Download - refarat jiwa
OBAT ANTIPSIKOTIK ATIPIKAL
I. PENDAHULUAN
Psikotropik adalah obat yang mempengaruhi fungsi perilaku, emosi dan fikiran yang
biasa digunakan dalam bidang psikiatri. Sedangkan psikofarmakologi adalah ilmu yang
mempengaruhi kimiawi, mekanisme kerja serta farmakologi klinik dari psikotropik.
Antipsikosis bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronik, gangguan jiwa yang berat.
Sejak ditemukan klorpromazin, suatu neuroleptic golongan fenotiazin pada tahun 1950,
pengobatan untuk psikosis terutamanya skizofrenia terus dikembangkan. Istilah neuroleptic
sebagai sinonim antipsikotik berkembang dari kenyataan bahwa obat antipsikotik sering
menimbulkan gejala ekstrapiramidal. Dengan dikembangkannya golongan baru yang hampir
tidak menimbulkan gejala ekstrapiramidal isltilah neuroleptik tidak lagi dapat dianggap
sinonim dengan istilah antipsikotik. Kebanyakan antipsikosis golongan tipikal mempunyai
afinitas tinggi dalam menghambat reseptor dopamine 2, hal inilah yang diperkirakan
menyebabkan reaksi ekstrapiramidal yang kuat.
Obat golongan atipikal pada umumnya mempunyai afinitas terhadap reseptor
dopamin, serotonin, histamin, reseptor muskarinik dan reseptor alfa adrenergic. Antipsikotik
Atipikal, yang juga dikenal sebagai antipsikotik generasi kedua, adalah kelompok obat yang
digunakan untuk mengobati kondisi jiwa. Beberapa antipsikotik atipikal yang disetujui FDA
(Federal Drugs Administration), digunakan dalam pengobatan skizofrenia untuk indikasi
mania akut, depresi bipolar, agitasi psikotik, maintens bipolar, dan indikasi lainnya. Disebut
atipikal karena obat ini golongan obat ini sedikit menyebabkan reaksi ekstrapiramidal yang
umum terjadi dengan obat antipsikotik tipikal yang ditemukan lebih dahulu.1,3 Sejak
ditemukan Klozapin pada tahun 1990, pengembangan obat baru golongan atipikal ini terus
dilakukan. Hal ini terlihat dengan ditemukannya obat baru yaitu risperidone, olanzapine,
zotepine, ziprasidone dan lainnya.3
II. TINJAUAN PUSTAKA
1
II. 1 SEJARAH OBAT ANTIPSIKOTIK ATIPIKAL
Obat antipsikotik atipikal pertama, clozapine, ditemukan pada 1990-an, dan
diperkenalkan ke dalam praktek klinis pada 1970-an. Clozapine tidak disukai karena dapat
menginduksi agranulositosis. Namun, penelitian menunjukkan efektivitas dalam pengobatan
skizofrenia. Meskipun clozapine efektif untuk pengobatan skizofrenia, agen dengan efek
samping yang lebih menguntungkan yang dicari untuk digunakan secara luas. 1,3
Antipsikotik atipikal sekarang dianggap sebagai pengobatan lini pertama untuk
skizofrenia dan secara bertahap menggantikan antipsikotik tipikal. Di masa lalu, sebagian
besar peneliti sepakat bahwa karakteristik mendefinisikan suatu antipsikotik atipikal adalah
kecenderungan efek samping ekstrapiramidal (EPS) dan tidak adanya elevasi prolaktin
berkelanjutan.1,3
Kebanyakan antipsikotik golongan tipikal mempunyai afinitas tinggi dalam
menghambat reseptor dopamin (D2), hal inilah yang diperkirakan menyebabkan reaksi
ekstrapiramidal yang kuat. Obat golongan atipikal pada umumnya mempunyai afinitas yang
lemah terhadap D2, selain itu juga memiliki afinitas terhadap dopamin (D2), serotonin dan
histamin. 3,6
Golongan antipsikotik atipikal diduga efektif untuk gejala positif (seperti bicara
kacau, halusinasi, delusi) maupun gejala negatif (miskin kata-kata, afek yang datar, menarik
diri, inisiatif menurun) pasien skizofrenia.1,3,4,6
Antipsikotik biasanya diberikan secara oral. Antipsikotik dapat juga disuntikkan,
tetapi metode ini tidak lazim. Antipsikotik dalam tubuh akan larut dalam lipid dan diserap
saluran pencernaan, kemudian melewati sawar darah otak dan plasenta. Setelah sampai di
otak, antipsikotik menuju sinaps dan bekerja pada sinaps dengan mengikat reseptor.
