesia memiliki sumber bahan baku yang lebih
potensial untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan etanol yaitu sagu
Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah Di dunia diperkirakan terdapat
2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di
Indonesia Sekitar 90 di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia
2006) Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal
Selama ini baru sekitar 10 dari total area sagu nasional yang telah
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri dan pangan Jika dilihat dari
potensi sagu yang tersedia Indonesia setidaknya setiap tahun menyia-nyiakan
sekitar enam juta ton produksi sagu kering yang berpotensi menghasilkan sekitar
tiga juta ton bioetanol (Anonim 2007) Pemanfaatan pati sagu untuk industri
bioetanol diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pembangunan wilayah
2
Indonesia bagian timur yang saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan
daerah lain
Keunggulan utama tanaman sagu dibandingkan dengan tanaman penghasil
karbohidrat lain adalah produktivitasnya yang tinggi Sagu mampu
menghasilkan pati kering 10-25 tonhatahun Produktivitas pati kering padi
hanya 6 tonhatahun sedangkan pati kering jagung hanya 55 tonhatahun
Produktivitas sagu setara dengan tebu namun lebih tinggi dibandingkan dengan
ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering 10-15 tonhatahun
(Sumaryono 2007)
Menurut Akyuni (2004) pati sagu dapat dihidrolisis menjadi hidrolisat pati
sagu berupa sirup glukosa yang memiliki kandungan gula cukup tinggi
sehingga berpotensi dijadikan sebagai sumber karbon pada proses fermentasi
untuk menghasilkan etanol Suyandra (2007) melakukan pemanfaatan pati sagu
untuk produksi etanol Penelitian tersebut menggunakan sirup glukosa yang
berasal dari pati sagu sebagai sumber karbon pada saat fermentasi
Umumnya substrat yang digunakan sebagai sumber karbon pada
fermentasi adalah sirup glukosa Namun untuk memproduksi sirup glukosa
dibutuhkan energi yang cukup besar serta waktu yang lama Hal ini
menyebabkan ongkos produksi bioetanol dari substrat yang berasal dari sirup
glukosa menjadi mahal dan boros energi
Salah satu usaha untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan
efisiensi waktu produksi etanol dari pati sagu dapat dilakukan dengan
mengganti substrat sirup glukosa dengan sirup dekstrin Sirup dekstrin
merupakan hasil liquifikasi pati sagu yang juga merupakan produk antara pada
proses pembuatan sirup glukosa
Pada penelitian ini dilakukan proses fermentasi pada sirup dekstrin
menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Saat
fermentasi dilakukan juga rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi dengan
harapan akan terbentuk etanol dalam jumlah yang lebih banyak selama
fermentasi berlangsung
3
B TUJUAN
Tujuan umum yang mendasari diadakannya penelitian ini adalah untuk
melihat potensi pembuatan bioetanol dari sirup dekstrin yang berasal dari pati
sagu sebagai bahan baku Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi pemilihan
laju aerasi dan konsentrasi gula substrat berdasarkan jumlah biomassa tertinggi
yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap parameter fermentasi lainnya (sisa
total gula dan pH) Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui
pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap kadar
etanol yang dihasilkan jumlah biomassa sisa total gula dan pH
4
II TINJAUAN PUSTAKA
A PATI SAGU
Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan
bahan makanan Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu
dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional Pati berbentuk butiran
atau granula yang berwarna putih mengkilat tidak berbau dan tidak mempunyai
rasa Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 14 α-glukosa
Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai
karbonnya (Haryato dan Pangloli 1992)
Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp) dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu
Karakterisasi Komposisi ()
Kadar Pati
sect Amilosa
sect Amilopektin
Kadar Serat
Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Lemak
Kadar Protein
8213
2775
7225
001
576
012
036
038
Sumber Hartoto et al (2005)
Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam
umumnya berbentuk bola atau elips Pati sagu berbentuk elips (prolate
ellipsoidal) mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar
daripada pati serealia Pati sagu mengandung sekitar 27 amilosa dan sekitar 73
amilopektin Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu
sendiri Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering kurang lekat
dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et
al 1986)
5
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati
terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut
disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa
mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan
amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5
dari berat total (Winarno 1997)
B SIRUP DEKSTRIN
Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan
menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi
dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan
larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik
oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga
dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-
amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam
dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-
14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik
tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang
yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase
umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus
oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar
6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum
pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)
Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang
memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06
kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-
amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama
Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas
Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen
dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton
pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang
6
dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada
kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)
C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang
memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya
dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik
Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk
lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif
anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar
dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila
tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses
fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)
Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir
yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil
samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas
fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam
suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1
Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)
Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia
dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi
7
Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di
dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri
fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber
karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar
menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen
(Fardiaz 1988)
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang
biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu
menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal
klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan
morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari
industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus
merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada
klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk
membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan
Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan
Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)
D FERMENTASI
Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula
melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya
dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol
yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH
8
Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme
Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan
adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon
banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino
peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan
unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari
gula
Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk
pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk
CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan
fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume
Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir
yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)
Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa
khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi
aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena
tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan
yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar
dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara
pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi
respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel
karbondioksida dan air
Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk
khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir
yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi
pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif
dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih
singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan
khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat
9
diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat
digunakan natrium benzoat
Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-
72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol
adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan
gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi
molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan
Gay Lussac sebagai berikut
C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2
(gula) (etanol) (karbondioksida)
Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula
diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi
hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada
kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol
yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan
kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi
kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang
dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat
Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui
jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi
fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat
reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-
reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi
glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P
kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2
molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-
P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat
kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder
Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian
mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan
akseptor fosfat ADP membentuk ATP
Gambar 3 Embden
Selanjutnya 3-P
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
gliseraldehid
gliseraldehid
13-bifosfo gliserat
3-fosfo gliserat
2-fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
piruvat
dekarboksilase
Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007
P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
Glukosa
glukosa-6-fosfat
fruktosa-6-fosfat
fruktosa-16-bifosfat
gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat
gliseraldehid-3-fosfat
bifosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
asetaldehid etanol
heksokinase
fosfoglukosa isomerase
fosfofrukto kinase
aldolase
triose fosfat isomerase
gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
fosfogliserat kinase
fosfogliserat mutase
enolase
piruvat kinase
piruvat dekarboksilase
alkohol dehidrogenase
10
Diwan 2007)
asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
triose fosfat isomerase
11
dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang
kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol
Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk
diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi
khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan
Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10
(vv)
Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat
makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan
mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi
komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan
faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada
kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika
konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan
terhambat (Casida 1968)
Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan
adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia
kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian
yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas
limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus
dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)
Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi
diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan
ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber
organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step
liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen
anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat
Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk
fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan
amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga
yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA
12
E KINETIKA FERMENTASI
Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa
sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan
kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari
perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa
karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik
metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)
Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi
sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah
pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi
penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung
Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti
pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak
inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi
pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan
sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag
tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan
(Moat1988)
Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah
secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase
eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi
sementara metabolik dihasilkan
Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk
penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner
konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase
kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey
dan Olis 1991)
Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut
13
dx = μx-αx dt
Keterangan
x konsentrasi sel
t waktu fermentasi
μ laju pertumbuhan spesifik
α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan
Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga
α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi
dx= μx dt
Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel
pada suatu selang waktu tertentu adalah
x1intx2 dx = t1intt2μ dt x
akan diperoleh persamaan
ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t
laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada
kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi
pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik
yang menghambat pertumbuhan masih rendah
Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber
karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat
menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan
koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan
yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan
pertumbuhan sel adalah sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala
yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk
menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut
digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi
14
III METODOLOGI
A BAHAN DAN ALAT
1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven
inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator
tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer
sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur
pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol
kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat
dilihat pada Gambar 4
Sumbat Karet
Bioreaktor (500 ml)
Sumbat Kapas(Udara Keluar)
Air Steril
Pompa Udara
Udara Masuk
Sparger
SamplingValve
Flowmeter
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor
2 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu
yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-
IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di
15
antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH
dan CaCO3
Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa
glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk
analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator
kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan
larutan fenol
B METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan
penelitian utama
1 Persiapan Bahan
a Karakterisasi Pati Sagu
Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu
menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada
Lampiran 1
b Pembuatan Sirup Dekstrin
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara
enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati
menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada
Lampiran 2
c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin
Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap
sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)
d Penyiapan Inokulum
Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media
YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton
dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai
dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-
nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45
16
Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil
untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada
suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer
dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar
Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur
murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum
ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer
ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi
aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm
2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat
Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju
pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var
ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat
fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke
dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan
substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC
selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC
Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya
inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media
Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama
fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi
analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan
penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan
maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat
Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah
perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)
17
30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda
yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan
uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan
flow meter
3 Rekayasa Bioproses
Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik
untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari
penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai
μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil
fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol
dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap
parameter dapat dilihat pada Lampiran 5
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A PERSIAPAN FERMENTASI
Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung
kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa
yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat
dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu
amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang
memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati
sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa
dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi
menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan
Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan
digunakan
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode
enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan
asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan
pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila
menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak
Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu
dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit
gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini
yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol
Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan
total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat
sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam
proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi
total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)
19
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati
sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini
biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai
waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan
rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan
wine (Frazier dan Westhoff 1978)
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK
Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan
perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan
fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus
(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24
30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung
(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup
efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi
Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik
oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi
bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi
C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel
Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob
gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan
sel untuk memperbanyak diri
1 Biomassa
Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat
dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan
20
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6
Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm
Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
21
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk
kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi
substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut
Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan
rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin 1981)
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami
lisis dan mati
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan
pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
Dicka Ar Rahim F34104121 Produksi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dari Sirup Dekstrin Pati Sagu (Metroxylon sp) Menggunakan Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan Di bawah bimbingan Khaswar Syamsu 2009
RINGKASAN
Indonesia adalah pemilik lahan sagu terbesar di dunia Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah Di dunia diperkirakan terdapat 2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di Indonesia Sekitar 90 di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia 2006) Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal Selama ini baru sekitar 10 dari total area sagu nasional yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan serta industri Jika dibudidayakan produktivitas pati sagu kering mencapai 25 tonhatahun lebih banyak apabila dibandingkan dengan ubi kayu 15 tonhatahun kentang 25 tonhatahun maupun jagung 55 tonhatahun (Sumaryono 2007)
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kemungkinan penggunaan dekstrin dari pati sagu sebagai substart dalam pembuatan etanol melihat potensi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus sebagai mikroorganisme penghasil etanol serta pemilihan laju aerasi dan konsentrasi gula pada substrat berdasarkan kadar etanol dan jumlah biomassa tertinggi yang dihasilkan Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap biomassa dan kadar etanol yang dihasilkan
Pada penelitian pertama dilakukan fermentasi sirup dekstrin dengan perlakuan konsentrasi yang berbeda yaitu 18 24 30 dan 36 serta perlakuan pemberian aerasi sebesar 1vvm dan 2 vvm Dari beberapa perlakuan tersebut terpilih konsentrasi 30 dan laju alir 1 vvm sebagai perlakuan terbaik untuk pertumbuhan khamir Selama 24 jam dihasilkan jumlah biomassa tertinggi yaitu 298 gl dengan nilai μmaks 029 jam-1 Pada jam ke-6 khamir tersebut masih mengalami fase log hingga pada jam ke-12 pertumbuhan khamir sudah mulai masuk ke fase stasioner Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami penurunan selama proses fermentasi Penurunan kandungan total gula dalam substart menunjukkan aktifitas sel dalam mengkonsumsi substrat sirup dekstrin Sedangkan perubahan pH terjadi karena adanya pelepasan H+ selama konsumsi NH4
+ penggunaan asam amino sebagai sumber nitrogen dan akumulasi produk samping berupa asam-asam organik hasil metabolisme karbohidrat
Rekayasa bioproses dilakukan pada perlakuan terpilih dengan penghentian aerasi pada jam ke-6 Selama 24 jam fermentasi dihasilkan etanol sebanyak 2494plusmn016 gl Hasil ini jauh lebih tinggi dibandingkan perlakuan dengan aerasi penuh yang hanya menghasilkan etanol sebanyak 2125plusmn055 gl Pada jam ke-24 rata-rata pH pada aerasi penuh mencapai 305 sedangkan rata-rata pH pada aerasi yang dihentikan di jam ke-6 mencapai 315 pH yang terlalu rendah dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme Aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 mengubah kondisi lingkungan fermentasi dari kondisi aerob menjadi anaerob sehingga proses fermentasi untuk pembentukan etanol berjalan secara maksimal
Dicka Ar Rahim F34104121 Ethanol Production by Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus from Liquified Sago Starch (Metroxylon sp) Using Full and Stopped Aeration Method Supervised by Khaswar Syamsu 2009
SUMMARY Indonesia is known as the largest owner land of sago with the area around
1 million ha or 50 of 2 million ha of world sago area (Marsudi and Aprilia 2006) The great potential of sago in Indonesia has not been used optimally Thus far only about 10 of the total national sago area that has been used to meet food and industry requirements When sago is cultivated properly itrsquos dried starch productivity would reach 25 tonhayear much higher as compared to cassava 15 tonshayear potatoes 25 tonshayear and corn 55 tonshayear (Sumaryono 2007)
This research is aimed to find the possibility of using dextrin as substrate for ethanol production to see potentiality of Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus as the ethanol producer also the selection of aeration rate and total sugar concentration for fermentation More over this research also aims to determine the influence of bioprocess engineering (full and stopped aeration) to biomass and ethanol production
In the first study conducted fermentation was treated at different substrate concentrations (18 24 30 36 wv) and two regimes of aeration (1 vvm and 2 vvm) It is found that the best treatment was obtained from fermentation at 30 substrate concentration and 1 vvm aeration rate which produced the highest amount of biomass (298 gl) with the value of μmaks was 029 hour-1 For the first six hour cultivation biomass growth was still in log phase The residual sugar content in substrate and the pH value decreased during the fermentation process The decline of residual sugar contents in substrate showed the activity of cells that consumed dextrin as substrate While changes in pH was due to the release of H+ during the consumption of NH4
+ also the use of amino acids as nitrogen source and the accumulation of by products such as organic acids from carbohydrate metabolism
Bioprocess engineering was done on the treatment selected with the stop of aeration after its first 6 hours cultivation In 24 hours of fermentation ethanol produced was 2494plusmn016 gl This results was much higher than the treatment with full aeration which only produced ethanol as much as 2125plusmn055 gl The pH at the end of fermentation in full aeration reached 305 while in stop aeration was 315 The extreme low pH can prevent the growth of microorganisms The stop of aeration after the first 6 hour aeration change the environment of the fermentation conditions from aerob to be anaerob so that the fermentation process for the formation of ethanol can be maximized
PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU (Metroxylon sp) MENGGUNAKAN
METODE AERASI PENUH DAN AERASI DIHENTIKAN
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
DICKA AR RAHIM
F34104121
2009
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU (Metroxylon sp) MENGGUNAKAN
METODE AERASI PENUH DAN AERASI DIHENTIKAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
DICKA AR RAHIM
F34104121
Dilahirkan pada tanggal 5 Mei 1986
Di Jakarta
Tanggal lulus 23 Februari 2009
Menyetujui
Bogor Maret 2009
Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc Dosen Pembimbing
Penulis melakukan Praktek Lapang (PL) dengan topik ldquo
Teknik dan Manajemen Produksi Bioetanol
Palimanan Cirebon Jawa
Pertanian penulis menyelesaikan skripsi dengan judul
Saccharomyces cerevisiae
(Metroxylon sp) Menggunakan Me
bawah bimbingan Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5
Mei 1986 sebagai anak pertama dari empat bersa
dari pasangan Bpk Syafrul Bustamam dan Ibu
Gusti Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMA
78 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi
masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB) Penulis memilih Program
Studi Teknologi Industri Pertanian Departemen
Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi
Pertanian
melakukan Praktek Lapang (PL) dengan topik ldquoMempelajari
Teknik dan Manajemen Produksi Bioetanolrdquo di PT PG Rajawali Unit II
Jawa Barat Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Pertanian penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Produksi Etanol
cerevisiae var ellipsoideus dari Sirup Dekstrin Pati
Menggunakan Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan
bawah bimbingan Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc
pada tanggal 5
bersaudara
dan Ibu Irmiza
A Negeri
dan pada tahun yang sama lulus seleksi
Seleksi Penerimaan
ih Program
Studi Teknologi Industri Pertanian Departemen
Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi
Mempelajari
PG Rajawali Unit II PSA
Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Produksi Etanol oleh
Pati Sagu
hentikan di
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul Produksi Etanol dari Sirup Dekstrin Pati Sagu
(Metroxylon sp) oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Menggunakan
Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan Skripsi ini disusun sabagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Departemen Teknologi Industri
Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan
selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan yang penuh ketulusan baik secara
moril maupun materil dari semua pihak Oleh karena itu dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang turut
membantu dalam penyusunan skripsi ini
Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis haturkan kepada
1 Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc selaku dosen pembimbing atas segala
bimbingan nasehat dan arahan yang telah diberikan kepada penulis
2 Dr Ir Titi Candra Sunarti M Sc dan Drs Purwoko M Si atas masukan
dan saran yang telah diberikan serta berkenan menjadi penguji ujian
skripsi ini
3 Orang tua penulis (Bapak Syafrul Bustamam dan Ibu Irmiza Gusti) dan
seluruh keluarga besar penulis atas doa pengorbanan dukungan dan
semangat yang telah diberikan kepada penulis
4 Rekan-rekanku di laboratorium bioindustri (Yuyun Edy Azhar Hanik
Rita dan Yayan) atas kerjasama dan bantuannya selama ini
5 Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu
persatu
Penulis menyadari masih banyak kekurangan diberbagai sisi baik
penyajian isi maupun penulisan dan penyusunan skripsi ini Oleh sebab itu saran
dan kritik akan menjadi masukan yang terbaik untuk lebih membangun
memperbaiki dan menyempurnakannya untuk saat ini maupun masa mendatang
Semoga segala sesuatu yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi
yang memerlukannya Amiin
Bogor Februari 2009 Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN v
I PENDAHULUAN 1
A LATAR BELAKANG 1
B TUJUAN 3
II TINJAUAN PUSTAKA 4
A PATI SAGU helliphelliphellip 4
B SIRUP DEKSTRIN helliphellip 5
C Saccharomycess cerevisiae var ellipsoideus 6
D FERMENTASI helliphellip 7
E KINETIKA FERMENTASI 12
III METODOLOGI PENELITIAN 14
A BAHAN DAN ALAT 14
B METODE PENELITIAN 15
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 18
A PERSIAPAN FERMENTASI 18
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK 19
C REKAYASA BIOPROSES 27
V KESIMPULAN DAN SARAN 35
A KESIMPULAN 35
B SARAN 35
DAFTAR PUSTAKA 36
LAMPIRAN 41
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu 4
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 26
Tabel 3 Rendemen hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 27
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan 33
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba 6
Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae (a) dan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (b) 7
Gambar 3 Embden Meyerhof-Parnas pathway helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 10
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 14
Gambar 5 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 1 vvm 20
Gambar 6 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 2 vvm 20
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 22
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm 22
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 23
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 24
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama helliphelliphelliphelliphellip 25
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada penelitian lanjutan 28
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphellip 29
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan 30
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian lanjutan 31
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 32
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Sagu Dengan Metode Luff Schroll 40
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu 41
Lampiran 3 Analisis Total Gula Sirup Dekstrin hellip 42
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin 43
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi 44
Lampiran 6 Data Total Biomassa 47
Lampiran 7 Data Kadar Etanol 49
Lampiran 8 Data pH 50
Lampiran 9 Data Total Gula 51
Lampiran 10 Analisis Ragam Kinetika Fermentasi 52
1
I PENDAHULUAN
A LATAR BELAKANG
Permintaan etanol dunia beberapa tahun terakhir ini terus meningkat dan
diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan kembali
digiatkannya pengunaan etanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) Etanol
merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang dapat mensubstitusi
kebutuhan masyarakat Indonesia akan BBM Selain dapat diperbaharui etanol
juga bersifat ramah lingkungan Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun
2025 subtitusi bahan bakar nabati terhadap bahan bakar minyak mencapai 5
(Instruksi presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang pemanfaatan bahan bakar
nabatibiofuel sebagai bahan bakar alternatif) Selain digunakan sebagai bahan
bakar etanol juga banyak digunakan oleh industri kimia kosmetika serta
industri lainnya
Bahan baku yang saat ini banyak digunakan untuk membuat etanol adalah
molasses Namun ketersediaan molasses di Indonesia sangat terbatas sehingga
Indonesia mengimpor molasses dari India Data dari BPS menunjukkan bahwa
impor molasses Indonesia pada tahun 2005 mencapai 52861 ton dengan nilai
8038 juta US$ Sebenarnya Indonesia memiliki sumber bahan baku yang lebih
potensial untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan etanol yaitu sagu
Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah Di dunia diperkirakan terdapat
2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di
Indonesia Sekitar 90 di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia
2006) Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal
Selama ini baru sekitar 10 dari total area sagu nasional yang telah
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri dan pangan Jika dilihat dari
potensi sagu yang tersedia Indonesia setidaknya setiap tahun menyia-nyiakan
sekitar enam juta ton produksi sagu kering yang berpotensi menghasilkan sekitar
tiga juta ton bioetanol (Anonim 2007) Pemanfaatan pati sagu untuk industri
bioetanol diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pembangunan wilayah
2
Indonesia bagian timur yang saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan
daerah lain
Keunggulan utama tanaman sagu dibandingkan dengan tanaman penghasil
karbohidrat lain adalah produktivitasnya yang tinggi Sagu mampu
menghasilkan pati kering 10-25 tonhatahun Produktivitas pati kering padi
hanya 6 tonhatahun sedangkan pati kering jagung hanya 55 tonhatahun
Produktivitas sagu setara dengan tebu namun lebih tinggi dibandingkan dengan
ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering 10-15 tonhatahun
(Sumaryono 2007)
Menurut Akyuni (2004) pati sagu dapat dihidrolisis menjadi hidrolisat pati
sagu berupa sirup glukosa yang memiliki kandungan gula cukup tinggi
sehingga berpotensi dijadikan sebagai sumber karbon pada proses fermentasi
untuk menghasilkan etanol Suyandra (2007) melakukan pemanfaatan pati sagu
untuk produksi etanol Penelitian tersebut menggunakan sirup glukosa yang
berasal dari pati sagu sebagai sumber karbon pada saat fermentasi
Umumnya substrat yang digunakan sebagai sumber karbon pada
fermentasi adalah sirup glukosa Namun untuk memproduksi sirup glukosa
dibutuhkan energi yang cukup besar serta waktu yang lama Hal ini
menyebabkan ongkos produksi bioetanol dari substrat yang berasal dari sirup
glukosa menjadi mahal dan boros energi
Salah satu usaha untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan
efisiensi waktu produksi etanol dari pati sagu dapat dilakukan dengan
mengganti substrat sirup glukosa dengan sirup dekstrin Sirup dekstrin
merupakan hasil liquifikasi pati sagu yang juga merupakan produk antara pada
proses pembuatan sirup glukosa
Pada penelitian ini dilakukan proses fermentasi pada sirup dekstrin
menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Saat
fermentasi dilakukan juga rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi dengan
harapan akan terbentuk etanol dalam jumlah yang lebih banyak selama
fermentasi berlangsung
3
B TUJUAN
Tujuan umum yang mendasari diadakannya penelitian ini adalah untuk
melihat potensi pembuatan bioetanol dari sirup dekstrin yang berasal dari pati
sagu sebagai bahan baku Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi pemilihan
laju aerasi dan konsentrasi gula substrat berdasarkan jumlah biomassa tertinggi
yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap parameter fermentasi lainnya (sisa
total gula dan pH) Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui
pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap kadar
etanol yang dihasilkan jumlah biomassa sisa total gula dan pH
4
II TINJAUAN PUSTAKA
A PATI SAGU
Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan
bahan makanan Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu
dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional Pati berbentuk butiran
atau granula yang berwarna putih mengkilat tidak berbau dan tidak mempunyai
rasa Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 14 α-glukosa
Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai
karbonnya (Haryato dan Pangloli 1992)
Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp) dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu
Karakterisasi Komposisi ()
Kadar Pati
sect Amilosa
sect Amilopektin
Kadar Serat
Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Lemak
Kadar Protein
8213
2775
7225
001
576
012
036
038
Sumber Hartoto et al (2005)
Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam
umumnya berbentuk bola atau elips Pati sagu berbentuk elips (prolate
ellipsoidal) mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar
daripada pati serealia Pati sagu mengandung sekitar 27 amilosa dan sekitar 73
amilopektin Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu
sendiri Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering kurang lekat
dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et
al 1986)
5
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati
terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut
disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa
mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan
amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5
dari berat total (Winarno 1997)
B SIRUP DEKSTRIN
Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan
menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi
dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan
larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik
oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga
dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-
amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam
dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-
14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik
tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang
yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase
umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus
oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar
6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum
pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)
Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang
memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06
kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-
amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama
Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas
Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen
dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton
pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang
6
dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada
kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)
C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang
memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya
dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik
Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk
lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif
anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar
dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila
tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses
fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)
Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir
yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil
samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas
fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam
suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1
Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)
Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia
dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi
7
Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di
dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri
fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber
karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar
menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen
(Fardiaz 1988)
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang
biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu
menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal
klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan
morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari
industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus
merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada
klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk
membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan
Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan
Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)
D FERMENTASI
Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula
melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya
dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol
yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH
8
Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme
Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan
adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon
banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino
peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan
unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari
gula
Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk
pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk
CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan
fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume
Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir
yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)
Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa
khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi
aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena
tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan
yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar
dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara
pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi
respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel
karbondioksida dan air
Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk
khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir
yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi
pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif
dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih
singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan
khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat
9
diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat
digunakan natrium benzoat
Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-
72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol
adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan
gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi
molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan
Gay Lussac sebagai berikut
C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2
(gula) (etanol) (karbondioksida)
Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula
diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi
hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada
kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol
yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan
kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi
kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang
dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat
Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui
jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi
fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat
reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-
reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi
glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P
kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2
molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-
P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat
kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder
Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian
mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan
akseptor fosfat ADP membentuk ATP
Gambar 3 Embden
Selanjutnya 3-P
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
gliseraldehid
gliseraldehid
13-bifosfo gliserat
3-fosfo gliserat
2-fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
piruvat
dekarboksilase
Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007
P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
Glukosa
glukosa-6-fosfat
fruktosa-6-fosfat
fruktosa-16-bifosfat
gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat
gliseraldehid-3-fosfat
bifosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
asetaldehid etanol
heksokinase
fosfoglukosa isomerase
fosfofrukto kinase
aldolase
triose fosfat isomerase
gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
fosfogliserat kinase
fosfogliserat mutase
enolase
piruvat kinase
piruvat dekarboksilase
alkohol dehidrogenase
10
Diwan 2007)
asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
triose fosfat isomerase
11
dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang
kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol
Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk
diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi
khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan
Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10
(vv)
Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat
makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan
mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi
komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan
faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada
kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika
konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan
terhambat (Casida 1968)
Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan
adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia
kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian
yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas
limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus
dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)
Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi
diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan
ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber
organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step
liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen
anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat
Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk
fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan
amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga
yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA
12
E KINETIKA FERMENTASI
Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa
sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan
kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari
perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa
karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik
metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)
Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi
sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah
pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi
penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung
Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti
pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak
inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi
pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan
sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag
tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan
(Moat1988)
Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah
secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase
eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi
sementara metabolik dihasilkan
Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk
penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner
konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase
kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey
dan Olis 1991)
Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut
13
dx = μx-αx dt
Keterangan
x konsentrasi sel
t waktu fermentasi
μ laju pertumbuhan spesifik
α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan
Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga
α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi
dx= μx dt
Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel
pada suatu selang waktu tertentu adalah
x1intx2 dx = t1intt2μ dt x
akan diperoleh persamaan
ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t
laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada
kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi
pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik
yang menghambat pertumbuhan masih rendah
Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber
karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat
menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan
koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan
yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan
pertumbuhan sel adalah sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala
yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk
menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut
digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi
14
III METODOLOGI
A BAHAN DAN ALAT
1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven
inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator
tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer
sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur
pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol
kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat
dilihat pada Gambar 4
Sumbat Karet
Bioreaktor (500 ml)
Sumbat Kapas(Udara Keluar)
Air Steril
Pompa Udara
Udara Masuk
Sparger
SamplingValve
Flowmeter
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor
2 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu
yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-
IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di
15
antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH
dan CaCO3
Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa
glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk
analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator
kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan
larutan fenol
B METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan
penelitian utama
1 Persiapan Bahan
a Karakterisasi Pati Sagu
Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu
menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada
Lampiran 1
b Pembuatan Sirup Dekstrin
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara
enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati
menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada
Lampiran 2
c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin
Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap
sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)
d Penyiapan Inokulum
Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media
YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton
dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai
dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-
nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45
16
Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil
untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada
suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer
dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar
Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur
murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum
ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer
ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi
aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm
2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat
Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju
pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var
ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat
fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke
dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan
substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC
selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC
Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya
inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media
Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama
fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi
analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan
penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan
maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat
Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah
perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)
17
30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda
yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan
uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan
flow meter
3 Rekayasa Bioproses
Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik
untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari
penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai
μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil
fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol
dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap
parameter dapat dilihat pada Lampiran 5
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A PERSIAPAN FERMENTASI
Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung
kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa
yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat
dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu
amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang
memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati
sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa
dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi
menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan
Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan
digunakan
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode
enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan
asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan
pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila
menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak
Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu
dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit
gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini
yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol
Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan
total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat
sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam
proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi
total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)
19
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati
sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini
biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai
waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan
rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan
wine (Frazier dan Westhoff 1978)
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK
Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan
perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan
fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus
(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24
30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung
(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup
efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi
Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik
oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi
bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi
C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel
Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob
gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan
sel untuk memperbanyak diri
1 Biomassa
Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat
dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan
20
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6
Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm
Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
21
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk
kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi
substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut
Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan
rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin 1981)
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami
lisis dan mati
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan
pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
Dicka Ar Rahim F34104121 Ethanol Production by Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus from Liquified Sago Starch (Metroxylon sp) Using Full and Stopped Aeration Method Supervised by Khaswar Syamsu 2009
SUMMARY Indonesia is known as the largest owner land of sago with the area around
1 million ha or 50 of 2 million ha of world sago area (Marsudi and Aprilia 2006) The great potential of sago in Indonesia has not been used optimally Thus far only about 10 of the total national sago area that has been used to meet food and industry requirements When sago is cultivated properly itrsquos dried starch productivity would reach 25 tonhayear much higher as compared to cassava 15 tonshayear potatoes 25 tonshayear and corn 55 tonshayear (Sumaryono 2007)
This research is aimed to find the possibility of using dextrin as substrate for ethanol production to see potentiality of Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus as the ethanol producer also the selection of aeration rate and total sugar concentration for fermentation More over this research also aims to determine the influence of bioprocess engineering (full and stopped aeration) to biomass and ethanol production
In the first study conducted fermentation was treated at different substrate concentrations (18 24 30 36 wv) and two regimes of aeration (1 vvm and 2 vvm) It is found that the best treatment was obtained from fermentation at 30 substrate concentration and 1 vvm aeration rate which produced the highest amount of biomass (298 gl) with the value of μmaks was 029 hour-1 For the first six hour cultivation biomass growth was still in log phase The residual sugar content in substrate and the pH value decreased during the fermentation process The decline of residual sugar contents in substrate showed the activity of cells that consumed dextrin as substrate While changes in pH was due to the release of H+ during the consumption of NH4
+ also the use of amino acids as nitrogen source and the accumulation of by products such as organic acids from carbohydrate metabolism
Bioprocess engineering was done on the treatment selected with the stop of aeration after its first 6 hours cultivation In 24 hours of fermentation ethanol produced was 2494plusmn016 gl This results was much higher than the treatment with full aeration which only produced ethanol as much as 2125plusmn055 gl The pH at the end of fermentation in full aeration reached 305 while in stop aeration was 315 The extreme low pH can prevent the growth of microorganisms The stop of aeration after the first 6 hour aeration change the environment of the fermentation conditions from aerob to be anaerob so that the fermentation process for the formation of ethanol can be maximized
PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU (Metroxylon sp) MENGGUNAKAN
METODE AERASI PENUH DAN AERASI DIHENTIKAN
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
DICKA AR RAHIM
F34104121
2009
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU (Metroxylon sp) MENGGUNAKAN
METODE AERASI PENUH DAN AERASI DIHENTIKAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
DICKA AR RAHIM
F34104121
Dilahirkan pada tanggal 5 Mei 1986
Di Jakarta
Tanggal lulus 23 Februari 2009
Menyetujui
Bogor Maret 2009
Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc Dosen Pembimbing
Penulis melakukan Praktek Lapang (PL) dengan topik ldquo
Teknik dan Manajemen Produksi Bioetanol
Palimanan Cirebon Jawa
Pertanian penulis menyelesaikan skripsi dengan judul
Saccharomyces cerevisiae
(Metroxylon sp) Menggunakan Me
bawah bimbingan Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5
Mei 1986 sebagai anak pertama dari empat bersa
dari pasangan Bpk Syafrul Bustamam dan Ibu
Gusti Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMA
78 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi
masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB) Penulis memilih Program
Studi Teknologi Industri Pertanian Departemen
Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi
Pertanian
melakukan Praktek Lapang (PL) dengan topik ldquoMempelajari
Teknik dan Manajemen Produksi Bioetanolrdquo di PT PG Rajawali Unit II
Jawa Barat Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Pertanian penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Produksi Etanol
cerevisiae var ellipsoideus dari Sirup Dekstrin Pati
Menggunakan Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan
bawah bimbingan Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc
pada tanggal 5
bersaudara
dan Ibu Irmiza
A Negeri
dan pada tahun yang sama lulus seleksi
Seleksi Penerimaan
ih Program
Studi Teknologi Industri Pertanian Departemen
Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi
Mempelajari
PG Rajawali Unit II PSA
Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Produksi Etanol oleh
Pati Sagu
hentikan di
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul Produksi Etanol dari Sirup Dekstrin Pati Sagu
(Metroxylon sp) oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Menggunakan
Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan Skripsi ini disusun sabagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Departemen Teknologi Industri
Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan
selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan yang penuh ketulusan baik secara
moril maupun materil dari semua pihak Oleh karena itu dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang turut
membantu dalam penyusunan skripsi ini
Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis haturkan kepada
1 Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc selaku dosen pembimbing atas segala
bimbingan nasehat dan arahan yang telah diberikan kepada penulis
2 Dr Ir Titi Candra Sunarti M Sc dan Drs Purwoko M Si atas masukan
dan saran yang telah diberikan serta berkenan menjadi penguji ujian
skripsi ini
3 Orang tua penulis (Bapak Syafrul Bustamam dan Ibu Irmiza Gusti) dan
seluruh keluarga besar penulis atas doa pengorbanan dukungan dan
semangat yang telah diberikan kepada penulis
4 Rekan-rekanku di laboratorium bioindustri (Yuyun Edy Azhar Hanik
Rita dan Yayan) atas kerjasama dan bantuannya selama ini
5 Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu
persatu
Penulis menyadari masih banyak kekurangan diberbagai sisi baik
penyajian isi maupun penulisan dan penyusunan skripsi ini Oleh sebab itu saran
dan kritik akan menjadi masukan yang terbaik untuk lebih membangun
memperbaiki dan menyempurnakannya untuk saat ini maupun masa mendatang
Semoga segala sesuatu yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi
yang memerlukannya Amiin
Bogor Februari 2009 Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN v
I PENDAHULUAN 1
A LATAR BELAKANG 1
B TUJUAN 3
II TINJAUAN PUSTAKA 4
A PATI SAGU helliphelliphellip 4
B SIRUP DEKSTRIN helliphellip 5
C Saccharomycess cerevisiae var ellipsoideus 6
D FERMENTASI helliphellip 7
E KINETIKA FERMENTASI 12
III METODOLOGI PENELITIAN 14
A BAHAN DAN ALAT 14
B METODE PENELITIAN 15
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 18
A PERSIAPAN FERMENTASI 18
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK 19
C REKAYASA BIOPROSES 27
V KESIMPULAN DAN SARAN 35
A KESIMPULAN 35
B SARAN 35
DAFTAR PUSTAKA 36
LAMPIRAN 41
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu 4
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 26
Tabel 3 Rendemen hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 27
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan 33
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba 6
Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae (a) dan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (b) 7
Gambar 3 Embden Meyerhof-Parnas pathway helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 10
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 14
Gambar 5 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 1 vvm 20
Gambar 6 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 2 vvm 20
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 22
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm 22
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 23
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 24
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama helliphelliphelliphelliphellip 25
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada penelitian lanjutan 28
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphellip 29
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan 30
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian lanjutan 31
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 32
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Sagu Dengan Metode Luff Schroll 40
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu 41
Lampiran 3 Analisis Total Gula Sirup Dekstrin hellip 42
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin 43
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi 44
Lampiran 6 Data Total Biomassa 47
Lampiran 7 Data Kadar Etanol 49
Lampiran 8 Data pH 50
Lampiran 9 Data Total Gula 51
Lampiran 10 Analisis Ragam Kinetika Fermentasi 52
1
I PENDAHULUAN
A LATAR BELAKANG
Permintaan etanol dunia beberapa tahun terakhir ini terus meningkat dan
diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan kembali
digiatkannya pengunaan etanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) Etanol
merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang dapat mensubstitusi
kebutuhan masyarakat Indonesia akan BBM Selain dapat diperbaharui etanol
juga bersifat ramah lingkungan Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun
2025 subtitusi bahan bakar nabati terhadap bahan bakar minyak mencapai 5
(Instruksi presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang pemanfaatan bahan bakar
nabatibiofuel sebagai bahan bakar alternatif) Selain digunakan sebagai bahan
bakar etanol juga banyak digunakan oleh industri kimia kosmetika serta
industri lainnya
Bahan baku yang saat ini banyak digunakan untuk membuat etanol adalah
molasses Namun ketersediaan molasses di Indonesia sangat terbatas sehingga
Indonesia mengimpor molasses dari India Data dari BPS menunjukkan bahwa
impor molasses Indonesia pada tahun 2005 mencapai 52861 ton dengan nilai
8038 juta US$ Sebenarnya Indonesia memiliki sumber bahan baku yang lebih
potensial untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan etanol yaitu sagu
Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah Di dunia diperkirakan terdapat
2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di
Indonesia Sekitar 90 di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia
2006) Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal
Selama ini baru sekitar 10 dari total area sagu nasional yang telah
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri dan pangan Jika dilihat dari
potensi sagu yang tersedia Indonesia setidaknya setiap tahun menyia-nyiakan
sekitar enam juta ton produksi sagu kering yang berpotensi menghasilkan sekitar
tiga juta ton bioetanol (Anonim 2007) Pemanfaatan pati sagu untuk industri
bioetanol diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pembangunan wilayah
2
Indonesia bagian timur yang saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan
daerah lain
Keunggulan utama tanaman sagu dibandingkan dengan tanaman penghasil
karbohidrat lain adalah produktivitasnya yang tinggi Sagu mampu
menghasilkan pati kering 10-25 tonhatahun Produktivitas pati kering padi
hanya 6 tonhatahun sedangkan pati kering jagung hanya 55 tonhatahun
Produktivitas sagu setara dengan tebu namun lebih tinggi dibandingkan dengan
ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering 10-15 tonhatahun
(Sumaryono 2007)
Menurut Akyuni (2004) pati sagu dapat dihidrolisis menjadi hidrolisat pati
sagu berupa sirup glukosa yang memiliki kandungan gula cukup tinggi
sehingga berpotensi dijadikan sebagai sumber karbon pada proses fermentasi
untuk menghasilkan etanol Suyandra (2007) melakukan pemanfaatan pati sagu
untuk produksi etanol Penelitian tersebut menggunakan sirup glukosa yang
berasal dari pati sagu sebagai sumber karbon pada saat fermentasi
Umumnya substrat yang digunakan sebagai sumber karbon pada
