Download - Referat Dengue Shock Syndrome
7/27/2019 Referat Dengue Shock Syndrome
http://slidepdf.com/reader/full/referat-dengue-shock-syndrome 1/21
1
BAB I
PENDAHULUAN
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus dengue dengan manisfestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri
sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik.
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18, seperti yang dilaporkan oleh David
Bylon, seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan
penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari kadang-kadang disebut juga sebagai
demam sendi. Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit
ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Pola penyebaran penyakit infeksi virus
Dengue sejak 1780-1949 memiliki kecenderungan epidemik dan banyak di daerah tropis.1-6
Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling banyak
dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh dunia, dilaporkan angka
kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta dan angka kematian berkisar 24.000. Sejak tahun 1952
infeksi virus dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang
ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara lain seperti Thailand, Malaysia
dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan
jumlah kematian yang sangat tinggi.1-5
Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock
syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh tanda renjatan atau syok dapat
berakibat fatal. Kegawatdaruratan DBD dinyatakan sebagai salah satu masalah kesehatan
global.1-3
7/27/2019 Referat Dengue Shock Syndrome
http://slidepdf.com/reader/full/referat-dengue-shock-syndrome 2/21
2
BAB II
PEMBAHASAN
Sindrom Syok Dengue
Spektrum klinis infeksi virus dengue bervariasi tergantung dari faktor yang
mempengaruhi daya tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus.
Dengan demikian infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam,
mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile
illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD)
dan Sindrom Syok Dengue (SSD).1-3
2.1 Definisi
Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah keadaan klinis yang memenuhi kriteria DBD
disertai dengan gejala dan tanda kegagalan sirkulasi atau syok. SSD adalah kelanjutan dari DBD
dan merupakan stadium akhir perjalanan penyakit infeksi virus dengue, derajat paling berat, yang
berakibat fatal.1-3
2.2 Etiologi
Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4 serotipe virus
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan DEN-3
serotype terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe
yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang,
sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut.
Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama
hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di
Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit
menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe
DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan menunjukkan manifestasi klinik
yang berat.1-3
Penularan terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama Aedes aegypti dan
A.albopictus). Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
7/27/2019 Referat Dengue Shock Syndrome
http://slidepdf.com/reader/full/referat-dengue-shock-syndrome 3/21
3
dengue, yaitu manusia, virus dan vektor perantara. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung
virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus
yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation
period ) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus
dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovarial transmission). Sekali
virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat
menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa
tunas 46 hari (intrinsic incubation period ) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari
manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang
mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.1,2
2.3 Epidemiologi
Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling banyak
dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh dunia, dilaporkan angka
kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta kasus dan angka kematian berkisar 24.000 jiwa. Sampai
saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan
adanya kejadian luar biasa. Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada
tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk (1989-1995). Mortalitas DBD
cenderung menurun hingga 2% tahun 1999.1-5
Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada
suhu yang panas (28-32°C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan
hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di
setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa
pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus
terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.2
2.4 Patogenesis
Patogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang
banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan
hipotesis immune enhancement .1-3
7/27/2019 Referat Dengue Shock Syndrome
http://slidepdf.com/reader/full/referat-dengue-shock-syndrome 4/21
4
Hipotesis secondary heterologous infection menyatakan bahwa pasien yang mengalami
infeksi berulang dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih
besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan
mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan membentuk kompleks antigen antibodi
kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh
karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas
melakukan replikasi dalam sel makrofag (respon antibodi anamnestik).1-3
Dalam waktu beberapa hari terjadi proliferasi dan transformasi limfosit dengan
menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Terbentuknya virus kompleks antigen-
antibodi mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5), melepaskan C3a dan C5a menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga plasma merembes ke ruang
ekstravaskular. Volume plasma intravaskular menurun hingga menyebabkan hipovolemia hingga
syok.1-3
Gambar 2. Imunopatogenesis Infeksi Virus Dengue
Hipotesis kedua antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan
meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan
terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan
7/27/2019 Referat Dengue Shock Syndrome
http://slidepdf.com/reader/full/referat-dengue-shock-syndrome 5/21
5
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan perembesan plasma
kemudian hipovolemia dan syok. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan
kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi
pleura, asites). Virus dengue dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus
mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik
dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan
viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah.1,2
Gambar 3. Patogenesis terjadinya perdarahan dan syok pada DBD
Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan
agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh
darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit
terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit
mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin diphosphat), sehingga trombosit melekat satu sama
lain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticuloendothelial system)
sehingga terjadi trombositopenia. Kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi
trombositopenia justru menunjukkan kenaikan sebagai mekanisme kompensasi stimulasi
trombopoesis saat keadaan trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan
7/27/2019 Referat Dengue Shock Syndrome
http://slidepdf.com/reader/full/referat-dengue-shock-syndrome 6/21
6
pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID/koagulasi
intravaskular diseminata), ditandai dengan peningkatan FDP ( fibrinogen degradation product )
sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.2,3
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga
walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi
koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin
sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok.
Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor
pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler.
Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.2,3
2.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya
tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus sehingga dapat bersifat
asimptomatik, atau berupa demam yang tidak khas (undifferentiated fever ), demam dengue
(DD), demam berdarah dengue (DBD) atau sindrom syok dengue (SSD).1-3
Masa inkubasi dalam tubuh manusia selama 4-6 hari (rentang 3-14 hari) timbul gejala
prodromal yang tidak khas berupa nyeri kepala, tulang belakang, dan merasa lemas.1
Gambar 4. Menifestasi Infeksi Virus Dengue
7/27/2019 Referat Dengue Shock Syndrome
http://slidepdf.com/reader/full/referat-dengue-shock-syndrome 7/21
7
Demam Dengue
Gejala klasik ialah gejala demam tinggi mendadak, kadang-kadang bifasik ( saddle back
fever ), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot, tulang, atau sendi, mual, muntah
dan timbulnya ruam. Ruam berbentuk makulopapular yang bisa timbul pada awal penyakit (1-2
hari) kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari ke-6
atau ke-7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Selain itu, dapat juga ditemukan
petekie. Pada keadaan wabah telah dilaporkan adanya demam dengue yang disertai dengan
perdarahan seperti epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuri, dan
menoragi.1-4
Demam Berdarah Dengue
Bentuk klasik ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai dengan muka
kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual dan muntah
sering ditemukan. Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah
tulang iga. Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple Leede) positif,
kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena. Kebanyakan kasus, petekie
halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatum mole, yang biasanya
ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan,
perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar
dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae kanan. Masa kritis dari
penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang
sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus
dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus
berat penderita dapat mengalami syok.1-4
Sindrom Syok Dengue
Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3 sampai hari
sakit ke-7. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok yang
ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat-lemah, tekanan nadi
<20mmHg, hipotensi, pengisian kapiler terlambat dan produksi urin yang berkurang.
