Download - SGD 1 Seminar Jurnal
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses menua (aging) merupakan proses yang terus-menerus (berlanjut
secara alamiah) yang dimulai sejak lahir dan umumnya dialami oleh semua
makhluk hidup. Perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia dapat mengenai
sistem muskuloskeletal, yaitu rasa nyeri sendi pada ekstremitas bawah
adalah keluhan yang paling sering muncul pada lansia (Yohanita & Dewi,
2010).
Diperkirakan pada tahun 2010 jumlah lansia di Indonesia meningkat
menjadi 19,9 juta jiwa atau 8,48% dari total penduduk Indonesia. Sekitar 80%
lansia mengalami kondisi kronis yang dihubungkan dengan nyeri dan hampir
8% orang-orang berusia 50 tahun ke atas mempunyai keluhan pada
sendinya. Nyeri sendi yang paling banyak adalah pada sendi-sendi penahan
berat tubuh (panggul, lutut dan kaki) (Yohanita & Dewi, 2010).
Beberapa kelainan akibat perubahan sendi yang banyak terjadi pada
lansia antara lain osteoartritis, artritis reumatoid, dan gout (Yohanita & Dewi,
2010). Osteoarthritis adalah kelainan degenerative kronis dengan penyebab
yang belum diketahui, ditandai denga hilangnya kartilago sendi secara
bertahap. Penyakit ini dapat mengenai satu sendi atau lebih, terutama
mengenai sendi yang menyangga berat badan seperti sendi lutut dan
panggul. Degenerasi kartilago sendi biasanya disertai dengan perubahan-
perubahan di sekitar sendi yang terkena, misalnya kelemahan otot, dan
pertumbuhan tulang baru, yang berakibat berkurangnya mobilitas dan fungsi
sendi. Program latihan yang didesain dengan baik, meliputi latihan aerobic
dan ketahanan, fleksibilitas dan mobilisasi sendi, disertai dengan pengaturan
berat badan, obat-obatan, fisioterapi, proteksi sendi, dan pembedahan
apabila diperlukan akan memperbaiki keluhan dan mengurangi dampak
osteoarthritis pada kehidupan pasien (Rachmah, 2007).
Olahraga jalan kaki merupakan salah satu olehraga aerobik yang
banyak direkomendasikan bagi lansia. Selain mudah dilakukan dan tidak
memerlukan keterampilan khusus, olahraga jalan kaki juga aman untuk
lansia karena memiliki risiko yang sangat kecil terjadinya cidera otot maupun
persendian. Berdasarkan hal tersebut kami tertarik menganalisis sebuah
jurnal yang berjudul “A four-week walking exercise programme in patients
with knee osteoarthritis improves the ability of dual-task performance: a
randomized controlled trial”.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam penulisan ini adalah sebagai
berikut:
1.2.1 Bagaimana analisis berdasarkan PICOT dari jurnal yang berjudul “A
four-week walking exercise programme in patients with knee
osteoarthritis improves the ability of dual-task performance: a
randomized controlled trial”?
1.2.2 Bagaimanakah analisis jurnal yang berjudul “A four-week walking
exercise programme in patients with knee osteoarthritis improves the
ability of dual-task performance: a randomized controlled trial” terkait
dengan teori yang ada?
1.2.3 Apakah kelemahan dan kelebihan dari jurnal yang berjudul “A four-
week walking exercise programme in patients with knee osteoarthritis
improves the ability of dual-task performance: a randomized
controlled trial”?
1.2.4 Bagaimana implikasi keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawat
dalam mengaplikasikan teori yang dikemukakan dalam jurnal yang
berjudul “A four-week walking exercise programme in patients with
knee osteoarthritis improves the ability of dual-task performance: a
randomized controlled trial”?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui analisis berdasarkan PICOT dari jurnal yang
berjudul “A four-week walking exercise programme in patients with
knee osteoarthritis improves the ability of dual-task performance: a
randomized controlled trial”.