fermentasi adalah sirup glukosa Namun untuk memproduksi sirup glukosa
dibutuhkan energi yang cukup besar serta waktu yang lama Hal ini
menyebabkan ongkos produksi bioetanol dari substrat yang berasal dari sirup
glukosa menjadi mahal dan boros energi
Salah satu usaha untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan
efisiensi waktu produksi etanol dari pati sagu dapat dilakukan dengan
mengganti substrat sirup glukosa dengan sirup dekstrin Sirup dekstrin
merupakan hasil liquifikasi pati sagu yang juga merupakan produk antara pada
proses pembuatan sirup glukosa
Pada penelitian ini dilakukan proses fermentasi pada sirup dekstrin
menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Saat
fermentasi dilakukan juga rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi dengan
harapan akan terbentuk etanol dalam jumlah yang lebih banyak selama
fermentasi berlangsung
3
B TUJUAN
Tujuan umum yang mendasari diadakannya penelitian ini adalah untuk
melihat potensi pembuatan bioetanol dari sirup dekstrin yang berasal dari pati
sagu sebagai bahan baku Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi pemilihan
laju aerasi dan konsentrasi gula substrat berdasarkan jumlah biomassa tertinggi
yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap parameter fermentasi lainnya (sisa
total gula dan pH) Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui
pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap kadar
etanol yang dihasilkan jumlah biomassa sisa total gula dan pH
4
II TINJAUAN PUSTAKA
A PATI SAGU
Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan
bahan makanan Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu
dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional Pati berbentuk butiran
atau granula yang berwarna putih mengkilat tidak berbau dan tidak mempunyai
rasa Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 14 α-glukosa
Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai
karbonnya (Haryato dan Pangloli 1992)
Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp) dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu
Karakterisasi Komposisi ()
Kadar Pati
sect Amilosa
sect Amilopektin
Kadar Serat
Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Lemak
Kadar Protein
8213
2775
7225
001
576
012
036
038
Sumber Hartoto et al (2005)
Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam
umumnya berbentuk bola atau elips Pati sagu berbentuk elips (prolate
ellipsoidal) mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar
daripada pati serealia Pati sagu mengandung sekitar 27 amilosa dan sekitar 73
amilopektin Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu
sendiri Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering kurang lekat
dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et
al 1986)
5
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati
terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut
disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa
mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan
amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5
dari berat total (Winarno 1997)
B SIRUP DEKSTRIN
Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan
menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi
dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan
larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik
oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga
dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-
amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam
dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-
14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik
tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang
yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase
umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus
oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar
6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum
pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)
Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang
memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06
kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-
amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama
Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas
Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen
dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton
pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang
6
dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada
kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)
C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang
memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya
dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik
Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk
lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif
anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar
dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila
tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses
fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)
Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir
yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil
samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas
fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam
suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1
Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)
Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia
dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi
7
Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di
dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri
fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber
karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar
menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen
(Fardiaz 1988)
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang
biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu
menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal
klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan
morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari
industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus
merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada
klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk
membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan
Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan
Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)
D FERMENTASI
Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula
melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya
dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol
yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH
8
Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme
Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan
adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon
banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino
peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan
unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari
gula
Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk
pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk
CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan
fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume
Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir
yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)
Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa
khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi
aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena
tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan
yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar
dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara
pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi
respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel
karbondioksida dan air
Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk
khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir
yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi
pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif
dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih
singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan
khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat
9
diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat
digunakan natrium benzoat
Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-
72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol
adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan
gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi
molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan
Gay Lussac sebagai berikut
C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2
(gula) (etanol) (karbondioksida)
Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula
diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi
hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada
kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol
yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan
kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi
kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang
dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat
Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui
jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi
fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat
reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-
reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi
glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P
kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2
molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-
P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat
kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder
Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian
mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan
akseptor fosfat ADP membentuk ATP
Gambar 3 Embden
Selanjutnya 3-P
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
gliseraldehid
gliseraldehid
13-bifosfo gliserat
3-fosfo gliserat
2-fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
piruvat
dekarboksilase
Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007
P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
Glukosa
glukosa-6-fosfat
fruktosa-6-fosfat
fruktosa-16-bifosfat
gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat
gliseraldehid-3-fosfat
bifosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
asetaldehid etanol
heksokinase
fosfoglukosa isomerase
fosfofrukto kinase
aldolase
triose fosfat isomerase
gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
fosfogliserat kinase
fosfogliserat mutase
enolase
piruvat kinase
piruvat dekarboksilase
alkohol dehidrogenase
10
Diwan 2007)
asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
triose fosfat isomerase
11
dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang
kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol
Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk
diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi
khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan
Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10
(vv)
Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat
makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan
mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi
komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan
faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada
kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika
konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan
terhambat (Casida 1968)
Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan
adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia
kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian
yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas
limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus
dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)
Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi
diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan
ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber
organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step
liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen
anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat
Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk
fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan
amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga
yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA
12
E KINETIKA FERMENTASI
Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa
sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan
kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari
perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa
karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik
metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)
Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi
sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah
pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi
penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung
Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti
pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak
inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi
pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan
sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag
tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan
(Moat1988)
Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah
secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase
eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi
sementara metabolik dihasilkan
Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk
penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner
konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase
kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey
dan Olis 1991)
Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut
13
dx = μx-αx dt
Keterangan
x konsentrasi sel
t waktu fermentasi
μ laju pertumbuhan spesifik
α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan
Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga
α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi
dx= μx dt
Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel
pada suatu selang waktu tertentu adalah
x1intx2 dx = t1intt2μ dt x
akan diperoleh persamaan
ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t
laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada
kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi
pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik
yang menghambat pertumbuhan masih rendah
Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber
karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat
menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan
koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan
yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan
pertumbuhan sel adalah sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala
yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk
menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut
digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi
14
III METODOLOGI
A BAHAN DAN ALAT
1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven
inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator
tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer
sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur
pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol
kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat
dilihat pada Gambar 4
Sumbat Karet
Bioreaktor (500 ml)
Sumbat Kapas(Udara Keluar)
Air Steril
Pompa Udara
Udara Masuk
Sparger
SamplingValve
Flowmeter
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor
2 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu
yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-
IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di
15
antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH
dan CaCO3
Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa
glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk
analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator
kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan
larutan fenol
B METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan
penelitian utama
1 Persiapan Bahan
a Karakterisasi Pati Sagu
Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu
menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada
Lampiran 1
b Pembuatan Sirup Dekstrin
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara
enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati
menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada
Lampiran 2
c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin
Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap
sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)
d Penyiapan Inokulum
Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media
YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton
dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai
dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-
nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45
16
Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil
untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada
suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer
dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar
Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur
murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum
ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer
ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi
aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm
2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat
Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju
pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var
ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat
fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke
dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan
substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC
selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC
Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya
inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media
Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama
fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi
analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan
penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan
maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat
Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah
perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)
17
30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda
yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan
uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan
flow meter
3 Rekayasa Bioproses
Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik
untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari
penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai
μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil
fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol
dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap
parameter dapat dilihat pada Lampiran 5
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A PERSIAPAN FERMENTASI
Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung
kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa
yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat
dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu
amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang
memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati
sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa
dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi
menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan
Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan
digunakan
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode
enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan
asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan
pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila
menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak
Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu
dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit
gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini
yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol
Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan
total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat
sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam
proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi
total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)
19
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati
sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini
biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai
waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan
rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan
wine (Frazier dan Westhoff 1978)
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK
Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan
perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan
fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus
(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24
30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung
(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup
efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi
Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik
oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi
bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi
C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel
Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob
gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan
sel untuk memperbanyak diri
1 Biomassa
Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat
dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan
20
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6
Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm
Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
21
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk
kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi
substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut
Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan
rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin 1981)
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami
lisis dan mati
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan
pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU (Metroxylon sp) MENGGUNAKAN
METODE AERASI PENUH DAN AERASI DIHENTIKAN
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
DICKA AR RAHIM
F34104121
2009
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU (Metroxylon sp) MENGGUNAKAN
METODE AERASI PENUH DAN AERASI DIHENTIKAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
DICKA AR RAHIM
F34104121
Dilahirkan pada tanggal 5 Mei 1986
Di Jakarta
Tanggal lulus 23 Februari 2009
Menyetujui
Bogor Maret 2009
Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc Dosen Pembimbing
Penulis melakukan Praktek Lapang (PL) dengan topik ldquo
Teknik dan Manajemen Produksi Bioetanol
Palimanan Cirebon Jawa
Pertanian penulis menyelesaikan skripsi dengan judul
Saccharomyces cerevisiae
(Metroxylon sp) Menggunakan Me
bawah bimbingan Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5
Mei 1986 sebagai anak pertama dari empat bersa
dari pasangan Bpk Syafrul Bustamam dan Ibu
Gusti Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMA
78 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi
masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB) Penulis memilih Program
Studi Teknologi Industri Pertanian Departemen
Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi
Pertanian
melakukan Praktek Lapang (PL) dengan topik ldquoMempelajari
Teknik dan Manajemen Produksi Bioetanolrdquo di PT PG Rajawali Unit II
Jawa Barat Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Pertanian penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Produksi Etanol
cerevisiae var ellipsoideus dari Sirup Dekstrin Pati
Menggunakan Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan
bawah bimbingan Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc
pada tanggal 5
bersaudara
dan Ibu Irmiza
A Negeri
dan pada tahun yang sama lulus seleksi
Seleksi Penerimaan
ih Program
Studi Teknologi Industri Pertanian Departemen
Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi
Mempelajari
PG Rajawali Unit II PSA
Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Produksi Etanol oleh
Pati Sagu
hentikan di
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul Produksi Etanol dari Sirup Dekstrin Pati Sagu
(Metroxylon sp) oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Menggunakan
Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan Skripsi ini disusun sabagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Departemen Teknologi Industri
Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan
selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan yang penuh ketulusan baik secara
moril maupun materil dari semua pihak Oleh karena itu dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang turut
membantu dalam penyusunan skripsi ini
Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis haturkan kepada
1 Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc selaku dosen pembimbing atas segala
bimbingan nasehat dan arahan yang telah diberikan kepada penulis
2 Dr Ir Titi Candra Sunarti M Sc dan Drs Purwoko M Si atas masukan
dan saran yang telah diberikan serta berkenan menjadi penguji ujian
skripsi ini
3 Orang tua penulis (Bapak Syafrul Bustamam dan Ibu Irmiza Gusti) dan
seluruh keluarga besar penulis atas doa pengorbanan dukungan dan
semangat yang telah diberikan kepada penulis
4 Rekan-rekanku di laboratorium bioindustri (Yuyun Edy Azhar Hanik
Rita dan Yayan) atas kerjasama dan bantuannya selama ini
5 Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu
persatu
Penulis menyadari masih banyak kekurangan diberbagai sisi baik
penyajian isi maupun penulisan dan penyusunan skripsi ini Oleh sebab itu saran
dan kritik akan menjadi masukan yang terbaik untuk lebih membangun
memperbaiki dan menyempurnakannya untuk saat ini maupun masa mendatang
Semoga segala sesuatu yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi
yang memerlukannya Amiin
Bogor Februari 2009 Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN v
I PENDAHULUAN 1
A LATAR BELAKANG 1
B TUJUAN 3
II TINJAUAN PUSTAKA 4
A PATI SAGU helliphelliphellip 4
B SIRUP DEKSTRIN helliphellip 5
C Saccharomycess cerevisiae var ellipsoideus 6
D FERMENTASI helliphellip 7
E KINETIKA FERMENTASI 12
III METODOLOGI PENELITIAN 14
A BAHAN DAN ALAT 14
B METODE PENELITIAN 15
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 18
A PERSIAPAN FERMENTASI 18
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK 19
C REKAYASA BIOPROSES 27
V KESIMPULAN DAN SARAN 35
A KESIMPULAN 35
B SARAN 35
DAFTAR PUSTAKA 36
LAMPIRAN 41
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu 4
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 26
Tabel 3 Rendemen hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 27
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan 33
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba 6
Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae (a) dan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (b) 7
Gambar 3 Embden Meyerhof-Parnas pathway helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 10
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 14
Gambar 5 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 1 vvm 20
Gambar 6 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 2 vvm 20
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 22
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm 22
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 23
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 24
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama helliphelliphelliphelliphellip 25
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada penelitian lanjutan 28
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphellip 29
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan 30
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian lanjutan 31
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 32
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Sagu Dengan Metode Luff Schroll 40
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu 41
Lampiran 3 Analisis Total Gula Sirup Dekstrin hellip 42
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin 43
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi 44
Lampiran 6 Data Total Biomassa 47
Lampiran 7 Data Kadar Etanol 49
Lampiran 8 Data pH 50
Lampiran 9 Data Total Gula 51
Lampiran 10 Analisis Ragam Kinetika Fermentasi 52
1
I PENDAHULUAN
A LATAR BELAKANG
Permintaan etanol dunia beberapa tahun terakhir ini terus meningkat dan
diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan kembali
digiatkannya pengunaan etanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) Etanol
merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang dapat mensubstitusi
kebutuhan masyarakat Indonesia akan BBM Selain dapat diperbaharui etanol
juga bersifat ramah lingkungan Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun
2025 subtitusi bahan bakar nabati terhadap bahan bakar minyak mencapai 5
(Instruksi presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang pemanfaatan bahan bakar
nabatibiofuel sebagai bahan bakar alternatif) Selain digunakan sebagai bahan
bakar etanol juga banyak digunakan oleh industri kimia kosmetika serta
industri lainnya
Bahan baku yang saat ini banyak digunakan untuk membuat etanol adalah
molasses Namun ketersediaan molasses di Indonesia sangat terbatas sehingga
Indonesia mengimpor molasses dari India Data dari BPS menunjukkan bahwa
impor molasses Indonesia pada tahun 2005 mencapai 52861 ton dengan nilai
8038 juta US$ Sebenarnya Indonesia memiliki sumber bahan baku yang lebih
potensial untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan etanol yaitu sagu
Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah Di dunia diperkirakan terdapat
2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di
Indonesia Sekitar 90 di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia
2006) Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal
Selama ini baru sekitar 10 dari total area sagu nasional yang telah
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri dan pangan Jika dilihat dari
potensi sagu yang tersedia Indonesia setidaknya setiap tahun menyia-nyiakan
sekitar enam juta ton produksi sagu kering yang berpotensi menghasilkan sekitar
tiga juta ton bioetanol (Anonim 2007) Pemanfaatan pati sagu untuk industri
bioetanol diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pembangunan wilayah
2
Indonesia bagian timur yang saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan
daerah lain
Keunggulan utama tanaman sagu dibandingkan dengan tanaman penghasil
karbohidrat lain adalah produktivitasnya yang tinggi Sagu mampu
menghasilkan pati kering 10-25 tonhatahun Produktivitas pati kering padi
hanya 6 tonhatahun sedangkan pati kering jagung hanya 55 tonhatahun
Produktivitas sagu setara dengan tebu namun lebih tinggi dibandingkan dengan
ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering 10-15 tonhatahun
(Sumaryono 2007)
Menurut Akyuni (2004) pati sagu dapat dihidrolisis menjadi hidrolisat pati
sagu berupa sirup glukosa yang memiliki kandungan gula cukup tinggi
sehingga berpotensi dijadikan sebagai sumber karbon pada proses fermentasi
untuk menghasilkan etanol Suyandra (2007) melakukan pemanfaatan pati sagu
untuk produksi etanol Penelitian tersebut menggunakan sirup glukosa yang
berasal dari pati sagu sebagai sumber karbon pada saat fermentasi
Umumnya substrat yang digunakan sebagai sumber karbon pada
fermentasi adalah sirup glukosa Namun untuk memproduksi sirup glukosa
dibutuhkan energi yang cukup besar serta waktu yang lama Hal ini
menyebabkan ongkos produksi bioetanol dari substrat yang berasal dari sirup
glukosa menjadi mahal dan boros energi
Salah satu usaha untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan
efisiensi waktu produksi etanol dari pati sagu dapat dilakukan dengan
mengganti substrat sirup glukosa dengan sirup dekstrin Sirup dekstrin
merupakan hasil liquifikasi pati sagu yang juga merupakan produk antara pada
proses pembuatan sirup glukosa
Pada penelitian ini dilakukan proses fermentasi pada sirup dekstrin
menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Saat
fermentasi dilakukan juga rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi dengan
harapan akan terbentuk etanol dalam jumlah yang lebih banyak selama
fermentasi berlangsung
3
B TUJUAN
Tujuan umum yang mendasari diadakannya penelitian ini adalah untuk
melihat potensi pembuatan bioetanol dari sirup dekstrin yang berasal dari pati
sagu sebagai bahan baku Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi pemilihan
laju aerasi dan konsentrasi gula substrat berdasarkan jumlah biomassa tertinggi
yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap parameter fermentasi lainnya (sisa
total gula dan pH) Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui
pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap kadar
etanol yang dihasilkan jumlah biomassa sisa total gula dan pH
4
II TINJAUAN PUSTAKA
A PATI SAGU
Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan
bahan makanan Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu
dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional Pati berbentuk butiran
atau granula yang berwarna putih mengkilat tidak berbau dan tidak mempunyai
rasa Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 14 α-glukosa
Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai
karbonnya (Haryato dan Pangloli 1992)
Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp) dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu
Karakterisasi Komposisi ()
Kadar Pati
sect Amilosa
sect Amilopektin
Kadar Serat
Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Lemak
Kadar Protein
8213
2775
7225
001
576
012
036
038
Sumber Hartoto et al (2005)
Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam
umumnya berbentuk bola atau elips Pati sagu berbentuk elips (prolate
ellipsoidal) mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar
daripada pati serealia Pati sagu mengandung sekitar 27 amilosa dan sekitar 73
amilopektin Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu
sendiri Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering kurang lekat
dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et
al 1986)
5
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati
terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut
disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa
mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan
amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5
dari berat total (Winarno 1997)
B SIRUP DEKSTRIN
Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan
menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi
dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan
larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik
oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga
dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-
amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam
dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-
14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik
tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang
yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase
umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus
oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar
6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum
pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)
Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang
memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06
kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-
amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama
Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas
Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen
dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton
pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang
6
dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada
kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)
C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang
memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya
dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik
Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk
lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif
anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar
dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila
tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses
fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)
Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir
yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil
samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas
fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam
suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1
Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)
Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia
dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi
7
Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di
dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri
fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber
karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar
menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen
(Fardiaz 1988)
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang
biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu
menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal
klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan
morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari
industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus
merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada
klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk
membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan
Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan
Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)
D FERMENTASI
Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula
melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya
dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol
yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH
8
Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme
Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan
adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon
banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino
peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan
unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari
gula
Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk
pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk
CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan
fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume
Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir
yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)
Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa
khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi
aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena
tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan
yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar
dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara
pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi
respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel
karbondioksida dan air
Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk
khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir
yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi
pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif
dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih
singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan
khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat
9
diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat
digunakan natrium benzoat
Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-
72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol
adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan
gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi
molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan
Gay Lussac sebagai berikut
C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2
(gula) (etanol) (karbondioksida)
Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula
diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi
hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada
kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol
yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan
kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi
kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang
dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat
Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui
jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi
fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat
reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-
reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi
glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P
kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2
molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-
P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat
kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder
Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian
mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan
akseptor fosfat ADP membentuk ATP
Gambar 3 Embden
Selanjutnya 3-P
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
gliseraldehid
gliseraldehid
13-bifosfo gliserat
3-fosfo gliserat
2-fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
piruvat
dekarboksilase
Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007
P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
Glukosa
glukosa-6-fosfat
fruktosa-6-fosfat
fruktosa-16-bifosfat
gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat
gliseraldehid-3-fosfat
bifosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
asetaldehid etanol
heksokinase
fosfoglukosa isomerase
fosfofrukto kinase
aldolase
triose fosfat isomerase
gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
fosfogliserat kinase
fosfogliserat mutase
enolase
piruvat kinase
piruvat dekarboksilase
alkohol dehidrogenase
10
Diwan 2007)
asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
triose fosfat isomerase
11
dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang
kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol
Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk
diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi
khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan
Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10
(vv)
Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat
makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan
mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi
komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan
faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada
kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika
konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan
terhambat (Casida 1968)
Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan
adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia
kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian
yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas
limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus
dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)
Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi
diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan
ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber
organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step
liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen
anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat
Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk
fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan
amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga
yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA
12
E KINETIKA FERMENTASI
Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa
sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan
kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari
perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa
karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik
metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)
Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi
sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah
pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi
penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung
Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti
pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak
inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi
pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan
sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag
tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan
(Moat1988)
Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah
secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase
eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi
sementara metabolik dihasilkan
Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk
penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner
konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase
kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey
dan Olis 1991)
Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut
13
dx = μx-αx dt
Keterangan
x konsentrasi sel
t waktu fermentasi
μ laju pertumbuhan spesifik
α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan
Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga
α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi
dx= μx dt
Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel
pada suatu selang waktu tertentu adalah
x1intx2 dx = t1intt2μ dt x
akan diperoleh persamaan
ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t
laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada
kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi
pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik
yang menghambat pertumbuhan masih rendah
Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber
karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat
menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan
koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan
yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan
pertumbuhan sel adalah sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala
yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk
menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut
digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi
14
III METODOLOGI
A BAHAN DAN ALAT
1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven
inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator
tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer
sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur
pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol
kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat
dilihat pada Gambar 4
Sumbat Karet
Bioreaktor (500 ml)
Sumbat Kapas(Udara Keluar)
Air Steril
Pompa Udara
Udara Masuk
Sparger
SamplingValve
Flowmeter
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor
2 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu
yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-
IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di
15
antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH
dan CaCO3
Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa
glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk
analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator
kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan
larutan fenol
B METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan
penelitian utama
1 Persiapan Bahan
a Karakterisasi Pati Sagu
Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu
menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada
Lampiran 1
b Pembuatan Sirup Dekstrin
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara
enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati
menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada
Lampiran 2
c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin
Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap
sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)
d Penyiapan Inokulum
Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media
YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton
dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai
dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-
nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45
16
Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil
untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada
suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer
dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar
Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur
murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum
ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer
ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi
aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm
2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat
Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju
pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var
ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat
fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke
dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan
substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC
selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC
Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya
inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media
Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama
fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi
analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan
penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan
maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat
Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah
perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)
17
30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda
yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan
uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan
flow meter
3 Rekayasa Bioproses
Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik
untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari
penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai
μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil
fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol
dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap
parameter dapat dilihat pada Lampiran 5
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A PERSIAPAN FERMENTASI
Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung
kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa
yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat
dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu
amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang
memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati
sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa
dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi
menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan
Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan
digunakan
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode
enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan
asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan
pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila
menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak
Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu
dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit
gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini
yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol
Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan
total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat
sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam
proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi
total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)
19
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati
sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini
biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai
waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan
rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan
wine (Frazier dan Westhoff 1978)
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK
Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan
perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan
fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus
(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24
30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung
(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup
efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi
Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik
oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi
bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi
C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel
Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob
gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan
sel untuk memperbanyak diri
1 Biomassa
Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat
dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan
20
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6
Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm
Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
21
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk
kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi
substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut
Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan
rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin 1981)
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami
lisis dan mati
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan
pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU (Metroxylon sp) MENGGUNAKAN
METODE AERASI PENUH DAN AERASI DIHENTIKAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
DICKA AR RAHIM
F34104121
Dilahirkan pada tanggal 5 Mei 1986
Di Jakarta
Tanggal lulus 23 Februari 2009
Menyetujui
Bogor Maret 2009
Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc Dosen Pembimbing
Penulis melakukan Praktek Lapang (PL) dengan topik ldquo
Teknik dan Manajemen Produksi Bioetanol
Palimanan Cirebon Jawa
Pertanian penulis menyelesaikan skripsi dengan judul
Saccharomyces cerevisiae
(Metroxylon sp) Menggunakan Me
bawah bimbingan Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5
Mei 1986 sebagai anak pertama dari empat bersa
dari pasangan Bpk Syafrul Bustamam dan Ibu
Gusti Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMA
78 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi
masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB) Penulis memilih Program
Studi Teknologi Industri Pertanian Departemen
Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi
Pertanian
melakukan Praktek Lapang (PL) dengan topik ldquoMempelajari
Teknik dan Manajemen Produksi Bioetanolrdquo di PT PG Rajawali Unit II
Jawa Barat Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Pertanian penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Produksi Etanol
cerevisiae var ellipsoideus dari Sirup Dekstrin Pati
Menggunakan Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan
bawah bimbingan Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc
pada tanggal 5
bersaudara
dan Ibu Irmiza
A Negeri
dan pada tahun yang sama lulus seleksi
Seleksi Penerimaan
ih Program
Studi Teknologi Industri Pertanian Departemen
Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi
Mempelajari
PG Rajawali Unit II PSA
Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Produksi Etanol oleh
Pati Sagu
hentikan di
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul Produksi Etanol dari Sirup Dekstrin Pati Sagu
(Metroxylon sp) oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Menggunakan
Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan Skripsi ini disusun sabagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Departemen Teknologi Industri
Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan
selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan yang penuh ketulusan baik secara
moril maupun materil dari semua pihak Oleh karena itu dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang turut
membantu dalam penyusunan skripsi ini
Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis haturkan kepada
1 Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc selaku dosen pembimbing atas segala
bimbingan nasehat dan arahan yang telah diberikan kepada penulis
2 Dr Ir Titi Candra Sunarti M Sc dan Drs Purwoko M Si atas masukan
dan saran yang telah diberikan serta berkenan menjadi penguji ujian
skripsi ini
3 Orang tua penulis (Bapak Syafrul Bustamam dan Ibu Irmiza Gusti) dan
seluruh keluarga besar penulis atas doa pengorbanan dukungan dan
semangat yang telah diberikan kepada penulis
4 Rekan-rekanku di laboratorium bioindustri (Yuyun Edy Azhar Hanik
Rita dan Yayan) atas kerjasama dan bantuannya selama ini
5 Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu
persatu
Penulis menyadari masih banyak kekurangan diberbagai sisi baik
penyajian isi maupun penulisan dan penyusunan skripsi ini Oleh sebab itu saran
dan kritik akan menjadi masukan yang terbaik untuk lebih membangun
memperbaiki dan menyempurnakannya untuk saat ini maupun masa mendatang
Semoga segala sesuatu yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi
yang memerlukannya Amiin
Bogor Februari 2009 Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN v
I PENDAHULUAN 1
A LATAR BELAKANG 1
B TUJUAN 3
II TINJAUAN PUSTAKA 4
A PATI SAGU helliphelliphellip 4
B SIRUP DEKSTRIN helliphellip 5
C Saccharomycess cerevisiae var ellipsoideus 6
D FERMENTASI helliphellip 7
E KINETIKA FERMENTASI 12
III METODOLOGI PENELITIAN 14
A BAHAN DAN ALAT 14
B METODE PENELITIAN 15
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 18
A PERSIAPAN FERMENTASI 18
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK 19
C REKAYASA BIOPROSES 27
V KESIMPULAN DAN SARAN 35
A KESIMPULAN 35
B SARAN 35
DAFTAR PUSTAKA 36
LAMPIRAN 41
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu 4
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 26
Tabel 3 Rendemen hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 27
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan 33
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba 6
Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae (a) dan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (b) 7
Gambar 3 Embden Meyerhof-Parnas pathway helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 10
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 14
Gambar 5 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 1 vvm 20
Gambar 6 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 2 vvm 20
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 22
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm 22
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 23
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 24
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama helliphelliphelliphelliphellip 25
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada penelitian lanjutan 28
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphellip 29
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan 30
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian lanjutan 31
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 32
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Sagu Dengan Metode Luff Schroll 40
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu 41
Lampiran 3 Analisis Total Gula Sirup Dekstrin hellip 42
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin 43
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi 44
Lampiran 6 Data Total Biomassa 47
Lampiran 7 Data Kadar Etanol 49
Lampiran 8 Data pH 50
Lampiran 9 Data Total Gula 51
Lampiran 10 Analisis Ragam Kinetika Fermentasi 52
1
I PENDAHULUAN
A LATAR BELAKANG
Permintaan etanol dunia beberapa tahun terakhir ini terus meningkat dan
diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan kembali
digiatkannya pengunaan etanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) Etanol
merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang dapat mensubstitusi
kebutuhan masyarakat Indonesia akan BBM Selain dapat diperbaharui etanol
juga bersifat ramah lingkungan Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun
2025 subtitusi bahan bakar nabati terhadap bahan bakar minyak mencapai 5
(Instruksi presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang pemanfaatan bahan bakar
nabatibiofuel sebagai bahan bakar alternatif) Selain digunakan sebagai bahan
bakar etanol juga banyak digunakan oleh industri kimia kosmetika serta
industri lainnya
Bahan baku yang saat ini banyak digunakan untuk membuat etanol adalah
molasses Namun ketersediaan molasses di Indonesia sangat terbatas sehingga
Indonesia mengimpor molasses dari India Data dari BPS menunjukkan bahwa
impor molasses Indonesia pada tahun 2005 mencapai 52861 ton dengan nilai
8038 juta US$ Sebenarnya Indonesia memiliki sumber bahan baku yang lebih
potensial untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan etanol yaitu sagu
Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah Di dunia diperkirakan terdapat
2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di
Indonesia Sekitar 90 di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia
2006) Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal
Selama ini baru sekitar 10 dari total area sagu nasional yang telah
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri dan pangan Jika dilihat dari
potensi sagu yang tersedia Indonesia setidaknya setiap tahun menyia-nyiakan
sekitar enam juta ton produksi sagu kering yang berpotensi menghasilkan sekitar
tiga juta ton bioetanol (Anonim 2007) Pemanfaatan pati sagu untuk industri
bioetanol diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pembangunan wilayah
2
Indonesia bagian timur yang saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan
daerah lain
Keunggulan utama tanaman sagu dibandingkan dengan tanaman penghasil
karbohidrat lain adalah produktivitasnya yang tinggi Sagu mampu
menghasilkan pati kering 10-25 tonhatahun Produktivitas pati kering padi
hanya 6 tonhatahun sedangkan pati kering jagung hanya 55 tonhatahun
Produktivitas sagu setara dengan tebu namun lebih tinggi dibandingkan dengan
ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering 10-15 tonhatahun
(Sumaryono 2007)
Menurut Akyuni (2004) pati sagu dapat dihidrolisis menjadi hidrolisat pati
sagu berupa sirup glukosa yang memiliki kandungan gula cukup tinggi
sehingga berpotensi dijadikan sebagai sumber karbon pada proses fermentasi
untuk menghasilkan etanol Suyandra (2007) melakukan pemanfaatan pati sagu
untuk produksi etanol Penelitian tersebut menggunakan sirup glukosa yang
berasal dari pati sagu sebagai sumber karbon pada saat fermentasi
Umumnya substrat yang digunakan sebagai sumber karbon pada
fermentasi adalah sirup glukosa Namun untuk memproduksi sirup glukosa
dibutuhkan energi yang cukup besar serta waktu yang lama Hal ini
menyebabkan ongkos produksi bioetanol dari substrat yang berasal dari sirup
glukosa menjadi mahal dan boros energi
Salah satu usaha untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan
efisiensi waktu produksi etanol dari pati sagu dapat dilakukan dengan
mengganti substrat sirup glukosa dengan sirup dekstrin Sirup dekstrin
merupakan hasil liquifikasi pati sagu yang juga merupakan produk antara pada
proses pembuatan sirup glukosa
Pada penelitian ini dilakukan proses fermentasi pada sirup dekstrin
menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Saat
fermentasi dilakukan juga rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi dengan
harapan akan terbentuk etanol dalam jumlah yang lebih banyak selama
fermentasi berlangsung
3
B TUJUAN
Tujuan umum yang mendasari diadakannya penelitian ini adalah untuk
melihat potensi pembuatan bioetanol dari sirup dekstrin yang berasal dari pati
sagu sebagai bahan baku Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi pemilihan
laju aerasi dan konsentrasi gula substrat berdasarkan jumlah biomassa tertinggi
yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap parameter fermentasi lainnya (sisa
total gula dan pH) Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui
pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap kadar
etanol yang dihasilkan jumlah biomassa sisa total gula dan pH
4
II TINJAUAN PUSTAKA
A PATI SAGU
Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan
bahan makanan Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu
dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional Pati berbentuk butiran
atau granula yang berwarna putih mengkilat tidak berbau dan tidak mempunyai
rasa Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 14 α-glukosa
Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai
karbonnya (Haryato dan Pangloli 1992)
Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp) dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu
Karakterisasi Komposisi ()
Kadar Pati
sect Amilosa
sect Amilopektin
Kadar Serat
Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Lemak
Kadar Protein
8213
2775
7225
001
576
012
036
038
Sumber Hartoto et al (2005)
Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam
umumnya berbentuk bola atau elips Pati sagu berbentuk elips (prolate
ellipsoidal) mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar
daripada pati serealia Pati sagu mengandung sekitar 27 amilosa dan sekitar 73
amilopektin Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu
sendiri Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering kurang lekat
dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et
al 1986)
5
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati
terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut
disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa
mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan
amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5
dari berat total (Winarno 1997)
B SIRUP DEKSTRIN
Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan
menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi
dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan
larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik
oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga
dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-
amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam
dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-
14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik
tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang
yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase
umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus
oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar
6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum
pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)
Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang
memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06
kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-
amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama
Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas
Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen
dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton
pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang
6
dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada
kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)
C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang
memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya
dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik
Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk
lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif
anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar
dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila
tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses
fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)
Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir
yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil
samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas
fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam
suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1
Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)
Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia
dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi
7
Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di
dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri
fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber
karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar
menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen
(Fardiaz 1988)
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang
biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu
menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal
klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan
morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari
industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus
merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada
klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk
membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan
Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan
Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)
D FERMENTASI
Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula
melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya
dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol
yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH
8
Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme
Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan
adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon
banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino
peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan
unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari
gula
Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk
pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk
CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan
fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume
Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir
yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)
Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa
khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi
aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena
tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan
yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar
dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara
pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi
respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel
karbondioksida dan air
Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk
khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir
yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi
pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif
dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih
singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan
khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat
9
diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat
digunakan natrium benzoat
Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-
72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol
adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan
gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi
molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan
Gay Lussac sebagai berikut
C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2
(gula) (etanol) (karbondioksida)
Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula
diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi
hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada
kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol
yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan
kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi
kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang
dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat
Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui
jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi
fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat
reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-
reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi
glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P
kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2
molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-
P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat
kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder
Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian
mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan
akseptor fosfat ADP membentuk ATP
Gambar 3 Embden
Selanjutnya 3-P
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
gliseraldehid
gliseraldehid
13-bifosfo gliserat
3-fosfo gliserat
2-fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
piruvat
dekarboksilase
Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007
P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
Glukosa
glukosa-6-fosfat
fruktosa-6-fosfat
fruktosa-16-bifosfat
gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat
gliseraldehid-3-fosfat
bifosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
asetaldehid etanol
heksokinase
fosfoglukosa isomerase
fosfofrukto kinase
aldolase
triose fosfat isomerase
gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
fosfogliserat kinase
fosfogliserat mutase
enolase
piruvat kinase
piruvat dekarboksilase
alkohol dehidrogenase
10
Diwan 2007)
asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
triose fosfat isomerase
11
dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang
kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol
Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk
diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi
khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan
Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10
(vv)
Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat
makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan
mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi
komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan
faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada
kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika
konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan
terhambat (Casida 1968)
Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan
adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia
kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian
yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas
limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus
dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)
Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi
diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan
ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber
organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step
liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen
anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat
Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk
fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan
amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga
yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA
12
E KINETIKA FERMENTASI
Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa
sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan
kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari
perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa
karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik
metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)
Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi
sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah
pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi
penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung
Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti
pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak
inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi
pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan
sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag
tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan
(Moat1988)
Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah
secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase
eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi
sementara metabolik dihasilkan
Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk
penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner
konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase
kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey
dan Olis 1991)
Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut
13
dx = μx-αx dt
Keterangan
x konsentrasi sel
t waktu fermentasi
μ laju pertumbuhan spesifik
α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan
Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga
α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi
dx= μx dt
Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel
pada suatu selang waktu tertentu adalah
x1intx2 dx = t1intt2μ dt x
akan diperoleh persamaan
ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t
laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada
kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi
pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik
yang menghambat pertumbuhan masih rendah
Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber
karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat
menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan
koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan
yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan
pertumbuhan sel adalah sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala
yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk
menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut
digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi
14
III METODOLOGI
A BAHAN DAN ALAT
1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven
inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator
tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer
sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur
pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol
kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat
dilihat pada Gambar 4
Sumbat Karet
Bioreaktor (500 ml)
Sumbat Kapas(Udara Keluar)
Air Steril
Pompa Udara
Udara Masuk
Sparger
SamplingValve
Flowmeter
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor
2 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu
yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-
IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di
15
antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH
dan CaCO3
Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa
glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk
analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator
kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan
larutan fenol
B METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan
penelitian utama
1 Persiapan Bahan
a Karakterisasi Pati Sagu
Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu
menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada
Lampiran 1
b Pembuatan Sirup Dekstrin
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara
enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati
menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada
Lampiran 2
c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin
Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap
sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)
d Penyiapan Inokulum
Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media
YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton
dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai
dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-
nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45
16
Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil
untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada
suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer
dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar
Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur
murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum
ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer
ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi
aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm
2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat
Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju
pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var
ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat
fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke
dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan
substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC
selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC
Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya
inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media
Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama
fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi
analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan
penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan
maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat
Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah
perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)
17
30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda
yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan
uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan
flow meter
3 Rekayasa Bioproses
Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik
untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari
penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai
μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil
fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol
dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap
parameter dapat dilihat pada Lampiran 5
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A PERSIAPAN FERMENTASI
Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung
kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa
yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat
dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu
amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang
memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati
sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa
dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi
menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan
Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan
digunakan
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode
enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan
asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan
pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila
menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak
Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu
dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit
gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini
yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol
Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan
total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat
sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam
proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi
total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)
19
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati
sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini
biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai
waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan
rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan
wine (Frazier dan Westhoff 1978)
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK
Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan
perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan
fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus
(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24
30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung
(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup
efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi
Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik
oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi
bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi
C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel
Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob
gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan
sel untuk memperbanyak diri
1 Biomassa
Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat
dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan
20
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6
Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm
Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
21
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk
kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi
substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut
Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan
rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin 1981)
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami
lisis dan mati
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan
pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
Penulis melakukan Praktek Lapang (PL) dengan topik ldquo
Teknik dan Manajemen Produksi Bioetanol
Palimanan Cirebon Jawa
Pertanian penulis menyelesaikan skripsi dengan judul
Saccharomyces cerevisiae
(Metroxylon sp) Menggunakan Me
bawah bimbingan Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5
Mei 1986 sebagai anak pertama dari empat bersa
dari pasangan Bpk Syafrul Bustamam dan Ibu
Gusti Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMA
78 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi
masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB) Penulis memilih Program
Studi Teknologi Industri Pertanian Departemen
Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi
Pertanian
melakukan Praktek Lapang (PL) dengan topik ldquoMempelajari
Teknik dan Manajemen Produksi Bioetanolrdquo di PT PG Rajawali Unit II
Jawa Barat Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Pertanian penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Produksi Etanol
cerevisiae var ellipsoideus dari Sirup Dekstrin Pati
Menggunakan Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan
bawah bimbingan Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc
pada tanggal 5
bersaudara
dan Ibu Irmiza
A Negeri
dan pada tahun yang sama lulus seleksi
Seleksi Penerimaan
ih Program
Studi Teknologi Industri Pertanian Departemen
Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi
Mempelajari
PG Rajawali Unit II PSA
Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Produksi Etanol oleh
Pati Sagu
hentikan di
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul Produksi Etanol dari Sirup Dekstrin Pati Sagu
(Metroxylon sp) oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Menggunakan
Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan Skripsi ini disusun sabagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Departemen Teknologi Industri
Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan
selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan yang penuh ketulusan baik secara
moril maupun materil dari semua pihak Oleh karena itu dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang turut
membantu dalam penyusunan skripsi ini
Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis haturkan kepada
1 Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc selaku dosen pembimbing atas segala
bimbingan nasehat dan arahan yang telah diberikan kepada penulis
2 Dr Ir Titi Candra Sunarti M Sc dan Drs Purwoko M Si atas masukan
dan saran yang telah diberikan serta berkenan menjadi penguji ujian
skripsi ini
3 Orang tua penulis (Bapak Syafrul Bustamam dan Ibu Irmiza Gusti) dan
seluruh keluarga besar penulis atas doa pengorbanan dukungan dan
semangat yang telah diberikan kepada penulis
4 Rekan-rekanku di laboratorium bioindustri (Yuyun Edy Azhar Hanik
Rita dan Yayan) atas kerjasama dan bantuannya selama ini
5 Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu
persatu
Penulis menyadari masih banyak kekurangan diberbagai sisi baik
penyajian isi maupun penulisan dan penyusunan skripsi ini Oleh sebab itu saran
dan kritik akan menjadi masukan yang terbaik untuk lebih membangun
memperbaiki dan menyempurnakannya untuk saat ini maupun masa mendatang
Semoga segala sesuatu yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi
yang memerlukannya Amiin
Bogor Februari 2009 Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN v
I PENDAHULUAN 1
A LATAR BELAKANG 1
B TUJUAN 3
II TINJAUAN PUSTAKA 4
A PATI SAGU helliphelliphellip 4
B SIRUP DEKSTRIN helliphellip 5
C Saccharomycess cerevisiae var ellipsoideus 6
D FERMENTASI helliphellip 7
E KINETIKA FERMENTASI 12
III METODOLOGI PENELITIAN 14
A BAHAN DAN ALAT 14
B METODE PENELITIAN 15
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 18
A PERSIAPAN FERMENTASI 18
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK 19
C REKAYASA BIOPROSES 27
V KESIMPULAN DAN SARAN 35
A KESIMPULAN 35
B SARAN 35
DAFTAR PUSTAKA 36
LAMPIRAN 41
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu 4
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 26
Tabel 3 Rendemen hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 27
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan 33
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba 6
Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae (a) dan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (b) 7
Gambar 3 Embden Meyerhof-Parnas pathway helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 10
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 14
Gambar 5 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 1 vvm 20
Gambar 6 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 2 vvm 20
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 22
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm 22
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 23
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 24
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama helliphelliphelliphelliphellip 25
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada penelitian lanjutan 28
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphellip 29
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan 30
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian lanjutan 31
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 32
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Sagu Dengan Metode Luff Schroll 40
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu 41
Lampiran 3 Analisis Total Gula Sirup Dekstrin hellip 42
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin 43
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi 44
Lampiran 6 Data Total Biomassa 47
Lampiran 7 Data Kadar Etanol 49
Lampiran 8 Data pH 50
Lampiran 9 Data Total Gula 51
Lampiran 10 Analisis Ragam Kinetika Fermentasi 52
1
I PENDAHULUAN
A LATAR BELAKANG
Permintaan etanol dunia beberapa tahun terakhir ini terus meningkat dan
diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan kembali
digiatkannya pengunaan etanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) Etanol
merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang dapat mensubstitusi
kebutuhan masyarakat Indonesia akan BBM Selain dapat diperbaharui etanol
juga bersifat ramah lingkungan Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun
2025 subtitusi bahan bakar nabati terhadap bahan bakar minyak mencapai 5
(Instruksi presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang pemanfaatan bahan bakar
nabatibiofuel sebagai bahan bakar alternatif) Selain digunakan sebagai bahan
bakar etanol juga banyak digunakan oleh industri kimia kosmetika serta
industri lainnya
Bahan baku yang saat ini banyak digunakan untuk membuat etanol adalah
molasses Namun ketersediaan molasses di Indonesia sangat terbatas sehingga
Indonesia mengimpor molasses dari India Data dari BPS menunjukkan bahwa
impor molasses Indonesia pada tahun 2005 mencapai 52861 ton dengan nilai
8038 juta US$ Sebenarnya Indonesia memiliki sumber bahan baku yang lebih
potensial untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan etanol yaitu sagu
Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah Di dunia diperkirakan terdapat
2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di
Indonesia Sekitar 90 di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia
2006) Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal
Selama ini baru sekitar 10 dari total area sagu nasional yang telah
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri dan pangan Jika dilihat dari
potensi sagu yang tersedia Indonesia setidaknya setiap tahun menyia-nyiakan
sekitar enam juta ton produksi sagu kering yang berpotensi menghasilkan sekitar
tiga juta ton bioetanol (Anonim 2007) Pemanfaatan pati sagu untuk industri
bioetanol diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pembangunan wilayah
2
Indonesia bagian timur yang saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan
daerah lain
Keunggulan utama tanaman sagu dibandingkan dengan tanaman penghasil
karbohidrat lain adalah produktivitasnya yang tinggi Sagu mampu
menghasilkan pati kering 10-25 tonhatahun Produktivitas pati kering padi
hanya 6 tonhatahun sedangkan pati kering jagung hanya 55 tonhatahun
Produktivitas sagu setara dengan tebu namun lebih tinggi dibandingkan dengan
ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering 10-15 tonhatahun
(Sumaryono 2007)
Menurut Akyuni (2004) pati sagu dapat dihidrolisis menjadi hidrolisat pati
sagu berupa sirup glukosa yang memiliki kandungan gula cukup tinggi
sehingga berpotensi dijadikan sebagai sumber karbon pada proses fermentasi
untuk menghasilkan etanol Suyandra (2007) melakukan pemanfaatan pati sagu
untuk produksi etanol Penelitian tersebut menggunakan sirup glukosa yang
berasal dari pati sagu sebagai sumber karbon pada saat fermentasi
Umumnya substrat yang digunakan sebagai sumber karbon pada
fermentasi adalah sirup glukosa Namun untuk memproduksi sirup glukosa
dibutuhkan energi yang cukup besar serta waktu yang lama Hal ini
menyebabkan ongkos produksi bioetanol dari substrat yang berasal dari sirup
glukosa menjadi mahal dan boros energi
Salah satu usaha untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan
efisiensi waktu produksi etanol dari pati sagu dapat dilakukan dengan
mengganti substrat sirup glukosa dengan sirup dekstrin Sirup dekstrin
merupakan hasil liquifikasi pati sagu yang juga merupakan produk antara pada
proses pembuatan sirup glukosa
Pada penelitian ini dilakukan proses fermentasi pada sirup dekstrin
menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Saat
fermentasi dilakukan juga rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi dengan
harapan akan terbentuk etanol dalam jumlah yang lebih banyak selama
fermentasi berlangsung
3
B TUJUAN
Tujuan umum yang mendasari diadakannya penelitian ini adalah untuk
melihat potensi pembuatan bioetanol dari sirup dekstrin yang berasal dari pati
sagu sebagai bahan baku Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi pemilihan
laju aerasi dan konsentrasi gula substrat berdasarkan jumlah biomassa tertinggi
yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap parameter fermentasi lainnya (sisa
total gula dan pH) Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui
pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap kadar
etanol yang dihasilkan jumlah biomassa sisa total gula dan pH
4
II TINJAUAN PUSTAKA
A PATI SAGU
Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan
bahan makanan Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu
dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional Pati berbentuk butiran
atau granula yang berwarna putih mengkilat tidak berbau dan tidak mempunyai
rasa Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 14 α-glukosa
Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai
karbonnya (Haryato dan Pangloli 1992)
Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp) dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu
Karakterisasi Komposisi ()
Kadar Pati
sect Amilosa
sect Amilopektin
Kadar Serat
Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Lemak
Kadar Protein
8213
2775
7225
001
576
012
036
038
Sumber Hartoto et al (2005)
Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam
umumnya berbentuk bola atau elips Pati sagu berbentuk elips (prolate
ellipsoidal) mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar
daripada pati serealia Pati sagu mengandung sekitar 27 amilosa dan sekitar 73
amilopektin Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu
sendiri Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering kurang lekat
dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et
al 1986)
5
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati
terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut
disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa
mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan
amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5
dari berat total (Winarno 1997)
B SIRUP DEKSTRIN
Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan
menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi
dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan
larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik
oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga
dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-
amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam
dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-
14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik
tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang
yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase
umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus
oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar
6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum
pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)
Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang
memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06
kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-
amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama
Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas
Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen
dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton
pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang
6
dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada
kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)
C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang
memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya
dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik
Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk
lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif
anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar
dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila
tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses
fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)
Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir
yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil
samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas
fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam
suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1
Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)
Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia
dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi
7
Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di
dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri
fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber
karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar
menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen
(Fardiaz 1988)
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang
biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu
menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal
klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan
morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari
industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus
merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada
klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk
membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan
Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan
Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)
D FERMENTASI
Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula
melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya
dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol
yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH
8
Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme
Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan
adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon
banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino
peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan
unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari
gula
Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk
pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk
CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan
fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume
Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir
yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)
Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa
khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi
aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena
tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan
yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar
dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara
pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi
respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel
karbondioksida dan air
Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk
khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir
yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi
pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif
dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih
singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan
khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat
9
diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat
digunakan natrium benzoat
Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-
72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol
adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan
gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi
molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan
Gay Lussac sebagai berikut
C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2
(gula) (etanol) (karbondioksida)
Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula
diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi
hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada
kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol
yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan
kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi
kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang
dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat
Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui
jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi
fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat
reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-
reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi
glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P
kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2
molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-
P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat
kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder
Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian
mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan
akseptor fosfat ADP membentuk ATP
Gambar 3 Embden
Selanjutnya 3-P
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
gliseraldehid
gliseraldehid
13-bifosfo gliserat
3-fosfo gliserat
2-fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
piruvat
dekarboksilase
Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007
P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
Glukosa
glukosa-6-fosfat
fruktosa-6-fosfat
fruktosa-16-bifosfat
gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat
gliseraldehid-3-fosfat
bifosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
asetaldehid etanol
heksokinase
fosfoglukosa isomerase
fosfofrukto kinase
aldolase
triose fosfat isomerase
gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
fosfogliserat kinase
fosfogliserat mutase
enolase
piruvat kinase
piruvat dekarboksilase
alkohol dehidrogenase
10
Diwan 2007)
asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
triose fosfat isomerase
11
dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang
kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol
Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk
diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi
khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan
Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10
(vv)
Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat
makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan
mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi
komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan
faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada
kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika
konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan
terhambat (Casida 1968)
Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan
adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia
kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian
yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas
limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus
dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)
Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi
diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan
ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber
organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step
liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen
anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat
Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk
fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan
amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga
yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA
12
E KINETIKA FERMENTASI
Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa
sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan
kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari
perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa
karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik
metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)
Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi
sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah
pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi
penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung
Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti
pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak
inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi
pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan
sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag
tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan
(Moat1988)
Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah
secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase
eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi
sementara metabolik dihasilkan
Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk
penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner
konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase
kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey
dan Olis 1991)
Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut
13
dx = μx-αx dt
Keterangan
x konsentrasi sel
t waktu fermentasi
μ laju pertumbuhan spesifik
α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan
Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga
α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi
dx= μx dt
Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel
pada suatu selang waktu tertentu adalah
x1intx2 dx = t1intt2μ dt x
akan diperoleh persamaan
ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t
laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada
kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi
pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik
yang menghambat pertumbuhan masih rendah
Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber
karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat
menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan
koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan
yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan
pertumbuhan sel adalah sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala
yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk
menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut
digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi
14
III METODOLOGI
A BAHAN DAN ALAT
1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven
inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator
tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer
sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur
pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol
kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat
dilihat pada Gambar 4
Sumbat Karet
Bioreaktor (500 ml)
Sumbat Kapas(Udara Keluar)
Air Steril
Pompa Udara
Udara Masuk
Sparger
SamplingValve
Flowmeter
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor
2 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu
yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-
IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di
15
antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH
dan CaCO3
Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa
glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk
analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator
kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan
larutan fenol
B METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan
penelitian utama
1 Persiapan Bahan
a Karakterisasi Pati Sagu
Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu
menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada
Lampiran 1
b Pembuatan Sirup Dekstrin
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara
enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati
menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada
Lampiran 2
c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin
Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap
sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)
d Penyiapan Inokulum
Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media
YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton
dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai
dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-
nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45
16
Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil
untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada
suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer
dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar
Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur
murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum
ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer
ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi
aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm
2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat
Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju
pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var
ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat
fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke
dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan
substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC
selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC
Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya
inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media
Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama
fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi
analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan
penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan
maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat
Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah
perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)
17
30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda
yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan
uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan
flow meter
3 Rekayasa Bioproses
Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik
untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari
penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai
μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil
fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol
dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap
parameter dapat dilihat pada Lampiran 5
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A PERSIAPAN FERMENTASI
Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung
kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa
yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat
dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu
amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang
memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati
sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa
dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi
menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan
Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan
digunakan
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode
enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan
asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan
pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila
menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak
Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu
dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit
gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini
yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol
Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan
total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat
sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam
proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi
total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)
19
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati
sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini
biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai
waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan
rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan
wine (Frazier dan Westhoff 1978)
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK
Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan
perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan
fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus
(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24
30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung
(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup
efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi
Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik
oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi
bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi
C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel
Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob
gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan
sel untuk memperbanyak diri
1 Biomassa
Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat
dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan
20
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6
Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm
Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
21
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk
kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi
substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut
Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan
rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin 1981)
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami
lisis dan mati
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan
pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul Produksi Etanol dari Sirup Dekstrin Pati Sagu
(Metroxylon sp) oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Menggunakan
Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan Skripsi ini disusun sabagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Departemen Teknologi Industri
Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan
selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan yang penuh ketulusan baik secara
moril maupun materil dari semua pihak Oleh karena itu dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang turut
membantu dalam penyusunan skripsi ini
Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis haturkan kepada
1 Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc selaku dosen pembimbing atas segala
bimbingan nasehat dan arahan yang telah diberikan kepada penulis
2 Dr Ir Titi Candra Sunarti M Sc dan Drs Purwoko M Si atas masukan
dan saran yang telah diberikan serta berkenan menjadi penguji ujian
skripsi ini
3 Orang tua penulis (Bapak Syafrul Bustamam dan Ibu Irmiza Gusti) dan
seluruh keluarga besar penulis atas doa pengorbanan dukungan dan
semangat yang telah diberikan kepada penulis
4 Rekan-rekanku di laboratorium bioindustri (Yuyun Edy Azhar Hanik
Rita dan Yayan) atas kerjasama dan bantuannya selama ini
5 Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu
persatu
Penulis menyadari masih banyak kekurangan diberbagai sisi baik
penyajian isi maupun penulisan dan penyusunan skripsi ini Oleh sebab itu saran
dan kritik akan menjadi masukan yang terbaik untuk lebih membangun
memperbaiki dan menyempurnakannya untuk saat ini maupun masa mendatang
Semoga segala sesuatu yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi
yang memerlukannya Amiin
Bogor Februari 2009 Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN v
I PENDAHULUAN 1
A LATAR BELAKANG 1
B TUJUAN 3
II TINJAUAN PUSTAKA 4
A PATI SAGU helliphelliphellip 4
B SIRUP DEKSTRIN helliphellip 5
C Saccharomycess cerevisiae var ellipsoideus 6
D FERMENTASI helliphellip 7
E KINETIKA FERMENTASI 12
III METODOLOGI PENELITIAN 14
A BAHAN DAN ALAT 14
B METODE PENELITIAN 15
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 18
A PERSIAPAN FERMENTASI 18
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK 19
C REKAYASA BIOPROSES 27
V KESIMPULAN DAN SARAN 35
A KESIMPULAN 35
B SARAN 35
DAFTAR PUSTAKA 36
LAMPIRAN 41
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu 4
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 26
Tabel 3 Rendemen hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 27
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan 33
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba 6
Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae (a) dan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (b) 7
Gambar 3 Embden Meyerhof-Parnas pathway helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 10
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 14
Gambar 5 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 1 vvm 20
Gambar 6 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 2 vvm 20
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 22
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm 22
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 23
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 24
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama helliphelliphelliphelliphellip 25
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada penelitian lanjutan 28
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphellip 29
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan 30
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian lanjutan 31
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 32
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Sagu Dengan Metode Luff Schroll 40
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu 41
Lampiran 3 Analisis Total Gula Sirup Dekstrin hellip 42
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin 43
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi 44
Lampiran 6 Data Total Biomassa 47
Lampiran 7 Data Kadar Etanol 49
Lampiran 8 Data pH 50
Lampiran 9 Data Total Gula 51
Lampiran 10 Analisis Ragam Kinetika Fermentasi 52
1
I PENDAHULUAN
A LATAR BELAKANG
Permintaan etanol dunia beberapa tahun terakhir ini terus meningkat dan
diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan kembali
digiatkannya pengunaan etanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) Etanol
merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang dapat mensubstitusi
kebutuhan masyarakat Indonesia akan BBM Selain dapat diperbaharui etanol
juga bersifat ramah lingkungan Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun
2025 subtitusi bahan bakar nabati terhadap bahan bakar minyak mencapai 5
(Instruksi presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang pemanfaatan bahan bakar
nabatibiofuel sebagai bahan bakar alternatif) Selain digunakan sebagai bahan
bakar etanol juga banyak digunakan oleh industri kimia kosmetika serta
industri lainnya
Bahan baku yang saat ini banyak digunakan untuk membuat etanol adalah
molasses Namun ketersediaan molasses di Indonesia sangat terbatas sehingga
Indonesia mengimpor molasses dari India Data dari BPS menunjukkan bahwa
impor molasses Indonesia pada tahun 2005 mencapai 52861 ton dengan nilai
8038 juta US$ Sebenarnya Indonesia memiliki sumber bahan baku yang lebih
potensial untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan etanol yaitu sagu
Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah Di dunia diperkirakan terdapat
2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di
Indonesia Sekitar 90 di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia
2006) Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal
Selama ini baru sekitar 10 dari total area sagu nasional yang telah
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri dan pangan Jika dilihat dari
potensi sagu yang tersedia Indonesia setidaknya setiap tahun menyia-nyiakan
sekitar enam juta ton produksi sagu kering yang berpotensi menghasilkan sekitar
tiga juta ton bioetanol (Anonim 2007) Pemanfaatan pati sagu untuk industri
bioetanol diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pembangunan wilayah
2
Indonesia bagian timur yang saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan
daerah lain
Keunggulan utama tanaman sagu dibandingkan dengan tanaman penghasil
karbohidrat lain adalah produktivitasnya yang tinggi Sagu mampu
menghasilkan pati kering 10-25 tonhatahun Produktivitas pati kering padi
hanya 6 tonhatahun sedangkan pati kering jagung hanya 55 tonhatahun
Produktivitas sagu setara dengan tebu namun lebih tinggi dibandingkan dengan
ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering 10-15 tonhatahun
(Sumaryono 2007)
Menurut Akyuni (2004) pati sagu dapat dihidrolisis menjadi hidrolisat pati
sagu berupa sirup glukosa yang memiliki kandungan gula cukup tinggi
sehingga berpotensi dijadikan sebagai sumber karbon pada proses fermentasi
untuk menghasilkan etanol Suyandra (2007) melakukan pemanfaatan pati sagu
untuk produksi etanol Penelitian tersebut menggunakan sirup glukosa yang
berasal dari pati sagu sebagai sumber karbon pada saat fermentasi
Umumnya substrat yang digunakan sebagai sumber karbon pada
fermentasi adalah sirup glukosa Namun untuk memproduksi sirup glukosa
dibutuhkan energi yang cukup besar serta waktu yang lama Hal ini
menyebabkan ongkos produksi bioetanol dari substrat yang berasal dari sirup
glukosa menjadi mahal dan boros energi
Salah satu usaha untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan
efisiensi waktu produksi etanol dari pati sagu dapat dilakukan dengan
mengganti substrat sirup glukosa dengan sirup dekstrin Sirup dekstrin
merupakan hasil liquifikasi pati sagu yang juga merupakan produk antara pada
proses pembuatan sirup glukosa
Pada penelitian ini dilakukan proses fermentasi pada sirup dekstrin
menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Saat
fermentasi dilakukan juga rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi dengan
harapan akan terbentuk etanol dalam jumlah yang lebih banyak selama
fermentasi berlangsung
3
B TUJUAN
Tujuan umum yang mendasari diadakannya penelitian ini adalah untuk
melihat potensi pembuatan bioetanol dari sirup dekstrin yang berasal dari pati
sagu sebagai bahan baku Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi pemilihan
laju aerasi dan konsentrasi gula substrat berdasarkan jumlah biomassa tertinggi
yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap parameter fermentasi lainnya (sisa
total gula dan pH) Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui
pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap kadar
etanol yang dihasilkan jumlah biomassa sisa total gula dan pH
4
II TINJAUAN PUSTAKA
A PATI SAGU
Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan
bahan makanan Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu
dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional Pati berbentuk butiran
atau granula yang berwarna putih mengkilat tidak berbau dan tidak mempunyai
rasa Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 14 α-glukosa
Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai
karbonnya (Haryato dan Pangloli 1992)
Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp) dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu
Karakterisasi Komposisi ()
Kadar Pati
sect Amilosa
sect Amilopektin
Kadar Serat
Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Lemak
Kadar Protein
8213
2775
7225
001
576
012
036
038
Sumber Hartoto et al (2005)
Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam
umumnya berbentuk bola atau elips Pati sagu berbentuk elips (prolate
ellipsoidal) mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar
daripada pati serealia Pati sagu mengandung sekitar 27 amilosa dan sekitar 73
amilopektin Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu
sendiri Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering kurang lekat
dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et
al 1986)
5
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati
terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut
disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa
mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan
amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5
dari berat total (Winarno 1997)
B SIRUP DEKSTRIN
Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan
menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi
dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan
larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik
oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga
dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-
amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam
dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-
14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik
tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang
yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase
umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus
oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar
6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum
pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)
Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang
memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06
kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-
amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama
Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas
Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen
dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton
pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang
6
dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada
kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)
C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang
memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya
dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik
Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk
lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif
anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar
dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila
tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses
fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)
Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir
yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil
samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas
fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam
suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1
Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)
Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia
dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi
7
Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di
dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri
fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber
karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar
menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen
(Fardiaz 1988)
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang
biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu
menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal
klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan
morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari
industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus
merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada
klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk
membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan
Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan
Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)
D FERMENTASI
Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula
melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya
dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol
yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH
8
Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme
Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan
adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon
banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino
peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan
unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari
gula
Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk
pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk
CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan
fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume
Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir
yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)
Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa
khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi
aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena
tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan
yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar
dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara
pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi
respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel
karbondioksida dan air
Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk
khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir
yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi
pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif
dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih
singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan
khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat
9
diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat
digunakan natrium benzoat
Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-
72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol
adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan
gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi
molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan
Gay Lussac sebagai berikut
C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2
(gula) (etanol) (karbondioksida)
Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula
diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi
hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada
kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol
yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan
kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi
kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang
dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat
Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui
jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi
fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat
reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-
reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi
glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P
kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2
molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-
P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat
kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder
Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian
mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan
akseptor fosfat ADP membentuk ATP
Gambar 3 Embden
Selanjutnya 3-P
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
gliseraldehid
gliseraldehid
13-bifosfo gliserat
3-fosfo gliserat
2-fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
piruvat
dekarboksilase
Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007
P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
Glukosa
glukosa-6-fosfat
fruktosa-6-fosfat
fruktosa-16-bifosfat
gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat
gliseraldehid-3-fosfat
bifosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
asetaldehid etanol
heksokinase
fosfoglukosa isomerase
fosfofrukto kinase
aldolase
triose fosfat isomerase
gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
fosfogliserat kinase
fosfogliserat mutase
enolase
piruvat kinase
piruvat dekarboksilase
alkohol dehidrogenase
10
Diwan 2007)
asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
triose fosfat isomerase
11
dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang
kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol
Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk
diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi
khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan
Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10
(vv)
Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat
makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan
mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi
komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan
faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada
kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika
konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan
terhambat (Casida 1968)
Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan
adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia
kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian
yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas
limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus
dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)
Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi
diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan
ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber
organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step
liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen
anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat
Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk
fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan
amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga
yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA
12
E KINETIKA FERMENTASI
Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa
sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan
kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari
perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa
karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik
metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)
Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi
sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah
pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi
penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung
Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti
pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak
inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi
pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan
sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag
tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan
(Moat1988)
Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah
secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase
eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi
sementara metabolik dihasilkan
Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk
penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner
konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase
kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey
dan Olis 1991)
Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut
13
dx = μx-αx dt
Keterangan
x konsentrasi sel
t waktu fermentasi
μ laju pertumbuhan spesifik
α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan
Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga
α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi
dx= μx dt
Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel
pada suatu selang waktu tertentu adalah
x1intx2 dx = t1intt2μ dt x
akan diperoleh persamaan
ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t
laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada
kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi
pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik
yang menghambat pertumbuhan masih rendah
Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber
karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat
menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan
koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan
yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan
pertumbuhan sel adalah sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala
yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk
menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut
digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi
14
III METODOLOGI
A BAHAN DAN ALAT
1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven
inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator
tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer
sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur
pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol
kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat
dilihat pada Gambar 4
Sumbat Karet
Bioreaktor (500 ml)
Sumbat Kapas(Udara Keluar)
Air Steril
Pompa Udara
Udara Masuk
Sparger
SamplingValve
Flowmeter
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor
2 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu
yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-
IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di
15
antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH
dan CaCO3
Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa
glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk
analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator
kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan
larutan fenol
B METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan
penelitian utama
1 Persiapan Bahan
a Karakterisasi Pati Sagu
Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu
menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada
Lampiran 1
b Pembuatan Sirup Dekstrin
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara
enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati
menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada
Lampiran 2
c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin
Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap
sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)
d Penyiapan Inokulum
Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media
YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton
dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai
dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-
nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45
16
Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil
untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada
suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer
dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar
Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur
murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum
ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer
ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi
aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm
2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat
Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju
pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var
ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat
fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke
dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan
substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC
selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC
Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya
inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media
Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama
fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi
analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan
penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan
maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat
Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah
perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)
17
30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda
yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan
uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan
flow meter
3 Rekayasa Bioproses
Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik
untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari
penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai
μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil
fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol
dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap
parameter dapat dilihat pada Lampiran 5
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A PERSIAPAN FERMENTASI
Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung
kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa
yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat
dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu
amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang
memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati
sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa
dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi
menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan
Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan
digunakan
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode
enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan
asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan
pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila
menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak
Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu
dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit
gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini
yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol
Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan
total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat
sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam
proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi
total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)
19
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati
sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini
biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai
waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan
rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan
wine (Frazier dan Westhoff 1978)
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK
Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan
perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan
fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus
(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24
30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung
(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup
efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi
Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik
oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi
bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi
C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel
Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob
gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan
sel untuk memperbanyak diri
1 Biomassa
Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat
dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan
20
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6
Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm
Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
21
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk
kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi
substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut
Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan
rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin 1981)
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami
lisis dan mati
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan
pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN v
I PENDAHULUAN 1
A LATAR BELAKANG 1
B TUJUAN 3
II TINJAUAN PUSTAKA 4
A PATI SAGU helliphelliphellip 4
B SIRUP DEKSTRIN helliphellip 5
C Saccharomycess cerevisiae var ellipsoideus 6
D FERMENTASI helliphellip 7
E KINETIKA FERMENTASI 12
III METODOLOGI PENELITIAN 14
A BAHAN DAN ALAT 14
B METODE PENELITIAN 15
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 18
A PERSIAPAN FERMENTASI 18
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK 19
C REKAYASA BIOPROSES 27
V KESIMPULAN DAN SARAN 35
A KESIMPULAN 35
B SARAN 35
DAFTAR PUSTAKA 36
LAMPIRAN 41
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu 4
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 26
Tabel 3 Rendemen hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 27
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan 33
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba 6
Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae (a) dan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (b) 7
Gambar 3 Embden Meyerhof-Parnas pathway helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 10
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 14
Gambar 5 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 1 vvm 20
Gambar 6 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 2 vvm 20
