Download - Profil Daerah Alabio
BAB I PENDHULUAN
A. PROFIL DAERAH ALABIO1. Letak geografis
Kabupaten Hulu Sungai Utara merupakan salah satu kabupaten di provinsi
Kalimantan Selatan. Ibukota kabupaten ini terletak di Amuntai. Kabupaten ini
memiliki luas wilayah 892,7 km² atau 2,38% dari luas provinsi Kalimantan
Selatan dan berpenduduk sebanyak 209.037 jiwa (hasil Sensus Penduduk
Indonesia 2010).
Kecamatan sungai pandan (Alabio) terletak pada 02'25,4 LS – 02'32,8 LS
dan 115'09,8 BT – 115'14,7 BT. Dengan luas wilayah Luas Wilayah : 74,24
km2 ( 7.424 Ha ) serta memiliki batas-batas wilayah administrasi sebagai
berikut:
Sebelah Utara : Kecamatan Amuntai Selatan
Sebelah Timur : Kecamatan Amuntai Tengah
Sebelah Selatan : Kabupaten Hulu Sungai Tengah
Sebelah Barat : Kecamatan Danau Panggang
2. Asal Usul
Menurut sejarah lokal, daerah ini dikenal sebagai pusat kerajaan Negara
Dipa yang terletak di Candi Agung yang merupakan perpindahan dari ibukota
kerajaan sebelumnya yang terletak di hilir, yaitu di Candi Laras, (kabupaten
Tapin).
Status Kesultanan Banjar setelah dihapuskan masuk ke dalam Karesidenan
Afdeeling Selatan dan Timur Borneo. Wilayah dibagi dalam 4 afdeeling, salah
satunya adalah afdeeling Amoentai yang terbagi dalam beberapa Distrik, yaitu
Distrik Amoentai, Batang Allai, Labuan-Amas, Balangan, Amandit, Negara dan
1
Kloewa. Dalam perkembangannya Afdeeling Amoentai kemudian dimekarkan
menjadi Afdeeling Amuntai dan Afdeeling Kandangan. Afdeeling Amoentai
dengan ibukota Amoentai, terdiri atas:
1. Onderafdeeling Amoentai, terdiri atas:
a. Distrik Amuntai
b. Distrik Tabalong
c. Distrik Kelua
2. Onderafdeeling Alabioe en Balangan, terdiri atas:
a. Distrik Alabio
b. Distrik Balangan
Distrik Alabio (bahasa Banjar: Halabiu) adalah bekas distrik
(kawedanan) yang merupakan bagian dari wilayah administratif Onderafdeeling
Alabio dan Balangan pada zaman kolonial Hindia Belanda dahulu. Daerah Alabio
(Halabiu) pada zaman kerajaan Hindu disebut Gagelang. Distrik Alabio pernah
dipimpin oleh Kepala Distrik (districhoofd) yaitu Kiai Ismail (1899). Dewasa ini
wilayah distrik ini termasuk dalam wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara. Suku
Banjar yang mendiami wilayah bekas distrik ini disebut Orang Alabio (Urang
Halabiu'). Alabio sangat terkenal dengan itik alabio, yang terkenal sampai
mancanegara, terutama Malaysia. Orang-orang Alabio sejak dahulu terkenal
sebagai para pedagang sukses. Sampai sekarang di wilayah Kalsel terdapat istilah
ma-halabiu, sebuah istilah yang mengarah pada salah satu kehebatan orang
Alabio dalam merangkai kata.
2
B. BAHASABahasa yang mereka kembangkan dinamakan bahasa Banjar, yang pada asasnya
adalah bahasa Melayu-sama halnya ketika berada di daerah asalnya di Sumatera atau
sekitarnya yang di dalamnya terdapat banyak kosa kata asal Dayak dan Jawa.
C. SUKUOrang pahuluan pada asasnya ialah penduduk daerah lembah-lembah sungai yang
berhulu ke pegunungan Maratus, orang batang banyu , sedangkan alabio adalah bagian
dari suku banjar, yang membangun tanah air baru di kawasan ini sekitar lebih dari seribu
tahun yang lalu. Setelah berlalu masa yang lama sekali akhirnya, setelah bercampur
dengan penduduk yang lebih asli, yang biasa dinamakan sebagai suku Dayak, dan dengan
imigran-imigran yang berdatangan.
