Download - PUFA Omega-3
Bab I
Mekanisme yang dapat Terjadi dari Omega-3 PUFA dalam Aktivitas Anti-Tumor
Michael B.Sawyer dan Catherine J.Field
Abstrak
Kanker merupakan sebuah penyakit yang ditandai dengan ketidakseimbangan antara pembelahan
sel dan kematian sel. Walaupun mekanisme molekuler yang bertanggungjawab dalam efek
biologis dari rantai panjang asam lemak rantai ganda tak jenuh Omega-3 (ω-3 PUFAs) tidak
sepenuhnya dimengerti, terdapat bukti yang cukup dari tumor pada binatang dan jaringan sel
manusia yang menyediakan asam docosaheksanoat (DHA) dan/atau asam eikosapentanoat (EPA)
keduanya akan meningkatkan apoptosis dan jalur kematian lainnya dan menurunkan
pertumbuhan sel. ω-3 PUFAs muncul sebagai perantara pada efek yang menguntungkan ini
dengan mempengaruhi ekspresi dan/atau fungsi dari lipid, protein, dan gen yang mengatur proses
tersebut. Bukti saat ini mendukung sebuah hipotesis yang menyatakan efek efek anti-tumor yang
diinisiasi oleh kemampuan DHA dan EPA dalam mengubah lingkungan lipid pada sel dan
sehingga terjadi modulasi reseptor, protein, dan sinyal yang diturunkan dari lipid yang berasal
dari membran sel. Bukti terhadap mekanisme yang dapat terjadi pada efek yang menguntungkan
dari ω-3 PUFA pada kematian dan/atau proliferasi sel tumor dikaji ulang pada bab ini.
Kata kunci
Apoptosis. Proliferasi. Docosahexanoic acid. Eicosapentaenoic acid. Kanker.
Singkatan
PUFA Asam Lemak tak jenuh rantai ganda (Polyunsaturated Fatty Acid)
AA Arachidonic acid
ALA Alpha Linolenic Acid
AOM Azoxymethane
Apaf-1 Apoptotic peptidase activating factor 1
Bid Bcl-2 interacting domain
CDK Cyclin-dependent kinase
CDKI CDK Inhibitor
COX-1 dan 2 Cyclooxygenase 1 dan 2
DAG Diasilgliserol
DHA Docosahexanoic acid
DISC Death-inducing signaling complex
DR Death receptors
EGF Epidermal Growth Factor
EGFR Epidermal Growth Factor Receptor
EPA Eicosapentaenoic acid
FLIP FLICE-inhibitory protein
GRB2 Growth factor receptor-bound protein
IAP Inhibitor of apoptosis protein
IGF Insulin-like growth factor
IGFBP IGF-binding protein
IP3 Inositol (1,4,5) trifosfat
IRS Insulin receptor substrat
LA Linoleic acid
LOX Lipooksigenase
MAPK Mitogen-activated protein kinase
MMPs Matrix metalloproteinase
NFkB Nuclear factor kappa B
PGE2 Prostaglandin E2
PI3K Fosfatidilinositol-3-kinase
PIP2 Fosfatidilinositol (4,5) bifosfat
PIP3 Fosfatidilinositol (3,4,5) trifosfat
PKC Protein kinase C
PLA2 dan C fosfolipase 2 dan C
PLC fosfolipase C
PPAR Peroxisome proliferator-activated receptors
PRB Phosphorylated RB
RB Retinoblastoma protei
ROS Reactive oxygen species
SHC Src homology and collagen domain
SMase Sfingomielinase
SREBP Sterol regulatory element-binding protein
TNF Tumor necrosis factor
TNFR1 TNF receptor 1
TRAIL-R1 dan 2 TNF-related apoptosis-inducing ligand receptor 1 dan 2
1.1. Pendahuluan
Kanker merupakan sebuah penyakit yang ditandai dengan ketidakseimbangan antara
pembelahan sel dan kematian sek. Terdapat beberapa mekanisme yang dapat terjadi untuk
efek yang menguntungkan dari rantai panjang asam lemak rantai ganda tak jenuh Omega-3
(ω-3 PUFAs) pada kanker. ω-3 PUFAs dalam konteks pada bab ini akan diartikan sebagai
rantai panjang dari ω-3 PUFAs, asam eikosapentanoat (EPA) dan asam dokosaheksanoat
(DHA), kecuali jika diindikasikan berbeda. Pada bab ini akan difokuskan pada mekanisme
pada tingkat sel tumor, yang secara spesifik, efek terhadap jalur yang mengatur kematian dan
proliferasi sel. Golongan dari asam lemak ini telah menunjukkan kemampuan dalam
meningkatkan imunitas anti-tumor dan menghambat inisiasi kanker, angiogenesis tumor, dan
metastasis. Pengkajian ulang yang baik terdapat pada mekanisme ini (1-5) tetapi di luar
lingkup bab ini. Karena homeostasis jaringan merupakan hasil dari keseimbangan antara
proliferasi dan kematian sel, baik dalam proliferasi sel yang tidak teratur maupun penurunan
kematian sel yang dapat menyebabkan pembentukan dan progresi tumor. Mekanisme yang
dapat terjadi yang mana asam lemak omega-3 dapat menghambat pertumbuhan sel tumor,
dapat melibatkan kerusakan dalam proliferasi sel, peningkatan dalam kematian sel, atau
kombinasi dari keduanya. Proliferasi sel dan kematian sel bukanlah merupakan proses yang
eksklusif, karena banyak terdapat jalur sinyal yang terlibat baik dalam kelangsungan hidup
sel dan kematian sel. Pada bab ini, kami akan membahas secara singkat jalur yang terlibat
dalam pengaturan kemarian sel tumor dan pertumbuhan sel tumor dan menggambarkan
bagaimana merka dihancurkan pada sel tumor. Hal ini juga akan dilanjutkan dengan
pengkajian ulang terhadap bukti dari efek yang menguntungkan dari ω-3 PUFAs pada jalur
kematian sel dan pertumbuhan sel.
