Download - Receptor & Sense Organs
RESEPTOR DAN ORGAN-ORGAN INDERA
RESUME
OLEHLALU ACHMAD TAN TILAR WSK.
10/306157/PBI/00959
PROGRAM PASCASARJANAFAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA2010
RESEPTOR DAN ORGAN-ORGAN INDERA
PENDAHULUAN
Kemampuan hewan untuk merespon perubahan lingkungan baik kondisi di dalam
tubuh maupun kondisi di luar tubuhnya dengan tepat merupakan syarat utama untuk dapat
bertahan hidup. Di sinilah peranan reseptor dalam merasakan perubahan yang ada di dalam
maupun di luar tubuhnya. Reseptor ini merupakan perantara biologis dengan kemampuan
yang luar biasa dalam merasakan perubahan cahaya, suara atau aroma dan
menghantarkannya menuju impuls saraf dalam hitungan menit. Hewan mengembangkan
berbagai macam reseptor dengan bentuk energi yang berbeda-beda pula. Namun,
karakteristik fisik dasar energi yang diterima suatu organisme memiliki bentuk yang sama
dengan yang diterima oleh organisme lain.
MEKANISME RESEPTOR
Reseptor tersusun atas dendrit-dendrit neuron saraf dengan ujung yang berakhir
pada permukaan suatu jaringan. Neuron-neuron saraf ini menggabungkan, menerima dan
mengirimkan impuls saraf. Impuls saraf ini kemudian akan diterima oleh jaringan yang ada di
dekatnya dalam bentuk stimulus yang spesifik.
Reseptor harus memiliki selektifitas yang tinggi dalam membedakan jenis energi
yang diterimanya agar dapat bekerja dengan efektif. Sedikit perubahan lingkungan yang
terjadi dapat digunakan jika reseptor dapat diaktifkan dengan stimulus yang berasal dari
perubahan suhu dan perubahan cahaya. Setiap reseptor secara khusus hanya sensitif pada
satu bentuk rangsangan. Contohnya, reseptor untuk aroma dan rasa hanya dapat diterima
dalam bentuk perubahan kimia sehingga reseptor tersebut disebut sebagai kemoreseptor.
Sedangkan perubahan dalam bentuk tekanan seperti sentuhan, suara dan keseimbangan
hanya dapat diterima oleh mekanoreseptor. Begitu pula dengan fotoreseptor dan
termoreseptor yang hanya dapat menerima rangsangan dalam bentuk perubahan cahaya
dan perubahan suhu.
Reseptor juga dapat dibedakan berdasarkan tempatnya di dalam tubuh.
Exteroreseptor merupakan reseptor yang berada di dekat permukaan tubuh dan berfungsi
merasakan perubahan yang berasal dari lingkungan luar tubuh. Enteroreseptor berada di
dalam tubuh dan berfungsi merasakan perubahan yang berasal dari dalam tubuh.
Sedangkan, propioreseptor berada di otot dan tendon sebagai agen saraf dalam mengawasi
perubahan kontraksi otot.
Menerima dan Meneruskan Stimulus
Reseptor yang berupa neuron-neuron ataupun sel-sel khusus, memiliki potensial
listrik di sepanjang membran plasmanya, potensial listrik ini berasal dari ketidak seimbangan
ion-ion sodium dan potasium yang ada di dalam dan luar sel saraf. Reseptor umumnya
menyimpan potensial listriknya saat tidak mendapat stimulus. Saat reseptor menerima
energi yang sesuai, ion-ion akan dialirkan di sepanjang membran sehingga akan terjadi
depolarisasi yang menyebabkan potensial reseptor berubah. Perubahan tekanan yang ada di
dalam membran plasma kemudian akan membuka aktivasi saluran ion yang selanjutnya
mengawali terjadi pertukaran ion-ion sodium dan potasium. Potensial reseptor yang
meningkat akan keluar dari membran reseptor dan ditangkap oleh akson atau sinapsis dan
terjadilah hubungan antara reseptor dengan neuron yang kemudian membentuk impuls
saraf. Selanjutnya impuls saraf tersebut akan diteruskan ke otak atau ke jaringan lain yang
akan meresponnya.
