Download - refrat cephalgia
Pendahuluan
Cephalgia atau nyeri kepala termasuk keluhan yang umum dan dapat
terjadi akibat banyak sebab yang membuat pemeriksaan harus dilakukan dengan
lengkap. Sakit kepala kronik biasanya disebabkan oleh migraine, ketegangan, atau
depresi, namun dapat juga terkait dengan lesi intracranial, cedera kepala, dan
spondilosis servikal, penyakit gigi atau mata, disfungsi sendi temporomandibular,
hipertensi, sinusitis, dan berbagai macam gangguan medis umum lainnya.
Walaupun lesi struktural jarang ditemukan pada kebanyakan pasien yang
mengalami cephalgia, keberadaan lesi tersebut tetap penting untuk diwaspadai.
Sekitar satu pertiga pasien tumor otak, sebagai contoh, datang dengan keluhan
utama sakit kepala.
Intensitas, kualitas, dan lokasi nyeri terutama durasi dari cephalgia dan
keberadaan gejala neurologik terkait dapat memberikan tanda penyebab. Migraine
atau nyeri kepala tipe tegang biasanya dijelaskan sebagai sensasi berdenyut;
sensasi tekanan juga umum terdapat pada nyeri kepala tipe tegang. Nyeri seperti
tertusuk-tusuk menandakan penyebab neuritik; nyeri okuler dan periorbital
menandakan terjadinya migraine atau nyeri kepala kluster, dan nyeri kepala
persisten merupakan gejala tipikal dari massa intracranial. Nyeri okuler dan
periokuler menandakan gangguan ophtalmologik, nyeri dengan sensasi terikat
umum pada nyeri kepala tipe tegang. Pada pasien dengan sinusitis, mungkin
didapatkan rasa nyeri pada kulit dan tulang sekitar.
Cephalgia menandakan aktivasi dari serat afferent primer yang
menginervasi pembuluh darah cephalic, terutama pembuluh darah meningeal atau
cerebral. Kebanyakan serat nosiseptif yang menginnervasi struktur ini berasal dari
neuron pseudounipolar yang terletak dalam ganglia trigeminal (divisi pertama),
walaupun beberapa lainnya berasal dari dalam ganglia servikal bagian atas.
Rangsangan yang mengaktivasi serat ini cukup bervariabel, mulai dari traksi
mekanikal langsung akibat tumor sampai iritasi kimia yang disebabkan oleh
infeksi SSP atau perdarahan subarachnoid. Pada pasien dengan gangguan
cephalgia sekunder, sakit kepala berasal dari sumber struktur atau peradangan
yang dapat teridentifikasi. Penanganan terhadap abnormalitas primer tersebut
dapat mengakibatkan penyembuhan sakit kepala. Akan tetapi kebanyakan pasien
dengan sakit kepala yang kronik memiliki gangguan cephalgia primer seperti
migraine atau nyeri kepala tipe tegang, dimana pada keadaan ini pemeriksaan fisik
dan laboratorium biasanya normal.
Teori vasogenik yang mengatakan bahwa vasokonstriksi intracranial
berperan terhadap terjadinya gejala aura migraine dan cephalgia terjadi akibat
dilatasi “rebound” atau distensi pembuluh cranial dan aktivasi dari akson
nosiseptif perivaskuler. Teori ini berdasarkan pengamatan dari adanya. Pelebaran
pembuluh ekstrakranial dan denyut selama serangan migraine terjadi pada
kebanyakan pasien, sehingga menandakan kemungkinan peranan penting dari
pembuluh cranial, rangsangan pembuluh intracranial pada pasien yang terjada
mengakibatkan sakit kepala ipsilateral; dan zat yang dapat menyebabkan
vasokonstriksi, seperti ergot alkaloid, ergot alkaloids, meringankan sakit kepala,
sedangkan vasodilator seperti nitrat, dapat memicu serangan.
Hipotesis lainnya yaitu teori neurogenik, yaitu mengidentifikasi otak
sebagai pusat migraine dan menyatakan bahwa kemugkinan serangan migrain
menandakan ambang nyeri intrinsik otak untuk tiap individu; perubahan vaskuler
yang terjadi saat migraine merupakan akibat bukan penyebab dari serangan
migraine. Dukungan dari hipotesis ini berdasar pada serangan migraine biasanya
diikuti dengan beragam gejala fokal (pada aura) dan vegetatif (pada prodromal)
yang tidak dapat dijelaskan secara sederhana dari terjadinya vasokonstriksi dalam
distribusi tunggal neurovaskuler.
Sepertinya elemen dari kedua teori ini telah dapat menjelaskan beberapa
patofisiologi dasar dari migraine dan gangguan cephalgia primer lainnya.
Pencitraan (i.e., magnetic resonance imaging [MRI] dan positron emission
tomography [PET]) dan pemeriksaan genetik yang mengkonfirmasi bahwa
migraine dan cephalgia terkait merupakan gangguan dari neurovaskuler.