Antipsikotik sepenuhnya dihancurkan oleh metabolisme tubuh dan metabolitnya
diekskresikan dalam urin. 3,4
Setiap obat memiliki waktu paruh yang berbeda. Obat antipsikotik atipikal yang
bekerja pada reseptor D2 mempunyai waktu paruh 24 jam, sementara antipsikotik tipikal
berlangsung lebih dari 24 jam. Hal ini mungkin menjelaskan mengapa kekambuhan psikosis
2
terjadi lebih cepat dengan antipsikotik atipikal dibandingkan dengan antipsikotik tipikal,
karena obat ini diekskresi lebih cepat dan tidak lagi bekerja di otak. Ketergantungan fisik
dengan obat ini sangat jarang, karena itu gejala withdrawal jarang terjadi.Terkadang, jika
antipsikotik atipikal dihentikan tiba-tiba, dapat terjadi gejala psikotik, gangguan gerak, dan
kesulitan dalam tidur. Ada kemungkinan bahwa withdrawal jarang terjadi karena antipsikotik
atipikal disimpan di jaringan lemak dalam tubuh dan dilepaskan perlahan-lahan.3
II. 2 FISIOLOGI
Empat jalur dopamin di otak berperan dalam patofisiologi skizofrenia serta terapi efek dan
efek samping dari agen antipsikotik (FIGURE 1). Setiap jalur memiliki kerja yang unik pada
fisik, kognitif, dan psikologis. Sebagai contoh, hiperaktivitas dopamin pada jalur dopamin
mesolimbik diduga menginduksi psikosis, sehingga mengurangi aktivitas dopamin di jalur
tersebut, maka dengan memblokir reseptor dengan obat antipsikotik, secara teoritis akan
mengurangi gejala psikotik. Meskipun blokade reseptor D2 mungkin memiliki hasil yang
bermanfaat dalam satu jalur, dapat menimbulkan masalah di bagian lain.2,3,9
1. Jalur dopamin Nigrostriatal.
Jalur nigrostriatal dopamin, sebagai bagian dari sistem saraf ekstrapiramidal,
mengontrol movements atau pergerakan. Jalur ini merosot pada penyakit Parkinson,
dan blokade reseptor D2 di jalur ini menyebabkan penyakit drug-induced-movement
EPS dan, akhirnya, tardive dyskinesia. Kekurangan Dopamin serta blokade reseptor
dalam jalur ini juga dapat menyebabkan distonia dan akatisia2,3,9
2. Jalur dopamin mesolimbik.
Hiperaktivitas dalam jalur dopamin mesolimbik diduga menyebabkan psikosis dan
gejala positif skizofrenia seperti halusinasi dan delusi. Jalur ini juga diduga terlibat
dalam emosi dan sensasi kesenangan (pleasure) - stimulan dan kokain meningkatkan
kegiatan dopamin di sini. Bahkan, paranoia dan psikosis yang dapat diinduksi oleh
penyalahgunaan stimulant dalam jangka masa panjang, hampir tidak bisa dibedakan
dari skizofrenia. Pemblokiran hiperaktivitas pada jalur ini dapat mengurangi atau
menghilangkan gejala positif2,3,9
3. Jalur dopamin mesokortical.
3
Peran jalur dopamin mesokortikal, terutama pada skizofrenia, masih diperdebatkan.
Jalur ini diduga untuk mengontrol fungsi kognitif, dan kekurangan dopamin dalam
jalur ini bertanggung jawab untuk gejala negatif dan kognitif dari skizofrenia. Jika hal
ini terjadi, maka merupakan sebuah tantangan terapi, karena blokade reseptor
dopamin di jalur ini secara teoritis akan menyebabkan memburuknya gejala negatif
dan kognitif. Dengan kata lain, agen antipsikotik harus dapat menurunkan dopamin di
jalur mesolimbik untuk mengurangi gejala positif tetapi meningkatkan dalam jalur
mesokortikal untuk mengobati gejala negatif dan kognitif2,3,9
4. Jalur dopamine Tuberofundibular
Fungsi normal jalur dopamin tuberoinfundibular menghambat pelepasan prolaktin.
