‘ Diajukan sebagai syarat kelulusan mata kuliah TL 3203 PENGELOLAAN AIR
REVIEW MAKALAH
PERUBAHAN IKLIM , MANAJEMEN AIR DAN DEGRADASI INFRASTRUKTURSUMBER DAYA AIR PERKOTAAN DI
ZONA MONSOON INDONESIA
STUDI KASUS : PANTURA JAKARTA
Nama : Briantono Muhammad Raharjo NIM : 15308017
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberlanjutan sumber Air terhadap kawasan terbangun seperti Kota Metropolitan Bandung,Semarang dan
Jakarta terancam semakin langka, sehingga perlu diuraikan sumber permasalahan kelangkaan sumber daya air
ini dan pengaruhnya terhadap fungsi utilitas infrastruktur Sumber Air di kawasan perkotaan.
Masalah ini berawal berbagai polemic tentang fenomena banjir yang terjadi di Jakarta, dan
serign tercantum dalam media massa., yaitu bebebrapa diantaranya berita tentang : “Kiriman air dari hulu Nihil
(Kompas 96) , Banjir Rencana 5 tahun itu Tahayul ( Metro TV, Kompas 2007), reklamasimenyebabkan semakin
sulitnya air didaratan membuang kelaut (Kompas ,Menkimprawil 2003) dan penataan ruang berbasis pasar
ancaman keberlanjutan sumber air studium Generale di ITB ( MenLH 2003 ) ..Isu-isu mengenai perubahan iklim
, turunnya muka air tanah, dan pengaruhnya terhadap pesisir pantura Jakarta menjadi salah satu focus utama
yang dibahas oleh para ahli akademisi ..
Kementrian KLH di kuliah umum lingkungan ITB-2003, menyatakan bahwa Penataan ruang berbasis
permintaan pasar mengancam keberlanjutan sumber air. Sebagai Yang juga didukung oleh Statemen
Kementrian KIMPRASWIL Kompas 2003 yang menyatakan bahwa Reklamasi menyebabkan semakin sulit air
dari daratanmembuang ke laut, Fakta kerusakan Lingkungan Pesisir Pantura Jakarta semakin parah,
(meluasnya banjir, rob, subsidens muka tanah , intrusi air laut, dan fenomena amblesnya Jalan Martadinata).
Akhirnya dari polemic-polemik yang telah disebut serta berbagai sumber lainnya, maka pengelolaan
sumber daya air perlu dikaji lebih lanjut. sebagaimana didukungoleh pernyataan Koordinator Perekonomian
pada tanggal 27 Sept 2010 yaitu :
“Perubahan iklim(kenaikan muka air laut),turunnya muka tanah dan pengaruhnya terhadap banjir
pesisir pantura Jakarta banyak dibahas para ahli/akademisi sebaliknya pengaruh reklamasi pantura
Jakarta terhadap banjir pesisir pantura Jakarta relatif sedikit diperbincangkan.”
Gambar 1.1:Zona Iklim Hujan di Wilayah Indonesia (Disadur dari Tjasyono dan Bannu,2003)
Sekarang, tinjau ulang peta yang ada di gambar di atas \, Kota –kota Besar dipesisir
pantai Pulau Jawa seperti Jakarta , Semarang , Surabaya dan Bandung sebagai urban
metropolitan yang memiliki tingkat kepadatan (populasi diatas 1 juta jiwa ) dan mobilitas
yang tinggi dan secara geografis terletak di Siklus Hidrologi Zona iklim Monsoon, dimana
curah hujan terpusat pada monsoon barat sedangkan curah hujan rata-rata pada monsoon
timur relatif dibawah 100 mm/bulan. Konversi lahan yang tidak berwawasan lingkungan
merupakan ancaman banjir &kekeringan di pesisir pantai .
Jakarta sebagai pusat pemerintahan di transformasi menjadi kota Jasa, telah mengalami
deformasi karena Jakarta memanfaatkan peluang bisnis berupa pemberdayaan pesisir
pantai , salah satunya adalah upaya melakukan reklamasi pantura sebagai kawasan
terbangun.
Perubahan iklim mempengaruhi langsung komponen Utama Hidrologi curah
hujan ,naiknya permukaan laut dan peluasan dataran kearah laut secara artificial dimana
reklamasi telah mengancam semakin sulitnya pembuangan limpasan air hujan dari daratan
kelaut. (MenteriKimprawil, Kompas 2003)
Fenomena Peningkatanya meluasnya genangan banjir di kawasan pesisir Jakarta
berdampak pada laju naik muka air laut , laju perubahan garis pantai , laju subsidence muka
tanah dan juga laju degradasi lahan DAS Ciliwung hulu–Bopunjurberdampak semakin
meningkatnya debit banjir fungsi waktu/.
Konversi lahan suksesif, mengakibatkan limpasan air permukaan semakin tinggi dan
debit aliran dasar semakin kecil yang akhirnya menyebabkan fenomena ekstrimitas debit air ,
yaitu sebuah fenomena dimana saat musim penghujan terjadi, kurva puncak debit banjir
semakin ekstrim dan waktu capaian puncaknya relatif semakin pendek bila diikuti fenomena
memoire hujan berurutan 5 hari dan diikuti pasang surut laut yang akan berujung pada
bencana banjir.
Perencanaan lahan di pesisir memperluas kemungkinan terjadi nya degradasi Rezim
aliran permukaan berupa ancaman banjir yang semakin meningkat di Jakarta . Hal ini
dibuktikan semakin luasnya banjir historikal berturut –turut pada tahun feb 1996, feb.
2002 ,feb 2007 dan 2010 (lihat Gambar 1.2 dan Tabel 1.1).
Gambar 1.2. Peta Genangan yang mendeskripsikan peristiwa banjir pada tahun 1996 dan 2002
Gambar 1.2 .a. Peta Yang Mendeskripsikan peristiwa banjir Di Jakarta 2002 & 2007
Gambar 1.2.b: Peta Yang Mendeskripsikan Genangan Banjir DKI Jakarta pada tahun 2007 & 2010
Dapat disimpulkan bahwa Sebagaimana pemberdayaan lahan untuk tujuan permintaan
pasar hanya akan mendatangkan fenomena banjir besar, serta perluasan debit air
limpasan.
Degradasi Rezim Hidrologi yang terjadi sebagai akibat dari banjir adalah : laju reklamasi
pantura & kenaikan muka air laut , dan seterusnya diperburuk terjadinya subsidence muka
tanah sebagai dampak tekanan bangunan tinggi dan ekstraksi air tanah secara berlebihan,
yang bisa ditinjau melalui gambar di bawah ini
Gambar 1.3:Penurunan Fungsi Lahan dari Reklamasi Pantura Jakarta
Maka kebijakan pelayanan Infrastruktur air minum DKI Jakarta pada tahun 2006
(Tamin, 2008) adalah sbb : Area pelayanan public sebesar 61,87 %; yang berfungsi melayani
62,89 % konsumen di Jakarta , dan secara keseluruhan Kapasitas IPA terpasang 18.075 Lps,
sehingga para konsumen terutama jasa yang tidak terlayani air minum cenderung beralih ke
sumber alternatif,yaitu air tanah, yang akhirnya akan menyebabkan eksplotasi air tanah yang
tidak terkendali.( Lihat Gamb 1.4).
