Download - Referat Tumbang Def Fe
REFERAT Agustus 2015
“Pengaruh Defisiensi Besi Terhadap Tumbuh Kembang Anak”
Nama :Fauzyah Fahma
No. Stambuk :N 111 14 027
Pembimbing :dr. Effendy Salim, Sp.A
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
20151
BAB I
PENDAHULUAN
Besi (Fe) adalah salah satu mikronutrien yang penting bagi tubuh,
antara lain pada sintesis DNA, fungsi mitokondria, transportasi oksigen,
produksi ATP dan untuk melindungi sel dari kerusakan akibat oksidasi.1
Setiap kelompok usia anak rentan terhadap defisiensi besi (DB).
Kelompok usia yang paling tinggi mengalami DB adalah usia balita (0-5
tahun) sehingga kelompok usia ini menjadi prioritas pencegahan
defisiensi besi. Kekurangan besi dengan atau tanpa anemia, terutama
yang berlangsung lama dan terjadi pada usia 0-2 tahun dapat
mengganggu tumbuh kembang anak, antara lain menimbulkan defek
pada mekanisme pertahanan tubuh dan gangguan pada perkembangan
otak yang berdampak negatif terhadap kualitas sumber daya manusia
pada masa mendatang.2
Menurut McCann dan Anan (2007), konsentrasi besi di otak jauh
lebih tinggi jika dibandingkan dengan mikronutrien lainnya, kecuali seng
(Zn). Di otak, besi diperlukan oleh enzim untuk fungsi spesifik otak,
termasuk mielinisasi dan sintesis neurotransmitter serotonin (triptofan
hidroksilase) serta dopamine (tirosin hidroksilase). Defisiensi besi tanpa
anemia juga menimbulkan banyak dampak negatif karena besi
merupakan nutrien yang penting untuk kehidupan organisme. Anemia
defisiensi besi (ADB) pada balita merupakan masalah yang serius karena
pada usia balita terjadi proses tumbuh kembang yang cepat.
2
Dikhawartirkan, bila tidak ditangani segera, kejadian ADB dapat
memberikan pengaruh buruk terhadap perkembangan kecerdasan.
Mengingat anak balita adalah generasi penerus bangsa, deteksi dini serta
penanganan defisiensi besi sedini mungkin sangatlah berarti. Selain itu
anak – anak akan lebih mudah terserang penyakit karena penurunan daya
tahan tubuh, dan hal ini tentu akan melemahkan keadaan anak sebagai
generasi penerus.3
Penyebab utama anemia gizi adalah konsumsi zat besi yang tidak
cukup dan absorbsi zat besi yang rendah dan pola makan yang sebagian
besar terdiri dari nasi dan menu yang kurang beraneka ragam. Selain itu
infestasi cacing tambang memperberat keadaan anemia yang diderita
pada daerah–daerah tertentu terutama daerah pedesaan. Soemantri
(1983), menyatakan bahwa anemia gizi juga dipengaruhi oleh faktor–
faktor lain seperti sosial ekonomi, pendidikan, status gizi dan pola
makan, fasilitas kesehatan, pertumbuhan, daya tahan tubuh dan infeksi.
Faktor- faktor tersebut saling berkaitan.4
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Defisiensi besi (Fe) merupakan suatu keadaan ketidakadekuatan
persedian besi untuk fungsi fisiologis tubuh. Defisiensi dapat disertai
anemia atau tanpa anemia. Bila disertai anemia, kadar hemoglobin dan
besi serum turun dibawah batas normal; sedangkan bila tanpa anemia,
terjadi penurunan cadangan besi dalam jaringan (feritin), tetapi belum
menurunkan konsentrasi hemoglobin. Defisiensi besi yang terjadi dan
berlangsung lama pada saat otak berkembang pesat terutama sampai
umur 3 tahun akan menimbulkan deficit fungsi otak yang menetap
sampai dewasa.1,4
Epidemiologi
Penegakkan diagnosi defisiensi besi tanpa anemia masih sulit,
sehingga prevalensi defisiensi tanpa anemia belum diketahui secara psti.