Klasifikasi
Berdasar dari banyak penelitian mengenai jenis nyeri kepala dan
melibatkan sekitar 100 orang ahli neurologi, maka International Headache Society
mengembangkan klasifikasi ”International Classification of Headache Disorders,
2nd edition” untuk nyeri kepala. Klasifikasi ini secara garis besar membagi nyeri
kepala menjadi dua yaitu nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri
kepala primer kemudian dibagi menjadi empat kategori yaitu migraine, nyeri
kepala tipe tegang, nyeri kepala cluster – trigerminal, dan nyeri kepala primer
lainnya.
Migraine
Istilah migraine berasal dari kata Yunani yang berarti “sakit kepala
sesisi”. Memang pada 2/3 penderita migraine, nyerinya dirasakan secara
unilateral, tetapi pada 1/3 lainnya dinyatakan pada kedua belah sisi secara
bergantian dan tidak teratur. Rasa nyeri ini disebabkan oleh adanya dilatasi
pembuluh darah besar intracranial dan dibebaskannya substansi neurokinin ketika
vasodilatasi terjadi. Penyebab vasodilatasi ini belum diketahui.
Terdapat dua syndrome klinis migraine, yaitu migraine dengan aura dan
migraine tanpa aura.. Selama beberapa tahun, migraine dengan aura dikatakan
sebagai migraine klasik dan sindrom yang kedua dikatakan sebagai migraine
umum. Migrain disertai aura diawali dengan adanya gangguan pada fungsi saraf,
terutama visual, diikuti oleh nyeri kepala hemikranial (unilateral), mual, dan
kadang muntah, kejadian ini terjadi berurutan selama beberapa jam kadangpula
terjadi dalam sehari penuh bahkan lebih.
Migrain tanpa aura merupakan nyeri kepala hemikranial disertai atau
tanpa mual muntah yang terjadi secara tiba-tiba tanpa gangguan fungsi saraf
sebagai pertanda dan gejala ini terjadi dalam beberapa menit atau jam. Aspek
hemikranial dan sensasi berdenyut merupakan karakteristik paling khas yang
membedakan migraine dengan jenis nyeri kepala lainnya.
Terdapat banyak jenis farmakoterapi yang digunakan untuk mengatasi
migraine dan pemilihan untuk tiap pasien bergantung dari tingkat keparahan
serangan, gejala terkait seperti mual dan muntah, permasalahan komorbid, dan
respon pasien terhadap pengobatan. Pemberian analgesik tunggal atau
dikombinasikan dengan komponen lainnya telah terbukti meringankan nyeri
kepala ringan hingga berat. Agonis 5-HT1 dan/atau analgesi opioid dapat
diberikan dan dapat dikombinasikan dengan antagonis dopamine jika migraine
tergolong berat. Penggunaan farmakoterapi ini harus dibatasi hingga 2-3 hari
dalam seminggu untuk mencegah berkembangnya fenomena nyeri kepala
rebound.
Patofisiologi
Teori yang masih dianut sampai saat ini yaitu teori vaskular, teori
penyebaran depresi kortikal, teori neurotransmiter, hipotesis sentral, teori
unifikasi dan teori disfungsi sistem trigeminovaskular.
Teori vaskular. Serangan disebabkan oleh vasokonstriksi pembuluh
darah intralaanial sehingga aliran darah otak menurun yang dimulai di bagian
oksipital dan meluas ke anterior perlahan-lahan ibarat gelombang oligemia yang
sedang menyebar, yang melintasi korteks serebri dengan kecepatan 2-3 mm per
menit, berlangsung. beberapa jam (fase aura) dan diikuti oleh vasodilatasi
pembuluh darah’ekstrakranial yang menimbulkan nyeri kepala.
Teori penyebaran depresi kortikal di mana terjadi depresi gelombang
listrik yang menyebar lambat ke anterior setelah peningkatan mendadak aktivitas
listrik pada bagian posterior otak.
Teori neurotransmiter. Pada serangan terjadi pelepasan berbagai
neurotransmitter antara lain serotonin dari trombosit yang memiliki efek
vasokonstriktor. Reseptor serotonin ada sekitar tujuh jenis yang sudah ditemukan
dan banyak terdapat di meningen, lapisan korteks serebri, struktur dalam dari
otak, dan yang paling banyak inti-inti batang otak. Dua reseptor yang penting
pada adalah 5-HT1 yang bila terangsang akan menghentikan serangan migren,
sedangkan reseptor 5-HT2 bila disekat maka akan mencegah serangan migren.
Oleh sebab itu, baik agonis (sumatriptan, dihidroergotamin, ergotamin tartrat)
maupun antagonis serotonin (siproheptadin, metisergid, golongan antidepresan
trisiklik, penyekat saluran kalsium) bermanfaat dalam penatalaksanaan migren. Di
samping itu, neurotransmitter lainnya yang terlibat pada proses migren adalah
katekolamin (noradrenalin), dopamin, neuropeptida Y dan CGRP (calcitonin
gene-related peptide) dan VIP (vasoactive intestinal polypeptide), histamin, nitrit
oksida, beta-endorfin, enkefalin dan dinorfin, serta prostaglandin.