Gamb.1.4: Eksisting Infrastruktur Air Minum DKI Jakarta (Tamin,2008)
Jika ditinjau menurut gambar di atas, laju pemenuhan air minum DKI Jakarta akan
tertinggal jika dibandingkan dengan jumlah permintaan air sehingga memberi peluang
terjadinya eksplotasi air tanah berlebihan akibatnya terjadinya penurunan kontur muka tanah
DKI Jakarta sehingga pantura kawasan terbangun rentan terhadap banjir dan rob (Lihat
Gambar.1.5)
Gambar 1.5. Perbandingan Kontur Penurunan Muka Tanah dan
Elevasi Muka Air Tanah (Hutasoit, 2007)
Jika diIlustrasikan tentang resiko bencana Banjir jakarta ,maka banjir yang terjadi 2002
berakibat buruk bagi jalannya roda perekonomian , berupa bentuk kemacetan di jalan-jalan,
rusaknya prasarana wilayah ,terhambatnya pasokan bahan mentah serta padamnya aliran
listrik dan jaringan telepon di berbagai lokasi genangan air. Di Jakarta , tidak kurang dari 7
ribu satuan sambungan telepon mengalami gangguan serta PLN terpaksa menghentikan
pengoperasian PLTU Muara Karang di samping pemadaman pada 1570 gardu listrik di
berbagai Lokasi.( disadur dari artikel Kwie Kian Gie , 2002). Jika meninjau dari overlay peta
tentang upaya pemberdayaan lahan dipesisir pantai utara Jakarta,kita akan melihat jumlah
penambahan daratan di kawasan Pantura Metropolitan Jakarta yang menyiratkan rentang
gugatan hukum antara tahun 2003 – 2007 bertambah sejumlah 458,6 Ha dan terlihat rencana
Reklamasi Pantura RTRW 2015 dengan luas total 2700 ha lebar 2-2,5 km kearah laut ( Lihat
Gambar 1.6 ).
Naiknya muka laut rata-rata yang dipengaruhi perubahan iklim akibat fenomena
pemanasan global yang berdampak cukup serius bagi iklim dunia. yaitu mencairnya lempeng
es di Antartika, Greenland dan gletser di benua, yang berakibat pada kenaikan muka laut.
Peningkatan muka laut (sea level rise/SLR) di Teluk Jakarta diketahui sebesar 0,575 cm/th .
Gambar 1.6. Rencana Reklamasi RTRW 2015
Nicco Plamonia (2010) menyatakan bahwa :
Apabila muka laut terus naik akibat perubahan iklim, laju reklamasi pantai berjalan
terus ,
eksploitasi air tanah berlebih terus berlangsung dan konversi lahan tidak terkendali
( terutama Kawasan tanggapan air sungai –sungai mengalir di Teluk Jakarta ) akan
mengancam kawasan pesisir lama Jakarta : rentan terhadap banjir pada musim ekstrim
basah dan rob pada musim kemarau pada pasut tinggi diTeluk Jakarta menyebabkan
degradasi fungsi utilitas Infrastuktur Sumber daya air ( sistem drainase) di kawasan
terbangun seiring terjadinya degradasi debit rencana basah /kering di hulu sungai .
1.2 Meluapnya Air dari hulu
Laju pembangunan lahan di DKI Jakarta dan sekitarnya yang begitu pusat memperluas
tekanan air kea rah Barat (Tangerang), Timur (Bekasi), dan Selatan /(Bopuncur) , membentuk
sebuah megapolitan Jakarta.
Konversi lahan di Kawasan DAS hulu berupa perambahan hutan menjadi lahan budidaya
dan permukiman (lihat Gambar 1.8) akan memicu ekstrimitas debit air yang berujung pada
poeningkatan ancamanbanjir & kekeringan di kawasan pesisir .Maka, dengan pendekatan
Hidrologi statistik , perambahan fungsi hutan dan konversi lahan budidaya menjadi lahan
terbangun bisa dterus dikaji .
Sebagai pendekatannya¸kita gunakan input data hidrologi berupa arsip data hujan(P) dan
debit.(Q) dan out putnya berupa degradasi fungsi hidrologis lahan dinyatakan dengan
degragasi debit rencana banjir/kekringan sedangkan laju perubahan konversi lahan pemetaan
dilakukan menggunakan citra satelit
Gamb 1.7. Laju Konversi Lahan di DKI JKT & sekitarnya (1972-2005)
Gambar 1.8 : Degradasi Fungsi Hidrologi Lahan
Degradasi fungsi hidrologis lahan di daerah tanggapan air dicirikan oleh debit ekstrim
rata-rata basah dan kering berturut-turut membesar dan mengecil sedangkan kuantitas
simpangan baku membesar mengakibatkan degradasi debit rencana banjir / kering .
Selain itu , Konversi lahan mempengaruhi iklim lokal (naik suhu lokal) sehingga
frekwensi kejadian hujan kecil semakin berkurang. Selanjutnya ketidakpastian debit air
dalam proses waktu , mengantar para ahli menggunakan konsep debit rencana banjir
/kekeringan sedangkan untuk mempertahankan keberlanjutan air melakukan pengendalian
air ( Kwantitas /kualitas ) yaitu secara tidak langsung (Undirect) dengan menerbitkan
peraturan /perundangan dan secara langsung ( direct) Insentif/disentif .
Degradasi fungsi hidrologis lahan di daerah tanggapan air ditandai debit ekstrim rata-
rata basah dan kering berturut-turut meningkat intensittas dan menurun intensitasnya
sedangkan simpangan baku membesar mengakibatkan degradasi debit rencana banjir / kering
.
Selain itu , Konversi lahan juga turut mempengaruhi iklim lokal (naik suhu lokal)
sehingga frekwensi kejadian hujan kecil semakin berkurang, yang akhirnya mengakibatkan
ketidakpastian debit air dalam proses waktu yang akhirnya diberlakukan konsep debit
rencana untuk mempertahankan keberlanjutan sumber air melakukan pengendalian agar
jumlah dan mutu air dapat .
Pengendalian air juga dilakukan dengan langkah-langkah langsung dan tidak langsung,
yaitu dengan menerbitkan aturan dan berbagai regulasi lainnya. Pengendalian secara
langsung dilakukan dengan cara pemberian hukuman dan denda ataupun pemberian insentif.
1983Deforestasi atau penggundulan adalah satu penyebab jumlah air tidak terkendali
yang berdampak pada:
•Meningkatnya Limpasan Permukaan.yang berdampak pada berkurangnya daya serap air
berkurang.