Saat ini, belum ada data statistic menegnai prevalensi defisiensi besi dan
ADB pad bayi berumur kurang dari 12 bulan. Penelitian oleh Hay dkk.
Di Norwegia 2004 pada bayi aterm mendapatkan prevalensi defisiensi
besi pada usia 6 bulan sebesar 4% dan meningkat pada usia 12 bulan
menjadi 12 %. Di amerika, prevalensi defisiensi besi pada anak usia 1
hingga 3 tahun sebesar 6,6% hingga 15,2 %. WHO memperkirakan
4
prevalensi anemia adalah 25% (sekitar separuhnya dialami oleh anak
prasekolah) dan defisiensi besi merupakan kontributor utama anemia. Di
negara berkembang, kejadian ADB sering ditemui sehubungan dengan
kemampuan ekonomi yang terbatas, asupan protein hewaniyang rendah,
dan infestasi parasit yang merupakan masalh endemik. Di Indonesia,
anemia defisiensi besi adalah salah satu masalah gizi utama disamping
kekurangan kalori- protein, vitamn A, dan yodium. Gunadi dkk,
menyatakan bahwa pada tahun 1995, pada anak usia sekolah yang
menderita ADB adalah 47,2%. Menurut WHO tahun 2008 tingkatan
anemia menjadi masalah kesehatan masyarakat disuatu negara yaitu
masalah rendah jika prevalensinya kurang dari 15%, masalah sedang jika
prevalensinya 15-40%, dan masalah tinggi jika prevalensinya lebih dari
40%. Prevalensi ADB di Indonesia lebih dari 40%, maka ADB dapat
digolongkan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang tinggi.5
Etiologi
Keseimbangan besi di dalam tubuh diatur sedemikian rupa
sehingga absorpsi besi dapat dipastikan cukup untuk mengompensasi
besi yang dikeluarkan oleh tubuh. Keseimbangan besi ini sebagian besar
ditentukan oleh absorpsi besi di bagian proksimal usus halus. Defisiensi
besi muncul akibat absorpsi besi yang tidak adekuat untuk menyesuaikan
dengan peningkatan kebutuhan pertumbuhan anak atau akibat
keseimbangan besi negatif dalam waktu lama. Keadaaan tersebut
menyebabkan penurunan cadangan besi dalam tubuh yaitu, feritin.
Proses terjadinya defisiensi besi pada anak diperkirakan sejak dalam 5
kandungan karena defisiensi yang berat pada ibu, ibu penyandang
diabetes, ibu perokok dan ibu penyandang hipertensi.5,6
Secara fisiologis, cadangan besi (0,5 gram/kgBB pada bayi cukup
bulan) baru terbentuk sejak 3 bulan terakhir kehamilan, sehingga bayi
premature dengan berat badan lahir endah disertai cadangan besi yang
rendah beresiko mengalami defisiensi besi sejak lahir. Bayi yang
mendapatkan ASI ekslusif beresiko mengalami defisensi besi pada saat
berumur 4- 6 bulan, sehingga diperlukan makanan pendamping ASI dan
suplementasi besi untuk mencegah terjadinya defisiensi besi. Perdarahn
akut maupun kronis menurunkan cadangan besi dalam tubuh. Penyebab
kondisi ini adalah keadaan yang patologis, seperti refluks
gastroesofageal, intoleransi terhadap susu sapi, dan parasit usus.
