PRODUKTIVITAS BEBERAPA VARIETAS PADI HIBRIDA (Oryza sativa L.) PADA BERBAGAI JARAK TANAM DENGAN SISTEM
LEGOWO 2:1
MUHAMMAD ARSYADG111 08 287
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGIJURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2013
PRODUKTIVITAS BEBERAPA VARIETAS PADI HIBRIDA (Oryza sativa L.) PADA BERBAGAI JARAK TANAM DENGAN SISTEM
LEGOWO 2:1
SKRIPSI
Diajukan untuk menempuh Ujian Sarjana Program Studi Agroteknologi Jurusan Budidaya Pertanian
Fakultas PertanianUniversitas Hasanuddin
MUHAMMAD ARSYADG111 08 287
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGIJURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2013
PRODUKTIVITAS BEBERAPA VARIETAS PADI HIBRIDA(Oryza sativa L.) PADA BERBAGAI JARAK TANAM DENGAN SISTEM
LEGOWO 2:1
MUHAMMAD ARSYADG111 08 287
Makassar, Mei 2013Menyetujui :
Pembimbing I Pembimbing II
(Dr. Ir. Amir Yassi, MSi) (Dr. Ir. Hj. Hernusye H.L., MSc) NIP. 19591103 199103 1 002 NIP. 19520407 198103 2 002
Mengetahui :Ketua Jurusan Budidaya Pertanian
Fakultas Pertanian
(Prof. Dr. Ir. Elkawakib Syam’un, MP)NIP. 19560318 198503 1 001
RINGKASAN
MUH. ARSYAD (G111 08 287). Produktivitas Beberapa Varietas Padi Hibrida (Oryza sativa L.) Pada Berbagai Jarak Tanam Dengan Sistem Legowo 2:1. Dibimbing oleh AMIR YASSI dan HERNUSYE HUSNI L.
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Cempa, Kecamatan Cempa, Kabupaten Pinrang, yang berlangsung dari Juni 2012 - Oktober 2012. Penelitian bertujuan untuk mengetahui produktivitas tanaman padi hibrida pada sistem legowo 2:1 dengan jarak tanam yang berbeda. Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk percobaan dengan menggunakan Rancangan Petak Terpisah (RPT). Petak utama terdiri dari 3 perlakuan jarak tanam yaitu 40 cm x 20 cm x 10 cm, 40 cm x 20 cm x 15 cm, dan 40 cm x 20 x 20 cm. Anak petak terdiri dari 3 perlakuan varietas padi hibrida yaitu LPHT 6, SL-8-SHS, dan PAC 801, sehingga diperoleh 9 kombinasi perlakuan yang diulang 3 kali, total unit percobaan sebanyak 27 petak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jarak tanam 40 cm x 20 cm 20 cm memberikan hasil yang terbaik terhadap jumlah anakan, anakan produktif dan berat gabah isi. Varietas LPHT 6 memberikan hasil yang terbaik terhadap tinggi tanaman, jumlah gabah isi, berat gabah isi dan gabah kering panen (GKP).Interaksi jarak tanam 40 cm x 20 cm x 10 cm dengan varietas LPHT 6 memberikan hasil yang terbaik terhadap gabah kering panen (GKP). Produksi gabah tertinggi diperoleh pada kombinasi antara jarak tanam 40 cm x 20 cm x 10 cm dengan varietas LPHT 6 sebanyak 9,53 ton GKP ha-1.
Kata kunci : Legowo 2:1, Jarak Tanam, Padi Hibrida
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini
yang berjudul “Produktivitas Beberapa Varietas Padi Hibrida (Oryza sativa L.)
Pada Berbagai Jarak Tanam Dengan Sistem Lewogo 2:1”.
Didalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu
dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada orang tua saya Muhammad dan Hj. Bombong yang
selama ini mendidik dan membimbing dengan penuh kasih sayang serta kepada
kakakku Idris. M, Brigpol. Abd. Muis, SH, Marwah. M, S.Pd dan adikku Mustafa.
M atas dukungan dan segala pengorbanan baik secara moril maupun materil.
Terima kasih kepada Dr. Ir. Amir Yassi, MSi dan Dr. Ir. Hj. Hernusye. H. L.,
MSc sebagai pembimbing, Prof. Dr. Ir. Muh. Farid. BDR, MP sebagai Penasehat
Akademik, Prof. Dr. Ir. Elkawakib Syam’un, MP selaku Ketua Jurusan Budidaya
Pertanian Universitas Hasanuddin, dan seluruh Dosen pengajar serta karyawan
Fakultas Pertanian khususnya Dosen pengajar dan staf jurusan Budidaya
Pertanian.
Tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muh. Said
Gatta, A.Md selaku pembimbing lapangan dan penyuluh pertanian Kelurahan
Cempa beserta keluarganya menemani dan membantu penulis dalam
menyelesaikan penulisan ini.
Terima kasih buat Muh. Ikbal, SP, Aris, SP, Syamsuddin, SP, Fauzi Arsyad, SP,
Ermansyah, SP, Rezha Idhil, SP, Nurfajrin Akbar, SP, Rita Jupri, SP, Erniati
Alimuddin, SP, Irma Jamaluddin, SP, Nurwanti, Asia, Syarif, Aril dan sahabat-
sahabatku Rejuvinasi angkatan 2008 serta teman-teman warga Himagro Jurusan
Budidaya Pertanian Universitas Hasanuddin atas bantuan, kritikan, kebersamaan
dan dukungannya selama ini.
Semoga karya ini bermanfaat bagi kita semua.
Makassar, Mei 2013
Penulis.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... ix
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................. 1
1.1. Latar Belakang .................................................................. 11.2. Hipotesis ............................................................................. 51.3. Tujuan dan Kegunaan.......................................................... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................... 6
2.1. Anatomi Padi...................................................................... 62.2. Sistem Tanam Legowo ....................................................... 112.3. Padi Hibrida……...……………………………..................... 17
BAB III. BAHAN DAN METODE ...................................................... 19
3.1. Tempat dan Waktu ............................................................ 19 3.2. Bahan dan Alat .................................................................. 19 3.3. Metode Penelitian .............................................................. 19 3.4. Pelaksanaan Penelitian ...................................................... 20
3.5. Parameter Pengamatan ....................................................... 24
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................. 26
4.1. Hasil .................................................................................. 26 4.2. Pembahasan ....................................................................... 32
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 40
5.1. Kesimpulan ........................................................................ 40 5.2. Saran .................................................................................. 40
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 42
LAMPIRAN ......................................................................................... 47
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Rata-rata tinggi tanaman (cm) pada 63 hari setelah tanam ......... 26
2. Rata-rata jumlah anakan (batang) pada 63 hari setelah tanam ..... 27
3. Rata-rata anakan produktif (batang)............................................ 28
4. Rata-rata berat gabah isi (gram) per malai .................................. 29
5. Rata-rata persentase biji isi (%) per malai................................... 30
6. Rata-rata produksi gabah kering panen (GKP) ha-1 (ton)….......... 31
Lampiran
1. Tinggi tanaman (cm) pada 63 hari setelah tanam ....................... 47
2. Sidik ragam tinggi tanaman........................................................ 47
3. Jumlah anakan (batang) pada 63 hari setelah tanam……………. 48
4. Sidik ragam jumlah anakan ........................................................ 48
5. Anakan produktif (batang).......................................................... 49
6. Sidik ragam anakan produktif........................................................ 49
7. Berat gabah isi (gram)……….…………………………………… 50
8. Sidik ragam berat gabah isi ....................................................... 50
9. Persentase biji isi (%)….......……………………………………... 51
10. Sidik ragam persentase biji isi .................................................... 51
11. Produksi gabah kering panen (GKP) ha-1 .................................... 52
12. Sidik ragam produksi gabah kering panen (GKP) ....................... 52
13. Deskripsi Varietas Padi Hibrida Optima LPHT 6……………….. 53
14. Deskripsi Varietas Padi Hibrida SL-8-SHS……………………... 54
15. Deskripsi Varietas Padi Hibrida PAC 801..................................... 55
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Lampiran
1. Denah plot percobaan dilapangan ....................................................... 46
2. Petak persemaian umur 5 hari setelah semai ....................................... 56
3. Petak persemaian umur 18 hari setelah semai ...................................... 56
4. Kondisi lahan setelah penanaman........................................................ 57
5. Pengamatan ulangan 1 pada umur 3 MST (a), 5 MST (b), 7 MST (c) dan 9
MST (d) .............................................................................................. 57
6. Pengamatan ulangan 2 pada umur 3 MST (a), 5 MST (b), 7 MST (c) dan 9
MST (d)............................................................................................... 58
7. Pengamatan ulangan 3 pada umur 3 MST (a), 5 MST (b), 7 MST (c) dan 9
MST (d)...................... .............................................................. ............. 58
8. Kegiatan pemupukan tanaman........................................................... ... 59
9. Kegiatan penyulaman dan penyiagan pada pertanaman ....................... .. 59
10. Kegiatan pengukuran tanaman……………………………………….... 60
11. Ketinggian air pada pertanaman dilapangan ........................................... 60
12. Penggunaan Bagan Warna Daun (BWD) pada umur 35 HST................ 61
13. Penggunaan Bagan Warna Daun (BWD) pada umur 50 HST................ 61
14. Kegiatan pada saat panen....................................................................... 62
15. Malai pada masing-masing jarak tanam................................................. 63
16. Kegiatan pembersihan dan penimbangan gabah.................................... 64
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Padi merupakan sumber pangan utama penduduk Indonesia yang sebagian
besar dibudidayakan sebagai padi sawah. Kegiatan dalam bercocok tanam padi
secara umum meliputi pembibitan, persiapan lahan, pemindahan bibit atau tanam,
pemupukan, pemeliharaan (pengairan, penyiangan, pengendalian hama dan
penyakit) dan panen.
Pada umumnya usaha tani padi masih merupakan tulang punggung
perekonomian keluarga tani dan perekonomian pedesaan. Sejak awal tahun 2007
pemerintah telah bertekad untuk meningkatkan produksi beras 2 juta ton per
tahun, selanjutnya mengalami peningkatan 5% per tahun hingga tahun 2009.
Untuk mencapai target atau sasaran tersebut maka diluncurkan Program
Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) dengan mengimplementasikan 4
(empat) strategi yaitu; (1) Peningkatan produktivitas, (2) Perluasan areal, (3)
Pengamanan produksi, dan (4) Kelembagaan dan pembiayaan serta peningkatan
koordinasi (Badan Litbang Pertanian, 2007a; Purwanto, 2008).
Produksi padi nasional mencapai 68,062 juta ton gabah kering giling per
November 2011. Angka itu mengalami peningkatan sebesar 1,592 juta ton
dibandingkan pada 2010. Angka Tetap (ATAP) 2010, produksi padi di Provinsi
Sulawesi Selatan sebanyak 4,38 juta ton Gabah Kering Giling (GKG). Angka
Tetap (ATAP) 2011, produksi padi di Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 4,51
juta ton Gabah Kering Giling (GKG). Produksi padi di Provinsi Sulawesi Selatan
Januari-April tahun 2012 mencapai 2,04 juta ton, angka ini menunjukkan
peningkatan sebesar 0,28 juta ton atau 16,09% dari periode Januari-April 2011
yang mencapai 1,75 juta ton. Produksi padi di Kabupaten Pinrang Oktober 2011
mencapai 361.177,36 ton GKG dari harapan produksi di atas 400 ribu ton GKG
(Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan, 2012).
Produksi padi di Indonesia menemui kendala di bidang produktivitas yang
makin lama produksinya semakin mengecil. Hal ini disebabkan beberapa faktor,
di antaranya jumlah areal penanaman padi yang semakin menyempit dan kendala
pengendalian hama dan penyakit yang disebabkan oleh iklim yang sangat ekstrim.
Dalam hal ini, dibutuhkan teknologi cara penanaman padi yang lebih inovatif
yang dapat meningkatkan produktivitas padi sekaligus mengendalikan organisme
pengganggu tanaman padi.
Menurut Sembiring (2008) keberhasilan peningkatan produksi padi lebih
banyak disumbangkan oleh peningkatan produktivitas dibandingkan dengan
peningkatan luas panen. Pada periode 1971 – 2006 peningkatan produktivitas
memberikan kontribusi sekitar 56,1%, sedangkan peningkatan luas panen dan
interaksi keduanya memberikan kontribusi masing-masing 26,3% dan 17,5%
terhadap peningkatan produksi padi.
Dewasa ini telah diperkenalkan berbagai inovasi teknologi pertanian di
antaranya (1) padi varietas unggul baru non hibrida (VUB), varietas unggul tipe
baru (VUTB), dan varietas unggul hibrida (VUH) yang mempunyai produktivitas
tinggi, (2) sistem tanam jajar legowo, dan (3) inovasi teknologi usahatani seperti
pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi sawah, system rice of
intensification (SRI), sistem integrasi padi – ternak (SIPT). Disamping itu juga di
dukung dengan adanya revitalisasi dan kelembagaannya sehingga meningkatkan
produktivitas dan pendapatan petani.
