Download - Reklamasi Indonesia
1
BAB I
REKLAMASI RAWA
1.1 Umum
Sumber daya alam (SDA) Indonesia sangatlah melimpah, namun saat ini secara
keseluruhan belum dimanfaatkan maksimal untuk kebutuhan masyarakat. Banyak cara
memanfaatkan SDA, salah satunya dengan reklamasi, suatu usaha memanfaatkan
kawasan atau lahan yang relatif tidak berguna atau masih kosong dan berair menjadi
lahan berguna dengan cara dikeringkan.
1.1.1 Rawa Indonesia
Luas lahan rawa di Indonesia tercatat ± 33,4 juta ha yang terdiri dari rawa
pasang surut seluas ± 20,1 juta ha dan rawa non pasang surut seluas ± 13,3 juta ha yang
tersebar di berbagai pulau, mayoritas di Pulau: Sumatra, Kalimantan , dan Irian Jaya.
Dengan meningkatnya kebutuhan pangan dan lahan baik untuk pemukiman maupun
untuk industri, maka melalui pengembangan rawa yang tepat dan bijaksana akan
memberikan kontribusi yang besar terhadap tuntutan tersebut. Pengembangan
perencanan rawa secara resmi sudah dilandasi keputusan Pemerintah pada tahun 1969
dengan program Pelita. Dengan mengkaji kondisi serta potensi rawa yang akan
direklamasi menjadi persawahan.
1.1.2 Sektor Pertanian
Indonesia sebagai negara agraris, sebagian mengandalkan sektor pertanian
menjadi tumpuan hidup bagi sebagian penduduk Indonesia. Indonesia sepatutnya
mampu mandiri dalam hal kebutuhan pangan dalam negeri. Namun dalam
kenyataannya bangsa ini masih belum mampu memenuhi kebutuhan pangan dalam
negeri. Hal ini disebabkan karena meningkatnya jumlah penduduk yang belum
diimbangi dengan peningkatan produksi pertanian.
Kesenjangan ini jika terus dibiarkan akan meningkatkan jumlah impor bahan
pangan yang semakin besar dan bangsa Indonesia semakin tergantung pada negara
2
asing. Peningkatan sektor pertanian memiliki dua metode, yaitu intesifikasi dan
ekstensifikasi. Umumnya pada di negara berkembang dan maju menggunakan
intesifikasi, Intensifikasi pertanian pada hakekatnya adalah menjadikan lahan pertanian
yang sudah ada menjadi lebih intensif. Langkah ini mampu meningkatakan jumlah
produksi pertanian, namun mengingat laju pertumbuhan penduduk yang terus
meningkat dan jika tidak diimbangi dengan langkah ekstensifikasi lahan, maka
persediaan bahan pangan yang ada masih belum mampu mencukupi kebutuhan bahan
pangan dalam negeri.
Langkah yang ditempuh untuk memecahkan masalah tersebut adalah
ekstensifikasi pertanian. Ekstensifikasi pertanian dilakukan dengan merubah suatu
ekosistem (rawa atau hutan) menjadi ekosistem baru (lahan pertanian, pemukiman ,
industri). Dengan alasan di atas dan semakin terbatasnya persediaan pangan,
pemerintah mengembangkan daerah rawa sebagai lahan pertanian.
1.2 Konsep Reklamasi rawa
Reklamasi lahan rawa adalah suatu upaya pemanfaatan, perbaikan dan peningkatan
kualitas kesuburan lahan pertanian melalui penerapan teknologi dan pemberdayaan
masyarakat tani serta melalui perbaikan prasarana dan sarana produksi di kawasan
tersebut sehingga meningkatkan luas areal tanam dan produktivitas lahan. Kegiatan
reklamasi lahan meliputi beberapa kegiatan antara lain adalah reklamasi lahan sawah
berkadar bahan organik rendah, reklamasi lahan kering berkadar bahan organik.
Tujuan kegiatan reklamasi lahan dimaksudkan untuk memperbaiki ekosistem lahan
melalui perbaikan kesuburan tanah dan penyediaan sarana produksi dalam rangka Tujuan
kegiatan reklamasi lahan dimaksudkan untuk memperbaiki ekosistem lahan melalui
perbaikan kesuburan tanah dan penyediaan sarana produksi dalam rangka. (pedoman
teknik reklamasi Kementerian Pertanian).
