Download - Refarat Trombosus Sinus Venosus
Refarat
TROMBOSIS SINUS VENOSUS
Oleh :
DIO KUSBANDIAR PRIJADI
MAICHEL YORGEN
MASA KKM 12 JANUARI – 15 FEBRUARI 2015
BAGIAN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2015
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Trombosis sinus venosus pertama kali dijelaskan pada abad ke-19 dan dianggap sebagai
kondisi langka dengan prognosis yang fatal. Iskemia serebri, biasanya disebabkan oleh gangguan
suplai darah arterial otak. Keadaan ini dapat pula disebabkan oleh gangguan aliran darah vena,
meskipun sangat jarang. Jika vena serebri tersumbat, volume darah dan tekanan vena meningkat
di daerah otak yang normalnya dialirkan. Perbedaan tekanan arteriovenosa pada kapilar serebral
menurun (aliran darah yang masuk terhambat), menimbulkan penurunan perfusi dan dengan
demikian menurunkan suplai oksigen dan nutrii. Secara simultan, gradient tekanan transkapiler
meningkat, menyebabkan peningkatan pergerakan air dari kapiler ke jaringan sekitarnya (edema
vasogenik). Neuron pada jaringan otak yang terkena kehilangan kemampuan untuk berfungsi
normal dan jika masalah ini menetap neuron tersebut mati. Infark venosus biasanya disertai
ruptur pembuluh darah kecil (kemungkinan vena) di zona infark, menyebabkan perdarahan
intraparenkimal.1
Walaupun serebral sinus venosus merupakan kasus yang jarang namun ini sangat penting
untuk dipertimbangkan karena potensi perkembangan penyakitnya yang dapat menyebabkan
kematian. Pengetahuan mengenai anatomi sistem vena adalah penting untuk mengevaluasi
pasien dengan trombosis sinus venosus, dimana manifestasi klinis yang muncul sangat
bervariasi dan berhubungan dengan lokasi terbentuknya trombus di sinus venosus. Trombosis
sinus vena serebral (CVST) adalah adanya trombosis (gumpalan darah) dalam sinus vena dural,
yang mengalirkan darah dari otak. Gejala umum termasuk sakit kepala, penglihatan tidak
normal, gejala stroke seperti kelemahan wajah dan anggota badan pada satu sisi tubuh, dan
kejang. Diagnosa dapat ditegakan dengan CT-SCAN atau magnetic resonance imaging (MRI)
menggunakan radio contrast untuk menunjukkan obstruksi sinus vena oleh trombus.2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Anatomi Vaskular Sistem Saraf Pusat3
Suplai darah serebral berasal dari arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Arteri
karotis interna pada kedua sisi menghantarkan darah ke otak melalui percabangan utamanya,
arteri serebri media dan arteri serebri anterior serta arteri khoroidalis anterior (sirkulasi anterior).
Kedua arteri vertebralis bergabung di garis tengah pada batas kaudal pons untuk membentuk
arteri basilaris, yang menghantarkan darah ke batang otak dan serebelum, serta sebagian
hemisfer serebri melalui cabang terminalnya, arteri serebri posterior (sirkulasi posterior).
Sirkulasi anterior dan posterior berhubungan satu dengan lainnya melalui sirkulasi anteriosus
Willisi. Terdapat pula banyak hubungan anastomosis lain diantara arteri-arteri yang mendarahi
otak, dan antara sirkulasi intracranial dan ekstrakranial; sehingga oklusi pada sebuah pembuluh
darah besar tidak selalu menimbulkan stroke karena jaringan otak di bagian distal oklusi
mungkin mendapatkan perfusi yang adekuat dari pembuluh darah kolateral.
Darah vena otak mengalir dari vena profunda serebri dan vena superfisialis serebri
menuju sinus venosus duramater, dan disinilah menuju ke vena jugularis interna kedua sisi, yang
mana akan membawa darah kembali ke jantung.