Pada wanita postpartum, aktivitas di jalur ini menurun, sehingga memungkinkan
laktasi. Jika fungsi normal dari jalur init erganggu, misalnya, dengan D2-blocking
obat, hiperprolaktinemia dapat terjadi, dengan efek samping sepertigalaktorea,
amenore, dan disfungsi seksual.2,3,9
1. Jalur Nigrostriatal2. Jalur Mesolimbic3. Jalur Mesocortical4. Jalur Tuberofundibular
II. 3 MEKANISME OBAT ANTIPSIKOTIK ATIPIKAL
Semua antipsikotik memiliki kerja pada reseptor D2 di otak. Salah satu cara untuk
membedakan antipsikotik atipikal dari antipsikotik tipikal adalah bahwa atipikal memblokir
reseptor 5-HT2A serta reseptor D2 dan memiliki lebih sedikit efek motorik seperti EPS
daripada antipsikotik tipikal pada dosis standar. Satu antipsikotik atipikal (Quetiapin) tidak
memiliki EPS lebih dari placebo. Selain itu, setidaknya 2 antipsikotik (Olanzapin dan
Risperidon) telah menunjukkan efikasi yang lebih besar daripada antipsikotik tipikal untuk
4
Figure 1: Empat Jalur Dopamine pada Otak Manusia
gejala negatif, dan 3(Olanzapin, Ziprasidon, dan Quetiapin) tidak meningkatkan kadar
prolaktin seperti antipsikotik tipikal. Ziprasidon dikaitkan dengan kurangnya penaikan berat
badan dibandingkan dengan antipsikotik tipikal dan antipsikotik atipikal lainnya.1,3,6
Serotonin
Antipsikotik atipikal memiliki aksi antipsikotik dengan jauh lebih sedikit atau bahkan
tidak ada efek samping motorik seperti EPS dan tardive dyskinesia. Secara teoritis, efek ini
bisa menjadi akibat dari blokadereseptor 5-HT2A selain reseptor D2. Serotonin mengatur
pelepasan dopamin, kehadiran serotonin dalam beberapa jalur dopamin, seperti jalur
nigrostriatal, menghambat pelepasan dopamin, sedangkan di jalur dopamin mesolimbik,
serotonin memiliki pengaruh yang kecil bahkan tidak ada sama sekali. Dengan kata lain,
ketika 5-HT2A reseptor diblokir, dopamin dilepaskan dalam jalur dopamin nigrostriatal tapi
tidak dikeluarkan di jalur dopamin mesolimbik.2
Dalam jalur nigrostriatal, reaksi ini dapat membalikkan beberapa blokade D2 dengan
antipsikotik atipikal melalui sebuah proses yang disebut disinhibisi2. Ketika reseptor serotonin
diblokir di jalur ini, dopamin akan meningkat. Dengan munculnya dopamin kemudian
terjadilah "disinhibited" dan langsung mengisi reseptor D2, mencegah blokade oleh agen
antipsikotik. Dengan kurangnya blokade D2 di jalur nigrostriatal, efek samping motorik
berkurang (FIGURE 2).2 Namun, disinhibisi dalam jalur nigrostriatal tidak mempengaruhi
blokade dari pengikatan D2 dalam jalur dopamin mesolimbik, disebabkan sedikitnya reseptor
5-HT2A yang berada di jalur dopamin mesolimbic, sehingga aksi antipsikotik tertahan. 2
Menurut hipotesis ini, antipsikotik dikatakan atipikal, saat antagonis 5-HT2A
tumpang-tindih pada antagonis D2, sehingga mengurangi pengikatan D2 mereka, dimana hal
ini cukup untuk menurunkan efek motorik tetapi tidak cukup untuk menurunkan efek
antipsikotik.2
Dopamin
Hipotesis lain dari atipikal adalah, meskipun semua antipsikotik memiliki aksi pada reseptor
D2, blokade dopamin dengan atipikal agen hanya berlangsung cukup lama untuk
menyebabkan aksi antipsikotik namun tidak cukup lama untuk menyebabkan efek samping