1.3 Prinsip Reklamasi Rawa
Prinsip dasar reklamasi rawa bisa dilihat dari pengertiannya sebagai suatu upaya
meningkatkan fungsi dan pemanfaatannya untuk kepentingan masyarakat luas terutama yang
bermukim didaerah sekitar.
3
a. Kegiatan reklamasi harus dianggap sebagai kesatuan yang utuh (“holistic”) dari kegiatan
penambangan.
b. Kegiatan reklamasi harus dilakukan sedini mungkin dan tidak harus menunggu proses
penambangan secara keseluruhan selesai dilakukan.
Secara umum reklamasi digunakan untuk usaha pembukaan lahan, hal ini bermaksud:
Meningkatkan produksi pangan
Meratakan penyebaran penduduk (transmigrasi)
Mempercepat pembangunan daerah
Mendukung Hankamnas
1.4 Prosedur Reklamasi Rawa
Berikut langkah-langkah dalam perencanaan reklamasi rawa:
1. Membuat sistem jaringan drainasi sesuai dengan kondisi topografi daerah studi.
2. Melakukan uji abnormalitas data,
Uji abnormalitas data dilakukan dengan melakukan uji outlier untuk memastikan
apakah semua data yang didapat berada pada batas yang bisa ditoleransi.
3. Melakukan uji konsistensi data, metode yang digunakan adalah RAPS (Rescaled
Adjusted Partial Sums). Tujuan dari uji ini adalah untuk menetahui tingkat
konsistensi dari data yang diperoleh, karena tidak semua data mengandung ketelitian
dan keakurasian.
4. Menghitung curah hujan rancangan dengan menggunakan metode log pearson type III
dengan kala ulang yang telah ditentukan, metode ini dipilih dengan pertimbangan
bahawa cara ini lebih fleksibel dan dapat dipakai untuk semua sebaran data.
5. Menguji kesesuaian distribusi yang telah dilakukan untuk menentukan curah hujan
rancangan maksimum. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah distribusi
log pearson tipe III yang telah digunkan telah memenuhi kesesuaian distribusi.
Pengujian dilakukan dengan uji smirnov kolmogorof dan uji chi-kuadrat. Apabila
curah hujan rerarata maksimum daerah tidak memenuhi uji tersebut, maka
digunakan distribusi frekuensi yang lain.
6. Perhitungan curah hujan efektif lahan,
4
Metode yang digunakan adalah standar perencanaan irigai (PU) yang umum
digunakan.
7. Perhitungan evapotranpirasi potensial dari lahan studi,
Perhitungan evapotranspirasi potensial menggunakan metode Penman. Metode ini
dipilih karena dalam parameter yang dibutuhkan lebih detail sehingga hasil yang
dikelurkan nantinya lebih mendekati kenyataan di lapangan. Selain itu, metode ini
telah umum digunakan dalam perhitungan evapotranspirasi potensial.
8. Penetapan pola tata tanam yang berkaitan erat dengan pengelolaan air di lahan.
Sehingga kebutuhan air tanaman tidak melebihi kapasitas yang tersedia,
9. Menghitung besarnya drain module,
Perhitungan ini dilakukan unuk mendapatkan besarnya debit yang harus dibuang dari
lahan di lokasi studi. Dalam studi ini debit buangan yang terjadi hanya dipengaruhi
besarnya curah hujan yang turun di lokasi studi.
10. Menghitung besarnya debit drainasi.
11. Merencanakan dimensi saluran,
Perhitungan dimensi saluran digunakan untuk mendapatkan dimensi yang sesuai
dengan besarnya debit yang harus dibuang dari lokasi studi
12. Menganalisa sifat fisik tanah yang nantinya digunakan sebagai acuan dalam
perencanaan dimensi saluran. Dalam hal ini digunakan untuk merencanakan
kemiringan talud.