Kebanyakan pasien masih tetap sadar sekalipun sudah mendekati stadium akhir. Bila terlambat
7/27/2019 Referat Dengue Shock Syndrome
http://slidepdf.com/reader/full/referat-dengue-shock-syndrome 8/21
8
diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok berat dengan berbagai
penyulitnya seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran cerna. infeksi (pneumonia,
sepsis, flebitis) dan terlalu banyak cairan (overhidrasi), manifestasi klinik infeksi virus yang
tidak lazim seperti ensefalopati dan gagal hati. Pada masa penyembuhan yang biasanya terjadi
dalam 2-3 hari, kadang-kadang ditemukan sinus bradikardi atau aritmia, dan timbul ruam pada
kulit. Tanda prognostik baik apabila pengeluaran urin cukup dan kembalinya nafsu makan.1-4
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk screening dengan periksa kadar hemoglobin
(Hb), hematokrit (Ht), trombosit, leukosit. Pemeriksaan sediaan apus darah tepi menunjukkan
limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru. Kadar leukosit dapat normal atau
menurun Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (>45% jumlah leukosit total) disertai
limfosit plasma biru (LPB >15% total leukosit) yang pada fase syok akan meningkat. Trombosit
umumnya menurun pada hari ke-3 hingga ke-8. Pemeriksaan hematokrit untuk menentukan
kebocoran plasma dengan peningkatan kadar hematokrit >20% kadar hematokrit awal.1,2
Diagnosis pasti dapat tegak bila didapatkan hasil isolasi virus dengue (cell culture) atau
deteksi antigen virus RNA dgn teknik Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction namun
teknik ini rumit. Pemeriksaan lain yaitu tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi spesifik
terhadap dengue. Berupa antibodi total, IgM yang terdeteksi mulai hari ke-3 sampai ke-5,
meningkat smpai minggu 3, dan menghilang setelah 60-90 hari. IgG terbentuk pada hari ke-14
pada infeksi primer, dan terdeteksi pada hari ke-2 pada infeksi sekunder.1
Pemeriksaan lain menunjukkan SGOT dan SGPT dapat meningkat. Hipoproteinemia
akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi
tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III.
aPTT danPT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD. Asidosis metabolik dan
peningkatan BUN ditemukan pada syok berat.1,2
Pada pemeriksaan radiologis pada posisi lateral dekubitus kanan bisa ditemukan efusi
pleura, terutama sebelah kanan. Berat-ringannya efusi pleura berhubungan dengan berat-
ringannya penyakit. Pada pasien syok, efusi pleura dapat ditemukan bilateral.1,2
7/27/2019 Referat Dengue Shock Syndrome
http://slidepdf.com/reader/full/referat-dengue-shock-syndrome 9/21
9
2.7 Diagnosis dan Penentuan Derajat Penyakit
Penegakan diagnosis berdasarkan kriteria WHO tahun 1997:1,2,4
Demam Dengue
1. Probable
Demam akut disertai dua atau lebih manifestasi klinis berikut; nyeri kepala, nyeri
belakang mata, mialgia, artralgia, ruam, manifestasi perdarahan, leukopenia, uji HI ≥1.280 dan
atau IgM anti dengue positif, atau pasien berasal dari daerah yang pada saat yang sama
ditemukan kasus confirmed dengue infection.
2. Corfirmed
Kasus dengan konfirmasi laboratorium sebagai berikut deteksi antigen dengue,
peningkatan titer antibodi >4 kali pada pasangan serum akut dan serum konvalesens, dan atau
isolasi virus.
Demam Berdarah Dengue
Diagnosis tegak bila semua hal dipenuhi:
1. Demam akut 2-7 hari, biasanya bersifat bifasik.
2. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa:
o uji tourniquet positif
o petekie, ekimosis, atau purpura
o perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna, tempat bekas
suntikan
o hematemesis atau melena
3. Trombositopenia <100.000/µl
4. Kebocoran plasma yang ditandai dengan:
o peningkatan nilai hematrokrit >20% dari nilai baku sesuai umur dan jenis
kelamin.