yang berkaitan dengan tipikal agents. Secara teoritis, hanya dibutuhkan blokade cepat dari
reseptor D2 untuk menyebabkan aksi antipsikotik, namun cukup lama untuk memunculkan
efek samping motor seperti EPS. Jadi, jika antipsikotik memiliki aksi "hit-and-run", juga
5
disebut disosiasi cepat (rapid dissociation), hal tersebut berdisosiasi dari reseptor D2 setelah
aksi antipsikotik yang terjadi tapi sebelum efek sisi motorik diinduksi.2
Pada FIGURE 3, gigi antipsikotik tipikal cocok dengan alur di reseptor, menghasilkan
ikatan yang erat dan blokade yang tahan lama dengan agents tersebut. Antipsikotik atipikal,
walaupun, menduduki reseptor dengan baik, namun dapat dengan halus kembali keluar, untuk
memukul dan kemudian lari (hit-and-run). Reseptor tersebutkemudian kosong sebentar, untuk
secara alami segera memproduksi dopamin sebelum dosis berikutnya. 2
Menurut hipotesis ini, kurangnya efek samping motorik berasal dari ikatan D2 yang
rendah karena cepatnya disosiasi. Disosiasi cepat terjadi lebih mudah ketika obat memiliki
potensi rendah, agen-potensi rendah (yaitu, yang memerlukan dosis miligram yang lebih
tinggi seperti clozapine dan quetiapine) memiliki disosiasi lebih cepat dari reseptor D2
dibandingkan agen-potensi tinggi (yaitu, yang memerlukan dosis miligram yang lebih rendah
sepertirisperidone), dengan agen potensi menengah seperti olanzapine di tengah. Hirarki ini
sekitar berkorelasi dengan kecenderungan obat ini menyebabkan efek sisi motorik dalam
kelompok antipsikotik atipikal dan hal tersebutlah yang membedakannya dari antipsikotik
tipikal. Perbedaan antara rendah dan tinggi-potensi atipikal antipsikotik ini juga
mengharuskan untuk hati-hati dalam penggunaan dosis, terutama dengan agen-potensi tinggi,
untuk memaksimalkan antipsikotik aksi tetapi meminimalkan efek samping seperti gangguan
gerakan.2
Salah satu konsekuensi dari disosiasi cepat adalah bahwa aksi obat hilang dari
reseptor sampai dosis berikutnya. Dopamin alamiah kemudian dapat menduduki reseptor
untuk sementara sebelum dosis obat selanjutnya.Ada kemungkinan bahwa adanya sedikit
6
Figure 2: mekanisme 'hit and run' pada reseptor Dopamine: obat antipsikosis Tipikal vs Atipikal
dopamin dalam sistem dopamin nigrostriatal diperlukan untuk mencegahefek samping
motorik. Jika dopamin alami cukup tersedia di jalur nigrostriatal untuk meminimalkan efek
samping,tetapi tidak cukup tersedia di sistem dopamin mesolimbik untuk mengaktifkan
kembali psikosis antara dosis, makaobat tersebut dikatakan memiliki komponen dari
antipsikotik atipikal.2
Seksi A, awal pemberian dosis, pasien mengalami psikosis dan belum ada EPS. Seksi B dan
C, pasien menerima dosis obatan antipsikotik tipikal dan sudah tidak
psikotik,tetapimengalami EPS efek dari blockade reseptor D2 yang lama.
Figure 5 secara hipotesis aksi obat antipsikosis atipikal dengan waktu
Seksi A, awal pemberian dosis, pasien mengalami psikosis tanpa EPS. Setelah diberi dosis
antipsikotik atipikal pada seksi B, obat tersebut pada awalnya memblokir reseptor D2,
kemudian melepas kembali. Jumlah reseptor D2 yang diblokir menurun sehingga dosis
seterusnya diberikan pada Seksi C. aksi antipsikotik berlanjut, tidak ada EPS timbul.