Teori sentral. Serangan berkaitan dengan penurunan aliran darah dan
aktivitas listrik kortikal yang dimulai pada korteks visual lobus oksipital. Gejala
prodromal migren yang terjadi beberapa jam atau satu hari sebelum nyeri kepala
berupa perasaan berubah, pusing, haus, menguap menunjukkan gangguan fungsi
hipotalamus. Stimulasi lokus seruleus menimbulkan penurunan aliran darah otak
ipsilateral dan peningkatan aliran darah sistem karotis eksterna seperti pada
migren. Stimulasi inti rafe dorsal meningkatkan aliran darah otak dengan
melebarkan sirkulasi karotis interna dan eksterna. Stimulasi nervus trigeminus
dapat melebarkan pembuluh darah ekstrakranial kemungkinan melalui pelepasan
neuropeptida vasoaktif misalnya substansia P.
Teori inflamasi neurogenik. Sistem trigeminovaskular dimulai dari
meningen pada ujung serabut serabut aferen primer C yang kecil dari nervus
trigeminus yang badan selnya berada dalam ganglion trigeminus dan pembuluh
darah di sekitarnya. Impuls yang berjalan sepanjang nervus V menuju ke
ganglion, ke dalam pons, dan berjalan turun bersinaps pada nukleus kaudalis
trigeminus. Inflamasi neurogenik yang menimbulkan nyeri migren terjadi pada
ujung pertemuan antara serabut saraf trigeminus dan arteri duramater. Inflamasi
ini disebabkan oleh pelepasan substansia P, CGRP, dan neurokinin A dari ujung
ujung saraf tersebut. Neurotransmiter ini membuat pembuluh darah dura yang
berdekatan menjadi melebar, terjadi ekstravasasi plasma, dan aktivasi endotel
vaskular. Inflamasi neurogenik ini menyebabkan sensitisasi neuron dan
menimbulkan nyeri. Aktivitas listrik selama fase aura atau pada awal serangan
migren menimbulkan depolarisasi serabut saraf trigeminus di dekat arteri piamater
sehingga mengawali fase nyeri kepala.
Teori unifikasi. (Lance dkk, 1989). Teori ini meliputi sistem saraf pusat
dan pembuluh darah perifer. Beberapa proses pada korteks orbitofrontal dan
limbik memicu reaksi sistem noradrenergik batang otak melalui lokus seruleus
dan sistem serotonergik melalui inti rafe dorsal serta sistem trigeminovaskular
yang akan merubah lumen pembuluh darah, yang juga akan memicu impuls saraf
trigeminus, terjadi lingkaran setan rasa nyeri. Nausea dan vomitus mungkin
disebabkan oleh kerja dopamin atau serotonin pada area postrema dasar ventrikel
IV dalam medula oblongata. Proyeksi dari lokus seruleus ke korteks serebri dapat
menimbulkan oligemia kortikal dan depresi korteks menyebar, menimbulkan aura.
Faktor Pencetus
Mudah tidaknya seseorang terkena penyakit migren ditentukan oleh
adanya defek biologis herediter pada sistem saraf pusat. Berbagai faktor dapat
memicu serangan migren pada orang yang berbakat tersebut antara lain:
o Hormonal. Fluktuasi hormon merupakan faktor pemicu pada 60% wanita, 14%
wanita hanya mendapat serangan selama haid. Nyeri kepala migren dipicu oleh
turunnya kadar 17-ß estradiol plasma saat akan haid. Serangan migren berkurang
selama kehamilan karena kadar estrogen yang relatif tinggi dan konstan,
sebaliknya minggu pertama postpartum, 40% pasien mengalami serangan yang
hebat, karena turunnya kadar estradiol. Pemakaian pil kontrasepsi juga
meningkatkan frekuensi serangan migren.
o Menopause. Umumnya, nyeri kepala migren akan meningkat frekuensi dan
berat ringannya pada saat menjelang menopause. Tetapi, beberapa kasus membaik
setelah menopause. Terapi hormonal dengan estrogen dosis rendah dapat
diberikan untuk mengatasi serangan migren pascamenopause.
o Makanan. Berbagai makanan/zat dapat memicu timbulnya serangan migren.
Pemicu migren tersering adalah alkohol berdasarkan efek vasodilatasinya di mana
anggur merah dan bir merupakan pemicu terkuat. Makanan yang mengandung
tiramin, yang berasal dari asam amino tirosin, seperti keju, makanan yang
diawetkan atau diragi, hati, anggur merah, yogurt, dll. Makanan lain yang pernah
dilaporkan dapat mencetuskan migren adalah coklat (karena mengandung
feniletilamin), telur, kacang, bawang, piza, alpokat, pemanis buatan, buah jeruk,
pisang, daging babi, teh, kopi, dan coca cola yang berlebihan.
o Monosodium glutamat adalah pemicu migren yang sering dan penyebab dari
sindrom restoran cina yaitu nyeri kepala yang disertai kecemasan, pusing,
parestesia leher dan tangan, serta nyeri perut dan nyeri dada.
o Obat-obatan seperti nitrogliserin, nifedipin sublingual, isosorbid-dinitrat,
tetrasiklin, vitamin A dosis tinggi, fluoksetin, dll.