Varietas hibrida merupakan teknologi alternatif dalam upaya
meningkatkan produksi padi, yaitu dengan memanfaatkan gejala heterosis yang
mampu meningkatkan potensi hasil sebesar 15-20%. Pengujian daya hasil padi
hibrida sejak tahun 1982 hingga 1985 menunjukkan keunggulan dibandingkan
padi inhibrida dalam hal hasil gabah kering dan umur (Suprihatno, 1989). Pada
periode 2000 – 2006, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian telah
melepas 38 varietas unggul padi sawah terdiri dari 28 varietas unggul baru =
VUB, 3 semi varietas unggul tipe baru = semi VUTB, 1 varietas unggul tipe baru
= VUTB, dan 6 varietas unggul hibrida = VUH (Suprihatno et al ., 2007).
Untuk padi varietas hibrida, sampai saat ini telah dilepas 31 varietas
unggul hibrida (VUH), enam varietas di antaranya yaitu Maro, Rokan, Hipa 3,
Hipa 4, Hipa 5-Ceva, dan Hipa 6-Jete merupakan hasil Puslitbang Tanaman
Pangan. Padi hibrida adalah padi turunan pertama (F1) hasil persilangan 2
induk/varietas yang berbeda, dimana superioritasnya hanya muncul pada F1. Padi
hibrida ini cocok untuk lahan subur dan intensif, pengembangan padi hibrida
sangat dianjurkan untuk dilakukan oleh petani maju/responsif dan apresiatif
terhadap inovasi teknologi (Badan Litbang Pertanian, 2007b).
Sistem tanam jajar legowo merupakan salah satu komponen pelengkap
teknologi dalam upaya peningkatan produktivitas padi melalui peningkatan
populasi (Zaini, 2009). Rekayasa sistem tanam yang baik diharapkan dapat
menciptakan lingkungan tumbuh yang baik bagi tanaman. Faktor lingkungan yang
paling penting dalam pertumbuhan tanaman adalah; (1) tanah memberikan hara
dan kelembaban disamping sebagai pendukung mekanik, (2) energi penyinaran
dalam bentuk panas dan cahaya dan (3) udara yang memberikan karbon dioksida
dan oksigen (Harjadi, 1979). Abdulah (2004) menyatakan bahwa hasil padi pada
cara tanam legowo lebih tinggi dibandingkan cara petani (sistem tegel). Hal ini
disebabkan oleh peningkatan populasi tanaman serta efek tanaman pinggir
(border effect) yang cenderung menghasilkan gabah bernas yang lebih tinggi.
Teknologi legowo merupakan rekayasa teknik tanam dengan mengatur
jarak tanam antar rumpun dan antar barisan sehingga terjadi pemadatan rumpun
padi dalam barisan dan melebar jarak antar barisan sehingga seolah-olah rumpun
padi berada dibarisan pinggir dari pertanaman yang memperoleh manfaat sebagai
tanaman pinggir (border effect) (Suhendra, 2008). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa rumpun padi yang berada di barisan pinggir hasilnya 1,5 – 2 kali lipat lebih
tinggi dibandingkan produksi rumpun padi yang berada di bagian dalam.
Disamping itu, rekayasa teknik tanam padi dengan cara tanam jajar legowo 2:1
atau 4:l terbukti dapat meningkatkan produksi padi sebesar 12-22%
(Anonim, 2012).
Sistem tanam legowo merupakan hal yang perlu dikaji lebih jauh, maka
atas dasar itulah perlu dilakukan penelitian mengenai keunggulan agronomis
sistem tanam legowo pada pertumbuhan dan produksi varietas padi Hibrida
Optima LPHT 6, SL-8-SHS, dan PAC 801.
1.2 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Terdapat salah satu jarak tanam legowo 2:1 yang memberikan hasil terbaik
terhadap pertumbuhan dan produksi pada varietas padi hidrida.
2. Terdapat salah satu varietas padi hibrida yang memberikan hasil terbaik
terhadap pertumbuhan dan produksi pada jarak tanam legowo 2:1.
3. Terdapat interaksi antara jarak tanam dan varietas padi tertentu yang
memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman
padi.
1.3 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui
pertumbuhan dan produksi padi pada sistem tanam legowo 2:1 dengan perlakuan
jarak tanam yang berbeda pada varietas hibrida.
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai bahan informasi kepada peneliti,
khususnya masyarakat tentang keunggulan sistem legowo dan penggunaan
varietas padi hibrida dalam peningkatan produktivitas padi di Kabupaten Pinrang
serta sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Padi
Tanaman padi merupakan tanaman semusim. Termasuk golongan rumput-
rumputan dengan klasifikasi sebagai berikut :
Regnum : Plantae
Divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Familia : Poaceae
Genus : Oryza
Spesies : Oryza sativa L.
(Linnaeus dalam Harjadi, 2002).
Hitchcock, mengklasifikasikan padi (Oryza sativa) sebagai family
Graminae (Poaceae). Berdasarkan klasifikasi ini, tanaman padi dimasukkan ke
dalam sub-famili Festucoidae. Tetapi berdasarkan klasifikasi baru, Gould
mengelompokkan padi (bersama-sama dengan Hydrochloa, leersia, luziola,
zizania, dan zizaniopsis) ke dalam sub-famili Oryzoidae, suku (tribe) Oryzae.
Genus Oryza memiliki 20 spesies, tetapi yang dibudidayakan adalah Oryza sativa
L. di Asia, dan Oryza glaberrima Steund, di Afrika. Kedua spesies ini sama-sama
diploid (2n= 24). Menurut Chang dan Bardenas, Oryza sativa dapat dibedakan
dari Oryza gibelerrima yang tidak memiliki cabang-cabang sekunder pada malai,
ligula pada Oryza sativa lebih panjang dan daunnya agak kasar serta dapat
tumbuh secara musiman (Balibangtan, 1988).
Bagian-bagian tanaman dalam garis besarnya dikelompokkan pada dua
bagian besar, yaitu bagian vegetatif yang meliputi akar, batang, dan daun serta
bagian generatif yang meliputi malai yang terdiri dari bulir-bulir dan bunga. Akar
adalah bagian tanaman yang berfungsi menyerap air dan zat makanan dari dalam
tanah, kemudian terus diangkut ke bagian atas tanaman. Pertumbuhan akar
dimulai dari proses perkecambahan benih yang timbul calon batang dan calon
akar. Calon akar akan tumbuh ke bawah yang berupa akar tunggang kemudian
setelah 5-6 hari berkecambah akan tumbuh akar serabut (AAK, 2004). Pada saat
permulaan batang mulai bertunas (umur 15 hari), akar serabut berkembang dengan
pesat. Letak susunan akar tidak dalam, kira-kira pada kedalaman 20-30 cm,
karena itu akar banyak mengambil zat-zat makanan dari bagian tanah yang di atas.
Akar serabut mempunyai bagian akar lagi yang disebut akar samping yang keluar
dari akar serabut disebut akar rambut, bentuk dan panjangnya sama dengan akar
serabut (Nurcahyani, 2009).
Batang padi tersusun dari rangkaian ruas-ruas dan antara ruas yang satu
dengan yang lainnya dipisah oleh buku. Ruas batang padi di dalamnya berongga
dan bentuknya bulat. Pada tiap-tiap buku, duduk sehelai daun. Di dalam ketiak
daun terdapat kuncup yang tumbuh menjadi batang. Pada buku-buku yang terletak
paling bawah, mata-mata ketiak yang terdapat antara ruas batang-batang dan upih
daun tumbuh menjadi batang-batang sekunder yang serupa dengan batang primer.
Batang-batang sekunder ini pada gilirannya nanti menghasilkan batang-batang
tersier dan seterusnya. Peristiwa ini disebut pertunasan atau terbentuknya anakan.
Tunas atau anakan yang terbentuk dari masing-masing varietas mempunyai
jumlah yang berbeda-beda, yaitu antara 19-54 anakan. Faktor lain yang bisa
mempengaruhi jumlah anakan adalah jarak tanam, musim tanam, dan pupuk
(AAK, 2004).
Daun padi terdiri dari pelepah yang membalut batang dan helai daun.
Pada perbatasan antara kedua bagian ini terdapat lidah daun dan di sisinya
terdapat telinga daun. Lidah daun dapat mencegah masuknya air hujan diantara
batang dan upih daun. Keadaan ini dapat mencegah terjadinya infeksi penyakit.
Panjang dan lebar dari helai daun tergantung kepada varietas padi yang ditanam
dan letaknya pada batang. Daun ketiga dari atas biasanya merupakan daun
terpanjang sedangkan daun bendera adalah daun terpendek tetapi merupakan daun
yang terlebar. Banyak daun dan besar sudut yang dibentuk antara daun bendera
dengan malai, tergantung kepada varietas-varietas padi yang ditanam. Besar
sudut yang dibentuk dapat kurang dari 90o atau lebih dari 90o
(Apriantono, 2008).
Malai merupakan bagian tanaman padi yang terdiri dari sekumpulan
bunga-bunga padi (spikelet) yang timbul dari buku paling atas. Sumbu utama
malai terdapat pada ruas terakhir. Bulir-bulir padi yang nantinya dipanen terdapat
pada cabang-cabang pertama dan cabang-cabang kedua. Awalnya malai tegak
berdiri ketika berbunga namun bila bulir-bulir padi telah terisi, maka malai akan
terkulai hingga menjuntai kebawah (Ahira, 2011).
Panjang malai diukur dari buku terakhir sampai bulir di ujung malai.
Panjang malai ditentukan oleh sifat baka (keturunan) dari varietas. Panjang malai
beraneka ragam yaitu pendek (20 cm), sedang (20-30 cm) dan panjang (lebih dari
30 cm). Kepadatan malai adalah perbandingan antara banyaknya bunga per malai
dengan panjang malai. Misalnya : 300 bunga/malai = 15 bunga/malai per 20 cm.
Panjang malai tergantung pada varietas dan cara bercocok tanam. Dari sumbu
utama pada ruas buku yang terakhir inilah biasanya panjang malai (rangkaian
bunga) diukur. Jumlah cabang dari tiap malai berkisar 7-30 buah dan setiap malai
biasanya terdapat 100-120 bunga (AAK, 2004).
Bunga padi adalah bunga telanjang atrinya tidak memiliki perhiasan
bunga. Berkelamin dua jenis dengan bakal buah yang diatas. Jumlah benang sari
ada 6 buah, tangkai sarinya pendek dan tipis, kepala sari besar serta mempunyai
kandung serbuk. Putik mempunyai dua tangkai putik, dengan dua buah kepala
putik yang berbentuk malai dengan warna pada umumnya putih atau ungu. Malai
padi terdiri dari beberapa bagian yaitu tangkai bunga, dua sekam kelopak (terletak
pada dasar tangkai bunga) dan beberapa bunga. Masing-masing bunga
mempunyai dua sekam mahkota, yang terbawah disebut lemma sedang lainnya
disebut palea. Dua lodicula yang terletak pada dasar bunga, yang sebenarnya
adalah dua daun mahkota yang sudah berubah bentuknya. Lodicula memegang
peranan penting dalam pembukaan palea pada waktu berbunga karena menghisap
air dari bakal buah sehingga mengembang dan oleh pengembangan ini palea
dipaksakan membuka (Nurcahyani, 2009).
Pada waktu bunga padi hendak mekar, lodicula menjadi mengembang
karena menghisap air dari bakal buah. Pengembangan ini mendorong lemma dan
palea terpisah dan terbuka. Hal ini memungkinkan benang sari yang sedang
memanjang, keluar dari bagian atas bunga yang terbuka tadi. Terbukanya bunga
diikuti dengan pecahnya kantung serbuk, yang kemudian menumpahkan tepung
sarinya. Sesudah tepung sari ditumpahkan dari kandung serbuk maka lemma dan
palea menutup kembali. Dengan berpindahnya tepung sari ke kepala putik maka
selesailah sudah proses penyerbukan. Kemudian terjadilah pembuahan yang
menghasilkan lembaga dan endosperm. Endosperm merupakan sumber makanan
cadangan bagi tanaman yang baru tumbuh (Nurcahyani, 2009).
Pada waktu bunga terbuka, kepala putik juga ikut terkuak keluar dan
pada waktu bunga menutup kembali, kedua kepala putik itu masing tinggal diluar.
Terbukanya lemma dan palea dengan sudut maksimum 35o dan lamanya bunga
terbuka 30-90 menit. Di dalam keadaan normal biasanya bunga terbuka antara
pukul 11.00 sampai 12.00. Tepung sari beterbangan dibawa oleh angin. Bila di
dekatnya di dalam jarak kurang dari 4 meter terdapat varietas lain yang pada saat
bersamaan tepung sarinya keluar, maka mengakibatkan perkawinan silang
(Soemartono, Bahrin dan Hardjono, 1990).
