Download - REFERAT HIRSCHPRUNG
PENYAKIT HIRSCHSPRUNG
I.PENDAHULUAN
Penyakit Hirschsprung telah disebutkan untuk pertama kalinya oleh Ruysch
pada tahun 1691. Namun begitu, seorang dokter yang berasal dari Denmark bernama
Harald Hirschsprung telah dianggap berjasa dalam melaporkan secara jelas gambaran
penyakit ini dan selanjutnya menggunakan namanya sejak laporannya pada Society
of Paediatrics di Berlin pada tahun 1886. Harald Hirschsprung menjelaskan dua
kasus kematian pasiennya yang masing-masing berusia 8 dan 11 bulan yang
menderita akibat pengembangan usus yang sangat besar serta disertai peradangan
(enterocolitis). Hirschsprung mempostulasikan bahwa penyakit tersebut merupakan
penyakit kongenital yang terdapat pada penderita sejak lahir dan mempengaruhi
keseluruhan usus. Robertson pula menyatakan bahawa penyakit megakolon
kongenital yang dimaksudkan tersebut adalah diakibatkan oleh gangguan peristaltik
usus karena kekurangan ganglion pada tahun 1938. Berbagai teori telah muncul
untuk menjelaskan penyakit tersebut bahwa hal ini disebabkan oleh bawaan
kelahiran (kongenital) pada usus yang mengembang, penyumbatan usus distal yang
menyebabkan pengembangan dan pengembungan di bagian usus proksimal,
peradangan, dan ketidakseimbangan sistem saraf. Swenson mengajukan suatu
hubungan antara aganglionosis pada usus dan kegagalan relaksasi usus, dan
membuktikan bahwa bagian usus distal merupakan tempat terjadinya penyumbatan
dan pengembungan. Swenson dan Bill menjelaskan mengenai teknik mereka untuk
membuang rektum dan rektosigmoid pada tahun 1948. Swenson dan Neuhauser pula
menjelaskan manfaat penggunaan barium enema dalam menegakkan diagnosis.
Duhamel memodifikasi prosedur tadi untuk menghindari pembedahan pada bagian
1
depan (anterior). Prosedur Duhamel selanjutnya dimodifikasi oleh Martin untuk
menghilangkan masalah terbentuknya fecaloma yang menyebabkan sumbatan pada
segmen rektum yang tersumbat. Soave menjelaskan mengenai endorectal pull-
through (penarikan endorektal secara langsung) tanpa anastomosis pada tahun 1964.
Boley pula mengajukan prosedur yang sama namun dengan suatu anastomosis
coloanal primer juga pada tahun 1964. (1)
II.ANATOMI DAN FISIOLOGI
Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
Fungsi utama organ ini adalah menyerap air feses. Usus besar terdiri dari: kolon
asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri) dan kolon sigmoid
(berhubungan dengan rektum). Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus
besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin
K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta
antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar.
2
Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan
terjadilah diare.(2)
Rektum (Bahasa Latin: regere, "meluruskan, mengatur") adalah sebuah
ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di
anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya
rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada
kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum,
maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding
rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem sarafyang
menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering
kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali
dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan
pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan
keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam
pengendalian otot yang penting untuk menunda defekasi.(2)
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah
keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan
sebagian lainnya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot
spinchter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi yang merupakan fungsi
utama anus.(2)
3
III.ETIOLOGI
Terdapat 4 penyebab terjadinya penyakit Hirschsprung. Pertama disebabkan
oleh sel-sel ganglion. Ketiadaan sel-sel ganglion pada lapisan submukosa (Meissner)
dan pleksus myenterik (Auerbach) pada usus bagian distal merupakan tanda
patologis untuk penyakit Hirschsprung. Okamoto dan Ueda mempostulasikan bahwa
hal ini disebabkan oleh karena kegagalan migrasi sel-sel neural crest vagal servikal
