Download - Referat Iritis Iridosiklitis Prima
REFERAT
IRITIS – IRIDOSIKLITIS
Oleh:Prima Aditya Wicaksana
G1A212067
Pembimbing: dr. Yulia Sp.M
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
SMF ILMU KESEHATAN MATARSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris, korpus siliaris, dan koroid)
dengan berbagai penyebabnya. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea
yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi.
Peradangan pada uvea dapat hanya mengenai bagian depan jaringan uvea atau
iris yang disebut iritis. Bila mengenai badan tengah disebut siklitis. Iritis
dengan siklitis disebut iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis anterior
dan merupakan bentuk uveitis tersering. Dan bila mengenai lapisan koroid
disebut uveitis posterior atau koroiditis.1,2
Insidensi uveitis sekitar 15 per 100.000 orang.Sekitar 75% merupakan
uveitis anterior.Sekitar 50% pasien dengan uveitis menderita penyakit
sistemik terkait. Di Amerika Serikat,uveitis merupakan penyebab kebutaan
nomor tiga setelah Retinopati Diabetik dan Degenerasi Macular.Umur
penderita biasanya bervariasi antara usia prepubertal sampai 50 tahun. 1,3
Uveitis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada dewasa muda dan
usia pertengahan. Ditandai adanya riwayat sakit, fotofobia, dan penglihatan
yang kabur, mata merah (merah sirkumneal) tanpa tahi mata purulen dan pupil
kecil atau ireguler. Berdasarkan reaksi radang, uveitis anterior dibedakan tipe
granulomatosa dan non granulomatosa. 2
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui secara umum
mengenai definisi, etiologi dan fisiologi anatomi, patofisiologi, gambaran
klinis, penegakan diagnosis, penatalaksanaan serta prognosis dari uveitis
anterior.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 . Anatomi
Bola Mata terdiri atas dinding bola mata dan isi bola mata, dimana
dinding bola mata terdiri atas sclera dan kornea sedangkan isi bola mata terdiri
atas lensa, uvea, badan kaca dan retina. Uvea merupakan lapisan dinding
kedua dari bola mata setelah sclera dan tenon. Uvea merupakan jaringan
lunak, terdiri dari iris, badan siliar dan koroid.7 Bagian ini adalah lapisan
vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Bagian ini ikut
memasukkan darah ke retina(2).
a). Iris
Iris adalah perpanjangan korpus siliare ke anterior. Iris berupa
suatu permukaan pipih dengan apertura bulat yang terletak di tengah
pupil. Iris terletak bersambungan dengan permukaan anterior lensa,
yang memisahkan kamera anterior dari kamera posterior, yang masing-
masing berisi aqueus humor. Di dalam stroma iris terdapat sfingter dan
otot-otot dilator. Kedua lapisan berpigmen pekat pada permukaan
posterior iris merupakan perluasan neuroretina dan lapisan epitel
pigmen retina ke arah anterior(2).
Pasok darah ke iris adalah dari sirkulus major iris. Kapiler-
kapiler iris mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang sehingga
normalnya tidak membocorkan fluoresein yang disuntikkan secara
intravena. Persarafan iris adalah melalui serat-serat di dalam nervus
siliares(2). Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam
mata. Ukuran pupil pada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan
antara konstriksi akibat aktivitas parasimpatis yang dihantarkan melalui
nervus kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan oleh aktivitas
simpatik(2).
b). Korpus Siliaris
Korpus siliaris yang secara kasar berbentuk segitiga pada
potongan melintang, membentang ke depan dari ujung anterior khoroid
ke pangkal iris (sekitar 6 mm). Korpus siliaris terdiri dari suatu zona
anterior yang berombak ombak,pars plikata dan zona posterior yang
datar, pars plana. Prosesus siliaris berasal dari pars plikata. Prosesus
siliaris ini terutama terbentuk dari kapiler-kapiler dan vena yang
bermuara ke vena-vena vortex. Kapiler-kapilernya besar dan berlobang-
lobang sehingga membocorkan floresein yang disuntikkan secara
intravena. Ada 2 lapisan epitel siliaris, satu lapisan tanpa pigmen di
sebelah dalam, yang merupakan perluasan neuroretina ke anterior, dan
lapisan berpigmen di sebelah luar, yang merupakan perluasan dari
lapisan epitel pigmen retina. Prosesus siliaris dan epitel siliaris
pembungkusnya berfungsi sebagai pembentuk aqueus humor(2).