o Aspartam yang merupakan komponen utama pemanis buatan dapat
menimbulkan nyeri kepala pada orang tertentu.
o Kafein yang berlebihan ( > 350 mg/hari) atau penghentian mendadak minum
kafein.
o Lingkungan. Perubahan lingkungan dalam tubuh yang meliputi fluktuasi
hormon pada siklus haid dan perubahan irama bangun-tidur dapat menimbulkan
serangan akut migren. Perubahan lingkungan eksternal meliputi cuaca, musim,
tekanan udara, ketinggian dari permukaan laut, dan terlambat makan.
o Rangsang sensorik. Cahaya yang berkedap-kedip, cahaya silau, cahaya matahari
yang terang, atau bau parfum, zat kimia pembersih, rokok, suara bising dan suhu
yang ekstrim.
o Stres fisik dan mental dapat memperberat serangan migren
o Faktor pemicu lain aktivitas seksual, trauma kepala, kurang atau kelebihan tidur
Manifestasi Klinis
Hampir 70% memiliki riwayat migren dalam keluarga. Sebagian besar
wanita. Serangan pertama migren biasanya dimulai saat remaja dan dewasa muda,
kemudian cenderung berkurang pada usia dekade ke 5 dan 6. Biasanya terdapat
faktor pemicu. Umumnya pasien memiliki kepribadian yang perfeksionis, kaku,
dan impulsif.
Gambaran klinis migren biasanya berupa nyeri kepala berdenyut yang bersifat
unilateral tetapi dapat bilateral atau ganti sisi. Serangan migren umumnya 2-8 kali
perbulan lamanya sekali serangan antara 4-24 jam atau bisa lebih lama, intensitas
nyeri sedang-berat, gejala penyerta antara lain: mual, muntah, fotofobia dan/atau
fonofobia, wajah pucat, vertigo, tinitus, iritabel. Pada migren dengan aura, gejala
prodromalnya adalah skotomat teikopsia (spektra fortifikasi), fotopsia (kilatan
cahaya), parestesia serta halusinasi visu dan auditorik. Sedangkan pada migren
tanpa aura, gejala prodromalnya adalah rasa kehabisan tenaga, rasa lelah, sangat
lapar dan rasa gugup/gelisah.
Jenis Migren
o Migren klasik (migren dengan aura)
o Migren varian
o Migren umum (migren tanpa aura)
o Migren asosiasi atau disosiasi
o Migren komplikata
o Status migren
Migren Klasik. Didahului aura visual berupa skotoma, kilatan cahaya, penglihatan
kunang-kunang atau garis-garis hitam putih, atau penglihatan kabur selama 10-20
menit Kemudian timbul nyeri kepala berdenyut unilateral yang makin berat
berlangsung antara 1-6 jam, biasanya akan reda dalam waktu 6-24 jam tapi
kadang-kadang lebih lama. Gejala penyerta yang sering dijumpai adalah mual,
muntah, fotofobia, fonofobia, iritabel, dan malaise.
Migren umum. Nyeri kepala timbul tanpa didahului prodromal aura visual seperti
pada migren klasik dan biasanya berlangsung lebih lama.
Migren Asosiasi. Pada migren ini, nyeri kepala disertai defisit neurologis yang
bersifat sementara. misalnya pada migren oftalmoplegik, migren hemiplegik, dan
migren dengan afasia. Defisit neurologis ini biasanya timbul mendahului atau
setelah nyeri kepala (migren asosiasi) atau tanpa adanya nyeri kepala (migren
disosiasi).
Migren Komplikata. Pada migren ini, defisit neurologis yang timbul akan menetap
karena terjadi infark serebri. Oleh sebab itu vasokonstriktor (ergotamin ) tidak
boleh diberikan agar tidak memperberat infark tersebut.
Status Migren. Status migren adalah serangan migren yang berlangsung lebih dari
24 jam yang disebabkan oleh inflamasi steril sekitar pembuluh darah yang
melebar. Pengobatan yang efektif adalah dengan kortikosteroid (misalnya
deksametason injeksi 3 kali 5 mg/hari intramuskular) atau injeksi
dihidroergotamin 1 mg intravena dan metoklopamid injeksi 5-10 mg intravena
diberikan setiap 8 jam selama 2 hari.
Penatalaksanaan
Secara umum, tata laksana berupa:
1. Saat serangan beri terapi simtomatik.
2. Bila faktor pencetus dikenali maka harus dihindari.
3. Ansietas dan depresi harus diobati.
4. Relaksasi dan latihan pernapasan
Terapi Simtomatik
1. Banyak pasien yang membaik dengan pemberian aspirin atau parasetamol.
Beberapa pasien mendapat hasil yang lebih baik bila ditambahkan fenobarbital
dosis kecil.
2. Nyeri kepala hebat dapat diobati dengan kodein 30-60 mg.
3. Nausea dan vomitus dapat dihilangkan dengan prometazin 25-50 mg atau
proklorperazin 5-10 mg.
4. Bila pasien tidak dapat tidur, dapat diberikan nitrazepam 5-10 mg sebelum
tidur.