7
Figure 3 secara hipotesis aksi obat antipsikosis tipikal dengan waktu
Figure 4 secara hipotesis aksi obat antipsikosis atipikal dengan waktu
II. 4 JENIS-JENIS ANTIPSIKOTIK ATIPIKAL
Berikut adalah jenis-jenis obat antipsikotik atipikal atau Antipsikotik Generasi Kedua menurut golongannya1,3,4:
•Benzamide: Sulpirid
•Dibenzodiazepin: Clozapine, Olanzapine, Quetiapine, Zotepine
•Benzisoxazole: Risperidone, Aripiprazole
Antipsikotik Generasi Kedua (APG II) yang digunakan sebagai 1,3,4,5:
•First line: Risperidone, Olanzapine, Quetiapine, Ziprasidone, Aripiprazole
•Second line: Clozapine
Indikasi pengobatan dari obat antipsikotik atipikal antara lain:
•Sindrom psikosis fungsional, misalnya : skizofrenia, psikosis paranoid
•Sindrom psikosis organik, misalnya: demensia, intoksikasi alkohol
•Indikasi spesifik, misalnya: efektif untuk menurunkan gejala negatif skizofrenia dan terapi osi skizofreniayang tidak berespons dengan obat antipsikotik tipikal.3,5
Beberapa obat antipsikotik atipikal3,5,6
II.4.1 CLOZAPINE
Clozapine adalah obat antipsikotik dari jenis yang baru. Jarang disertai dengan efek
samping yang mirip parkinsonisme dibandingkan antipsikotik tipikal. Bekerja terutama
dengan aktivitas antagonisnya pada reseptor dopamin tipe 2 (D2). Clozapine efektif terhadap
gejala negatif skizofrenia dibandingkan antipsikotik tipikal. Clozapine disertai agranulositosis
pada kira-kira 1 sampai 2 persen dari semua pasien. Memerlukan monitoring hematologis
setiap minggu pada pasien yang diobati dengan clozapine.3,5
Clozapine memiliki potensi yang jauh lebih tinggi sebagai antagonis pada resptor D1,
serotonin tipe 2 (5-HT), dan noradrenergik alfa (khususnya α1). Selain itu clozapin memiliki
aktivitas antagonis pada reseptor muskarinik dan histamin tipe 1 (H1) dan memiliki afinitas
yang tinggi untuk reseptor dopamin tipe 4 (D4).4
Efek samping
8
Ciri clozapine yang membedakannya dari antipsikotik standar adalah tidak adanya efek
merugikan ekstrapiramidal, tidak mempengaruhi sekresi prolaktin dan tidak menyebabkan
galaktorea.Dua efek merugikan yang paling serius dari clozapin adalah
-Agranulositosis
Dengan monitoring klinis yang cermat terhadap kondisi hematologis pasien yang diobati
dengan clozapineakhirnya dapat mencegah kematian dengan mengenali secara awal
gangguan hematologis dan menghentikan pemakaian Clozapine. paling sering terjadi dalam
enam bulan pertama. Peningkatan usia dan jenis kelaminwanita merupakan faktor risiko
tambahan untuk perkembangan agranulositosis akibat clozapine.3,6,7,8
- Kejang
Terapi phenobarbital (luminal) dapat diberikan untuk mengatasi kejang dan clozapin dapat
dimulai kembali pada kira-kira 50 persen dosis sebelumnya. Selanjutnya dinaikkan kembali
secara bertahap. Carbamazepin (Tegretol) tidak boleh digunakan dalam kombinasi dengan
clozapin karena hubungannya dengan agranulositosis.3,6,7,8
Titrasi dan Dosis
Clozapin tersedia dalam bentuk tablet 25 dan 100 mg. Satu mg clozapin ekuivalen dengan
kira-kira 1,5 sampai 2 mg chlorpromazin. Dosis awal biasanya 25 mg, satu atau dua kali
sehari. Dosis awal konservatif adalah 12,5 mg dua kali sehari. Dosis selanjutnya dapat
dinaikkan bertahap (25 mg sehari tiap dua atau tiga hari) sampai 300 mg sehari dalam dosis
terbagi, biasanya dua atau tiga kali sehari. Peningkatan dosis secara bertahap diharuskan,
terutama karena potensi perkembangan hipotensi, sinkop,dan sedasi. Efek merugikan tersebut
biasanya dapat ditoleransi oleh osi jika titrasi dosis dilakukan.3,6,7
Sediaan obat
Nama generik: Clozapine Nama dagang: Clozaril (Novartis), Sizoril (Meprofarm).