c). Khoroid
Khoroid adalah segmen posterior uvea, di antara retina dan
sklera. Khoroid tersusun dari tiga lapisan pembuluh darah khoroid;
besar, sedang dan kecil. Semakin dalam pembuluh terletak di dalam
khoroid, semakin lebar lumennya. Bagian dalam pembuluh darah
khoroid dikenal sebagai khoriokapilaris. Darah dari pembuluh darah
khoroid dialirkan melalui empat vena vortex, satu di masing-masing
kuadran posterior. Khoroid di sebelah dalam dibatasi oleh membran
Bruch dan di sebelah luar oleh sklera. Ruang suprakoroid terletak di
antara khoroid dan sklera. Khoroid melekat erat ke posterior ke tepi-tepi
nervus optikus. Ke anterior, khoroid bersambung dengan korpus siliare.
Agregat pembuluh darah khoroid memperdarahi bagian luar retina yang
mendasarinya(2).
2.2 Definisi
Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan bagian depan badan
siliar (pars plicata), kadang-kadang menyertai peradangan bagian belakang
bola mata, kornea dan sklera. Peradangan pada uvea dapat mengenai hanya
pada iris yang disebut iritis atau mengenai badan siliar yang di sebut siklitis.
Biasanya iritis akan disertai dengan siklitis yang disebut iridosiklitis atau
uveitis anterior.3,4
2.3. Epidemiologi
Di Indonesia belum ada data akurat mengenai jumlah kasus uveitis. Di
Amerika Serikat ditemukan angka kejadian uveitis anterior adalah 8-12 orang
dari 100.000 penduduk per tahun. Insidennya meningkat pada usia 20-50
tahun dan paling banyak pada usia sekitar 30-an.4
Menurut American Optometric Association (AOA), berdasarkan
etiologinya ada beberapa factor resiko yang menyertai kejadian uveitis
anterior antara lain, penderita toxoplasmosis dan yang berhubungan dengan
hewan perantara toxoplasma. Beberapa penyakit menular seksual juga
meningkatkan angka kejadian uveitis anterior seperti sifilis, HIV, dan
sindroma Reiter(3).
2.4. Etiologi
Penyebab eksogen seperti trauma uvea atau invasi mikroorganisme
atau agen lain dari luar. Secara endogen dapat disebabkan idiopatik, autoimun,
keganasan, mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh pasien misalnya
infeksi tuberkulosis, herper simpleks. Etiologi uveitis dibagi dalam :1,3
Berdasarkan spesifitas penyebab :
1. Penyebab spesifik (infeksi) Disebabkan oleh virus, bakteri, fungi,
ataupun parasit yang spesifik.
2. Penyebab non spesifik (non infeksi) atau reaksi hipersensitivitas
Disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap mikroorganisme atau
antigen yang masuk kedalam tubuh dan merangsang reaksi antigen
antibodi dengan predileksi pada traktus uvea.
Berdasarkan asalnya:
1. Eksogen : Pada umumnya disebabkan oleh karena trauma, operasi
intraokuler, ataupun iatrogenik.
2. Endogen : disebabkan idiopatik, autoimun, keganasan,
mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh pasien misalnya
infeksi tuberkulosis, herpes simpleks.
2.5. Klasifikasi
Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan
traktus uvealis yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid.