5. Penggunaan yang berlebihan dari obat-obat yang mengandung barbiturat,
kafein dan opiat harus dihindari karena dapat menimbulkan eksaserbasi nyeri
kepala bila obat tersebut dihentikan.
6. Migren yang disertai kelainan saraf (migren komplikata), ergotamin sebaiknya
tidak diberikan.Obatyang dianjurkan adalah propanolol HCl dengan dosis 3-4 x
40 mg sehari. Hati-hati kontraindikasi propanolol.
7. Migren menstrual diberikan antiinflamasi nonsteroid 2 hari sebelum haid
sampai haid berhenti, yaitu natrium naproksen, asam mefenamat, atau ketoprofen
dll.
Terapi Abortif
Harus diberikan sedini mungkin, tetapi sebaiknya pada saat mulai timbul nyeri
kepala. Obat yang dapat digunakan:
1. Ergotamin tartrat dapat diberikan tersendiri atau dicampur dengan obat
antiemetik, analgesik, atau sedatif. Banyak preparat yang dicampur dengan kafein
untuk potensiasi efek (Cafergot) atau ditambah lagi zat sedatif luminal
(Bellapheen atau Ergopheen). Kontraindikasi pemberian ergotamin adalah adanya
penyakit pembuluh darah arteri perifer atau pembuluh koroner, penyakit hati atau
ginjal, hipertensi, atau kehamilan. Efek sampingnya mual, muntah, dan kram.
Ergotisme dapat terjadi berupa gangguan mental dan gangren. Dosis oral
umumnya 1 mg pada saat serangan, diikuti 1 mg setiap 30 menit, sampai dosis
maksimum 5 mg/serangan atau 10 mg/minggu .
2. Dihidroergotamin (Dihydergot®/DHE) merupakan agonis reseptor 5-HT1
(serotonin) yang aman dan efektif untuk menghilangkan serangan migren dengan
efek samping mual yang kurang dan lebih bersifat venokonstriktor. Dosis 1 mg
intravena selama 2-3 menit dan didahului dengan 5-10 mg metoklopramid
(Primperan®) untuk menghilangkan mual dan dapat diulang setiap 1 jam sampai
total 3 mg.
3. Sumatriptan suksinat (Imitrex®) merupakan zat yang bekerja sebagai agonis
selektif reseptor 5-Hidroksi triptamin (5-HT1D) yang efektif dan cepat
menghilangkan serangan nyeri kepala migren. Obat ini dapat diberikan subkutan
dengan sebuah autoinjektor. Sumatriptan terbukti efektif dalam menghilangkan
nyeri kepala dan mual pada migren. Dosis lazim adalah 6 mg subkutan, dapat
diulang dalam waktu 1 jam bila diperlukan (jangan melampaui 12 mg/24 jam).
Efek samping ringan berupa reaksi lokal pada kulit, muka merah, kesemutan dan
nyeri leher serta kadang-kadang nyeri dada. Kontraindikasi obat ini adalah angina,
penyakit koroner, hipertensi atau penggunaan yang.bersamaan dengan ergotamin
atau vasokonstriktor lainnya. Sumatriptan tidak boleh diberikan pada migren
basiler atau migren hemiplegik.
Profilaksis Migren
Hanya diberikan pada pasien dengan serangan yang sering berulang atau parah
dan tidak berhasil dengan terapi abortif. Terapi preventif ini tidak boleh diberikan
pada wanita hamil atau yang mau hamil.
a. Penyekat beta seringkali efektif untuk profilaksis migren
Propranolol dengan dosis 80-160 mg per hari dibagi dalam 2-3 kali
pemberian, jangan diberikan pada pasien asma bronkial atau gagal jantung
kongestif.
Alternatif lain adalah nadolol (Corgard®: 40-240 mg/hari) atau atenolol
(Tenormin®: 50-200 mg/hari)
b. Antidepresan trisiklik, yaitu amitriptilin atau imipramin (Tofranil®) dengan
dosis 50-75 mg/hari sebelum tidur atau dalam dosis terbagi.
c. Penyekat saluran kalsium kadang-kadang dipakai sebagai alternatif kedua bila
penyekat beta atau amitriptilin tidak efektif.. Verapamil (Isoptin®) dengan dosis
3-4 kali 80 mg/ hari. Kontraindikasi obat ini pada sindrom sinus sakit, blok
jantung derajat dua-tiga dan gagal jantung kongestif. Efek sampingnya adalah
edema, hipotensi, lelah, pusing, dll.
d. Antihistamin-antiserotonin seperti siproheptadin dengan dosis 8-16 mg per hari
dalam dosis terbagi dan pizotifen dengan dosis 0,25-0,5 mg sekali, diberikan
sekali sampai tiga kali sehari
e. Metisergid (antagonis serotonin) 2 mg/hari dinaikkan sampai 8 mg/hari dibagi
dalam beberapa dosis. Dosis dinaikkan bila pasien bebas dari efek samping
termasuk mengantuk, ataksia, mual. Tidak boleh digunakan lebih dari 6 bulan
karena akan menimbulkan fibrosis retroperitonealis.
f. Antikonvulsan bermanfaat pada beberapa pasien terutama dengan epilepsi
migrenosa (fenitoin 200-400 mg per hari). Pada anak dosis fenitoin yang
diberikan 5 mg/kgBB/ hari. Asam valproat 250-500 mg 2 kali sehari dapat
mengurangi frekuensi nyeri kepala migren. Namun, obat-obat ini bukan standar
untuk migren.
