Download - Revisi DKP PEB SC
Presentasi Kasus
DISPROPORSI KEPALA PANGGUL, PEB PADA SEKUNDIGRAVIDA
HAMIL ATERM DENGAN RIWAYAT SECTIO CAESAREA 5 TAHUN
YANG LALU
Oleh :
Diena Hanifa G99141174
Haris Hermawan
Noviana Rahmawati
G99141175
G99141177
Putri Ayu W. G99141178
Pembimbing :
Dr. H. Soetrisno, dr., Sp.OG (K)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2015
1
DISPROPORSI KEPALA PANGGUL, PEB PADA SEKUNDIGRAVIDA
HAMIL ATERM DENGAN RIWAYAT SECTIO CAESAREA 5 TAHUN
YANG LALU
ABSTRAK
Disproporsi kepala-panggul (DKP) merupakan keadaan dimana terjadi ketidaksebandingan ukuran kepala janin dengan panggul ibu. DKP terjadi karena berkurangnya kapasitas pelvis, kesan bayi besar, atau kombinasi keduanya. Preeklampsia berat (PEB) merupakan sindroma yang terjadi pada waktu kehamilan, ditandai dengan tekanan darah ≥160/110 mmHg dan ditemukannya protein pada urin, serta beberapa kriteria lainnya. Seorang G2P1A0, 35 tahun, UK 37+3 minggu datang rujukan RSUD Sukoharjo dengan keterangan PEB, riwayat SC ±5 tahun yang lalu. Pasien merasa hamil 9 bulan , gerakan janin masih dirasakan, kenceng-kenceng teratur sudah dirasakan, air kawah sudah dirasakan keluar sejak 2 jam SMRS, lendir darah (+), kesan panggul sempit, riwayat obstetri jelek, riwayat fertilitas baik, TD 180/110 mmHg, his (+), DJJ (+). Sectio caesarea dilakukan atas indikasi ibu yaitu panggul sempit.
Kata kunci: Disproporsi kepala-panggul, Preeklampsia berat, Sectio caesarea
2
BAB I
PENDAHULUAN
Disproporsi kepala-panggul (DKP) merupakan keadaan dimana terjadi
ketidaksebandingan ukuran kepala janin dengan panggul ibu. DKP terjadi karena
berkurangnya kapasitas pelvis, kesan bayi besar, atau kombinasi keduanya.1 Pada
kasus ini didapatkan kesan panggul sempit dari pemeriksaan fisik pada pasien ini,
ditemukan arcus pubis <90o, spina ischiadica menonjol, promontorium teraba,
linea terminalis teraba >1/3 bagian sehingga menimbulkan kesan panggul sempit.
Preeklampsia merupakan sindroma yang terjadi secara spesifik saat
kehamilan. Preeklampsia berat (PEB) merupakan sindroma yang terjadi pada
waktu kehamilan, ditandai dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 dan tekanan darah
diastolik ≥110 mmHg serta ditemukannya protein pada urin. Tidak seperti
hipertensi gestasional, preeklampsia disertai dengan proteinuria yang menjadi
kriteria objektif yang penting untuk mendiagnosis preeklampsia. Proteinuria
didefinisikan sebagai ekskresi protein urin 24 jam yang lebih dari 300 mg, atau
rasio protein:keratin ≥ 0,3, atau protein persisten 30 mg/dL (1+ dipstick) pada
sampel urin random.2 Faktor risiko preeklampsia; usia ( pada wanita hamil
berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat, dan wanita hamil usia > 35
tahun ), primigravid muda maupun tua, faktor keturunan, faktor gen, obesitas /
overweight, iklim / musim, kehamilan ganda, hidramnion, mola hidatidosa.3
Seorang G2P1A0, 35 tahun, UK 37+3 minggu datang rujukan RSUD
Sukoharjo dengan keterangan PEB, riwayat SC ±5 tahun yang lalu. Pasien merasa
hamil 9 bulan , gerakan janin masih dirasakan, kenceng-kenceng teratur sudah
dirasakan, air kawah sudah dirasakan keluar sejak 2 jam SMRS, lendir darah (+),
kesan panggul sempit, riwayat obstetri jelek, riwayat fertilitas baik, TD 180/110
mmHg, his (+), DJJ (+). Tindakan penatalaksanaan sectio caesarea dilakukan atas
indikasi ibu yaitu panggul sempit.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PRE-EKLAMPSIA BERAT
1. Definisi
Preeklampsia adalah kelainan multisistem spesifik pada kehamilan
yang ditandai oleh timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah umur
kehamilan 20 minggu. Kelainan ini dianggap berat jika tekanan darah dan
proteinuria meningkat secara bermakna atau terdapat tanda-tanda
kerusakan organ.4
Definisi lain, preeklamsi adalah sindrom spesifik kehamilan berupa
berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel.1
2. Etiologi
Penyebab pasti preeklampsia masih belum jelas. Hipotesis factor-
faktor etiologi Preeklampsia bisa diklasifikasikan menjadi 4 kelompok,
yaitu : genetik, imunologik, gizi dan infeksi serta infeksi antara faktor-
faktor tersebut. 5
Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan perkiraan etiologi
dari kelainan tersebut sehingga kelainan ini sering dikenal dengan “The
disease of theory” adapun teori-teori tersebut antara lain 6:
1. Peran prostasiklin dan tromboksan S
Pada Preeklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler
sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI-2) yang pada
kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan
fibrinolisis. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan
(TxA2) dan serotonin sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan
endotel.
2. Peran faktor imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama, hal ini
dihubungkan dengan pembentukan blocking antibodies terhadap
4
antigen plasenta yang tidak sempurna. Beberapa wanita dengan
Preeklampsia mempunyai kompleks imun dalam serum. Beberapa
studi yang mendapati aktivasi komplemen dan sistem imun humoral
pada preeklampsia.
3. Peran faktor genetik / familial
Beberapa bukti yang mendukung faktor genetik pada preeklampsia
antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia
b. Terdapat kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsia
pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsia
c. Kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsia pada
anak-anak cucu ibu hamil dengan riwayat preeklampsia dan
bukan ipar mereka
d. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron-System (RAAS)
3. Faktor Resiko
Faktor risiko preeklampsia meliputi kondisi-kondisi medis yang
berpotensi menyebabkan penyakit mikrovaskuler (misal, diabetes melitus,
hipertensi kronik, kelainan vaskuler dan jaringan ikat), antifosfolipid
antibody syndrome, dan nefropati.7 Faktor-faktor resiko lain dihubungkan
dengan kehamilan itu sendiri atau lebih spesifik terhadap ibu dan ayah
janin.1
Tabel 1. Faktor Resiko Preeklampsia
Faktor yang
berhubungan dengan
kehamilan
Faktor yang berhubungan
dengan kondisi maternal
Faktor yang
berhubungan dengan
pasangan
Abnormalitas
kromosom
Mola hidatidosa
Hidrops fetalis
Kehamilan ganda
Usia > 35 tahun atau
<20 tahun
Ras kulit hitam
Riwayat Preeklampsia
pada keluarga
Partner lelaki yang
pernah menikahi
wanita yang
kemudian hamil
dan mengalami
5
Donor oosit atau
inseminasi donor
Anomali struktur
kongenital
ISK
Nullipara
Preeklampsia pada
kehamilan sebelumnya
Kondisi medis khusus :
DM, HT Kronik,
Obesitas, Penyakit
Ginjal, trombofilia
Stress
Antibody
antifosfolipid syndrom
preeklampsia
Pemaparan terbatas
terhadap sperma
Primipaternitas
4. Patofisiologi
Tanda-tanda utama pada Preeklampsia adalah :7
a. Penurunan perfusi uteroplasental
b. Peningkatan vasokonstriktor dan penurunan vasodilator dengan akibat
vasokonstriksi local dan sistemik
c. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)
Salah satu perubahan patofisiologi yang didapatkan pada
preeklampsia adalah spasmus pembuluh darah disertai dengan retensi
garam dan air. Bila spasmus arteriola ditemukan di seluruh tubuh, maka
akan terjadi peningkatan tekanan darah sebagai usaha untuk mengatasi
kenaikan tahanan perifer, agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi.
Kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan cairan
yang berlebihan dalam ruang interstitial. Telah diketahui sebabnya bahwa
pada preeklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan konsentrasi
prolaktin yang lebih tinggi daripada kehamilan normal. Aldosteron penting
untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air dan
natrium. Pada preeklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap
protein meningkat.
Perubahan pada plasenta dan uterus. Menurunnya aliran darah ke
plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi yang
6
lama pertumbuhan janin terganggu, pada hipertensi yang lebih pendek
dapat terjadi gawat janin sampai kematiannya karena kekurangan
oksigenisasi.
Kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering
didapatkan pada preeklampsia dan eklampsia, sehingga mudah tejadi
partus prematurus.
Perubahan pada ginjal. Perubahan pada ginjal disebabkan oleh
aliran darah ke dalan ginjal menurun, sehingga menyebabkan filtrasi
glomerulus mengurang. Kelainan ginjal yang penting ialah dalam
hubungan dengan proteinuria serta retensi garam dan air, akibat perubahan
dalam perbandingan antra tingkat filtrasi glomerulus dan tingkat
penyerapan kembali oleh tubulus. Pada kehamilan normal, penyerapan ini
meningkat sesuai dengan kenaikan filtrasi glomerulus. Penurunan filtrasi
glomerulus akibat spasmus arteriolus ginjal menyebabkan filtrasi natrium
melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan retensi garam dan air.
Fungsi ginjal pada preeklampsia agak menurun bila dilihat dari
clearance asam urik. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari
normal, sehingga menyebabkan diuresis turun, pada keadaan lanjut dapat
terjadi oliguria atau anuria.
Perubahan pada paru-paru. Edema paru-paru merupakan sebab
utama kematian penderita preeklampsia. Komplikasi ini biasanya
disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri.
Metabolisme air dan elektrolit. Hemokonsentrasi yang menyertai
preeklampsia tidak diketahui sebabnya. Dalam hal ini terjadi pergeseran
cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial. Diikuti dengan
kenaikan hematokrit, protein serum dan bertambahnya edema,
menyebabkan volume darah mengurang, viskositas darah meningkat,
waktu peredaran darah tepi lebih lama. Sehingga aliran darah ke jaringan
di berbagai bagian tubuh mengurang dengan akibat hipoksia.
Jumlah air dan natrium dalam badan lebih banyak pada penderita
preeklampsia daripada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi
7
menahun. Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan
sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi
glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali oleh tubulus tidak
berubah. 5
8
Gambar 1. Skema patofisiologi preeklampsia
9
Faktor Predisposisi Preeklampsia( imun, genetik, dll )
Obstruksi mekanik dan fungsional dari arteri spiralis
Perubahan plasentasi
Penurunan perfusi uteroplasental
Renin/angiotensin II Tromboksan
Vasokonstriksi arteri
Disfungsi endotel endotelin, NO
Hipertensi sistemik
Aktivasi intravascular koagulasi
SSP
DIC
Ginjal Hati Organ lainnya
Proteinuri kejang LFT abnormal iskemi GFR koma fibrin, trombin
PGE2/PGI2
Kerusakan endotel
5. Klasifikasi
Preeklampsia termasuk kelainan hipertensi dalam kehamilan.
Penggolongan kelainan hipertensi dalam kehamilan antara lain:7,9
a. Hipertensi kronis adalah peningkatan tekanan darah yang timbul
sebelum kehamilan, terjadi sebelum usia kehamilan 20 minggu, atau
menetap setelah 12 minggu post partum.
b. Preeklampsia - eklampsia
Preeklampsia adalah peningkatan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg
setelah umur kehamilan 20 minggu dan proteinuria ≥ 300 mg/24
jam atau dipstick ≥ +1. Eklampsia adalah munculnya kejang-kejang
pada wanita dengan preeklampsia disertai koma.
c. Hipertensi kronis disertai superimposed preeklampsia
- Timbulnya proteinuria ≥ 300 mg/24 jam pada wanita hamil yang
sudah mengalami hipertensi sebelumnya, akan tetapi tidak ada
proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu.
- Peningkatan tiba-tiba pada proteinuria atau tekanan darah atau
hitung platelet < 100.000/mikroliter pada wanita dengan hipertensi
dan proteinuria setelah kehamilan 20 minggu.
d. Hipertensi gestasional.
Didapatkan kenaikan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg untuk pertama
kalinya pada kehamilan, tidak disertai dengan proteinuria dan
tekanan darah kembali normal < 12 minggu post partum.
6. Kriteria Diagnosis
Kriteria diagnosis pada preeklampsia terbagi menjadi 2, yaitu 4,9:
a. Preeklampsia ringan:
1) Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg
2) Edema tungkai, lengan atau wajah
3) Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau dipstick ≥ 1+
4) Oliguria
10
b. Preeklampsia berat, apabila pada kehamilan lebih dari 20 minggu
didapatkan satu atau lebih tanda berikut:
1) Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg diukur dalam keadaan relax
(minimal setelah istirahat 10 menit) dan tidak dalam keadaan
his
2) Proteinuria ≥ 5 g/24 jam atau dipstick ≥ 4+
3) Oliguria: produksi urin < 400-500 ml/24 jam disertai
kenaikan kreatinin serum
4) Trombositopenia: < 100.000/mm3
5) Edema paru dan cyanosis
6) Nyeri epigastrium/ hipokondrium kanan
7) Gangguan otak dan visus, nyeri frontal yang berat
8) Gangguan fungsi hepar
9) Sindroma HELLP
Klasifikasi pre-eklampsia lain , yaitu :10
a. Genuine preeklampsia
Gejala preeklampsia yang timbul setelah kehamilan 20 minggu
disertai dengan oedem (pitting) dan kenaikan tekanan darah
140/90 mmHg sampai 160/90. Juga terdapat proteinuria 300
mg/24 jam (Esbach)
b. Super imposed preeklampsia
Gejala preeklampsia yang terjadi kurang dari 20 minggu disertai
proteinuria 300 mg/24 jam (Esbach), dan bisa disertai oedem.
Biasanya disertai hipertensi kronis sebelumnya.
7. Pemberian Terapi Medikamentosa
a. Segera masuk rumah sakit.
b. Tirah baring miring ke kiri secara intermitten.
c. Infus Ringer Laktat atau Ringer Dextrosa 5 %.
11
d. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang
yang pemberiannnya dibagi dalam dosis awal serta dosis lanjutan.
Magnesium Sulfat (MgSO4)
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar
acetylcholine pada rangsangan serat syaraf dengan menghambat
transmisi neuromuskuler.
Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja
magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi
pilihan pertama untuk anti kejang pada preeklampsia atau
eklampsia.9
Cara pemberian MgSO4 ialah sebagai berikut:
1) Loading dose:
4 gram secara IV dengan kecepatan pemberian tidak lebih dari 1
gram/menit. Atau dapat juga diberikan 4 gram (40% sebanyak
10 cc) secara IM di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan.
2) Maintenance dose:
Diberikan secara infus (drip) dengan dosis 1,5-2 gram/jam agar
dicapai kadar serum 4,8-8,4 mg/dL atau diberikan 4 gram secara
IM tiap 6 jam.
3) Syarat-syarat pemberian MgSO4:
a) Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu Calcium gluconas
10% = 1 gr. (10% dalam 10 cc) diberikan IV, 3 menit.
b) Refleks patella (+) kuat.
c) Frekuensi pernafasan > 16 + / menit, dan tidak ada tanda-
tanda distress nafas.
d) Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya. (0,5
cc/kg.bb./jam)
4) MgSO4 dihentikan bila:
a) Ada tanda-tanda intoksikasi
b) Setelah 6 jam pasca persalinan
12
e. Pemberian anti hipertensi
Diberikan bila tekanan darah ≥ 180/110 mmHg atau MAP ≥126.
Jenis obat yang diberikan : Nifedipine 10-20 mg oral, diulang setelah
30 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam.
Desakan darah diturunkan secara bertahap :
- Penurunan awal 25 % dari desakan sistolik.
- Desakan darah diturunkan mencapai < 160/105 atau MAP < 125
f. Diuretikum
Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin karena :
Memperberat penurunan perfusi plasenta
Memperberat hipovolemia
Meningkatkan hemokonsentrasi
g. Diet
Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori yang
berlebih.7
8. Dasar Pengelolaan
a. Perawatan Konservatif; ekspektatif
1) Tujuan
a) Mempertahankan kehamilan sehingga mencapai umur
kehamilannnya yang memenuhi syarat janin dapat
dilahirkan.
b) Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa
mempengaruhi keselamatan ibu.
2) Indikasi :
Kehamilan < 37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala
impending eklampsia.
3) Terapi Medikamentosa
a) Terapi medikamentosa sama seperti diatas.
b) Bila penderita sudah kembali menjadi PER, maka masih
dirawat 2-3 hari lagi baru diizinkan pulang.
13
c) Pemberian MgSO4 sama seperti pemberian MgSO4
tersebut diatas, hanya tidak diberikan loading dose
intravena, tetapi cukup intramuskuler.
d) Pemberian glukokortikoid pada umur kehamilan 32-34
minggu selama 48 jam.
4) Perawatan di Rumah Sakit
a) Pemeriksaan dan monitoring tiap hari terhadap gejala klinik
sebagai berikut :
-Nyeri kepala
-Penglihatan kabur
-Nyeri perut kuadran kanan atas
-Nyeri Epigastrium
-Kenaikan berat badan dengan cepat
b) Menimbang berat badan pada waktu masuk rumah sakit dan
diikuti tiap hari.
c) Mengukur proteinuria ketika masuk rumah sakit dan
diulangi tiap 2 hari.
d) Pengukuran desakan darah sesuai standar yang telah
ditentukan.
e) Pemeriksaan laboratorium.
f) Pemeriksaan USG.
g) Meskipun penderita telah bebas dari gejala-gejala PEB,
masih tetap di rawat 3 hari lagi baru diizinkan pulang.
5) Penderita boleh dipulangkan bila penderita telah bebasdari
gejala-gejala preeklamsia berat, masih tetap dirawat 3 hari lagi
baru diijinkan pulang.
6) Cara persalinan
a) Bila penderita tidak in partu, kehamilan di pertahankan
sampai kehamilan aterm.
b) Bila penderita in partu, perjalanan persalinan diikuti seperti
lazimnya ( misalnya dengan grafik Friedman).
14
c) Bila penderita in partu, maka persalinan diutamakan per
vaginam kecuali ada indikasi untuk pembedahan sesar.
b. Perawatan Aktif; agresif
1) Tujuan: Terminasi kehamilan.
2) Indikasi
a) Indikasi Ibu.
Kegagalan terapi medikamentosa
- Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan
medikamentosa terjadi kenaikan darah yang persisten.
- Setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan
medikamentosa terjadi kenaikan desakan darah yang
persisten.
Tanda dan gejala impending eklampsia
Gangguan fungsi hepar
Gangguan fungsi ginjal
Dicurigai terjadi solutio plasenta
Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, perdarahan
b) Indikasi Janin
Umur kehamilan ≥ 37 minggu.
IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG.
NST nonreaktif dan profil biofisik abnormal.
Timbulnya oligohidramnion
c ) Indikasi Laboratorium
Trombositopenia progresif yang menjurus ke sindroma
HELLP
3) Terapi Medikamentosa
Sama seperti terapi medikamentosa diatas.
4) Cara Persalinan
Sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam.
a) Penderita belum in partu
15
Dilakukan induksi persalinan bila bishop score ≥ 8. Bila
perlu dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol.
Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II dalam
waktu 24 jam. Bila tidak, induksi persalinan dianggap
gagal dan harus disusul dengan pembedahan sesar.
Indikasi pembedahan sesar :
1. Tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam.
2. Induksi persalinan gagal.
3. Terjadi maternal distress.
4. Terjadi fetal distress.
5. Bila umur kehamilan < 33 minggu.
b) Penderita sudah in partu
Perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman.
Memperpendek kala II.
Pembedahan sesar dilakukan bila terdapat maternal
distress atau fetal distress.
Primigravida direkomendasikan pembedahan sesar.
Anestesia : regional anesthesia, epidural anesthesia, tidak
dianjurkan general anesthesia.7
9. Komplikasi
a. HELLP syndrom
b. Perdarahan otak
c. Gagal ginjal
d. Hipoalbuminemia
e. Ablatio retina
f. Edema paru
g. Solusio plasenta
h. Hipofibrinogenemia
i. Hemolisis
j. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intrauterin.11
16
10. Prognosis
Prognosis untuk eklamsi selalu serius walaupun angka
kematian ibu akibat eklamsi telah menurun selam tiga dekade terakhir
dari 5 sampai sepuluh persen menjadi kurang dari tiga persen kasus.
Kematian ini disebabkan karena kurang sempurnanya pengawasan
antenatal, disamping itu penderita eklampsia biasanya sering terlambat
mendapat pertolongan. Kematian ibu biasanya karena perdarahan otak,
decompensatio cordis, oedem paru, payah ginjal dan aspirasi cairan
lambung. Sebab kematian bayi karena prematuritas dan hipoksia intra
uterin.8
B. SECTIO CAESAREA
1. Definisi
Kelahiran fetus melalui incisi dinding perut pada usia kehamilan
lebih dari 28 minggu. Definisi ini tidak termasuk pengeluaran fetus dari
rongga abdomen dalam kasus ruptur uteri atau pada kasus kehamilan
abdominal.12 Newnham and Hobel menyebutkan bahwa seksio sesarea
sebagai kelahiran janin melalui insisi pada dinding perut dan rahim
anterior. Pembedahan seksio sesarea dapat merupakan tindakan
emergency ataupun tindakan elektif (yang direncanakan). Seksio
sesarea emergency, biasanya dilakukan pada keadaan: fetal distress,
distokia atau persalinan yang tak maju, perdarahan plasenta. 13
2. Indikasi 14
a) Indikasi Maternal :
1) Panggul sempit absolut
2) Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
3) Stenosis seviks atau vagina
4) Plasenta previa
5) Disproporsi sefalopelvik
6) Ruptura uteri imminens
b) Indikasi Fetal
17
1) Gawat janin
2) Kelainan letak, misal : letak lintang, letak sungsang.
3. Komplikasi 15
a) Terhadap ibu
1) Infeksi puerperal, seperti infeksi rahim atau endometritis
2) ISK
3) Perdarahan, Anemia
4) Komplikasi Obat Bius, misal: gangguan saluran pencernaan,
gangguan pernafasan
5) Tromboemboli
b) Resiko Janin
1) APGAR Score yang rendah
2) Gangguan pernafasan
4. Jenis
Seksio sesarea digolongkan menurut tipe incisi dari rahim, yaitu:14
a) Segmen bawah
Incisi pada isthmus atau bagian servikal rahim
1) Tranverse (Munro-Kerr)
2) Vertical (Beck atau Kronig)
b) Klasik
Incisi pada fundus uteri
1) Longitudinal
2) Tranverse
c) Ekstraperitoneal
Incisi segmen rendah tanpa masuk ke cavum abdominal
1) Tranverse (Waters)
2) Vertical (Latzko)
d) Post mortem : Incisi uterus pada fundus, yang dilakukan setelah ibu
meninggal
18
C. DISPROPORSI KEPALA PANGGUL
1. Definisi
DKP adalah adanya ketidakseimbanngan antara luasnya
panggul ibu dengan besarnya kepala janin.16
2. Etiologi
Kemungkinan penyebab dari DKP meliputi:
a) Bayi besar (disproposi absolut)
o Faktor hereditas
o postmaturitas
o diabetes
o multiparitas
b) Presentasi abnormal (disproposi relatif)
Janin normal lahir dalam posisi occipito anterior Jika kepala
fleksi dengan baik kemudian kepala dalam posisi diameter
suboccipito bregmatika (9,5 cm ) dan akan mudah melewati
panggul. Pada presentsi diameter tang lain akan menghasilkan
presentasi dengan diameter ang lebih besar (11.5 cm - 13.5 cm).
c) Panggul kecil
d) Kelainan bentuk panggul abnormal
e) Kelainan traktus genital
o cervix : kekakuan kongenital, parut pasca operasi
o vagina : septum kongenital
o Fibroid dapat menyebabkan obstruksi.17
3. Diagnosis
a) Anamnesis
o Riwayat bedah cesar atas indikasi DK
o Riwayat trauma atau penyakit panggul
o Persalinan yang tidak maju.
b) Pemeriksaan Fisik
o Hamil aterm, kepala belum masuk panggul.
19
o Pemeriksaan panggul dalam → panggul sempit.
o Sudut Muller Kerr Monroe tumpul.18
Diagnosis dari DKP seringkali ketika perjalanan dari persalinan
tidak adekuat dan terapi medis seperti oksitosin tidak berhasil dicoba.
DKP sulit didiagnosis sebelum persalinan dimulai jika bayi
diperkirakan besar dan pangul ibu diketahui sempit. USG digunakan
untuk memperkirakan ukuran janin, meskipun tidak 100 % akurat
dalam menentukan bera badan janin. Pemeriksaan fisik khususnya
pengukuran pelvis seringkali lebih akurat dalam menentukan
diagnosis DKP.17
Untuk mengantisipasi adanya kecurigaan DKP bila terdapat :
1) Tinggi badan kurang dari 145 cm
2) Malnutrisi yang kronis
3) Trauma yang menyebabkanfraktur pada panggul
4) Gangguan neuromuskular
5) Kyphoscoliosis
6) Riwayat obsterik jelek
4. Penatalaksanaan
a) DKP berat yang mengakibatkan persalinan macet → sectio
caesarea
b) DKP ringan → dapat dicoba partus percobaan.18
Partus Percobaan (Trial of Labor)
Persalinan percobaan adalah percobaan persalinan yang
dilakukan untuk membuktikan apakah persalinan dapat berlangsung
per vaginam atau harus melalui seksio sesarea dengan memperhatikan
penurunan kepala janin dan terjadinya moulage kepala janin terhadap
panggul ibu.19 Persalinan percobaan di sini bermaksud melakukan
suatu persalinan normal di mana ada keraguan apakah kepala janin
akan melewati pintu atas panggul.20
20
Pada persalinan percobaan, perlu diperhatikan hal-hal seperti
keadaan ibu dan janin, kualitas dan turunnya kepala janin dalam
rongga panggul, pecahnya ketuban dan pembukaan serviks.5
Persalinan percobaan dikatakan berhasil bila tercapai persalinan
dengan bayi lahir per vaginam spontan tanpa dibantu ekstraksi forceps
atau vakum, dihentikan apabila terdapat hambatan kemajuan
persalinan seperti pembukaan serviks yang kurang lancar, penurunan
kepala terhambat, asfuksia janin, dan adanya lingkaran retraksi yang
patologik.19
21
BAB III
STATUS PENDERITA
A. ANAMNESIS
Tanggal 11 Februari 2015 jam 20.00 WIB
1. Identitas Penderita
Nama : Ny. Mirah
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Sukoharjo
Status Perkawinan : Kawin
HPMT : 25 Juni 2014
HPL : 1 Maret 2015
UK : 37 + 3 minggu
Tanggal Masuk : 11 Februari 2015
No.CM : 01-29-01-55
Berat badan : 61 Kg
Tinggi Badan : 133 cm
2. Keluhan Utama
Ingin mengejan
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang G2P1A0, 35 tahun, UK 37 + 3 minggu rujukan RSUD Sukoharjo
datang dengan keterangan PEB, riwayat SC ± 5 tahun yang lalu. Pasien
merasa hamil 9 bulan, gerakan janin masih dirasakan, kenceng-kenceng
teratur sudah dirasakan, air kawah belum dirasakan keluar, lendir darah
(+), sudah mendapat MgSO4 4 gr bolus IV dan RL + 6 gr MgSO4 28 tpm
jam 17.30 WIB.
22
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sesak nafas : Disangkal
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal
Riwayat DM : Disangkal
Riwayat Asma : Disangkal
Riwayat Alergi Obat/makanan : Disangkal
Riwayat Minum Obat Selama Hamil : Disangkal
Riwayat Operasi : Operasi SC
a/i DKP di RS. Klaten 5
tahun yang lalu
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Mondok : Disangkal
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal
Riwayat DM : Disangkal
Riwayat Asma : Disangkal
Riwayat Alergi Obat/makanan : Disangkal
6. Riwayat Fertilitas
Baik
7. Riwayat Obstetri
Pasien telah mempunyai seorang anak, riwayat Sectio Caesarea karena
DKP, BBL = 3000 gram,saat ini berusia 5 tahun.
8. Riwayat Ante Natal Care (ANC)
Teratur, pertama kali periksa ke puskesmas pada usia kehamilan 1 bulan.
9. Riwayat Haid
- Menarche : 15 tahun
- Lama menstruasi : 6 hari
23
- Siklus menstruasi : 28 hari
10. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali
11. Riwayat Keluarga Berencana
Belum pernah menggunakan
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Interna
Keadaan Umum : Baik, CM, gizi kesan cukup
Tanda Vital :
Tensi : 180/110 mmHg
Nadi : 80 x / menit
Respiratory Rate : 20 x/menit
Suhu : 36,5 0C
Kepala : Mesocephal
Mata : Conjuctiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
THT : Tonsil tidak membesar, Pharinx hiperemis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax : Gld. Mammae dalam batas normal, areola
mammae hiperpigmentasi (+)
Cor :
Inspeksi : IC tidak tampak
Palpasi : IC tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo :
Inspeksi : Pengembangan dada ka = ki
Palpasi : Fremitus raba dada ka = ki
24
Perkusi : Sonor/Sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Ronki basah kasar (-/-)
Abdomen:
Inspeksi : Dinding perut > dinding dada
Stria gravidarum (+)
Palpasi : Supel, NT (-), hepar lien tidak membesar
Perkusi : Tympani pada bawah processus xipoideus,redup pada
daerah uterus
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Genital : Lendir darah (+) ,air ketuban (+)
Ekstremitas : Oedema
- -
+ +
Akral dingin
- -
- -
2. Status Obstetri
Inspeksi
Kepala : Mesocephal
Mata : Conjungtiva Anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Wajah : Kloasma gravidarum (+)
Thorax : Glandula mammae hipertrofi (+), aerola mammae
hiperpigmentasi (+)
Abdomen :
Inspeksi : Dinding perut > dinding dada, stria gravidarum (+)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal, intra
uterin, memanjang, preskep, kepala belum masuk
25
panggul, TFU 30 cm, TBJ 2945 gram, Osborn test
(+) HIS (+) 2x/10’/20”-30”/sedang.
Pemeriksaan Leopold
I : TFU setinggi 30 cm, teraba bagian lunak
kesan bokong
II : Di sebelah kanan teraba bagian keras, rata,
memanjang
III : teraba bagian keras dan bulat, kesan kepala
IV : kepala belum masuk panggul
Perkusi : Tympani pada bawah processus xipoideus,redup
pada daerah uterus
Auskultasi : DJJ (+) I 12-13-12/13-12-13/12-13-12/reguler
Genital eksterna : Vulva/uretra tidak ada kelainan, lendir darah (+),
peradangan (-), tumor (-)
Ekstremitas : Oedema
- -
+ +
akral dingin
- -
- -
Pemeriksaan Dalam :
VT : vulva / uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal,
portio lunak, Ø=4cm eff 50%, kepala floating (+), kepala
turun di HI penunjuk belum dapat dinilai, kepala belum
masuk panggul, KK (-), AK (+), jernih, tidak berbau,
STLD (+),
UPD : promontorium teraba
26
linea terminalis teraba > 1/3 bagian
spina ischiadica menonjol
arcus pubis < 900
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium Darah tanggal 11 Februari 2015
Hemoglobin : 13.3 gr/dl
Hematokrit : 37 %
Antal Eritrosit : 4.14 x 106/uL
Antal Leukosit : 13.3 x 103/uL
Antal Trombosit : 265x 103/uL
Golongan Darah : A
GDS : 97 mg/dL
Ureum : 12 mg/dL
Creatinin : 0.7 mg/dL
Na : 136 mmol/L
K : 2.8 mmol/L
HbS Ag : nonreactive
2. Ultrasonografi (USG) tanggal 11 Februari 2015 :
Tampak janin tunggal, intrauterin, memanjang , DJJ (+), dgn biometri :
I. BPD : 8.65 cm
FL : 7.12 cm
AC : 33.62 cm
EFBW : 3066 gr
Plasenta berinsersi di corpus Grade II-III
Air ketuban kesan cukup
Tak tampak kelainan kongenital mayor
Kesimpulan : saat ini janin dalam keadaan baik
27
D. KESIMPULAN
Seorang G2P1A0, 35 tahun, UK 37 + 3 minggu, riwayat obstetri jelek, riwayat
fertilitas baik,teraba janin tunggal, intra uterin memanjang, puka, preskep,
kepala belum masuk panggul, HIS (+), DJJ (+), Ø = 4cm eff 50%, KK (-),
AK (+), jernih, tidak berbau, STLD (+)
E. DIAGNOSIS AWAL
DKP PEB pada sekundigravida h.aterm dp kala I fase aktif + riwayat SC 5
tahun yang lalu
F. PROGNOSIS
.............
G. TERAPI
Usul re SCTP emergensi + insersi IUD
Inj. ampicillin
Protap PEB
O2 3 lpm
Infus RL 12 tpm
Inj. MgSO4 40% maintenance 4gr/6jam jika syarat terpenuhi
DC+BC
Awasi tanda-tanda impending eklampsia
CST negative
Cek lab lengkap
Informed consent
Konsul anestesi
H. LAPORAN OPERASI
Out come :
Neonatus, jenis kelamin perempuan, berat badan 2500 gram, panjang
badan 45 cm, APGAR SCORE 7-8-9.
Diagnosa post operasi :
28
Post re SCTP emergensi + insersi IUD atas indikasi DKP PEB pada
sekundipara h.aterm
I. FOLLOW UP
Tanggal 12 Februari 2015
Keadaan umum : Baik, cm, gizi kesan cukup
Keluhan : -
Tanda vital : T = 150/90 mmHg Respiratory Rate = 23x/menit
N = 88x/menit Suhu = 36,7 0C
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Thorax : Cor : dalam batas normal
Pulmo : dalam batas normal
Laktasi (-)
Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), TFU teraba 2 jari dibawah pusat,
tampak luka post operasi terutup verband.
Genital : Perdarahan (-)
Lochia (+)
Diagnosa : Post re SCTP emergensi + insersi IUD atas indikasi DKP
PEB pada sekundipara h.aterm + riwayat SC
Terapi :
1. Inj. Vicillin 1gr/8jam
2. Inj.Ketorolac 1 amp/8jam
3. Protap PEB
O2 3 lpm
Infus RL 12 tpm
Inj. MgSO4 40% 4gr/6jam
Nifedipin 3x10mg jika TD > 160/110 mmHg
DC+BC
Awasi tanda-tanda eklampsia
4. Cek lab PEB/3 hari
29
5. Diet TKTP
6. Mobilisasi bertahap
7. Usul anti hipertensi
Tanggal 13 Februari 2015
Keadaan umum : Baik, cm, gizi kesan cukup
Keluhan : -
Tanda vital : T = 140/90 mmHg Respiratory Rate = 22x/menit
N = 86x/menit Suhu = 36,5 0C
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Thorax : Cor : dalam batas normal
Pulmo : dalam batas normal
Laktasi (-)
Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), TFU teraba 2 jari dibawah pusat,
tampak luka post operasi terutup verband, kontraksi (+)
Genital : Perdarahan (-)
Discharge (-)
Diagnosa : Post re SCTP emergensi + insersi IUD DPH II atas indikasi
DKP panggul sempit PEB pada sekundipara h.aterm +
riwayat SC 5 tahun yang lalu + hypokalemia (2.8)
Terapi :
1. Inj. Vicillin 1gr/8jam IV
2. Inj.Ketorolac 1 amp/8jam
3. Protap PEB
O2 3 lpm
Infus RL 12 tpm
Inj. MgSO4 selesai
Awasi KU/VS/BC/tanda impending eklampsia
4. Captopril 2x50mg
5. Diet TKTP
30
6. Mobilisasi bertahap
7. Zinc 1x20gr
8. Vit C 2x1
9. SF 1x1
10. Furosemid 2x1
11. Cek elektrolit ulang post pemberian KCl 6 jam setelah
pemberian
12. Infus D5% + KCl 35 meq 20 tpm
13. Maintenance FAEN 3B 20 tpm
14. Usul pindah bangsal setelah koreksi
Tanggal 14 Februari 2015
Keadaan umum : Baik, cm, gizi kesan cukup
Keluhan : -
Tanda vital : T = 170/100 mmHg Respiratory Rate = 18x/menit
N = 88x/menit Suhu = 36,7 0C
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Thorax : Cor : dalam batas normal
Pulmo : dalam batas normal
Laktasi (-)
Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), TFU teraba 2 jari dibawah pusat,
tampak luka post operasi terutup verband, kontraksi (+)
Genital : Perdarahan (-)
Lochea (+)
Diagnosa : Post re SCTP emergensi + insersi IUD DPH III atas
indikasi DKP panggul sempit PEB pada sekundipara
h.aterm + riwayat SC 5 tahun yang lalu + hypokalemia (2.8)
Terapi :
1. Tx
Ganti oral – AFF infus-DC
31
Cefadroxil 2x1
As. Mefenamat 3x1
Vit.C 2x1
Metildopa 3x250
Nifedipine 3x1
Protap PEB MgSO4 selesai
2. Diet TKTP
3. Mobilisasi bertahap
4. Cek lab PEB
5. Medikasi luka
6. KSR 3x1
7. Cek elektrolit post koreksi
Tanggal 15 Februari 2015
Keadaan umum : Baik, cm, gizi kesan cukup
Keluhan : -
Tanda vital : T = 150/90 mmHg Respiratory Rate = 20x/menit
N = 90x/menit Suhu = 36,7 0C
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Thorax : Cor : dalam batas normal
Pulmo : dalam batas normal
Laktasi (-)
Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), TFU teraba 2 jari dibawah pusat,
tampak luka post operasi terutup verband, kontraksi (+)
Genital : Perdarahan (-)
Lochea (+)
Diagnosa : Post re SCTP emergensi + insersi IUD DPH IV atas
indikasi DKP panggul sempit PEB pada sekundipara
h.aterm + riwayat SC 5 tahun yang lalu + hiperglikemia
(180)
32
Terapi :
1. Cefadroxil 2x500
2. As. Mefenamat 3x500
3. Vit.C 2x1
4. Metildopa 3x250
5. Captopril 3x12.5
6. Cek GDP dan GD 2 jam PP
7. Cek GDS jam 22.00-05.00
Tanggal 16 Februari 2015
Keadaan umum : Baik, cm, gizi kesan cukup
Keluhan : -
Tanda vital : T = 170/100 mmHg Respiratory Rate = 18x/menit
N = 86x/menit Suhu = 36,7 0C
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Thorax : Cor : dalam batas normal
Pulmo : dalam batas normal
Laktasi (-)
Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), TFU teraba 2 jari dibawah pusat,
tampak luka post operasi terutup verband, kontraksi (+)
Genital : Perdarahan (-)
Lochea (+)
Diagnosa : Post re SCTP emergensi + insersi IUD DPH V atas indikasi
DKP panggul sempit PEB pada sekundipara h.aterm +
riwayat SC 5 tahun yang lalu
Terapi :
1. Usul BLPL
2. Cefadroxil 2x500
3. As. Mefenamat 3x500
4. Vit.C 2x1
33
5. Captopril 2x50
6. Furosemid 1-0-0
BAB IV
ANALISIS KASUS
34
A. Analisis Kasus
1. DKP
DKP adalah tidak adanya keseimbangan antara kapasitas jalan lahir dan
besarnya kepala janin. Pada kasus ini diagnosa ditegakkan dari :
a. Anamnesis:
Untuk mengantisipasi adanya kecurigaan DKP bila terdapat :
Tinggi badan kurang dari 145 cm
Malnutrisi yang kronis
Trauma yang menyebabkanfraktur pada panggul
Gangguan neuromuskular
Kyphoscoliosis
Riwayat obsterik jelek
Pada pasien ini memenuhi faktor tinggi badan yaitu 133 cm dan
faktor riwayat obstetri jelek dengan riwayat SC 5 tahun yang lalu. Pada
negara berkembang, sering terdapat malnutrisi kronik akibat defisiensi
persisten kalsium, vitamin D, atau zat besi pada masa kanak-kanak dan
menetap hingga saat dewasa yang mengakibatkan pelvis memendek.Selain
itu, tinggi badan yang <145 cm berkaitan erat dengan pendataran pelvis.
b. Pemeriksaan Obstetri :
Ukuran panggul dalam kesan sempit ditunjukkan dengan
pemeriksaan dalam didapatkan promontorium teraba, linea terminalis
teraba >1/3 bagian, spina ischadica menonjol, arcus pubis <90 ۫. Selain
itu, didapatkan adanya kepala floating dan Osborn test (+)
2. Pre-eklamsia Berat (PEB)
35
PEB ditegakkan dengan adanya salah satu tanda dari gejala atau tanda di
bawah ini:
TDS ≥160 mm Hg atau TDD ≥110 mm Hg pada 2 kali pemeriksaan
minimal dengan jarak antar pemeriksaan 6 jam.
Proteinuria > 5 g dalam 24 jam atau lebih dari +3 pada 2 kali
pengambilan sampel urin dengan jarak antar pengambilan 4 jam.
Edema pulmo atau sianosis
Oligouria ( urin output < 400 mL dalam 24 jam )
Nyeri kepala yang persisten
Nyeri epigastrium dan / atau penurunan fungsi hepar
Trombositopenia
Oligohidramnion, IUGR, abrupsi plasenta
Pada kasus ini kriteria yang mendukung ke arah PEB yaitu didapatkan
adanya tekanan darah tinggi pada pemeriksaan vital sign sebesar 180/110
mmHg. PEB yang terjadi disebabkan karena adanya peningkatan tekanan
darah akibat uterus yang over distended sehingga terjadi vasokonstriksi
pembuluh darah arteri. Hal ini menyebabkan risiko terjadinya penurunan
perfusi uteroplasenter.
Pada pemeriksaan lab didapatkan adanya hipokalemi (2.8). Pada pasien
ini kemungkinan terjadi penurunan kadar kalium dalam serum akibat
pemberian ampicillin atau adanya malnutrisi kronis, yaitu salah satu faktor
risiko terjadinya DKP.
3. Perbedaan Berat Bayi Saat Lahir dengan Menggunakan Rumus Johnson
Dalam sebuah penelitian diperoleh bahwa semua rumus yang
dibuat oleh ilmuwan barat ternyata kurang sesuai untuk mengestimasi
berat badan lahir, seperti rumus Johnson. Hal ini dimungkinkan karena
adanya perbedaan ras. Selain itu penelitian lain juga menyebutkan bahwa
rumus Johnson kurang baik mengestimasi berat badan lahir karena hasi
estimasi yang didapatkan cenderung lebih tinggi daripada berat badan lahir
36
aktual. Saat ini, terdapat rumus TBJ yang cukup valid untuk menaksir
berat badan lahir. Hasil taksiran tidak memiliki perbedaan yang bermakna
dengan berat badan lahir aktual dan rumus TBJ cukup sederhana dan lebih
mudah diingat dalam penggunaannya. Berikut adalah rumus TBJ = (TFU-
4) x 100 gram.
B. Analisis Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk kasus ini dengan diagnosa disproporsi kepala
panggul oleh karena panggul sempit, pada sekundigravida hamil aterm dalam
persalinan kala 1 fase aktif persalinan berlangsung 2 jam dengan riwayat
Sectio Caesarea 5 tahun yang lalu adalah Re-SCTP emergency. Pemilihan
Re-SCTP sudah cukup tepat dikarenakan prognosis persalinan ini adalah
buruk.
1. Indikasi Ibu, karena adanya DKP yang dapat menyebabkan:
Kelelahan ibu yang dapat menyebabkan bahaya pada ibu yaitu
dehidarasi, asidsosis, infeksi intrapartum
Timbul regangan pada segmen bawah rahim dan pembentukan
lingkaran retraksi patologis yang disebut ruptur uteri iminens.
Inersia uteri sekunder.
2. Indikasi Obstetri
Adanya DKP dan riwayat SC
Sehingga penatalaksanaan pada kasus ini, sectio caesarea adalah
pilihan yang terbaik untuk ibu maupun bayinya.
BAB V
37
SARAN
1. Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas diperlukan antenatal care sedini
mungkin dan secara teratur di unit pelayanan kesehatan khususnya mengenai
pemeriksaan tentang kondisi jantung pasien, tekanan darah dan kadar
hemoglobin serta keadaan janin intrauterin.
2. Edukasi kepada pasien mengenai pengetahuan tentang penyakit, gejala,
komplikasi dan penatalaksanaannya.
DAFTAR PUSTAKA
38
1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY
(2010). Williams Obstetric 23rd edition. USA: McGraw Hill p:471.
2. Lindheimer MD, Conrad K, Karumanchi SA (2008). Renal physiology and
disease in pregnancy. Dalam Alpern RJ, Hebert SC (eds): Seldin and
Giebisch’s The Kidney: Phyisiology and Pathophysiology, 4th ed. New York,
Elsevier, p 2339.
3. Fernando Arias, Practicial Guide to Hight Risk Pregnancy and Delivery, 2nd
Edition, St. Louis Missiori, USA, 1993 : 100-10, 213-223.
4. Lana K. Wagener, M.D. 2004. Diagnosis and Management of Preeklampsia.
American Family Physician. Volume 70, Number 12 Pp : 2317-24.
5. Anthonius Budi Marjono. 1999. Hipertensi pada Kehamilan
Pre-Eklampsia/Eklampsia. Kuliah Obstetri/Ginekologi FKUI.
6. Luciano E. Mignini, MD, Jose Villar, MD, Khalid S, Khan, MD. 2006.
Mapping the Theories of Preeclampsia : The Need for Systemetic reviews of
Mechanism of Disease. American Journal of Obstetrics and Gynecology 194.
Pp: 317-21
7. Kelompok Kerja Penyusunan “Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam
Kehamilan di Indonesia” Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI. 2005.
Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia. Edisi
Kedua.
8. Wibowo B, Rachimhadhi T. 2005. Preeklampsia-Eklampsia. Dalam
Wiknjosastro H, Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga Cetakan Ketujuh. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. Pp : 281-294
9. Cunningham, Levono, Bloom, Hauth, Rouse, Spong . 2010. Pregnancy
Hypertention : William’s Obstetrics 23th . Prentice-Hall International,Inc. Pp:
705-709
10. Luciano E. Mignini, MD, Jose Villar, MD, Khalid S, Khan, MD. 2006.
Mapping the Theories of Preeclampsia : The Need for Systemetic reviews of
Mechanism of Disease. American Journal of Obstetrics and Gynecology 194.
Pp: 317-321
39
11. Ridwan Amirudin, dkk. 2007. Issu Mutakhir Tentang Komplikasi Kehamilan
(Preeklampsia dan Eklampsia). Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanudin Makasar.
12. Rustam Mochtar. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi.
Editor: Delfi Lutan, EGC, Jakarta. Hal: 198-208.1998.
13. Neville, F. Hacker, J. George Moore. Esensial Obstetri dan Ginekologi.
Hipokrates, Jakarta. 2001.
14. Wiknjosastro, H., dkk. 2005. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, hal 133-140.
15. Hariadi, R. Ilmu Kedokteran Fetomaternal Himpunan . Edisi Perdana. Jilid
1. Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Surabaya. 2004.
16. S. Martohoesodo dan R. Hariadi. 1999. Distosia Karena Kelainan Panggul.
Dalam Wiknjosastro H, Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga Cetakan Kelima.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. Pp : 641-645.
17. Merck. 2005. Problem in the First and Second Stage of Labor. The Merck
Manual of Diagnosis and Therapy.
http://www.merck.com/mrkshared/mmanual/section18/chapter253/253g.jsp
18. SMF Obsgin RSDM. 2004. Disproporsi Kepala Panggul dalam : Prosedur
Tetap Pelayanan Profesi Kelompok Staf Medis Fungsional Obstetri &
Ginekologi. RSUD Dr. Moewardi, Surakarta. Pp : 36-37.
19. Sastrawinata, S., dkk. 2004. Obstetrik Patologi Edisi 2. Jakarta: EGC.
20. Mosby. Mosby’s Dictionary 8th edition. United States of America: Elseiver;
2009.
40