Klasifikasi uveitis dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu
klasifikasi secara anatomis, klinis, etiologis, dan patologis. Penyakit
peradangan traktus uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada oreng
dewasa dan usia pertengahan. Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak
diketahui.1,3,5
1. Klasifikasi berdasarkan Anatomis
a) Uveitis anterior
Merupakan inflamasi yang terjadi terutama pada iris dan korpus siliaris
atau disebut juga dengan iridosiklitis.
b) Uveitis intermediet
Merupakan inflamasi dominan pada pars plana dan retina perifer yang
disertai dengan peradangan vitreous.
c) Uveitis posterior
Merupakan inflamasi yang mengenai retina atau koroid.
d) Panuveitis
Merupakan inflamasi yang mengenai seluruh lapisan uvea.
2. Klasifikasi berdasarkan Klinis
a) Uveitis akut
Uveitis yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan
bersifat simptomatik.
b) Uveitis kronik
Uveitis yang berlangsung selama > 6 minggu bahkan sampai berbulan-
bulan atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat
asimtomatik.
3. Klasifikasi berdasarkan Etiologis
a) Uveitis infeksius
Uveitis yang disebabkan oleh infeksi virus, parasit, dan bakteri
b) Uveitis non-infeksius
Uveitis yang disebabkan oleh kelainan imunologi atau autoimun.
4. Klasifikasi berdasarkan patologis
a) Uveitis non-granulomatosa
Infiltrat dominan limfosit pada koroid.
b) Uveitis granulomatosa
Infiltrat dominan sel epiteloid dan sel-sel raksasa multinukleus
2.6. Patofisiologi
Seperti semua proses radang, uveitis anterior ditandai dengan adanya
dilatasi pembuluh darah yang akan menimbulkan gejala hiperemia silier
(hiperemi perikorneal atau pericorneal vascular injection). Peningkatan
permeabilitas ini akan menyebabkan eksudasi ke dalam akuos humor,
sehingga terjadi peningkatan konsentrasi protein dalam akuos humor. Pada
pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai akuos flare atau
sel, yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak Brown (efek Tyndal). Kedua
gejala tersebut menunjukkan proses keradangan akut.5
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan
sel-sel radang di dalam BMD yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit
ke dalam BMD, dikenal dengan hifema. Apabila proses radang berlangsung
lama (kronis) dan berulang, maka sel-sel radang dapat melekat pada endotel
kornea, disebut sebagai keratic precipitate (KP). Ada dua jenis keratic
precipitate,yaitu:6
1. Mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen
yang difagositirnya, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa.
2. Punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat
pada jenis non granulomatosa.
Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses peradangan
akan berjalan terus dan menimbulkan berbagai komplikasi. Sel-sel radang,
fibrin, dan fibroblas dapat menimbulkan perlekatan antara iris dengan kapsul
lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun dengan endotel
kornea yang disebut sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada
bagian tepi pupil, yang disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh
sel-sel radang, disebut oklusio pupil.
Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya
trabekular oleh sel-sel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik
mat belakang ke bilik mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik
mata belakang dan akan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris
bombans. Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan
akhirnya terjadi glaukoma sekunder.
Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa yang
menyebabkan lensa menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata. Apabila
peradangan menyebar luas, dapat timbul endoftalmitis (peradangan supuratif
berat dalam rongga mata dan struktur di dalamnya dengan abses di dalam
badan kaca) ataupun panoftalmitis (peradangan seluruh bola mata termasuk
sklera dan kapsul tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses).5,6
Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya tidak
segera ditangani, dapat pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata
sebelahnya yang semula sehat. Komplikasi ini sering didapatkan pada uveitis
anterior yang terjadi akibat trauma tembus, terutama yang mengenai badan
silier.
