Download - Ringkasan Sk 1
2.1 Perkembangan Regio Orofacial
2.1.1 Perkembangan Wajah
Setelah ujung caput embrio membengkok di sekitar ujung anterior notochorda dan
mencapai panjang rata-rata 3mm (sekitar hari ke-25 setelah pembuahan), cavum oris primitivum
(stomatodeum) akan berkembang sebagai suatu celah kecil yang dikelilingi oleh capsula otak di
bagian atas, pericardium di bagian bawah, processus mandibula dan maxilla pada bagian
samping.
Processus mandibula dengan cepat akan meluas ke medial untuk membentuk rahang bawah
primitif dan memisahkan stomatodeum dari pericardium.
Kegagalan processus facialis untuk tumbuh dengan akurat dan untuk saling bergabung satu
terhadap yang lain, dimana melibatkan penggabungan atau penutupan selubung ectoderma yang
berkontak dengannya, akan menimbulkan cacat perkembangan, dikenal sebagai celah wajah.
Celah merupakan akibat terganggunya salah satu atau beberapa tahap penggabungan processus,
termasuk induksi normal oleh sel-sel crista neuralis, beberapa keabnormalan pada tahap migrasi
atau penggabungan mesoderma embryonicum.
2.1.2 Perkembangan Labium Oris Superius
Berdasarkan hasil penelitian klasik dari Frazer yaitu labium oris terbentuk seluruhnya dari
processus maxillaris.
Berdasarkan konsep klasik His, bersama-sama dengan pakar embriologi lainnya pada abad
tersebut, menganggap bahwa bagian sentral labium oris, termasuk daerah cekungan yang disebut
philtrum, berasal dari processus frontonasalis sedangkan bagian lateral berasal dari processus
maxillaries.
2.1.3 Perkembangan Palatum
Palatum terbentuk dalam dua bagian, pertama palatum primer dan kedua palatum sekunder.
Pada sekitar minggu perkembanga ke-6, dua perluasan processus maxillaris akan tumbuh
ke arah dalam dan ke bawah sebagai processus palatinus atau lereng yang nantinya akan terletak
pada kedua sisi lingua yang sedang berkembang.
Pada minggu ke-8, processus palatinus akan menjadi horizontal, saling berkontak satu
sama lain, akan bergabung tepat di bawah ujung bebas septum nasi.
Baik septum nasi maupun palatum tampaknya berkembang dalam dua tahapan :
a. Septum nasi primer berasal dari processus frontonasalis; palatum primer terbentuk dari
perluasan ke belakang processus frontonasalis.
b. Bagian septum nasi lainnya dan palatum sekunder terbentuk dari jaringan processus maxillaris
yang terletak di belakang processus frontonasalis.
Bagian-bagian wajah yang terbentuk dari processus frontonasalis mempunyai persarafan
sensorik dari cabang-cabang n. opthalmicus cabang n. trigeminus.
Sedangkan bagian yang terbentuk dari processus maxillaris mempunyai persarafan sensorik
berupa cabang-cabang n. maxillaris cabang n. trigeminus.
2.1.4 Cartilago Rangka Wajah
Rangka wajah umumnya terbentuk dari cartilago.
Cartilago Meckel terbentuk di dalam arcus mandibularis dan meluas dari basis cranii sedang
berkembang pada regio capsula optica ke garis median bakal regio dagu, dan bergabung dengan
cartilago dari sisi berlawanan.
Cartilago capsula nasalis terbentuk pada jaringan processus maxillaris dan meluas ke depan
menuju processus frontonasalis.
2.1.5 Lingua
Menurut Dixon (1993), lingua terbentuk dalam dua bagian, yaitu:
a. Pars anterior lingua (oral), berasal dari tiga tonjolan mesoderma arcus mandibularis, terletak
tepat di dalam cavum oris. Ketiga tonjolan ini terdiri dari tonjolan lingual lateral dan struktur
garis median di dasar mulut, yang sering disebut sebagai tuberculum impar, terletak di dlam
sulcus diantara arcus mandibularis dan arcus hyoideus
b. Pars poterior (pharyngeus) tertius berasal terutama dari arcus pharyngeus tertius dan akan
tumbuh ke depan. Ke atas arcus pharyngeus secundus (hyoideus) pada dasar mulut untuk
bergabung dengan ujung belakang pars anterior lingua. Daerah ini disebut juga sebagai copula
atau aminentia hypobranchialis. Bagian belakang eminentia hypobranchialis ini nantinya akan
membentuk epiglotis.