Kode Sensori dan Sensasi
Jumlah atau kekuatan stimulus yang diterima organ perasa dikode sesuai dengan
banyaknya reseptor yang diaktivasi dan besarnya potensial reseptor antara satu dengan
yang lainnya. Potensial reseptor, seperti potensial saraf pusat memiliki ukuran tersendiri,
jika telah mencapai ambang batas ukuran, impuls saraf akan dilepaskan. Meskipun reseptor
dapat dibedakan antara bentuk dan intensitasnya, reseptor dapat menekan potensial
reseptor seperti impuls saraf yang menggunakan fenomena elektrik dengan variasi kualitatif
yang lebih sedikit.
Adaptasi Fisiologis
Sensitivitas diteruskan dengan adanya penurunan stimulus yang sama pada banyak
reseptor. Fenomena ini disebut sebagai adaptasi fisiologis. Adaptasi fisiologis berfungsi
mendeteksi adanya perubahan untuk memodifikasi stimulus yang akan direspon dan
meningkatkan kepekaan kita terhadap stimulus baru. Hal ini juga dapat mengurangi jumlah
informasi tidak penting yang mencapai sistem saraf pusat. Tingkatan adaptasi fisiologis
bervariasi di antara reseptor. Proprioreseptor yang terdapat pada jaringan otot merupakan
salah satu contoh adaptasi reseptor. Reseptor ini harus tetap memonitor perubahan
tekanan dan kontraksi rata-rata otot-otot skletal atau koordinasi aktivitas motorik yang tidak
mungkin terjadi. Proprioreseptor selalu aktif di setiap saat dan dilepaskan mulai dari impuls
saraf pada tingkatan terendah. Perubahan tekanan dideteksi dengan cepat dan
diterjemahkan sebagai peningkatan ataupun penurunan jumlah impuls yang dilepaskan.
KEMORESEPTOR
Terdapat banyak komponen kimia yang mempengaruhi membran plasma, memicu
pembukaan dan penutupan saluran ion dan mempengaruhi aliran transmembran ion. Hal ini
merupakan respon dasar sel dalam mengatasi perubahan kimia, dan menjadi dasar evolusi
mekanisme kemoreseptif dengan variasi yang besar. Kita akan mempelajari secara lebih
dekat kemoreseptor yang digunakan Metazoa dalam mendeteksi aroma dan rasa.
Penciuman juga dianggap sebagai deteksi partikel dari suatu objek pada jarak tertentu, dan
rasa sebagai deteksi molekul dari suatu objek pada kontak dengan beberapa bagian tubuh.
Namum, aroma dan rasa memiliki banyak kesamaan dan kaitan yang tidak dapat dipisahkan
di antara keduanya, terutama pada spesies akuatik.
Reseptor Penciuman
Aroma dideteksi oleh reseptor penciuman. Reseptor ini pada umumnya dikhususkan
sebagai neuron saraf bipolar dengan bagian tubuh sel yang hilang di permukaan epitel dan
memiliki dendrit yang termodifikasi menjadi silia di atas permukaan sel reseptif. Reseptor
penciuman yang ada pada hidung mamalia terletak di dalam jaringan epitelium pada bagian
atas rongga hidung dan diselingi sel-sel basal dan sel penyokong.
Pada organisme Arthropoda, eksoskeleton bukanlah satu-satunya bagian yang
sensitif, terdapat silia sel reseptor penciuman nonmotil di dalam lubang perpanjangan
eksoskeleton berbentuk bulu yang disebut sebagai setae.
Membran plasma silia reseptor penciuman disusun secara rapat dengan molekul
reseptor yang besar dan tampak menjadi situs pengikatan molekul-molekul aroma, awal dari
pengaliran ion menuju potensial reseptor. Belum diketahui berapa jumlah tipe sel reseptor
penciuman, namun yang pasti jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah
jenis aroma yang dapat dideteksi.
Umumnya vertebrata memiliki indera penciuman sangat tajam yang memberikan
mereka informasi tentang lingkungan sekitarnya. Vertebrata terestrial umumnya memiliki
epitelium reseptor penciuman tambahan yang disebut sebagai organ vomeronasal. Organ ini
menghubungkan rongga hidung dengan rongga mulut. Beberapa jenis hewan menghasilkan
feromon yang merupakan sistem komunikasi kimia antara sesama anggota spesies. Selain
itu, mereka menggunakan feromon ini untuk menandai jalan dan wilayah kekuasaan,
peringatan tanda bahaya, tingkatan status sosial, serta sebagai sinyal seksual.