1.3.2 Untuk mengetahui analisis jurnal yang berjudul “A four-week walking
exercise programme in patients with knee osteoarthritis improves the
ability of dual-task performance: a randomized controlled trial” terkait
dengan teori yang ada.
1.3.3 Untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan dari jurnal yang berjudul
“A four-week walking exercise programme in patients with knee
osteoarthritis improves the ability of dual-task performance: a
randomized controlled trial”.
1.3.4 Untuk mengetahui implikasi keperawatan yang dapat dilakukan oleh
perawat dalam mengaplikasikan teori yang dikemukakan dalam jurnal
yang berjudul “A four-week walking exercise programme in patients
with knee osteoarthritis improves the ability of dual-task performance:
a randomized controlled trial”.
1.4 Manfaat Penulisan
Hasil analisis ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa
pihak, antara lain :
1.4.1 Pelayanan Kesehatan
Memberikan informasi mengenai terapi atau latihan yang dapat
diajarkan kepada pasien dengan Osteoartritis lutut maupun
keluarganya.
1.4.2 Ilmu Pengetahuan
Menambah perbendaharaan referensi mengenai terapi atau latihan
yang dapat diajarkan kepada pasien dengan Osteoartritis lutut
1.4.3 Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai terapi atau
latihan yang dapat dilakukan pada pasien dengan osteoartritis lutut,
sehingga masyarakat dapat menerapkannya di rumah.
1.4.4 Peneliti Lain
Sebagai bahan kajian pustaka bagi peneliti lain, terutama sebagai
bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian lanjutan atau
melakukan penelitian yang sejenis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Osteoarthritis
Osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi degeneratif dengan etiologi
dan patogenesis yang belum jelas serta mengenai populasi luas. Pada
umumnya penderita OA berusia di atas 40 tahun dan populasi bertambah
berdasarkan peningkatan usia. Osteoartritis merupakan gangguan yang
disebabkan oleh multifaktorial antara lain usia, mekanik, genetik, humoral
dan faktor kebudayaan. Osteoartritis merupakan suatu penyakit dengan
perkembangan slow progressive, ditandai adanya perubahan metabolik,
biokimia, struktur rawan sendi serta jaringan sekitarnya, sehingga
menyebabkan gangguan fungsi sendi. Kelainan utama pada OA adalah
kerusakan rawan sendi yang dapat diikuti dengan penebalan tulang
subkondral, pertumbuhan osteofit, kerusakan ligamen dan peradangan
ringan pada sinovium, sehingga sendi yang bersangkutan membentuk efusi.
Osteoartritis diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu OA primer dan OA
sekunder. Osteoartritis primer disebut idiopatik, disebabkan faktor genetik,
yaitu adanya abnormalitas kolagen sehingga mudah rusak. Sedangkan OA
sekunder adalah OA yang didasari kelainan endokrin, inflamasi, metabolik,
pertumbuhan, mikro dan makro trauma, imobilitas yang terlalu lama serta
faktor risiko lainnya, seperti obesitas dan sebagainya (Soeharyo & Henry,
2007).
2.2 Tanda dan gejala (Soeharyo & Henry, 2007)
Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang
dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan.
Berikut adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA :
a. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah
dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa
gerakan dan tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang
melebihi gerakan lain. Perubahan ini dapat ditemukan meski OA masih
tergolong dini (secara radiologis). Umumnya bertambah berat dengan
semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya bias digoyangkan dan
menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah
gerakan) maupun eksentris (salah satu arah gerakan saja). Kartilago tidak
mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada sendi tidak
diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan bahwa nyeri
yang timbul pada OA berasal dari luar kartilago.
Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari
nyeri yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi ( sinovitis ), efusi
sendi, dan edema sumsum tulang. Osteofit merupakan salah satu
penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit tumbuh, inervasi neurovaskular
menembusi bagian dasar tulang hingga ke kartilago dan menuju ke
osteofit yang sedang berkembang. Hal ini menimbulkan nyeri. Nyeri dapat
timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat sendi. Sumber
nyeri yang umum di lutut adalah aakibat dari anserine bursitis dan
sindrom iliotibial band.
b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan
dengan pertambahan rasa nyeri.
c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau tidak
melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam
waktu yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari.
d. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala
ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa
perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau
dokter yang memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi
dapat terdengar hingga jarak tertentu.
a. Pembesaran sendi (deformitas)
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar.
b. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi
yang biasanya tidak banyak (< 100 cc) atau karena adanya osteofit,
sehingga bentuk permukaan sendi berubah.
c. Tanda-tanda peradangan
Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan
gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan) dapat dijumpai
pada OA karena adanya synovitis. Biasanya tanda-tanda ini tidak menonjol
dan timbul pada perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering
dijumpai pada OA lutut.
d. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan
ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien
lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi
tumpuan berat badan terutama pada OA lutut.
2.3 Penatalaksanaan (Soeharyo & Henry, 2007)
Pengeloaan OA berdasarkan atas sendi yang terkena dan berat ringannya
OA yang diderita. Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu:
Terapi non-farmakologis
a. Edukasi
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien
dapat mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya,
bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar
persendiaanya tetap terpakai.
b. Terapi fisik atau rehabilitasi
Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini
dilakukan untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai
dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit.
Latihan adalah jenis aktivitas fisik yang direncanakan, terstruktur
dengan gerakan yang berulang untuk mempertahankan atau
memperbaiki kesehatan dan kebugaran jasmani (Kozier dkk, 2004).
Banyak strategi untuk memperbaiki kebugaran dan aktivitas fisik pada
lansia, antara lain dengan cara memperbaiki satu tahap saja dari
keadaan aktivitas sebelumnya. Lansia yang sebelumnya kadang aktif
menjadi dapat melakukan aktivitas teratur dan yang sebelumnya telah
melakukan aktivitas teratur kemudian melakukan olahraga secara
teratur (Darmojo & Martono, 2004). Edward dan Larson (cit. Darmojo &
Martono, 2004) menyatakan bahwa :
1. Latihan dan olah raga dengan intensitas sedang dapat memberikan
keuntungan bagi para lansia melalui berbagai hal, antara lain
pengurangan resiko fraktur peningkatan status kardiovaskuler dan
kemampuan fungsional serta proses mental.
2. Peningkatan aktivitas, hanya akan sedikit sekali menimbulkan
komplikasi.
3. Latihan dan olah raga pada lansia harus disesuaikan secara
individual, dengan tujuan yang khusus pada individu tersebut.
Perhatian khusus harus diberikan pada jenis dan intensitas latihan,
antara lain : aerobic, kekuatan, fleksibilitas dan keadaan dalam hal
apa latihan diberikan.
4. Latihan menahan beban (weight bearing exercise) yang ringan
secara intensif misalnya berjalan.
5. Lansia yang tidak aktif (sedentary) harus dirangsang untuk
melakukan latihan secara tetap.
Jenis latihan yang dapat dilakukan yaitu:
a. Latihan fleksibilitas (ROM)
Mobilitas sendi sangat penting untuk memaksimalkan ruang gerak
sendi, meningkatkan kinerja otot, mengurangi risiko cedera, dan
memperbaiki nutrisi kartilago. Latihan fleksibilitas, yang dilakukan
pada latihan fisik tahap pertama, dapat meningkatkan panjang dan
elastisitas otot dan jaringan sekitar sendi. Untuk pasien
aosteoartritis, latihan fleksibilitas ditujukan untuk mengurangi
kekakuan, meningkatkan mobilitas sendi, dan mencegah kontraktur
jaringan lunak. Latihan fleksibilitas sering dilakukan selama periode
pemanasan atau tergabung dalam latihan ketahanan atau aktivitas
aerobic.
Teknik peregangan dilakukan untuk memperbaiki ruang gerak
sendi. Latihan peregangan ini dilakukan dengan menggerakkan
otot-otot, sendi-sendi, dan jaringan sekitar sendi. Semua gerakan
sebaiknya menjangkau ruang gerak sendi yang tidak menimbulkan
rasa nyeri dan meningkatkan gerakan.
