REFLEKSI KASUS Maret, 2016
RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM PADA BAYI
PREMATURITAS
Nama : Siti Chairunnisa
No. Stambuk : N 111 15 040
Pembimbing : dr. Suldiah, Sp.A
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Periode setelah lahir merupakan awal kehidupan yang tidak menyenangkan
bagi bayi. Hal itu disebabakan oleh lingkungan kehidupan sebelumnya
(intrauterus) dengan kehidupan sekarang (ekstrauterus) yang sangat berbeda. Bayi
yang dilahirkan prematur ataupun bayi yang dilahirkan dengan penyulit /
komplikasi, tentu proses adaptasi kehidupan tersebut menjadi lebih sulit untuk
dilaluinya. Bahkan sering kali menjadi pemicu timbulnya komplikasi lain yang
menyebabkan bayi tersebut tidak mampu melanjutkan kehidupan ke fase
berikutnya (meninggal). Bayi seperti ini yang disebut dengan istilah bayi resiko
tinggi.1
Salah satu dari bayi resiko tinggi adalah bayi dengan sindroma gawat nafas
(SGN/RDS). Respitratory distress syndrome (RDS) didapatkan sekitar 5-10%
pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 500-1500 gram. Angka
kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan. RDS sering
ditemukan pada bayi prematur. Insiden berbanding terbalik dengan usia
kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia kehamilan ibu semakin
tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut.2
Bayi dengan berat lahir rendah juga salah satu bayi yang memeliki risiko
tinggi. Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yaitu bayi baru lahir yang berat
badannya 2500 gram atau lebih rendah tanpa memandang masa gestasi. Dalam
definisi ini tidak termasuk bayi-bayi dengan berat kurang dari pada 1000 gram.
Berat badan lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir.
Berdasarkan definisi WHO, bayi prematur adalah bayi yang lahir sebelum usia
kehamilan (gestasi) 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir.3
Presentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-80% terjadi pada
bayi yang lahir dengan usia kehilangan kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi
antara 32-36 minggu dan jarang sekali ditemukan pada bayi yang cukup bulan.
Insiden pada bayi prematur kulit putih lebih tinggi dari pada kulit hitam dan lebih
sering terjadi pada bayi laki-laki dari pada perempuan. Selain itu kenaikan
frekuensi juga sering terjadi pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita
gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya ibu menderita
penyakit diabetes, hipertensi, hipotensi, seksio serta pendarahan antepartum.4
Berikut ini dilaporkan kasus mengenai Respiratory Distress Syndrome pada
bayi prematuritas.
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Bayi. Ny. Rani
Jenis kelamin : laki – laki
Tanggal lahir : 5 maret 2016 pukul : 10.10 wita
Tanggal masuk : 5 maret 2016 pukul 12.05 wita
ANAMNESIS
Bayi baru lahir berjenis kelamin laki-laki rujukan dari RS Bhayangkara
dengan diagnosis BBLR + RDS. Bayi lahir secara operasi sesar atas indikasi
plasenta previa + Ketuban Pecah Dini dan Maturitas belum cukup bulan. Bayi
lahir kurang bulan dengan ketuban berwarna putih keruh. Bayi lahir di RS
Bhayangkara Palu pada saat lahir bayi tidak langsung menangis, sianosis (+), ada
merintih (+), retraksi dada (-). Apgar Score 6/7, ada mekonium / miksi. Pada saat
masuk ke RS UNDATA Palu keadaan bayi sianosis tapi hilang dengan pemberian
O2, merintih, berat badan lahir 1100 gram.
Riwayat maternal : GIIPIA0. Usia ibu 32 tahun. Selama kehamilan, ibu tidak
pernah demam atau sakit berat lainnya. Ibu baru dua kali melakukan antenatal
care di dokter spesialis kandungan. Nafsu makan ibu bagus selama kehamilan. Ibu
tidak mengkonsumsi alkohol maupun merokok. Waktu kehamilan pertama
melahirkan secara normal dengan bayi 2600 gram.