Penyebab lain masalah defisensi besi, dengan anemia maupun tanpa
anemia, adalah sosial ekonomi yang rendah, sosio- budaya yang kurang
mendukung (tabu), sanitasi yang buruk.1,6
Beberapa bahan makanan merupakan sumber tinggi besi, baik dari
heme (berasal dari sumber hewani) dan nonheme (berasal dari sumber
nabati). Disamping itu, terdapat interaksi antara besi dengan nutrien-
nutrien lainnya, baik berupa interaksi sinergis (meningkatkan absorpsi
besi) maupun interaksi antagonis (menurunkan absorpsi besi). Nutrien
yang berinteraksi sinergis untuk absorpsi besi adalah fosfor, bismuth,
germanium, nikel, mangan, vitamin A, B1, C, folat niacin, niacinamide,
lesitin, protein, interaksi antagonis dengan beberapa mikronutrien seperti
6
seng, kalsium, magnesium, timah, cobalt, vitamin B2, B5, B12, E, kafein
beras, teh, protein kedelai, susu sapi (kasein), asam oksalat.7
Sumber makanan
Heme Nonheme
Sapi Kacang almond
Ayam Roti
Ikan salmon Brokoli
Ikan tuna Macaroni
Udang Aprokit
kalkun Raisin
Bayam
Tabel 1. Sumber makanan yang mengandung besi
Patogenesis
Penagruh defisiensi besi terhadap pertumbuhan dan perkembangan
anak bersifat multifaktorial. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
kejadian defisiensi besi adalah faktor lingkungan (sosial ekonomi) yang
tidak menguntungkan, sehingga kemampuan pemberian makan menjadi
rendah, kemampuan pengasuhan rendah, dan meningkatnya depresi
maternal.6,7
7
Konsentrasi besi di otak lebih tinggi daripada konsentrasi metal
yang lain, karena besi dibutuhkan untuk proses mielinisasi dan sintesis
neurotransmitter serotonin, dopamine, epinefrin dan norepinefrin. Besi
dibutuhkan oleh oligodendrosit untuk proses mielinisasi terutama neuron-
neuron pada sistem sensori (visual- auditori) pembelajaran, dan perilaku.
Besi juga dibutuhkan sebagai kofaktor enzim triptofan hidroksilase untuk
serotonin dan tirosin hidroksilase untuk sintesis norepinefrin dan
dopamine. Disamping itu, besi juga bermanfaat dalam metabolisme
neuron di hipokampus dan lobus prefrontal yang berperan penting pada
pemrosesan memori. Pekembangan saraf otak dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti pertumbuhan, aktivitas sinaptik dan lingkngan. Anak
merupakan populasi yang sangat rentan terhadap defisiensi besi terutama
sejak lahir sampai dengan umur 3 tahun, karena pada saat tersebut terjadi
perkembangan cepat strukur hipokampus. Secara fungsional, kematangan
mengingat hipokampus adalah anatar 3 hingga 18 bulan.1,7
Defisiensi besi mempengaruhi fungsi otak melalui gangguan pada
hipokampus dan di luar hipokampus.7
A. Pengaruh defisiensi besi pada hipokampus
1. Gangguan metabolisme neuron
ADB sejak lahir menurunkan aktivitas enzim sitokrom c oksidase
di hipokampus.
2. Ekspresi gen
Kondisi defisiensi menyebabkan gangguan ekspresi gen yang
penting dalam transkripsi DNA.
8
3. Sinyal brain- derived neurotrophic factor (BDNF)
Defisiensi besi menyebabkan gangguan pertumbuhan dendritik dan
gangguan koneksi interneural hipokampus, struktur yang berfungsi
dalam memori.
4. Mammalian target of rapamycin (mTOR)
mTOR berfungsi dalam regulasi pertumbuhan sel- sel, regulasi
sintesis protein, dan organisasi aktin untuk diferensiasi neuronal,
maturasi oligodendrosit dan formasi myelin yang berguna untuk
struktur dan plastisitas neuron.
5. Kesehatan mitokondria
Defisiensi besi menyebabkan disfungsi enzim mitokondria.
B. Pengaruh defisiensi pada otak di luar hipokampus1. Hormon tiroid
Hormon tiroid bermanfaat dalam perkembangan otak, baik pada
seluruh hemisfer otak maupun pada hipokampus. Hormon tiroid
bekerja akibat aktivasi mTOR sehingga adanya gangguan aktivasi
mTOR akibat defisiensi besi menyebabkan gangguan fungsi
hormone tiroid. Akibatnya terjadi deficit kemampuan belajar dan
mengingat.