dari esofagus ke anus pada minggu ke 5 sampai 12 kehamilan. Teori terbaru
mengajukan bahwa neuroblasts mungkin bisa ada namun gagal untuk berkembang
menjadi ganglia dewasa yang berfungsi atau mengalami hambatan sewaktu
bermigrasi atau mengalami kerusakan karena elemen-elemen didalam lingkungan
mikro dalam dinding usus. Faktor-faktor yang dapat mengganggu migrasi,
proliferasi, diferensiasi, dan kolonisasi dari sel-sel ini mungkin terletak pada genetik,
immunologi, vaskuler, atau mekanisme lainnya.(4)
Kedua disebabkan oleh mutasi pada RET proto-oncogene. Mutasi pada RET
proto-oncogen, yang berlokasi pada kromosom 10q11.2, telah ditemukan dalam
kaitannya dengan penyakit Hirschsprung segmen panjang dan familial. Mutasi RET
dapat menyebabkan hilangnya sinyal pada tingkat molekuler yang diperlukan dalam
pertumbuhan sel dan diferensiasi ganglia enterik. Gen lainnya yang rentan untuk
penyakit Hirschsprung adalah reseptor gen endothelin-B (EDNRB) yang berlokasi
pada kromosom 13q22. Sinyal dari gen ini diperlukan untuk perkembangan dan
permatangan sel-sel neural crest yang mempersarafi kolon. Mutasi pada gen ini
paling sering ditemukan pada penyakit non-familial dan segmen pendek. Gen
endothelin-B baru-baru ini telah diajukan sebagai gen yang rentan juga. Defek dari
mutasi genetik ini adalah mengganggu atau menghambat pensinyalan yang penting
4
untuk perkembangan normal dari sistem saraf enterik. Mutasi pada proto-oncogene
RET adalah diwariskan dengan pola dominan autosom dengan 50 sampai 70%
penetrasi dan ditemukan dalam sekitar 50% kasus familial dan hanya sekitar 15-20%
pada kasus sporadis. Mutasi pada gen EDNRB diwariskan dengan pola
pseudodominan dan ditemukan hanya pada 5% dari kasus (biasanya yang sporadis).(5)
Ketiga adalah disebabkan kelainan dalam lingkungan. Kelainan dalam
lingkungan mikro pada dinding usus dapat mencegah migrasi sel-sel neural crest
normal ataupun differensiasinya. Suatu peningkatan bermakna dari antigen Major
Histocompatibility Complex (MHC) kelas 2 telah terbukti terdapat pada segmen
aganglionik dari usus pasien dengan penyakit Hirschsprung, namun tidak ditemukan
pada usus dengan ganglionik yang normal. Hal ini menunjukkan suatu mekanisme
autoimun pada perkembangan penyakit ini.(3)
Keempat adalah matriks protein ekstraseluler. Matriks protein ekstraseluler
adalah hal penting dalam perlekatan dan pergerakan sel dalam perkembangan tahap
awal. Kadar glikoprotein laminin dan kolagen tipe IV yang tinggi dalam matriks
telah ditemukan dalam segmen usus aganglionik. Perubahan dalam lingkungan mikro
didalam usus dapat mencegah migrasi sel-sel normal neural crest dan memiliki
peranan dalam etiologi dari penyakit Hirschsprung.(3)
IV.INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI
Penyakit Hirschsprung terjadi pada 1 dari setiap 5.000 bayi yang lahir dan ini
berhubungan pada 1 sampai dengan 4 dari obstruksi usus pada bayi baru lahir.
Referensi lain mengatakan bahwa penyakit ini terjadi pada 1 dari 1500 hingga 7000
5
bayi baru lahir. Ini 5 kali lebih sering pada laki-laki dan kadang-kadang terjadi
dengan kondisi kongenital lainnya seperti Down Syndrome. Di Amerika Serikat
penyakit ini terjadi kurang lebih pada 1 kasus setiap 5400 hingga 7200 bayi baru
lahir.(4,5)
V.PATOFISIOLOGI
Usus normal menerima persarafan intrinsik dari sistem parasimpatis
(kolinergik) dan simpatis (adrenergik). Serabut saraf kolinergik menyebabkan
perangsangsan pada kolon (kontraksi) dan menginhibisi spinchter ani, sedangkan
serabut-serabut adrenergik menginhibisi kolon (relaksasi) dan mengeksitasi
spinchter. Sebagai tambahan, terdapat suatu sistem saraf intrinsik enterik yang luas
didalam dinding usus sendiri yang tersusun atas berbagai macam ‘serabut inhibisi
non-adrenergik non-kolinergik (NANC)’ yang berfungsi dalam pengaturan sekresi
intestinal, motilitas, pertahanan mukosa, dan respon imun. Sel-sel ganglion
mengkoordinasikan aktivitas muskular usus dengan menyeimbangkan sinyal-sinyal
yang diterima dari serabut-serabut adrenergik dan kolinergik, dan dari serabut
inhibisi intrinsik (enterik) NANC. Pada penyakit Hirschsprung, sel-sel ini tidak
ditemukan sehingga koordinasi kontraksi dan relaksasi pada usus tidak terjadi.