13. Pola operasi pintu skot balok,
Pada saluran rencana nantinya akan diberikan perlakuan khusus. Hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui profil muka air yang ditimbulakan akibat adanya
pintu skot balok
14. Pemrosesan data-data hidrolika dengan perangkat lunak (software)
Perangkat lunak ini digunakan untuk mengetahui kondisi profil aliran jika diberi
perlakuan-perlakuan terentu (pola operasi pintu)
5
1.5 Prosedur untuk Merencanakan Pengembangan Daerah Rawa
Prinsip dasar pemeliharaan dan pengembangan rawa adalah mempergunakan
teknologi sederhana dan biaya murah dengan pembuatan saluran drainasi terbuka, yang bisa
difungsikan sebagai sumber air kebutuhan masyarakat.
Gambar 1. Reklamasi rawa gambut.
1.5.1 Tahapan Pengembangan Daerah Rawa
Kebijakan pengembangan rawa diperlukan dua tahapan, tahapa pertama sebagai uji
kelayakan teknis untuk dapat dikembangkan pada tahapan kedua (penghematan dan
efisiensi).
1. Tahap awal
Kebijakan :
swasembada beras
transmigrasi
pengembangan wilayah
pemerataan pendapatan
keamanan daerah
pembatasan pantai
Strategi :
pembukaan rawa baru
6
teknologi sederhana murah
usaha tani kecil, swah tadah hujan dan palawija
peningkatan kesejahteraan petani
prasarana pengairan :
drainase terbuka/ alami dan pengamanan banjir
irigasi pasang surut bila mungkin
prasarana lainnya:
fasilitas kesehatan/sosial dasar
aksesbilitas/ transportasi via lauran
penyediaan bak tampungan air hujan
fasilitas pendukung dasar pertanian
2. Tahap lanjutan
Kebijakan :
pendekatan terpadu
diversifikasi tanaman
keikutsertaan swasta
peningkatan pendapatan
kelestarian lingkungan
desentralisasi
strategi :
peningkatan prasarana pengairan
pemantapan OP
perkuatan kelembagaan
intensifikasi pertanian
peningkatan penyuluhan
kelestarian lingkungan
prasarana pengairan :
7
sistem drainase terkendali
perbaikan managemen tanah dan air
peningkatan pengamanan banjir
pendekatan konservasi air
prasarana lainnya:
peningkatan layanan kesehatan/sosial
akses jalan
fasilitas air minum
penyediaan pusat pengelolaan hasil pertanian
Tujuan dari tahapan perencanaan adalah untuk mendapatkan produk-produk dari
perencanaan reklamasi rawa yang meliputi:
sistem jaringan drainase
usulan pola tata tanam
dimensi saluran drainasi
potongan memanjang dan melintang saluran
bentuk profil muka air.
BAB II
REKLAMASI RAWA INDONESIA
8
2.1 Perkembangan reklamasi
Reklamasi rawa dengan Pemanfaatan yang serta pengelolaan yang serasi sesuai
dengan karakteristik, sifat dan kelakuannya serta pembangunan prasarana, sarana pembinaan
sumber daya manusia dan penerapan teknologi spesifik lokasi diharapkan dapat mengubah
lahan tidur (bongkor) menjadi lahan produktif. Pada periode 1985-1995 hampir tidak ada
proyek pembukaan lahan rawa baru yang dilaksanakan oleh pemerintah indonesia, pada
periode itu fokusnya lebih ditujukan kepada penyempurnaan (fase II) prasarana pengairan,
prasarana ekonomi dan sosial lainnya pada kawasan reklamasi yang sudah dikembangkan
sebelumnya.
Pada tahun 1996, Pemerintah Indonesia melaksanakan pembukaan lahan rawa besar-
besaran di Kalimantan Tengah yang kemudian dikenal dengan sebutan PLG 1 juta Ha, yang
kebanyakan kawasannya berada di daerah bantaran air sungai. Proyek ini mendapatkan
tantangan yang sangat kuat dari para pembela lingkungan hidup, karena proyek ini berusaha
mengembangkan lahan bergambut tebal yang diperkirakan akan merusak sistem konservasi
sumber daya air. Diperkirakan para perencanaan proyek ini tidak didukung oleh data yang
akurat dan pengetahuan yang sepadan dalam pengembangan daerah rawa. Proses reklamasi
rawa yang berupa proses pengatusan genangan air beserta akibatnya (oksidasi pirit,
subsidence, irreversibility tanah gambut) merupakan proses membahayakan dan berlangsung
dalam waktu yang cukup lama, kiranya kurang dipertimbangkan pada proses perencanaan,
sehingga mengakibatkan beberapa kegagalan pertanian yang menyengsarakan petani.