•Terjadi Ekstrimitas Debit, yang membuat lapisan Top Soi menipis sehingga mengurangi
kesuburan tanah (Erosi lahan)
•Terjadinya Sedimentasi di badan airdan akumulasi sedimen di waduk.
• Penurunan Kualitas Air (terutama kekeruhan)
• Perubahan Iklim mikro Frekwensi kejadian hujan kecil semakin kecil
Gambar 1.9 Kawasan Administrasi Konservasi air dan tanah Bopujur.
Untuk menata ruang yang aman, nyaman, dan berkelanjutan di wilayah pesisir
Jakarta , pemenritah telah menerbitkan Keppres 114 tahun 1999 dengan menetapkan kawasan
Bopunjur sebagai kawasan Konservasi air & tanah (lihat Gamb 1.9).•
1.3.ANCAMAN DEGRADASI INFRASTRUKTUR DRAINASE PERKOTAAN
Laju perkembangan DKI Jakarta menuju Megapolitan Jakarta (lihat Gambar 1.10)
harus diimbangi dengan laju permintaan air minum, keterlambatan peningkatan pelayanan
permintaan air minum di DKI Jakarta membukaa peluang eksplotasi air tanah berlebih ,yang
akhirnya berdampak penurunan muka tanah di daerah tanggapan limpasan air drainase
perkotaan (lihat Gambar 1.11) yang bisa menghambat pembuangan limpasan hujan ke badan
air penerima sungai sehingga memberikan peluang terjadinya genangan air dimana-mana.
Identifikasi Laju reklamasi pantura 1991 s/d 2010 dan Rencana reklamasi Tata Ruang
Wilayah Jakarta Utara sampai tahun 2015 dan penelusuran ketidak berhasilkan pengendalian
fungsi hidrologi lahan di Kawasan Ciliwung Hulu (Keppres 114 tahun 1999 : Kawasan
Konservasi air & tanah Bopunjur ) berdasarkan data time series debit air terukur di Pos
Sugutamu DAS Ciliwung (1979-2009) . Selanjutnya sensibilitas pengaruh pemberdayaan
pesisir pantai dan naiknya muka air laut (1925-2010) ditelusuri dengan model deterministik
aliran permukaan bebas Navier Stokes dengan menggunakan kondisi bidang batas kejadian
banjir Jakarta 2007 dan juga menelusuri kejadian subsidence permukaan tanah di pantura
Jakarta (1985-2010). Konsekwensi logis dari degradasi rezim Hidrologi di Zona Iklim
Monsoon maka musim penghujan pembuangan air melalui sungai ke laut melewati kawasan
terbangun perkotaan akan mengancam infrastruktur drainase perkotaan didataran rendah
diperburuk naiknya muka air & reklamasi pantura sehingga semakin sulit dari daratan
membuang air kelaut terutama pada kondisi ekstrim Hidrologis dan ancaman Rob seiring
dengan subsidence muka tanah di pesisir Jakarta .
Sebaliknya di DAS Hulu pada musim kemarau debit air sungai menurun sehingga
mengancam keberlanjutan sumber air (Kwantitas & Kualitas ) terjadi degradasi infrastruktur
Air Minum dan Irigasi sedangkan Segmen sungai di kawasan pantura , muka air laut semakin
tinggi dan tekanan air dari hulu semakin kecil maka intrusi air laut semakin merambat ke
daratan .
Gambar 1.10 Peta Penurunan Tanah di Jakarta 1982-1997 (Meliana, 2005)
Jika ditinjau ulang, maka peta penurunan tanah di Jakarta menunjukkan semakin tinggi
penurunan muka air tanah yang terjadi akibat konversi lahan suksesi . (Ditunjukkan oleh
warna biru dip eta)
Gambar 1.11. Degradasi sistem drainase perkotaan semakin sulit membuang ke sungai.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
I II. ULASAN KONSEP HIDROLOGI & MANAJEMEN AIR
2.1. SUMBER AIR & HIDROLOGI
Fenomena banjir dan kekeringan adalah fenomena siklus hidrologi air sebaiknya dikaji
dengan kaidah-kaidah ilmu hidrologi. Ilmu hidrologi adalah ilmu yang memperlajari
pergerakan air di muka bumi baik kualitas dan kwantitas dalam ruang dan waktu.
Dengan berdasarkan pada dua hal tersebut, maka dirumuskan visi sumber air yang
menyatakan bahwa sumber air merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui
melalui siklus hidrologi, dipengaruhuioleh iklim, tergantung faktor kosmik, regional dan
lokal membentuk rezim hidrologi, berkarakter acak ,dan Pengembangan Infrastruktur Sumber
Daya Air berkelanjutan dan stokhastik, dan di pesisir pantai landai pengaliran air ke laut
merupakan fenomena deterministik. (Gamb 2.1. dan Gamb 2.2)
Gambar 2.1 .Deskripsi Singkat Iklim Hujan Wilayah Indonesia( Diah 2010)
2.2. PEMBAGIAN RUANG HIDROLOGI
Para ilmuwan berkepentingan membagi fungsi ruang hidrologi menjadi 2(dua) kawasan
utama yaitu:
a. kawasan konservasi dan
b. kawasan kerja
dalam upaya ( rangka) menjamin kelangsungan sumber-sumber air serta mengendalikan
limpasan air permukaan terhadap ancaman banjir dikawasan hilir
Berdasarkan karakteristik hidrologis kawasan konservasi air merupakan pemasok sumber
air utama daerah bawahnya , bercirikan :
- Curah hujan relatif tinggi,
- batuan relatif muda ,
- morfologi bergelombang kasar ,
- rentan terhadap erosi dan longsor
sehingga ditetapkan sebagai kawasan konservasi air dan tanah
Pengaruh pemanasan global dan faktor regional seperti perubahan temperatur di Samudera
Pasifik dan faktor lokal seperti perambahan hutan/ konversi lahan terbangun merupakan
factor yang mem[engaruhi terhadap komponen-komponen hidrologi seperti hujan(P), debit
air(Q) dan tinggi muka laut .
Faktor-faktor ini tercatat melalui pos-pos pengamatan komponen siklus hidrologi dan
pos observasi muka laut . Dari arsip data hidrologi sebagai input, maka fenomena degradasi
rezim hidrologidianalisa dengan pendekatan model hidrologi statistik dan deterministik
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Watershead Model Statiscal Hydrology dan Hidrodinamika Banjir (Nicco
Plamonia2010
Modifikasi Arwin Sabar,2009)
Pada hakekatnya Obyektif pengembangan Infrastruktur sumber Daya Air untuk
pengendalian banjir /kekeringan , dengan pendekatan konsep debit rencana sesuai kriteria
rencana infrastruktur SDA yang Lazim digunakan di lingkungan jajaran Kementrian
Pekerjaan Umum ( Dirjen SDA &Dirjen Cipta Karya ).
