1
RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN
TAHUN 2015-2019
DIREKTORAT JENDERAL
PERKEBUNAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada ALLAH SWT atas rahmat dan karunia-NYA sehingga Rencana Strategis (Renstra) Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2015-2019 ini dapat terselesaikan dengan baik. Secara umum, Renstra ini disusun sebagai panduan dan pedoman dalam
merumuskan perencanaan kegiatan Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya yang meliputi koordinasi, penyusunan rencana dan program, anggaran serta kerjasama di bidang perkebunan; pengelolaan urusan keuangan dan perlengkapan; evaluasi dan penyempurnaan organisasi, tata laksana, pengelolaan urusan kepegawaian dan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan serta pelaksanaan hubungan masyarakat dan informasi publik, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kegiatan serta pemberian layanan rekomendasi bidang perkebunan, pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Ditjen. Perkebunan serta pelaksanaan fungsi lain yang diberikan Direktur Jenderal Perkebunan.
Adanya perubahan organisasi Kementerian Pertanian sesuai amanat Peraturan Presiden nomor 45 tahun 2015 yang ditindaklanjuti dengan terbitnya Peraturan Menteri Pertanian nomor 43/Permentan/OT.010/8/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian berimplikasi terhadap bertambahnya fungsi pengolahan dan pemasaran. Selain itu dengan adanya restrukturisasi program K/L melalui penyempurnaan output/outcome yang lebih terukur dalam kerangka arsitektur anggaran berbasis kinerja dan pendekatan konsep arsitektur dan informasi kinerja (ADIK) akan berpengaruh terhadap penetapan Visi, Misi, Tujuan, Arah Kebijakan, Strategi, Sasaran Strategis, Program dan Indikatornya serta Kegiatan dan Indikatornya pada Direktorat Jenderal Perkebunan dan unit kerja
3
eselon 2 lingkup Ditjen. Perkebunan termasuk Sekretariat Ditjen. Perkebunan. Maka kedepan Renstra ini akan segera dimutakhirkan untuk mengakomodir penyesuaian organisasi baru lingkup Ditjen. Perkebunan.
Berkaitan dengan hal tersebut, dalam perencanaan jangka menengah periode 3 tahun 2015-2019 perlu dilakukan sejumlah penyesuaian terhadap Rencana Strategis Sekretariat Ditjen. Perkebunan agar pelaksanaan kegiatan Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya lebih optimal dalam mendukung pencapaian sasaran program dan kegiatan dalam RPJMN 2015-2019 sesuai dengan agenda prioritas NAWACITA yang diimplementasikan kedalam pencapaian 6 sasaran strategis Kementerian Pertanian 2015-2019 serta pencapaian kegiatan Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019 dalam dokumen Rencana Strategisnya.
Rencana Strategis Sekretariat Ditjen. Perkebunan 2015-2019 ini tidak akan berarti banyak tanpa disertai implementasi yang tuntas disertai dengan kerjasama dan koordinasi yang sinergis dari berbagai pihak terkait. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi secara aktif dalam penyusunan dokumen Rencana Strategis ini. Semoga ALLAH SWT senantiasa memberikan kekuatan dan kemudahan untuk melaksanakan segala sesuatu yang direncanakan dalam dokumen ini.
Jakarta, Desember 2015 Sekretaris Ditjen. Perkebunan,
Ir. Irmijati R. Nurbahar, M.Sc Nip. 19591023 198503 2 001
4
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………. i DAFTAR ISI ……………………. iii DAFTAR TABEL ……………………. vi DAFTAR LAMPIRAN ……………………. vii 1. PENDAHULUAN ……………………. 1 1.1. Kondisi Umum Sekterariat Ditjen.
Perkebunan tahun 2010-2014 …………………….
8
1.1.1. Perkembangan Pegawai …………………… 8 1.1.2. Organisasi dan Tatalaksana
Sekretariat Ditjen. Perkebunan tahun 2010-2014
…………………….
10
1.1.3. Perkembangan Program, Kegiatan dan Anggaran Ditjen. Perkebunan tahun 2010-2014
…………………….
10 1.1.4. Koordinasi Penyelesaian
Kasus Kerugian Negara …………………….
17
1.1.5. Pengembalian Kredit ……………………. 18 1.1.6. Laporan Keuangan ……………………. 20 1.1.7. Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (SAKIP) …………………….
21
1.1.8. Realisasi Keuangan ……………………. 28 1.2. Peluang dan Tantangan ……………………. 30 1.2.1. Peluang ……………………. 30 1.2.2. Tantangan ……………………. 45 2. VISI, MISI DAN TUJUAN SEKRETARIAT
DITJEN. PERKEBUNAN TAHUN 2015-2019 …………………….
59
2.1. Tugas Pokok dan Fungsi Sekretariat Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019
…………………….
59 2.2. Visi Sekretariat Ditjen. Perkebunan
tahun 2015-2019 …………………….
60
2.3. Misi Sekretariat Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019
…………………….
61
2.4. Tujuan Sekretariat Ditjen.
5
Perkebunan tahun 2015-2019 ……………………. 62 3. ARAH KEBIJAKAN, SASARAN DAN
STRATEGI SEKRETARIAT DITJEN. PERKEBUNAN TAHUN 2015-2019
…………………….
67 3.1. Arah Kebijakan Sekretariat Ditjen.
Perkebunan tahun 2015-2019 …………………….
67
3.2. Sasaran Kegiatan dan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) Sekretariat Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019
…………………….
73 3.3. Strategi Pengembangan Sekretariat
Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019
…………………….
74 3.3.1. Strategi Umum ……………………. 74 3.3.2. Strategi Khusus ……………………. 79 4. KEGIATAN, KELUARAN (OUTPUT) DAN
KOMPONEN KEGIATAN SEKRETARIAT DITJEN. PERKEBUNAN TAHUN 2015-2019
…………………….
82 4.1. Program Ditjen. Perkebunan Tahun
2015-2019 …………………….
82
4.2. Kegiatan Ditjen. Perkebunan Tahun 2015-2019 Dalam Ruang Lingkup Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya
…………………….
83 4.3. Keluaran (Output) dan Komponen
Kegiatan Sekretariat Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019 sesuai Tupoksi
…………………….
85 4.3.1. Pembinaan dan Pelayanan
Perencanaan …………………….
85
4.3.2. Pembinaan dan Pelayanan Keuangan dan Perlengkapan
…………………….
85 4.3.3. Pembinaan dan Pelayanan
Umum …………………….
86
4.3.4. Pembinaan dan Pelayanan Evaluasi dan Layanan Rekomendasi
…………………….
86 4.3.5. Pembinaan dan Pelayanan
6
Manajemen dan Teknis Lainnya
…………………….
87
4.4. Sasaran Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) Sekretariat Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019
…………………….
87 4.5. Proyeksi Pendanaan Kegiatan
Sekretariat Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019
…………………….
88 5. MEKANISME STRATEGIS SEKRETARIAT
DITJEN. PERKEBUNAN TAHUN 2015-2019 …………………….
89
5.1. Mekanisme Perencanaan ……………………. 89 5.2. Monitoring, Evaluasi, Pengawasan
dan Pengendalian …………………….
90
5.2.1. Pengendalian dan Pengawasan
…………………….
90
5.2.2. Pemantauan dan Evaluasi ……………………. 91 6. PENUTUP ……………………. 94
7
DAFTAR TABEL
Tabel Hal Tabel 1 Perkembangan Pegawai
Berdasarkan Golongan dan Pendidikan sampai dengan tahun 2015
………………..
9 Tabel 2 Alokasi Penyediaan Dana APBN
untuk Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Perkebunan Berkelanjutan tahun 2010-2014
…………………
14 Tabel 3 Perkembangan Penyelesaian
Kerugian Negara sampai dengan tahun 2015
…………………
18 Tabel 4 Rincian Pengembalian Kredit
Proyek Pembangunan Perkebunan sampai dengan tahun 2015
…………………
19 Tabel 5 Perbandingan Realisasi
Keuangan Direktorat Jenderal Perkebunan dengan Kementerian Pertanian tahun 2010-2014
…………………
29 Tabel 6 Sasaran Kegiatan dan Indikator
Kinerja Kegiatan (IKK) Sekretariat Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019
…………………
74 Tabel 7 Perkembangan Proyeksi
Penyediaan Pendanaan Kegiatan Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya
…………………
88
8
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Hal Lampiran 1 Struktur Organisasi
Sekretariat Ditjen. Perkebunan
………………..
96 Lampiran 2 Matriks Penentuan Indikator
Kinerja Kegiatan (IKK) Sekretariat Ditjen. Perkebunan berbasis Penentuan ADIK (Arsitektur dan Informasi Kinerja)
…………………
97 Lampiran 3 Matriks Kinerja dan
Pendanaan Sekretariat Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019
…………………
101
9
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi serta
perubahan dalam tatanan nilai, politik, perekonomian dan
lingkungan hidup, perkebunan dituntut untuk menerapkan
sistem pembangunan yang cerdas dan inovatif agar sub sektor
ini dapat tetap berada pada posisi dan perannya selama 5 tahun
kedepan. Sistem pembangunan dimaksud selain dapat
mengantisipasi perubahan lingkungan strategis global dan
domestik, juga dapat mempengaruhi seluruh aspek kehidupan
yang membawa perubahan penting disegala bidang. Pergeseran
peran pemerintah yang semula dominan dalam pembangunan
berubah menjadi fasilitator, stimulator, promotor dan regulator
mengarahkan agar semua pemangku kepentingan yang terkait
dapat bergerak dan berfungsi secara optimal dalam
pembangunan.
Sub sektor perkebunan masih menjadi sub sektor penting dalam
peningkatan perekonomian nasional. Peran strategis sub sektor
perkebunan baik secara ekonomis, ekologis maupun sosial
budaya ini digambarkan melalui kontribusinya dalam
penyumbang PDB; nilai investasi yang tinggi dalam membangun
perekonomian nasional; berkontribusi dalam menyeimbangkan
neraca perdagangan komoditas pertanian nasional; sumber
devisa negara dari komoditas ekspor; berkontribusi dalam
peningkatan penerimaan negara dari cukai, pajak ekspor dan
bea keluar; penyediaan bahan pangan dan bahan baku industri;
penyerap tenaga kerja; sumber utama pendapatan masyarakat
pedesaan, daerah perbatasan dan daerah tertinggal;
1
PENDAHULUAN
10
pengentasan kemiskinan; penyedia bahan bakar nabati dan
bioenergy yang bersifat terbarukan, berperan dalam upaya
penurunan emisi gas rumah kaca serta berkontribusi dalam
pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan
mengikuti kaidah-kaidah konservasi. Sejalan dengan berbagai
kontribusi sub sektor perkebunan tersebut maka segala bentuk
usaha budidaya perkebunan harus mengedepankan
keseimbangan pengelolaan sumber daya alam, sumber daya
manusia dan alat/sarana prasarana input produksi melalui
kegiatan penyelenggaraan perkebunan yang memenuhi kaidah
pelestarian lingkungan hidup. Hal tersebut dijelaskan dalam
Undang-Undang nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan.
Undang-Undang nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan
menyatakan bahwa perkebunan adalah segala kegiatan
pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, sarana
produksi, alat dan mesin, budidaya, panen, pengolahan dan
pemasaran terkait tanaman perkebunan. Dengan pengertian
yang luas tersebut, penyelenggaraan perkebunan mengemban
amanat dalam mendukung pembangunan nasional. Amanat
tersebut mengharuskan penyelenggaraan perkebunan ditujukan
untuk (1) meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat;
(2) meningkatkan sumber devisa negara; (3) menyediakan
lapangan kerja dan kesempatan berusaha; (4) meningkatkan
produksi, produktivitas, kualitas, nilai tambah, daya saing dan
pangsa pasar; (5) meningkatkan dan memenuhi kebutuhan
konsumsi serta bahan baku industri dalam negeri; (6)
memberikan perlindungan pada pelaku usaha perkebunan dan
masyarakat; (7) mengelola dan mengembangkan sumber daya
perkebunan secara optimal, bertanggung jawab dan lestari; dan
(8) meningkatkan pemanfaatan jasa perkebunan.
11
Upaya-upaya yang dilakukan untuk memenuhi amanat
penyelenggaraan perkebunan harus didasarkan pada asas
kedaulatan, kemandirian, kebermanfaatan, keberlanjutan,
keterpaduan, kebersamaan, keterbukaan, efisiensi-berkeadilan,
kearifan lokal dan kelestarian lingkungan hidup. Sejarah panjang
penyelenggaraan perkebunan di bumi nusantara yang
mengedepankan asas-asas tersebut membuktikan bahwa
amanat yang diemban dapat dilaksanakan dengan baik, tepat
sasaran, berdaya dan berhasil guna bagi peningkatan
kesejahteraan pekebun.
Amanat pembangunan nasional dalam 9 Agenda Prioritas
NAWACITA yang wajib dilaksanakan Ditjen. Perkebunan dalam
pengembangan perkebunan tahun 2015-2019 sebagaimana
tercantum dalam RPJMN 2015-2019 mencakup 2 agenda
prioritas diantaranya 1) meningkatkan produktivitas rakyat dan
daya saing di pasar Internasional dengan sub agenda prioritas
akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional melalui peningkatan
agroindustri berbasis komoditas perkebunan; dan 2)
mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan
sektor-sektor strategis ekonomi domestik dengan sub agenda
peningkatan kedaulatan pangan. Arah kebijakan pembangunan
nasional dalam dokumen RPJMN 2015-2019 diimplementasikan
dalam 6 (enam) sasaran strategis Kementerian Pertanian. Sesuai
tugas pokok dan fungsinya, Ditjen. Perkebunan
bertanggungjawab dalam mendukung pencapaian 6 (enam)
sasaran strategis tersebut.
Sasaran strategis Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019 yang
selaras dengan kebijakan Kementerian Pertanian sebagaimana
tertuang dalam Renstra Kementerian Pertanian tahun 2015-2019
12
adalah mendukung: 1) pemenuhan penyediaan bahan baku tebu
dalam rangka peningkatan produksi gula nasional; 2)
peningkatan diversifikasi pangan berbasis komoditas
perkebunan yang difokuskan pada pengembangan komoditas
sagu dalam rangka penganekaragaman pangan perkebunan,
kegiatan integrasi tanaman perkebunan dan ternak,
pengembangan kegiatan tumpang sari dengan komoditas
tanaman pangan/ hortikultura/ perkebunan lainnya dan
pemanfaatan tanaman sela ; 3) peningkatan komoditas
perkebunan bernilai tambah dan berorientasi ekspor dalam
mewujudkan daya saing sub sektor perkebunan yang difokuskan
pada pengembangan produk segar dan olahan dari 16 komoditas
unggulan perkebunan; 4) pemenuhan penyediaan bahan baku
bio-energy dan pengembangan fondasi sistem pertanian bio-
industry dengan fokus pengembangan komoditas kelapa sawit
baik melalui peningkatan produksi dan produktivitas maupun
melalui kegiatan integrasi tanaman dan ternak serta penyediaan
benih kemiri sunan; 5) akuntabilitas kinerja aparatur pemerintah
yang baik dengan menerapkan prinsip keterbukaan,
akuntabilitas, efektivitas, efisiensi, supremasi hukum, keadilan,
integritas/ komitmen, kejujuran, konsistensi dan bebas KKN di
lingkungan organisasi Ditjen. Perkebunan; dan 6) peningkatan
pendapatan keluarga pekebun yang merupakan resultan dari
pencapaian sasaran strategis lainnya.
Berkaitan dengan tujuan dan fungsi pembangunan perkebunan
nasional dalam RPJMN 2015-2019 tersebut akan dapat
diwujudkan apabila pemerintah telah menerapkan prinsip-
prinsip Good Governance (pengelolaan pemerintahan yang baik)
dalam penyelenggaraan pembangunan dan pelayanan
masyarakat. Prinsip utama Good Governance adalah
13
akuntabilitas (accountability), transparansi (transparency) dan
partisipasi (participation). Untuk terwujudnya prinsip-prinsip
Good Governance tersebut, perlu didukung oleh adanya struktur
kelembagaan yang akomodatif, sumber daya aparatur yang
profesional, serta ketatalaksanaan yang responsif dan adaptif
sehingga koordinasi dan sinkronisasi menjadi hal yang sangat
penting untuk dapat terlaksananya pembangunan perkebunan
yang sinergi dan optimal. Karakteristik utama dalam
penyelenggaraan Good Governance adalah penyelenggaraan
pemerintah, pelayanan publik dan pembangunan yang tidak
semata-mata bertumpu pada keputusan yang dibuat oleh
pemerintah (Government), tetapi juga melibatkan seluruh
pemangku kepentingan (stakeholders) baik yang ada di dalam
maupun di luar birokrasi pemerintah.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara nomor 36 tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan, Penetapan dan Penerapan Standar Pelayanan
menyatakan bahwa Pelayanan Publik merupakan kegiatan atau
rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi
setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa dan/atau
pelayanan administrative yang disediakan oleh penyelenggara
pelayanan publik. Ukuran keberhasilan penyelenggaraan
pelayanan ditentukan oleh tingkat kepuasan penerima
pelayanan. Kepuasan penerima pelayanan dicapai apabila
penerima pelayanan memperoleh pelayanan sesuai dengan yang
dibutuhkan dan diharapkan (meeting the needs of customers)
serta memenuhi pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah,
terjangkau dan terukur, oleh karena itu setiap penyelenggara
pelayanan secara berkala melakukan survey indeks kepuasan
14
masyarakat. Pelayanan prima harus memiliki prinsip sederhana,
konsistensi, partisipatif, akuntabel, berkesinambungan,
transparansi dan keadilan.
Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang nomor 25 tahun
2009 tentang Pelayanan Publik bahwa setiap penyelenggara
pelayanan publik baik yang memberikan pelayanan kepada
masyarakat secara langsung maupun tidak langsung wajib
menyusun, menetapkan, dan menerapkan standar pelayanan
sebagai tolak ukur dalam penyelenggaraan pelayanan di
lingkungan masing-masing. Berkaitan dengan fungsi pelayanan
publik tersebut maka berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian
nomor 43/Permentan/OT.010/8/2015 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Pertanian, Sekretariat Ditjen.
Perkebunan memiliki tugas memberikan pelayanan teknis dan
administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Ditjen.
Perkebunan.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang
Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan, Peraturan Presiden
Nomor 40 tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana
Pembangunan Nasional, amanat Peraturan Presiden nomor 45
tahun 2015 tentang Kementerian Pertanian, Peraturan Presiden
Nomor 2 tahun 2015 tentang RPJMN tahun 2015-2019,
Peraturan Menteri Pertanian nomor 43 tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, Peraturan
Menteri Pertanian nomor 19 tahun 2015 tentang Rencana
Strategis Kementerian Pertanian tahun 2015-2019, PermenPPN
nomor 5 tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Strategis K/L tahun 2015-2019, Rencana Strategis Ditjen.
15
Perkebunan tahun 2015-2019 serta peraturan perundangan
terkait lainnya, maka disusun “RENCANA STRATEGIS
SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN
2015-2019”.
Rencana Strategis Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan
tahun 2015-2019 disusun berdasarkan analisis dan pencermatan
lingkungan strategis atas potensi, kelemahan, peluang dan
tantangan yang dihadapi dalam peningkatan pelayanan
kesekretariatan selama kurun waktu 2010-2014, serta
berdasarkan identifikasi dan pencermatan akan peluang dan
tantangan organisasi kesekretariatan pada periode 2015-2019
sehingga diharapkan akan memberi arah dukungan pelayanan
organisasi yang berkualitas dalam rangka pembangunan
perkebunan pada periode kedepan. Berdasarkan fungsi
organisasi dari Sekretarist Ditjen. Perkebunan maka, Renstra ini
memberikan arah dukungan dan memfasilitasi koordinasi,
penyusunan rencana dan program, anggaran serta kerjasama di
bidang perkebunan; pengelolaan urusan keuangan dan
perlengkapan; evaluasi dan penyempurnaan organisasi, tata
laksana, pengelolaan urusan kepegawaian dan penyusunan
rancangan peraturan perundang-undangan serta pelaksanaan
hubungan masyarakat dan informasi publik, evaluasi dan
pelaporan pelaksanaan kegiatan serta pemberian layanan
rekomendasi bidang perkebunan, pelaksanaan urusan tata usaha
dan rumah tangga Ditjen. Perkebunan serta pelaksanaan fungsi
lain yang diberikan Direktur Jenderal Perkebunan.
16
1.1. Kondisi Umum Sekretariat Direktorat Jenderal
Perkebunan Tahun 2010-2014
Sesuai dengan tugas dan fungsi kesekretariatan dalam rangka
melaksanakan pelayanan prima maka penerapan manajemen
kualitas terpadu merupakan suatu keharusan. Manajemen
kualitas diperlukan sebagai upaya meningkatkan kinerja secara
terus menerus dengan menggunakan semua sumber daya
manusia dan modal yang tersedia pada setiap level. Pencapaian
sasaran pelayanan organisasi selama periode 2010-2014
tercermin dalam indikator berikut :
1.1.1. Perkembangan Pegawai
Sampai dengan tahun 2015 sebanyak 1.142 orang, terdiri dari
PNS Ditjen. Perkebunan sebanyak 468 orang, PNS Pusat yang
ditempatkan di Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman
Perkebunan (BBP2TP) Medan sebanyak 274 orang, BBP2TP
Surabaya sebanyak 179 orang, BBP2TP Ambon sebanyak 136
orang, dan Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Pontianak
sebanyak 85 orang.
Tabel 1 memperlihatkan perkembangan pegawai sampai dengan
2015 berdasarkan golongan dan pendidikan. Dilihat dari
penyebaran per golongan adalah sebagai berikut: jumlah
pegawai golongan I sebanyak 7 orang, golongan II sebanyak 292
orang yang sebagian besar berlokasi di UPT Pusat, golongan III
sebanyak 751 orang dan golongan IV sebanyak 92 orang. Adapun
berdasarkan kualifikasi pendidikan, lulusan SD sebanyak 17
orang, SLTP sebanyak 14 orang, SMA/SLTA sebanyak 402 orang,
Sarjana Muda/D3 sebanyak 63 orang, S1/D4 sebanyak 493
orang, S2 sebanyak 149 orang dan S3 sebanyak 4 orang.