Buah padi yang sehari-hari kita sebut biji padi atau butir/gabah,
sebenarnya bukan biji melainkan buah padi yang tertutup oleh lemma dan palea.
Buah ini terjadi setelah selesai penyerbukan dan pembuahan. Lemma dan palea
serta bagian-bagian lain membentuk sekam (kulit gabah). Dinding bakal buah
terdiri dari tiga bagian yaitu bagian paling luar disebut epicarpium, bagian tengah
disebut mesocarpium dan bagian dalam disebut endocarpium. Biji sebagian besar
ditempati oleh endosperm yang mengandung zat tepung dan sebagian ditempati
oleh embryo (lembaga) yang terletak di bagian sentral yakni di bagian lemma.
Pada lembaga terdapat daun lembaga dan akar lembaga. Endosperm umumnya
terdiri dari zat tepung yang diliputi oleh selaput protein. Endosperm juga
mengandung zat gula, lemak, serta zat-zat anorganik (Nurcahyani, 2009).
2.2 Sistem Tanam Legowo
Legowo menurut bahasa Jawa berasal dari kata “Lego” yang berarti luas
dan “dowo” yang berarti panjang. Pada prinsipnya sistem tanam jajar legowo
adalah meningkatkan populasi dengan cara mengatur jarak tanam. Jadi artinya
adalah sistem tanam tandur jajar, dimana diantara dua kelompok baris tanam
terdapat lorong kosong yang lebih lebar dan memanjang sejajar dengan barisan
tanaman padi tersebut. Selain itu sistem tanam tersebut memanipulasi lokasi
tanaman sehingga semua tanaman padi dibuat menjadi taping (tanaman pinggir)
lebih banyak. Tanaman padi yang berada dipinggir akan menghasilkan produksi
lebih tinggi dan kualitas gabah yang lebih baik hal ini disebabkan karena tanaman
pinggir akan mendapatkan cahaya matahari yang lebih banyak (Suriapermana dan
Syamsiah, 1994).
Legowo adalah cara tanam padi sawah yang memiliki beberapa barisan
tanaman kemudian diselingi oleh 1 baris kosong dimana jarak tanam pada barisan
pinggir ½ kali jarak tanaman pada baris tengah. Cara tanam jajar legowo untuk
padi sawah secara umum bisa dilakukan dengan berbagai tipe yaitu legowo (2:1),
(3:1), (4:1), (5:1), (6:1) atau tipe lainnya. Namun dari hasil penelitian, tipe terbaik
untuk mendapatkan produksi gabah tertinggi dicapai oleh legowo 4:1, dan untuk
mendapat bulir gabah berkualitas benih dicapai oleh legowo 2:1 (Abdullah, 2004).
Dengan sistem legowo, tanaman padi tumbuh lebih baik dan hasilnya
lebih tinggi karena luasnya border effect dan lorong di petakan sawah sehingga
menghasilkan bulir gabah yang lebih tinggi. Walaupun biaya produksi pada
sistem legowo lebih tinggi dari sistem tegel. Kenaikan biaya produksi disebabkan
jumlah gabah yang dipanen pada cara tanam legowo lebih banyak sehingga
bawon (upah dalam bentuk gabah) yang dikeluarkan lebih besar yaitu 1/5 hasil
panen. Namun demikian, keuntungan yang diperoleh lebih besar dibanding cara
tanam tegel. Keuntungan lain yang diperoleh dari sistem legowo selain dapat
meningkatkan hasil adalah lebih efisien dalam penggunaan tenaga kerja. Benih
padi dan tenaga tanam yang digunakan pada cara tanam sistem legowo lebih
banyak dibanding cara tegel, tetapi tenaga penyiangan lebih rendah
(Pahruddin et al., 2004).
Jajar legowo 2:1 artinya setiap dua baris diselingi satu barisan kosong
dengan lebar dua kali jarak dalam barisan. Namun jarak tanam dalam barisan yang
memanjang dipersempit menjadi setengah jarak tanam dalam barisan. Jajar
legowo 3:1 artinya setiap tiga baris tanaman padi diselingi satu barisan kosong
dengan lebar dua kali jarak dalam barisan. Jarak tanam tanaman padi yang
dipinggir dirapatkan dua kali dengan jarak tanam yang ditengah. Jajar legowo 4:1
artinya setiap empat baris tanaman padi diselingi satu barisan kosong dengan
lebar dua kali jarak dalam barisan. Jarak tanam yang dipinggir setengah dari jarak
tanam yang ditengah (Anonim, 2012).
Sistem tanam legowo adalah salah satu upaya untuk meningkatkan
produksi padi sawah dengan jalan menata populasi tanaman menjadi lebih tinggi
20 - 25% dibandingkan dengan sistem tanam biasa. Jika sistem tanam biasa yang
dilakukan petani jarak tanam 20 x 20 cm atau 25 x 25 cm populasi tanam ha-1
hanya 200.000 - 250.000. Sedangkan dengan sistem tanam legowo 2:1 populasi
tanam ha-1 mencapai 333.250 rumpun, legowo 4:1 sebanyak 300.000 rumpun ha-1
dan legowo 6:1 menjadi 285.000 rumpun ha-1 (Syamsiah et al., 2004.).
Tujuan cara tanam legowo adalah :
1. Memanfaatkan sinar matahari bagi tanaman yang berada pada bagian pinggir
barisan. Semakin banyak sinar matahari yang mengenai tanaman, maka proses
fotosintesis oleh daun tanaman akan semakin tinggi sehingga akan
mendapatkan bobot buah yang lebih berat.
2. Mengurangi kemungkinan serangan hama, terutama tikus. Pada lahan yang
relatif terbuka, hama tikus kurang suka tinggal di dalamnya.
3. Menekan serangan penyakit. Pada lahan yang relatif terbuka, kelembaban
akan semakin berkurang, sehingga serangan penyakit juga akan berkurang.
4. Mempermudah pelaksanaan pemupukan dan pengendalian hama/penyakit.
Posisi orang yang melaksakan pemupukan dan pengendalian hama/penyakit
lebih leluasa pada barisan kosong di antara 2 barisan legowo.
5. Menambah populasi tanaman. Misal pada legowo 2:1, populasi tanaman akan
bertambah sekitar 30%. Bertambahnya populasi tanaman akan memberikan
harapan peningkatan produktivitas hasil (Anonim, 2012).
Menurut Sembiring (2001), sistem tanam legowo merupakan salah satu
komponen PTT pada padi sawah yang apabila dibandingkan dengan sistem tanam
lainnya memiliki keuntungan sebagai berikut :
1. Terdapat ruang terbuka yang lebih lebar diantara dua kelompok barisan
tanaman yang akan memperbanyak cahaya matahari masuk ke setiap rumpun
tanaman padi, sehingga meningkatkan aktivitas fotosintesis yang berdampak
pada peningkatan produktivitas tanaman.
2. Sistem tanaman berbaris ini memberi kemudahan petani dalam pengelolaan
usahataninya seperti : pemupukan susulan, penyiangan, pelaksanaan
pengendalian hama dan penyakit (penyemprotan). Disamping itu juga lebih
mudah dalam mengendalikan hama tikus.
3. Meningkatkan jumlah tanaman pada kedua bagian pinggir untuk setiap set
legowo, sehingga berpeluang untuk meningkatkan produktivitas tanaman
akibat peningkatan populasi.
4. Sistem tanaman berbaris ini juga berpeluang bagi pengembangan sistem
produksi padi-ikan (mina padi) atau parlebek (kombinasi padi, ikan, dan
bebek).
5. Meningkatkan produktivitas padi hingga mencapai 10-15%.
Pengertian jajar legowo 2:1 adalah cara tanam yang memiliki 2 barisan
kemudian diselingi oleh 1 barisan kosong dimana pada setiap baris pinggir
mempunyai jarak tanam 1/2 kali jarak tanam antar barisan. Dengan demikian,
jarak tanam pada tipe legowo 2:1 adalah 20 cm (antar barisan) x 10 cm (barisan
pinggir) x 40 cm (barisan kosong). Sistem tanam legowo 2:1 akan menghasilkan
jumlah populasi tanaman sebanyak 213.300 rumpun ha-1, serta akan
meningkatkan populasi 33,31% dibanding pola tanam tegel (25x25) cm yang
hanya 160.000 rumpun ha-1. Dengan pola tanam ini, seluruh barisan tanaman akan
mendapat tanaman sisipan (Abdullah, 2004).
Tujuan dari cara tanam jajar legowo 2:1 yaitu; (1) Memanfaatkan
radiasi surya bagi tanaman pinggir. (2) Tanaman relatif aman dari serangan tikus,
karena lahan lebih terbuka. (3) Menekan serangan penyakit karena rendahnya
kelembaban dibandingkan dengan cara tanam biasa. (4) Populasi tanaman
bertambah 30%. (5) Pemupukan lebih efisien. (6) Pengendalian hama/penyakit
dan gulma lebih mudah dilakukan daripada cara tanam biasa (Anonim, 2012).
Dibandingkan dengan jarak tanam tegel (persegi) dengan ukuran 25cm
x 25cm, jarak tanam lewogo 2 mampu memberikan tambahan populasi dalam 1
m2 sebanyak 5 rumpun. Artinya pada jarak tanam tegel 25cm x 25cm, populasi
tanaman sebanyak 16 rumpun, sedangkan pada legowo 2 mencapai 21 rumpun.
Sehingga mampu meningkatkan populasi tanaman padi sekitar 30%. Dalam
hitungan perhektar maka jumlah populasi tanaman dengan jarak tanam tegel
mencapai 160.000 rumpun, dengan legowo 2 mencapai 210.000 rumpun.
Beberapa keuntungan lain dari pelaksanaan tanam jajar legowo 2:1 adalah (1)
Semua barisan rumpun tanaman berada pada bagian pinggir yang biasanya
memberi hasil lebih tinggi (efek tanaman pinggir). (2) Pengendalian
hama/penyakit dan gulma lebih mudah karena adanya lorong-lorong. (3)
Menyediakan ruangan kosong untuk pengaturan air, saluran pengumpul, keong
emas, atau untuk mina padi. (4) Penggunaan pupuk lebih berdaya guna
(Badan Litbang Pertanian, 2007a).
Pada tanah dengan kesuburan sedang kebiasaan petani tanam cara tegel
22 cm x 22 cm, jarak tanam dalam barisan 12,5 cm. Pada tanah yang subur 25 cm
x 25 cm, jarak tanam dalam barisan 15 cm. Pada cara tanam ini penyiangan
sebaiknya dilakukan dengan menggunakan landak/osrok cukup satu arah yaitu
searah dalam barisan dan tidak perlu dipotong seperti pada cara tanam bujur
sangkar (2 arah). Jarak tanam dalam barisan 10 cm tidak perlu dilakukan
penyiangan karena gulma akan kalah berkompetisi dengan pertumbuhan tanaman
padi. Dengan cara tanam ini, biaya penyiangan dapat ditekan sampai 50%.
Adanya lorong-lorong yang berjarak 40 cm sinar matahari dan sirkulasi udara
dapat berjalan optimal dan kelembaban dapat ditekan sehingga perkembangan
hama/penyakit dapat diminimalisir. Disamping itu, kegiatan pemantauan dan
pelaksanaan pengendalian penyakit dapat lebih mudah dilaksanakan. Agar
pengaruh dari border effect ini dapat dirasakan oleh tanaman, maka pembuatan
lajur tanaman sebaiknya melintang Utara - Selatan. Hal ini untuk memberikan
kesempatan pada tanaman untuk mendapatkan pencahayaan sinar matahari yang
maksimal. Sementara barisan tanaman membujur Barat – Timur (Anonim, 2012).
2.3 Padi Hibrida
Varietas padi hibrida ditemukan pertama kali di Cina pada tahun 1974
(Yuan 1994 dalam Suwarno 2002). Suwarno (2002) mengemukakan bahwa di
Cina areal pertanaman padi hibrida meningkat dengan cepat, dari 9 juta ha pada
tahun 1984 menjadi 16 juta ha atau sekitar 50% dari total areal pertanaman padi.
Keunggulan padi hibrida (F1) sebagai hasil persilangan tersebut menunjukan sifat
heterosis atau vigor hibrida (diantaranya kemampuan menghasilkan produksi yang
tinggi). Selanjutnya tidak ada kepastian bahwa turunan berikutnya (F2 dan
seterusnya) akan sama unggulnya, bahkan umumnya vigor atau sifat heterosisnya
jauh menurun.