Dari data time series debit sumber air dari pos duga air Q DAS tsb diatas : menunjukkan
kejadian besaran debit air tidak menentu dalam berjalannya waktu (t). Ketidakpastian besaran
debit air proses waktu, dalam ilmu statistik karakter tsb disebut Variabel acak (Lihat Gambar
2.3 ).
Gambar 2.3 . Sensibilitas debit air di Zona Monsson diJateng ( 1994-2006)
Sensibilitas debit air merupakan turunan dari sensibilitas curah hujan di Zona Iklim
Monsoon ,dipengaruhi (dua) fase pengaruh iklim Monsoon yaitu monsoon barat( musim
penghujan )dan monsoon timur (musim kemarau ) dimana curah hujan dibawah 100
mm/bulan Sehingga pada musim kemaraudebit air didominasi aliran dasar , merupakan
limpasan air darat akifer yang morfologinya terpotong ( mata air dan limpasan air tanah di
kiri–kanan sungai) sedangkan pada era musimpenghujan, debit air didominasi oleh limpasan
air permukaan sedangkan aliran dasar relatif kecil (lihat Gambar 2.3).
Dari Model Fisik Hidrologi , besaran debit air pada musim kemarau debit air- lebih
dependent :cadangan akifer maksimal pada akhir musim penghujan/awal musim kemarau
dstnya pada periodemusim kemarau tidak terjadi pengisian akifer, cadangan air tanah
menurun seiring menurunnyamuka air di akifer menuju akhir musim kemarau/awal musim
penghujan) seperti diketahui aliranlimpasan air tanah ke badan air sungai dalam proses waktu
berkarakter dependent sedangkan pada musim penghujan debit air lebih independent.
Ditemukan bahwa karakter sumber air, berturutturut dari independent –dependent adalah air
hujan, air permukaan air tanah, dan mata air. Sehinggapada musim penghujan besaran
kejadian debit air didominasi pergaruh limpasan air hujan(independent) sedangkan pada
musim kemarau didominasi limpasan air tanah.(dependent)
2.3. ADAPTASI DAN MITIGASI
Perubahan iklim/cuaca mempengaruhi variabel siklus Hidrologi di sektor diatas muka
tanah :terutama Curah Hujan (P) dan seterusnya setelah sampai dipermukaan tanah , hujan
terdistribusi, fungsi tutupan lahan terinfiltrasi dalam tanah setelah jenuh terjadi limpasan air
permukaan. Maka respon penanggulangannya terbagi 2 yaitu :
Adaptasi , didasarkan Ketidakpastian besaran hujan & debit air dalam proses waktu
mengantar para ahli Hidrolologi dan Manajemen sumber air melakukan proses penyesuaian
denganmemperhatikan resiko ekonomi fungsi Infarstruktur Sumber Air berdasar pentingnya
fungsi utilitas kawasan terbangun , dengan menggunakan konsep debit rencana
banjir/kekeringan
Mitigasi adalah upaya mempertahan keberlanjutan sumber air di daerah Aliran Sungai,
bentuk konkrit upaya mitigasi pengendalian air (Kuantitas /kualitas ) secara undirect :
penerbitan peraturan/UU pengendalian limpasan/pencemaran air dan direct : Insentif &
dissentif, sbb: yang dapat dilakukan dengan perencanaan tata ruang : seperti Keppres No.114
1999 KawasanKonservasi Bopuncur), UU Kehutanan No 41 tahun 1999 , pengendalian
pencemaran air , sbb:
1. Un Direct (Tak langsung ): penerbitan UU dan Peraturan terkait pengendalian
lingkungan air.
• UUD fasal 33 ayat 3 : Air tanah dikuasai negara .... untuk kepetingan orang banyak
• UU no 26 th. 2007 tentang Penataan ruang
• UU no 7 th 2004 tentang Sumber daya air
• UU Kehutanan No.41 Tahun 1999 Pasal 18 Ayat 2 yang menyatakan bahwa: ‘…..luas
hutan
suatu DAS minimal 30% dengan sebaran yang proporsional’.
• UU Lingkungan hidup / PP Amdal
• PP 82 tahun 2001 tentang Kualitas air : air baku minun klas 1
• PP No. 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Pasal 8 ayat
2
Pemenrintah (pusat & daerah) menjamin Ketersediaan air baku ( kuantitas & kualitas )
memenuhi baku mutu air
• PP No 37 TAHUN 2010 ttg Bendungan pasal 45 ayat 5 . Pola operasi waduk harus ditinjau
kembali dan dievaluasi paling sedikit 1 (satu) kali dalam waktu 5 (lima) tahun.
• Keppres 114 th 1999 Kawasan Konservasi air dan tanah Bopuncur
2. Direct (Langsung ) : Insentif dan Dissentif ( pinalti, denda)
2.4. DEBIT RENCANA INFRASTRUKTUR SUMBER DAYA AIR
Komponen siklus Hidrologi berkarakter acak ( Variabel acak) adalah suatu kejadian
dimana besarannya tidak menentu dalam proses ruang dan waktu yang terukur melalui
pengamatan (pos hujan atau pos duga air) , hal ini mengantar para ahli meneliti perilaku debit
air historikal untuk dapat mengetahui ambang batas besaran kejadian debit air masa depan.
Pengendalian banjir dan kekeringan ke masa depan , ditempuh langkah “adaptasi” dengan
pendekatan konsep debit rencana . Hubungan Keandalan keberhasilan dan periode ulang
diekspresikan, sbb: (1-P )= 1/R , dimana : P= keandalan /keberhasilan komponen Hidrologi
( %)dan R= periode Ulang kejadian.
Misalnya : Suplai sumber air untuk memenuhi sektor irigasi : keandalan/ keberhasilan P= 80
% maka ekivalen dengan periode Ulang (R = 100/20 = 5 thn ), berarti dalam selang 100
(seratus ) tahun terjadi 20 kali dan setiap 5(tahun) terjadi 1(satu) kali nilai ambang batas
dilampaui.
Pengendalian banjir & kekeringan :
Drainase mikro ( Drainase permukiman perkotaan) : QR= 2-15 tahun
Drainase makro ( Drainase alamiah –sungai ) : QR =20-50 thn
Drainase Rel Kereta api/ Jalan TOL :QR=50 thn
Drainase bandara udara : Q R= 50 -100 tahun
Spill way waduk QR = 50 -100 thn
Intake air baku untuk sektor irigasi : QR =5 thn
Intake air baku untuk sektor DMI ( Domestik ,Municipallity ,industri) : QR= 10-20 thn.