2.7 Gambaran Klinis
Gejala akut dari uveitis anterior adalah mata merah, fotofobia, nyeri,
penurunan tajam penglihatan dan hiperlakrimasi. Sedangkan pada keadaan
kronis gejala uveitis anterior yang ditemukan dapat minimal sekali, meskipun
proses radang yang hebat sedang terjadi.1,6,7
1). Uveitis Anterior Jenis Non-Granulomatosa
Pada bentuk non-granulomatosa, onsetnya khas akut, dengan rasa
sakit, injeksi, fotofobia dan penglihatan kabur. Terdapat kemerahan
sirkumkorneal atau injeksi siliar yang disebabkan oleh dilatasi pembuluh-
pembuluh darah limbus. Deposit putih halus (keratic presipitate/ KP) pada
permukaan posterior kornea dapat dilihat dengan slit-lamp atau dengan
kaca pembesar. KP adalah deposit seluler pada endotel kornea.
Karakteristik dan distribusi KP dapat memberikan petunjuk bagi jenis
uveitis. KP umumnya terbentuk di daerah pertengahan dan inferior dari
kornea. Terdapat 4 jenis KP yang diketahui, yaitu small KP, medium KP,
large KP dan fresh KP. Small KP merupakan tanda khas pada herpes
zoster danFuch’s uveitis syndrome. Medium KP terlihat pada kebanyakan
jenis uveitis anterior akut maupun kronis. Large KPbiasanya jenis mutton
fat biasanya erdapat pada uveitis anterior tipe granulomatosa. Fresh
KP atau KP baru terlihat berwarna putih dan melingkar. Seiring
bertambahnya waktu,akan berubah menjadi lebih pucat dan berpigmen.
Pupil mengecil dan mungkin terdapat kumpulan fibrin dengan sel di
kamera anterior. Jika terdapat sinekia posterior, bentuk pupil menjadi tidak
teratur.
2). Uveitis Anterior Jenis Granulomatosa
Pada bentuk granulomatosa, biasanya onsetnya tidak terlihat.
Penglihatan berangsur kabur dan mata tersebut memerah secara difus di
daerah sirkumkornea. Sakitnya minimal dan fotofobianya tidak seberat
bentuk non-granulomatosa. Pupil sering mengecil dan tidak teratur karena
terbentuknya sinekia posterior. KP mutton fat besar-besar dapat terlihat
dengan slit-lamp di permukaan posterior kornea. Tampak
kemerahan, flare dan sel-sel putih di tepian pupil (nodul Koeppe). Nodul-
nodul ini sepadan dengan KP mutton fat. Nodul serupa di seluruh stroma
iris disebut nodul Busacca.
2.8. Diagnosis
Diagnosis uveitis anterior dapat ditegakkan dengan melakukan
anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.
1). Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan menanyakan riwayat kesehatan
pasien, misalnya pernah menderita iritis atau penyakit mata lainnya,
kemudian riwayat penyakit sistemik yang mungkin pernah diderita oleh
pasien.3,8
Keluhan yang dirasakan pasien biasanya antara lain:
Nyeri dangkal (dull pain), yang muncul dan sering menjadi lebih terasa
ketika mata disentuh pada kelopak mata. Nyeri tersebut dapat beralih ke
daerah pelipis atau daerah periorbital. Nyeri tersebut sering timbul dan
menghilang segera setelah muncul.
Fotofobia atau fotosensitif terhadap cahaya, terutama cahaya matahari
yang dapat menambah rasa tidak nyaman pasien
Kemerahan tanpa sekret mukopurulen
Pandangan kabur (blurring)
Umumnya unilateral
2). Pemeriksaan Oftalmologi
Visus : visus biasanya normal atau dapat sedikit menurun
Tekanan intraokular (TIO) pada mata yang meradang lebih rendah
daripada mata yang sehat. Hal ini secara sekunder disebabkan oleh
penurunan produksi cairan akuos akibat radang pada korpus siliaris.
Akan tetapi TIO juga dapat meningkat akibat perubahan aliran
keluar (outflow)cairan akuos.
Konjungtiva : terlihat injeksi silier/ perilimbal atau dapat pula (pada
kasus yang jarang) injeksi pada seluruh konjungtiva
Kornea : KP (+), udema stroma kornea
Camera Oculi Anterior (COA) : sel-sel flare dan/atau hipopion.