1.2 Kematian Sel
1.2.1 Bentuk Kematian Sel Non-Apoptosis
Kematian sel terjadi melalui proses nekrosis (termasuk kematian mitotik dan autofagi)
yang paling sering adalah hasil dari sebuah ancaman atau toksisitas yang memicu proses
inflamasi (6). Sel-sel nekrotik ditandai dengan deplesi dari ATP yang menyebabkan
pelepuhan dari membran plasma, perubahan sitoskeletal, kehilangan pengendalian volume,
permeabilisasi mitokondria, pembengkakan sel, dan kebocoran dari molekul yang kecil, yang
secara bertahap menyebabkan luruhnya memban plasma dan pelepasan enzim sitosolik
(misalnya laktat dehidrogenase dan aminotransferase) (7). Akan tetapi, penelitian terkini
mengindikasikan nekrosis dan apoptosis (dijelaskan di bawah) tidak terlalu berbeda dan
merupakan kesatuan yang independen (dikaji oleh (7)). Pada pengkajian ini, dikatakan
bahwa alur dari kematian sel ditentukan oleh perubahan dari pasokan ATP dari sel. Sebagai
contoh, ketika ATP berkurang, apoptosis dihambat, dan sinyal pro-apoptosis menginduksi
kematian sel nekrotik (7). Hal ini muncul bahkan setelah proses inisiasi apoptosis, nekrosis
dapat terjadi kemudian, jika kadar ATP jatuh atau perubahan yang terjadi bersama-sama
yang menyebabkan pemecahan dari barrier membran plasma. Di sisi lain, pemulihan
sebagian dari ATP dapat mencegah kematian sel nekrotik, dengan perkembangan apoptosis.
Lebih terbaru, istilah “autophagy” telah diciptakan untuk menggambarkan degradasi seluler
yang berbasis lisosom, dan hal ini tampak berhubungan erat dengan apoptosis (kematian sel
terprogram berbasis protease). Oleh karena itu, terdapat kemungkinan bahwa apoptosis dan
nekrosis terjadi dalam jumlah banyak secara berkelanjutan, dan sel-sel mengalami kematian
dimana terlihat pola apoptotis dan nekrotik dari kerusakan sel (7). Paradigma ini dikenal
sebagai nekroapoptosis.
1.2.3 Apoptosis
Mekanisme intrinsik yang terlah berlangsung lama secara evolusioner yang paling umum
dan banyak dipelajari pada kebanyakan jaringan dari organisme multiseluler adalah apoptosis
(8). Apoptosis dikendalikan secara ketat dan merupakan proses yang sangat efisien dalam
mengatur pertumbuhan sel dan homeostasis. Hal ini ditandai dengan adanya morfologi yang khas
dan perubahan biokimia pada sel, yang termasuk penyusutan sel, fragmentasi DNA inti sel, dan
pelepuhan membran (9). Berbeda dengan nekrosis, dinding sel masih dipertahankan secara utuh
dan sel tidak mengeluarkan isinya selama proses tersebut. Hal ini dapat mempengaruhi sel-sel
disekitarnya atau menginisiasi terjadinya proses inflamasi (10). Kejadian molekuler seperti
apoptosis ini terbagi menjadi 3 tahap : (1) inisiasi / pemicuan oleh agen penginduksi apoptosis;
(2) aktivitas kelompok protease sistein, yang dikenal dengan caspase, yang mengaktivasi
kaskade transduksi sinyal; (3) pembelahan komponen seluler proteolysis (9). Proses apoptosis
yang kompleks diatur oleh sinyal eksternal maupun gen. Walaupun tidak saling terpisah, terdapat
dua jalur sinyal apoptosis : jalur reseptor kematian sel (ekstrinsik) dan jalur mitokondrial
(intrinsik).
Penelitian yang menggunakan kultur sel menunjukkan bahwa DNA dan EPA, secara
tersendiri maupun kombinasi, dapat meningkatkan proses apoptosis (paling sedikit secara in
vitro) pada berbagai jenis sel kanker, termasuk payudara (11-14), kolon (15-20), paru-paru
(21,22), prostat (23,24), limfoma (25), leukemia (26,27), hepar (28), pancreas (29-32), dan laring
(33). Penelitian ini memungkinkan para peneliti untuk mengidentifikasi beberapa mekanisme
yang menggunakan ω-3 PUFA telah dipastikan dengan berbagai jenis model binatang dengan
kanker dan telah dikaji ulang baru-baru ini (34). Baik penelitian secara in vitro maupun pada
binatang, secara konsisten menunjukkan beberapa bukti penelitian pada manusia, dimana asupan
ω-3 PUFA (EPA 100 mg/hari dan DHA 400 mg/hari selama 2 tahun) menunjukkan peningkatan
apoptosis dari mukosa kolon pada manusia (35), dan dengan suplementasi EPA (2 g/hari selama
3 bulan) secara signifikan meningkatkan apoptosis pada mukosa kolon normal pada subjek
dengan riwayat adenoma kolorektal (36). Walaupun belum sepenuhnya dipelajari, terdapat
beberapa bukti bahwa asam linolenat, precursor makanan dari EPA, memiliki efek pro-apoptosis
pada beberapa jalur sel kanker (dikaji oleh (34)). Yang menarik, kebanyakan penelitian
mengungkapkan bahwa asam lemak omega-3 bersifat pro-apoptosis pada konsentrasi 50-25- μM,
konsentrasi serum bisa didapatkan melalui suplementasi in vivo.