Dengan semakin meningkatnya kebutuhan untuk meningkatkan produksi pangan,
seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan semakin terbatasnya lahan kering yang
potensial untuk lahan pertanian, maka dimasa mendatang akan menjadi keniscayaan bagi
pemerintah untuk memikirkan kembali perlunya pembukaan lahan pertanian baru di daerah
9
reklamasi rawa. Upaya ke arah ini layak ditempuh bersamaan dengan pengembangan tahap II
ataupun tahap III dari kawasan reklamasi yang sudah dikembangkan sebelumnya.
2.2 Fakta Reklamasi Indonesia
Dengan semakin meluasnya irigasi yang dibangun pemerintah baik pemerintah
kolonial maupun pemerintah Republik Indonesia dijumpai dikotomi kerangka pengelolaan
irigasi yaitu kerangka pengelolaan yang berbasis masyarakat tani dan yang berbasis
pemerintah. Paling tidak ada empat fase perkembangan yang perlu dicermati sebagai akibat
hubungan saling mempengaruhi antara kekuatan-kekuatan yang menentukan eksistensi kedua
kerangka pengelolaan tersebut (Pasandaran, 2003).
Pertama, fase pembangunan irigasi oleh masyarakat tani. Akumulasi pengalaman
masyarakat tani terjadi dalam tempo yang lama mungkin ribuan tahun seperti yang
dilaporkan oleh Van Zetten Vander Meer (1979), mungkin sudah berlangsung sejak
16 abad SM, dimulai dengan pembangunan sawah tadah hujan, dan kemudian disusul
dengan penemuan teknologi mengalihkan air dari sungai. Walaupun teknologi
pengalihan aliran air tersebut bersifat sederhana yaitu pengambilan bebas (free
intake), namun makna dari temuantersebut adalah terjadinya perubahan sosial seperti
pembagian tenaga kerja dan akumulasi kesejahteraan.
Kedua, fase koeksistensi antara irigasi masyarakat dan irigasi berbasis pemerintah.
Sejak pertengahan abad 19 irigasi dalam skala besar dibangun oleh pemerintah
kolonial Belanda. Fase ini berlangsung lebih dari satu abad, (sejak 1848 –
pertengahan dasawarsa tujuh puluhan). Walaupun pemerintah kolonial Belanda
membangun irigasi skala besar pada sistem persawahan dan irigasi yang dirintis oleh
masyarakat namun masyarakat tani tetap melanjutkan pengembangan sistem irigasi
mereka sendiri.
Ketiga, fase dominasi peranan pemerintah dalam pengelolaan irigasi. Investasi irigasi
dilakukan secara besar besaran pada dasawarsa tujuh puluhan dan delapan puluhan
dengan tujuan mewujudkan tercapainya swa sembada beras. Adanya teknologi
revolusi hijau yang rensponsif terhadap air memerlukan upaya perbaikan infrastruktur
irigasi yang sudah ada dan perluasan sistem irigasi khususnya di luar Jawa. Upaya
tersebut sangat ditunjang oleh melonjaknya harga minyak dipasar internasional yang
memperkuat dukungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan utang
10
luar negeri yang dalam tahap awal dilakukan melalui proyek proyek irigasi dengan
bantuan IBRD/IDA.
Keempat, fase reformasi pengelolaan irigasi dan sumberdaya air pada umumnya
seiring dengan desentralisasi dan otonomi daerah. Walaupun fase ini didahului oleh
Kepres no 3/ 1999 dan PP 77 tahun 2001 tentang irigasi yang pada hakekatnya
menyerahkan kewenangan pengelolaan irigasi kepada Perkumpulan Petani Pemakai
Air (P3A) namun dalam perkembangan selanjutnya melalui UU no 7 tahun 2004
tentang sumberdaya air lebih ditekankan pada pendekatan keterpaduan yang
mencerminkan suatu keseimbangan dalam menerapkan peran dari berbagai aktor yang
terlibat dan dalam menerapkan fungsi-fungsi air yaitu fungsi ekonomi, fungsi sosial
dan fungsi keberlanjutan lingkungan sumberdaya air.