Otot-otot lingua mulai terbentuk diantara minggu perkembangan ke-6 dan ke-8.
Glandula diperkirakan berasal dari jaringan endoderma embryonicum.
2.1.6 Pipi
Pipi terbentuk dari jaringan yang berasal baik dari processus mandibularis maupun
processus maxillaris.
2.1.7 Pembentukan Mata
• Pembentukan mata embrio manusia terjadi pada usia kehamilan 6 minggu.
• Prosensefalon bakal diensefalon berevaginasi ke arah lateral membentuk vesikula optik
• Vesikula optik menginduksi ektoderm epidermis di hadapannya untuk membentuk
penebalan/plakoda lensa
• Plakoda lensa berinvaginasi menjadi vesikula lensa, lalu menginduksi balik vesikula
optik → vesikula optik berinvaginasi menjadi cawan optik
• Cawan optik berdiferensiasi menjadi dua lapisan, yaitu sebelah luar: lapisan berpigmen
→ menjadiretina berpigmen; dan sebelah dalam: lapisan sensoris → menjadi retina
sensoris
• Bagian pangkal cawan optik menyempit, disebut tangkai optik dan berhubungan dengan
diensefalon. Akson sel-sel ganglionik dari retina sensoris bertemu pada bagian dasar mata
sepanjang tangkai optik dan menjadi saraf optik.
• Vesikula lensa melepaskan diri dari ektoderm epidermis → menjadi lensa. Lensa akan
berdiferensiasi menjadi transparan, berkaitan dengan perubahan struktur sel dan sintesis
protein spesifik yang disebut kristalin.
• Lensa menginduksi ektoderm epidermis yang menutupinya → menjadi kornea. Kornea
akan menjadi jernih, karena pigmen pada sel-selnya menjdi hilang.
• Bagian tepi cawan optik yang tidak ikut berubah menjadi retina sensoris akan
berkembang menjadi iris mata.
• Lapisan koroid dan sklera dibentuk dari mesenkim yang berakumulasi mengelilingi bola
mata.
• Ektoderm epidermis di depan kornea akan menjadi kelopak mata. Kematian sel-sel di
tengah-tengah bagian tersebut menyebabkan terpisahnya kelopak mata atas dan bawah.
2.1.8 Pembentukan Hidung
• Mula-mula tampak olfactory palacode yaitu penebalan ectoderm di daerah ventro-lateral
kepala embrio.
• Placode berkembang menjadi lesung olfactory hidung (olfactory pit).
• Di sekitar lubang hidung tepinya agak menonjol, terdapat tonjolan medial dan tonjolan
lateral yang dekat dengan proc. maksila.
• Masa jaringan di antara tonjolan medial sebelah kanan dan kiri disebut septum nasi.
• Lama kelamaan tonjolan medial hidung bergabung dengan proc. maksila yang terletak di
sebelah lateralnya dan dengan demikian terbentuklah rongga hidung.
• Di sebelah dalam rongga hidung, mula-mula masih ada membran oro-nasal.
• Membrane ini pun akhirnya pecah, dan terjadilah hubungan antara rongga hidung dan
rongga mulut.
2.1.9 Glandula Salivari
• Glandula salivari mulai terbentuk sebagai suatu pita sel-sel yang padat dari stomadeum
selama minggu perkembangan ke-6 dan 7.
• Glandula parotis adalah organ yang terbnetuk pertama kali ke luar batas ektoderma
stomadeum pada permukaan dalam pipi yang sedang berkembang di dekat sudut mulut.
• Glandula submandibularis terbentuk dari endoderma yang menyelubungi dasar
stomadeum, bertumbuh ke belakang pada aspek lateral lingua yang sedang berkembang.
• Glandula sublingualis mulai terbentuk pada tahap beriut, yaitu pada minggu
perkembangan ke-8, dan terbentuk dengan cara yang sama seperti glandula
submandibularis yang berasal dari endoderma pada bagian samping lingua.
2.2 Resorpsi Akar
2.2.1 Pengertian Resorpsi Akar
• Dalam ilmu kedokteran gigi, resorpsi akar adalah pengrusakan atau penghancuran yang
menyebabkan kehilangan struktur gigi.