Heterosis merupakan fenomena biologis yang menunjukkan
keunggulan hasil persilangan F1 atau hibrida melebihi kedua tetuanya. Pada
beberapa tanaman, pemanfaatan gejala heterosis dapat meningkatkan hasil,
termasuk pada padi (Virmani, 1994). Berdasarkan penampilan hibrida F1, terdapat
tiga kriteria heterosis (Virmani et al., 1997), yaitu: (1) mid-parent heterosis yaitu
perbandingan rata-rata F1 dengan nilai rata-rata kedua tetua; (2) heterobeltiosis
yaitu perbandingan nilai rata-rata F1 dengan nilai rata-rata tetua tertinggi; (3)
standar heterosis yaitu perbandingan rata-rata F1 dengan varietas pembanding
(check variety). Dari ketiga kriteria heterosis tersebut, standar heterosis paling
banyak digunakan dalam penelitian padi hibrida karena lebih aplikatif dan
menunjukkan secara nyata keunggulan padi hibrida daripada varietas
pembanding.
Padi hibrida adalah turunan pertama dari hasil persilangan antara induk
mandul jantan (GMJ = CMS = A) dan pemulih kesuburan (Restorer = R).
Turunan pertama tersebut memiliki sifat kedua tetuanya. Jika sifat-sifat tetua yang
saling mendukung bergabung akan dihasilkan turunan yang memiliki gabungan
sifat yang lebih baik dari kedua tetuanya. Berbeda dengan padi biasa (inbrida),
keturunan kedua hibrida yang sama tidak sebaik hibridanya. Untuk itu harus
selalu ada galur mandul jantan, galur pelestari, dan galur pemulih
kesuburan untuk setiap kali akan memproduksi benih padi hibrida
(Badan Litbang Pertanian, 2006).
Padi hibrida di Indonesia memiliki beberapa keunggulan dan
kekurangan. Keunggulan dari padi hibrida antara lain hasil yang lebih tinggi
dibandingkan dengan padi inbrida dan keunggulan pada beberapa karakteristik
morfologi seperti anakan yang lebih banyak. Kekurangan yang dimiliki padi
hibrida antara lain adalah harga benih yang tinggi dibanding padi inbrida dan
produksi benih yang rumit (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Departemen Pertanian, 2007b).
Pada kombinasi persilangan tertentu, gejala heterosis yang muncul
mampu meningkatkan potensi hasil varietas padi sebesar 15-20% lebih tinggi
dibandingkan dengan varietas baku atau varietas inbrida yang banyak ditanam
petani (Suwarno 2002). Agar heterosis dapat terekspresi dengan baik, padi hibrida
harus ditanam di lingkungan optimal dengan teknik budidaya yang tepat. Di Cina,
hibrida tumbuh dengan baik pada suhu 28 Co, dan pada saat masak susu suhu
berkisar antara 24 – 29 Co (Widiarta et al., 2005; Geng, 2002 dalam Widiarta et
al., 2005).
Suwarno (2002) menjelaskan bahwa padi hibrida lebih responsif
terhadap perbaikan kondisi lingkungan dibandingkan dengan padi inbrida.
Ekspresi heterosis padi hibrida akan lebih baik pada kondisi lingkungan yang
baik. Untuk memahami secara praktis lingkungan yang baik dan cocok untuk padi
hibrida adalah dengan menggunakan tingkat produktivitas rata-rata hasil padi
inbrida dan stabilitas produksi rata-rata dari waktu ke waktu, dari musim ke
musim, dan dari tahun ke tahun.
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Cempa, Kecamatan Cempa,
Kabupaten Pinrang, berlangsung dari Juni hingga Oktober 2012 pada musim
tanam rendengan. Tipe iklim di wilayah ini termasuk tipe E menurut Shmidt-
Furguson (1956) dalam (Yassi, 2009) dengan curah hujan rata-rata mencapai
1.685 mm/thn dan 147 mm/bln. Tipe iklim pertanian E3 menurut Oldeman (1980)
dalam (Yassi, 2009). Wilayah ini memiliki jenis tanah di antaranya adalah Aluvial
dan Grumosol dengan ketinggian 100 – 200 m di atas permukaan laut.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah benih padi hibrida (Optima LPHT 6,
SL-8-SHS, dan PAC 801), pupuk NPK Pelangi, KCl, Urea, Herbisida pra tumbuh
Logran WG, Insektisida Regent Cair 80 WG dan Darmafur 3 G, dan Fungisida
Amistartop 325 SC.
Alat-alat yang digunakan adalah traktor tangan, sprayer punggung,
cangkul, sabit, parang, patok, bambu, gunting, tali rafia, karung, tikar, kipas
angin, meteran, timbangan Analitik dan timbangan Dacing, kamera, Bagan Warna
Daun (BWD), dan alat tulis menulis.
3.3 Metode Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terpisah (RPT) dimana
petak utama adalah jarak tanam yang terdiri dari 40 cm x 20 cm x 10 cm (T1), 40
cm x 20 cm x15 cm (T2), dan 40 cm x 20 cm x 20 cm (T3) sedangkan anak petak
adalah varietas hibrida yang terdiri dari Optima LPHT 6 (V1), SL 8 SHS (V2),
PAC 801 (V3) diperoleh 9 kombinasi perlakuan yang diulang 3 (tiga) kali
sehingga total percobaan 27 petak.
Petak Utama :
T1 : Jarak tanam 40 cm x 20 cm x 10 cm (333.000 rumpun ha-1)
T2 : Jarak tanam 40 cm x 20 cm x 15 cm (222.000 rumpun ha-1)
T3 : Jarak tanam 40 cm x 20 cm x 20 cm (166.000 rumpun ha-1)
Anak Petak :
V1 : Optima LPHT 6
V2 : SL-8-SHS
V3 : PAC 801
Kombinasi perlakuan sebagai berikut :
T1V1 T2V1 T3V1
T1V2 T2V2 T3V2
T1V3 T2V3 T3V3
3.4 Pelaksanaan percobaan
3.4.1 Pengolahan tanah
Pengolahan tanah menggunakan traktor tangan mulai proses pembajakan
sampai tanah berlumpur dengan kedalaman 20 cm dan dilakukan pada saat tanah
mulai jenuh air, setelah pembajakan pertama sawah digenangi selama 15 hari
kemudian dilakukan pembajakan kedua diikuti dengan penggaruan untuk perataan
dan pelumpuran, selesai menggaru tanah di biarkan macak-macak.
3.4.2 Persemaian
Persemaian disiapkan sebelum tanam, luas persemaian yang diperlukan
4% dari luas sawah yang akan ditanami padi (untuk 1 ha 400 m2), tanah
persemaian dibajak kemudian digaru sampai menjadi lumpur.
Perendaman benih selama satu hari untuk proses perkecambahan benih,
kemudian ditiriskan dan diperam selama satu hari. Setelah itu benih ditaburkan di
atas petak yang telah dibuat (Gambar Lampiran 2).
3.4.3 Penanaman
Bibit yang telah disemaikan kemudian dipindahkan ke dalam petak
percobaan setelah berumur 18 hari. Sebelum ditanam, tanah yang telah diolah
diberi lajur/larikan dengan ukuran plot 3 x 2 m. Jumlah bibit yang ditanam dua
batang per lubang (Gambar Lampiran 4).
3.4.4 Pemeliharaan
Pemeliharaan selama percobaan meliputi penyulaman, pengairan,
penyiangan, pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit.
3.4.4.1 Penyulaman
Penyulaman dilakukan pada umur 5-7 hari ketika ditemukan rumpun yang
mati dan digantikan dengan yang baru. Tanaman baru sebagai pengganti diambil
dari luar tanaman yang ada dalam percobaan yang sudah disiapkan sebelumnya.
3.4.4.2 Pengairan
Pengairan dilakukan 3 hari setelah tanam, air dimasukkan ke lahan
percobaan sampai tanah macak-macak. Kondisi ini dibiarkan sampai tanaman
berumur 40 hari setelah tanam agar terbentuk anakan. Pada fase primordial, air di
naikkan menjadi 10 cm untuk menekan anakan baru. Seminggu sebelum panen air
dialirkan sampai kering agar proses pemasakan buah/bulir sempurna.
3.4.4.3 Penyiangan
Penyiangan dilakukan pada umur 15 dan 30 hari setelah tanam dengan
cara mencabut gulma yang tumbuh. Penyiangan dilakukan jika masih ada gulma
yang tumbuh pada pertanaman di lapangan sehingga tidak terjadi persaingan
perebutan unsur hara antara tanaman padi dengan gulma.
3.4.4.4 Pemupukan
Dosis pemupukan yang digunakan yaitu Urea 200 kg ha-1, NPK Pelangi
300 kg ha-1 dan KCl 75 kg ha-1. Pemupukan pertama 7 HST dengan
urea 50 kg ha-1. Untuk pemupukan N susulan, 21 HST dengan Urea 100 kg ha-1
dan NPK Pelangi 150 kg ha-1 dan 35 HST dengan Urea 50 kg ha-1, NPK Pelangi
150 kg ha-1, dan KCL 75 kg ha-1 dosis pupuk berdasarkan penggunaan Bagan
Warna Daun (BWD) (target produksi 8 ton ha-1) (Gambar lampiran 12 dan 13).
3.4.4.5 Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan
pestisida untuk menekan pertumbuhan gulma maupun hama dan penyakit. Hari
ketiga setelah tanam diaplikasikan herbisida pra tumbuh Logran WG dengan dosis
10 bungkus/ha atau 50 gram untuk menekan pertumbuhan gulma. Setelah aplikasi
Logran WG, air ditahan sampai ketinggian 5-10 cm selama satu minggu agar
tidak tumbuh gulma.
Untuk insektisida digunakan Regent Cair 80 WG dengan dosis 300 gram
ha-1 untuk menekan hama walang sangit, wereng hijau dan punggung putih.
Aplikasi Darmafur 3 G dengan dosis 17 kg ha-1 untuk menekan hama penggerek
batang pada pertanaman. Penggunaan fungisida Amistartop 325 SC dengan dosis
300 ml ha-1 untuk menekan bakteri dan cendawan, pemakaian dilakukan sebanyak
2-3 kali tergantung kondisi di lapangan.
3.4.5 Panen
Panen dilakukan saat malai telah memperlihatkan masak 90% (masak
fisiologis) atau berdasarkan umur tanaman. Adapun tanda – tanda padi yang siap
panen yaitu malai yang telah merunduk, bulir telah terisi penuh serta keras jika
ditekan dan bulir yang telah menguning.
3.5 Parameter Pengamatan
Komponen pertumbuhan dan produksi yang diamati dan diukur dalam
penelitian ini terdiri dari 10 sampel tanaman yang dipilih secara acak pada
pertanaman dibagian tengah plot percobaan per perlakuan yaitu :
1. Tinggi tanaman (cm), dihitung dari pangkal batang sampai ujung daun
tertinggi pada umur 63 HST.
2. Jumlah anakan per rumpun (batang), dihitung jumlah anakan yang
terbentuk pada umur 63 HST.
3. Jumlah anakan produktif per rumpun (batang), dihitung jumlah anakan
yang membentuk malai per rumpun. Dilakukan setelah panen.
4. Berat gabah isi (gram) per malai, dilakukan dengan cara menimbang
berat gabah berisi pada setiap sampel. Dilakukan setelah panen.
5. Persentase gabah berisi per malai (%), dilakukan dengan cara
menghitung jumlah gabah berisi dan dibagi jumlah gabah seluruhnya
dari setiap malai.
Rumus :
Persentase gabah berisi = 100%
6. Produksi gabah kering panen (GKP) per hektar dilakukan dengan
menimbang bobot gabah hasil panen per petak dan di konversikan ke
hektar.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman dan sidik ragamnya disajikan pada tabel lampiran 1a dan
1b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan varietas berpengaruh nyata
sedangkan perlakuan jarak tanam dan interaksi tidak berpengaruh nyata terhadap
tinggi tanaman.
Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman (cm) pada 63 hari setelah tanam.
jarak tanam (T)
Varietas (V)
Rata-RataLPHT 6 (V1)
SL-8-SHS
(V2)
PAC 801
(V3)
T1 103,22 99,92 97,97 100,37
T2 103,07 100,40 98,57 100,68
T3 101,92 101,13 96,75 99,93
Rata-Rata 102,73a 100,48a 97,76b 100,33
Keterangan : Angka-angka yang masih diikuti huruf yang sama pada baris (a,b) berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ V α0,05 (2,692)
Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan varietas LPHT 6 (V1) memberikan
nilai rata-rata tinggi tanaman tertinggi yaitu 102,73 cm dan tidak berbeda nyata
dengan perlakuan varietas SL-8-SHS (V2) walaupun berbeda nyata dengan
perlakuan varietas PAC 801 (V3). Nilai rata-rata tinggi tanaman terendah
diperoleh pada perlakuan varietas PAC 801 (V3) yaitu 97,76 cm.
4.1.2 Jumlah Anakan
Jumlah anakan dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel Lampiran 2a dan
2b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan varietas dan perlakuan jarak
tanam berpengaruh sangat nyata, namun interaksi menunjukkan tidak berpengaruh
nyata terhadap jumlah anakan.