Kolinergik yang berlebihan mungkin bertanggungjawab pada spasitas dari segmen
aganglionik. Asetilkolin yang berlebihan akan menyebabkan produksi berlebihan
dari asetilkolinesterase, yang dapat dideteksi secara histokimiawi dan digunakan
dalam penegakan diagnosis penyakit Hirschsprung. Kemungkinan yang lebih penting
dari kelainan adrenergik ataupun kolinergik dalam menyebabkan spasme usus adalah
ketiadaan dari serabut saraf inhibisi NANC dari sistem saraf enterik dan transmitter
6
neuropeptidanya. Peptida vasoaktif intestinal (VIP) adalah relaksan utama pada
spinchter ani internus; VIP mengandung serabut-serabut saraf yang tidak ada pada
usus aganglionik pasien dengan penyakit Hirschsprung. Nitrik Oksida (NO) adalah
suatu neurotransmitter yang kuat dalam menghambat NANC dan memediasi
relaksasi pada usus. Sintesis NO normalnya terdapat pada pleksus enterik dalam
usus. Sintesis NO dan oleh karenanya aktivitas NO tidak terdapat pada usus
aganglionik pasien dengan penyakit Hirshcprung. Kurangnya NO dan serabut saraf
yang mengandung VIP pada usus aganglionik pasien dengan penyakit Hirschsprung
mungkin merupakan faktor utama dalam patofisiologi penyakit ini.(1,5)
V.KLASIFIKASI
Pada pemeriksaan patologi anatomi dari penyakit ini, sel ganglion Auerbach dan
Meissner tidak ditemukan serabut saraf menebal dan serabut otot hipertrofik.
Aganglionosis ini mulai dari anus ke arah oral. Berdasarkan panjang segmen yang
terkena, penyakit Hirschsprung dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu:
1)Penyakit Hirschsprung segmen pendek/HD klasik (75%); 2)Penyakit Hirschsprung
segmen panjang/Long segment HD (20%); dan 3)Total colonic aganglionosis (3-
12%). (3)
Penyakit Hirschsprung segmen pendek mulai aganglionosis dari anus sampai
sigmoid. Kategori ini merupakan 70% dari kasus penyakit Hirschsprung dan lebih
sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. (3)
7
Sementara kategori segmen panjang dapat aganglionosis melebihi sigmoid
malahan dapat mengenai seluruh kolon sampai usus halus. Kategori ini ditemukan
sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan. (3)
Kategori ketiga adalah total colonic aganglionosis dimana seluruh kolon
aganglionosis. (3)
Penyakit Hirschsprung segmen pendek dan segmen panjang
VII.MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang mungkin terjadi adalah segera setelah lahir, bayi tidak
dapat mengeluarkan mekonium (tinja pertama pada bayi baru lahir), tidak dapat
buang air besar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, perut menggembung, muntah,
diare encer (pada bayi baru lahir), berat badan tidak bertambah dan malabsorbsi.