Nyeri Kepala Tipe Tegang
Nyeri kepala tipe tegang (NKTT) merupakan istilah yang digunakan
untuk mendeskripsikan nyeri kepala tanpa sebab yang jelas dan kurang memiliki
gambaran khas dibanding migraine dan nyeri kepala cluster. Mekanisme
patofisiologi yang mendasarinya tidak diketahui secara pasti dan ketegangan
sepertinya bukan penyebab utama. Kontraksi dari otot leher dan kulit kepala yang
selama ini telah dikatakan sebagai penyebab, kemungkinan hanya merupakan
fenomena sekunder.
Pada umumnya, NKTT merupakan gangguan kronik yang bermulai
setelah umur 20 tahun. Gangguan ini ditandai dengan serangan nyeri kepala
bilateral pada bagian occipital tanpa sensasi denyutan dan tidak disertai rasa mual,
muntah, atau gangguan penglihatan. Nyeri biasa dideskripsikan seperti ada pita
yang mengikat kepala dengan ketat. Wanita lebih sering terkena dibanding pria.
Walaupun NKTT dan migraine dianggap suatu gangguan yang berbeda,
tidak jarang ditemukan pasien yang mengalami nyeri kepala dengan gejala
keduanya. Pasien yang diklasifikasikan NKTT seperti ini mengalami nyeri kepala
berdenyut, nyeri kepala unilateral, atau mengalami muntah pada saat serangan.
Konsekuensinya, mungkin lebih tepat menganggap NKTT dan migraine
merupakan perwakilan dari suatu kutub berlawanan dari satu spectrum klinis
Nyeri kepala tipe tegang dapat diatasi dengan pemberian analgesic
sederhana, seperti aspirin atau asetaminophen atau jenis NSAID lainnya. Akan
tetapi pengobatan ini hanya diberi dalam periode yang singkat. Nyeri kepala tipe
tegang berespon sangat baik pada obat yang digunakan untuk menanganai depresi
atau kecemasan, terutama jika kedua gangguan ini ditemukan. Penelitian
melaporkan keberhasilan menanganai NKTT dengan calcium channel blocker,
phenelzine, atau cyptoheptadine. Ergotamine dan propanolol kurang efektif
kecuali ditemukan gejala migraine dan NKTT secara bersamaan. Teknik relaksasi
juga dapat digunakan untuk mengatasi stress dan kecemasan yang dapat
menyebabkan terpicunya NKTT.
Manifestasi Klinis
Nyeri kepala ini dapat bersifat episodik atau kronik (bila serangan
minimal 15 hari/bulan selama paling sedikit 6 bulan). Nyeri kepala dominan pada
wanita dan dapat terjadi pada segala usia. Yang khas, biasanya dimulai pada usia
20-40 tahun. Riwayat dalam keluarga dapat ditemukan.
Nyeri dikeluhkan sebagai tidak berdenyut, rasa kencang daerah
bitemporal atau bioksipital, atau seperti diikat sekeliling kepala, rasa berat,
tertekan, dll. Lokasi nyeri terutama dahi, pelipis, belakang kepala, atau leher. Pada
palpasi dapat teraba nodul-nodul yang berbatas tegas (titik pemicu atau trigger
point). Nyeri juga dapat menjalar sampai leher atau bahu. Kedinginan dapat
memicu timbulnya nyeri kepala ini.
Pada yang episodik, pasien jarang berobat ke dokter karena sebagian
besar sembuh dengan obat-obat analgetik bebas yang beredar di pasaran. Pada
yang kronis, biasanya merupakan manifestasi konflik psikologis yang
mendasarinya seperti kecemasan dan depresi. Oleh sebab itu, perlu dievaluasi
adanya stres kehidupan, pekerjaan, kebiasaan, sifat kepribadian tipe perfeksionis,
kehidupan perkawinan, kehidupan sosial, seksual, dan cara pasien mengatasinya.
Pada pasien dengan ryeri kepala karena depresi, dapat ditemukan gejala
lain seperti gangguan tidur (sering terbangun atau bangun dini hari), napas
pendek, konstipasi, berat badan menurun, mudah lelah, nafsu seksual menurun,
palpitasi, dan gangguan haid. Keluhan emosi antara lain perasaan bersalah, putus
asa, tidak berharga, takut sakit atau mati, dll. Keluhan psikis yaitu konsentrasi
buruk, minat menurun, ambisi menurun atau hilang, daya ingat buruk, dan mau
bunuh diri. Pasien sering menghubungkan nyeri kepalanya secara tidak
proporsional dengan kejadian yang pernah dialaminya seperti kecelakaan, trauma,
kematian orang yang dicintai, bekas suntikan, tindakan operasi, kehilangan
pekerjaan, atau perceraian.
Penatalaksanaan
1. Tindakan umum
o Pembinaan hubungan empati awal yang hangat antara dokter dan pasien
merupakan langkah pertama yang sangat penting untuk keberhasilan pengobatan.