D. KESENIAN DAN KERAJINANSeni tradisional alabio adalah membuat lukah, lalangit, banjur, lonta, hancau,
ringgi, jabak, menyuar, mamair, mambandan, kabam, membuat anyaman tikar seperti
bakul dan jintingan purun. Ikatan kekerabatan tetap saja seperti yang dulu tetap
mempertahankan budaya gotong royong dan budaya musyawarah,karena orang alabio
sangat mementingkan kehidupan kebersamaan dan rasa peduli terhadap orang lain masih
kuat.
Orang halabio mengembangkan sistem budaya yang berkaitan dengan religi,
melalui proses adaptasi, akulturasi dan asimilasi. Sehingga nampak terjadinya pembauran
dalam aspek-aspek budaya. Mekipun demikian pandangan atau pengaruh islam lebih
dominan dalam kehidupan orang alabio,hampir identik dengan islam, terutama sekali
3
dengan pandangan yang berkaitan dengan ketuhanan ( tauhid ), Meskipun dalam
kehidupan sehari-hari masih ada unsur budaya asal hindu dan budha.
E. SENI TRADISIONAL1. Madihin
Madihin (berasal dari kata madah dalam bahasa Arab yang berarti "nasihat",
tapi bisa juga berarti "pujian") adalah sebuah genre puisi dari suku Banjar. Puisi
rakyat anonim bergenre Madihin ini cuma ada di kalangan etnis Banjar di Kalsel
saja. Sehubungan dengan itu, definisi Madihin dengan sendirinya tidak dapat
dirumuskan dengan cara mengadopsinya dari khasanah di luar folklor Banjar.
Tajuddin Noor Ganie (2006) mendefinisikan Madihin dengan rumusan
sebagai berikut : puisi rakyat anonim bertipe hiburan yang dilisankan atau
dituliskan dalam bahasa Banjar dengan bentuk fisik dan bentuk mental tertentu
sesuai dengan konvensi yang berlaku secara khusus dalam khasanah folklor
Banjar di Kalsel. Madihin merupakan pengembangan lebih lanjut dari pantun
berkait. Setiap barisnya dibentuk dengan jumlah kata minimal 4 buah. Jumlah
baris dalam satu baitnya minimal 4 baris. Pola formulaik persajakannya merujuk
kepada pola sajak akhir vertikal a/a/a/a, a/a/b/b atau a/b/a/b. Semua baris dalam
setiap baitnya berstatus isi (tidak ada yang berstatus sampiran sebagaimana halnya
dalam pantun Banjar) dan semua baitnya saling berkaitan secara tematis.
Madihin dituturkan sebagai hiburan rakyat untuk memeriahkan malam
hiburan rakyat (bahasa Banjar Bakarasmin) yang digelar dalam rangka
memperintai hari-hari besar kenegaraan, kedaerahan, keagamaan, kampanye
partai politik, khitanan, menghibur tamu agung, menyambut kelahiran anak, pasar
malam, penyuluhan, perkawinan, pesta adat, pesta panen, saprah amal, upacara
tolak bala, dan upacara adat membayar hajat (kaul, atau nazar).
Orang yang menekuni profesi sebagai seniman penutur Madihin disebut
Pamadihinan. Pamadihinan merupakan seniman penghibur rakyat yang bekerja
mencari nafkah secara mandiri, baik secara perorangan maupun secara
berkelompok.
4
Setidak-tidaknya ada 6 kriteria profesional yang harus dipenuhi oleh seorang
Pamadihinan, yakni : (1) terampil dalam hal mengolah kata sesuai dengan
tuntutan struktur bentuk fisik Madihin yang sudah dibakukan secara sterotipe, (2)
terampil dalam hal mengolah tema dan amanat (bentuk mental) Madihin yang
dituturkannya, (3) terampil dalam hal olah vokal ketika menuturkan Madihin
secara hapalan (tanpa teks) di depan publik, (4) terampil dalam hal mengolah lagu
ketika menuturkan Madihin, (5) terampil dalam hal mengolah musik penggiring
penuturan Madihin (menabuh gendang Madihin), dan (6) terampil dalam hal
mengatur keserasian penampilan ketika menuturkan Madihin di depan publik.