Kasus yang lebih ringan mungkin baru akan terdiagnosis di kemudian hari. Pada
anak yang lebih besar, gejalanya adalah sembelit menahun, perut menggembung,
muntah dan gangguan pertumbuhan.(1,3,5,6,7,8)
8
VIII.DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan colok dubur (memasukkan jari tangan ke dalam anus) menunjukkan
adanya pengenduran pada otot rektum. Pemeriksaan-pemeriksaan lain yang bisa
dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:
1)Foto polos abdomen (BNO)
Foto polos abdomen dapat memperlihatkan loop distensi usus dengan
penumpukan udara di daerah rektum. Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan
yang penting pada penyakit Hirschsprung. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai
gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi sulit untuk membedakan usus
halus dan usus besar.(4,5,6,7)
9
Foto rontgen abdomen posisi AP Foto rontgen abdomen posisi lateral dekubitus
2)Barium enema
Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya
bervariasi, terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah
daerah dilatasi dan terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi. (4,5,6)
3)Anal manometri
Sebuah balon kecil ditiupkan pada rektum. Ano-rektal manometri mengukur
tekanan dari otot spinchter anal dan seberapa baik seorang dapat merasakan
perbedaan sensasi dari rektum yang penuh. Pada anak-anak yang memiliki penyakit
Hirschsprung otot pada rektum tidak relaksasi secara normal. Selama tes, pasien
diminta untuk memeras, santai, dan mendorong. Tekanan otot spinchter anal diukur
selama aktivitas. Saat memeras, seseorang mengencangkan otot spinchter seperti
mencegah sesuatu keluar. Saat mendorong seseorang seolah mencoba seperti
pergerakan usus. Tes ini biasanya berhasil pada anak-anak yang kooperatif dan
dewasa. (4,5,6,7)
4)Biopsi rektum
10
Ini merupakan tes paling akurat untuk penyakit Hirschsprung. Caranya adalah
dengan mengambil bagian sangat kecil dari rektum untuk dilihat di bawah
mikroskop. Anak-anak dengan penyakit Hirschsprung tidak memiliki sel-sel
ganglion pada sampel yang diambil. Pada biopsi hisap, jaringan dikeluarkan dari
kolon dengan menggunakan alat penghisap. Karena tidak melibatkan pemotongan
jaringan kolon maka tidak diperlukan anestesi. Jika biopsi menunjukkan adanya
ganglion, penyakit Hirschsprung tidak terbukti. Jika tidak terdapat sel-sel ganglion
pada jaringan contoh, biopsi full-thickness biopsi diperlukan untuk mengkonfirmasi
penyakit Hirschsprung. Pada biopsi full-thickness lebih banyak jaringan dari lapisan
yang lebih dalam dikeluarkan secara bedah dan kemudian diperiksa di bawah
mikroskop. Tidak adanya sel-sel ganglion menunjukkan penyakit Hirschsprung. (4,5,6,7)
Ulserasi mukosa usus pada penyakit Hirschsprung.
IX.DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding bagi penyakit Hirschsprung adalah meconium plug
syndrome, microcolon, hipotiroidisme, sepsis, fibrosis kistik dan displasia neuronal.
IX.PENGOBATAN
11
Preoperatif
1.Diet
Pada jangka masa preoperatif, bayi dengan penyakit Hirschsprung ini
menderita masalah kekurangan gizi yang disebabkan oleh penyumbatan pada usus
besar yang menghalangi proses penyerapan nutrisi. Sebagian besar daripada mereka
memerlukan resusitasi cairan dan nutrisi secara parenteral. Cara parenteral ini dapat
dilakukan dengan menyuntik bayi dengan menggunakan picagari (syringe) bertujuan
untuk menyalurkan resusitasi cairan dan juga nutrisi kepada bayi tersebut.(5)
2.Medikamentosa
Terapi medikamentosa pada bayi dan anak-anak yang menghidap penyakit ini
bertujuan untuk mempersiapkan usus atau terapi untuk merawat komplikasi yang
bakal muncul pada masa akan datang. Cara mempersiapkan usus adalah dengan
dekompresi rektum dan kolon melalui serangkaian pemeriksaan dan pemasangan
irigasi tuba rektal dalam waktu 24-48 jam sebelum pembedahan. (5)
Operatif
Tindakan ini tergantung kepada jenis segmen yang terlibat. Sekiranya segmen
yang terlibat adalah jenis segmen pendek dan segmen panjang, maka kolostomi dapat
dilakukan terlebih dahulu dan beberapa bulan kemudian baru dilakukan tindakan
bedah definitif dengan kaedah Pull Through Soave, Duhamel mahupun Swenson. (5,6)
Kolostomi adalah pembuatan lubang pada dinding perut yang disambungkan
ujung usus besar. Pengangkatan bagian usus yang terkena dan penyambungan
12
kembali usus besar biasanya dilakukan pada saat anak berusia 6 bulan atau lebih.