Ditemukannya sel-sel pada cairan akuos merupakan tanda dari proses
inflamasi yang aktif. Jumlah sel yang ditemukan pada
pemeriksaan slitlamp dapat digunakan untuk grading. Grade 0 sampai
+4 ditentukan dari:
0 : tidak ditemukan sel
+1 : 5-10 sel
+2 : 11-20 sel
+3 : 21-50 sel
+4 : > 50 sel
Aqueous flare adalah akibat dari keluarnya protein dari pembuluh darah
iris yang mengalami peradangan. Adanya flare tanpa ditemukannya sel-sel bukan
indikasi bagi pengobatan.9 Melalui hasil pemeriksaan slit-lamp yang sama dengan
pemeriksaan sel, flare juga diklasifikasikan sebagai berikut:
0 : tidak ditemukan flare
+1 : terlihat hanya dengan pemeriksaan yang teliti
+2 : moderat, iris terlihat bersih
+3 : iris dan lensa terlihat keruh
+4 : terbentuk fibrin pada cairan akuos
Hipopion ditemukan sebagian besar mungkin sehubungan dengan penyakit
terkait HLA-B27, penyakit Behcet atau penyakit infeksi terkait iritis.
Iris : dapat ditemukan sinekia posterior
Lensa dan korpus vitreus anterior : dapat ditemukan lentikular
presipitat pada kapsul lensa anterior. Katarak subkapsuler posterior
dapat ditemukan bila pasien mengalami iritis berulang.
3). Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium mendalam umumnya tidak diperlukan
untuk uveitis anterior, apalagi bila jenisnya non-granulomatosa atau
menunjukkan respon terhadap pengobatan non spesifik. Akan tetapi pada
keadaan dimana uveitis anterior tetap tidak responsif terhadap pengobatan
maka diperlukan usaha untuk menemukan diagnosis etiologiknya. Pada
pria muda dengan iridosiklitis akut rekurens, foto rontgen sakroiliaka
diperlukan untuk mengeksklusi kemungkinan adanya spondilitis ankilosa.
Pada kelompok usia yang lebih muda, artritis reumatoid juvenil harus
selalu dipertimbangkan khususnya pada kasuskasus iridosiklitis kronis.
Pemeriksaan darah untuk antinuclear antibody dan rheumatoid factor serta
foto rontgen lutut sebaiknya dilakukan. Perujukan ke ahli penyakit anak
dianjurkan pada keadaan ini. Iridosiklitis dengan KP mutton
fatmemberikan kemungkinan sarkoidosis. Foto rontgen toraks sebaiknya
dilakukan dan pemeriksaan terhadap enzim lisozim serum serta
serum angiotensineconverting enzyme sangat membantu.9,10
Pemeriksaan terhadap HLA-B27 tidak bermanfaat untuk
penatalaksanaan pasien dengan uveitis anterior, akan tetapi kemungkinan
dapat memberikan perkiraan akan suseptibilitas untuk rekurens. Sebagai
contoh, HLA-B27 ditemukan pada sebagian besar kasus iridosiklitis yang
terkait dengan spondilitis ankilosa. Tes kulit terhadap tuberkulosis dan
histoplasmosis dapat berguna, demikian pula antibodi terhadap
toksoplasmosis. Berdasarkan tes-tes tersebut dan gambaran kliniknya,
seringkali dapat ditegakkan diagnosis etiologiknya. Dalam usaha
penegakan diagnosis etiologis dari uveitis diperlukan bantuan atau
konsultasi dengan bagian lain seperti ahli radiologi dalam pemeriksaan
foto rontgen, ahli penyakit anak atau penyakit dalam pada kasus atritis
reumatoid, ahli penyakit THT pada ksus uveitis akibat infeksi sinus
paranasal, ahli penyakit gigi dan mulut pada kasus uveitis dengan fokus
infeksi di rongga mulut, dan lain-lain.7
2.9 Diagnosis Banding
Berikut adalah beberapa diagnosis banding dari uveitis anterior:
a. Konjungtivitis.
Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, ada
kotoran mata dan umumnya tidak ada rasa sakit, fotofobia atau injeksi
siliaris.
b. Keratitis atau keratokonjungtivitis.
Pada keratitis atau keratokonjungtivitis, penglihatan dapat kabur dan ada
rasa sakit dan fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes
simpleks dan herpes zoster dapat menyertai uveitis anterior sebenarnya.
c. Glaukoma akut.
Pada glaukoma akut pupil melebar, tidak ditemukan sinekia posterior dan
korneanya “beruap”.
2.10 Penatalaksanaan
Tujuan utama dari pengobatan uveitis anterior adalah untuk
mengembalikan atau memperbaiki fungsi penglihatan mata. Apabila sudah
terlambat dan fungsi penglihatan tidak dapat lagi dipulihkan seperti semula,
pengobatan tetap perlu diberikan untuk mencegah memburuknya penyakit dan
terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan. Adapun terapi uveitis anterior
dapat dikelompokkan menjadi :6,8,9
Terapi non spesifik
1. Penggunaan kacamata hitam
Kacamata hitam bertujuan untuk mengurangi fotofobi, terutama akibat
pemberian midriatikum.
2. Kompres hangat
Dengan kompres hangat, diharapkan rasa nyeri akan berkurang, sekaligus
untuk meningkatkan aliran darah sehingga resorbsi sel-sel radang dapat
lebih cepat.
3. Midritikum/ sikloplegik
Tujuan pemberian midriatikum adalah agar otot-otot iris dan badan silier
relaks, sehingga dapat mengurangi nyeri dan mempercepat panyembuhan.
Selain itu, midriatikum sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya
sinekia, ataupun melepaskan sinekia yang telah ada. Midriatikum yang
biasanya digunakan adalah:
Sulfas atropin 1% sehari 3 kali tetes
Homatropin 2% sehari 3 kali tetes
Scopolamin 0,2% sehari 3 kali tetes
4. Anti Inflamasi
Anti inflamasi yang biasanya digunakan adalah kortikosteroid, dengan
dosis sebagai berikut:
Dewasa : Topikal dengan dexamethasone 0,1 % atau prednisolone 1 %.
Bila belum berhasil dapat diberikan sistemik Prednisone oral mulai 80
mg per hari sampai tanda radang berkurang, lalu diturunkan 5 mg tiap
hari.
Anak : prednison 0,5 mg/kgbb sehari 3 kali.
Terapi spesifik
a. Terapi yang spesifik dapat diberikan apabila penyebab pasti dari uveitis
anterior telah diketahui. Karena penyebab yang tersering adalah bakteri,
maka obat yang sering diberikan berupa antibiotik, yaitu :
Dewasa : Lokal berupa tetes mata kadang dikombinasi dengan steroid
Subkonjungtiva kadang juga dikombinasi dengan steroid secara per oral
dengan Chloramphenicol 3 kali sehari 2 kapsul.
Anak : Chloramphenicol 25 mg/kgbb sehari 3-4 kali.
Walaupun diberikan terapi spesifik, tetapi terapi non spesifik seperti
disebutkan diatas harus tetap diberikan, sebab proses radang yang terjadi
adalah sama tanpa memandang penyebabnya.
Terapi terhadap komplikasi
a. Sinekia posterior dan anterior
Untuk mencegah maupun mengobati sinekia posterior dan sinekia
anterior, perlu diberikan midriatikum, seperti yang telah diterangkan
sebelumnya.
b. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada
Terapi konservatif :
Timolol 0,25 % - 0,5 % 1 tetes tiap 12 jam
Acetazolamide 250 mg tiap 6 jam
Terapi bedah :
Dilakukan bila tanda-tanda radang telah hilang, tetapi TIO masih tetap
tinggi.