o penurunan nilai hematokrit >20% setelah pemberian cairan yang adekuat
o efusi pleura, asites, hipoproteinemi
7/27/2019 Referat Dengue Shock Syndrome
http://slidepdf.com/reader/full/referat-dengue-shock-syndrome 10/21
10
Sindrom Syok Dengue
Seluruh kriteria DBD (4) disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu:
o Penurunan kesadaran, gelisah
o Nadi cepat, lemah
o Hipotensi
o Tekanan nadi <20 mmHg
o Perfusi perifer menurun
o Kulit dingin-lembab
Penentuan Derajat Penyakit
Karena spektrum klinis infeksi virus dengue yang bervariasi, derajat klinis perlu
ditentukan sehubungan dengan tatalaksana yang akan dilakukan.2,4
Gambar 5. Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue
7/27/2019 Referat Dengue Shock Syndrome
http://slidepdf.com/reader/full/referat-dengue-shock-syndrome 11/21
11
Perbedaan gejala dan tanda klinis pada setiap derajat terbagi dalam tabel berikut:
Tabel 1. Perbedaan gejala dan tanda klinis
Derajat Gejala dan Tanda Laboratorium
DD
Demam 2-7 hari
Disertai ≥2 tanda: sakit kepala, nyeri
retro-orbital, myalgia, atralgia
Leukopenia
Trombositopenia
Kebocoran plasma (-)
Serologi
Dengue
positif
DBD IGejala di atas
Disertai uji bending positif
Trombositopenia
(<100,000/µL)
Kebocoran plasma (+):
Peningkatan Ht ≥20%
Penurunan Ht ≥20%
setelah pemberian
cairan adekuat
DBD IIGejala di atas
Disertai pendarahan spontan
DBD
DSSIII
Gejala di atas
Disertai tanda kegagalan sirkulasi
DBD
DSSIV
Syok berat disertai dengan tekanan
darah dan nadi yang tidak terukur
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dibedakan berdasarkan proses yang mendasari yaitu kebocoran
plasma.Pedoman tatalaksana DD dan DBD, SSD berbeda dari segi resusitasi cairan dan indikasi
perawatan di RS. Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan
cairan plasma. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan
biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi (SSD) diperlukan perawatan intensif.1-3
Demam Dengue
Pada fase demam pasien dianjurkan:
Tirah baring, selama masih demam. Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.
Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, dll
Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan. Semua
pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu turun.
7/27/2019 Referat Dengue Shock Syndrome
http://slidepdf.com/reader/full/referat-dengue-shock-syndrome 12/21
12
Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan sulit membedakan antara DD dan DBD pada fase
demam. Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan
sedangkan pada DBD terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok).1-4
Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue
Tidak ada terapi spesifik untuk demam berdarah dengue, prinsip utama adalah terapi
suportif yaitu pemeliharaan volume cairan sirkulasi akibat kebocoran plasma.
Protokol 1. Penanganan Tersangka ( probable) DBD Tanpa Syok
Petunjuk dalam memberi pertolongan pertama pada penderita atau tersangka DBD di
Unit Gawat Darurat serta dalam memutuskan indikasi rawat. Tersangka DBD di UGD dilakukan
pemeriksaaan darah lengkap, minimal Hb, Ht dan trombosit. Bila hasil trombosit normal atau
turun sedikit (100.000-150.000) pasien dipulangkan, wajib kontrol 24 jam berikut atau bila
memburuk segera harus kembali ke UGD. Bila hasil Hb dan Ht normal, trombosit <100.000,
pasien dirawat. Bila hasil Hb, Ht meningkat, trombosit normal atau turun, pasien dirawat.1,4
Gambar 6. Penanganan Tersangka ( probable) DBD Tanpa Syok
Protokol 2. Pemberian Cairan Pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat
Tatalaksana kasus tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok,
diberi cairan infus kristaloid dengan rumus volume cairan yang diperlukan per hari:
7/27/2019 Referat Dengue Shock Syndrome
http://slidepdf.com/reader/full/referat-dengue-shock-syndrome 13/21
13
1500 + (20 x (BB dalam kg – 20)
Monitor Hb, Ht, trombosit per 24 jam. Bila hasil Hb dan Ht meningkat >10-20% dan trombosit
turun <100.000 maka jumlah cairan tetap, lalu lanjutkan monitor per 12 jam. Bila hasil Hb, Ht
meningkat >20% dan nilai trombosit <100.000 lanjutkan pemberian cairan sesuai Protokol 3.1
Gambar 7. Pemberian Cairan Pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat
Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit >20%
Peningkatan nilai Ht >20% menunjukkan tubuh mengalami defisit cairan sebanyak 5%.
