Download - Resensi Ier
Analisis Unsur Intrinsik dan Nilai Agama
dalam Novel “Rose In the Rain”
Karya : WAHYU SUJANI
Diajukan untuk memenuhi tugas resensi novel
dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Disusun oleh :
NAMA : IRMA NURMILAH
KELAS : XI IPA 5
NIS : 1112 10 106
PEMERINTAH KABUPATEN CIAMIS
DINAS PENDIDIKAN
Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Cihaurbeuti
Jalan Kartawijaya 600 Telepon (0265) 320216 Cihaurbeuti-Ciamis 46262
TAHUN PELAJARAN
2012/2013
Lembar Pengesahan
Karya tulis yang berupa resensi ini berjudul “Analisis Unsur Intrinsik dan Nilai-
nilai Agama” dalam novel “Rose In The Rain” karya Wahyu Sujani.
Disusun oleh :
Irma Nurmilah
Nis : 1112 10 106
Mengetahui, Mengetahui,
Kepala sekolah
H. dede hidayat S.Pd M.Pd
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmannirahim...
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Illahi Rabbi atas rahmat hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan karya tulis berupa resensi dengan judul “Analisis Unsur
Intrinsik Novel Rose in The Rain karya Wahyu Sujani.” Karya tulis ini ditulis untuk
memenuhi salah satu tugas dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
Dalam menyelesaikan tugas ini banyak hambatan dan halangan yang penulis
hadapi. Banyak pihak yang telah membantu dan memotivasi penulis, sehingga tugas ini
dapat selesai sebagaimana mestinya. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Guru Bahasa Indonesia, Novalina S.Pd selaku pembimbing yang banyak memberikan
ilmunya mengenai bagaimana meresensi sebuah novel dengan baik dan benar.
2. Kedua orang tua yang selalu memberikan petuahnya agar penulis menyelesaikan
tugas dengan baik.
3. Teman-teman yang saling mendukung dan sharing sehingga bisa bertukar fikiran, dan
menjadikan karya ini semakin baik.
Penulis menyadari bahwa dalam analisa ini masih banyak kekurangan dan masih
sangat perlu perbaikan. untuk belajar lebih banyak lagi. Untuk itu, penulis
mengharapkan para pembaca bisa menyampaikan kritik dan sarannya yang membangun
untuk memperbaiki kekurangannya dalam penyusunan resensi ini. Akhirnya, penulis
berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia, terutama dalam Apresiasi Sastra Indonesia.
Jayagiri, 5 November 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang mempunyai kelebihan dari makhluk lainnya,
yaitu adanya akal dan hati. Tentunya semua orang berbeda dalam memanfaatkan
akalnya itu seoptimal mungkin. Tidak ada manusia bodoh di dunia ini, hanya saja ada
yang rajin dan malas. Rajin disini adalah mereka yang bisa memanfaatkan waktu
sebaiknya. Sedangkan malas adalah sikap yang enggan melakukan sesuatu yang
bermanfaat, contohnya malas untuk belajar. Proses pembelajaran tidak mengenal usia,
baik anak-anak, remaja, dewasa, bahkan orang tua. Sasaran di dalam belajar meliputi 3
aspek. Pertama, aspek kognitif (pengetahuan) artinya dengan proses belajar terjadi
perubahan pengetahuan dari tidak tahu menjadi tahu. Kedua, aspek afektif (sikap)
artinya dengan proses belajar terjadi perubahan sikap dan prilaku. Ketiga, aspek
psikomotor (keterampilan) yaitu dengan proses belajar terjadi perubahan
keterampilan/kreativitas dan keahlian yang dimiliki.1.
Kreativitas merupakan aspek yang sangat penting, yang mengandung arti sebuah
gagasan maupun karya nyata yang dapat membantu kita mengatasi masalah, dan
membawa kita dalam keberhasilan. Allah S.W.T menciptakan manusia dengan
kemampuan kreativitasnya. Masalahnya, manusia selalu menghambat kreatifitas itu
sehingga timbulah masalah. Karena itu, kreativitas harus terus diasah agar pemikiran
kita tetap ta
Salah satu cara untuk mengkreativitaskan diri khususnya kita sebagai seorang
pelajar adalah dengan membuat karya tulis nyata yaitu meresensi sebuah karya sastra,
utamanya sebuah novel. Dengan membedah isi buku atau yang dikenal dengan
meresensi wawasan kita akan lebih luas. Selain dari itu untuk hasil resensi yang
berkualitas, baik dan benar bisa mendapatkan manfaat finansial apabila kita berani
untuk menerbitkannya dalam majalah cetak. Selain itu apabila kita mengirimkan hasil
resensi kita kepada penulis tentunya ia akan menghargai dan berterimaksih. Setelah itu
mungkin saja kita akan mendapatkan buku-buku terbaru lainnya dan bisa menjadi awal
untuk menjadi penulis buku.
Intinya, kita harus berani mencoba sesuatu yang baru, dan harus bisa
mengkreativitas diri dengan menulis. Salah satu upaya untuk mengembangkan
kreatifitas menulis adalah dengan meresensi buku. Dalam kesempatan ini penulis
tertarik untuk meresensi sebuah karya sastra berupa buku novel. Maka, judul karya tulis
yang berupa resensi ini, penulis beri judul “Analisis Unsur Intrinsik dan Nilai-nilai
Agama dalam Novel “Rose In The Rain” karya Wahyu Sujani.” Harapan penulis, karya
tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis dan penikmat karya sastra pada umumnya.
1. Soeparto, Bambang Sigit dkk. Pendidikan KEWARGANEGARAAN. Palur. Cipta
Pustaka.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanakah unsur intrinsik dalam novel “Rose In the Rain” karya Wahyu
Sujani?
1.2.2 Bagaimanakah nilai pendidikan dalam novel “Rose In the Rain” karya Wahyu
Sujani?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui bagaimanakah unsur intrinsik dalam novel “Rose In the
Rain” karya Wahyu Sujani.
1.3.2 Untuk mengetahui bagaimanakah nilai-nilai pendidikan dalam novel “Rose In
the Rain” karya Wahyu Sujani.
BAB II
KERANGKA TEORI
2.1 Pengertian dan tujuan
2.1.1 Pengertian :
Resensi secara bahasa sebagai pertimbangan atau perbincangan tentang sebuah buku
yang menilai kelebihan atau kekurangan buku tersebut, menarik-tidaknya tema dan isi
buku, kritikan, dan memberi dorongan kepada khalayak tentang perlu tidaknya buku
tersebut dibaca dan dimiliki atau dibeli. Perbincangan buku tersebut dimuat di surat
kabar atau majalah. (WJS. Poerwadarminta dalam Romli, 2003:75)
Banyak sekali karya yang bisa dirensi, diantaranya, buku fiksi, buku non fiksi, buku
pelajaran, buku pengetahuan, buku karya ilmiah, laporan hasil penelitian, majalah
ilmiah, drama, dsb.
Dalam membuat sebuah resensi ada beberapa unsur yang harus diperhatiakan,
diantaranya, tema, nama pengarang, judul karya, penerbit, tempat terbit, jumlah bab,
jumlah halaman, sistematika, bahasa, ringkasan karya, kualitas karya yang diresensi,
kelebihan dan kekurangan, bandingan dengan karya lain, sampaikan pendapat dan
simpulan penulis, identitas penulis resensi.
2.1.2 Tujuan Resensi :
a. Memberikan informasi atau pemahaman seluk beluk buku tersebut.
b. Mengajak pembaca untuk memikirkan, merenungkan, dan mendiskusikan lebih
jauh fenomena atau problema yang muncul dalam sebuah buku.
c. Memberikan pertimbangan kepada pembaca apakah buku itu pantas mendapat
sambutan dari masyarakat atau tidak.
d. Menjawab pertanyaan 5W+H yang timbul.
2.2 Manfaat :
a. Sarana untuk mengenalkan buku, sehingga walaupun kita belum membaca karya
itu seutuhnya, sedikitnya mereka sudah tahu, sehingga tidak akan menyesal akan
membaca buku tersebut.
b. Dengan mengetahui kekurangan dan kelebihan buku, bisa memperbaiki karya
selanjutnya.
c. untuk menambah pengetahuan, khususnya bagi si pembaca, juga meningkatkan
kreativitas bagi penulis resensi.
BAB III
GAMBARAN UMUM
3.1 Identitas Buku
Judul : Rose in The Rain
Penulis : Wahyu Sujani
Penerbit : DIVA Press
Percetakan : Juni 2012
Tebal : 546 halaman
Jumlah bab : 29 judul
Harga : Rp. 58.000,-
3.2 Tentang Penulis
Wahyu Sujani, akrab dipanggil Kang Waway, lahir di Bandung pada 2 Januari
1982. Setelah lulis dari STM OTISTA, ia melanjutkan ke FKIP Universitas Pasundan
(UNPAS), Program Studi Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, lulus pada tahun 2006.
Sekarang, ia mengajar di SDN Ciumbuleunit 3, Bandung.
Semasa kuliah, ia aktif dalam organisasi mahasiswa HMBSI (Himpunan
Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia) asuhan Dr. R. Panca Pertiwi Hidayati, M.Pd.,
dosen Sastra Indonesia-nya. Ia juga aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa. Sering
menulis berbagai artikel, naskah drama, cerpen, atau puisi, tapi belum pernah
dipublikasikan. Semasa aktif di organisasi mahasiswa, ia pernah menjadi penasihat
Teater Titic’s HMBSI dan menjabat Ketua Bidang Kesenian HIMA dan BEM.
Walau baru ruang lingkup UNPAS, beberapa prestasi pernah diraih oleh Kang
Waway. Di antaranya, penulis terbaik memparafrasekan puisi (2002), penulis skenario
terbaik drama dua babak dan sutradara terbaik kabaret (2002), juara satu lomba kaligrafi
(2003), dan juara satu menulis puisi (2003).
Selain dalam bidang tulis-menulis, Kang Waway juga pernah merebut juara I
Jejak Alam EXBA 2004 tingkat Jawa Barat dan Banten. Dia aktif juga dalam bermusik,
pernah menjadi juara III Festival Band Rock se-Bandung Raya (2005).
Karya-karyanya yang telah diterbitkan oleh penerbit DIVA Press adalah, Atas
Nama Cinta (2009), heksalogi Ketika Tuhan Jatuh Cinta (Ketika Tuhan Jatuh Cinta 1,
Ketika Tuhan Jatuh Cinta 2, Napas Cinta Para Ahli Do’a, Di Pintu Langit Kubersujud,
Bidadari Berkalam Ilahi, dan Kerudung Cinta dari Langit Ketujuh) dan Ajari Aku
Menuju Arsyi (2011)
3.3 Sinopsis
Mashirah Alexandra-29 tahun-janda cantik dari seorang seniman pasir Hizazul
Fikri, nyaris sempurna, setiap orang yang bertemu dengannya pasti tidak akan
menyangka kalau ternyata Shira mempunyai kekurangan, ia sudah tidak punya rahim
yang menjadi penyebab hancurnya rumah tangga mereka. Sebenarnya, Fikri sudah bisa
menerima kenyataan itu, namun Shira malu dengan keadaannya, ia tidak bisa
memberikan keturunan kepada siapapun yang menjadi suaminya. Kini ia hanya
menyesali semuanya, terlebih lagi ketika ia menolak rujukan Fikri. Setelah penolakan
itu, Shira sadar bahwa ia masih sangat mencintai Fikri, namun ketika hendak kembali
menemui Fikri, ternyata sudah ada seorang wanita yang sepertinya istri Fikri kini,
Hameyda Aina Salsabila yang kini tengah mengandung 9 bulan
Kini Shira tinggal di Paris. Tuan Zaid dan nyonya Sonia, orang tua Shira tinggal
di Bandung. Shira menjadi seorang penulis dan mengajar di Gedung Bimbel yang
didirikannya, Fastest Generation Paris. Saking populernya, selain karena
kecantikannya juga kecerdasannya, hingga banyak sekali lelaki yang ingin
mengkhitbahnya, namun Shira menolaknya dengan halus.
Hingga suatu saat Shira difitnah sebagai seorang teroris. Ia diasingkan di suatu
tempat dan tidak boleh bertemu siapapun, termasuk orang tuanya. Lebih ngiris lagi ia
mendapat perlakuan kasar dari para penjaga bangsal itu. Namun akhirnya ia berhasil
melarikan diri dari tempat jahanam itu, dan memutuskan ke Indonesia. Hingga beberapa
waktu di Indonesia, akhirnya bisa pulang lagi ke Paris dan dinyatakan bahwa Shira tak
bersalah. Ada seseorang yang sengaja memfitnahnya karena sakit hati ditolak cintanya.
Kebahagiaan Fikri semakin lengkap ketika Meyda melahirkan, namun diluar
dugaan Meyda meninggal beberapa saat setelah melahirkan bayi mereka yang diberi
nama Khansa Labibah. Fikri sangat terpukul namun akhirnya ia menyadari bahwa
semua makhlik akan kembali pada-Nya, sehingga ia berusaha menerima kenyataan.
Namun Fikri belum bisa memutuskan apakah ia akan kembali pada Shira karena
bagaimanapun mereka masih saling mencintai dan bayinya itu butuh pelukan seorang
ibu. Butuh cukup waktu untuk Fikri memikirkan itu semua.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Analisis Unsur Intrinsik
Unsur Intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun sebuah cerita, antara lain
tema, tokoh dan penokohan, latar (tempat, waktu, suasana), alur, sudut pandang, gaya
bahasa dan amanat. Tanpa adanya unsur-unsur tersebut sebuah tulisan tidak bisa
dikatakan sebagai karya sastra, dalam hal ini karya berupa cerita.
4.1.1 Tema
Tema berarti pokok pemikiran, ide atau gagasan penulis yang ingin disampaikan
kepada pembaca. Dapat juga diartikan sebagai pengungkapan maksud dan tujuan yang
dirumuskan secara singkat dan wujudnya berupa satu kalimat. (Ferdinan De Jacson
Saragih.2011).
Novel ini bertemakan tentang rasa cinta kepada Allah S.W.T, keluarga dan
pasangan hidup, bagaimana seseorang harus tetap sabar, tawakal, penuh harapan, dan
terus berjuang dalam menghadapi ujian, dan menghapus kebatilan menuju bahagia
dunia akhirat. Dalam cerita ini tokoh utama dihadapkan pada persoalan ia difitnah
sebagai seorang teroris dan harus berjuang lepas dari ketidakadilan ketika dalam tempat
terisolasi itu ia mendapatkan perlakuan yang kasar oleh para petugas bangsal.
4.1.2 Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah pelaku cerita baik manusia atau makhluk hidup lainnya yang
menggambarkan peristiwa dalam cerita. Tokoh itu ada tokoh utama dan tokoh
pendukung. Tokoh utama adalah tokoh yang paling banyak diceritakan. Sedangkan
tokoh pendukung adalah tokoh yang tidak terlalu banyak dicertikan namunsangat
berhubungan dengan tokoh utama. (Aminudin.2002:79-80).
Penokohan adalah penggambaran atau pelukisan mengenai tokoh cerita baik
lahiriah maupun batiniah (kepribadian) oleh seorang pengarang. Penokohan ni sangat
erat hubungannya dengan perwatakan.(www.google.com).
Adapun tokoh-tokoh dan penokohan yang bermain dalam novel “Rose in The
Rain” karya Wahyu Sujani, adalah sebagai berikut :
a. Mashirah Alexandra
Tokoh ini akrab disapa Shira, 29 tahun, seorang janda cantik, bermata biru
indah, berkulit mulus, hidung mancung kecil, alis tebal, bibir merah ranum, dan dagu
sedikit terbelah sempurna, keturunan Mesir dan Perancis. Shira merupakan tokoh utama
dalam cerita, dibalik nyaris kesempurnaan itu, ia ternyata sudah tak memiliki rahim dan
tidak bisa memberikan ketrunan kepada siapapun yang akan menjadi suaminya. Ia
adalah seorang penulis terkenual. Salah satu buah karyanya yang mengguncangkan
pasar buku ilmu pengetahuan setengah belahan dunia hingga diburu para kritikus andal
dan peneliti
bidangnya adalah Ancienne Civilisation Egyptienne;Taux de Pharaons aux Cotes du
Sahara2 dan juga seorang pengajar di bimbel yang didirikannya di La Ville, Paris yaitu
Fastest Generations Paris.3
Ia mempunyai watak ramah, penyabar, anggun, baik pada semua orang, kuat
pendirian, tegas, dan yang paling penting ia merupakan seoran yang cerdas namun tetap
rendah hati. Watak Shira dapat dilihat secara dramatis melalui dialog antar tokoh, dalam
kutipan berikut,
“Apalagi yang ingin kau tahu, Max? Sepertinya sekarang kamu sudah lebih banyak tahu dari aku tentang Islam.” (Wahyu Sujani:30)
Jelas dalam kutipan tersebut Shira merupakan sosok yang tidak pernah sombong
dengan ilmunya, justru ia sangat bahagia apabila ada seseorang yang ingin berdiskusi
dengannya, dan mau mengajarkan seseorang dengan penuh kesabaran. Meskipun
memang dalam kenyataannya ia merupakan sosok yang luar biasa, ia mempunyai ilmu
yang sangat luas, ia sadar bahwa sepintar-pintarnya orang, ada yang lebih pintar, yaitu
Allah S.W.T.
b. Ahmad Hizazul Fikri
Tokoh ini akrab disapa Fikri, seorang seniman pasir terkenal sekaligus pemilik
Galeri Hizaz di Jalan Braga Bandung. Dia adalah mantan suami Shira, yang sebenarnya
ia sudah bisa menerima kalau Shira memang tidak bisa memberikan keturunan padanya,
namun Shira tetap malu dengan keadaannya, hingga mereka bercerai secara agama.
Watak Fikri dapat dilihat secara dramatis melalui dialog antar tokoh, yang
mempunyai watak shalih, penyayang, bersahaja, baik, pekerja keras, serius dan
terkadang humoris, alim, dan juga pemaaf, dapat dilihat dalam kutipan,
“Jo semula ketakutan ketika bertemu Fikri karena masih merasa bersalah membuat rumah tangga Fikri dan Shira berantakan. Tapi ternyata, Fikri memaafkannya dengan tulus.” (Wahyu Sujani:241)Jelas dalam kutipan tersebut Fikri merupakan sosok yang tidak pernah
menyimpan dendam dalam hatinya, sejahat apapun orang yang telah menyakitinya, ia
selalu memaafkannya siapapun itu sekalipun itu adalah seorang yang telah
menghacurkan rumah tangganya, karena ia yakin Allah Maha Tahu atas segala
perbuatan umatnya, dan yang akan membalas setiap amal yang dilakukan manusia.
2Peradaban Mesir Kuno; Detak Fir’aun di Sahara)3FGP
c. Nyonya Sonia dan Tuan Zaid
Nyonya Sonia dan Tuan Zaid adalah orang tua yang begitu menyayangi
ankanya, Shira sebagai anak tunggal. Nyonya Sonia adalah seorang penyayang dan jiwa
keibuannya yang sangat dewasa penuh tanggung jawab. Ia akan menyatakan salah,
sekalipun yang berbuat adalah anak kesayangannya.
Watak Tuan Zaid dapat dilihat secara dramatis secara tidak langsung,
merupakan sosok ayah yang low profile, tabah, dalam menghadapi masalah selalu
tenang sehingga bisa berfikir jenih, tidak akan mencampuri urusan orang lain yang
memang bukab hak dan tempatnya, pejuang keras dalam membela anaknya yang
terkena musibah, bertanggung jawab dapat dilihat dalam kutipan
“yang ada di benaknya sekarang adalah bagaimana bisa bertemu anaknya lalu berusaha membebaskannya dari jeratan hukum.” (Wahyu Sujani:179)Jelas dalam kutipan tersebut Tuan Zaid begitu bertanggung jawab dengan
keluarganya. Ia berusaha keras agar anaknya bisa bebas dari ketidakadilan. Bahkan ia
rela memebrikan semua hartanya demi anaknya bisa kembali berkumpul bersama
keluarga besar.
d. Mama Elen
Seorang pegawai kebersihan di gedung bimbel Shira, namun sudah begitu akrab
dengan majikannya itu. Seringkali Shira curhat kepada Mama Elen, karena beliau
memang enak diajak ngobrol, watak Mama Elen dapat dilihat secara dramatis melalui
dialog antar tokoh yaitu murah senyum, pekerja keras, selalu memberi semangat dan
jalan keluar ketika Shira dalam masalah, senang bergurau, dapat dilihat dalam kutipan,
“Maaf, becanda. Janganlah kamu terus memikirkan hal itu, anakku. Kamu cantik. Dari keluarga terhormat. Lelaki manapun akan jatuh cinta padamu. Dan jika cinta mereka benar-benar tulus, mereka akan menerima segala kekuranganmu.” (Wahyu Sujani:21)Meskipun Shira tidak memandang Mama Elen sebagai pegawainya, melainkan
sebagai teman curhatnya, bahkan sebagai keluarganya, Mama Elen tetap menghargai
shira sebagai majikannya, harus tetap ia hormati.
e. Dr. Rahman atau Max Jegler
Max Jegler adalah seorang mualaf yang akhirnya berganti nama menjadi
Rahman. Ia seorang dokter asal Jerman yang jatuh cinta pada Shira, menerima
kekurangannya, dan ingin mengkhitbahnya karena dua tahun menjalin hubungan
sebagai seorang kekasih dirasa sudah cukup untuk saling mengenal satu sama lain.
Namun hingga ke-sekian kalinya Dr. Rahman mencoba melamar, tetap saja Shira
menolak dengan alasan belum siap. Hingga akhirnya, ia harus kecewa ketika Shira
berkata bahwa dia hanya mengagumi kepribadiannya saja. Dan kisah mereka kandas
ditengah jalan.
Watak Max dapat dilihat secara dramatis melalui dialog antar tokoh, yaitu baik,
elegan, teguh pendirian, romantis, sangat menghargai wanita, sabar dan selalu ingin
tahu tentang sesuatu yang baru, ingin memperdalam agama barunya, dapat dilihat dalam
kutipan,
“Aku membaca dalam sebuah kitab yang didalamnya membahas tentang ghaibah dan hadhur. Aku belum paham dengan pengertian dua istilah itu.” (Wahyu Sujani:30)Max menjadi mualaf dan ingin memperdalam pengetahuannya mengenai agama
islam, ia tidak pernah malu untuk bertanya kepada siapapun, bukan karena ia hanya
ingin memliki seorang wanita yang dicintainya yang memang seorang muslim, namun
karena memang menurutnya ia telah mendapatkan ihlam itu, dan ia sangat yakin untuk
memeluk agama islam yang merupakan satu-satunya agama yang diridhoi Sang
Pencipta.
f. Kevin Martin
Awalnya ia merupakan seorang atheis, namun akhirnya menjadi mualaf dengan
mengucapkan dua kalimah syahadat di Masjid Agung Paris disaksikan Shira dan
beberapa ulama. Dia adalah dosen termuda di Sorbonne yang diam-diam mulai
menyukai Shira dan suka mengirimi Shira setangkaai bunga mawar dengan tangkainya
dililiti kertas yang berisi puisi indah.
Watak Kevin dapat dilihat secara dramatis melalui prilaku tokoh, yaitu
seseorang yang pantang menyerah apalgi dalam membela kebenaran, dalam hal ini
untuk membebaskan Shira dari ketidakadilan, dapat dilihat dalam kutipan,
“Saya yakin ada cara lain. Saya yakin, Prof. Dan Profesor sebagai orang penting di Sorbonne, tentu punya masukan. Bantulah saya, Prof. Bantulah demi keadilan.” (Wahyu sujani:181)Kevin seseorang yang sangat menjunjung keadilan. Ia akan berjuang mati-
matian untuk meneggakkan kebenaran. Apalagi menyangkut dengan Shira, ia tidak akan
mengenal pantang menyerah untuk pujaannya itu.
g. Maria Maghdalena
Akrab disapa Madame Lena-83 tahun, adalah nenek dari Shira yang merupakan
ibunda dari Nyonya Sonia. Meskipun sudah berumur, namun beliau masih nampak
sehat, meski seringkali terkena struk ringan apabila sedang kelelahan dan banyak
masalah. Beliau memiliki 10 orang anak, yaitu Nyonya Sonia yang menikah dengan
Tuan Zaid, Suzane dengan Ricardo Gustav, Jaquine Napolion, Lauren dengan Robert,
Jolly, Leonard, Linda dengan John, Eiffel Nicholaz, dan Elvina.
Madame Lena memutuskan menjadi mualaf ketika anak sulungnya dinikahi
Tuan Zaid yang memang seorang muslim. Dan semua anaknya pun turut memeluk
agama Islam kecuali 3 anaknya, yaitu Jolly, Leonard dan Jaquine Napolion. Meski
begitu Madame Lena tetap menyayangi anaknya, karena ia sadar untuk mempercayai
keyakinan itu harus dari hati bukan karena paksaan, ia tetap menyayangi ke-3 anaknya,
namun sebaliknya ke-3 anaknya malah menganggap ibunya kafir, tentu hal itu membuat
anak-anak Madame Lena yang lain murka terhadap ke-3 sodaranya itu. Hingga akhirnya
ke-3nya diusir dari istana Madame Lena.
Watak Madame Lena dapat dilihat secara dramatis melalui dialog antar tokoh,
yaitu keras, namun pengertian, dapat dilihat dalam kutipan,
“Kalau memang kamu masih mencintai mantan suamimu itu, setelah kamu sehat, ayo kita ke Indonesia. Biar nenek yang melamar dia untukmu” (Wahyu Sujani:64)Madame Lena mempunyai watak keras, ia bersiteguh untuk menikahkan
kembali Shira dengan mantan suaminya, karena ternyata Shira masih mencintai mantan
suaminya itu. Beliau tidak ingin anggota keluarganya ada yang bersedih, jadi beliau
ingin memperbaiki semuanya, bagaimanapun caranya.
h. Hameyda Aina Salsabila
Akrab disapa Teh Meyda-30 tahun, wanita cantik yang kini tengah hamil tua 8
bulan, buah pernikahannya dengan suaminya, Ahmad Hizazul Fikri. Ia juga adalah
seorang dosen terkenal di mata mahasiswanya di Sekolah Tinggi Seni Bandung dan
merupakan seorang pemilik toko kue besar yang sudah memiliki tiga cabang, yaitu di
Kota Bandung, Bogor, dan Jakarta.
Watak Meyda dapat dilihat secara dramatis melalui dialog antar tokoh, yaitu
pekerja keras, penuh tanggung jawab atas apa yang di amanatkan, dan seorang
pencemburu, namun tidak pernah secara terang-terangan mengungkapkannya, dan
sangat dihargai pekerja suaminya. dapat dilihat dalam kutipan,
“Istrinya nanti bagaimana?! Tahu sendiri cemburuannya selangit tembus.” (Wahyu Sujani:185)Teh Meyda menjadi sangat pencemburu apabila sudah disinggung mengenai
Shira, mantan istri dari suaminya kini. Namun meski terkadang rasa cemburu itu datang
dan sangat menyiksa dirinya, ia selalu yakin bahwa suaminya tidak akan mungkin
menghianati cintanya, apalagi kini sebentar lagi mereka akan mempunyai momongan,
dan hal itu juga selalu diyakinkan oleh Fikri.
i. Paman Cozeer dan Gukar
Paman Cozeer adalah pengusaha parfum kecil-kecilan di daerah terpencil St.
Denis, yang menolong Shira dikala Shira sedang mengasingkan diri. Ia menerima Shira
dengan baik, ketika tahu bahwa Shira adalah seorang buron, karena memang ia tahu
kebenarannya Shira tak bersalah. Akhirnya ia mempekerjakan Shira.
Paman Cozeer tinggal bersama seorang pegawainya bernama Gukar. Watak
Gukar dapat dilihat secara dramatis yaitu dialog antar tokoh yaitu sabar dalam
mengajari sesuatu kepada orang lain, senang bergurau, penyayang keluarga, pekerja
keras, baik, jujur, dapat dilihat dalam kutipan,
“Aku mau pulang ke negaraku, lalu kubagikan uangku pada adik-adikku dan nenekku.” (Wahyu Sujani:213)Gukar memang bukan asli dari Paris, ia seorang perantau, yang pergi ke negara
ini, karena ingin memperbaiki keadaan, ia bukan dari orang yang berada. Hingga
bertemu dengan Paman Cozeer, hidupnya lebih baik. Dan jika ia menjadi seseorang
yang berada ia ingin membahagiakan adik dan neneknya, karena ke-2 orang tuanya
sudah meninggal.
j. Faisal
Lelaki yang pernah trauma jatuh cinta karena dulu pernah menjalin cinta dengan
seseorang yang berada, namun orang tua sang calon tidak menyetujuinya, dengan alasan
anak perempuan mereka tidak akan terjamin kehidupannya dengan seorang penjual
buku yang penghasilannya pun pas-pasan. Barulah ketika ia bertemu Shira ia merasakan
kembali indahnya jatuh cinta.
Namanya amat terkenal di Dewi Sartika karena keramahanya dalam melayani
pembeli, dan seringkali ia diajak berdiskusi oleh para mahasiswa yang datang ke
lapaknya. Meski ia hanya lulusan SMA, karena tidak bisa melanjutkan sekolahnya
dengan himpitan ekonomi yang ada, namun ia termasuk orang yang cerdas. Watak
Faisal dapat dilihat secara dramatis yaitu prilaku tokoh, dapat dilihat dalam kutipan,
“Tanpa sungkan, mereka duduk diatas jajaran buku-buku bacaan umum. Basa-basi sebentar, lalu mulai mengobrol serius mengajak diskusi seperti hari-hari sebelumnya setiap kali mendatangi lapak Faisal.” (Wahyu Sujani:272)Karena sifat Faisal yang mudah akrab dengan orang lain, sehingga para
mahasiswa pun sudah tidak sungkan untuk bertanya-tanya kepada Faisal mengenai
segala hal, bahkan ketika mereka ada tugas PAI pun, yang sekiranya mereka sudah tidak
bisa mengerjakannya mereka datang ke lapak Faisal, dan dengan sabarnya Faisal
membantu mereka. Faisal juga mengajar mengaji anak-anak disekitar rumahnya.
k. Alfred
Alfred-34 tahun, bertubuh kekar kepala botak, seorang duda tanpa anak, dan
seorang pemilik bengkel modifikasi mobil Paris. Ia mengharapkan cinta Shira karena ia
jatuh cinta pada penampilan Shira yang sempurna. Jelas Shira menolaknya, selain
karena Alfred seorang non muslim, namun juga seorang pemabuk. Watak Alfred dapat
dilihat secara dramatis yaitu bentuk fisik yang garang, dapat dilihat dalam kutipan,
“Bukan karena apa, tapi lelaki itu doyan sekali menenggak minuman beralkohol yang mungkin tanpa ia tahu sudah ditularkan kepada pamannya.” (Wahyu Sujani:93)Alfred adalah teman Alex yang tidak lain adalah pamannya Shira, yang
sepertinya bisa membawa dampak buruk kepada pamannya itu.
l. Tokoh lainnya
Tokoh pendukung lainnya yang berperan dalam novel ini adalah Zaenab, Najid,
Alzena, Haji Mansyur, Hajjah Sarah, Pak Thomp, Jo, Haikal, Bobby, Mama Gheista,
Reilly, Linda, Leni, Hasan, Anisa, Lidya.
4.1.3 Latar
Latar dimaksudkan untuk memperjelas cerita, dimana, kapan dan bagaimana
keadaannya, agar pembaca lebih peka dan memahami isi cerita. latar terbagi dalam 3
macam, yaitu, latar tempat, latar waktu, latar suasana. (www.wordpress.com)
a. Latar Tempat
Adalah keterangan tempat atau daerah terjadinya peristiwa dalam cerita.
Dalam novel ini banyak dikisahkan di Paris, Perancis yaitu diantaranya di Sungai Seine,
Menara Eiffel, Le Grande Moquee de Paris, Jalan Champ-Elyees, Musee de Lurve dan
di Paris Van Java, Bandung, diantaranya di kompleks perumahan elit Geger Kalong,
Jalan Braga, Desa Gunung Batur.
Dapat dilihat dalam kutipan,
“ Tak bisa dibohongi, di sela kesibukannya sebagai penulis dan pengajar di bimbel yang didirikannya di La ville lumiere atau negeri bertabur lampu, Paris.” (Wahyu Sujani:16)
“Pukul 00.10 WIB, Shira tiba di rumah orang tuanya di kompleks perumahan elit Geger Kalong.” (Wahyu Sujani:105)
b. Latar Waktu
Adalah waktu terjadinya sebuah peristiwa dalam cerita, bisa berupa detik, menit,
jam, hari, minggu, bulan, tahun, abad, dan seterusnya. Atau juga tidak dijelaskan secara
langsung, misalnya pada saat Tahun Baru’an, dan sebagainya. (www.wordpress.com)
Dalam novel ini dapat diketahui bahwa cerita ini berlangsung pada tahun 2012,
dapat dilihat dari surat yang diberikan Fikri kepada Shira di akhir cerita,
“ ....Lewat lengan dan hatimu, wahai mawar di tengah hujanTapi beri dulu aku waktu untuk meremas malam.Paris, Mei 2012” (Wahyu Sujani:543)
c. Latar Suasana
Adalah penjelasan mengenai suasana pada saat peristiwa cerita, misalnya
suasana menyedihkan, mengembirakan, mengharukan dan sebagainya.
Suasana dalam novel ini bisa membuat emosi pembaca naik turun. Di awal
cerita suasananya sangat santai, penuh dengan romansa cinta, dan kisah keluarga yang
bahagia nan harmonis. Namun sampai ditengah cerita, suasananya berbanding terbalik
menjadi sangat tegang ketika sang tokoh utama, Shira, harus melewati kehidupan pahit,
ia difitnah sebagai teroris yang melakukan pengeboman di Gereja Notre Dame di
Perancis. Shira ditangkap secara paksa, tak banyak yang bisa dilakukan keluarga Shira
pada saat penangkapan itu, karena mereka butuh waktu untuk mengumpulkan bukti-
bukti yang konkret. Kejadian yang dialami Shira di tempat terisolasi , dengan segala
penyiksaan fisik maupun batin yang dilakukan oleh para penjaga bangsal.
Suasana menjadi mengharukan ketika Fikri harus kehilangan istrinya, Meyda,
ketika melahirkan anak pertama mereka, dan pada saat itu Fikri tidak ada disamping
Meyda, karena sedang ada urusan di Paris, ia sangat menyesali semuanya.
Di akhir cerita, terbukti Shira tak bersalah, ada yang sengaja memfitnahnya.
Perlahan keadaan membaik. Para tokoh sudah bisa menerima kenyataan-kenyataan pahit
itu, kehidupan baru membuat mereka lebih tenang dan bahagia tentunya. Mereka yakin
dalam setiap kejadian pasti ada hikmahnya.
4.1.4 Alur
Cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan
secara sebab-akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya
adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang,
dan suasana terjadinya peristiwa dalam karya sastra (Nurgiyantoro.1995:113)
Dalam Novel ini menggunakan alur maju mundur (flash back). Diawali dari
kisah Shira yang tinggal di Paris, lalu pulang ke tanah air Indonesia untuk menemui
orang tuanya dan balik lagi ke Paris, hingga dalam keadaan terpaksa kembali lagi ke
Indonesia, dan pulang ke Paris dengan keadaan lebih baik.
Dalam harinya kini, Shira selalu membayangkan masa lalunya ketika masih
bersama suami yang dicintainya, entah apakah kebahagiaan itu akan menghampirinya
lagi.
“Lalu kembali tercenung karena ingatannya kembali dibanting ke tanah Paris
Van Java.” (Wahyu Sujani:20)
4.1.5 Sudut Pandang
Dalam Novel ini menggunakan sudut pandang pengarang orang ke-3 pelaku
utama. Dapat dilihat dalam kutipan,
“Pembuat tulisan sarat makna itu adalah mantan suaminya yang dulu ia cintai karena kesahajaan serta kesederhanaanya” (Wahyu Sujani:16)
4.1.6 Gaya Bahasa
Novel ini berbahasa Indonesia, namun diselingi dengan bahasa-bahasa asing,
diantaranya,
- Bahasa Arab : “Farihtu bihaadzal liqa’ina, i’jabun jamilah anti, ya Cleopatra.”4 (Wahyu Sujani : 46)
- Bahasa Prancis : “Excusez-moi, Madame. Je m’apalle Boby. Je viens de California-Est-ce que je vous darange?”5 (Wahyu Sujani:120)
- Basa Sunda : “Nuhun nya, Kang. Hayu atuh, ayeuna.” 6 (Wahyu Sujani:480)Diselingi oleh beberapa majas, diantaranya :
1. Majas Hiperbola yaitu gaya bahasa yang bersifat melebih-lebihkan.
Contohnya : “Udara yang masuk benar-benar mencucuk tulang.” (Wahyu Sujani:157)
2. Majas Personifikasi yaitu gaya bahasa yang membandingkan antara benda
hidup dan benda mati.
Contohnya : “Hati adalah raja dalam tubuh kita dimana organ-organ tubuh kita lainnya
adalah bala tentaranya.” (Wahyu Sujani:363)
3. Majas Metafora yaitu gabungan dua hal yang berbeda yang dapat membentuk
suatu pengertian baru.
Contohnya : “Telah menjadi sebuah prasasti cinta yang tak mungkin luntur oleh
pergantian empat musim di tanah kelahirannya.” (Wahyu Sujani:17)
4. Majas Ironi yaitu gaya bahasa yang bersifat menyindir dengan halus.
Contohnya : “Hai, Shira. Kabarku buruk karena semalam tidak malam mingguan
denganmu. Hahahaha...” (Wahyu Sujani:93)
5. Majas Litoses yaitu gaya bahasa yang digunakan untuk mengecilkan
kenyataan dengan tujuan untuk merendahkan hati Contohnya : Sst..., ini pertolongan
Allah. Tidak usah dibahas lebih dalam.” (Wahyu Sujani 307)
6. Majas Metonimia yaitu gaya bahasa yang memakai merek suatu barang.
Contoh : “Mau kasih aku Ferrarimu itu?” (Wahyu Sujani:93)
4”Sungguh, pertemuan yang aku nantikan. Semakin cantik saja kau ini, Cleopatra.”5”Maaf, Nyonya. Nama saya Boby dari California. Apa saya menganggu?”6”Makasih ya, Kang. Yuk, berangkat sekarang”
Pengertian majas-majas dimbil dari (Rachmah Sri Utami:2009)
4.1.7 Amanat
Adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang.
Jangan menyesali sesuatu yang telah terjadi hanya akan membuat sakit hati,
jadikanlah yang telah lalu sebagai cerminan lebih baik di masa sekarang dan
yang akan datang.
Kita harus yakin bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang diridho’i Allah
SWT.
Sesulit apapun cobaan yang kita hadapi, yakinlah Allah selalu di sisi kita. Dan
sesungguhnya ketika kita mengalami masalah itu pertanda ketika Tuhan jatuh
cinta. Harus tetap tabah, berjuang, dan yakin.
Setiap yang terjadi di dunia ini adalah takdir Allah SWT, kita sebagai manusia
hanyalah harus berusaha.
Kita tidak boleh memiliki dendam kepada siapapun. Manusia adalah makhluk
yang tak lepas dari yang namanya khilaf. Allah pun Maha Pengampun, apalagi
kita sebagai makhluk ciptaannya.
Jangan pernah membeda-bedakan makhluk dalam hal materi. Karena semua
orang memiliki kedudukan yang sama dimata Allah SWT, yang membedakan
hanyalah amal ibadahnya.
Membantu sesama yang sedang kesulitan adalah suatu akhlak yang mulia,
apalagi kalau dalam hal menumpas kebatilan.
Jangan pernah malu dengan kekurangan kita. Karena tidak ada yang sempurna di
dunia ini, selain Allah dzat yang Maha Sempurna.
Ketika kita diberikan sebuah kepercayaan dan tanggung jawab, haruslah kita
bisa menjaga dan menjalankan amanat itu sebisa mungkin.
4.2 Nilai Agama
Harus yakin bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang diridho’i
Allah SWT. Ini digambarkan dari percakapan Shira dengan Max, “Bahkan
termaktub dalam Al-Qur’an yang menegaskan bahwa agama yang diridha’i oleh
Tuhan semesta alam adalah islam” (Wahyu Sujani:19)
Shalih dan shalihah. Kita harus menghormati dan menyayangi ke-2
orang tua, keluarga, sahabat dan lainnya, utamanya kita harus patuh pada ajaran
Allah SWT. Hal ini digambarkan oleh Shira dalam kutipan, “Shira masuk ke kamar
mandi mengambil air wudhu. Shalat dhuha pun dilakukan dengan tak lupa meminta
pertolongan agar namanya kembali baik di Prancis sana, lalu dipertemukan dengan
orang tuanya.” (Wahyu Sujani:228)
Beribadah tepat waktu. Dalam hal ini Shalat yang 5 waktu. Ketika kita
mendengan adzan berkumandang, segerakanlah tunaikan ibadah shalat. Hal ini
digambarkan oleh tokoh Shira dalam kutipan, “ Maaf, Max. Kita muslim. Undangan
Allah sudah diperdengarkan.” (Wahyu Sujani:40)
Bersyukur. Kita harus bersyukur dengan apa yang kita dapat, sekecil
apapun itu, adalah suatu anugrah. Kapan-pun dan dimanapun kita berada harus ingat
Allah SWT. Hal ini dicontokan oleh tokoh Shira dalam kutipan, “Allahu
Akbar...!!!” Shira langsung melakukan sujud syukur dilantai kamar. (Wahyu
Sujani:432)
Tidak boleh su’uzhan. Kita sebagai manusia tidak boleh memiliki sifat
su’uzhan yaitu berprasangka buruk terhadap orang lain, apa yang kita fikirkan
belum tentu sama dengan kenyataan. Hal ini digambarkan oleh tokoh Bunda
Qorniah dalam kutipan, “Itu hanya ketakutanmu saja, Neng. Tepatnya, su’uzhan
pada suami sendiri. Dosa lho.” (Wahyu Sujani:377)
Rendah hati. Setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihan. Jangan
pernah malu dengan kekurangan kita yang hanya akan menambah beban fikiran dan
akhirnya hanya sebuah penyesalan, ketika tidak berfikir jernih mengenai kekurangan
kita. Jadikanlah kekurangan itu untuk selalu mengingatkan kita dikala kita sombong
dengan kelebihan kita, bahwasanya kita juga memiliki kekurangan, karena hanya
Allah dzat yang Maha Sempurna. Hal ini ditunjukkan oleh tokoh Shira dalam
kutipan, “Menurut Mama, apakah aku ini cukup cantiki untuk bisa bersanding
dengan orang terkenal?” (Wahyu Sujani:21)
Menatap masa depan. Kita harus bisa menatap masa depan lebih baik,
jangan memasalahkan hal yang telah terjadi di masa lalu, cukuplah menjadi
cerminan saja. Hal ini ditunjukkan oleh tokoh Mama elen dalam kutipan, “Yang lalu
biarlah berlalu. Sekarang waktunya menatap masa depan.” (Wahyu Sujani:23)
Menghormati dan menyayangi sesama. Kita tidak boleh membeda-
bedakan seseorang dari segi materi, karena semua orang memiliki derajat yang sama
di mata Allah SWT, yang membedakan hanyalah amal ibadahnya.
Sabar. Kita harus sabar dalam memberitahu kebaikan kepada seseorang,
dalam hal ini membimbing seorang muallaf untuk memperdalam agama islam.
Memaafkan. Kita sebagai manusia yang seringkali khilaf secara sadar
ataupun tidak, harus bisa introfeksi, dan ketika orang lain berbuat salah kepada kita,
harus bisa memaafkan sebesar apapun kesalahan itu, kita harus mengikhlaskannya,
karena Allah saja maha pemaaf kepada hambanya yang mau bertaubat.
Bekerja keras. Kita sebagai umat manusia wajib berusaha untuk
mendapatkan hal yang kita inginkan, hasilnya apapun nanti takdirlah yang berbicara.
Namun Allah SWT menilai manusia itu dari prosesnya, sejauhmana kita berusaha,
sekuat apa kita bisa menghadang segala ujian.
Pantang menyerah dalam membela kebenaran. Ketika kita melihat
adanya kebatilan, selama kita bisa berbuat sesuatu, lakukanlah, namun jangan
sampai melampaui batas porsi kita. Hal ini digambarkan oleh Shira dalam kutipan,
“Aku hanya berpegang pada janji Allah saja yang mengatakan bahwa nasib manusia
bisa berubah jika ia sendiri ingin mengubahnya.” (Wahyu Sujani:241)
Memberi semangat dan nasihat ketika orang terdekat kita dalam masalah.
Dikala kita tidak bisa berbuat untuk menolong orang lain. Masih ada yang bisa kita
lakukan, yaitu dengan tetap memberikan semangat dan saran yang setidaknya bisa
membuat orang tersebut kuat dalam menghadapi masalahnya. Hal ini digambarkan
oleh tokoh Mama Elen dalam kutipan, “Anakku..., kau sudah cukup umur untuk
segera membina rumah tangga. Apakah kamu lupa sekarang usiamu sudah tiga
puluh? Kalau ada laki-laki baik yang mau menerimamu apa adanya, terimalah
cintanya agar kamu tak menyesal untuk ke-dua kalinya.” (Wahyu Sujani:23)
Amanah. Ketika orang lain memberikan kepercayaan atau pun tanggung
jawab, sebisa mungkin kita harus bisa menjaga dan menjalankannya sebaik yang
kita mampu.
Berbagi. Bukan hanya materi yang bisa kita sumbangkan, ilmu jauh akan
lebih bermanfaat terutama untuk para pelajar yang memang berkewajiban untuk
menggali ilmu sedalam mungkin. Hal ini digambarkan oleh Fikri dalam kutipan,
“Seperti biasa, lapak dagang Faisal diramaikan dengan 5 mahasiswa, satu
mahasiswi. Mereka sedang asyik tanya seputar Islam dan Kristen.” (Wahyu
Sujani:279)
Jangan sombong. Sebesar apapun yang kita perbuat untuk orang lain,
kita tidak boleh menyombongkan diri. Sesungguhnya semua itu pemberian Allah
SWT, hanya saja melewati tangan kita. Hal ini digambarkan oleh Fikri yang sedang
menasehati anak keil, “Rahasiakan dalam hatimu kebaikan sekecil apapun yang
sudah kamu lakukan, kapanpun dan dimanapun itu.” (Wahyu Sujani:267)
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Novel ini sangat menarik untuk dibaca. Plot-plotnya yang bergelombang,
membuat emosi turun naik, cukup membuat pembaca gregetan. Tokoh dan penokohan
yang sangat beragam, latar tempat yang jelas sehingga pembaca bisa berimajinasi,
terbayang bagaimana tempat-tempat indah yang diceritakan. Bahasa yang beragam
mulai dari Bahasa Indonesia, Bahasa Prancis, bahkan Bahasa Sunda, gaya bahasa-nya
pun tidak terlalu sulit.
Secara keseluruhan Novel ini bisa memberikan suatu pencerahan, apalagi
banyak dibahas mengenai islam, sebagai agama satu-satunya yang diridha’i Allah SWT,
juga bagaimana menyikapi suatu masalah sekalipun masalah itu sangat sulit
diselesaikan bahkan dengan perjuangan dirinya dan juga orang-orang disekelilingnya
yang harus rela berkorban. Banyak sekali nilai-nilai yang didapat dari Novel ini,
diantaranya Nilai Agama, Nilai Moral, Nilai Sosial, Nilai Budaya, dsb.
Kekurangan dan kelebihan
Kelebihan
Temanya sangat menggugah selera.
Latar tempat dijelaskan begitu mendetail, sehingga pembaca bisa
berimajinasi mengenai tempat tsb tanpa harus singgah dulu.
Tokoh dan penokohan yang sangat beragam. Sehingga pembaca tidak
jenuh.
Banyak sekali nilai yang bisa diambil terutama nilai agama yang bisa
memberikan pencerahan.
Judul-judul yang sulit ditebak membuat kita semakin penasaran dengan
ceritanya.
Kisahnya sangatlah menginspiratif, konflik-konflik yang dihadapi,
dijalaninya dengan tabah dan penuh perjuangan, membuat kita lebih bisa
memaknai arti hidup.
Covernya sangat menarik. Tulisan yang beragam dan tidak terlalu padat
sehingga pembaca tidak jenuh.
Bahasa diselingi dengan bahasa luar jadi secara tidak langsung kita
belajar bahasa asing.
Banyak sekali puisi-puisi kehidupan yang sangat indah.
2.3.2 Dibalik kelebihannya, tentu saja ada kekurangannya, diantaraya:
Akhir cerita yang menggantung.
Biodata pengarang yang sangat singkat sehingga harus mencari sumber
lain.
Beberapa puisi yang sulit dimengerti.
Namun secara keseluruhan Novel Rose In the Rain karya Wahyu Sujani ini,
sangat menarik untuk dibaca dan banyak sekali nilai kehidupan yang bisa diterapkan
dan sebagai cerminan untuk hidup lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Sujani, Wahyu.2012.Rose in The Rain.Jogjakarta:Diva Press
Soeparto, Bambang Sigit dkk. Pendidikan KEWARGANEGARAAN. Palur. Cipta
Pustaka.
Ferdinan De Jacson Saragih.2011
Aminudin.2002:79-80
WJS. Poerwadarminta dalam Romli, 2003:75
Rachmah Sri Utami:2009
Nurgiyantoro.1995:113
www.google.com
www.wordpress.com