Download - Proposal TA Pusri
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di daerah aliran sungai Musi terdapat banyak industri baik industri besar,
industri sedang, maupun industri kecil dan aktifitas penduduk di sekitar sungai
yang semuanya menghasilkan limbah yang dibuang ke dalam sungai Musi
(Siregar, 1983; 5). Berdasarkan laporan dari Departemen Perindustrian Sumatera
Selatan bahwa jenis-jenis polutan yang dibuang ke sungai Musi meliputi ceceran
minyak dari mesin kapal, limbah kayu, sampah domestik, insektisida, pestisida,
pupuk(ammonia), rodentisida, air buangan bekas tank cleanning dari floating
repair yang mengandung deterjen, cat, lalu air buangan finishing tekstil yang
berwarna dan berbau serta bahan-bahan kimia (Siregar,1983 :14).
Berbagai macam industry yang terdapat di Indonesia diantaranya
menghasilkan limbah yang mengandung logam-logam berat antara lain Cr, Zn,
Mn, Fe, Cu, Pb, dan Cd. Logam Zn dengan kadar lebih dari 15 ppm dapat
menimbulkan gangguan pencernaan, lesu, dan pusing-pusing. Dalam organism
hidup, Zn akan mengalami proses biotransformasikan dan bioakumulasi.
(Palar,1994)
Logam Cu dalam batas tertentu merupakan micronutrient esensial bagi
tanaman. Pada permukaan air, tembaga meracuni tumbuhan air pada konsentrasi
dibawah 1 mg/L dan sekitar 1 mg/L dapat meracuni ikan. Logam Cd membawa
sifat racun yang sangat merugikan bagi semua organism hidup, bahkan juga
sangat berbahaya bagi manusia karena dapat menyebabkan kerapuhan tulang dan
kerusakan pada system fisiologis tubuh seperti paru-paru. (Palar,1994)
Salah satu industri skala besar yang berada di tepian sungai Musi dan
merupakan kebanggaan masyarakat Sumatera Selatan adalah PT Pupuk Sriwijaya,
kegiatan operasionalisasi produksi PT PUSRI sedikit banyak menghasilkan
limbah pencemaran yang salah satu diantaranya adalah limbah pupuk, limbah
pupuk yang dihasilkan sebagian besar mengandung ammonia dan urea. Limbah
ammonia dan urea ini salah satunya disinyalir berasal dari kebocoran sealing
water dari pompa-pompa yang menggunakan packing seal (Sekretariat LH PT
PUSRI : 1998).
Umumnya limbah industri memiliki komposisi yang kompleks karena
kandungan pada limbah tersebut bervariasi dan memiliki kadar polutan yang
tinggi, yang sering mengandung mineral-mineral beracun. Limbah dapat
dikelompokan menjadi tiga yaitu limbah cair, limbah padat, dan limbah gas. Salah
satu bentuk limbah yang dikeluarkan oleh PT. PUSRI yaitu limbah cair yang
mengandung bahan-bahan organik maupun anorganik.
Adsorpsi logam berat di lingkungan telah banyak dilakukan dengan
menggunakan berbagai macam adsorben seperti zeolit, alumina, silika gel,
adsorben organik dengan gugus spesifik seperti asam humat, alga, kitin dan
kitosan.
Kitin digunakan sebagai adsorben karena mudah didapat dari limbah,
punya struktur tertentu dan didapat dengan cara yang sederhana, yaitu dengan cara
demineralisasi dan deproteinasi. Beberapa studi menunjukkan bahwa kitin secara
ekonomis dapat diisolasi dari limbah kulit udang (Noerati dan Sanir, 2000;
Riswiyanto dkk, 2001; Rahmiati, 2001). Limbah kulit udang merupakan sumber
kitin yang sangat potensial.
Adsorben yang digunakan ini juga merupakan limbah dari cangkang
udang. Udang adalah komoditas andalan sektor perikanan yang umumnya
diekspor dalam bentuk beku. Indonesia merupakan salah satu pengekspor udang
terbesar di dunia. Pada proses pengolahan udang, akan dihasilkan limbah sekitar
25-30 % dari berat total. Limbah sebanyak itu jika tidak ditangani secara tepat
akan menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan, sebab limbah tersebut dapat
meningkatkan biological oxygen demand dan chemical oxygen demand.