2. Mielinisasi
Defisiensi besi menyebabkan gangguan mielinisasi yang dimulai
dari masa janin dan berlangsung hingga umur 3 tahun sehingga
kecepatan fungsi neuron terganggu.
3. Dopamin
9
Defisiensi besi menyebabkan gangguan metabolisme dopamine,
terutama di striatum dan subsatnsia nigra sehingga terdapat
gangguan pada psikomotor dan gangguan tidur.
Gejala klinis Defisiensi besi sering ditandai dengan anemia. Anemia didefinisikan sebagai suatu
keadaan kadar hemoglobin (Hb) di dalam darah lebih rendah dari pada nilai normal untuk
kelompok orang yang bersangkutan. Kelompok ditentukan menurut umur dan jenis kelamin,
seperti yang terlihat di dalam tabel dibawah ini
Kelompok Umur Kadar hemoglobin
Anak 6 bulan s/d 6 tahun 11
6 tahun s/d 14 tahun 12
Dewasa Laki- laki 13
Wanita 12
Wanita hamil 11
Tabel 2. Batas normal kadar hemoglobin3
Gejala klinis anemia pada anak biasanya bersifat ringan agak
pucat. Namun, dalam keadaan anemia berat, dapat muncul gejala pucat,
lemas badan, sakit kepala, berdebar, insomnia, serta gangguan
pertumbuhan. Gejala defisiensi besi lainnya adalah disfungsi sitem imun,
pica, serangan napas terhenti sejenak (breath holding spell), restless leg
syndrome.
Penelitian carte dkk (2010) menunjukkan bahwa defisiensi besi
tanpa anemia memiliki dampak negatif terhadap kognitif anak. Anak
10
dengan defisiensi besi menunjukkan gejala kesulitan belajar dan
mengingat. Gejala yang tampak pada bayi baru baru lahir dengan
defisiensi besi adalah gangguan membedakan suara ibunya, sedangkan
gejala yang tampak pada bayi umjur 9 dan 12 bulan adalah kesulitan
membedakan wajah ibunya. Pada anak yang mengalami defisiensi besi
sejak lahir, pada umur 3,5 tahun ia akan mengalami kesulitan meniru
kegiatan, mengingat serta belajar. Pada umur 5 tahun, anak dengan
anemia defisiensi besi sejak lahir menunjukkan gejala penurunan
perkembangan bahasa dan motorik halus dibandingkan dengan anak yang
tidak mengalami kekurangan besi sejak lahir. Pada umur 11 sampai 14
tahun, anak dengan anemia defisiensi besi sejak balita mengalami
keterlambatan psikomotor, lebih sering tinggal kelas, dan mengalami
gangguan mengingat visuo spasial, gangguan kecemasan dan perhatian,
jika dibandingkan dengan anak dengan kadar besi yang cukup.1
Diagnosis
Penegakkan diagnosis defisiensi besi berdasarkan tahapan
penurunan cadangan besi dalam tubuh. Berdasarkan keadaan cadangan
besi, akan timbul defisiensi dalam tiga tahap
1) Deplesi besi (Iron depletion/storage iron deficiency)
Ditandai dengan berkurangnya cadanagn besi sampai tidak adanya
cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih
normal. Pada keadaan ini, terjadi peningktan absorpsi besi nonheme.
2) Deplesi besi eritropoietin (Iron deficiency erythropoietin)
11
Menunjukkan suplai besi tidak mencukupi untuk menunjang
eritropoiesis. Dari pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi
serum menurun dan saturasi transferin menurun sedangkan total
iron binding capacity (TIBC) meningkat dan free erythrocyte
pophyrin (FEP) meningkat.
3) Anemia defisiensi besi (Iron deficiency anemia)
Keadaan ini terjadi bila besi yang menuju sumsum tulang tidak
cukup sehingga menghambat produksi sel darah merah normal.