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 22
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm 22
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 23
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 24
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama helliphelliphelliphelliphellip 25
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada penelitian lanjutan 28
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphellip 29
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan 30
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian lanjutan 31
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 32
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Sagu Dengan Metode Luff Schroll 40
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu 41
Lampiran 3 Analisis Total Gula Sirup Dekstrin hellip 42
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin 43
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi 44
Lampiran 6 Data Total Biomassa 47
Lampiran 7 Data Kadar Etanol 49
Lampiran 8 Data pH 50
Lampiran 9 Data Total Gula 51
Lampiran 10 Analisis Ragam Kinetika Fermentasi 52
1
I PENDAHULUAN
A LATAR BELAKANG
Permintaan etanol dunia beberapa tahun terakhir ini terus meningkat dan
diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan kembali
digiatkannya pengunaan etanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) Etanol
merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang dapat mensubstitusi
kebutuhan masyarakat Indonesia akan BBM Selain dapat diperbaharui etanol
juga bersifat ramah lingkungan Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun
2025 subtitusi bahan bakar nabati terhadap bahan bakar minyak mencapai 5
(Instruksi presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang pemanfaatan bahan bakar
nabatibiofuel sebagai bahan bakar alternatif) Selain digunakan sebagai bahan
bakar etanol juga banyak digunakan oleh industri kimia kosmetika serta
industri lainnya
Bahan baku yang saat ini banyak digunakan untuk membuat etanol adalah
molasses Namun ketersediaan molasses di Indonesia sangat terbatas sehingga
Indonesia mengimpor molasses dari India Data dari BPS menunjukkan bahwa
impor molasses Indonesia pada tahun 2005 mencapai 52861 ton dengan nilai
8038 juta US$ Sebenarnya Indonesia memiliki sumber bahan baku yang lebih
potensial untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan etanol yaitu sagu
Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah Di dunia diperkirakan terdapat
2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di
Indonesia Sekitar 90 di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia
2006) Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal
Selama ini baru sekitar 10 dari total area sagu nasional yang telah
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri dan pangan Jika dilihat dari
potensi sagu yang tersedia Indonesia setidaknya setiap tahun menyia-nyiakan
sekitar enam juta ton produksi sagu kering yang berpotensi menghasilkan sekitar
tiga juta ton bioetanol (Anonim 2007) Pemanfaatan pati sagu untuk industri
bioetanol diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pembangunan wilayah
2
Indonesia bagian timur yang saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan
daerah lain
Keunggulan utama tanaman sagu dibandingkan dengan tanaman penghasil
karbohidrat lain adalah produktivitasnya yang tinggi Sagu mampu
menghasilkan pati kering 10-25 tonhatahun Produktivitas pati kering padi
hanya 6 tonhatahun sedangkan pati kering jagung hanya 55 tonhatahun
Produktivitas sagu setara dengan tebu namun lebih tinggi dibandingkan dengan
ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering 10-15 tonhatahun
(Sumaryono 2007)
Menurut Akyuni (2004) pati sagu dapat dihidrolisis menjadi hidrolisat pati
sagu berupa sirup glukosa yang memiliki kandungan gula cukup tinggi
sehingga berpotensi dijadikan sebagai sumber karbon pada proses fermentasi
untuk menghasilkan etanol Suyandra (2007) melakukan pemanfaatan pati sagu
untuk produksi etanol Penelitian tersebut menggunakan sirup glukosa yang
berasal dari pati sagu sebagai sumber karbon pada saat fermentasi
Umumnya substrat yang digunakan sebagai sumber karbon pada
fermentasi adalah sirup glukosa Namun untuk memproduksi sirup glukosa
dibutuhkan energi yang cukup besar serta waktu yang lama Hal ini
menyebabkan ongkos produksi bioetanol dari substrat yang berasal dari sirup
glukosa menjadi mahal dan boros energi
Salah satu usaha untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan
efisiensi waktu produksi etanol dari pati sagu dapat dilakukan dengan
mengganti substrat sirup glukosa dengan sirup dekstrin Sirup dekstrin
merupakan hasil liquifikasi pati sagu yang juga merupakan produk antara pada
proses pembuatan sirup glukosa
Pada penelitian ini dilakukan proses fermentasi pada sirup dekstrin
menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Saat
fermentasi dilakukan juga rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi dengan
harapan akan terbentuk etanol dalam jumlah yang lebih banyak selama
fermentasi berlangsung
3
B TUJUAN
Tujuan umum yang mendasari diadakannya penelitian ini adalah untuk
melihat potensi pembuatan bioetanol dari sirup dekstrin yang berasal dari pati
sagu sebagai bahan baku Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi pemilihan
laju aerasi dan konsentrasi gula substrat berdasarkan jumlah biomassa tertinggi
yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap parameter fermentasi lainnya (sisa
total gula dan pH) Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui
pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap kadar
etanol yang dihasilkan jumlah biomassa sisa total gula dan pH
4
II TINJAUAN PUSTAKA
A PATI SAGU
Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan
bahan makanan Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu
dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional Pati berbentuk butiran
atau granula yang berwarna putih mengkilat tidak berbau dan tidak mempunyai
rasa Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 14 α-glukosa
Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai
karbonnya (Haryato dan Pangloli 1992)
Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp) dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu
Karakterisasi Komposisi ()
Kadar Pati
sect Amilosa
sect Amilopektin
Kadar Serat
Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Lemak
Kadar Protein
8213
2775
7225
001
576
012
036
038
Sumber Hartoto et al (2005)
Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam
umumnya berbentuk bola atau elips Pati sagu berbentuk elips (prolate
ellipsoidal) mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar
daripada pati serealia Pati sagu mengandung sekitar 27 amilosa dan sekitar 73
amilopektin Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu
sendiri Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering kurang lekat
dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et
al 1986)
5
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati
terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut
disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa
mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan
amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5
dari berat total (Winarno 1997)
B SIRUP DEKSTRIN
Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan
menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi
dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan
larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik
oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga
dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-
amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam
dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-
14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik
tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang
yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase
umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus
oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar
6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum
pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)
Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang
memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06
kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-
amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama
Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas
Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen
dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton
pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang
6
dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada
kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)
C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang
memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya
dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik
Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk
lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif
anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar
dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila
tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses
fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)
Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir
yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil
samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas
fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam
suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1
Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)
Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia
dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi
7
Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di
dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri
fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber
karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar
menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen
(Fardiaz 1988)
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang
biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu
menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal
klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan
morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari
industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus
merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada
klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk
membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan
Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan
Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)
D FERMENTASI
Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula
melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya
dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol
yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH
8
Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme
Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan
adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon
banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino
peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan
unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari
gula
Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk
pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk
CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan
fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume
Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir
yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)
Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa
khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi
aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena
tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan
yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar
dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara
pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi
respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel
karbondioksida dan air
Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk
khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir
yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi
pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif
dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih
singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan
khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat
9
diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat
digunakan natrium benzoat
Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-
72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol
adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan
gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi
molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan
Gay Lussac sebagai berikut
C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2
(gula) (etanol) (karbondioksida)
Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula
diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi
hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada
kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol
yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan
kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi
kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang
dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat
Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui
jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi
fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat
reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-
reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi
glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P
kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2
molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-
P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat
kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder
Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian
mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan
akseptor fosfat ADP membentuk ATP
Gambar 3 Embden
Selanjutnya 3-P
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
gliseraldehid
gliseraldehid
13-bifosfo gliserat
3-fosfo gliserat
2-fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
piruvat
dekarboksilase
Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007
P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
Glukosa
glukosa-6-fosfat
fruktosa-6-fosfat
fruktosa-16-bifosfat
gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat
gliseraldehid-3-fosfat
bifosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
asetaldehid etanol
heksokinase
fosfoglukosa isomerase
fosfofrukto kinase
aldolase
triose fosfat isomerase
gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
fosfogliserat kinase
fosfogliserat mutase
enolase
piruvat kinase
piruvat dekarboksilase
alkohol dehidrogenase
10
Diwan 2007)
asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
triose fosfat isomerase
11
dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang
kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol
Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk
diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi
khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan
Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10
(vv)
Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat
makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan
mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi
komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan
faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada
kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika
konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan
terhambat (Casida 1968)
Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan
adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia
kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian
yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas
limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus
dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)
Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi
diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan
ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber
organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step
liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen
anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat
Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk
fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan
amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga
yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA
12
E KINETIKA FERMENTASI
Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa
sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan
kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari
perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa
karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik
metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)
Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi
sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah
pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi
penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung
Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti
pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak
inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi
pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan
sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag
tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan
(Moat1988)
Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah
secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase
eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi
sementara metabolik dihasilkan
Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk
penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner
konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase
kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey
dan Olis 1991)
Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut
13
dx = μx-αx dt
Keterangan
x konsentrasi sel
t waktu fermentasi
μ laju pertumbuhan spesifik
α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan
Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga
α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi
dx= μx dt
Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel
pada suatu selang waktu tertentu adalah
x1intx2 dx = t1intt2μ dt x
akan diperoleh persamaan
ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t
laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada
kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi
pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik
yang menghambat pertumbuhan masih rendah
Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber
karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat
menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan
koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan
yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan
pertumbuhan sel adalah sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala
yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk
menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut
digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi
14
III METODOLOGI
A BAHAN DAN ALAT
1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven
inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator
tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer
sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur
pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol
kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat
dilihat pada Gambar 4
Sumbat Karet
Bioreaktor (500 ml)
Sumbat Kapas(Udara Keluar)
Air Steril
Pompa Udara
Udara Masuk
Sparger
SamplingValve
Flowmeter
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor
2 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu
yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-
IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di
15
antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH
dan CaCO3
Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa
glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk
analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator
kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan
larutan fenol
B METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan
penelitian utama
1 Persiapan Bahan
a Karakterisasi Pati Sagu
Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu
menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada
Lampiran 1
b Pembuatan Sirup Dekstrin
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara
enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati
menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada
Lampiran 2
c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin
Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap
sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)
d Penyiapan Inokulum
Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media
YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton
dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai
dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-
nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45
16
Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil
untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada
suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer
dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar
Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur
murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum
ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer
ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi
aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm
2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat
Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju
pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var
ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat
fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke
dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan
substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC
selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC
Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya
inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media
Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama
fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi
analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan
penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan
maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat
Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah
perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)
17
30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda
yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan
uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan
flow meter
3 Rekayasa Bioproses
Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik
untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari
penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai
μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil
fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol
dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap
parameter dapat dilihat pada Lampiran 5
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A PERSIAPAN FERMENTASI
Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung
kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa
yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat
dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu
amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang
memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati
sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa
dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi
menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan
Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan
digunakan
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode
enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan
asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan
pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila
menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak
Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu
dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit
gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini
yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol
Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan
total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat
sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam
proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi
total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)
19
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati
sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini
biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai
waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan
rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan
wine (Frazier dan Westhoff 1978)
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK
Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan
perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan
fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus
(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24
30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung
(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup
efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi
Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik
oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi
bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi
C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel
Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob
gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan
sel untuk memperbanyak diri
1 Biomassa
Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat
dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan
20
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6
Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm
Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
21
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk
kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi
substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut
Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan
rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin 1981)
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami
lisis dan mati
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan
pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu 4
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 26
Tabel 3 Rendemen hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 27
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan 33
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba 6
Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae (a) dan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (b) 7
Gambar 3 Embden Meyerhof-Parnas pathway helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 10
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 14
Gambar 5 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 1 vvm 20
Gambar 6 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 2 vvm 20
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 22
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm 22
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 23
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 24
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama helliphelliphelliphelliphellip 25
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada penelitian lanjutan 28
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphellip 29
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan 30
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian lanjutan 31
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 32
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Sagu Dengan Metode Luff Schroll 40
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu 41
Lampiran 3 Analisis Total Gula Sirup Dekstrin hellip 42
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin 43
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi 44
Lampiran 6 Data Total Biomassa 47
Lampiran 7 Data Kadar Etanol 49
Lampiran 8 Data pH 50
Lampiran 9 Data Total Gula 51
Lampiran 10 Analisis Ragam Kinetika Fermentasi 52
1
I PENDAHULUAN
A LATAR BELAKANG
Permintaan etanol dunia beberapa tahun terakhir ini terus meningkat dan
diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan kembali
digiatkannya pengunaan etanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) Etanol
merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang dapat mensubstitusi
kebutuhan masyarakat Indonesia akan BBM Selain dapat diperbaharui etanol
juga bersifat ramah lingkungan Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun
2025 subtitusi bahan bakar nabati terhadap bahan bakar minyak mencapai 5
(Instruksi presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang pemanfaatan bahan bakar
nabatibiofuel sebagai bahan bakar alternatif) Selain digunakan sebagai bahan
bakar etanol juga banyak digunakan oleh industri kimia kosmetika serta
industri lainnya
Bahan baku yang saat ini banyak digunakan untuk membuat etanol adalah
molasses Namun ketersediaan molasses di Indonesia sangat terbatas sehingga
Indonesia mengimpor molasses dari India Data dari BPS menunjukkan bahwa
impor molasses Indonesia pada tahun 2005 mencapai 52861 ton dengan nilai
8038 juta US$ Sebenarnya Indonesia memiliki sumber bahan baku yang lebih
potensial untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan etanol yaitu sagu
Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah Di dunia diperkirakan terdapat
2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di
Indonesia Sekitar 90 di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia
2006) Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal
Selama ini baru sekitar 10 dari total area sagu nasional yang telah
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri dan pangan Jika dilihat dari
potensi sagu yang tersedia Indonesia setidaknya setiap tahun menyia-nyiakan
sekitar enam juta ton produksi sagu kering yang berpotensi menghasilkan sekitar
tiga juta ton bioetanol (Anonim 2007) Pemanfaatan pati sagu untuk industri
bioetanol diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pembangunan wilayah
2
Indonesia bagian timur yang saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan
daerah lain
Keunggulan utama tanaman sagu dibandingkan dengan tanaman penghasil
karbohidrat lain adalah produktivitasnya yang tinggi Sagu mampu
menghasilkan pati kering 10-25 tonhatahun Produktivitas pati kering padi
hanya 6 tonhatahun sedangkan pati kering jagung hanya 55 tonhatahun
Produktivitas sagu setara dengan tebu namun lebih tinggi dibandingkan dengan
ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering 10-15 tonhatahun
(Sumaryono 2007)
Menurut Akyuni (2004) pati sagu dapat dihidrolisis menjadi hidrolisat pati
sagu berupa sirup glukosa yang memiliki kandungan gula cukup tinggi
sehingga berpotensi dijadikan sebagai sumber karbon pada proses fermentasi
untuk menghasilkan etanol Suyandra (2007) melakukan pemanfaatan pati sagu
untuk produksi etanol Penelitian tersebut menggunakan sirup glukosa yang
berasal dari pati sagu sebagai sumber karbon pada saat fermentasi
Umumnya substrat yang digunakan sebagai sumber karbon pada
fermentasi adalah sirup glukosa Namun untuk memproduksi sirup glukosa
dibutuhkan energi yang cukup besar serta waktu yang lama Hal ini
menyebabkan ongkos produksi bioetanol dari substrat yang berasal dari sirup
glukosa menjadi mahal dan boros energi
Salah satu usaha untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan
efisiensi waktu produksi etanol dari pati sagu dapat dilakukan dengan
mengganti substrat sirup glukosa dengan sirup dekstrin Sirup dekstrin
merupakan hasil liquifikasi pati sagu yang juga merupakan produk antara pada
proses pembuatan sirup glukosa
Pada penelitian ini dilakukan proses fermentasi pada sirup dekstrin
menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Saat
fermentasi dilakukan juga rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi dengan
harapan akan terbentuk etanol dalam jumlah yang lebih banyak selama
fermentasi berlangsung
3
B TUJUAN
Tujuan umum yang mendasari diadakannya penelitian ini adalah untuk
melihat potensi pembuatan bioetanol dari sirup dekstrin yang berasal dari pati
sagu sebagai bahan baku Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi pemilihan
laju aerasi dan konsentrasi gula substrat berdasarkan jumlah biomassa tertinggi
yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap parameter fermentasi lainnya (sisa
total gula dan pH) Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui
pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap kadar
etanol yang dihasilkan jumlah biomassa sisa total gula dan pH
4
II TINJAUAN PUSTAKA
A PATI SAGU
Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan
bahan makanan Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu
dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional Pati berbentuk butiran
atau granula yang berwarna putih mengkilat tidak berbau dan tidak mempunyai
rasa Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 14 α-glukosa
Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai
karbonnya (Haryato dan Pangloli 1992)
Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp) dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu
Karakterisasi Komposisi ()
Kadar Pati
sect Amilosa
sect Amilopektin
Kadar Serat
Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Lemak
Kadar Protein
8213
2775
7225
001
576
012
036
038
Sumber Hartoto et al (2005)
Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam
umumnya berbentuk bola atau elips Pati sagu berbentuk elips (prolate
ellipsoidal) mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar
daripada pati serealia Pati sagu mengandung sekitar 27 amilosa dan sekitar 73
amilopektin Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu
sendiri Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering kurang lekat
dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et
al 1986)
5
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati
terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut
disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa
mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan
amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5
dari berat total (Winarno 1997)
B SIRUP DEKSTRIN
Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan
menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi
dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan
larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik
oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga
dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-
amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam
dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-
14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik
tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang
yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase
umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus
oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar
6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum
pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)
Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang
memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06
kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-
amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama
Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas
Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen
dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton
pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang
6
dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada
kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)
C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang
memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya
dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik
Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk
lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif
anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar
dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila
tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses
fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)
Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir
yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil
samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas
fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam
suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1
Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)
Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia
dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi
7
Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di
dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri
fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber
karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar
menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen
(Fardiaz 1988)
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang
biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu
menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal
klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan
morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari
industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus
merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada
klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk
membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan
Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan
Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)
D FERMENTASI
Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula
melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya
dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol
yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH
8
Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme
Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan
adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon
banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino
peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan
unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari
gula
Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk
pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk
CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan
fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume
Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir
yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)
Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa
khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi
aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena
tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan
yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar
dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara
pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi
respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel
karbondioksida dan air
Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk
khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir
yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi
pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif
dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih
singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan
khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat
9
diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat
digunakan natrium benzoat
Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-
72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol
adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan
gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi
molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan
Gay Lussac sebagai berikut
C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2
(gula) (etanol) (karbondioksida)
Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula
diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi
hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada
kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol
yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan
kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi
kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang
dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat
Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui
jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi
fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat
reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-
reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi
glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P
kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2
molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-
P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat
kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder
Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian
mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan
akseptor fosfat ADP membentuk ATP
Gambar 3 Embden
Selanjutnya 3-P
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
gliseraldehid
gliseraldehid
13-bifosfo gliserat
3-fosfo gliserat
2-fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
piruvat
dekarboksilase
Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007
P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
Glukosa
glukosa-6-fosfat
fruktosa-6-fosfat
fruktosa-16-bifosfat
gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat
gliseraldehid-3-fosfat
bifosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
asetaldehid etanol
heksokinase
fosfoglukosa isomerase
fosfofrukto kinase
aldolase
triose fosfat isomerase
gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
fosfogliserat kinase
fosfogliserat mutase
enolase
piruvat kinase
piruvat dekarboksilase
alkohol dehidrogenase
10
Diwan 2007)
asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
triose fosfat isomerase
11
dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang
kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol
Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk
diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi
khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan
Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10
(vv)
Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat
makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan
mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi
komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan
faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada
kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika
konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan
terhambat (Casida 1968)
Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan
adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia
kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian
yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas
limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus
dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)
Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi
diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan
ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber
organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step
liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen
anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat
Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk
fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan
amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga
yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA
12
E KINETIKA FERMENTASI
Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa
sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan
kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari
perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa
karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik
metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)
Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi
sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah
pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi
penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung
Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti
pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak
inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi
pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan
sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag
tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan
(Moat1988)
Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah
secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase
eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi
sementara metabolik dihasilkan
Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk
penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner
konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase
kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey
dan Olis 1991)
Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut
13
dx = μx-αx dt
Keterangan
x konsentrasi sel
t waktu fermentasi
μ laju pertumbuhan spesifik
α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan
Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga
α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi
dx= μx dt
Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel
pada suatu selang waktu tertentu adalah
x1intx2 dx = t1intt2μ dt x
akan diperoleh persamaan
ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t
laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada
kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi
pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik
yang menghambat pertumbuhan masih rendah
Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber
karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat
menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan
koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan
yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan
pertumbuhan sel adalah sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala
yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk
menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut
digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi
14
III METODOLOGI
A BAHAN DAN ALAT
1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven
inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator
tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer
sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur
pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol
kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat
dilihat pada Gambar 4
Sumbat Karet
Bioreaktor (500 ml)
Sumbat Kapas(Udara Keluar)
Air Steril
Pompa Udara
Udara Masuk
Sparger
SamplingValve
Flowmeter
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor
2 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu
yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-
IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di
15
antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH
dan CaCO3
Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa
glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk
analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator
kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan
larutan fenol
B METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan
penelitian utama
1 Persiapan Bahan
a Karakterisasi Pati Sagu
Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu
menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada
Lampiran 1
b Pembuatan Sirup Dekstrin
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara
enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati
menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada
Lampiran 2
c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin
Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap
sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)
d Penyiapan Inokulum
Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media
YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton
dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai
dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-
nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45
16
Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil
untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada
suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer
dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar
Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur
murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum
ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer
ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi
aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm
2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat
Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju
pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var
ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat
fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke
dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan
substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC
selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC
Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya
inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media
Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama
fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi
analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan
penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan
maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat
Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah
perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)
17
30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda
yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan
uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan
flow meter
3 Rekayasa Bioproses
Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik
untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari
penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai
μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil
fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol
dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap
parameter dapat dilihat pada Lampiran 5
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A PERSIAPAN FERMENTASI
Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung
kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa
yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat
dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu
amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang
memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati
sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa
dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi
menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan
Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan
digunakan
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode
enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan
asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan
pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila
menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak
Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu
dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit
gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini
yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol
Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan
total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat
sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam
proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi
total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)
19
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati
sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini
biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai
waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan
rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan
wine (Frazier dan Westhoff 1978)
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK
Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan
perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan
fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus
(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24
30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung
(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup
efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi
Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik
oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi
bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi
C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel
Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob
gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan
sel untuk memperbanyak diri
1 Biomassa
Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat
dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan
20
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6
Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm
Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
21
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk
kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi
substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut
Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan
rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin 1981)
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami
lisis dan mati
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan
pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba 6
Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae (a) dan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (b) 7
Gambar 3 Embden Meyerhof-Parnas pathway helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 10
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 14
Gambar 5 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 1 vvm 20
Gambar 6 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 2 vvm 20
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 22
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm 22
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 23
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 24
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama helliphelliphelliphelliphellip 25
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada penelitian lanjutan 28
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphellip 29
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan 30
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian lanjutan 31
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 32
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Sagu Dengan Metode Luff Schroll 40
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu 41
Lampiran 3 Analisis Total Gula Sirup Dekstrin hellip 42
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin 43
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi 44
Lampiran 6 Data Total Biomassa 47
Lampiran 7 Data Kadar Etanol 49
Lampiran 8 Data pH 50
Lampiran 9 Data Total Gula 51
Lampiran 10 Analisis Ragam Kinetika Fermentasi 52
1
I PENDAHULUAN
A LATAR BELAKANG
Permintaan etanol dunia beberapa tahun terakhir ini terus meningkat dan
diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan kembali
digiatkannya pengunaan etanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) Etanol
merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang dapat mensubstitusi
kebutuhan masyarakat Indonesia akan BBM Selain dapat diperbaharui etanol
juga bersifat ramah lingkungan Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun
2025 subtitusi bahan bakar nabati terhadap bahan bakar minyak mencapai 5
(Instruksi presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang pemanfaatan bahan bakar
nabatibiofuel sebagai bahan bakar alternatif) Selain digunakan sebagai bahan
bakar etanol juga banyak digunakan oleh industri kimia kosmetika serta
industri lainnya
Bahan baku yang saat ini banyak digunakan untuk membuat etanol adalah
molasses Namun ketersediaan molasses di Indonesia sangat terbatas sehingga
Indonesia mengimpor molasses dari India Data dari BPS menunjukkan bahwa
impor molasses Indonesia pada tahun 2005 mencapai 52861 ton dengan nilai
8038 juta US$ Sebenarnya Indonesia memiliki sumber bahan baku yang lebih
potensial untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan etanol yaitu sagu
Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah Di dunia diperkirakan terdapat
2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di
Indonesia Sekitar 90 di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia
2006) Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal
Selama ini baru sekitar 10 dari total area sagu nasional yang telah
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri dan pangan Jika dilihat dari
potensi sagu yang tersedia Indonesia setidaknya setiap tahun menyia-nyiakan
sekitar enam juta ton produksi sagu kering yang berpotensi menghasilkan sekitar
tiga juta ton bioetanol (Anonim 2007) Pemanfaatan pati sagu untuk industri
bioetanol diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pembangunan wilayah
2
Indonesia bagian timur yang saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan
daerah lain
Keunggulan utama tanaman sagu dibandingkan dengan tanaman penghasil
karbohidrat lain adalah produktivitasnya yang tinggi Sagu mampu
menghasilkan pati kering 10-25 tonhatahun Produktivitas pati kering padi
hanya 6 tonhatahun sedangkan pati kering jagung hanya 55 tonhatahun
Produktivitas sagu setara dengan tebu namun lebih tinggi dibandingkan dengan
ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering 10-15 tonhatahun
(Sumaryono 2007)
Menurut Akyuni (2004) pati sagu dapat dihidrolisis menjadi hidrolisat pati
sagu berupa sirup glukosa yang memiliki kandungan gula cukup tinggi
sehingga berpotensi dijadikan sebagai sumber karbon pada proses fermentasi
untuk menghasilkan etanol Suyandra (2007) melakukan pemanfaatan pati sagu
untuk produksi etanol Penelitian tersebut menggunakan sirup glukosa yang
berasal dari pati sagu sebagai sumber karbon pada saat fermentasi
Umumnya substrat yang digunakan sebagai sumber karbon pada
fermentasi adalah sirup glukosa Namun untuk memproduksi sirup glukosa
dibutuhkan energi yang cukup besar serta waktu yang lama Hal ini
menyebabkan ongkos produksi bioetanol dari substrat yang berasal dari sirup
glukosa menjadi mahal dan boros energi
Salah satu usaha untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan
efisiensi waktu produksi etanol dari pati sagu dapat dilakukan dengan
mengganti substrat sirup glukosa dengan sirup dekstrin Sirup dekstrin
merupakan hasil liquifikasi pati sagu yang juga merupakan produk antara pada
proses pembuatan sirup glukosa
Pada penelitian ini dilakukan proses fermentasi pada sirup dekstrin
menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Saat
fermentasi dilakukan juga rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi dengan
harapan akan terbentuk etanol dalam jumlah yang lebih banyak selama
fermentasi berlangsung
3
B TUJUAN
Tujuan umum yang mendasari diadakannya penelitian ini adalah untuk
melihat potensi pembuatan bioetanol dari sirup dekstrin yang berasal dari pati
sagu sebagai bahan baku Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi pemilihan
laju aerasi dan konsentrasi gula substrat berdasarkan jumlah biomassa tertinggi
yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap parameter fermentasi lainnya (sisa
total gula dan pH) Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui
pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap kadar
etanol yang dihasilkan jumlah biomassa sisa total gula dan pH
4
II TINJAUAN PUSTAKA
A PATI SAGU
Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan
bahan makanan Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu
dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional Pati berbentuk butiran
atau granula yang berwarna putih mengkilat tidak berbau dan tidak mempunyai
rasa Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 14 α-glukosa
Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai
karbonnya (Haryato dan Pangloli 1992)
Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp) dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu
Karakterisasi Komposisi ()
Kadar Pati
sect Amilosa
sect Amilopektin
Kadar Serat
Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Lemak
Kadar Protein
8213
2775
7225
001
576
012
036
038
Sumber Hartoto et al (2005)
Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam
umumnya berbentuk bola atau elips Pati sagu berbentuk elips (prolate
ellipsoidal) mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar
daripada pati serealia Pati sagu mengandung sekitar 27 amilosa dan sekitar 73
amilopektin Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu
sendiri Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering kurang lekat
dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et
al 1986)
5
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati
terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut
disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa
mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan
amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5
dari berat total (Winarno 1997)
B SIRUP DEKSTRIN
Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan
menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi
dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan
larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik
oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga
dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-
amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam
dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-
14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik
tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang
yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase
umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus
oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar
6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum
pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)
Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang
memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06
kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-
amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama
Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas
Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen
dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton
pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang
6
dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada
kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)
C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang
memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya
dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik
Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk
lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif
anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar
dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila
tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses
fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)
Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir
yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil
samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas
fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam
suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1
Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)
Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia
dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi
7
Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di
dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri
fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber
karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar
menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen
(Fardiaz 1988)
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang
biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu
menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal
klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan
morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari
industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus
merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada
klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk
membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan
Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan
Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)
D FERMENTASI
Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula
melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya
dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol
yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH
8
Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme
Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan
adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon
banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino
peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan
unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari
gula
Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk
pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk
CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan
fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume
Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir
yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)
Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa
khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi
aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena
tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan
yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar
dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara
pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi
respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel
karbondioksida dan air
Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk
khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir
yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi
pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif
dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih
singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan
khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat
9
diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat
digunakan natrium benzoat
Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-
72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol
adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan
gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi
molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan
Gay Lussac sebagai berikut
C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2
(gula) (etanol) (karbondioksida)
Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula
diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi
hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada
kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol
yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan
kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi
kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang
dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat
Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui
jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi
fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat
reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-
reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi
glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P
kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2
molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-
P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat
kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder
Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian
mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan
akseptor fosfat ADP membentuk ATP
Gambar 3 Embden
Selanjutnya 3-P
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
gliseraldehid
gliseraldehid
13-bifosfo gliserat
3-fosfo gliserat
2-fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
piruvat
dekarboksilase
Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007
P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
Glukosa
glukosa-6-fosfat
fruktosa-6-fosfat
fruktosa-16-bifosfat
gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat
gliseraldehid-3-fosfat
bifosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
asetaldehid etanol
heksokinase
fosfoglukosa isomerase
fosfofrukto kinase
aldolase
triose fosfat isomerase
gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
fosfogliserat kinase
fosfogliserat mutase
enolase
piruvat kinase
piruvat dekarboksilase
alkohol dehidrogenase
10
Diwan 2007)
asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
triose fosfat isomerase
11
dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang
kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol
Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk
diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi
khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan
Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10
(vv)
Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat
makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan
mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi
komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan
faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada
kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika
konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan
terhambat (Casida 1968)
Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan
adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia
kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian
yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas
limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus
dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)
Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi
diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan
ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber
organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step
liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen
anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat
Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk
fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan
amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga
yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA
12
E KINETIKA FERMENTASI
Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa
sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan
kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari
perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa
karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik
metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)
Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi
sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah
pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi
penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung
Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti
pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak
inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi
pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan
sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag
tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan
(Moat1988)
Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah
secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase
eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi
sementara metabolik dihasilkan
Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk
penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner
konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase
kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey
dan Olis 1991)
Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut
13
dx = μx-αx dt
Keterangan
x konsentrasi sel
t waktu fermentasi
μ laju pertumbuhan spesifik
α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan
Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga
α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi
dx= μx dt
Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel
pada suatu selang waktu tertentu adalah
x1intx2 dx = t1intt2μ dt x
akan diperoleh persamaan
ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t
laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada
kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi
pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik
yang menghambat pertumbuhan masih rendah
Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber
karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat
menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan
koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan
yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan
pertumbuhan sel adalah sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala
yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk
menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut
digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi
14
III METODOLOGI
A BAHAN DAN ALAT
1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven
inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator
tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer
sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur
pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol
kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat
dilihat pada Gambar 4