Tabel 2. Rata-rata jumlah anakan (batang) pada 63 hari setelah tanam.
Jarak Tanam (T)
Varietas (V)
Rata-RataLPHT 6 (V1)
SL-8-SHS
(V2)
PAC 801
(V3)
T1 9,57 12,50 13,57 11,88y
T2 11,40 13,43 17,40 14,08y
T3 15,17 17,73 23,90 18,93x
Rata-Rata 12,04b 14,56b 18,29a 14,96
Keterangan : Angka-angka yang masih diikuti huruf yang sama pada baris (a,b) dan kolom (x,y) berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ V α0,01 (3,397) dan uji BNJ T α0,05
(3.079).
Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam 40 cm x 20 cm x 20
cm (T3) menghasilkan nilai rata-rata jumlah anakan terbanyak yaitu 18,93 batang
dan berbeda nyata dengan perlakuan jarak tanam 40 cm x 20 cm x 15 cm (T2) dan
40 cm x 20 cm x 10 cm (T1). Jumlah anakan terendah diperoleh pada perlakuan
40 cm x 20 cm x 10 cm (T1) yaitu 11,88 batang. Perlakuan varietas PAC 801 (V3)
menghasilkan nilai rata-rata jumlah anakan terbanyak yaitu 18,23 batang dan
berbeda nyata dengan perlakuan varietas SL-8-SHS (V2) dan LPHT 6 (V1).
Jumlah anakan terendah diperoleh pada perlakuan varietas LPHT 6 (V1) yaitu
12,04 batang.
4.1.3 Anakan Produktif
Anakan produktif dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel Lampiran 3a
dan 3b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam dan perlakuan
varietas berpengaruh sangat nyata, namun interaksi berpengaruh tidak nyata
terhadap anakan produktif.
Tabel 3. Rata-rata anakan produktif (batang)
Jarak Tanam (T)
Varietas (V)Rata-RataLPHT6
(V1)SL-8-SHS
(V2)PAC 801
(V3)T1 8,00 12,33 13,22 11,19yT2 9,89 13,00 14,89 12,59xyT3 12,22 15,44 22,22 16,63x
Rata-Rata 10,04b 13,59ab 16,78a 13,47Keterangan : Angka-angka yang masih diikuti huruf yang sama pada baris (a,b) dan kolom (x,y)
berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ V α0,01 (5,043) dan uji BNJ T α0,05
(4,162) .
Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam 40 cm x 20 cm x 20
cm (T3) menghasilkan nilai rata-rata anakan produktif terbanyak yaitu 16,63
batang dan berbeda nyata dengan perlakuan jarak tanam 40 cm x 20 cm x 10 cm
(T1) dan 40 cm x 20 cm x 15 cm (T2). Anakan produktif terendah diperoleh pada
perlakuan jarak tanam 40 cm x 20 cm x 10 cm (T1) yaitu 11,19 batang. Perlakuan
varietas PAC 801 (V3) menghasilkan nilai rata-rata jumlah anakan terbanyak yaitu
16,78 batang dan berbeda nyata dengan perlakuan varietas SL-8-SHS (V2) dan
LPHT 6 (V1). Anakan produktif terendah diperoleh pada perlakuan varietas
LPHT 6 (V1) yaitu 10,04 batang.
4.1.4 Berat Gabah Isi
Berat gabah isi dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel Lampiran 4a dan
4b. Sidik ragam menunjukkan bahwa jarak tanam berpengaruh nyata dan
perlakuan varietas berpengaruh sangat nyata, namun interaksi tidak berpengaruh
nyata terhadap berat gabah isi.
Tabel 4. Rata-rata berat gabah isi (gram).
Jarak tanam (T)Varietas (V)
Rata-RataLPHT 6 (V1)
SL-8-SHS (V2)
PAC 801 (V3)
T1 4,98 4,17 3,66 4,27yT2 5,86 4,56 3,73 4,72xyT3 5,94 5,10 4,28 5,11x
Rata-Rata 5,59a 4,61b 3,89c 4,70Keterangan : Angka-angka yang masih diikuti huruf yang sama pada baris (a,b,c) dan kolom (x,y)
berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ V α0,01 (0,608) dan uji BNJ T α0,05
(0,556).
Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam 40 cm x 20 cm x 20
cm (T3) menghasilkan nilai rata-rata berat gabah isi tertinggi yaitu 5,11 gram dan
berbeda nyata dengan perlakuan jarak tanam 40 cm x 20 cm x 10 cm (T1) dan 40
cm x 20 cm x 15 cm (T2). Berat gabah isi terendah diperoleh pada perlakuan jarak
tanam 40 cm x 20 cm x 10 cm (T1) yaitu 4,27 gram. Perlakuan varietas LPHT 6
(V1) menghasilkan nilai rata-rata berat gabah isi tertinggi yaitu 5,59 gram dan
berbeda nyata dengan perlakuan varietas SL-8-SHS (V2) dan PAC 801 (V3). Berat
gabah isi terendah diperoleh pada perlakuan varietas PAC 801 (V3) yaitu 3,89
gram.
4.1.5 Persentase Biji Isi
Persentase biji isi dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel Lampiran 5a
dan 5b. Sidik ragam menunjukkan bahwa jarak tanam berpengaruh nyata
sedangkan perlakuan varietas dan interaksi tidak berpengaruh nyata terhadap
persentase biji isi.
Tabel 5. Persentase Biji Isi (%)
Jarak tanam (T)Varietas (V)
Rata-RataLPHT6 (V1)
SL-8SHS (V2)
PAC 801 (V3)
T1 86,75 85,91 86,81 86,49xT2 77,46 76,65 82,87 78,99yT3 82,55 84,47 84,79 83,94x
Rata-Rata 82,25 84,34 84,82 83,14Keterangan : Angka-angka yang masih diikuti huruf yang sama pada kolom (x,y) berarti tidak
berbeda nyata pada taraf uji BNJ T α0,05 (4,682).
Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam 40 cm x 20 cm x 10
cm (T1) menghasilkan nilai rata-rata persentase biji isi tertinggi yaitu 86,49%
dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan jarak tanam 40 cm x 20 cm x 20 cm
(T3) namun berbeda nyata dengan perlakuan jarak tanam 40 cm x 20 cm x 15 cm
(T2). Persentase biji isi terendah diperoleh pada perlakuan 40 cm x 20 cm x 15 cm
(T2) yaitu 78,99%.
4.1.6 Produksi Gabah Kering Panen (GKP) ha-1
Produksi gabah kering panen (GKP) ha-1 dan sidik ragamnya disajikan
pada Tabel Lampiran 6a dan 6b. Sidik ragam menunjukkan bahwa jarak tanam
dan interaksi berpengaruh sangat nyata namun perlakuan varietas tidak
berpengaruh nyata terhadap produksi gabah kering panen (GKP) ha-1.
Tabel 6. Produksi gabah kering panen (GKP) ha-1 (ton)
jarak tanam (T)varietas (V)
LPHT 6 (V1)
SL-8-SHS (V2)
PAC 801 (V3)
T1 9,53ax 9,17a
y 9,06by
T2 9,42ax 9,40a
x 9,48ax
T3 7,74by 8,65a
x 8,81bx
Keterangan : Angka-angka yang masih diikuti huruf yang sama pada kolom (a,b) dan baris (x,y) berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ T α0,01 (0,840).
Tabel 6 menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan jarak tanam
dengan varietas. Pada jarak tanam 40 cm x 20 cm x 10 cm (T1) terbaik pada
varietas LPHT 6 (V1) dengan produksi 9,53 ton GKP ha-1 dan berbeda dengan
varietas SL-8-SHS (V2) dan PAC 801 (V3). Pada jarak tanam 40 cm x 20 cm x 15
cm (T2) yang menunjukkan produksi gabah terbaik adalah varietas PAC 801 (V3)
dengan produksi 9,48 ton GKP ha-1 dan tidak berbeda nyata dengan varietas
LPHT 6 (V1) dan SL-8-SHS (V2) . Pada jarak tanam 40 cm x 20 cm x 20 cm (T3)
menunjukkan produksi gabah kering panen terbaik adalah pada varietas PAC 801
(V3) dengan produksi 8,81 ton GKP ha-1, namun tidak berbeda nyata dengan
varietas SL-8-SHS (V2) dan berbeda nyata dengan varietas LPHT 6 (V1). Untuk
varietas LPHT 6 (V1) menunjukkan produksi gabah terbaik pada jarak tanam 40
cm x 20 cm x 10 cm (T1) dengan produksi 9,53 ton GKP ha-1, dan tidak berbeda
nyata dengan pada jarak tanam 40 cm x 20 cm x 15 cm (T2), namun berbeda nyata
pada jarak tanam 40 cm x 20 cm x 20 cm (T3), pada varietas SL-8-SHS (V2)
menunjukkan produksi gabah terbaik pada jarak tanam 40 cm x 20 cm x 15 cm
(T2) dengan produksi 9,40 ton GKP ha-1 dan tidak berbeda nyata pada jarak tanam
40 cm x 20 cm x 10 cm (T1) dan 40 cm x 20 cm x 20 cm (T3), sedangkan pada
varietas PAC 801 (V3) menunjukkan produksi gabah terbaik adalah pada jarak
tanam 40 cm x 20 cm x 15 cm (T2) dengan produksi 9,48 ton GKP ha-1 dan
berbeda nyata pada jarak tanam 40 cm x 20 cm x 10 cm (T1) dan 40 cm x 20 cm x
20 cm (T3).
4.2 Pembahasan
Pada data hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan jarak
tanam dan varietas berpengaruh nyata pada tinggi tanaman, jumlah anakan,
anakan produktif, berat gabah isi, persentase gabah berisi dan produksi gabah
kering panen (GKP) (Tabel Lampiran 1b, 2b, 3b, 4b, 5b dan 6b).
Pada pertumbuhan vegetatif, perlakuan varietas dan jarak tanam
menunjukkan berpengaruh nyata pada parameter tinggi tanaman dan jumlah
anakan. Pada perlakuan jarak tanam 40 cm x 20 cm x 10 (T1), 40 cm x 20 cm x 15
cm (T2) dan 40 cm x 20 cm x 20 cm (T3) menunjukkan hasil yang tidak
berpengaruh nyata terhadap Tinggi Tanaman. Hal ini disebabkan walaupun jarak
tanam yang dipakai berbeda, namun tanaman tetap dapat melakukan proses
metabolisme dengan baik, sehingga mampu memenuhi kebutuhan tanaman.
Pertumbuhan tinggi tanaman ini dipengaruhi oleh sifat genetik dan kemampuan
tanaman dalam beradaptasi dengan kondisi lingkungan tempat hidupnya.
Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh faktor genotip dan lingkungan pada
keadaan ini lingkungan yang sama, sehingga yang berpengaruh adalah faktor
genotipnya. Suwarno (2002) menyatakan bahwa padi hibrida lebih responsif
terhadap perbaikan kondisi lingkungan dibandingkan dengan padi inhibrida.
Ekspresi heterosis padi hibrida akan lebih baik pada kondisi lingkungan yang
baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Gardner (1991), yang menyatakan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman dikendalikan oleh genotip dan
lingkungan.
Pada perlakuan verietas tanaman berpengaruh nyata terhadap Tinggi
Tanaman. Sesuai dengan deskripsi varietas (Gambar Lampiran 12, 13 dan 14),
menunjukkan bahwa masing-masing varietas mempunyai tinggi yang berbeda-
beda. Sehingga dengan demikian faktor genetis masing-masing varietas yang beda
mempengaruhi tinggi tanaman. Pada legowo 2:1, populasi tanaman menjadi lebih
banyak, bila dibandingkan dengan sistem tegel 25 x 25 cm. Dengan populasi
tanaman yang lebih banyak, maka akan memicu terjadinya kompetisi antar
tanaman dalam hal pemanfaatan sinar matahari, sehingga memacu tanaman lebih
tinggi bila dibandingkan dengan populasi tanaman yang lebih rendah
(Sembiring, 2008).
Pada perlakuan jarak tanam dan varietas berpengaruh nyata terhadap
Jumlah Anakan. Pada tanaman padi, jumlah anakan maksimal dicapai pada saat
akhir fase vegetatif (Gambar Lampiran 5, 6 dan 7). Jumlah anakan yang terbentuk
akan bervariasi tergantung jenis varietasnya. Disamping faktor genetik, fakor lain
yang dapat mempengaruhi jumlah anakan antara lain jarak tanam, musim, teknik
budidaya, curah hujan, kesuburan tanah dan ketersediaan air (Vergara, 1995).