Kondisi ini memberikan gambaran anemia hipokromik mikrositik.1
Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan anemia defisiensi besi adalah mengetahui
faktor penyebab dan mengatasinya serta memberikan terapi dengan
preparat besi. Pemberian preparat besi dapat dilakukan peroral atau
parenteral.1
1) Preparat besi oral
Senyawa zat besi yang sederhana dan diberikan peroral adalah ferrous
glukonat, fumarat dan suksinat dengan dosis harian 4-6 mg/kgBB/hari
besi elemen, yang diberikan dalam 2-3 dosis. Penyerapan akan lebih
baik jika lambung kosong, tetapi cara pemberian ini akan
menimbulkan efek samping pada saluran cerna. Efek samping yang
dapat terjadi adalah iritasi gastrointestinal, yang dapat menyebabkan
rasa terbakar, mual dan diare. Karena itu, pemberian besi bisa
dilakukan pada saat makan atau segera setelah makan meskipun akan
12
mengurangi absorpsi obat sekitar 40-50 %. Preparat besi harusterus
diberikan selama 2 bulan setelah anemia teratasi.
Pentingnya suplementasi besi untuk anak
Rekomendasi terbaru menyatakan suplementasi besi sebaiknya
diberikan mulai usia 4-8 minggu dan dilanjutkan sampai usia 12-15
bulan, dengan dosis tunggal 2-4 mg/kg/hari tanpa melihat usia gestasi
dan berat lahir.6,7
Suplementasi untuk bayi prematur/bayi berat lahir rendah (BBLR)
Menurut World Health Organization (WHO), suplementasi besi
dapat diberikan secara massal, mulai usia 2-23 bulan dengan dosis
tunggal 2 mg/kgBB/hari. Bayi prematur perlu mendapat suplementasi
besi sekurangkurangnya 2 mg/kg/hari sampai usia 12 bulan.
Suplementasi sebaiknya dimulai sejak usia 1 bulan dan diteruskan
sampai bayi mendapat susu formula yang difortifikasi atau mendapat
makanan padat yang mengandung cukup besi.15 Centers for Disease
Control and Prevention (CDC) di Amerika merekomendasikan bayi-
bayi yang lahir prematur atau BBLR diberikan suplementasi besi 2-4
mg/kg/hari (maksimum 15 mg/hari) sejak usia 1 bulan, diteruskan
13
Rekomendasi 1
Suplementasi besi diberikan kepada semua anak, dengan
prioritas usia balita (0-5 tahun), terutama usia 0-2 tahun
sampai usia 12 bulan.10 Pada bayi berat lahir sangat rendah (BBSLR),
direkomendasikan suplementasi besi diberikan lebih awal. 6,7
Suplementasi untuk bayi cukup bulan
Suplementasi ini diberikan mulai usia 6-23 bulan dengan dosis 2
mg/kgBB/hari. Bayi yang mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan dan
kemudian tidak mendapat besi secara adekuat dari makanan,
dianjurkan pemberian suplementasi besi dengan dosis 1 mg/kg/hari.
The American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan
pemberian suplementasi besi pada bayi yang mendapat ASI eksklusif
mulai usia 4 bulan dengan dosis 1 mg/kg/hari dilanjutkan sampai bayi
mendapat makanan tambahan yang mengandung cukup besi. Bayi
yang mendapat ASI parsial (>50% asupannya adalah ASI) atau tidak
mendapat ASI serta tidak mendapatkan makanan tambahan yang
mengandung besi, suplementasi besi juga diberikan mulai usia 4 bulan
dengan dosis 1 mg/kg/hari.7
Suplementasi untuk balita dan anak usia sekolah
Suplementasi besi dapat diberikan dengan dosis 2 mg/kgBB/hari
(dapat sampai 30 mg/hari) selama 3 bulan.