Sedangkan selama ini pemanfaatan cangkang udang hanya sebatas untuk
campuran makanan ternak saja seperti itik. Ternyata limbah udang ini bisa
digunakan sebagai adsorben, yaitu diproses menjadi kitin terlebih dahulu.
Untuk menganalisis logam-logam tersebut, banyak metoda baru dalam
analisis kimia yang dapat digunakan dengan keunggulan masing-masing. Salah
satu metoda analisis yang cukup luas penggunaannya adalah Elektroda Selektif
Ion (ESI). Keunggulan metoda ini antara lain bersifat selektif, tidak memerlukan
proses pemisahan, merupakan metoda analitik yang relative murah, dengan
sensitifitas dan akurasi yang tinggi. (Plambeck,1982)
Adapun keunggulan lain dari ESI adalah waktu analisis yang cepat dan
kemudahannya dilakukan otomatisasi. Sampel yang keruh atau berwarna sampai
pada batas tertentu tidak mengganggu pengukuran. Secara umum analisis dengan
ESI relative lebih sederhana, memerlukan waktu yang singkat, dan mudah
dikerjakan, sehingga ESi dapat digunakan untuk analisis rutin. (Atikah,1994)
Perkembangan industry yang begitu pesat memerlukan analisis yang tepat
dan cepat untuk mengontrol hasil produksi maupun limbah yang dihasilkan.
Demikian juga analisis lingkungan memerlukan alat yang mudah dalam
pengoperasiannya, cepat, dan bahkan dapat dibawa kelapangan. Berbagai kation,
anion, senyawa organic dapat ditentukan dengan ESI sehingga ESI sangat sesuai
memenuhi standar tuntutan analisis tersebut.
Membran merupakan komponen yang paling penting dalam ESI yang
menentukan selektivitasnya. Metoda ESi bermembran cair mempunyai kestabilan
mekanik, fisik, dan selektifitas dapat ditingkatkan bila dilakukan pemilihan
senyawa aktif, bahan pendukung, dan pelarut yang sesuai yang bersifat
hidrofobik. Oleh karena itu, ESI bermembran cair dapat digunakan sebagai ESI
aik untuk anion maupun kation. (Atika,1994)
Penyusun membrane polimer cair terdiri dari senyawa aktif sebagai
penentu selektifitas, PVC (polyvinyl chloride) sebagai matrik pendukung
membrane, plasticizer sebagai pelarut membrane dan pelentur matriks serta garam
organik tertentu sebagai katalis. Dalam fungsinya sebagai pelarut membrane,
plasticizer diharapkan memiliki sifat kelarutan yang rendah dalam fasa air dan
tidak mudah menguap. (Mulder,1992)
Dengan ESI analisis ion-ion logam berat seperti Cd, Cu, dan Zn dapat
dilakukan tanpa pemisahan karena sifat ESI yang selektif dan pengukuran dapat
dilakukan ditempat pengambilan sampel serta satu membrane bisa digunakan
untuk beberapa kali pengukuran sampai berminggu-minggu.
1.2 Perumusan masalah
Berdasarkan pemikiran di atas maka untuk mengatasi limbah cair yang
mengandung logam berat khususnya logam Cu, Cd dan Zn dengan menggunakan
kitin sebagai adsorben dan menggunakan teknik spektrofotometri serapan atom
(SSA). Oleh sebab itu, perlu diteliti bagaimana karakter kitin hasil isolasi dari
cangkang udang, penentuan waktu setimbang, penentuan isoterm adsorpsi,
penentuan kapasitas adsorpsi dan penelitian mengenai pengaruh pH terhadap
kemampuan adsorpsi kitin terhadap ion logam Cu, Cd dan Zn.
1.3 Tujuan penelitian
1. Isolasi kitin dari cangkang udang galah (Macrobrachium rosenbergii)
2. Mempelajari sifat fisik dan kimia adsorpsi logam Cu, Cd dan Zn pada
adsorben kitin melalui waktu setimbang, penentuan isoterm adsorpsi,
penentuan kapasitas adsorpsi, serta pengaruh pH terhadap kemampuan
adsorbsi.