Rendahnya perluasan sawah irigasi di Indonesia antara lain disebabkan oleh derasnya
konversi lahan sawah beririgasi sejak lebih dari dua dasawarsa terakhir khususnya di pulau
Jawa. Antara tahun 1978–1998 misalnya konversi lahan sawah irigasi adalah sebesar satu juta
ha.(Irawan, 2004) Hal yang memprihatinkan dari program investasi publik di bidang irigasi
adalah sawah irigasi yang terkonversi besar peluangnya adalah sawah yang baru
direhabilitasi. Misalnya tidak lama setelah sistem irigasi Cisadane direhabilitasi dengan dana
bantuan World Bank pada tahun 1970-an sebagian dari sawah irigasinya dikonversi menjadi
lapangan terbang. Demikian pula perluasan perkotaan dan industri mengkonversi sawah
sawah irigasi di pinggir perkotaan.
Tabel 1 menunjukkan pangsa sumberdaya lahan dalam mendukung produksi padi di
Indonesia antara tahun 1990 dan 2005.Sawah irigasi tetap merupakan sumberdaya lahan yang
terpenting dalam mendukung produksi padi. Pangsa areal panen sawah irigasi, misalnya,
meningkat dari tahun 1990 sebesar 66,8 persen menjadi 73,9 persen sedangkan pangsa
produksi pada tahun 2000 adalah sebesar 84,5 persen. Sumberdaya kedua terpenting setelah
sawah irigasi adalah sawah tadah hujan. Disamping kontribusinya yang cukup signifikan
terkadap produksi yang pada tahun 2000 sekitar 11,9 persen sumberdaya tersebut sangat
potensial bagi perluasan irigasi di Indonesia.
11
Penggunaan lahan yang paling baik adalah memanfaatkan lahan sesuai dengan tingkat
kemampuannya. Penggunaan lahan basah dan gambut harus disesuaikan dengan berbagai
kriteria dan jenis komoditi yang akan dikembangkan. Penggunaan lahan berdasarkan pada
kriteria kesesuaian lahan untuk lahan basah dibedakan atas peruntukan padi sawah; padi
gogo, palawija dan sayuran; tanaman perkebunan dan buah-buahan serta hutan termasuk
didalamnya hutan tanaman. Berdasarkan parameter ketebalan gambut, kedalaman pirit dan
asam organik untuk lahan sesuai dinyatakan seperti pada Tabel 1 berikut ini :
12
BAB III
RANGKUMAN
3.1 Rangkuman
Rawa di Indonesia memiliki potensi besar tercatat luas lahan rawa keseluruhan
sebesar ± 33,4 juta ha, walaupun awalnya rawa merupakan lahan yang jarang digunakan,
namun pemanfaatan reklamasi dapat memberikan keuntungan lebih bagi Indonesia. Sebagai
negara agraris yang mayoritas bekerja pada sektor pertanian, rawa dapat menjawab masalah
utama.
Masalah yang dihadapi di sektor pertanian diantaranya pembukaan lahan baru dan sistem
peririgasian, sehingga sistem ekstensifikasi diperlukan dalam menjawab masalah tersebut.
Kondisi lahan Indonesia sekarang cenderung sudah mendekati tingkat maksimal, usaha
pembukaan lahan dirasa sangat sulit, lahan baru dengan penggundulan hutan dirasa tidak
baik. Solusi terbaik dengan reklamasi rawa, ditengah pembukaan lahan yang sulit.
Program reklamasi rawa di Indonesia sudah terlaksana sejak jaman penjajahan
belanda, proyek terbesar yang dilaksanakan oleh pemerintah yaitu tahun 1996 dengan
melaksanakan pembukaan lahan rawa besar-besaran di Kalimantan Tengah yang kemudian
dikenal dengan sebutan PLG 1 juta Ha, yang kebanyakan kawasannya berada di daerah
bantaran air sungai. Hingga saat ini pemerintah masih mengadakan proyek reklamasi di
berbagai pelosok nusantara, guna untuk meningkatkan pertanian demi kebutuhan pangan
nasional serta transmigrasi pemerataan penduduk.