Gangguan jangka panjang pada aliran darah ke salah satu bagian otak menyebabkan
hilangnya fungsi dan akhirnya terjadi nekrosis iskemik jaringan otak (infark serebri). Iskemik
serebri umumnya bermanifestasi sebagai defisit neurologis dengan onset tiba-tiba (oleh sebab itu
disebut dengan stroke), akibat hilangnya fungsi bagian otak yang terkena. Namun, kadang-
kadang defisit muncul secara bertahap dan bukan tiba-tiba. Penyebab iskemik tersering pada sisi
arteri sirkulasi serebral adalah emboli (biasanya berasal dari jantung atau dari plak ateromatosa,
misalnya di aorta atau bifurkasio karotidis) dan oklusi langsung pembuluh darah yang berukuran
kecil atau menengah oleh arteriosklerosis (mikroangiopati serebral, biasanya akibat hipertensi.
Iskemik serebral juga dapat terjadi akibat gangguan drainase vena (thrombosis vena serebral
atau thrombosis sinus venosus).
Penyebab lain sindrom stroke adalah perdarahan intrakranial, yang dapat terjadi ke parenkim
otak itu sendiri (perdarahan intraserebral) atau ke kompartemen meningeal sekitarnya
(perdarahan dan hematoma subarachnoid , subdural dan epidural).
3
Suplai darah medulla spinalis terutama diperoleh dari arteri spinalis anterior yang tidak
berpasangan dan sepasang arteri spinalis posterolateralis. Arteri spinalis anterior menerima
kontribusi dari berbagai arteri segmentalis. Seperti pada otak, medulla spinalis dapat mengalami
kerusakan akibat perdarahan atau iskemia yang berasal dari arteri atau vena.
Defenisi4
Sinus dura atau sinus venosus merupakan aliran dari vena-vena superfisialis dan profunda
serebri. Sinus dura tersebut terdiri dari : Sinus venosus kranialis, Sinus sagitalis superior, Sinus
rectus, Sinus transverses, Sinus sigmoideus, Sinus kavernosus. Terjadinya oklusi pada salah satu
daerah sinus venosus yang disebabkan oleh thrombus disebut dengan cerebral sinus venosus
thrombosis. Bagian sinus yang paling sering terkena adalah sinus sagitalis superior (72%) dan
sinus lateral (70%). Dalam sepertiga kasus lebih dari satu sinus yang terlibat namun juga dapat
melebitkan lebih dari satu sinus dan pada kasus yang lebih lanjut lagi disertai dengan keterlibatan
vena-vena serebri.
Nama lain yang juga sering digunakan untuk menyebutkan thrombosis cerebral sinus venosus
yaitu :
- Cerebral venous thrombosis (CVT)
- Cerebral vein thrombosis
- Cerebral venous and sinus thrombosis
- Cerebral venous sinus thrombosis (CVST)
- Cerebral sinovenous thrombosis (CSVT)
- Cerebral vein and dural sinus thrombosis
- Sinus and cerebral vein thrombosis
Etiologi
Faktor pencetus dapat diidentifikasi pada 80% pasien CSVT. Sejumlah kondisi dapat
menyebabkan atau mencetuskan terjadinya CVST dan sering lebih dari satu penyebab yang akan
4
ditemukan pada seorang pasien. Faktor pencetus tersebut antara lain koagulopati seperti
defesiensi protein C dan protein S, defesiensi faktor V, dan antibody kardiolipin, serta
penggunaan kontrasepsi oral, merokok, terapi steroid, dehidrasi, penyakit autoimun seperti
penyakit Behcet dan penyakit Crohn, serta puerpurium.5
Pada anak baru lahir (newborn) faktor pencetus tersering adalah infeksi seperti otitis,
mastoiditis dan sinusitis.
Epidemiologi
Trombosis sinus venosus jarang terjadi . Perkiraan 3-4 kasus kejadian per 1 juta orang
dewasa per tahun. Walaupun mungkin terjadi pada semua kelompok umur, namun sekitar 75 %
paling sering terjadi pada kelompok usia perempuan pada dekade ketiga.6 Sebuah laporan tahun
1973 menemukan bahwa CVST dapat ditemukan pada otopsi (pemeriksaan tubuhsetelah
kematian) di sembilanpersen dari semua orang. Banyak dari mereka yang berusia tua dan
memiliki gejala-gejala neurologis pada periode menjelangkematian mereka, dan banyak
ditemukan menderit agagal jantung bersamaan dengan penyakit CVST.7
Patofisiologi2
Patofisiologi penting untuk membedakan antara thrombosis pada arteri atau pada vena.