Beberapa penelitian meneliti kemampuan ω-3 PUFA dalam mengatur proses apoptosis
pada sel normal, dengan kesimpulan yang mereka dapat adalah efek kesehatan yang
menguntungkan (37,38). Pada kenyataannya ω-3 PUFA telah menunjukkan kemampuannya
dalam mencegah apoptosis pada jantung, sistem saraf, dan jaringan retina (dikaji oleh (39)). Pada
organ-organ tersebut, ω-3 PUFA tampak melindungi fungsi dan menunjukkan kemampuan anti-
apoptosisnya melalui jalur sinyal seluler yang serupa yang dapat menginduksi apoptosis pada
organ-organ yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa efek pro-apoptosis dari ω-3 PUFA pada sel
kanker berhubungan untuk mengubah pengaturan jalur tersebut pada sel kanker.
1.2.2.1 Jalur Apoptosis Ekstrinsik
Jalur ekstrinsik apoptosis diaktivasi oleh pengikatan reseptor kematian sel (DR) pada
permukaan sel. DR merupakan bagian dari superfamily gen reseptor tumor necrosis factor
(TNF). Mereka memiliki jangkauan fungsi biologis normal yang luas, termasuk dalam mengatur
kelangsungan hidup sel dan kematian sel (40). Bagian pemicu dari golongan DR dengan ligan
kematian sel menyebabkan transduksi baik dalam apoptosis ataupun sinyal kelangsungan hidup
sel (8). Reseptor kematian sel yang diidentifasikan secara baik termasuk CD95 (APO-1/Fas),
TNF receptor 1 (TNFR1), TNF-related apoptosis-inducing ligand-receptor 1 (TRAIL-R1) dan -2
(TARIL-R2) (dikaji oleh (40)). Pengikatan dengan reseptor TRAIL menghasilkan pengambilan
molekul adaptor terkait dengan Fas domain kematian sel untuk membentuk kompleks sinyal
terinduksi kematian sel (DISCs) (8) yang mengaktivasi kaspase-8. Caspase-8 baik secara
langsung menstimulasi eksekutor kaspase, seperti caspase-3, atau mengaktivasi jalur kematian
reseptor mitokondria (jalur intrinsic) dengan perombakan Bcl-2 interacting domain (Bid) dan
meningkatkan permeabilitas luar mitokondria. Pada akhirnya menyebabkan pelepasan sitokrom c
(41). Terdapat beberapa inhibitor pada jalur ini, termasuk protein penghambat FLICE (FLIP)
(yang mengikat TRAIL< tetapi tidak mentransmisikan sinyal kematian sel) (8). Lebih lanjut,
aktivasi inhibitor protein apoptosis (IAPs) menghambat aktivasi caspase efektor (18).
Pengikatan terhadap CD95, TNFR, atau DR5/TRAIL (dan beberapa yang lain)
menyebabkan aktivasi asam sfingomielinase (SMase) yang menghidrolisis sfingomyelin
membran untuk menghasilkan ceramide (dikaji oleh (41)). Sfingomielin merupakan sfingolipid
yang terdapat pada membrean sel, terutama di domain kecil yang disebut lipid raft (41).
Pembentukan ceramid pada membran sel telah menunjukkan perubahan struktur ikatan membran
(41) yang dapat dijelaskan pada pengamatan bahwa ceramid dapat memicu apoptosis pada sel
manapun, termasus sel-sel tumor. Akhir-akhir ini, hal ini telah ditunjukkan melalui penambahan
dalam pengubahan terhadap struktur membran, ceramid mengaktivasi beberapa protein kunci
yang terlibat dalam proses apoptosis, termasuk katepsin D, yang dapat memicu kematian sel
emlalui Bid, Bax, dan Bak (dikaji oleh (41)).
1.2.2.2 Jalur Apoptosis Intrinsik
Jalur kedua, jalur intrinsik atau jalur mitokondria, dipicu oleh beberapa stress
ekstraseluler dan intraseluler yang menyebabkan peningkatan permeabilitas dari membran luar
mitokondria melalui aktivasi bagian pro-apoptosis dari golongan Bcl-2 (10). Golongan Bcl-2
terdiri atas 30 protein yang dapat bersifat anti-apoptosis (misalnya Bcl-2, Bcl-XL) ataupun pro-
apoptosis (misalnya Bax, Bcl-XS, Bak, Bad, Bid). Aktivitas dari protein-protein ini diatur oleh
homo- dan heterodimerisasi, proteolysis, dan fosforilasi. Keseimbangan protein-protein tersebut
mengatur proses apoptosis (39). Pada gangguan membran luar mitokondria, beberapa protein
yang ditemukan pada ruang di antara membran luar dan dalam mitokondria, dilepaskan,
termasuk sitokrom c, activator caspase kedua yang dirunkan dari mitokondria (Smac), inhibitor
langsung terhadap protein pengikat IAP (DIABLO), Omi/HtrA2, faktor penginduksi apoptosis
(AIF), dan endonuclease G(42). Pelepasan dari sitokrom c ke dalam sitosol berinteraksi dengan
faktor pengaktivasi peptidase apoptosis (Apaf-1) dan dATP, yang menyebabkan aktivasi
caspase-9 dan sehingga menurunkan aktivasi kaskade caspase-3 (39). Sekali teraktivasi, caspase-
3 membelah substrat kunci pada sel untuk menghasilkan proses apoptosis secara selular dan
biokimia. Protein lain yang dilepaskan memfasilitasi aktivasi caspase dengan inaktivasi dari
inhibitor caspase endogen dan IAP (10). Ketika caspase eksekusioner diaktivasi dapat
menginduksi kematian sel melalui apoptosis, penghambatan terhadap proteinase tersebut secara
melindungi sel. Ketika permeabilitas membran mitokondria meningkat, kematian sel akan terus
berlanjut tanpa aktivasi caspase, menunjukkan mediator toksik lainnya dilepaskan dari
mitokondria yang berperan sebagai efektor kematian yang bebas caspase (10).