Pada zaman dahulu kala, Pamadihinan termasuk profesi yang lekat dengan
dunia mistik, karena para pengemban profesinya harus melengkapi dirinya dengan
tunjangan kekuatan supranatural yang disebut Pulung. Pulung ini konon diberikan
oleh seorang tokoh gaib yang tidak kasat mata yang mereka sapa dengan sebutan
hormat Datu Madihin.
Pulung difungsikan sebagai kekuatan supranatural yang dapat memperkuat
atau mempertajam kemampuan kreatif seorang Pamadihinan. Berkat tunjangan
Pulung inilah seorang Pamadihinan akan dapat mengembangkan bakat alam dan
kemampuan intelektualitas kesenimanannya hingga ke tingkat yang paling kreatif
(mumpuni). Faktor Pulung inilah yang membuat tidak semua orang Banjar di
Kalsel dapat menekuni profesi sebagai Pamadihinan, karena Pulung hanya
diberikan oleh Datu Madihin kepada para Pamadihinan yang secara genetika
masih mempunyai hubungan darah dengannya (hubungan nepotisme).
Datu Madihin yang menjadi sumber asal-usul Pulung diyakini sebagai seorang
tokoh mistis yang bersemayam di Alam Banjuran Purwa Sari, alam pantheon
yang tidak kasat mata, tempat tinggal para dewa kesenian rakyat dalam konsep
kosmologi tradisonal etnis Banjar di Kalsel. Datu Madihin diyakini sebagai orang
pertama yang secara geneologis menjadi cikal bakal keberadaan Madihin di
kalangan etnis Banjar di Kalsel.
5
Konon, Pulung harus diperbarui setiap tahun sekali, jika tidak, tuah magisnya
akan hilang tak berbekas. Proses pembaruan Pulung dilakukan dalam sebuah ritus
adat yang disebut Aruh Madihin. Aruh Madihin dilakukan pada setiap bulan
Rabiul Awal atau Zulhijah. Menurut Saleh dkk (1978:131), Datu Madihin
diundang dengan cara membakar dupa dan memberinya sajen berupa nasi ketan,
gula kelapa, 3 biji telur ayam kampung, dan minyak likat baboreh. Jika Datu
Madihin berkenan memenuhi undangan, maka Pamadihinan yang
mengundangnya akan kesurupan selama beberapa saat. Pada saat kesurupan,
Pamadihinan yang bersangkutan akan menuturkan syair-syair Madihin yang
diajarkan secara gaib oleh Datu Madihin yang menyurupinya ketika itu.
Sebaliknya, jika Pamadihinan yang bersangkutan tidak kunjung kesurupan sampai
dupa yang dibakarnya habis semua, maka hal itu merupakan pertanda mandatnya
sebagai Pamadihinan telah dicabut oleh Datu Madihin. Tidak ada pilihan bagi
Pamadihinan yang bersangkutan, kecuali mundur teratur secara sukarela dari
panggung pertunjukan Madihin
2. Batimung
Batimung atau timung adalah perawatan tubuh dengan mandi uap nan kaya
aroma. Mandi seperti itu menjadi keharusan bagi pasangan yang akan
melangsungkan pesta pernikahan. Dengan batimung, pengantin tampil segar dan
tubuh menebarkan keharuman selama bersanding. Bahkan, keharuman tubuh bisa
bertahan beberapa hari setelah pesta. Upacara Batimung, tidak hanya dijumpai di
alabio tetapi banyak dijumpai di di daerah-daerah lainnya. Batimung dilaksanakan
dua-tiga kali pada malam hari. Adapun rempah-rempah yang digunakan seperti
6
daun serai wangi, limau (jeruk) purut, kunyit, pandan, temulawak, laos
(lengkuas), serta bunga mawar, kenanga, cempaka, dan melati. Selain itu, juga
disediakan beberapa jenis akar-akaran. Semua bahan direbus dalam satu panci.
Begitu manggurak (matang), panci berisi jajarangan (masakan) rempah
timung tersebut diletakkan di hadapan Kamsiah. Mempelai putri itu duduk di
bangku kecil. Tubuh Kamsiah dibalut dengan kain batik panjang, tapih bahalai,
setinggi ketiak. Sebagian badan dan wajahnya dilumuri pupur (bedak) basah.