Reseptor Pengecap
Rasa adalah indera penting yang dimiliki hewan untuk dapat menyicipi makanan dan
juga berperan dalam kebiasaan kawin. Rasa dideteksi oleh reseptor pengecap. Reseptor
pengecap vertebrata terutama sel-sel reseptor yang terkumpul bersama sel penyokong dan
pengganti pada kantong-kantong kecil yang disebut sebagai “taste buds”. Taste bud
vertebrata terestrial terdistribusi di dalam rongga mulut dan pharynx terutama sekali di
lidah dimana terdapat lubang papillae.
Reseptor pengecap merespon spektrum material yang lebih sederhana
dibandingkan dengan suatu reseptor penciuman. Area yang terdapat pada lidah manusia
memiliki bagian-bagian yang sensitif terhadap substansi asin, asam, manis dan pahit.
MEKANORESEPTOR
Meskipun membran plasma dapat mendeteksi adanya perubahan bentuk mekanik
secara langsung, deteksi terhadap gangguan mekanik ditingkatkan oleh adanya evolusi sel
dengan keberadaan silia nonmotil, mikrovilli, setae, enkapsulasi ujung neuron dan
penambahan lainnya. Hal tersebut merupakan respon terhadap sentuhan, tekanan, gaya
gravitasi, getaran dan stimulus mekanik lainnya.
Sentuhan dan Tekanan
Seperti pada indera penerima kimia, kemampuan hewan mendeteksi dan merespon
stimulus tactile bersifat universal. Sensilla tactile yang terdapat pada permukaan tubuh dan
apendix arthropoda merupakan salah satu contoh reseptor sentuhan. Setiap sensillum
memiliki bentuk yang tipis, tersusun atas filamen kitin yang disekresi oleh sel khusus dan
dihubungkan oleh membran penghubung dengan eksoskeleton pada sisi dimana sensillum
tersebut dapat bergerak dengan mudah. Pergerakan pada dasar filamen merubah tekanan
dendrit yang berdekatan dengan neuron, sehingga potensial reseptor akan meningkat.
Kulit vertebrata memiliki variasi reseptor yang mendeteksi sentuhan dan perubahan
tekanan. Beberapa dendrit membungkus dasar folikel rambut pada kulit mamalia dan
mereka diaktivasi oleh pergerakan rambut. Dendrit lain pada kulit berakhir dengan lapisan
enkapsulasi pada jaringan penghubung dan bagian sensitif terhadap sentuhan lembut.
Korpuskel Meissner, Merkel disc, dan organ Ruffini merupakan contohnya. Tekanan kuat
pada kulit dideteksi oleh korpuskel Pacinian yang banyak terdapat pada lapisan fibroblast
dan serat penghubung di sekitar terminal neuron. Korpuskel Pacinian juga ditemukan di
sekitar organ dalam tubuh.
Detektor Gerakan
Sambungan pada organ indera tactile memberikan kemampuan pada banyak jenis
hewan dalam mendeteksi adanya pergerakan di dalam air dan udara di sekitar mereka.
Sensilla yang berbentuk seperti rambut pada banyak jenis arthropoda cukup lembut dalam
mendeteksi gerakan di dalam air dan udara. Rambut panjang atau vibrissae, pada moncong
tikus dan banyak jenis mamalia juga dapat mendeteksi pergerakan udara. Ikan dan larva
amphibia memiliki perkembangan sistem gurat sisi yang memungkinkan mereka mendeteksi
gangguan di dalam air. Kelompok reseptor sel tersebut disebut sebagai neuromasts,
terpendam di dalam saluran pendeteksi gerakan air di kulit, serta dihubungkan dengan
permukaan kulit oleh kehadiran pori-pori. Kanal tersebut berada di sepanjang sisi tubuh
(linea lateralis), dan dapat bercabang-cabang sampai ke bagian kepala. Beberapa jenis ikan
juga mampu mendeteksi perubahan listrik yang ada di sekitar mereka. Kemampuan tersebut
tidak dimiliki oleh vertebrata terestrial termasuk amphibia yang mengalami metamorfosis.
Detektor Gravitasi
Jika bagian dari sistem deteksi gerak terisolasi dari cakupan medium dan sedikit
termodifikasi, mereka dapat mendeteksi perubahan pada arah gaya gravitasi. Hal ini dimiliki
hewan motil sebagai indera untuk dapat merasakan orientasi ruang dan perubahan
pergerakan mereka.