Jika terjadi perforasi atau enterokolitis, diberikan antibiotik.(5,6)
Kolostomi
Tindakan bedah definitif terdiri: 1)Prosedur Swenson, 2)Prosedur Duhamel,
dan 3)Prosedur Soave. Orvar Swenson dan Bill (1948) adalah orang yang pertama
kali memperkenalkan operasi tarik terobos (pull-through) sebagai tindakan bedah
definitif pada penyakit Hirschsprung. Pada dasarnya, operasi yang dilakukan adalah
rektosigmoidektomi dengan preservasi spinchter ani. Dengan meninggalkan 2-3cm
rektum distal dari linea dentata, sebenarnya adalah meninggalkan daerah
aganglionik, sehingga dalam pengamatan pasca operasi masih sering dijumpai
spasme rektum yang ditinggalkan. Oleh sebab itu Swenson memperbaiki metode
operasinya (tahun 1964) dengan melakukan spincherektomi posterior, yaitu dengan
hanya menyisakan 2 cm rektum bagian anterior dan 0,5-1cm rektum posterior.
Prosedur Swenson dimulai dari intraabdomen dengan cara melakukan biopsi eksisi
otot rektum, diseksi rektum ke bawah hingga dasar pelvik dengan cara diseksi
serapat mungkin ke dinding rektum, kemudian bagian distal rektum diprolapskan
melewati saluran anal ke luar sehingga saluran anal menjadi terbalik, selanjutnya
menarik terobos bagian kolon proksimal (yang tentunya telah direseksi bagian kolon
yang aganglionik) keluar melalui saluran anal. Dilakukan pemotongan rektum distal
13
pada 2 cm dari anal verge untuk bagian anterior dan 0,5-1cm pada bagian posterior,
selanjutnya dilakukan anastomose end to end dengan kolon proksimal yang telah
ditarik terobos tadi. Anastomose dilakukan dengan 2 lapis jahitan, mukosa dan
seromuskuler. Setelah anastomose selesai, usus dikembalikan ke kavum
pelvik/abdomen. Selanjutnya dilakukan reperitonealisasi, dan kavum abdomen
ditutup.
Prosedur Swenson
Prosedur Duhamel diperkenalkan Duhamel tahun 1956 untuk mengatasi
kesulitan diseksi pelvik pada prosedur Swenson. Prinsip dasar prosedur ini adalah
menarik kolon proksimal yang ganglionik ke arah anal melalui bagian posterior
rektum yang aganglionik, menyatukan dinding posterior rektum yang aganglionik
dengan dinding anterior kolon proksimal yang ganglionik sehingga membentuk
rongga baru dengan anastomose end to side. Prosedur ini memiliki beberapa
kelemahan, diantaranya sering terjadi stenosis, inkontinensia dan pembentukan
fekaloma di dalam rektum yang ditinggalkan terlalu panjang. Oleh sebab itu
14
dilakukan beberapa modifikasi Duhamel, diantaranya: (1) Modifikasi Grob (1959);
(2) Modifikasi Talbert dan Ravitch; (3) Modifikasi Ikeda; dan (4) Modifikasi Adang.
Modifikasi Grob merupakan anastomose dengan pemasangan 2 buah klem melalui
sayatan endoanal setinggi 1,5-2,5 cm, untuk mencegah inkontinesia. Modifikasi
Talbert dan Ravitch berupa pemakaian stapler untuk melakukan anastomose side to
side yang panjang. Modifikasi Ikeda dengan cara membuat klemkhusus untuk
melakukan anastomose yang terjadi setelah 6-8 hari kemudian. Modifikasi Adang
adalah dengan cara kolon yang ditarik transanal dibiarkan prolaps sementara.
Anastomose dikerjakan secara tidak langsung (hari ke 7-14) dengan cara memotong
kolon yang prolaps dan pemasangan 2 buah klem; kedua klem dilepas 5 hari
berikutnya. Pemasangan klem disini lebih dititik beratkan pada fungsi hemostasis.
Prosedur Duhamel
15
Prosedur Soave pertama kali diperkenalkan Rehbein (1959) untuk tindakan
bedah pada malformasi anorektal letak tinggi. Namun Soave (1956)
memperkenalkan tindakan bedah definitif Penyakit Hirschsprung. Tujuan utama dari
prosedur ini adalah membuang mukosa rektum yang aganglionik, kemudian menarik
terobos kolon proksimal yang ganglionik masuk ke dalam lumen rektum yang telah
dibuang mukosanya.
Prosedur Soave. Warna hijau menunjukkan usus yang mempunyai ganglion sementara warna
merah adalah usus yang tidak mempunyai ganglion. Garis biru menandakan kateter.