Terapi awal pemberian cairan, infus kristaloid dengan dosis 6-7ml/kg/jam. Monitor dilakukan 3-
4 jam setelah pemberian cairan. Parameter nilai perbaikan adalah kadar Ht, frekuensi nadi,
tekanan darah dan produksi urin. Bila didapatkan tanda perbaikan maka dosis cairan dikurangi
menjadi 5ml/kgBB/jam. Bila 2 jam kemudian keadaan tetap dan ada perbaikan, dosis dikurangi
menjadi 3ml/kgBB/jam. Bila keadaan tetap membaik dalam 24-48 jam kemudian, pemberian
cairan infus dapat dihentikan. Bila keadaan tidak membaik setelah terapi awal maka dosis cairan
infus naik menjadi 10ml/kgbb/jam. Bila 2 jam keadaan membaik, cairan dikurangi menjadi 5
ml/kgbb jam. Bila memburuk, naik menjadi 15 ml/kgBB/jam. Bila tanda syok (+) masuk ke
protokol syok.1
7/27/2019 Referat Dengue Shock Syndrome
http://slidepdf.com/reader/full/referat-dengue-shock-syndrome 14/21
14
Gambar 8. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%
Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa
Sumber perdarahan masif dan spontan pada penderita DBD adalah epistaksis, perdarahan
saluran cerna (hematemesis, melena atau hematoskesia), saluran kencing (hematuria), perdarahan
otak, dan yang tersembunyi, dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam. Terapi
cairan sama seperti kasus DBD tanpa syok. Pemeriksaan tanda vital, Hb, Ht, trombosit dilakukan
4-6 jam serta pemeriksaan trombosis dan hemostasis. Heparin diberi bila tanda KID (+).
Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi, PRC diberi bila Hb <10 g/dl. Trombosit
hanya diberi pada pasien perdarahan spontan masif dengan kadar trombosit <100.000 dengan
7/27/2019 Referat Dengue Shock Syndrome
http://slidepdf.com/reader/full/referat-dengue-shock-syndrome 15/21
15
atau tanpa tanda KID. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor pembekuan (PT dan aPTT
memanjang).1
Gambar 9. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa
Protokol 5. Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada Dewasa
Resusitasi cairan merupakan terapi terpenting dalam menangani syok hipovolemia pada
SSD. Fase awal, guyur cairan kristaloid 10-20 ml/kgBB, lalu evaluasi 15-30 menit kemudian.
Bila renjatan telah teratasi jumlah cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam 60-120
menit keadaan tetap stabil, pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam 60-120 menit
kemudian tetap stabil, dosis menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila stabil selama 24-48 jam, hentikan
infus karena jika reabsorpsi cairan plasma yang mengalami extravasasi terjadi (ditandai dengan
Ht yang turun), bila cairan tetap diberi bisa terjadi hipervolemi, edema paru dan gagal jantung.1
Selain itu dapat diberikan oksigen 2-4 liter per menit, dengan pemeriksaan darah perifer
lengkap, hemostasis, AGD, elektrolit, ureum dan kreatinin. Harus dilakukan pengawasan dini
terhadap kemungkinan syok berulang dalam waktu 48 jam. Karena proses patogenesis penyakit
masih berlangsung dan cairan kristaloid hanya menetap 20% dalam pembuluh darah setelah 1
jam pemberian. Diuresis diusahakan 2 ml/kgBB/jam.1
7/27/2019 Referat Dengue Shock Syndrome
http://slidepdf.com/reader/full/referat-dengue-shock-syndrome 16/21
16
Bila setelah fase awal, renjatan belum teratasi, cairan ditingkatkan menjadi 20-
30ml/kgBB evaluasi dalam 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, perhatikan nilai Ht.