CVT dideskripsikan sebagai proses yang berkelanjutan yang mana terjadi gangguan
keseimbangan proses prothrombotik dan trombolitik, mengarah kepada perkembangan waktu
terjadinya thrombus di venous. Perkembangan yang lambat dari thrombus dan aliran pembuluh
vena kolateral yang baik mungkin dapat menjelaskan perkembangan onset hingga timbul gejala
yang biasanya dapat terjadi setelah beberapa minggu atau beberapa bulan. Onset yang tiba-tiba
bagaimanpun juga dapat terjadi.
Obstruksi dari aliran darah karena bekuan darah di vena menyebabkan terbendungnya
darah dan meningkatkan tekanan darah di pembuluh darah yang sebelumnya telah obstruksi.
Peningkatan tekanan mengakibatkan pembengkakan bagian dari serebri, sehingga menghasilkan
sakit kepala. Tekanan tersebut dapat merusak jaringan otak, sehingga menyebabkan gejala
seperti stroke. Peningkatan tekanan dari pembuluh darah dapat juga menyebabkan terjadinya
ruptur pembuluh darah dan perdarahan ke dalam otak yang disebut serebral hemorarhage. Ini
mengacu pada venous hemorrhage infarction atau venous hemorrhage stroke. Itu dapat mengarah
5
kepada kerusakan jaringan otak yang lebih lanjut. Lebih dari sepertiga pasien dengan CVT
mengalami perdarahan.
Manifestasi Klinis5,8
Obstruksi pada pembuluh darah dapat menyebabkan meningkatkan tekanan darah dalam
pembuluh darah otak.. Hal ini seperti air di depan bendungan. Peningkatan tekanan
menyebabkan pembengkakan bagian otak, yang mengakibatkan sakit kepala. Tekanan yang
tinggi dapat merusak jaringan otak, yang menyebabkan gejala seperti stroke. Tekanan yang
meningkat juga dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah dan perdarahan ke dalam otak.
Manifestasi klinis dari trombosis sinus venosus sangat bervariasi tergantung pada lokasi
dan luas oklusi vena, proses terjadinya oklusi serta tingkat drainase kolateral yang tersedia. Pada
satu pasien , oklusi yang relatif terbatas dapat menimbulkan perdarahan intraparenkimal luas,
sedangkan pada pasien lain, oklusi yang luas dapat hampir tidak menimbulkan gejala.
Efek trombosis sinus venosus terhadap status mental agak bervariasi, terhadap beberapa
pasien tidak menunjukkan perubahan pada kesadaran, pada perkembangan yang lain dapat
berkembang menjadi mid confuse dan proses lebih lanjut dapat terjadi koma. Pada gangguan
nervus kranialis dapat ditemukan papilledema, hemianopia dan parese abducens, kelemahan
wajah dan keadaan tuli. Jika trombosis menyebar ke vena jugular, dapat berkembang melibatkan
nervus kranialis IX,X,XI dan XII dengan sindrom vena jugular. Trombosis pada sinus sagitalis
superior dapat menimbulkan paralysis unilateral yang kemudian dapat menyebar ke sisi bagian
yang lain (paraplegia). Trombosis sinus cavernosus dapat menghambat vena optalmica yang
berhubungan dengan proptosis dan edema periorbital ipsilateral. Perdarahan retina dan
papiledema juga dapat terjadi. Paralysis dari gerakan extraocular, ptosis dan menurunnya sensasi
rasa adalah bagian pertama dari gangguan nervus trigeminal. Secara umum berikut beberapa
gejala yang mungkin terjadi :
- Onset dapat tiba-tiba atau perlahan-lahan selama beberapa jam atau beberapa hari
- Sakit kepala
- Mual dan muntah
- Pandangan kabur
6
- Defisit neurologis fokal : hemipareses dan hemisensoris, kejang, kelemahan berbicara
(afasia), heminanopia, confuse, penurunan kesadaran.
- Peningkatan tekanan intrakranial : papiledema
Pada kasus-kasus thrombosis sinus venosus, perburukan klinis yang nyata dapat terjadi
pada waktu yang sangat singkat, kemungkinan dalam beberapa jam. Keadaan tersebut biasanya
diakibatkan keterlibatan vena internae serebri atau perdarahan intraparenkim yang luas.