1.4 Manfaat penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat diketahui karakter kitin dari cangkang
udang galah yang digunakan sebagai adsorben dalam proses adsorpsi logam Cu,
Cd dan Zn, serta kapasitas adsorpsinya. Hasil penelitian juga diharapkan dapat
diaplikasikan secara praktis untuk pengolahan limbah cair yang mengandung
logam berat khususnya logam Cu, Cd dan Zn, serta dapat membantu mengatasi
permasalahan lingkungan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Udang Galah (macrobrachium rosenbergii)
Di Indonesia terdapat kurang lebih 300 jenis udang baik yang hidup di laut
maupun yang hidup di air tawar. Udang galah (macrobrachium rosenbergii)
merupakan jenis udang air tawar yang memiliki ukuran besar dengan ciri khusus
bentuk rostrum yang panjang dan melengkung seperti pedang dan sepasang kaki
jalan yang panjang dan besar. (Mujiman, 1994)
Tubuh udang galah (macrobrachium rosenbergii) terdiri dari ruas – ruas
yang ditutup dengan kulit yang keras. Bagian kulit tersebut cukup keras, tidak
elastis dan terdiri dari zat kitin yang tidak dapat mengikuti pertumbuhan
dagingnya.
Bentuk dan ukuran kaki jalan pada udang galah panjang jantan
pertumbuhannya terlihat mencolok sehingga sangat besar dan panjang, dimana
terdapat duri – duri (spira) yang tumbuh merata disepanjang kaki jalan tersebut.
Pada umumnya kulit udang galah berwarna biru kehijauan, namun terkadang
ditemukan kulit udang galah yang berwarna kemerahan. Kualitas kulit udang
galah ini ditentukan oleh habitat dan kandungan protein yang dikandung oleh
udang.
2.2 Kitin
Kata kitin berasal dari bahasa Yunani “Chiton” yang berarti baju rantai
dari besi sesuai dengan fungsinya sebagai jaket pelindung untuk hewan – hewan
golongan – golongan invertebrata. Kitin pertama kali di amati oleh Braconot pada
tahun 1811 dalam residu ekstrak jamur dan dinamakan fungine. Kemudian pada
tahun 1823 Odiers mengisolasi suatu zat dari kutikula serangga jenis elyira dan
menghasilkan nama “chilin”. Kitin tersebar luas di alam dan merupakan senyawa
organik kedua penting dalam kerangka hewan golongan Arthropoda, Annelida,
Molusca, Coelenterata dan berbagai kelas serangga jamur. (Knorr, 1982)
Pada umumnya kitin di alam tidak terdapat dalam keadaan bebas, akan
tetapi ada dalam bentuk berikatan dengan protein, mineral dan berbagai macam
pigmen. Kulit udang mengandung (25-40 %) protein, (40-50 %) CaCO3 dan (15-
20%) kitin. Akan tetapi, besarnya kandungan komponen tersebut juga masih
tergantung pada spesies dan habitatnya. (Altschul, 1976)
Tabel 1. Kualitas Standar (Bastaman, 1989)
Sifat – sifat kitin Nilai yang dikehendaki
Ukuran Partikel Kadar air (% b/b) Kadar abu (% b/b) Derajat Deasetilase (%) Kelarutan
- Air
- Pelarut Organik
- LiCl/dimetilasetamida
Bioderadasi :
Butiran – Serbuk
10,0
2,0
15,0 x 70.0
Tidak larut
Tidak larut
- Enzim Profile Larut
Lisosim dan Kinase
Kitin termasuk golongan homopolisakarida yang mempunyai berat
molekul tinggi dan merupakan polimer linier dan anhidro N-asetil-D-glukosamin
(N-asetil-2-amino-2deoksin-D-glukosa). Struktur kitin sama dengan struktur
selulosa dimana ikatan yang terjadi antara monomernya terangkai dengan ikatan
glikosida pada posisi -1,4. Perbedaannya dengan selulosa adalah bahwa gugus
hidroksil yang terikat pada atom C-2 pada kitin digantikan dengan gugus
asetamida (NHCOCH3) sehingga kitin menjadi sebuah polimer berunit N-asetil
glukosamin.
Kitin tidak larut dalam air, juga dalam larutan basa yang encer dan pekat,
larutan yang sama dan encer serta dalam pelarut organik. Kitin larut dalam asam –
asam mineral yang pekat, seperti HCl, H2SO4, HNO3, H3PO4, dan HCOOH
anhidrat dan kurang reaktif dibandingkan dengan selulosa.