17
Tabel 1. Perkembangan Pegawai Berdasarkan Golongan dan Pendidikan sampai dengan tahun 2015
Sumber: DItjen. Perkebunan, 2015
NO. UNIT KERJA GOLONGAN (ORANG) TINGKAT PENDIDIKAN (ORANG)
I II III IV Jumlah S3 S2 S1/ D4
D3 SLTA SLTP SD Jumlah
1. SEKRETARIAT DITJENBUN 1 38 127 20 186 2 33 55 10 68 7 11 186
2. DIREKTORAT TANAMAN SEMUSIM 0 3 46 9 58 1 15 25 3 13 1 0 58
3. DIREKTORAT TANAMAN TAHUNAN 0 5 44 9 58 0 13 27 4 14 0 0 58
4. DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR
0 5 38 11 54 0 16 19 6 12 1 0 54
5. DIREKTORAT PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA
0 8 39 8 55 0 13 18 5 19 0 0 55
6. DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN
0 10 39 8 57 0 17 17 4 17 0 2 57
7. BBP2TP MEDAN 3 86 175 10 274 1 14 151 7 97 2 2 274
8. BBP2TP SURABAYA 1 26 142 10 179 0 20 120 12 24 2 1 179
9. BBP2TP AMBON 1 77 56 2 136 0 5 38 6 86 1 0 136
10. BPTP PONTIANAK 1 34 45 5 85 0 3 23 6 52 0 1 85
JUMLAH 7 292 751 92 1.142 4 14
9 493 63 402 14 17 1.142
18
1.1.2. Organisasi dan Tatalaksana Sekretariat Direktorat
Jenderal Perkebunan tahun 2010-2014
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan merupakan salah satu unit kerja Eselon I dengan susunan organisasi sebagai berikut:
a. Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan;
b. Direktorat Tanaman Rempah dan Penyegar;
c. Direktorat Tanaman Semusim;
d. Direktorat Tanaman Tahunan;
e. Direktorat Perlindungan Perkebunan;
f. Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha.
Berdasarkan Permentan tersebut, Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan terdiri dari :
a. Bagian Perencanaan;
b. Bagian Keuangan dan Perlengkapan;
c. Bagian Umum;
d. Bagian Evaluasi dan Pelaporan;
e. Kelompok Jabatan Fungsional.
1.1.3. Perkembangan Program, Kegiatan dan Anggaran
Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2010-2014
Berdasarkan hasil restrukturisasi program dan kegiatan sesuai
surat edaran bersama Menteri Keuangan nomor SE-
1848/MK/2009 dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas nomor 0142/M.PPN/06/2009 tanggal 19 Juni
2009, setiap unit Eselon I mempunyai satu program yang
19
mencerminkan nama Eselon I yang bersangkutan dan setiap unit
Eselon II hanya mempunyai dan tanggung jawab terhadap
pelaksanaan kegiatan. Dengan demikian indikator kinerja unit
Eselon I adalah outcome dan indikator kinerja unit Eselon II
adalah output.
Sesuai hasil analisa terhadap potensi, permasalahan, peluang
dan tantangan pembangunan perkebunan ditetapkan bahwa
program pembangunan perkebunan tahun 2010-2014 yang
menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Perkebunan adalah:
“PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU
TANAMAN PERKEBUNAN BERKELANJUTAN”. Program ini
dimaksudkan untuk lebih meningkatkan produksi, produktivitas
dan mutu tanaman perkebunan melalui rehabilitasi, intensifikasi,
ekstensifikasi dan diversifikasi yang didukung oleh peningkatan
produksi, produktivitas dan mutu tanaman semusim, tanaman
tahunan dan tanaman rempah penyegar yang didukung oleh
penanganan pascapanen dan pembinaan usaha serta dukungan
pelaksanaan perlindungan perkebunan. Fokus kegiatan Ditjen.
perkebunan tahun 2010-2014 meliputi:
1. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Semusim;
2. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Rempah dan Penyegar;
3. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Tahunan;
4. Dukungan Penanganan Pascapanen dan Pembinaan Usaha;
5. Dukungan Perlindungan Perkebunan;
6. Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya;
20
7. Dukungan Pengujian, Pengawasan Mutu Benih dan Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan BBP2TP Medan;
8. Dukungan Pengujian, Pengawasan Mutu Benih dan Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan BBP2TP Surabaya;
9. Dukungan Pengujian, Pengawasan Mutu Benih dan Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan BBP2TP Ambon.
Sedangkan dari 4 target sukses Kementerian Pertanian dalam membangun pertanian selama periode 2010-2014, Direktorat Jenderal Perkebunan mendukung pencapaian target tersebut melalui penjabaran program dan kegiatan yang mengacu pada:
1) Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan yaitu melalui pencapaian swasembada gula nasional tahun 2014 pada komoditi Tebu;
2) Peningkatan Diversifikasi Pangan dalam hal ini adalah kegiatan dalam rangka penganekaragaman komoditi pertanian untuk mencapai ketahanan pangan perkebunan dengan pangan lainnya seperti kegiatan integrasi kebun-ternak (contoh: Kelapa Sawit dan Sapi), sistem tumpang sari (tanaman pangan/hortikultura dan perkebunan) dan lain-lain.
3) Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor yaitu melalui fokus kegiatan diantaranya adalah :
a. Pengembangan komoditi ekspor yang terdiri dari komoditi Kelapa Sawit, Karet, Kopi, Kelapa, Kakao, Jambu Mete, Lada, Tembakau, Teh dan Nilam;
b. Revitalisasi perkebunan yang terdiri dari komoditi Kelapa Sawit, Karet dan Kakao;
c. Gerakan peningkatan produksi dan mutu Kakao nasional (Gernas Kakao);
21
d. Penyediaan bahan tanaman sumber Bahan Bakar Nabati/BBN (Bio-Energy) yang terdiri bdari komoditi Jarak Pagar, Kemiri Sunan, Kelapa dan Kelapa Sawit;
e. Pengembangan komoditas pemenuhan dalam negeri yang terdiri dari komoditi Kapas dan Cengkeh;
f. Dukungan pengembangan tanaman perkebunan berkelanjutan yang terdiri dari dukungan penanganan pascapanen dan pembinaan usaha, dukungan perlindungan perkebunan, dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya Direktorat Jenderal Perkebunan serta dukungan pengujian, pengawasan mutu benih dan penerapan teknologi tanaman perkebunan.
4) Peningkatan Kesejahteraan Petani yaitu mencakup semua program dan kegiatan Direktorat Jenderal Perkebunan melalui 7 fokus kegiatan pembangunan perkebunan karena pada dasarnya program dan kegiatan pembangunan perkebunan yang dilaksanakan semata-mata hanya untuk kepentingan masyarakat petani/pekebun dalam rangka meningkatkan pendapatannya menuju kesejahteraan petani/pekebun. Tujuh fokus kegiatan tersebut diantaranya:
A. Revitalisasi Perkebunan;
B. Swasembada Gula Nasional;
C. Penyediaan Bahan Tanaman Sumber Bahan Bakar Nabati (Bio-Energi);
D. Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional;
E. Pengembangan Komoditas Ekspor;
F. Pengembangan Komoditas Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri;
G. Dukungan Pengembangan Tanaman Perkebunan Berkelanjutan.
22
Alokasi anggaran untuk Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2010-2014 mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun sebagaimana terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Alokasi Penyediaan Dana APBN Untuk Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Perkebunan Berkelanjutan Tahun 2010-2014
No. Kegiatan Alokasi Penyediaan Dana dari APBN (milyar rupiah)
2010 2011 2012 2013 2014
1. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Semusim
- 101,78 231,58 779,58 511,36
2. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Tahunan
- 78,05 218,89 209,87 173,97
3. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Rempah dan Penyegar
- 1.503,55 728,03 354,23 325,71
4. Dukungan Penanganan Pascapanen dan Pembinaan Usaha
- 3,62 25,19 36,14 37,08
5. Dukungan Perlindungan Perkebunan - 25,66 28,70 77,47 76,81
6. Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Ditjen. Perkebunan
- 194,86 183,42 134,49 129,09
7. Dukungan Pengujian dan Pengawasan Mutu Benih serta Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan (Surabaya, Medan, Ambon dan Pontianak)
- 73,99 72,95 181,03 66,60
8. Peningkatan Ketahanan Pangan 32,07 - - - -
9. Pengembangan Agribisnis 273,64 - - - -
10. Peningkatan Kesejahteraan Petani 78,18 - - - -
11. Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara
0,0 - - - -
12. Penyelenggaraan Pemerintah yang Baik 70,28 - - - -
Jumlah 454,12 1.981,02 1.488,77 1.772,82 1.320,62
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014.
23
Dalam rangka melaksanakan pembangunan perkebunan tahun
2014 dengan program utama yaitu ”Program Peningkatan
Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Perkebunan
Berkelanjutan” mendapat alokasi dana dari APBN semula
sebesar Rp. 1.566.951.421.000,- namun berkurang akibat
keluarnya Inpres nomor 4 tahun 2014 tentang penghematan dan
pemotongan belanja Kementerian/Lembaga dalam rangka
pelaksanaan APBN tahun 2014 menjadi Rp. 1.320.618.976.000,-.
Dana tersebut untuk melaksanakan kegiatan utama
pembangunan perkebunan yang tersebar di 93 satker yang
meliputi 1 satker pusat, 4 satker UPT pusat, 32 satker Provinsi
dan 56 satker Kabupaten/Kota.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tanggal 14 Oktober 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, tugas Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan adalah memberikan pelayanan teknis dan administrasi kepada semua unit organisasi di Lingkungan Direktorat Jenderal Perkebunan. Tujuan dan sasaran yang hendak dicapai dalam periode 2010-2014 dirumuskan dalam formulir Rencana Strategis 2010-2014. Sedangkan sasaran utama yang ditetapkan oleh Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan dalam rangka mendukung pencapaian sasaran pembangunan perkebunan tahun 2010-2014 antara lain:
1. Pelayanan perencanaan program, anggaran dan kerjasama dengan sasaran per tahun pada 32 provinsi;
2. Pelaksanaan pengelolaan administrasi keuangan dan aset dengan sasaran per tahun pada 32 provinsi;
3. Pelayanan organisasi, kepegawaian, humas, hukum dan administrasi perkantoran yang berkualitas dengan sasaran per tahun pada 32 provinsi;
24
4. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan penyedian data dan informasi yang berkualitas dengan sasaran per tahun pada 32 provinsi.
Kegiatan yang menjadi tanggungjawab Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan yang merupakan cerminan dari tugas pokok dan fungsi adalah Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis lainnya yang dimaksudkan untuk memfasiltasi dan memberikan dukungan pelayanan organisasi yang berkualitas.
Fokus kegiatan yang terkait dengan Sekretariat Direktorat
Jenderal Perkebunan adalah Dukungan Pengembangan
Tanaman Perkebunan Berkelanjutan. Fokus kegiatan tersebut
dilaksanakan dalam rangka mendukung peningkatan produksi,
produktivitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan
dengan dukungan penyediaan benih unggul dan sarana produksi,
penanganan pasca panen dan pembinaan usaha, pengendalian
organisme pengganggu tanaman, penanganan gangguan usaha
perkebunan (GUP), adaptasi dan mitigasi dampak perubahan
iklim serta pelayanan organisasi yang berkualitas.
Sesuai dengan restrukturisasi program dan kegiatan, indikator kinerja yang harus dipertanggungjawabkan oleh unit eselon II adalah output kegiatan. Output dan komponen kegiatan yang merupakan penjabaran dari kegiatan dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya adalah sebagai berikut:
1) Pelayanan Perencanaan Program, Anggaran dan Kerjasama yang berkualitas.
Komponen dari output ini terdiri dari:
a. Penyusunan program dan kegiatan pembangunan perkebunan.
b. Penyusunan anggaran pembangunan perkebunan.
c. Fasilitasi perencanaan kerjasama teknis dan program.
25
2) Pelaksanaan Pengelolaan Administrasi Keuangan dan Aset yang berkualitas.
Komponen dari output ini terdiri dari:
a. Pelayanan perbendaharaan dan pengendalian kredit eks proyekproyek perkebunan;
b. Pemantapan sistem akutansi dan verifikasi pelaksanaan anggaran;
c. Penata usahaan barang milik negara.
3) Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan dan Penyediaan Data dan Informasi yang berkualitas.
Komponen dari output ini terdiri dari:
a. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan anggaran pembangunan perkebunan;
b. Penyusunan/pemutahiran data dan informasi perkebunan;
c. Tindak lanjut hasil pengawasan kegiatan pembangunan perkebunan.
4) Pelayanan Organisasi, Tatalaksana, Kepegawaian, Humas, Hukum dan Administrasi Perkantoran yang berkualitas.
Komponen dari output ini terdiri dari:
a. Penyusunan legislasi, advokasi bidang perkebunan dan penyelenggaraan hubungan masyarakat;
b. Penataan organisasi dan tatalaksana serta kepegawaian;
c. Pelayanan administrasi perkantoran.
1.1.4. Koordinasi Penyelesaian Kasus Kerugian Negara
Kasus kerugian negara hasil temuan pemeriksa sebesar Rp. 6,56
milyar. Kerugian negara yang telah dapat diselesaikan sebesar
Rp. 1,02 (7,79%). Sisa tunggakan masih besar yaitu sekitar Rp.
5,54 milyar karena pada umumnya disebabkan oleh para
26
pelaksana proyek sudah tidak diketahui keberadaannya atau
sudah meninggal. Perkembangan penyelesaian kerugian negara
sampai dengan tahun 2015 adalah seperti Tabel 3.
Tabel 3. Perkembangan Penyelesaian Kerugian Negara sampai
dengan Tahun 2015
No. Uraian Posisi Tahun 2015
1. Kerugian negara 6.562.385.847,36 2. Penyelesaian 1.023.095.012,11 3. Sisa tunggakan 5.539.290.835,25
1.1.5. Pengembalian Kredit
Jumlah hutang petani peserta proyek sampai dengan akhir 2015
sebesar Rp. 740,86 milyar. Pengembalian kredit yang disetor ke
perbankan sebesar Rp. 158,87 milyar dan sisa hutang sampai
saat ini masih terhitung Rp. 581,99 milyar. Rincian untuk masing-
masing proyek adalah seperti pada Tabel 4.
27
Tabel 4. Rincian Pengembalian Kredit Proyek Pembangunan Perkebunan Sampai dengan Tahun 2015
NO PROYEK KOMODITI
FISIK HUTANG PETANI SISA HUTANG
(RP.) % AREAL
(HA) PETANI
(KK) HUTANG
(RP.) ANGSURAN
(RP.)
A. UPP SWADANA:
1. PRPTE Karet, Kopi, Kelapa,
Coklat, Lada, Teh dan Kakao
105.814,68 114.178 29.329.509.878,00 13.214.039.531,83 16.115.470.346,17 54,95
2. P3SRSU Karet, Kelapa Sawit 7.915,75 3.150 1.570.045.980,00 1.137.609.407,83 432.436.572,17 27,54
3. P3RSB Karet 8.051,26 3.111 10.746.600.499,84 6.841.885.013,91 3.904.715.485,93 36,33
4. TCSDP Karet, Kelapa 204.372,94 198.131 379.346.267.194,33 98.451.652.607,63 280.894.614.586,70 74,05
JUMLAH I 326.154,63 318.470 420.992.423.552,17 119.645.186.561,20 301.347.236.990,97 71,58
II. UPP BLN:
5. TCSSP Karet, Teh, Jambu
Mete 119.603,00 129.249 250.399.898.766,06 23.147.537.660,00 227.252.361.106,06 90,76
6. UFDP Karet, Jambu Mete 11.154,00 11.924 15.917.781.729,40 1.417.888.055,00 14.499.893.674,40 91,09
7. ISDP Kelapa Hibrida 10.010,00 10.010 18.830.376.137,00 512.759.686,00 18.317.616.451,00 97,28
8. EISCDP Jambu Mete 37.354,00 41.582 34.723.517.975,00 14.144.114.673,00 20.579.403.302,00 59,27
JUMLAH II 178.121,00 192.765 319.871.574.607,46 39.222.300.074,00 280.649.274.533,46 87,74
TOTAL
(Jumlah I + Jumlah II) 504.275,63 511.335,00 740.863.998.159,63 158.867.486.635,20 581.996.511.524,43 78,56
Sumber: Ditjen. Perkebunan, 2015.
28
1.1.6. Laporan Keuangan
Laporan keuangan lingkup Kementerian Pertanian mengalami
peningkatan yang cukup berarti. Berdasarkan opini BPK atas
laporan keuangan Kementerian Pertanian selama 2 tahun yaitu
tahun 2006 dan 2007, diberikan opini Tidak Menyatakan
Pendapat (disclaimer), kemudian tahun 2008, 2009, 2010, 2011,
dan 2012 BPK-RI memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian
(WDP). Tahun 2011 Laporan Keuangan Kementerian Pertanian
memperoleh opini WDP yaitu pengecualian untuk aset tetap
tidak diketemukan, belum dilakukan input hasil koreksi
penilaian, serta inventarisasi atas aset yang dimanfaatkan PT.
Riset Perkebunan Nusantara (RPN) belum dapat diakui sebagai
Barang Milik Negara (BMN).
Tahun 2012 kembali memperoleh opini WDP dengan
pengecualian Belanja Barang: Kegiatan Rehabilitasi Prasarana
Pertanian Pasca Tsunami (RP3T) yang dibiayai dari Loan IDB-125
belum disajikan dalam neraca sebagai aset tetap, pengadaan
bantuan sapi Bali dan sapi PO yang tidak terealisasi fisiknya
namun pembayaran tetap dilakukan, transaksi persediaan
bersaldo minus yang belum dapat ditelusuri dan dijelaskan, aset
tetap yang belum dilakukan inventarisasi dan penilaian dan
tanah seluas 32,10 juta m2, dan transaksi minus, perbedaan SAK
dan SIMAK BMN, transaksi dalam SAK tidak ditemukan dalam
SIMAK BMN yang belum dapat ditelusuri dan dijelaskan, dan
Dana Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian tidak dilaksanakan
penatausahaan dan pencatatan yang memadai.
Tahun 2013 Laporan Keuangan Kementerian Pertanian
memperoleh peningkatan opini dari BPK-RI yang sebelumnya
29
Wajar Dengan Pengecualian (WDP) menjadi Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) Dengan Paragraf Penjelasan, dengan
catatan: 1) persediaan per 31 Desember 2013 senilai Rp.
1.512,89 miliar, dari jumlah tersebut diantaranya merupakan
persediaan bahan baku Tiran sebesar Rp. 24,13 miliar yang
sedang dalam proses inventarisasi fisik; dan 2) Aset Tak
Berwujud per 31 Desember 2013 sebesar Rp. 66,33 miliar, nilai
tersebut belum termasuk hak paten, hak cipta, merek, dan
varietas dari hasil penelitian yang sedang dalam proses
inventarisasi dan penilaian.
Untuk tahun 2014, BPK pada periode pemeriksaan atas Laporan
Keuangan Kementerian Pertanian memberikan opini Wajar
Tanpa Pengecualian – Dengan Paragraf Penjelasan (WTP-DPP).
Penyebab opini ini yaitu masih terdapatnya persediaan MAK 526
yang belum ditindaklanjuti dengan Berita Acara Serah Terima
Barang (BAST) oleh eselon 1 lingkup Kementerian Pertanian
kepada satker daerah.
1.1.7. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP)
Sebagai amanat dari Peraturan Presiden nomor 29 tahun 2014
tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah bahwa
setiap instansi pemerintah perlu menerapkan suatu rangkaian
sistematik dari berbagai aktivitas, alat, prosedur yang dirancang
untuk tujuan penetapan atau pengukuran, pengumpulan data,
pengklasifikasian, pengikhtisaran dan palaporan kinerja pada
instansi pemerintah dalam rangka pertanggungjawaban dan
peningkatan kinerja instansi pemerintah. SAKIP ini memuat 1)
perencanaan kinerja (Renstra, Perjanjian Kinerja dan Rencana
Kinerja Tahunan); 2) pengukuran kinerja (penetapan Indikator
30
Kinerja Program dan Indikator Kinerja Kegiatan; 3) pengelolaan
data kinerja (baseline data, perbandingan realisasi kinerja tahun
berjalan dengan target/ sasaran dalam Renstra); 4) pelaporan
kinerja (Laporan Kinerja/LAKIN interim dan tahunan); dan 5)
reviu dan evaluasi kinerja oleh Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah (APIP).
Capaian indikator meningkatnya kualitas SAKIP Kementerian
Pertanian, antara lain diindikasikan bahwa SAKIP tahun 2010
yang dinilai pada tahun 2011 mendapatkan predikat “B” atau
skor nilai 65,72 dari 82 Kementerian/Lembaga tingkat Pusat yang
dievaluasi oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi. Nilai evaluasi atas Akuntabiltas Kinerja
Instansi Pemerintah tahun 2011 mendapat predikat “B” dengan
skor nilai 70,19 (meningkat 4,47). Demikian pula tahun 2012,
nilai evaluasi atas Akuntabiltas Kinerja Instansi Pemerintah
mendapat predikat “B” dengan skor nilai 72,13 (meningkat 2,67).
Hal ini merupakan trend yang terus meningkat dari tahun 2008
sampai dengan 2012. Untuk tahun 2013 pencapaian nilai SAKIP
Kementerian Pertanian memperoleh nilai 71,03 dengan tingkat
akuntabilitas kinerja “B”. Capaian yang sama terjadi pada tahun
2014 dengan nilai hasil evaluasi 71,03 dan tingkat akuntabilitas
kinerja “B”. Sedangkan untuk tahun 2015, hasil evaluasi
menunjukkan bahwa Kementerian Pertanian memperoleh nilai
72,17 atau predikat “BB” . Penilaian tersebut menunjukkan
tingkat efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran
dibandingkan dengan capaian kinerjanya, kualitas pembangunan
budaya kinerja birokrasi dan penyelenggaraan pemerintahan
yang berorientasi pada hasil di Kementerian Pertanian sudah
menunjukkan hasil yang baik.
31
Adapun beberapa rekomendasi yang diberikan oleh Kementerian
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi untuk memperbaiki kekurangan dalam penerapan dan
pelaporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Pertanian, antara
lain:
1. Selain mempertimbangkan nilai kualitas penerapan
(capaian) akuntabilitas kinerja Kementerian Pertanian saat
ini (kualitas sistem dan dokumen pendukungnya),
KemenPAN-RB juga menilai dan melihat kondisi terakhir,
praktik dan hal-hal subtanstif yang telah diwujudkan dan
dilakukan serta konsistensi dan keberlanjutan
(sustainability) implementasinya;
2. Hasil evaluasi dan observasi dilapangan menunjukkan
prosedur penganggaran belum sepenuhnya mengutamakan
atau memprasyaratkan adanya kinerja terukur sebelum
pengajuan kegiatan dan anggarannya. Pengesahan anggaran
lebih mengacu kepada kesesuaian nama program dan
kegiatan, kode rekening serta pagu anggaran yang tersedia,
kurang menekankan atau menagih hasil atau outcome yang
mungkin belum selesai (tertunggak). Praktik seperti ini tidak
mendorong instansi pemerintah untuk menerapkan
anggaran berbasis kinerja;
3. Mendorong diterapkannya anggaran berbasis kinerja
dengan cara memastikan dan meminta seluruh unit kerja
mempertanggungjawabkan kinerja atau hasilnya terlebih
dahulu (termasuk janji atau outcome yang belum terwujud)
sebelum mengajukan anggaran. Selain itu memastikan
seluruh unit kerja dapat mengaitkan kinerja utama
(indikator dan target) dengan penganggarannya.
32
4. Praktik pengukuran kinerja pihak yang sudah menyepakati
perjanjian atau kesepakatan kinerja, belum dikaitkan
dengan sistem remunerasi atau pengakuan (reward and
recognition) sehingga berpotensi mengurangi makna dan
semangat pihak-pihak yang bersepakat. Selain itu perlunya
monitoring, mengukur, menagih dan menyimpulkan kinerja
sebagaimana disepakati di tiap tingkatan dan mengaitkan
dengan penghargaan dan pengakuan atas capaian kinerja
yang pantas;
5. Memastikan penyempurnaan Rencana Strategis
Kementerian dan unit kerja mandiri yang lebih berkualitas,
lebih terukur, menggambarkan kinerja (hasil kerja) jangka
menengah yang terukur, layak untuk diperjanjikan dan
dapat diketahui dan ditagih saat dibutuhkan. Selain itu,
dokumen Renstra unit kerja harus dapat menginformasikan
indikator kinerja tujuan dan indikator kinerja utama serta
hubungan yang logis antara kegiatan-kegiatan dengan
tujuan/sasaran yang akan dicapai;
6. Agar setiap penanggungjawab program melakukan evaluasi
program dalam rangka memastikan tersedianya jawaban
yang terukur atas keberhasilan program-program prioritas
atau unggulan di Kementerian Pertanian. Penanggungjawab
program harus memastikan keberhasilan maupun
kekurangberhasilan suatu program secara nyata dan
terukur, perubahan kondisi yang terjadi atau perubahan
yang terjadi pada suatu target grup (kelompok) tertentu
yang menjadi target perubahan;
7. Sebagai bagian dari penyelenggaraan pemerintahan yang
baik, perlu direkomendasikan agar Kementerian Pertanian
lebih transparan dengan memastikan diunggahnya dokumen
33
dan informasi yang berhak diketahui oleh public (Renstra,
PK, IKU, LAKIN, dll) kedalam laman (website) resmi milik
Kementerian Pertanian dan/atau milik unit kerja dan
memastikan informasi yang disajikan bersifat terkini
(updated);
8. Hasil evaluasi terhadap rumusan IKU/IKP/ IKK ditingkat unit
kerja belum sepenuhnya memenuhi kriteria indikator yang
baik, belum spesifik, tidak relevan dan kurang terukur
sehingga mengganggu proses pengukuran dan simpulan
capaian kinerja Kementerian dan unit kerja, selain itu
kurangnya memanfaatkan IKU pada unit kerja dalam
dokumen-dokumen perencanaan dan penganggaran serta
kurang menggambarkan efektivitas dan alasan keberadaan
entitas IKU tersebut;
9. Meningkatkan kualitas penyajian informasi dalam LAKIP unit
kerja, khususnya informasi evaluasi dalam bentuk analisis
pencapaian sasaran strategis dan pembandingan data
kinerja; selain itu kurangnya pemanfaatan informasi LAKIP di
tingkat unit kerja untuk memperbaiki perencanaan,
pelaksanaan program/kegiatan organisasi, dan untuk
meningkatkan kinerja;
10. Unit-unit kerja di lingkungan Kementerian Pertanian
menindaklanjuti hasil evaluasi Inspektorat Jenderal
Kementerian Pertanian untuk perbaikan perencanaan
kinerja dan perbaikan penerapan manajemen kinerja;
11. Meningkatkan kapasitas SDM dalam bidang akuntabilitas
dan manajemen kinerja di seluruh jajaran Kementerian
Pertanian untuk mempercepat terwujudnya pemerintahan
yang berkinerja dan akuntabel.
34
12. Terus mendorong dan memfasilitasi upaya peningkatan
kualitas penerapan sistem akuntabilitas kinerja di seluruh
unit kerja baik dipusat maupun di daerah.
Berbagai rekomendasi atas pelaksanaan SAKIP Kementerian
Pertanian tahun 2014-2015 yang diberikan oleh Kementerian
PAN dan RB yang telah ditindaklanjuti, antara lain:
a. Kementerian Pertanian telah mencoba untuk menerapkan
pembagian atau penjenjangan kinerja mulai dari pimpinan
sampai kepada seluruh tingkat eselon 4 (cascading);
b. Menyempurnakan rumusan indikator kinerja IKU/IKP/IKK
dalam PK unit Eselon 1 dan eselon 2 lingkup Kementerian
Pertanian;
c. Memanfaatkan IKU/IKP/IKK pada unit kerja Eselon 1 dan
unit kerja eselon 2 dalam dokumen-dokumen perencanaan
dan penganggaran;
d. Untuk Laporan Kinerja (LAKIN) unit Eselon 1 telah
menyajikan evaluasi dalam bentuk analisis dan
perbandingan data kinerja;
e. Unit kerja Eselon 1 telah berupaya menindaklanjuti hasil
evaluasi Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian;
f. Telah melakukan perbaikan dalam penyusunan indikator
kinerja yang SMART dalam dokumen Renstra dan PK Tahun
2015 berbasis Arsitektur dan Informasi Kinerja (ADIK) yang
terukur, relevan dan menggambarkan kekhasan, keunikan,
keutamaan dan alasan keberadaan entitas mulai dari tingkat
Menteri, eselon 1, 2, 3 dan 4.
Kondisi penilaian SAKIP Kementerian Pertanian yang dievaluasi
oleh KemenPAN-RB merupakan pendorong dalam upaya-upaya
35
peningkatan sistem akuntabilitas kinerja di lingkungan Direktorat
Jenderal Perkebunan yang akan dievaluasi oleh Inspektorat
Jenderal Kementerian Pertanian. Penilaian SAKIP tersebut dalam
rangka mewujudkan Good Governance, sehingga semua unit
kerja eselon 2 lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan harus
membuat dan memastikan kinerja perencanaan dan capaian
kinerja yang dilaporkan dalam LAKIP harus memenuhi indikator
SMART.
Berdasarkan hasi evaluasi yang dilakukan oleh Inspektorat
Jenderal, Kementerian Pertanian atas bobot dan skor yang
ditetapkan dalam penilaian indikator evaluasi terhadap
penerapan SAKIP yang meliputi evaluasi atas Renstra, RKT,
sistem pengukuran kinerja, informasi atas LAKIP, dan indikator
evaluasi akuntabilitas kinerja, menunjukkan hasil bahwa Ditjen.
Perkebunan pada tahun 2010 memperoleh hasil penilaian SAKIP
sebesar 78,68 (A) dengan predikat sangat baik. Untuk tahun
2011, hasil evaluasi SAKIP Ditjen. Perkebunan memperoleh nilai
77,79 (A) dengan predikat sangat baik. Tahun 2012, hasil
evaluasi SAKIP Ditjen. Perkebunan cukup meningkat yang
memperoleh nilai 78,00 (A) dengan predikat sangat baik. Tahun
2013, hasil evaluasi SAKIP Ditjen. Perkebunan juga meningkat
dibandingkan tahun 2012 dengan nilai 79,68 (A) dengan predikat
sangat baik, tetapi untuk tahun 2014, hasil evaluasi SAKIP Ditjen.
Perkebunan mengalami penurunan dibandingkan tahun 2013
dengan nilai 77,98 (A) dengan predikat sangat baik. Kondisi ini
menunjukkan bahwa pelaksanaan manajemen yang berbasis
kinerja cukup sejalan sesuai dengan pelaksanaan reformasi
birokrasi walaupun beberapa aspek masih perlu perbaikan
khususnya aspek perencanaan dan capaian kinerjanya. Perlu
dipahami bahwa hasil evaluasi akuntabilitas kinerja tersebut
36
merupakan pemicu dan pendorong untuk memperbaiki
penerapan sistem AKIP pada unit kerja Eselon II masing-masing.
Selanjutnya penilaian akuntabilitas kinerja Sekretariat Ditjen.
Perkebunan yang diamanatkan peraturan perundang-undangan
adalah berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian nomor:
49/Permentan/OT.140/8/ 2012 tanggal 15 Agustus 2012 tentang
Indikator Kinerja Utama (IKU) Kementerian Pertanian, IKU
Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan adalah jumlah
provinsi yang memperoleh pelayanan dan pembinaan yang
berkualitas dibidang perencanaan, keuangan, umum dan
evaluasi serta pelaporan sebanyak 32 Provinsi.
Adapun sasaran strategis dalam penetapan kinerja Sekretariat
Ditjen. Perkebunan sampai dengan tahun 2014 adalah
terlaksananya pelayanan kesekretariatan dalam rangka
menunjang pencapaian kinerja program peningkatan produksi,
produktivitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan
dengan target 32 provinsi untuk 93 satker. Realisasi fisiknya
mencapai 100% dari target dalam bentuk dokumen (1)
perencanaan, (2) evaluasi pelaksanaan kegiatan dan penyediaan
data dan informasi, (3) pelayanan organisasi, kepegawaian,
humas, hukum, administrasi perkantoran dan (4) pengelolaan
administrasi keuangan dan aset.
1.1.8. Realisasi Keuangan
Selama periode 2010-2014, realisasi keuangan Direktorat
Jenderal Perkebunan dan realisasi keuangan Kementerian
Pertanian mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, sebagaimana
tersaji pada Tabel 5.
37
Tabel 5. Perbandingan Realisasi Keuangan Direktorat Jenderal Perkebunan dengan Kementerian Pertanian Tahun 2010-2014
TAHUN
INDIKATOR
KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN
2010
Target 8.953.204.951.000 454.116.000.000
Realisasi 8.028.487.939.000 406.219.000.000
% 89,67 89,45
2011
Target 17.627.605.330.000 1.975.106.000.000
Realisasi 15.984.931.702.090 1.648.041.000.000
% 90,68 83,44
2012
Target 19.667.874.192.000 1.464.443.000.000
Realisasi 17.719.613.508.000 1.386.164.000.000
% 90,09 94,65
2013
Target 17.928.730.779.000 1.709.421.000.000
Realisasi 15.857.112.302.970 1.431.312.000.000
% 88,45 83,73
2014
Target 14.238.721.451.000 1.320.619.000.000
Realisasi 13.251.063.953.000 1.162.842.000.000
% 93,06 88,05
Sumber: Ditjen. Perkebunan, 2015.
38
Dalam pelaksanaan serapan anggaran baik anggaran
Kementerian Pertanian maupun anggaran Ditjen. Perkebunan,
masih terdapat beberapa hal yang perlu menjadi perhatian
untuk perbaikan ke depan, seperti:
1. Terdapat kegiatan mengalami gagal lelang serta tidak
memungkinkan lagi revisi anggaran;
2. Adanya kebijakan penghematan anggaran dan perubahan
kode mata anggaran yang membutuhkan waktu proses
revisi sehingga berdampak terhadap realisasi anggaran;
3. Terlambatnya pelaksanaan lelang karena keterbatasan Unit
Layanan Pengadaan (ULP) di daerah;
4. Penghematan biaya pada rapat-rapat/pertemuan,
akomodasi, perjalanan dinas, dan belanja perkantoran;
5. Belum optimalnya pelaksanaan kegiatan dan serapan
anggaran pada Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
yang dilaksanakan oleh Satker Daerah akibat persoalan
teknis lainnya seperti keterlambatan penetapan CPCL,
masalah ketersediaan benih dan saprodi, SDM, dan lain-lain.
1.2. Peluang dan Tantangan
1.2.1. Peluang
Beberapa peluang Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan
yang masih dapat dikembangkan dan dioptimalkan dalam rangka
meningkatkan kinerja organisasi meliputi (a) Norma, Standar,
Prosedur, Kriteria, Pedoman Umum, Pedoman Teknis, Regulasi
dan Kebijakan; (b) Sumber daya insani, (c) Tersedianya unit
kelembagaan pelaksana teknis perkebunan, (d) Sistem informasi
manajemen dan teknis lainnya, (e) Momentum Gerakan
39
Desentralisasi Pemerintahan, (f) Partisipasi masyarakat pekebun,
(g) Dinamika tata kelola dan reformasi birokrasi, dan (h)
Tersedianya anggaran dan permodalan.
A. Norma, Standar, Prosedur, Kriteria, Pedoman Umum,
Pedoman Teknis, Regulasi dan Kebijakan
Pelaksanaan pembangunan perkebunan telah mempunyai
landasan hukum yang kuat berupa Undang-undang Nomor 12
tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan Peraturan
Perundang-undangan turunannya, Undang-Undang Nomor 39
tahun 2014 tentang Perkebunan dan Peraturan Perundang-
undangan turunannya yang didukung dengan Peraturan Presiden
Nomor 45 tahun 2015 tentang Kementerian Pertanian dan
Peraturan Menteri Pertanian nomor
43/Permentan/OT.010/8/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Pertanian. Landasan hukum tersebut merupakan
salah satu potensi yang bisa digali dalam mengembangkan
perkebunan secara menyeluruh dan terpadu. Landasan-landasan
hukum lainnya yang mendukung kinerja Ditjen. Perkebunan
secara umum dan Sekretariat Ditjen. Perkebunan secara khusus
adalah:
1. Undang-Undang nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
2. Undang-Undang nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN);
3. Undang-Undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik;
4. Undang-Undang nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;
40
5. Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
6. Peraturan Presiden nomor 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi tahun 2010-2025;
7. Peraturan Presiden nomor 29 tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah;
8. Peraturan Presiden nomor 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2015-2019;
9. Peraturan Presiden nomor 45 tahun 2015 tentang Kementerian Pertanian;
10. Instruksi Presiden RI nomor 3 tahun 2003 tentang e-government;
11. Peraturan Pemerintah nomor 40 tahun 2006 tentang Tatacara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional;
12. Peraturan Pemerintah RI nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota;
13. Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPI);
14. Peraturan Pemerintah nomor 46 tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil;
15. Peraturan Pemerintah nomor 65 tahun 2012 tentang Makna Bekerja dan Nilai-Nilai Kementerian Pertanian;
16. Permen PPN/Kepala Bappenas nomor 5 tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan dan Penelaahan Renstra K/L tahun 2015-2019;
17. PermenPAN-RB nomor 1 tahun 2012 tentang Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB);
41
18. Peraturan Menteri Pertanian nomor 08/Permentan/OT.140/2/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja BBP2TP Surabaya;
19. Peraturan Menteri Pertanian nomor 09/Permentan/OT.140/2/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja BBP2TP Medan;
20. Peraturan Menteri Pertanian nomor 10/Permentan/OT.140/2/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja BBP2TP Ambon;
21. Peraturan Menteri Pertanian nomor 11/Permentan/OT.140/2/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja BPTP Pontianak;
22. Peraturan Menteri Pertanian nomor 23 tahun 2009 tentang Pedoman Umum SPI;
23. Peraturan Menteri Pertanian nomor 50/Permentan/OT.140/8/2012 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian;
24. Keputusan Menteri Pertanian nomor 511/Kpts/PD.310/9/2006 tentang Jenis Komoditas Tanaman Binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat Jenderal Hortikultura;
25. Keputusan Menteri Pertanian nomor 3599 tahun 2009 tentang Perubahan Lampiran Keputusan Menteri Pertanian nomor 511 Tahun 2006 tentang Jenis Komoditas Tanaman Binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat Jenderal Hortikultura;
26. Keputusan Menteri Pertanian nomor 46/Kpts/PD.300/1/2015 tentang Penetapan Kawasan Perkebunan Nasional;
Agar kegiatan pembangunan perkebunan lebih praktis dan
mudah dilaksanakan serta tidak bertentangan dengan peraturan
perundangan yang berlaku perlu didukung dengan pedoman
42
umum/teknis dan standar biaya yang diperlukan. Pedoman
umum/teknis yang tersedia seperti pedoman perencanaan
program dan anggaran, pedoman perencanaan pengajuan
usulan kegiatan pembangunan perkebunan melalui e-proposal,
pembakuan statistik perkebunan dan buku saku, pelaksanaan
program dan anggaran (Renja dan RKA-KL), satuan biaya
pengembangan perkebunan, pedoman teknis kegiatan budidaya
dan pedoman lainnya masih dapat diperluas dan berpotensi
untuk lebih didayagunakan.
B. Sumber Daya Insani
Sebagaimana amanat dari dokumen Strategi Induk Pembanguan
Pertanian (SIPP) 2013-2045 bahwa pilar penopang yang
ditekankan untuk mewujudkan kokohnya fondasi sistem
pertanian bio-industry berkelanjutan adalah pengembangan
sumber daya insani berkualitas, modal sosial dan modal politik.
SDI Indonesia begitu melimpah dan diproyeksikan akan terus
bertambah. SDI ini dapat menjadi salah satu keunggulan
kompetitif perkebunan Indonesia yang merupakan pelaksana
penggerak proses produksi dan pengembangan rantai nilai.
Pengembangan SDI perkebunan harus memperhatikan beberapa
hal agar mampu meningkatkan daya saing di tataran
Internasional diantaranya: 1) pendidikan dan kemampuan/skills;
2) keberadaan usia SDI yang produktif; 3) adopsi inovasi dan
teknologi; 4) kreativitas; 5) peluang pelatihan, penelitian,
pemberdayaan dan pendidikan; 6) migrasi tenagakerja ke sektor
lain; 7) ketimpangan pendapatan dan sosial ekonomi lainnya; 8)
sosial budaya dan karakteristik SDI perkebunan; 9) ketersediaan
43
sarana prasarana kerja dan lingkungan kerja; dan 10)
aksesibilitas, konektivitas dan minat.
Potensi sumber daya insani (SDI) di lingkup Direktorat Jenderal
Perkebunan sebanyak 1.142 orang yang berkualifikasi
pendidikan dari tingkat SD sampai jenjang Doctoral merupakan
keunggulan tersendiri. Disamping pendidikan formal, sebagian
besar pegawai telah mengikuti diklat penjenjangan/diklat
prajabatan/diklat PIM, pelatihan teknis dan non teknis, serta
beberapa pegawai sedang mengikuti tugas belajar baik di dalam
maupun di luar negeri, yang diharapkan semuanya akan
mendukung kinerja Direktorat Jenderal Perkebunan.
Peningkatan kualitas, moral dan etos kerja petugas, lingkungan
kerja yang kondusif, penerapan sistem karir yang terprogram
dan transparan dalam rangka mewujudkan petugas yang
profesional, pengembangan kemampuan dan sikap prakarsa
yang proaktif dalam mewujudkan pelayanan prima merupakan
arah organisasi yang hendak dicapai. Disamping itu untuk
menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi UPT, telah
diangkat jabatan Fungsional PBT (Pengawas Benih Tanaman) dan
POPT (Pengendali Organisme Penggangu Tanaman) sebagai
ujung tombak pelaksanaan tugas pokok dan fungsi di daerah,
selain itu terdapat jabatan fungsional lain dalam mendukung
kualitas dan kinerja SDI perkebunan dalam bidang perencanaan,
data informasi statistik, dan lain-lain, sedangkan dalam
melaksanakan fungsi pengawasan di lapangan telah dididik dan
diangkat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
44
C. Tersedianya Unit Kelembagaan Pelaksana Teknis
Perkebunan
Tersedianya unit kelembagaan pelaksana teknis perkebunan di
seluruh Indonesia membuktikan bahwa dalam bidang penelitian,
inovasi dan teknologi, Indonesia memiliki peluang untuk
berkembang. Dalam rangka memfasilitasi terlaksananya
pengawasan dan pengujian mutu benih, penerapan teknologi
proteksi tanaman dan memberikan dukungan pelayanan
organisasi yang berkualitas sebagai rujukan daerah telah
dibentuk 4 unit pelayanan teknis (UPT) pusat yang meliputi Balai
Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP)
Medan, Surabaya dan Ambon serta Balai Proteksi Tanaman
Perkebunan (BPTP) Pontianak.
Dukungan pengujian, pengawasan mutu benih dan penerapan
teknologi proteksi tanaman perkebunan BBP2TP dimaksudkan
untuk memfasilitasi terlaksananya pengawasan dan pengujian
mutu benih, penerapan teknologi proteksi tanaman dan
memberikan dukungan pelayanan organisasi yang berkualitas
sebagai rujukan UPTD. Untuk bidang Proteksi Tanaman
Perkebunan Pontianak (BPTP Pontianak) memiliki tugas dalam
melaksanakan analisis teknis dan pengembangan proteksi
tanaman perkebunan dalam identifikasi dan penanganan OPT
Tanaman Perkebunan, pengembangan teknologi agens hayati
OPT Perkebunan, eksplorasi dan inventarisasi musuh alami OPT
Perkebunan, pengembangan teknologi proteksi perkebunan
yang berorientasi pada implementasi pengendalian hama
terpadu, pemanfaatan pestisida nabati serta pengelolaan data,
informasi dan analisis teknis dalam bidang proteksi tanaman
perkebunan. Kedepan, agar pelayanan teknis kepada masyarakat
45
lebih optimal dengan sebaran yang semakin luas maka jumlah
dan fungsi UPT sangat berpotensi untuk ditingkatkan dan
penyesuaian wilayah binaannya.
Selain itu, pelaku usaha utama dibidang perkebunan meliputi
perusahaan perkebunan besar, koperasi, asosiasi petani, asosiasi
eksportir dan pekebun. Jika situasi untuk berinvestasi dapat
dibangun secara lebih kondusif dan harga komoditi perkebunan
dapat dipertahankan, maka peran masing-masing pelaku usaha
dapat ditingkatkan dalam rangka mendukung pengembangan
perkebunan.
D. Sistem Informasi Manajemen dan Teknis Lainnya
Semakin berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi
(TIK) menjadikan batas antar daerah maupun antar negara
semakin kecil dan jelas. Akses terhadap data dan informasi serta
penyebarannya sangat mudah dilaksanakan dan cepat tersebar
kepada masyarakat yang membutuhkannya. Perangkat teknologi
informatika yang telah dikelola Direktorat Jenderal Perkebunan
adalah website, Sistem Informasi Manajemen Pegawai (SIMPEG),
Sistem Akuntansi Instansi (SAI), Sistem Monitoring dan Evaluasi
(Simonev) serta Sistem Informasi Pengadaan Barang dan Jasa
(SIRUP) merupakan teknologi informasi. Selain informasi yang
disajikan dalam bentuk softcopy/maya, informasi juga disajikan
dalam bentuk hardcopy/fisik seperti buku statistik perkebunan,
majalah media perkebunan, ruang display, pusat informasi
perkebunan, rencana strategis dan lainnya. Teknologi informasi
dan komunikasi Direktorat Jenderal Perkebunan tersebut sangat
berpotensi untuk dikembangkan dalam rangka implementasi
Instruksi Presiden RI (Inpres) nomor 3 tahun 2003 tentang e-
46
government dan seiring dengan kemajuan dan perkembangan
teknologi informasi.
Selain informasi manajemen, pelaksanaan kegiatan
pembangunan perkebunan dilaksanakan dengan prinsip sinergi
antara pola top down policy dan bottom up planning melalui
aplikasi e-proposal. Dengan pola ini sangat diharapkan bahwa
kegiatan yang dilakukan benar-benar sesuai dengan tujuan
nasional, potensi, kebutuhan dan kesiapan daerah sebagai
pelaksananya. Mekanisme pengajuan usulan kegiatan
dilaksanakan dalam kerangka pelaksanaan reformasi birokrasi
yaitu mewajibkan K/L membangun dan mengembangkan sistem
elektronik pemerintah (e-goverment) dengan rencana aksi
antara lain pelaksanaan e-office, e-planning, e-budgetting, e-
procurement, e-performance dan e-audit. Implementasi
pelaksanaan e-planning dalam rangka mengefektifkan dan
mengefisienkan pengajuan usulan kegiatan dari daerah adalah
dalam bentuk e-proposal (elektronik proposal).
Sebagai amanat dari Peraturan Presiden nomor 29 tahun 2014
tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah bahwa
setiap instansi pemerintah perlu menerapkan suatu rangkaian
sistematik dari berbagai aktivitas, alat, prosedur yang dirancang
untuk tujuan penetapan atau pengukuran, pengumpulan data,
pengklasifikasian, pengikhtisaran dan palaporan kinerja pada
instansi pemerintah dalam rangka pertanggungjawaban dan
peningkatan kinerja instansi pemerintah. SAKIP ini memuat 1)
perencanaan kinerja (Renstra, Perjanjian Kinerja dan Rencana
Kinerja Tahunan); 2) pengukuran kinerja (penetapan Indikator
Kinerja Program dan Indikator Kinerja Kegiatan; 3) pengelolaan
data kinerja (baseline data, perbandingan realisasi kinerja tahun
47
berjalan dengan target/ sasaran dalam Renstra); 4) pelaporan
kinerja (Laporan Kinerja/LAKIN interim dan tahunan); dan 5)
reviu dan evaluasi kinerja oleh Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah (APIP).
E. Momentum Gerakan Desentralisasi Pemerintahan
Pemanfaatan momentum gerakan desentralisasi pemerintahan
dan partisipasi masyarakat dapat menjadi peluang besar bagi
pembangunan perkebunan apabila diarahkan untuk
pengembangan sistem politik perkebunan yang digerakkan
oleh/dan berorientasi pada pekebun/petani kecil.
Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah yang dimulai sejak
tahun 2000, telah terjadi beberapa perubahan penting yang
berkaitan dengan peran pemerintah pusat dan daerah. Peran
pemerintah yang sebelumnya sangat dominan, saat ini berubah
menjadi fasilitator, stimulator atau promotor pembangunan
pertanian/ perkebunan. Pembangunan pertanian/ perkebunan
pada era otonomi daerah lebih mengandalkan kreativitas rakyat/
masyarakat pekebun di setiap daerah. Selain itu, proses
perumusan kebijakan juga berubah dari pola top down dan
sentralistik menjadi pola bottom up dan desentralistik.
Perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan
perkebunan lebih banyak dilakukan oleh pemerintah daerah.
Pemerintah pusat menangani aspek-aspek pembangunan
pertanian/ perkebunan yang tidak efektif dan efisien bila
ditangani oleh pemerintah daerah.
48
F. Partisipasi Masyarakat Pekebun
Pembangunan perkebunan pada dasarnya dilaksanakan oleh
masyarakat dan dunia usaha sedangkan fungsi pemerintah lebih
bersifat fasilitator, pembinaan dan pendampingan. Terwujudnya
peran masyarakat, pekebun dan dunia usaha pada
pembangunan perkebunan yang sinergi di semua tingkatan perlu
didorong secara maksimal. Untuk itu ditempuh upaya terencana
melalui konsultasi, koordinasi dan pengembangan jejaring kerja
yang baik dalam suatu sistem yang terintegrasi.
Peran serta masyarakat adalah suatu usaha untuk
menumbuhkan semangat dan rasa memiliki terhadap berbagai
kegiatan pembangunan masyarakat berdasarkan atas
keterlibatannya dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
pembangunan sedangkan menurut peran serta
seseorang/masyarakat diartikan sebagai bentuk penyerahan
sebagian peran dalam kegiatan dan tanggung jawab tertentu
dari suatu pihak ke pihak lain. Faktor yang mempengaruhi peran
serta adalah semua pihak yang berkepentingan (stakeholder)
dan mempunyai pengaruh terhadap program. Pengaruh disini
adalah kewenangan dan kekuasaan yang dimiliki oleh
stakeholder atas program berupa kekuatan untuk
mengendalikan keputusan yang dibuat dan memfasilitasi
pelaksanaan program.
G. Dinamika Tatakelola dan Reformasi Birokrasi
Kebijakan reformasi birokrasi yang digariskan pemerintah
diharapkan akan menciptakan birokrasi pemerintah yang
profesional dengan karakteristik adaptif, berintegritas,
berkinerja tinggi, bersih dan bebas korupsi, kolusi dan
49
nepotisme, mampu melayani publik, netral, sejahtera,
berdedikasi serta memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik
aparatur negara. Sasaran ideal yang ingin dicapai adalah
terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi,
kolusi, dan nepotisme, meningkatnya kualitas pelayanan publik
kepada masyarakat serta meningkatnya kapasitas dan
akuntabilitas kinerja birokrasi.
Secara garis besar kebijakan tatakelola pemerintahan yang
dijalankan Ditjen. Perkebunan selama ini lebih menekankan pada
pengembangan kapasitas institusi yang meliputi 1)
pengembangan sumber daya aparatur dan kompetensinya; 2)
penguatan organisasi; 3) reformasi penataan kelembagaan; 4)
pemberian pelayanan yang berkualitas; 5) pengadaan dan
perbaikan sarana prasarana dan lingkungan kerja; dan 6)
koordinasi, pendampingan dan pembinaan pembangunan
perkebunan di pusat dan daerah. Dengan prioritas tatakelola
tersebut diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas
dan transparansi penyelenggaraan organisasi dan pembangunan
sub sektor perkebunan yang mengedepankan prinsip clean
government dan good governance.
H. Tersedianya Anggaran dan Permodalan
Bila diakumulasikan selama periode 2010-2014, total APBN
Ditjen. Perkebunan sekitar Rp. 7,02 triliun. Anggaran tersebut
digunakan untuk menjalankan program pembangunan
perkebunan dengan prioritas terbesar pada pengembangan
kakao (Gernas dan non Gernas) yaitu kurang lebih sebesar Rp.
2,50 triliun atau sebesar 35,66% dari total anggaran Ditjen.
Perkebunan selama 2010-2014. Anggaran terbesar lainnya
50
adalah anggaran peningkatan produksi, produktivitas dan mutu
tanaman tebu dengan target swasembada gula nasional tahun
2014 yaitu sebesar Rp. 1,75 triliun atau sebesar 24,93% dari total
anggaran Ditjen. Perkebunan selama 2010-2014. Sedangkan
anggaran untuk kegiatan dukungan manajemen dan dukungan
teknis lainnya selama tahun 2010-2014 sebesar Rp. 719,34
milyar.
Selain anggaran yang berasal dari anggaran pendapatan belanja
nasional (APBN), dana perbankan maupun dana masyarakat
lainnya juga tersedia untuk pengembangan perkebunan. Kredit
yang tersedia berupa: (a) Kredit Ketahanan Pangan dan Energi
(KKP-E) untuk kelompok yang sudah bankable tetapi tidak
feasible kalau dengan bunga komersial. Bunga yang dibayarkan
petani hanya 7% dan sisanya disubsidi oleh pemerintah; (b)
Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan
(KPEN-RP) untuk kelompok yang sudah bankable tetapi tidak
feasible kalau dengan bunga komersial. Bunga yang dibayarkan
petani hanya 7% untuk kelapa sawit dan kakao dan 6% untuk
karet serta sisanya disubsidi oleh pemerintah; (c) Kredit Usaha
Rakyat (KUR) untuk kelompok yang sudah feasible tetapi tidak
bankable. Bunga yang dibayarkan petani maksimum 22% untuk
kredit sampai dengan Rp. 5 juta dan maksimum 14% untuk
kredit sampai dengan Rp. 500 juta. Persentase yang dijamin oleh
LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) sebesar 70% dari nilai kredit
dan (d) Kredit komersial yang diberikan kepada kelompok yang
sudah feasible dan bankable.
Berdasarkan Surat Menteri Keuangan nomor S-5/MK.05/2015
tanggal 6 Januari 2015 perihal Pelaksanaan Kredit Program
Skema Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) dan Kredit
51
Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan
(KPEN-RP) bahwa secara umum Kementerian Keuangan
mendukung adanya program Revitalisasi Perkebunan, namun
berdasarkan evaluasi pelaksanaannya, skema pembiayaan
tersebut harus dilakukan penyempurnaan lebih lanjut sehingga
penyaluran kredit KUPS dan KPEN-RP untuk sementara
dihentikan per 1 Januari 2015, namun subsidi bunga atas kredit
yang telah disalurkan tetap dibayarkan sampai batas waktu yang
ditentukan dalam perjanjian. Sedangkan program Revitalisasi
Perkebunan tetap dilanjutkan dengan skema pembiayaan yang
baru, untuk itu untuk mendorong percepatan penyelesaian
skema pembiayaan yang baru seiring dengan skema kredit
berpenjamin yang telah memperoleh komitmen bersama dari
para Menteri terkait maka perlu disusun desain skema kredit
baru melalui koordinasi lintas sektoral.
Direktorat Jenderal Perkebunan, kedepan akan menginisiasi
kegiatan fasilitasi kredit program KUR perkebunan yang digagas
Direktorat Tanaman Tahunan dan Penyegar. Program KUR
adalah kredit/ pembiayaan modal kerja dan/atau investasi
kepada debitur usaha yang produktif dan layak namun belum
memiliki agunan tambahan atau agunan tambahan belum cukup.
Penyalur KUR adalah bank atau lembaga keuangan bukan bank
yang disetujui oleh Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah. Penjaminan adalah kegiatan
pemberian jaminan atas pemenuhan kewajiban finansial debitur
KUR oleh Perusahaan Penjamin. Pertimbangan pelaksanaan
kegiatan ini bahwa selama ini kredit program untuk sub sektor
perkebunan memiliki karakteristik, mengingat umur tanaman
dan masa mulai berproduksi pada umumnya merupakan
tanaman perennial sehingga memerlukan biaya yang lebih besar
52
untuk pembangunan dan masa tenggang grace period, untuk
memfasilitasi kebutuhan dimaksud maka pemerintah telah
merancang Kredit Usaha Rakyat.
Pelaksanaan KUR bertujuan untuk meningkatkan dan
memperluas penyaluran KUR kepada usaha produktif;
meningkatkan kapasitas daya saing usaha mikro, kecil dan
menengah, dan mendorong pertumbuhan ekonomi dan
penyerapan tenaga kerja. Usulan fitur Pengembangan
Perkebunan, suku bunga KUR Perkebunan sebesar 9% efektif per
tahun atau disesuaikan dengan suku bunga flat yang setara.
Komoditas yang dibiayai tanaman tahunan, tanaman semusim,
tanaman rempah dan penyegar, tumpang sari dengan tanaman
pangan dan integrasi dengan ternak, pengolahan pasca panen di
tingkat petani. Debitur dan persyaratan debitur antara lain
Petani, Kelompok Tani, Gabungan Kelompok Tani, dan Koperasi
yang terdaftar di dalam SIKP (Sistem Informasi Kredit Petani) dan
menyusun usulan kebutuhan kredit. Sehubungan dengan
program kredit baru bagi perkebunan maka kendala dan
masalah yang dihadapi pada masing-masing daerah nantinya
juga sangat bervariasi sehingga upaya pemecahan masalah yang
ditempuh juga akan bersifat spesifik, disamping tentunya ada
kebijakan umum yang menjadi panduan dalam pelaksanaan
program KUR perkebunan. Adapun ruang lingkup dalam
pelaksanaan Fasilitasi Kredit Program KUR Perkebunan Tahun
2016 mencakup:
a. Penyusunan Permentan Pedoman Kredit Program KUR
Perkebunan;
b. Pertemuan Sosialisasi Kredit Program KUR perkebunan
dengan instansi terkait;
53
c. Pertemuan Koordinasi dan sosialisasi kredit program KUR di
16 Provinsi.
1.2.2. Tantangan
Selain peluang yang masih dapat dikembangkan lebih lanjut,
terdapat beberapa tantangan yang harus mendapat perhatian
kedepan untuk keberlangsungan organisasi Sekretariat Ditjen.
Perkebunan. Tantangan tersebut meliputi (a) Belum optimalnya
pelayanan; (b) Belum optimalnya koordinasi; (c) Keterbatasan
alokasi anggaran Direktorat Jenderal Perkebunan; (d) Belum
optimalnya monitoring dan pelaporan; (e) Sarana dan prasarana
yang belum memadai; dan (f) Operasional sistem informasi
manajemen dan tenaga teknis yang belum memadai.
A. Optimalisasi Pelayanan dan Koordinasi
Syarat peningkatan pelayanan organisasi yang berkualitas adalah
sampai dengan memenuhi kriteria layanan prima. Sendi-sendi
pelayanan prima meliputi (1) kesederhanaan dalam artian
mudah, lancar, cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan
mudah dilaksanakan; (2) kejelasan dan kepastian mengenai
prosedur, persyaratan, unit kerja yang berwenang, rincian biaya,
jadwal waktu penyelesaian dan hak serta kewajiban pemberi dan
penerima pelayanan; (3) keamanan dalam arti memberikan
keamanan dan kenyamanan serta dapat memberikan kepastian
hukum; (4) keterbukaan, dalam arti diinformasikan secara
terbuka agar mudah diketahui dan dipahami; (5) efisien dalam
arti persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang
berkaitan langsung pencapaian sasaran pelayanan; (6) ekonomis
dalam arti biaya ditetapkan secara wajar; (7) keadilan yang
54
merata dalam arti diusahakan secara luas, adil dan merata; dan
(8) ketepatan waktu dalam arti diselesaikan dalam kurun waktu
yang telah ditentukan.
Pelayanan yang dilaksanakan Direktorat Jenderal Perkebunan
pada umumnya belum memenuhi standar pelayanan prima
sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor
15 tahun 2014 tentang Pedoman Standar Pelayanan. Kelemahan
pelayanan Ditjen. Perkebunan tersebut tercermin dari belum
operasionalnya standar operasional prosedur (SOP) secara
penuh, law enforcement yang masih lemah, kualitas, moral dan
etos kerja yang belum optimal. Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor
15 tahun 2014 tentang Pedoman Standar Pelayanan sebagai
implementasi dari Undang-Undang nomor 25 tahun 2009
tentang Pelayanan Publik dan Peraturan Pemerintah nomor 96
tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU nomor 25 tahun 2009
tentang Pelayanan Publik.
Standar Pelayanan dalam peraturan tersebut adalah tolok ukur
yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai
kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam
rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau,
dan terukur. Standar Pelayanan yang ada menjadi salah satu
referensi utama dalam menyusun Rancangan Standar Pelayanan
selanjutnya. Melalui Standar Pelayanan tersebut dapat diketahui
faktor-faktor yang sudah tertata dengan baik dan permasalahan
yang terjadi dalam penerapan Standar Pelayanan tersebut.
Komponen Standar Pelayanan sebagaimana diatur dalam
55
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009, dalam peraturan ini
dibedakan menjadi dua bagian yaitu: 1) Komponen Standar
Pelayanan yang terkait dengan proses penyampaian pelayanan
(service delivery) meliputi: Persyaratan; Sistem, mekanisme dan
prosedur; Jangka waktu pelayanan; Biaya/tarif; Produk
pelayanan; Penanganan pengaduan, saran dan masukan; dan 2)
Komponen Standar Pelayanan yang terkait dengan proses
pengelolaan pelayanan di internal organisasi (manufacturing)
meliputi: Dasar hukum; Sarana dan prasarana, dan/atau fasilitas;
Kompetensi pelaksana; Pengawasan internal; Jumlah pelaksana;
Jaminan pelayanan; Jaminan keamanan dan keselamatan
pelayanan; serta Evaluasi kinerja pelaksana
Koordinasi yang didefinisikan sebagai suatu usaha yang sinkron
dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat
serta mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu
tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah
ditentukan. Koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan
selama ini kurang efektif sehingga tidak memenuhi solusi yang
diharapkan dalam setiap permasalahan organisasi untuk
mempercepat capaian tujuan dan sasaran organisasi. Koordinasi
merupakan proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-
kegiatan pada satuan-satuan yang terpisah untuk mencapai
tujuan organisasi secara efisien. Belum optimalnya koordinasi di
lingkup Sekretariat Direktorat Jenderal, baik internal, institusi
terkait maupun dengan daerah merupakan kelemahan yang
harus mendapat perhatian serius.
56
B. Optimalisasi Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan
Meskipun sudah ada ketentuan terkait dengan monitoring dan
pelaporan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 39 tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, pelaksanaan
pembangunan perkebunan di daerah belum termonitor dengan
baik dan pelaporannya masih sering terlambat. Salah satu
penyebabnya adalah banyaknya format pelaporan yang harus
diisi oleh daerah, seperti form dari Bappenas, form dari
Kementerian Keuangan, form statistik dan dan form-form
lainnya. Selain itu terkait evaluasi pelaksanaan pembangunan
perkebunan baik evaluasi kinerja kegiatan maupun evaluasi
kinerja keuangan yang selama ini dilakukan oleh Inspektorat
Jenderal, KemenpanRB dan BPK tidak banyak ditindaklanjuti
melalui mekanisme yang seharusnya sehingga setiap ada
temuan kinerja tidak ada jalan perbaikan atau sangat minimal
sekali tindaklanjutnya.
C. Optimalisasi Aspek Perencanaan Pembangunan
Perkebunan
Aspek perencanaan memegang peranan yang penting terhadap
keberlangsungan pembangunan perkebunan. Perencanaan
selama ini masih belum terencana dengan baik, salah satu belum
optimalnya aspek perencanaan adalah 1) masih banyaknya revisi
kegiatan dan penganggaran di satker daerah; 2) sistem
perencanaan yang memadukan antara bottom up planning dan
top down policy tidak berjalan maksimal karena pengusulan
kegiatan pembangunan perkebunan yang seharusnya dari
kabupaten/kota masih diwarnai intervensi dari berbagai pihak;
57
3) kurang optimalnya daerah dalam memanfaatkan inovasi
teknologi dalam system perencanaan seperti aplikasi e-proposal;
4) sistem perencanaan yang dibangun dari musrenbang
kabupaten/kota sampai tingkat nasional sebagian besar hanya
by document saja tanpa realisasi sampai dengan pagu alokasi
anggaran ditetapkan; 5) perubahan beberapa kebijakan
pimpinan tertinggi seringkali mengakibatkan perubahan
anggaran dan berakibat pelaksanaan perencanaan memakan
waktu yang lama dan tidak efesien; dan 6) penetapan CP/CL
seringkali terlambat dan tidak jarang salah sasaran akibat tidak
adanya koordinasi yang baik dengan pusat-daerah dan kebijakan
yang bermuatan politik.
D. Kondisi Sarana dan Prasarana Perkantoran
Keterbatasan sarana dan prasarana menjadi kelemahan lainnya
dalam mendukung kinerja pegawai. Pada umumnya sarana dan
prasarana yang tersedia untuk setiap pegawai belum memenuhi
standar yang ada. Selain itu, pemeliharaan alat-alat yang ada
masih kurang optimal.
E. Kondisi Operasional Sistem Informasi Manajemen
Meskipun sistem informasi manajemen telah dibangun namun
operasionalnya dirasakan kurang optimal, karena disamping
jumlah tenaga yang kompeten masih kurang, sistem informasi
manajemen belum memperoleh prioritas utama. Sistem
informasi yang telah dibangun oleh Kementerian Pertanian
selama ini hanya dijadikan syarat kelengkapan organisasi saja
tanpa diikuti kinerja tindaklanjut yang baik setiap tahun. Selain
itu sistem informasi kepegawaian dan penjenjangan selama ini
hanya subektif dilakukan penilaiannya karena masih saja berlaku
58
hukum senioritas dalam organisasi tanpa memandang kinerja
yang objektif untuk setiap personal.
Terhadap aspek teknologi sistem informasi manajemen, agar
dapat mengikuti perkembangan globalisasi dan memperlancar
aksesibilitas terhadap informasi, maka sistem informasi
manajemen yang mencakup kemampuan menyusun,
memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap
mengenai sumber daya manusia, teknologi, peluang pasar,
manajemen, permodalan, usaha perkebunan dalam mendorong
dan menumbuhkan minat pelaku usaha, petani dan masyarakat,
perlu terus dimutakhirkan dan dikembangkan secara terus
menerus sehingga dapat meningkatkan jejaring kerja dengan
institusi terkait. Selama ini teknologi tersebut sangat lambat
untuk di update dan memerlukan anggaran yang cukup besar.
F. Ketersediaan Jumlah Tenaga Teknis yang Kompeten
Adanya beberapa kebijakan moratorium penerimaan PNS
dilingkungan Kementerian Pertanian dalam beberapa tahun
terakhir memaksa terhambatnya aliran regenerasi kepegawaian
karena diikuti oleh semakin banyak pegawai yang memasuki
masa pensiun. Selain itu kriteria penerimaan pegawai selama ini
belum trasparan dan akuntabel serta banyak pegawai yang
diterima dengan disiplin ilmu yang tidak sesuai bidang
pekerjaannya sehingga hal ini bisa menghabat kinerja organisasi
secara keseluruhan. Hal yang terpenting adalah permasalahan
perjenjangan untuk menduduki posisi struktural tidak diikuti
dengan fit and proper test yang objektif dan selama ini penilaian
pengangkatan pejabat struktural atas dasar penilaian subjektif
dari pimpinan atas, faktor kedekatan, faktor kekeluargaan,
59
senioritas, faktor kesukuan/ fanastisme sempit dan faktor politik
masih mendominasi sehingga menghasilkan pegawai yang tidak
kompeten.
G. Pengelolaan dan Penyelesaian Aset Pusat
Ketersediaan aset pusat di daerah sebagai salah satu sarana
yang dapat digunakan untuk mendukung pelayanan kepada
masyarakat terutama sebagai pusat informasi pembangunan
perkebunan yang dapat diakses secara luas oleh masyarakat
selama ini terkendala dalam menginventarisasi,
mengidentifikasi, menindaklanjuti dan mengelolanya. Kurangnya
tenaga yang kompeten dan ketersediaan anggaran masih
menjadi kendala dalam mengelola aset tersebut. Aset Direktorat
Jenderal Perkebunan tersebar di seluruh Indonesia, baik berupa
bangunan, lahan, demplot maupun kebun induk/percobaan.
H. Penurunan Minat Generasi Muda
Rendahnya minat generasi muda terhadap bidang pertanian/
perkebunan ini menyebabkan senjang regenerasi di sektor
pertanian dan sub sektor perkebunan. Bidang pertanian/
perkebunan sebagai pemasok bahan pangan bagi manusia
dimungkinkan tidak akan mengalami perkembangan, dan akan
berimbas pada menurunnya jumlah bahan pangan yang
dihasilkan. Hilangnya minat generasi muda cerdas terdidik dari
dunia pertanian/ perkebunan Indonesia akan menyulitkan sektor
pertanian/ sub sektor perkebunan dalam melaksanakan mandat
menjaga ketahanan pangan yang berkelanjutan. Secara umum,
sektor pertanian/ sub sektor perkebunan belum mampu
memberikan nilai tambah yang tinggi baik bagi pendapatan,
kesejahteraan serta bagi pengembangan karir. Hal ini menjadi
60
alasan bahwa minat generasi muda pada sektor pertanian/ sub
sektor perkebunan menjadi sangat terbatas dan sulit bagi
mereka untuk menekuninya.
Tantangan ke depan adalah bagaimana mengubah pola pikir
generasi muda kita terhadap pertanian/ perkebunan bahwa
masih banyak potensi pertanian/ perkebunan yang masih belum
dimanfaatkan secara optimal. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan daya tarik generasi muda pada
sektor pertanian/ sub sektor perkebunan adalah meningkatkan
persepsi generasi muda dalam membangun pertanian/
perkebunan lebih maju dan modern berbasis inovasi dan
teknologi yang mampu menghasilkan produk yang bernilai
ekonomi tinggi yang dibutuhkan pasar. Membangun pertanian/
perkebunan dalam konteks industri yang syarat dengan inovasi
dan teknologi yang menangani hulu hingga hilir akan
memberikan peluang yang besar dalam menghasilkan aneka
produk pertanian/ perkebunan yang bernilai ekonomis tinggi.
I. Kondisi Kelembagaan Petani/ Pekebun
Kelembagaan petani yang kurang mempunyai posisi tawar yang
kuat. Jumlah dan kualifikasi sumber daya insani (SDI) yang
menangani bidang pertanian/ perkebunan masih sangat terbatas
dan kurang memadai ditambah kurangnya
pengetahuan/ketrampilan petani dan petugas lapangan
pertanian/ perkebunan sehingga akan menghambat
perkembangan pertanian/ perkebunan kedepan. Fakta ini
didukung oleh pandangan bahwa pertanian/ perkebunan
sebagai salah satu sektor/ sub sektor yang kurang menjanjikan
bagi peningkatan perekonomian dan kesejahteraan hidup, selain
61
kurangnya sumber daya insani (SDI) yang berkualitas ditambah
lahan pertanian/ perkebunan yang semakin berkurang sehingga
sangat menentukan dalam memperlemah kelembagaan petani/
pekebun. Lemahnya kelembagaan dan posisi tawar petani/
pekebun berakibat pada panjangnya tataniaga dan belum
adilnya sistem pemasaran. Masalah kelembagaan petani, baik
rendahnya kualitas sumber daya insani (SDI) petani/ pekebun
maupun tidak ada atau tidak berfungsinya lembaga petani/
pekebun dan lembaga pendukung pertanian/ perkebunan di
perdesaan telah melemahkan posisi tawar petani/ pekebun dan
mempersulit dukungan pemerintah yang diberikan kepada
petani/ pekebun.
Lembaga petani/ pekebun yang dapat menjadi alat untuk
meningkatkan skala usaha dan memperkuat posisi tawar banyak
yang tidak berfungsi. Lembaga pendukung untuk petani/
pekebun terutama lembaga penyuluhan pertanian/ perkebunan
kurang berfungsi sehingga menurunkan efektivitas pembinaan
serta mengurangi dukungan dan diseminasi teknologi dalam
rangka meningkatkan penerapan teknologi dan efisiensi usaha
petani/ pekebun. Selain itu, dengan berkembangnya otonomi
daerah, semakin banyak peraturan daerah yang menghambat
arus pemasaran komoditas, baik input produksi maupun
output/hasil produksi.
J. Kondisi Permodalan dan Akses Kredit Usaha
Permodalan petani/ pekebun merupakan faktor yang
mendukung keberhasilan pengembangan usahatani/ usaha
perkebunan. Lemahnya permodalan masih merupakan kendala
yang dihadapi oleh petani/ pekebun dalam memulai atau
62
mengembangkan usahanya sehingga harus meminjam ke pihak
lain. Sulitnya mengakses permodalan kepada perbankan atau
lembaga keuangan resmi lainnya menyebabkan petani/ pekebun
mencari pinjaman modal kepada para pemilik modal yang
umumnya adalah pedagang hasil pertanian/ perkebunan dengan
sistem ijon sehingga petani/ pekebun tidak leluasa menjual hasil
panennya. Sebagian petani/ pekebun meminjam modal kepada
rentenir dengan bunga pinjaman yang tinggi.
Meskipun pemerintah telah menyediakan kredit melalui skim
kredit program Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E),
Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan
(KPEN-RP), Kredit Usaha Rakyat (KUR), maupun kredit komersial
namun fasilitas kredit tersebut pada kenyataannya masih sulit
diakses oleh petani/ pekebun. Kesulitan mengakses perbankan
atau lembaga keuangan resmi lainnya disebabkan: (1) petani/
pekebun belum dapat memenuhi persyaratan administrasi
perbankan, (2) resiko agribisnis pertanian/ perkebunan cukup
tinggi yang menyebabkan perbankan enggan memberikan kredit,
(3) belum tersedianya lembaga keuangan dan perbankan yang
khusus bergerak di bidang pertanian/ perkebunan, dan (4)
belum tersedianya lembaga penjaminan resiko usaha pertanian/
perkebunan.
Kedepan akan digagas kegiatan fasilitasi kredit program KUR
perkebunan tahun 2016. Pelaksanaan KUR bertujuan untuk
meningkatkan dan memperluas penyaluran KUR kepada usaha
produktif; meningkatkan kapasitas daya saing usaha mikro, kecil
dan menengah, dan mendorong pertumbuhan ekonomi dan
penyerapan tenaga kerja. Adapun ruang lingkup dalam
pelaksanaan Fasilitasi Kredit Program KUR Perkebunan Tahun
63
2016 mencakup: penyusunan Permentan Pedoman Kredit
Program KUR Perkebunan; pertemuan Sosialisasi Kredit Program
KUR perkebunan dengan instansi terkait; serta pertemuan
Koordinasi dan sosialisasi kredit program KUR di 16 Provinsi.
K. Tuntutan atas Penerapan Otonomi Daerah
Era otonomi daerah masih akan menjadi tantangan
pembangunan perkebunan kedepan. Pelaksanaan otonomi
daerah telah membawa konsekuensi logis pada upaya
perwujudan kemandirian daerah dalam mengatur rumah
tangganya serta menggali berbagai potensi yang dimiliki untuk
dapat dikelola secara optimal demi peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Otonomi dapat diartikan sebagai penyelenggaraan
pemerintah otonom yang meliputi tahap perencanaan,
pelaksanaan hingga evaluasi hasil pembangunan. Tuntutan atas
penerapan otonomi daerah adalah kesiapan dari pemerintah
untuk mengelola dan menata secara baik semua perangkat
organisasi dan manajemen yang dimiliki dan kemampuan untuk
melakukan penyesuaian terhadap perkembangan dan
perubahan lingkungan eksternal baik secara sosial, ekonomi,
budaya maupun politik. Era otonomi daerah memungkinkan
kebijakan pemanfaatan lahan dan pembangunan pertanian/
perkebunan berada atas dasar kebijakan pemerintah daerah, hal
ini sesuai Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah.
L. Ketidaksinambungan Kebijakan/ Regulasi Pusat-Daerah
Dampak negatif dari otonomi daerah dirasakan oleh pelaku
usaha pertanian/ perkebunan terutama kaitannya dengan
beberapa kebijakan pemerintah daerah dalam bentuk peraturan
64
daerah yang kurang selaras dengan kebijakan nasional seperti
kebijakan dalam pemanfaatan sumber daya alam. Konsekuensi
dari hal tersebut adalah terjadinya kompetisi pemanfaatan
sumber daya alam yang kurang menguntungkan bagi
pembangunan pertanian/ perkebunan dan adanya ketimpangan
antara Kabupaten/Kota yang satu dengan yang lain dalam satu
Provinsi. Faktor lain adalah pemberlakuan beberapa peraturan
daerah yang membebani pelaku perdagangan dalam
negeri/antar daerah dengan berbagai pungutan atau retribusi
yang mengakibatkan terjadinya hambatan dalam internal trade
(desa-kota, antar daerah dan antar pulau) yang bermuara pada
berkurangnya daya saing produk lokal di pasar domestik. Selain
itu, lambatnya penyelesaian status aset pusat di daerah,
optimalisasi potensi daerah yang belum sesuai dengan sasaran,
pelayanan informasi dan pelaporan yang belum cepat dan
akurat, belum lengkapnya peraturan perundang-undangan
pelaksanaan budidaya pertanian/ perkebunan serta
ketidaksesuaian perencanaan kegiatan pusat dan daerah akan
menjadi tantangan pembangunan pertanian/ perkebunan
kedepan.
M. Aspek Pemberdayaan
Pemberdayaan petani dilakukan dengan tujuan meningkatkan
kemampuan petani dalam melaksanakan usaha tani yang lebih
baik melalui pendidikan dan pelatihan, penyuluhan dan
pendampingan, pengembangan sistem dan sarana pemasaran
hasil pertanian, konsolidasi dan jaminan luasan lahan pertanian/
perkebunan, penyediaan fasilitas pembiayaan dan permodalan,
kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi
serta penguatan kelembagaan petani/ pekebun.
65
Kelembagaan dan pemberdayaan pekebun dalam sistem
kelembagaan merupakan 2 hal yang saling terkait dan masih
menjadi permasalahan dalam proses pembangunan perkebunan
kedepan. Pendekatan kelembagaan dalam memberdayakan
pekebun telah menjadi strategi penting dalam pembangunan
perkebunan. Pengembangan kelembagaan perkebunan dalam
ruang lingkup pemberdayaan baik formal maupun informal
belum memberikan peran berarti di perdesaan. Hal ini
disebabkan oleh peran antar lembaga pendidikan, pelatihan dan
penyuluhan belum terkoordinasi dengan baik. Fungsi,
keberadaan, koordinasi, kinerja kelembagaan baik kelembagaan
pekebun maupun kelembagaan keuangan harus seiring sejalan
dengan meningkatnya usaha agribisnis perkebunan di desa.
Selain aspek pemberdayaan pekebun, pemberdayaan pegawai
dilingkungan Kementerian Pertanian juga perlu dilakukan
diantaranya melalui pelatihan-pelatihan sesuai jenjang
pendidikan, bidang dan kompetensinya; penyelenggaraan
seminar; kesempatan pendidikan yang adil dan layak memenuhi
kompetensinya perlu dilakukan selain melalui adanya
penyuluhan dan arahan kebijakan dari atasan yang konstruktif.
N. Aspek Administrasi Pembangunan Perkebunan
Beberapa tantangan kedepan yang harus diperhatikan terkait aspek administrasi pembangunan perkebunan baik pelaksanaan di satker daerah maupun di pusat antara lain:
- Sistem adminsitrasi keuangan di daerah masih belum tertib. Selain itu sistem administrasi kepegawaian, kehumasan dan penempatannya di daerah masih belum efektif;
- Sampai posisi bulan Oktober masih banyaknya Revisi POK/DIPA yang diajukan;
66
- Keterbatasan Unit Layanan Pengadaan (ULP) di daerah menyebabkan pelaksanaan kegiatan menjadi terhambat;
- Adanya kebijakan pengadaan satu pintu di sebagian besar Pemda, menyebabkan ketergantungan satker terhadap kinerja Pemda;
- Proses pengadaan mengalami hambatan/kendala teknis karena masih adanya intervensi dari pihak-pihak yang berkepentingan;
- Penggunaan uang yang tidak mengikuti ROPAK;
- Kurangnya dukungan pendanaan dari APBD provinsi dan kabupaten;
- Terjadinya reorganisasi dalam tubuh dinas yang membidangi perkebunan Provinsi/Kabupaten/Kota, yang berdampak pada kelambanan dalam penanganan Tindaklanjut Laporan Hasil Audit/Pemeriksaan (TLHA/P);
- Monev dan pelaporan terlambat;
- Pimpinan Unit Kerja kurang komitmen dalam memfasilitasi penanganan Laporan Hasil Audit/Pemeriksaan;
- Tim SPI belum optimal dalam melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan-kegiatan pembangunan perkebunan.
67
2.1. Tugas Pokok dan Fungsi Sekretariat Ditjen. Perkebunan
tahun 2015-2019
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor
43/Permentan/OT.010/8/2015 tanggal 3 Agustus 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, tugas
Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan adalah memberikan
pelayanan teknis dan administrasi kepada semua unit organisasi
di lingkungan Direktorat Jenderal Perkebunan.
Dalam melaksanakan tugas tersebut diatas, Sekretariat
Direktorat Jenderal Perkebunan menyelenggarakan fungsi :
(1) Koordinasi, dan penyusunan rencana dan program, anggaran
dan kerjasama di bidang perkebunan;
(2) Pengelolaan urusan keuangan dan perlengkapan;
(3) Evaluasi dan penyempurnaan organisasi, tata laksana,
pengelolaan urusan kepegawaian dan penyusunan
rancangan peraturan perundang-undangan, dan pelaksanaan
hubungan masyarakat serta informasi publik;
(4) Evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kegiatan serta
pemberian layanan rekomensai di bidang perkebunan;
(5) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat
Jenderal Perkebunan;
2 VISI, MISI DAN TUJUAN SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2015-2019
68
(6) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan Direktur Jenderal
Perkebunan.
Secara lengkap struktur organisasi Sekretariat Ditjen.
Perkebunan berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor
43/Permentan/OT.010/8/2015 tanggal 3 Agustus 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian disajikan pada
Lampiran 1.
2.2. Visi Sekretariat Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019
Sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dan
pembangunan pertanian, Visi Ditjen. Perkebunan harus selaras
dengan Visi Pembangunan Nasional dan Visi Kementerian
Pertanian. Visi Ditjen. Perkebunan yang ingin diwujudkan melalui
pembangunan perkebunan selama 2015-2019 adalah "Menjadi
Direktorat Jenderal yang profesional dalam mewujudkan
peningkatan produksi tanaman perkebunan dan pemasaran
hasil perkebunan secara optimal, berdaya saing dan bernilai
tambah tinggi untuk kesejahteraan pekebun dan
memperkokoh fondasi sistem pertanian bio-industry
berkelanjutan".
Dalam rangka mendukung Visi Ditjen. Perkebunan tahun 2015-
2019 dari aspek manajemen dan kesekretariatan, maka Visi
Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan adalah "Profesional
dalam mewujudkan pelayanan prima dan berkualitas dibidang
manajemen dan kesekretariatan untuk mendukung
peningkatan produksi tanaman perkebunan dan pemasaran
hasil perkebunan serta memperkokoh fondasi sistem pertanian
bio-industry berkelanjutan".
69
2.3. Misi Sekretariat Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019
Mengacu pada Misi Pembangunan Nasional dan Misi
Kementerian Pertanian tahun 2015-2019, maka Misi yang
ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan untuk
melaksanakan pembangunan perkebunan tahun 2015-2019
adalah:
(1) Mewujudkan peningkatan produksi tanaman perkebunan
secara berkelanjutan;
(2) Mewujudkan integrasi antar pelaku usaha budidaya
tanaman perkebunan dengan pendekatan kawasan;
(3) Mendorong upaya pemberdayaan petani dan
penumbuhan kelembagaan petani;
(4) Mendorong upaya penerapan budidaya tanaman
perkebunan dengan baik dan berwawasan lingkungan;
(5) Mendorong pengembangan pemasaran produk
perkebunan di tataran domestik dan internasional yang
berkualitas dan berdaya saing;
(6) Mewujudkan peningkatan penyediaan teknologi dan
penerapan pascapanen dan pengolahan hasil perkebunan
secara berkelanjutan;
(7) Menyediakan fasilitasi pembinaan dan penanganan usaha
perkebunan berkelanjutan serta penanganan gangguan
usaha dan konfik perkebunan;
(8) Mewujudkan sistem perlindungan perkebunan dan
penanganan dampak perubahan iklim yang terpadu,
terintegrasi dan berkelanjutan;
70
(9) Mewujudkan pelayanan prima dan berkualitas dibidang
manajemen dan kesekretariatan;
(10) Mewujudkan sistem pertanian bio-industry berbasis
pengembangan komoditas perkebunan.
Untuk dapat berkontribusi secara signifikan dalam Misi Ditjen.
Perkebunan tahun 2015-2019, maka Sekretariat Direktorat
Jenderal Perkebunan menetapkan Misinya sebagai berikut:
(1) Memberikan pelayanan dan pembinaan yang berkualitas
dibidang perencanaan;
(2) Memberikan pelayanan dan pembinaan yang berkualitas di
bidang pengelolaan keuangan dan perlengkapan;
(3) Memberikan pelayanan dan pembinaan yang berkualitas
dibidang organisasi, tata laksana, kepegawaian, rancangan
peraturan perundang-undangan, hubungan masyarakat,
informasi publik, tata usaha dan rumah tangga Ditjen.
Perkebunan;
(4) Memberikan pelayanan dan pembinaan yang berkualitas
dibidang evaluasi dan pelaporan kegiatan serta rekomendasi
bidang perkebunan;
(5) Memberikan pelayanan dan pembinaan yang berkualitas di
bidang manajemen dan teknis lainnya.
2.4. Tujuan Sekretariat Ditjen. Perkebunan
Untuk dapat mendukung pencapaian agenda pembangunan
nasional dalam RPJMN 2015-2019 dan tujuan Kementerian
Pertanian seperti yang tercantum dalam Renstra Kementerian
Pertanian tahun 2015-2019, tujuan Ditjen. Perkebunan tahun
2015-2019 ditetapkan sebagai berikut:
71
(1) Meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman
perkebunan melalui rehabilitasi, intensifikasi, ekstensifikasi
dan diversifikasi yang didukung oleh penyediaan benih
unggul, bermutu dan bersertifikat, sarana produksi dan alat
mesin pertanian/pengolahan/pascapanen serta
pembangunan kebun sumber benih tanaman perkebunan;
(2) Melakukan pengembangan komoditas unggulan perkebunan
pada lahan-lahan eksisting dan lahan bukaan baru sesuai
potensi kearifan lokal, kebutuhan pengembangan kawasan
dan kesiapan daerah pengembangan melalui pendekatan
kawasan yang terintegrasi antar sektor dan memperhatikan
kelayakan ekonomi, agroekosistem, sosial, pasar dan
pengembangan/ potensi berkelanjutan;
(3) Memberikan fasilitasi kegiatan pemberdayaan pekebun dan
penguatan kelembagaan kelompok petani tanaman
semusim dan rempag, tanaman tahunan dan tanaman
rempah penyegar melalui pelatihan penumbuhan
kebersamaan/ dinamika kelompok, pelatihan penguatan
kelembagaan, penyuluhan dan pendampingan,
pengembangan sistem dan sarana prasarana budidaya,
dukungan penyediaan fasilitasi pembiayaan dan permodalan
serta kemudahan akses ilmu pengetahuan dan teknologi
informasi;
(4) Melakukan pembinaan, bimbingan teknis dan
pendampingan kepada pekebun dalam mendorong usaha
agribisnis perkebunan dibudidayakan melalui sistem
budidaya perkebunan yang baik, berkelanjutan dan
memperhatikan isu-isu lingkungan terutama dalam
penggunaan benih dan sarana produksi (pupuk dan
pestisida);
72
(5) Melakukan upaya dalam memfasilitasi pengembangan
pemasaran produk unggulan perkebunan yang meliputi
bidang informasi, pemantauan dan stabilitas harga, sarana
dan kelembagaan pasar, jaringan pemasaran, analisis dan
pengembangan ekspor, pemasaran bilateral/regional/
multilateral dan kerjasama komoditas;
(6) Memfasilitasi penyediaan/ pengadaan alat pascapanen dan
alat pengolahan tanaman semusim dan rempah serta
tanaman tahunan dan penyegar yang spesifik lokasi dan
fungsi yang didukung penyediaan teknologi berkualitas dan
aplikatif bagi pekebun;
(7) Melakukan upaya strategis dalam memfasilitasi penerapan
pembinaan usaha perkebunan berkelanjutan, perizinan
usaha pekebunan, penilaian usaha perkebunan serta
inventarisasi, identifikasi dan penanganan kasus gangguan
usaha dan konflik perkebunan;
(8) Memfasilitasi ketersediaan teknologi perlindungan
perkebunan, pengamatan, pemantauan dan pengendalian
organisme penganggu tanaman (OPT), pencegahan
kebakaran lahan/ kebun dan penanganan dampak
perubahan iklim;
(9) Memberikan pelayanan penyusunan rencana dan program,
anggaran, kerjasama bidang perkebunan, evaluasi dan
penyempurnaan organisasi, tata laksana, urusan
kepegawaian, rancangan peraturan perundang-undangan,
hubungan masyarakat dan informasi publik, pengelolaan
keuangan dan perlengkapan, evaluasi dan pelaporan
pelaksanaan kegiatan, pemberian layanan rekomendasi
bidang perkebunan, urusan tata usaha dan rumah tangga
serta fungsi manajemen dan teknis lainnya yang berkualitas;
73
(10) Melakukan upaya pengembangan komoditas perkebunan
sumber bio-energy, sistem pertanian polikultur serta
penerapan integrasi tanaman perkebunan dalam
mendukung pengembangan sistem pertanian bio-industry
melalui pendekatan zero waste management.
Untuk mendukung pencapaian tujuan Ditjen. Perkebunan tahun
2015-2019 sebagaimana telah ditetapkan dalam Rencana
Strategis Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019, maka kontribusi
Sekretariat dalam rangka meningkatkan pelayanan prima dan
berkualitas dibidang manajemen dan kesekretariatan seperti
berikut:
(1) Melaksanakan penyiapan bahan koordinasi dan menyusun
rencana program, anggaran dan kerjasama di bidang
perkebunan;
(2) Melaksanakan urusan perbendaharaan, penerimaan negara
bukan pajak, penyiapan pengujian dan penerbitan surat
perintah membayar, akuntansi dan verifikasi keuangan serta
tindak lanjut hasil pengawasan dan urusan perlengkapan;
(3) Melaksanakan penyiapan evaluasi dan penyusunan
organisasi, tata laksana dan reformasi birokrasi serta urusan
kepegawaian, penyusunan rancangan peraturan perundang-
undangan, litigasi hukum, hubungan masyarakat dan
informasi publik, urusan perpustakaan serta urusan tata
usaha dan rumah tangga;
(4) Melaksanakan pengumpulan, pengolahan dan penyajian
data dan informasi, analisis, penyiapan pemantauan dan
evaluasi serta laporan pelaksanaan program dan kegiatan
serta pemberian layanan rekomendasi bidang perkebunan;
74
(5) Melaksanakan pelayanan dan pembinaan kegiatan
manajemen dan teknis lainnnya Ditjen. Perkebunan di pusat
dan daerah serta pengelolaan urusan administrasi
perkantoran.
75
3.1. Arah Kebijakan Sekretariat Ditjen. Perkebunan tahun
2015-2019
Dengan memperhatikan arah kebijakan pembangunan nasional
dan pembangunan pertanian periode 2015-2019, dalam
menjalankan tugas pelaksanaan penyelenggaraan perkebunan di
Indonesia, Direktorat Jenderal Perkebunan merumuskan
kebijakan yang akan menjadi kerangka pembangunan
perkebunan periode 2015-2019 yang dibedakan menjadi Arah
Kebijakan Umum dan Arah Kebijakan Teknis.
Arah kebijakan umum ditetapkan dalam rangka mendukung
program Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2015-2019 yaitu
peningkatan produksi tanaman perkebunan dan pemasaran hasil
perkebunan berkelanjutan, sedangkan arah kebijakan khusus
adalah arah kebijakan pembangunan perkebunan tahun 2015-
2019 yang ditetapkan dalam rangka mendukung pencapaian 6
sasaran strategis Kementerian Pertanian tahun 2015-2019.
Implementasi dukungan Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019
dalam pencapaian 6 sasaran strategis Kementerian Pertanian
tahun 2015-2019 diantaranya meliputi 1) pemenuhan
penyediaan bahan baku Tebu dalam rangka peningkatan
produksi gula nasional; 2) peningkatan diversifikasi pangan
berbasis komoditas perkebunan; 3) peningkatan komoditas
perkebunan bernilai tambah dan berorientasi ekspor dalam
ARAH KEBIJAKAN, SASARAN DAN STRATEGI SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2015-2019
3
76
mewujudkan daya saing sub sektor perkebunan; 4) pemenuhan
penyediaan bahan baku bio-energy dan pengembangan fondasi
sistem pertanian bio-industry; 5) akuntabilitas kinerja aparatur
pemerintah yang baik; dan 6) peningkatan pendapatan keluarga
pekebun.
Arah kebijakan umum Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019
antara lain 1) pengembangan komoditas perkebunan strategis;
2) pengembangan kawasan berbasis komoditas unggulan
perkebunan; 3) pengembangan sumber daya insani (SDI)
perkebunan; 4) penguatan kelembagaan pekebun dan kemitraan
usaha perkebunan; 5) pengembangan dan penguatan sistem
pembiayaan perkebunan; 6) pengembangan sarana prasarana
dan infrastruktur pendukung usaha agribisnis perkebunan; 7)
perlindungan, pelestarian, pemanfaatan dan pengelolaan
lingkungan hidup; 8) peningkatan upaya adaptasi, mitigasi
bencana, perubahan iklim dan perlindungan perkebunan; 9)
pengembangan pascapanen, pengolahan dan pemasaran hasil
perkebunan; 10) dukungan pengelolaan dan pelaksanaan
program tematik pembangunan perkebunan; dan 11) penguatan
tata kelola kepemerintahan yang baik dan reformasi birokrasi
sebagai dasar pelayanan prima.
Sejalan dengan penetapan kebijakan umum Ditjen. Perkebunan
maka kebijakan Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan
dalam mendukung program peningkatan produksi tanaman
perkebunan dan pemasaran hasil perkebunan berkelanjutan
adalah:
77
1) Pengembangan Sumber Daya Insani (SDI) Sekretariat
Ditjen. Perkebunan
Arah kebijakan ini dimaksudkan dalam mendukung
berlangsungnya proses perubahan pembangunan dan
penyelenggaran perkebunan melalui peningkatan kapasitas dan
kapabilitas aparatur sipil negara yang secara umum lingkup
Ditjen. Perkebunan dan secara khusus di lingkungan Sekretariat
Ditjen. Perkebunan guna terwujudnya daya saing, tatakelola
kepemerintahan yang baik dan sistem manajemen organisasi
Ditjen. Perkebunan yang bertumpu pada kemandirian dan
kemampuan Aparatur Sipil Negara (ASN).
Arah kebijakan ini lebih menekankan pada peningkatan kualitas
sumber daya manusia perkebunan yang berkeadilan melalui
sejumlah upaya strategis dalam meningkatkan pengetahuan dan
kemampuannya seperti melalui pelatihan, pendidikan, seminar,
penyuluhan dan pembinaan teknis lainnya. Sumber daya
manusia atau sumber daya insani menekankan pada manusia
berkualitas, kompeten dan berkarakter yang memiliki integritas,
komitmen, modal sosial dan modal politik pertanian tercermin
dari peningkatan kemampuan/ketrampilan, kompetensi bidang
dan akses pendidikan, pelayanan dasar dan kesehatan serta
lingkungan.
Peningkatan kualitas SDI Sekretariat Ditjen. Perkebunan ini
dalam rangka meningkatkan pelayanan organisasi yang
berkualitas dalam proses menuju pelayanan prima melalui
peningkatan nilai-nilai profesionalisme, keterbukaan, terukur
dan dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu sumber daya
manusia yang berkompeten dan berintegritas tergantung pada
78
ideologi bangsa sebagai penuntun, penggerak, pemersatu dan
pengarah sebagaimana perwujudan TRISAKTI yaitu kedaulatan
dalam politik, berdikari dalam ekonomi dan kepribadian dalam
kebudayaan.
2) Penguatan Tatakelola Organisasi dan Reformasi Birokrasi
Sekretariat Ditjen. Perkebunan sebagai Dasar Pelayanan
Prima
Arah kebijakan ini dimaksudkan untuk membangun aparatur
negara yang berkualitas, profesional dan berdaya saing melalui
sistem tata kelola pemerintahan yang baik, bersih dari KKN,
transparan dan akuntabel. Kebijakan reformasi birokrasi yang
tercantum dalam Undang-Undang nomor 17 tahun 2007 tentang
RPJPN 2005-2025 menyebutkan bahwa pembangunan aparatur
negara dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk
meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan
mewujudkan tata pemerintahan yang baik agar mampu
mendukung keberhasilan pembangunan berbagai bidang.
Dalam Peraturan Presiden nomor 81 tahun 2010 tentang Grand
Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 mewajibkan K/L
mewujudkan reformasi birokrasi dalam rangka tatakelola
pemerintahan yang baik. Reformasi birokrasi bermakna sebagai
sebuah perubahan besar dalam paradigma dan tata kelola
pemerintahan Indonesia. Selain itu, reformasi birokrasi juga
bermakna sebagai sebuah pertaruhan besar bagi bangsa
Indonesia dalam menyongsong tantangan abad ke-21. Jika
berhasil dilaksanakan dengan baik, reformasi birokrasi akan
mencapai tujuan yang diharapkan, di antaranya:
79
a. Mengurangi dan akhirnya menghilangkan setiap
penyalahgunaan kewenangan publik oleh pejabat di instansi
yang bersangkutan;
b. Menjadikan negara yang memiliki most-improved
bureaucracy;
c. Meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat;
d. Meningkatkan mutu perumusan dan pelaksanaan
kebijakan/program instansi;
e. Meningkatkan efisiensi (biaya dan waktu) dalam
pelaksanaan semua segi tugas organisasi;
f. Menjadikan birokrasi Indonesia antisipatif, proaktif, dan
efektif dalam menghadapi globalisasi dan dinamika
perubahan lingkungan strategis.
Akan tetapi, jika gagal dilaksanakan, reformasi birokrasi hanya
akan menimbulkan ketidakmampuan birokrasi dalam
menghadapi kompleksitas yang bergerak secara eksponensial di
abad ke-21, antipati, trauma, berkurangnya kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintah, dan ancaman kegagalan
pencapaian pemerintahan yang baik (good governance), bahkan
menghambat keberhasilan pembangunan nasional.
Reformasi birokrasi berkaitan dengan ribuan proses tumpang
tindih (overlapping) antarfungsi-fungsi pemerintahan,
melibatkan jutaan pegawai, dan memerlukan anggaran yang
tidak sedikit. Selain itu, reformasi birokrasi pun perlu menata
ulang proses birokrasi dari tingkat (level) tertinggi hingga
terendah dan melakukan terobosan baru (innovation
breakthrough) dengan langkah-langkah bertahap, konkret,
realistis, sungguh-sungguh, berfikir di luar kebiasaan/rutinitas
80
yang ada (out of the box thinking), perubahan paradigma (a new
paradigm shift), dan dengan upaya luar biasa (business not as
usual). Oleh karena itu, reformasi birokrasi nasional perlu
merevisi dan membangun berbagai regulasi, memodernkan
berbagai kebijakan dan praktek manajemen pemerintah pusat
dan daerah, dan menyesuaikan tugas fungsi instansi pemerintah
dengan paradigma dan peran baru. Upaya tersebut
membutuhkan suatu grand design dan road map reformasi
birokrasi yang mengikuti dinamika perubahan penyelenggaraan
pemerintahan sehingga menjadi suatu living document.
Arah kebijakan reformasi birokrasi adalah:
a. Pembangunan aparatur negara dilakukan melalui reformasi
birokrasi untuk meningkatkan profesionalisme aparatur
negara dan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang
baik, baik di pusat maupun di daerah agar mampu
mendukung keberhasilan pembangunan di bidang lainnya
(UU No. 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025).
b. Kebijakan pembangunan di bidang hukum dan aparatur
diarahkan pada perbaikan tata kelola pemerintahan yang
baik melalui pemantapan pelaksanaan reformasi birokrasi
(Perpres No. 2 tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019).
Beberapa prinsip dalam melaksanakan reformasi birokrasi dapat
dikemukakan sebagai berikut: Outcomes oriented, Terukur,
Efisien, Efektif, Realistik, Konsisten, Sinergi, Inovatif, Kepatuhan
dan Dimonitor. Sedangkan sasaran lima tahun kedua (2015-
2019) dari reformasi birokrasi adalah selain implementasi hasil-
hasil yang sudah dicapai pada lima tahun pertama (2010-2014),
pada lima tahun kedua juga dilanjutkan upaya yang belum
81
dicapai pada berbagai komponen strategis birokrasi pemerintah
pada lima tahun pertama.
Isu yang berkembang dalam kaitan reformasi birokrasi adalah
modernisasi manajemen kepegawaian, restrukturisasi dan
perubahan manajemen organisasi, rekayasa proses administrasi
pemerintahan, anggaran berbasis kinerja, proses perencanaan
partisipatif, pelayanan prima dan tata hubungan birokrasi antara
pemerintah dan masyarakat. Kebijakan reformasi birokrasi yang
digariskan diharapkan akan menciptakan birokrasi pemerintah
yang profesional dengan karakteristik adaptif, berintegritas,
berkinerja tinggi, bersih dari KKN, mampu melayani publik,
netral, sejahtera, berdedikasi, memegang teguh nilai dasar dan
kode etik aparatur negara. Sasaran idealnya adalah terwujudnya
pemerintah yang bersih dan bebas KKN, meningkatnya kualitas
pelayanan publik serta meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas
kinerja birokrasi.
3.2. Sasaran Kegiatan dan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK)
Sekretariat Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019
Sesuai tugas pokok dan fungsi serta adanya restrukturisasi
program K/L melalui penyempurnaan output/outcome yang
lebih terukur dalam kerangka arsitektur anggaran berbasis
kinerja dan pendekatan konsep arsitektur dan informasi kinerja
(ADIK) maka Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan tahun
2015-2019 menetapkan sasaran kegiatan beserta indikator
kinerja kegiatan (IKK) dalam rangka mewujudkan pelayanan
prima dan berkualitas dibidang manajemen dan kesekretariatan
sebagaimana disajikan dalam Tabel 6.
82
Tabel 6. Sasaran Kegiatan dan Indikator Kinerja Kegiatan Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2015-2019
NO. Sasaran Kegiatan dan IKK SASARAN PERTAHUN
2015 2016 2017 2018 2019
Sasaran Kegiatan: Terlaksananya Pelayanan Teknis dan Administrasi Seluruh Unit Organisasi di Lingkungan Direktorat Jenderal Perkebunan
1. Jumlah dokumen perencanaan, keuangan dan perlengkapan, umum serta evaluasi dan layanan rekomendasi (dokumen)
7
7
7
7
7
2. Dukungan kegiatan manajemen dan teknis lainnya (bulan)
12 12 12 12 12
Sumber: Penataan ADIK Ditjen. Perkebunan 2015-2019.
Pada Tabel tersebut, penetapan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) Sekretariat Ditjen. Perkebunan beserta target-targetnya sudah melalui proses persetujuan dalam trilateral meeting antara Bappenas, Kementerian Keuangan dan Biro Perencanaan Kementerian Pertanian pada tanggal 25-26 November 2015. Dari IKK tersebut dijabarkan lebih lanjut kedalam penentuan IKK dalam dokumen RKAKL yang berbasis penataan ADIK (Arsitektur dan Informasi Kinerja) sebagaimana Lampiran 2.
3.3. Strategi Pengembangan Sekretariat Ditjen. Perkebunan
tahun 2015-2019
3.3.1. Strategi Umum
Strategi pengembangan Sekretariat Direktorat Jenderal
Perkebunan tahun 2015-2019 merupakan strategi yang
83
dijalankan dalam mengimplementasikan arah kebijakan
Sekretariat Ditjen. Perkebunan yang meliputi:
(1) Strategi Pengembangan sumber daya insani (SDI)
Sekretariat Ditjen. Perkebunan; dan
(2) Strategi Penguatan tata kelola organisasi dan reformasi
birokrasi Sekretariat Ditjen. Perkebunan sebagai dasar
pelayanan prima
A. Strategi Pengembangan Sumber Daya Insani Sekretariat
Ditjen. Perkebunan
Manusia merupakan sumber daya yang sangat vital karena
merupakan pelaku utama pembangunan, termasuk perkebunan.
Tanpa pelaku yang handal dan berkompeten, maka
pembangunan perkebunan tidak dapat berjalan secara optimal.
Direktorat Jenderal Perkebunan mengembangkan berbagai
kegiatan bagi peningkatan sumber daya manusia perkebunan
melalui pendidikan, pelatihan, magang dan sekolah lapang.
Pembinaan dan peningkatan kualitas sumber daya ini
diperuntukkan bagi petani dan aparatur perkebunan. Berkenaan
dengan hal tersebut, rencana aksi yang akan dilaksanakan
mencakup upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas sumber
daya insani Sekretariat Ditjen. Perkebunan dengan cara:
a. Mengembangkan sistem informasi yang terstruktur
mencakup kemampuan menyusun, memperoleh dan
menyebarluaskan informasi yang lengkap mengenai SDI,
teknologi, peluang pasar, manajemen, permodalan, usaha
perkebunan untuk mendorong dan menumbuhkan minat
pelaku usaha, petani dan masyarakat.
84
b. Menyediakan dan mengembangkan insan perkebunan yang
kompeten, berkarakter bangsa, berkualitas, memiliki modal
sosial dan modal politik.
c. Meningkatkan jejaring kerja dengan institusi terkait
pembangunan perkebunan baik di dalam maupun luar
negeri.
d. Mendorong peningkatan kerjasama dengan instansi terkait
dalam rangka revitalisasi pendidikan perkebunan melalui:
- Peningkatan kegiatan baik apresiasi maupun kerjasama
dibidang promosi, pelatihan, pemberdayaan, penelitian
dan pengembangan sumber daya insani (SDI).
- Peningkatan intensitas penyuluhan bagi petani dan
pendidikan pelatihan bagi aparat perkebunan.
- Peningkatan peran Pusat Pelatihan Pertanian dan
Perdesaan Swadaya (P4S).
- Penajaman kurikulum pendidikan dan pelatihan petani
sesuai dengan kebutuhan pasar kerja termasuk
ketrampilan dalam aspek kewirausahaan.
- Membangun sistem pendidikan dan pelatihan untuk
mewujudkan pekebun yang tangguh.
e. Mendorong pemberdayaan petugas pusat dan daerah
melalui:
- Peningkatan kualitas, moral dan etos kerja petugas.
- Peningkatan lingkungan kerja yang kondusif dan
membangun sistem pengawasan yang efektif.
85
- Peningkatan penerapan sistem recruitment dan karir
yang terprogram serta transparan untuk mewujudkan
petugas yang profesional.
- Peningkatan dan pengembangan kemampuan dan sikap
prakarsa petugas yang pro-aktif dalam mewujudkan
pelayanan prima sesuai kebutuhan dunia usaha.
- Pemantapan aparatur pemerintah yang produktif,
efisien dan berakhlak mulia.
f. Mendorong pemberdayaan insani pekebun dan masyarakat
melalui:
- Peningkatan kemampuan dan kemandirian petani untuk
mengoptimasikan usahanya secara berkelanjutan.
- Pengembangan kewirausahaan pekebun dan pelaku
usaha berdasarkan nilai-nilai dan kearifan luhur bangsa
Indonesia.
- Fasilitasi kemampuan pekebun untuk dapat mengakses
berbagai peluang usaha dan sumberdaya dalam
memperkuat/ mempertangguh usaha taninya.
- Penumbuhan kebersamaan dan pengembangan
kemampuan pekebun dalam mengelola kelembagaan
pekebun dan kelembagaan usaha serta menjalin
kemitraan usaha.
B. Strategi Penguatan Tatakelola Organisasi dan Reformasi
Birokrasi Sekretariat Ditjen. Perkebunan sebagai Dasar
Pelayanan Prima
Strategi ini bertujuan memperkuat tatakelola organisasi
Sekretariat Ditjen. Perkebunan yang berdaya dan berhasil guna
86
serta dalam rangka mengembangan reformasi birokrasi yang
baik menuju sistem kepemerintahan yang akuntabel dan
tranparan. Rencana aksi yang akan dilakukan adalah:
a. Membina pegawai dalam penerapan prinsip tatanan
pengelolaan manajemen keterbukaan, akuntabilitas,
efektivitas dan efisiensi, supremasi hukum, keadilan dan
partisipasi.
b. Mendorong peningkatan penyelenggaran pemerintah yang
bersih dan bebas KKN dengan menerapkan sistem
keterbukaan dan akuntabilitas informasi publik.
c. Meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui
keterbukaan dengan memberikan akses informasi seluas-
luasnya kepada masyarakat seperti pengelolaan website
data/informasi dan pengelolaan perizinan lainnya (kebijakan
1 pintu dan 1 atap).
d. Meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi
melalui penerapan reward and punishment kepada pegawai.
e. Mendorong penyusunan regulasi/peraturan yang mengikat
dan pedoman teknis terkait tata kelola kepemerintahan
yang baik (bersih dari KKN dan akuntabel).
f. Menerapkan SAKIP (Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah) di lingkungan organisasi dengan pelaksanaan
misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran harus
terukur dan sesuai yang ditetapkan dalam dokumen
perencanaan seperti rencana strategis (renstra).
g. Menerapkan sistem kinerja pegawai dan SOP yang jelas
mengenai tugas dan fungsi pegawai dalam menjalankan
tugas kegiatan sehari-hari.
87
h. Menerapkan disiplin pegawai dalam penataan manajemen
sumber daya insani (SDI) yang profesional yang
berkompentensi.
i. Mendukung penataan dan pengawasan akuntabilitas kinerja
secara berkala oleh atasan dan auditor.
j. Memfasilitasi penyajian data dan informasi publik yang
lengkap, akurat dan terpercaya serta didukung pemanfaatan
teknologi yang mumpuni.
3.3.2. Strategi Khusus
Untuk melaksanakan pembaharuan organisasi kesekretariatan
(organization reinvention) dalam rangka meningkatkan
pelayanan diperlukan strategi khusus yang meliputi:
A. Strategi Inti (core strategy)
Strategi ini mempunyai 3 (tiga) pendekatan dasar yaitu:
(1) Menentukan kejelasan tujuan dengan menghapuskan
fungsi-fungsi yang tidak lagi memberi kontribusi pada
sasaran ini dengan melepaskan atau mengalihkannya ke
tingkat organisasi yang berbeda. Strategi ini membantu
organisasi tetap fokus pada sasaran yang penting bagi
masyarakat.
(2) Memisahkan fungsi pengarahan dan fungsi pelaksanaan
dengan memisahkan fungsi-fungsi yang secara fundamental
memiliki tujuan berbeda ke dalam organisasi berbeda-beda.
Pendekatan ini membantu tiap organisasi berkonsentrasi
pada satu tujuan yang jelas.
88
(3) Memperbaiki tujuan, untuk melaksanakan ini diperlukan
suatu sistem yang bisa membantu secara terus menerus
mendefinisikan tujuan.
B. Strategi Konsekuensi (consequences strategy)
Pendekatan yang ditempuh dalam strategi meliputi:
(1) Manajemen perusahaan, yang memaksa organisasi
pelayanan untuk berfungsi layaknya perusahaan bisnis yang
menjadikan pelayanan prima sebagai orientasi akhir.
(2) Kompetisi teratur, mensyaratkan mitra/unit internal
organisasi bersaing satu sama lain untuk mendapatkan
penghargaan berdasarkan kinerjanya.
(3) Manajemen kinerja yang menggunakan standar pengukuran
kinerja dan reward serta punishment untuk memotivasi unit-
unit organisasi.
C. Strategi Pelanggan (customer strategy)
Strategi ini menempatkan customer sebagai pengarah dengan
menyediakan pilihan-pilihan sebagai berikut:
(1) Pilihan pelanggan, upaya yang dilakukan memberikan
kesempatan kepada pelanggan untuk memilih penyedia
jasa. Strategi ini akan memaksa organisasi pemerintah untuk
memberi perhatian besar terhadap keinginan pelanggan.
(2) Pilihan kompetitif, memberikan kesempatan kepada
pelanggan untuk memanfaatkan sumber daya sesuai pilihan.
(3) Jaminan mutu layanan, dilakukan dengan menetapkan
standar layanan pelanggan dan menciptakan imbalan bagi
organisasi yang melakukan pekerjaan dengan baik dan
89
memenuhi standar serta memberikan punishment kepada
mereka yang tidak memenuhi standar tersebut.
D. Strategi Kontrol (control strategy)
Pendekatan yang dilakukan dalam strategi ini meliputi:
(1) Pemberdayaan organisasi, upaya yang dilakukan adalah
menghapus banyaknya peraturan dan berbagai kontrol lain
yang dipegang oleh badan administrasi pusat, badan
legislatif, badan eksekutif serta badan pemerintahan tinggi
lainnya.
(2) Pemberdayaan pegawai, upaya yang dilakukan strategi ini
adalah melakukan pengurangan atau penghapusan kontrol
manajemen hirarkis dalam organisasi serta mendorong
wewenang turun kepada pegawai lini pertama.
(3) Pemberdayaan masyarakat, upaya yang dilakukan adalah
dengan memindahkan kekuasaan birokrasi kepada
masyarakat.
E. Strategi Budaya (culture strategy)
Strategi ini menentukan budaya organisasi pemerintahan yang
meliputi nilai-nilai, norma, sikap dan harapan pegawai melalui
langkah sebagai berikut:
(1) Mengubah budaya dengan jalan menciptakan pengalaman
baru dengan menempatkan pegawai pada pengalaman baru
yang menantang kebiasaan yang ada, harapan dari langkah
ini pegawai dapat mendorong perubahan perilaku sehingga
dapat menghasilkan perilaku yang baru.
(2) Pengembangan permufakatan baru.
(3) Mengubah pikiran untuk mengembangkan mental baru.
90
4.1. Program Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019
Hasil restrukturisasi program dan kegiatan sesuai surat edaran
bersama Menteri Keuangan Nomor SE-1848/MK/2009 dan
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas Nomor 0142/M.PPN/06/2009 tanggal 19
Juni 2009, yang mengamanatkan setiap unit Eselon I
mempunyai satu program yang mencerminkan nama Eselon I
yang bersangkutan dan setiap unit Eselon II hanya mempunyai
dan tanggung jawab terhadap pelaksanaan 1 (satu) kegiatan.
Dengan demikian indikator kinerja unit Eselon I adalah
outcome dan indikator kinerja unit Eselon II adalah output.