Diagnostik5,9
Diagnosis thrombosis sinus venosus umumnya sulit bahkan bila menggunakan metode
pencitraan modern seperti CT, MRI dan digital substraction angiography (DSA). Diagnosis dapat
ditegakan berdasarkan gejala, misalnya kombinasi sakit kepala, tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial dan kelainan neurologis fokal, atau ketika penyebab alternatif sakit kepala dan
kelainan neurologi, seperti perdarahan subarachnoid dan stroke, telah disingkirkan. Selain gejala-
gejala tersebut, untuk menegakan diagnosis diperlukan pencitraan melalui radio diagnostik,
seperti:
Computed Tomography (CT)
Gambaran langsung yaitu adanya bekuan darah pada vena serebral dengan CT scan non
kontras dikenal dengan dense clot sign. Keadaan normal vena terlihat lebih terang dibandingkan
jaringan otak Gambaran pada trombosis vena korteks terlihat sebagai garis linier atau cord-like
density, yang dikenal sebagai cord sign. Istilah lain yang sering digunakan adalah dense vessel
sign.
7
Gambaran Dense Cloth Sign
Penemuan yang terlihat pada CT Scan dengan penyangatan kontras adalah empty delta.
Tandanya adalah daerah segitiga penyangatan dengan atenuasi rendah di tengahnya, yang
merupakan trombosis sinus. Penjelasan yang sangat mungkin adalah bahwa penyangatan vena
dura pada sirkulasi kolateral di sekitar trombosis sinus menyebabkan daerah bagian tengah
atenuasinya rendah. Pada trombosis awal empty delta sign bisa tidak ada dan akan hilang setelah
dua bulan karena adanya rekanalisasi di dalam trombus.
Gambaran Empty Delta Sigh
Magnetic Resonance Imaging (MRI).
MRI saat ini merupakan teknik diagnostic terpenting untuk evaluasi aliran vena di otak.
Pemeriksaan ini menunjukkan vena pada berbagai bidang, dan dilakukan dengan sekuens
sensitive-aliran untuk memperlihatkan aliran intravena. Resolusinya cukup tinggi sehingga vena
internae serebri dapat terlihat dengan baik.
MRI juga memungkinkan visualisasi parenkim otak. Lokasi dan gambaran lesi
parenkimal dapat memberikan petunjuk mengenai lokasi obstruksi vena: oklusi venae interna
serebri, misalnya menimbulkan lesi talamik yang khas, sedangkan thrombosis sinus tranversus
menimbulkan lesi khas di lobus temporalis. Namun, kekuatan diagnostic MRI oleh varian
anatomi pembuluh darah otak dan juga oleh beberapa efek yang berkaitan dengan aliran yang
8
hingga saat ini belum dipahami. Karena itu, MRI tidak dapat mendeteksi semua kasus
thrombosis sinus venosus, dan kadang-kadang dapat memberikan hasil positif palsu. Selain itu,
pemindaian MRI pada pasien yang tidak kooperatif atau tidak sadar kadang-kadang sangat sulit
dan hasil gambarannya memiliki makna diagnostik yang rendah. Pada kasus ekstrim, pasien
harus dilakukan pemeriksaan dengan anastesia umum.
Gambaran pada MRI
Digital Substraction Angiography (DSA) intra-arterial.
Angiografi atau DSA intra-arterial dulu satu satunya metode diagnosis thrombosis sinus
venosus dengan pasti. Sayangnya, keterbatasan kegunaan metode ini terbatas pada kondisi yang
persis sama dengan metode lain gagal menunjukan temuan yang konklusif. DSA tidak lagi
digunakan untuk diagnosis thrombosis sinus venosus, kecuali pada kasus-kasus yang jarang,
karena menimbulkan komplikasi yang lebih tinggi dibandingkan MRI.
Penemuan arteriografi termasuk diantaranya tidak terlihatnya sinus karena oklusi,
kongesti vena dengan dilatasi vena korteks, skalp atau vena fasial; pembesaran vena kecil dari
9
kolateralisasi; dan pembalikan aliran vena. Fase vena pada angiografi serebral akan terlihat
filling defect pada trombosis. Oleh karena sangat bervariasinya struktur vena serebral dan
resolusi yang inadekuat, CT atau MRI bisa tidak memberikan gambaran yang adekuat dari vena
yang dimaksud terutama vena korteks dan pada beberapa keadaan struktur vena profunda.