Pada tanaman dengan jarak tanam yang lebar akan membentuk anakan
yang lebih banyak dibandingkan tanaman dengan jarak tanam yang lebih sempit
dikarenakan adanya persaingan sinar matahari dan unsur hara yang lebih besar
dalam barisan tanaman tetapi juga tergantung dari varietas yang ditanam. Pada
jarak tanam 40 cm x 20 cm x 20 cm (T3) jumlah anakannya paling banyak dari
jarak tanam 40 cm x 20 cm x 10 cm (T1) dan 40 cm x 20 cm x 15 cm (T2) . Hal
ini disebabkan karena jarak tanam menunjukkan perbedaan, jika jarak tanam yang
dipakai semakin lebar, maka akan menghasilkan jumlah anakan yang lebih
banyak. Hal ini sesuai dengan pendapat Ismunaji (1992) yang menyatakan bahwa
jumlah anakan maksimal ditentukan oleh jarak tanam, sebab jarak tanaman
menentukan radiasi matahari, hara mineral serta budidaya tanaman itu sendiri.
Pada perkembangan generatif, perlakuan varietas dan jarak tanam
berpengaruh nyata terhadap Anakan Produktif. Anakan produktif yang dihasilkan
merupakan jumlah anakan maksimal yang dihasilkan sebelumnya. Menurut
Kuswara dan Alik (2003) jumlah anakan maksimun akan berpengaruh terhadap
jumlah anakan produktif yang selanjutnya akan mempengaruhi hasil gabah. Hal
ini juga sesuai dengan pendapat Gardner (1991), bahwa pada tanaman padi
potensi pembentukan anakan produktif terlihat jumlah anakan, tetapi tidak
selamanya demikian karena pembentukan anakan dipengaruhi oleh lingkungan.
Dari hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jumlah anakan produktif lebih
banyak pada jarak tanam yang lebar dibandingkan jarak tanam yang lebih sempit.
Jumlah anakan produktif ini dipengaruhi oleh ukuran ruang antar rumpun.
Semakin luas ruang antar rumpun, semakin banyak jumlah anakan produktif. Hal
ini disebabkan oleh wilayah perakaran yang lebih luas untuk menyerap hara dan
mineral yang berdampak pada produktifitas anakan dalam rumpun. Menurut
Kuswara dan Alik (2003) semakin lebar penggunaan jarak tanam maka akan
meningkatkan jumlah anakan produktif, karena antara tanaman yang satu dengan
tanaman yang lain akar tanaman saling tidak bertemu dalam memperebutkan hara
mineral dari dalam tanah, begitu pula dengan daun tidak terjadi perebutan dalam
memperoleh cahaya matahari. Hal ini sesuai dengan penelitian Masdar, et al.,
(2005) bahwa semakin lebar jarak tanam jumlah anakan produktif semakin
banyak dibandingkan jarak tanam yang lebih sempit.
Jarak tanam dan varietas berpengaruh nyata pada Berat Gabah Isi dan
Persentase Gabah Isi. Hal ini berpengaruh terhadap produksi gabah per hektar.
Pada jarak tanam yang lebar (40 cm x 20 cm x 20 cm), Berat Gabah Isi lebih
tinggi yaitu 5,11 gram dibandingkan jarak tanam yang lebih sempit (40 cm x 20
cm x 10 cm) yaitu 4,27 gram, dikarenakan penyinaran matahari mudah
menjangkau seluruh permukaan tanaman diatas permukaan tanah dan sirkulasi
udara menjadi lancar. Hal ini penting dalam penyerbukan dan menekan
pertumbuhan jamur dan penyakit tanaman. Adanya lorong-lorong yang berjarak
40 cm sinar matahari dan sirkulasi udara dapat berjalan optimal dan kelembaban
dapat ditekan sehingga perkembangan hama/penyakit dapat diminimalisir.
Penyinaran matahari dalam jumlah yang cukup sangat membantu kelancaran
proses fisiologi, metabolisme dan fotosintesis dengan baik. Dengan penggunaan
sistem tanam jajar legowo 2:1 dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm x 20 cm (T3)
mampu menciptakan lingkungan tumbuh yang baik bagi tanaman. Faktor
lingkungan yang paling penting dalam pertumbuhan tanaman adalah: (1) tanah
memberikan hara dan kelembaban disamping sebagai pendukung mekanik, (2)
energi penyinaran dalam bentuk panas dan cahaya dan (3) udara yang
memberikan karbon dioksida dan oksigen (Harjadi 1979 dalam Arafah, 2006).
Dengan penggunan sistem legowo meskipun populasi tanaman per satuan
luas banyak tetapi karena adanya ruang kosong (legowo) antara setiap 2 baris
tanaman sehingga memberi sirkulasi udara, pemasukan cahaya dan juga aliran air
dan penyebaran unsur hara yang lebih merata sehingga memberi efek
pertumbuhan tanaman yang lebih baik. Banyak lorong yang terdapat pada sistem
tanam legowo mengakibatkan intensitas sinar matahari yang sampai ke
permukaan daun lebih banyak, terutama pada bagian pinggir lorong. Secara
fisiologis laju serapan hara oleh akar tanaman cenderung meningkat dengan
meningkatnya intensitas sinar matahari yang diterima tanaman. Intensitas sinar
matahari selama pertumbuhan tanaman sangat berpengaruh terhadap pembentukan
dan pengisian gabah (Fagi and De Datta, 1989).
Interaksi antara varietas dengan jarak tanam menunjukkan pengaruh yang
nyata terhadap hasil gabah kering panen (GKP). Hasil gabah kering panen (GKP)
tertinggi terlihat pada jarak tanam 40 cm x 20 cm x 10 cm (T1) dengan varietas
LPHT 6 (T1V1) yaitu 9,53 ton GKP ha-1. Varietas LPHT 6 (V1) merupakan
varietas dengan keunggulan jumlah anakan sedikit, tapi semua produktif dengan
jumlah gabah isi per malai yang lebih banyak bila dibandingkan dengan varietas
SL-8-SHS (V2) dan PAC 801 (V3). Jumlah malai persatuan luas dan jumlah gabah
per malai merupakan 2 dari 4 komponen hasil yang menentukan hasil padi.
Teknologi padi hibrida dikembangkan atas dasar pemanfaatan pengaruh heterosis
dari tetua-tetuanya. Pada kombinasi persilangan tertentu, gejala heterosis yang
muncul mampu meningkatkan potensi hasil varietas padi hibrida sebesar 15-20%
lebih tinggi dibandingkan dengan varietas baku atau varietas inhibrida yang
banyak ditanam petani, agar heterosis dapat terekspresi dengan baik padi hibrida
harus ditanam di lingkungan optimal dengan teknik budidaya yang tepat
(Suwarno 2002).
Legowo 2:1 akan menjadikan semua barisan rumpun tanaman berada pada
bagian pinggir, dengan kata lain seolah-olah semua rumpun tanaman berada di
pinggir galengan, sehingga semua tanaman mendapat efek samping (border
effect), dimana tanaman yang mendapat efek samping produksinya lebih tinggi
dari yang tidak mendapat efek samping (Tryni et al., 2004). Tanaman yang
mendapat efek samping, menjadikan tanaman mampu memanfaatkan faktor-faktor
tumbuh yang tersedia seperti cahaya matahari, air dan CO2 dengan lebih baik
untuk pertumbuhan dan pembentukan hasil, karena kompetisi yang terjadi relatif
kecil (Harjadi, 1979).
Perhitungan jumlah populasi per hektar pada sisitem tanam legowo 2:1
dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm x 10 cm yaitu sebanyak 333.000 rumpun,
jarak tanam 40 cm x 20 cm x 15 cm yaitu sebanyak 222.000 rumpun dan jarak
tanam 40 cm x 20 cm x 20 cm yaitu sebanyak 166.000 rumpun. Pada sistem
tanam legowo di samping penambahan populasi juga jarak tanam bagian pinggir
lorong lebih rapat menjadi ½ jarak tanam memberi efek positif terhadap
pertumbuhan (border effect). Sehingga semakin rapat penataan legowo tanaman
akan memperbanyak barisan tanaman pinggir yang lebih rapat atau setengah jarak
tanam maka inilah yang memberi pengaruh terhadap peningkatan populasi
tanaman persatuan luas (Ridwan, 2000; Abdullah et al., 2002). Zaini (2009)
menyatakan secara umum tanaman padi mempunyai daya adaptasi yang cukup
besar terhadap kerapatan tanaman melalui mekanisme pengaturan terhadap jumlah
malai, jumlah gabah per malai dan persentase gabah isi.
Peningkatan hasil pada sistem legowo selain dipengaruhi oleh peningkatan
populasi juga disebabkan manfaat dari pengaruh pinggir (border effect). Pada
sistem jajar legowo 2:1, dua baris rumpun padi berada dibarisan pinggir dari
pertanaman, sehingga akan meningkatkan intersepsi sinar matahari dalam proses
fotosintesis tanaman (Suhendra, 2008). Hasil penelitian Arafah (2006)
mendapatkan sistem tanam legowo 2:1 meningkatkan hasil gabah kadar air 14%
(7,720 kg) dibandingkan cara tegel (7,104 kg) atau meningkat sebesar 616 kg ha-1
sedangkan hasil penelitian Manti dan Artuti (2003) di Sukaraja mendapatkan
peningkatan hasil dari 3,80 ton ha-1 menjadi 5,02 ton ha-1 dengan penerapan tanam
legowo dibandingkan cara petani.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil yang diperoleh maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Penggunaan jarak tanam 40 cm x 20 cm 20 cm memberikan hasil terbaik
pada jumlah anakan yaitu sebanyak 18,93 batang, anakan produktif yaitu
sebanyak 16,63 batang, berat gabah isi sebanyak 5,11 gram dan
persentase biji isi yaitu 83,49 %.
2. Penggunaan varietas LPHT 6 memberikan hasil terbaik pada tinggi
tanaman yaitu 102,75 cm, berat gabah isi sebanyak 5,59 gram dan gabah
kering panen sebanyak 9,53 ton GKP ha-1.
3. Produksi gabah tertinggi pada jarak tanam 40 cm x 20 cm x 10 cm dengan
varietas LPHT6 (T1V1) yaitu 9,53 ton GKP ha-1.
4. Interaksi jarak tanam 40 cm x 20 cm x 10 cm dengan varietas LPHT 6
(T1V1) memberikan hasil terbaik pada gabah kering panen sebanyak 9,53
ton GKP ha-1.
5.2 Saran
Penggunaan sistem tanam jajar legowo dalam budidaya tanaman padi
(Oryza sativa. L), khususnya pada legowo 2:1 selain menambah populasi mampu
memberikan pengaruh nyata terhadap komponen pertumbuhan dan komponen
hasil terhadap tanaman padi dengan kombinasi varietas padi hibrida. Pada
penelitian lebih lanjut disarankan penggunaan sistem legowo 2:1 pada jarak tanam
40 cm x 20 cm x 10 cm pada musim tanam gaduh (Oktober – Maret) untuk
wilayah pantai timur. Penggunaan pada jarak tanam 40 cm x 20 cm x 15 cm
mampu memberikan hasil yang tidak berbeda nyata pada setiap varietas padi
hibrida yang ditanam.
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 2004. Budidaya Tanaman Padi. Kanisius. Jakarta.
Abdulah, S. 2004. Kajian Alternatif Teknologi Produksi Padi. Dalam: Suprihanto, B, A.K. Makarim, I N.Widiarta, A. Setyono, H. Pane, Hermanto dan A. S. Yahya; Penyunting. Kebijakan Perberasan dan Inovasi Teknologi Padi. Buku Tiga. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hal. 667-682.
Abdullah, S., S. Zen, R. Munir, Ardimar, Azwir, dan A.Taher. 2002. Teknologi Sistem Tanam Legowo (Bershaf) Pada Budidaya Padi Sawah. Makalah disampaikan pada pembahasan rekomendasi Paket Teknologi Pertanian pada tanggal 18 November 2002, di Moseum Adytiawarman Padang.d=171:tanam-padi-cara-jajar-legowo-di-lahan sawah&catid=11:folder&Itemid=11
Ahira, Anne. 2011. Wujud Morfologi Tanaman Padi. http://www.anneahira.com/ morfologi-tanaman-padi.htm. Diakses pada hari Senin, 15 Mei 2012.
Anonim, 2012. Cara Meningkatkan Produksi Tanaman Padi Dengan Sistem Tanam Jajar Legowo. Gerbang Pertanian http://www.gerbangpertanian.com/2012/02/cara meningkatkan-produksi-tanaman padi.html. Diakses pada hari Senin, 15 Mei 2012.
Apriantono, Anton. 2008. Padi, Inovasi Teknologi dan Ketahanan Pangan. Buku I. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Arafah. 2006. Kajian Berbagai Sistem Tanam pada Dua varietas Unggul Baru Padi terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah. J. Agrivigor 6 (1):18-25.
Badan Litbang Pertanian, 2006. Bersama Memacu Perbaikan Padi Hibrida. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 28(5):8-10.