2.5. FUNGSI HIDROLOGI LAHAN
2.5.1. Indikator Konversi Lahan
Massa air adalah tetap dalam Ruang hidrologi dimana Curah hujan jatuh dipermukaan
tanahterdistribusi menjadi : P = I+ R dimana berturut –turut P adalah curah hujan , I adalah
fraksi air hujan tertahan dibawah permukaan tanah dan R adalah fraksi air hujan menjadi
limpasan air permukaan . Perubahan tutupan lahan alami (lihat Gambar 3 ), dari hutan
berturut-turut menjadibudidaya , permukiman pedesaan dan urban berdampak semakin besar
R pada musim hujan dan sebaliknya I dalam tanah semakin kecil (input ) sehingga
penyimpanan air tanah (S ) semakin kecil
Hal ini berpengaruh pada besaran aliran air tanah (output) terutama limpasan aliran tanah
menyentuh permukaan bebas (B**) seperti : mata air dan aliran dasar sungai
Dari hukum kekekalan masa air , ketersediaan sumber air sangat tergantung sejauh mana
massaair hujan tersimpan menjadi cadangan air tanah (I= P-R), sehingga persamaan
ketersediaan air ,dapat dituliskan sebagai berikut:
S = I – E – B* - B**
Ketersediaan air alamiah bertahan apabila jumlah air hujan tertahan di permukaan tanah
(I) , lebih besar daripada evapotrapirasi potensial (E) : I > E sehingga pengendalian konversi
tutupan lahanperlu lebih dicermati dimasa depan.
Hujan yang jatuh dipermukaan bumi relatif konstan dan tunduk pada hukum kekekalan
massa air saat keseimbangan massa P = I+R dibuat non dimensi maka persamaan massa air:
IK + C= 1 dimana:
IK = fraksi massa air hujan tertahan dalam tanah selanjut disebut indekskonservasi
C= fraksi masa air hujan menjadi limpasan air permukaan selanjut disebut C= Koefisien
run off.
Melalui ekosistem alam dari masa ke masa tutupan lahan yang bertahan terhadap alam
(iklim)
adalah tanaman keras (hutan) kemudian oleh sentuhan peradaban manusia tutupan lahan
mengalami konversi lahan secara suksesif menjadi lahan budidaya, permukiman dan urban
diekspresikan IkC ( indeks konservasi aktual ) . Indeks konsercasi alam ( IkA) menjadi
budidaya pertanian,permukiman dan urban Metropolitan ( IKc ) menimbulkan degradasi
penyimpanan air (tersimpan air hujan ) dibawah permukaan tanah Maka IK digunakan
sebagai instrumen pengendalian konversi lahan di kawasan konservasi air .(Keppres No 114
Kawasan konservasi Bopuncur)
2.5.2. Indeks Konservasi
Indeks Konservasi Alami (IKA) digunakan sebagai indikantor konversi lahan , yaitu
koefisien
yang menunjukkan kemampuan yang alami pada suatu wilayah untuk menyerap air
hujan yang jatuh
ke permukaan tanah sebelum ada sentuhan peradaban manusia.
Indeks Konservasi Aktual (IKC), yaitu suatu koefisien yang menunjukkan kemampuan
lahan yang terkonversi oleh kegiatan manusia (aktual) pada suatu wilayah untuk
menyerap air hujan yang jatuh ke permukaan tanah ( Keppres 114/99)
Indeks Konservasi pada persamaan tersebut ,dibedakan menjadi IKA dan IKC,yaitu :
( ) A A IK F Y
( ) C C IK F Y
dimana :YA = f (curah hujan, jenis batuan, jenis tanah, morfologi & topografi)
YC = f (curah hujan,jenis batuan, jenis tanah, morfologi&topografi,tutupan lahan)
dimana : YA = variabel besaran konservasi alami
X1= variabel hujan
X2= variabel batuan
X3= variabel jenis tanah
X4= variabel morfologi dan topografi
a,b,c,d = koefisien partial ketergantungan korelasi antar variabel
12 = koefisien korelasi antar variabel
E = faktor koreksi
R = koefisien determinasi (0,5 < R <1)
Evaluasi kondisi pemanfaatan ruang dalam suatu kawasan dapat dilihat dari perbandingan
nilai IKC dan nilai IKA yang dapat dibedakan seperti pada tabel 2.2 digunakan sebagai
pedoman dalampengendalian pemanfaatan ruang maka dilakukan proses diskretisasi variabel
–variabel yang mempengaruhi dari indeks konservasi ,dapat dibagi 3(tiga) klas atau 5(lima)
klas .
Apabila dalam evaluasi suatu kawasan ternyata terdapat pemanfaatan lahan yang tidak sesuai
(IKC < IKA) maka terdapat beberapa upaya untuk merehabilitasi fungsi konservasi agar (IKC
+ Ik ) IKA, upaya memperbaiki dengan Ik yaitu dapat dilakukan dengan pendekatan
vegetatif dan non vegetatif
(rekayasa teknologi ).
Tabel 2.2 Penilaian kondisi kawasan terbangun dengan Indeks Konservasi
Keberhasilan pengendalian air keberlanjutan air di DAS tercapai apabila IkC + __k > IkA
dengan demikian win-win solution dapat tercapai antara kepentingan kawasan Hulu dan kawasan
Hilir.
Sedangkan pengendalian kawasan lahan terbangun, dilaksanakan dengan pengendalian
fungsi hidrologi lahan ( IK): antara lain Pengendalian luas bangunan terbangun (BCR) dan dengan
vegetatif dan non vegetative(rekayasa engineering). Upaya rekayasa engineering , antara lain :
Sumur resapan , waduk resapan dan implementasi pengembangan sistim drainase lingkungan . Ide
paling sederhana dalam konservasi di lahan terbangun disebut zero limpasan. Zero limpasan
adalah suatu upaya konservasi di lahan terbangun dengan mengendalikan limpasan air hujan
dalam suatu persil atau kawasan supaya tidak ada air hujan yang melimpas keluar .
BAB III
ANALISA
PEMBANGUNAN
JAKARTA
3.1 ANALISA HIDROLOGI
Fenomena banjir dan intrusi air laut merupakan fenomena siklus hidrologi air dalam
ruang danwaktu, selayaknya diteliti dengan kaidah-kaidah ilmu hidrologi. Ilmu hidrologi
diartikan sebagai ilmuyang memperlajari pergerakan air di muka bumi baik kualitas dan
kwantias dalam ruang dan waktu.
Sumber air adalah sumberdaya alam yang kualitasnya dapat diperbaharui melalui
siklushidrologi,dipengaruhui oleh iklim, tergantung faktor kosmik, regional dan lokal
membentuk rezim hidrologi,berkarakter acak dan stokhastik, dan di pesisir pantai landai
pengaliran air ke laut merupakan fenomena deterministik. Pengaruh iklim terhadap rezim
hidrologi tercatat berturut-turut melalui pos hujan, pos duga debit air, dan pos observasi
elevasi muka laut ( Lihat Gamb 3.1 ).
Gambar 3.1.: Kawasan Pesisir Jakarta- DAS Ciliwung Hulu –Bopunjur
Gambar 3.2. Observasi Debit air Pos Sugutamu DAS Ciliwung Bopuncur (1979-2009)
Gambar 3.3 Pasang Surut laut sepanjang tahun 2007 di Stasiun Tanjung Priok
3.2. DEGRADASI REZIM HIDROLOGI DAS HULU
3.2.1.Degradasi Fungsi Hidrologi Lahan
Koefisien air limpasan selama 30 tahun di DASCiliwung cenderung meningkat,
disebabkan konversi lahan sukseksif dari hutan, ke budidaya,dan pemukiman berakibat pada
Kenaikan koefisien limpasan berarti air yang jatuh dipermukaan tanah akan semakin banyak
menjadi limpasan daripada yang terinfiltrasi ke dalam tanah ( Ik= 1- C) lihat Gambar
3.2. Gamb 3.2 : Degradasi Fungsi Hidrologi Lahan di DAS Ciliwung –Bopunjur
3.2.2. Ekstrimitas Hujan wilayah
Pada musim kemarau ditemukan cura hujan wilayah semakin menurun pada bulan
Agustus dan September dan sebaliknya musim penghujan hujan wilayah semakin tinggi pada
bulan Februari ditunjukkan pada Gambar 3.4.
Gamb 3.4 : Tendesi Hujan Wilayah 5 tahun di DAS Ciliwung-Bopunjur
Pengaruh perubahan iklim dan konversi lahan di DAS Ciliwung, diteliti dengan
penelusuran debit rata-rata 5 tahunan pos duga air Sugutamu dari tahun 1982-2007
menunjukkan semakin besar debitair mengalir ke Jakarta. Didapatkan kesimpulan sebagai
berikut : Pada musim penghujan , debit air Sungai Ciliwung Hulu-Bopuncur - Posduga air
Sugutamu ,hasil pengolahan dengan metoda moving average 5 tahunan, didapatkan
hujanwilayah ekstrim pada bulan Februari semakin membesar sedangkan debit minimum
didapatkanpada bulan Agustus dan September
3.2.3.Degradasi Debit Rencana
Ekstrimitas debit air di 2(dua) Pos debit cenderung meningkat terutama pos Sugutamu
menunjukan peningkatan signifikan. Debit ekstrim minimum di Pos Katulampa, Kp.Kelapa
dan Ratujaya menunjukkan penurunan kecuali di Pos Sugutamu terlihat ada peningkatan
sedikit karena posisi pos di komplek perindustrian wilayah Depok yang memberikan
kontribusi terhadap peningkatan debit.
Hasil selengkapnya ditunjukkan pada Gambar 3.6 dan Gamb 3.7
Gambar 3.6 . Ekstrim Debit air di DAS Hulu Ciliwung Bopunjur 1979-2009
Perubahan watak aliran di pos Sugutamu ditandai dengan semakin menurunnya aliran
dasar (baseflow) sebagai pengaruh degradasi fungsi hidrologi lahan di DAS Ciliwung Hulu –
Bopunjur .
Degradasi Watak aliran selama 30 tahun terakhir menunjukan fenomena ekstrimitas
debit aliran tercatat di pos Duga Sugutamu pada ekstrim musim kering dan banjir di musim
basah, lihat Gambar
3.7. Gambar 3.7 : Degradasi Debit rencana banjir /kekeringan di DAS Ciliwung_Hulu
Terjadi penurunan ambang batas debit kering R-10 untuk Air baku di Pos Sugutamu
Ciliwung
• Debit rencana Kering (1979-1989) 200,74 L/detik
• Debit rencana Kering (1990-1999) 190,50 L/det
• Debit rencana Kering Harian(1999-2009)187,91 L/det
Sedangkan debit rencana banjir R-5 dari DAS Ciliwung ke pesisir Jakarta meningkat:
• Debit rencana Banjir (1979-1983) 484,5 M3/det
• Debit rencana Banjir (1984-1989) 510,9 M3/det
• Debit rencana Banjir (1990-1994) 635,4 M3/det
• Debit rencana Banjir (1995-1999) 716,2 M3/det
• Debit rencana Banjir (2000-2004) 600,3 M3/det
• Debit rencana Banjir (2005-2009) 1117,2 M3/de
Debit Rencana Banjir R-5 kurung 1979 sd 1999 meningkat terus kecuali periopde 2000-2004
tendesi menurun dengan terbitnya Keppres 114 tahun 1999 dan seterusnya menaikan tajam
periode 2005 -2009.
Gambar 3.8 : Perubahan Garis Pantura Jakarta, Teluk Jakarta
Dari overlay peta upaya pemberdayaan lahan dipesisir pantai utara Jakarta,didapatkan
penambahan daratan di kawasan Pantura Metropolitan Jakarta bertambah 458,6 Ha (rentan
tahun2000 - 2010 ) dan rencana Reklamasi Pantura RTRW 2015 dengan lebar 2-2,5 km
kearah laut seluas 2700,7 ha ( Lihat Tabel 3.1 ,Gamb 3.8 dan Gamb 3.9 ).
Gambar 3.8 : Perubahan Garis Pantura Jakarta, Teluk Jakarta
Gamb 3.9. Kondisi Garis Pantai 1991 , 2003 2007 /2010 dan 2015
Kec Penyaringan Citra satelit ,Nicco Plamonia (2010)
3.3.2. Kenaikan Muka air Laut
Naiknya muka laut rata‐rata dipengaruhi perubahan iklim akibat fenomena pemanasan
global yang memberikan dampak cukup serius bagi iklim dunia. Salah satu dari dampak
pemanasan global adalah mencairnya lempeng es di Antartika, Greenland dan gletser di
benua. Pencairan es ini menyebabkan kenaikan muka laut. Peningkatan muka laut (sea level
rise/SLR) di Teluk Jakarta diketahui sebesar 0,575 cm/th seperti yang ditunjukkan pada
gambar 3.10
Gambar 3.10. Kenaikan Muka Laut Rata-rata (Nicco Plamonia,2010)
3.3.3. Penurunan Muka Tanah
Laju penurunan muka tanah rata-rata dari tahun 1985-2010 untuk Kecamatan Penjaringan
sebesar -4.866 cm/th, Kecamatan Pademangan sebesar -4.157 cm/th, Kecamatan Tanjung
Priok sebesar -3.49 cm/th, Kecamatan Koja sebesar -3.162 cm/th, dan Kecamatan Cilincing -
2.65 cm/th. KecamatanPenjaringan memiliki laju penurunan muka tanah tertinggi hal ini
mengakibatkan tingginya genangan di wilayah Kecamatan Penjaringan pada saat banjir dapat
mencapai 3-9 m (Posko Banjir JakartaUtara, 2007)
Gambar 3.11. Laju penurunan muka tanah di pesisir Pantura Jakarta (Nicco Plamonia,2010)
Laju Subsindens permukaan tanah di pesisir pantura Jakarta dari 1985 sd 2010 (Bappedal &
Dinas PU Jakarta ) menggunakan intrumen statistik dari data time series ,diperoleh
penurunan muka tanah berturut-turu di kacamatan Penyaringan - 4,87 cm/thn ,Pademangan -
4,16 cm/thn , Tanjung Priok 3,49 cm/thn , Koja 3,16 cm/thn dan cilincing 2,65 cm/thn.
3.4. SIMULASI ANCAMAN BANJIR DI PESISIR PANTURA JAKARTA
3.4.1.Boundary Condition Banjir 2007
Untuk mengetahui dampak pengaruh iklim dan perubahan garis pantai terhadap fenomena
banjir di pesisir pantura Jakarta. Perlu dilakukan simulasi aliran permukaan bebas dengan
kiriman banjir dari hulu,terukur di DAS Ciliwung Hulu-Bopunjur yakni pos Sugutamu -
Depok pada kejadian banjir dan fluktuasi muka laut Jakarta Febuari 2007.
ModelDeterministik Aliran permukaan bebas di trapkan pada DAS Ciliwung dan pesisir
Pantura Jakarta (Lihat Gamb 3.12 dan Gamb 3.13)
Gambar 3.12.: Kawasan Pesisir Jakarta- DAS Ciliwung Hulu –Bopunjur
NB : Grid 37.5 Km ( point Djakarta Loyd), Grid 39 Km ( point Sunda Kelapa) ,Grid 40 Km
(point Pantai Mutiara)
Gambar 3.13 : Grid dan reklamasi Pesisir pantura Jakarta
3.4.2.Skenario Simulasi Model Gelombang Banjir dipesisir pantura
Simulasi Boundary condi tion Banjir 2007 & Garis Pantai Jakarta 1991 (Tanpa Reklamasi)
Simulasi Boundary condi tion Banjir 2007 & Garis Pantai 2010
Simulasi Boundary condi tion Banjir 2007 & Garis Pantai Jakarta 2015
Simulasi Boundary condi tion Banjir 2007 & Garis Pantai Jakarta 2010 + SLR 5 Tahun
Simulasi Boundary condi tion Banjir 2007 & Garis Pantai Jakarta 2010 + SLR 50 Tahun
Simulasi Boundary condi tion Banjir 2007 & Garis Pantai Jakarta 2015 Tanpa Kenaikan
Muka Laut
Gamb.3.8. 3.9 dan 3.13 ) dan Kenaikan Muka Laut Rata-rata (Gambar 3.10.)
3.4.3. Sensibilitas tinggi & Kecepatan Gelombang Banjir di pantura Jakarta Laju
Reklamasi
(1991,2010 & 2015) vs naiknya muka air laut (5,50 thn )
Kondisi garis pantai 2010 ( reklamasi 458,7 ha) meningkatkan rata-rata taraf muka air sekitar
3.6% - 43.16 % atau sekitar 0.02 – 0.95 m pada grid pengamatan 40.5 km dari saluran pada
saat garis pantai 1991. Profil muka air di muara lama (40,5 km) menjadi meningkat dan
tinggi puncak gelombang banjir pada kondisi reklamasi semakin tinggi dari pada sebelum
reklamasi (1991) hal ini disebabkan karena aliran melambat sehingga memerlukan waktu
yang lama untuk membuangke laut.
Berdasarkan hasil simulasi perlambatan kecepatan berkisar antara 0 % - 15.63 % atau
sekitar 0.00 m – 0.05 m dari kecepatan pada saat garis pantai masih sama dengan kondisi
garis pantai 1991 Hal ini yang dapat meningkatkan banjir dan genangan di pesisir. Semakin
panjang.Penambahan profil sungai ke arah laut maka semakin menghambat pembuangan air
ke laut dan semakin meningkatkan banjir dan genangan di kawasan pesisir. Laju reklamasi
thn 2010 seluas 458,6 ha ditambah Sea Level Rise 5 Tahun meningkatkan taraf rata-rata
muka air 41% - 60.79% sekitar 0.23 m – 1.34 m dan perlambatan kecepatan pada tahun 2015
sekitar 50 % - 57.81 %(0.01 m/detik – 0.19 m/detik). Laju Reklamasi thn 2010( reklamasi
458,7 ha) ditambah Sea LevelRise 50 tahun ditambah pengaruh kenaikan muka laut 5 tahun
meningkatkan taraf muka air 46.57
% - 60.79 % sekitar 0.26 m – 1.39 m dan perlambatan kecepatan sekitar 66.67 % - 71.88 %
atau 0.01 m/detik – 0.23 m/detik. Bila reklamasi diteruskan 2015 seluas 2707 ha akan
meningkatkantaraf muka air 0.32 m sampai dengan 1.54 m sekitar 56.47 % - 70.0 % dan
perlambatan kecepatan 0.01 m/detik – 0.25 m/detik sekitar 75 % sampai 78.91 %.
Gambar 3.15. Simulasi Perbandingan (A). Sensitifitas Tinggi Muka Air dan (B). Kecepatan
Aliran di
Grid 37.5 Km ( point Djakarta Loyd)
Gambar 3.16.Simulasi Perbandingan (A). Sensitifitas Tinggi Muka Air dan( B).
Kecepatan Aliran di Grid 39 Km ( point Sunda Kelapa)
Gambar 3.17. Perbandingan (A). Sensitifitas Tinggi Muka Air dan (B). Kecepatan Aliran
di Grid 40 Km (point Pantai Mutiara)
BAB 4
PEMBAHASAN PENEMUAN PENTING
IV. PENEMUAN-PENEMUAN PENTING.
Temuan-temuan penting yang diperoleh terhadap penelitian degradasi infrastruktur SDA
di kawasan pesisir Pantura Jakarta- DAS Ciliwung adalah sebagai berikut:
a) Semakin meluasnya genangan di pesisir pantura Jakarta , disebabkan :
degradasi debit rencana dari DAS Ciliwung Hulu di pos Sugutamu (1979-2010),
Laju Subsindens permukaan tanah di pesisir pantura Jakarta dari 1985 sd 2010
Perbandingan laju reklamasi berturut –turut 457,68 Ha (2010) dan 2707 ha (RTRW
2015)
.
b) Simulasi Gelombang tinggi muka banjir dengan laju reklamasi dibandingkan kenaikan
muka air laut , di pesisir Pantura Jakarta sbb:
Skenario laju reklamasi ( 2707 ha ) sesuai RTRW 2015 tanpa memperhitungkan
kenaikanmuka air laut diperoleh kenaikan muka air banjir maksimum lebih tinggi
dibanding reklamasi 2010 ( 458 ha ) dengan kenaikan SLR 50 tahun kedepan ,
Dengan kata lain skenario reklamasi RTRW 2015 ( 2707 Ha) kenaikan muka banjir
naik 70 % dari muka air banjir tanpa reklamasi (1991) sedangkan skenario reklamasi (458
ha) tahaun 2010 + SLR 50 tahun kenaikan muka banjir naik 63,16 % dari muka banjir
tanpa reklamasi(1991)
Bila rencana reklamasi diteruskan sesuai RTRW 2015( 2707 ha) dan diperhitungan
naiknya
muka air laut maka tinggi muka air banjir semakin parah sebagai dampak kecepatan
gelombang banjir semakin lambat .