Hipoplasi atau atresia vena serebri sinus dural bisa memberikan hasil yang tidak meyakinkan
pada MRV atau CTV dan diperjelas dengan angiografi serebral fase vena. Trombosis vena
korteks dan sinus dural akut secara khas menyebabkan kelambatan sirkulasi vena serebral dan
angiografi serebral akan memperlihatkan lambatnya visualisasi struktur vena serebral.
Normalnya, awal vena menjadi opak adalah 4-5 detik setelah injeksi bahan kontras melalui arteri
karotis dan opasitas komplet sistem vena serebral adalah 7-8 detik. Apabila vena serebral atau
sinus dural tidak tervisualisasi pada urutan normal angiografi serebral, dicurigai kemungkinan
adanya trombosis akut.
Terapi5,6,10
Terdapat beberapa percobaan terepeutik pada thrombosis sinus venosus yaitu dengan
pemberian antitrombotik yang termasuk heparin, thrombolysis dan antikoagulan oral.
Intervenous heparin merupakan penangan lini peretama, bahkan jika terjadi perdarahan
intraparenkimal akibat trombosis sinus venosus. Pada kasus tersebut, interpretasi perdarahan
secara tepat sebagai akibat thrombus sangat penting, karena jika tidak demikian merupakan
kontraindikasi absolut pemberian antikoagulasi. Teknik fibrinolitik tidak terlihat bermakna pada
terapi thrombosis sinus venosus. Reseksi beda pada perdarahan vena tidak diindikasikan.
Antikoagulasi terapeutik diduga menghambat progresivitas trombosis sinus venosus,
untuk membuka jalur kolateral vena dan untuk memperbaiki mikrosirkulasi. Heparin intravena
diberikan pada fase akut, kemudian diganti dengan antikoagulan oral selama enam bulan
kemudain. Pemeriksaan follow-up dilakukan untuk mendeteksi rekurensi dini, terutama bila
terdapat faktor resiko yang telah diketahui. Pasien yang diketahui mengalami trombus sinus
venosus karena gangguan hiperkoagulasi yang mendasarinya harus mendapat antikoagulasi
terepeutik seumur hidup.
10
Selanjutnya dapat diberikan terapi simptomatik sesuai dengan gejala yang ada seperti
pemberian antikonvulsan untuk menangani kejang, penanganan untuk menurunkan tekanan
intrakranial, kontrol agitasi psikomotorik dan pemberian analgetik.
Untuk trombolysis, pada tahun 2006 European Federation of Neurological Societies
guedline merekomendasikan trombolysis hanya digunakan pada pasien yang semakin memburuk
walaupun telah diberi terapi yang adekuat, dan penyebab-penyebab lain yang memperberat telah
dieliminasi. Perdarahan di otak dan di bagian tubuh yang lain adalah perhatian utama
digunakannya trombolysis. American guidline tidak memberikan rekomendasi sama sekali untuk
pemberian trombolysis, penelitian yang lebih dalam masih dibutuhkan dalam hal ini..
Prognosis
Perjalanan spontan thrombosis sinus venosus tidak jelas. Dahulu pernah diduga sebagian
kasus fatal, kemungkinan karena sebagian besar kasus oklusi yang tidak terlalu berat tidak
terdeteksi dan hanya kasus-kasus yang berat akhirnya terdiagnosis. Oklusi sinus rektus dan/atau
vena internae serebri sangat berbahaya; tipe obstruksi vena umumnya sangat letal, karena sering
menyebabkan nekrosis pada diensefalon yang luas hingga mengancam jiwa. Obstruksi ini juga
dapat perdarahan serebelum dengan efek massa. Sinus rectus dan vena internae serebri kadang-
kadang mengalami thrombosis terisolasi, tetapi umumnya terjadi pada fase lanjut progresivitas
thrombosis luas pada sinus venosus lainnya.11
Prognosis thrombus sinus venosus semakin membaik sejak adanya antikoagulasi
terapeutik dengan heparin. Sekitar 86% pasien mengalami perbaikan fungsional yang lengkap.