1.2.2.3 Aktivasi Caspase
Caspase merupakan kelompok dari protease sistein yang diaktivasi oleh fosfatase protein
(43). Protein tersebut memiliki peran yang penting pada jalur apoptosis dan bertanggung jawab
pada bebrbagai macam perubahan biokimia dan morfologi yang berhubungan dengan apoptosis
(dikaji oelh (39)). Keseluruhan proses, mulai dari pencetus awal sampai dengan penghancuran
sel, dapat berlangsung selama beberapa jam atau bahkan hari; akan tetapi, aktivasi dari caspase
terjadi dalam 10 menit dari stimulasi. Dipercayai bahwa jalur ini diaktivasi oleh kematian sel
(10). Aktivasi caspase diinisiasi pada membran plasma sejak pengikan DR (jalur reseptor) atau
pada mitokondria (jalur mitokondria) (7). Mereka dikategorikan sebagai caspase inisiator
(caspase-8, caspase-9, caspase-10 dan 12), yang membelah caspase, atau caspase eksekusioner
(caspase-3, caspase-6, dan caspase-7) yang membelah sejumlah substrat yang berbeda pada
sitoplasma dan inti sel, yang menyebabkan beberapa gambaran morfologi dari kematian sel
apoptosis (6,43). Sinyal di jalur intrinsik dan ekstrinsik menggabungkan pada tingkat caspase
efektor, yang menyebabkan aktivasi nuclear factor κB (NFκB) (43). Caspase eksekusioner
menginisiasi proteolysis dari protein seperti aktin atau fodrin. Hal ini menyebabkan penurunan
dari lamin yang menyebabkan peyusutan sel yang khas yang berhubungan dengan kematian
apoptosis (43). Sel mengatur penghambatan caspase baik pada tingkat reseptor oleh FLIP, yang
menghambat aktivasi caspase-8, ataupun pada mitokondria dengan aktivasi dari kelompok
protein Bcl-2 anti-apoptosis atau IAP (dikaji oleh (40)).
1.2.2.4 Kekacauan Jalur Ekstrinsik dan Intrinsik pada Sel-Sel Kanker
Tanda dari kanker pada manusia adalah kemampuan sel-sel tumor untuk menyingkirkan
apoptosis (6). Sel-sel kanker mengembangkan kemampuan untuk bertahan dari induksi kematian
sel dengan menurunkan molekul anti-apoptotis dan/atau dengan menurunkan jumlah atau
menurunkan fungsi dari protein pro-apoptosis (dikaji oleh (44)). Sebagai contoh, mutasi pada
gen penekan tumor p53, kerusakan genetic yang paling sering pada kanker pada manusia,
menurunkan kemampuan sel untuk mengaktivasi jalur kematian sel mitokondria (44). Mutasi
pada gen-gen lainnya secara langsung yang terlibat dalam pengaturan jalur mitokondria yang
juga sering ditemukan pada sel-sel kanker. Pola ekspresi dari kelompok Bcl-2 berbeda-beda
tergantung dari tipe sel atau derajat diferensiasi dan penurunan ekspresi dari protein-protein
tersebut dapat menyebabkan deregulasi dari jalur intrinsic (45). Selain itu pada kanker ovarium,
melanoma, dan leukemia menurunkan atau meniadakan aktivitas dari Apaf-1 (40). Walaupun,
terdapat bukti bahwa pertumbuhan tubuh pada sel kanker yang memiliki jalur intrinsik seperti
yang dilaporkan memiliki kadar caspase-3 dan caspase-8 yang tinggi. Akan tetapi, protein-
protein tersebut ditahan oleh ekspresi IAO yang tinggi atau berlebihan (44) dan/atau pembetukan
ceramid dengan kadar yang rendah (46). Perubahan anti-apoptosis juga telah dilaporkan pada
jalur ekstrinsik (dikaji oleh (40)). Mutasi atau ekspresi yang lebih rendah dari gen CD95 dan DR
lainnya terjadi pada berbagai macam tumor hematologi atau tumor padat (47-50). Transportasi
intraseluler yang terganggu atau bahkan tidak ada, serta ekspresi dan/atau fungsi pengaturan anti-
apoptosis seperti reseptor penangkap dan FLIP, juga telah dilaporkan pada beberapa tumor
(40,44,48).