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-tanda vital
Denyut jantung : 104 x/menit
Suhu : 37,2 0C
Respirasi : 60 x/menit
CRT : 1 detik
Berat Badan : 1100 gram
Panjang Badan : 35 cm
Lingkar kepala : 25 cm
Lingkar lengan : 7 cm
Lingkar dada : 27 cm
Lingkar perut : 30 cm
Sistem neurologi :
Aktivitas : kurang
Kesadaran : somnolen
Fontanela : datar
Sutura : belum menutup
Refleks cahaya : +/+
Kejang : (-)
Tonus otot : menurun pada keempat ekstremitas
Sistem pernapasan
Sianosis : (+)
Merintih : (+)
Apnea : (-)
Retraksi dinding dada : (-)
Pergerakan dinding dada : simetris
Cuping hidung : (-)
Bunyi pernapasan : Bronchovesikular (+)/(+)
Bunyi tambahan : Wheezing (-)/(-), Rhonchi (-)/(-)
Skor DowneFrekuensi Napas : 1Merintih : 2Sianosis : 1Retraksi : 0Udara Masuk : 0Total skor : 4 (gangguan napas sedang)
Sistem hematologi :
Pucat : (-)
Ikterus : (-)
Sistem kardiovaskuler
Bunyi Jantung : SI dan SII murni reguler
Murmur : (-)
Sistem Gastrointestinal
Kelainan dinding abdomen : (-)
Muntah : (-)
Diare : (-)
Residu lambung : (-)
Organomegali : (-)
Peristaltik : (+), kesan normal
Umbilikus
Pus : (-)
Kemerahan : (-)
Edema : (-)
Sistem Genitalia.
Laki-laki
- Hipospadia : (-)
- Hidrokel : (-)
- Hernia : (-)
- Testis : belum turun
Anus imperforata : (-)
Skor Ballard
Maturitas fisik Maturitas neuromuskuler
Sikap tubuh : 3 kulit : 1
Persegi jendela : 1 lanugo : 1
Recoil lengan : 3 payudara : 0
Sudut poplitea : 4 Mata/telinga : 3
Tanda selempang : 3 genital : 0
Tumit ke kuping : 1 permukaan plantar : 1
Total Skor : 21
Estimasi kehamilan :32 -34 minggu
RESUME
Bayi rujukan dari RS Bhayangkara dengan diagnosis BBLR + RDS.
Bayi lahir di RS Bhayangkara secara operasi sesar atas indikasi plasenta
previa + ketuban pecah dini dan Maturitas belum cukup bulan
Pada saat lahir bayi tidak langsung menangis, sianosis (+), merintih (+)
dengan A/S 6/7.
Pada saat masuk ke RS UNDATA keadaan bayi masih tetap sama, sianosis
(+) tapi hilang dengan pemberian O2 ± 1 Lpm, merintih (+), berat badan
bayi 1100 gram.
DIAGNOSIS
Bayi Prematur (KMK) + BBLR + Respiratory Disease Syndrome (RDS)
TERAPI
Rawat Incubator 35˚c
IVFD Dex 5% 8 tpm (mikrodrips)
Injeksi Cefotaxime 2 x 50 mg/IV
Injeksi Gentamicyn 1x3 mg/ IV
O2 1 Lpm
Asi 4 x 1 cc
FOLLOW UP
Tanggal
S O A P
6/3/2016
KU lemah Gerak
kurang Demam (-) Merintih (+) Apneu (-) Retraksi (-) Sianosis (-) BAK & BAB
(+)
DJ : 132x/menit
R : 64 x/menit
BB : 1000 gram
Suhu : 37 0C CRT :
< 2 detik
Bayi preterm + BBLR + RDS
Rawat di incubator
Rawat tali pusat
IVFD dex 5% 8 tpm
Inj. Cefotaxime 50 mg/12 jam i.v
Inj.gentamicyn 3 mg /hari
O2 1 Lpm Puasa
Tanggal
S O A P
7/3/2016
KU jelek Gerak
kurang Demam (-) Merintih (+) Apneu (+)
DJ : 121x/menit
R :68 x/menit
BB : 1000 gram
Bayi preterm + BBLR + RDS + hipotermia
Rawat di infant warmer
Rawat tali pusat
IVFD dex
Retraksi (+) Sianosis (+) BAK & BAB
(+)
Suhu : 36,30C
CRT : < 2 detik
Pasien meninggal pada malam hari
5% 8 tpm
Inj. Cefotaxime 50 mg/12 jam i.v
Inj.gentamicyn 3 mg /hari
O2 1 Lpm Puasa
BAB III
DISKUSI
Diagnosis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan bahwa bayi lahir
secara operasi sesar atas indikasi plasenta previa + ketuban pecah dini dan
maturitas belum cukup bulan, skor apgar 6/7. Saat lahir bayi tidak langsung
menangis, ada merintih (+), mekonium (+)/ miksi (+).Berat bayi lahir adalah 1100
gram.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan berat badan lahir bayi adalah 1100
gram sehingga tergolong bayi berat lahir rendah (BBLR) dan pada skor ballard
didapatkan skor 21 (32-34 minggu) yang diinterpretasi sebagai bayi preterm.
Berdasarkan kurva lubchenco didapatkan bahwa pasien tergolong kecil masa
kehamilan (KMK). Pada pemeriksaan fisik juga didapatkan ada gangguan napas
sedang berdasarkan skor downe 4, dengan penjabaran yaitu terdapat frekuensi
nafas (skor 1), sianosis yang hilang dengan pemberian O2 (skor 1) dan merintih
yang terdengar tanpa menggunakan stetoskop (skor 2).
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada bayi ini adalah gula darah
sewaktu dengan hasil pemeriksaan 84 gr/dL. Dari hasil ini dapat disimpulkan
bahwa pasien tidak mengalami hipoglikemia.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
didapatkan bahwa diagnosis pasien pada kasus ini adalah bayi berat lahir rendah
dengan respiratory distress syndrome pada bayi prematur (KMK).
Berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan bayi baru lahir.
Rerata berat bayi normal ( usia gestasi 37-40 minggu) adalah 3200 gram. Secara
umum, bayi berat lahir rendah dan bayi dengan berat berlebih (≥ 3800 gram) lebih
besar risikonya. Masa gestasi juga merupakan indikasi kesejahteraan bayi baru
lahir karena semakin cukup masa gestasi semakin baik kesejahteraan bayi. Berat
badan lahir rendah merupakan bayi yang dilahirkan dengan berat lahir <2500
gram tanpa memandang masa gestasi.3
BBLR dapat disebabkan oleh: kehamilan kurang bulan, bayi kecil untuk
masa kehamilan atau kombinasi keduanya. Bayi BBLR dapat dibagi menjadi 2
golongan yaitu : prematuritas murni dan dismaturitas. Prematuritas murni, masa
gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan
untuk masa gestasi berat atau biasa disebut neonatus kurang bulan dengan sesuai
masa kehamilan. Sedangkan Dismaturitas, bayi lahir dengan berat badan kurang
dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi itu. Penentuan usia kehamilan
dapat ditentukan dengan menggunakan skor Ballard dan kurva Battaglia dan
Lubchenco. Pada kasus ini, bayi termasuk dalam prematur. 3
Faktor-faktor yang berkaitan dengan retardasi pertumbuhan intrauteri
adalah sebagai berikut (5):
a. Janin
- Gangguan kromosom (misalnya trisomi autosom)
- Infeksi janin yang kronis
- Anomali kongenital
- Jejas radiasi
- Kehamilan multiple
- Aplasia pancreas
- Ketuban pecah dini
b. Plasenta
- Plasenta previa
- Solutio plasenta
- Infark
- Tumor (korioangioma)
- Sindrom transfuse kembar (sindrom parabiotik)
c. Ibu
- Toksemia gravidarum yaitu preeklamsia dan eklamsi
- Ibu yang menderita penyakit menahun, antara lain : hipertensi, jantung,
gangguan pembuluh darah
- Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat
- Obat-obatan (narkotik, alkohol, rokok, kokain, antimetabolit)
- Riwayat BBLR sebelumnya
- Usia ibu saat hamil <20 tahun atau >35 tahun
Pada kasus ini, faktor risiko yang berkaitan dengan terjadinya BBLR adalah
faktor ketuban pecah dini dan plasenta previa. Plasenta memliki peranan penting
dalam perkembangan janin dan kegagalan fungsi plasenta dapat mengakibatkan
gangguan pertumbuhan janin dan berat badan janin. Pasokan nutrisi yang kurang
ke plasenta atau hipoksia akan dapat mengganggu pertumbuhan plasenta dan
janin.
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen
bawah uterus sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir.
Penyebab pasti plasenta previa masih belum diketahui dengan jelas, menurut
manuaba (2010) plasenta previa merupakan implantasi di segmen bawah rahim
dapat disebabkan oleh endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasan
plasenta untuk mampu memberikan nutrisi pada janin, dan vili korealis pada
chorion leave yang persisten.6
Distres respirasi atau gangguan napas merupakan masalah yang sering
dijumpai pada hari-hari pertama kehidupan, ditandai dengan takipnea, napas
cuping hidung, retraksi intercostal dan apnea. Gangguan napas yang paling sering
adalah TTN (Transient Tachypnea of Newborn), sindrom distress respirasi atau
penyakit membrane hialin dan displasia bronkopulmonar. Gangguan napas dapat
mengakibatkan gagal napas akut yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk
memelihara pertukaran gas agar dapat memenuhi kebutuhan tubuh dan akan
mengakibatkan hipoksemia dan/atau hiperkarbia. (2)
Gangguan pernapasan merupakan suatu keadaan meningkatnya kerja
pernapasan yang ditandai dengan gejala : takipnea, bayi dengan sianosis sentral,
tarikan dinding dada, bayi apneu, dan merintih. Penyebab gangguan napas dapat
dibedakan menurut masa gestasi (3) (7) :
1. Pada bayi kurang bulan : penyakit membrane hialin, asfiksia, pneumonia,
kelainan atau malformasi kongenital
2. Pada bayi cukup bulan : “transient tachypnea of the newborn”, pneumonia,
aspirasi mekonium, asidosis metabolik, kelainan atau malformasi
kongenital.
Bayi normal/asfiksia yang berhasil dengan resusitasi akan mengalami
gangguan napas:
1. Frekuensi napas bayi lebih 60 kali/menit, mungkin menunjukkan satu atau
lebih tanda tambahan gangguan napas.
2. Frekuensi napas bayi kurang 30 kali/menit.
3. Bayi dengan sianosis sentral (biru pada lidah dan bibir).
4. Bayi apnea (napas berhenti lebih 20 detik).
Tabel 1. Klasifikasi gangguan napas(7)
Frekuensi napas
Gejala tambahan gangguan napas
Klasifikasi
> 60 kali/menit
DENGAN Sianosis sentral DAN tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi. Gangguan
napas beratATAU > 90 kali/ menit
DENGAN Sianosis sentral ATAU tarikan dinding dada ATAU merintih saat ekspirasi.
ATAU < 30 kali/ menit
DENGANatau TANPA
Gejala lain dari gangguan napas.
60-90
DENGAN Tarikan dinding dada ATAU merintih saat ekspirasi
kali/menit Gangguan napas sedang
TetapiTANPA
Sianosis sentral
ATAU > 90 kali/ menit
TANPA Tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi atau sianosis sentral.
60-90 kali/menit
TANPA Tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi atau sianosis sentral.
Gangguan napas ringan
60-90 kali/menit
DENGAN Sianosis sentral Kelainan jantung kongenital
Pada kasus ini, gangguan napas berupa RDS (Respiratory Distress
Syndrome) atau penyakit membrane hyaline yang dapat terjadi pada kurang bulan.
Manajemen umum gangguan napas adalah sebagai berikut(7):
1. Pasang jalur infus intravena,
2. Bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infuse Dekstrosa 5 %
3. Pantau selalu tanda vital
4. Jaga patensi jalan napas
5. Berikan Oksigen ( 2-3 liter/menit dengan kateter nasal )
6. Jika bayi mengalami apnea:
a. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
b. Lakukan penilaian lanjut
7. Bila terjadi kejang potong kejang
8. Segera periksa kadar glukosa darah ( bila fasilitas tersedia )
9. Pemberian nutrisi adekuat
Manajemen bayi dengan gangguan napas sedang(2):
1. Lanjutkan pemberian O₂ 2-3 liter/menit dengan kateter nasal,
bila masih sesak dapat diberikan O₂ 4-5 liter/menit dengan
sungkup
2. Bayi jangan diberikan minum.
3. Jika ada tanda berikut, ambil sampel darah untuk kultur dan
berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi
kemungkinan besar sepsis.
4. Bila suhu aksiler 34-36,50C atau 37,5-390C tangani untuk
masalah suhu abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam.
5. Bila suhu masih belum stabil atau gangguan napas belum
ada perbaikan, ambil sampel darah, dan berikan antibiotik
untuk terapi kemungkinan besar sepsis.
6. Jika suhu normal, terus amati bayi. Apabila suhu kembali
abnormal, ulangi tahapan tersebut diatas.
7. Bila tidak ada tanda-tanda ke arah sepsis, nilai kembali bayi
setelah 2 jam. Apabila bayi tidak menunjukkan perbaikan
atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk
kemungkinan besar sepsis.
8. Bila bayi sudah menunjukkan tanda-tanda perbaikan, kurangi
terapi O2 secara bertahap. Apabila tidak diperlukan lagi
pemberian O2 , mulailah melatih bayi menyusu. Bila bayi
tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai
salah satu cara alternatif pemberian minum.
9. Amati bayi setelah 24 jam pemberian antibiotik dihentikan.
Bila bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2
selama 3 hari, minum baik dan tidak ada alasan bayi tetap
tinggal di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.
Prognosis pada kasus ini terutama berkaitan dengan
adanya BBLR, dimana pemantauan tumbuh kembang perlu
dilakukan dengan seksama. Prognosis juga ditentukan oleh ada
tidaknya masalah yang muncul berkaitan dengan BBLR.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hariarti, M, Yunanto, A, Usman, A, Saroso, GI. Buku Ajar Neonatologi edisi
I. Jakarta: IDAI, 2008.
2. FKUI. Ilmu Kesehatan Anak jilid 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1985.
3. Klaus, M. Fanaroff,A. Penalatalaksanaan Neonatus Risiko Tinggi, ed. 4.
Jakarta: EGC, 1998.
4. Kliegman, RM. Janin dan Bayi Neonatus, in Behrman, RE, Kliegman, R,
Arvin, AM. (Eds.): Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol. 1. Jakarta:
EGC, 2000.
5. Tim Poned IDAI. Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir. Palu: Tim Poned UKK
Perinatologi IDAI, 2009.
6. Lee, AC, Mullany, LC, Tielsch, JM, Katz, J. Risk Factors for Neonatal
Mortality Due to Birth Asphyxia in Southern Nepal. Pediatrics. 2008
May; 121 (5) : e1381–e1390 .
7. Tim Poned UKK Perinatologi IDAI. Gangguan Nafas pada Bayi Baru Lahir.
Palu: Ilmu Kesehatan Anak RSUD UNDATA, 2012