• Resorpsi akar terjadi akibat diferensiasi makrofag menjadi odontoklas yang akan
meresorpsi sementum permukaan akar serta dentin akar.
• Resorpsi akar dapat disebabkan oleh tekanan pada permukaan akar gigi. Tekanan tersebut
dapat berasal dari trauma, erupsi gigi ektopik yang mengenai akar gigi tetangga, infeksi,
beban oklusal yang berlebihan, pertumbuhan tumor yang agresif, maupun yang tidak
dapat diketahui penyebabnya atau idiopatik. Menurut Weiland, penyebab yang paling
umum adalah kekuatan ortodonti.
2.2.2 Klasifikasi Resorpsi Akar
• Resorpsi akar dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu resorpsi akar internal yang
dimulai dari pulpa, dan resorpsi akar eksternal yang dimulai dari luar gigi.
• Resorpsi internal diduga terjadi akibat pulpitis kronis.
• Pulpitis kronis dapat terjadi akibat trauma, karies atau prosedur iatrogenik seperti
preparasi gigi yang salah, ataupun idiopatik.
• Tronstad (1988) berpendapat adanya jaringan nekrotik menyebabkan resorpsi internal
menjadi progresif.
• Defeknya bisa terdapat di mana saja di dalam saluran akar. Bila hal tersebut terjadi pada
ruang pulpa, dinamakan ”pink spot” karena pulpa yang membesar terlihat melalui
mahkota.
• Adanya perubahan keseimbangan antara osteoblas dan osteoklas pada ligamen
periodontal dapat menghasilkan sementum tambahan pada permukaan akar
(hipersementosis) atau menyebabkan hilangnya sementum bersama dengan dentin, yang
dinamakan resorpsi eksternal.
• Penyebab lain dari resorpsi akar eksternal meliputi tekanan, bahan kimia, penyakit
sistemik dan gangguan endokrin.
• Menurut Tronstad, resorpsi akar eksternal dapat dibagi menjadi enam jenis yaitu :
1. Resorpsi permukaan, yg dpat dilihat melalui Scanning Electron Microscopy (SEM).
2. Resorpsi Akibat Inflamasi
3. Resorpsi Penggantian
4. Resorpsi Akibat Tekanan (kebanyakan gigi insisivus)
5. Resorpsi Sistemik
6. Resorpsi Idiopatik
2.2.3 Mekanisme Resorbsi Gigi Sulung
• Erupsi gigi permanen tidak terlepas dari proses seluler dan molekuler.
• Sel-sel retikulum stelata dari gigi permanen yang sedang terbentuk mensekresi
parathyroid hormone (PTH)-related protein (PTHrP), yaitu suatu molekul pengatur
pembentukan yang dibutuhkan untuk erupsi gigi.
2.3 Neuromuskular pada Stomatognati (Mastikasi dan Deglutasi)
2.3.1 Otot-Otot Mastikasi
a. M. Masseter
• Masseter adalah suatu massa otot yang tebal, berbentuk empat persegi panjang
disebelah pinggir wajah.
• Melekat diantara permukaan lateral dari ramus mandibula dan arcus zygomaticus
persis dibawah kulit.
• Masseter digunakan untuk penghancuran dan penggilingan makanan.
• Selain untuk mengangkat mandibula ke vertikal, masseter dapat memberikan vektor
anterior pada rahang selama rahanag diangkat dari suatu posisi depresi ke posisi
interkuspal maksimal.
b. M. Temporalis
• Merupakan otot berempal dua dengan origo berbentuk kipas dan tendon yang sangat
besar, kuat, serta berinsersio kedalam prosesus koronoideus, krista temporalis
profunda dan batas anterior ramus mandibula.
• Pada pokoknya otot ini dalah suatu elevator dan retraktor (pengangkat dan penarik)
mandibula dan apabila otot diaktifkan secara bertahap, dari anterior ke posterior,
maka arah dari tarikan serabut-serabut berkontraksi akan menjadi sama seperti
perjalanan kearah atas dari prosesus koronoideus ketika mandibula diangkat dari
suatu posisi tertekan.
c. Pterygoideus Medialis
• Pterygoideus medialis adalah suatu massa jaringan otot yang kuat, empat persegi
panjang, terletak pada sisi medial dari ramus mandibula.
• Otot ini tidak selebar atau setebal masseter.