Prosedur Rehbein tidak lain berupa deep anterior resection, dimana
dilakukan anastomose end to end antara usus aganglionik dengan rektum pada level
otot levator ani (2-3cm diatas anal verge), menggunakan jahitan 1 lapis yang
dikerjakan intrabdominal ekstraperitoneal. Sangat penting dilakukan businasi secara
rutin post operasi untuk mencegah stenosis.
16
Postoperatif
Pada postoperatif sesudah PERPT (Primary Endorectal Pull-Through),
pemberian makanan peroral diberikan lebih dini untuk membantu adaptasi usus dan
penyembuhan anastomosis. Pemberian makanan rata-rata dimulai pada hari kedua
setelah operasi dijalankan dan pemberian nutrisi enteral secara penuh diberikan pada
pertengahan hari keempat terutama pada pasien yang muntah-muntah setiap kali
diberikan makanan.(5)
XI.KOMPLIKASI
Setelah operasi, kebanyakan anak-anak melepaskan feses secara normal.
Beberapa dapat mengalami diare, tetapi setelah beberapa waktu feses akan menjadi
lebih padat. “toilet training” dapat mengambil waktu lama karena beberapa anak-
anak memiliki kesulitan mengkoordinasikan otot-otot yang digunakan untuk
melepaskan feses. Konstipasi dapat berlanjut pada beberapa, meskipun laksatif
seharusnya membantu. Makan makanan tinggi serat juga dapat membantu pada diare
dan konstipasi.(7)
Kebocoran anastomose post operasi bisa terjadi disebabkan oleh ketegangan
yang berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi yang tidak mencukupi pada
kedua ujung, peradangan usus dan abses sekitar anastomose serta trauma colok dubur
atau businasi post operasi yang dikerjakan terlalu cepat dan tidak berhati-hati. Antara
manifestasi klinis yang terjadi akibat kebocoran anastomose ini adalah bermula dari
abses rongga pelvik, abses intra-abdominal, peritonitis, sepsis dan kematian.(1)
17
Stenosis bisa terjadi post operasi karena disebabkan oleh gangguan
penyembuhan luka di kawasan anastomose, serta prosedur bedah yang digunakan.
Stenosis sirkuler biasanya disebabkan oleh komplikasi prosedur Swenson atau
Rehbein, manakala stenosis posterior yang berbentuk oval adalah kesan akibat
prosedur Duhamel. Stenosis memanjang biasanya disebabkan oleh prosedur Soave.
Manifestasi yang terjadi dapat berupa distensi abdomen, enterokolitis hingga fistula
perianal. (1)
Anak juga berada pada resiko peningkatan enterocolitis dalam kolon atau
usus halus setelah operasi. Waspadalah pada gejala dan tanda dari enterocolitis, dan
hubungi dokter segera bila salah satu dari ini terjadi: demam, perut kembung,
muntah, diare dan perdarahan dari rektum. (1,7)
XII.PROGNOSIS
Prognosis yang didapatkan setelah perbaikan penyakit Hirschsprung secara
definitif adalah sulit untuk ditentukan. Beberapa peneliti melaporkan prognosis yang
baik adalah tinggi, sementara yang lain melaporkan kejadian yang signifikan dalam
konstipasi dan inkontinensia. Kurang lebih 1% dari pasien dengan penyakit
Hirschsprung membutuhkan kolostomi permanen untuk memperbaiki inkontinensia.
(8)
XIII.KESIMPULAN
18
Penyakit Hirschsprung merupakan kelainan perkembangan sistem saraf
enterik dan ditandai oleh tidak adanya sel ganglion pada kolon distal sehingga
menyebabkan obstruksi fungsional. Sebagian kasus sekarang didiagnosis pada masa
neonatus. Penyakit Hirschsprung sebaiknya dipertimbangkan pada neonatus yang
gagal mengeluarkan mekonium dalam 24-48 jam setelah dilahirkan. Meskipun
kontras barium enema berguna dalam membantu menegakkan diagnosis, biopsi
rektal full thickness tetap merupakan kriteria standar. Begitu diagnosis ditegakkan
penanganan dasar adalah mengeluarkan usus aganglionik yang berfungsi buruk dan
membuat anastomosis ke rektum distal dengan usus yang memiliki innervasi yang
baik.
19