Badan Litbang Pertanian, 2007a . Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi. Petunjuk Teknis Lapang. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta
Badan Litbang Pertanian. 2007b. Daerah Pengembangan dan Anjuran Budidaya Padi Varietas Unggul Hibrida. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Badan Pusat Statistik, 2012. Produksi padi, jagung dan kedelai. Berita Resmi Statistik No.38/07/Th.XI: 1-10.
Fagi, A.M and S.K. De Datta. 1989. Environmental Factors Affecting Nitrogen Efficiency in Flooded Tropical Rice. Fertilizer Research. 2:52-67
Gardner, P, F, R, B, Pearce dan R,I,Michell, 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan oleh H, Susilo. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Harjadi, S.S., 2002. Pengantar Agronomi, PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Ismunaji, M., S. Partohardjono, M. Syam, dan A. Widjono, 1992. Padi Buku 2. Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor.
Kuswara, E dan Alik, S. 2003. Dasar Gagasan dan Praktek Tanam Padi Metoda SRI (System of Rice Intensification ) KSP Mengembangkan Pemikiran untuk Membangun Pengetahuan Petani Jawa Barat.
Manti, I. dan Artuti, A.M. 2003. Inovasi Teknologi bagi Upaya Optimalisasi Produksi Padi Sawah di Bengkulu. Dalam: Suprihanto, B, A.K. Makarim, I N.Widiarta, Hermanto dan A. S. Yahya; Penyunting. Kebijakan Perberasan dan Inovasi Teknologi Padi. Buku Dua. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hal. 433-442.
Masdar, Musliar K., Bujang R., Nurhajati H., Helmi. 2005. Interaksi Jarak Tanam dan Jumlah Bibit per Titik Tanam pada Sistem Intensifikasi Padi terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman. Akta Agrosia Ed. Khusus. (1); 92-98.
Nurcahyani, Satia. 2009. Morfologi Tanaman Padi. http://hirupbagja.blogspot.com/2009/09/morfologi-tanaman-padi.html. Diakses pada Rabu, 20 Juni 2012.
Pahruddin, A., Maripul, dan P. R. Dida. 2004. Cara Tanam Padi Sistem Legowo Mendukung Usaha Tani di Desa Bojong, Cikembar, Sukabumi. Buletin Teknik Pertanian 9(1): 10 - 12.
Purwanto S., 2008. Implementasi Kebijakan untuk Pencapaian P2BN. Prosiding seminar apresiasi hasil penelitian padi menunjang P2BN. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. Hal 9 – 37.
Ridwan. 2000. Pengaruh Populasi Tanaman dan Pemupukan P pada Padi Sawah dengan Sistem Tanam Jajar Legowo. Hlm. 65-69. Dalam Ismon L, Aguswarman, T.Susianti, dan T. Yanuarita (eds.) Prosiding Seminar
Nasional Hasil-Hasil Penelitian dan Pengkajian Pertanian. Padang 21-22 Maret 2000.
Sembiring, H. 2001. Komoditas Unggulan Pertanian Provinsi Sumatra Utara. Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi. Sumatra Utara.
Sembiring, H. 2008. Kebijakan Penelitian dan Rangkuman Hasil Penelitian BB Padi dalam Mendukung Peningkatan Produksi Beras Nasional. Prosiding seminar apresiasi hasil penelitian padi menunjang P2BN. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi. Hal 39 – 59.
Soemartono, Bahrin, S., dan Hardjono, R., 1990. Bercocok Tanam Padi. CV. Yasaguna. Jakarta.
Suhendra, T. 2008. Peran Inovasi Teknologi Pertanian dalam Peningkatan Produktivitas Padi Sawah untuk Mendukung Ketahanan Pangan. Prosiding Seminar Nasional Teknik Pertanian, Yogyakarta, 18-19 November 2008.
Suprihatno, B. 1989. Padi hibrida. Dalam: Ismunadji, M., M, Syam, dan Yuswadi (eds). Padi Buku 2. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. hal 377-390.
Suriapermana, S., I.Syamsiah. 1994. Tanam Jajar Legowo pada Sistem Usahatani Minapadi Azola di Lahan Sawah Irigasi. Risalah Seminar Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor.
Suwarno. 2002. Pembentukan Varietas Padi Hibrida dan Prospek Pengembangannya. Makalah Disampaikan pada Lokakarya Program Pemuliaan Partisipatif. Sukamandi, 22-25 Juli 2002. Balai Penelitian Tanaman Padi. 18 hlm.
Syamsiah.I., S. Abdullah, Amril B, N. Hosen, dan Azwir. 2004. Pengelolaan Usahatani Padi Sawah Secara Terpadu di Pakandangan Sumatera Barat. Dalam A.K Makarim, I.N.Widiarta, A.Setyono, H. Pane, Hermanto, dan A.S. Yahya (eds). Kebijakan Peberasan dan Inovasi Teknologi padi. Puslitbangtan Bogor, hal : 711 – 727.
Triny S. Kadir, E. Suhartatik dan E. Sutisna. 2004. Petunjuk Teknis Budidaya PTB cara PTT. Makalah disampaikan pada Pelatihan Pengembangan Varietas Unggul Tipe Baru (VUTB) Fatmawati dan VUB Lainnya 31 Maret-3 April 2004, di Balitpa, Sukamandi.
Vergara, B. S. 1995. Petunjuk Bercocok Tanam Padi. Direktorat Jendral Pertanian Pangan. Proyek Penyuluhan Pertanian Tanaman Pangan. Bogor. 221 hal.
Virmani, S.S. 1994. Heterosis and Hybrid Rice Breeding. International Rice Research Institute Los Baños. Philippines. 162 p.
Widiarta, I.N., Satoto, dan I. Las. 2005. Potensi Pengembangan Padi Hibrida di Jawa dan Bali. Berita Puslitbangtan 33:1-2.
Yassi, A. 2009. Pola Pertanian Terpadu Berbasis Padi Berdasarkan Perwilayaan Iklim di Kabupaten Pinrang. Jurnal Sains dan Teknologi Seri Ilmu-Ilmu Pertanian Program Pasca Sarjana Unhas Vol.8.No.1, April 2008.
Zaini. Z. 2009. Memacu Peningkatan Produktivitas Padi Sawah Melalui Inovasi Teknologi Budidaya Spesifik Lokasi dalam Era Revolusi Hijau Lestari. Pengembangan Inovasi Pertanian.
DENAH PLOT PERCOBAAN DILAPANGAN
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
utara
Keterangan :
t1 : (40 x 20 x 10) cm
t2 : (40 x 20 x 15) cm
t3 : (40 x 20 x 20) cm
v1: hibrida LPHT 6
v2: hibrida SL-8-SHS
v3: hibrida PAC 801
ukuran plot = 3x2 cm
populasi :
t1 per petak = 200
rumpun
t2 per petak = 140
rumpun
t3 per petak = 100
rumpun
t3v3
t3v2t2v2
t2v1
t1v1
t1v2
t1v3 t3v1t2v3
t1v1t1v3t2v3
t1v2t1v2t2v2
t1v3t1v1t2v1
t2v2t3v2t3v1
t2v1t3v1t3v2
t2v3t3v3t3v3
LAMPIRAN
Tabel Lampiran 1.a Tinggi Tanaman (cm) 63 HST
PERLAKUANUlangan
TOTAL RERATAI II III
v1t1 107,60 102,20 99,85 309,65 103,22v1t2 102,70 105,60 100,90 309,20 103,07v1t3 101,70 102,00 102,05 305,75 101,92Subtotal 312,00 309,80 302,80 924,60v2t1 104,50 99,05 96,20 299,75 99,92v2t2 101,90 98,30 101,00 301,20 100,40v2t3 102,80 98,70 101,90 303,40 101,13Subtotal 309,20 296,05 299,10 904,35v3t1 99,30 100,35 94,25 293,90 97,97v3t2 101,50 99,40 94,80 295,70 98,57v3t3 96,50 95,35 98,40 290,25 96,75Subtotal 297,30 295,10 287,45 879,85Total 918,50 900,95 889,35 2708,80 100,33
Tabel Lampiran 1.b Sidik Ragam Tinggi Tanaman
SK DB JK KT F HitungF Tabel0,05 0,01
Kelompok 2 47,86 23,93 5,66 tn 6,94 18,00Varietas (V) 2 111,59 55,79 13,19 * 6,94 18,00Galat (a) 4 16,93 4,23Jarak Tanam (T) 2 2,52 1,26 0,19 tn 3,89 6,93Interaksi (V x T) 4 7,91 1,98 0,30 tn 3,26 5,41Galat (b) 12 79,49 6,62Total 26 266,30
KK Galat (a) = 2,05 % KK Galat (b) = 2,57 %
Ket : ** : Sangat nyata* : Nyata
tn : Tidak Nyata
Tabel Lampiran 2.a Jumlah Anakan (batang) 63 HST
PERLAKUANUlangan
TOTAL RERATAI II III
v1t1 10,00 9,70 9,00 28,70 9,57v1t2 10,30 12,00 11,90 34,20 11,40v1t3 14,30 16,50 14,70 45,50 15,17Subtotal 34,60 38,20 35,60 108,40v2t1 11,10 13,60 12,80 37,50 12,50v2t2 14,70 14,20 11,40 40,30 13,43v2t3 20,60 16,80 15,80 53,20 17,73Subtotal 46,40 44,60 40,00 131,00v3t1 14,30 11,20 15,20 40,70 13,57v3t2 19,20 19,90 13,10 52,20 17,40v3t3 24,50 26,50 20,70 71,70 23,90Subtotal 58,00 57,60 49,00 164,60Total 139,00 140,40 124,60 404,00 14,96
Tabel Lampiran 2.b Sidik Ragam Jumlah Anakan
SK DB JK KT F HitungF Tabel0,05 0,01
Kelompok 2 17,00 8,50 3,47 tn 6,94 18,00Varietas (V) 2 177,71 88,85 36,26 ** 6,94 18,00Galat (a) 4 9,80 2,45Jarak Tanam (T) 2 234,59 117,30 25,66 ** 3,89 6,93Interaksi (V x T) 4 24,79 6,20 1,36 tn 3,26 5,41Galat (b) 12 54,85 4,57Total 26 518,74
KK Galat (a) = 10,46 % KK Galat (b) = 14,29 %
Ket : ** : Sangat nyata* : Nyata
tn : Tidak Nyata
Tabel Lampiran 3.a Anakan Produktif (batang)
PERLAKUANUlangan
TOTAL RERATAI II III
v1t1 8,67 7,33 8,00 24,00 8,00v1t2 9,33 10,33 10,00 29,67 9,89v1t3 11,67 12,67 12,33 36,67 12,22Subtotal 29,67 30,33 30,33 90,33v2t1 10,67 13,67 12,67 37,00 12,33v2t2 12,33 13,33 13,33 39,00 13,00v2t3 18,33 11,67 16,33 46,33 15,44Subtotal 41,33 38,67 42,33 122,33v3t1 13,67 13,00 13,00 39,67 13,22v3t2 16,33 18,00 10,33 44,67 14,89v3t3 21,33 23,33 22,00 66,67 22,22Subtotal 51,33 54,33 45,33 151,00Total 122,33 123,33 118,00 363,67 13,47
Tabel Lampiran 3.b Sidik Ragam Anakan Produktif
SK DB JK KT F HitungF Tabel0,05 0,01
Kelompok 2 1,79 0,89 0,24 tn 6,94 18,00Varietas (V) 2 204,67 102,34 27,83 ** 6,94 18,00Galat (a) 4 14,71 3,68Jarak Tanam (T) 2 143,76 71,88 17,58 ** 3,89 6,93Interaksi (V x T) 4 36,73 9,18 2,25 tn 3,26 5,41Galat (b) 12 49,06 4,09Total 26 450,72
KK Galat (a) = 14,24 % KK Galat (b) = 15,01 %
Ket : ** : Sangat nyata* : Nyata
tn : Tidak Nyata
Tabel Lampiran 4.a Berat Gabah Isi (gram)
PERLAKUANUlangan
TOTAL RERATAI II III