• Pada potongan horizontal, separuh atas dari pterygoideus medialis berbentuk baji
dengan pinggir yang tipis menghadap kearah belakang. Setengah bawahnya
berbentuk oval.
d. Pterygoideus Lateralis
• Otot pterygoideus lateralis menempati suatu posisi yang dalam dan tersembunyi.
• pterygoideus lateralis terlibat dalam gerakan mandibula.
• Gangguan fungsi normal pterygoideus lateralis yang berat mengakibatkan fungsi
mandibula sangat terbatas atau mengalami kegagalan.
2.3.2 Nervus Mastikasi
• Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai
komponen terdiri dari gigi – geligi, sendi temporomandibula (STM), otot kunyah, dan
sistem syaraf.
• Otot digerakan oleh sistem impuls syaraf karena ada tekanan yang timbul dari gigi
bawah berkontak dengan gigi atas sehingga mandibula dapat melaksanakan
aktifitasfungsional dari sistem mastikasi.
• Keharmonisan antara komponen – komponen ini sangat penting dipelihara kesehatan
dan kapasitas fungsionalnya.
Persyarafan pada otot Mastikatori menurut Mc Devid (2002) :
• Musculus Maseter Inervasi oleh Nervus V (Trigeminus)
• Musculus Pterigoideus lateralis Inervasi oleh Nervus V (Trigeminus)
• Musculus Pterigoideus medialis Inervasi oleh Nervus V (Trigeminus)
• Musculus Temporalis Inervasi oleh Nervus V (Trigeminus), Nervus Auriculotemporalis.
2.3.3 Aktivitas Otot Deglutasi
• Berkovitz (1995) dan William (1995) menyatakan bahwa otot-otot yang berperan dalam
proses penelanan adalah otot-otot didalam kavum oris proprium yang bekerja secara
volunteer, otot-otot faring dan laring bekerja secara involunter.
• Kavum oris terbagi menjadi dua bagian yaitu vestibulum oris dan kavum oris proprium.
• Vestibulum oris adalah ruang antara gigi-geligi dan batas mukosa bagian dalam dari pipi
dan labium oris. Sedangkan kavum oris proprium merupakan ruang antara arkus
dentalis superior dan inferior.
• Batas anterior dan lateral kavum oris proprium adalah permukaan lingual gigi geligi dan
prosesus alveolaris.
a. Otot di dalam kavum oris proprium
• Otot yang termasuk didalam kelompok ini adalah otot-otot lidah dan otot-otot palatum
lunak.
• Otot- otot lidah terdiri dari otot- otot instrinsik dan ekstrinsik.
• Otot-otot intrinsic lidah merupakan otot yang membentuk lidah itu sendiri yaitu
muskulus longitudinalis lingua superfisialis, muskulus longitudinalis lingua provunda,
muskulus transfersus lingua dan muskulus vertikalis lingua.
• Otot ekstrinsik lidah merupakan otot yang berada di bawah lidah yaitu muskulus
genioglossus untuk mengerakan bagian tengah lidah ke belakang dan muskulus
styloglossus yang menarik lidah keatas dan kebawah.
• Sedangan otot- otot palatum lunak yaitu muskulus tensor dan muskulus levator veli
palatini untuk mengangkat faring dan muskulus palatoglossus yang menyebabkan
terangkatnya uvula (Andriyani, 2001).
b. Otot faring
• Terbagi menjadi 2 golongan yaitu otot- otot yang jalannya melingkar dan otot- otot yang
menbujur faring.
• Otot-otot melingkar terdiri atas muskulus konstriktor faringis superior, muskulus
konstriktror faringis media dan muskulus konstriktor faringis inferior.
• Sedangkan otot- otot membujur faring yaitu muskulus stilofaringeus.
c. Otot laring.
• Terbagi dua yaitu otot laring instrinsik dan otot laring ekstrinsik.
• Otot laring ekstrinsik yaitu muskulus krikotiroideus, sedangan otot- otot laring intrinsic
yaitu muskulus tireoepiglottikus dan muskulus aritenoideus pada laring terdapat dua
sfingter yaitu aditus laringis dan rima glottidis.
• Aditus laringis berfungsi hanya pada saat menelan.
2.3.4 Nervus Deglutasi
1. Nervus Facialis (N. Cranialis VII)
Saraf ini melekat ke batang otak pada ujung atas medulla dalam hubungan yang erat
terhadap tepi bawah pons melalui redix sensori dan motoriknya.