2.3.1 Limbah Cair
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu hasil proses produksi
baik industri maupun domestik (rumah tangga yang lebih dikenal sebagai
sampah), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak
dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara
kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik. Dengan
konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif
terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan
penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh
limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.
Karakteristik Limbah :
1. Berukuran mikro
2. Dinamis
3. Berdampak luas (penyebarannya)
4. Berdampak jangka panjang
Faktor yang mempengaruhi kualitas limbah adalah :
1. Volume limbah
2. Kandungan bahan pencemar
3. Frekuensi pembuangan limbah
Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi 4
bagian:
1. Limbah cair
2. Limbah padat
3. Limbah gas dan partikel
4. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
Untuk mengatasi limbah ini diperlukan pengolahan dan penanganan limbah.
Pengolahan limbah ini dapat dibedakan menjadi :
1. Pengolahan menurut tingkatan perlakuan
2. Pengolahan menurut karakteristik limbah
Indikasi pencemaran air dapat kita ketahui baik secara visual maupun pengujian :
1. pH (tingkat keasaman / konsentrasi ion hidrogen). Air normal yang
memenuhi persyaratan untuk kehidupan memiliki pH netral dengan
kisaran nilai 6,5 – 7,5. Air limbah industri yang belum terolah dan
memiliki pH diluar nilai pH netral yang akan mengubah pH air sungai dan
dapat mengganggu kehidupan organisme didalamnya. Hal ini akan
semakin parah jika daya dukung lingkungan rendah serta debit air sungai
rendah. Limbah dengan pH asam / rendah bersifat korosif terhadap logam.
2. Perubahan warna, bau, dan rasa. Air normal dan air bersih tidak akan
berwarna sehingga tampak bening/jernih. Bila kondisi air warnanya
berubah maka hal tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa air telah
tercemar. Timbulnya bau pada air lingkungan merupakan indikasi kuat
bahwa air telah tercemar. Air yang bau dapat berasal dari limbah industri
atau dari hasil degradasi oleh mikroba. Mikroba yang hidup dalam air akan
mengubah organik menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau
sehingga mengubah rasa.
3. Timbulnya endapan, koloid dan bahan terlarut. Endapan, koloid dan bahan
terlarut berasal dari adanya limbah industri yang berbentuk padat. Limbah
industri yang berbentuk padat, bila tidak larut sempurna akan mengendap
didasar sungai, dan yang larut sebagian akan menjadi koloid dan akan
menghalangi bahan-bahan organik yang sulit diukur melalui uji BOD
karena sulit didegradasi melalui reaksi biokimia, namun dapat diukur
menjadi uji COD.
Adapun komponen pencemaran air pada umumnya terdiri dari :
Bahan buangan padat
Bahan buangan organik
Bahan buangan anorganik
(http://id.wikipedia.org/wiki/Limbah)
2.4 Spektrofotometri Serapan Atom (AAS)
Spektrofotometri serapan atom merupakan suatu metode yang digunakan
untuk menganalisis zat pada konsentrasi rendah. Metode AAS memiliki prinsip
pada adsorbsi cahaya oleh atom. Atom – atom menyerap cahaya tersebut pada
panjang gelombang tertentu tergantung pada sifat unsurnya. Teknik ini
mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan metode spektroskopi konvensional.
Pada metode konvensional, emisi tergantung pada sumber eksitasi. Sedangkan
metode serapan sangatlah spesifik. Logam – logam yang membentuk campuran
kompleks dapat dianalisis dan selain itu tidak selalu diperlukan sumber energi
yang besar.
Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan adsorbsi energi,
berarti memperoleh lebih banyak energi, dimana suatu atom pada keadaan dasar
dinaikkan ke tingkat eksitasi. Elektron dapat tereksitasi ke tingkat energi yang
lebih tinggi sesuai dengan panjang gelombang yang diserap yang menghasilkan
garis spektrum yang tajam dan dengan intensitas maksimum.
Spektrum atomik untuk masing – masing unsur terdiri dari garis-garis
resonansi. Garis-garis lain bukan garis resonansi dapat berupa spektrum yang
berasosiasi dengan tingkat energi molekul, biasanya berupa pita – pita lebar.
Keberhasilan analisis ini tergantung pada proses eksitasi dan cara memperoleh
garis resonansi yang tepat. Temperatur nyala harus tinggi. Suhu tinggi dapat
diperoleh dengan menggunakan suatu oksidator bersama dengan pembakar. Setiap
AAS terdiri tiga komponen, yaitu sumber radiasi, monokromator dan detektor.