v1t1 5,05 4,97 4,93 14,94 4,98v1t2 6,44 5,87 5,27 17,58 5,86v1t3 5,15 6,20 6,46 17,81 5,94Subtotal 16,64 17,04 16,66 50,33v2t1 4,05 5,04 3,43 12,51 4,17v2t2 4,75 4,57 4,38 13,69 4,56v2t3 5,20 5,16 4,94 15,31 5,10Subtotal 13,99 14,77 12,75 41,51v3t1 3,65 3,86 3,47 10,98 3,66v3t2 3,18 4,66 3,36 11,20 3,73v3t3 4,40 3,99 4,45 12,84 4,28Subtotal 11,23 12,51 11,28 35,02Total 41,86 44,32 40,68 126,87 4,70
Tabel Lampiran 4.b Sidik Ragam Berat Gabah Isi
SK DB JK KT F HitungF Tabel0,05 0,01
Kelompok 2 0,77 0,38 4,89 tn 6,94 18,00Varietas (V) 2 13,12 6,56 83,58 ** 6,94 18,00Galat (a) 4 0,31 0,08Jarak Tanam (T) 2 3,15 1,57 5,36 * 3,89 6,93Interaksi (V x T) 4 0,54 0,14 0,46 tn 3,26 5,41Galat (b) 12 3,52 0,29Total 26 21,41
KK Galat (a) = 5,96 % KK Galat (b) = 11,53 %
Ket : ** : Sangat nyata* : Nyata
tn : Tidak Nyata
Tabel Lampiran 5.a Persentase Gabah Berisi (%)
PERLAKUANUlangan
TOTAL RERATAI II III
v1t1 84.27 88.28 87.69 260.24 86.75v1t2 79.74 80.47 72.17 232.39 77.46v1t3 82.74 75.87 89.06 247.66 82.55
Subtotal 246.75 244.62 248.92 740.29v2t1 86.40 84.10 87.23 257.74 85.91v2t2 70.11 80.74 79.10 229.94 76.65v2t3 81.51 86.31 85.58 253.40 84.47
Subtotal 238.02 251.15 251.91 741.08v3t1 83.18 89.07 88.17 260.42 86.81v3t2 86.94 80.35 81.32 248.61 82.87v3t3 82.46 82.21 89.71 254.37 84.79
Subtotal 252.58 251.62 259.20 763.39Total 737.35 747.39 760.03 2244.77 83.14
Tabel Lampiran 5.b Sidik Ragam Persentasi Gabah Berisi
SK DB JK KT F HitungF Tabel
0.05 0.01Kelompok 2 28.70 14.35 2.18 tn 6.94 18.00Varietas (V) 2 38.23 19.11 2.90 tn 6.94 18.00Galat (a) 4 26.39 6.60Jarak Tanam (T) 2 261.40 130.70 6.29 * 3.89 6.93Interaksi (V x T) 4 40.63 10.16 0.49 tn 3.26 5.41Galat (b) 12 249.39 20.78Total 26 644.74
KK Galat (a) = 3,09 % KK Galat (b) = 5,48 %
Ket : ** : Sangat nyata* : Nyata
tn : Tidak Nyata
Tabel Lampiran 6.a Produksi gabah kering panen (GKP) ha-1 (ton)
PERLAKUANUlangan
TOTAL RERATAI II III
v1t1 9.75 9.26 9.56 28.58 9.53v1t2 9.38 9.50 9.38 28.25 9.42v1t3 7.63 7.88 7.71 23.21 7.74
Subtotal 26.75 26.64 26.65 80.04v2t1 9.13 9.13 9.25 27.50 9.17v2t2 9.56 9.09 9.54 28.19 9.40v2t3 8.71 8.38 8.88 25.96 8.65
Subtotal 27.40 26.59 27.66 81.65v3t1 9.13 9.00 9.06 27.19 9.06v3t2 9.56 9.50 9.39 28.45 9.48v3t3 9.40 8.04 9.01 26.45 8.82
Subtotal 28.09 26.54 27.46 82.09Total 82.24 79.76 81.78 243.78 9.03
Tabel Lampiran 6.b Sidik Ragam Produksi gabah kering panen (GKP) ha-1
SK DB JK KT F HitungF Tabel
0.05 0.01Kelompok 2 0.38 0.19 3.31 tn 6.94 18.00Varietas (V) 2 0.26 0.13 2.23 tn 6.94 18.00Galat (a) 4 0.23 0.06Jarak Tanam (T) 2 5.44 2.72 38.88 ** 3.89 6.93Interaksi (V x T) 4 2.14 0.53 7.65 ** 3.26 5.41Galat (b) 12 0.84 0.07Total 26 9.29
KK Galat (a) = 2,67 % KK Galat (b) = 2,93 %
Ket : ** : Sangat nyata* : Nyata
tn : Tidak Nyata
Tabel Lampiran 12. Deskripsi Varietas Padi Hibrida Optima LPHT 6
No. Keterangan1. Umur : ± 112 hari setelah semai.
2. Bentuk tanaman : Tegak
3. Tinggi tanaman : 103-110 cm
4. Anakan produktif : ± 14 batang per rumpun
5. Kekuatan batang : Kuat
6. Bentuk gabah : Panjang ramping
7. Warna gabah : Kuning jerami
8. Kerontokan : Sedang
9. Kerebahan : Tahan
10. Tekstur nasi : Pulen
11. Bobot 1.000 butir gabah : 25-27 g
12. Kadar amilosa : 17,2%
13. Potensi hasil : 12,9 ton/ha
14. Rata-rata hasil : 10,2 ton/ha
15. Jumlah gabah per malai : ± 209 butir
16. % hampa : ± 12,1%
17. Kadar protein : 9,1%
Sumber : http://www.google.com/deskripsipadihibridaoptimaLPHT6, 2013.
Tabel Lampiran 13. Deskripsi Varietas Padi Hibrida SL-8-SHS
No. Keterangan
1. Asal : Introduksi dari Filipina
2. Golongan : Indica/Japonica
3. Umur : 112-115 hari setelah semai
4. Bentuk tanaman : Tegak
5. Tinggi tanaman : 107-115 cm
6. Kekuatan batang : Kuat
7. Bentuk gabah : Sedang
8. Warna gabah : Kuning jerami
9. Kerontokan : Sedang
10. Kerebahan : Sedang
11. Tekstur nasi : Sedang
12. Bobot 1.000 butir gabah : 26-27 g
13. Kadar amilosa : 25,5%
14. Potensi hasil : 14,83 t/ha gabah kering panen
15. Rata-rata hasil : 8,89-11,9 t/ha
16. Ketahanan terhadap hama : Agak peka wereng coklat biotipe 1, 2, 3
17. Ketahanan terhadap penyakit :Agak peka hawar daun bakteri strain IV
dan VIII, tahan strain III, peka tungro
18. Anjuran tanam : Baik untuk sawah dataran rendah s/d 600 m
dari permukaan laut
19. Dilepas Tahun 2006
Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Provinsi Sulawesi Selatan, 2006.
Tabel Lampiran 14. Deskripsi Varietas Padi Hibrida PAC 801
No. Keterangan
1. Asal : Introduksi dari India
2. Golongan : Indica
3. Umur : 115-122 hari setelah semai
4. Bentuk tanaman : Tegak
5. Tinggi tanaman : ± 116 cm
6. Kekuatan batang : Kuat
7. Bentuk gabah : Silinder panjang
8. Warna gabah : Putih
9. Kerontokan : Sedang
10. Kerebahan : Sedang
11. Tekstur nasi : Sedang
12. Bobot 1.000 butir gabah : 22-25 gm
13. Kadar amilosa : ± 24%
14. Potensi hasil : 10 Ton/ha
15. Rata-rata hasil : 8 Ton/ha
16. Ketahanan terhadap penyakit : BLB
17. Anjuran tanam :Musim hujan didataran tinggi dan dataran
rendah, musim kemarau di irigasi dataran
rendah
18. Dilepas Tahun 2005
Sumber : Mohammad Athar, 2013. PT. Advanta Seed, Malang Indonesia.
Hibrida LPHT 6
Gambar Lampiran 2. Petak persemaian umur 5 hari setelah semai.
Hibrida LPHT 6
Gambar Lampiran 3. Petak persemaian umur18 hari setelah semai.
GAMBAR LAMPIRAN
Hibrida SL-8-SHS Hibrida PAC 801
Gambar Lampiran 2. Petak persemaian umur 5 hari setelah semai.
Hibrida SL-8-SHS Hibrida PAC 801
Gambar Lampiran 3. Petak persemaian umur18 hari setelah semai.
Hibrida PAC 801
Gambar Lampiran 2. Petak persemaian umur 5 hari setelah semai.
Hibrida PAC 801
Gambar Lampiran 3. Petak persemaian umur18 hari setelah semai.
Ulangan 1
Gambar Lampiran 4. Kondisi lahan setelah penanaman.
(a)
Gambar Lampiran 5. Pengamatan ulangan 1 pada umur 3 MST (a), 5 MST (b), 7
Ulangan 2 Ulangan 3
Gambar Lampiran 4. Kondisi lahan setelah penanaman.
(b) (c)
Pengamatan ulangan 1 pada umur 3 MST (a), 5 MST (b), 7 MST (c) dan 9 MST (d).
Ulangan 3
(d)
Pengamatan ulangan 1 pada umur 3 MST (a), 5 MST (b), 7
(a)
Gambar Lampiran 6. Pengamatan ulangan 2 pada umur 3 MST (a), 5 MST (b), 7
(a)
Gambar Lampiran 7. Pengamatan ulangan 3 pada umur 3 MST (a), 5 MST (b), 7
(b) (c)
Gambar Lampiran 6. Pengamatan ulangan 2 pada umur 3 MST (a), 5 MST (b), 7 MST (c) dan 9 MST (d).
(b) (c)
Gambar Lampiran 7. Pengamatan ulangan 3 pada umur 3 MST (a), 5 MST (b), 7 MST (c) dan 9 MST (d).
(d)
Gambar Lampiran 6. Pengamatan ulangan 2 pada umur 3 MST (a), 5 MST (b), 7
(d)
Gambar Lampiran 7. Pengamatan ulangan 3 pada umur 3 MST (a), 5 MST (b), 7
Gambar Lampiran 8. Kegiatan pemupukan tanaman
Gambar Lampiran 9. Kegiatan penyulaman dan penyiagan pada
Gambar Lampiran 8. Kegiatan pemupukan tanaman
Gambar Lampiran 9. Kegiatan penyulaman dan penyiagan pada pertanamanpertanaman
Gambar Lampiran 10. Kegiatan pengukuran tanaman
Ulangan 1
Gambar Lampiran 11. Ketinggian air pada pertanaman dilapangan pada umur 35
Gambar Lampiran 10. Kegiatan pengukuran tanaman
Ulangan 2 Ulangan 3
Gambar Lampiran 11. Ketinggian air pada pertanaman dilapangan pada umur 35 HST.
Ulangan 3
Gambar Lampiran 11. Ketinggian air pada pertanaman dilapangan pada umur 35
(a)
Gambar Lampiran 12. Penggunan Bagan Warna Daun (BWD) Varietas LPHT 6
pada umur 35 HTS (a), Varietas SL
(a)
Gambar Lampiran 13. Penggunaan Bagan War
pada umur 50 HTS (a), Varietas SL
(b)
Gambar Lampiran 12. Penggunan Bagan Warna Daun (BWD) Varietas LPHT 6
pada umur 35 HTS (a), Varietas SL-8-SHS pada umur 35 HTS (b), Varietas PAC
801 pada umur 35 HTS.
(b)
Gambar Lampiran 13. Penggunaan Bagan Warna Daun (BWD) Varietas LPHT 6
pada umur 50 HTS (a), Varietas SL-8-SHS pada umur 50 HTS (b), Varietas PAC
801 pada umur 50 HTS.
(c)
Gambar Lampiran 12. Penggunan Bagan Warna Daun (BWD) Varietas LPHT 6
SHS pada umur 35 HTS (b), Varietas PAC
(c)
na Daun (BWD) Varietas LPHT 6
SHS pada umur 50 HTS (b), Varietas PAC
(a)
Gambar Lampiran 14. Kegiatan pada saat panen. Pemotongan tanaman padi (a), Pengumpulan padi yang sudah dipotong (b), Perontokan padi dengan cara
(b)
(c)
Gambar Lampiran 14. Kegiatan pada saat panen. Pemotongan tanaman padi (a), Pengumpulan padi yang sudah dipotong (b), Perontokan padi dengan cara
tradisional (c).
Gambar Lampiran 14. Kegiatan pada saat panen. Pemotongan tanaman padi (a), Pengumpulan padi yang sudah dipotong (b), Perontokan padi dengan cara
Gambar Lampiran 15. Malai pada jarak tanam 40x20x10 cm (T1) (a), Malai pada jarak tanam 40x20x15 cm (T2) (b), Malai pada jarak
(a)
(b)
(c)
Gambar Lampiran 15. Malai pada jarak tanam 40x20x10 cm (T1) (a), Malai pada jarak tanam 40x20x15 cm (T2) (b), Malai pada jarak tanam 40x20x20 cm (c).
Gambar Lampiran 15. Malai pada jarak tanam 40x20x10 cm (T1) (a), Malai pada tanam 40x20x20 cm (c).
(a)
Gambar Lampiran 16. Kegiatan pembersihan gabah (a) dan penimbangan
(a) (b)
Gambar Lampiran 16. Kegiatan pembersihan gabah (a) dan penimbangan produksi per petak gabah (b)
Gambar Lampiran 16. Kegiatan pembersihan gabah (a) dan penimbangan