Statocysts
Statocysts umumnya terdapat pada kelompok invertebrta aktif, antara lain, cnidaria,
cacing pipih, molusca, dan arthropoda. Meskipun bervariasi pada jumlah, posisi dan variasi
lainnya, setiap jenis umumnya memiliki bentuk yang kecil dengan lubang berisi sel-sel
reseptor dengan silia yang nonmotil. Memiliki satu atau lebih statolith zat kapur yang
disekresi oleh sel tersebut, dan menempati pusat lubang tersebut. Gaya gravitasi yang ada di
dalam statolith menstimulasi rambut-rambut sel menuju ke bawah dan merupakan indikasi
orientsi tubuh yang tepat ataupun tetap pada keseimbangan statis. Selama tubuh bergerak
atau terjadi perubahan posisi, massa statocyst pada sel tersebut akan menurun dan
meningkat pada sel lain.
Membran labyrinth
Kita biasanya menganggap telinga hewan vertebrata merupakan organ untuk
mendengar, namun lebih dari itu statocyst dapat menerima stimulus dan dapat pula
memonitor arah dan pergerakan. Sel penerima pada telinga tersebut menyerupai neuromast
pada gurat sisi, namun posisinya terdapat di dalam tengkorak khususnya di telinga luar atau
membran labyrinth. Pada semua jenis vertebrata, bagian-bagian dari membran labyrinth
memiliki hubungan dengan keseimbangan konstan. Umumnya setiap spesies memiliki tiga
saluran semisirkular yaitu utriculus, sacculus dan maculae.
Suara dan Deteksinya
Suara yang didengar membutuhkan pendeteksi getaran, atau gelombang sebagai
bentuk lain dari tekanan, dengan panjang gelombang berkisar di atas 20 Hertz (Hz). Pada
hewan suara berfungi sebagai suatu informasi yang penting. Beberapa hewan menghasilkan
suara untuk memberi informasi pada anggota kelompoknya akan adanya bahaya,
ketersediaan makanan, predator dan sebagai indikasi untuk kawin. Suara diproduksi dengan
berbagai cara. Jangkrik menghasilkan suara dengan menggosokkan bagian tubuhnya yang
kasar dengan kedua sayapnya, metode ini disebut sebagai stridulasi. Ikan umumnya
melakukan stridulasi dengan menggunakan bagian siripnya. Vertebrata terestrial umumnya
menghasilkan suara dengan cara menggetarkan saluran respirasinya menggunakan udara
yang masuk.
Telinga bagian luar mamalia tersiri atas auricula dan meatus yang mengalirkan
gelombang suara menuju membran tympani yang berada pada ujung meatus. Geteran pada
membran tympani kemudian meneruskan suara menuju ke dalam telinga bagian tengah
melalui malleus, incus dan stapes. Ujung dari stapes kemudian mengalirkan getaran menuju
jendela oval. Pada katak, reptilia dan aves hanya terdapat membran tympani dan stapes
yang sering disebut sebagai columella. Saluran tympani selanjutnya berhubungan dengan
saluran eustacheus. Tekanan gelombang dideteksi oleh membran labyrin khususnya
kelompok sel dalam spiral cochlea. Tekanan gelombang sampai pada saluran cochlea yang
berasal dari jendela oval melalui canal vestibular. Membran Reissner’s memisahkan canal
vestibular dengan saluran cochlea, lapisan ini sangat tipis sehingga sedikit saja tekanan
gelombang yang masuk ke saluran cochlea maka akan langsung diteruskan menuju canal
vestibular.
Proprioreseptor
Hewan dengan perkembangan sistem otot yang baik memiliki perkembangan
proprioreseptor penguat yang tetap memonitor aktivitas otot, termasuk tingkat kontraksi
dan rerata perubahan kontraksinya serta banyaknya tekanan yang dihasilkan tendon. Hal ini
memberikan sistem saraf informasi untuk menyelaraskan kerja otot. Neuron yang berakhir
pada tendon vertebrata (organ tendon golgi) mendeteksi peningkatan tekanan oleh otot.
Mereka memberikan informasi bahwa otot telah aktif dan kontraksi meningkat. Umumnya
otot skeletal juga berisi spindel otot. Reseptor yang berada pada kelompok enkapsulasi dan
spesialisasi serat otot disebut sebagai serat intrafusal. Neuron sensori dan neuron motorik
sama-sama berakhir pada kedua jenis reseptor tersebut. Benang-benang otot terstimulasi
selama otot beraktivitas. Informasi tentang perubahan panjang otot dan rerata kontraksi
otot tersebut kemudian dikirimkan ke sistem saraf pusat. Kedua bentuk informasi tersebut
dideteksi oleh serat intrafusal sebagai jenis yang berbeda. Sinyal yang dihasilkan selanjutnya
dikirimkan menuju spinal cord.