Batimung dimulai tatkala panimungan (perempuan tukang timung), membungkus
sekujur badan dengan tikar purun. Hanya kepala sang mempelai yang ada di luar
gulungan tikar pandan tersebut. Panci berisi air rempah-rempah yang masih
mendidih pun disorongkan ke dalam "mantel" tikar. Tikar dilapis lagi dengan
beberapa tapih bahalai sehingga uap timung tidak keluar. Beberapa saat bercucur
lah keringat. Di daerah lain, batimung juga digunakan sebagai terapi. Bahan
rebusannya adalah ramuan obat-obatan tradisional. Tujuanya sama, selain untuk
mengeluarkan keringat, asap ramuan obat-obatan diyakini masuk ke dalam tubuh
untuk menyembuhkan penyakit.
3. Tradisi Bausung Jinggung
Tradisi Perkawinan "Bausung Jinggung" adalah tradisi perkawinan dimana
pasangan pengantin diusung diatas bahu untuk menuju pelaminan. Penganten
diiringi rombongan pengantar penganten dan diikuti pula kesenian sinoman
hadrah atau kuda gipang dibawa berjalan kaki.
7
Usung jinggung dalam maraak penganten ini harus dilakukan oleh mereka
yang mahir, karena selain dituntut tenaga yang kuat harus pula pandai baigal
(menari). Pengusung penganten dalam usung jinggung yang disebut peusungan
ini menari-nari mengikuti irama musik . Dengan demikian usung jinggung ini
selain sebagai media untuk memperkenalkan kedua mempelai kepada masyarakat,
juga dalam usaha memeriahkan suasana hari perkawinan yang sakral dan penuh
kenangan.
F. MESJID JAMI SUNGAI BANAR
Masjid Jami Sungai Banar terletak di tepi Sungai Banar, sekitar 3 km dari
Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Tepatnya, di perbatasan
Desa Jarang Kuantan dan Desa Ujung Murung (sebelumnya masuk Desa Ilir Masjid).
Masjid pertama ini berdiri pada tahun 1804 M (1218 H). Terdokumentasi dalam
catatan pahatan pada bedug yang masih dimanfaatkan. Dikisahkan, sejumlah warga yang
sedang berguru kepada Waliyullah Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari (1710-1812M)
di Martapura, menerima saran dari Syekh agar dibangun sebuah masjid, selain itu Sang
Wali juga memberikan sebuah Kitab Suci Al Qur’an tulisan tangan.
8
G. OBJEK WISATA 1. Monumen kota bebek Alabio
Di tengah kota terdapat sebuah patung bebek sebagai landmark kota ini.
Monumen itik alabio ini berdiri dengan megah. Menurut beberapa orang yang
pernah merasakan masakan Bebek Alabio yang rasanya tiada tara.
2. Lomba Renang Kerbau Rawa
Menyaksikan lomba renang unik yaitu lomba renang Kerbau Rawa yang
menjadi atraksi yang menarik. Perlombaan kerbau rawa itu persis seperti
perlombaan atau atraksi karapan sapi di Madura, tetapi lomba karapan sapi di
lahan kering atau lapangan luas sementara lomba kerbau rawa di hamparan berair
yang penuh dengan tanaman rawa.
Kerbau Rawa atau biasa disebut Kerbau Kalang yang hidupnya lebuh
banyak di air. Untuk menarik kunjungan wisatawan maka dilakukan terobosan
dengan membuat lomba renang kerbau rawa.
Lomba kerbau rawa tersebut, biasanya diselanggarakan pada setiap
perayaan hari kemerdekaan RI, di lokasi yang sudah disediakan di kawasan
tersebut, sehingga bagi turis mudah melihat atraksi lomba kerbau rawa itu. Tetapi,
bukan hanya atraksi lomba kerbau rawa yang menjadi daya pikat wisatawan
khususnya wisatawan mancanegara ke daerah itu, yang menarik mereka jusru
9
menyaksikan usaha peternakan kerbau itu yang dinilai rada unik. Berdasarkan
catatan, kerbau rawa (Bubalus carabanensis) yang pula disebut sebagai kerbau
(hadangan) kalang, karena kehidupan kerbau-kerbau ini berada di atas kalang di
atas rawa Kalang terbuat dari kayu-kayu besar yang disusun di tengah rawa untuk
berteduhnya ternak besar ini, setelah berenang ke sana-kemari seharian di air
dalam rawa untuk mencari makan. Sebuah kalang yang dibangun para peternak
masyarakat Danau Panggang ini bisanya mampu menampung antara puluhan
hingga ratusan ekor kerbau. Karena kekhasan yang dimiliki oleh keadaan alamnya
sebagai area genangan rawa serta keunikan penggembalaan ternak kerbau rawa
yang dimiliki oleh daerah ini, di desa Bararawa kecamatan Danau Panggang
dibangun stadion khusus sebagai arena lomba renang kerbau rawa. Lomba renang
ini merupakan acara tahunan yang diselenggarakan sebagai alternatif wisata di
daerah.