Sumbat Karet
Bioreaktor (500 ml)
Sumbat Kapas(Udara Keluar)
Air Steril
Pompa Udara
Udara Masuk
Sparger
SamplingValve
Flowmeter
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor
2 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu
yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-
IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di
15
antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH
dan CaCO3
Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa
glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk
analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator
kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan
larutan fenol
B METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan
penelitian utama
1 Persiapan Bahan
a Karakterisasi Pati Sagu
Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu
menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada
Lampiran 1
b Pembuatan Sirup Dekstrin
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara
enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati
menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada
Lampiran 2
c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin
Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap
sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)
d Penyiapan Inokulum
Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media
YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton
dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai
dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-
nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45
16
Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil
untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada
suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer
dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar
Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur
murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum
ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer
ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi
aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm
2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat
Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju
pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var
ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat
fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke
dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan
substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC
selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC
Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya
inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media
Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama
fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi
analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan
penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan
maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat
Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah
perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)
17
30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda
yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan
uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan
flow meter
3 Rekayasa Bioproses
Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik
untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari
penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai
μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil
fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol
dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap
parameter dapat dilihat pada Lampiran 5
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A PERSIAPAN FERMENTASI
Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung
kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa
yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat
dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu
amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang
memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati
sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa
dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi
menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan
Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan
digunakan
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode
enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan
asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan
pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila
menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak
Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu
dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit
gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini
yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol
Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan
total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat
sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam
proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi
total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)
19
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati
sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini
biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai
waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan
rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan
wine (Frazier dan Westhoff 1978)
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK
Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan
perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan
fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus
(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24
30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung
(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup
efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi
Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik
oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi
bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi
C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel
Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob
gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan
sel untuk memperbanyak diri
1 Biomassa
Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat
dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan
20
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6
Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm
Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
21
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk
kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi
substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut
Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan
rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin 1981)
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami
lisis dan mati
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan
pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Sagu Dengan Metode Luff Schroll 40
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu 41
Lampiran 3 Analisis Total Gula Sirup Dekstrin hellip 42
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin 43
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi 44
Lampiran 6 Data Total Biomassa 47
Lampiran 7 Data Kadar Etanol 49
Lampiran 8 Data pH 50
Lampiran 9 Data Total Gula 51
Lampiran 10 Analisis Ragam Kinetika Fermentasi 52
1
I PENDAHULUAN
A LATAR BELAKANG
Permintaan etanol dunia beberapa tahun terakhir ini terus meningkat dan
diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan kembali
digiatkannya pengunaan etanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) Etanol
merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang dapat mensubstitusi
kebutuhan masyarakat Indonesia akan BBM Selain dapat diperbaharui etanol
juga bersifat ramah lingkungan Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun
2025 subtitusi bahan bakar nabati terhadap bahan bakar minyak mencapai 5
(Instruksi presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang pemanfaatan bahan bakar
nabatibiofuel sebagai bahan bakar alternatif) Selain digunakan sebagai bahan
bakar etanol juga banyak digunakan oleh industri kimia kosmetika serta
industri lainnya
Bahan baku yang saat ini banyak digunakan untuk membuat etanol adalah
molasses Namun ketersediaan molasses di Indonesia sangat terbatas sehingga
Indonesia mengimpor molasses dari India Data dari BPS menunjukkan bahwa
impor molasses Indonesia pada tahun 2005 mencapai 52861 ton dengan nilai
8038 juta US$ Sebenarnya Indonesia memiliki sumber bahan baku yang lebih
potensial untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan etanol yaitu sagu
Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah Di dunia diperkirakan terdapat
2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di
Indonesia Sekitar 90 di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia
2006) Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal
Selama ini baru sekitar 10 dari total area sagu nasional yang telah
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri dan pangan Jika dilihat dari
potensi sagu yang tersedia Indonesia setidaknya setiap tahun menyia-nyiakan
sekitar enam juta ton produksi sagu kering yang berpotensi menghasilkan sekitar
tiga juta ton bioetanol (Anonim 2007) Pemanfaatan pati sagu untuk industri
bioetanol diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pembangunan wilayah
2
Indonesia bagian timur yang saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan
daerah lain
Keunggulan utama tanaman sagu dibandingkan dengan tanaman penghasil
karbohidrat lain adalah produktivitasnya yang tinggi Sagu mampu
menghasilkan pati kering 10-25 tonhatahun Produktivitas pati kering padi
hanya 6 tonhatahun sedangkan pati kering jagung hanya 55 tonhatahun
Produktivitas sagu setara dengan tebu namun lebih tinggi dibandingkan dengan
ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering 10-15 tonhatahun
(Sumaryono 2007)
Menurut Akyuni (2004) pati sagu dapat dihidrolisis menjadi hidrolisat pati
sagu berupa sirup glukosa yang memiliki kandungan gula cukup tinggi
sehingga berpotensi dijadikan sebagai sumber karbon pada proses fermentasi
untuk menghasilkan etanol Suyandra (2007) melakukan pemanfaatan pati sagu
untuk produksi etanol Penelitian tersebut menggunakan sirup glukosa yang
berasal dari pati sagu sebagai sumber karbon pada saat fermentasi
Umumnya substrat yang digunakan sebagai sumber karbon pada
fermentasi adalah sirup glukosa Namun untuk memproduksi sirup glukosa
dibutuhkan energi yang cukup besar serta waktu yang lama Hal ini
menyebabkan ongkos produksi bioetanol dari substrat yang berasal dari sirup
glukosa menjadi mahal dan boros energi
Salah satu usaha untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan
efisiensi waktu produksi etanol dari pati sagu dapat dilakukan dengan
mengganti substrat sirup glukosa dengan sirup dekstrin Sirup dekstrin
merupakan hasil liquifikasi pati sagu yang juga merupakan produk antara pada
proses pembuatan sirup glukosa
Pada penelitian ini dilakukan proses fermentasi pada sirup dekstrin
menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Saat
fermentasi dilakukan juga rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi dengan
harapan akan terbentuk etanol dalam jumlah yang lebih banyak selama
fermentasi berlangsung
3
B TUJUAN
Tujuan umum yang mendasari diadakannya penelitian ini adalah untuk
melihat potensi pembuatan bioetanol dari sirup dekstrin yang berasal dari pati
sagu sebagai bahan baku Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi pemilihan
laju aerasi dan konsentrasi gula substrat berdasarkan jumlah biomassa tertinggi
yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap parameter fermentasi lainnya (sisa
total gula dan pH) Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui
pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap kadar
etanol yang dihasilkan jumlah biomassa sisa total gula dan pH
4
II TINJAUAN PUSTAKA
A PATI SAGU
Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan
bahan makanan Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu
dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional Pati berbentuk butiran
atau granula yang berwarna putih mengkilat tidak berbau dan tidak mempunyai
rasa Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 14 α-glukosa
Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai
karbonnya (Haryato dan Pangloli 1992)
Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp) dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu
Karakterisasi Komposisi ()
Kadar Pati
sect Amilosa
sect Amilopektin
Kadar Serat
Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Lemak
Kadar Protein
8213
2775
7225
001
576
012
036
038
Sumber Hartoto et al (2005)
Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam
umumnya berbentuk bola atau elips Pati sagu berbentuk elips (prolate
ellipsoidal) mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar
daripada pati serealia Pati sagu mengandung sekitar 27 amilosa dan sekitar 73
amilopektin Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu
sendiri Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering kurang lekat
dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et
al 1986)
5
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati
terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut
disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa
mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan
amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5
dari berat total (Winarno 1997)
B SIRUP DEKSTRIN
Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan
menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi
dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan
larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik
oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga
dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-
amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam
dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-
14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik
tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang
yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase
umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus
oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar
6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum
pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)
Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang
memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06
kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-
amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama
Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas
Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen
dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton
pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang
6
dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada
kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)
C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang
memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya
dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik
Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk
lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif
anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar
dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila
tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses
fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)
Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir
yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil
samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas
fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam
suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1
Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)
Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia
dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi
7
Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di
dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri
fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber
karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar
menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen
(Fardiaz 1988)
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang
biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu
menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal
klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan
morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari
industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus
merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada
klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk
membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan
Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan
Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)
D FERMENTASI
Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula
melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya
dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol
yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH
8
Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme
Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan
adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon
banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino
peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan
unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari
gula
Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk
pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk
CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan
fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume
Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir
yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)
Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa
khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi
aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena
tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan
yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar
dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara
pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi
respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel
karbondioksida dan air
Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk
khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir
yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi
pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif
dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih
singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan
khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat
9
diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat
digunakan natrium benzoat
Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-
72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol
adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan
gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi
molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan
Gay Lussac sebagai berikut
C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2
(gula) (etanol) (karbondioksida)
Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula
diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi
hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada
kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol
yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan
kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi
kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang
dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat
Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui
jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi
fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat
reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-
reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi
glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P
kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2
molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-
P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat
kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder
Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian
mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan
akseptor fosfat ADP membentuk ATP
Gambar 3 Embden
Selanjutnya 3-P
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
gliseraldehid
gliseraldehid
13-bifosfo gliserat
3-fosfo gliserat
2-fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
piruvat
dekarboksilase
Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007
P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
Glukosa
glukosa-6-fosfat
fruktosa-6-fosfat
fruktosa-16-bifosfat
gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat
gliseraldehid-3-fosfat
bifosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
asetaldehid etanol
heksokinase
fosfoglukosa isomerase
fosfofrukto kinase
aldolase
triose fosfat isomerase
gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
fosfogliserat kinase
fosfogliserat mutase
enolase
piruvat kinase
piruvat dekarboksilase
alkohol dehidrogenase
10
Diwan 2007)
asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
triose fosfat isomerase
11
dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang
kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol
Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk
diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi
khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan
Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10
(vv)
Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat
makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan
mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi
komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan
faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada
kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika
konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan
terhambat (Casida 1968)
Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan
adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia
kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian
yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas
limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus
dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)
Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi
diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan
ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber
organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step
liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen
anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat
Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk
fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan
amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga
yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA
12
E KINETIKA FERMENTASI
Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa
sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan
kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari
perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa
karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik
metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)
Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi
sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah
pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi
penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung
Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti
pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak
inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi
pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan
sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag
tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan
(Moat1988)
Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah
secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase
eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi
sementara metabolik dihasilkan
Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk
penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner
konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase
kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey
dan Olis 1991)
Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut
13
dx = μx-αx dt
Keterangan
x konsentrasi sel
t waktu fermentasi
μ laju pertumbuhan spesifik
α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan
Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga
α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi
dx= μx dt
Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel
pada suatu selang waktu tertentu adalah
x1intx2 dx = t1intt2μ dt x
akan diperoleh persamaan
ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t
laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada
kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi
pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik
yang menghambat pertumbuhan masih rendah
Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber
karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat
menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan
koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan
yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan
pertumbuhan sel adalah sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala
yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk
menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut
digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi
14
III METODOLOGI
A BAHAN DAN ALAT
1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven
inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator
tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer
sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur
pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol
kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat
dilihat pada Gambar 4
Sumbat Karet
Bioreaktor (500 ml)
Sumbat Kapas(Udara Keluar)
Air Steril
Pompa Udara
Udara Masuk
Sparger
SamplingValve
Flowmeter
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor
2 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu
yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-
IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di
15
antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH
dan CaCO3
Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa
glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk
analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator
kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan
larutan fenol
B METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan
penelitian utama
1 Persiapan Bahan
a Karakterisasi Pati Sagu
Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu
menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada
Lampiran 1
b Pembuatan Sirup Dekstrin
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara
enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati
menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada
Lampiran 2
c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin
Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap
sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)
d Penyiapan Inokulum
Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media
YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton
dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai
dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-
nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45
16
Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil
untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada
suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer
dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar
Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur
murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum
ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer
ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi
aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm
2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat
Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju
pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var
ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat
fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke
dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan
substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC
selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC
Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya
inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media
Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama
fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi
analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan
penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan
maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat
Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah
perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)
17
30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda
yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan
uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan
flow meter
3 Rekayasa Bioproses
Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik
untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari
penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai
μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil
fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol
dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap
parameter dapat dilihat pada Lampiran 5
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A PERSIAPAN FERMENTASI
Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung
kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa
yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat
dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu
amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang
memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati
sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa
dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi
menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan
Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan
digunakan
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode
enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan
asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan
pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila
menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak
Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu
dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit
gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini
yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol
Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan
total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat
sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam
proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi
total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)
19
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati
sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini
biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai
waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan
rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan
wine (Frazier dan Westhoff 1978)
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK
Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan
perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan
fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus
(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24
30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung
(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup
efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi
Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik
oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi
bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi
C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel
Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob
gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan
sel untuk memperbanyak diri
1 Biomassa
Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat
dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan
20
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6
Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm
Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
21
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk
kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi
substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut
Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan
rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin 1981)
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami
lisis dan mati
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan
pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
1
I PENDAHULUAN
A LATAR BELAKANG
Permintaan etanol dunia beberapa tahun terakhir ini terus meningkat dan
diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan kembali
digiatkannya pengunaan etanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) Etanol
merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang dapat mensubstitusi
kebutuhan masyarakat Indonesia akan BBM Selain dapat diperbaharui etanol
juga bersifat ramah lingkungan Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun
2025 subtitusi bahan bakar nabati terhadap bahan bakar minyak mencapai 5
(Instruksi presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang pemanfaatan bahan bakar
nabatibiofuel sebagai bahan bakar alternatif) Selain digunakan sebagai bahan
bakar etanol juga banyak digunakan oleh industri kimia kosmetika serta
industri lainnya
Bahan baku yang saat ini banyak digunakan untuk membuat etanol adalah
molasses Namun ketersediaan molasses di Indonesia sangat terbatas sehingga
Indonesia mengimpor molasses dari India Data dari BPS menunjukkan bahwa
impor molasses Indonesia pada tahun 2005 mencapai 52861 ton dengan nilai
8038 juta US$ Sebenarnya Indonesia memiliki sumber bahan baku yang lebih
potensial untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan etanol yaitu sagu
Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah Di dunia diperkirakan terdapat
2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di
Indonesia Sekitar 90 di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia
2006) Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal
Selama ini baru sekitar 10 dari total area sagu nasional yang telah
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri dan pangan Jika dilihat dari
potensi sagu yang tersedia Indonesia setidaknya setiap tahun menyia-nyiakan
sekitar enam juta ton produksi sagu kering yang berpotensi menghasilkan sekitar
tiga juta ton bioetanol (Anonim 2007) Pemanfaatan pati sagu untuk industri
bioetanol diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pembangunan wilayah
2
Indonesia bagian timur yang saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan
daerah lain
Keunggulan utama tanaman sagu dibandingkan dengan tanaman penghasil
karbohidrat lain adalah produktivitasnya yang tinggi Sagu mampu
menghasilkan pati kering 10-25 tonhatahun Produktivitas pati kering padi
hanya 6 tonhatahun sedangkan pati kering jagung hanya 55 tonhatahun
Produktivitas sagu setara dengan tebu namun lebih tinggi dibandingkan dengan
ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering 10-15 tonhatahun
(Sumaryono 2007)
Menurut Akyuni (2004) pati sagu dapat dihidrolisis menjadi hidrolisat pati
sagu berupa sirup glukosa yang memiliki kandungan gula cukup tinggi
sehingga berpotensi dijadikan sebagai sumber karbon pada proses fermentasi
untuk menghasilkan etanol Suyandra (2007) melakukan pemanfaatan pati sagu
untuk produksi etanol Penelitian tersebut menggunakan sirup glukosa yang
berasal dari pati sagu sebagai sumber karbon pada saat fermentasi
Umumnya substrat yang digunakan sebagai sumber karbon pada
fermentasi adalah sirup glukosa Namun untuk memproduksi sirup glukosa
dibutuhkan energi yang cukup besar serta waktu yang lama Hal ini
menyebabkan ongkos produksi bioetanol dari substrat yang berasal dari sirup
glukosa menjadi mahal dan boros energi
Salah satu usaha untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan
efisiensi waktu produksi etanol dari pati sagu dapat dilakukan dengan
mengganti substrat sirup glukosa dengan sirup dekstrin Sirup dekstrin
merupakan hasil liquifikasi pati sagu yang juga merupakan produk antara pada
proses pembuatan sirup glukosa
Pada penelitian ini dilakukan proses fermentasi pada sirup dekstrin
menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Saat
fermentasi dilakukan juga rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi dengan
harapan akan terbentuk etanol dalam jumlah yang lebih banyak selama
fermentasi berlangsung
3
B TUJUAN
Tujuan umum yang mendasari diadakannya penelitian ini adalah untuk
melihat potensi pembuatan bioetanol dari sirup dekstrin yang berasal dari pati
sagu sebagai bahan baku Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi pemilihan
laju aerasi dan konsentrasi gula substrat berdasarkan jumlah biomassa tertinggi
yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap parameter fermentasi lainnya (sisa
total gula dan pH) Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui
pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap kadar
etanol yang dihasilkan jumlah biomassa sisa total gula dan pH
4
II TINJAUAN PUSTAKA
A PATI SAGU
Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan
bahan makanan Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu
dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional Pati berbentuk butiran
atau granula yang berwarna putih mengkilat tidak berbau dan tidak mempunyai
rasa Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 14 α-glukosa
Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai
karbonnya (Haryato dan Pangloli 1992)
Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp) dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu
Karakterisasi Komposisi ()
Kadar Pati
sect Amilosa
sect Amilopektin
Kadar Serat
Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Lemak
Kadar Protein
8213
2775
7225
001
576
012
036
038
Sumber Hartoto et al (2005)
Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam
umumnya berbentuk bola atau elips Pati sagu berbentuk elips (prolate
ellipsoidal) mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar
daripada pati serealia Pati sagu mengandung sekitar 27 amilosa dan sekitar 73
amilopektin Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu
sendiri Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering kurang lekat
dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et
al 1986)
5
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati
terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut
disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa
mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan
amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5
dari berat total (Winarno 1997)
B SIRUP DEKSTRIN
Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan
menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi
dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan
larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik
oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga
dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-
amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam
dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-
14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik
tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang
yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase
umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus
oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar
6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum
pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)
Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang
memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06
kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-
amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama
Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas
Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen
dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton
pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang
6
dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada
kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)
C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang
memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya
dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik
Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk
lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif
anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar
dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila
tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses
fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)
Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir
yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil
samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas
fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam
suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1
Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)
Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia
dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi
7
Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di
dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri
fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber
karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar
menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen
(Fardiaz 1988)
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang
biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu
menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal
klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan
morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari
industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus
merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada
klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk
membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan
Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan
Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)
D FERMENTASI
Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula
melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya
dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol
yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH
8
Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme
Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan
adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon
banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino
peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan
unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari
gula
Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk
pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk
CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan
fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume
Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir
yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)
Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa
khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi
aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena
tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan
yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar
dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara
pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi
respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel
karbondioksida dan air
Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk
khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir
yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi
pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif
dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih
singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan
khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat
9
diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat
digunakan natrium benzoat
Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-
72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol
adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan
gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi
molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan
Gay Lussac sebagai berikut
C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2
(gula) (etanol) (karbondioksida)
Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula
diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi
hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada
kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol
yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan
kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi
kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang
dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat
Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui
jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi
fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat
reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-
reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi
glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P
kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2
molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-
P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat
kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder
Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian
mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan
akseptor fosfat ADP membentuk ATP
Gambar 3 Embden
Selanjutnya 3-P
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
gliseraldehid
gliseraldehid
13-bifosfo gliserat
3-fosfo gliserat
2-fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
piruvat
dekarboksilase
Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007
P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
Glukosa
glukosa-6-fosfat
fruktosa-6-fosfat
fruktosa-16-bifosfat
gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat
gliseraldehid-3-fosfat
bifosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
asetaldehid etanol
heksokinase
fosfoglukosa isomerase
fosfofrukto kinase
aldolase
triose fosfat isomerase
gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
fosfogliserat kinase
fosfogliserat mutase
enolase
piruvat kinase
piruvat dekarboksilase
alkohol dehidrogenase
10
Diwan 2007)
asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
triose fosfat isomerase
11
dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang
kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol
Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk
diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi
khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan
Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10
(vv)
Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat
makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan
mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi
komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan
faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada
kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika
konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan
terhambat (Casida 1968)
Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan
adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia
kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian
yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas
limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus
dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)
Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi
diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan
ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber
organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step
liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen
anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat
Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk
fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan
amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga
yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA
12
E KINETIKA FERMENTASI
Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa
sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan
kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari
perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa
karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik
metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)
Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi
sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah
pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi
penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung
Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti
pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak
inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi
pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan
sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag
tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan
(Moat1988)
Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah
secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase
eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi
sementara metabolik dihasilkan
Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk
penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner
konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase
kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey
dan Olis 1991)
Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut
13
dx = μx-αx dt
Keterangan
x konsentrasi sel
t waktu fermentasi
μ laju pertumbuhan spesifik
α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan
Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga
α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi
dx= μx dt
Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel
pada suatu selang waktu tertentu adalah
x1intx2 dx = t1intt2μ dt x
akan diperoleh persamaan
ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t
laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada
kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi
pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik
yang menghambat pertumbuhan masih rendah
Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber
karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat
menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan
koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan
yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan
pertumbuhan sel adalah sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala
yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk
menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut
digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi
14
III METODOLOGI
A BAHAN DAN ALAT
1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven
inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator
tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer
sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur
pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol
kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat
dilihat pada Gambar 4
Sumbat Karet
Bioreaktor (500 ml)
Sumbat Kapas(Udara Keluar)
Air Steril
Pompa Udara
Udara Masuk
Sparger
SamplingValve
Flowmeter
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor
2 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu
yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-
IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di
15
antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH
dan CaCO3
Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa
glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk
analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator
kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan
larutan fenol
B METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan
penelitian utama
1 Persiapan Bahan
a Karakterisasi Pati Sagu
Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu
menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada
Lampiran 1
b Pembuatan Sirup Dekstrin
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara
enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati
menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada
Lampiran 2
c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin
Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap
sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)
d Penyiapan Inokulum
Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media
YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton
dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai
dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-
nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45
16
Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil
untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada
suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer
dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar
Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur
murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum
ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer
ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi
aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm
2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat
Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju
pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var
ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat
fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke
dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan
substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC
selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC
Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya
inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media
Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama
fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi
analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan
penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan
maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat
Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah
perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)
17
30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda
yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan
uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan
flow meter
3 Rekayasa Bioproses
Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik
untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari
penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai
μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil
fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol
dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap
parameter dapat dilihat pada Lampiran 5
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A PERSIAPAN FERMENTASI
Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung
kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa
yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat
dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu
amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang
memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati
sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa
dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi
menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan
Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan
digunakan
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode
enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan
asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan
pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila
menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak
Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu
dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit
gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini
yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol
Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan
total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat
sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam
proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi
total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)
19
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati
sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini
biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai
waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan
rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan
wine (Frazier dan Westhoff 1978)
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK
Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan
perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan
fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus
(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24
30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung
(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup
efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi
Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik
oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi
bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi
C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel
Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob
gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan
sel untuk memperbanyak diri
1 Biomassa
Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat
dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan
20
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6
Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm
Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
21
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk
kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi
substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut
Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan
rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin 1981)
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami
lisis dan mati
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan
pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2
Indonesia bagian timur yang saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan
daerah lain
Keunggulan utama tanaman sagu dibandingkan dengan tanaman penghasil
karbohidrat lain adalah produktivitasnya yang tinggi Sagu mampu
menghasilkan pati kering 10-25 tonhatahun Produktivitas pati kering padi
hanya 6 tonhatahun sedangkan pati kering jagung hanya 55 tonhatahun
Produktivitas sagu setara dengan tebu namun lebih tinggi dibandingkan dengan
ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering 10-15 tonhatahun
(Sumaryono 2007)
Menurut Akyuni (2004) pati sagu dapat dihidrolisis menjadi hidrolisat pati
sagu berupa sirup glukosa yang memiliki kandungan gula cukup tinggi
sehingga berpotensi dijadikan sebagai sumber karbon pada proses fermentasi
untuk menghasilkan etanol Suyandra (2007) melakukan pemanfaatan pati sagu
untuk produksi etanol Penelitian tersebut menggunakan sirup glukosa yang
berasal dari pati sagu sebagai sumber karbon pada saat fermentasi
Umumnya substrat yang digunakan sebagai sumber karbon pada
fermentasi adalah sirup glukosa Namun untuk memproduksi sirup glukosa
dibutuhkan energi yang cukup besar serta waktu yang lama Hal ini
menyebabkan ongkos produksi bioetanol dari substrat yang berasal dari sirup
glukosa menjadi mahal dan boros energi
Salah satu usaha untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan
efisiensi waktu produksi etanol dari pati sagu dapat dilakukan dengan
mengganti substrat sirup glukosa dengan sirup dekstrin Sirup dekstrin
merupakan hasil liquifikasi pati sagu yang juga merupakan produk antara pada
proses pembuatan sirup glukosa
Pada penelitian ini dilakukan proses fermentasi pada sirup dekstrin
menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Saat
fermentasi dilakukan juga rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi dengan
harapan akan terbentuk etanol dalam jumlah yang lebih banyak selama
fermentasi berlangsung
3
B TUJUAN
Tujuan umum yang mendasari diadakannya penelitian ini adalah untuk
melihat potensi pembuatan bioetanol dari sirup dekstrin yang berasal dari pati
sagu sebagai bahan baku Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi pemilihan
laju aerasi dan konsentrasi gula substrat berdasarkan jumlah biomassa tertinggi
yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap parameter fermentasi lainnya (sisa
total gula dan pH) Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui
pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap kadar
etanol yang dihasilkan jumlah biomassa sisa total gula dan pH
4
II TINJAUAN PUSTAKA
A PATI SAGU
Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan
bahan makanan Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu
dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional Pati berbentuk butiran
atau granula yang berwarna putih mengkilat tidak berbau dan tidak mempunyai
rasa Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 14 α-glukosa
Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai
karbonnya (Haryato dan Pangloli 1992)
Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp) dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu
Karakterisasi Komposisi ()
Kadar Pati
sect Amilosa
sect Amilopektin
Kadar Serat
Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Lemak
Kadar Protein
8213
2775
7225
001
576
012
036
038
Sumber Hartoto et al (2005)
Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam
umumnya berbentuk bola atau elips Pati sagu berbentuk elips (prolate
ellipsoidal) mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar
daripada pati serealia Pati sagu mengandung sekitar 27 amilosa dan sekitar 73
amilopektin Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu
sendiri Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering kurang lekat
dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et
al 1986)
5
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati
terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut
disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa
mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan
amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5
dari berat total (Winarno 1997)
B SIRUP DEKSTRIN
Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan
menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi
dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan
larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik
oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga
dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-
amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam
dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-
14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik
tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang
yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase
umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus
oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar
6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum
pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)
Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang
memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06
kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-
amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama
Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas
Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen
dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton
pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang
6
dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada
kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)
C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang
memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya
dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik
Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk
lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif
anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar
dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila
tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses
fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)
Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir
yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil
samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas
fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam
suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1
Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)
Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia
dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi
7
Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di
dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri
fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber
karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar
menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen
(Fardiaz 1988)
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang
biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu
menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal
klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan
morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari
industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus
merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada
klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk
membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan
Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan
Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)
D FERMENTASI
Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula
melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya
dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol
yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH
8
Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme
Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan
adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon
banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino
peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan
unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari
gula
Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk
pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk
CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan
fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume
Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir
yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)
Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa
khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi
aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena
tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan
yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar
dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara
pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi
respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel
karbondioksida dan air
Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk
khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir
yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi
pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif
dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih
singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan
khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat
9
diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat
digunakan natrium benzoat
Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-
72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol
adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan
gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi
molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan
Gay Lussac sebagai berikut
C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2
(gula) (etanol) (karbondioksida)
Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula
diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi
hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada
kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol
yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan
kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi
kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang
dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat
Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui
jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi
fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat
reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-
reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi
glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P
kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2
molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-
P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat
kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder
Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian
mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan
akseptor fosfat ADP membentuk ATP
Gambar 3 Embden
Selanjutnya 3-P
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
gliseraldehid
gliseraldehid
13-bifosfo gliserat
3-fosfo gliserat
2-fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
piruvat
dekarboksilase
Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007
P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
Glukosa
glukosa-6-fosfat
fruktosa-6-fosfat
fruktosa-16-bifosfat
gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat
gliseraldehid-3-fosfat
bifosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
asetaldehid etanol
heksokinase
fosfoglukosa isomerase
fosfofrukto kinase
aldolase
triose fosfat isomerase
gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
fosfogliserat kinase
fosfogliserat mutase
enolase
piruvat kinase
piruvat dekarboksilase
alkohol dehidrogenase
10
Diwan 2007)
asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
triose fosfat isomerase
11
dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang
kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol
Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk
diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi
khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan
Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10
(vv)
Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat
makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan
mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi
komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan
faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada
kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika
konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan
terhambat (Casida 1968)
Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan
adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia
kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian
yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas
limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus
dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)
Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi
diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan
ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber
organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step
liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen
anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat
Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk
fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan
amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga
yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA
12
E KINETIKA FERMENTASI
Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa
sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan
kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari
perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa
karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik
metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)
Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi
sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah
pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi
penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung
Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti
pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak
inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi
pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan
sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag
tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan
(Moat1988)
Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah
secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase
eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi
sementara metabolik dihasilkan
Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk
penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner
konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase
kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey
dan Olis 1991)
Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut
13
dx = μx-αx dt
Keterangan
x konsentrasi sel
t waktu fermentasi
μ laju pertumbuhan spesifik
α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan
Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga
α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi
dx= μx dt
Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel
pada suatu selang waktu tertentu adalah
x1intx2 dx = t1intt2μ dt x
akan diperoleh persamaan
ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t
laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada
kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi
pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik
yang menghambat pertumbuhan masih rendah
Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber
karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat
menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan
koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan
yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan
pertumbuhan sel adalah sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala
yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk
menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut
digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi
14
III METODOLOGI
A BAHAN DAN ALAT
1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven
inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator
tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer
sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur
pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol
kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat
dilihat pada Gambar 4
Sumbat Karet
Bioreaktor (500 ml)
Sumbat Kapas(Udara Keluar)
Air Steril
Pompa Udara
Udara Masuk
Sparger
SamplingValve
Flowmeter
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor
2 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu
yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-
IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di
15
antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH
dan CaCO3
Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa
glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk
analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator
kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan
larutan fenol
B METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan
penelitian utama
1 Persiapan Bahan
a Karakterisasi Pati Sagu
Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu
menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada
Lampiran 1
b Pembuatan Sirup Dekstrin
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara
enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati
menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada
Lampiran 2
c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin
Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap
sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)
d Penyiapan Inokulum
Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media
YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton
dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai
dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-
nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45
16
Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil
untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada
suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer
dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar
Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur
murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum
ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer
ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi
aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm
2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat
Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju
pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var
ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat
fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke
dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan
substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC
selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC
Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya
inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media
Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama
fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi
analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan
penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan
maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat
Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah
perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)
17
30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda
yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan
uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan
flow meter
3 Rekayasa Bioproses
Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik
untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari
penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai
μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil
fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol
dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap
parameter dapat dilihat pada Lampiran 5
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A PERSIAPAN FERMENTASI
Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung
kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa
yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat
dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu
amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang
memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati
sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa
dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi
menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan
Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan
digunakan
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode
enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan
asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan
pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila
menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak
Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu
dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit
gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini
yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol
Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan
total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat
sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam
proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi
total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)
19
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati
sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini
biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai
waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan
rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan
wine (Frazier dan Westhoff 1978)
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK
Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan
perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan
fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus
(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24
30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung
(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup
efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi
Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik
oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi
bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi
C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel
Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob
gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan
sel untuk memperbanyak diri
1 Biomassa
Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat
dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan
20
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6
Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm
Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
21
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk
kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi
substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut
Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan
rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin 1981)
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami
lisis dan mati
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan
pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3
B TUJUAN
Tujuan umum yang mendasari diadakannya penelitian ini adalah untuk
melihat potensi pembuatan bioetanol dari sirup dekstrin yang berasal dari pati
sagu sebagai bahan baku Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi pemilihan
laju aerasi dan konsentrasi gula substrat berdasarkan jumlah biomassa tertinggi
yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap parameter fermentasi lainnya (sisa
total gula dan pH) Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui
pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap kadar
etanol yang dihasilkan jumlah biomassa sisa total gula dan pH
4
II TINJAUAN PUSTAKA
A PATI SAGU
Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan
bahan makanan Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu
dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional Pati berbentuk butiran
atau granula yang berwarna putih mengkilat tidak berbau dan tidak mempunyai
rasa Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 14 α-glukosa
Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai
karbonnya (Haryato dan Pangloli 1992)
Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp) dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu
Karakterisasi Komposisi ()
Kadar Pati
sect Amilosa
sect Amilopektin
Kadar Serat
Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Lemak
Kadar Protein
8213
2775
7225
001
576
012
036
038
Sumber Hartoto et al (2005)
Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam
umumnya berbentuk bola atau elips Pati sagu berbentuk elips (prolate
ellipsoidal) mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar
daripada pati serealia Pati sagu mengandung sekitar 27 amilosa dan sekitar 73
amilopektin Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu
sendiri Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering kurang lekat
dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et
al 1986)
5
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati
terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut
disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa
mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan
amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5
dari berat total (Winarno 1997)
B SIRUP DEKSTRIN
Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan
menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi
dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan
larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik
oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga
dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-
amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam
dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-
14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik
tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang
yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase
umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus
oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar
6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum
pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)
Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang
memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06
kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-
amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama
Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas
Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen
dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton
pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang
6
dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada
kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)
C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang
memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya
dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik
Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk
lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif
anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar
dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila
tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses
fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)
Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir
yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil
samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas
fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam
suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1
Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)
Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia
dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi
7
Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di
dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri
fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber
karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar
menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen
(Fardiaz 1988)
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang
biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu
menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal
klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan
morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari
industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus
merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada
klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk
membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan
Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan
Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)
D FERMENTASI
Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula
melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya
dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol
yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH
8
Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme
Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan
adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon
banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino
peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan
unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari
gula
Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk
pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk
CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan
fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume
Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir
yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)
Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa
khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi
aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena
tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan
yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar
dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara
pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi
respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel
karbondioksida dan air
Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk
khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir
yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi
pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif
dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih
singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan
khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat
9
diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat
digunakan natrium benzoat
Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-
72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol
adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan
gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi
molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan
Gay Lussac sebagai berikut
C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2
(gula) (etanol) (karbondioksida)
Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula
diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi
hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada
kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol
yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan
kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi
kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang
dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat
Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui
jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi
fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat
reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-
reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi
glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P
kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2
molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-
P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat
kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder
Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian
mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan
akseptor fosfat ADP membentuk ATP
Gambar 3 Embden
Selanjutnya 3-P
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
gliseraldehid
gliseraldehid
13-bifosfo gliserat
3-fosfo gliserat
2-fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
piruvat
dekarboksilase
Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007
P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
Glukosa
glukosa-6-fosfat
fruktosa-6-fosfat
fruktosa-16-bifosfat
gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat
gliseraldehid-3-fosfat
bifosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
asetaldehid etanol
heksokinase
fosfoglukosa isomerase
fosfofrukto kinase
aldolase
triose fosfat isomerase
gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
fosfogliserat kinase
fosfogliserat mutase
enolase
piruvat kinase
piruvat dekarboksilase
alkohol dehidrogenase
10
Diwan 2007)
asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
triose fosfat isomerase
11
dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang
kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol
Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk
diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi
khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan
Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10
(vv)
Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat
makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan
mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi
komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan
faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada
kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika
konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan
terhambat (Casida 1968)
Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan
adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia
kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian
yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas
limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus
dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)
Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi
diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan
ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber
organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step
liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen
anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat
Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk
fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan
amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga
yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA
12
E KINETIKA FERMENTASI
Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa
sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan
kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari
perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa
karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik
metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)
Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi
sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah
pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi
penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung
Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti
pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak
inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi
pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan
sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag
tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan
(Moat1988)
Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah
secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase
eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi
sementara metabolik dihasilkan
Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk
penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner
konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase
kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey
dan Olis 1991)
Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut
13
dx = μx-αx dt
Keterangan
x konsentrasi sel
t waktu fermentasi
μ laju pertumbuhan spesifik
α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan
Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga
α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi
dx= μx dt
Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel
pada suatu selang waktu tertentu adalah
x1intx2 dx = t1intt2μ dt x
akan diperoleh persamaan
ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t
laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada
kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi
pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik
yang menghambat pertumbuhan masih rendah
Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber
karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat
menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan
koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan
yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan
pertumbuhan sel adalah sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala
yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk
menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut
digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi
14
III METODOLOGI
A BAHAN DAN ALAT
1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven
inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator
tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer
sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur
pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol
kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat
dilihat pada Gambar 4
Sumbat Karet
Bioreaktor (500 ml)
Sumbat Kapas(Udara Keluar)
Air Steril
Pompa Udara
Udara Masuk
Sparger
SamplingValve
Flowmeter
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor
2 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu
yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-
IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di
15
antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH
dan CaCO3
Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa
glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk
analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator
kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan
larutan fenol
B METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan
penelitian utama
1 Persiapan Bahan
a Karakterisasi Pati Sagu
Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu
menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada
Lampiran 1
b Pembuatan Sirup Dekstrin
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara
enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati
menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada
Lampiran 2
c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin
Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap
sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)
d Penyiapan Inokulum
Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media
YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton
dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai
dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-
nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45
16
Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil
untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada
suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer
dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar
Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur
murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum
ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer
ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi
aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm
2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat
Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju
pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var
ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat
fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke
dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan
substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC
selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC
Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya
inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media
Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama
fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi
analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan
penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan
maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat
Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah
perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)
17
30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda
yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan
uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan
flow meter
3 Rekayasa Bioproses
Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik
untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari
penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai
μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil
fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol
dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap
parameter dapat dilihat pada Lampiran 5
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A PERSIAPAN FERMENTASI
Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung
kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa
yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat
dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu
amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang
memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati
sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa
dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi
menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan
Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan
digunakan
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode
enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan
asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan
pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila
menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak
Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu
dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit
gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini
yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol
Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan
total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat
sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam
proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi
total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)
19
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati
sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini
biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai
waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan
rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan
wine (Frazier dan Westhoff 1978)
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK
Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan
perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan
fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus
(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24
30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung
(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup
efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi
Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik
oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi
bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi
C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel
Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob
gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan
sel untuk memperbanyak diri
1 Biomassa
Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat
dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan
20
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6
Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm
Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
21
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk
kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi
substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut
Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan
rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin 1981)
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami
lisis dan mati
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan
pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
4
II TINJAUAN PUSTAKA
A PATI SAGU
Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan
bahan makanan Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu
dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional Pati berbentuk butiran
atau granula yang berwarna putih mengkilat tidak berbau dan tidak mempunyai
rasa Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 14 α-glukosa
Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai
karbonnya (Haryato dan Pangloli 1992)
Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp) dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu
Karakterisasi Komposisi ()
Kadar Pati
sect Amilosa
sect Amilopektin
Kadar Serat
Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Lemak
Kadar Protein
8213
2775
7225
001
576
012
036
038
Sumber Hartoto et al (2005)
Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam
umumnya berbentuk bola atau elips Pati sagu berbentuk elips (prolate
ellipsoidal) mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar
daripada pati serealia Pati sagu mengandung sekitar 27 amilosa dan sekitar 73
amilopektin Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu
sendiri Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering kurang lekat
dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et
al 1986)
5
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati
terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut
disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa
mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan
amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5
dari berat total (Winarno 1997)
B SIRUP DEKSTRIN
Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan
menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi
dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan
larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik
oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga
dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-
amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam
dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-
14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik
tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang
yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase
umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus
oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar
6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum
pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)
Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang
memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06
kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-
amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama
Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas
Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen
dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton
pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang
6
dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada
kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)
C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang
memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya
dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik
Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk
lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif
anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar
dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila
tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses
fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)
Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir
yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil
samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas
fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam
suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1
Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)
Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia
dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi
7
Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di
dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri
fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber
karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar
menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen
(Fardiaz 1988)
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang
biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu
menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal
klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan
morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari
industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus
merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada
klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk
membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan
Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan
Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)
D FERMENTASI
Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula
melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya
dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol
yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH
8
Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme
Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan
adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon
banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino
peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan
unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari
gula
Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk
pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk
CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan
fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume
Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir
yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)
Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa
khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi
aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena
tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan
yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar
dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara
pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi
respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel
karbondioksida dan air
Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk
khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir
yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi
pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif
dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih
singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan
khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat
9
diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat
digunakan natrium benzoat
Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-
72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol
adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan
gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi
molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan
Gay Lussac sebagai berikut
C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2
(gula) (etanol) (karbondioksida)
Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula
diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi
hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada
kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol
yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan
kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi
kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang
dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat
Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui
jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi
fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat
reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-
reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi
glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P
kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2
molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-
P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat
kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder
Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian
mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan
akseptor fosfat ADP membentuk ATP
Gambar 3 Embden
Selanjutnya 3-P
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
gliseraldehid
gliseraldehid
13-bifosfo gliserat
3-fosfo gliserat
2-fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
piruvat
dekarboksilase
Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007
P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
Glukosa
glukosa-6-fosfat
fruktosa-6-fosfat
fruktosa-16-bifosfat
gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat
gliseraldehid-3-fosfat
bifosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
asetaldehid etanol
heksokinase
fosfoglukosa isomerase
fosfofrukto kinase
aldolase
triose fosfat isomerase
gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
fosfogliserat kinase
fosfogliserat mutase
enolase
piruvat kinase
piruvat dekarboksilase
alkohol dehidrogenase
10
Diwan 2007)
asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
triose fosfat isomerase
11
dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang
kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol
Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk
diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi
khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan
Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10
(vv)
Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat
makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan
mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi
komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan
faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada
kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika
konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan
terhambat (Casida 1968)
Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan
adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia
kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian
yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas
limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus
dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)
Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi
diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan
ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber
organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step
liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen
anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat
Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk
fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan
amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga
yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA
12
E KINETIKA FERMENTASI
Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa
sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan
kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari
perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa
karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik
metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)
Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi
sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah
pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi
penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung
Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti
pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak
inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi
pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan
sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag
tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan
(Moat1988)
Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah
secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase
eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi
sementara metabolik dihasilkan
Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk
penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner
konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase
kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey
dan Olis 1991)
Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut
13
dx = μx-αx dt
Keterangan
x konsentrasi sel
t waktu fermentasi
μ laju pertumbuhan spesifik
α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan
Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga
α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi
dx= μx dt
Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel
pada suatu selang waktu tertentu adalah
x1intx2 dx = t1intt2μ dt x
akan diperoleh persamaan
ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t
laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada
kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi
pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik
yang menghambat pertumbuhan masih rendah
Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber
karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat
menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan
koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan
yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan
pertumbuhan sel adalah sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala
yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk
menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut
digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi
14
III METODOLOGI
A BAHAN DAN ALAT
1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven
inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator
tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer
sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur
pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol
kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat
dilihat pada Gambar 4
Sumbat Karet
Bioreaktor (500 ml)
Sumbat Kapas(Udara Keluar)
Air Steril
Pompa Udara
Udara Masuk
Sparger
SamplingValve
Flowmeter
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor
2 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu
yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-
IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di
15
antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH
dan CaCO3
Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa
glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk
analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator
kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan
larutan fenol
B METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan
penelitian utama
1 Persiapan Bahan
a Karakterisasi Pati Sagu
Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu
menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada
Lampiran 1
b Pembuatan Sirup Dekstrin
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara
enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati
menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada
Lampiran 2
c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin
Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap
sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)
d Penyiapan Inokulum
Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media
YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton
dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai
dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-
nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45
16
Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil
untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada
suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer
dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar
Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur
murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum
ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer
ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi
aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm
2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat
Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju
pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var
ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat
fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke
dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan
substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC
selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC
Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya
inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media
Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama
fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi
analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan
penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan
maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat
Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah
perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)
17
30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda
yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan
uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan
flow meter
3 Rekayasa Bioproses
Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik
untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari
penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai
μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil
fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol
dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap
parameter dapat dilihat pada Lampiran 5
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A PERSIAPAN FERMENTASI
Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung
kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa
yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat
dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu
amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang
memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati
sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa
dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi
menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan
Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan
digunakan
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode
enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan
asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan
pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila
menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak
Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu
dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit
gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini
yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol
Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan
total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat
sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam
proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi
total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)
19
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati
sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini
biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai
waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan
rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan
wine (Frazier dan Westhoff 1978)
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK
Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan
perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan
fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus
(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24
30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung
(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup
efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi
Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik
oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi
bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi
C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel
Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob
gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan
sel untuk memperbanyak diri
1 Biomassa
Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat
dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan
20
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6
Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm
Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
21
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk
kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi
substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut
Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan
rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin 1981)
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami
lisis dan mati
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan
pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
5
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati
terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut
disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa
mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan
amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5
dari berat total (Winarno 1997)
B SIRUP DEKSTRIN
Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan
menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi
dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan
larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik
oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga
dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-
amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam
dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-
14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik
tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang
yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase
umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus
oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar
6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum
pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)
Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang
memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06
kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-
amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama
Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas
Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen
dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton
pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang
6
dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada
kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)
C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang
memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya
dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik
Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk
lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif
anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar
dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila
tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses
fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)
Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir
yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil
samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas
fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam
suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1
Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)
Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia
dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi
7
Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di
dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri
fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber
karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar
menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen
(Fardiaz 1988)
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang
biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu
menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal
klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan
morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari
industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus
merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada
klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk
membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan
Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan
Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)
D FERMENTASI
Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula
melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya
dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol
yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH
8
Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme
Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan
adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon
banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino
peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan
unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari
gula
Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk
pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk
CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan
fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume
Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir
yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)
Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa
khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi
aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena
tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan
yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar
dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara
pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi
respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel
karbondioksida dan air
Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk
khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir
yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi
pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif
dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih
singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan
khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat
9
diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat
digunakan natrium benzoat
Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-
72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol
adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan
gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi
molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan
Gay Lussac sebagai berikut
C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2
(gula) (etanol) (karbondioksida)
Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula
diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi
hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada
kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol
yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan
kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi
kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang
dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat
Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui
jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi
fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat
reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-
reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi
glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P
kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2
molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-
P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat
kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder
Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian
mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan
akseptor fosfat ADP membentuk ATP
Gambar 3 Embden
Selanjutnya 3-P
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
gliseraldehid
gliseraldehid
13-bifosfo gliserat
3-fosfo gliserat
2-fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
piruvat
dekarboksilase
Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007
P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
Glukosa
glukosa-6-fosfat
fruktosa-6-fosfat
fruktosa-16-bifosfat
gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat
gliseraldehid-3-fosfat
bifosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
asetaldehid etanol
heksokinase
fosfoglukosa isomerase
fosfofrukto kinase
aldolase
triose fosfat isomerase
gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
fosfogliserat kinase
fosfogliserat mutase
enolase
piruvat kinase
piruvat dekarboksilase
alkohol dehidrogenase
10
Diwan 2007)
asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
triose fosfat isomerase
11
dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang
kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol
Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk
diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi
khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan
Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10
(vv)
Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat
makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan
mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi
komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan
faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada
kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika
konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan
terhambat (Casida 1968)
Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan
adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia
kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian
yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas
limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus
dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)
Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi
diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan
ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber
organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step
liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen
anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat
Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk
fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan
amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga
yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA
12
E KINETIKA FERMENTASI
Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa
sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan
kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari
perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa
karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik
metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)
Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi
sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah
pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi
penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung
Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti
pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak
inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi
pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan
sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag
tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan
(Moat1988)
Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah
secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase
eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi
sementara metabolik dihasilkan
Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk
penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner
konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase
kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey
dan Olis 1991)
Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut
13
dx = μx-αx dt
Keterangan
x konsentrasi sel
t waktu fermentasi
μ laju pertumbuhan spesifik
α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan
Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga
α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi
dx= μx dt
Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel
pada suatu selang waktu tertentu adalah
x1intx2 dx = t1intt2μ dt x
akan diperoleh persamaan
ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t
laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada
kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi
pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik
yang menghambat pertumbuhan masih rendah
Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber
karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat
menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan
koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan
yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan
pertumbuhan sel adalah sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala
yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk
menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut
digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi
14
III METODOLOGI
A BAHAN DAN ALAT
1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven
inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator
tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer
sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur
pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol
kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat
dilihat pada Gambar 4
Sumbat Karet
Bioreaktor (500 ml)
Sumbat Kapas(Udara Keluar)
Air Steril
Pompa Udara
Udara Masuk
Sparger
SamplingValve
Flowmeter
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor
2 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu
yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-
IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di
15
antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH
dan CaCO3
Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa
glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk
analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator
kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan
larutan fenol
B METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan
penelitian utama
1 Persiapan Bahan
a Karakterisasi Pati Sagu
Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu
menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada
Lampiran 1
b Pembuatan Sirup Dekstrin
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara
enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati
menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada
Lampiran 2
c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin
Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap
sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)
d Penyiapan Inokulum
Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media
YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton
dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai
dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-
nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45
16
Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil
untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada
suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer
dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar
Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur
murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum
ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer
ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi
aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm
2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat
Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju
pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var
ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat
fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke
dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan
substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC
selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC
Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya
inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media
Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama
fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi
analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan
penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan
maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat
Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah
perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)
17
30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda
yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan
uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan
flow meter
3 Rekayasa Bioproses
Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik
untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari
penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai
μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil
fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol
dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap
parameter dapat dilihat pada Lampiran 5
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A PERSIAPAN FERMENTASI
Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung
kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa
yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat
dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu
amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang
memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati
sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa
dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi
menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan
Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan
digunakan
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode
enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan
asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan
pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila
menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak
Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu
dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit
gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini
yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol
Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan
total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat
sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam
proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi
total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)
19
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati
sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini
biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai
waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan
rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan
wine (Frazier dan Westhoff 1978)
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK
Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan
perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan
fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus
(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24
30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung
(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup
efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi
Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik
oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi
bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi
C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel
Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob
gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan
sel untuk memperbanyak diri
1 Biomassa
Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat
dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan
20
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6
Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm
Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
21
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk
kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi
substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut
Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan
rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin 1981)
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami
lisis dan mati
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan
pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
6
dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada
kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)
C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang
memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya
dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik
Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk
lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif
anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar
dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila
tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses
fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)
Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir
yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil
samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas
fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam
suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1
Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)
Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia
dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi
7
Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di
dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri
fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber
karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar
menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen
(Fardiaz 1988)
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang
biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu
menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal
klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan
morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari
industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus
merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada
klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk
membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan
Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan
Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)
D FERMENTASI
Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula
melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya
dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol
yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH
8
Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme
Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan
adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon
banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino
peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan
unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari
gula
Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk
pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk
CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan
fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume
Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir
yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)
Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa
khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi
aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena
tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan
yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar
dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara
pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi
respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel
karbondioksida dan air
Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk
khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir
yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi
pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif
dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih
singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan
khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat
9
diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat
digunakan natrium benzoat
Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-
72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol
adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan
gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi
molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan
Gay Lussac sebagai berikut
C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2
(gula) (etanol) (karbondioksida)
Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula
diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi
hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada
kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol
yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan
kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi
kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang
dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat
Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui
jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi
fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat
reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-
reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi
glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P
kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2
molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-
P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat
kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder
Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian
mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan
akseptor fosfat ADP membentuk ATP
Gambar 3 Embden
Selanjutnya 3-P
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
gliseraldehid
gliseraldehid
13-bifosfo gliserat
3-fosfo gliserat
2-fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
piruvat
dekarboksilase
Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007
P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
Glukosa
glukosa-6-fosfat
fruktosa-6-fosfat
fruktosa-16-bifosfat
gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat
gliseraldehid-3-fosfat
bifosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
asetaldehid etanol
heksokinase
fosfoglukosa isomerase
fosfofrukto kinase
aldolase
triose fosfat isomerase
gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
fosfogliserat kinase
fosfogliserat mutase
enolase
piruvat kinase
piruvat dekarboksilase
alkohol dehidrogenase
10
Diwan 2007)
asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
triose fosfat isomerase
11
dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang
kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol
Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk
diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi
khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan
Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10
(vv)
Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat
makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan
mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi
komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan
faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada
kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika
konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan
terhambat (Casida 1968)
Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan
adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia
kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian
yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas
limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus
dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)
Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi
diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan
ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber
organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step
liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen
anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat
Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk
fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan
amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga
yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA
12
E KINETIKA FERMENTASI
Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa
sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan
kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari
perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa
karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik
metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)
Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi
sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah
pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi
penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung
Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti
pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak
inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi
pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan
sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag
tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan
(Moat1988)
Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah
secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase
eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi
sementara metabolik dihasilkan
Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk
penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner
konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase
kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey
dan Olis 1991)
Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut
13
dx = μx-αx dt
Keterangan
x konsentrasi sel
t waktu fermentasi
μ laju pertumbuhan spesifik
α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan
Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga
α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi
dx= μx dt
Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel
pada suatu selang waktu tertentu adalah
x1intx2 dx = t1intt2μ dt x
akan diperoleh persamaan
ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t
laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada
kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi
pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik
yang menghambat pertumbuhan masih rendah
Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber
karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat
menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan
koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan
yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan
pertumbuhan sel adalah sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala
yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk
menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut
digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi
14
III METODOLOGI
A BAHAN DAN ALAT
1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven
inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator
tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer
sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur
pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol
kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat
dilihat pada Gambar 4
Sumbat Karet
Bioreaktor (500 ml)
Sumbat Kapas(Udara Keluar)
Air Steril
Pompa Udara
Udara Masuk
Sparger
SamplingValve
Flowmeter
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor
2 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu
yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-
IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di
15
antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH
dan CaCO3
Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa
glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk
analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator
kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan
larutan fenol
B METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan
penelitian utama
1 Persiapan Bahan
a Karakterisasi Pati Sagu
Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu
menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada
Lampiran 1
b Pembuatan Sirup Dekstrin
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara
enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati
menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada
Lampiran 2
c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin
Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap
sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)
d Penyiapan Inokulum
Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media
YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton
dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai
dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-
nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45
16
Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil
untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada
suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer
dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar
Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur
murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum
ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer
ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi
aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm
2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat
Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju
pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var
ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat
fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke
dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan
substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC
selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC
Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya
inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media
Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama
fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi
analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan
penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan
maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat
Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah
perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)
17
30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda
yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan
uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan
flow meter
3 Rekayasa Bioproses
Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik
untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari
penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai
μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil
fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol
dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap
parameter dapat dilihat pada Lampiran 5
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A PERSIAPAN FERMENTASI
Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung
kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa
yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat
dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu
amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang
memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati
sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa
dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi
menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan
Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan
digunakan
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode
enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan
asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan
pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila
menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak
Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu
dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit
gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini
yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol
Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan
total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat
sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam
proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi
total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)
19
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati
sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini
biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai
waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan
rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan
wine (Frazier dan Westhoff 1978)
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK
Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan
perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan
fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus
(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24
30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung
(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup
efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi
Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik
oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi
bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi
C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel
Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob
gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan
sel untuk memperbanyak diri
1 Biomassa
Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat
dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan
20
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6
Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm
Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
21
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk
kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi
substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut
Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan
rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin 1981)
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami
lisis dan mati
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan
pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
7
Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di
dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri
fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber
karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar
menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen
(Fardiaz 1988)
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang
biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu
menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal
klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan
morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari
industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus
merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada
klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk
membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan
Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan
Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)
D FERMENTASI
Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula
melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya
dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol
yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH
8
Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme
Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan
adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon
banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino
peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan
unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari
gula
Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk
pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk
CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan
fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume
Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir
yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)
Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa
khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi
aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena
tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan
yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar
dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara
pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi
respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel
karbondioksida dan air
Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk
khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir
yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi
pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif
dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih
singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan
khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat
9
diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat
digunakan natrium benzoat
Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-
72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol
adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan
gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi
molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan
Gay Lussac sebagai berikut
C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2
(gula) (etanol) (karbondioksida)
Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula
diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi
hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada
kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol
yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan
kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi
kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang
dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat
Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui
jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi
fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat
reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-
reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi
glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P
kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2
molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-
P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat
kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder
Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian
mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan
akseptor fosfat ADP membentuk ATP
Gambar 3 Embden
Selanjutnya 3-P
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
gliseraldehid
gliseraldehid
13-bifosfo gliserat
3-fosfo gliserat
2-fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
piruvat
dekarboksilase
Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007
P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
Glukosa
glukosa-6-fosfat
fruktosa-6-fosfat
fruktosa-16-bifosfat
gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat
gliseraldehid-3-fosfat
bifosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
asetaldehid etanol
heksokinase
fosfoglukosa isomerase
fosfofrukto kinase
aldolase
triose fosfat isomerase
gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
fosfogliserat kinase
fosfogliserat mutase
enolase
piruvat kinase
piruvat dekarboksilase
alkohol dehidrogenase
10
Diwan 2007)
asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
triose fosfat isomerase
11
dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang
kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol
Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk
diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi
khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan
Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10
(vv)
Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat
makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan
mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi
komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan
faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada
kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika
konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan
terhambat (Casida 1968)
Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan
adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia
kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian
yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas
limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus
dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)
Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi
diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan
ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber
organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step
liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen
anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat
Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk
fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan
amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga
yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA
12
E KINETIKA FERMENTASI
Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa
sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan
kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari
perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa
karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik
metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)
Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi
sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah
pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi
penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung
Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti
pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak
inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi
pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan
sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag
tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan
(Moat1988)
Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah
secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase
eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi
sementara metabolik dihasilkan
Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk
penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner
konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase
kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey
dan Olis 1991)
Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut
13
dx = μx-αx dt
Keterangan
x konsentrasi sel
t waktu fermentasi
μ laju pertumbuhan spesifik
α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan
Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga
α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi
dx= μx dt
Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel
pada suatu selang waktu tertentu adalah
x1intx2 dx = t1intt2μ dt x
akan diperoleh persamaan
ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t
laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada
kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi
pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik
yang menghambat pertumbuhan masih rendah
Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber
karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat
menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan
koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan
yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan
pertumbuhan sel adalah sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala
yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk
menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut
digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi
14
III METODOLOGI
A BAHAN DAN ALAT
1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven
inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator
tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer
sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur
pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol
kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat
dilihat pada Gambar 4
Sumbat Karet
Bioreaktor (500 ml)
Sumbat Kapas(Udara Keluar)
Air Steril
Pompa Udara
Udara Masuk
Sparger
SamplingValve
Flowmeter
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor
2 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu
yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-
IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di
15
antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH
dan CaCO3
Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa
glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk
analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator
kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan
larutan fenol
B METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan
penelitian utama
1 Persiapan Bahan
a Karakterisasi Pati Sagu
Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu
menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada
Lampiran 1
b Pembuatan Sirup Dekstrin
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara
enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati
menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada
Lampiran 2
c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin
Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap
sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)
d Penyiapan Inokulum
Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media
YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton
dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai
dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-
nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45
16
Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil
untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada
suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer
dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar
Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur
murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum
ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer
ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi
aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm
2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat
Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju
pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var
ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat
fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke
dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan
substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC
selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC
Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya
inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media
Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama
fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi
analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan
penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan
maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat
Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah
perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)
17
30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda
yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan
uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan
flow meter
3 Rekayasa Bioproses
Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik
untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari
penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai
μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil
fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol
dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap
parameter dapat dilihat pada Lampiran 5
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A PERSIAPAN FERMENTASI
Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung
kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa
yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat
dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu
amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang
memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati
sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa
dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi
menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan
Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan
digunakan
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode
enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan
asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan
pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila
menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak
Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu
dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit
gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini
yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol
Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan
total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat
sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam
proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi
total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)
19
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati
sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini
biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai
waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan
rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan
wine (Frazier dan Westhoff 1978)
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK
Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan
perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan
fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus
(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24
30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung
(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup
efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi
Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik
oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi
bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi
C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel
Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob
gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan
sel untuk memperbanyak diri
1 Biomassa
Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat
dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan
20
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6
Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm
Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
21
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk
kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi
substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut
Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan
rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin 1981)
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami
lisis dan mati
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan
pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
8
Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme
Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan
adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon
banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino
peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan
unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari
gula
Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk
pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk
CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan
fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume
Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir
yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)
Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa
khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi
aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena
tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan
yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar
dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara
pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi
respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel
karbondioksida dan air
Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk
khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir
yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi
pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif
dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih
singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan
khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat
9
diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat
digunakan natrium benzoat
Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-
72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol
adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan
gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi
molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan
Gay Lussac sebagai berikut
C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2
(gula) (etanol) (karbondioksida)
Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula
diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi
hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada
kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol
yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan
kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi
kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang
dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat
Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui
jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi
fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat
reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-
reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi
glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P
kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2
molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-
P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat
kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder
Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian
mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan
akseptor fosfat ADP membentuk ATP
Gambar 3 Embden
Selanjutnya 3-P
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
gliseraldehid
gliseraldehid
13-bifosfo gliserat
3-fosfo gliserat
2-fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
piruvat
dekarboksilase
Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007
P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
Glukosa
glukosa-6-fosfat
fruktosa-6-fosfat
fruktosa-16-bifosfat
gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat
gliseraldehid-3-fosfat
bifosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
asetaldehid etanol
heksokinase
fosfoglukosa isomerase
fosfofrukto kinase
aldolase
triose fosfat isomerase
gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
fosfogliserat kinase
fosfogliserat mutase
enolase
piruvat kinase
piruvat dekarboksilase
alkohol dehidrogenase
10
Diwan 2007)
asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
triose fosfat isomerase
11
dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang
kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol
Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk
diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi
khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan
Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10
(vv)
Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat
makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan
mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi
komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan
faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada
kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika
konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan
terhambat (Casida 1968)
Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan
adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia
kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian
yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas
limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus
dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)
Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi
diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan
ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber
organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step
liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen
anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat
Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk
fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan
amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga
yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA
12
E KINETIKA FERMENTASI
Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa
sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan
kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari
perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa
karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik
metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)
Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi
sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah
pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi
penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung
Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti
pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak
inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi
pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan
sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag
tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan
(Moat1988)
Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah
secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase
eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi
sementara metabolik dihasilkan
Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk
penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner
konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase
kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey
dan Olis 1991)
Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut
13
dx = μx-αx dt
Keterangan
x konsentrasi sel
t waktu fermentasi
μ laju pertumbuhan spesifik
α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan
Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga
α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi
dx= μx dt
Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel
pada suatu selang waktu tertentu adalah
x1intx2 dx = t1intt2μ dt x
akan diperoleh persamaan
ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t
laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada
kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi
pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik
yang menghambat pertumbuhan masih rendah
Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber
karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat
menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan
koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan
yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan
pertumbuhan sel adalah sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala
yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk
menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut
digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi
14
III METODOLOGI
A BAHAN DAN ALAT
1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven
inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator
tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer
sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur
pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol
kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat
dilihat pada Gambar 4
Sumbat Karet
Bioreaktor (500 ml)
Sumbat Kapas(Udara Keluar)
Air Steril
Pompa Udara
Udara Masuk
Sparger
SamplingValve
Flowmeter
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor
2 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu
yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-
IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di
15
antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH
dan CaCO3
Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa
glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk
analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator
kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan
larutan fenol
B METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan
penelitian utama
1 Persiapan Bahan
a Karakterisasi Pati Sagu
Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu
menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada
Lampiran 1
b Pembuatan Sirup Dekstrin
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara
enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati
menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada
Lampiran 2
c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin
Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap
sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)
d Penyiapan Inokulum
Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media
YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton
dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai
dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-
nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45
16
Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil
untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada
suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer
dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar
Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur
murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum
ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer
ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi
aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm
2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat
Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju
pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var
ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat
fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke
dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan
substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC
selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC
Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya
inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media
Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama
fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi
analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan
penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan
maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat
Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah
perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)
17
30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda
yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan
uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan
flow meter
3 Rekayasa Bioproses
Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik
untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari
penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai
μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil
fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol
dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap
parameter dapat dilihat pada Lampiran 5
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A PERSIAPAN FERMENTASI
Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung
kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa
yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat
dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu
amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang
memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati
sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa
dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi
menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan
Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan
digunakan
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode
enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan
asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan
pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila
menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak
Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu
dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit
gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini
yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol
Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan
total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat
sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam
proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi
total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)
19
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati
sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini
biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai
waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan
rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan
wine (Frazier dan Westhoff 1978)
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK
Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan
perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan
fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus
(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24
30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung
(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup
efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi
Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik
oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi
bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi
C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel
Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob
gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan
sel untuk memperbanyak diri
1 Biomassa
Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat
dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan
20
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6
Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm
Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
21
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk
kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi
substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut
Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan
rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin 1981)
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami
lisis dan mati
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan
pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
9
diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat
digunakan natrium benzoat
Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-
72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol
adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan
gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi
molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan
Gay Lussac sebagai berikut
C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2
(gula) (etanol) (karbondioksida)
Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula
diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi
hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada
kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol
yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan
kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi
kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang
dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat
Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui
jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi
fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat
reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-
reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi
glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P
kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2
molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-
P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat
kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder
Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian
mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan
akseptor fosfat ADP membentuk ATP
Gambar 3 Embden
Selanjutnya 3-P
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
gliseraldehid
gliseraldehid
13-bifosfo gliserat
3-fosfo gliserat
2-fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
piruvat
dekarboksilase
Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007
P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
Glukosa
glukosa-6-fosfat
fruktosa-6-fosfat
fruktosa-16-bifosfat
gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat
gliseraldehid-3-fosfat
bifosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
asetaldehid etanol
heksokinase
fosfoglukosa isomerase
fosfofrukto kinase
aldolase
triose fosfat isomerase
gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
fosfogliserat kinase
fosfogliserat mutase
enolase
piruvat kinase
piruvat dekarboksilase
alkohol dehidrogenase
10
Diwan 2007)
asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
triose fosfat isomerase
11
dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang
kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol
Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk
diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi
khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan
Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10
(vv)
Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat
makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan
mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi
komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan
faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada
kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika
konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan
terhambat (Casida 1968)
Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan
adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia
kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian
yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas
limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus
dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)
Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi
diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan
ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber
organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step
liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen
anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat
Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk
fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan
amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga
yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA
12
E KINETIKA FERMENTASI
Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa
sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan
kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari
perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa
karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik
metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)
Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi
sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah
pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi
penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung
Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti
pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak
inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi
pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan
sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag
tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan
(Moat1988)
Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah
secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase
eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi
sementara metabolik dihasilkan
Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk
penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner
konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase
kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey
dan Olis 1991)
Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut
13
dx = μx-αx dt
Keterangan
x konsentrasi sel
t waktu fermentasi
μ laju pertumbuhan spesifik
α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan
Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga
α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi
dx= μx dt
Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel
pada suatu selang waktu tertentu adalah
x1intx2 dx = t1intt2μ dt x
akan diperoleh persamaan
ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t
laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada
kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi
pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik
yang menghambat pertumbuhan masih rendah
Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber
karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat
menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan
koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan
yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan
pertumbuhan sel adalah sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala
yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk
menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut
digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi
14
III METODOLOGI
A BAHAN DAN ALAT
1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven
inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator
tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer
sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur
pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol
kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat
dilihat pada Gambar 4
Sumbat Karet
Bioreaktor (500 ml)
Sumbat Kapas(Udara Keluar)
Air Steril
Pompa Udara
Udara Masuk
Sparger
SamplingValve
Flowmeter
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor
2 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu
yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-
IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di
15
antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH
dan CaCO3
Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa
glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk
analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator
kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan
larutan fenol
B METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan
penelitian utama
1 Persiapan Bahan
a Karakterisasi Pati Sagu
Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu
menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada
Lampiran 1
b Pembuatan Sirup Dekstrin
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara
enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati
menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada
Lampiran 2
c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin
Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap
sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)
d Penyiapan Inokulum
Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media
YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton
dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai
dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-
nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45
16
Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil
untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada
suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer
dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar
Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur
murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum
ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer
ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi
aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm
2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat
Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju
pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var
ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat
fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke
dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan
substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC
selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC
Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya
inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media
Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama
fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi
analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan
penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan
maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat
Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah
perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)
17
30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda
yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan
uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan
flow meter
3 Rekayasa Bioproses
Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik
untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari
penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai
μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil
fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol
dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap
parameter dapat dilihat pada Lampiran 5
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A PERSIAPAN FERMENTASI
Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung
kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa
yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat
dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu
amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang
memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati
sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa
dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi
menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan
Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan
digunakan
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode
enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan
asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan
pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila
menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak
Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu
dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit
gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini
yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol
Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan
total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat
sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam
proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi
total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)
19
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati
sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini
biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai
waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan
rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan
wine (Frazier dan Westhoff 1978)
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK
Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan
perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan
fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus
(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24
30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung
(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup
efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi
Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik
oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi
bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi
C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel
Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob
gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan
sel untuk memperbanyak diri
1 Biomassa
Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat
dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan
20
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6
Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm
Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
21
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk
kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi
substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut
Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan
rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin 1981)
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami
lisis dan mati
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan
pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
Gambar 3 Embden
Selanjutnya 3-P
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
gliseraldehid
gliseraldehid
13-bifosfo gliserat
3-fosfo gliserat
2-fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
piruvat
dekarboksilase
Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007
P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
Glukosa
glukosa-6-fosfat
fruktosa-6-fosfat
fruktosa-16-bifosfat
gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat
gliseraldehid-3-fosfat
bifosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo gliserat
fosfo enol piruvat
piruvat
asetaldehid etanol
heksokinase
fosfoglukosa isomerase
fosfofrukto kinase
aldolase
triose fosfat isomerase
gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
fosfogliserat kinase
fosfogliserat mutase
enolase
piruvat kinase
piruvat dekarboksilase
alkohol dehidrogenase
10
Diwan 2007)
asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi
triose fosfat isomerase
11
dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang
kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol
Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk
diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi
khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan
Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10
(vv)
Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat
makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan
mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi
komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan
faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada
kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika
konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan
terhambat (Casida 1968)
Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan
adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia
kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian
yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas
limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus
dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)
Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi
diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan
ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber
organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step
liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen
anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat
Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk
fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan
amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga
yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA
12
E KINETIKA FERMENTASI
Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa
sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan
kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari
perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa
karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik
metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)
Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi
sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah
pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi
penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung
Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti
pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak
inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi
pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan
sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag
tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan
(Moat1988)
Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah
secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase
eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi
sementara metabolik dihasilkan
Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk
penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner
konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase
kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey
dan Olis 1991)
Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut
13
dx = μx-αx dt
Keterangan
x konsentrasi sel
t waktu fermentasi
μ laju pertumbuhan spesifik
α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan
Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga
α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi
dx= μx dt
Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel
pada suatu selang waktu tertentu adalah
x1intx2 dx = t1intt2μ dt x
akan diperoleh persamaan
ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t
laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada
kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi
pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik
yang menghambat pertumbuhan masih rendah
Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber
karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat
menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan
koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan
yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan
pertumbuhan sel adalah sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala
yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk
menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut
digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi
14
III METODOLOGI
A BAHAN DAN ALAT
1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven
inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator
tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer
sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur
pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol
kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat
dilihat pada Gambar 4
Sumbat Karet
Bioreaktor (500 ml)
Sumbat Kapas(Udara Keluar)
Air Steril
Pompa Udara
Udara Masuk
Sparger
SamplingValve
Flowmeter
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor
2 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu
yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-
IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di
15
antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH
dan CaCO3
Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa
glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk
analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator
kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan
larutan fenol
B METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan
penelitian utama
1 Persiapan Bahan
a Karakterisasi Pati Sagu
Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu
menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada
Lampiran 1
b Pembuatan Sirup Dekstrin
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara
enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati
menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada
Lampiran 2
c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin
Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap
sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)
d Penyiapan Inokulum
Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media
YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton
dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai
dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-
nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45
16
Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil
untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada
suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer
dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar
Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur
murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum
ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer
ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi
aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm
2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat
Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju
pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var
ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat
fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke
dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan
substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC
selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC
Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya
inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media
Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama
fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi
analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan
penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan
maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat
Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah
perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)
17
30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda
yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan
uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan
flow meter
3 Rekayasa Bioproses
Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik
untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari
penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai
μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil
fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol
dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap
parameter dapat dilihat pada Lampiran 5
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A PERSIAPAN FERMENTASI
Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung
kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa
yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat
dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu
amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang
memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati
sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa
dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi
menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan
Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan
digunakan
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode
enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan
asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan
pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila
menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak
Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu
dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit
gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini
yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol
Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan
total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat
sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam
proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi
total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)
19
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati
sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini
biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai
waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan
rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan
wine (Frazier dan Westhoff 1978)
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK
Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan
perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan
fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus
(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24
30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung
(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup
efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi
Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik
oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi
bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi
C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel
Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob
gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan
sel untuk memperbanyak diri
1 Biomassa
Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat
dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan
20
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6
Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm
Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
21
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk
kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi
substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut
Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan
rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin 1981)
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami
lisis dan mati
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan
pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
11
dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang
kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol
Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk
diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi
khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan
Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10
(vv)
Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat
makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan
mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi
komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan
faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada
kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika
konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan
terhambat (Casida 1968)
Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan
adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia
kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian
yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas
limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus
dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)
Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi
diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan
ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber
organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step
liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen
anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat
Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk
fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan
amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga
yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA
12
E KINETIKA FERMENTASI
Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa
sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan
kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari
perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa
karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik
metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)
Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi
sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah
pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi
penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung
Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti
pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak
inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi
pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan
sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag
tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan
(Moat1988)
Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah
secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase
eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi
sementara metabolik dihasilkan
Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk
penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner
konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase
kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey
dan Olis 1991)
Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut
13
dx = μx-αx dt
Keterangan
x konsentrasi sel
t waktu fermentasi
μ laju pertumbuhan spesifik
α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan
Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga
α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi
dx= μx dt
Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel
pada suatu selang waktu tertentu adalah
x1intx2 dx = t1intt2μ dt x
akan diperoleh persamaan
ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t
laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada
kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi
pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik
yang menghambat pertumbuhan masih rendah
Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber
karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat
menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan
koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan
yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan
pertumbuhan sel adalah sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala
yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk
menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut
digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi
14
III METODOLOGI
A BAHAN DAN ALAT
1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven
inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator
tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer
sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur
pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol
kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat
dilihat pada Gambar 4
Sumbat Karet
Bioreaktor (500 ml)
Sumbat Kapas(Udara Keluar)
Air Steril
Pompa Udara
Udara Masuk
Sparger
SamplingValve
Flowmeter
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor
2 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu
yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-
IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di
15
antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH
dan CaCO3
Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa
glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk
analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator
kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan
larutan fenol
B METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan
penelitian utama
1 Persiapan Bahan
a Karakterisasi Pati Sagu
Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu
menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada
Lampiran 1
b Pembuatan Sirup Dekstrin
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara
enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati
menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada
Lampiran 2
c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin
Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap
sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)
d Penyiapan Inokulum
Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media
YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton
dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai
dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-
nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45
16
Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil
untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada
suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer
dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar
Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur
murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum
ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer
ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi
aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm
2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat
Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju
pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var
ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat
fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke
dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan
substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC
selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC
Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya
inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media
Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama
fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi
analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan
penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan
maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat
Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah
perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)
17
30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda
yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan
uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan
flow meter
3 Rekayasa Bioproses
Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik
untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari
penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai
μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil
fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol
dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap
parameter dapat dilihat pada Lampiran 5
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A PERSIAPAN FERMENTASI
Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung
kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa
yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat
dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu
amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang
memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati
sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa
dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi
menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan
Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan
digunakan
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode
enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan
asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan
pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila
menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak
Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu
dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit
gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini
yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol
Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan
total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat
sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam
proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi
total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)
19
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati
sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini
biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai
waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan
rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan
wine (Frazier dan Westhoff 1978)
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK
Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan
perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan
fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus
(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24
30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung
(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup
efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi
Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik
oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi
bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi
C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel
Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob
gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan
sel untuk memperbanyak diri
1 Biomassa
Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat
dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan
20
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6
Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm
Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
21
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk
kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi
substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut
Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan
rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin 1981)
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami
lisis dan mati
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan
pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
12
E KINETIKA FERMENTASI
Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa
sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan
kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari
perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa
karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik
metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)
Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi
sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah
pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi
penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung
Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti
pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak
inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi
pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan
sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag
tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan
(Moat1988)
Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah
secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase
eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi
sementara metabolik dihasilkan
Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk
penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner
konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase
kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey
dan Olis 1991)
Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut
13
dx = μx-αx dt
Keterangan
x konsentrasi sel
t waktu fermentasi
μ laju pertumbuhan spesifik
α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan
Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga
α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi
dx= μx dt
Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel
pada suatu selang waktu tertentu adalah
x1intx2 dx = t1intt2μ dt x
akan diperoleh persamaan
ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t
laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada
kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi
pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik
yang menghambat pertumbuhan masih rendah
Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber
karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat
menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan
koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan
yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan
pertumbuhan sel adalah sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala
yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk
menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut
digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi
14
III METODOLOGI
A BAHAN DAN ALAT
1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven
inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator
tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer
sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur
pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol
kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat
dilihat pada Gambar 4
Sumbat Karet
Bioreaktor (500 ml)
Sumbat Kapas(Udara Keluar)
Air Steril
Pompa Udara
Udara Masuk
Sparger
SamplingValve
Flowmeter
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor
2 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu
yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-
IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di
15
antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH
dan CaCO3
Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa
glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk
analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator
kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan
larutan fenol
B METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan
penelitian utama
1 Persiapan Bahan
a Karakterisasi Pati Sagu
Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu
menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada
Lampiran 1
b Pembuatan Sirup Dekstrin
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara
enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati
menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada
Lampiran 2
c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin
Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap
sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)
d Penyiapan Inokulum
Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media
YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton
dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai
dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-
nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45
16
Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil
untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada
suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer
dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar
Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur
murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum
ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer
ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi
aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm
2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat
Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju
pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var
ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat
fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke
dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan
substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC
selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC
Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya
inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media
Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama
fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi
analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan
penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan
maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat
Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah
perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)
17
30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda
yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan
uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan
flow meter
3 Rekayasa Bioproses
Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik
untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari
penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai
μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil
fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol
dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap
parameter dapat dilihat pada Lampiran 5
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A PERSIAPAN FERMENTASI
Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung
kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa
yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat
dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu
amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang
memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati
sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa
dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi
menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan
Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan
digunakan
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode
enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan
asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan
pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila
menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak
Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu
dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit
gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini
yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol
Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan
total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat
sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam
proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi
total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)
19
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati
sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini
biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai
waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan
rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan
wine (Frazier dan Westhoff 1978)
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK
Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan
perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan
fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus
(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24
30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung
(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup
efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi
Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik
oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi
bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi
C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel
Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob
gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan
sel untuk memperbanyak diri
1 Biomassa
Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat
dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan
20
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6
Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm
Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
21
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk
kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi
substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut
Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan
rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin 1981)
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami
lisis dan mati
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan
pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
13
dx = μx-αx dt
Keterangan
x konsentrasi sel
t waktu fermentasi
μ laju pertumbuhan spesifik
α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan
Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga
α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi
dx= μx dt
Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel
pada suatu selang waktu tertentu adalah
x1intx2 dx = t1intt2μ dt x
akan diperoleh persamaan
ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t
laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada
kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi
pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik
yang menghambat pertumbuhan masih rendah
Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber
karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat
menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan
koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan
yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan
pertumbuhan sel adalah sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala
yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk
menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut
digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi
14
III METODOLOGI
A BAHAN DAN ALAT
1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven
inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator
tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer
sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur
pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol
kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat
dilihat pada Gambar 4
Sumbat Karet
Bioreaktor (500 ml)
Sumbat Kapas(Udara Keluar)
Air Steril
Pompa Udara
Udara Masuk
Sparger
SamplingValve
Flowmeter
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor
2 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu
yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-
IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di
15
antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH
dan CaCO3
Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa
glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk
analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator
kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan
larutan fenol
B METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan
penelitian utama
1 Persiapan Bahan
a Karakterisasi Pati Sagu
Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu
menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada
Lampiran 1
b Pembuatan Sirup Dekstrin
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara
enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati
menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada
Lampiran 2
c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin
Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap
sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)
d Penyiapan Inokulum
Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media
YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton
dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai
dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-
nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45
16
Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil
untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada
suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer
dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar
Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur
murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum
ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer
ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi
aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm
2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat
Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju
pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var
ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat
fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke
dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan
substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC
selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC
Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya
inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media
Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama
fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi
analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan
penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan
maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat
Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah
perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)
17
30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda
yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan
uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan
flow meter
3 Rekayasa Bioproses
Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik
untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari
penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai
μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil
fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol
dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap
parameter dapat dilihat pada Lampiran 5
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A PERSIAPAN FERMENTASI
Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung
kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa
yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat
dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu
amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang
memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati
sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa
dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi
menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan
Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan
digunakan
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode
enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan
asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan
pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila
menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak
Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu
dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit
gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini
yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol
Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan
total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat
sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam
proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi
total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)
19
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati
sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini
biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai
waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan
rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan
wine (Frazier dan Westhoff 1978)
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK
Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan
perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan
fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus
(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24
30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung
(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup
efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi
Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik
oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi
bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi
C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel
Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob
gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan
sel untuk memperbanyak diri
1 Biomassa
Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat
dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan
20
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6
Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm
Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
21
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk
kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi
substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut
Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan
rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin 1981)
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami
lisis dan mati
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan
pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
14
III METODOLOGI
A BAHAN DAN ALAT
1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven
inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator
tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer
sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur
pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol
kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat
dilihat pada Gambar 4
Sumbat Karet
Bioreaktor (500 ml)
Sumbat Kapas(Udara Keluar)
Air Steril
Pompa Udara
Udara Masuk
Sparger
SamplingValve
Flowmeter
Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor
2 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu
yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-
IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di
15
antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH
dan CaCO3
Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa
glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk
analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator
kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan
larutan fenol
B METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan
penelitian utama
1 Persiapan Bahan
a Karakterisasi Pati Sagu
Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu
menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada
Lampiran 1
b Pembuatan Sirup Dekstrin
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara
enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati
menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada
Lampiran 2
c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin
Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap
sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)
d Penyiapan Inokulum
Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media
YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton
dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai
dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-
nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45
16
Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil
untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada
suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer
dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar
Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur
murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum
ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer
ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi
aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm
2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat
Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju
pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var
ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat
fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke
dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan
substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC
selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC
Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya
inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media
Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama
fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi
analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan
penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan
maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat
Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah
perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)
17
30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda
yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan
uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan
flow meter
3 Rekayasa Bioproses
Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik
untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari
penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai
μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil
fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol
dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap
parameter dapat dilihat pada Lampiran 5
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A PERSIAPAN FERMENTASI
Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung
kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa
yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat
dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu
amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang
memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati
sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa
dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi
menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan
Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan
digunakan
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode
enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan
asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan
pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila
menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak
Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu
dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit
gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini
yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol
Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan
total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat
sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam
proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi
total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)
19
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati
sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini
biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai
waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan
rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan
wine (Frazier dan Westhoff 1978)
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK
Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan
perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan
fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus
(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24
30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung
(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup
efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi
Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik
oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi
bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi
C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel
Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob
gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan
sel untuk memperbanyak diri
1 Biomassa
Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat
dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan
20
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6
Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm
Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
21
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk
kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi
substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut
Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan
rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin 1981)
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami
lisis dan mati
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan
pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
15
antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH
dan CaCO3
Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa
glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk
analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator
kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan
larutan fenol
B METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan
penelitian utama
1 Persiapan Bahan
a Karakterisasi Pati Sagu
Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu
menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada
Lampiran 1
b Pembuatan Sirup Dekstrin
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara
enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati
menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada
Lampiran 2
c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin
Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap
sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)
d Penyiapan Inokulum
Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media
YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton
dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai
dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-
nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45
16
Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil
untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada
suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer
dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar
Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur
murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum
ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer
ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi
aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm
2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat
Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju
pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var
ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat
fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke
dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan
substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC
selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC
Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya
inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media
Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama
fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi
analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan
penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan
maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat
Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah
perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)
17
30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda
yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan
uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan
flow meter
3 Rekayasa Bioproses
Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik
untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari
penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai
μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil
fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol
dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap
parameter dapat dilihat pada Lampiran 5
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A PERSIAPAN FERMENTASI
Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung
kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa
yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat
dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu
amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang
memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati
sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa
dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi
menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan
Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan
digunakan
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode
enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan
asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan
pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila
menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak
Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu
dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit
gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini
yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol
Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan
total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat
sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam
proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi
total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)
19
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati
sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini
biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai
waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan
rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan
wine (Frazier dan Westhoff 1978)
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK
Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan
perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan
fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus
(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24
30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung
(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup
efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi
Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik
oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi
bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi
C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel
Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob
gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan
sel untuk memperbanyak diri
1 Biomassa
Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat
dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan
20
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6
Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm
Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
21
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk
kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi
substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut
Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan
rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin 1981)
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami
lisis dan mati
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan
pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
16
Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil
untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada
suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer
dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar
Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur
murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum
ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer
ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi
aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm
2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat
Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju
pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var
ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat
fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke
dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan
substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC
selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC
Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya
inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media
Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama
fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi
analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan
penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan
maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat
Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut
Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P
∆S ∆S ∆X
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah
perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)
17
30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda
yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan
uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan
flow meter
3 Rekayasa Bioproses
Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik
untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari
penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai
μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil
fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol
dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap
parameter dapat dilihat pada Lampiran 5
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A PERSIAPAN FERMENTASI
Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung
kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa
yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat
dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu
amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang
memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati
sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa
dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi
menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan
Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan
digunakan
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode
enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan
asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan
pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila
menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak
Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu
dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit
gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini
yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol
Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan
total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat
sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam
proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi
total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)
19
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati
sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini
biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai
waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan
rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan
wine (Frazier dan Westhoff 1978)
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK
Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan
perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan
fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus
(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24
30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung
(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup
efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi
Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik
oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi
bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi
C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel
Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob
gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan
sel untuk memperbanyak diri
1 Biomassa
Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat
dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan
20
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6
Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm
Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
21
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk
kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi
substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut
Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan
rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin 1981)
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami
lisis dan mati
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan
pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
17
30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda
yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan
uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan
flow meter
3 Rekayasa Bioproses
Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik
untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari
penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai
μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil
fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol
dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap
parameter dapat dilihat pada Lampiran 5
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A PERSIAPAN FERMENTASI
Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung
kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa
yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat
dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu
amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang
memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati
sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa
dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi
menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan
Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan
digunakan
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode
enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan
asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan
pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila
menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak
Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu
dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit
gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini
yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol
Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan
total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat
sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam
proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi
total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)
19
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati
sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini
biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai
waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan
rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan
wine (Frazier dan Westhoff 1978)
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK
Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan
perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan
fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus
(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24
30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung
(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup
efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi
Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik
oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi
bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi
C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel
Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob
gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan
sel untuk memperbanyak diri
1 Biomassa
Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat
dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan
20
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6
Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm
Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
21
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk
kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi
substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut
Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan
rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin 1981)
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami
lisis dan mati
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan
pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A PERSIAPAN FERMENTASI
Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung
kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa
yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat
dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu
amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang
memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati
sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa
dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi
menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan
Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan
digunakan
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode
enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan
asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan
pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila
menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak
Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu
dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit
gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini
yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol
Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan
total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat
sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam
proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi
total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)
19
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati
sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini
biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai
waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan
rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan
wine (Frazier dan Westhoff 1978)
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK
Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan
perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan
fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus
(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24
30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung
(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup
efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi
Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik
oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi
bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi
C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel
Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob
gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan
sel untuk memperbanyak diri
1 Biomassa
Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat
dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan
20
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6
Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm
Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
21
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk
kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi
substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut
Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan
rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin 1981)
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami
lisis dan mati
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan
pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
19
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati
sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini
biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai
waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan
rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan
wine (Frazier dan Westhoff 1978)
B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK
Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan
perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan
fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus
(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24
30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung
(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup
efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi
Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik
oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi
bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi
C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel
Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob
gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan
sel untuk memperbanyak diri
1 Biomassa
Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat
dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan
20
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6
Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm
Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
21
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk
kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi
substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut
Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan
rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin 1981)
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami
lisis dan mati
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan
pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
20
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6
Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm
Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
-1
-05
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
18
24
30
36
21
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk
kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi
substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut
Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan
rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin 1981)
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami
lisis dan mati
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan
pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
21
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk
kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi
substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut
Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan
rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin 1981)
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami
lisis dan mati
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan
pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
22
2 pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham
(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
18
24
30
36
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
23
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway
3 Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung
Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
050
100150200250300350400
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
18
24
30
36
B
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
24
semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir
Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon
Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
02468
101214161820
18 24 30 36
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
Kadar Gula Total (bv)
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
25
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung
4 Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11
Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
0
5
10
15
20
25
18 24 30 36
Etan
ol (g
l)
Total Gula (bv)
1 vvm
2 vvm
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
26
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum
maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol
5 Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat
menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Ypx)
Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36
μmaks (jam-1) 018 021 029 023
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan
telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan
oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
27
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase
logaritmik yaitu pada jam ke-6
Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18 24 30 36
Yps 049 049 033 038
Yxs 011 008 007 006
Ypx 429 600 464 655
Δ ss 012 017 018 014
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat
C REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total
gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi
1 Biomassa
Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
28
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12
Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat
Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal
0
05
1
15
0 6 12 18 24
ln [B
iom
assa
]
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
29
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk
2 pH
Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk
fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13
Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya
0
1
2
3
4
5
6
0 6 12 18 24
pH
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
30
3 Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan
0
50
100
150
200
250
300
350
-6 0 6 12 18 24
Tota
l Gul
a (g
l)
Waktu (Jam)
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
B
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
31
Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir
4 Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16
Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Efis
iens
i pem
anfa
atan
subs
trat (
)
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
32
Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016
(gl)
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida
C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis
C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+
CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+
0
5
10
15
20
25
30
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Kad
ar e
tano
l (g
l)
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
33
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil
(Lehninger 1982)
5 Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)
Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)
dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp 1985)
Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po
So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal
Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
34
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi
anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar
0046
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan
rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
35
V KESIMPULAN DAN SARAN
A KESIMPULAN
Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var
ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd
38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30 (bv)
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa
sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh
B SARAN
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
36
DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi
Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun
httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation
httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal
Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB
Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and
Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L
(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press
New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di
dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton
Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation
httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]
Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956
Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
37
Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor
Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book
Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic
Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor
Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU
IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius
Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort
Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]
Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New
York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya
Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-
onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan
Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John
Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism
Mercel Dekker New York
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
38
Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York
Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)
Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their
Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan
Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co
Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI
Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by
Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)
Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology
Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A
dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York
Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai
Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia
Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical
Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes
Publication Mill RoadPark Ride New Jersey
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
39
Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131
Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily
1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York
Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel
Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan
K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21
Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung
Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F
G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg
Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and
Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
40
Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)
Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus
Kadar pati () = a x 09 x p x 100
mg contoh Keterangan
a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
ml selisih titrasi tiosulfat 01 N
jumlah mg C6H12O6
1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
41
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)
Pati Sagu
Pencampuran Air CaCO3 200 ppm
Suspensi Pati Sagu 30 (bv)
Pengaturan pH 62 NaOH
α-amilase (147812 Ukg pati)
Gelatinisasi (105oC 5 menit)
Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)
Sirup Dekstrin
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
Lampiran 3 Analisis Total Gula
a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
pada 490 nm
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
b Total Gula (Metode Fenol)
Total gula pada sirup
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)
Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)
de Fenol)
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel
42
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
total gula (metode
adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0
masing dimasukkan ke dalam
Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur
sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
43
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin
Sirup Dekstrin
Sterilisasi 121oC 15 menit
Inokulum 10 vv
Sumber N Trace Elemen
Pengaturan pH 5
Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)
Analisa
Hasil Analisa
Etanol
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
44
Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi
a Total Biomassa (Hartoto 1992)
Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung
Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering
ml sampel
b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)
Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 998 (vv)
Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut
1) Buat larutan
Larutan A Na2CO3 jenuh
Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan
ini dapat disimpan lama
Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
45
c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml
larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut
Larutan A Larutan B Larutan contoh
5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol
y = 174x + 0029Rsup2 = 1
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 01 02 03 04 05
Abs
orba
nsi
Kadar Etanol ()
Kurva Standar Etanol (Metode Conway)
Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
46
c pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7
Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali
d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
47
Lampiran 6 Data Total Biomassa
1 Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 059 057 040 049
6 170 201 232 193
12 204 242 282 231
18 213 250 291 241
24 219 257 298 247
Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
0 049 049 046 033
6 156 171 193 163
12 196 200 234 204
18 204 218 252 225
24 202 217 257 223
2 Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 103 096
6 230 220
12 285 248
18 318 255
24 322 256
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
48
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 035 035 6908 001
Error 2 001 001
Total 3 036
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 219 01
Dihentikan 2 16 002
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
49
Lampiran 7 Data Kadar Etanol
1 Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)
18 24 30 36
1 vvm 950 1390 1925 2055
2 vvm 820 920 930 850
2 Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)
Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Ulangan 1 2164 2505
Ulangan 2 2086 2483
Rata-rata 2125 2494
Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 1362 1362 8292 001
Error 2 033 016
Total 3 1394
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 2125 055
Dihentikan 2 2494 016
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
50
Lampiran 8 Data pH
1 Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 501 506 509 508
6 396 396 398 394
12 380 368 372 365
18 384 371 369 366
24 382 378 370 368
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm
Jam ke- 18 24 30 36
0 510 508 509 514
6 423 423 414 412
12 380 379 381 377
18 372 370 369 373
24 366 374 370 369
2 Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 500 480
6 335 340
12 315 325
18 310 320
24 305 315
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
51
Lampiran 9 Data Total Gula
1 Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)
Jam ke- 18 24 30 36
B 19070 22826 29678 36046
0 15786 18856 26849 32578
6 14716 17351 23776 30834
12 14399 17101 22951 29840
18 14175 15881 22702 28727
24 13953 15597 22002 28119
2 Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (gl)
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
B 30597 30276
0 27851 27553
6 25091 24466
12 24300 23529
18 23392 22779
24 23050 20745
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
52
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi
1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017
Error 2 08510-4 04210-4
Total 3 26710-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 044 001
Dihentikan 2 043 0
Keterangan
Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003
Error 2 01910-4 00910-4
Total 3 36110-4
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 005 001
Dihentikan 2 003 0
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
53
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
f-Hitung f-Tabel
Aerasi 1 3568 3568 12781 001
Error 2 056 028
Total 3 3624
Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi
Penuh 2 97 068
Dihentikan 2 1568 031
Keterangan
Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan