Rencana Strategis Tahun 2015-2019
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
Kementerian Keuangan Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO
NOMOR KEP-18 /PR/2015
TENTANG
RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO
KEMENTERIAN KEUANGAN TAHUN 2015-2019
DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO,
Menimbang : Bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam
Diktum KEEMPAT dan Diktum KELIMA Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 466/KMK.01/2015 tentang
Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun
2015-2019, perlu menetapkan Rencana Strategis
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan
Risiko Kementerian Keuangan Tahun 2015-2019;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421;
2. Keputusan Presiden Nomor 84/P tahun 2009;
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206/PMK.01/2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan;
4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 36/KMK.01/2014 tentang Cetak Biru Program Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan Tahun 2014-2025;
5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 466/KMK.01/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2015-2019;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN
PEMBIAYAAN DAN RISIKO TENTANG RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO KEMENTERIAN KEUANGAN TAHUN 2015-2019.
PERTAMA : Menetapkan Rencana Strategis Direktorat Jenderal
Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian
Keuangan Tahun 2015-2019, yang selanjutnya disebut
Renstra Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
- 2 -
Risiko, sebagaimana tercantum dalam lampiran yang
tidak terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal
Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko ini sebagai dokumen
perencanaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan
dan Risiko periode 5 (lima) tahun terhitung sejak tahun
2015 sampai dengan tahun 2019.
KEDUA : Renstra Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko berisi Visi, Misi, Tujuan, Strategi, Program, Kegiatan, Indikator Kinerja, dan Rencana Aksi yang
disusun berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2015-2019.
KETIGA
: Keputusan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan
Salinan Keputusan Direktur Jenderal ini disampaikan kepada:
1. Menteri Keuangan;
2. Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, c.q. Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan, Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan;
3. Para pimpinan unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Kementerian Keuangan
i
PENGANTAR
Penyusunan Renstra merupakan pelaksanaan dari pasal 15 ayat (1) dan Pasal 19 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang mewajibkan
setiap kementerian/lembaga menyusun Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra-KL) untuk
menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan
serta tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Renstra–KL merupakan dokumen perencanaan jangka menengah (5 tahun) Kementerian/Lembaga yang
memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas
dan fungsi K/L.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (Renstra DJPPR)
Tahun 2015-2019 disusun berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 466/KMK.01/2015
tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2015-2019, yang mengamanatkan penyusunan
Renstra kepada unit-unit organisasi (Eselon I, Eselon II, Instansi Vertikal, dan Unit Pelaksana Teknis/UPT)
di lingkungan Kementerian Keuangan. Renstra DJPPR akan menentukan arah kebijakan dan strategi bagi
pelaksanaan tugas DJPPR pada periode 5 tahun ke depan sesuai dengan tujuan untuk tema pembiayaan
yang telah ditetapkan dalam Renstra Kementerian Keuangan 2015-2019, yaitu mewujudkan kapasitas
pembiayaan yang mampu memberikan daya dukung bagi kesinambungan fiskal.
Penyusunan Renstra DJPPR tahun 2015-2019 juga diselaraskan dengan Sembilan Agenda Prioritas
Dalam Pemerintahan yang dinamakan NAWA CITA. Arah kebijakan di bidang pembiayaan negara sesuai
dengan NAWA CITA ke-6 yaitu Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing di Pasar Internasional
dan NAWA CITA ke-7 yaitu Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sector-sektor
strategis ekonomi domestik.
Sesuai NAWA CITA ke-6, DJPPR ikut memberikan kontribusi dalam kegiatan peningkatan
efektivitas dan efisiensi dalam pembiayaan infrastruktur. Sasaran yang ingin diwujudkan adalah
menyediakan dukungan pembiayaan untuk memenuhi target pembangunan infrastruktur melalui
penyediaan alternatif pembiayaan, seperti melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
(KPS), pembentukan bank pembangunan/ infrastruktur dan skema innovative financing lainnya.
Sesuai NAWA CITA ke-7, DJPPR ikut berperan melalui kegiatan pengelolaan strategi dan portofolio
pembiayaan, yaitu mengendalikan rasio utang pemerintah terhadap PDB dan hanya mempergunakan
utang baru untuk membiayai kegiatan pemerintah yang bersifat produktif.
Terkait NAWA CITA di atas, ditetapkanlah tiga kegiatan prioritas nasional yang menjadi peran utama
Kementerian Keuangan di bidang pengelolaan pembiayaan dan risiko, yaitu sebagai berikut:
1. Pemenuhan dukungan dan jaminan pemerintah terhadap proyek KPS infrastruktur prioritas;
2. Pengendalian rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB);
3. Utang baru hanya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang produktif
ii
Secara umum, Renstra DJPPR menjelaskan mengenai kondisi umum, visi, misi, dan strategi, serta
matriks kinerja DJPPR. Kondisi umum menjelaskan pencapaian yang telah dilaksanakan dalam Renstra
DJPPR periode sebelumnya serta harapan/aspirasi masyarakat terkait pengelolaan utang. Selain itu pada
bagian tersebut juga dilakukan analisis permasalahan, potensi, kelemahan, peluang serta tantangan
jangka menengah yang akan dihadapi untuk mewujudkan visi dan melaksanakan misi DJPPR (analisis
SWOT). Pada bagian strategi memuat strategi pengelolaan utang serta strategi reformasi birokrasi untuk
tahun 2015-2019. Sedangkan matriks kinerja DJPPR menggambarkan program, kegiatan, rencana aksi,
indikator, serta target tahun 2015-2019.
Penyusunan Renstra DJPPR tahun 2015-2019 menjadi arahan (guidance) dalam pelaksanaan tugas
DJPPR sebagai unit pengelola pembiayaan dan risiko dalam periode 5 tahun ke depan. Dengan adanya
strategi pengelolaan pembiayaan dan risiko yang tepat diharapkan dapat mewujudkan pembiayaan yang
aman bagi kesinambungan fiskal serta pengelolaan utang yang profesional
iii
IKHTISAR EKSEKUTIF
Rencana Strategis DJPPR 2015-2019 disusun sebagai dokumen perencanaan jangka menengah DJPPR
yang mulai berlaku tahun 2015 sampai dengan tahun 2019. Penyusunan Renstra DJPPR 2015-2019
dilakukan dengan berpedoman pada RPJMN 2015-2019, Renstra Kementerian keuangan 2015-2019,
Dokumen Kebijakan Strategis Kementerian Keuangan 2014-2024 dan Cetak Biru Transformasi
Kelembagaan. Adapaun ringkasan kebijakan strategis DJPPR 2015-2019 dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Visi, Misi dan Tujuan DJPPR
Dengan mempertimbangkan capaian kinerja, potensi dan permasalahan, serta memperhatikan
aspirasi masyarakat, visi Kementerian Keuangan untuk tahun 2015-2019 adalah: ‘Kami akan menjadi
penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia yang inklusif di abad ke-21’. Sebagai salah
satu unit eselon I Kementerian Keuangan, DJPPR mendukung penuh dalam upaya pencapaian visi
tersebut. Dalam kaitannya dengan pengelolaan pembiayaan dan risiko di lingkungan Kementerian
keuangan, ditetapkanlah visi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko adalah ‘Menjadi
unit yang profesional dalam mendukung pembiayaan APBN dan investasi publik secara efisien
sekaligus mengelola risiko dan menjaga kesinambungan fiskal’.
Untuk mencapai visi tersebut, misi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko ditetapkan
sebagai berikut:
a. Mewujudkan pengelolaan portofolio utang pemerintah yang efektif, transparan, dan akuntabel;
b. Mengendalikan pengadaan/penerbitan utang melalui penetapan kapasitas berutang yang
mendukung stabilitas fiskal;
c. Mengedepankan sumber-sumber pembiayaan dalam negeri dan mengembangkan pasar finansial
domestik yang efisien dan stabil;
d. Memperoleh sumber pembiayaan alternatif, sekaligus mendukung stabilitas pasar keuangan
regional;
e. Menjaga risiko finansial sovereign pemerintah dikelola secara pruden dan holistic.
Tujuan yang ingin dicapai dalam pengelolaan pembiayaan dan risiko tahun 2015-2019 adalah
Pembiayaan yang aman untuk mendukung kesinambungan fiskal. Untuk mencapai tujuan
tersebut, pengelolaan pembiayaan difokuskan pada pengembangan pasar SBN domestik agar
semakin dalam, aktif, dan likuid.
2. Sasaran Strategis
Dalam rangka mendukung tujuan sebagaimana disebutkan di atas, yaitu meningkatkan kualitas
pembiayaan anggaran, DJPPR telah menetapkan sebanyak 31 Sasaran Strategis yang merupakan
kondisi yang diinginkan untuk dicapai oleh DJPPR pada tahun 2019 sebagaimana tabel berikut.
iv
Tabel 1
Muatan Renstra DJPPR 2015-2019 Dalam Kebijakan Strategis Nasional
No Sasaran Strategis
Kegiatan Prioritas
Nasional sesuai
Nawa Cita
Kebijakan Kementerian UIC
KSKK Transformasi
Kelembagaan
1
Pemanfatan
Pinjaman Luar
Negeri yang Selektif
Pengendalian Rasio
Utang Terhadap
Produk Domestik
Bruto (PDB)
Pengurangan
Ketergantuangan
Utang Dalam
APBN
Dit. PH
2
Peningkatan Kinerja
Pemanfaatan
Pinjaman Luar
Negeri
Pengendalian Rasio
Utang Terhadap
Produk Domestik
Bruto (PDB)
Pengurangan
Ketergantuangan
Utang Dalam
APBN
Dit. PH
3
Alignment
Pengadaan
Pinjaman Kegiatan
Dengan Siklus
APBN
Pengelolaan
Portofolio Utang
yang Optimal
Dit. PH
4
Pembiayaan yang
Aman Untuk
Mendukung
Kesinambungan
Fiskal melalui
Pengelolaan SUN
Pengendalian Rasio
Utang Terhadap
Produk Domestik
Bruto (PDB)
Pengurangan
Ketergantuangan
Utang Dalam
APBN
Dit. SUN
5
Pengelolaan SUN
yang Akuntabel dan
Kredibel
Pengendalian Rasio
Utang Terhadap
Produk Domestik
Bruto (PDB)
Pengelolaan
Portofolio Utang
yang Optimal
IS ke-13
Meningkatkan
Kerangka Kerja
Stabilisasi
Obligasi
Secara
Berkelanjutan
Dit. SUN
6
Pasar SUN yang
Likuid, Dalam dan
Stabil
Pengelolaan
Portofolio Utang
yang Optimal
IS ke-16
Mendukung
OJK Dalam
Mengembangk
an Pasar Repo
yang Likuid dan
Dalam
Dit. SUN
v
No Sasaran Strategis
Kegiatan Prioritas
Nasional sesuai
Nawa Cita
Kebijakan Kementerian UIC
KSKK Transformasi
Kelembagaan
7
Biaya dan Risiko
Portofolio SUN yang
Terkendali
Pengelolaan
Portofolio Utang
yang Optimal
IS ke-14
Konsolidasi
Benchmark
SBN
Dit. SUN
8
Pembiayaan yang
aman untuk
mendukung
kesinambungan
fiskal melalui
pengelolaan SBSN
Pengendalian Rasio
Utang Terhadap
Produk Domestik
Bruto (PDB)
Pengurangan
Ketergantuangan
Utang Dalam
APBN
Dit. PS
9
Pasar SBSN yang
likuid, dalam dan
stabil.
Pengelolaan
Portofolio Utang
yang Optimal
Dit. PS
10
Biaya dan risiko
portofolio SBSN
yang terkendali
Pengelolaan
Portofolio Utang
yang Optimal
Dit. PS
11
Risiko Keuangan
Negara yang
Terkendali Untuk
Mendukung
Kesinambungan
Fiskal
IS ke-18
Tata Kelola
Risiko untuk
Keseluruhan
Sovereign Risk
Dit. PRKN
12
Pengembangan
Peran Fiskal dan
Mitigasi Risiko yang
Berasal dari
Lembaga Keuangan
Secara Bertahap
dan Tepat Sasaran
IS ke-20
Mengaktifkan
Pengelolaan
Risiko pada
Area-area
Risiko Utama
Dit. PRKN
13
Pengembangan
Kerangka Kerja
Risiko yang Holistik
Dengan Pendekatan
Neraca (Balance
Sheet Approach)
Untuk Mengagregasi
IS ke-19
Kerangka Kerja
Sovereign Risk
yang Bersifat
Holistik
Dit. PRKN
vi
No Sasaran Strategis
Kegiatan Prioritas
Nasional sesuai
Nawa Cita
Kebijakan Kementerian UIC
KSKK Transformasi
Kelembagaan
Data Risiko
Individual
14
Pengelolaan
Dukungan
Pemerintah Dengan
Risiko yang
Terkendali Untuk
Mendukung
Percepatan
Penyediaan
Infrastruktur
Pemenuhan
Dukungan dan
Jaminan
Pemerintah
Terhadap Proyek
KPS Infrastruktur
Prioritas
Pengurangan
Ketergantuangan
Utang Dalam
APBN
Dit.
PDPPI
15
Pengelolaan
Dukungan
Pemerintah yang
Kredibel Dalam
Rangka Percepatan
Pembiayaan
Infrastruktur
Pemenuhan
Dukungan dan
Jaminan
Pemerintah
Terhadap Proyek
KPS Infrastruktur
Prioritas
Pengurangan
Ketergantuangan
Utang Dalam
APBN
Dit.
PDPPI
16
Penyusunan
Kebijakan
Pengelolaan
Dukungan
Pemerintah dan
Pembiayaan
Infrastruktur yang
Berkualitas
Pemenuhan
Dukungan dan
Jaminan
Pemerintah
Terhadap Proyek
KPS Infrastruktur
Prioritas
Pengurangan
Ketergantuangan
Utang Dalam
APBN
Dit.
PDPPI
17
Memenuhi Target
Pembiayaan Utang
Dengan Biaya dan
Risiko Optimal
Utang baru hanya
digunakan untuk
membiayai
pengeluaran
pemerintah yang
produktif
Pengelolaan
Portofolio Utang
yang Optimal
Dit. SPP
18 Mengelola Portofolio
Risiko Utang
Utang baru hanya
digunakan untuk
membiayai
pengeluaran
Pengelolaan
Portofolio Utang
yang Optimal
Dit. SPP
vii
No Sasaran Strategis
Kegiatan Prioritas
Nasional sesuai
Nawa Cita
Kebijakan Kementerian UIC
KSKK Transformasi
Kelembagaan
pemerintah yang
produktif
19
Mendukung
Pengembangan
Pasar SBN
Pengelolaan
Portofolio Utang
yang Optimal
Dit. SPP
20
Mengelola Risiko
Penjaminan
Pemerintah
Pengelolaan
Portofolio Utang
yang Optimal
Dit. SPP
21
Pelaksanaan
evaluasi dan
setelmen
pembiayaan yang
transparan
Dit. EAS
22
Pelaksanaan
setelmen dan
akuntansi
pembiayaan yang
akuntabel dan
kredibel
Dit. EAS
23 Penatausahaan data
utang yang akurat Dit. EAS
24
Pemantauan dan
evaluasi kinerja
pinjaman dan hibah
yang efektif
Dit. EAS
25
Pengelolaan sistem
informasi yang
optimal
Dit. EAS
26
Pelaksanaan
evaluasi, akuntansi
dan setelmen
pembiayaan yang
taat prosedur
Dit. EAS
27
Menciptakan
Organisasi DJPPR
yang Kondusif
Bag. OTL
viii
No Sasaran Strategis
Kegiatan Prioritas
Nasional sesuai
Nawa Cita
Kebijakan Kementerian UIC
KSKK Transformasi
Kelembagaan
28 Mewujudkan SDM
yang Kompetitif Bag. SDM
29 Pengelolaan BMN
yang Akuntabel
Bag.
Umum
30
Pengelolaan
Anggaran yang
Optimal dan
Akuntabel
Bag. Keu
31
Sistem
Pengendalian yang
Optimal
Bag. KI
3. Kerangka Regulasi
Sebagai bagian dari pelaksanaan amanah Pasal 23 ayat 1 UU No. 17 tentang Keuangan Negara,
dan Pasal 33 ayat 2 dan 3 UU No. 1 Tahun 2004, serta dalam rangka perbaikan Pengelolaan
Pemberian Hibah kepada Pemerintah Asing/Lembaga Asing, saat ini telah disusun Rancangan
Peraturan Pemerintah (RPP) mengenai Pemberian Hibah kepada Pemerintah Asing/Lembaga Asing
yang akan yang mencakup penganggaran, pelaksanaan, perjanjian hibah, pencatatan dan pelaporan
serta monitoring dan evaluasi. Target penyelesaian RPP tersebut selesai pada akhir tahun 2016.
Tabel 2
Kerangka Regulasi yang Mendukung Sasaran Strategis DJPPR 2015-2019
No Sasaran Strategis Kerangka Regulasi UIC
1 Pemanfatan Pinjaman Luar Negeri yang Selektif dan
RPP Pemberian Hibah kepada Pemerintah Asing/Lembaga Asing
Dit. PH
4. Indikator Kinerja Program DJPPR
PROGRAM SASARAN PROGRAM
(OUTCOME) INDIKATOR KINERJA PROGRAM
Program Pengelolaan Pembiayaan dan
Mengoptimalkan pengelolaan Surat Berharga Negara (SBN) maupun pinjaman untuk
Persentase realisasi pengadaan utang terhadap kebutuhan pembiayaan
Persentase pencapaian tingkat likuiditas pasar
ix
Risiko menjamin terpenuhinya target pembiayaan APBN melalui utang dengan risiko yang terkendali
SBN
Persentase pemenuhan target risiko portofolio utang
Tingkat akurasi pembayaran kewajiban pembiayaan
Persentase rekomendasi mitigasi risiko keuangan negara yang diterima/ditetapkan Menteri Keuangan
Persentase pemenuhan dukungan pemerintah proyek KPS infrastruktur prioritas
Indeks kepuasan pengguna layanan
x
DAFTAR ISI
PENGANTAR ................................................................................................................................. i
IKHTISAR EKSEKUTIF.................................................................................................................. iii
DAFTAR ISI .................................................................................................................................... ix
I. PENDAHULUAN
1.1 Kondisi Umum …........................................................................................................ 1
1.2 Aspirasi Masyarakat (Kesehatan Organisasi).............................................................. 59
1.3 Analisis SWOT (Potensi dan Permasalahan) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 63
II. VISI, MISI, DAN TUJUAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO
73
2.1 Visi ............................................................................................................................... 73
2.2 Misi .............................................................................................................................. 73
2.3 Tujuan.......................................................................................................................... 73
2.4 Sasaran Strategis........................................................................................................ 74
III. ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA KELEMBAGAAN
97
3.1 Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Keuangan.................................................. 97
3.2 Arah Kebijakan dan Strategi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko............................................................................................................................
100
3.3 Muatan Renstra DJPPR Dalam Kerangka Kebijakan Nasional dan Kementerian....... 112
3.4 Kerangka Regulasi........................................................................................................ 116
3.5 Kerangka Kelembagaan................................................................................................ 116
IV. TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN 121
4.1 Target Kinerja................................................................................................................ 121
4.2 Kerangka Pendanaan................................................................................................... 127
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
1
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. KONDISI UMUM
Dalam periode 2010-2014, kebijakan keuangan negara lebih diarahkan untuk menjaga dan
mempertahankan momentum pertumbuhan dan memenuhi agenda pembangunan. Pemerintah
berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi dengan belanja negara yang cukup ekspansif, baik
belanja modal, subsidi maupun belanja sosial yang dapat meningkatkan daya beli masyarakat
miskin. Sebagai konsekuensinya APBN pada periode tersebut memiliki defisit yang relatif tinggi
dibanding periode sebelumnya, dan tingginya defisit ini membawa konsekuensi pada tingginya
kebutuhan pembiayaan yang harus dipenuhi.
Pada tahun ini, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko perlu melakukan
evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan rencana strategis yang telah ditetapkan (Renstra 2010-
2014) sampai dengan akhir tahun 2014. Dengan demikian dapat diupayakan peningkatan
konsistensi dalam pencapaian sasaran yang ditetapkan, perbaikan-perbaikan terhadap kebijakan
tersebut, serta sebagai bahan masukan dalam penyusunan rencana strategis selanjutnya.
A. KEBIJAKAN DAN PENCAPAIAN PENGELOLAAN UTANG TAHUN 2010-2014
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, kebutuhan pembiayaan defisit anggaran, baik
secara nominal maupun relatif terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) semakin meningkat.
Secara nominal, defisit APBN meningkat sekitar lima kali lipat dari Rp46,8 Triliun (LKPP 2010)
hingga Rp241,6 Triliun (APBN-P 2014). Rasio defisit APBN terhadap PDB pun meningkat dari
0,7% (LKPP 2010) menjadi 2,4% (APBN-P 2014). Peningkatan defisit anggaran merupakan
implikasi dari belanja pemerintah yang terus tumbuh seiring dengan semakin tingginya
kebutuhan belanja infrastruktur, program kesejahteraan berkelanjutan, penguatan pertahanan
dan keamanan, tambahan alokasi dana pendidikan, serta kebutuhan stimulus fiskal. Pada
akhirnya, peningkatan defisit anggaran mendorong peningkatan pembiayaan anggaran.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
3
Grafik I.1
Perkembangan Rasio Defisit Anggaran Terhadap PDB Tahun 2010-2014
*) APBN-P **) APBN
Dalam periode ini, sumber utama pembiayaan defisit berasal dari utang yang sebagian
besar diantaranya melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Penerbitan SBN bruto
meningkat tajam dari Rp 167,6 triliun (LKPP 2010) menjadi Rp 430,2 triliun (APBN-P 2014). Hal
ini mendorong semakin tingginya porsi SBN dalam utang pemerintah hingga mencapai sebesar
73,7% (September 2014). Di sisi lain, sumber pembiayaan yang berasal dari pinjaman luar
negeri terhadap total utang terus mengalami penurunan sejalan dengan kebijakan Pemerintah
untuk mengurangi ketergantungan terhadap sumber pembiayaan luar negeri. Pinjaman luar
negeri digunakan sebagai pelengkap untuk membiayai defisit anggaran dan mendukung
pendanaan proyek terutama infrastruktur dan energi. Sementara itu, sumber pembiayaan non-
utang yang berasal dari hasil pengelolaan aset, besarannya cenderung menurun. Sedangkan
sumber pembiayaan non utang yang berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) tidak memiliki
tren karena berfluktuasi tergantung pada jumlah SAL yang tersedia.
Dalam memenuhi target pembiayaan utang, Kementerian Keuangan senantiasa
mempertimbangkan kesinambungan fiskal. Meskipun stok utang meningkat dari tahun ke tahun,
rasio utang terhadap PDB tetap terjaga pada kisaran 24-26%. Jika dibandingkan dengan peer
countries, rasio utang Indonesia relatif rendah. Menjaga kesinambungan fiskal ini penting dalam
rangka menjaga APBN agar tidak menghadapi tekanan pembiayaan yang berlebihan, baik
dalam jangka pendek maupun jangka panjang, yang diakibatkan oleh akumulasi utang secara
terus menerus dan tidak terkendali.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
4
Grafik I.2
Perkembangan Rasio Utang Terhadap PDB 2010-2014
*angka APBNP 2014
Dampak dari pengelolaan utang yang hati-hati tersebut, lembaga pemeringkat utang
internasional memberikan penilaian yang semakin baik atas tingkat sovereign credit rating
Indonesia. Hal ini didukung antara lain oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi ditengah lesunya
perekonomian global, pengelolaan fiskal dan utang yang prudent serta stabilitas system
keuangan. Sejak tahun 2012, JCRA, Fitch, dan Moodys telah mengelompokkan Indonesia ke
dalam rating investment grade yang memungkinkan Indonesia mendapatkan utang dengan
biaya yang lebih rendah. Tidak hanya itu, credit rating yang semakin membaik juga akan
mendorong investor untuk berinvestasi di Indonesia dalam bentuk yang lain, seperti foreign
direct investment.
K
6,422.9
7,427.1
8,241.9
9,084.0
10,062.8
26.2%
24.4% 24.0%
26.2% 25.9%
20.0%
22.0%
24.0%
26.0%
28.0%
30.0%
-
2,000.0
4,000.0
6,000.0
8,000.0
10,000.0
12,000.0
2010 2011 2012 2013 2014*
PDB (triliun Rp) Outstanding (triliun Rp) Rasio Outstanding thd. PDB (RHS)
Tabel I.1 Perkembangan Rating Indonesia 2010-2014
Tahun Rating
S&P Fitch Moody’s R&I JCRA CRC
2010 BB BB+ Ba2 BB+ BBB- 4
2011 BB+ BBB- Ba1 BB+ BBB- 4
2012 BB+ BBB- Baa3 BBB- BBB- 3
2013 BB+ BBB- Baa3 BBB- BBB- 3
Sept 2014
BB+ BBB- Baa3 BBB- BBB- 3
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
5
Kinerja pasar perdana SBN semakin baik yang dapat dilihat dari peningkatan minat
investor pada setiap pelaksanaan lelang. Hal ini tercermin dari rata-rata incoming bid
yang meningkat dari sebesar Rp 10,3 triliun pada tahun 2013 menjadi Rp 15,6 triliun
pada tahun 2014.
Pelaksanaan lelang SBN domestik, penerbitan global bonds, dan penerbitan
SBN Ritel selama tahun 2010-2014 terus mengalami peningkatan. Hal ini menyebabkan
peningkatan outstanding SBN dari Rp 1.065 triliun (SUN sebesar Rp 1.020,06 triliun dan
SBSN Rp 44,37 triliun) pada Desember 2010 menjadi Rp.1.931,2 triliun (SUN sebesar Rp
1.725,1 triliun dan SBSN Rp 206 triliun) pada Desember 2014. Adapun outstanding SBN
berdenominasi valas juga meningkat cukup signifikan, dari Rp 162,58 triliun pada
Desember 2010 menjadi Rp 456,6 triliun pada Desember 2014.
Likuiditas pasar sekunder SBN terus mengalami peningkatan seiring dengan
semakin tingginya penerbitan SBN dan meningkatnya minat investor. Volume dan
frekuensi perdagangan rata-rata harian terus meningkat. Pada tahun 2010 volume
perdagangan rata-rata harian tercatat sebesar 104,68 Miliar untuk SBSN dengan
frekuensi sebesar 34 kali dan 4,96 Triliun untuk SUN dengan frekuensi 194 kali. Pada
tahun 2014, volume tersebut telah meningkat menjadi 789,28 Miliar dan frekuensi tumbuh
menjadi 114 kali untuk SBSN dan 17,47 Triliun untuk untuk SUN dengan frekuensi 396
kali.
Minat investor asing pun semakin besar terhadap SBN. Persentase kepemilikan
asing terhadap asing pun mencapai titik tertinggi pada tahun 2014. Pada bulan
Desemberr 2014, kepemilikan asing terhadap SBN mencapai 38.12%. Di satu sisi,
tingginya kepemilikan asing dalam SBN menunjukkan kepercayaan terhadap prospek
perekonomian Indonesia ke depan. Apalagi, dominasi kepemilikan asing tersebut
terdapat pada SBN dengan tenor panjang (76,41%). Namun, di sisi lain risiko likuiditas
dan risiko nilai tukar meningkat karena pasar SBN belum terlalu dalam.
Untuk mewujudkan pasar SBN yang dalam, aktif, dan likuid, Pemerintah terus
melakukan penyempurnaan dan pengembangan serta melakukan beragam inisiatif,
antara lain pada aspek permintaan, penawaran, dan infrastruktur pengelolaan SBN.
Pada aspek permintaan, Pemerintah senantiasa bekerja sama dengan otoritas
terkait untuk meningkatkan peran investor domestik di pasar SBN. Selain itu Pemerintah
akan lebih aktif melakukan komunikasi dengan investor SBN domestik. Pemerintah juga
akan terus aktif melakukan sosialisasi/diseminasi dan penyebarluasan informasi kepada
masyarakat luas mengenai pengelolaan SBN berikut instrumen-instrumennya terutama
yang bersifat ritel.
Pada aspek penawaran, pertama, Pemerintah secara intensif melakukan
diversifikasi instrumen SBN dengan menerbitkan fitur-fitur dan/atau instrumen baru.
Kedua, Pemerintah juga telah menerbitkan SBN melalui mekanisme yang bervariasi
sehingga memberikan alternatif bagi para pelaku pasar untuk berinvestasi dalam SBN.
Ketiga, Pemerintah telah berupaya menerbitkan seri-seri SBN yang memiliki tenor dan
size sesuai dengan preferensi para investor. Keempat, Pemerintah secara reguler
menginformasikan kepada para pelaku pasar mengenai kalender penerbitan untuk
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
6
memudahkan para investor mengatur portofolionya. Kelima, secara reguler Pemerintah
juga menerbitkan SBN dalam valuta asing (US Dollar, Euro, dan Yen) untuk memberikan
pilihan kepada investor asing.
Pada aspek infrastruktur pengelolaan SBN, Pemerintah telah menyusun dan
mengembangkan berbagai macam sistem/aplikasi/platform yang ditujukan untuk
memudahkan pengelolaan SBN. Infrastruktur tersebut tentu dilengkapi dengan regulasi
yang mendukung serta SOP yang teruji. Selain itu Pemerintah juga senantiasa
melakukan penyempurnaan sistem Dealer Utama.
Untuk menjaga stabilitas pasar, Kementerian Keuangan telah menyusun kebijakan
Bond Stabilization Framework yang antara lain mengatur mekanisme koordinasi antar
unit dalam melakukan pembelian SBN pada saat terjadi kondisi krisis pasar SBN.
Kebijakan ini diwujudkan antara lain dalam bentuk penandatanganan Nota Kesepahaman
antara Menteri Keuangan, Menteri Negara BUMN, BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan.
Disamping itu, Kementerian Keuangan juga telah memiliki Crisis Management
Protocol (CMP). CMP merupakan suatu kerangka penanganan krisis pasar SBN yang
berisi arah dan tindakan yang diperlukan apabila terjadi gejolak di pasar keuangan.
Tujuan CMP adalah sebagai peringatan dini (early warning) terkait kemungkinan
terjadinya krisis di pasar keuangan domestik berdasarkan kondisi pasar terkini dan
memberikan prosedur standar bagi pengelola utang negara dalam mengambil langkah
kebijakan untuk menghadapi krisis pasar SBN. CMP merupakan salah satu instrumen
yang diperlukan untuk mendukung implementasi Bond Stabilization Framework
Pengembangan pembiayaan syariah juga menjadi bagian yang penting dalam
pengembangan pasar SBN. Pembiayaan syariah merupakan salah satu upaya untuk
membuka akses sumber pembiayaan di pasar internasional khususnya dari negara-
negara timur tengah. Berbagai instrumen pembiayaan syariah telah dikembangkan dan
diluncurkan. Pada tahun 2012, pemerintah telah menerbitkan Surat Berharga Syariah
Negara Berbasis Proyek (Project Based Sukuk), selanjutnya disebut SBSN PBS, yakni
sumber pendanaan melalui penerbitan SBSN untuk membiayai kegiatan tertentu yang
dilaksanakan oleh Kementerian Negara/Lembaga.
Pada tahun 2013 telah ditargetkan penerbitan Project Financing Sukuk untuk
pembiayaan pembangunan proyek Jalur Ganda Cirebon-Kroya Tahap I sebesar Rp800
miliar dengan realisasi sebesar Rp777.800.946.360. Penerbitan Project Financing Sukuk
pada tahun 2013-2014 secara lebih detil dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
7
Tabel 1.2
Penggunaan Proyek APBN Sebagai Underlying
Penerbitan SBSN – Project Financing
1. Revitalisasi dan Pengembangan Asrama Haji realisasi penyerapannya
196.000.000.000
2. Pembangunan Jalur Ganda Cirebon Kroya realisasi penyerapannya 702.000.000.000
3. Pembangunan Double-Double Track (DDT) Manggarai realisasi penyerapannya
258.000.000.000
Dibandingkan dengan SBN, Pasar sekunder sukuk relatif belum berkembang.
Beberapa hal menjadi faktor penyebab antara lain likuiditas sukuk di pasar sekunder
relatif rendah, perilaku buy & hold investor, belum adanya Islamic benchmark, serta
belum sempurnanya infrastruktur pasar, termasuk infrastruktur pendukung dalam rangka
price discovery untuk mendukung transparansi harga
Pinjaman luar negeri menjadi salah satu sumber dalam pembiayaan APBN.
Secara umum pencapaian sasaran pengelolaan pinjaman dan hibah periode tahun 2010-
2014 yang berupa pemenuhan kebutuhan pembiayaan APBN yang aman dengan
mempertimbangkan biaya dan risiko untuk mendukung kesinambungan fiskal dapat
dipenuhi.
Tahun Kementerian/Lembaga Nama Proyek Pagu DIPA Realisasi
Penarikan Dana
2013 Kementerian Perhubungan Pembangunan Jalur Ganda Cirebon-Kroya 800.000.000.000 777.800.946.360
Pembangunan Jalur Ganda Cirebon-Kroya 745.000.000.000 -
Pembangunan Double Double Track 626.000.000.000 -
Kementerian Agama Proyek Revitalisasi Dan Pengembangan Asrama
Haji Medan, Padang, Jakarta Pondok Gede, Dan
Balikpapan
200.000.000.000 -
2.371.000.000.000
2014
Kementerian Perhubungan
TOTAL
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
8
Tabel I.3
Perkembangan Pembiayaan Melalui Pinjaman (2009-2014)
Dalam kurun waktu 2009 sampai dengan Agustus 2014, jumlah pinjaman bilateral
masih mendominasi komposisi pinjaman luar negeri pemerintah yang sebagian besar
berasal dari kreditor Jepang yaitu sebesar Rp 259,5 Triliun pada tahun 2009 menjadi Rp
236,27 Triliun pada akhir ahun 2014. Pengurangan jumlah nominal pinjaman ini dilakukan
karena ada pergeseran pinjaman kepada kreditor multilateral. Negara pemberi pinjaman
luar negeri lain yang komposisinya cukup besar disamping Jepang adalah Perancis dan
Jerman.
Sementara itu pinjaman yang berasal dari kreditor multilateral antara lain disponsori
oleh Asian Development Bank (ADB) yang memiliki komposisi terbesar, disusul oleh
Bank Dunia dan Islamic Development Bank. Jumlah pinjaman multilateral pada tahun
2009 adalah sebesar Rp 202,37 Triliun kemudian meningkat menjadi Rp 270,82 Triliun
pada akhir tahun 2014. Peningkatan ini terjadi karena adanya debt switch yang berasal
dari pinjaman bilateral.
Komposisi pinjaman luar negeri lainnya turut dimotori oleh kreditor yang berasal dari
komersial bank yang berjumlah Rp 20,24 Triliun pada tahun 2009 menjadi Rp 43,81
Trilun pada akhir tahun 2014. Dengan komposisi tersebut jumlah pinjaman luar negeri
pada tahun 2009 adalah sebesar Rp 611,2 triliun pada akhir tahun 2009 menjadi Rp
671,53 pada akhir tahun 2014
Kementerian Keuangan menetapkan strategi pengelolaan utang jangka menengah
dan strategi pembiayaan tahunan melalui utang. Strategi tersebut merupakan pedoman
dalam melaksanakan pengelolaan utang guna mendukung pemenuhan target
pembiayaan utang dengan biaya minimal pada tingkat risiko yang terkendali.
Perkembangan indikator portofolio utang tahun 2010-2014 menunjukkan kecenderungan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
9
yang semakin membaik meskipun target pembiayaan utang semakin meningkat. Indikator
portofolio utang yang digunakan meliputi indikator risiko tingkat bunga, risiko nilai tukar,
dan risiko pembiayaan kembali (refinancing risk).
Tabel I.4
Perkembangan Indikator Portofolio Utang (2009-2014)
Perbaikan indikator utang terutama disebabkan oleh kebijakan penerbitan/
pengadaan utang baru yang mengutamakan mata uang rupiah, tingkat bunga tetap, dan
tenor menengah panjang. Pada tahun 2013, risiko nilai tukar mengalami peningkatan
akibat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang valas terutama dollar Amerika
Serikat.
A. PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH
Pinjaman luar negeri sampai saat ini masih merupakan salah satu sumber dalam
pembiayaan APBN. Sebagai langkah pengurangan ketergantungan atas pinjaman luar
negeri, Pemerintah telah menerapkan kebijakan net negative inflow, dimana pembayaran
cicilan pokok lebih besar dari pinjaman yang akan ditarik. Pada periode 2010-2014,
Pemerintah telah melakukan rata-rata pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri
sebesar Rp. 55,85 Triliun. Pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri terbesar dilakukan
pada tahun 2009, 2013, dan 2014 dengan nilai pembayaran masing-masing Rp. 68,03 Triliun,
Rp. 59,21 Triliun, dan Rp. 58,81 Triliun.
Selanjutnya, dalam kurun waktu 2009 sampai dengan Agustus 2014, nilai outstanding
pinjaman yang bersumber dari kreditur bilateral masih mendominasi komposisi pinjaman luar
negeri pemerintah yaitu sebesar 63,4% dari Rp 611,2 Triliun pada tahun 2009 menjadi
53,1% dari Rp. 671,53 Triliun pada tahun 2014. Penurunan jumlah nominal pinjaman ini
disebabkan adanya pergeseran sumber pinjaman kepada kreditor multilateral. Negara
pemberi pinjaman luar negeri lain yang komposisinya cukup besar disamping Jepang adalah
Perancis dan Jerman. Sementara itu pinjaman yang berasal dari kreditor multilateral antara
lain disponsori oleh Asian Development Bank (ADB) yang memiliki komposisi terbesar,
disusul oleh Bank Dunia dan Islamic Development Bank. Jumlah pinjaman multilateral pada
tahun 2009 adalah sebesar Rp 202,37 Triliun kemudian meningkat menjadi Rp 270,82 Triliun
pada akhir tahun 2014. Peningkatan ini terjadi karena adanya debt switch yang berasal dari
pinjaman bilateral. Komposisi pinjaman luar negeri lainnya turut dimotori oleh kreditor yang
berasal dari komersial bank yang berjumlah Rp 20,24 Triliun pada tahun 2009 menjadi Rp
43,81 Trilun pada akhir tahun 2014. Dengan komposisi tersebut jumlah pinjaman luar negeri
2010 2011 2012 2013 Jun-14Proyeksi
akhir 2014
Risiko Tingkat Bunga
20.3 17.7 16.2 16.0 15.0 14.2
Risiko Nilai Tukar
Rasio Utang Valas thd Total Utang (%) 46.2 45.0 44.4 46.7 44.0 42.4
Risiko Refinancing9.5 9.3 9.7 9.6 9.9 9.9 Rata-rata utang jatuh tempo (tahun)
Rasio Utang Bunga Mengambang thd
Total Utang(%)
Uraian
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
10
pada tahun 2009 adalah sebesar Rp 611,2 triliun pada akhir tahun 2009 menjadi Rp 671,53
pada akhir tahun 2014
Tabel I.5
Perkembangan Outstanding Pinjaman (2009-2014)
Mempertimbangkan masih rendahnya kinerja pinjaman baik dari segi aspek penyerapan
pinjaman maupun hal-hal lain yang mempengaruhi kinerja pinjaman, telah dilaksanakan beberapa
upaya perbaikan kinerja pinjaman yang dituangkan dalam rencana kerja 2010-2014. Di bawah ini
diuraikan pencapaian rencana kerja pengelolaan pinjaman dan hibah yang lebih terperinci
berdasarkan indikator kinerja yang ditetapkan tahun 2010-2014, yaitu sebagai berikut:
1) Perumusan peraturan yang berkualitas
Dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik serta penerapan prinsip
akuntabilitas dan transparansi di dalam pengelolaan pinjaman maupun hibah, diperlukan
adanya peraturan yang dapat memberikan payung hukum dalam pelaksanaan maupun
implementasi kebijakan pengelolaan pinjaman dan hibah. Untuk level peraturan pemerintah,
produk hukum yang berhasil diterbitkan sebagai payung hukum dalam pengelolaan
pinjaman dan hibah antara lain PP Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pinjaman Luar
Negeri dan Penerimaan Hibah yang menjadi landasan dalam pengelolaan pinjaman luar
negeri. Dalam pengelolaan pinjaman yang berasal dari kreditor swasta asing (KSA) telah
diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 45/PMK.08/2014 tentang Tata Cara
Pengadaan Pembiayaan yang Bersumber dari Kreditor Swasta Asing. Tata cara penarikan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
11
pinjaman dalam negeri diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
91/PMK.05/2010 tentang Tata Cara Penarikan Pinjaman Dalam Negeri.
Sebagai bagian dari sinkronisasi penganggaran APBN dan pengelolaan pinjaman,
telah diterbitkan PMK No. 247/PMK.02/2012 Tentang Tata Cara Perencanaan, Penetapan
Alokasi, Dan Pengesahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang
direvisi melalui PMK No. 177/PMK.02/2014 Tentang Tata Cara Perencanaan, Penelaahan,
dan Penetapan Alokasi Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara. Melalui
penerbitan PMK ini, diharapkan angka penarikan pinjaman yang dicantumkan dalam APBN
akan sesuai dengan kemajuan kinerja kegiatan yang dibiayai dengan pinjaman. Selain itu,
telah dilakukan beberapa perubahan pada ketentuan peraturan mengenai revisi DIPA untuk
mempermudah pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari Pinjaman
2) Pengelolaan pinjaman dan hibah yang efektif dan efisien
Dalam rangka mencapai pengelolaan pinjaman dan hibah yang efektif dan efisien
perlu didukung dengan adanya:
a) Penyelesaian kajian tawaran pinjaman, terutama untuk pinjaman komersial, yang
diusulkan oleh calon lender melalui K/L pelaksana proyek. Tawaran pinjaman ini
merupakan salah satu aspek yang harus dinilai untuk menentukan tingkat kemahalan
biaya pendanaan sebagai salah satu aspek penilaian pada proses tender di K/L.
b) Pencapaian target effective cost yang sudah ditetapkan oleh Direktorat Strategi dan
Portofolio Utang. Effective cost merupakan cerminan dari biaya suatu pinjaman. Biaya
pinjaman dinegosiasikan untuk mendapatkan tingkat biaya yang wajar dengan tidak
melebihi target yang telah ditetapkan serta memperhatikan kondisi pasar keuangan.
Salah satu tantangan yang dihadapi dalam pencapaian target effective cost adalah
tingginya biaya utang melalui pinjaman komersial yang disebabkan adanya tambahan
biaya terkait penarikan utang. Untuk itulah langkah yang dilakukan adalah meningkatkan
usaha negosisasi term and conditions pinjaman untuk menekan biaya terkait penarikan
pinjaman komersial. Namun demikian, secara umum pencapaian target effective cost
selama tahun 2010-2015 dapat dicapai dengan baik. Hal ini dapat dilakukan dengan
strategi komunikasi yang efektif dengan kreditor dalam negosisasi pinjaman sehingga
didapatkan biaya pinjaman yang lebih rendah.
c) Penyelesaian penelaahan draft perjanjian secara tepat waktu. Tujuan penelaahan
adalah untuk menghindari adanya klausul-klausul perjanjian yang berpotensi merugikan
pemerintah. Dalam setiap proses negosiasi, langkah pertama adalah penelaahan atas
setiap klausul dalam draft perjanjian secara teliti dan hati-hati. Hasil penelaahan
digunakan sebagai bahan untuk dibahas bersama pihak-pihak terkait internal
Pemerintah sebelum melakukan negosiasi dengan Lender.
d) Perjanjian pinjaman dengan maturity sesuai dengan strategi yang ditetapkan. Hal ini
dihitung berdasarkan perbandingan jumlah perjanjian pinjaman komersial dengan
maturity di atas 5 tahun dengan jumlah perjanjian pinjaman lunak dengan maturity di
atas 12 tahun terhadap jumlah perjanjian pinjaman yang ditandatangani.
e) Penyelesaian permasalahan pelaksanaan pinjaman dan hibah.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
12
Permasalahan yang terjadi antara kurun waktu 2010-2014 antara lain:
a. Pemanfaatan dan tindak lanjut hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan
yang dibiayai dari pinjaman belum optimal
b. Masih rendahnya tingkat penyerapan (low disbursement) pinjaman sebagai akibat
dari tertundanya pelaksanaan kegiatan yang dibiayai pinjaman. Hal ini dalam
banyak hal disebabkan oleh hal-hal rinci di lapangan yang sulit untuk diantisipasi
pada proses perencanaan dan penyiapan kegiatan
c. Masih terbatasnya sektor kegiatan yang bisa dibiayai melalui pinjaman dalam negeri
d. Tingginya beban pembayaran cicilan pokok utang dan bunga utang pemerintah
e. Belum optimalnya pemanfaatan pinjaman luar negeri berdampak pada efisiensi dan
efektifitas pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dengan pinjaman sehingga outputs
dan outcomes tidak sesuai dengan yang direncanakan
f. Belum selarasnya pelaksanaan pinjaman luar negeri untuk pembiayaan kegiatan
yang bersifat multiyears (tahun jamak) dengan siklus penganggaran dan
pelaksanaan anggaran.
g. Belum terdapat kejelasan arah kebijakan jangka menengah/panjang pemanfaatan
pinjaman luar negeri.
3) Peningkatan kualitas pengelolaan pinjaman dan hibah
Dalam rangka peningkatan kualitas pengelolaan pinjaman dan hibah perlu diambil langkah-
langkah sebagai berikut:
1) Penyelesaian kajian tawaran pinjaman, terutama untuk pinjaman komersial, yang
diusulkan oleh calon lender melalui K/L pelaksana proyek. Tawaran pinjaman ini
merupakan salah satu aspek yang harus dinilai untuk menentukan tingkat kemahalan
biaya pendanaan sebagai salah satu aspek penilaian pada proses tender di K/L.
2) Pencapaian target effective cost yang telah ditetapkan. Effective cost merupakan
cerminan dari biaya suatu pinjaman. Biaya pinjaman dinegosiasikan untuk mendapatkan
tingkat biaya yang wajar dengan tidak melebihi target yang telah ditetapkan serta
memperhatikan kondisi pasar keuangan. Salah satu tantangan yang dihadapi dalam
pencapaian target effective cost adalah tingginya biaya utang melalui pinjaman
komersial yang disebabkan adanya tambahan biaya terkait penarikan utang. Untuk
itulah langkah yang dilakukan adalah meningkatkan usaha negosisasi term and
conditions pinjaman untuk menekan biaya terkait penarikan pinjaman komersial. Namun
demikian, secara umum pencapaian target effective cost selama tahun 2010-2015 dapat
dicapai dengan baik. Hal ini dapat dilakukan dengan strategi komunikasi yang efektif
dengan kreditor dalam negosisasi pinjaman sehingga didapatkan biaya pinjaman yang
lebih rendah.
3) Penyelesaian penelaahan draft perjanjian secara tepat waktu. Tujuan penelaahan
adalah untuk menghindari adanya klausul-klausul perjanjian yang berpotensi merugikan
pemerintah. Dalam setiap proses negosiasi, langkah pertama adalah penelaahan atas
setiap klausul dalam draft perjanjian secara teliti dan hati-hati. Hasil penelaahan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
13
digunakan sebagai bahan untuk dibahas bersama pihak-pihak terkait internal
Pemerintah sebelum melakukan negosiasi dengan Lender.
4) Perjanjian pinjaman dengan maturity sesuai dengan strategi yang ditetapkan. Hal ini
dihitung berdasarkan perbandingan jumlah perjanjian pinjaman komersial dengan
maturity di atas 5 tahun dengan jumlah perjanjian pinjaman lunak dengan maturity di
atas 12 tahun terhadap jumlah perjanjian pinjaman yang ditandatangani.
5) Penyelesaian permasalahan pelaksanaan pinjaman dan hibah. Penyelesaian
permasalahan tersebut dibandingkan dengan permohonan penyelesaian permasalahan.
Permasalahan yang terjadi antara kurun waktu 2010-2014 antara lain:
a. Pemanfaatan dan tindak lanjut hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan
yang dibiayai dari pinjaman belum optimal
b. Masih rendahnya tingkat penyerapan (low disbursement) pinjaman sebagai akibat
dari tertundanya pelaksanaan kegiatan yang dibiayai pinjaman. Hal ini dalam
banyak hal disebabkan oleh hal-hal rinci di lapangan yang sulit untuk diantisipasi
pada proses perencanaan dan penyiapan kegiatan
c. Masih terbatasnya sektor kegiatan yang bisa dibiayai melalui pinjaman dalam negeri
d. Tingginya beban pembayaran cicilan pokok utang dan bunga utang pemerintah
e. Belum optimalnya pemanfaatan pinjaman luar negeri berdampak pada efisiensi dan
efektifitas pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dengan pinjaman sehingga outputs
dan outcomes tidak sesuai dengan yang direncanakan
f. Belum selarasnya pelaksanaan pinjaman luar negeri untuk pembiayaan kegiatan
yang bersifat multiyears (tahun jamak) dengan siklus penganggaran dan
pelaksanaan anggaran.
g. Belum terdapat kejelasan arah kebijakan jangka menengah/panjang pemanfaatan
pinjaman luar negeri.
Untuk mengatasi permasalahan di atas dilakukan beberapa upaya berikut:
a. Review atas kegiatan dalam blue book sehingga terjadi proses penyaringan yang makin berkualitas dan cermat atas usulan kegiatan yang diusulkan dibiayai dengan pinjaman luar negeri dengan berfokus pada pembiayaan infrastruktur dan energy, dengan menyiapkan kriteria kegiatan yang dapat dibiayai dengan Pinjaman Luar Negeri dengan lebih tajam.
b. Bersama Bappenas menyusun kerangka kebijakan prioritas pinjaman luar negeri dengan pembagian tugas yang meliputi pemilihan Kegiatan, penilaian kesiapan Kegiatan dan penentuan sumber pembiayaan sehingga tercapai efisiensi pembiayaan utang dan tujuan pembangunan nasional.
c. Menyempurnakan penyusunan Batas Maksimum Pinjaman (BMP) sebagai salah satu alat pengendali pinjaman.
d. Melakukan koordinasi awal dengan Bappenas untuk penyiapan langkah-langkah peningkatan kualitas pengelolaan pinjaman luar negeri. Koordinasi ini akan mengarah pada pertemuan regular dalam tataran pembahasan portofolio sehingga tercapai kebijakan yang komprensif dalam pengelolaan pinjaman.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
14
e. Mengusulkan rencana reorganisasi sebagai bagian dari Reorganisasi di tingkat Kementerian Keuangan dengan menambahkan struktur perencanaan pinjaman serta penggabungan fungsi monitoring dan evaluasi pada satu unit di Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko sehingga menjadi satu bisnis proses yang lebih terintegrasi.
f. Meninjau kembali dan menyusun metodologi penyusunan BMP yang lebih baik dan mampu menjawab kebutuhan untuk upaya Pengelolaan pinjaman yang lebih baik.
g. Peningkatan Koordinasi Internal Kementerian Keuangan yang melibatkan Ditjen Anggaran, Ditjen Pengelolaan Utang dan Badan Kebijakan Fiskal sebagai bagian perbaikan pengelolaan pinjaman luar negeri sehingga tercapai suatu integrasi antara penyusunan kebijakan fiskal, perencanaan pinjaman, penganggaran dan implementasi pengelolaan pinjaman.
h. Penyiapan exit strategy pinjaman.
4) Membina hubungan dengan kreditor, Donor dan Executing Agency
Peningkatkan intensitas komunikasi dengan Kreditor dan Donor dilakukan dengan
memenuhi permintaan pertemuan dari Kreditor dan Donor serta melakukan komunikasi pada
setiap kesempatan pertemuan, baik yang dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga,
Bappenas, maupun Kreditor/Donor. Peningkatkan intensitas komunikasi dengan Executing
Agency dilakukan dengan memenuhi permintaan pertemuan dan kebutuhan diseminasi
kebijakan pengelolaan pinjaman dan hibah.
Peningkatan komunikasi dengan kreditor dan donor juga bertujuan untuk berbagi
pengalaman dan transfer knowledge dalam pelaksanaan suatu proyek serta peningkatan
pemahaman executingi agency mengenai sistem pemberi pinjaman, sehingga dapat
mempermudah pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dengan pinjaman/hibah.
5) Mewujudkan pengelolaan pinjaman dan hibah yang prudent
Pengelolaan pinjaman dan hibah secara prudent diukur melalui persentase
pelaksanaan pengelolaan pinjaman dan hibah sesuai dengan prosedur. Hal ini perlu dijaga
agar pengelolaan pinjaman dan hibah dapat berjalan dengan baik. Pembiayaan atas defisit
APBN diusahakan dalam jumlah yang cukup, tersedia pada saat diperlukan dan dengan
biaya yang efisien serta tingkat risiko yang terkendali. Sumber pembiayaan defisit APBN
antara lain melalui pengadaan Pinjaman Tunai.
Pinjaman Tunai adalah pinjaman yang dapat berupa pinjmaman program, standby loan,
pembiayaan likuiditas jangka pendek, pembiayaan kontijensi, pembiayaanuntuk permodalan
dan lain-lain, yang pencairannya bersifat tunai dalam bentuk antara lain Official
Development AssistanceI/ODA (bilateral), Concessional (multilateral), Non Official
Development Assistance/Non-ODA (bilateral), Non Concessional (multilateral), komersial, dan
Mixed Credit/pinjaman campuran (bilateral).
Selain bertujuan memberikan pembiayaan defisit APBN yang aman, pengelolaan
Pinjaman juga bertujuan untuk memastikan bahwa pelaksanaan kegiatan (proyek) yang
dibiayai dapat terlaksana sesuai jadwal yang ditetapkan dan memberikan output yang
memberikan multiplier yang tinggi terhadap pembangunan nasional.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
15
Selanjutnya, dalam rangka mewujudkan pengelolaan hibah yang prudent, setiap
penerimaan hibah yang diterima oleh Pemerintah harus memenuhi prinsip-prinsip antara lain
sebagai berikut:
1. Transparan;
2. Akuntabel;
3. Efisien dan efektif;
4. Tidak disertai ikatan politik; dan
5. Tidak memiliki muatan yang dapat menganggu stabilitas keamanan negara.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip di atas di dalam pengelolaan penerimaan hibah,
diharapkan setiap hibah yang diterima dapat berkontribusi bagi pembangunan Indonesia
B. PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA
Kegiatan pengelolaan Surat Utang Negara (SUN) merupakan unsur penting dalam
pembiayaan utang pemerintah, dimana volume penerbitan maupun outstanding SUN memiliki
porsi yang dominan dibandingkan dengan instrumen utang lainnya selama periode 2010-2014.
Secara umum kegiatan pengelolaan SUN yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal
Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko telah memenuhi target Renstra DJPPR Tahun 2010-2014
yang ditetapkan.
Tabel I.6
Jumlah Penerbitan dan Outstanding SUN Periode Tahun 2010 s.d 2014
(dalam triliun rupiah)
Uraian 2010 2011 2012 2013 2014
Penerbitan SUN Bruto 134.94 171.29 211.46 269.55 345.67
SUN Domestik 109.90 149.85 165.44 228.06 277.46
SUN Valas 25.04 21.44 46.02 41.49 68.21
Outstanding SUN 1,020.06 1,109.93 1,236.65 1,491.76 1,722.46
Berdasarkan tabel di atas, total outstanding SUN terus mengalami peningkatan sejalan
dengan peningkatan penerbitan SUN untuk memenuhi target pencapaian SBN neto
sebagaimana ditetapkan dalam UU APBN. Dengan mengacu pada strategi portofolio utang dan
mempertimbangkan kondisi pasar keuangan, penerbitan SUN dilaksanakan dengan
memprioritaskan SUN domestik (dalam denominasi rupiah) yang bertujuan untuk mendukung
pengembangan pasar domestik serta mengurangi tingkat risiko nilai tukar terhadap utang dalam
valuta asing. Penerbitan SUN merupakan indikator utama dari keberhasilan kegiatan
pengelolaan SUN yang didukung dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1. Perumusan peraturan dan kebijakan pengelolaan SUN yang berkualitas
Dalam rangka memberikan landasan dan kepastian hukum pengelolaan SUN, maka
perlu dilakukan kegiatan penyediaan peraturan dan kebijakan pengelolaan SUN yang
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
16
berkualitas dan dapat menjamin kepastian hukum dalam pelaksanaan transaksi SUN.
Perumusan peraturan dan kebijakan pengelolaan SUN yang berkualitas diharapkan dapat
menghasilkan suatu pedoman dan landasan dalam kegiatan pengelolaan SUN yang bersifat
dinamis sesuai dengan perkembangan kondisi pasar keuangan.
Selama kurun waktu 2010-2014, telah disusun peraturan dan keputusan yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan maupun oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang.
Adapun Peraturan Menteri Keuangan dalam rangka pengelolaan SUN yang telah diterbitkan
berjumlah 14 (empat belas) set antara lain meliputi Peraturan Menteri Keuangan Nomor
42/PMK.08/2014 tentang Penjualan Obligasi Negara Kepada Investor Ritel di Pasar Perdana
Domestik, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 95/PMK.08/2014 tentang Transaksi Surat
Utang Negara Secara Langsung, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.08/2013
tentang Dealer Utama, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.08/2013 tentang Lelang
SUN Dalam Mata Uang Rupiah dan Valas Dipasar Perdana Domestik, Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 236/PMK.08/2012 tentang Pembelian Kembali Surat Utang Negara dalam
Valuta Asing di Pasar Internasional, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.08/2012
tentang Penjualan Surat Utang Negara dalam Valuta Asing di Pasar Perdana Domestik
dengan cara Bookbuilding, serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/PMK.08/2012
tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 170/PMK.08/2008
Tentang Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung.
Di samping itu, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko telah
menyiapkan kebijakan mengenai Bond Stabilization Framework yang mengatur peran aktif
Pemerintah didukung BUMN-BUMN serta BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan
terkait dalam rangka stabilisasi pasar SBN untuk menjaga kepercayaan (confidence) pelaku
pasar. Kebijakan tersebut tertuang dalam:
a) Nota Kesepahaman antara Menteri Keuangan dan Menteri Negara BUMN Nomor: S-
715/MK.08/2010 dan Nomor MOU-09/MBU/2010 tanggal 30 Desember 2010 tentang
Koordinasi Dalam Rangka Pemeliharaan Stabilitas Pasar SBN;
b) Nota Kesepahaman antara Kementerian Keuangan dengan BPJS Kesehatan Nomor
PRJ-1/MK.8/2014 dan Nomor 0009/MOU/0914 tentang Koordinasi Dalam Rangka
Pemeliharaan Stabilitas Pasar SBN; dan
c) Nota Kesepahaman antara Kementerian Keuangan dengan BPJS Ketenagakerjaan
Nomor PRJ-2/MK.8/2014 dan Nomor MOU/16/092014 tentang Koordinasi Dalam
Rangka Pemeliharaan Stabilitas Pasar SBN.
d) Berdasarkan nota kesepahaman tersebut di atas selanjutnya ditindaklanjuti dengan
Keputusan Bersama Direktur Jenderal Pengelolaan Utang, Deputi Bidang Usaha Jasa
Keuangan, Jasa Konstruksi dan Jasa Lain Kementerian BUMN, Direktur Utama BPJS
Kesehatan, dan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Nomor: 31/PU/2014,
37/D3.MBU/10/2014, 387 Tahun 2014, dan MoU/17/102014 tentang Mekanisme Kerja
Pelaksanaan Koordinasi Dalam Rangka Pemeliharaan Stabilitas Pasar Surat Berharga
Negara.
2. Pengelolaan portofolio SUN yang optimal dan efektif
Dalam rangka memenuhi pembiayaan APBN melalui pengelolaan SUN, Direktorat
Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko secara rutin melakukan kegiatan analisis
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
17
kebutuhan infrastruktur perdagangan, penyiapan rekomendasi SUN yang akan ditransaksikan
dan pelaksanaan transaksi SUN dan derivatif. Kebutuhan aplikasi dalam mendukung
pengelolaan SUN, meliputi aplikasi PMON yang telah migrasi ke DMFAS interface, aplikasi
DSS, MOFIDS (aplikasi di BEI), dan BI-SSSS (aplikasi di BI) telah dimanfaatkan secara
optimal dalam setiap transaksi penerbitan maupun pembelian kembali SUN. Sementara itu
rekomendasi jenis dan harga/yield SUN yang akan ditransaksikan dilaksanakan sesuai target
struktur portofolio dan effective cost serta mempertimbangkan kondisi pasar keuangan.
Sesuai dengan UU Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara, Pemerintah
dapat menerbitkan SUN di pasar domestik maupun internasional baik dalam mata uang
rupiah maupun valas. Transaksi penerbitan SUN antara lain meliputi lelang regular,
penerbitan SUN Ritel (ORI dan SBR), penerbitan SUN valas, dan transaksi SUN secara
langsung.
Tabel I.7
Penerbitan SUN selama 2010-2014
Frek. Rp. (miliar) Frek. Rp. (miliar) Frek. Rp. (miliar) Frek. Rp. (miliar) Frek. Rp. (miliar)
ON 21 72,100.00 22 98,850.00 21 122,245.00 24 **) 167,716.70 23 **) 203,855.45
SPN 21 29,795.00 22 40,000.00 22 30,520.00 23 42,400.00 23 ***) 60,900.00
Global Bond 1 18,550.00 1 21,442.50 2 39,005.00 2 39,228.00 2 64,226.62
Samurai Bond 1 6,491.64 - - 1 7,012.31 - - - -
ORI/SBR 1 8,000.00 1 11,000.00 1 12,676.74 1 20,205.00 2 23,606.80
134,936.64 171,292.50 211,459.05 269,549.70 352,588.87
2014Instrumen
2011 2012 20132010
**) Termasuk lelang SUN berdenominasi USD melalui lelang di pasar perdana domestik
***) Termasuk penerbitan SPN-NT Rp12,4 triliun yang setelmen pada 2 Januari 2014
Pelaksanaan lelang SUN meliputi ON dan SPN dilakukan sesuai dengan jadwal
penerbitan (calendar of issuance) yang diinformasikan kepada stakeholders setiap awal
tahun. Penerbitan ON dan SPN melalui lelang SUN diikuti oleh seluruh anggota Dealer Utama
(Primary Dealers), Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan. Di samping dalam
mata uang rupiah, Pemerintah telah menerbitkan SUN berdenominasi USD melalui lelang di
pasar perdana domestik untuk pertama kali pada tahun 2013 sebesar USD190 ribu dengan
tanggal setelmen pada 28 November 2013. Secara umum volume penerbitan SUN melalui
lelang reguler terus mengalami peningkatan selama periode 2010-2014.
Dalam rangka memperluas basis investor domestik, Pemerintah secara rutin
menerbitkan SUN Ritel yang proses penjualan di pasar perdana diperuntukkan kepada
investor ritel domestik yang terdiri dari Obligasi Negara Ritel (ORI) dan Saving Bond Ritel
(SBR). Sejak penerbitan ORI tahun 2012, Pemerintah menerapkan ketentuan minimum
holding period sehingga investor yang membeli ORI di pasar perdana tidak dapat menjual
ORI di pasar sekunder selama periode tertentu yang telah ditetapkan. Pada tahun 2014,
Pemerintah menerbitkan SBR untuk pertama kali sebesar Rp2,39 triliun dengan tanggal
setelmen pada 30 Mei 2014. Secara umum terdapat perbedaan antara instrumen ORI dan
SBR, dimana ORI dapat diperdagangkan di pasar sekunder (tradable) dan memiliki kupon
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
18
tetap (fixed rate) sedangkan SBR bersifat non-tradable dan memiliki kupon mengambang
sesuai LPS rate ditambah premium dengan kupon minimal (floor rate).
Di samping penerbitan SUN di pasar domestik, selama periode 2010-2014
Pemerintah menerbitkan SUN dalam valuta asing baik di pasar global dengan format Global
Medium Term Notes (GMTN) maupun pasar keuangan Jepang (Samurai Bond). Penerbitan
SUN dalam valuta asing mempertimbangkan keterbatasan daya serap pasar SUN dalam
negeri dan bertujuan untuk pembentukan benchmark SUN dalam valuta asing, meningkatkan
cadangan devisa, mendukung pembayaran kewajiban dalam valuta asing serta antisipasi
terhadap kondisi pasar keuangan yang penuh ketidakpastian. Pada tahun 2014, Pemerintah
menerbitkan SUN dalam denominasi Euro untuk pertama kali sebesar EUR1 miliar dengan
tanggal setelmen pada 8 Juli 2014 melalui metode GMTN.
Selain melaksanakan penerbitan SUN, Pemerintah melakukan pembelian kembali
SUN melalui cash buyback maupun debtswitch. Transaksi cash buyback bertujuan untuk
memberikan dukungan (support level) kepada pasar SUN dalam hal kondisi pasar SUN
mengalami tekanan yang ditandai dengan jatuhnya harga-harga SUN. Selama periode 2010-
2014, pelaksanaan transaksi cash buyback dilaksanakan melalui lelang atau transaksi
langsung melalui Dealing Room dengan total nominal mencapai Rp10,74 triliun. Sementara
itu dalam rangka mengurangi beban dan risiko pelunasan pokok SUN, Pemerintah berupaya
untuk menata ulang struktur jatuh tempo SUN melalui debt switching, yaitu dengan membeli
seri-seri SUN jangka pendek dan menukarkannya dengan SUN yang mempunyai jatuh tempo
jangka menengah dan panjang. Kondisi ini juga memberikan keleluasaan bagi Pemerintah
untuk menerbitkan instrumen SUN jangka pendek. Sejak tahun 2014, Pemerintah
melaksanakan transaksi debt switch dengan metode many to many, yaitu lelang debt switch
dengan menukar beberapa seri SUN (source bonds) dengan beberapa seri SUN lainnya
(destination bonds).
Tabel I.8
Realisasi Buyback SUN selama 2010-2014
Frek Rp (miliar) Frek Rp (miliar)
2010 13 3,200,565 6 3,920,000
2011 10 3,499,986 4 664,000
2012 6 1,137,527 4 11,859,000
2013 5 1,551,385 5 1,976,000
2014 3 1,350,968 3 4,979,000
Jumlah 10,740,431 23,398,000
Cash buyback Debt switchTahun
Secara umum realisasi penerbitan SUN selama periode 2010-2014 telah
dilaksanakan sesuai strategi pembiayaan utang dengan turut mempertimbangkan masukan
dari unit terkait antara lain Direktorat Pengelolaan Kas Negara berkaitan dengan posisi saldo
kas Pemerintah dan Bank Indonesia berkaitan dengan kebijakan moneter dan kondisi pasar
keuangan domestik.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
19
Indikator pengelolaan portofolio SUN yang optimal dan efektif meliputi antara lain
persentase pencapaian target effective cost dan persentase terpenuhinya struktur portofolio
SUN sesuai dengan strategi yang ditetapkan. Secara umum capaian kedua indikator
dimaksud telah memenuhi target yang ditetapkan selama periode 2010-2014.
Tabel I.9
Realisasi Effective Cost dan Struktur Portofolio SUN
Periode Tahun 2010 s.d 2014
Target Realisasi Target Realisasi
2010 100% 72.41% 100% 91.53%
2011 100% 81.28% 100% 96.66%
2012 100% 82.77% 100% 98.41%
2013 100% 99.54% 100% 102,39% **)
2014 100% 79% 100% 98,95% **)
Effective Cost Struktur Portofolio SUN Tahun
**) Perhitungan realisasi menggunakan polarisasi stabilize
Realisasi effective cost selalu di bawah target maksimal sebesar 100% yang
menunjukkan bahwa biaya penerbitan SUN tidak melampaui batas atas yang ditetapkan,
sedangkan realisasi struktur portofolio SUN relatif telah sesuai dengan target strategi
pengelolaan utang yang ditetapkan. Struktur portofolio SUN pada tahun 2013 sedikit di atas
target disebabkan oleh pelemahan rupiah terhadap mata uang US Dollar dan Yen yang
mengakibatkan nilai konversi dalam rupiah atas portofolio SUN valas meningkat tajam,
sedangkan risiko utang jangka pendek (short term debt) dan risiko tingkat bunga relatif
sesuai dengan target dimana target/batas atas effective cost yang diperkenankan tidak
terlampaui. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum pada periode 2010-2014, risiko
portofolio SUN yang tercermin dalam risiko nilai tukar, risiko refinancing dan risiko tingkat
bunga relatif terkendali dengan tingkat bunga minimal.
3. Pengembangan pasar SUN yang dalam, aktif, dan likuid
Salah satu upaya mendukung pengelolaan SUN adalah mengembangkan pasar SUN
yang dalam, aktif, dan likuid. Untuk itu perlu dilakukan kegiatan berupa koordinasi dengan
instansi atau lembaga terkait dan para pelaku pasar, perumusan dan pengembangan
instrumen, serta penyiapan dan pengembangan layanan publik terkait pengelolaan SUN.
Indikator yang digunakan untuk mengukur capaian pengembangan pasar SUN yang dalam,
aktif, dan likuid antara lain meliputi (i) persentase pelaksanaan kajian pengembangan
instrumen SUN, (ii) indeks kepercayaan investor terhadap pengelolaan SUN, (iii) jumlah
penambahan investor baru SUN ritel, (iv) persentase pertumbuhan jumlah nominal
kepemilikan SUN tradable oleh investor domestik, (v) Tingkat efektifitas edukasi dan
komunikasi pengelolaan SUN, dan (vi) persentase pertemuan dengan bank sentral, pelaku
pasar, lembaga rating, SROs, dan institusi lain yang terkait dengan pengelolaan SUN.
Selama periode 2010-2014, telah disusun beberapa kajian pengembangan instrumen
SUN, yaitu:
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
20
1. Tahun 2010
Kajian atas IDR Global Bond
Kajian atas Samurai Bond World Bank Guarantee
2. Tahun 2011
Kajian mengenai Peluang Pemerintah Pusat untuk menggunakan SUN sebagai
bagian dari transfer dana ke Daerah
Kajian mengenai Peluang Pemerintah untuk menerbitkan SUN berdenominasi USD
di pasar domestik
3. Tahun 2012
Kajian Samurai Bond tanpa Jaminan JBIC
Kajian mengenai mekanisme distribusi ORI di pasar perdana
Kajian liabilities management melalui buyback/debswitch ON Valas
Kajian mengenai penerbitan SUN valas di pasar internasional dengan menggunakan
format SEC Registered
4. Tahun 2013
Kajian Saving Bond
Kajian mengenai peningkatan partisipasi Investor Institusional Domestik
5. Tahun 2014
Kajian tentang Euro Denominated Bonds
Kajian tentang Inflation Linked Bonds (ILB)
Sementara itu untuk mengukur tingkat kepercayaan investor terhadap pengelolaan
SUN, dilakukan kegiatan survei melalui penyebaran kuesioner kepada responden selaku
stakeholders Direktorat SUN. Hasil kuesioner diolah untuk memperoleh Customer
Satisfaction Index/CSI (Indeks Kepuasan Konsumen). Secara umum indeks kepercayaan
investor terhadap pengelolaan SUN periode 2010-2014 berada pada kategori memuaskan.
Namun pada tahun 2013, diperoleh Indeks Kepercayaan investor terhadap pengelolaan
SUN sebesar 3,47 berada di bawah target yang ditetapkan, walaupun realisasi indeks
menunjukkan bahwa kepercayaan investor terhadap pengelolaan SUN berada pada kategori
baik (memuaskan).
Tabel I.10
Indeks Kepercayaan Investor terhadap Pengelolaan SUN
Periode Tahun 2010 s.d 2014
Tahun Target Indeks Realisasi Indeks Keterangan
2010 0.66 0.69 Memuaskan
2011 0.69 0.74 Memuaskan
2012 3.7 3.71 Memuaskan
2013 3.7 3.47 Memuaskan
2014 3.5 3.96 Memuaskan Keterangan: terdapat perubahan skala indeks mulai tahun 2012
Perkembangan investor baru yang membeli SUN ritel di pasar perdana sebagaimana terlihat
pada tabel berikut ini.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
21
Tabel I.11
Perkembangan Investor Baru SUN Ritel Tahun 2010 - 2014
SUN Ritel (Tahun) Jumlah Investor
Baru ORI007 (2010) 10.959
ORI008 (2011) 10.410
ORI009 (2012) 16.107
ORI010 (2013) 26.824
ORI011 (2014) 20.418
SBR001 (2014) 6.145
Pada tabel di atas terlihat jumlah investor baru SUN ritel terus meningkat pesat,
dimana pada tahun 2010 jumlah investor baru hanya sebesar 10.959 investor meningkat
menjadi 26.563 investor pada tahun 2014.
Selanjutnya peran aktif investor institusi domestik ditunjukan dengan persentase
pertumbuhan jumlah nominal kepemilikan SUN tradable oleh investor institusi domestik pada
tabel di bawah ini. Walaupun periode 2010-2012 terlihat persentase pertumbuhan mengalami
fluktuasi, namun sejak tahun 2013, pemerintah mulai menetapkan targetkan pertumbuhan
dengan minimal sebesar 7%. Target tersebut berhasil dicapai pada tahun 2013, dimana
investor domestik mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan yaitu 22,13%.
Tabel I.12
Pertumbuhan Kepemilikan SUN tradable
oleh Investor Domestik Tahun 2010 - 2014
Tahun Target Realisasi
2010 - -5,97%
2011 - 12,41%
2012 - 9,78%
2013 7,00% 22,13%
2014 *) 7,00% 11,5%
Pertumbuhan kepemilikan investor domestik antara lain disebabkan:
1. Telah digunakannya SUN sebagai instrumen operasi moneter sejak tahun 2011;
2. Meningkatnya kepercayaan investor atas upaya Pemerintah dalam mengembangkan
dan menjaga stabilitas pasar SBN; dan
3. Adanya komunikasi, sosialisasi dan edukasi yang berkelanjutan dan terus menerus
kepada stakeholder, pelaku pasar dan masyarakat luas terkait kebijakan pengelolaan
SUN.
Indikator berikutnya yang mendukung pengembangan pasar SUN yang dalam, aktif,
dan likuid adalah meningkatnya pemahaman masyarakat, pelaku usaha, dan stakeholders
lainnya terhadap pengelolaan SUN. Oleh karena itu, Direktorat SUN menyelenggarakan
sosialisasi dan edukasi terkait pengelolaan SUN. Tabel berikut menjelaskan perkembangan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
22
tingkat efektivitas edukasi dan komunikasi sosialisasi SUN yang diperoleh dari kuesioner
yang dibagikan pada saat sosialisasi dan edukasi SUN.
Tabel I.13
Perkembangan Tingkat Efektivitas Edukasi dan Komunikasi Tahun 2010 - 2014
Tahun Target Realisasi
2010 67,5% 70,1%
2011 70% 76,80%
2012 75% 76,62%
2013 75% 77,41%
2014 *) 75% 77,68%
Berdasarkan tabel di atas, terdapat tren peningkatan capaian tingkat efektivitas
edukasi dan komunikasi selama periode 2010-2014 yang menggambarkan semakin
meningkatnya pemahaman para peserta sosialisasi dan edukasi terkait pengelolaan SUN.
3. Pelaksanaan analisis keuangan dan pasar SUN yang berkualitas
Dalam rangka mendukung pengelolaan SUN, perlu dilakukan kegiatan berupa
analisis pembiayaan APBN, pembuatan proyeksi, monitoring, dan pemutakhiran arus kas
dalam pengelolaan SUN, pemantauan dan analisis kinerja potensi pasar SUN, serta
perumusan rekomendasi harga/yield SUN. Untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan
analisis keuangan dan pasar SUN yang berkualitas adalah dengan mengukur persentase
pelaksanaan update informasi keuangan dan pasar SUN, ketepatan waktu penyampaian
laporan arus kas APBN, ketepatan waktu penyampaian analisis pasar uang dan pasar SUN,
serta pencapaian target effective cost SUN.
Pelaksanaan update informasi keuangan dan pasar SUN terdiri dari market update,
pemutakhiran arus kas, dan analisis Crisis Management Protocol (CMP). Kegiatan market
update dan analisis CMP dilaksanakan secara berkala, baik harian, mingguan, maupun
triwulanan. Market update yang dilakukan secara harian meliputi update data perdagangan
SUN di pasar sekunder baik domestik maupun dalam valas, posisi kepemilikan SBN, dan
perkembangan pasar keuangan global. Sementara itu pemutakhiran arus kas dilaksanakan
setiap terdapat update portofolio SUN yang disebabkan karena penerbitan maupun
pembelian kembali SUN.
Direktorat SUN melaksanakan kegiatan penyusunan proyeksi arus kas SUN dalam
rangka mendukung perencanaan kas pemerintah. Deviasi proyeksi arus kas terhadap
realisasi adalah persentase perbedaan proyeksi arus kas untuk pembayaran bunga SUN dan
pembiayaan SUN terhadap realisasi arus kas. Koordinasi secara rutin dilakukan dengan
Direktorat Pengelolaan Kas Negara Ditjen Perbendaharaan melalui rapat Tim CPIN (Cash
Planning Information Network) maupun melalui input via web CPIN. Secara umum, Direktorat
SUN telah melakukan proyeksi arus kas SUN dengan baik. Namun demikian, sejak tahun
2013 indikator ini tidak lagi digunakan sebagai acuan penilaian pelaksanaan analisis pasar
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
23
keuangan dan pasar SUN yang berkualitas meskipun Direktorat SUN masih tetap
melaksanakan proyeksi arus kas SUN sampai saat ini.
Selain itu, Direktorat SUN juga melaksanakan kegiatan penyampaian laporan arus
kas serta analisis pasar uang dan SUN secara berkala. Laporan arus kas APBN disampaikan
secara rutin paling lambat 3 hari kerja setelah akhir bulan berkenaan. Hal ini dilaksanakan
dalam rangka mendukung perencanaan dan pelaporan kas pemerintah yang berkualitas.
Analisis pasar uang dan SUN disampaikan melalui surat elektronik paling lambat pukul 18.30
setiap hari kerja kepada pimpinan atau pihak terkait.
Dalam rangka memperoleh biaya penerbitan SUN yang efektif, penyiapan
rekomendasi harga/yield SUN pada saat transaksi lelang SUN di pasar perdana perlu
dilakukan secara akurat dengan mempertimbangkan kondisi pasar keuangan yang terkini.
Harga/yield acuan (benchmark price/yield) menjadi sangat penting karena akan
mencerminkan kemampuan Pemerintah untuk menanggung biaya pada setiap penerbitan
instrumen SUN. Untuk mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut, penyusunan harga
acuan memerlukan metodologi perhitungan yang komprehensif agar harga yang dihasilkan
dapat benar-benar mencerminkan kondisi pasar dan kemampuan Pemerintah untuk
mengakomodasi demand pasar terhadap SUN dan meminimalisir cost. Tingkat efektifitas
biaya penerbitan SUN dilihat dari selisih (deviasi) rekomendasi benchmark price/yield
transaksi lelang ON di pasar perdana terhadap price/yield di pasar, yang bersumber dari
beberapa acuan yang berlaku umum.
Di samping melakukan kegiatan analisis pasar keuangan dan SUN, Direktorat SUN
juga menyelenggarakan kegiatan riset pasar keuangan dan SUN yang dilaksanakan secara
swakelola, baik bekerja sama dengan perguruan tinggi maupun secara mandiri. Selama
periode 2010-2014 kegiatan riset dilaksanakan sesuai dengan target, meliputi:
1) Kajian perilaku investor SUN dalam berinvestasi di pasar perdana dan pasar sekunder;
2) Kajian model penetapan harga SUN valuta asing;
3) Kajian Metode Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan Pengembangan STRIPS;
4) Kajian Penerapan Bond Stabilization Fund di Indonesia;
5) Kajian atas Faktor-faktor yang Berpengaruh Dalam Penetapan Level dan Indikator Crisis
Management Protocol (CMP) Dalam Rangka Pencegahan dan Penanganan Krisis Pasar
SBN;
6) Kajian Pengembangan Interest Rate Swap dalam rangka Meningkatkan Likuiditas dan
Kedalaman Pasar SBN;
7) Riset Analisis Potensi Permintaan Surat Utang Negara dan Peranan Pelaku Industri
Dalam Peningkatan Likuiditas dan Kedalaman Pasar Surat Utang Negara.
8) Penyusunan Buku Putih Atas Kebijakan Pemerintah Dalam Rangka Penanganan Krisis
Keuangan Tahun 1997/1998 (White Paper Krisis 1997/1998); dan
9) Analisis Preferensi Struktur Portofolio Surat Berharga Negara dan Potensi Demand yang
dilaksanakan setiap tahun.
Dalam rangka melakukan penelitian mengenai alternatif struktur dan saluran
distribusi obligasi negara untuk investor ritel, Direktorat SUN bekerja sama dengan Sekolah
Bisnis dan Manajemen (SBM) ITB melakukan studi perbandingan dengan mengunjungi Afrika
Selatan (Afsel). Delegasi dari Indonesia dalam kunjungan tersebut terdiri dari perwakilan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
24
Kemenkeu, Bursa Efek Indonesia (BEI), Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) dan SBM
ITB. Adapun pembiayaan atas pelaksanaan kegiatan tersebut ditanggung sepenuhnya oleh
Australia Indonesia Partnership for Economic Growth (AIPEG). Dalam kegiatan tersebut,
delegasi Indonesia mengunjungi National Treasury Afrika Selatan, South African Post Office,
dan Toko Ritel di Afsel yang menjadi saluran distribusi obligasi negara untuk investor ritel.
4. Monitoring dan evaluasi yang efektif dalam mendukung pengelolaan SUN
Untuk menjamin pelaksanaan kegiatan pengelolaan SUN sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan prosedur yang ditetapkan, maka perlu dilakukan evaluasi
kepatuhan pengelolaan SUN terhadap ketentuan dan prosedur yang berlaku (SOP mengenai
pengelolaan SUN) serta monitoring dan evaluasi yang berkesinambungan terhadap Dealer
Utama dan institusi lainnya terkait pengelolaan SUN. Untuk mengukur keberhasilan
pelaksanaan monitoring dan evaluasi yang efektif dalam mendukung pengelolaan SUN yaitu
dengan mengukur persentase tingkat kepatuhan pengelolaan SUN sesuai dengan ketentuan
dan prosedur yang berlaku serta tingkat kepatuhan Dealer Utama dan institusi lainnya terkait
pengelolaan SUN.
Selama periode 2010-2014, Direktorat SUN telah melakukan checklist pemantauan
terhadap seluruh kegiatan transaksi SUN dengan tujuan untuk memastikan pelaksanaan
transaksi SUN dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang
berlaku. Hasil checklist dimaksud selanjutnya akan direview oleh unit kepatuhan internal
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk mengetahui sejauh mana
tingkat kepatuhan terhadap ketentuan dan prosedur dalam pelaksanaan kegiatan
pengelolaan SUN. Hasil pengukuran ini diharapkan dapat menjadi umpan balik yang positif
bagi organisasi dalam menciptakan good governance.
Sementara itu pemantauan tingkat Kepatuhan Dealer Utama dan Institusi lainnya
terkait pengelolaan SUN terhadap kewajiban yang telah ditetapkan dihitung berdasarkan
persentase jumlah Dealer Utama dan institusi yang diberi peringatan/teguran tertulis
dibandingkan dengan jumlah Dealer Utama dan institusi. Institusi selain Dealer Utama yang
dievaluasi meliputi Agen Penjual dan Konsultan Hukum SUN dalam valuta asing, Agen
Penjual SUN Ritel, dan Bursa Efek Indonesia. Selama periode 2010-2014, realisasi
persentase tingkat kepatuhan Dealer Utama dan Institusi lainnya terkait pengelolaan SUN
terhadap kewajiban yang telah ditetapkan dapat memenuhi target.
C. PENGELOLAAN PEMBIAYAAN SYARIAH
Target kegiatan dalam pengelolaan pembiayaan syariah dengan instrumen Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN) pada periode tahun 2010-2014 sebagian besar telah dapat
dilaksanakan. Pencapaian pada periode tersebut meliputi:
1. Penyusunan landasan hukum pengelolaan SBSN yang berkualitas
Kegiatan ini diperlukan sebagai landasan hukum dalam pelaksanaan penerbitan
SBSN oleh Pemerintah serta memberikan kepastian hukum bagi investor dan masyarakat
dalam berinvestasi pada instrumen SBSN. Di samping itu, penerbitan SBSN memiliki
karakteristik khusus yang memerlukan adanya underlying asset pada setiap transaksi
serta struktur akad yang harus sesuai dengan prinsip syariah, sehingga diperlukan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
25
adanya penyusunan dokumen hukum yang memenuhi aspek legal dan aspek syariah.
Keberhasilan penyusunan landasan hukum dan peraturan SBSN diukur dengan capaian
target penyusunan peraturan dan keputusan yang mendukung pengelolaan SBSN,
penyusunan fatwa dan opini syariah SBSN, dan penyusunan dokumen hokum yang
diperlukan dalam rangka penerbitan SBSN.
Pada Tahun 2010-2013 Direktorat Pembiayaan Syariah telah menyelesaikan
peraturan sebagai berikut: PP Nomor 56 Tahun 2011 tentang Pembiayaan Proyek
Melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara; PMK Nomor 119/PMK.08/2011
tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara dalam valuta asing di
Pasar Perdana Internasional; PMK Nomor 129/PMK.08/2011 tentang Penggunaan
Proyek Sebagai Dasar Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara; PMK Nomor
187/PMK.08/2011 tentang Perubahan Atas PMK Nomor 218/PMK.08/2008 tentang
Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Ritel di Pasar Perdana Dalam
Negeri; Peraturan Menteri Keuangan Nomor 05/PMK.08/2012 tentang Penerbitan dan
Penjualan Surat Berharga Syariah Negara di Pasar Perdana Dalam Negeri Dengan Cara
Lelang; Peraturan Menteri Keuangan Nomor 56/PMK.08/2012 tentang Pengelolaan Aset
Surat Berharga Syariah Negara Yang Berasal dari Barang Milik Negara; Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.08/2012 tentang Penebitan dan Penjualan Surat
Berharga Syariah Negara Di Pasar Perdana Dalam Negeri Dengan Cara Bookbuilding;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor239/PMK.08/2012 tentang Penebitan dan Penjualan
Surat Berharga Syariah Negara Dengan Cara Penempatan Langsung (Private
Placement); PMK Nomor 75/PMK.08/2013 tentang Pembelian Kembali SBSN; dan PMK
Nomor 113/PMK.08/2013 tentang Tata Cara Pembiayaan Proyek/Kegiatan Melalui
Penerbitan SBSN. Untuk Tahun 2014 sedang disusun PMK mengenai Saving Sukuk dan
Perubahan PMK Pembelian Kembali SBSN di Pasar Perdana.
2. Pengelolaan portofolio SBSN yang optimal dan efektif
Kegiatan ini diperlukan karena sangat terkait dengan sasaran pertama, bahwa
dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN yang aman, diperlukan pengelolaan
portofolio SBSN dengan memperhatikan optimalisasi struktur portofolio SBSN,
pencapaian terhadap effective cost, ketersediaan BMN ataupun objek pembiayaan lain
yang dapat digunakan sebagai Aset SBSN. Selain itu, pengembangan instrumen baru
dan metode penerbitan SBSN juga perlu dilakukan untuk meningkatkan efektivitas dan
fleksibilitas Pemerintah dalam melakukan penerbitan SBSN. Keberhasilan portofolio
SBSN yang optimal dan efektif melalui persentase pemenuhan struktur portofolio SBSN
sesuai dengan strategi, persentase pencapaian target effective cost, serta persentase
ketersediaan underlying asset sesuai target.
3. Pengembangan Pasar SBSN yang dalam, aktif dan likuid
Kegiatan ini diperlukan dalam rangka menciptakan kondisi pasar SBSN yang
kondusif dan meningkatkan tingkat kepercayaan investor dan pelaku pasar terhadap
Pemerintah. Adanya transparansi informasi dalam pengelolaan SBSN merupakan
sasaran yang ingin dicapai melalui kegiatan ini. Hal ini dapat dilakukan dengan
melakukan peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku pasar terkait dengan SBSN,
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
26
serta pengembangan infrastruktur pasar SBSN. Keberhasilan portofolio SBSN yang
optimal dan efektif melalui persentase efektifitas instrumen pembiayaan SBSN baru,
persentase tingkat pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi terhadap pengelolaan
SBSN, serta persentase partisipasi investor dalam penerbitan SBSN.
4. Pelaksanaan analisis keuangan dan pasar SBSN
Kegiatan ini terkait dengan pencapaian Pembiayaan SBSN yang aman bagi
kesinambungan fiskal. Hal ini diantaranya dengan tersedianya benchmark yield SBSN,
analisis terhadap kebutuhan pembiayaan APBN melalui SBSN, serta analisis mengenai
kondisi pasar keuangan secara umum, khususnya SBSN. Keberhasilan portofolio SBSN
yang optimal dan efektif melalui deviasi benchmark harga SBSN terhadap awarded bid
yields (WAY), deviasi proyeksi arus kas SBSN, serta persentase pelaksanaan update
informasi keuangan dan pasar SBSN.
Selama tahun 2010 s.d. 2014 realisasi analisis keuangan dan pasar SBSN adalah
sebagai berikut:
a. Deviasi benchmark harga SBSN terhadap awarded bid yields (WAY) selalu
memenuhi target yang ditetapkan dengan rincian sebagai berikut:
b. Deviasi proyeksi arus kas SBSN selalu memenuhi target yang ditetapkan dengan
rincian sebagai berikut:
Sejak tahun 2013 proyeksi arus kas SBSN tidak dilakukan lagi dikarenakan
proses tersebut telah dilakukan oleh Komite Assets Liability Management (ALM).
Akan tetapi pemantauan terhadap arus kas tetap dilakukan melalui penyusunan
Laporan Fiskal dan Pasar Uang SBSN yang dilakukan tiap bulannya dimulai dari Mei
2013. Laporan ini bertujuan untuk melakukan pemantauan terhadap kecukupan Pagu
DIPA SBSN disertai dengan analisis terkait kurs USD/Rp dalam hubungannya untuk
memproyeksikan belanja pembayaran imbalan/kewajiban lainnya SBSN dalam mata
uang USD.
c. Pelaksanaan Update informasi keuangan dan pasar SBSN
Pelaksanaan analisis update informasi keuangan dan pasar SBSN bertujuan
untuk menyediakan informasi terkini mengenai kondisi pasar keuangan dan SBSN,
baik domestik maupun internasional, termasuk di dalamnya informasi terkini
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
27
mengenai kondisi perekonomian domestik dan global. Hasil analisis market update
diharapkan dapat digunakan sebagai referensi kondisi pasar keuangan dan SBSN
terkini.
Adapun pelaksanaan update informasi keuangan dan pasar SBSN terdiri dari:
1) Market Update Harian
Penyusunan Market Update Harian dilakukan 1 (satu) kali setiap hari, yang berisi
data, informasi dan analisis tentang yield SBN (terutama SBSN), nilai tukar rupiah,
tingkat suku bunga, profil jatuh tempo SBSN, indeks saham dunia, harga minyak
dunia, perkembangan pasar sukuk internasional dan indikator makroekonomi.
2) Market Review Mingguan
Penyusunan Market Review Mingguan dilakukan 1 (satu) kali setiap minggu.
Laporan ini berisi data, informasi, dan analisis tentang kondisi pasar keuangan
global, perkembangan harga US Treasury, harga minyak dunia, perkembangan nilai
tukar Rupiah dan pasar saham domestik beserta faktor-faktor yang mempengaruh
indikator-indikator tersebut, data-data makroekonomi nasional, perkembangan pasar
uang domestik, pergerakan yield SBSN, perkembangan pasar sekunder SBSN
(perdagangan dan kepemilikan), prediksi kondisi pasar surat utang pada pekan
berikutnya, dan perkembangan pasar keuangan syariah domestik serta internasional.
3) Laporan Perdagangan dan Kepemilikan SBSN
Penyusunan Laporan Perdagangan dan Kepemilikan SBSN dilakukan 1 (satu)
kali setiap hari, yang berisi data, informasi dan analisis tentang porsi kepemilikan
SBSN dan aktivitas perdagangan SBSN harian.
4) Riset Preferensi Investor dan Potensi Permintaan SBSN
Penyusunan Riset Preferensi Investor dan Potensi Permintaan SBSN dilakukan
satu kali setiap tahun. Adapun riset ini dilakukan dalam rangka untuk memperoleh
deskripsi tentang persepsi dan preferensi investor terhadap SBSN, mengolah dan
menganalisis masukan dari investor atas kinerja pengelolaan SBSN, mengukur
potensi permintaan SBSN tahun berikutnya dan mengetahui konsensus pasar terkait
indikator makroekonomi.
5. Monitoring dan evaluasi kepatuhan pengelolaan SBSN yang efektif
Kegiatan ini merupakan upaya untuk mengetahui sejauh mana tingkat kepatuhan
terhadap ketentuan dan prosedur dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan SBSN.
Ketentuan dan prosedur yang dievaluasi adalah semua tahapan yang terdapat dalam
SOP yang dievaluasi oleh unit yang bertanggung jawab terhadap kepatuhan internal
DJPPR. Keberhasilan kegiatan ini diukur melalui tingkat kepatuhan pengelolaan SBSN
yang sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku.
D. PENGELOLAAN STRATEGI DAN PORTOFOLIO UTANG
Pencapaian dari pengelolaan strategi dan portofolio utang selama tahun 2010-2014 meliputi:
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
28
1. Perumusan landasan hukum pengelolaan utang yang berkualitas
Untuk memberikan landasan dan kepastian hukum dalam pelaksanaan pengelolaan
utang, maka perlu disusun peraturan dan kebijakan yang mendukung pengelolaan utang
yang berkualitas dan menjamin kepastian hukum. Keberhasilan rencana aksi ini diukur
melalui tersedianya peraturan dan keputusan yang mendukung dan sesuai dengan
kebutuhan pengelolaan utang.
Landasan hukum yang digunakan dalam pengelolaan strategi pengelolaan utang
meliputi peraturan yang berlaku dalam jangka panjang dan jangka pendek. Peraturan yang
berlaku jangka panjang antara lain UU tentang SUN, UU tentang Keuangan Negara, UU
tentang Perbendaharaan Negara, UU tentang SBSN, PP tentang Pinjaman Luar Negeri, PP
tentang Pinjamaan Dalam Negeri, dan PP tentang RPJMN tahun 2010-2014. Peraturan yang
berlaku dalam jangka panjang tersebut sebagian besar telah ditetapkan sebelum tahun
2010. Sedangkan peraturan yang berlaku dalam jangka pendek antara lain adalah UU APBN
yang ditetapkan dan berlaku setiap tahun, Keputusan Menteri Keuangan, dan Keputusan
Dirjen Pengelolaan Utang terkait strategi pengelolaan utang.
Landasan hukum pengelolaan utang tersebut selanjutnya digunakan sebagai acuan
untuk operasional pengelolaan utang, baik yang sifatnya tahunan maupun jangka
menengah. Apabila operasi pengelolaan utang, yang meliputi pemenuhan target
pembiayaan utang dan pengelolaan risiko serta biaya utang, dapat dilaksanakan dengan
baik maka landasan hukum pengelolaan utang dapat dianggap telah mencukupi. Namun
demikian, landasan hukum ini tidak bersifat kaku karena harus senantiasa di-review
dan/atau ditambah untuk mengakomodasi perkembangan kondisi pasar keuangan dan
situasi politik yang sangat dinamis.
2. Pengelolaan portofolio dan kewajiban utang yang optimal dan efektif
Rencana aksi ini dilakukan untuk mengupayakan struktur portofolio utang yang
optimal yaitu memiliki tingkat bunga yang minimal dengan tingkat risiko yang terkendali,
sehingga mendukung kesinambungan fiskal. Pencapaian pengelolaan portofolio dan
kewajiban utang yang optimal diukur melalui indikator-indikator seperti rasio beban bunga
terhadap rata-rata outstanding utang, penetapan dokumen Batas Maksimum Pinjaman, dan
penetapan dokumen monitoring dan analisa portofolio dan risiko utang.
Outstanding utang atau stok utang adalah jumlah pokok utang Pemerintah pada satu
waktu tertentu berdasarkan asumsi nilai tukar pada saat itu. Adapun beban bunga utang
adalah kewajiban yang harus dibayar akibat diperolehnya utang, termasuk kebutuhan untuk
pengelolaan risikonya. Bunga utang meliputi:
1. Bunga/imbal hasil atas outstanding utang,
2. Bunga /imbal hasil dan biaya atas pengadaan/penerbitan utang baru, dan
3. Biaya atas pengelolaan risiko utang seperti biaya buyback dan debt switch.
Adapun perkembangan rasio pembayaran bunga utang terhadap outstanding utang
selama periode 2007–2013 digambarkan pada tabel...... Secara umum, rasio beban utang
terhadap outstanding utang cenderung menurun. Beberapa hal menjadi faktor terkendalinya
beban utang. Pertama, low yield environment pada pasar keuangan dunia sebagai implikasi
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
29
dari kebijakan unconventional monetary policy yang diterapkan negara-negara advanced
economy seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, serta Jepang. Suku bunga kebijakan
mendekati 0%, sebagaimana tercermin pada rata-rata LIBOR 6 bulan yang terjun bebas dari
5,25% (2007) menjadi sekitar 0,33% - 0,52% selama tahun 2010-2014.
Kedua, membaiknya credit rating Indonesia yang berimplikasi pada semakin
rendahnya yield surat utang baru. Masuknya rating Indonesia ke area investment grade
terbukti mendorong penurunan biaya utang seiring dengan basis investor asing yang
semakin meluas serta tren aliran likuiditas ke emerging market yang meningkat. Ketiga,
faktor nilai tukar juga turut berpengaruh dengan dua sisi. Di satu sisi, pelemahan nilai tukar
rupiah akan meningkatkan minat investor asing masuk membeli SBN yang pada akhirnya
akan mendorong penurunan yield. Namun di sisi lain, pelemahan nilai tukar Rupiah akan
meningkatkan outstanding utang, khusus utang dalam valas yang dalam jangka panjang
akan meningkatkan beban utang.
Tabel I.14
Perkembangan rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang tahun 2010-2014
(dalam triliun rupiah)
No Uraian 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
LKPP
1 Pembayaran bunga utang
79,8 88,4 93,8 88,4 93,26 100.5 113,0 113.3
2 Rata-rata outstanding utang
1.345,8 1.513,1 1.613,4 1.633,8 1.745,3 1.893,3 2.176,6 2.601.2
3 Rata-rata kurs tengah USD
10.451 9.380 8.779 9.085 10.398 9.679 9.136 11.792
4 Rata-rata Libor 6 bulan
5,25 3,06 1,11 0,52 0,51 0,69 0,41 0.33
5 Rata-rata yield tenor 10 tahun
9.56 12.65 11.15 8.46 7.40 5.85 6.89 8.23
Rasio (1/2) 5.74% 5.40% 5.90% 5.26% 5.16% 5.08% 4.76% 4.65%
3. Penyusunan dokumen pembiayaan APBN melalui utang yang efektif
Penyusunan dokumen pembiayaan APBN melalui utang yang efektif berisi
penetapan target pembiayaan utang yang telah mempertimbangkan daya serap pasar SBN,
lending limit dari lender, dan target portofolio risiko utang sehingga pembiayaan utang melalui
APBN tidak hanya mempertimbangkan kebutuhan fiskal tetapi juga mempertimbangkan
kemampuan berutang secara wajar. Selain itu juga meliputi penetapan alokasi pembayaran
bunga utang yang optimal bagi pengelolaan utang dan ketersediaan ruang fiscal.
Untuk menjelaskan dan menguraikan bahwa pembiayaan utang telah dan akan
dilaksanakan secara efektif, disusun dokumen pembiayaan APBN/APBN-P. Dokumen
tersebut antara lain nota keuangan RAPBN/RAPBN-P, Laporan Realisasi Semester 1/
Prognosis Semester 2 tahun pada berjalan, dan dokumen jawaban Pemerintah atas
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
30
pertanyaan DPR. Dengan adanya dokumen tersebut maka masyarakat dan wakil rakyat di
DPR dapat mengetahui rencana dan realisasi pelaksanaan pembiayaan utang oleh
Pemerintah.
Mengingat proses penyusunan dokumen ini tidak hanya ditentukan oleh substansi
dokumen tetapi juga dibatasi oleh waktu dan periode APBN, maka keberhasilan kegiatan ini
diukur melalui penyusunan dokumen pembiayaan APBN melalui utang tepat waktu. Dengan
selesainya dokumen secara tepat waktu maka proses penetapan dan pelaksanaan APBN
akan berjalan sesuai dengan rencana yang telah disepakati oleh Pemerintah dan DPR.
4. Pengelolaan kewajiban kontijensi yang efisien
Pengelolaan kewajiban penjaminan Pemerintah dilakukan dengan menekan biaya
pinjaman sehingga menurunkan risiko jaminan pemerintah terhadap APBN. Jaminan
pemerintah dalam hal ini merupakan bentuk dukungan pemerintah tehadap pelaksana proyek
untuk mendapatkan pinjaman. Dengan adanya jaminan pemerintah, diharapkan dapat
menurunkan biaya pinjaman. Keberhasilan pengelolaan kewajiban penjaminan Pemerintah
diukur melalui tercapainya indikator kinerja utama (IKU) deviasi benchmark biaya pinjaman
terhadap biaya pinjaman yang dijamin, persentase persetujuan Menteri Keuangan atas
rekomendasi penjaminan dan efektifitas rekomendasi mitigasi risiko hasil monitoring
dokumen.
Sampai dengan bulan September 2014 jumlah penjaminan Pemerintah yang telah
diterbitkan adalah sebagai berikut :
a) Program percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan
batubara (proyek 10.000 MW tahap I) yaitu 30 surat jaminan untuk proyek pembangkit,
dan 4 surat jaminan untuk proyek transmisi dengan nilai total jaminan Pemerintah
sebesar Rp.36.106,0 miliar dan USD.3.958,7 juta.
b) Program percepatan penyediaan air minum yaitu 5 surat jaminan kepada 5 PDAM yaitu
PDAM Ciamis, PDAM Lombok Timur, PDAM Bogor, PDAM Malang dan PDAM
Banjarmasin dengan total nilai Rp205,2 miliar.
c) Program percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan energi
terbarukan, batubara, dan gas (proyek 10.000 MW tahap II) yaitu 5 surat jaminan
kelayakan usaha untuk 5 proyek PLTP, yaitu PLTP Rajabasa, PLTP Muaralaboh, PLTA
Wampu, PLTP Rantau Dedap, dan PLTP Sarulla dengan keseluruhan nilai proyek
sebesar USD3.503,7 juta.
d) Penjaminan Pemerintah untuk proyek kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha yang
dilakukan melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur (BUPI), diberikan kepada
proyek-proyek infrastruktur yang dilaksanakan dengan skema Kerjasama Pemerintah dan
Swasta (KPS). Mekanisme penjaminan atas proyek-proyek infrastruktur tersebut
dilakukan bersama antara Pemerintah dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT
PII). Pemerintah dan PT PII telah menandatangani 1 (satu) perjanjian penjaminan
bersama untuk proyek PLTU Jawa Tengah dengan kapasitas 2 x 1.000 MW (Central
Java Power Plant/CJPP), dengan nilai proyek yang diperkirakan mencapai USD3.200,-
juta.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
31
Pemerintah telah mengalokasikan anggaran kewajiban penjaminan Pemerintah untuk
melaksanakan penjaminan percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik, percepatan
penyediaan air minum, dan proyek infrastruktur dengan skema Kerjasama Pemerintah dan
Swasta (KPS). Perkembangan anggaran kewajiban penjaminan selama 2010 – 2014
disajikan dalam tabel sebagai berikut :
Tabel I.15
Perkembangan Anggaran Kewajiban Penjaminan, 2010 – 2014
(Miliar Rupiah)
No Uraian 2010 2011 2012 2013 2014
APBN-P APBN-P APBN-P APBN-P APBN-P
1 Percepatan Pembangunan
Pembangkit Tenaga Listrik yang
Menggunakan Batubara
1,000.0 889.0 623.3 611.2 913.7
2 Percepatan Penyediaan Air Minum 50.0 15.0 10.0 35.0 2.22
3 Proyek Kerjasama Pemerintah
dengan badan usaha melalui
Badan Usaha Penjaminan
Infrastruktur
- - - 59.8 48.2
Jumlah 1,050.0 904.0 633.3 706.0 964.1
Dalam masa periode 2010 sd September 2014, pihak yang dijamin oleh Pemerintah
yaitu PT PLN dan PDAM tidak pernah mengalami default. PT PLN masih mampu melunasi
kewajiban kreditnya dalam program 10.000 MW tahap I. PDAM juga masih mampu melunasi
kewajiban kreditnya dalam program penyediaan air minum. Begitu juga dengan proyek
kerjasama Pemerintah dengan badan usaha yang dilakukan melalui Badan Usaha
Penjaminan Infrastruktur juga tidak mengalami default.
Dalam hal pengelolaan dana cadangan penjaminan, Pemerintah telah
memindahbukukan anggaran kewajiban penjaminan Pemerintah yang tidak terealisasi hingga
triwulan ketiga tahun berkenaan ke dalam rekening dana cadangan penjaminan. Hingga
September 2014, rekening dana cadangan penjaminan Pemerintah mempunyai saldo
Rp706,0 miliar, yang merupakan pemindahbukuan dari alokasi anggaran kewajiban
penjaminan Pemerintah tahun 2013.
5. Membina hubungan kreditor dan investor yang efektif
Kegiatan monitoring dan evaluasi kepatuhan dan manajemen risiko yang efektif
dalam pengelolaan utang dilakukan dalam rangka meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan
kegiatan pengelolaan utang. Keberhasilan dari kegiatan dimaksud dapat diukur melalui
tingkat kepatuhan pengelolaan utang yang sesuai dengan prosedur serta jumlah dokumen
monitoring peraturan perundang-undangan dan dokumen review manajemen risiko. Selain itu
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
32
keberhasilan harus didukung oleh pengendalian dan penurunan tingkat risiko yang telah
diidentifikasi sebelumnya. Penurunan tingkat risiko dapat dilakukan melalui penurunan
dampak dan/atau konsekuensi dari risiko.
6. Monitoring dan evaluasi kepatuhan dan manajemen risiko yang efektif dalam
pengelolaan utang
Kegiatan monitoring dan evaluasi kepatuhan dan manajemen risiko yang efektif dalam
pengelolaan utang dilakukan dalam rangka meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan kegiatan
pengelolaan utang. Keberhasilan dari kegiatan dimaksud dapat diukur melalui tingkat
kepatuhan pengelolaan utang yang sesuai dengan prosedur serta jumlah dokumen
monitoring peraturan perundang-undangan dan dokumen review manajemen risiko.
E. PELAKSANAAN EVALUASI, AKUNTANSI, DAN SETELMEN
Kegiatan pelaksanaan evaluasi, akuntansi dan setelmen merupakan salah satu unsur
penting dalam mendukung terwujudnya strategi pengelolaan utang yang efektif. Peran strategis
pelaksanaan tersebut berkaitan dengan pengelolaan APBN baik dari sisi penerimaan pembiayaan
yang berasal dari pinjaman, Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara maupun
dari sisi belanja negara berupa pembayaran pokok, bunga dan biaya utang. Peran strategis
lainnya adalah dalam rangka mewujudkan transparansi dan akuntabillitas penyediaan laporan
pengelolaan utang kepada para stakeholders.
Kegiatan pelaksanaan evaluasi, akuntansi dan setelmen tersebut dilakukan dengan tujuan
untuk mencapai terwujudnya pelaksanaan penyelesaian pembayaran kewajiban, verifikasi dan
administrasi, monitoring dan evaluasi dan pelaksanaan akuntansi dan pelaporan yang
profesional, efektif, transparan, dan akuntabel. Selama periode 2010-2014, pelaksanaan evaluasi,
akuntansi dan setelmen yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan
dan Risiko telah memenuhi target Renstra DJPPR Tahun 2010-2014 yang telah ditetapkan.
Dalam Renstra periode 2010-2014, terdapat empat tema utama yaitu monitoring dan
evaluasi pinjaman dan hibah, verifikasi dan administrasi pinjaman dan hibah, penyelesaian
pembayaran kewajiban utang, pelaksanaan akuntansi dan pelaporan utang dan hibah. Direktorat
Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen mempunyai peran yang strategis berkaitan dengan
pengelolaan APBN baik dari sisi penerimaan pembiayaan yang berasal dari pinjaman, surat
berharga negara maupun dari sisi belanja negara berupa pembayaran pokok, bunga dan biaya
utang lainnya.
Dalam rangka melayani stakeholder serta menjalankan tugas dan fungsinya sebagai unit
yang merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang evaluasi,
akuntansi, dan setelmen, Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen. telah melaksanakan
beberapa upaya perbaikan kinerja pelaksanaan evaluasi, akuntansi dan setelmen yang
dituangkan dalam rencana kerja 2010-2014. Di bawah ini, diuraikan pencapaian rencana kerja
pengelolaan pinjaman dan hibah yang lebih terperinci berdasarkan indikator kinerja yang
ditetapkan tahun 2010-2014, yaitu sebagai berikut:
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
33
1. Perumusan peraturan yang berkualitas
Perumusan peraturan meliputi peraturan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas
dan fungsi setelmen transaksi, administrasi dan verifikasi, monitoring dan evaluasi, akuntansi
dan pelaporan, serta sistem informasi utang. Peraturan disusun sebagai landasan dan
kepastian hukum dalam mendukung pelaksanaan kegiatan evaluasi, akuntansi dan setelmen
utang.
Dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik serta penerapan prinsip
akuntabilitas dan transparansi, diperlukan peraturan sebagai payung hukum dalam
implementasi kebijakan pelaksanaan yang terkait dengan tugas dan fungsi. Pada tahun
2014, telah diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 92/MK.08/2014 tanggal
19 Mei 2014 tentang Pelaksanaan Belanja Hibah ke Pemerintah Asing / Lembaga Asing.
Peraturan tersebut memberikan payung hukum bagi pelaksanaan pemberian hibah
pemerintah Indonesia ke penerima hibah di luar negeri. PMK tersebut melengkapi tugas dan
fungsi PPA BUN Pengelolaan Hibah (BA 999.02) sebagaimana yang diamanatkan oleh
Pasal 5 PMK Nomor 177/PMK.02/2014 tentang Tata Cara Perencanaan, Penelaahan, dan
Penetapan Alokasi Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang salah
satunya adalah memfasilitasi pelaksanaan belanja hibah kepada Pemerintah / Lembaga
Asing
2. Monitoring dan evaluasi pinjaman, hibah dan project based sukuk (PBS)
Kegiatan monitoring dan evaluasi Pinjaman dan hibah serta Pembiayaan Proyek
melalui penerbitan SBSN dilakukan dengan sasaran untuk mengetahui perkembangan dan
kondisi dalam setiap tahapan pelaksanaan kegiatan proyek yang dibiayai oleh Pinjaman dan
Hibah maupun melalui penerbitan SBSN, melaksanakan analisis masalah dan memberikan
rekomendasi yang tepat dalam penyelesaian masalah agar menurunkan prosentase kategori
at risk sesuai perhitungan Progress Variant untuk proyek yang dibiayai Pinjaman serta
menurunkan prosentase kriteria rendah sesuai Perhitungan Gap Penyerapan Dana untuk
pembiayaan proyek melalui penerbitan SBSN (Project Based Sukuk).
Realisasi penyerapan pinjaman luar negeri disusun dalam bentuk laporan
perkembangan pinjaman luar negeri yang diterbitkan secara tepat waktu sebagai perwujudan
dari amanat pasal 77 ayat 1 PP Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan
Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah. Laporan tersebut telah diterbitkan sejak tahun
2007 secara triwulanan.
Berdasarkan data realisasi penyerapan pinjaman luar negeri, telah dilakukan
monitoring dan evaluasi atas perkembangan pinjaman luar negeri sehingga dapat diketahui
perkembangan jumlah pinjaman dengan tingkat progress variant terhadap pinjaman yang
masuk kategori berisiko (at risk) dibandingkan dengan total pinjaman yang aktif tahun 2010
sampai dengan 2014 sebagai berikut:
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
34
Bentuk monitoring evaluasi atas pembiayaan proyek melalui penerbitan SBSN adalah
dengan melakukan pemantauan terhadap realisasi penyerapan anggaran sebagaimana
amanat pasal 21 PP No 56 Tahun 2011 tentang Pembiayaan Proyek Melalui Penerbitan
Surat Berharga Syariah Negara. Pemantauan dimaksud baru efektif dilaksanakan sejak tahun
2014, dikarenakan kegiatan proyek yang dibiayai melalui penerbitan SBSN serta perangkat
peraturan pemantauannya baru ada pada tahun 2014 yakni sejak terbitnya PMK
No. Uraian Rata-rata %
Progress Varian
Active Loan
At Risk Loan
1 Tahun 2010 24,70%
- Triwulan I 26,98% 189 51
- Triwulan II 26,49% 185 49
- Triwulan III 23,94% 188 45
- Triwulan IV 21,39% 187 47
2 Tahun 2011 24,35%
- Triwulan I 24,74% 190 47
- Triwulan II 24,37% 197 48
- Triwulan III 26,00% 200 52
- Triwulan IV 22,28% 193 43
3 Tahun 2012 23,25%
- Triwulan I 23,63% 182 43
- Triwulan II 22,10% 181 40
- Triwulan III 22,41% 174 39
- Triwulan IV 24,86% 177 44
4 Tahun 2013 19,58%
- Triwulan I 21,71% 175 38
- Triwulan II 17,53% 194 34
- Triwulan III 16,13% 186 39
- Triwulan IV 22,95% 183 44
5 Tahun 2014 21,19%
- Triwulan I 22,67% 172 39
- Triwulan II 21,67% 180 39
- Triwulan III 20,97% 186 39
- Triwulan IV 24,26% 183 44
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
35
44/PMK.08/2014 tentang Tata Cara Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan Pembiayaan
Proyek/Kegiatan Melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara.
Pemantauan dimaksud dilakukan berdasarkan laporan triwulanan yang dilakukan oleh
pemrakarsa proyek, dengan cara membandingkan rencana awal penarikan dana dengan
realisasi penyerapannya, yang kemudian dilakukan evaluasi terhadap realisasi dengan
membuat kriteria tertentu berdasarkan metode penghitungan gap penyerapan dana yang
diatur dalam PMK 44/PMK.08/2014.
Realisasi penyerapan dana DIPA atas pembiayaan tiga (3) proyek melalui penerbitan
Surat Berharga Syariah Negara pada tahun 2014 adalah sebagai berikut:
(i) Revitalisasi dan Pengembangan Asrama Haji sebesar 97,97%, dimana realisasi
penyerapannya termasuk dalam kategori baik.
(ii) Pembangunan Jalur Ganda Cirebon Kroya sebesar 97,97%, dimana realisasi
penyerapannya termasuk dalam kategori baik.
(iii) Pembangunan Double-Double Track (DDT) Manggarai sebesar 41,25%, dimana realisasi
penyerapannya termasuk dalam kategori kurang.
3. Administrasi dan verifikasi atas utang dan hibah
Kegiatan administrasi dan verifikasi atas utang dan hibah dilakukan untuk
mewujudkan pelaksanaan pembayaran kewajiban utang secara tepat waktu, tepat jumlah
dan tepat sasaran serta menghindari terjadinya kerugian negara.
Penatausahaan pinjaman dan hibah yang dilakukan meliputi pengadministrasian
dokumen perjanjian, dokumen penarikan, penerbitan nomor registrasi dan pengarsipan
dokumen terkait pinjaman dan hibah.
Ketepatan pembayaran kewajiban utang dilaksanakan dengan melakukan verifikasi
terhadap kebenaran dokumen penarikan/Notice of Disbursement (NoD) dan dokumen
tagihan/Notice of Payment (NoP) berdasarkan ketentuan pada naskah perjanjian pinjaman
dan hibah.
Penataan arsip pinjaman dan hibah per 31 Desember 2014 dilakukan terhadap 11.473
salinan naskah perjanjian pinjaman dan hibah yang terdiri dari
1. 4.956 salinan dokumen naskah perjanjian pinjaman (303 status aktif, 1.517 status fully
disbursed, 3.080 status fully paid, 59 status cancelled),
2. 6.506 salinan naskah perjanjian hibah, dan
3. 8 salinan naskah belanja hibah.
Penataan juga dilakukan melalui proses modernisasi filing system, yaitu dengan
melakukan pengalihmediaan dokumen tersebut kedalam bentuk digital dan pengembangan
aplikasi e-document yang berbasis web serta telah di-upload ke aplikasi e-document.
Dalam rangka mendukung pengelolaan pinjaman luar negeri pemerintah untuk proses
penatausahaan, analisis dan pemantauan dini atas kewajiban pembayaran pinjaman dan
hibah, telah dibangun dan diimplementasikan aplikasi registrasi terhitung mulai tanggal 17
Juli 2014 dan early warning system terhitung mulai tanggal 8 Oktober 2014.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
36
Verifikasi dokumen tagihan atau Notice of Payment (NoP) dilakukan terhadap seluruh
dokumen tagihan pembayaran kewajiban utang dan dokumen lainnya terkait lainnya untuk
menjamin pelaksanaan pembayaran kewajiban utang secara tepat waktu, tepat jumlah dan
tepat sasaran, serta untuk menghindari terjadinya kerugian negara.
4. Penyelesaian pembayaran kewajiban utang
Kegiatan penyelesaian pembayaran kewajiban utang meliputi penyelesaian
pembayaran pokok, bunga dan biaya atas pinjaman luar negeri, surat berharga negara.
Kegiatan ini dilaksanakan sebagai bentuk pemenuhan kewajiban Pemerintah atas utang
yang telah dilakukan dalam rangka pembiyaan APBN.
Direktorat EAS melakukan pembayaran kewajiban utang berdasarkan tagihan yang
telah dikirim oleh lender/agen pembayar/pihak ketiga lainnya dengan menerbitkan Surat
Perintah Membayar (SPM) dan disampaikan kepada Direktorat Pembinaan Kas Negara,
Ditjen Perbendaharaan.
Ketepatan kewajiban pembayaran utang dilaksanakan selain mengacu kepada
NPPLN (Naskah Perjanjian Pinjaman Luar Negeri), Terms and Conditions juga bergantung
kepada tagihan atau Notice of Payment (NOP) dan bukti penarikan atau Notice of
Disbursement (NOD) yang diterbitkan oleh Pemberi Pinjaman (Lender)/agen
pembayar/pihak ketiga lainnya. Keterlambatan penerimaan tagihan dan bukti penarikan
sangat berpengaruh terhadap ketepatan waktu dan ketepatan jumlah yang harus dibayar.
Secara umum pencapaian pembayaran utang secara tepat waktu, tepat jumlah dan
tepat sasaran selama periode tahun 2010-2014 dapat dilaksanakan dengan baik.
Perkembangan realisasi pembayaran utang antara Tahun Anggaran 2009 sampai dengan
Tahun Anggaran 2013 sebagaimana tercantum pada tabel di bawah ini.
Tabel I.17 Realiasi Pembayaran Utang TA 2010 - 2014
(dalam triliun rupiah)
No Jenis Pengeluaran TA
2010 TA
2011 TA
2012 TA
2013 TA
2014
1 Pokok dan buyback SBN 76,532 87,272 123,267 103,216 174,609
2 Cicilan pokok utang luar negeri 50,633 47,323 51,155 57,204 62,423
3 Bunga utang dalam negeri 60,159 65,577 70,044 98,314 118,839
4 Bunga utang luar negeri 26,903 26,436 29,856 14,324 14,601
J u m l a h 209,823 214,226 226,608 274,322 370,472
Sedangkan perkembangan realisasi efektif penarikan pinjaman dan hibah luar negeri
(PHLN) antara Tahun Anggaran 2010 sampai dengan Tahun Anggaran 2014 sebagaimana
tercantum pada tabel di bawah ini:
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
37
Tabel 1.18 Realisasi Penarikan Efektif PHLN TA 2010 - 2014
(dalam triliun rupiah)
No Jenis Pinjaman/Hibah TA 2010 TA 2011 TA 2012 TA 2013 TA 2014
1 Pinjaman Program
OECF/JBIC/JICA 4.59 0.87 3.89
Bilateral Lainnya 2.71 3.68
World Bank 15.34 10.76 8.62 9.60 9.22
ADB 6.37 3.65 5.80 4.90 4.86
Multilateral Lainnya
Sub Total 29.01 15.28 14.42 18.39 17.76
2 Pinjaman Proyek
Bilateral 14.58 12.09 10.95 16.17 14.32
Multilateral 7.92 4.56 5.02 6.07 20.36
Commercial Bank 2.64 2.23 1.99 12.87 13.42
Suppliers 0.03 0.02
Sub Total 25.17 18.90 17.96 35.11 48.10
3 Pendapatan Hibah
3.1 Luar Negeri 3.08 3.81 5.09 4.95 3.99
Bilateral 0.37 0.74 1.82 2.38 1.73
Multilateral 2.70 3.06 3.27 2.57 2.26
Lainnya 0.01 0.01
3.2 Dalam Negeri 0.18 0.83 0.96 1.45 0.95
Sub Total 3.26 4.64 6.05 6.40 4.94
J u m l a h 57.44 38.82 38.43 59.90 70.80
5. Akuntansi dan pelaporan terkait dengan pengelolaan utang dan hibah
Kegiatan akuntansi dan pelaporan dalam rangka transparansi dan akuntabilitas
pengelolaan utang dan hibah tercermin dalam bentuk penyajian laporan pengelolaan utang
kepada stakeholder yang dilakukan secara periodik dan laporan pertanggungjawaban
keuangan pemerintah atas pengelolaan utang dan hibah.
Perkembangan jenis, jumlah laporan, dan realisasi laporan pengelolaan utang Direktorat
Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen selama tahun 2010 sampai dengan 2014 sebagai berikut :
No. Laporan 2010 2011 2012 2013 2014
1 Profil Utang Pemerintah Pusat
12
12
12
12
12
2 LK BA Pengelolaan Utang
2
2
2
2
2
3 LK BA Pengelolaan Hibah
2
2
2
2
2
4 Laporan Perkembangan Pinjaman dan Hibah
4 4 4 4 4
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
38
5
Laporan Hasil Monitoring dan Evaluasi Proyek yang dibiayai PHLN / Laporan Hasil Monitoring Perkembangan Proyek yang Dibiayai SBSN
4
4
4
4
4
6 Laporan Realisasi Pembayaran Utang 12 12 12 12 12
7 Laporan Nomor Register Loan/Grant Agreement
12 12 12 12 12
8 Statistik Utang Luar Negeri Indonesia
12
12
12
12
12
9 Laporan Central Government Debt/Laporan Statistik Utang Sektor Publik Indonesia
4 4 4 4 4
J u m l a h 64 64 64 64 64
Laporan Keuangan Bagian Anggaran Pengelolaan Utang (BA 999.01) dan Laporan
Keuangan Bagian Anggaran Pengelolaan Hibah (999.02) disusun secara periodik
(semesteran dan tahunan) dan disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK
RI) untuk dilakukan audit dan mendapatkan opini. Perkembangan hasil audit BPK
sebagai eksternal auditor terhadap LKPP BA Pengelolaan Utang dan Hibah mulai tahun
2010 sampai dengan tahun 2014, sebagai berikut :
No. Laporan 2010 2011 2012 2013* 2014
1 LK BA Pengelolaan Utang (999.01)
WTP WTP WTP DPP - -
2 LK BA Pengelolaan Hibah (999.02)
WDP WDP WTP DPP - -
Keterangan:
1. WTP = Wajar Tanpa Pengecualian 2. WDP = Wajar Dengan Pengecualian 3. WTP DPP = Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelas
Untuk Laporan Keuangan (LK) Bagian Anggaran 999.01 dan 999.02 tahun 2013 dan 2014, opini
BPK diberikan kepada LK Bendahara Umum Negara tidak ke LK BA
F. PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI
Reformasi birokrasi merupakan amanat dari Keputusan Menteri Keuangan Nomor
185/KMK.01/2012 tentang Road Map reformasi Birokrasi Kementerian keuangan tahun 2010-
2014.. Proses reformasi birokrasi tidak terlepas dengan adanya Undang-undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara yang menyebutkan bahwa pengelolaan keuangan negara
dilakukan secara transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan
kepatutan. Reformasi birokrasi di DJPPR telah dilaksanakan berdasarkan 3 pilar utama, yaitu
penataan organisasi, penyempurnaan proses bisnis, dan peningkatan manajemen sumber daya
manusia (SDM). Penyusunan Indikator Kinerja Utama (IKU) dan pengembangan teknologi
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
39
informasi (TI) menjadi unsur pendukung yang berperan penting dalam menunjang pelaksanaan
agenda reformasi birokrasi tersebut.
1. Penataan Organisasi DJPPR
Sejak dibentuk pada tahun 2007, terus dilakukan pengkajian penataan organisasi
DJPU untuk mendapatkan bentuk organisasi DJPU yang ideal, khususnya untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi.
Pada tahun 2009 dilakukan penataan organisasi DJPU sejalan dengan adanya
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.01/2009 bahwa penataan organisasi di
lingkungan Departemen Keuangan harus dilakukan secara berkesinambungan untuk
merespon dinamika perubahan lingkungan dan tuntutan publik, baik sebagai regulator
maupun sebagai pemberi layanan kepada masyarakat.
Sejalan dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) yang berdampak pada perubahan organisasi pada Bapepam-LK,
Kementerian Keuangan menjadi bagian OJK, maka Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
menjadi satu-satunya unit di lingkungan Kementerian Keuangan yang berhubungan langsung
dengan pasar keuangan domestik dan internasional, sehingga fungsi yang ada perlu
dikembangkan. Untuk itulah DJPU kembali mengusulkan penataan organisasi pada akhir
tahun 2014 sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 14 tahun 2014 yang mengubah
nomenklatur DJPU menjadi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
(DJPPR) dengan melakukan penguatan organisasi sebagai berikut:
1) Pemisahan fungsi Bagian Organisasi dan Ketatalaksanaan dengan Bagian Sumber
Daya Manusia
Dalam program Treasury Transformation, untuk memperkuat hubungan dengan
investor, DJP2R harus mempunyai unit khusus yang mengelola investor relation (IR).
Tujuannya adalah untuk menerapkan strategi IR yang ditargetkan dalam rangka
mendiversifikasi basis investor dan memfokuskan pada investor yang berisiko terhadap
situasi keuangan Indonesia. Sehubungan dengan terbatasnya struktur organisasi yang
ada, saat ini DJP2R belum mempunyai unit khusus yang mengelola IR.
Untuk menjawab problematika di atas, DJP2R akan membentuk suatu unit khusus
yang mengelola investor relation pada tahun 2015 yang sementara waktu akan
dilakukan oleh unit eselon IV di Bagian Organisasi dan Ketatalaksanaan, Sekretariat
Direktorat Jenderal yang bertindak sebagai koordinator/kelompok kerja kehumasan,
layanan informasi dan hubungan investor. Hal ini sejalan dengan rekomendasi dalam
program Treasury Transformation.
Target atas rekomendasi ini adalah DJP2R ke depan mampu untuk
mendiversifikasi basis investor dan memfokuskan pada investor yang berisiko terhadap
situasi keuangan Indonesia. Selanjutnya dengan adanya program Transformasi
Kelembagaan yang membutuhkan unit yang berdedikasi untuk mengkoordinasikan
pelaksanaan Transformasi Kelembagaan maka diperlukan pemisahan fungsi Bagian
Organisasi dan Ketatalaksanaan dengan Bagian Sumber Daya Manusia
2) Mengalihkan satu unit eselon II di BKF ke DJP2R, yaitu Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
(PPRF)
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
40
Selama ini, pengelolaan risiko dilakukan secara tidak holistik, yaitu tersebar di
berbagai unit eselon I, (DJPU dan BKF). Hal ini mengakibatkan assessment/penilaian
dan mitigasi risiko yang dihadapi APBN dan perekonomian nasional menjadi tidak
komprehensif dan tidak cepat.
Sebagai unit pengelola pembiayaan dan risiko, DJP2R mempunyai tanggung
jawab melakukan pengelolaan risiko keuangan negara secara terintegrasi, yaitu risiko
utang, risiko APBN, risiko BUMN, risiko lembaga keuangan, dan risiko kerjasama
Pemerintah dengan badan usaha. Untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut, usaha
yang dilakukan dalam rangka menyatukan pegelolaan dan mitigasi risiko adalah dengan
cara mengalihkan satu unit eselon II di BKF ke DJP2R, yaitu Pusat Pengelolaan Risiko
Fiskal (PPRF). Langkah ini tertuang dalam Treasury Function pada salah satu program
Transformasi Kelembagan yaitu “To ensure government sovereign financial risk is
managed prudently and holistically”.
3) Pembentukan unit yang mengelola asset liability management (ALM)
Kondisi saat ini aktivitas pengelolaan kas masih dilakukan secara parsial dan
belum terintegrasi, yaitu antara lain ditandai dengan:
a. Belum menerapkan prinsip efektif banking dan cash management. Melainkan hanya
fokus pada compliance issues, misalnya pemenuhan terhadap ketentuan
administratif terkait alokasi anggaran dan ketentuan akuntansi;
b. Belum optimalnya pemanfaatan dana dalam APBN menyebabkan adanya idle-cash
dalam jumlah besar;
c. Belum adanya proyeksi arus kas APBN yang akurat, terutama karena realisasi
penyerapan anggaran oleh Kementerian/Lembaga yang rendah dan interval
penerimaan dan pengeluaran anggaran yang masih bervariasi.
Guna mengatasi permasalahan-permasalahan di atas, perlu dilaksanakan fungsi
treasury oleh Kementerian keuangan secara optimal khususnya terintegrasinya
pengelolaan utang dan pengelolaan kas dalam kerangka Asset-Liability Management
(ALM), yang ditandai dengan:
a. Pengelolaan cash management secara efisien dan responsif, yaitu dengan
menerbitkan instrumen pembiayaan pada saat mengalami shortage atau
sebaliknya aktif melakukan investasi kas dengan membeli surat utang jangka
pendek atau bentuk investasi kas lain pada saat terjadi surplus anggaran;
b. Tersedianya IT ALM System yang diharapkan dapat membantu proses
pengambilan keputusan menetapkan kebutuhan dan timing pembiayaan.
Saat ini Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko merupakan
salah satu unit yang mendapatkan tugas untuk mengembangkan IT dan infrastruktur
dalam kerangka Asset-Liability Management (ALM). Dalam rangka penyusunan kajian
dan rekomendasi framework penerapan ALM, pelaksanaan koordinasi dengan unit-unit
terkait dalam penerapan ALM, pelaksanaan konsolidasi data dalam rangka mendukung
penyusunan framework penerapan ALM serta penyusunan rekomendasi kebijakan ALM
diperlukan penataan organisasi dan penajaman tugas dan fungsi unit DJP2R
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
41
4) Membentuk suatu APEC PPP Experts Advisory Panel dengan PPP Center di bawah
Kementerian Keuangan RI sebagai proyek percontohan yang nantinya akan
ditempatkan di DJPU dengan nomenklatur Direktorat Pengelolaan Dukungan
Pemerintah dan Pembiayan Infrastruktur.
Peranan pembangunan infrastruktur dalam suatu perekonomian sangat penting
dan strategis. Kecukupan infrastruktur merupakan salah satu faktor penting dalam
menentukan daya saing perekonomian nasional, efisiensi dan produktifitas dunia usaha,
penciptaan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan
pendapatan. Keberadaan infrastruktur di Indonesia mengalami “defisit (gap)” atau jauh
dari cukup, hal ini terutama disebabkan tidak cukupnya investasi infrastruktur dalam
beberapa tahun terakhir.
Kebutuhan pembiayaan investasi infrastruktur sangat besar dan ini tidak mungkin
dibiayai hanya dari APBN. Oleh karena itu, keikutsertaan dunia usaha dalam investasi
infrastruktur merupakan suatu keharusan, sebagaimana telah terjadi di berbagai negara,
baik negara maju maupun negara berkembang. Mekanisme kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha (Public Private Partnership/PPP) yang transparan dan akuntabel
merupakan solusi/jalan keluar.
Pada tanggal 8 Oktober 2013, para pemimpin negara APEC juga berkomitmen
untuk meningkatkan investasi infrastruktur di kawasan APEC dan menyetujui proposal
dari Finance Ministers. Proses mengenai pendirian APEC PPP Experts Advisory Panel
dengan PPP Center di bawah Kementerian Keuangan RI sebagai proyek percontohan.
Komitmen tersebut tertuang dalam APEC Economic Leaders' Declaration (AELD) 2013.
Perkembangan terkini PPP Center ini akan dilaporkan oleh Indonesia dalam forum-
forum APEC yang akan datang.
Melalui pembentukan PPP Center ini, diharapkan Indonesia mampu membiayai
proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang mampu mendorong pertumbuhan
ekonomi nasional tanpa harus mengandalkan pembiayaan yang berasal dari utang di
tengah keterbatasan kapasitas pembiayaan APBN.
Berdasarkan hasil rapat yang diselenggarakan antara DJPU, Biro Organisasi dan
Ketatalaksanaan (Organta) dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) pada tanggal 27
September 2014 di Hotel Swissbel, Jakarta, perwakilan Kemenpan-RB telah menyetujui
usulan penataan organisasi yang diajukan oleh DJPPR.
Selanjutnya pada tanggal 10 Desember 2014, PMK tentang penataan organisasi
DJPPR telah resmi diterbitkan. Dengan ditetapkannya PMK nomor 206 Tahun 2014,
maka saat ini DJPU telah resmi berganti menjadi Direktorat jenderal pengelolaan
Pembiayaan dan Risiko (DJPPR).
2. Peningkatan Kualitas Pengelolaan Kinerja
Dalam rangka memastikan pencapaian sasaran dan tujuan organisasi yang meliputi
reformasi birokrasi, Kementerian Keuangan telah menetapkan sistem pengelolaan kinerja
berbasis Balanced Scorecard (BSC) sejak tahun 2007. Berkaitan dengan hal tersebut,
perbaikan senantiasa dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan kinerja
dan mengakomodasi berbagai dinamika yang muncul, sebagaimana tercermin pada
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
42
penyempurnaan berbagai dasar hukum pengelolaan kinerja melalui: Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 12/KMK.01/2010 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Departemen
Keuangan, yang kemudian disempurnakan melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor
454/KMK.01/2011 Tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan dan
pada tahun 2014 disempurnakan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
467/KMK.01/2014. Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang yang selanjutnya menjadi
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, sebagai salah satu unit Eselon I di
lingkungan Kementerian Keuangan, telah menerapkan sistem pengelolaan kinerja
sebagaimana tersebut di atas. Bahkan, dalam rangka mengakomodasi karakteristik
organisasi unit Eselon I, sebagai petunjuk teknis pelaksanaan sistem pengelolaan kinerja,
telah ditetapkan Keputusan Direktorat Jenderal PU nomor KEP-23/PU/2012 dan KEP-
34/PU/2012 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Direktorat Jenderal
Pengelolaan Utang.
Sampai dengan periode 2010-2014, dalam rangka penerapan sistem pengelolaan
kinerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang telah dilakukan hal-hal sebagai
berikut:
1) Pelaksanaan internalisasi sistem pengelolaan kinerja kepada seluruh pegawai DJPU
melalui berbagai format antara lain: sosialisasi, pelatihan, sharing sessions, dan mail list;
2) Reviu konsep Kontrak Kinerja seluruh pegawai DJPU dari level Kemenkeu-One sampai
dengan Kemenkeu-Five, dalam rangka memastikan terdapat alignment baik secara
vertikal maupun horizontal dan telah memenuhi standar pengelolaan kinerja sesuai
karakteristik DJPU, serta selaras dengan berbagai dokumen manajerial antara lain:
Kebijakan Strategis Kementerian Keuangan (KSKK), Blueprint Transformasi
Kelembagaan Kementerian Keuangan, Renstra Kementerian Keuangan dan DJPU,
RKA-KL DJPU, Strategi Pengelolaan Utang, dokumen manajemen risiko, dan IT
Strategy;
3) Penerapan BSC sebagai pengukuran kinerja organisasi dan individu pegawai melalui
penetapan Kontrak Kinerja pada seluruh level pegawai struktural;
4) Penerapan standar pengelolaan kinerja sesuai karakteristik DJPU, dalam rangka
mendorong implementasi indikator kinerja utama yang berkualitas dengan target kinerja
yang challenging;
5) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi terhadap pencapaian target kinerja pada setiap
unit kerja dan individu pegawai secara berjenjang dan rutin, yaitu bulanan dan
triwulanan;
6) Pelaksanaan berbagai kajian dan penyusunan rekomendasi dalam rangka mendukung
peningkatan kualitas pengelolaan kinerja;
7) Pelaksanaan validasi data capaian kinerja dalam rangka meningkatkan reliability
penilaian capaian kinerja;
8) Penerapan penilaian perilaku 360 derajat berdasarkan nilai-nilai dan perilaku utama
Kementerian Keuangan untuk seluruh level pegawai struktural;
9) Pemanfaatan nilai capaian kinerja dan perilaku pegawai antara lain sebagai dasar
evaluasi peringkat jabatan, mutasi atau promosi, dan penentuan financial reward.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
43
Pada periode 2015-2019 perlu dilakukan penyempurnaan lebih lanjut terhadap
pelaksanaan pengelolaan kinerja melalui strategi sebagai berikut:
1. Meningkatkan pelaksanaan internalisasi sistem pengelolaan kinerja kepada seluruh
pegawai dalam rangka updating ketentuan dan standar yang berlaku serta meningkatkan
pemahaman dan awareness seluruh pegawai terkait dengan pengelolaan kinerja;
2. Menyempurnakan siklus tahapan pelaksanaan sistem pengelolaan kinerja dalam rangka
meningkatkan keselarasan dan sinergi antara manajemen kinerja dengan area
manajemen lain seperti: manajemen perencanaan organisasi, manajemen keuangan,
manajemen SDM, manajemen risiko, dan manajemen kepatuhan;
3. Meningkatkan penerapan prinsip-prinsip Strategy Focused Organization dalam
pengelolaan kinerja khususnya untuk eksekusi strategi secara efektif;
4. Meningkatkan kapasitas unit pengelola kinerja terutama pada aspek kelembagaan dan
kompetensi SDM;
5. Menyempurnakan standar pengelolaan kinerja organisasi agar selaras dengan
karakteristik, dinamika, dan kebutuhan organisasi, untuk mendorong proses continuous
improvement dalam rangka akselerasi peningkatan kinerja dan pencapaian tujuan
organisasi;
6. Meningkatkan kualitas dan cakupan kajian serta validasi data capaian kinerja dalam
rangka peningkatan reliability penerapan sistem pengelolaan kinerja;
7. Meningkatkan pemanfaatan hasil penilaian kinerja pada berbagai area secara lebih luas
dan konsisten..
Berikut akan disampaikan Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama yang
ditetapkan pada tahun 2010-2014, yang mewakili kinerja DJPU.
Tabel I.19 Perkembangan IKU Kemenkeu One DJPU Tahun 2010-2014
Sasaran Strategis
2010 2011 2012 2013 2014
Pembiayaan
yang aman bagi
kesinambungan
fiskal
Pembiayaan
dalam jumlah
yang cukup,
efisien, dan
aman bagi
kesinambungan
fiskal
Pembiayaan
dalam jumlah
yang cukup,
efisien, dan
aman untuk
mendukung
kesinambungan
fiskal
Pembiayaan
dalam jumlah
yang cukup,
efisien, dan
risiko yang
terukur untuk
mendukung
kesinambungan
fiskal
Pembiayaan
yang aman
untuk
mendukung
kesinambungan
fiskal
Transparansi Transparansi
pengelolaan
utang
- - -
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
44
Sasaran Strategis
2010 2011 2012 2013 2014
Akuntabilitas Akuntabilitas
pengelolaan
utang
- - -
- - Akuntabilitas
pengelolaan
utang dan
hibah
Akuntabilitas
pengelolaan
utang dan hibah
-
Kredibilitas Kredibilitas
pengelolaan
utang
- Kredibilitas
pengelolaan
utang
-
- - Kredibilitas dan
Transparansi
pengelolaan
utang
- -
- - - - Pengelolaan
utang dan hibah
yang akuntabel
dan kredibel
Perumusan
strategi dan
kebijakan
pengelolaan
utang yang
berkualitas
Perumusan
strategi dan
kebijakan
pengelolaan
utang yang
berkualitas
Perumusan
strategi dan
kebijakan
pengelolaan
utang yang
berkualitas
- -
- - - Perumusan
kebijakan
pengelolaan
utang yang
berkualitas
-
- - - Peningkatan
edukasi
masyarakat dan
pelaku ekonomi
terkait
pengelolaan
-
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
45
Sasaran Strategis
2010 2011 2012 2013 2014
utang
Pengelolaan
portofolio dan
kewajiban utang
yang optimal
dan efektif
- - - -
- Pengelolaan
portofolio utang
yang optimal
Pengelolaan
portofolio utang
yang optimal
Pengelolaan
portofolio utang
yang optimal
- - - - Pinjaman yang
efektif dan
efisien
- - - - Biaya dan risiko
portofolio utang
yang terkendali
Pengembangan
pasar SBN yang
dalam, aktif, dan
likuid
Pengembangan
pasar SBN yang
dalam, aktif, dan
likuid
Pengembangan
pasar SBN
yang dalam,
aktif, dan likuid
Pasar SBN yang
likuid, dalam,
dan stabil
Pasar SBN yang
likuid, dalam,
dan stabil
- Pengelolaan
kewajiban utang
yang efektif
Pengelolaan
kewajiban
utang yang
efektif
- -
- - - Pengadaan
pinjaman yang
selektif
-
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
46
Sasaran Strategis
2010 2011 2012 2013 2014
Monitoring dan
evaluasi
kepatuhan yang
efektif dalam
pengelolaan
utang
Monitoring dan
evaluasi
kepatuhan yang
efektif dalam
pengelolaan
utang
Monitoring dan
evaluasi
kepatuhan
pengelolaan
utang yang
efektif
Monitoring dan
evaluasi
kepatuhan
pengelolaan
utang yang
efektif
-
- - - - Pengelolaan
utang yang taat
prosedur
Pembentukan
SDM yang
berintegritas dan
berkompetensi
tinggi
Pembentukan
SDM yang
berkompetensi
tinggi
Pembentukan
SDM yang
berkompetensi
tinggi
SDM yang
berkompetensi
tinggi
SDM yang
kompetitif
Pengembangan
organisasi yang
handal dan
modern
Penataan
organisasi yang
andal
Penataan
organisasi yang
adaptif
Organisasi yang
adaptif
Organisasi sehat
yang berkinerja
tinggi
Pembangunan
sistem TIK yang
terintegrasi
Perwujudan
sistem TIK yang
terintegrasi
Perwujudan
sistem TIK
yang
terintegrasi
Perwujudan TIK
yang terintegrasi
Sistem informasi
manajemen
yang terintegrasi
Pengelolaan
anggaran yang
optimal
Pengelolaan
anggaran yang
optimal
Pelaksanaan
anggaran yang
optimal
Pelaksanaan
anggaran yang
optimal
Pelaksanaan
anggaran yang
optimal
Tabel I.20 Perkembangan IKU Kemenkeu One DJPU Tahun 2010-2014
Indikator Kinerja Utama
2010 2011 2012 2013 2014
Pemenuhan
target
pembiayaan
Persentase
pemenuhan
target
Persentase
pemenuhan
target
Persentase
pengadaan
utang sesuai
Persentase
pengadaan
utang sesuai
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
47
Indikator Kinerja Utama
2010 2011 2012 2013 2014
melalui utang pembiayaan
melalui utang
yang cukup,
efisien, dan
aman
pembiayaan
melalui utang
yang cukup*
kebutuhan
pembiayaan*
kebutuhan
pembiayaan
Pencapaian
effective cost
Persentase
pencapaian
target effective
cost
Persentase
pencapaian
target effective
cost*
Persentase
pencapaian
target effective
cost*
Persentase
pencapaian
target effective
cost
Persentase
pemenuhan
struktur
portofolio utang
sesuai dengan
strategi
Persentase
pemenuhan
struktur
portofolio utang
sesuai dengan
strategi
Persentase
pemenuhan
target risiko
portofolio
utang*
Persentase
pemenuhan
target risiko
portofolio utang*
Persentase
pemenuhan
target risiko
portofolio utang
Ketersediaan
informasi dalam
rangka
transparansi
pengelolaan
utang
Persentase
publikasi dalam
rangka
transparansi
pengelolaan
utang
- - -
- - - Indeks kepuasan
pengguna
layanan*
Indeks kepuasan
pengguna
layanan
Opini BPK
terhadap LK BA
Pengelolaan
Utang
Opini BPK
terhadap LK BA
Pengelolaan
Utang dan Hibah
Opini BPK
terhadap LK BA
Pengelolaan
Utang dan
Hibah
Rata-rata indeks
opini BPK atas
LK BA
Pengelolaan
Utang dan Hibah
Rata-rata indeks
opini BPK atas
LK BA
Pengelolaan
Utang dan Hibah
Pembayaran
utang tepat
waktu, tepat
jumlah, dan
tepat sasaran
Persentase
pembayaran
utang tepat
waktu, tepat
jumlah, dan
tepat sasaran
Pembayaran
utang tepat
waktu, tepat
jumlah, dan
tepat sasaran
Persentase
pembayaran
utang tepat
waktu, tepat
jumlah, dan
tepat sasaran
Tingkat akurasi
pembayaran
kewajiban utang
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
48
Indikator Kinerja Utama
2010 2011 2012 2013 2014
- Indeks kepuasan
pengguna
layanan
Indeks
kepuasan
pengguna
layanan*
- -
Jumlah
peraturan dan
keputusan yang
mendukung
pengelolaan
utang
Persentase
penyediaan
peraturan dan
keputusan yang
mendukung
pengelolaan
utang
Persentase
penyediaan
peraturan yang
mendukung
pengembangan
pasar dan
pengelolaan
portofolio utang
Persentase
penyediaan
strategi/pedoma
n/
kebijakan dalam
rangka
peningkatan
kualitas
pengelolaan
utang
-
Tersedianya
dokumen
strategi
pengelolaan
utang
Persentase
penyelesaian
dokumen
strategi
pengelolaan
utang
Persentase
penyusunan
dokumen
strategi
pembiayaan
tahunan melalui
utang
- -
- - Persentase
pelaksanaan
kajian
restrukturisasi
Surat Utang
Pemerintah
dalam rangka
ALM
- -
Peningkatan
pemahaman
masyarakat dan
pelaku ekonomi
terhadap
pengelolaan
SBN
Tingkat
efektifitas
edukasi dan
komunikasi
Tingkat
efektifitas
edukasi dan
komunikasi*
Tingkat
efektivitas
edukasi dan
komunikasi
Tingkat
efektivitas
edukasi dan
komunikasi
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
49
Indikator Kinerja Utama
2010 2011 2012 2013 2014
Partisipasi
investor dalam
penerbitan SBN
Persentase
jumlah nominal
penawaran yang
masuk dalam
transaksi SBN
rupiah terhadap
target indikatif
Spread WAY
yang
dimenangkan
dengan highest
yield awarded
(tail)
- -
Efektivitas
instrumen
pembiayaan
baru
- - - -
- - - Persentase
pencapaian
tingkat likuiditas
pasar SBN (Turn
Over Ratio)
Persentase
pencapaian
tingkat likuiditas
pasar SBN (Turn
Over Ratio)
- - - Persentase
pertumbuhan
jumlah nominal
kepemilikan
SBN tradable
oleh investor
domestik
Persentase
pertumbuhan
jumlah nominal
kepemilikan
SBN tradable
oleh investor
domestik
- - - Persentase
implementasi
CMP pasar SBN
yang
mendukung
stabilitas sektor
keuangan
-
- - - Persentase
kegiatan yang
disiapkan yang
sesuai dengan
Kebijakan
Pemanfaatan
Pinjaman Luar
-
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
50
Indikator Kinerja Utama
2010 2011 2012 2013 2014
Negeri
- - - Persentase
pinjaman
program yang
mempersyaratka
n policy matrix
-
- - - Persentase
usulan kegiatan
yang akan
dibiayai dengan
Pinjaman Luar
Negeri
≤ USD 50 Juta
-
- - - - Tingkat
efektivitas dan
efisiensi
pinjaman
Rasio beban
bunga terhadap
rata-rata
outstanding
utang
Rasio beban
bunga terhadap
rata-rata
outstanding
utang
Rasio beban
bunga terhadap
rata-rata
outstanding
utang
Rasio
pembayaran
bunga utang
terhadap
outstanding
-
- Akurasi
penetapan
yield/imbalan
SBN dan biaya
pinjaman
terhadap
benchmark
Akurasi
penetapan
yield/imbalan
SBN dan biaya
pinjaman
terhadap
benchmark
- -
- Persentase
pemenuhan
target
pembiayaan
melalui utang
yang bersumber
dari dalam
- - -
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
51
Indikator Kinerja Utama
2010 2011 2012 2013 2014
negeri
- - - Persentase suku
bunga SPN 3
bulan terhadap
tingkat inflasi
-
Persentase
dokumen
tagihan yang
diverifikasi
secara tepat
waktu
Persentase
dokumen
tagihan yang
diverifikasi
secara tepat
waktu
Persentase
dokumen
tagihan yang
diverifikasi
secara tepat
waktu
- -
- - - Persentase
keberhasilan
mencegah
terjadinya
default badan
usaha yang
dijamin dan
cross default
pembayaran
klaim
Tingkat
efektivitas
pengendalian
risiko default
badan usaha
yang dijamin
Tingkat
kepatuhan
pengelolaan
utang yang
sesuai dengan
ketentuan dan
prosedur yang
berlaku
Persentase
tingkat
kepatuhan
pengelolaan
utang yang
sesuai dengan
ketentuan dan
prosedur yang
berlaku
Persentase
tingkat
kepatuhan
dalam
pengelolaan
utang
Persentase
tingkat
kepatuhan
dalam
pengelolaan
utang
-
- - - - Tingkat
penerapan
pengendalian
intern
- Rata-rata
persentase
Rata-rata
persentase
- -
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
52
Indikator Kinerja Utama
2010 2011 2012 2013 2014
realisasi janji
layanan
unggulan
realisasi janji
layanan
unggulan
- - Indeks
ketepatan
waktu
penyelesaian
tindak lanjut
Instruksi
Presiden
Indeks
ketepatan waktu
penyelesaian
tindak lanjut
Instruksi
Presiden
-
Persentase
pejabat yang
telah memenuhi
standar
kompetensi
jabatannya
Persentase
pejabat yang
telah memenuhi
standar
kompetensi
jabatannya
Persentase
pejabat yang
telah memenuhi
standar
kompetensi
jabatannya
Persentase
pejabat yang
telah memenuhi
standar
kompetensi
jabatan
Persentase
pejabat yang
telah memenuhi
standar
kompetensi
jabatan
- - - Persentase
pegawai yang
memenuhi
standar jamlat
-
Jumlah pegawai
yang dijatuhi
hukuman disiplin
sedang/berat
- - - -
Persentase jam
pelatihan
pegawai DJPU
terhadap jam
kerja
Rasio jam
pelatihan
pegawai DJPU
dibandingkan
jam kerja
- - -
- Persentase
penyusunan
Standard
Kompetensi
Jabatan (Hard
Competency)
- - -
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
53
Indikator Kinerja Utama
2010 2011 2012 2013 2014
- - Persentase
pemenuhan
pelatihan
pegawai sesuai
dengan gap
kompetensi
pegawai (hard
competency)
- -
Persentase
penyelesaian
penataan/moder
nisasi organisasi
- - - -
Persentase
penyelesaian
SOP
Persentase
penyelesaian
SOP
- - -
Jumlah
dokumen
perencanaan
dan evaluasi
kinerja
organisasi
Jumlah
dokumen
perencanaan
dan evaluasi
kinerja
organisasi
- - -
- Persentase UPR
yang
menerapkan
manajemen
risiko
Persentase
mitigasi risiko
yang selesai
dijalankan
- -
- - - Tingkat
kematangan
implementasi
manajemen
risiko
-
- - Indeks
reformasi
birokrasi
Nilai reformasi
birokrasi
-
- - Indeks - -
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
54
Indikator Kinerja Utama
2010 2011 2012 2013 2014
Kepuasan
pegawai
- - Persentase
policy
recommendatio
n hasil
pengawasan
yang
ditindaklanjuti
Persentase
policy
recommendation
hasil
pengawasan
yang
ditindaklanjuti
-
- - - - Indeks
Kesehatan
Organisasi
- - - - Persentase
implementasi
inisiatif
Transformasi
Kelembagaan
Sistem aplikasi
TIK di bidang
pengelolaan
utang yang
terimplementasi
sesuai rencana
- - - -
- Persentase
pengembangan
database utang
yang terintegrasi
Persentase
pengembangan
database utang
yang
terintegrasi
- -
- - Persentase
akurasi data
SIMPEG
Persentase
akurasi data
SIMPEG
-
- - - Persentase
penyelesaian
pembangunan
sistem informasi
-
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
55
Indikator Kinerja Utama
2010 2011 2012 2013 2014
yang
mendukung
proses bisnis
- - - Persentase
pertukaran data
oleh unit
Eselon I
-
- - - - Persentase
pencapaian
target proses
bisnis DJPU
yang didukung
TIK
Persentase
penyerapan
DIPA
Persentase
penyerapan
DIPA (non
belanja pegawai)
Persentase
penyerapan
DIPA (non
belanja
pegawai)
Persentase
penyerapan
DIPA (non
belanja pegawai)
-
Persentase
ketepatan
perencanaan
anggaran dan
kinerja
Persentase
pencapaian
penyerapan
anggaran dan
kinerja output
- - -
- - - Persentase
penyelesaian
kegiatan belanja
modal dalam
DIPA
-
- - - - Persentase
penyerapan
anggaran dan
pencapaian
output belanja
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
56
3. Peningkatan Kualitas Penerapan Pengendalian Intern
Penerapan pengendalian intern dilaksanakan menyatu dan menjadi bagian integral dari kegiatan DJPPR, sebagaimana diamanatkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Pembangunan dan penguatan fungsi pengendalian intern di lingkungan Kementerian Keuangan dilaksanakan melalui peningkatan penerapan pengendalian intern oleh pimpinan dan seluruh pegawai di Kementerian Keuangan. Sebagai landasan hukumnya, ditetapkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 152/KMK.09/2011 tentang Peningkatan Penerapan Pengendalian Intern di Lingkungan Kementerian Keuangan. Penerapan pengendalian intern di Kementerian Keuangan mengacu pula pada konsep Tiga Lini Pertahanan, yaitu:
1) Lini pertahanan pertama adalah manajemen dan seluruh pegawai yang melaksanakan proses bisnis;
2) Lini pertahanan kedua merupakan fungsi pemantauan; dan
3) Lini pertahanan ketiga adalah fungsi auditor internal.
Berdasarkan KMK Nomor 152/KMK.09/2011 dan konsep pengendalian tersebut, peningkatan penerapan pengendalian intern dilaksanakan dengan membentuk fungsi Unit Kontrol Intern (UKI) pada setiap unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan, sebagai lini pertahanan kedua. Pembentukan UKI sesuai pula dengan pelaksanaan salah satu unsur SPIP dalam PP Nomor 60 Tahun 2008, yaitu unsur pemantauan pengendalian intern.
Dalam implementasinya, pemantauan pengendalian intern dilakukan dengan berdasarkan kepada KMK Nomor 152/KMK.09/2011 dan Nomor 32 Tahun 2013 tentang Kerangka Kerja Penerapan Pengendalian Intern dan Pedoman Teknis Pemantauan Pengendalian Intern di Lingkungan Kementerian Keuangan. Sesuai KMK tersebut, UKI menjalankan fungsi sebagai pelaksana pemantauan atas penerapan pengendalian intern pada unitnya masing-masing.
Fungsi UKI sebagai pelaksana pemantauan pengendalian intern pada DJPPR dilakukan oleh Bagian Kepatuhan Internal pada Sekretariat Direktorat Jenderal. Sampai dengan tahun 2014, secara umum telah dilaksanakan ha-hal sebagai berikut:
1) Pemantauan pengendalian intern secara berkala terhadap 6 (enam) kegiatan utama DJPPR
2) Penyusunan perangkat dan mekanisme kerja pemantauan pengendalian intern terhadap tambahan 6 (enam) kegiatan DJPPR
3) Perbaikan proses bisnis di lingkungan DJPPR berdasarkan hasil pemantauan pengendalian intern maupun hasil kajian pelaksanaan proses bisnis.
Berdasarkan hasil pemantauan pengendalian intern yang telah dilaksanakan dari tahun 2011, tingkat pengendalian intern atas seluruh kegiatan yang dipantau telah dilaksanakan dengan baik, yaitu dengan rata-rata tingkat kepatuhan sebagai berikut:
Tabel I.16
Rata-rata Tingkat Kepatuhan Pengendalian Intern
No Tahun Jumlah kegiatan yang dipantau
Rata-rata tingkat kepatuhan
1 2011 1 kegiatan 99,67%
2 2012 6 kegiatan 98,39%
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
57
3 2013 6 kegiatan 99.79%
4 2014 10 kegiatan 98,3%
Selain itu, pada tahun 2014 telah dilaksanakan pemantauan Efektivitas Implementasi Dan Kecukupan Rancangan (EIKR) dengan simpulan efektif dengan pengecualian, mengingat terdapat satu temuan yang berpengaruh cukup material terhadap proses bisnis, yaitu terkait adanya beberapa pegawai mengalami overload beban kerja dan terdapat beberapa posisi jabatan yang belum terisi.
4. Peningkatan Kualitas Pengelolaan Manajemen Risiko
Manajemen risiko sekurang-kurangnya terdiri atas:
a. identifikasi risiko yang dilaksanakan setidaknya dengan:
(1) menggunakan metodologi yang sesuai untuk tujuan Instansi Pemerintah dan tujuan pada tingkatan kegiatan secara komprehensif;
(2) menggunakan mekanisme yang memadai untuk mengenali risiko dari faktor eksternal dan faktor internal; dan,
(3) menilai faktor lain yang dapat meningkatkan risiko.
b. analisis risiko yang dilaksanakan untuk menentukan dampak dari risiko yang telah diidentifikasi terhadap pencapaian tujuan Instansi.
Di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor …. tentang struktur oganisasi Kementerian Keuangan, pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko fungsi pengendalian intern dilaksanakan oleh Sekretariat Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c.q. Bagian Kepatuhan Internal pada sedangkan fungsi pengelolaan manajemen risiko dilaksanakan oleh Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara.
Bagian Kepatuhan Internal pada Sekretariat Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko mempunyai tugas melaksanakan pemantauan atas kepatuhan, pengelolaan kinerja, serta penelaahan rancangan peraturan di tingkat direktorat jenderal. Sedangkan, Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pengelolaan risiko keuangan negara berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh direktur jenderal.
Sebelumnya, di periode tahun 2010-2015, pengelolaan manajemen risiko secara ad-hoc dilaksanakan oleh Sekretariat Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c.q. Bagian Kepatuhan Internal.
Dengan dilaksanakannya pengelolaan manajemen risiko di periode tahun 2015-2019 pada satu unit Eselon II yaitu Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara, diharapkan pengelolaan manajemen risiko akan lebih baik lagi dan fungsi pengendalian intern pada Sekretariat Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c.q. Bagian Kepatuhan Internal akan lebih fokus dan fair dalam melaksanakan tugasnya.
5. Penyempurnaan Uraian Jabatan, SOP dan ABK
Penyempurnaan uraian jabatan, SOP, serta ABK secara berkesinambungan diperlukan untuk
memperlancar proses bisnis dari organisasi DJPPR. Strategi yang akan dilaksanakan dalam
rangka penyempurnaan proses bisnis tersebut, yaitu:
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
58
1) melakukan sinkronisasi antara uraian jabatan, SOP, dan ABK agar keterkaitan antara
ketiga dokumen tersebut serta arahan pada pelaksanaan setiap kegiatan lebih jelas. Hal
ini juga dilakukan untuk menjaga sinkronisasi dan konsistensi antara ketiga dokumen
tersebut;
2) melakukan penambahan SOP yang sebelumnya belum ada;
3) melakukan standarisasi SOP bidang Tata Usaha;
4) penyempurnaan uraian jabatan, SOP, serta ABK dilakukan pula untuk menyesuaikan
dengan penataan organisasi. Jika usulan penataan organisasi disetujui, maka harus
ditindaklanjuti dengan penyempurnaan pada uraian jabatan, SOP, serta ABK tersebut.
Oleh karena itu diperlukan koordinasi yang lebih intensif dengan unit terkait, yaitu Biro
Organisasi dan Ketatalaksanaan serta unit Eselon II di lingkungan DJPPR.
6. Pengelolaan SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi
Pengelolaan SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi meliputi perencanaan,
pembinaan, dan pengembangan SDM. Kegiatan ini dilaksanakan untuk meningkatkan
kualitas pengelolaan utang dengan dilihat dari segi SDM yang dimiliki. Pengelolaan SDM
tersebut diukur melalui tercapainya persentase pemenuhan kebutuhan diklat kompetensi per
pegawai serta persentase jam pelatihan pegawai DJPPR terhadap jam kerja. Diklat
kompetensi yang dilaksanakan tersebut terdiri dari diklat hard competency dan soft
competency.
7. Pengelolaan sistem dan prosedur kerja secara efektif
Pengelolaan sistem dan prosedur kerja yang efektif yang dimaksud menyangkut tata
kelola organisasi yang meliputi penyusunan review peraturan/ keputusan, evaluasi standar
dan prosedur kerja, serta evaluasi organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Keberhasilan
pengelolaan sistem dan prosedur standar kerja secara efektif dapat diukur melalui
tercapainya persentase target review draft peraturan/keputusan, penyelesaian SOP, serta
penyelesaian uraian jabatan.
8. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang optimal
Keberhasilan pemanfaatan TIK diukur melalui tercapainya persentase target
pemanfaatan penggunaan peralatan TIK serta penyelesaian komplain pemanfaatan TIK.
Rencana aksi ini dilaksanakan untuk menunjang kinerja di lingkungan DJPPR.
9. Pengelolaan keuangan dan kekayaan negara yang akuntabel
Pengelolaan keuangan dan kekayaan negara yang akuntabel ditujukan untuk
mewujudkan data keuangan dan kekayaan negara tingkat satuan kerja yang valid, akurat,
dan tepat waktu dalam pelaporannya. Keberhasilan kegiatan tersebut diukur melalui
tercapainya persentase target kesesuaian data rekonsiliasi keuangan, kesesuaian data
rekonsiliasi BMN, serta ketepatan waktu penyelesaian SPM.
6. Pengelolaan administrasi yang tertib
Kegiatan pengelolaan administrasi yang tertib menjadi tugas pendukung yang
penting dalam menjalankan fungsi administrasi DJPPR. Dengan administrasi yang tertib
maka pengelolaan secara keseluruhan dapat berjalan dengan baik. Keberhasilan kegiatan ini
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
59
diukur melalui tercapainya persentase target realisasi pengadaan barang, pembangunan tata
kelola arsip DJPPR, serta pemeliharaan BMN
1.2 ASPIRASI MASYARAKAT (KESEHATAN ORGANISASI)
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko memiliki posisi yang cukup krusial di
Kementerian Keuangan karena memiliki rentang tugas dan fungsi yang luas dan strategis. Hampir
seluruh aspek pembiayaan negara berhubungan langsung dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh
DJPPR. Dengan kedudukannya yang strategis, maka penataan kelembagaan yang baik merupakan
prasyarat agar DJPPR dapat menjalankan tugas pokok dan fungsinya secara optimal.
Dalam rangka mewujudkan organisasi yang sehat dan mendukung pelaksanaan tugas dan
fungsi DJPPR, perlu diwujudkan kesetaraan kesejahteraan dengan memperhatikan beban kerja
yang menjadi tanggungjawab setiap unit di DJPPR. Hal ini untuk mencegah terjadinya perbedaan
insentif kinerja yang diterima mengingat belum meratanya insentif kinerja yang diberikan kepada
setiap unit di DJPPR. Apabila hal ini masih berlangsung, maka akan menyebabkan demoralisasi
dan penurunan kinerja di masing-masing unit.
Dalam tiga tahun terakhir, DJPPR melakukan survei untuk mengetahui tingkat kepuasan
masyarakat/stakeholder atas pelayanan yang diberikan oleh DJPPR. Berbeda dengan layanan
yang disediakan oleh Direktorat Jenderal lainnya di lingkungan Kementerian Keuangan, survei
kepuasan stakeholders Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, baru dilakukan
pada tahun 2011. Layanan yang disurvei, sebagaimana desain survei ini adalah layanan unggulan
DJPPR. Survei pada layanan unggulan ini merupakan representasi untuk mengukur kinerja dan
tingkat kepuasan stakeholders terhadap layanan yang diberikan DJPPR.
Penilaian kinerja birokrasi publik, disamping menggunakan indikator-indikator yang melekat
pada birokrasi seperti efisiensi dan efektivitias, tetapi juga harus melihat indikator yang melekat
pada pengguna jasa, seperti kepuasan pengguna jasa (stakeholders), akuntabilitas, dan
responsivitas. Penilaian kinerja dari sisi pengguna jasa menjadi sangat penting karena birokrasi
publik seringkali memiliki kewenangan monopolis sehingga para pengguna jasa tidak memiliki
alternatif sumber pelayanan.
Hasil dari survei menunjukkan peningkatan trend skor Indeks Kepuasan Pengguna Layanan
dari tahun ke tahun. Indeks Kepuasan Pengguna Layanan DJPPR (skala likert 1-5) dari tahun 2011
sampai dengan 2013 adalah sebagaimana dalam grafik berikut :
4.02
3.77
4.04
3.7
3.8
3.9
4.0
4.1
2011 2012 2013
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
60
Adapun hasil survey Indeks Kepuasan Pengguna Layanan DJPPR dibandingkan dengan
eselon I lain di Kementerian Keuangan (skala likert 1-5) dari tahun 2011 sampai 2013 adalah
sebagaimana dalam grafik berikut :
Sumber : Sekretariat Jenderal – Kementerian Keuangan
Namun demikian, menurut hasil survei dimaksud terdapat hal yang perlu ditingkatkan dalam rangka
pelayanan kepada stakeholder oleh Kementerian Keuangan di masa yang akan datang. Hal yang
perlu ditingkatkan tersebut adalah terkait dengan waktu penyelesaian pelayanan. Menurut hasil
survei, meskipun waktu penyelesaian pelayanan pada tahun 2013 sudah jauh lebih baik
dibandingkan tahun sebelumnya, namun posisinya masih dinilai kurang dari harapan.
Sementara itu, survey kesehatan organisasi DJPU tahun 2014 dapat dilihat pada grafik berikut
2.50 2.70 2.90 3.10 3.30 3.50 3.70 3.90 4.10 4.30 4.50
2011 2012 2013
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
61
Hasil survei MOFIN DJPU tahun 2014 menunjukkan bahwa secara keseluruhan DJPU memiliki
skor kesehatan organisasi yang cukup tinggi, yaitu 76. Nilai ini berada di atas target IKU Indeks
Kesehatan Organisasi DJPU tahun 2014 sebesar 68. Skor ini menunjukkan bahwa 76 persen
pegawai DJPU menyatakan bahwa unit organisasinya telah menjalankan praktik-praktik yang
mendukung kesehatan organisasinya dengan frekuensi yang cukup tinggi.
Koordinasi dan kendali serta kepemimpinan merupakan dimensi kesehatan organisasi yang
memiliki skor yang relatif tinggi, didorong oleh standar profesional dan manajemen operasional yang
baik, serta gaya kepemimpinan yang konsultatif. Budaya dan iklim kerja juga memperoleh skor yang
cukup baik didorong oleh indikator keterbukaan dan kepercayaan serta disiplin operasional; namun,
kompetisi internal yang rendah menarik skor dimensi ini ke bawah.
Di sisi lain, pegawai DJPU saat ini merasa memiliki motivasi yang rendah, disebabkan karena
insentif keuangan yang tidak sesuai dengan beban pekerjaan saat ini dan kesempatan karir yang
terbatas. Selanjutnya, pada dimensi arahan, para pegawai merasa bahwa saat ini DJPU perlu
memperbaiki kejelasan strategi yang didasarkan pada visi dan misi yang ingin dicapai serta lebih
melibatkan pegawai untuk berperan di dalam melaksanakan strategi di DJPU.
Pada tahun 2013 dan 2014, terdapat 6 (enam) indikator yang selama dua tahun terakhirmemiliki skor
yang relatif tinggi dibandingkan dengan indikator-indikator kesehatan organisasi lainnya, yaitu:
1. Standar profesional, yaitu penggunaan standar, kebijakan, dan aturan yang jelas untuk
memastikan kepatuhan (compliance). DJPPR memperoleh skor standar profesional sebesar 73
pada tahun 2013 dan 92 pada tahun 2014;
2. Kejelasan peran, yaitu akuntabilitas yang dilandasi dengan struktur, peran, dan tanggung jawab
yang jelas. DJPPR memperoleh skor kejelasan peran sebesar 69 pada tahun 2013 dan 91 pada
tahun 2014;
3. Manajemen operasional, yaitu koordinasi dan pengendalian yang memfokuskan pada indikator
kinerja utama dan target operasional untuk memonitor dan mengelola kinerja organisasi. DJPPR
memperoleh skor manajemen operasional sebesar 73 pada tahun 2013 dan 90 pada tahun 2014;
4. Disiplin operasional, yaitu budaya dan iklim kerja yang mengutamakan standar perilaku dan
kinerja yang jelas, didukung dengan pengawasan yang melekat. DJPPR memperoleh skor disiplin
operasional sebesar 65 pada tahun 2013 dan 89 pada tahun 2014;
5. Hubungan kelembagaan dan masyarakat, yaitu usaha untuk membangun hubungan yang kuat
dengan publik, masyarakat setempat, serta lembaga pemerintah lain. DJPPR memperoleh skor
hubungan kelembagaan dan masyarakat sebesar 74 pada tahun 2013 dan 88 pada tahun 2014;
6. Kemitraan kerja, yaitu usaha untuk membangun dan menjaga jejaring kemitraan dengan institusi
atau lembaga lain. DJPPR memperoleh skor kemitraan kerja sebesar 65 pada tahun 2013 dan 85
pada tahun 2014.
Skor standar profesional yang tinggi menunjukkan karakteristik dari sebuah institusi
pemerintahan dan merupakan hal yang wajar, mengingat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
DJPPR dibatasi oleh banyaknya aturan-aturan yang ada, yang secara langsung berhubungan
dengan tugas pokok di bidang pengelolaan pinjaman maupun aturan yang mengatur fungsi-fungsi
pendukung, seperti organisasi, kepegawaian, dan keuangan.
Di sisi lain, terdapat 6 (enam) indikator yang secara konsisten memiliki skor yang relatif rendah,
yaitu:
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
62
1. Insentif keuangan, yaitu penggunaan insentif keuangan berdasarkan capaian kinerja untuk
memotivasi pegawai. DJPPR memperoleh skor insentif keuangan sebesar 31 pada tahun 2013
dan 48 pada tahun 2014;
2. Manajemen konsekuensi, yaitu akuntabilitas yang dilandasi dengan menghubungkan imbalan dan
konsekuensi dengan kinerja individu. DJPPR memperoleh skor manajemen konsekuensi sebesar
36 pada tahun 2013 dan 54 pada tahun 2014;
3. Kesempatan karir, yaitu pengembangan karir yang memberikan motivasi kepada pegawai.
DJPPR memperoleh skor kesempatan karir sebesar 46 pada tahun 2013 dan 62 pada tahun
2014;
4. Penghargaan dan pengakuan, yaitu pemberian pengakuan dan penghargaan non-finansial untuk
mendorong kinerja yang tinggi. DJPPR memperoleh skor penghargaan dan pengakuan sebesar
38 pada tahun 2013 dan 64 pada tahun 2014;
5. Keterlibatan pegawai, yaitu terlibatnya pegawai di dalam dialog mengenai arah organisasi dan
diskusi mengenai peran pegawai dalam mencapainya. DJPPR memperoleh skor keterlibatan
pegawai sebesar 42 pada tahun 2013 dan 67 pada tahun 2014;
6. Pimpinan yang inspiratif, yaitu jajaran pimpinan yang dapat menginspirasi pegawai melalui
dorongan, bimbingan, dan pengakuan. DJPPR memperoleh skor pimpinan yang inspiratif sebesar
47 pada tahun 2013 dan 69 pada tahun 2014.
Empat dari keenam indikator di atas, yaitu insentif keuangan, kesempatan karir, penghargaan
dan pengakuan, dan pimpinan yang inspiratif, termasuk ke dalam dimensi motivasi, sehingga
menyebabkan nilai dimensi tersebut relatif rendah. Dengan demikian, peningkatan motivasi
merupakan hal yang perlu menjadi prioritas untuk menjaga kesehatan organisasi internal di DJPPR.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
63
1.3 ANALISIS SWOT (POTENSI DAN PERMASALAHAN) PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN
RISIKO
A. ANALISIS SWOT PENGELOLAAN PINJAMAN
Strengths (kekuatan)
1. Instrumen pinjaman sebagai salah satu
alternatif sumber pembiayaan kegiatan
pembangunan nasional dimanfaatkan
secara cermat dan tepat.
2. Terdapatnya fleksibilitas pembiayaan
melalui pinjaman tunai untuk membiayai
defisit APBN.
Weaknesses (kelemahan)
1. Belum selarasnya pelaksanaan
pinjaman luar negeri untuk pembiayaan
kegiatan yang bersifat multiyears (tahun
jamak) dengan siklus penganggaran dan
pelaksanaan anggaran
2. Belum terdapat kejelasan arah kebijakan
jangka menengah/panjang pemanfaatan
pinjaman luar negeri.
Opportunities (peluang)
1. Kondisi perekonomian yang baik antara lain
ditandai dengan prospek pertumbuhan
ekonomi yang relatif tinggi dan peningkatan
jumlah investasi total di Indonesia
2. Potensi peningkatan level investment grade
yang lebih baik untuk sovereign credit
rating Indonesia
Threats (tantangan)
1. Masih rendahnya tingkat penyerapan
(low disbursement) pinjaman akibat
tertundanya pelaksanaan kegiatan.
2. lemahnya perencanaan dan penyiapan
kegiatan
3. Masih terbatasnya sektor kegiatan yang
bisa dibiayai melalui pinjaman dalam
negeri.
4. Belum optimalnya pemanfaatan
pinjaman luar negeri berdampak pada
efisiensi dan efektifitas pelaksanaan
kegiatan yang dibiayai dengan pinjaman
sehingga output dan outcomes tidak
sesuai dengan yang direncanakan.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
64
B. ANALISIS SWOT PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA
Strengths (kekuatan)
1. Terdapatnya fleksibilitas untuk memilih
jenis instrumen SUN yang paling optimal
dan efisien dalam pemenuhan pembiayaan
defisit APBN yang mengacu pada strategi
portofolio utang.
2. SUN berperan sebagai benchmark dalam
pengembangan pasar keuangan domestik.
3. SUN dapat diterbitkan dalam valuta asing di
pasar internasional (antara lain USD, Yen,
dan Euro) untuk menghindari crowding-out
effect di pasar domestik, mendukung
cadangan devisa negara dan program-
program pembangunan (development
program).
4. Alternatif instrumen SUN domestik ritel
yang terus berkembang dengan
diterbitkannya Obligasi Negara Ritel dan
Saving Bond Ritel secara reguler.
5. Pasar Surat Perbendaharaan Negara
(instrumen pembiayaan jangka pendek)
yang berfungsi sebagai instrumen
pengelolaan moneter dan pengelolaan kas,
berpotensi semakin meningkat seiring
dengan semakin efektifnya koordinasi
Kementerian Keuangan dan Bank
Indonesia.
6. Primary Dealers (PDs) dapat berperan
sebagai market makers/penggerak pasar.
7. Koordinasi dengan pelaku pasar, SRO's,
otoritas moneter, otoritas pasar modal,
otoritas perpajakan termasuk dengan
lembaga rating, terus ditingkatkan sehingga
dapat mempengaruhi kinerja pengelolaan
utang negara (sovereign debts), dan
likuiditas pasar.
Weaknesses (kelemahan)
1. Terbatasnya fleksibilitas dalam
mengelola SUN yang responsif terhadap
dinamika pasar, seperti keterbatasan
dana untuk melakukan buyback saat
diperlukan intervensi pasar dan belum
dapat memanfaatkan momentum pasar
untuk melakukan pre-financing terhadap
APBN tahun berikutnya.
2. Upaya pengembangan pasar dan
penguatan basis investor SBN belum
maksimal karena memerlukan dukungan
otoritas terkait.
3. Komunikasi dan publikasi informasi
mengenai pengelolaan SUN kepada
masyarakat belum optimal.
4. Kemampuan untuk mengolah informasi
pasar keuangan yang dapat
mempengaruhi pengelolaan SUN masih
terbatas baik dari sisi SDM maupun
infrastruktur yang digunakan.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
65
Opportunities (peluang)
1. Kondisi perekonomian secara umum
termasuk kondisi fiskal dan moneter yang
semakin baik menciptakan situasi yang
kondusif dalam perkembangan pasar SUN.
2. Potensi investor domestik yang terus
meningkat.
3. Industri pasar keuangan relatif masih
memiliki potensi untuk berkembang
sehingga dapat berinvestasi pada SUN
dengan porsi yang lebih besar.
4. Berkembangnya pasar SUN dapat
mendorong pengembangan pasar
instrumen utang yang diterbitkan oleh
Pemerintah Daerah.
5. Terdapat potensi investor SUN non
konvensional seperti Pemerintah Daerah
dan investor lainnya.
Threats (tantangan)
1. Rendahnya kapasitas daya serap pasar
SUN domestik belum dapat
mengimbangi kecepatan pertumbuhan
kebutuhan dana untuk pembiayaan
APBN sehingga dapat memunculkan
kerentanan terhadap ‘crowding-out’ dan
potensi peningkatan porsi utang valas.
2. Tingginya porsi kepemilikan investor
asing pada SBN (sekitar 37%), sehingga
meningkatkan risiko sudden reversal
yang berdampak pada potensi
ketidakstabilan pasar keuangan
domestik dan indikator perekonomian
lainnya.
3. Ketidakpastian pasar keuangan global
yang dapat mempengaruhi pasar
keuangan domestik.
4. Terbatasnya partisipasi investor institusi
domestik seperti perusahaan asuransi,
dana pensiun, dan institusi keuangan
non bank dalam perdagangan SUN.
5. Kondisi pasar SUN yang bergerak
secara dinamis dan instrumen SUN yang
terus berkembang menuntut
dilakukannya penyusunan peraturan
baru atau review atas peraturan yang
ada.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
66
C. ANALISIS SWOT PENGELOLAAN PEMBIAYAAN SYARIAH
Strengths (kekuatan)
1. Penggunaan SBSN berbasis proyek
(Project Financing Sukuk) dalam rangka
pembiayaan pembangunan proyek
infrastuktur.
2. Potensi pasar yang cukup besar baik
domestik maupun internasioanl
3. Jenis instrumen dan akad SBSN yang
cukup variatif
4. Dukungan dari stakeholders internal dan
eksternal yang cukup kuat
Weaknesses (kelemahan)
1. Belum maksimalnya upaya
pengembangan pasar dan penguatan
basis investor SBSN.
2. Belum sempurnanya infrastruktur pasar
SBSN antara lain market maker,
benchmark series
3. Masih terbatasnya daya serap pasar
domestik
4. Masih terbatasnya pemahaman
masyarakat mengenai Sukuk
Opportunities (peluang)
1. Perkembangan institusi keuangan syariah
yang pesat
2. Tingginya demand atas instrumen
keuangan syariah
3. Basis investor sukuk yang lebih luas,
mencakup syariah dan konvensional
4. Market share produk keuangan syariah
yang masih kecil dibandingkan produk
keuangan konvensional
5. Tingginya kecenderungan negara-negara
yang berpenduduk minoritas muslim untuk
mengadopsi konsep keuangan syariah
6. Komitmen Pemerintah dalam
mengembangkan industri keuangan syariah
domestik
7. Terus meningkatnya peringkat kredit (credit
rating) Indonesia.
Threats (tantangan)
1. Kompleksitas struktur sukuk
2. Keterbatasan pengetahuan publik
terhadap sukuk
3. Regulasi perpajakan yang belum
diharmonisasikan
4. Inovasi produk yang kompetitif dengan
konvensional
5. Ketersediaan underlying assets
6. Pasar sekunder sukuk yang relatif belum
berkembang
7. untuk mendukung transparansi harga
8. Masih terbatasnya cakupan proyek yang
dapat dibiayai melalui SBSN berbasis
proyek (Project Financing Sukuk/PFS).
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
67
D. ANALISIS SWOT PENGELOLAAN RISIKO KEUANGAN NEGARA
Strengths (kekuatan)
1. Sebagai center of excellent dalam pengelolaan
risiko keuangan negara
2. Unit pengelola risiko sudah dikenal oleh
stakeholder
3. Perangkat analisis risiko sudah ada
4. Telah tersedia fasilitas fiskal untuk mendukung
percepatan penyediaan infrastruktur non-KPS
Weaknesses (kelemahan)
1. Implementasi SOP masih kurang
2. Pengendalian intern masih lemah
3. Jumlah SDM belum memadai karena
ada pengembangan organisasi baru
Opportunities (peluang)
1. Pengembangan organisasi dan ruang lingkup
cakupan risiko dari risiko fiskal menjadi risiko
keuangan negara
2. Komitmen pemerintah yang kuat dalam
penyediaan infrastruktur melalui skema
penugasan pemerintah
3. Komitmen pemerintah untuk mengoptimalkan
pengelolaan aset dan kewajiban pemerintah
4. Jenis instrumen mitigasi risiko yang ada masih
belum dioptimalkan dalam pengelolaan risiko
keuangan negara
Threats (tantangan)
1. Peningkatan eksposur risiko
keuangan negara yang disebabkan
oleh eskalasi penugasan BUMN dan
Lembaga Keuangan.
2. Diseminasi manajemen risiko
keuangan negara dan
implementasinya bersama risk owner.
3. Pengembangan framework ALM.
4. Pengembangan kompetensi SDM
5. Meningkatkan muatan mitigasi risiko
dalam Kebijakan Keuangan Negara.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
68
E. PENGELOLAAN DUKUNGAN PEMERINTAH DAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR
Strengths (kekuatan)
1. Sebagai center of excellent dalam
pengelolaan dukungan pemerintah.
2. Landasan hukum untuk pengelolaan
dukungan pemerintah telah mencukupi
dan/atau dapat dipenuhi jika
diperkirakan masih kurang.
3. Telah tersedia fasilitas fiskal untuk
mendukung percepatan penyediaan
infrastruktur.
4. Tersedianya sumber daya untuk
meningkatkan kualitas SDM.
Weaknesses (kelemahan)
1. Implementasi SOP masih kurang
2. Pengendalian intern masih lemah
3. Jumlah SDM belum memadai karena ada
pengembangan organisasi baru.
4. Kondisi Peraturan perundang-undangan
pada sektor terkait masih belum selaras.
Opportunities (peluang)
1. Komitmen pemerintah yang kuat dalam
penyediaan infrastruktur melalui kerja
sama pemerintah dan swasta.
2. Meningkatnya kebutuhan partisipasi
swasta dalam penyediaan infrastruktur.
3. Potensi untuk menarik dana jangka
panjang, baik di pasar internasional
maupun domestik untuk pembiayaan
infrastruktur.
4. Potensi pengembangan institusi dalam
memberikan pelayanan kepada
stakeholder.
Threats (tantangan)
1. Pipeline proyek KPS yang layak secara
keuangan & bankable.
2. Penyediaan Project Development Fund
(PDF) untuk membantu Penanggung
Jawab Proyek Kerjasama (PJPK)
menghasilkan dokumen pengadaan Badan
Usaha yang menarik minat investor.
3. Pemberian VGF dan penjaminan yang
tepat waktu dan optimal guna mendukung
pengadaan Badan Usaha oleh PJPK.
4. Memberikan kepastian atas tahapan dan
jadwal waktu pengadaan Badan Usaha.
5. Terbatasnya fiscal space untuk
menyediakan Dukungan Pemerintah.
6. Mengintensifkan diseminasi skema
Dukungan dan Jaminan Pemerintah.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
69
F. ANALISIS SWOT PENGELOLAAN STRATEGI DAN PORTOFOLIO PEMBIAYAAN
Strengths (kekuatan)
1. Landasan hukum untuk pengelolaan utang
telah mencukupi dan/atau dapat dipenuhi
jika diperkirakan masih kurang.
2. Perangkat untuk melakukan analisis biaya
dan risiko serta proyeksi market rate telah
tersedia.
3. Ekposur risiko tingkat bunga dan
refinancing masih cukup longgar.
Weaknesses (kelemahan)
1. Ekposur risiko nilai tukar masih cukup
tinggi;
2. Rata-rata tingkat bunga utang
cenderung semakin meningkat, terutama
akibat menurunnya porsi utang dengan
tingkat bunga rendah atau utang lunak.
Opportunities (peluang)
1. Jenis instrumen utang yang semakin
banyak;
2. Basis investor utang yang semakin semakin
luas dan berkembang;
3. Sovereign credit rating yang semakin
membaik.
Threats (tantangan)
1. Potensi peningkatan kebutuhan/ target
pembiayaan utang akibat peningkatan
defisit.
2. Ketidakpastian kondisi pasar keuangan
domestik yang mengakibatkan
penurunan daya serap pasar;
3. Peningkatan suku bunga utang rupiah
akibat peningkatan ekpektasi inflasi;
4. Kebijakan ekonomi beberapa Negara
maju yang berdampak pada peningkatan
suku bunga utang valas dan nilai tukar.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
70
G. ANALISIS SWOT PELAKSANAAN EVALUASI, AKUNTANSI, DAN SETELMEN
Strengths (kekuatan)
1. Konfirmasi dan rekonsiliasi data utang
(outstanding dan penarikan hibah) dengan
DJPB, BI, K/L dan kreditur yang terjadwal;
2. Aplikasi SPAN, SASPEM, dan Oracle
Browser DMFAS 6.0 sebagai tools
pembayaran dan penarikan utang dan
hibah
Weaknesses (kelemahan)
1. Terdapat tagihan (Notice of Payment/
NOP) dari lender yang belum diterima
mendekati tanggal tempo pinjaman;
2. Data penarikan (Notice of Disbursement)
pinjaman luar negeri dari lender diterima
tidak tepat waktu, sehingga data
outstanding pinjaman luar negeri tidak
akurat;
3. Terdapat jadwal pembayaran utang
status tentative di database pengelolaan
utang; dan
4. Informasi pembayaran fee tidak diterima
dengan valid.
Opportunities (peluang)
1. Meningkatkan koordinasi dan komunikasi
dengan pihak terkait, seperti DJPB, BI, K/L
dan kreditur dalam rangka meningkatan
akurasi data pengelolaan utang;
2. Melakukan optimalisasi sistem informasi
alat kendali NOP dan SPM untuk monitoring
proses pelaksanaan pembayaran utang;
3. NOP Pengganti sebagai salah satu
alternatif apabila tagihan NOP belum
diterima hingga mendekati tanggal jatuh
tempo
Threats (tantangan)
1. Pemanfaatan dan tindak lanjut hasil
monitoring dan evaluasi pelaksanaan
kegiatan yang dibiayai dari pinjaman
belum optimal
2. Melakukan updating database utang
sesuai hasil rekonsiliasi data posisi utang
dan data pembayaran utang;
3. Memperbaiki proses bisnis internal terkait
pembayaran kewajiban utang untuk
meminimalisasi keterlambatan/terjadinya
denda;
4. Kesiapan penerapan akuntansi berbasis
akrual
5. Laporan keuangan utang dan hibah yang
dihasilkan aplikasi SPAN belum teruji
akurasi dan validitasnya
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
71
H. ANALISIS SWOT PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI
Strengths (kekuatan)
1. Ketersediaan SDM yang
berkompeten sesuai bidangnya
2. Telah diberlakukan kontrak kinerja
kepada setiap pegawai yang
mendukung pencapaian kinerja
3. Dukungan dari seluruh pegawai
dalam menjalankan reformasi
birokrasi
Weaknesses (kelemahan)
1. Terdapat perbedaan tingkat insentif
penghasilan yang dapat menyebabkan
penurunan kinerja;
2. Pencapaian beban kerja yang efisien terkendala
oleh komposisi pegawai serta pembagian
beban kerja yang belum seimbang;
3. Belum meratanya kesempatan mengikuti diklat
untuk seluruh pegawai yang disebabkan
adanya ketidakseimbangan beban kerja;
4. Penyerapan rencana anggaran tidak berjalan
optimal, karena rencana penarikan dana masih
banyak yang tidak sesuai dengan target yang
ditentukan.
Opportunities (peluang)
DJPPR meruapakan salah satu unit
yang mempunyai peran sentral dalam
pembiayaan APBN dan pengelolaan
dukungan dalam pembiayaan
infrastruktur
Threats (tantangan)
Reorganisasi yang yang terlalu sering membuat
fokus pada pekerjaan yang lebih penting menjadi
terhambat.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
72
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
73
BAB II
VISI, MISI, DAN TUJUAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO
2.1 VISI
Dengan mempertimbangkan capaian kinerja, potensi dan permasalahan, serta memperhatikan
aspirasi masyarakat, visi Kementerian Keuangan untuk tahun 2015-2019 adalah: ‘Kami akan
menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia yang inklusif di abad ke-21’.
Dalam visi yang baru, penggerak utama berarti bahwa Kementerian Keuangan, dalam
perannya sebagai pengatur dan pengelola keuangan negara, berperan sebagai prime mover dalam
mendorong pembangunan nasional di masa depan. Melalui manajemen pendapatan dan belanja
negara yang proaktif, Kementerian Keuangan menggerakkan dan mengarahkan perekonomian
negara menyongsong masa depan.
Pertumbuhan ekonomi yang inklusif mengindikasikan bahwa pertumbuhan dan pembangunan
yang diarahkan oleh Kementerian Keuangan akan menghasilkan dampak yang merata di seluruh
Indonesia. Hal ini akan tercapai melalui koordinasi yang solid antar pemangku kepentingan dalam
pemerintahan serta melalui penetapan kebijakan fiskal yang efektif.
Menekankan abad ke-21 sebagai periode waktu menunjukkan bahwa Kementerian Keuangan
menyadari peran yang dapat dan harus dijalankan di dunia modern, dengan menghadirkan teknologi
informasi serta proses-proses yang modern guna mewujudkan peningkatan yang berkelanjutan.
Sebagai salah satu unit eselon I Kementerian Keuangan, DJPPR mendukung penuh dalam upaya
pencapaian visi tersebut. Dalam kaitannya dengan pengelolaan pembiayaan dan risiko di lingkungan
Kementerian keuangan, ditetapkanlah visi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
adalah ‘Menjadi unit yang profesional dalam mendukung pembiayaan APBN dan investasi
publik secara efisien sekaligus mengelola risiko dan menjaga kesinambungan fiskal’.
2.2 MISI
Untuk mencapai visi tersebut, misi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
ditetapkan sebagai berikut:
a. Mewujudkan pengelolaan portofolio utang pemerintah yang efektif, transparan, dan akuntabel;
b. Mengendalikan pengadaan/penerbitan utang melalui penetapan kapasitas berutang yang
mendukung stabilitas fiskal;
c. Mengedepankan sumber-sumber pembiayaan dalam negeri dan mengembangkan pasar finansial
domestik yang efisien dan stabil;
d. Memperoleh sumber pembiayaan alternatif, sekaligus mendukung stabilitas pasar keuangan
regional;
e. Menjaga risiko finansial sovereign pemerintah dikelola secara pruden dan holistic.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
74
2.3 TUJUAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam pengelolaan pembiayaan dan risiko tahun 2015-2019 adalah
Pembiayaan yang aman untuk mendukung kesinambungan fiskal. Dengan semakin
berkembangnya pembiayaan APBN yang bersumber dari utang, maka akan berpotensi membebani
APBN di masa yang akan datang. Hal ini merupakan tantangan yang cukup besar bagi pengelola
utang dan pembuat kebijakan keuangan negara untuk melakukan pengelolaan utang secara efisien
sekaligus untuk memenuhi harapan masyarakat terhadap pengelolaan utang yang akuntabel dan
transparan. Agar pengelolaan utang dapat dilakukan secara lebih efisien maka perlu didukung oleh
adanya beberapa faktor, yaitu:
a. Disiplin fiskal yang tinggi yang dapat menciptakan adanya predictability dalam pengelolaan kas
negara, mendukung terjadinya penempatan dan penggunaan sumber dana secara efisien;
b. Integrasi dan harmonisasi dalam kebijakan pengelolaan kas dan pengelolaan utang agar utang
yang telah dilakukan tidak menimbulkan biaya tambahan atau memunculkan opportunity cost
yang berlebihan;
c. Dalam hal pinjaman (baik yang bersumber dari luar negeri maupun dari dalam negeri) perlu
direncanakan dengan kesiapan yang tinggi dengan semaksimal mungkin mengintegrasikannya
dengan penganggaran agar pinjaman yang telah disepakati dapat segera ditarik dan kegiatan
yang direncanakan dapat segera dilaksanakan sehingga terjadi efisiensi dalam pengelolaan
pembiayaan dan efektivitas yang tinggi dalam kegiatan;
Dengan tercapainya kondisi tersebut diharapkan utang dapat menjadi instrumen pembiayaan yang
terjaga kesinambungannya dan dapat menciptakan manfaat yang jauh lebih besar dalam
perekonomian.
Dalam kaitannya dengan tugas dan fungsi DJPPR sebagai pengelola utang yang merupakan
sumber pembiayaan APBN, maka tujuan strategis DJPPR sejalan dengan tujuan strategis tema
Pembiayaan APBN dalam Renstra Kementerian Keuangan 2015-2019, yaitu meningkatkan kualitas
pembiayaan anggaran.
2.4 SASARAN STRATEGIS
Dalam rangka mendukung tujuan sebagaimana disebutkan di atas, DJPPR telah menetapkan
sebanyak 31 Sasaran Strategis yang merupakan kondisi yang diinginkan untuk dicapai oleh DJPPR
pada tahun 2019. Sasaran Strategis tersebut dirinci dalam 8 strategi kegiatan, yaitu :
A. STRATEGI PENGELOLAAN PINJAMAN
Sasaran Strategis yang ingin dicapai dalam pengelolaan pinjaman adalah:
Sasaran Strategis 1 Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri yang Selektif
Strategi yang dilaksanakan untuk mencapai Sasaran Strategis tersebut adalah melakukan
perbaikan kualitas pengelolaan pinjaman melalui perbaikan perencanaan dan penyiapan
pinjaman.
Indikator yang mencerminkan tercapainya Sasaran Strategis tersebut adalah Tingkat efektivitas
dan efisiensi pinjaman dengan target 70% pada akhir tahun 2019.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
75
Sasaran Strategis 2 Peningkatan Kinerja Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri
Strategi yang dilaksanakan untuk mencapai Sasaran Strategis tersebut adalah melakukan
perbaikan terhadap hal-hal yang mempengaruhi proses pencairan pinjaman termasuk perbaikan
pada segi penganggaran dan pencairan anggaran.
Indikator yang mencerminkan tercapainya Sasaran Strategis tersebut adalah Tingkat akurasi
rencana penarikan pinjaman luar negeri dengan target 100% pada akhir tahun 2019.
Sasaran Strategis 3 Alignment Pengadaan Pinjaman Kegiatan Dengan Siklus APBN
Strategi yang dilaksanakan untuk mencapai Sasaran Strategis tersebut adalah melakukan
upaya-upaya yang bertujuan mewujudkan pengadaan pinjaman kegiatan dengan siklus APBN.
Indikator yang mencerminkan tercapainya Sasaran Strategis tersebut adalah Persentase kegiatan
yang disiapkan yang sesuai dengan Kebijakan Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri dengan target
70% pada akhir tahun 2019.
Rencana aksi yang akan dilakukan pada periode 2015-2019 untuk mencapai sasaran tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Review atas kegiatan dalam blue book sehingga terjadi proses penyaringan yang makin
berkualitas dan cermat atas usulan kegiatan yang diusulkan dibiayai dengan pinjaman luar
negeri dengan berfokus pada pembiayaan infrastruktur dan energy, dengan menyiapkan
kriteria kegiatan yang dapat dibiayai dengan Pinjaman Luar Negeri dengan lebih tajam.
b. Bersama Bappenas menyusun kerangka kebijakan prioritas pinjaman luar negeri dengan
pembagian tugas yang meliputi pemilihan Kegiatan, penilaian kesiapan Kegiatan dan
penentuan sumber pembiayaan sehingga tercapai efisiensi pembiayaan utang dan tujuan
pembangunan nasional.
c. Menyempurnakan penyusunan Batas Maksimum Pinjaman (BMP) sebagai salah satu alat
pengendali pinjaman.
d. Peningkatan Koordinasi Internal Kementerian Keuangan yang melibatkan Ditjen Anggaran,
Ditjen Pengelolaan Utang dan Badan Kebijakan Fiskal sebagai bagian perbaikan pengelolaan
pinjaman luar negeri sehingga tercapai suatu integrasi antara penyusunan kebijakan fiskal,
perencanaan pinjaman, penganggaran dan implementasi pengelolaan pinjaman.
e. Penyiapan exit strategy pinjaman
B. STRATEGI PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA
Sasaran Strategis yang ingin dicapai dalam pengelolaan Surat Utang Negara adalah:
Sasaran Strategis 1 Pembiayaan yang Aman Untuk Mendukung Kesinambungan Fiskal
Melalui Pengelolaan SUN
Strategi yang dilaksanakan untuk mencapai Sasaran Strategis tersebut adalah:
a. Pengadaan utang secara selektif dengan mengoptimalkan potensi sumber pembiayaan
domestik melalui penerbitan SUN Rupiah;
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
76
b. Melanjutkan dan meningkatkan pengembangan pasar perdana SUN melalui peningkatan
kualitas jadwal lelang dan metode penerbitan SUN serta peningkatan kualitas penetapan
benchmark series SUN yang dapat mendorong pengembangan pasar sekunder SUN;
c. Mengembangkan metode penerbitan yang lebih fleksibel untuk mengakomodasi perubahan
target pembiayaan dan ketidakpastian kondisi pasar keuangan;
d. Melanjutkan pengembangan instrumen SUN dengan membuka peluang penerbitan instrumen
baru sesuai kebutuhan investor dengan mempertimbangkan faktor risiko dan biaya yang
dihadapi Pemerintah dan melakukan kajian, evaluasi dan/atau inovasi atas instrumen SUN
yang sudah ada;
e. Menerbitkan SUN valas secara terukur, sebagai pelengkap (complementary sources) untuk
membiayai kewajiban valas, membuat benchmark, dan menghindari crowding-out di pasar
domestik;
f. Mengembangkan basis investor dengan membuka peluang penerbitan SUN valas dalam
berbagai mata uang kuat dunia dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian yang
melekat pada masing-masing mata uang, dan meningkatkan kualitas investor SUN valas
melalui penjatahan pemenang secara selektif;
g. Meningkatkan peran investor domestik di pasar SBN melalui proactive investor relations,
sosialisasi dan pengaturan/regulasi serta koordinasi dengan otoritas terkait;
h. Meningkatkan komunikasi dan koordinasi dengan seluruh pihak yang berperan dalam
pengelolaan SUN.
Sasaran Strategis 2 Pengelolaan SUN yang Kredibel
Strategi yang dilaksanakan untuk mencapai Sasaran Strategis tersebut adalah:
a. Melanjutkan pelaksanaan publikasi informasi atas rencana dan hasil pelaksanaan transaksi
SUN;
b. Melakukan publikasi atas jadwal waktu lelang dan target penerbitan secara bertahap dari
tahunan, triwulanan dan bulanan serta menjaga konsistensi besaran yang ditargetkan dengan
realisasi penerbitannya. Jadwal penerbitan yang dipublikasikan setidaknya meliputi indikasi
instrumen/ tenor dan mengarah pada besaran target penerbitan;
c. Melanjutkan pelaksanaan publikasi dan informasi atas pengelolaan SUN kepada publik baik
secara langsung atau melalui media informasi yang tersedia (misalnya website DJPPR).
Sasaran Strategis 3 Biaya dan Risiko Portofolio SUN yang Terkendali
Strategi yang dilaksanakan untuk mencapai Sasaran Strategis tersebut adalah:
a. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan otoritas moneter, otoritas pasar modal,
pelaku pasar untuk membangun dan mengembangkan pasar termasuk
pembangunan/pengadaan berbagai infrastruktur pasar sekunder SBN;
b. Mendorong pengembangan pasar repo yang dapat mendorong likuiditas;
c. Secara aktif melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka mengevaluasi/
mengkaji peraturan maupun infrastruktur yang berhubungan dengan pengembangan pasar
sekunder;
d. Mengoptimalkan peran dan kapasitas Dealer Utama (primary dealers), diantaranya melalui
penyempurnaan sistem evaluasi kinerja Dealer Utama yang berkelanjutan.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
77
Ukuran pencapaian sasaran ditandai dengan terpenuhinya indikator-indikator sebagai berikut:
a. Persentase penerbitan SUN sesuai kebutuhan pembiayaan;
b. Indeks kepuasan pengguna layanan Dit. SUN;
c. Persentase pemenuhan target risiko portofolio SUN;
d. Persentase pencapaian target effective cost SUN.
Rencana aksi yang akan dilakukan pada periode 2015-2019 adalah sebagai berikut:
a. Pengembangan pasar SUN yang likuid, dalam dan stabil
Salah satu upaya mendukung pengelolaan SUN adalah mengembangkan pasar
SUN yang dalam, aktif, dan likuid. Untuk itu perlu dilakukan beberapa inisiatif antara lain:
(i) mengembangkan electronic trading platform bersama dengan OJK selaku regulator di
bidang pasar modal, (ii) mengembangkan primary dealer system, (iii) memperkuat Bond
Stabilization Framework, (iv) melakukan konsolidasi SUN-SUN seri benchmark, (v)
memperkuat hubungan investor melalui pemantapan fungsi Investor Relation Unit, (vi)
bersama Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia mendukung pengembangan pasar
repo, dan (vii) meningkatkan partisipasi investor domestik di pasar SUN. Untuk
mengetahui pencapaian pengembangan pasar SUN yang likuid, dalam dan stabil, adalah
dengan mengukur indikator Persentase pencapaian tingkat likuiditas pasar SUN, Tingkat
efektivitas edukasi dan komunikasi pengelolaan SUN, dan Persentase pertumbuhan
jumlah nominal kepemilikan SUN tradable oleh investor domestik.
b. Analisis keuangan dan pasar SUN yang berkualitas
Dalam rangka mendukung pengelolaan SUN, perlu dilakukan kegiatan berupa
analisis pembiayaan APBN, pembuatan proyeksi, monitoring, dan pemutakhiran arus kas
dalam pengelolaan SUN, pemantauan dan analisis kinerja potensi pasar SUN, serta
perumusan rekomendasi harga/yield SUN. Untuk mengetahui pencapaian Analisis
keuangan dan pasar SUN yang berkualitas, adalah dengan mengukur indikator Deviasi
benchmark yield ON 10 tahun terhadap yield pasar dan Indeks ketepatan waktu
penyampaian analisis keuangan dan pasar SUN.
c. Pengelolaan SUN yang taat prosedur
Untuk menjamin pelaksanaan kegiatan pengelolaan SUN sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan prosedur yang ditetapkan, maka perlu dilakukan evaluasi
kepatuhan pengelolaan SUN terhadap ketentuan dan prosedur yang berlaku (SOP
mengenai pengelolaan SUN) serta monitoring dan evaluasi yang berkesinambungan
terhadap Dealer Utama dan institusi lainnya terkait pengelolaan SUN. Untuk mengetahui
pencapaian Pengelolaan SUN yang taat prosedur, adalah dengan mengukur indikator
Tingkat penerapan pengendalian intern Dit. SUN dan Persentase tingkat kepatuhan
Dealer Utama dan Institusi lainnya terkait pengelolaan SUN.
C. STRATEGI PENGELOLAAN PEMBIAYAAN SYARIAH
Sasaran Strategis yang ingin dicapai dalam pengelolaan Pembiayaan Syariah adalah:
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
78
Sasaran Strategis 1 Pembiayaan yang Aman Untuk Mendukung Kesinambungan Fiskal
Melalui Pengelolaan SBSN
Strategi yang dilaksanakan untuk mencapai Sasaran Strategis tersebut adalah:
1) Mengoptimalkan potensi pembiayaan dari sumber domestik melalui penerbitan SBSN
Rupiah;
2) Melanjutkan pengembangan jenis instrumen dan akad SBSN dengan membuka peluang
penerbitan instrumen baru sesuai kebutuhan investor dengan mempertimbangkan faktor
risiko dan biaya yang dihadapi Pemerintah dan melakukan kajian, evaluasi dan/atau
inovasi atas instrumen SBSN yang sudah ada;
3) Meningkatkan diversifikasi BMN atau obyek pembiayaan yang dapat digunakan sebagai
underlying asset dalam penerbitan SBSN;
4) Mengoptimalkan pemanfaatan SBSN dalam mendukung pembiayaan pembangunan
proyek infrastruktur;
5) Menerbitkan SBSN valas secara terukur, sebagai pelengkap (complementary sources)
untuk membiayai kewajiban valas, membuat benchmark, dan menghindari crowding-out
di pasar domestik;
6) Mengembangkan metode penerbitan yang lebih fleksibel untuk mengakomodasi
perubahan target pembiayaan dan ketidakpastian kondisi pasar keuangan;
7) Melanjutkan dan meningkatkan pengembangan pasar perdana SBSN melalui penyiapan
Primary Dealers (PD’s) dan benchmark series SBSN serta peningkatan kualitas jadwal
lelang dan metode penerbitan SBSN.
Sasaran Strategis 2 Pasar SBSN yang Likuid, Dalam dan Stabil
Strategi yang dilaksanakan untuk mencapai Sasaran Strategis tersebut adalah:
1) Meningkatkan kualitas komunikasi dengan publik dan investor melalui penguatan fungsi
hubungan investor serta pengembangan teknik, metode dan strategi komunikasi yang
lebih efektif dan inovatif;
2) Melanjutkan pengembangan dan memperkuat basis investor, khususnya investor yang
memiliki horison investasi jangka panjang serta membuka peluang penerbitan SBSN
valas dalam berbagai mata uang kuat dunia dengan mempertimbangkan keuntungan
dan kerugian yang melekat pada masing-masing mata uang, dan meningkatkan kualitas
investor SBSN valas melalui penjatahan pemenang secara selektif.
Sasaran Strategis 3 Biaya dan Risiko Portofolio SBSN yang Terkendali
Strategi yang dilaksanakan untuk mencapai Sasaran Strategis tersebut adalah:
1) Menyiapkan pelaksanaan buyback dan switching SBSN termasuk transaksi secara cross
instrument guna mempercepat pengembangan pasar SBSN domestik;
2) Berkoordinasi dengan instansi terkait dalam rangka mengevaluasi/ mengkaji peraturan
maupun infrastruktur yang berhubungan dengan pengembangan pasar sekunder;
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
79
3) Mengoptimalkan struktur portofolio SBSN melalui pelaksanaan penerbitan sesuai dengan
strategi pembiayaan dan dengan mengacu pada target portofolio benchmark SBSN yang
ditetapkan.
Ukuran pencapaian sasaran ditandai dengan terpenuhinya indikator-indikator sebagai berikut:
a. Persentase penerbitan SBSN sesuai kebutuhan pembiayaan.
b. Persentase pencapaian tingkat likuiditas pasar SBSN.
c. Tingkat efektivitas edukasi dan komunikasi pengelolaan SBSN.
d. Persentase pertumbuhan jumlah nominal kepemilikan SBSN tradable oleh investor
domestik.
e. Persentase pencapaian target effective cost SBSN.
f. Persentase pemenuhan target risiko portofolio SBSN.
Rencana aksi yang akan dilakukan pada periode 2015-2019 adalah sebagai berikut:
a. Pelaksanaan penerbitan SBSN secara reguler di pasar domestik melalui lelang,
bookbuilding dan private placement serta penerbitan di pasar internasional sebagai
pelengkap.
b. Penyiapan pembentukan PD’s dan benchmark series SBSN.
c. Pelaksanaan komunikasi dan sosialisasi kepada publik dan investor secara berkala serta
mengembangkan teknik, metode dan strategi komunikasi yang lebih efektif dan inovatif.
d. Penyiapan pelaksanaan buyback dan switching SBSN.
e. Meningkatkan kualitas penyusunan benchmark harga/yield dengan menggunakan
metode analisis yang bervariasi dan handal serta pelaksanaan monitoring dan analisis
informasi pasar keuangan secara berkala.
f. Mengoptimalkan struktur portofolio SBSN melalui pelaksanaan penerbitan sesuai dengan
strategi pembiayaan dan dengan mengacu pada target portofolio benchmark SBSN yang
ditetapkan.
Keterkaitan dengan Nawa Cita dan Kegiatan Prioritas
Dalam rangka mendukung capaian sasaran pembangunan/ Nawa Cita ke-6
“Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing di Pasar Internasional” dan kegiatan
prioritas “Kegiatan Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur”,
Direktorat Pembiayaan Syariah menerbitkan Surat Berharga Syariah Negara Berbasis Proyek
(Project Based Sukuk), selanjutnya disebut SBSN PBS, yakni sumber pendanaan melalui
penerbitan SBSN untuk membiayai kegiatan tertentu yang dilaksanakan oleh Kementerian
Negara/Lembaga. Pembiayaan proyek melalui penerbitan SBSN merupakan salah satu
tahapan yang diharapkan dapat menjadi pendorong tercapainya tujuan pembangunan
nasional. Pembiayaan Proyek melalui penerbitan SBSN merupakan alternatif sumber
pembiayaan APBN yang efektif dan efisien. Selain itu penerbitan SBSN untuk pembiayaan
Proyek juga dapat meningkatkan kemandirian bangsa dalam melaksanakan pembangunan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
80
nasional, karena masyarakat dapat turut langsung berpartisipasi membiayai Proyek
Pemerintah melalui pembelian SBSN.
D. STRATEGI PENGELOLAAN RISIKO KEUANGAN NEGARA
Manfaat yang diharapkan dari strategi pengelolaan risiko keuangan negara adalah risiko
keuangan negara yang terkendali dan tercapainya kebijakan keuangan negara secara umum.
Untuk itu, ditetapkan beberapa Sasaran Strategis yang ingin dicapai yaitu:
Sasaran Strategis 1 Risiko Keuangan Negara yang Terkendali Untuk Mendukung
Kesinambungan Fiskal
Manfaat yang diharapkan dari Sasaran Strategis 1 adalah melindungi APBN dari sudden
shock yang muncul baik dari dalam dan luar negeri.
Eksposur risiko keuangan negara dapat membebani pelaksanaan APBN sehingga tujuan
kebijakan APBN tidak tercapai. Oleh karena itu pengelolaan risiko keuangan negara dilakukan
dengan menyediakan dana yang didedikasikan untuk menyerap risiko keuangan negara yang
diperkirakan akan mengganggu struktur APBN dan melakukan mitigasi risiko keuangan negara
yang dapat mencegah terjadinya dan/atau meminimalkan eksposur terhadap APBN.
Strategi yang dilaksanakan untuk mencapai Sasaran Strategis tersebut adalah:
1) Merumuskan Rekomendasi dana cadangan risiko APBN
Tersedianya rekomendasi dana cadangan risiko keuangan negara pada APBN ditujukan
untuk menyerap ekposur yang diperkirakan akan mengganggu struktur APBN sehingga
stakeholders melihat bahwa pengelolaan APBN dilakukan secara prudent.
2) Menyediakan dukungan pemerintah non KPS yang kredibel dan prudent
Untuk mendukung percepatan pembangunan infrastruktur dibutuhkan adanya dukungan
pemerintah. Dalam rangka meminimalisir eksposur maka dibutuhkan pengelolaan dukungan
pemerintah yang kredibel dan prudent.
3) Merumuskan rekomendasi pengelolaan risiko BUMN yang kredibel
Tersedianya rekomendasi pengelolaan risiko BUMN yang bersumber dari Penugasan PSO
dan non PSO, PMN, serta pinjaman BUMN dalam rangka meminimalisir eksposur terhadap
APBN.
4) Merumuskan rekomendasi mitigasi risiko keuangan negara
Tersedianya instrumen mitigasi risiko keuangan negara ditujukan untuk mencegah dan / atau
meminimalisir eksposur yang muncul dari risiko keuangan negara yang sudah diprediksi
sebelumnya.
Sasaran Strategis 2 Pengembangan Peran Fiskal dan Mitigasi Risiko yang Berasal Dari
Lembaga Keuangan Secara Bertahap dan Tepat Sasaran
Manfaat yang diharapkan dari Sasaran Strategis 2 adalah peningkatan peran fiskal
lembaga keuangan berdasarkan indikator-indikator non finansial sesuai mandat yang diberikan.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
81
Dalam rangka meningkatkan peran fiskal dari lembaga keuangan, perlu dikembangkan indikator-
indikator non finansial lembaga keuangan sehingga mampu menjadi penggerak perekonomian di
masing-masing sektor.
Strategi yang dilaksanakan untuk mencapai Sasaran Strategis tersebut adalah
1. Menerapkan capaian kinerja lembaga keuangan berdasarkan indikator non finansial.
2. Mengefektifkan alokasi APBN terhadap lembaga keuangan sesuai mandat yang diberikan.
Sasaran Strategis 3 Pengembangan Kerangka Kerja Risiko yang Holistik Dengan
Pendekatan Neraca (Balance Sheet Approach) Untuk Mengagregasi Data Risiko Individual
Manfaat yang diharapkan dari Sasaran Strategis 4 adalah terbentuknya sebuah kerangka
kerja risiko keuangan negara dengan pendekatan neraca yang implementatif
Dalam rangka meningkatkan kredibilitas dari pengelolaan keuangan negara di mata stakeholders,
Pemerintah perlu melakukan pengelolaan risiko keuangan negara dengan menggunakan
pendekatan neraca. Hal ini sudah mulai menjadi common practise di beberapa negara maju.
Strategi yang dilaksanakan untuk mencapai Sasaran Strategis tersebut adalah
1) Penyusunan Kerangka kerja sovereign risk balance sheet (SRBS)
Kerangka kerja SRBS akan yang mencakup bagian dari neraca keuangan pemerintah,
neraca Bank Indonesia, dan neraca beberapa BUMN sehingga akan melibatkan Kementerian
Keuangan, Bank Indonesia dan Kementerian Negara BUMN.
2) PembentukanKomite/Tim ALM Risiko
Strategi yang dilaksanakan untuk mencapai Sasaran Strategis tersebut adalah
a) Penyusunan Kerangka kerja sovereign risk balance sheet (SRBS)
b) Penyusunan sovereign risk balance sheet (SRBS) yang mencakup bagian dari neraca
keuangan pemerintah, neraca Bank Indonesia, dan neraca BUMN
c) Pembentukan Komite/Tim ALM Risiko
Ukuran pencapaian sasaran ditandai dengan terpenuhinya indikator-indikator sebagai berikut:
1) Persentase rekomendasi/kebijakan pengelolaan risiko keuangan negara yang
diterima/ditetapkan Menteri Keuangan.
2) Tersedianya rekomendasi dana cadangan risiko APBN.
3) Rasio kewajiban kontijensi terhadap PDB.
4) Tersedianya rekomendasi IKU fiskal pada lembaga keuangan yang menjalankan penugasan.
5) Tersedianya rekomendasi implementasi inisiatif transformasi kelembagaan.
Rencana aksi yang akan dilakukan pada periode 2015-2019 adalah sebagai berikut:
a) Mengembangkan alat dan metode analisis risiko keuangan negara.
b) Mengupayakan pemenuhan kebutuhan dan pengembangan kapasitas SDM.
c) Melakukan monitoring dan evaluasi yang berkesinambungan dalam rangka pengendalian
risiko keuangan negara.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
82
d) Mengembangkan instrumen mitigasi risiko keuangan negara sesuai kebutuhan.
e) Melakukan koordinasi dan kerjasama kelembagaan dengan para pemangku kepetingan.
E. STRATEGI PENGELOLAAN DUKUNGAN PEMERINTAH DAN PEMBIAYAAN
INFRASTRUKTUR
Outcome yang diharapkan dalam pengelolaan dukungan pemerintah dan pembiayaan
infrastruktur adalah terwujudnya penyediaan infrastruktur dengan skema KPS melalui
pengelolaan dukungan pemerintah dengan risiko yang terkendali, efektif, efisien, serta tepat
sasaran.
Sasaran Strategis yang ingin dicapai dalam pengelolaan dukungan pemerintah dan pembiayaan
infrastruktur adalah:
Sasaran Strategis 1 Mewujudkan Pemberian Dukungan Pemerintah yang Sesuai
Kebutuhan dan Terkendali
Strategi yang dilaksanakan untuk mencapai Sasaran Strategis tersebut adalah
1. Melakukan analisis dengan menggunakan tools yang dapat diandalkan (menggunakan
asumsi yang tepat, input data yang valid, metodologi yang teruji, output yang dapat
dipercaya, dan selalu dimutakhirkan).
2. Melaksanakan pemberian dukungan pemerintah secara tepat sasaran, efektif, dan akuntabel
3. Melaksanakan kebijakan pemberian dukungan pemerintah dengan memperhatikan prinsip-
prinsip pengendalian risiko dan pengelolaan APBN yang berkesinambungan.
4. Menerapkan pengendalian intern di Direktorat PDPPI.
Sasaran Strategis 2 Pengelolaan Dukungan Pemerintah yang Kredibel Dalam Rangka
Percepatan Pembiayaan Infrastruktur
Strategi yang dilaksanakan untuk mencapai Sasaran Strategis tersebut adalah:
1. menjaga hubungan yang menciptakan sinergi dengan pengguna layanan dan stakeholder
terkait penyediaan infrastruktur.
2. Mewujudkan peningkatan kapasitas institusi dengan menyelenggarakan capacity building dan
sertifikasi.
3. Melaksanakan sosialisasi dan diseminasi kebijakan terkait pengelolaan dukungan pemerintah
dan pembiayaan infrastruktur.
Sasaran Strategis 3 Penyusunan Kebijakan Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan
Pembiayaan Infrastruktur yang Berkualitas
Strategi yang dilaksanakan untuk mencapai Sasaran Strategis tersebut adalah:
1. menyusun kebijakan pemberian pengelolaan dukungan pemerintah dan pembiayaan
infrastruktur dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengendalian risiko dan pengelolaan
APBN yang berkesinambungan.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
83
2. menyusun kebijakan pemberian pengelolaan dukungan pemerintah dan pembiayaan
infrastruktur yang sesuai dengan praktik dan standar yang berlaku.
3. mengembangkan bentuk dukungan pemerintah dan pembiayaan infrastruktur yang dapat
mempercepat pengadaan infrastruktur serta menarik bagi investor dan lenders.
4. menyusun legal framework yang memadai dan memberikan kepastian bagi para pemangku
kepentingan dalam penyediaan infrastruktur melalui KPS.
Ukuran pencapaian sasaran dipenuhi dengan tercapainya indikator-indikator sebagai berikut:
a. Persentase pemenuhan dukungan pemerintah atas proyek KPBU infrastruktur prioritas.
b. Persentase rekomendasi kebijakan pengelolaan dukungan pemerintah dan pembiayaan
infrastruktur yang disetujui Menteri Keuangan.
c. Indeks kepuasan pengguna layanan Direktorat PDPPI.
Rencana aksi yang akan dilakukan pada periode 2015-2019 adalah sebagai berikut:
a. Mengembangkan tools yang dapat diandalkan (menggunakan asumsi yang tepat, input data
yang valid, metodologi yang teruji, output yang dapat dipercaya, dan selalu dimutakhirkan),
seperti public sector comparator, value for money analysis, VGF model, risk allocation matrix,
legal framework analysis, dan lain-lain.
b. Menjaga pelaksanaan pemberian dukungan pemerintah yang tepat sasaran, efektif, dan
akuntabel.
c. Melakukan kajian bentuk dukungan pemerintah dan pembiayaan infrastruktur yang dapat
mempercepat pengadaan infrastruktur serta menarik bagi investor dan lenders.
d. Menyusun standar dokumen pengadaan badan usaha untuk penyediaan infrastruktur sesuai
dengan praktik dan standar yang berlaku.
e. Melaksanakan kerja sama kelembagaan dalam rangka peningkatan kualitas kebijakan yang
mendukung percepatan penyediaan infrastruktur.
f. Mewujudkan peningkatan kapasitas institusi dengan menyelenggarakan capacity building
dan sertifikasi.
g. Menjaga hubungan yang menciptakan sinergi dengan pengguna layanan dan stakeholder
terkait penyediaan infrastruktur.
h. Melaksanakan sosialisasi dan diseminasi kebijakan terkait pengelolaan dukungan
pemerintah dan pembiayaan infrastruktur.
i. Menyesuaikan dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan terkait dengan
pengelolaan dukungan pemerintah dan pembiayaan infrastruktur.
F. STRATEGI PENGELOLAAN PORTOFOLIO PEMBIAYAAN
Sasaran Strategis pengelolaan portofolio pembiayaan mengacu pada kegiatan prioritas
pembangunan nasional dan tujuan strategi pengelolaan utang yaitu Pengendalian rasio utang
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), utang baru hanya digunakan untuk membiayai
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
84
pengeluaran pemerintah yang produktif, memenuhi target pembiayaan utang dengan biaya dan
risiko yang optimal, serta mendukung pengembangan pasar SBN yang dalam, aktif, dan likuid.
Sasaran Strategis yang ingin dicapai dalam pengelolaan Portofolio Pembiayaan adalah:
Sasaran Strategis 1 Memenuhi Target Pembiayaan Utang Dengan Biaya dan Risiko Optimal
Strategi yang dilaksanakan untuk mencapai Sasaran Strategis tersebut adalah menetapkan
komposisi utang baru yang dapat dilaksakan oleh front office berdasarkan hasil simulasi cost risk
analysis. Simulasi tersebut meliputi persentase besaran utang baru berdasarkan mata uang,
tenor, dan jenis bunga. Selain itu juga menetapkan target biaya efektif dari penerbitan/pengadaan
utang baru.
Adapun kebijakan pengendalian rasio utang terhadap PDB sampai dengan tahun 2019
antara lain dilakukan melalui pemanfaatan utang untuk kegiatan yang produktif sehingga dapat
mendorong pertumbuhan PDB lebih tinggi dari pertumbuhan utang. Dengan demikian rasio utang
terhadap PDB semakin menurun dari tahun ke tahun.
Sasaran Strategis 2 Mengelola Portofolio Risiko Utang
Strategi yang dilaksanakan untuk mencapai Sasaran Strategis tersebut adalah
Menetapkan target risiko dan biaya utang yang harus dicapai dalam periode tertentu, baik
tahunan maupun jangka menengah. Selain itu juga ditetapkan arahan kebijakan operasional/
taktis yang dapat dilakukan oleh front office seperti arahan kebijakan buyback, debt switch, dan
penerbitan secara private placement. Selain itu, saat ini sedang dilakukan persiapan untuk
melaksanakan program hedging atas kewajiban utang (debt service) melalui instrumen option dan
forward.
Sasaran Strategis 3 Mendukung Pengembangan Pasar SBN
Strategi yang dilaksanakan untuk mencapai Sasaran Strategis tersebut adalah
Menetapkan kebijakan pengembangan pasar perdana dan sekunder SBN, melakukan kajian
untuk pengembangan pasar SBN, melakukan koordinasi dengan para BI, OJK, dan lain-lain
dalam rangka stabilisasi pasar SBN, dan memasukkan klausul dalam UU APBN untuk
mendukung tercapainya tujuan pengelolaan utang.
Sasaran strategis 4 Mengelola Risiko Penjaminan Pemerintah
Strategi yang dilaksanakan untuk mencapai sasaran strategis tersebut adalah melakukan
analisis internal credit rating, melakukan mitigasi risiko penjaminan, menetapkan batas maksimal
penjaminan dan melakukan koordinasi dengan pihak terkait baik internal kementerian keuangan
dan pihak yang terjamin dalam rangka mencegah terjadinya risiko gagal bayar..
Ukuran pencapaian sasaran ditandai dengan terpenuhinya indikator-indikator sebagai berikut:
a. Rasio utang valas terhadap total utang;
b. Rasio utang tingkat bunga tetap terhadap total utang;
c. Rasio utang jatuh tempo dalam 3 (tiga) tahun terhadap total utang;
d. Average Time to Maturity (ATM)
e. Risiko gagal bayar pemerintah
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
85
Rencana aksi yang akan dilakukan pada periode 2015-2019 adalah sebagai berikut:
a. Menyusun strategi pengelolaan utang yang berkualitas dengan mempertimbangkan:
1) Menetapkan kebijakan agar mengutamakan sumber utang dari dalam negeri terutama
melalui penerbitan SBN seri benchmark;
2) Melakukan koordinasi dengan para stakeholder untuk mendukung tercapainya tujuan
strategi pengelolaan utang;
b. Mengelola portofolio dan risiko utang melalui:
1) Mengembangkan metode-metode baru untuk cost risk analysis dan membuat proyeksi
market rate.
2) Melakukan hedging pembayaran kewajiban utang melalui instrumen option atau forward.
c. Mengembangkan pengelolaan pembiayaan melalui pencarian sumber pembiayaan alternatif
dan pengembangan pasar utang.
d. Memberikan rekomendasi pengelolaan kewajiban kontinjensi dengan melakukan analisis
internal credit rating.
G. STRATEGI PENGELOLAAN EVALUASI, AKUNTANSI DAN SETELMEN
Sasaran Strategis yang ingin dicapai dalam pengelolaan Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen
adalah:
Sasaran Strategis 1 Pelaksanaan Evaluasi dan Setelmen Pembiayaan yang Transparan
Strategi yang dilaksanakan untuk mencapai Sasaran Strategis tersebut adalah dengan
menyediakan informasi terkait pelaksanaan evaluasi, akuntansi dan setelmen pembiayaan yang
meliputi utang dan hibah kepada pihak stakeholders DJPPR (investor/lender dan publik) secara
transparan.
Untuk pencapaian sasaran ditandai dengan terpenuhinya indikator-indikator sebagai berikut:
a. Indikator kinerja indeks kepuasan stakeholder terhadap materi publikasi pembiayaan
mencapai target yang ditentukan.
b. Indikator kinerja tingkat efektifitas edukasi dan komunikasi mencapai target yang ditetapkan.
c. Indikator kinerja indeks ketepatan waktu penyelesaian registrasi dokumen perjanjian
pinjaman dan hibah mencapai target yang ditetapkan.
Rencana aksi yang akan dilakukan pada periode 2015-2019 adalah sebagai berikut:
a. Melakukan survey terhadap kepuasan stakeholder tentang publikasi pembiayaan.
b. Melakukan sosialisasi dan edukasi pengelolaan hibah ke Kementerian/Lembaga/satker.
Sasaran Strategis 2 Pelaksanaan Setelmen dan Akuntansi Pembiayaan yang Akuntabel dan
Kredibel
Strategi yang dilaksanakan untuk mencapai Sasaran Strategis tersebut dengan pelaksanaan
pembayaran kewajiban pembiayaan yang tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran,
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
86
menyediakan data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan dalam laporan keuangan serta
melalui survey terhadap kepuasan pengguna layanan.
Untuk pencapaian sasaran ditandai dengan terpenuhinya indikator-indikator sebagai berikut:
a. Indikator kinerja tingkat akurasi pembayaran kewajiban pembiayaan mencapai target yang
ditetapkan.
b. Indikator kinerja indeks kualitas laporan keuangan (LK BA 999.01, BA 999.02 dan BA 999.03)
mencapai target yang ditetapkan.
c. Indikator kinerja indeks kepuasan pengguna layanan Dit. EAS mencapai target yang
ditetapkan.
Rencana aksi yang akan dilakukan pada periode 2015-2019 adalah sebagai berikut:
d. Melanjutkan rekonsiliasi data utang dan hibah dengan pihak terkait (antara lain: DJPBN, BI,
K/L, dan donor/kreditor);
e. Mendorong K/L untuk mengesahkan hibah langsung (kas, barang, jasa, dan surat berharga)
kepada DJPB
Sasaran Strategis 3 Penatausahaan Data Utang yang Akurat
Strategi yang dilaksanakan untuk mencapai Sasaran Strategis tersebut adalah dengan
melaksanakan kegiatan konfirmasi data utang kepada kreditur/lender untuk menjamin data utang
yang akurat.
Pencapaian sasaran ditandai dengan terpenuhinya indikator kinerja tingkat akurasi data utang
mencapai target yang ditetapkan.
Rencana aksi yang akan dilakukan pada tahun 2015-2019 adalah:
a. Melakukan update database secara rutin;
b. Mendorong kreditur/lender/donor untuk segera menyampaikan dokumen terkait penarikan
dan pembayaran utang;
c. Melakukan rekonsiliasi data utang dan hibah dengan pihak terkait (antara lain: DJPBN, BI,
K/L, dan donor/kreditor)
Sasaran Strategis 4 Pemantauan dan Evaluasi Kinerja Pinjaman dan Hibah yang Efektif
Strategi yang dilaksanakan untuk mencapai Sasaran Strategis tersebut adalah dengan
melaksanakan pemantauan dan evaluasi pinjaman dan hibah dalam rangka mencapai efektifitas
kinerja pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari PHLN.
Ukuran pencapaian sasaran ditandai dengan terpenuhinya indikator kinerja persentase tindak
lanjut Kementerian/Lembaga atas rekomendasi hasil pemantauan proyek kategori at risk secara
tepat waktu mencapai target yang ditentukan
Rencana aksi yang akan dilakukan pada periode 2015-2019 adalah sebagai berikut:
a. Melakukan koordinasi dan komunikasi dengan Direktorat Pinjaman dan Hibah (front office)
agar memberitahukan kepada instansi terkait dalam rangka mengambil langkah-langkah
percepatan pemenuhan conditions precedent for effectiveness untuk menghindari
penambahan biaya atas pinjaman yang belum berlaku efektif;
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
87
b. Melakukan koordinasi dan komunikasi dengan Direktorat Pinjaman dan Hibah (front office)
agar memberitahukan kepada executing agency dalam rangka mengambil langkah-langkah
yang diperlukan terkait pinjaman dengan status zero disbursement.
c. Melakukan koordinasi dan komunikasi dengan executing agency untuk melakukan evaluasi
dan tindakan atas pinjaman yang mengalami slow disbursement.
Melakukan koordinasi dan komunikasi dengan Kementerian/Lembaga pelaksana proyek agar
rencana tindak lanjut hasil pemantauan dan evaluasi proyek yang telah disampaikan dapat
dilaksanakan sesuai dengan rekomendasi.
Sasaran Strategis 5 Pengelolaan Sistem Informasi yang Optimal
Gambar
ICT strategy DJPPR 2015-2019
Cakupan ICT Strategy DJPPR ini terbagi kedalam lima key area: (i) Arsitektur, (ii)
Kapabilitas Organisasi, (iii) Tata Kelola Teknologi Informasi, (iv) Infrastruktur dan (v) Disaster
Recovery. Pada setiap key area dijelaskan kondisi yang diharapkan serta tindakan strategis
(strategic actions) yang selanjutnya dijabarkan dalam bentuk program tindakan (action
programs). Terdapat total 15 strategic actions dan 51 action programs yang telah disusun
sebagai program strategis.
Sasaran Strategis di atas akan dicapai melalui rencana strategi berikut:
a. Arsitektur
1) Pemutakhiran Dokumentasi Peta Proses Bisnis DJPPR, dapat dilakukan dengan:
a) Memperoleh kondisi terkini dari proses bisnis organisasi
b) Menyelaraskan arah pengembangan sistem informasi dengan perubahan proses
bisnis organisasi
c) Analisis atas efisiensi proses bisnis untuk peningkatan otomasi proses melalui
pengembangan sistem informasi
2) pemutakhiran arsitektur data dan informasi, dengan program tindakan berupa :
a) pemutakhiran dokumentasi arsitektur data dan informasi
b) pemutakhiran dokumentasi kamus data utama
c) pengembangan database DMFAS interface
d) pengembangan pertukaran data elektronik
e) pengembangan data warehouse
3) pengembangan sistem informasi sesuai arsitektur dan standar portofolio aplikasi
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
88
a) peningkatan integrasi dengan IFMIS
b) pengembangan sistem aplikasi untuk front office
c) pengembangan sistem aplikasi untuk middle office
d) pengembangan sistem aplikasi untuk back office
e) penerapan standar teknologi dalam pengembangan sistem apliasi
f) peningkatan website
g) peningkatan utilisasi sistem aplikasi office automation
b. Kapabilitas organisasi
1) memenuhi kebutuhan pegawai di bidang TI, melalui:
a) penambahan pegawai
b) rotasi pegawai
2) meningkatkan kompetensi pegawai, melalui pengembangan kapasistas pegawai
c. Tata Kelola teknologi Informasi
1) Menerapkan system development life cycle, diwujudkan dengan rencana aksi sebagai
berikut:
a) Analisis kelayakan pengembangan sistem informasi
b) Manajemen kualitas pengembangan sistem informasi
c) Mendokuemntasikan proses implementasi sistem informasi
d) Mendokumentasikan pengelolaan perubahan
e) Mengevaluasi implementasi sistem informasi
f) Menyususn dokumentasi pemeliharaanperangkat lunak
2) Meningkatkan manajemen layanan teknologi informasi
a) Penyusunan service catalogue
b) Meningkatkan manajmene layanan menggunakan CMBD
c) Penyusunan knowledge base
d) Penyusunan problem management
e) Sosialisasi manajemen layanan TI
3) Meningkatkan kelengkapan prosedur tata kelola TIK
a) Penyusunan revisi prosedur dan tata kelola TI
b) Analisis efektivitas prosedur tata kelola TI
4) Meningkatakn kualitas data
a) Mengimplementasikan data validation framework
b) Pemutakhiran data validation framework
c) Mengimplementasikan audit trail
5) Meningkatkan kepatuhan atas penerapan prosedur tata kelola TIK
a) Penyusunan prioritas dan rencana aksi implementasi prosedur mengenai tata kelola
TIK
b) Sosialisasi prosedur mengenai tata kelola TIK
6) Meningkatkan pengelolaan risiko teknologi informasi
a) Pengelolaan risiko pengembangan sistem informasi
b) Penyusunan SPOF (single point of failure)
c) Menetapkan prosedur identifikasi, analisis, evaluasi, dan eskalasi atas pengendalian
yang tidak dilaksanakan
7) Menerapkan manajemen keammanan informasi
a) Penerapan user account management
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
89
b) Sosialisasi keamanan informasi
d. Infrastruktur
1) Meningkatkan pengelolaan infrastruktur TI
a) Monitoring dan evaluasi tingkat utilisasi infrastruktur TIK
b) Menyusun standar konfigurasi perangkat
c) Menerapkan standar teknologi baru
2) Meningkatkan pengelolaan domain (DNS), website dan email
a) Migrasi domain kemenkeu.go.id
b) Migrasi email kemenkeu.go.id
c) Penyesuaian layout website
e. Disaster recovery
Mengembangkan disaster recovery center, yang dilakukan dengan cara:
a) Pemutakhiran bussines impact analysist secara berkala
b) Penyusunan bussines continuity plan
c) Pemutakhiran disaster recovery plan
d) Pengujian DRC drill secara berkala
e) Pengembangan sistem back up pada DC dan DRC
f) Pelaksanaan back up restore secara berkala
Terhadap tindakan strategis yang telah ditentukan perlu direncanakan tahapan
implementasinya dalam bentuk Roadmap. Disamping sebagai panduan dalam penyusunan
rencana tahunan, roadmap ini juga akan memudahkan pengukuran capaian strategi pada setiap
periode implementasinya.
Secara garis besar, implementasi ICT Strategy DJPPR 2015-2019 akan dilakukan sesuai
tabel berikut:
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
90
Gambar
Roadmap Implementasi ICT Strategy 2015-2019
Ukuran pencapaian sasaran ditandai dengan terpenuhinya indikator sebagai berikut:
a. Indikator kinerja persentase penyelesaian peta proses bisnis Direktorat Jenderal berbasis
sistem informasi mencapai target yang ditetapkan.
b. Indikator kinerja persentase implementasi pelaksanaan strategi TI mencapai target yang
ditetapkan.
Sasaran Strategis 6 Pelaksanaan Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen Pembiayaan yang Taat
Prosedur
Strategi yang dilaksanakan untuk mencapai Sasaran Strategis tersebut adalah dengan
melaksanakan kegiatan evaluasi, setelmen dan fungsi akuntansi sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Monitoring atas pelaskanaan kegiatan tersebut dilakukan secara berkala baik oleh aparat
pengawas internal maupun eksternal.
Pencapaian sasaran ditandai dengan terpenuhinya indicator-indikator sebagai berikut:
a. Tingkat penerapan pengendalian intern Dit. EAS sesuai dengan target yang ditetapkan;
b. Tindak lanjut Dit. EAS atas rekomendasi aparat pengawasan dilaksanakan secara tepat
waktu.
Rencana aksi yang akan dilakukan pada tahun 2015-2019 adalah:
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
91
a. Mengikuti perkembangan peraturan-peraturan baru terkait pengelolaan utang dan hibah;
b. Melakukan edukasi terhadap para pemangku kepentingan;
c. Berkoordinasi dengan pihak terkait untuk rencana penyelesaian atas rekomendasi BPK
dalam LHP Laporan Keuangan yang memerlukan keterlibatan pihak lain
H. STRATEGI DUKUNGAN MANAJEMEN DAN DUKUNGAN TEKNIS LAINNYA
Sasaran Strategis yang ingin dicapai dalam pengelolaan manajemen dan Dukungan Teknis
Lainnya di Lingkungan DJPPR adalah:
Sasaran Strategis 1 Menciptakan Organisasi DJPPR yang Kondusif
Setelah ditetapkannya PMK Nomor 206 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) resmi berganti nama
menjadi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) sehingga tugas dan
fungsi yang dilaksanakan DJPPR akan semakin berat, khusunya dalam mendukung prioritas
pembangunan nasional. Untuk itu, beberapa strategi yang akan dilakukan untuk mencapai
Sasaran Strategis di atas adalah sbb:
a. DJPPR terus berusaha melaksanakan penguatan dan penyempurnaan organisasi yang
mendukung proses bisnis
Penataan dan penguatan organisasi terus dilakukan sesuai Cetak Biru Transformasi
Kelembagaan. Tujuan yang ingin dicapai kedepan, DJPPR diharapkan mempunyai struktur
organisasi yang semakin sempurna. Salah satu upaya yang dilakukan adalah memperkuat
fungsi hubungan investor sesuai rekomendasi Cetak Biru Transformasi Kelembagaan,
khusunya pada Inisiatif ke-15. Fungsi yang ada pada saat dirasa masih belum maksimal
karena strategi yang belum terarah sehingga belum dapat mendiversifikasikan basis investor
dan mencapai arus modal yang lebih stabil dan dapat diprediksi. Selain itu, penguatan fungsi
hubungan investor diharapkan dapat menciptakan kebijakan yang jelas untuk menentukan
dan menargetkan investor prioritas/potensial.
b. Penyempurnaan Uraian Jabatan, SOP, serta ABK
Penyempurnaan uraian jabatan, SOP dan ABK secara berkesinambungan diperlukan
untuk memperlancar proses bisnis dari organisasi DJPPR. Rencana aksi yang akan
dilaksanakan dalam rangka penyempurnaan proses bisnis tersebut, yaitu:
1) melakukan sinkronisasi antara uraian jabatan, SOP, dan ABK sesuai dengan peraturan
yang terbnaru agar keterkaitan antara ketiga dokumen tersebut serta arahan pada
pelaksanaan setiap kegiatan lebih jelas. Hal ini juga dilakukan untuk menjaga
sinkronisasi dan konsistensi antara ketiga dokumen tersebut;
2) melakukan penambahan SOP yang sebelumnya belum ada;
3) penyempurnaan uraian jabatan, SOP, serta ABK dilakukan pula untuk menyesuaikan
dengan penataan organisasi. Jika usulan penataan organisasi disetujui, maka harus
ditindaklanjuti dengan penyempurnaan pada uraian jabatan, SOP, serta ABK tersebut.
Oleh karena itu diperlukan koordinasi yang lebih intensif dengan unit terkait, yaitu Biro
Organisasi dan Ketatalaksanaan serta unit Eselon II di lingkungan DJPPR;
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
92
Indikator yang menunjukan keberhasilan pencapaian Sasaran di atas dapat diukur dengan
Indeks kesehatan organisasi dengan target 72 serta Persentase implementasi inisiatif
transformasi kelembagaan Direktorat Jenderal dengan target 85%.
Sasaran Strategis 2 Mewujudkan SDM yang Kompetitif
Sasaran Strategis ini dicapai dengan perencanaan kebutuhan SDM di lingkungan DJPPR
sesuai analisis beban kerja untuk mencegah terjadinya pembagian beban kerja yang tidak
seimbang. Perencanaan SDM telah disesuaikan dengan 9 Agenda Prioriotas Nasional sesuai
Nawa Cita ke-2 yaitu DJPPR telah mengusulkan perencanaan kebutuhan SDM kepada Biro
SDM sampai dengan tahun 2019 sebagai berikut:
Tabel
Estimasi Kebutuhan Pegawai Tingkat Diploma (D1/DIII) dan Sarjana (S1/S2/S3)
NO Tingkat
Pendidikan Program Studi
TAHUN
2015 2016 2017 2018 2019
1 D.III STAN Kebendaharaan Negara 29 10 3 3 4
2 D.III STAN Akuntansi Pemerintah 11 7 4 3 0
3 D.I STAN D I Kebendaharaan Negara/SMK Perkantoran 11 1 0 0
0
JUMLAH DI/DIII STAN 51 17 7 6 4
1 S1
Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP)/Ekonomi Pembangunan/Ilmu Ekonomi 5 2 1 0
0
2 S1 Hubungan Internasional 1 1 0 0
3 S1 Ilmu Hukum 5 2 2 0 1
4 S1 Ilmu Hukum (Hukum Perdata/Internasional) 1 1 0
0
5 S1 Ilmu Komunikasi 1 2 0 0
6 S1 Manajemen (Keuangan) 2 2 1 0 1
7 S1 Statistik/Statistika 3 2 0 0
8 S1 Teknik Informatika/Teknologi Informasi 1 0 1 1
0
9 S1 Manajemen Informatika 2 1 0 0 0
10 S1 Akuntansi 15 0 0 0 0
11 S1 Manajemen Perbankan 0 0 0 1
12 S1 Ekonomi Syariah 1 0 0 0 0
Jumlah S1 37 13 5 2 2
JUMLAH 88 30 12 8 6
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
93
Indikator yang menunjukan keberhasuilan pencapaian Sasaran di atas dapat diukur
dengan Persentase pencapaian target pegawai Setditjen yang memenuhi jamlat sesuai hard
competency dengan target 50%.
Sasaran Strategis 3 yaitu Pengelolaan BMN yang Akuntabel
Bagian dari pelayanan teknis dan administratif yang dilaksanakan sejalan dengan tugas
Sekretariat sebagai unit pendukung dalam pelaksanaan pengelolaan pembiayaan dan risiko
serta sebagai pelaksana agenda reformasi birokrasi di lingkungan DJPPR adalah pengelolaan
BMNB.
Ukuran pencapaian Sasaran Strategis ini adalah tingkat akurasi penatausahaan BMN
dengan target 100% dan persentase pengadaan barang dan jasa secara tepat waktu dengan
target 100%.
Sasaran Strategis 4 yaitu Pengelolaan Anggaran yang Optimal dan Akuntabel
Pengelolaan anggaran yang optimal, khususnya dengan membandingkan antara
penyerapan anggaran dengan pencapaian kinerja. Dengan adanya pengelolaan anggaran yang
optimal diharapkan kinerja pengelolaan pembiayaan dan risiko akan semakin meningkat.
Strategi untuk mewujudkan Sasaran Strategis tersebut yaitu:
1) Penerapan performance base budgeting dan penerapan ukuran-ukuran yang obyektif
dalam penentuan skala prioritas kegiatan beserta pembiayaanya, diikuti dengan
pengawasan secara berkala melalui pengimplementasian monitoring dan evaluasi atas
penyerapan dana dan pengukuran-pengukuran terkait efektifitas penyerapan dana
terhadap output dan outcome yang dihasilkan;
2) Meningkatkan kualitas informasi kinerja dan peningkatan hubungan langsung dan eksplisit
atas indikator kinerja dengan anggaran;
3) Meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi antar unit di lingkungan DJPPR dalam hal
penyusunan perencanaan kegiatan DJPPR dan ketersediaan anggaran untuk menjamin
dan memastikan keselerasan antara pencapaian kinerja dan penyerapan anggaran serta
dalam rangka optimalisasi penyerapan anggaran untuk mendukung kelancaran
pelaksanaan kegiatan yang mendukung pengelolaan pembiayaan dan risiko.
Indikator yang menunjukan keberhasilan pencapaian Sasaran ini adalah tingkat akurasi
penerbitan SPM dengan target 98% serta Persentase penyerapan anggaran dan pencapaian
output belanja Setditjen dengan target 95%.
Sasaran Strategis 5 Sistem Pengendalian yang Optimal
Kegiatan pengelolaan pembiayaan dan risiko memiliki peran yang sangat strategis
dalam konteks pengelolaan keuangan negara, karena tidak saja menjamin ketersediaan
pembiayaan untuk APBN dan penyediaan infrastruktur, namun juga pengelolaan risiko
keuangan negara pada berbagai aspek secara holistik, dengan nilai portofolio obyek yang
dikelola mencapai ribuan triliun rupiah. Kegiatan di atas memiliki proses bisnis yang
kompleks dengan melibatkan berbagai stakeholders baik dari sektor publik, sektor privat,
domestik dan internasional, dimana dalam pelaksanaannya berpotensi menimbulkan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
94
berbagai dampak baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, terkait ekonomi,
keuangan, politik, sosial, hukum, reputasi, dll.
Oleh karena itu pengelolaan pembiayaan dan risiko harus dilaksanakan secara
prudent, akuntabel, dan transparan, namun dengan tetap berorientasi mendorong
peningkatan kinerja secara maksimal untuk mencapai target yang telah ditetapkan. Dengan
demikian, maka perlu ditetapkan sistem pemantauan pengendalian internal, manajemen
risiko, peningkatan kualitas programa anti korupsi, harmonisasi peraturan, serta pengelolaan
kinerja secara aktif, sistematis, menyeluruh, dan konsisten.
Strategi yang dijalankan untuk mewujudkan sasaran strategis dimaksud, antara lain:
a) Melaksanakan pengelolaan manajemen risiko di lingkungan DJPPR sesuai dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.09/2008 tentang Penerapan Manajemen
Risiko di Lingkungan Departemen Keuangan sejak tahun 2010 sampai dengan tahun
2014. Peningkatan terhadap pengelolaan risiko yang dilaksanakan pada tahun 2015-
2019 secara garis besar melalui tahapan pelaksanaan strategi antara lain:
melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, identifikasi dan mitigasi risiko
seluruh Unit Eselon II sebagai Unit Pemilik Risiko (UPR), menyiapkan kompetensi
instansi DJPPR, integrasi manajemen risiko ke dalam proses kerja, dan meningkatkan
tingkat kematangan manajemen risiko secara terus-menerus.
b) Melaksanakan peningkatan kualitas Program Anti Korupsi di lingkungan DJPPR sesuai
dengan Perpres Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah
Tahun 2012-2014 melalui tahapan Pencegahan, Penegakan Hukum, Harmonisasi
Peraturan terkait Korupsi, Kerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
dan Pelaporan Pelaksanaan Pemberantasan Korupsi.
c) Melaksanakan pemantauan penerapan pengendalian intern secara berkala terhadap
kegiatan di lingkungan DJPPR, yang dipilih dengan mempertimbangkan kegiatan
utama (core business), faktor risiko, usulan kegiatan dari unit Eselon II, serta tindak
lanjut rekomendasi aparat pemeriksa. Pemantauan penerapan pengendalian intern
tersebut meliputi pemantauan pengendalian utama dan pemantauan Efektivitas
Implementasi dan Kecukupan Rancangan (EIKR).
d) Melaksanakan penelahaan rancangan peraturan di tingkat Direktorat Jenderal dan
harmonisasi/dokumentasi peraturan di lingkungan DJPPR dalam rangka terwujudnya
rancangan peraturan sesuai dengan ketentuan/peraturan perundang-undangan yang
berlaku serta terciptanya tata kelola dokumentasi di lingkungan DJPPR yang
terintegrasi.
e) Melaksanakan pengelolaan kinerja organisasi secara aktif, menyeluruh, dan konsisten
di lingkungan DJPPR, melalui kegiatan antara lain: meningkatkan pelaksanaan
internalisasi sistem pengelolaan kinerja kepada seluruh pegawai dalam rangka
updating ketentuan dan standar yang berlaku serta meningkatkan pemahaman dan
awareness seluruh pegawai terkait dengan pengelolaan kinerja; menyempurnakan
siklus tahapan pelaksanaan sistem pengelolaan kinerja dalam rangka meningkatkan
keselarasan dan sinergi antara manajemen kinerja dengan area manajemen lain
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
95
seperti: manajemen perencanaan organisasi, manajemen keuangan, manajemen SDM,
manajemen risiko, dan manajemen kepatuhan; meningkatkan penerapan prinsip-prinsip
Strategy Focused Organization dalam pengelolaan kinerja khususnya untuk eksekusi
strategi secara efektif; meningkatkan kapasitas unit pengelola kinerja terutama pada
aspek kelembagaan dan kompetensi SDM; menyempurnakan standar pengelolaan
kinerja organisasi agar selaras dengan karakteristik, dinamika, dan kebutuhan
organisasi, untuk mendorong proses continuous improvement dalam rangka akselerasi
peningkatan kinerja dan pencapaian tujuan organisasi; meningkatkan kualitas dan
cakupan kajian serta validasi data capaian kinerja dalam rangka peningkatan reliability
penerapan sistem pengelolaan kinerja; dan meningkatkan pemanfaatan hasil penilaian
kinerja pada berbagai area secara lebih luas dan konsisten. Indikator yang digunakan
untuk mengukur tercapainya Sasaran di atas adalah Tingkat penerapan pengendalian
intern dengan target 95% dan Tingkat implementasi mitigasi risiko dengan target 85%.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
96
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
97
BAB III
ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI
DAN KERANGKA KELEMBAGAAN
3.1 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI KEMENTERIAN KEUANGAN
A. Arah Kebijakan dan Strategi Nasional
Arah kebijakan Kementerian Keuangan di bidang pembiayaan negara didasarkan pada
Sembilan Agenda Prioritas Dalam Pemerintahan yang dinamakan NAWA CITA. Arah kebijakan di
bidang pembiayaan negara sesuai dengan NAWA CITA ke-6 yaitu Meningkatkan Produktivitas
Rakyat dan Daya Saing di Pasar Internasional dan NAWA CITA ke-7 yaitu Mewujudkan
kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sector-sektor strategis ekonomi domestik.
Sesuai NAWA CITA ke-6, DJPPR ikut memberikan kontribusi dalam kegiatan peningkatan
efektivitas dan efisiensi dalam pembiayaan infrastruktur. Sasaran yang ingin diwujudkan adalah
menyediakan dukungan pembiayaan untuk memenuhi target pembangunan infrastruktur melalui
penyediaan alternatif pembiayaan, seperti melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan
Usaha (KPS), pembentukan bank pembangunan/ infrastruktur dan skema innovative financing
lainnya.
Arah kebijakan dalam rangka mencapai sasaran dimaksud adalah pengembangan alternatif
pembiayaan infrastruktur dengan strategi sbb:
1) Mengadopsi sistem penganggaran tahun jamak jangka panjang (lebih dari 5 tahun) dalam UU
Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara;
2) Mengkaji dan mengujicobakan berbagai model KPS berbasis pendanaan Pemerintah
(innovative financing scheme);
3) Mendorong peningkatan kapasitas pendanaan BUMN/BUMD infrastruktur khususnya dalam
proyek perluasan prasarana yang sudah beroperasi (brownfield) dan menyediakan dukungan
pemerintah dalam bentuk penambahan modal serta jaminan pemerintah (sovereign
guarantee) untuk pembangunan baru yang merupakan penugasan khusus pemerintah;
4) Penyediaan dana untuk dukungan (dukungan penyiapan proyek, dukungan kelayakan,
dukungan pengadaan tanah, dll) dan jaminan pemerintah untuk proyek proyek KPS, baik
yang bersifat dana bergulir (revolving) maupun yang bersifat habis pakai (sinking fund).
5) Menyempurnakan mekanisme pemberian berbagai bentuk dukungan Pemerintah termasuk
viability gap fund (VGF) untuk proyek KPS berbasis pendanaan swasta.
6) Pembentukan fasilitas pembiayaan infrastruktur berupa pembentukan bank
pembangunan/infrastruktur, dana amanah (trust fund) infrastruktur, obligasi infrastruktur, dan
instrumen pembiayaan lain khusus untuk infrastruktur, khususnya untuk mendorong
percepatan proyek-proyek dengan skema KPS.
Sesuai NAWA CITA ke-7, DJPPR ikut berperan melalui kegiatan pengelolaan strategi
dan portofolio pembiayaan, yaitu mengendalikan rasio utang pemerintah terhadap PDB dan
hanya mempergunakan utang baru untuk membiayai kegiatan pemerintah yang bersifat produktif.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
98
Terkait NAWA CITA di atas, ditetapkanlah tiga kegiatan prioritas nasional yang menjadi peran
utama Kementerian Keuangan di bidang pengelolaan pembiayaan dan risiko, yaitu sebagai
berikut:
1. Pemenuhan dukungan dan jaminan pemerintah terhadap proyek KPS infrastruktur prioritas;
2. Pengendalian rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB);
3. Utang baru hanya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang produktif.
B. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Keuangan
Berdasarkan arah kebijakan dan strategi nasional di atas, kebijakan yang dilakukan Kementerian
Keuangan dalam pembiayaan negara adalah:
a. Kebijakan pemanfaatan utang secara terukur dengan memperhatikan batasan defisit dan
kebutuhan investasi untuk mendukung kesinambungan fiskal dan mendorong pertumbuhan
ekonomi.
b. Kebijakan Pengelolaan SBN
1. Kebijakan pengelolaan SBN domestik
a) Pengembangan pasar perdana SBN, antara lain dengan memaksimalkan penerbitan
di pasar domestik, meningkatkan transparansi dan prediktabilitas jadwal dan target
lelang penerbitan, meningkatkan kualitas penetapan seri benchmark, dan
meningkatkan koordinasi jadwal dan besaran target dengan BI terkait jumlah likuiditas
pasar domestik.
b) Pengembangan pasar sekunder SBN, antara lain dengan mengoptimalkan peran dan
kapasitas dealer utama (primary dealers), meningkatkan likuiditas, dan memperkuat
bond stabilization framework (BSF).
c) Pengembangan instrumen SBN dan perluasan basis investor.
2. Kebijakan pengelolaan SBN valas antara lain dengan menerbitkan SBN valas secara
terukur dan mempertimbangkan pengelolaan portofolio utang, termasuk untuk mendukung
penerapan ALM negara.
c. Kebijakan Pengelolaan Pinjaman antara lain:
1. Pemanfaatan pinjaman untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan energi,
membiayai pembelian barang yang belum dapat diproduksi di dalam negeri dalam rangka
alih teknologi, dan mendukung fleksibilitas pembiayaan utang.
2. Meningkatkan kualitas persiapan kegiatan, pengadaan pinjaman, dan kinerja pemanfaatan
pinjaman.
d. Kebijakan pengelolaan kewajiban penjaminan terutama bertujuan untuk mitigasi risiko
penjaminan Pemerintah melalui penerbitan benchmark pinjaman, melakukan evaluasi
kelayakan proyek dan perjanjian kerjasama, dan melakukan monitoring serta evaluasi atas
kinerja (performance) proyek dan kondisi keuangan pihak terjamin.
e. Kebijakan pengelolaan risiko utang untuk mencapai target indikator risiko yang optimal
melalui re-profiling utang dan pemanfaatan transaksi derivatif.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
99
Adanya berbagai pilihan sumber-sumber pembiayaan anggaran tersebut mendorong perlunya
disusun kebijakan pengelolaan dan strategi dalam memanfaatkan sumber pembiayaan secara
hati-hati dan terukur, dengan mempertimbangkan efisiensi biaya, kemampuan penyediaan dana,
dan dampaknya pada masa yang akan datang. Dalam melakukan pemilihan dari berbagai
alternatif sumber-sumber pembiayaan tersebut, diupayakan dengan terlebih dahulu
mengoptimalkan sumber pembiayaan non-utang. Dengan demikian, sumber pembiayaan yang
berasal dari utang dipilih sebagai alternatif terakhir pemenuhan defisit anggaran, mengingat
adanya biaya dan risiko yang melekat dalam sumber pembiayaan utang. Dengan semakin
terbatasnya sumber-sumber pemenuhan pembiayaan nonutang, maka saat ini sumber
pembiayaan defisit yang utama berasal dari utang.
Dalam rangka diversifikasi berbagai jenis instrumen utang, pemerintah telah menerbitkan
Surat Berharga Syariah Negara Berbasis Proyek (Project Based Sukuk) yang selanjutnya disebut
SBSN PBS yakni sumber pendanaan melalui penerbitan SBSN untuk membiayai, kegiatan
tertentu yang dilaksanakan oleh Kementerian Negara/Lembaga. Adapun keunggulan pembiayaan
proyek melalui SBSN-PBS antara lain sebagai berikut:
a. Pendanaan bersumber dari pasar keuangan sehingga jumlah pembiayaan dapat lebih besar.
b. Jangka waktu atau tenor dapat lebih panjang dibandingkan dari pembiayaan melalui pinjaman
/utang luar negeri.
c. Waktu penerbitan / penyediaan dana yang lebih fleksible, sehingga dapat mendukung
kesinambungan pelaksanaan proyek/kegiatan.
d. Tingkat yield lebih kompetitif.
e. Pilihan mata uang atau currency lebih luas, dapat dalam bentuk Rupiah maupun valuta asing.
f. Basis investor lebih luas, meliputi investor domestik maupun internasional, baik syariah
maupun konvensional
Namun demikian, dalam pelaksanaannya, pemerintah tetap mengedepankan pertimbangan
efisiensi biaya, kemampuan penyediaan dana, dan dampaknya pada masa yang akan datang.
Peningkatan pengelolaan pinjaman pemerintah diarahkan untuk menurunkan stok pinjaman luar
negeri, tidak saja relatif terhadap PDB, tetapi juga secara absolut. Sementara itu, untuk pinjaman
dalam negeri, terutama melalui penerbitan surat berharga negara, diupayakan tetap adanya ruang
gerak yang cukup pada sektor swasta.
Sumber pembiayaan luar negeri, baik berupa hibah maupun pinjaman luar negeri (PHLN), terus
diupayakan dengan tetap mengutamakan kedaulatan dan kepentingan nasional serta
meningkatkan efektivitas pemanfaatannya sesuai prioritas pembangunan nasional. Pemanfaatan
PHLN harus dilihat tidak hanya dari sisi pendanaan tetapi juga sebagai sarana untuk bertukar
informasi dan pembelajaran dalam rangka memperkuat dan menyempurnakan sistema
perencanaan, anggaran, pengadaan, pemantauan dan evaluasi nasional serta kapasitas
kelembagaan dan sumber daya manusia.
Kebijakan yang ditetapkan Kementerian Keuangan di bidang pembiayaan negara di atas,
dimaksudkan untuk mendukung strategi nasional dalam pembiayaan negara, sebagai berikut:
a. Pengendalian rasio utang terhadap PDB.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
100
b. Optimalisasi pemanfaatan utang.
c. Mengutamakan pembiayaan yang berasal dari pasar domestik.
d. Pengelolaan risiko penjaminan yang prudent.
3.2 Arah Kebijakan dan Strategi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
A. Arah Kebijakan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
1) Kebijakan Pengelolaan SBN
Kebijakan pengelolaan SBN dibagi untuk pengelolaan SBN domestik, pengelolaan SBN
valas, dan tambahan arahan khusus SBSN.
1.1. Kebijakan pengelolaan SBN domestik
a. Pengembangan pasar perdana SBN
1) Memaksimalkan penerbitan di pasar domestik, terutama penerbitan SBN seri
benchmark.
2) Meningkatkan transparansi dan prediktabilitas jadwal dan target lelang penerbitan,
antara lain:
a) mengoptimalkan publikasi dan jadwal lelang penerbitan;
b) konsistensi target dan realisasi penerbitan menuju lelang berdasarkan target
(target based auction), dimana Pemerintah bertindak sebagai price taker.
3) Mengoptimalkan metode penerbitan, antara lain:
a) pengembangan jalur distribusi SBN ritel;
b) pemanfaatan opsi green shoe;
c) private placement secara selektif, khususnya bagi investor jangka panjang
yang penempatan investasi utamanya dalam SBN dan/atau pada saat likuiditas
kering.
4) Meningkatkan kualitas penetapan seri benchmark
Tenor dan jumlah seri benchmark mempertimbangkan likuiditas dan preferensi
investor serta kebutuhan pengelolaan risiko utang. Tenor seri benchmark adalah 5
(lima) tahun, 10 (sepuluh) tahun, 15 (lima belas) tahun, dan 20 (dua puluh) tahun
dengan range ± 1 (satu) tahun. Jumlah penerbitan masing-masing seri benchmark
diupayakan meningkat hingga mencapai jumlah yang likuid sebagaimana
ditetapkan dalam strategi pembiayaan tahunan dan/atau strategi operasional.
5) Meningkatkan koordinasi jadwal dan besaran target dengan BI terkait jumlah
likuiditas pasar domestik.
b. Pengembangan pasar sekunder SBN
1. Mengoptimalkan peran dan kapasitas dealer utama (primary dealers), diantaranya
melalui revisi peraturan terkait dealer utama dan menyempurnakan sistem
evaluasi kinerja dealer utama yang berkelanjutan;
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
101
a) Meningkatkan likuiditas pasar sekunder SBN domestik melalui:
b) pengembangan pasar repo dan derivatif yang memakai SBN sebagai
underlying instrument;
c) pengembangan produk government bonds future (GBF);
d) pembelian kembali seri-seri SBN yang tidak likuid dan/atau penukaran seri-
seri SBN yang tidak likuid dengan SBN seri benchmark
2. Memperkuat bond stabilization framework (BSF) melalui review cakupan dan
mekanisme operasionalnya;
3. Menyempurnakan electronic trading platform, khususnya trading platform untuk
dealer utama yang memungkinkan kuotasi Dealer Utama dapat dieksekusi dan
trading platform untuk obligasi ritel (modified exchange);
4. Membentuk pro-active investor relations dengan:
a) membentuk dedicated investor relations team;
b) menentukan dan menyusun database target investor;
c) menentukan strategi komunikasi dengan investor, termasuk diantaranya
menyiapkan jadwal roadshow secara regular di dalam dan luar negeri.
5. Melakukan konsolidasi SUN-SUN seri benchmark;
6. Meningkatkan partisipasi investor domestik di pasar SUN.
c. Pengembangan instrumen SBN, antara lain melalui kajian berkaitan dengan
pengembangan instrumen maupun pasar SBN.
1.2 Kebijakan pengelolaan SBN valas
a. Menerbitkan SBN valas secara terukur dan sebagai pelengkap:
1) menjamin pemenuhan pembiayaan APBN tanpa menimbulkan crowding out di
pasar domestik;
2) menurunkan tingkat biaya portofolio utang pada tingkat risiko yang terkendali;
3) memberikan benchmark yield bagi sektor korporasi/swasta.
b. Mempertimbangkan pengelolaan portofolio utang, termasuk untuk mendukung
penerapan ALM negara;
c. Mengembangkan penerbitan SBN valas di berbagai pasar untuk mengantisipasi kondisi ketidakpastian di pasar tertentu dan memperoleh alternatif biaya utang yang lebih kompetitif:
1. melanjutkan penerbitan SBN valas sesuai dengan kebutuhan dan kewajaran biaya utang;
2. penerbitan SBN valas diutamakan dalam hard currency, dalam hal penerbitan dilakukan di luar hard currency perlu diupayakan mekanisme swap;
3. mengembangkan akses ke pasar keuangan Jepang melalui penerbitan samurai
bonds tanpa garansi JBIC.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
102
1.3. Tambahan arahan khusus SBSN
Khusus untuk pengelolaan SBSN/Sukuk, ditetapkan tambahan arahan sebagai berikut:
a. Melakukan lelang penerbitan SBSN secara konsisten untuk memastikan
ketersediaan SBSN yang cukup di pasar domestik;
b. Melanjutkan kajian tentang pendirian dealer utama untuk peserta lelang SBSN
secara bertahap;
c. Mengupayakan peningkatan pemahaman pelaku pasar mengenai instrumen SBSN;
d. Mengkaji upaya peningkatan minat investor;
e. Optimalisasi pembiayaan proyek melalui SBSN PBS.
2) Kebijakan Pengelolaan Pinjaman
1. Kebijakan pengelolaan pinjaman luar negeri
a) Pengendalian pinjaman luar negeri melalui kebijakan negative net flow secara
konsisten.
b) Pengadaan pinjaman kegiatan bertujuan untuk membiayai pengeluaran pemerintah
yang produktif, dalam rangka meningkatkan potensi output yang memberikan dampak
multiplier tinggi di masa yang akan datang.
c) Meningkatkan kualitas persiapan kegiatan dan pengadaan pinjaman luar negeri:
1) Meningkatkan peran serta dalam penyusunan dokumen kerjasama dengan lender
untuk menghindari terjadinya pengadaan pinjaman luar negeri yang didikte oleh
lender (lender-driven).
2) Negosiasi pinjaman luar negeri hanya dilakukan setelah terpenuhinya seluruh
kriteria kesiapan (readiness criteria) dari kegiatan yang akan dibiayai dengan
pinjaman luar negeri.
3) Menetapkan syarat dan ketentuan (terms and conditions) pinjaman luar negeri
yang sesuai dengan target risiko dan biaya utang.
d) Pinjaman luar negeri tunai/program dilakukan secara selektif, antara lain dalam rangka
mendukung fleksibilitas pembiayaan utang;
e) Meningkatkan kinerja pemanfaatan pinjaman luar negeri:
1) Mengoptimalkan monitoring dan evaluasi pemanfaatan pinjaman luar negeri untuk
memastikan penarikan pinjaman luar negeri sesuai jadwal.
2) Mengambil langkah penanganan atas kegiatan yang bermasalah dan berdampak
signifikan terhadap APBN berdasarkan hasil monitoring.
3) Meningkatkan koordinasi antar unit terkait dalam penganggaran serta monitoring
dan evaluasi pinjaman luar negeri.
4) Meningkatkan kualitas data pinjaman luar negeri.
2. Kebijakan pengelolaan pinjaman dalam negeri
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
103
a. Mengoptimalkan pemanfaatan pinjaman dalam negeri
1) Meningkatkan besaran pinjaman dalam negeri sesuai dengan kebutuhan.
2) Memperluas sasaran sektor kegiatan sesuai dengan kapasitas industri dalam
negeri.
3) Optimalisasi kapasitas sumber pembiayaan domestik.
b. Meningkatkan kualitas persiapan kegiatan dan pengadaan pinjaman dalam negeri
1) Perencanaan kegiatan dilaksanakan secara sangat selektif dan hati-hati serta
melalui koordinasi yang intensif antar pemangku kepentingan.
2) Memastikan terpenuhinya kriteria kesiapan kegiatan sebelum proses pengadaan
pinjaman dalam negeri.
3) Menetapkan terms and conditions pinjaman dalam negeri yang sesuai dengan
target risiko dan biaya utang.
c. Meningkatkan kinerja pemanfaatan pinjaman dalam negeri
1) Mengoptimalkan monitoring dan evaluasi pemanfaatan pinjaman dalam negeri
untuk memastikan penarikan pinjaman dalam negeri sesuai jadwal.
2) Mengambil langkah-langkah proaktif dalam menangani slow disbursement.
3) Meningkatkan koordinasi antarunit terkait dalam penganggaran serta monitoring
dan evaluasi pinjaman dalam negeri.
4) Meningkatkan kualitas data pinjaman dalam negeri.
3) Kebijakan Pengelolaan Kewajiban Penjaminan
Selain kebijakan dalam pengelolaan SBN dan pinjaman di atas, ditetapkan pula kebijakan
pengelolaan kewajiban penjaminan, yang terdiri atas rangkaian kegiatan berikut:
a. Mitigasi Risiko Penjaminan Pemerintah
Mitigasi risiko ditujukan untuk meminimalkan risiko fiskal dan risiko terjadinya gagal
bayar (default), yang dilakukan pada tahap evaluasi atas usulan penerbitan penjaminan
Pemerintah. Kebijakan ini diwujudkan untuk program FTP 1, FTP 2, penyediaan air
minum, dan infrastruktur melalui skema KPS, sebagai berikut:
1) Menerbitkan benchmark pinjaman
Penerbitan benchmark pinjaman dilakukan secara reguler dengan
mempertimbangkan kondisi pasar keuangan. Benchmark ini akan digunakan oleh
PT.PLN sebagai acuan dalam melakukan negosiasi harga pinjaman (pricing) dengan
kreditur, dan digunakan oleh Menteri Keuangan sebagai acuan dalam menyetujui
harga pinjaman dimaksud. Di samping itu, benchmark juga digunakan untuk acuan
persetujuan jika terdapat permintaan perubahan tingkat suku bunga oleh pihak
kreditur misalnya karena ada perpanjangan masa penarikan pinjaman (availability
period).
2) Melakukan evaluasi kelayakan proyek dan perjanjian kerjasama
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
104
Evaluasi kelayakan yang dilakukan antara lain reviu atas model keuangan
(financial model) proyek dan perjanjian kerjasama dengan tujuan:
a. memastikan proyek layak secara finansial;
b. menentukan jangka waktu penjaminan;
c. menentukan kewajiban finansial yang layak dijamin dan struktur transaksi dalam
perjanjian kerjasama;
d. meminimalkan risiko fiskal terkait substansi dalam klausul perjanjian kerjasama.
Dalam struktur transaksi pada perjanjian kerjasama program FTP 2 dan KPS,
diupayakan agar penyelesaian lahan yang selama ini menjadi kendala dapat
diselesaikan terlebih dahulu oleh PLN atau Penanggung Jawab Proyek
Kerjasama yaitu K/L, Pemerintah Daerah, BUMN/BUMD. Proses pembebasan
lahannya mengacu pada Undang-undang mengenai pengadaan tanah untuk
kepentingan umum. Sedangkan dalam perjanjian penjaminan, diupayakan bahwa
pembebasan lahan sebagai salah satu persyaratan efektifnya penjaminan.
3) Melakukan monitoring dan evaluasi atas kinerja (performance) proyek dan kondisi
keuangan pihak terjamin;
4) Pengembangan metodologi internal credit rating;
5) Saat ini sedang kembangkan metodologi penilaian risiko default dari pihak terjamin
dengan menggunakan pendekatan asesmen credit rating internal yang dilakukan
sendiri oleh DJPPR. Melalui metode internal credit rating dapat diprediksi probabilitas
terjadinya default dari pihak terjamin serta dapat diketahui faktor-faktor utama yang
mempengaruhi kemungkinan default tersebut. Berdasarkan asesment tersebut
DJPPR diharapkan dapat mengelola dan melakukan mitigasi risiko yang timbul dari
penjaminan pemerintah dengan lebih baik.
b. Menyusun Prinsip Umum Penjaminan
Prinsip umum ini sebagai acuan bagi seluruh K/L dalam mengajukan program yang
memerlukan penjaminan, dan acuan bagi Kementerian Keuangan dalam memutuskan
apakah usulan program dimaksud dapat diberikan jaminan atau tidak. Beberapa prinsip
umum penjaminan antara lain:
1) Pemberian jaminan harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2) Penerbitan jaminan Pemerintah harus memenuhi prinsip transparansi, akuntabilitas
dan kehati-hatian.
3) Jumlah jaminan Pemerintah tidak boleh melebihi batas maksimal penjaminan.
4) Jaminan Pemerintah diberikan kepada proyek yang memenuhi persyaratan
kelayakan secara finansial.
5) Pemerintah dapat mengenakan biaya (fee) atas penjaminan dalam rangka
mengurangi biaya dan risiko dari pemberian jaminan.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
105
6) Pemerintah dapat meminta entitas terjamin untuk memberi jaminan termasuk dalam
bentuk rekening penampungan (escrow account) sebesar 1 (satu) kali pembayaran,
guna menjamin ketersediaan dana pembayaran kewajiban.
c. Menyusun/menyempurnakan peraturan perundang-undangan terkait penjaminan sebagai
landasan hukum bagi pengelolaan jaminan Pemerintah yang efektif dan efisien.
d. Menghentikan kebijakan pemberian jaminan Pemerintah yang bersifat penjaminan penuh
(blanket guarantee), seperti penerbitan support letter untuk proyek-proyek Independent
Power Producer (IPP) PT PLN.
4) Kebijakan Pengelolaan Risiko Keuangan Negara
Dalam pengelolaan risiko keuangan negara, beberapa kebijakan yang akan dilaksanakan
sebagai berikut:
a. Mitigasi Risiko APBN
1) Melakukan mitigasi risiko atas pemberian dukungan dan/atau jaminan atas penugasan
pemerintah untuk pembangunan infrastruktur sehingga menjadi efektif dan efisien
serta tepat sasaran sesuai dengan arah program percepatan pembangunan
infrastruktur melalui pengelolaan risiko keuangan negara.
Beberapa mitigasi risiko yang sudah dan sedang dilaksanakan antara lain:
a) memastikan pemberian jaminan pemerintah yang terukur atas besaran dan jangka
waktunya
b) memastikan struktur penjaminan yang bankable
c) melakukan pemantauan risiko dalam rangka meminimalisir probabilitas terjadinya
default
2) Melakukan mitigasi risiko yang berasal dari implementasi program jaminan kesehatan
dan program jaminan ketenagakerjaan SJSN dalam rangka menjaga kesinambungan
program SJSN dan mendukung kesinambungan APBN.
Beberapa mitigasi risiko yang sudah dan sedang dilaksanakan antara lain:
a) menyusun disain besaran iuran dan manfaat program jaminan kesehatan dan
program jaminan ketenagakerjaan SJSN
b) melakukan pemantauan dan evaluasi ketahanan dana jaminan sosial kesehatan
dan dana jaminan sosial ketenagakerjaan
3) Mitigasi risiko politik dan tuntutan hukum
Melakukan mitigasi risiko yang bersumber dari risiko politik dan risiko tuntutan hukum
dalam rangka pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, dan
bertanggungjawab.
Beberapa mitigasi risiko yang sudah dan sedang dilaksanakan antara lain:
a) melakukan identifikasi dan mitigasi atas sumber risiko politik
b) melakukan inventarisasi dan menyusun database tuntutan hukum terhadap K/L
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
106
c) melakukan koordinasi dengan Mahkamah Agung dan instansi terkait penegakan
hukum lainnya
b. Mitigasi Risiko BUMN
1) Mitigasi risiko bersumber dari skema Public Service Obligation (PSO)
Melakukan mitigasi risiko atas potensi membengkaknya subsidi yang berasal dari
BUMN yang melaksanakan PSO dalam rangka tercapainya peran fiskal dan
pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, dan bertanggungjawab.
Beberapa upaya mitigasi yang sudah dan sedang berjalan untuk memastikan
terkendalinya risiko atas pelaksanaan PSO antara lain:
a) Pemantauan rutin cash flow PT PLN (persero)
b) Pemberian margin dan tambahan modal pada BUMN pelaksana PSO
c) Pengembangan skema subsidi dengan pendekatan Performance Based
Regulatory
d) Pemantauan pelaksanaan program KUR
e) Pengembangan instrumen fiskal untuk pelaksanaan program asuransi pertanian.
2) Mitigasi risiko penugasan non-PSO dan Investasi pada BUMN
Melakukan mitigasi risiko atas pelaksanaan penugasan non-PSO dan Investasi pada
BUMN dalam rangka tercapainya peran fiskal dan pengelolaan keuangan negara
yang efektif, efisien, dan bertanggungjawab.
Beberapa upaya mitigasi yang sudah dan sedang berjalan untuk memastikan
terkendalinya risiko atas pelaksanaan penugasan non-PSO dan investasi pada
BUMN antara lain:
a) Kajian analisis risiko atas program restrukturisasi dan privatisasi BUMN
b) Kajian analisis risiko atas rencana PMN kepada BUMN
3) Mitigasi risiko pinjaman BUMN
Melakukan mitigasi risiko atas potensi default pinjaman yang berasal dari BUMN
dalam pengembangan usaha serta percepatan pembangunan infrastruktur yang
dilakukan oleh BUMN dalam rangka tercapainya peran fiskal dan pengelolaan
keuangan negara yang efektif, efisien, dan bertanggungjawab.
Beberapa upaya mitigasi yang sudah dan sedang berjalan untuk memastikan
terkendalinya risiko atas pelaksanaan PSO antara lain:
a) Pemantauan rutin pinjaman BUMN-BUMN besar dan pelaksana penugasan PSO
b) Kajian analisis risiko atas permohonan persetujuan Pinjaman Komersial Luar
Negeri (PKLN)
c) Pengembangan skema pinjaman langsung (direct lending) dalam rangka
penyediaan sumber investasi dan pendanaan invrastruktur yang murah dan
kredibel.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
107
c. Mitigasi Risiko Lembaga Keuangan dan Instrumen Mitigasi Risiko
1) Mitigasi Risiko Lembaga Keuangan
Melakukan mitigasi risiko keuangan negara yang bersumber dari Lembaga Keuangan
yang dibentuk oleh Pemerintah dengan cara meningkatkan efektifitas penggunaan
dana APBN dan penguatan peran fiskal Lembaga Keuangan untuk mencapai target
pembangunan melalui sektor tertentu.
Beberapa upaya mitigasi yang sudah dan sedang berjalan untuk memastikan
terkendalinya risiko atas peran fiskal Lembaga Keuangan antara lain:
a) Penyusunan IKU non-finansial/fiskal Direktur Eksekutif dan Direktur Pelaksana
pada pembahasan RKAT LPEI,
b) Penguatan peran BLU-FLPP dalam mendukung pengurangan back-log
perumahan penduduk.
c) Penguatan peran fiskal Sarana Multigriya Finansial dalam mendukung
pengadaan perumahan dan tempat tinggal yang terjangkau bagi Masyarakat
Berpenghasilan Rendah.
d) Pemantauan kebutuhan modal Bank Indonesia,
e) Pemantauan kebutuhan modal Lembaga Penjamin Simpanan,
f) Penyusunan RPMK Penugasan Khusus Ekspor dan PerPres tentang Kebijakan
Dasar Pembiayaan Ekspor Nasional.
2) Penyusunan Instrumen Mitigasi Risiko
Penyusunan kebutuhan, analisis, penyiapan, dan evaluasi instrumen mitigasi risiko;
serta pemantauan dan reviu terhadap instrumen mitigasi risiko.
Beberapa instrumen mitigasi risiko yang telah disusun antara lain:
a) Hedging harga minyak
b) Asuransi bencana
c) Asuransi pertanian
d) Penjaminan program Kredit Usaha Rakyat
3) Peraturan Mitigasi Risiko
Penyiapan bahan penelaahan aspek hukum, penyusunan rancangan peraturan, dan
kodifikasi peraturan di bidang pengelolaan risiko keuangan negara.
d. Pengelolaan Risiko Aset dan Kewajiban Negara
1) Analisis Struktur Aset dan Kewajiban Pemerintah
Melakukan mitigasi risiko keuangan negara yang bersumber dari aset dan kewajiban
pemerintah, Bank Indonesia, dan BUMN.
Beberapa upaya mitigasi yang akan dilaksanakan untuk memastikan terkendalinya
risiko antara lain:
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
108
a) Melaksanakan analisis terhadap struktur aset dan kewajiban dalam neraca
keuangan pemerintah
b) Menyusun rekomendasi mitigasi risiko terhadap laporan keuangan konsolidasi
negara (laporan keuangan gabungan antara Pemerintah Pusat, BUMN,
Pemerintah Daerah, dan Bank Indonesia)
c) Melakukan fungsi koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam rangka
pengelolaan ALM Kementerian Keuangan dan negara, serta pengembangan
konsep ALM
2) Risiko Aset dan Kewajiban Lintas Generasi
Melakukan asessment dan identifikasi risiko keuangan negara yang bersumber dari
aset dan kewajiban pemerintah yang bersifat jangka panjang (lintas generasi).
Beberapa upaya mitigasi yang akan dilaksanakan untuk memastikan terkendalinya
risiko antara lain:
a) Melaksanakan analisis sensitivitas aset dan kewajiban
b) Melakukan stress-test dan analisis aset dan kewajiban berdasarkan fair market
value untuk mengidentifikasi, mengukur, dan menyusun rekomendasi mitigasi
risiko terhadap demografi, perubahan lingkungan dan lintas generasi
B. Strategi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
Guna mendukung arah kebijakan DJPPR yang telah ditetapkan di atas, dengan mengacu
pada tujuan dan fokus pengelolaan utang serta hasil analisis risiko dan biaya, ditetapkan strategi
pengelolaan utang jangka menengah sebagai berikut:
1. Mengoptimalkan potensi pendanaan utang dari sumber dalam negeri dan memanfaatkan
sumber utang dari luar negeri sebagai pelengkap.
2. Melakukan pengembangan dan pendalaman pasar SBN.
3. Memanfaatkan fleksibilitas pembiayaan utang untuk menjamin terpenuhinya pembiayaan
APBN dengan biaya dan risiko yang optimal.
4. Memaksimalkan pemanfaatan pinjaman, terutama untuk pembangunan Infrastruktur.
5. Melakukan pengelolaan utang secara aktif dalam kerangka ALM negara .
6. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.
7. Menyusun rekomendasi mitigasi risiko keuangan negara yang diterima/ditetapkan Menteri
Keuangan.
Untuk menetapkan strategi, dilakukan analisis dengan mempertimbangkan beberapa faktor
input seperti data utang dan asumsi makro, hasil evaluasi pengelolaan utang, tujuan dan fokus
pengelolaan utang, serta komposisi instrumen utang baru yang akan diterbitkan. Proses analisis
meliputi:
a. Indikator Portofolio Utang
Berdasarkan signifikansi pengaruh faktor input, indikator portofolio utang dapat dibagi
menjadi indikator risiko utang dan indikator risiko kesinambungan fiskal.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
109
1. Indikator risiko utang
Indikator risiko utang meliputi risiko nilai tukar, risiko tingkat bunga, dan risiko
pembiayaan kembali (refinancing). Faktor input yang sangat mempengaruhi indikator
risiko utang adalah perubahan komposisi instrumen baru yang akan diterbitkan atau
ditarik untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan.
Indikator risiko utang yang menjadi target SPUN 2014-2017 meliputi:
a. Rasio utang valas terhadap total utang;
b. Rasio utang tingkat bunga tetap terhadap total utang;
c. Rasio utang jatuh tempo dalam 3 (tiga) tahun terhadap total utang;
d. Average Time to Maturity (ATM).
2. Indikator risiko kesinambungan fiskal
Indikator risiko kesinambungan fiskal meliputi rasio utang terhadap PDB, rasio
pembayaran bunga utang terhadap PDB, dan rasio SBN tradable terhadap PDB. Faktor
input yang sangat mempengaruhi indikator risiko kesinambungan fiskal adalah
perubahan kebutuhan pembiayaan utang dan perubahan asumsi makro ekonomi.
Indikator kesinambungan fiskal ini dimonitor untuk melihat perkembangan risikofiskal
yang berkaitan dengan pengelolaan utang. Indikator kesinambungan fiskal yang
dimonitor meliputi:
a. Rasio utang terhadap PDB;
b. Rasio pembayaran bunga utang terhadap PDB;
c. Rasio SBN tradable terhadap PDB.
Untuk mengakomodasi perubahan kebutuhan pembiayaan utang, perubahan
asumsi makro ekonomi, dan ketidakpastian kondisi pasar keuangan, target indikator
risiko utang akan diberikan toleransi berupa range dengan nilai tertentu. Sedangkan
terhadap indikator kesinambungan fiskal yang dimonitor, khususnya rasio utang
terhadap PDB akan ditambahkan sensitivitas untuk mengukur dampak dari perubahan
faktor input terhadap indikator tersebut.
b. Kriteria Strategi (Komposisi Penerbitan/Penarikan Utang Baru) Terbaik
Analisis biaya dan risiko dilakukan terhadap beberapa alternatif strategi berdasarkan
komposisi penerbitan/penarikan utang baru dalam berbagai mata uang, tenor, jenis
instrumen utang, dan jenis bunga. Dengan menggunakan faktor input yang sama terhadap
seluruh alternatif strategi, dipilih strategi terbaik berdasarkan kriteria berikut ini:
1. memberikan indikator portofolio utang yang terbaik;
2. mengoptimalkan sumber utang domestik;
3. berdampak maksimal bagi pengembangan pasar SBN domestik melalui penambahan
porsi SBN tradable di pasar domestik;
4. paling realistis dan mudah implementasinya berdasarkan kondisi terkini;
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
110
5. bersifat netral dan selaras dengan kebijakan moneter Bank Indonesia;
6. memberikan ruang untuk merubah komposisi instrumen utang apabila diperlukan
fleksibilitas pemenuhan target pembiayaan utang.
c. Pemilihan Strategi (Komposisi Penerbitan/Penarikan Utang Baru) Terbaik
Berdasarkan kriteria diatas, dilakukan pemilihan strategi terbaik yang memberikan
risiko dan biaya yang paling efisien. Indikator risiko yang diperhitungkan terutama adalah
indikator risiko utang yang menjadi target SPUN 2014-2017.
Komposisi penerbitan/penarikan utang pada tahun 2014-2017 dari hasil pemilihan
strategi terbaik disajikan pada tabel berikut.
Tabel III.1
Komposisi Penerbitan/Penarikan Utang Baru (dalam persen terhadap total gross utang baru)
Komposisi Utang Baru 2014 2015 2016 2017
Berdasarkan Mata Uang
Dalam Rupiah 70.0% 75.0% 75.0% 75.0%
Dalam Valuta Asing 30.0% 25.0% 25.0% 25.0%
Berdasarkan Jenis Bunga
Tingkat Bunga Menetap 95,5% 95,5% 94.0% 94.0%
Tingkat Bunga Mengambang 4.5% 4.5% 6.0% 6.0%
Berdasarkan Tenor
Tenor Menengah Panjang (> 3 tahun) 86.0% 85.0% 85.0% 85.0%
Tenor Pendek (≤ 3 tahun) 14.0% 15.0% 15.0% 15.0%
Adapun komposisi instrumen yang akan diterbitkan/ditarik antara lain meliputi:
1. SBN domestik dengan kelompok (bucket) tenor 1 (satu), 5 (lima), 10 (sepuluh), dan 20
(dua puluh) tahun.
2. SBN valas baru diutamakan dalam mata uang USD.
3. Pinjaman luar negeri baru diutamakan dalam mata uang USD.
Penyesuaian bucket tenor dan jenis mata uang dapat dilakukan, sepanjang memberikan
risiko dan biaya yang lebih baik, memenuhi kebutuhan ALM Negara, dan/atau diproteksi
melalui transaksi lindung nilai (hedging).
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
111
d. Indikator Portofolio Utang Tahun 2014-2017
Berdasarkan strategi terpilih, indikator portofolio utang pada tahun 2014-2017 disajikan
pada tabel 4.2 dan tabel 4.3. Besaran indikator tersebut merupakan batasan portofolio utang
yang diupayakan untuk dicapai pada saat memenuhi target pembiayaan utang pada tahun
2014-2017. Tidak tercapainya target indikator ini dapat berdampak pada peningkatan beban
dan risiko utang pada APBN.
Tabel III.2
Indikator yang Menjadi Target
Indikator Ditargetkan Tahun Range
2014 2015 2016 2017
Rasio Utang Valas terhadap Total Utang (%) 42,0 41,0 40,0 39,0 ±2.0
Rasio Utang Tingkat Bunga Tetap terhadap Total Utang (%)
86,0 87,0 88,0 89,0 ±2.0
Rasio Utang Jatuh Tempo dalam 3 tahun terhadap Total Utang (%)
22,0 22,0 22,0 22,0 ±2.0
Average Time to Maturity (ATM) (thn) 9,5 9,5
9,0 9,0 ±0.5
Tabel III.3
Indikator untuk Dimonitor
Indikator untuk Dimonitor Tahun
2014 2015 2016 2017
Rasio Utang terhadap PDB (%) 24.0 25 24 23
Rasio Pembayaran Bunga Utang terhadap PDB (%) 1.2 1.2 1.2 1.2
Rasio SBN tradable terhadap PDB (%) 11.0 11.5 12.0 12.0
Untuk melengkapi indikator yang dimonitor, dilakukan pengukuran sensitivitas perubahan
berbagai data input dan asumsi makro terhadap rasio utang terhadap PDB. Perkembangan
sensitivitas tersebut mengindikasikan risiko kesinambungan fiskal yang berasal dari utang
semakin membaik sebagaimana tabel berikut ini.
Tabel III.4
Perkembangan Sensitivitas Rasio Utang terhadap PDB
Komponen 2008 2010 2013 2014 2017
Perubahan Nilai Tukar 20% ±3.44 ±2.43 ±2.20 ±2.06 ±1.77
Perubahan Pembiayaan Utang Rp. 50 triliun
±1.01 ±0.78 ±0.53 ±0.48 ±0.35
Perubahan PDB 2% ±0.65 ±0.51 ±0.48 ±0.47 ±0.43
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
112
3.3 Muatan Renstra DJPPR Dalam Kerangka Kebijakan Nasional dan Kementerian
Sasaran Strategis yang ditetapkan DJPPR sejalan dengan kebijakan strategis nasional yang telah
diturunkan di level Kementerian Keuangan. Matriks hubungan antara beberapa kebijakan tersebut
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel III.5
Muatan Renstra DJPPR 2015-2019 Dalam Kerangka Kebijakan Nasional dan Kementerian
No Sasaran Strategis
Kegiatan
Prioritas
Nasional sesuai
Nawa Cita
Kebijakan Kementerian
UIC
KSKK Transformasi
Kelembagaan
1
Pemanfatan
Pinjaman Luar
Negeri yang Selektif
Pengendalian
Rasio Utang
Terhadap Produk
Domestik Bruto
(PDB)
Pengurangan
Ketergantungan
Utang Dalam
APBN
Dit. PH
2
Peningkatan Kinerja
Pemanfaatan
Pinjaman Luar
Negeri
Pengendalian
Rasio Utang
Terhadap Produk
Domestik Bruto
(PDB)
Pengurangan
Ketergantungan
Utang Dalam
APBN
Dit. PH
3
Alignment
Pengadaan
Pinjaman Kegiatan
Dengan Siklus
APBN
Pengelolaan
Portofolio Utang
yang Optimal
Dit. PH
4
Pembiayaan yang
Aman Untuk
Mendukung
Kesinambungan
Fiskal melalui
Pengelolaan SUN
Pengendalian
Rasio Utang
Terhadap Produk
Domestik Bruto
(PDB)
Pengurangan
Ketergantungan
Utang Dalam
APBN
Dit. SUN
5
Pengelolaan SUN
yang Akuntabel dan
Kredibel
Pengendalian
Rasio Utang
Terhadap Produk
Domestik Bruto
(PDB)
Pengelolaan
Portofolio Utang
yang Optimal
IS ke-13
Meningkatkan
Kerangka Kerja
Stabilisasi
Obligasi Secara
Berkelanjutan
Dit. SUN
6
Pasar SUN yang
Likuid, Dalam dan
Stabil
Pengelolaan
Portofolio Utang
yang Optimal
IS ke-16
Mendukung OJK
Dalam
Mengembangkan
Dit. SUN
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
113
No Sasaran Strategis
Kegiatan
Prioritas
Nasional sesuai
Nawa Cita
Kebijakan Kementerian
UIC
KSKK Transformasi
Kelembagaan
Pasar Repo yang
Likuid dan Dalam
7
Biaya dan Risiko
Portofolio SUN yang
Terkendali
Pengelolaan
Portofolio Utang
yang Optimal
IS ke-14
Konsolidasi
Benchmark SBN
Dit. SUN
8
Pembiayaan yang
aman untuk
mendukung
kesinambungan
fiskal melalui
pengelolaan SBSN
Pengendalian
Rasio Utang
Terhadap Produk
Domestik Bruto
(PDB)
Pengurangan
Ketergantungan
Utang Dalam
APBN
Dit. PS
9
Pasar SBSN yang
likuid, dalam dan
stabil.
Pengelolaan
Portofolio Utang
yang Optimal
Dit. PS
10
Biaya dan risiko
portofolio SBSN
yang terkendali
Dit. PS
11
Risiko Keuangan
Negara yang
Terkendali Untuk
Mendukung
Kesinambungan
Fiskal
IS ke-18
Tata Kelola
Risiko untuk
Keseluruhan
Sovereign Risk
Dit. PRKN
12
Pengembangan
Peran Fiskal dan
Mitigasi Risiko yang
Berasal dari
Lembaga Keuangan
Secara Bertahap
dan Tepat Sasaran
IS ke-20
Mengaktifkan
Pengelolaan
Risiko pada
Area-area Risiko
Utama
Dit. PRKN
13
Pengembangan
Kerangka Kerja
Risiko yang Holistik
Dengan Pendekatan
Neraca (Balance
Sheet Approach)
Untuk Mengagregasi
Data Risiko
Individual
IS ke-19
Kerangka Kerja
Sovereign Risk
yang Bersifat
Holistik
Dit. PRKN
14 Mewujudkan Pemenuhan Pengurangan Dit.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
114
No Sasaran Strategis
Kegiatan
Prioritas
Nasional sesuai
Nawa Cita
Kebijakan Kementerian
UIC
KSKK Transformasi
Kelembagaan
Pemberian
Dukungan
Pemerintah yang
Sesuai Kebutuhan
dan Terkendali
Dukungan dan
Jaminan
Pemerintah
Terhadap Proyek
KPS Infrastruktur
Prioritas
Ketergantungan
Utang Dalam
APBN
PDPPI
15
Pengelolaan
Dukungan
Pemerintah yang
Kredibel Dalam
Rangka Percepatan
Pembiayaan
Infrastruktur
Pemenuhan
Dukungan dan
Jaminan
Pemerintah
Terhadap Proyek
KPS Infrastruktur
Prioritas
Pengurangan
Ketergantungan
Utang Dalam
APBN
Dit.
PDPPI
16
Penyusunan
Kebijakan
Pengelolaan
Dukungan
Pemerintah dan
Pembiayaan
Infrastruktur yang
Berkualitas
Pemenuhan
Dukungan dan
Jaminan
Pemerintah
Terhadap Proyek
KPS Infrastruktur
Prioritas
Pengurangan
Ketergantungan
Utang Dalam
APBN
Dit.
PDPPI
17
Memenuhi Target
Pembiayaan Utang
Dengan Biaya dan
Risiko Optimal
Utang baru hanya
digunakan untuk
membiayai
pengeluaran
pemerintah yang
produktif
Pengelolaan
Portofolio Utang
yang Optimal
Dit. SPP
18 Mengelola Portofolio
Risiko Utang
Utang baru hanya
digunakan untuk
membiayai
pengeluaran
pemerintah yang
produktif
Pengelolaan
Portofolio Utang
yang Optimal
Dit. SPP
19
Mendukung
Pengembangan
Pasar SBN
Pengelolaan
Portofolio Utang
yang Optimal
Dit. SPP
20
Mengelola Risiko
Penjaminan
Pemerintah
Pengelolaan
Portofolio Utang
yang Optimal
Dit. SPP
21 Pelaksanaan Dit. EAS
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
115
No Sasaran Strategis
Kegiatan
Prioritas
Nasional sesuai
Nawa Cita
Kebijakan Kementerian
UIC
KSKK Transformasi
Kelembagaan
evaluasi dan
setelmen
pembiayaan yang
transparan
22
Pelaksanaan
setelmen dan
akuntansi
pembiayaan yang
akuntabel dan
kredibel
Dit. EAS
23 Penatausahaan data
utang yang akurat Dit. EAS
24
Pemantauan dan
evaluasi kinerja
pinjaman dan hibah
yang efektif
Dit. EAS
25
Pengelolaan sistem
informasi yang
optimal
Dit. EAS
26
Pelaksanaan
evaluasi, akuntansi
dan setelmen
pembiayaan yang
taat prosedur
Dit. EAS
27
Menciptakan
Organisasi DJPPR
yang Kondusif
Bag. OTL
28 Mewujudkan SDM
yang Kompetitif Bag. SDM
29 Pengelolaan BMN
yang Akuntabel
Bag.
Umum
30
Pengelolaan
Anggaran yang
Optimal dan
Akuntabel
Bag. Keu
31
Sistem
Pengendalian yang
Optimal
Bag. KI
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
116
3.4 KERANGKA REGULASI
Dalam mengimplementasikan beberapa Sasaran Strategis di atas, diperlukan rancangan
kerangka regulasi yang diharapkan dapat ditetapkan paling lambat akhir tahun 2019. Selama tahun
2015 – 2019, DJPPR hanya mentargetkan satu rancangan rugulasi, yaitu RPP Pemberian Hibah
kepada Pemerintah Asing/Lembaga Asing.
Sebagai bagian dari pelaksanaan amanah Pasal 23 ayat 1 UU No. 17 tentang Keuangan
Negara, dan Pasal 33 ayat 2 dan 3 UU No. 1 Tahun 2004, serta dalam rangka perbaikan Pengelolaan
Pemberian Hibah kepada Pemerintah Asing/Lembaga Asing, saat ini telah disusun Rancangan
Peraturan Pemerintah (RPP) mengenai Pemberian Hibah kepada Pemerintah Asing/Lembaga Asing
yang akan yang mencakup penganggaran, pelaksanaan, perjanjian hibah, pencatatan dan pelaporan
serta monitoring dan evaluasi. Target penyelesaian RPP tersebut selesai pada akhir tahun 2016.
Tabel III.6
Kerangka Regulasi yang Mendukung Sasaran Strategis DJPPR 2015-2019
No Sasaran Strategis Kerangka Regulasi UIC
1 Pemanfatan Pinjaman Luar Negeri yang
Selektif dan
RPP Pemberian Hibah kepada
Pemerintah Asing/Lembaga Asing
Dit. PH
3.5 KERANGKA KELEMBAGAAN
Dalam rangka mencapai visi, misi, dan strategi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan
dan Risiko sebagaimana telah dijabarkan pada Bab sebelumnya, DJPPR harus didukung oleh
perangkat organisasi, proses bisnis/tata laksana, dan sumber daya manusia yang mampu
jmelaksanakan tugas yang dibebankan kepada DJPPR secara efektif dan efisien. Untuk itu agar
organisasi DJPPR senantiasa efektif dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan pelaksaan tugas dan
tuntutan masyarakat maka kegiatan pengembangan dan penataan organisasi, proses bisnis/tata
laksana, dan sumber daya manusia mutlak dilaksanakan secara efektif, intensif, dan
berkesinambungan.
Dalam melakukan penataan kelembagaan dan pengelolaan sumber daya manusia, DJPPR
berpedoman kepada KMK Nomor 36/KMK.01/2014 Tentang Cetak Biru Program Transformasi
Kelembagaan Kementerian Keuangan Tahun 2014-2025 yang merupakan kelanjutan dan perbaikan
dari Reformasi Birokrasi yang sudah dimulai sejak tahun 2007. Dalam cetak biru ini dijelaskan visi
baru DJPPR yang akan diperjuangkan untuk diwujudkan di masa mendatang dan perubahan
kelembagaan yang dibutuhkan.
Perjalanan Transformasi Kelembagaan DJPPR diimplementasikan melalui 3 (tiga) tahapan
transformasi sepanjang 2013-2025, yaitu (i) Jangka Pendek (2013-2014), (ii) Jangka Menengah
(2015-2019), dan (iii) Jangka Panjang (2020-2025). Tahap pertama tahun 2013-2014 telah dilalui.
Selanjutnya arah perbaikan proses bisnis dalam Rencana Strategis ini adalah mengambil tahap
jangka menengah, mulai tahun 2015 sampai dengan 2019. Pada tahapan ini akan berfokus pada
peningkatan skala reformasi di seluruh DJPPR. Inisiatif-inisiatif transformasi yang sebelumnya dirintis
pada tahap jangka pendek dan telah dikembangkan dan disempurnakan lebih lanjut akan diterapkan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
117
dalam skala besar. Tahap ini merupakan “kunci” terjadinya transformasi dan akan menunjukkan awal
dari keberhasilan program ini. Dalam tahapan ini, DJPPR juga akan menanamkan perubahan perilaku
dengan memanfaatkan serangkaian faktor keberhasilan dari tahapan jangka pendek.
Untuk memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai organisasi DJPPR, berikut
akan disajikan kedudukan, tugas, fungsi, dan susunan organisasi DJPPR.
A. Kedudukan, Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Keuangan, telah dilakukan penataan dan penguatan organisasi DJPU menjadi
DJPPR yang memiliki tujuan natara lain:
1. menghadapi peningkatan kompleksitas dan beban kerja;
2. menjawab beberapa implikasi penetapan dan penerapan peraturan perundang-undangan;
3. tuntutan stakeholders;
4. Perkembangan pembiayaan infrastruktur tanpa melalui utang.
Penataan organisasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
(DJPPR) telah memperhatikan beberapa asas organisasi sehingga bertujuan untuk memperjelas
pembagian tugas dan fungsi, meningkatkan kejelasan dan fungsi koordinasi, serta menghasilkan
unit yang memiliki kesatuan perintah.
Penataan organisasi ini diupayakan untuk mewujudkan organisasi yang efektif, efisien,
responsif, transparan, akuntabel, check and balances, right sizing, serta sesuai dengan
perkembangan dan tuntutan masyarakat, dan kemajuan teknologi pada seluruh unit organisasi di
lingkungan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam rangka mewujudkan
good governance.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) mempunyai tugas
merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pengelolaan
Pembiayaan dan Risiko sesuai PMK Nomor 206 Tahun 2014. Fungsi DJPPR sesuai PMK
tersebut adalah:
1. Perumusan kebijakan di bidang pengelolaan Pembiayaan dan Risiko;
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan Pembiayaan dan Risiko;
3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan Pembiayaan dan
Risiko;
4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengelolaan Pembiayaan dan Risiko; dan
5. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Adapun struktur organisasi DJPPR terdiri dari:
1. Sekretariat Direktorat Jenderal;
2. Direktorat Pinjaman dan Hibah;
3. Direktorat Surat Utang Negara;
4. Direktorat Pembiayaan Syariah;
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
118
5. Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara
6. Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur
7. Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan; dan
8. Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen
Bagan Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
B. Arah Kebijakan Kelembagaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
Dalam rangka menjaga agar organisasi DJPPR mampu melaksanakan tugas dan fungsinya
secara tepat, efektif dan efisien, perlu menyesuaikan terhadap perubahan lingkungan dan
tuntutan publik. Disamping itu DJPPR perlu mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik
(good governance) dan meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat serta mendukung visi
Kementerian Keuangan. Untuk itu DJPPR memerlukan sumber daya manusia yang tepat secara
kualitas maupun kuantitas, baik di tingkat Kantor Pusat maupun di tingkat wilayah. Untuk
merespon tuntutan tersebut perlu selalu dilakukan monitoring, evaluasi, dan penataan di bidang
organisasi dan SDM yang berkelanjutan.
Pada tahun 2014 telah dilakukan penataan dan penguatan organisasi DJPPR sehingga
diharapkan semua tantangan dapat diatasi. Untuk itu, pada tahun 2015-2019 dengan
berpedoman pada Cetak Biru Transformasi Kelembagaan, DJPPR akan melakukan langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Dengan pembentukan Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara, diharapkan
pengelolaan risiko akan lebih terintegrasi. Sebagai unit pengelola pembiayaan dan risiko,
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
119
DJPPR mempunyai tanggung jawab melakukan pengelolaan risiko keuangan negara secara
terintegrasi, yaitu risiko utang, risiko APBN, risiko BUMN, risiko lembaga keuangan, dan risiko
kerjasama Pemerintah dengan badan usaha. Unit baru tersebut diharapkan bekerja dengan
optimal mulai tahun 2015 sehingga dapat menjawab tantangan yang ada selama ini.
2. Sejalan dengan rekomendasi dalam program Treasury Transformation, akan dilakukan
penguatan fungsi hubungan investor di lingkungan DJPPR. Target atas rekomendasi ini
adalah DJPPR ke depan mampu untuk mendiversifikasi basis investor dan memfokuskan pada
investor yang berisiko terhadap situasi keuangan Indonesia.
3. Dengan pembentukan Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan
Infrastruktur (PPP center), diharapkan dapat menjadi alternatif dalam pembiayaan investasi
infrastruktur. Melalui pembentukan PPP Center ini, diharapkan Indonesia mampu membiayai
proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi
nasional tanpa harus mengandalkan pembiayaan yang berasal dari utang di tengah
keterbatasan kapasitas pembiayaan APBN.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
120
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
121
BAB IV
TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN
4.1. TARGET KINERJA
Dalam rangka mewujudkan visi dan misi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan
Risiko, serta mendukung tercapainya kebijakan pada level Kementerian Keuangan, DJPPR
menetapkan satu tujuan dan telah dilengkapi dengan 31 Sasaran Strategis untuk mencapai tujuan
tersebut yang merupakan kondisi yang ingin dicapai secara nyata oleh DJPPR pada akhir tahun
2019 dan mencerminkan pengaruh atas ditimbulkannya hasil (outcome) dari beberapa kegiatan.
Adapun untuk mengetahui tingkat keberhasilan pencapaiannya, setiap Sasaran Strategis diukur
dengan menggunakan Indikator Kinerja Sasaran Strategis.
Tujuan, Sasaran Strategis, indikator dan target kinerja yang ingin dicapai oleh Direktorat Jenderal
Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko pada tahun 2015-2019 dapat dilihat pada tabel berikut:
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
122
Tabel IV.1
Tujuan, Sasaran Strategis, Indikator dan Target Kinerja DJPPR 2015-2019
TUJUAN KEGIATAN Sasaran Strategis INDIKATOR KINERJA TARGET
2019
Pembiayaan yang
aman untuk
mendukung
kesinambungan
fiskal
Pengelolaan Pinjaman
Pemanfatan Pinjaman Luar Negeri yang Selektif Tingkat efektivitas dan efisiensi pinjaman 70%
Peningkatan Kinerja Pemanfaatan Pinjaman Luar
Negeri
Tingkat akurasi rencana penarikan pinjaman luar
negeri 100%
Alignment Pengadaan Pinjaman Kegiatan Dengan
Siklus APBN
Persentase kegiatan yang disiapkan yang sesuai
dengan Kebijakan Pemanfaatan Pinjaman Luar
Negeri
70%
Pengelolaan Surat
Utang Negara
Pembiayaan yang Aman Untuk Mendukung
Kesinambungan Fiskal Melalui Pengelolaan SUN
Persentase penerbitan SUN sesuai kebutuhan
pembiayaan 100%
Pengelolaan SUN yang Akuntabel dan Kredibel Indeks kepuasan pengguna layanan Dit. SUN 3,5
Pasar SUN yang Likuid, Dalam dan Stabil Persentase pemenuhan tingkat likuiditas pasar
SUN 100%
Biaya dan Risiko Portofolio SUN yang Terkendali
1. Persentase pemenuhan target risiko
portofolio SUN
2. Persentase pencapaian target effective cost
SUN
100%
Pengelolaan
Pembiayaan Syariah
Pembiayaan yang aman untuk mendukung
kesinambungan fiskal melalui pengelolaan SBSN
Persentase penerbitan SBSN sesuai kebutuhan
pembiayaan 100%
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
123
TUJUAN KEGIATAN Sasaran Strategis INDIKATOR KINERJA TARGET
2019
Pasar SBSN yang likuid, dalam dan stabil
Persentase pencapaian tingkat likuiditas pasar
SBSN 100%
Tingkat efektivitas edukasi dan komunikasi
pengelolaan SBSN 75%
Persentase pertumbuhan jumlah nominal
kepemilikan SBSN tradable oleh investor
domestik
15,84%
Biaya dan risiko portofolio SBSN yang terkendali
Persentase pencapaian target effective cost
SBSN 100%
Persentase pemenuhan target risiko portofolio
SBSN 100%
Pengelolaan Risiko
Keuangan Negara
Risiko Keuangan Negara yang Terkendali Untuk
Mendukung Kesinambungan Fiskal
Persentase rekomendasi/kebijakan pengelolaan
risiko keuangan negara yang disetujui Menteri
Keuangan.
80%
Tersedianya rekomendasi dana cadangan risiko
APBN 2
Rasio kewajiban kontijensi terhadap PDB 5%
Pengembangan Peran Fiskal dan Mitigasi Risiko
yang Berasal Dari Lembaga Keuangan Secara
Bertahap dan Tepat Sasaran
Tersedianya rekomendasi IKU fiskal pada
lembaga keuangan yang menjalankan
penugasan. 2
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
124
TUJUAN KEGIATAN Sasaran Strategis INDIKATOR KINERJA TARGET
2019
Pengembangan Kerangka Kerja Risiko yang Holistik
Dengan Pendekatan Neraca (Balance Sheet
Approach) Untuk Mengagregasi Data Risiko
Individual
Tersedianya rekomendasi implementasi inisiatif
transformasi kelembagaan 2
Pengelolaan Dukungan
Pemerintah dan
Pembiayaan
Infrastruktur
Mewujudkan Pemberian Dukungan Pemerintah yang
Sesuai Kebutuhan dan Terkendali
Persentase pemenuhan dukungan pemerintah
atas proyek KPBU infrastruktur prioritas. 83%
Pengelolaan Dukungan Pemerintah yang Kredibel
Dalam Rangka Percepatan Pembiayaan Infrastruktur
Indeks kepuasan pengguna layanan Direktorat
PDPPI 3.5
Penyusunan Kebijakan Pengelolaan Dukungan
Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur yang
Berkualitas
Persentase rekomendasi kebijakan pengelolaan
dukungan pemerintah dan pembiayaan
infrastruktur yang disetujui Menteri Keuangan
80%
Pengelolaan Portofolio
Pembiayaan
Memenuhi Target Pembiayaan Utang Dengan Biaya
dan Risiko Optimal
1. Rasio utang valas terhadap total utang;
2. Rasio utang tingkat bunga tetap terhadap
total utang
3. Rasio utang jatuh tempo dalam 3 (tiga)
tahun terhadap total utang
4. Average Time to Maturity (ATM)
Sesuai
SPUN Mengelola Portofolio Risiko Utang
Mendukung Pengembangan Pasar SBN
Mengelola Risiko Penjaminan Pemerintah Risiko gagal bayar pemerintah
Tidak
terjadi
gagal
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
125
TUJUAN KEGIATAN Sasaran Strategis INDIKATOR KINERJA TARGET
2019
bayar
Pengelolaan Evaluasi,
Akuntansi dan
Setelmen
Pelaksanaan evaluasi dan setelmen pembiayaan
yang transparan
Indeks kepuasan stakeholder terhadap materi
publikasi pembiayaan
3,5
Tingkat efektifitas edukasi dan komunikasi 75%
Indeks ketepatan waktu penyelesaian registrasi
dokumen perjanjian pinjaman dan hibah
100
Pelaksanaan setelmen dan akuntansi pembiayaan
yang akuntabel dan kredibel
Tingkat akurasi pembayaran kewajiban
pembiayaan
100%
Indeks kualitas laporan keuangan (LK BA
999.01, BA 999.02 dan BA 999.03)
4
Indeks kepuasan pengguna layanan Dit. EAS 4,2
Penatausahaan data utang yang akurat Tingkat akurasi data utang 98%
Pemantauan dan evaluasi kinerja pinjaman dan
hibah yang efektif
Persentase tindak lanjut Kementerian/Lembaga
atas rekomendasi hasil pemantauan proyek
kategori at risk secara tepat waktu
80%
Pengelolaan sistem informasi yang optimal Persentase penyelesaian peta proses bisnis
Direktorat Jenderal berbasis sistem informasi
100%
Persentase implementasi pelaksanaan strategi
TI
100%
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
126
TUJUAN KEGIATAN Sasaran Strategis INDIKATOR KINERJA TARGET
2019
Pelaksanaan evaluasi, akuntansi dan setelmen
pembiayaan yang taat prosedur
Tingkat penerapan pengendalian intern Dit. EAS 95%
Persentase tindak lanjut Dit.EAS atas
rekomendasi aparat pengawasan secara tepat
waktu
100%
Dukungan Manajemen
dan Dukungan Teknis
Lainnya
Menciptakan Organisasi DJPPR yang Kondusif
Indeks kesehatan organisasi 72
Persentase implementasi inisiatif transformasi
kelembagaan Direktorat Jenderal 85%
Mewujudkan SDM yang Kompetitif Persentase pencapaian target pegawai Setditjen
yang memenuhi jamlat sesuai hard competency 50%
Pengelolaan BMN yang Akuntabel
tingkat akurasi penatausahaan BMN 100%
persentase pengadaan barang dan jasa secara
tepat waktu 100%
Pengelolaan Anggaran yang Optimal dan Akuntabel
tingkat akurasi penerbitan SPM 98%
Persentase penyerapan anggaran dan
pencapaian output belanja Setditjen 95%
Sistem Pengendalian yang Optimal
Tingkat penerapan pengendalian intern 95%
Tingkat implementasi mitigasi risiko 85%
Jumlah 8 31 48
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
127
Tabel IV.2
Program Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Beserta Indikator Kinerja 2015-2019
4.2. KERANGKA PENDANAAN
Upaya untuk mencapai tujuan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dan sasaran-Sasaran Strategis yang telah ditetapkan, diperlukan
dukungan berbagai macam sumber daya. Dukungan sumber daya dapat berasal dari aparatur Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang
kompeten, sarana dan prasarana yang memadai, dukungan regulasi, dan tentunya sumber pendanaan yang cukup.
Sehubungan dengan dukungan pendanaan, indikasi kebutuhan pendanaan untuk mencapai tujuan dan Sasaran Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan
Pembiayaan dan Risiko sampai dengan tahun 2019 adalah sebagai berikut:
PROGRAM SASARAN PROGRAM
(OUTCOME) INDIKATOR KINERJA PROGRAM
Program
Pengelolaan
Pembiayaan dan
Risiko
Mengoptimalkan pengelolaan Surat
Berharga Negara (SBN) maupun
pinjaman untuk menjamin terpenuhinya
target pembiayaan APBN melalui utang
dengan risiko yang terkendali
Persentase realisasi pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan
Persentase pencapaian tingkat likuiditas pasar SBN
Persentase pemenuhan target risiko portofolio utang
Tingkat akurasi pembayaran kewajiban pembiayaan
Persentase rekomendasi mitigasi risiko keuangan negara yang disetujui Menteri Keuangan
Persentase pemenuhan dukungan pemerintah proyek KPS infrastruktur prioritas
Indeks kepuasan pengguna layanan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
128
Tabel IV.1
Indikasi Kebutuhan Pendanaan Program Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
Tahun 2015-2019
(Dalam Juta Rupiah)
No Kegiatan
Indikator Kinerja Kegiatan Target Indikasi Kebutuhan Pendanaan
2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019
1 Pengelolaan Pinjaman Persentase pengadaan pinjaman
program sesuai kebutuhan
pembiayaan
100% 100% 100% 100% 100%
3.129 5.678,2 5.962,1 6.260,2 6.761
2 Pengelolaan Surat
Utang Negara
Persentase penerbitan SUN sesuai
kebutuhan pembiayaan
100% 100% 100% 100% 100% 5.870,2 8.891,2 9.337,3 9.805,7 10.590,2
3 Pengelolaan
Pembiayaan Syariah
Persentase penerbitan SBSN
sesuai kebutuhan pembiayaan
100% 100% 100% 100% 100% 4.593,3 6.182 6.489,6 6.812,6 7.357,6
4 Pengelolaan Risiko
Keuangan Negara
Persentase rekomendasi mitigasi
risiko keuangan yang
diterima/ditetapkan Menteri
Keuangan
80% 80% 80% 80% 80% 4.224,8 4.436 4.657,8 4.890,7 5.282
5 Pengelolaan
Dukungan Pemerintah
dan Pembiayaan
Infrastruktur
Persentase pemenuhan dukungan
pemerintah proyek KPS
infrastruktur prioritas 80% 80% 80% 80% 80% 4.235,8 4.447,6 4.670 4.903 5.295,7
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 2015-2019
129
No Kegiatan
Indikator Kinerja Kegiatan Target Indikasi Kebutuhan Pendanaan
2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019
6 Pengelolaan Strategi
dan Portofolio
Pembiayaan
Persentase pemenuhan target
risiko portofolio utang 100% 100% 100% 100% 100% 3.882,7 7.185,8 7.545,1 7.922,3 8.556,1
7 Pelaksanaan Evaluasi,
Akuntansi dan
Setelmen
Tingkat akurasi pembayaran
kewajiban pembiayaan 100% 100% 100% 100% 100% 1.339,5 1.865,4 1.958,7 2.056,6 2.221,1
8 Pengelolaan
Dukungan Teknis dan
Dukungan Lainnya di
Lingkungan DJPPR
1. Indeks kepuasan pelayanan
Setditjen
2. Persentase penyerapan
anggaran dan pencapaian
output belanja
3. Persentase pegawai DJPPR
yang telah memenuhi standar
hard competency dan soft
competency
3.5
95
85.5
3.5
95
85.5
3.5
95
85.5
3.5
95
85.5
3.5
95
85.5
59.979,1 62.978 66.126 69.433,3 74.987,9
Jumlah 10 87.254,4 101.664,2 106.747,5 112.084,8 121.051,6