10
BAB II PENGKAJIAN TRANSKULTURAL PADA KLIEN DENGAN KEBUDAYAAN ALABIO
A. Identitas Umum Klien
Nama : Tn. A
Umur : 22 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Banjar
B. Keunikan Individu Secara Kebudayaan1. Tempat Lahir Klien
Klien lahir di Alabio Kabupaten Hulu Sungai utara pada tahun 1990.
2. Definisi “budaya” Menurut Klien
Klien mendefinisikan budaya sebagai suatu kebiasaan yang dilakukan oleh nenek
moyang yang diteruskan kepada anak cucunya secara turun-menurun.
3. Definisi “Ras” Menurut Klien
Klien mendefinisikan ras sebagai suatu suku bangsa yang dikelompokkan berdasarkan
tempat tinggal, keturunan, warna kulit dan bahasa.
4. Lamanya Klien Tinggal di suatu tempat
Klien tinggal di daerah Alabio tersebut sejak lahir hingga sekarang. Saat ini klien
bertempat tinggal di Banjarmasin untuk melanjutkan kuliah.
C. Komunikasi
1. Kualitas Suara
Suara klien cenderung pelan dan cepat dalam berkomunikasi, baik dengan
keluarga,maupun dengan orang lain dan teman sebaya sesuai dengan keadaan.
2. Pengucapan
Dalam bicara klien cukup jelas dan mudah dipahami.
11
3. Penggunaan Diam
Dalam berkomunikasi/berhubungan dengan orang lain, klien sering menggunakan diam
terutama pada klien pada saat marah
4. Penggunaan Bahasa Tubuh
Saat berkomunikasi selain menggunakan bahasa verbal klien juga menggunakan bahasa
non verbal (bahasa tubuh), seperti menggerakan tangan yang bersifat tidak disadari,serta
adanya ekspresi wajah yang tidak bertentangan dengan apa yang di ucapkannya.
Misalnya pada saat klien tampak bingung dan heran,maka klien menunjukkan ekspresi
wajah yang bingung pula ( dahI mengkerut )
5. Sentuhan
Saat disentuh respon klien tampak normal/biasa, tidak tampak adanya kejutan yang
berlebihan.
6. Hal-hal lain yang berkaitan
Klien memandang bahwa betapa pentingnya menghargai dan menghormati orang lain,
sehingga klien selalu fokus dalam berkomunikasi dengan lawan bicaranya.
D. Jarak
1. Tingkat Kenyamanan
Klien merasa tidak terganggu dengan posisi yang dekat dalam hal berkomonikasi
2. Jarak dalam percakapan
Jarak percakapan yang disukai klien adalah sekitar 18 inchi ( 50 cm ) sampai 3 kaki (1
meter)
3. Definisi Jarak
Klien mendefinisikan jarak sebagai gambaran tingkat kenyamanan saat
berkomunikasi/berbicara secara dekat dengan orang lainnya
4. Hal-hal yang berkaitan
Saat klien berbicara dengan anggota keluarga terutama kepada orang tua klien selalu
bersikap sopan dan berbicara santon, dengan posisi tubuh tidak lebih tinggi dari orang
tua.
12
E. Organisasi Sosial1. Status Kesehatan
Status kesehatan klien saat ini dalam keadaan baik, tidak ada keluhan penyakit serius.
2. Status pernikahan
Klien saaat ini belum menikah
3. Hubungan dengan saudara lain
Status klien dalam keluarga adalah anak kandung dan merupakan anak ke tiga dari empat
bersaudara
4. Kondisi Orangtua (Hidup atau Meninggal)
Ayah dan ibu klien masih hidup masih hidup keduanya dan tinggal di alabio HSU
5. Hal-hal yang Berkaitan
Menurut klien aktivitas sosial adalah bagaimana seeorang berhubungan atau berinteraksi
dengan orang lain atau masyarakat sekitar tempat tinggal yang bisa memberikan manfaat
baik bagi diri sendiri maupun mayarakat.