1.2.3 Asam Lemak Omega-3 dan Efeknya terhadap Apoptosis
Sebagian besar dari intervensi anti-kanker (kemoterapim irradiasi, imunoterapi)
mengaktivasi apoptosis melalui menargetkan berbagai macam molekul yang terlibat pada
apoptosis (dikaji oleh (40)). Beberapa di antaranya juga merupakan target dari ω-3 PUFAs(dikaji
oleh (51)). Walaupun mekanisme molekuler yang terlibat pada efek biologis dari ω-3
PUFAsbelum sepenuhnya dimengerti, terdapat bukti dari model in vitro dimana ω-3 PUFAs
dapat memodulasi jalur apoptosis dan mempengaruhi ekspresi dan/atau fungsi protein dan lipid
pengatur apoptosis. Terdapat hipotesis pada beberapa penelitian terkini bahwa efek dari EPA
dan/atau DHA pada apoptosis sel tumor tampaknya diakibatkan oleh kemampuannya dalam
mengubah lingkungan lipid dan memodulasi reseptor, protein, sinyal yang diturunkan dari lipid
yang berasal dari membran sel (1,5,34,52). Pada bahasan selanjutnya, kami akan menggunakan
hipotesis ini sebagai kerangka untuk mengkaji ulang bukti dari efek ω-3 PUFAs terhadap
pengaturan kematian sel kanker.
1.2.3.1 ω-3 PUFAs menginduksi Perubahan pada Ketidakstabilan Membran, Struktur, dan
Komposisi pada Sel-Sel Tumor
Saat ini telah diungkapkan secara jelas bahwa perubahan pada penambahan ω-3 PUFAs
dapat mengubah komposisi dan fungsi dari membran lipid (53). Selain itu, ω-3 PUFAs juga
bekerja pada fosfolipid membran sel dari sel tumor yang terkandung dalam makanan atau media
kultur sel (13, 54-58). Sebagai pendukung dari perubahan membran lipid, penurunan
kemampuan sel tumor untuk bekerjasama dengan EPA pada membran lipid menurunkan efek
yang menginduksi apoptosis dari ω-3 PUFAs (32,59). Terdapatnya ω-3 PUFAs pada membran
plasma menyebabkan terbentuknya zat fisiokimia yang unik yang dapat mempengaruhi sejumlah
karakteristik membran, termasuk permeabilitas (60), ketidakstabilan membran (61), lipid packing
(60), fusi (61), deformabilitas (60) dan yang paling sering adalah pembentukan microdomain
lipid (58, 62, 63). Omega-3 tersebut menginduksi perubahan pada fungsi membran, yangdapat
mengubah sinyal dan proses kematian sel secara signifikan.
Efek ω-3 PUFAs pada Stres Oksidatif Seluler dan Sinyal Molekuler yang Terkait
Peroksidasi lipid diinisiasi oleh abstraksi hidrogen dari asam lemak tidak jenuh melalui
spesies reaktif oksigen (ROS). Radikal lipid yang dihasilkan bereaksi dengan oksigen untuk
membentuk radikal asam lemak peroksil, yang dapat melawan rantai asam lemak pada membran
sel, dan sehingga menggandakan peroksidasi lipid (64). Mekanisme dimana hasil peroksidasi
lipid menghambat pertumbuhan tumor, belum sepenuhnya diketahui. Peroksidasi lipid
dilaporkan dapat meningkatkan ekspresi DR dan menekan ekspresi Bcl-2, mungkin dapat
menjelaskan beberapa penelitian mengenai apoptosis kematian sel yang diinduksi oleh
peroksidasi (65). ROS dapat menginduksi nekrosis melalui modifikasi asam basa inti sel
oksidatif dan penghancuran rantai DNA (39). ROS juga menunjukkan transmisi sinyal apoptosis
secara langsung dengan mengganggu permeabilitas mitokondria dan dengan mencetuskan
pelepasan protein inter-membran yang mudah larut (57, 66-69). Terlebih lagi, ROS juga dapat
mengubah ekspresi gen, termasuk pengaturan peningkatan gen penginduksi oleh p53 (Bax,
p21Cip1/Waf1) dan pengaturan penurunan dari Bcl-2 yang dapat menyebabkan aktivasi dari
mitokondria dan jalur reseptor dari apoptosis (dikaji oleh (1)). Yang menarik, sel tumor yang
tidak terdiferensiasi memiliki derajat peroksidasi lipid yang sangat rendah yang tampaknya
berhubungan dengan kecepatan pertumbuhannya, seperti saat sintesis DNA, peroksidasi lipid
ditekan, dan sebaliknya (70). Lebih lanjut lagi, pertumbuhan jaringan normal secara cepat
(misalnya pada testis, sumsum tulang, dan epitel intestinal) bersifat resisten terhadap peroksidasi,
dengan kadar hasil peroksidasi yang rendah, mungkin dapat menjelaskan alasan Ω-3 PUFAs
secara umum tidak merusak sel-sel yang normal.
ω-3 PUFAs bersifat mudah teroksidasi dan diduga bahwa penggabungannya ke dalam
plasma dan fosfolipid membran mitokondria dapat meningkatkan sensitivitas sel terhadap ROS,
menginduksi stres oksidatif (56, 72). Hasil peroksidasi dari Ω-3 PUFAs dianggap penting dalam
menjelaskan efek lipid tersebut dalam kematian sel-sel tumor pada beberapa model kanker (57,
73, 74). Hasil oksidasi turunan DHA dapat menurunkan kadar protein membran fosfolipid anti-
oksidan glutation hidroperoksida peroksidase (75). Untuk mendukung hal tersebut, penambahan
pro-oksidan meningkatkan efek anti-kanker pada asam lemak Omega-3 (70, 76-78). Dan
penambahan anti-oksidan menurunkan atau menghilangkan efek sitotoksik dari DHA (18, 75).