Ditinjau dari hubungan antara konsentrasi dan absorbansi maka hukum
Lambert – Beer dapat digunakan jika sumbernya adalah monokromatis.
Sumber sinar Flame Monokromator
Gambar Diagram Blok AAS
1. Sumber sinar, merupakan emisi radiasi yang dapat diserap oleh atom –
atom unsur yang di analisa, sumber sinar umum yang digunakan adalah
lampu katoda cekung.
2. Flame, pada bagian ini unsur yang di analisa diubah bentuknya dari bentuk
ion ke bentuk atom bebas.
3. Monokromator, untuk mengisolir salah satu garis resonansi (radiasi
resonansi) dari sekian banyak spektrum yang dihasilkan oleh lampu katoda
cekung.
4. Detektor, mengubah energi sinar menjadi energi listrik yang akan
menampilkan absorbansi pada layar monitor. (Douglas, 1982)
Teknik AAS menjadi alat yang canggih dalam analisa diantaranya
disebabkan oleh kecepatan analisisnya, ketelitiannya sampai tingkat rumit, tidak
memerlukan pemisahan pendahuluan. Kelebihan yang lain adalah
kemungkinannya untuk menentukan konsentrasi semua unsur pada konsentrasi
Detektor
rumit. Konsentrasi suatu unsur dalam larutan sampel dapat dihitung dengan
analisa regresi berdasarkan grafik larutan standar yang diketahui konsentrasinya.
Dengan demikian unsur dalam larutan sampel dapat ditentukan dengan mengukur
adsorbansinya. (Underwood, 1992).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan tempat penelitian
Pelaksanaan pembuatan pelarut, penyiapan kitin (isolasi kitin), pembuatan
kurva kalibrasi dilakukan di Laboratorium Penelitian Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya.
Pelaksanaan penentuan isoterm adsorpsi dan uji pengaruh pH dilaksanakan
di Laboratorium PT.Pupuk Sriwijaya, Palembang.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat – alat yang digunakan pada penelitian ini adalah labu ukur 10 ml dan
1000 ml, AAS (Spektrofotometri Serapan Atom), pengaduk magnet (stirer), pH
meter, erlenmeyer 100 ml, oven, kuvet, pipet volume 10 ml, 20ml, 30ml, 40ml,
60ml, 70ml, 80ml.
3.2.2 Bahan
- Larutan Cd+2
- Larutan Cu+2
- Larutan Zn+2
- Aquades
DAFTAR PUSTAKA
Alberty, A Robert dan Daniel, Farrington. 1992. Kimia Fisika Edisi V. Erlangga :
Jakarta.
Day, RA & Underwood all. 1988. Analisa Kimia Kuantitatif dan Kualitatif Edisi
ke-4. Erlangga : Jakarta.
Siregar, D. 1983. Kebijaksanaan Departemen Perindustrian dalam Rangka
Perencanaan dan Pelestarian Lingkungan Hidup disekitar Sungai Musi.
Departemen Perindustrian Sumatera Selatan.
Underwood, A.L. 1992. Analisa Kimia Kualitatif Terjemahan Aloysis Hadyana
Pudjamaka, Edisi ke 5. Erlangga : Jakarta.
LEMBAR PENGESAHAN
Proposal Penelitian
ADSORPSI LOGAM Cu, Cd DAN Zn MENGGUNAKAN KITIN
SEBAGAI MEDIA PENYERAP DENGAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM (AAS)
1. Pelaksana
Nama : Tri Wahyuni
NIM : 0809100305
2. Tempat Pelaksanaan : PT. PUSRI Palembang
3. Waktu Pelaksanaan :
Indralaya, Juli 2010
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Widia Purwaningrum, M.S Dra. Poedji Loekitowati M.S
NIP.19730403 199903 2 001 NIP. 19620713 199102 2 001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Kimia
Dra. Fatma, M.S
NIP. 19620713 199102 2 001
Proposal Penelitian
ADSORPSI LOGAM Cu, Cd DAN Zn MENGGUNAKAN KITIN
SEBAGAI MEDIA PENYERAP DENGAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM (AAS)
Di PT. Pupuk Sriwijaya Palembang
Oleh
Nama : Tri Wahyuni
NIM : 08091003055
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sriwijaya
2010