Rawa merupakan lahan masa depan kita untuk pembangunan nasional multisektor,
diperlukan sumber daya manusia lebih untuk menjadikan rawa lebih bermanfaat. Maka dari
itu peran pemerintah dan masyarakat lebih dipadukan mengatasi hal tersebut.
13
DAFTAR BACAAN
http://id.wikipedia.org/wiki/Reklamasi_daratan ( 25 juni 2011)
http://www.indonetwork.co.id/alloffers/30/reklamasi.html ( 25 juni 2011)
http://tambangunsri.blogspot.com/2011/05/prinsip-prinsip-reklamasi-tambang.html ( 25 juni
2011)
Ar-Riza, I., H.Dj. Noor dan N. Fauziaty. 2007. Kearifan lokal dalam budidaya padi di lahan
rawa lebak. Dalam Kearifan Budaya Lokal Lahan Rawa. Balai Besar Sumber Daya
Lahan Pertanian. Banjarbaru/Bogor.
Noorginayuwati dan A. Rafieq. 2007. Kearifan lokal dalam pemanfaatan lahan lebak untuk
pertanian di Kalimantan. Dalam Kearifan Budaya Lokal Lahan Rawa. Balai Besar
Sumber Daya Lahan Pertanian. Banjarbaru/Bogor.
Pasandaran, E. 2006. Politik Ekonomi Sumber Daya Air. Dalam Pasandaran,E.,B. Sayaka,
dan T.Pranaji (eds). Pengelolaan Lahan dan Air di Indonesia. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Jakarta. 11 – 46.
Alihamsyah, T. 2002. Prospek pengembangan dan pemanfaatan lahan pasang surut dalam
perspektif eksplorasi sumber pertumbuhan pertanian masa depan. pp: 1-18. Dalam
Ar-Riza, I., T. Alihamsyah dan M. Sarwani (ed.). Pengelolaan Air dan Tanah di
Lahan Pasang Surut. Monograf Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa, Banjarbaru.
Direktorat Rawa, Ditjen Pengairan, Dep.PU. 1991. Pengembangan dan Pemanfaatan Rawa di
Indonesia. Makalah Seminar Nasional Teknologi Pemanfaatan Lahan Rawa untuk
Pencapaian dan Pelestarian Swasembada Pangan tanggal 23-24 Oktober. Palembang.
IPB. AMDAL Regional Pengembangan Lahan Gambut 1 Juta Hektar di Kalteng, Nopember
1996.
14
DAFTAR ISI
PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Umum........................................................................................................... 1
1.1.1 Rawa Indonesia ………………………………………………................................ 1
1.1.2 Sektor Pertanian ....………………………………………………………………………….1
1.2 Konsep Reklamasi Rawa……………………………………………………………………………2
1.3 Prinsip Reklamasi Rawa ……………………………………………………………………………2
1.4 Prosedur Reklamasi Rawa…………………………………………............................... 3
1.5 Prosedur untuk Perencanaan Pengembangan Daerah Rawa………...............5
1.5.1 Tahapan Pengembangan Daerah Rawa ……………………………………………5
BAB II REKLAMASI RAWA INDONESIA
2.1. Perkembangan Reklamasi.......................................................................... 8
2.2. Fakta Reklamasi Indonesia......................................................................... 9
BAB III RANGKUMAN
3.1. Rangkuman................................................................................................ 12
DAFTAR BACAAN
LAMPIRAN
15
PENGANTAR
Sumber daya alam melimpah yang dimiliki Indonesia masih belum digunakan dengan maksimal,
kondisi geologi yang bermacam-macam dirasa sangat berguna dalam mengatasi berbagai
permasalahan bangsa di bidang kebutuhan pangan. Indonesia sebagai negara agraris, mayoritas
masyarakat bekerja di bidang pertanian sekarang ini mengalami banyak masalah, salah satunya
adalah masalah kekurangn lahan untuk bercocok tanam.
Rawa merupakan daratan yang selalu terkena genangan air, masyarakat merasa bahwa rawa adalah
lahan yang tidak bermanfaat, padahal luasan rawa di Indonesia mencapai 34 juta hektar. Jadi dalam
penulisan membahas bagaimana rawa mampu menjadi solusi bagi krisis lahan untuk pertanian serta
menjelasakn procedural dalam pelaksanaan rawa menjadi lahan pertanian.