Sediaan: tab 25 mg dan tab 100 mg
Dosis anjuran: 25 – 100 mg/hari1
II.4.2 RISPERIDONE
Risperidon adalah Benzisoxazole pertama yang diperkenalkan di Amerika Serikat
untuk terapi Skizofrenia. Afinitasnya bermakna untuk reseptor D2, selain itu, risperidone
merupakan antagonis yang potensialuntuk reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2).1,6,7
Farmakokinetik
9
Risperidone diabsorpsi cepat setelah pemberian oral. Absorpsi risperidone tidak
dipengaruhi oleh makanan dan mencapai kadar puncak kira-kira satu jam setelah pemberian
dan memiliki waktu paruh plasma kira-kira 24 jam. Hidroksilasi merupakan jalur
metabolisme terpenting yang mengubah risperidone menjadi 9-hidroxyl-risperidone yang
aktif.1,4
Studi risperidone dosis tunggal menunjukkan konsentrasi zat aktif dalam plasma yang
lebih tinggi daneliminasi yang lebih lambat pada lanjut usia dan pada osi dengan gangguan
ginjal. Konsentrasi plasma tetap normal pada osi dengan gangguan fungsi hati. 1,4
Farmakodinamik
Risperidone merupakan antagonis monoaminergik selektif dengan afinitas tinggi
terhadap reseptor serotonergik 5HT2 dan dopaminergik D2. Risperidone berikatan dengan
reseptor α1-adrenergik. Risperione tidak memiliki afinitas terhadap reseptor kolinergik.1,4
Meskipun risperidone merupakan antagonis D2 kuat, dimana dapat memperbaiki
gejala positif skizofrenia, hal tersebut menyebabkan berkurangnya depresi aktivitas motorik
dan induksi katalepsi dibanding neuroleptik klasik. Antagonisme serotonin dan dopamin
sentral yang seimbang dapat mengurangi kecenderungan timbulnya efek samping
ekstrapiramidal, ia memperluas aktivitas terapeutik terhadap gejala negatif dan afektif
dariskizofrenia.1,4
Efek samping.
Efek samping seperti sedasi, otonomik dan ekstrapiramidal pada risperidone lebih ringan
disbanding dengan obat antipsikotik tipikal lainnya.6
Dosis.
Hari ke-1 : 2 mg/hari, 1-2 x sehari
Hari ke-2 : 4 mg/hari, 1-2 x sehari
(titrasi lebih rendah dilakukan pada beberapa pasien)
Hari ke-3 : 6 mg/hari, 1-2 x sehari
Dosis umum 4-8 mg per hari. Dosis di atas 10 mg/hari tidak lebih efektif dari dosis yang
lebih rendah dan bahkan mungkin dapat meningkatkan gejala ekstrapiramidal. Dosis di atas
10 mg/hari dapat digunakan hanya pada ositertentu dimana manfaat yang diperoleh lebih
besar dibanding dengan risikonya. Dosis di atas 16 mg/hari belumdievaluasi keamanannya
sehingga tidak boleh digunakan.1
10
II. 4.3 OLANZAPINE
Farmakokinetik
Olanzapine mencapai level puncak di dalam plasma dalam waktu 6 jam dan waktu paruhnya
kira-kira 30 jam.1,6,7
Efek Samping
Efek samping antikolinergik seperti konstipasi dan mulut kering meningkat berhubungan erat
dengan dosis yang digunakan. Tidak menyebabkan leukopeni/agranulositosis seperti pada
clozapine. Olanzapinmenunjukkan peningkatan hepatik transaminase (ALT, AST, GGT)
dosis dependen dan menunjukkan gejalaekstrapiramidal.6,7,8
II. 4.4 QUETIAPINE
Farmakokinetik
Quetiapine secara cepat diabsorbsi sesudah diminum, mencapai konsentrasi puncak di plasma
dalamwaktu 1,5 jam, dimetabolisme oleh hepar. Dengan waktu paruh 6 jam yang terdapat di
dalam batas dosis klinik yang dianjurkan.1
Efek Samping
•Hipertensi
Quetiapine mungkin dapat menyebabkan hipertensi ortostatik dengan gejala-gejala
kedinginan, takikardi dan pada beberapa pasien terjadi sinkop, khususnya selama periode
pemberian dosis inisial.6,7,8
•Katarak
•Liver Secara asimtomatik, transien dan reversibel meningkatkan serum transaminase
(terutama ALT).Efek samping lainnya adalah somnolen, gejala ekstrapiramidal, dan NMS.6
II.4.5 ARIPIPRAZOLE
Sediaan obat:
Nama generik: Aripriprazole
Nama dagang: Abilify (Otsuka)
Sediaan: tab 10-15 mg
Dosis anjuran: 10-15mg/hari1
Efek samping
Efek samping yang dapat terjadi adalah6
11
•Gangguan ekstrapiramidal (insidensnya sangat minimal).