Bila Ht meningkat, perembesan plasma masih berlangsung, maka pilihan cairan koloid. Bila Ht
menurun kemungkinan perdarahan dalam (internal bleeding ) maka dapat diberikan transfuse
darah segar 10 cc/kgBB (dpt diulang sesuai kebutuhan). Tanda hemodinamik masih belum stabil
dengan nilai Ht lebih dari 30% dianjurkan untuk memakai kombinasi kristaloid dan koloid
dengan perbandingan 4:1 atau 3:1.1,2
Koloid mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10-20 ml/kgBB, evaluasi setelah 10-
30 menit, dapat ditambah hingga jumlah maksimal 30 ml/kgBB. Pilihan sebaiknya yang tidak
mengganggu mekanisme pembekuan darah. Gangguan mekanisme pembekuan darah ini
dapatdisebabkan terutama karena pemberian dalam jumlah besar, selain itu karena jenis koloid
itu sendiri. Oleh sebab itu koloid dibatasi maksimal sebanyak 1000-1500 ml dalam 24 jam. Pada
kasus SSD apabila setelah pemberian cairan koloid syok dapat diatasi, maka penatalaksanaan
selanjutnya dapat diberikan ringer laktat dengan kecepatan sekitar 4-6 jam setiap 500cc.1,2
Pasang kateter vena sentral untuk pantau kecukupan cairan, sasaran tekanan vena sentral
15-18 cmH2O. Bila keadaan tetap belum teratasi, perhatian dan koreksi ganggguan asam basa,
elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID dan infeksi sekunder. Bila tekanan vena sentral sudah
sesuai dengan target namun renjatan belum teratasi, maka dapat diberikan obat
inotropik/vasopresor (dopamin, dobutamin, atau epinephrine).1,2,4
Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien SSD, dan apabila asidosis
tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana pasien menjadi lebih
kompleks. Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan secepatnya dan
dilakukan koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat KID,
tidak akan terjadi sehingga heparin tidak diperlukan.2
Pemberian antibiotik perlu dipertimbangkan pada SSD mengingat kemungkinan infeksi
sekunder dengan adanya translokasi bakteri dari saluran cerna. Indikasi lain pemakaian antibiotik
pada DBD, bila didapatkannya infeksi sekunder di tempat/organ lainnya, dan antibiotik yang
digunakan hendaknya yang tidak mempunyai efek terhadap sistem pembekuan.2
7/27/2019 Referat Dengue Shock Syndrome
http://slidepdf.com/reader/full/referat-dengue-shock-syndrome 17/21
17
Gambar 11. Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada Dewasa
7/27/2019 Referat Dengue Shock Syndrome
http://slidepdf.com/reader/full/referat-dengue-shock-syndrome 18/21
18
Jenis Cairan Resusitasi (rekomendasi WHO)2
1. Kristaloid
Larutan ringer laktat (RL)
Larutan ringer asetat (RA)
Larutan garam faali (GF)
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)
Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)
(Catatan: Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh
larutan yang mengandung dekstran)
2. Koloid
Dekstran 40, Plasma, Albumin
Pilihan Cairan Koloid pada Resusitasi Cairan SSD
Saat ini ada 3 golongan cairan koloid yang masing-masing mempunyai keunggulan dan
kekurangannya, yaitu golongan Dekstran, Gelatin, Hydroxy ethyl starch (HES).2
Golongan Dekstran mempunyai sifat isotonik dan hiperonkotik, maka pemberian dengan
larutan tersebut akan menambah volume intravaskular oleh karena akan menarik cairan
ekstravaskular. Efek volume 6% Dekstran 70 dipertahankan selama 6-8 jam, sedangkan efek
volume 10% Dekstran 40 dipertahankan selama 3-5 jam. Kedua larutan tersebut dapat
menggangu mekanisme pembekuan darah dengan cara menggangu fungsi trombosit dan
menurunkan jumlah fibrinogen serta faktor VIII, terutama bila diberikan lebih dari 1000
ml/24jam. Pemberian dekstran tidak boleh diberikan pada pasien dengan KID.2
Golongan Gelatin (Hemacell dan gelafundin merupakan larutan gelatin yang mempunyai
sifat isotonik dan isoonkotik. Efek volume larutan gelatin menetap sekitar 2-3 jam dan tidak mengganggu mekanism pembekuan darah.