Kematian sekitar 18% dari kasus CVT. Faktor penyebab yang berat memberikan prognosis yang
buruk. Kemungkinan terajdinya rekurrensi sekitar 12% dan 14% dapat terjadi proses CVT
di bagian yang lain dari sinus. Secara umum prognosis CVT adalah baik.5
Pada tahun 2004 dilakukan penelitian dalam skala cukup besar tentang prognosis yang
dapat terjadi pada kasus ini. Hasil tersebut dilaporkan bahwa pada 16 bulan pertama sekitar
57,1% paiesn yang diterapi dapat sembuh total, 29,5% memiliki gejala sisa yang ringan,2,9%
memiliki gejala neurologi yang berat, dan 8,3% meninggal. Kerusakan parah atau kematian lebih
mungkin pada mereka yang berusia lebih dari 37 ahun, laki-laki, dipengaruhi oleh koma,
11
gangguan status mental, perdarahan intraserebral, trombosis dari sistem vena serebral dalam,
infeksi sistem saraf pusatdan kanker.11
KESIMPULAN
Trombosis sinus venosus merupakan kondisi yang jarang terjadi, dan memiliki manifestasi klinis
yang bervariasi. Dimana setelah 5 hingga 10 tahun untuk mendapatkan diagnosis yang pasti
karena ketidaktersediaan alat daignostik yang invansif. Gejala klinis dari trombosis sinus
venosus sangat bervariasi sehingga banyak kasus yang tidak terdeteksi. Trombosis sinus venosus
dapat terjadi pada semua usia, namun lebih sering pada wanita khususnya usia 20-35 tahun,
terlebih wanita hamil, puerperium dan yang menggunakan kontrasepsi oral. Heparin adalah
penanganan lini pertama pada trombosis sinus venosus sedangkan trombolysis hanya diberikan
pada kasus-kasus yang berat yang tidak teratasi walaupun diberikan terapi yang adekuat.
12
Sedangkan menrut America Guidline trombolysis tidak boleh diberikan pada trombosis sinus
venosus. Umumnya prognosis dari trombosis sinus venosus adalah baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. N. Laín Terés, A. Julián Jiménez, A. B. Núñez Acebes, etc, Cerebral venous thrombosis.A real issue for the emergency department. emergencias 2007;19:99-103.
2. Stam J. "Thrombosis of the cerebral veins and sinuses". N. Engl. J. Med.;352 (17) 2005: 1791–8.
3. Syaifuddin,Haji. Anatomi fisiologis mahasiswa kedokteran. Jakarta 2006. Penerbit:EKG
4. Bousser MG, Ferro JM. Cerebral venous thrombosis: an update. Lancet Neurol.2007; 6:162–170.
5. Saposnik G et al. Diagnosis and management of cerebral venous thrombosis. A statement for healthcare professionals from the American Heart Association/American Stroke Association. Stroke 2011;42 :1158-92
13
6. Einhäupl K, Bousser MG, de Bruijn SF, et al. "EFNS guideline on the treatment of cerebral venous and sinus thrombosis". Eur. J. Neurol.2006.13 (6): 553–9
7. Towbin A. "The syndrome of latent cerebral venous thrombosis: its frequency and relation to age and congestive heart failure" (PDF). Stroke. 1973: 419–30.
8. Bruno M et al. Venous Thromboembolic Events After Cerebral Vein Thrombo-sis. Stroke. 2010;41:1901-1906.
9. Smith R, Hourihan MD (2007). "Investigating suspected cerebral venous thrombosis". BMJ334 2007: 794–5
10. Stam J, De Bruijn SF, DeVeber G. Stam, Jan, ed. "Anticoagulation for cerebral sinus thrombosis". Cochrane Database Syst Rev (4) 2002: CD002005
11. Stephan Moll, MD. Sinus and Cerebral Vein Thrombosis. Department of Medicine Division of Hematology-Oncology University of North Carolina. Clot connect: 2011.
12. Ferro JM, Canhão P, Stam J, Bousser MG, Barinagarrementeria F. "Prognosis of cerebral vein and dural sinus thrombosis: results of the International Study on Cerebral Vein and Dural Sinus Thrombosis (ISCVT)". Stroke35 (3) 2004: 664–70.
14