F. Waktu1. Orientasi Waktu
Urientasi waktu yang klien gunakan adalah lebih banyak berorintasi ke masa sekarang.
2. Pandangan terhadap waktu
Klien termasuk orang yang menghargai norma yang ada di masyarakat
3. Kebiasaan terhadap waktu
Setia hari klien tidur sekitar 6 sampai 8 jam di waktu malam
4. Hal-hal yang berkaitan
Klien biasanya tidak menggunakan pengingat waktu dalam kegiatannya sehari- hari.
G. Kontrol Lingkungan
1. Kontrol Tempat
Dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar klien percayab dengan adanya
takdir dan adanya keberuntungan namun klien juga tetap berusaha untuk mengusahakan
dengan sebaik-baiknya agar apa yang diharapkannya tersebut dapat terlaksana.
13
2. Orientasi Nilai
Klien tidak percaya denga kekutan gaib selain kekuatan Allah Swt.
3. Hal-hal yang berkaitan
Klien mengatakan bahwa sering orang yang bersilaturrahmi ke rumahnya.
H. Variasi Biologis
1. Struktur Tubuh
Klien memiliki perawakan yang proposional, tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu
kecil seperti kebanyakan masyarakat alabio lainnya
2. Warna Kulit
Klien memiliki warna kulit sawo matang.
3. Perubahan Warna Kulit yang Tidak Biasa/Tidak Normal
Menerut pengakuan klien, pada kulitnya tidak terdapat perubahan warna kulit yang
bersifat abnormal.
4. Warna Rambut dan Persebaran
Klien memiliki rambut semi gundul yang berwarna hitam.
5. Berat Badan dan Tinggi Badan
Klien mengatakan berat badan klien 60 kg dan tinggi badan klien 161 cm.
6. Karakteristik Fisik yan Tampak Berbeda
Sekilas berdasarkan pengamatan, tidak tampak adanya kelainan fisik.
7. Hal-hal yang Berkaitan
Dalam keluarga klien ada riwayat penyakit hipertensi, hal tersebut dikarenakan makanan
yang dikonsumsi seperti “iwak karing”,”iwak wadi”,”mandai” dan lain-lain.
14
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Alabio (bahasa Banjar: Halabiu) adalah bekas distrik (kawedanan) yang
merupakan bagian dari wilayah administratif Onderafdeeling Alabio dan Balangan pada
zaman kolonial Hindia Belanda dahulu. Daerah Alabio (Halabiu) pada zaman kerajaan
Hindu disebut Gagelang. Distrik Alabio pernah dipimpin oleh Kepala Distrik
(districhoofd) yaitu Kiai Ismail (1899). Dewasa ini wilayah distrik ini termasuk dalam
wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara. Suku Banjar yang mendiami wilayah bekas
distrik ini disebut Orang Alabio (Urang Halabiu'). Alabio sangat terkenal dengan itik
alabio, yang terkenal sampai mancanegara, terutama Malaysia. Orang-orang Alabio sejak
dahulu terkenal sebagai para pedagang sukses. Sampai sekarang di wilayah Kalsel
terdapat istilah ma-halabiu, sebuah istilah yang mengarah pada salah satu kehebatan
orang Alabio dalam merangkai kata.
Setelah dilakukan pengkajian pada klien Tn. A dengan kebudayaan/suku banjar
didapatkan ciri khas orang alabio yaitu berbicara klien cukup jelas dan mudah dipahami.
Dalam berkomunikasi/berhubungan dengan orang lain, klien sering menggunakan diam
terutama pada klien pada saat marah. Struktur tubuh pada umumnya tidak terlalu besar
dan tidak terlalu kecil. Warna kulit sawo matang. Pada orientasi waktu, klien lebih
banyak beroreantasi ke masa sekarang. Dan klien tidak percaya dengan kekuatan ghaib
ataupun hal lainnya kecuali percaya pada ALLAH SWT.
B. Saran Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara langsung ataupun
tidak langsung kepada klien dengan kebudayaan/suku banjar yaitu dengan berbicara
sopan dan tidak berbicara keras. Karena pada masyarakat Alabio memiliki ciri khas
dalam berkomunikasi dengan agak lembut dan tidak terlalu keras.
15