Berdasarkan restrukturisasi tersebut ditetapkan bahwa
program Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019 adalah:
“Peningkatan produksi tanaman perkebunan dan pemasaran
hasil perkebunan berkelanjutan”. Program ini dimaksudkan
untuk lebih meningkatkan produksi tanaman unggulan
perkebunan melalui rehabilitasi, intensifikasi, ekstensifikasi
dan diversifikasi yang didukung oleh penyediaan benih unggul
bermutu, bersertifikat dan sarana produksi serta pelayanan
pascapanen, pengolahan, pembinaan usaha dan perlindungan
perkebunan secara optimal serta mengembangkan pemasaran
hasil perkebunan untuk mewujudkan daya saing komoditas
perkebunan di pasar domestik dan pasar internasional.
4 KEGIATAN, KELUARAN (OUTPUT) DAN KOMPONEN KEGIATAN SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2015-2019
91
Dari 127 komoditas binaan Direktorat Jenderal Perkebunan,
sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 511/2006
dan Nomor 3399/2009, prioritas penanganan difokuskan pada
16 komoditas strategis yang menjadi unggulan nasional yaitu
Karet, Kelapa Sawit, Kelapa, Kakao, Kopi, Lada, Jambu Mete,
Teh, Cengkeh, Sagu, Pala, Kemiri Sunan, Tebu, Kapas,
Tembakau dan Nilam. Sedangkan Pemerintah Daerah
didorong untuk memfasilitasi dan melakukan pembinaan
komoditas spesifik dan potensial di wilayahnya masing-
masing.
4.2. Kegiatan Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019 dalam
Ruang Lingkup Dukungan Manajemen dan Dukungan
Teknis Lainnya
Sebagai penjabaran dari program berdasarkan penetapan
organisasi baru Ditjen. Perkebunan sesuai Perpres nomor 45
tahun 2015 tentang Kementerian Pertanian, masing-masing unit
Eselon II lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan mempunyai 1
(satu) kegiatan. Dengan demikian di lingkup Direktorat Jenderal
Perkebunan terdapat 9 (sembilan) kegiatan pembangunan
perkebunan, yaitu:
(1) Pengembangan Tanaman Semusim dan Rempah;
(2) Pengembangan Tanaman Tahunan dan Penyegar;
(3) Dukungan Perbenihan Tanaman Perkebunan;
(4) Dukungan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan;
(5) Dukungan Perlindungan Perkebunan;
(6) Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya;
92
(7) Dukungan Pengujian, Pengawasan Mutu Benih dan
Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan BBP2TP
Medan;
(8) Dukungan Pengujian, Pengawasan Mutu Benih dan
Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan BBP2TP
Surabaya;
(9) Dukungan Pengujian, Pengawasan Mutu Benih dan
Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan BBP2TP
Ambon.
Kegiatan yang menjadi tanggung jawab Sekretariat Direktorat
Jenderal Perkebunan yang merupakan cerminan dari tugas
pokok dan fungsi adalah Dukungan Manajemen dan
Dukungan Teknis Lainnya yang dimaksudkan untuk
memberikan pelayanan teknis dan administrasi kepada
seluruh unit organisasi di lingkungan Ditjen. Perkebunan.
Prioritas kegiatan ini adalah memberikan pelayanan dan
pembinaan yang berkualitas dibidang perencanaan;
pengelolaan keuangan dan perlengkapan; organisasi, tata
laksana, kepegawaian, rancangan peraturan perundang-
undangan, hubungan masyarakat, informasi publik, tata usaha
dan rumah tangga Ditjen. Perkebunan; evaluasi dan pelaporan
kegiatan serta rekomendasi bidang perkebunan; serta
manajemen dan teknis lainnya.
93
4.3. Keluaran (Output) dan Komponen Kegiatan
Sekretariat Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019
sesuai Tugas Pokok dan Fungsi
Sesuai dengan Restrukturisasi program dan kegiatan dalam
kerangka Arsitektur dan Informasi Kinerja (ADIK), maka
Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya disebut
sebagai kegiatan; Sasaran kegiatan nya adalah terlaksananya
pelayanan teknis dan administrasi seluruh unit organisasi di
lingkungan Direktorat Jenderal Perkebunan. Implementasi dari
kegiatan Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya
adalah penetapan keluaran (output) sesuai fungsi Sekretariat
Ditjen. Perkebunan yang tercantum dalam Permentan nomor
43 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Pertanian. Penetapan keluaran (output) melalui penyusunan
indikator kinerja. Sedangkan untuk berlangsungnya keluaran
(output) Sekretariat Ditjen. Perkebunan maka
dilaksanakannya beberapa aktivitas.
Berikut ini adalah penetapan keluaran (output) dengan
indikatornya dan beberapa aktivitas untuk mendukung
terlaksananya keluaran (output) pada kegiatan Dukungan
Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya.
4.3.1. Pembinaan dan Pelayanan Perencanaan
Dengan indikator jumlah dokumen perencanaan (dokumen),
maka komponen kegiatan sesuai tupoksi adalah:
(1) Penyiapan bahan koordinasi dan penyusunan rencana,
program, di bidang perkebunan;
(2) Penyiapan bahan koordinasi dan penyusunan anggaran
di bidang perkebunan;
94
(3) Penyiapan penyusunan kerjasama di bidang perkebunan.
4.3.2. Pembinaan dan Pelayanan Keuangan dan
Perlengkapan
Dengan indikator jumlah dokumen keuangan dan
perlengkapan (dokumen), maka komponen kegiatan sesuai
tupoksi adalah:
(1) Pelaksanaan urusan perbendaharaan, penerimaan
negara bukan pajak, penyiapan pengujian dan
penerbitan surat perintah membayar;
(2) Pelaksanaan urusan akuntansi dan verifikasi keuangan
serta tindak lanjut hasil pengawasan;
(3) Pelaksanaan urusan perlengkapan.
4.3.3. Pembinaan dan Pelayanan Umum, Kepegawaian,
Hukum dan Humas
Dengan indikator 1) Jumlah dokumen tatalaksana organisasi
dan kepegawaian (dokumen), 2) Jumlah regulasi
hukum/humas yang diterbitkan (dokumen), dan 3) Jumlah
legislasi dan advokasi hukum/humas bidang perkebunan
(dokumen), maka komponen kegiatan sesuai tupoksi adalah:
(1) Penyiapan evaluasi dan penyusunan organisasi, tata
laksana, dan reformasi birokrasi serta pelaksanaan
urusan kepegawaian;
(2) Penyiapan penyusunan rancangan peraturan perundang-
undangan, litigasi hukum, pelaksanan hubungan
masyarakat, dan informasi publik serta urusan
perpustakaan;
(3) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
95
4.3.4. Pembinaan dan Pelayanan Evaluasi dan Pelaporan
Dengan indikator 1) Jumlah dokumen evaluasi dan pelaporan
(dokumen), dan 2) Jumlah layanan rekomendasi teknis bidang
perkebunan (dokumen), maka komponen kegiatan sesuai
tupoksi adalah:
(1) Pengumpulan, pengolahan dan penyajian data dan
informasi di bidang perkebunan;
(2) Pelaksanaan analisis, penyiapan pemantauan dan
evaluasi serta laporan pelaksanaan program dan
kegiatan di bidang perkebunan;
(3) Pemberian layanan rekomendasi di bidang perkebunan.
4.3.5. Pembinaan dan Pelayanan Manajemen dan Teknis
Lainnya
Dengan indikator 1) Jumlah dokumen manajemen dan teknis
lainnya (dokumen), maka komponen kegiatan sesuai tupoksi
adalah pelaksanaan kegiatan manajemen dan teknis lainnnya
Ditjen. Perkebunan di pusat dan daerah serta pengelolaan
urusan administrasi perkantoran.
4.4. Sasaran Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) Sekretariat
Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019
Untuk menilai keberhasilan pelaksanaan kinerja Sekretariat
Direktorat Jenderal Perkebunan 2015-2019 diperlukan
penetapan indikator kinerja kegiatan dan target per tahun.
Dengan penetapan IKK dan targetnya selama 5 tahun kedepan
maka tingkat keberhasilan organisasi Sekretariat Ditjen.
Perkebunan dapat diukur dengan membandingkan capaian
kinerja tahun 2010-2014. Rincian penetapan IKK dan target IKK
96
Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan sebagaimana
Lampiran 3.
4.5. Proyeksi Pendanaan Kegiatan Sekretariat Ditjen.
Perkebunan tahun 2015-2019
Sebagaimana diketahui bahwa meskipun terjadi kenaikan APBN
setiap tahun, namun alokasi anggaran untuk pembangunan
perkebunan masih sangat terbatas. Berikut ini disajikan proyeksi
pendanaan kegiatan Sekretariat Ditjen. Perkebunan tahun 2015-
2019 pada Tabel 7 berikut:
Tabel 7. Perkembangan Proyeksi Penyediaan Pendanaan
Kegiatan Dukungan Manajemen dan Dukungan
Teknis Lainnya
Kegiatan Proyeksi Penyediaan dari APBN (Rp. Milyar)
2015 2016 2017 2018 2019
Dukungan manajemen
dan dukungan teknis
lainnya
194,6 171,2 178,0 185,2 192,6
Sumber: Renstra Ditjen. Perkebunan 2015-2019.
Alokasi anggaran tersebut digunakan untuk:
(1) Layanan perkantoran (gaji dan operasional perkantoran);
(2) Pengadaan sarana dan prasarana perkantoran;
(3) Peningkatan kapabilitas petani/petugas;
(4) Pelayanan perencanaan, keuangan dan perlengkapan,
umum, evaluasi dan pelaporan;
(5) Norma, standar, kebijakan, pendanaan, pengawalan,
pendampingan dan advokasi baik di pusat maupun daerah.
97
5.1. Mekanisme Perencanaan
Mekanisme perencanaan pembangunan perkebunan dibangun
dengan mengacu pada arah dan kebijakan nasional serta
mensinergiskan dengan perencanaan dari daerah. Rujukan yang
dipakai adalah Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-undang
Nomor 7 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang (2005-2025), Undang-Undang Nomor 39 tahun 2014
tentang Perkebunan, Peraturan Pemerintah RI Nomor 40 tahun
2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan
Nasional dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 39 tahun 2006
tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan
Rencana Pembangunan, Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional III 2015-2019 yang dikeluarkan Bappenas
melalui Perpres Nomor 2 tahun 2015 tentang RPJMN tahun
2015-2019, amanat Peraturan Presiden nomor 45 tahun 2015
tentang Kementerian Pertanian, Permentan nomor 43 tahun
2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian,
Permen PPN Nomor 5 tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Strategis K/L tahun 2015-2019 dan Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 19 tahun 2015 tentang Rencana Strategis
Kementerian Pertanian 2015-2019.
Pemerintah Kabupaten/Kota di bawah koordinasi Bappeda
melakukan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Pertanian
termasuk Perkebunan sebagai bahan untuk diusulkan ke tingkat
5 MEKANISME STRATEGIS SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2015-2019
98
Provinsi. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Pertanian
juga dilakukan di tingkat Provinsi sebagai media koordinasi dan
evaluasi atas usulan Pemerintah Kabupaten/Kota. Bappeda
Provinsi berperan mengkoordinasikan pembangunan pertanian
termasuk perkebunan terutama dalam memadukan kegiatan,
pengembangan wilayah dan sumber pembiayaan pembangunan.
Pemerintah Pusat melakukan pertemuan regional perencanaan
pembangunan perkebunan guna mensosialisasikan kebijakan
nasional dan membangun komitmen dengan Pemerintah Daerah
Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pemerintah Pusat memfasilitasi
rencana pembangunan perkebunan daerah yang sejalan dengan
kebijakan nasional berdasarkan pertimbangan kesesuaian
rencana daerah dengan : (a) rencana pembangunan nasional/
RPJMN, (b) rencana tata ruang wilayah (RTRW), (c) kesesuaian
tanah dan iklim serta ketersediaan tanah untuk usaha
perkebunan, (d) perkembangan IPTEK, (e) sosial budaya, (f)
lingkungan hidup, (g) kepentingan masyarakat, (h) pasar, (i)
aspirasi daerah dengan tetap menjunjung tinggi keutuhan
bangsa dan negara, dan (j) Rencana Strategis Ditjen.
Perkebunan.
5.2. Monitoring, Evaluasi, Pengawasan dan Pengendalian
5.2.1. Pengendalian dan Pengawasan
Pengendalian terhadap implementasi Renstra dilakukan melalui
pengawasan internal yang merupakan tanggung jawab dari unit
kerja. Sistem pengawasan internal yang efektif dilakukan melalui
pengendalian operasional dan finansial, manajemen risiko,
sistem informasi manajamen dan kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan. Pengawasan internal dilaksanakan untuk
99
mengarahkan unit kerja di lingkungan Sekretariat Direktorat
Jenderal Perkebunan dalam mencapai tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan, membantu menghasilkan laporan keuangan
yang dapat dipertanggungjawabkan, serta dapat memberikan
rambu agar unit kerja dalam mengimplementasikan Renstra
mematuhi undang-undang dan peraturan.
Melalui program dan kegiatan pengawasan yang efektif dan
efisien, baik dengan pemeriksaan maupun pembinaan teknis,
unit kerja pelaksana Renstra dapat menghasilkan laporan
penggunaan keuangan dengan kriteria wajar tanpa pengecualian
(WTP) sebagai bukti tidak adanya penyimpangan dari peraturan
perundang-undangan dalam penggunaan dana.
5.2.2. Pemantauan dan Evaluasi
Pemerintah mempunyai kewenangan menyusun standar dan
prosedur monitoring, evaluasi, pengawasan dan pengendalian
dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi fasilitasi pembangunan.
Monitoring dan evaluasi serta pelaporan wajib dilakukan oleh
Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Sistem pemantauan dan evaluasi merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari implementasi Renstra. Pemantauan dan
evaluasi bertujuan untuk mengetahui tingkat pencapaian dan
kesesuaian antara rencana yang telah ditetapkan dalam Renstra
Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan 2015-2019 dengan
hasil yang dicapai berdasarkan kebijakan yang dilaksanakan
melalui kegiatan dan/atau program setiap satuannya.
Monitoring ditujukan untuk memantau proses pelaksanaan dan
kemajuan yang telah dicapai dari setiap kegiatan pembangunan.
100
Evaluasi dilaksanakan sebagai upaya pengawasan, penilaian dan
perbaikan terhadap pelaksanaan kegiatan agar berjalan sesuai
dengan tujuan dan terselenggara secara efektif dan efisien.
Melalui pemantauan dan evaluasi dapat diketahui berbagai hal
yang berkaitan dengan tingkat pencapaian tujuan (keberhasilan),
ketidakberhasilan, hambatan, tantangan dan ancaman tertentu
dalam mengelola dan menyelenggarakan kegiatan dan/atau
program.
Kegiatan monitoring dilakukan secara berkala dan berjenjang
sesuai dengan tahapan kegiatan sehingga dilakukan pada saat
sebelum dimulai kegiatan (ex-ante), saat dilakukan kegiatan (on-
going) dan setelah dilakukan kegiatan (ex-post). Ketaatan,
kelengkapan dan kelancaran pelaporan akan dijadikan
pertimbangan pengalokasian anggaran pada tahun berikutnya.
Apabila dalam pelaksanaan pemantauan dan evaluasi ditemukan
masalah atau penyimpangan, maka secara langsung dapat
dilakukan bimbingan, saran-saran dan cara mengatasinya oleh
pimpinan unit kerja.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2006 tentang Tata
Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan, Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor
248/PMK.07/2010 tentang perubahan atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008 tentang Pedoman
Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan,
dan Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor
31/Permentan/OT.140/3/2010 tentang Pedoman Sistem
Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan Pembangunan Pertanian
serta dan Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor
135/Permentan/OT.140/12/2013 tentang Pedoman Sistem
101
Akuntabilitas Kinerja Kementerian Pertanian, untuk itu
mekanisme pemantauan dan evaluasi dilaksanakan oleh
Pemerintah Pusat serta Pemerintah Daerah dan institusi lain
yang berkompeten.
SKPD yang membidangi perkebunan tingkat
Provinsi/Kabupaten/Kota secara berkala melakukan pemantauan
implementasi kebijakan teknis dan adminsitratif bidang
perkebunan sehingga diketahui secara cepat berbagai hal yang
terjadi di wilayahnya. Dinas yang membidangi perkebunan
tingkat Provinsi/ Kabupaten/Kota juga berkewajiban untuk
melaporkan hasil pemantauan dan evalusi dan memberikan
saran-saran untuk perbaikan yang dipandang perlu kepada
Gubernur/Bupati/Walikota, stakeholders dan pihak lain yang
terkait. Pemantauan dan evalusi tingkat Kabupaten dan Kota
harus mampu menyajikan data, informasi dan peta secara
aktual, lengkap dan rinci di setiap Kecamatan maupun informasi
dan data perkebunan secara keseluruhan di Provinsi/
Kabupaten/Kota tersebut.
102
Permasalahan dalam pembangunan perkebunan bersifat
kompleks sehingga membutuhkan penanganan yang
melibatkan berbagai fungsi dan kebijakan. Hanya saja
berbagai fungsi dan kebijakan tersebut tidak sepenuhnya
berada di bawah wewenang Direktorat Jenderal Perkebunan
dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang membidangi
perkebunan, bahkan lebih banyak berada di bawah
kewenangan institusi lain baik lingkup Kementerian Pertanian
maupun di luar Kementerian Pertanian. Dengan demikian
kerja sama antar pelaku pembangunan perkebunan mutlak
dibutuhkan untuk kesuksesan pelaksanaan pembangunan
perkebunan tahun 2015-2019.
Sebagai bagian dari Direktorat Jenderal Perkebunan Visi, Misi,
Tujuan dan Sasaran Strategis Sekretariat Direktorat Jenderal
Perkebunan diarahkan untuk mendukung tercapainya program
peningkatan produksi tanaman perkebunan dan pemasaran hasil
perkebunan berkelanjutan. Baik sasaran makro maupun mikro
pembangunan perkebunan akan menjadi pedoman bagi
Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam menetapkan sasaran pembangunan
perkebunan di tingkat nasional dan regional yang disesuaikan
dengan potensi sumber daya serta karakteristik permasalahan
yang dihadapi di lapangan.
Disadari bahwa untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut di
atas tidaklah mudah, namun berdasarkan keragaan dan
6 PENUTUP
103
kinerja pembangunan perkebunan periode 2010-2014 dan
dengan tekad kerja keras, sasaran tersebut optimis dapat
dicapai apabila para pemangku kepentingan dapat bekerja
sama untuk mengatasi berbagai masalah dan kendala yang
menjadi faktor penghambat utama serta memberikan
dorongan yang diyakini akan menjadi faktor kunci pengungkit
keberhasilan.
104
LAMPIRAN 1
Struktur Organisasi Sekretariat Ditjen. Perkebunan
Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor
43/Permentan/OT.010/8/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Pertanian, struktur organisasi Sekretariat Ditjen.
Perkebunan sebagai berikut:
105
Lampiran 2: Matriks Penentuan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) Sekretariat Ditjen. Perkebunan berbasis Penataan ADIK (Arsitektur dan Informasi Kinerja)
TARGET/PAGU 2015 REALISASI 2015 2016 2017 2018 2019
OUTPUT 1:
Indikator: - Jumlah dokumen tata laksana organisas i dan kepegawaian (dokumen)
- Jumlah regulas i hukum/humas yang di terbitkan (dokumen)
- Jumlah legis las i dan advokas i hukum/humas bidang perkebunan (dokumen)
Anggaran (Rp) - - - - - -
AKTIVITAS:
- Perencanaan (identi fikas i , pers iapan, sos ia l i sas i , penyusunan pedoman/juknis , dl l ) - - - - - -
- Pengelolaan urusan kepegawaian - - - - - -
- Pengelolaan Rancangan peraturan perundangan dan l igi tas i hukum - - - - - -
- Pengelolaan pelaksanaan humas dan informas i publ ik - - - - - -
- Manajemen tata laksana organisas i dan reformas i bi rokras i - - - - - -
- Pembinaan dan pengembangan kapas i tas pegawai Ditjen. Perkebunan - - - - - -
- Manajemen pengelolaan tata usaha, kerumahtanggaan dan umum la innya - - - - - -
- Monitoring, evaluas i dan pelaporan kegiatan - - - - - -
- - - - - -
OUTPUT 2:
Indikator: - Jumlah dokumen perencanaan (dokumen)
Anggaran (Rp) - - - - - -
AKTIVITAS:
- Perencanaan (identi fikas i , pers iapan, sos ia l i sas i , penyusunan pedoman/juknis , dl l ) - - - - - -
- Manajemen pengelolaan perencanaan program dan kegiatan - - - - - -
- Manajemen pengelolaan penyusunan anggaran - - - - - -
- Fas i l i tas i perencanaan kerjasama teknis dan program - - - - - -
- Monitoring, evaluas i dan pelaporan kegiatan - - - - - -
- Koordinas i kegiatan manajemen dan dukungan teknis la innya Ditjenbun bidang perencanaan - - - - - -
KINERJA
ANGGARAN (Rp), TARGET DAN REALISASI KINERJA
Pelayanan dan Pembinaan Umum
Pelayanan dan Pembinaan Perencanaan
- Koordinas i kegiatan manajemen dan dukungan teknis la innya Ditjenbun bidang umum, kepegawaian,
hukum dan humas
RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN PERTANIAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN
SEKRETARIAT DITJEN. PERKEBUNAN
106
TARGET/PAGU 2015 REALISASI 2015 2016 2017 2018 2019
OUTPUT 3:
Indikator: - Jumlah dokumen keuangan dan perlengkapan (dokumen)
Anggaran (Rp) - - - - - -
AKTIVITAS:
- Perencanaan (identi fikas i , pers iapan, sos ia l i sas i , penyusunan pedoman/juknis , dl l ) - - - - - -
- Manajemen pengelolaan urusan perlengkapan - - - - - -
- Pelayanan urusan perbendaharaan
- Pemantapan s is tem akuntans i dan veri fikas i pelaksanaan anggaran
- Tindak Lanjut Has i l pengawasan kegiatan bidang perkebunan
- Penataan barang mi l ik negara dan pengembal ian kredit eks proyek perkebunan
- Monitoring, eva luas i dan pelaporan kegiatan - - - - - -
- Koordinas i kegiatan manajemen dan dukungan teknis la innya Ditjenbun bidang keuangan dan perlengkapan - - - - - -
OUTPUT 4:
Indikator: - Jumlah dokumen evaluas i dan pelaporan (dokumen)
- Jumlah layanan rekomendas i teknis bidang perkebunan (dokumen)
Anggaran (Rp) - - - - - -
AKTIVITAS:
- Perencanaan (identi fikas i , sos ia l i sas i , penyusunan pedoman/juknik, pengawalan/pendampingan/pembinaan) - - - - - -
- Pelayanan rekomendas i teknis bidang perkebunan - - - - - -
- Eva luas i dan pelaporan pelaksanaan kegiatan dan anggaran pembangunan perkebunan - - - - - -
- Penyusunan/pemuktahiran data dan informas i perkebunan - - - - - -
- Monitoring, eva luas i dan pelaporan kegiatan - - - - - -
- Koordinas i kegiatan manajemen dan dukungan teknis la innya Ditjenbun bidang evaluas i dan pelaporan - - - - - -
OUTPUT 5:
Indikator: - Jumlah dokumen kegiatan manajemen dan teknis la innya (dokumen)
Anggaran (Rp) - - - - - -
AKTIVITAS:
- Perencanaan (identi fikas i , pers iapan, sos ia l i sas i , penyusunan pedoman/Juknis , dl l ) - - - - - -
- Adminis tras i Kegiatan Dana Dekonsentras i (DK) - - - - - -
- Adminis tras i Kegiatan Dana Tugas Pembantuan (TP) - - - - - -
- Dukungan Kegiatan Manajemen dan Teknis La innya - - - - - -
- Perencanaan pembangunan perkebunan - - - - - -
- Pengelolaan Keuangan dan Aset pembangunan perkebunan - - - - - -
- Pengelolaan data informas i dan Statis tik pembangunan perkebunan - - - - - -
- Insenti f Mantri Statis tik Perkebunan - - - - - -
- Pengelolaan monitoring dan Evaluas i pembangunan perkebunan - - - - - -
- Insenti f Pengawas Benih Tanaman perkebunan - - - - - -
- Operas ional PPNS - - - - - -
- Monitoring, eva luas i dan pelaporan kegiatan - - - - - -
- Koordinas i kegiatan manajemen dan dukungan teknis la innya Ditjenbun - - - - - -
KINERJA
ANGGARAN (Rp), TARGET DAN REALISASI KINERJA
Pelayanan dan Pembinaan Evaluasi dan Layanan Rekomendasi
Pelayanan dan Pembinaan Manajemen dan Teknis Lainnya
Pelayanan dan Pembinaan Keuangan dan Perlengkapan
107
TARGET/PAGU 2015 REALISASI 2015 2016 2017 2018 2019
OUTPUT 6:
Indikator: - Penyediaan layanan perkantoran keg. Dukungan manajemen dan dukungan teknis la innya
(Bulan)Anggaran (Rp) - - - - - -
AKTIVITAS:
- Layanan perkantoran keg. Dukungan manajemen dan dukungan teknis la innya - - - - - -
OUTPUT 7:
Indikator: - Penyediaan Kendaraan Operas ional (Unit)
Anggaran (Rp) - - - - - -
AKTIVITAS:
- Pengadaan kendaraan operas ional Ditjen. Perkebunan - - - - - -
OUTPUT 8:
Indikator: - Penyediaan Sarana dan Prasarana Perkantoran (Unit)
Anggaran (Rp) - - - - - -
AKTIVITAS:
- Pengadaan sarana dan prasarana perkantoran Ditjen. Perkebunan - - - - - -
INPUT: - - - - - -
Gaji dan Tunjangan - - - - - -
Operas ional dan pemel iharaan kantor - - - - - -
Pera latan dan Mes in - - - - - -
Gedung dan Bangunan - - - - - -
Data dan Informas i - - - - - -
Norma/Standar/Pedoman/Ketentuan/Peraturan - - - - - -
- - - - - -
Layanan Perkantoran Kegiatan Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya
Kendaraan Operasional Pusat
KINERJA
ANGGARAN (Rp), TARGET DAN REALISASI KINERJA
TOTAL ANGGARAN
Sarana dan Prasarana Perkantoran Pusat
108
Kelmpok Satuan 2015 2016 2017 2018 2019
1. Perencanaan Inputs - Dana Rp. - - - - -
Program dan - SDM Orang 7 7 7 7 7
Kegiatan - Data dan informasi (usulan
rencana
kegiatan/eproposal/ RKP,
bahan pimpinan,
Musrenbangtan/nas,
IKP/IKK ADIK RPJMN,
Renstra, dll)
Paket 1 1 1 1 1
Outputs - Tersusunnya perencanaan
kegiatan (RKP, Renja-KL,
Musrenbangtan/nas,
IKP/IKK ADIK pagu sesuai
satuan 3)
% 100 100 100 100 100
- Merencanakan dan
menyusun TOR & RAB
Subag Program
Dokumen 4 4 4 4 4
- Tersusun dan
ditetapkannya Perjanjian
Kinerja (PK) lingkup Ditjen.