•Penambahan berat badan (sangat minimal).
•Peningkatan QT interval (minimal sampai tidak terjadi).
•Peningkatan kolesterol, glukosa, dan prolaktin (minimal)
Tabel 1: karateristik klinikal dan efek samping obat antipsikotik atipikal
*Frekuensi di tabel ini adalah relatif, tidak absolute dan hanya bisa dibandingkan
diantara baris yang sama.
0 tidak didapatkan atau jarang timbul
+ jarang timbul, efek minimal
++ biasanya timbul, efek sedang
+++ sering timbul, efek kuat1 efek terhadap symptom negative sekunder, bisa lebih hebat dan signifikan
secara klinikal
2 dalam dosis 50-300 mg/dl
3 tergantung dosis
II. 5 EFEK SAMPING SECARA UMUM DARI ANTIPSIKOTIK
II. 5.1 Gejala ekstrapiramidal
12
Gejala ekstrapiramidal timbul akibat blokade reseptor dopamine 2 di basal ganglia (putamen,
nucleus kaudatus, substansia nigra, nukleus subthalamikus, dan globus palidus). Akibatnya,
terjadi ketidakseimbangan mekanisme dopaminergik dan kolinergik sehingga sistem
ekstrapiramidal terganggu. Paling sering disebabkan antipsikotik tipikal potensi tinggi.6,7,8
Gejala ini dibagi dalam beberapa kategori, yaitu:
a. Reaksi Distonia Akut (ADR)
Terjadi spasme atau kontraksi involunter akut dari satu atau lebih kelompok otot
skelet. Kelompok otot yang paling sering terlibat adalah otot wajah, leher, lidah atau
otot ekstraokuler, bermanifestasi sebagai tortikolis, disastria bicara, krisis okulogirik
dan sikap badan yang tidak biasa. Reaksi distonia akut dapat menjadi penyebab utama
dari ketidak patuhan pemakaian obat.6,7,8
b. Akatisia
Akatisia merupakan gejala ekstrapiramidal yang paling sering terjadi akibat
antipsikotik. Terdiri dari perasaan dalam yang gelisah, gugup, keinginan untuk tetap
bergerak dan sulit tidur. Akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik
akibat perasaan tidak nyaman yang ekstrim. Hal ini menjadi salah satu penyebab
ketidakpatuhan pengobatan.6,7,8
c. Sindrom Parkinson
Merupakan gejala ekstrapiramidal yang dapat dimulai berjam-jam setelah dosis
pertama antipsikotik atau dimulai secara berangsur-angsur setelah pengobatan
bertahun-tahun. Manifestasinya meliputi gaya berjalan membungkuk, hilangnya
ayunan lengan, akinesia, tremor dan rigiditas. Terkadang, gejala ini dikelirukan
dengan gejala negatif skizofrenia.5,6,7
d. Tardive Diskinesia
Manifestasi gejala ini berupa gerakan dalam bentuk koreoatetoid abnormal, gerakan
otot abnormal, involunter,mioklonus, balistik, atau seperti tik. Sebagian kasus sangat
ringan dan hanya sekitar 5% pasien memperlihatkan gerakan berat nyata. Faktor
predisposisi meliputi umur lanjut, jenis kelamin wanita, dan pengobatan berdosis
tinggi atau jangka panjang.5,6,7
II. 5.2 Neuroleptic Malignant
Neuroleptic malignant adalah suatu sindrom yang terjadi akibat komplikasi serius
dari penggunaan obat antipsikotik. Sindrom ini merupakan reaksi idiosinkratik yang tidak
13
tergantung pada kadar awal obat dalam darah.Sindrom tersebut dapat terjadi pada dosis
tunggal antipsikotik (phenotiazine, thioxanthene, atau neuroleptikal atipikal). Biasanya
berkembang dalam 4 minggu pertama setelah dimulainya pengobatan. Sindroma Neuroleptik
Maligna dapat menunjukkan gambaran klinis yang luas dari ringan sampai dengan berat.