Penjelasan dokter yang meyakinkan pasien bahwa tidak ditemukan kelainan fisik
dalam rongga kepala atau dalam otaknya dapat menghilangkan rasa takut akan
adanya tumor otak atau penyakit intrakranial lainnya.
o Penilaian adanya kecemasan atau depresi harus segera dilakukan. Sebagian
pasien menerima bahwa nyeri kepalanya berkaitan dengan penyakit depresinya
dan bersedia ikut program pengobatan sedangkan sebagian pasien lain berusaha
menyangkalnya. Oleh sebab itu, pengobatan harus ditujukan kepada penyakit
yang mendasari dengan obat anti cemas atau anti depresi serta modifikasi pola
hidup yang salah, di samping pengobatan nyeri kepalanya. Bila depresi berat
dengan kemungkinan bunuh diri maka pasien harus dirujuk ke ahli jiwa.
2. Terapi farmakologik
o Karena bersifat jangka panjang, hindari sedapat mungkin zat-zat yang adiktif
misalnya. golongan benzodiazepin dan analgetik opiat.
o Anti-depresan. Meskipun analgetik nonnarkotik (asetosal, parasetamol, dll) dan
antiinflamasi non steroid bermanfaat mengurangi nyeri kepala namun sebagian
besar nyeri kepala tipe tegang memerlukan tambahan obat anti depresan dan/atau
anti cemas. Obat anti-depresan efektif juga disebabkan oleh efek analgetiknya.
Anti-depresan trisiklik seperti amitriptilin dan doksepin dapat diberikan bila nyeri
kepatadisertai gangguan pola tidur karena efek sedatifnya. Golongan trisiktik yang
nonsedatif antara lain nortriptilin atau protiptilin. Golongan lain yang nontrisiklik
seperti maprotilin, trazodon, fluoksetin dipilih bila untuk menghindari efek
antikolinergik.
o Anti-cemas. Sebagian pasien dengan predominan kontraksi otot dan kecemasan,
dapat diberikan diazepam 5-30 mg/hari, klordiazepoksid 10-75 mg/hari,
alprazolam 0,25-0,50 mg, 3 kali sehari atau buspiron. Buspiron adalah agonis
parsial selektif reseptor serotonin 5-HTlA, karena itu kecil efek sedatifnya dan
tidak aditif. Alprazolam memiliki efek anticemas dan antidepresi.
o Relaksasi, hipnosis, biofeedback, meditasi, dan teknik relaksasi lain dapat
membantu mengurangi berat-ringan dan frekuensi serangan.
o Psikoterapi bermanfaat pada kasus dengan ansietas atau depresi yang berat.
o Fisioterapi, terdiri dari diatermi, masase, kompres hangat, TENS (transcutaneus
electrical nerve stimulation)
o Tindakan lain seperti injeksi trigger point dengan 0,25-0,50 ml lidokain 1%
dicampur deksametason/triamsinolon dalam volume yang sama dapat membantu
mempercepat penyembuhan nyeri kepala tipe tegang pada kasus-kasus tertentu.
Nyeri Kepala Cluster
Nyeri kepala cluster merupakan sindroma nyeri kepala yang lebih sering
terjadi pada pria dibanding wanita. Nyeri kepala cluster ini pada umumnya terjadi
pada usia yang lebih tua dibanding dengan migraine. Nyeri pada sindrom ini
terjadi hemikranial pada daerah yang lebih kecil dibanding migraine, sering kali
pada daerah orbital, sehingga dikatakan sebagai klaster. Jika serangan terjadi,
nyeri ini dirasakan sangat berat, nyeri tidak berdenyut konstan selama beberapa
menit hingga 2 jam. Namun pada penelitian, kebanyakan pasien mengalami
serangan dengan durasi 30 hingga 60 menit.
Tidak seperti migraine, nyeri kepala cluster selalu unilateral dan
biasanya terjadi pada region yang sama secara berulang-ulang. Nyeri kepala ini
umumnya terjadi pada malam hari, membangunkan pasien dari tidur, terjadi tiap
hari, seringkali terjadi lebih dari sekali dalam satu hari. Nyeri kepala ini bermulai
sebagai sensasi terbakar (burning sensastion) pada aspek lateral dari hidung atau
sebagai sensasi tekanan pada mata. Injeksi konjunctiva dan lakrimasi ipsilateral,
kongesti nasal, ptosis, photophobia, sindrom Horner, bahkan ditemukan pula
pasien dengan gejala gastrointestinal
Serangan nyeri kepala cluster nokturnal dapat ditangani dengan dosis
ergotamine sebelum tidur untuk mencegah serangan. Pemberian lidocaine
intranasal atau sumatriptan dapat pula digunakan pada serangan akut. Pada
beberapa pasien, ergotamine diberikan satu kali atau dua kali perhari juga terbukti
bermanfaat. Jika ergotamine dan sumatriptan tidak efektif mengatasi serangan,
beberapa neurolog pakar nyeri kepala menyarankan penggunaan verapamil
dengan dosis hingga 480 mg per hari. Penelitian memperkenalkan terapi lithium
untuk nyeri kepala cluster dan telah membuktikan efektivitas lithium pada kasus
kronik. Indomethacin dengan dosis 75 mg hingga 200 mg/hari telah dilaporkan
berhasil pada kasus kronik akan tetapi beberapa pasien juga tidak mengalami
perbaikan. Beberapa kasus nyeri kepala cluster tidak dapat diatasi dengan terapi
farmakoterapi dan membutuhkan pemotongan nervus trigerminus parsial.