Tabel 1 :Perbandingan kenaikan muka air banjir di pesisir Jakarta oleh reklamasi vs
kenaikan muka air laut pengaruh “Climat Change “C)
Bila Degradasi Rezim Hidrologi berlangsung terus : degradasi lahan di DAS Hulu (debit
banjir
R-5 meningkat non linair ) dan degradasi di hilir teluk Jakarta : kenaikan muka laut & laju
reklamasi berlangsung terus dan exploitasi air tanah tidak dihentikan maka Jakarta semakin
rentan terhadap banjir pada musim ekstrim basah & Rob, intrusi air laut semakin jauh
merambat
ke daratan.
d) Laju Intrusi air laut semakin merambat ke daratan ,disebabkan perbedaan muka air statis
antara muka air dan muka air tanah semakin tinggi sehingga vektor kecepatan rambatan air
laut ke daratan semakin besar, dimana:
Kenaikan muka air laut 0,575 mm/tahun
Exploitasi air tanah berlebihan semakin turun permukaan air tanah
Imbuhan air aquifer dari daerah tanggapan semakin kecil ( Ik = 1- C)
Debit rencana kering semakin kecil dari DAS ciliwung Hulu(Bopunjur)
Ancaman Rob semakin parah seiring semakin tinggi muka laut dan laju subsidence
sepanjang pesisir
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V. KESIMPULAN/SARAN
1. Sejarah bumi terdapat era pemanasan , pendinginan dan relatif stabil merupakan suatu
fenomena Alam semesta . Perubahan Iklim mempengaruhi siklus Hidrologi( Rezim Hidrologi
)disamping itu juga ditemukan eksploitasi sumber daya alam berlebihan di daratan
( Konversilahan , reklamasi pantai , eksploitasi air tanah ) mempeberat ancaman
keberlanjutan sumber air.
2. Mitigasi -Pengendalian Sumber Air dengan undirect/direct dalam rangka keberlanjutan
infrastruktur Sumber Air khususnya penataan ruang berazaskan daya dukung air sudah
saatnya di Implementasi dengan benar dan sungguh-sungguh tidak memperberat ancaman
keberlanjutan air ( Kwantitas & Kualitas ) : ancaman fenomena banjir & kekeringan,
degradasiinfrastruktur sumber air , degradasi kualitas di badan air .
3. Upaya prenvetif /antisipasi Sensibilitas perubahan data komponen Hidrologi terhadap
fungsi infrastruktur sumber air akibat pengaruh perubahan iklim & exploitasi sDA , perlu
dilakukankoreksi secara berkala sehingga dapat dituangkan dalam bentuk peraturan . contoh
PP No 37TAHUN 2010 ttg Bendungan pasal 45 ayat 5 . Pola operasi waduk harus ditinjau
kembali dandievaluasi paling sedikit 1 (satu) kali dalam waktu 5 (lima) tahun.
4. Keputusan Kep.MA No.109 K/TUN/2006, 28 Juli 2009 telah diuji aspek hukum
peraturan/perundangan yang berlaku, dan seterusnya dari kajian yang telah dilakukan serta
dituangkan dalam makalah ini, memberikan alasan akademik bahwa reklamasi tidak layak
diteruskan dalam upaya preventif semakin tenggelamnya pesisir jakarta pada kejadian –
kejadian ekstrim basah siklus Hidrologi tahun-tahun mendatang.
5. Rehabitasi infrastruktur pengendalian air, lebih diutamakan menahan air selama mungkin
daratan ( RHT , polder, waduk resapan, artificial recharge ) dan implementasi sunguh-
sunguhpengendalian air di kawasan konservasi air di DAS Ciliwung Bopunjur dan sungai-
sungai lainnya yang melintas ke teluk Jakarta yang semakin mengancam banjir di Jakarta (
Ekstrimitas debit air di DAS Pasanggrahan telah mengancam degradasi infrastruktur “Spill
waySitu Gintung “ ) dan perluapan Banjir ke kawasan pemukiman di DAS Pasanggrahan.
6. Penghentian eksploatasi air tanah , dengan Subtitusi pemakaian air tanah dengan sumber
airpermukaan dengan kebijakan peningkatan infrastruktur Air Minum Jakarta antara lain:
sumberair baku dari waduk Jatiluhur( Tamin 2008)
PUSTAKA
1.Tamin M.Zakaria Amin , Kebijakan Strategis Pengembangan Air Minum di Kawasan Andalan Kasus Jagodetabek , Peringatan
Hari Air Sedunia Kerma Dirjen CK -ITB , 2008
2.Abidin, H.Z., Djaja, R, Darmawan, D., Songsang, R. “Studi Penurunan Tanah Di DKI Jakarta Dan Bandung Dengan Metode
Survei GPS.” Proceddings of 29th Annual Convention of Indonesian Association of Geologists. Bandung, 21-22 November,
2000.
3.Priyambodo, B. “Banjir Di Daearah Pantai Yang Mengalami Penurunan Tanah Dan Dipengarui Oleh Peningkatan Muka Air
Laut.” Disertasi S3, Jurusan Teknik Sipil ITB, 2005.
4.Nelson, “Analisa Statistik Komponen Utama Hidrologi dan Pengelolaan Aktual Waduk Multiguna Kasus DAS Ciliwung-
Bopuncur.” Tesis Magister Program Studi Teknik Lingkungan ITB, 2005
5. Pujilestari, S.E. “Dampak Perubahan Iklim, Reklamasi Dan Konversi Lahan Terhadap Rezim Hidrologi Di Kawasan Andalan
(Kasus Das Ciliwung-Dki Jakarta). Thesis Magister. Program Studi Teknik Lingkungan – FTSL ITB. 2008
6.Nicco Plamonia 2010. Kajian Pengaruh Kenaikan Muka Air Laut ,Reklamasi Pantai dan Degradasi Lahan di DAS Hulu
Terhadap Banjir di pesisir Terbangun DKI Jakarta – DAS Ciliwung , Tesis Magister Teknik Teknik Lingkungan, ITB 2010
7.Awin Sabar. 27 Feb. 2009. Perubahan Iklim, Konversi Lahan dan Ancaman Banjir dan Kekeringan I Kawasan Terbangun.
Pidato Ilmiah Guru Besar MGB-ITB Pogram Studi Teknik Lingkungan – FTSL ITB
8.Arwin , Tren Global Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air yang berkelanjutan , Dalam rangka Diskusi Pakar
Perumusan Kebijakan Eco-Efficient Water Infrastructure Indonesia. Direktorat Pengairan dan Irigasi ,Desember Bapenas
2009
9. Arwin , Penataan ruang berbasis pasar vs keberlanjutan sumber air , Focus Group Discussion Rekayasa Teknis Penataan
Ruang terkait Intrusi Air Laut dan Reklamasi - Kementrian Koordinator Bidang Perekomian Republik Indonsesia 27 Sept
10