Gejala disregulasiotonom mencakup demam, diaphoresis, tachipnea, takikardi dan tekanan
darah meningkat atau labil. Gejala ekstrapiramidal meliputi rigiditas, disfagia, tremor pada
waktu tidur, distonia dan diskinesia.5.6,7
II. 5.3 Peningkatan berat badan
Paling sering karena pengobatan antipsikotik atipikal. Nafsu makan yang meningkat erat
kaitannya dengan blokade reseptor alpha1-adrenergic dan Histaminergic.5,6,7
II. 5.4 Peningkatan prolactin
Blokade reseptor dopamine 2 di hipotalamus menyebabkan berkurangnya pembentukan
prolactin release factor. Akibatnya, faktor inhibitor prolaktin ke hipofisis berkurang sehingga
terjadi peningkatan kadar prolaktin. Pada perempuan didapati sekresi payudara, sedangkan
pada pria didapati ginekomasti.5,6,7,8
II. 5.5 Efek blokade reseptor kolinergik
- Pandangan kabur - Mulut kering (kecuali clozapin yang meningkatkan salvasi)
- Penurunan kontraksi otot polos sehingga terjadi konstipasi dan retensi urin. 5,7
II. 5.6 Efek blokade reseptor adrenergik:
Hipotensi ortostatik5,7
III. KESIMPULAN
14
Pengunaan dengan obat generasi kedua atau antipsikotik atipikal memberikan
keunggulan diantaranya :
Efek samping yang minimal (kurang)
Selain gejala positif, juga dapat memperbaiki gejala negatif seperti gangguan perasaan
(afek tumpul, respons emosi minimal), gangguan hubungan sosial (menarik diri, pasif,
apatis), gangguan proses fikir ( lambat, terhambat ), isi pikiran yang stereotip dan
tidak ada inisiatif, perilaku yang sangat terbatas dan cenderung menyendiri (abulia).
Pemakaian obat antipsikotik dapat meningkatkan angka remisi dan meningkatkan
kualitas hidup penderita skizofrenia karena dapat mengembalikan fungsinya dalam
masyarakat. Kualitas hidup seseorang yang menurun dapat dinilai dari aspek
occupational dysfunction,social dysfunction, instrument skill deficits, self-care dan
independent living.8
IV. DAFTAR PUSTAKA
15
1. Arosal W, Gan S. Psikotropik. Dalam : Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. Halaman 161-9
2. Stephen M. Stahl, M.D., Ph.D.Describing an Atypical Antipsychotic:Receptor
Binding and Its Role in Pathophysiology, Primary Care Companion J Clin Psychiatry
2003
3. Rosdiana. ; Obat Antipsikotik [Online] September 2011 [cited september 2012];
Available from: www.artikelkedokteran.com/865/obat-antipsikotik.html
4. J.J. Sheehan*, J.K. Sliwa, J.C. Amatniek, A. Grinspan and C.M. Canuso, Atypical
Antipsychotic Metabolism and Excretion, Current Drug Metabolism, 2010, 11, 516-
525
5. Farah A. Atypicality of Atypical Antipsychotics [ online ] July 2005 [ cited Mei 2005]
Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/pmc 1324958/
6. Shitij kapur and Gary Remington, ATYPICAL ANTIPSYCHOTICS: New
Directionsand New Challenges in the Treatment of Schizophrenia.Annu. Rev. Med.
2001. 52:503–17
7. DAVID J. MUZINA, MD, MANU MATHEWS, MDAtypical antipsychotics:New
drugs, new challengesCLEVELAND CLINIC JOURNAL OF MEDICINE VOLUME
74 • NUMBER 8 AUGUST 2007.
8. René Bridler, Daniel UmbrichtPsychiatric University Hospital Zurich, Atypical
antipsychoticsin the treatment of schizophreniaSWISS MED WKLY 2 0 0 3 ; 1 3 3 : 6
3 – 7 6 · www.smw.ch
9. Pridmore, S. Chapter15. Antiphsychotic. [online] 8 maret 2013. [cited maret 2013].
Available from: http://utas.edu.au/287\
16
17