Perkebunan dan Satker
Daerah
Dokumen 94 85 85 85 85
- Tersusunnya laporan akhir
pelaksanaan program
pembangunan perkebunan
Dokumen 15 15 15 15 15
- Tersusunnya pemutakhiran
Renstra Ditjen.
Perkebunan dan Renstra
Sekretariat Ditjen.
Perkebunan tahun 2015-
2019
Dokumen 2 2 2 2 2
- Tersusunnya pemutakhiran
pedoman teknis
masterplan pengembangan
kawasan berbasis
komoditas perkebunan
Dokumen 1 1 1 1 1
- Tersusunnya pemutakhiran
pedoman perencanaan
pengajuan usulan kegiatan
pembangunan perkebunan
melalui e-proposal
Dokumen 1 1 1 1 1
Dukungan
manajemen
dan
dukungan
teknis
lainnya
Pelayanan
perencanaan
program,
anggaran dan
kerjasama
yang
berkualitas
Lampiran 3 : Matriks Kinerja dan Pendanaan Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2015-2019
No Kegiatan Output KomponenIndikator Kinerja Target Capaian Indikator Tahunan
Indikator
109
Kelmpok Satuan 2015 2016 2017 2018 2019
Outcomes - Terlaksananya
penyusunan program dan
kegiatan pembangunan
perkebunan
Provinsi 34 34 34 34 34
Penyusunan Inputs - Dana Rp. - - - - -
Anggaran - SDM Orang 6 6 6 6 6
- Data dan informasi (usulan
rencana anggaran, pagu
anggaran/alokasi
anggaran/ rencana
penarikan, Renja KL,
SBM, dll)
Paket 1 1 1 1 1
Outputs - Tersusunnya perencanaan
anggaran (RKA-KL, POK,
DAK, Konsep DIPA,
Revisi)
% 100 100 100 100 100
- Merencanakan dan
menyusun TOR & RAB
Subag Anggaran
Dokumen 2 2 2 2 2
- Tersusunnya bahan nota
keuangan
Dokumen 1 1 1 1 1
- Tersusunnya bahan POK
lingkup Ditjen. Perkebunan
Dokumen 84 82 82 82 82
- Tersusunnya bahan DIPA
satker lingkup Ditjen.
Perkebunan
Dokumen 121 115 115 115 115
- Tersusunnya bahan
RKAKL pagu anggaran,
alokasi anggaran dan
rencana penarikan
anggaran)
Dokumen 363 363 363 363 363
- Tersusunnya pedoman
perencanaan anggaran
Dokumen 1 1 - - -
- Tersusunnya laporan akhir
pelaksanaan anggaran
pembangunan perkebunan
Dokumen 17 17 17 17 17
- Tersusunnya Satuan Biaya
Kegiatan/Unit Cost
Pembangunan Perkebunan
Dokumen 1 1 1 1 1
Outcomes - Tersedianya anggaran
tahunan untuk kegiatan
pembangunan perkebunan
Rp. Milyar 4,497.27 1,759.33 2,774.70 2,885.70 3,001.10
No Kegiatan Output KomponenIndikator Kinerja Target Capaian Indikator Tahunan
Indikator
110
Kelmpok Satuan 2015 2016 2017 2018 2019
Inputs - Dana Rp. - - - - -
- SDM Orang 6 6 6 6 6
- Data dan Informasi (usulan
rencana kerjasama,
dokumen kerjasama,
dokumen penugasan
pejabat, dll)
Paket 1 1 1 1 1
Outputs - Terfasilitasinya rencana
kerjasama teknis dan
Program
% 100 100 100 100 100
- Merencanakan dan
menyusun TOR & RAB
Subag Kerjasama
Dokumen 1 1 1 1 1
- Tersusunnya laporan akhir
pelaksanaan kerjasama
pembangunan perkebunan
Dokumen 1 1 1 1 1
- Tersusunnya pedoman
Perencanaan Kerjasama
Dokumen 1 1 1 1 1
- Tersusunnya bahan
kerjasama dan investasi
dengan negara asing,
lembaga internasional dan
swasta
Dokumen 3 3 3 3 3
- Tersusun bahan dokumen
penyusunan posisi
Indonesia pada pertemuan/
sidang Internasional
Dokumen 3 3 3 3 3
Outcomes - Terlaksananya fasilitasi
perencanaan kerjasama
teknis dan program
% 100 100 100 100 100
2. Inputs - Dana Rp. - - - - -
- SDM Orang 10 10 10 10 10
- Data dan informasi
pelaksanaan kegiatan dan
anggaran pembangunan
perkebunan (Kegiatan
Dekonsentrasi dan TP),
DIPA dan POK
Paket 1 1 1 1 1
- E-Monevbun Paket 1 1 1 1 1
- Laporan-laporan (Pusat,
Daerah) dll
Paket 1 1 1 1 1
Outputs - Tersusunnya laporan
capaian perkembangan
realisasi fisik dan
keuangan setiap bulan
Laporan 12 12 12 12 12
Indikator Kinerja Target Capaian Indikator Tahunan
IndikatorNo Kegiatan Output Komponen
Fasilitasi
perencanaan
kerjasama
teknis dan
Program
Evaluasi
Pelaksanaan
Kegiatan dan
Penyediaan
Data dan
Informasi
Yang
Berkualitas
Evaluasi
Pelaksanaan
Kegiatan dan
Anggaran
Pembangunan
Perkebunan
111
Kelmpok Satuan 2015 2016 2017 2018 2019
- Tersusunnya laporan
capaian kinerja satker per
triwulan
Laporan 4 4 4 4 4
- Tersusunnya Laporan
Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah
(LAKIP) Ditjen.
Perkebunan dan
Sekretariat Ditjenbun
Laporan 2 2 2 2 2
- Tersusunnya bahan
Rapim, Raker, RDP dan
Kunjungan Kerja (Kunker),
dll
Laporan 32 32 32 32 32
- Tersusunnya Penilaian
Kinerja satker lingkup
Ditjen Perkebunan
Satker 88 84 84 84 84
- Tersusunnya laporan
tahunan pembangunan
perkebunan
Laporan 1 1 1 1 1
- Tersusunnya laporan
kinerja Ditjen. Perkebunan
Laporan 1 1 1 1 1
- Tersusunnya laporan
kegiatan Monev
pelaksanaan
pembangunan perkebunan
Laporan 1 1 1 1 1
- Tersusunnya Pedoman
Pelaksanaan Monev
Buku 1 1 1 1 1
Outcomes - Tercapainya Kinerja
Pembangunan Perkebunan
% 90 90 90 90 90
Inputs - Dana Rp. - - - - -
- SDM Org 8 8 8 8 8
- Aplikasi Statistik/e-
Perkebunan
Paket - 1 1 1 1
- Jaringan Internet Paket 1 1 1 1 1
- Data dan Informasi
Perkebunan (BPS, Instansi
Terkait dan Provinsi,
Kabupaten/Kota)
Laporan 34 34 34 34 34
Outputs - Tersusunnya data dan
Informasi perkebunan:
* Buku Data Statistik
Perkebunan
Buku 15 18 18 18 18
* Buku Saku Buku 1 1 1 1 1
* Buku Umum Buku 1 1 1 1 1
- Terupdatenya website
Perkebunan
Berita 120 120 120 125 125
Kegiatan Output KomponenIndikator Kinerja Target Capaian Indikator Tahunan
IndikatorNo
Penyusunan
Pemuktahiran
Data dan
Informasi
112
Kelmpok Satuan 2015 2016 2017 2018 2019
- Terupdatenya template
website Ditjen.
Perkebunan
Template - 9 - 9 -
- Tersusunnya capaian
makro pembangunan
perkebunan pertriwulan
Laporan 4 4 4 4 4
Outcomes - Tersedianya Data dan
Informasi tentang
Komoditas Perkebunan
% 100 100 100 100 100
Inputs - Dana Rp. - - - - -
- SDM Org 7 7 7 7 7
- LHA/P Laporan 24 24 24 24 24
- Data dan Informasi
(Noutulen Rapim, Kegiatan
Mentan, Laporan Eselon II
Ditjenbun, Dll)
Laporan 36 36 36 36 36
Outputs - Tersusunnya Laporan
Perkembangan tindak
lanjut LHA/P (ADM dan
KN)
Laporan 24 24 24 24 24
- Tersusunnya data base
LHA/P (per provinsi dan
per tahun)
Laporan 2 2 2 2 2
- Tersusunnya Hasil
Konsolidasi data KN
dengan BPK
Laporan 2 2 2 2 2
- Tersusunnya Laporan
Penerapan SPI
Laporan 1 1 1 2 2
- Tersusunnya Buku
Pedoman Penanganan
TLHA/P
Buku 1 1 1 1 1
- Tersusunnya Buku
Pedoman Penerapan SPI
Buku 1 1 1 1 1
- Tersusunnya Laporan
kegiatan pembangunan
perkebunan yang dipantau
KSP
Laporan 4 4 4 4 4
- Tersusunnya Laporan
Kegiatan Menteri Pertanian
Laporan 12 12 12 12 12
- Tersusunnya Laporan
Kegiatan Ditjenbun
Laporan 12 12 12 12 12
- Tersusunnya laporan
tindak lanjut RAPIM A
Laporan 12 12 12 12 12
No Kegiatan Output KomponenIndikator Kinerja Target Capaian Indikator Tahunan
Indikator
Tindak Lanjut
Hasil
Pengawasan
kegiatan
Pembangunan
perkebunan
113
Kelmpok Satuan 2015 2016 2017 2018 2019
- Tersusunnya Laporan
pembinaan dan
penanganan TLHA/P (KN
dan Administrasi)
Laporan 1 1 1 1 1
Outcomes - Percepatan Penyelesaian
TLHA/P,
Penerapan SPI
% 100 100 100 100 100
3. Input - Dana Rp. - - - - -
- SDM Orang 18 22 22 24 24
- Data dan Informasi
(peraturan perundangan,
DIPA/POK, kasus bidang
perkebunan, refensi,
literatur, isu publik, bahan
publikasi, dll)
Paket 1 1 1 1 1
Outputs - Tersusunnya
peraturan/keputusan
bidang perkebunan
Himpunan 4 4 4 4 4
- Terfasilitasinya advokasi
bidang perkebunan
% 100 100 100 100 100
- Terfasilitasinya pelayanan
dan penyebaran informasi
pembangunan perkebunan
% 100 100 100 100 100
- Terfasilitasinya
pengembangan pusat
informasi perkebunan,
jaringan informasi hukum
dan perpustakaan
% 100 100 100 100 100
Outcomes - Terlaksananya
penyusunan Legislasi,
Advokasi Bidang
Perkebunan dan
Penyelenggaraan
Hubungan Masyarakat.
% 90 90 90 90 90
Input - Dana Rp. - - - - -
- SDM Orang 17 17 17 17 17
- Data dan Informasi
(peraturan perundangan,
DIPA/POK, kuesioner,
data kepegawaian)
Paket 1 1 1 1 1
Outputs - Terlaksananya penataan
dan pengembangan
organisasi
% 100 100 100 100 100
No Kegiatan Output KomponenIndikator Kinerja Target Capaian Indikator Tahunan
Indikator
Pelayanan
Organisasi,
Kepegawaian,
Humas,
Hukum dan
Administrasi
Perkantoran
Yang
Berkualitas
Penyusunan
Legislasi,
Advokasi
Bidang
Perkebunan
dan
Penyelenggara
an Hubungan
Masyarakat.
Penataan
Organisasi dan
Kepegawaian
114
Kelmpok Satuan 2015 2016 2017 2018 2019
- Terlaksananya
Pengelolaan Tatalaksana
(Reformasi Birokasi,
IPNBK, Penilaian Unit
Pelayanan Publik, Norma,
Standar, Prosedur dan
Kriteria)
% 100 100 100 100 100
- Terlaksananya pengelolaan
kepegawaian
% 100 100 100 100 100
Outcomes - Terlaksananya penataan
Organisasi dan Tata
laksana serta
Kepegawaian
% 90 90 90 90 90
Input - Dana Rp. - - - - -
- SDM Orang 43 43 43 43 43
- Data dan Informasi
(peraturan perundangan,
DIPA/POK, dll)
Paket 1 1 1 1 1
Outputs - Terlaksananya pengelolaan
persuratan dan kearsipan
% 100 100 100 100 100
- Terlaksananya urusan
kerumah tanggaan
% 100 100 100 100 100
- Terfasilitasi pelayanan
kesehatan pegawai
% 100 100 100 100 100
Outcome - Terlaksananya Pelayanan
Administrasi Perkantoran
yang berkualitas
% 100 100 100 100 100
4. Input - Dana Rp. - - - - -
- SDM Orang 24 26 27 27 27
- Data dan Informasi (PP/
Kepres/SK/DIPA Pedum,
Juklak, dll)
Paket 1 1 1 1 1
Outputs - Terlaksananya Penataan
Sistim Administrasi
Penganggaran Berbasis
Kinerja, Penetapan
Pengelolaan Keuangan,
Sistem Penggajian,
pembayaran lembur dan
Tunjangan Lainnya
% 100 100 100 100 100
- Tersajinya Data
pengelolaan,
Intensifikasi/Ekstensifikasi
PNBP
Dokumen 1 1 1 1 1
No Kegiatan Output KomponenIndikator Kinerja Target Capaian Indikator Tahunan
Indikator
Pelaksanaan
Pengelolaan
Administrasi
Keuangan
dan Aset
Yang
Berkualitas
Pelayanan
Perbendaharaa
n dan
Pengendalian
Kredit Eks
Proyek
Perkebunan
Pelayanan
Administrasi
Perkantoran
115
Kelmpok Satuan 2015 2016 2017 2018 2019
- Terlaksananya
Penyelesaian Kasus
Kerugian Negara
% 70 70 70 70 70
- Tersajinya Data
Pengembalian Kredit dan
Terlaksananya Kegiatan
Pengendalian Kredit Eks
Proyek-proyek Perkebunan
Dokumen 1 1 1 1 1
Outcome - Pencairan dan
pertanggungjawaban
anggaran Terlaksana
Sesuai Ketentuan Yang
Berlaku.
% 100 100 100 100 100
- Ditetapkannya Pejabat
Pengelola Keuangan
Satker Seluruh Indonesia
% 100 100 100 100 100
- Laporan Realisasi PNBP
Bidang Perkebunan
% 100 100 100 100 100
- Penyelesaian TP-TGR
Lebih Mudah
% 70 70 70 70 70
- Pengendalian Kredit Eks
Proyek-Proyek
Perkebunan Dapat
Terlaksana Dengan Baik
% 80 80 80 80 80
Input - Dana Rp. - - - - -
- SDM Org 8 10 10 10 10
- Data dan Informasi
(UU/PP/
Kepres/Permen/SK/DIPA/
ADK, dll)
Paket 4 5 5 5 5
Outputs - Koordinasi dan Evaluasi
Pelaksanaan Sistem
Akuntansi Keuangan
(SAK) Satker
% 100 100 100 100 100
- Tersusunnya laporan TLHP Laporan - 2 2 2 2
- Tersusunnya Laporan
Keuangan (SAI) eselon 1
Dokumen 2 2 2 2 2
- Tersusunnya Laporan
Keuangan (SAI) Satker
Dokumen 2 2 2 2 2
No Kegiatan Output KomponenIndikator Kinerja Target Capaian Indikator Tahunan
Indikator
Pemantapan
Sistem
Akuntansi dan
Verifikasi
Pelaksanaan
Anggaran serta
Tindaklanjut
Pengawasan
TLHP
116
Kelmpok Satuan 2015 2016 2017 2018 2019
- Penyusunan Laporan
Realisasi Anggaran (LRA),
Neraca, Laporan
Operasional (LO), Laporan
Estimasi Pendapatan
(LPE) Satker
Dokumen 2 2 2 2 2
- Penyusunan Laporan
Realisasi Anggaran (LRA),
Neraca, Laporan
Operasional (LO), Laporan
Estimasi Pendapatan
(LPE) eselon 1
Dokumen 2 2 2 2 2
Outcome - Tersedianya Bahan Untuk
Mengambil Keputusan dan
Terselenggaranya
Workshop SAI dan Pra
Workshop SAI
% 100 100 100 100 100
- Tersedianya Laporan
Keuangan Yang Akuntabel
% 100 100 100 100 100
- Tersedianya laporan
pengawasan dan
monitoring TLHP
% - 100 100 100 100
- Tersedianya Laporan
Realisasi Anggaran (LRA),
Neraca, Laporan
Operasional (LO), Laporan
Estimasi Pendapatan
(LPE) dan Opini WTP dari
BPK Atas Laporan
Keuangan Tercapai
% 100 100 100 100 100
Input - Dana Rp. - - - - -
- SDM Org 14 14 14 14 14
- Data dan Informasi (PP/
Kepres/SK/DIPA Pedum,
Juklak, dll)
Paket 1 1 1 1 1
Outputs - Koordinasi dan Evaluasi
Pelaksanaan Sistem
Informasi Manajemen
Akuntansi-Barang Milik
Negara (SIMAK-BMN)
% 100 100 100 100 100
- Penataan Administrasi
Barang Milik Negara
% 100 100 100 100 100
- Analisis Kebutuhan Sarana
Kerja
Dokumen 1 1 1 1 1
No Kegiatan Output KomponenIndikator Kinerja Target Capaian Indikator Tahunan
Indikator
Penataan
Barang Milik
Negara (BMN)
117
Kelmpok Satuan 2015 2016 2017 2018 2019
Outcome - Daftar Peta Permasalahan
Dalam Penyusunan/
Pelaksanaan SIMAK BMN
% 90 90 90 90 90
- Daftar Kondisi dan
Permasalahan BMN
(Pemanfaatan, Usul Hibah,
Penghapusan, SIP, dll)
% 90 90 90 90 90
- Data Rincian Kebutuhan
Ideal Sarana Kerja
% 100 100 100 100 100
Input - Dana Rp - - - - -
- SDM Orang 14 14 14 14 14
- Data dan Informasi (UU,
PP, Perpres, SK, DIPA,
Pedum, Juklak, dll)
Paket 1 1 1 1 1
Outputs - Data Informasi Barang
milik Negara (inventarisasi,
Pencatatan dan Pelaporan)
% 100 100 100 100 100
- Kebutuhan sarana dan
prasarana kerja pegawai
Paket 1 1 1 1 1
- Laporan semester dan
tahunan barang milik
negara (SIMAK-BMN)
Laporan 3 3 3 3 3
- Data base rumah negara
(Golongan I dan / atau II)
Dokumen 1 1 1 1 1
- Data dan Informasi kondisi
dan Permasalahan barang
Dokumen 1 1 1 1 1
Outcome - Tertib Administrasi
inventarisasi dan
pencatatan serta pelaporan
BMN (semester dan
tahunan)
% 90 90 90 90 90
- Kelancaran pelaksanaan
tugas pegawai dengan
terpenuhinya standar
sarana dan prasarana kerja
% 100 100 100 100 100
- Tersajinya informasi BMN
secara elektronik (SIMAK-
BMN)
% 80 80 80 80 80
- Tersajinya data rumah
negara golongan I dan II
% 70 70 70 70 70
- Ketepatan dan Akurasi
penyelesaian
permasalahan pengelolaan
BMN
% 70 70 70 70 70
No Kegiatan Output KomponenIndikator Kinerja Target Capaian Indikator Tahunan
Indikator
Pengelolaan
Barang Milik
Negara