Suplementasi untuk remaja
Suplementasi besi pada remaja lelaki dan perempuan diberikan
dengan dosis 60 mg/hari selama 3 bulan. Pemberian suplementasi besi
dengan dosis 60 mg/hari, secara intermiten (2 kali/minggu), selama 17
14
minggu, pada remaja perempuan ternyata terbukti dapat meningkatkan
feritin serum dan free erythrocyte protoporphyrin (FEP). 6,7
2) Terapi parenteral
Kemampuan untuk meningkatkan kadar hemoglobin tidak lebih baik
dibanding pemberian oral. Preparat besi diberikan parenteral, jika
pasien tidak dapat mentoleransi preparat besi peroral, terjadi
kehilangan darah yang cepat sehingga tidak dapat dikompensasi
dengan pemberian preparat besi peroral, terjadi gangguan pada traktus
gastrointestinal. 6,7
3) Terapi transfusi
Transfusi sel darah merah atau darah lengkap jarang diperlukan dalam
penanganan anemia defisiensi besi, kecuali bila terdapat pula
perdarahan. Anemia yang sangat berat atau anemia yang disertai
infeksi yang dapat mempengaruhi respon terapi. Secara umum,
15
transfusi diberikan kepada penderita anemia berat dengan kadar Hb
kurang dari 6 gr/dl.1
Prognosis
Defisiensi besi dengan anemia dan tanpa anemia berakibat jangka
panjang, berupa gangguan kognitif dan keterlambatan psikomotor.
Pemberian suplementasi besi pada anak defisiensi besi dengan anemia
dan tanpa anemia belum terbukti dapat memperbaiki gangguan kognitif
dan psikomotor meskipun anemia telah dikoreksi. 6,7
Pencegahan
Skrining terhadap defisiensi besi dengan dan tanpa anemia telah
direkomendasikan oleh AAP pada tahun 2010, berupa pemeriksaan kadar
hemoglobin pada usia 1 tahun yang disertai dengan skrining faktor resiko
terjadinya anemia, seperti lahir prematur, berat bayi lahir rendah, paparan
timbal, mendapat ASI ekslusif selama 4 bulan tanpa suplementasi besi,
makanan pendamping ASI yang tidak difortifikasi besi, gangguan
pertumbuhan, gangguan makan dan kondisi sosial ekonomi rendah .
Untuk anak usia 1 hingga 3 tahun, dapat dilakukan skrining ulang untuk
mengidentifikasi resiko defisiensi besi dan anemia defisiensi besi.1
BAB III
KESIMPULAN
16
Defisiensi besi dengan anemia dan tanpa anemia masih merupakan
maslah di seluruh dunia, terutama di negara berkembang seperti
Indonesia. Konsentrasi besi dalam otak tertinggi pada saat lahir, menurun
pada waktu penyapihan. Kebutuhan mulai meningkat bersamaan dengan
mielinisasi. Karena pertumbuhan dan perkembangan otak yang cepat
pada masa bayi dan anak, defisiensi besi yang terjadi pada masa tersebut
dapat mengakibatkan gangguan fungsi kognitif yang cenderung
permanen. Pemberian asupan besi yang adekuat sejak bayi serta
pelaksanaan skrining defisiensi besi dan anemia defisiensi besi sangat
penting dalam rangka pencegahan defisiensi besi.
DAFTAR PUSTAKA
17
1. Djajadiman, G. 2011, Suplementasi Besi untuk Anak. Ikatan Dokter
Anak Indonesia
2. Arlinda, S W. 2004, Anemia defisiensi besi pada balita. Bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat/Ilmu Kedokteran Pencegahan/Ilmu
Kedokteran Komunitas
3. McCann JC, Ames BN. “An overview for a causal relation between
iron deficiency during development and deficits ini cognitive or
behavioral function”. Am J Clin Nutr 2007;85:931-45
4. Raspati H, “Anemia deisiensi besi”, Dalam : Permono HB, Sutaryo,
Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M, penyunting, Buku Ajar
Hematologi Onkologi Anak Edisi ke-2.Jakarta: BP IDAI; 2006.h.30-4
5. Medise, Bernie Endyarni, 2013, Mengenal keterlambatan
perkembangan pada anak, di akses dari http://idai.or.id/publicarticles/
seputar-kesehatan-anak/mengenal-keterlambatanperkembangan-
umum-pada-anak.html, pada tanggal 29 agustus 2015.
6. World Health Organization. Iron deficiency anemia: assessment,
prevention, and control. A guide for programme managers. Geneva:
WHO; 2001.
18