2
Hydroxy ethyl starch (HES) 6% HES 200/0,5; 6% HES 200/0,6; 6% HES 450/0,7 adalah
larutan isotonik dan isonkotik, sedangkan 10% HES 200/0,5 adalah larutan isotonik dan
hiponkotik. Efek volume 6%/10% HES 200/0,5 menetap dalam 4-8 jam, sedangkan larutan 6%
7/27/2019 Referat Dengue Shock Syndrome
http://slidepdf.com/reader/full/referat-dengue-shock-syndrome 19/21
19
HES 200/0,6 dan 6% HES 450/0,7 menetap selama 8-12 jam. Gangguan mekanisme pembekuan
tidak akan terjadi bila diberikan kurang dari 1500cc/24 jam, dan efek ini terjadi karena
pengenceran dengan penurunan hitung trombosit sementara, perpanjangan waktu protrombin dan
waktu tromboplastin parsial, serta penurunan kekuatan bekuan.2
Ruang Rawat Khusus Untuk DBD/SSD
Untuk mendapatkan tatalaksana DBD lebih efektif, maka pasien DBD seharusnya
dirawat di ruang rawat khusus, yang dilengkapi dengan perawatan untuk kegawatan. Ruang
perawatan khusus tersebut dilengkapi dengan fasilitas laboratorium untuk memeriksa kadar
hemoglobin, hematokrit dan trombosit yang tersedia selama 24 jam. Pencatatan merupakan hal
yang penting dilakukan di ruang perawatan DBD. Paramedis dapat dibantu oleh keluarga pasien
untuk mencatat jumlah cairan baik yang diminum maupun yang diberikan secara intravena, serta
menampung urin serta mencatat jumlahnya.2
Kriteria Memulangkan Pasien
Pasien dapat dipulang apabila, memenuhi semua keadaan dibawah ini:
1. Tampak perbaikan secara klinis
2. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
3. Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)
4. Hematokrit stabil
5. Jumlah trombosit cenderung naik >50.000/µL
6. Tiga hari setelah syok teratasi
7. Nafsu makan membaik 2
7/27/2019 Referat Dengue Shock Syndrome
http://slidepdf.com/reader/full/referat-dengue-shock-syndrome 20/21
20
BAB III
KESIMPULAN
Infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling banyak
dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh dunia, dilaporkan angka
kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta dan angka kematian berkisar 24.000. Sindrom renjatan
dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh tanda
renjatan atau syok dapat berakibat fatal. Kegawatdaruratan DBD dinyatakan sebagai salah satu
masalah kesehatan global.1-5
Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Keadaan tersebut sangat tergantung pada daya
tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun
bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat
menimbulkan kematian.2,3,5,6
Pengobatan SSD bersifat suportif. Resusitasi cairan merupakan terapi terpenting.
Tatalaksana berdasarkan atas adanya perubahan fisiologi berupa perembesan plasma dan
perdarahan. Deteksi dini terhadap adanya perembesan plasma dan penggantian cairan yang
adekuat akan mencegah terjadinya syok. Pemilihan jenis cairan dan jumlah yang akan diberikan
merupakan kunci keberhasilan pengobatan. Penegakkan diagnosis DBD secara dini dan
pengobatan yang tepat dan cepat akan menurunkan angka kematian DBD.1-6
7/27/2019 Referat Dengue Shock Syndrome
http://slidepdf.com/reader/full/referat-dengue-shock-syndrome 21/21
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid III. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Indonesia. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.
2. Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di sarana pelayanan kesehatan. Departemen
Kesehatan RI. 2005
3. Gubler DJ. Dengue and dengue hemorrhagic fever. Clinical Microbiology Reviews.
1998.Vol 11, No 3;480-496
4. Dengue Haemorrhagic Fever: Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. 2nd
Edition.
Geneva: World Health Organization. 1997. Available from
htttp://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/DenguepublicationAccessed
October 2, 2013.
5. Dengue Virus Infection. Centers for Disease Control and Prevention. Division of Vector-
borne and Infectious Diseases. Atlanta: 2009.
6. Cook GC. Manson's Tropical Diseases. 22th Edition. United Kingdom: Elsevier Health
Sciences. 2008.