Tumor kolon pada umumnya rentan terhadap stres oksidatif dan akhir-akhir ini ditunjukkan
bahwa pemberian makanan mengandung DHA dapat bekerja ke dalam membran fosfolipid
mitokondria dari sel-sel kanker kolon, yang mensensitisasi membran untuk meningkatkan stres
oksidatif (diinduksi oleh metabolisme butirat) (20). Terlebih lagi, DHA mampu meningkatkan
peroksidasi lipid yang berhubungan dengan perubahan jalur molekuler yang terlibat dalam
apoptosis dan invasi ke jaringan (misalnya matriks metaloproteinase (MMPs), caspase-3, dan -9,
Mcl-1 protein anti-apoptosis) pada adenokarsinoma kolon (79). Efek ini dibalik dengan
memberikan terapi pada sel dengan anti-oksidan (79). Akan tetapi, mekanisme kematian sel
dapat bersifat lebih spesifik terhadap tumor yang tahan terhadap stres oksidatif, kami (13) dan
yang lainnya (80) tidak mengubah efek pro-apoptosis dari Ω-3 PUFAs pada MCF-7 atau MDA-
MB-21 pada sel-sel kanker payudara dengan penambahan anti-oksidan.
DHA dilaporkan terakumulasi pada fosfolipid Cardiolipin (20, 821). Cardiolipin hanya
ditemukan di mitokondria, dimana muncul pada membran dalam dan lokasi kontak inter-
membran. Hal ini membutuhkan integritas struktur mitokondria dan fungsi yang sesuai dari
rantai transpor elektron (82). Cardiolipin pada umumnya terikat pada kompleks enzim transpor
elektron dan sintesis ATP (misalnya sitokrom c oksidase) (82), menunjukkan bahwa fungsi
mitokondria sangat tergantung pada jumlah cardiolipin yang sesuai. Ω-3 PUFAs yang kaya akan
cardiolipin lebih rentan terhadap ROS, dan peroksidasi yang menyebabkan perumahan
komposisi dan penurunan integritas membran mitokondria (81). Hal ini kemudian meningkatkan
metabolisme energi yang sebagai timbal baliknya menginduksi apoptosis (83). Terlebih lagi,
cardiolipin hidroperoksidase menunjukkan pencetus langsung terhadap pelepasan faktor pro-
apoptosis dari mitokondria (84).
Walaupun terdapat bukti bahwa membran yang kaya akan Ω-3 PUFAs menyebabkan sel
menjadi lebih rentan terhadap pembentukan ROS pro-apoptosis, masih terdapat beberapa
pertanyaan yang masih belum terjawab. Yang terpenting, terdapat bukti yang menunjukkan
bahwa Ω-3 PUFAs menurunkan pertumbuhan sel tumor dengan menurunkan (tidak
meningkatkan) stres oksidatif intraseluler (85). Terlebih lagi, ditunjukkan bahwa DHA juga
merupakan prekursor terhadap substrat yang dikenal dengan dokosanoat yang telah menunjukkan
tidak hanya menurunkan proses inflamasi, tetapi juga menghambat apoptosis yang diinduksi
stres oksidatif (86).
Perubahan Ω-3 PUFAs pada Komposisi Lipid dan Fungsi Membran Mikrodomain
Akhir-akhir ini, perhatian telah difokuskan pada lipid raft, domain membran kaya
glikolipid yang muncul pada membran fosfolipid bilayer (87). Kolesterol, sfingolipid, adan
fosfolipid dengan rantai asam asil jenuh yang kaya akan lipid-lipid tersebut (dikaji oleh (62)).
Lipid rafts merupakan lingkungan mikro yang dinamis pada lapisan eksoplasmik dari fosfolipid
bilayer membran plasma, yang dianggap kelompok protein trans-membran menurut fungsinya
(88). Lingkungan lipid raft yang unik ini menarik beberapa reseptor membran yang penting dan
sinyal protein dan lipid (dikaji oleh (62)), beberapa terlibat pada apoptosis (termasuk DR dan
ceramid). Lipid raft dapat memasukkan atau mengeluarkan protein ke variabel lanjutan,
menyebabkan dugaan bahwa raft memiliki peranan yang penting dalam transduksi sinyal, yang
mungkin berfungsi sebagai platform dalam memusatkan protein sinyal (88). Secara kuat, raft
tersendiri dapat mengelompok bersama untuk menghubungkan kompleks sinyal dari enzim non-
raft seperti fosfatase, yang dapar mempengaruhi proses sinyal (88). Sebuah subset dari raft
tertentu membentuk caveola yang tampak sebagai struktur berbentuk tabung pada membran yang
kaya akan proten caveolin-1 dan memerantarai fungsi membran termasuk endositosis, transpor
kolesterol, dan transduksi sinyal (dikaji oleh (62)).
Inkubasi dari Ω-3 PUFAs mengubah komposis/struktur dari sel leukimia Jurkat (39),
MDA-MB-231 sel kanker payudara (58), dan sel kanker kolon (62, 89). Terdapat bukti mengenai
keterlibatan Ω-3 PUFAs dalam mengubah pengaturan dari protein terkait raft (90-92). Pada sel-
sel kanker kolon, dilaporkan bahwa pemberikan makanan pada tikus dengan Ω-3 PUFAs dapat
meningkatkan kandungan Omega-3 caveola fosfolipid kolon, menurunkan kadar caveolin dan
kolesterol, dan menurunkan aktivitas molekul sinyal anti-apoptosis H-Ras (90). Pada sel-sel
kanker payudara MDA-MB-231, kami mengamati keterlibatan Ω-3 PUFAs menyebabkan
peningkatan molekul ceramid lipid pro-apoptosis dan menurunkan reseptor faktor pertumbuhan
epidermal yang terkait raft (58). Bersama-sama, pengamatan tersebut menawarkan penjelasan
bagaimana Ω-3 PUFAs dapat menengahi proses apoptosis.