Patofisiologi
Patofisiologi nyeri kepala klaster yang masih banyak dianut sampai saat ini :
o Nyeri kepala klaster timbul karena vasodilatasi pada salah satu cabang arteri
karotis eksterna yang diperantarai oleh histamin intrinsik (teori Horton)
o Serangan klaster merupakan suatu gangguan kondisi fisiologis otak dan struktur
yang berkaitan dengannya, yang ditandai oleh disfungsi hipotalamus yang
menyebabkan kelainan kronobiologis dan fungsi otonom. Ini menimbulkan
defisiensi autoregulasi dari vasomotor dan gangguan respons kemoreseptor pada
korpus karotikus terhadap kadar oksigen yang turun. Pada kondisi ini, serangan
dapat dipicu oleh kadar oksigen yang terus menurun. Batang otak yang terlibat
adalah setinggi pons dan medula oblongata serta nervus V, VII, IX, dan X.
Perubahan pembuluh darah diperantarai oleh beberapa macam neuropeptida
(substansia P, dll) terutama pada sinus kavernosus.
Manifestasi Klinis
Nyeri kepala ini timbul secara berkelompok, setiap hari selama 3 minggu
– 3 bulan, kemudian sembuh sampai berbulan atau bertahun-tahun. Nyeri bersifat
tajam, menjemukan, dan menusuk serta diikuti oleh mual atau muntah. Nyeri
kepala sering terjadi pada larut malam atau pagi hari dini hari sehingga
membangunkan pasien dari tidurnya. Beberapa pasien mengalami wajah merah,
sindrom Horner, hidung tersumbat, atau mata berair ipsilateral dari nyeri kepala.
Laki-laki 5 kali lebih banyak terkena daripada wanita, dan kebanyakan pasien
menderita serangan pertama pada usia 20-40 tahun. Pemicu nyeri kepala antara
lain minum alkohol.
Penatalaksanaan
1. Ergotamin 2 x 1 mg atau 2 mg sebelum tidur berhasil pada beberapa kasus.
2. Metisergid. Sekitar 50-80% pasien membaik dengan obat ini, 4-8 mg sehari
dalam dosis terbagi. Maksimum pemberian selama 3 bulan dengan
memperhatikan efek sampingnya.
3. Siproheptadin. Jika metisergid tidak efektif, kontraindikatif atau tidak tersedia,
maka siproheptadin 8-16 mg sehari dalam dosis terbagi, dapat diberikan.
4. Propanolol 40-160 mg sehari dalam dosis terbagi
5. Prednison 20-40 mg sehari, diikuti oleh penurunan bertahap untuk yang nyeri
kepala klaster yang refrakter terhadap pengobatan.
6. Litium karbonat, 300 mg, 3-4 kali sehari bila metisergid tidak efektif, tetapi
pemakaian obat ini menimbulkan efek toksik.
7. Inhalasi oksigen, 7 liter/menit selama 10 menit, dapat menghilangkan serangan
akut pada 80% nyeri kepala klaster.
8. Dihidroergotamin intravena untuk menghilangkan serangan akut.
9. Indometasin, 25-50 mg, 3 kali sehari dapat efektif pada beberapa kasus
10. Kodein, 30-60 mg, 3-4 kali sehari untuk menghilangkan gejala nyeri kepala
klaster
11. Penyekat kalsium seperti verapamil 80 mg, 3 kali sehari per oral, bermanfaat
pada beberapa kasus.
12. Lidokain topikal 4 % diberikan 1 ml intranasal dapat menghilangkan nyeri
kepala klaster pada beberapa pasien.
13. Desensitisasi histamin untuk kasus yang refrakter terhadap pengobatan,
dilakukan 5-6 kali.
14. Tindakan bedah hanya diindikasikan pada kasus kasus yang refrakter terhadap
semua pengobatan di atas.
Daftar Pustaka
American Medical Association: Migraine and other headache, Chichago, 1998,
AMA.
Bigal ME, Bigal JM, Betti M, et al: Evaluation of the impact of migraine and
episodic tensionn type headache on the quality of life and performance of a
university student population, Headache 41(7):710-719, 2001
Cady RK, Farmer Cady K: Migraine: changing perspective on pathophysiology
and treatment, Consultant, Sep 15, S13-S19, 2000.
Edvinsson L: Aspect on the pathophysiology of migraine and cluster headache,
Pharmacol Toxicol, 2001.
Lance JW: Mecanism and management of headache. Ed6, Boston 2000,
Butterworth
REFRAT
NYERI KEPALA PRIMER
Oleh:
Antonius Bagus Budi Kurnia
G99131019
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN / SMF ILMU SYARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2014