Cabang-cabang N. Facialis :
1) Rami temporales mempersarafi m. auricularis anterior dan superior, m. frontalis,
bagian atas orbicularis oculi, dan corrugator supercilli.
2) Rami zygomatici mempersarafi serabut luar orbicularis oculi.
3) Rami buccales mempersarafi m. buccinator, otot labium oris superius, risorius dan
otot hidung.
4) Ramus marginalis mandibulae mempersarafi otot labium oris inferior dan mentalis.
5) Ramus colli mempersarafi m. platysma pada leher dan mengeluarkan ramus
communicans untuk bergabung dengan ramus marginalis mandibulae.
2. Nervus Glassopharyngeus (Nervus Cranialis)
Cabang utama dari nervus glassopharyngeus adalah :
1) Plexus tympanicus, mempersarafi ganglion oticum dan glandula parotidea.
2) Ramus caroti, membawa serabut sensorik (otonom) dan ikut berperan dalam
mengatur tekanan darah.
3) Cabang motorik ke m. stylopharyngeus.
4) Rami pharyngei (sensorik) ke plexus pharyngeus pada dinding samping pharyng.
Dari plexus, saraf sensorik yang berasal dari n. glassopharyngeus berjalan ke
membran mukosa pharynx
5) Rami tonsillares naik di dalam m. hyoglossus untuk membentuk plexus di sekitar
tonsilla. Dari plexus saraf sensori didestribusikan ke bagian atas pharynx dan pangkal
tuba auditiva.
6) Rami linguales berjalan jauh ke dalam ke m. hyoglossus dan membentuk persarafan
sensorik ke membran mukosa pars pharyngea (sepertiga posterior) lingua.
7) Ramus communicans bersama dengan ganglion cervicalis superior sympathicus, n.
vagus dan facialis.
3. Nervus Vagus (Nervus Cranialis)
Cabang-cabang n. vagus pada leher adalah (Dixon, 1993):
1) Ramus meningeus recurrens, mempersarafi dura meter dari fossa cranii posterior.
2) Ramus auricularis, saraf terbagi menjadi cabang yang bergabung dengan n.
auricularis posterior (cabang n. facialis) dan cabang yang mempersarafi membran
mukosa meatus acusticus externus dan permukaan luar membran tympani (dengan
cabang n. auriculotemporalis).
3) Cabang kecil didistribusikan ke sinus caroticus dan copus carotid.
4) Rami pharyngei, saraf ini mengandung serabut motorik dari m. contrictor pharynx
dan m. palatopharyngeus, levator vlei palatini, paloglossus dan uvula dari palatum
molle.
5) N. laryngeus superior, terpisah menjadi n. laryngeus superior ramus internus yang
besar (sensorik) yang menyertai a. Laryngea interna dan cabang motorik yang lebih
kecil (n. laryngeus superior ramus externus) berjalan jauh ke dalam ke mm.
infrahyoidei menuju ke m. cricothyroideus dan constrictor pharyngis inferior.
4. Nervus Accessorius (Nervus Cranialis XI)
• Merupakan saraf motorik yang mempersarafi otot dinding pharynx dan larynx, serta
dua otot superficialis pada leher yaitu m. sternocleidomastoideus dan trapezius.
• Terdiri dari dua bagian yang berbeda baik origo maupun distribusinya.
• Radices craniales atau pars vagalis berasal dari bagian samping medulla, di caudal n,
vagus dan radices spinalles berasal dari bagian samping corda spinalis sejauh
mungkin ke bawah ke perekatan nn. Cervicales V.
5. Nervus Hypoglossus (Nervus Cranialis XIII)
Merupakan saraf motorik dari otot lingua, kecuali m. palatoglossus dipersarafi oleh
n. vagus (Dixon, 1993).
2.3.5 Saraf Kepala dan Leher
Menurut Dixon (1993), saraf kepala dan leher yang penting antara lain:
1. N. Trigeminus
N. trigeminus merupakan n. cranialis terbesar dan hubungan perifernya mirip dengan n.
spinalis, yaitu keluar berupa radix motoria dan sensoria yang terpisah dan radix
sensoria mempunyai ganglion terbesar.
Serabut sensoriknya berhubungan dengan ujung saraf yang berfungsi sebagai sensasi
umum pada wajah, bagian depan kepala, mata, cavum nasi, sinus paranasal, sebagian
telinga luar dan membran tympani, membran mukosa cavum oris termasuk bagian
anterior lingua, gigi geligi dan struktur pendukungnya serta duramater dari fossa cranii
anterior.
Radix motoria mempersarafi otot pengunyahan, otot palatum molle, dan otot telinga
tengah.
2. N. Opthalmicus
Di bagian depan sinus, saraf terbelah menjadi tiga cabang besar, yaitu n. lacrimalis,
frontalis dan nasociliaris yang masuk ke orbita dan keluar dari sinus cavernosus, melintasi
fissura orbitalis superior diantara ala major dan minor ossis sphenoidalis. N. lacrimalis berjalan
di sepanjang dinding lateral orbita, n. frontalis berjalan di balik atap orbita dan n. nasociliaris
berjalan pada bagian dalam orbita.
3. N. Maxillaris
Cabang-cabang n. maxillaris pada fossa pterygopalatina adalah:
a. Dua rami ganglionik menuju ganglion pterygopalatinum
b. N. alveolaris superior posterior
c. N. zygomaticus dan cabang-cabangnya keluar dari ganglion pterygopalatina
d. N. palatinus major dan nn. palatini minores
e. Rami nasales dan n. nasopalatinus
f. Ramus pharyngeus ke membrana mukosa atap nasopharynx.
4. N. Mandibularis
Setelah berjalan singkat, truncus n. mandibularis terbelah menjadi divisi posterior dan
divisi anterior. Divisi posterior yang besar mengeluarkan a. auriculotemporalis, n. alverolaris
inferior dan n. lingualis. Sedangkan divisi anterior yang lebih kecil mengeluarkan percabangan
ke m. temporalis, pterygoideus lateralis dan masseter dan berlanjut ke m. buccinator.
5. N. Facialis
Saraf ini melekat ke batang otak pada ujung atas medulla. Tepat di luar foramen
stylomastoideum, n. facialis mengeluarkan tiga cabang motorik, yaitu n. auricularis posterior ke
m. auricularis posterior dan m. occipitalis kulit kepala, saraf ke venter posterior mm. digastrici
dan saraf ke m. stylohyoideus
6. N. Glossopharyngeus
N. glossopharyngeus melekat di bagian samping permukaan atas medulla di bawah pons
melalui tiga atau empat filamen yang mengandung serabut sensorik dan motorik. Saraf berjalan
melalui bagian depan foramen jugulare dalam selubung duramater.
7. N. Vagus
N. vagus melekat melalui serangkaian filamen ke batang otak pada bagian samping
medulla, di caudal dan pada serangkaian n. glossopharyngeus. N. vagus mempunyai komponen
berupa serabut somatik sensorik, serabut somatik motorik dan serabut sensorik dan motorik
autonom.
8. N. Accessorius
N. accessorius merupakan saraf motorik yang mempersarafi otot dinding pharynx, larynx,
serta dua otot superficialis pada leher yaitu m. sternocleidomastoideus dan trapezius. Terdiri
dari dua bagian yang berbeda baik origo maupun distribusinya.
9. N. Hypoglossus
N. hypoglossus merupakan saraf motorik dari otot lingua, kecuali m. palatoglossus
dipersarafi oleh n. vagus. N. hypoglossus melekat melalui serangkaian filamen pada bagian
samping medulla, diantara oliva dan pyramid (Dixon, 1993).
Gambar 1. Saraf-saraf cranial
Nomor Nama Jenis Fungsi
I Olfaktorius SensoriMenerima rangsang dari hidung dan menghantarkannya
ke otak untuk diproses sebagai sensasibau
II Optikus SensoriMenerima rangsang dari mata dan menghantarkannya ke
otak untuk diproses sebagai persepsi visual
III Okulomotor Motorik Menggerakkan sebagian besar otot mata
IV Troklearis Motorik Menggerakkan beberapa otot mata
V Trigeminus Gabungan
Sensori: Menerima rangsangan dari wajah untuk diproses
di otak sebagai sentuhan
Motorik: Menggerakkan rahang
VI Abdusen Motorik Abduksi mata
VII Fasialis Gabungan
Sensorik: Menerima rangsang dari bagian anterior lidah
untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa.
Motorik: Mengendalikan otot wajah untuk menciptakan
ekspresi wajah.
VIII Vestibulokoklearis Sensori
Sensori sistem vestibular: Mengendalikan keseimbangan
Sensori koklea: Menerima rangsang untuk diproses di
otak sebagai suara
IX Glosofaringeal Gabungan
Sensori: Menerima rangsang dari bagian posterior lidah
untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa
Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam
X Vagus GabunganSensori: Menerima rangsang dari organ dalam
Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam
XI Aksesorius Motorik Mengendalikan pergerakan kepala
XII Hipoglossus Motorik Mengendalikan pergerakan lidah
2.4 Hubungan orofasial dengan gigi geligi dalam stomatognathi
Menurut Garliner, tiga otot yang mempengaruhi oklusi gigi selama penelanan adalah :
1. Otot lidah, yang berfungsi sebagai daya pendorong dan penahan dari dalam mulut.
2. Otot masseter dan buccinator, kedua otot tersebut akan teraktivasi setiap gerakan
penelanan. Adanya kegagalan aktivasi otot disebabkan oleh posisi lidah yang salah.
3. Otot orbicularis oris, berperan untuk stabilisasi gigi-geligi yaitu sebagai penahan alami
gigi anterior.
Keseimbangan antara ketiga otot tersebut disebut triangular force concept.
2.6 Celah Bibir (cleft lip)
- Pengertian umum celah bibir (cleft lip)
Celah bibir (cleft lip) merupakan kelainan kongenital yang disebabkan gangguan
perkembangan wajah pada masa embrio.
Celah dapat terjadi pada bibir, langit-langit mulut (palatum), ataupun pada keduanya.
Celah pada bibir disebut labiochisis sedangkan celah pada langit-langit mulut disebut
palatoschisis.
Pembentukan bibir terjadi pada masa embrio minggu ke-6 sampai ke-10 kehamilan.
Etiologi celah bibir
1. Faktor genetik
Teori lain mengatakan bahwa celah bibir terjadi karena (USU Press, 2011) :
a. Dengan bertambahnya usia ibu hamil dapat menyebabkan ketidak kebalan embrio
terhadap terjadinya celah.
b. Adanya abnormalitas dari kromosom menyebabkan terjadinya malformasi kongenital
yang ganda.
c. Adanya tripel autosom sindrom termasuk celah mulut yang diikuti dengan anomali
kongenital yang lain.
2. Faktor Non-Genetik
Beberapa hal yang berperan penyebab terjadinya celah bibir (USU Press, 2011):
a. Defisiensi nutrisi
b. Zat kimia
c. Virus rubella
d. Beberapa hal lain yang juga berpengaruh yaitu :
Kurang daya perkembangan
Radiasi merupakan bahan-bahan teratogenik yang potent
Infeksi penyakit menular sewaktu trimester pertama kehamilan yang dapat
menganngu foetus
Gangguan endokrin
Pemberian hormon seks, dan tyroid
Merokok, alkohol, dan modifikasi pekerjaan
e. Trauma : mental dan fisik.
Klasifikasi celah bibir dan celah langit-langit
Klasifikasi yang diusulkan oleh Veau dibagi dalam 4 golongan yaitu :
1. Golongan I : Celah pada langit-langit lunak.
2. Golongan II : Celah pada langit-langit lunak dan keras dibelakang foramen insisivum.
3. Golongan III : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang alveolar dan
bibir pada satu sisi.
4. Golongan IV : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang alveolar dan
bibir pada dua sisi.
Klasifikasi dari American Cleft Association (1962) yaitu :
1. Celah langit-langit primer
Celah bibir : unilateral, median atau bilateral dengan derajat luas celah 1/3, 2/3 dan 3/3.
Celah alveolar dengan segala variasinya.
2. Celah langit-langit sekunder
Celah langit-langit lunak dengan variasinya.
Celah langit-langit keras dengan variasinya.
3. Celah mandibula.
Klasifikasi celah bibir dan celah langit-langit menurut Kernahan dan Stark (1958) :
1. Group I : Celah langit-langit primer.
Dalam grup ini termasuk celah bibir, dan kombinasi celah bibir dengan celah
pada tulang alveolar.
Celah terdapat dimuka foramen insisivum.
2. Group II : Celah yang terdapat dibelakang foramen insisivum.
Celah langit-langit lunak dan keras dengan variasinya.
Celah langit-langit sekunder.
3. Group III : Kombinasi celah langit-langit primer (group I) dengan langit-langit sekunder.