FOTORESEPTOR
Pada umumnya hewan memiliki sel fotoreseptif yang terspesialisasi, berisi berbagai
pigmen carotenoid, dan rhodopsin. Kedua pigmen ini menyerap energi cahaya dengan
panjang gelombang berkisar antara 400-800 nm, dan menginduksi reaksi fotokimia yang
mengawali perkembangan potensial reseptor. Pada banyak jenis hewan pigmen terdapat
pada mikrovili, namun pada beberapa jenis hewan termasuk vertebrata dan bintang laut,
pigmen dapat dijumpai pada membran yang termodifikasi menjadi cilium sel monociliata.
Namun demikian, pada banyak jenis hewan, fotoreseptor berkumpul bersama sebagai organ
yang disebut sebagai mata atau ocellus.
Protozoa fotosintetik berflagelata memiliki area yang sensitif terhadap cahaya yang
berada pada dasar flagellum yang dilindungi satu sisi oleh pigmen. Itulah contoh mata
sederhana yang bergerak mengikuti cahaya (mata dengan orientasi cahaya). Mata juga
dapat membentuk gambar dengan mekanisme optis yang dapat memantulkan dan
membiaskan dua cahaya berbeda yang datang dari satu titik sumber dan membentuk satu
titik pada permukaan fotoreseptif (mata membentuk gambar).
Mata Majemuk
Insecta dan banyak jenis crustacea memiliki tipe mata berbeda yang diketahui
sebagai mata majemuk. Tipe mata ini dibentuk dari banyak unit yang berbeda yang disebut
ommatidia. Lebah, beberapa jenis kupu-kupu dan lalat dapat membedakan banyak warna
karena sel retinulanya mengandung pigmen yang mampu menyerap warna dengan panjang
gelombang yang berbeda, seperti ultraviolet, biru, dan hijau.
Mata Vertebrata
Mata vertebrata merupakan bentuk spesialisasi lain dari organ perasa cahaya, dan
bersifat membalikkan. Cahaya harus tepat melewati sel fotoreseptif untuk dapat
menstimulasi ujung distal. Bola mata yang kita miliki terdiri atas tiga lapisan tunica. Lapisan
terluar disebut tunica fibrosa, retina dan tunica vascular. Pada tunica fibrosa terdapat
jaringan penghubung yang tebal dan membentuk dinding penyokong. Biasanya berupa
sclera yang tembus cahaya. Di dekatnya terdapat bentuk modifikasinya yaitu cornea. Lapisan
tipis yang berada di dekat cornea termodifikasi menjadi conjunctiva yang melindungi cornea.
Retina berkembang bersama dua lapisan berbeda yaitu lapisan pigmen dan lapisan saraf.
Tunica vascular terbenam di antara retina dan tunica fibrosa. Bagian yang berbatasan
dengan retina yaitu choroid kaya akan pembuluh darah yang memberikan suplai makanan
kepada retina. Cahaya yang masuk ke dalam mata dibelokkan menuju sumbu optik dan
membentuk gambar yang terbalik pada retina, namun kita tidak melihat semuanya secara
terbalik karena pembalikan akan dikoreksi dan diterjemahkan di dalam otak.
THERMORESEPTOR
Semua jenis hewan memiliki kemampuan dalam mendeteksi perubahan suhu yang
ada di sekelilingnya dan mampu memodifikasi tingkah laku mereka untuk menghindari
kematian jaringan akibat suhu yang ekstrim. Reseptor nampak sebagai saraf dengan ujung
yang bebas dan berlokasi secara strategis untuk mendeteksi adanya perubahan suhu, namun
terdapat pula reseptor dengan ujung enkapsulasi seperti pada kulit mamalia yang juga
menjadi reseptor suhu panas dan dingin. Serangga penghisap darah seperti nyamuk
menemukan mangsa berdarah panas menggunakan sensilia melalui proses neuron
thermoreseptif yang memiliki ujung di dalam chemoreseptif sensilla. Beberapa jenis ular
memiliki satu atau lebih tanduk di atas kepalanya yang memiliki sensitivitas terhadap
perbedaan suhu. Sel khusus yang terdapat di dalam hypotalamus burung berdarah panas
dan mamalia juga merupakan thermoreseptor. Mereka mendeteksi perubahan suhu darah
dan merupakan inisiator dalam perubahan fisiologis dalam mempertahankan suhu tubuh
mereka.