1.2.3.2 Efek dari Ω-3 PUFAs terhadap Aktivitas dan Lokasi Enzim dan Reseptor
Perubahan struktur dan komposisi membran telah menunjukkan perubahan aktivitas pada
protein membran spesifik yang berperan sebagai kanal ion, transporter, reseptor, transduser
sinyal, dan enzim (dikaji oleh (53,93, 94)). Komposisi makanan berlemak juga dilaporkan dapat
mengubah profil asam lemak fosfolipid pada membran inti sel, mengubah fungsinya. Fosfolipid
pada membran tersebut, terutama jika mengandung asam lemak tak jenuh, dapat mengatur
aktivitas in vitro beberapa protein pengikat DNA yang berhubungan. Pengaruh ini berfungsi
antara lain replikasi DNA, transkripsi, dan modifikasi protein pasca translasi (95, 96). Efek dari
Ω-3 PUFAs terhadap beberapa protein kunci yang terlibat dalam pengaturan apoptosis dijelaskan
sebagai berikut.
Bcl-2 : terdapat bukti yang menunjukkan bahwa kelompok protein Bcl-2 berperan
penting dalam kematian sel yang diinduksi Ω-3 PUFAs. Pemberian minyak ikan secara
signifikan dapat menurunkan ekspresi Bcl-2 dan meningkatkan apoptosis pada kolon distal pada
contoh kanker kolon (5). Microarray menunjukkan bahwa hal ini mungkin dapat disebabkan oleh
penurunan ekspresi gen yang terlibat dalam kelompok Bcl-2 anti-apoptosis (16, 97, 98) dan
sebuah pengaturan peningkatan apoptosis yang meningkatkan Bad (98). Untuk mendukung hal
ini, penurunan dari Bad menghilangkan kematian sel yang diinduksi Omega-3, dan pengenalan
Bad eksogen mengembalikan sensitivitas terhadap asam lemak Omega-3 (98).
Ras ; Ω-3 PUFAs menurunkan aktivasi protein Ras, yang merupakan pengatur yang
penring pada fungsi sel tumor (99). Sebuah penelitian menunjukkan bukti bahwa hal ini terjadi
karena gangguan pada proses modifikasi pasca-translasi protein (99), ketika yang lain dilakukan
pada sel-sel kanker kolon, menunjukkan bahwa hal ini terjadi dengan penurunan membran Ras
pada rasio sitosol (100).
Caspase : pengaturan peningkatan dari caspase pro-apoptosis (caspase-3, caspase-8,
dan/atau caspase-9) dilaporkan pada sel-sel kanker kolon yang diinkubasi terdapat DHA atau
EPA (16, 101, 102)
Sitokrom C : analisis microarray cDNA menghasilkan CaCo-2 pada sel kanker kolon
manusia yang dikultur dengan DHA, membukrikan adanya pengaturan peningkatan gen yang
terlibat dalam aktivasi sitokrom C (16).
Catenin-B : hampir sebagian besar sel kanker kolorektal pada manusia mengekspresikan
protein Catenin-B secara berlebihan (103). Catenin-B memiliki dua fungsi yang berbeda : untuk
mempertahankan adhesi antar sel, dan untuh memerantarai jalur transduksi sinyal Wnt/Catenin-
B. Pada beberapa sel tumor, sinyal Wnt/catenin-B menyebabkan relokasi dari Catenin-B dari
membran sel ke inti sel, dimana ia berikatan dengan faktor sel T dan memfasilitasi transkripsi
gen target yang mengkode efektor dalam aktivasi proliferasi sel, invasi, dan penghambatan
apoptosis (103). Inkubasi selanjutnya dengan DHA menunjukkan terdapatnya penurunan kadar
protein Catenin-B (terutama pada inti sel) tergantung oleh konsentrasinya. Selain itu, terdapat
peningkatan hasil gen target faktor sel T, seperti reseptor yang diaktivasi proliferator peroksisom
(PPAR), yang terlibat dalam pengaturan apoptosis pada HCT116 dan SW480 pada sel kanker
kolon manusia (15).
1.2.3.3 Efek Ω-3 PUFAs terhadap Network dari Messenger molekul lipid kedua
Ceramid : ceramid sfingolipid diturunkan dari proses hidrolisis sfingomielin oleh enzim
SMase. Perubahan pada konsentrasi ceramid (setelah aktivasi asam SMase) dapat mengubah raft
primer yang kecil menjadi platform membran besar yang kaya akan ceramid (104). Platform
membran yang kaya akan ceramid mengelompokkan dan mengatur ulang reseptor dan molekul
sinyal, yang menyebabkan amplifikasi sinyal untuk proses apoptosis. Peningkatan konsentrasi
ceramid intraseluler memodulasi proses apoptosis (melalui aktivasi CD95 dan CD40 (104))
dengan stimulasi melalui protease kunci, fosfatase, dan kinase (41). Peran dari ceramid dalam
induksi p21 melalui aktivasi NFkB dan p53 telah dipublikasikan (105, 106). Beberapa penelitian
terkini menunjukkan bahwa ceramid juga terdapat mitokondria dan juga dapat berhubungan
dengan procaspase-3 (41). Peningkatan konsentrasi ceramid pada sel merupakan target dari
beberapa penanganan anti-tumor terkini (40). Inkubasi dengan menggunakan Ω-3 PUFAs
meningkatkan kadar ceramid pada raft membran, indikasi aktivasi dari jalur sfingomielin-
ceremid pada sel-sel kanker payudara (58, 107) dan sel leukimia Jurkat (108). Berkebalikan
dengan hal tersebut, penurunan kadar ceramid pada limfosit T normal yang diberikan Ω-3
PUFAs (109-111) menunjukkan bahwa efek ini bersifat spesifik tumor.
1.2.3.4 Molekul dan Gen yang Terlibat dalam Pengaturan Proses Inflamasi
Eikosanoat dan dokosanoat : kemampuan dari Ω-3 PUFAs adalah kemampuannya untuk
mengubah sinyal yang diturunkan dari asam arakidonat (AA) dengan menghambat pembentukan
mediator lipid inflamasi yang diturunkan dari asam lemak ini (112). AA merupakan salah satu
PUFA Omega-6 yang diesterifikasi pada fosfolipid membran dan, mengikuti stimulasi,
dilepaskan oleh kemampuan fosfolipase A2 (PLA2) dan C dan menjadi substrat dari enzim
siklooksigenase (COX-1 dan COX-2) dan lipooksigenase (LOX-5, LOX-12, dan LOX-15), dan
enzim untuk membentuk eikosanoat (prostaglandin, leukotrien, asam hidroksieikosatetrenoat,
dan tromboksan) (113). Bioaktif kerja singkat ini bekerja secara lokal untuk mengatur kejadian
utama dari proses inflamasi dan menunjukkan peningkatan pengaturan anti-apoptosis Bcl-2 dan
Bcl-Xl dan menurunkan ekspresi Bax (114). Proporsi relatif dari PUFA pada membran sel,
sebagaimana tipe sel, merupakan faktor utama dalam pengaturan dimana eikosanoat akan
dibentuk. Ω-3 PUFAs akan bersaing dengan proses asilasi dari fosfolipid sn-2, menurunkan
ketersediaan AA untuk PLA (115, 116). Dibandingkan dengan AA, EPA merupakan substrat
yang lebih istimewa, baik pada COX-2 maupun LOX, walaupun peningkatan ketersediaan EPA
menghasilkan hasil lipooksigenase turunan EPA pada pengeluaran hasil lipooksigenase turunan
AA (117). Eikosanoat yang dihasilkan EPA (prostanoid 3 series dan leukotrien 5 series) kurang
bersifat pro-inflamasi daripada yang merupakan turunan AA (74).
Ekspresi yang berlebihan dari COX-2 (suatu isoform enzim yang mudah diinduksi) telah
terdeteksi pada beberapa jenis kanker, termasuk kanker payudara, kanker kolon, dan prostat
(dikaji oleh (1, 2, 34, 74)), dan muncul untuk memberikan resistensi terhadap apoptosis (118).
Pada sebuah jenis tumor, Ω-3 PUFAs tidak hanya mengubah ketersediaan substrat, tetapi juga
menurunkan jumlah dan aktivitas dari COX-2 (119, 120). Penelitian terkini menunjukkan bahwa
hal ini mungkin saja dapat terjadi melalui reduksi yang diperantarai oleh Omega-3 pada Ras
membran, sebuah pemicu aktivitas COX-2 (5). Akan tetapi, perubahan pada aktivitas COX-2
mungkin hanya menjelaskan sebagian efek anti-apoptosis dari Ω-3 PUFAs sebagaimana DHA
menunjukkan kemampuan efek pro-apoptosis nya pada COX-2-negatif sel kanker kolon dan
pada jaringan binatang (15, 80).
Baik EPA maupun DHA akhir-akhir ini dikenali sebagai prekursor dari kelompok lipid
yang lain (resolvin, docosatrien, dan protektin) yang memiliki sifat anti-inflamasi dan protektif,
yang sebagian terjadi pada fase resolusi dari proses inflamasi (86). Peran dari EPA dan DHA
turunan docosanoat pada aktivitas anti-kanker masih perlu diteliti lebih lanjut. Akan tetapi,
beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa apoptosis yang diinduksi DHA pada sel kanker
kolorektal pada manusia tidak mengekspresikan COX-2 yanh diproduksi lebih sedikit dari
survivin lipin anti-apoptosis (15). Pada sel-sel tersebut, perubahan dalam ekspresi survivin
berhubungan dengan perubahan yang diinduksi oleh DHA pada apoptosis, menyimpulkan bahwa
protein ini mungkin mempunyai peran dalan apoptosis yang diinduksi DHA yang diteliti pada
HCT116 dan SW480 pada sel kanker kolon (15).
Reseptor Peroksisom yang diaktivasi Proliferator : Ω-3 PUFAs mungkin dapat mengubah sinyal
apoptosis melalui bekerja secara langsung pada ligan dari reseptor inti sel, termasuk PPAR (23,
98). Kelompok PPAR memiliki sedikitnya 3 bagian yang berkaitan erat, PPARα (diekspresikan
di hepar, ginjal, jantung, dan otot), PPARγ (βγ1, βγ2, dan βγ3, diekspresikan di sel lemak, usus
besar, sel monosit, dan akhir-akhir ini ditemukan pada sejumlah sel kanker payudara), dan
PPARβ/delta (diekspresikan pada hampir seluruh jaringan (121). PPARs memiliki cara kerja
yang bermacam-macam, termasuk pengaturan proliferasi sel, diferensiasi sel, dan respons
inflamasi (96, 122, 123). Jumlah yang substantial dari data telah acrues, sebagian besar dari
penelitian in vitro, yang menunjukkan bahwa Ω-3 PUFAs merupakan pengatur yang penting dari
seluruh PPARs (dikaji oleh (96)). EPA berikatan secara langsung pada PPARs sehingga
menyebabkan konformasi perubahan yang berhubungan dengan...