Sudut tertutup : iridektomi perifer atau laser iridektomi, bila telah
terjadi perlekatan iris dengan trabekula (Peripheral Anterior
Synechia atau PAS) dilakukan bedah filtrasi.
Sudut terbuka : bedah filtrasi
2.11 . Komplikasi
Berikut ini adalah beberapa komplikasi dari uveitis anterior:2,10
a. Sinekia anterior perifer.
Uveitis anterior dapat menimbulkan sinekia anterior perifer yang menghalangi
humor akuos keluar di sudut iridokornea (sudut kamera anterior) sehingga
dapat menimbulkan glaucoma.
b. Sinekia posterior
Dapat menimbulkan glaukoma dengan berkumpulnya akuos humor di belakang
iris, sehingga menonjolkan iris ke depan.
c. Gangguan metabolisme lensa dapat menimbulkan katarak
Katarak merupakan komplikasi lebih lanjut yang serius, yang dapat dilihat
setelah serangan uveitis anterior yang berulang. Hal ini selalu memberikan efek
awal pada daerah subcapsular posterior dari lensa dan sayangnya, dapat
menganggu penglihatan pada stadium dini. Katarak juga dapat terjadi pada
penggunaan steroid topical dan sistemik jangka panjang.
d. Edema kistoid makular dan degenerasi makula
Dapat timbul pada uveitis anterior yang berkepanjangan.
2.12Prognosis
Kebanyakan kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis
secara awal dan diberi pengobatan. uveitis anterior mungkin berulang,
terutama jika ada penyebab sistemiknya. Karena baik para klinisi dan pasien
harus lebih waspada terhadap tanda dan mengobati dengan segera. Prognosis
visual pada iritis kebanyakan akan pulih dengan baik, tanpa adanya katarak,
glaucoma atau posterior uveitis.7,10
BAB III
KESIMPULAN
Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus
uvealis yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid. Klasifikasi
uveitis dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu klasifikasi secara
anatomis, klinis, etiologis, dan patologis. Penyakit ini dapat disebabkan oleh
faktor eksogen, endogen, infeksi maupun noninfeksi. Tujuan utama dari
pengobatan uveitis adalah untuk mengembalikan atau memperbaiki fungsi
penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan fungsi penglihatan tidak dapat lagi
dipulihkan seperti semula, pengobatan tetap perlu diberikan untuk mencegah
memburuknya penyakit dan terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Moorthy RS. 2008-2009 Basic and Clinical Science Course Section 9:
Intraocular Inflamation and uveitis. American Academy of ophthalmology.
2007.\
2. Vaughan DG. Anatomi & Embriologi Mata: Oftalmologi Umum (General
Opthalmology). Edisi 14. Widya Medica. Jakarta.
3. Vaughan DG. Traktus Uvealis & Sklera In: Oftalmologi Umum (General
Opthalmology). Edisi 14. Widya Medica. Jakarta.
4. Ming, Stew., Constable, I., Color Atlas of Ophtamology. 3th Edition. World
Sciens. New York. 2004.p.65.
5. Paramita, Galuh P. 2010. Uveitis Anterior. Available from
URL: http://www.fkumycase.net/wiki/index.php?page=mata+
%22+uveitis+anterior%22.html
6. Ilyas S. 2007. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. Hal. 172-4.
7. Trad MJ. Anterior uveitis. [Serial online]. [march, 24 2000]. Available
from:URL:http://www.optometry.co.uk./journal/23564/anterior_uveitis.html
8. Lang, GK. Ophthalmology A Short Textbook. Thieme. Stuttgart-New York.
2000. hal 211.
9. Teoh PC. Anterior uveitis as a clinical presentation of orbital inflammatory
disease in an adult. Vol 50. Edisi 229 [serial online]. [Januari 2009].
Available from: URL:http://www.singaporemedj.com/2009/50/e229.html
10. Amoaku and Browning. Common Eye Diseases and their Management.
3th edition. Springer-Verlag. London. 2006.p.143.