Latihan fleksibilitas dapat dimulai dari latihan peregangan tiap
kelompok otot, setidaknya tiga kali seminggu. Apabila sudah
terbiasa, latihan ditingkatkan repetisinya per kelompok otot secara
bertahap. Latihan harus melibatkan otot dan tendon utama pada
ekstremitas atas dan bawah.
b. Latihan kekuatan
Latihan kekuatan mempunyai efek yang sama dengan latihan
aerobic dalam memperbaiki disabilitas, nyeri, dan kinerja. Latihan
kekuatan ada 3 macam, yaitu: latihan isometric, latihan isotonic,
dan isokinetik. Latihan kekuatan otot secara isometric, isotonic,
maupun isokinetik dapat mengurangi nyeri dan disabilitas serta
memeperbaiki kecepatan berjalan pada pasien osteoarthritis.
Latihan isotonic memberikan perbaikan lebih besar dalam
menghilangkan nyeri. Latihan ini dianjurkan untuk latihan kekuatan
awal pada pasien osteoarthritis dengan nyeri lutut saat latihan.
Latihan isokinetik menghasilkan peningkatan kecepatan berjalan
paling besar dan pengurangan disabilitas sesudah terapi dan saat
evaluasi, sehingga latihan ini disarankan untuk memperbaiki
stabilitas sendi atau ketahanan berjalan.
Latihan isometric diindikasikan apabila sendi mengalami
peradangan akut atau senti tidak stabil. Kontraksi isometric
memberikan tekanan ringan pada sendi ditoleransi baik oleh
penderita osteoarthritis dengan pembengkakan dan nyeri sendi.
Latihan ini dapat memperbaiki kekuatan otot dan ketahanan statis
(static endurance) dengan cara menyiapkan sendi untuk gerakan
yang lebih dinamis dan merupakan titik awal program penguatan.
Peningkatan kekuatan terjadi saat kontraksi isometric dikenakan
pada otot saat panjang otot sama dengan kondisi istirahat.
Perbaikan kekuatan terutama pada sudut otot yang dilatih. Apabila
instabilitas sendi dan nyeri berkurang, program latihan secara
bertahap diubah ke latihan yang dinamis (isotonic).
Latihan kekuatan isometric harus memperhatikan tipe latihan,
intensitas, volume, dan frekuensi. Latihan sebaiknya melibatkan
kelompok otot utama. Kontraksi isometric dimulai pada intensitas
rendah. Untuk menetapkan intensitas latihan, diberitahukan pada
pasien untuk memaksimalkan kontraksi otot yang menjadi target
penguatan. Intensitas latihan dimulai sekitar 30% usaha maksimal
(maximal effort). Jika bisa ditoleransi oleh pasien intensitas
ditingkatkan secara bertahap sampai 75% kontraksi maksimal.
Kontraksi dipertahankan tidak lebih dari enam detik. Pada awalnya
satu kontraksi untuk tiap kelompok otot, kemudian jumlah
pengulangan ditingkatkan menjadi 8-10, sesuai toleransi pasien.
Pasien diinstruksikan untuk bernafas selama masing-masing
kontraksi. Jarak antar kontraksi dianjurkan 20 detik. Latihan
dilakukan dua kali sehari pada periode peradangan akut.
Selanjutnya jumalah latihan secara bertahap ditingkatkan menjadi
5-10 kali per hari, disesuaikan dengan kondisi pasien. Hal yang
harus diperhatikan adalah adanya risiko peningkatan tekanan darah
bila kontraksi dilakukan lebih dari 10 detik.
Kontraksi isotonic digunakan untuk aktivitas sehari-hari. Latihan
kekuatan isotonic memperlihatkan efek positif pada metabolism
energy, kerja insulin, kepadatan tulang, dan status fungsional pada
orang sehat. Jika tidak terdapat peradangan akut maupun
instabilitas sendi, bentuk latihan ini ditoleransi baik oleh pasien
osteoarthritis.
c. Latihan aerobic
Latihan aerobic (berjalan, bersepeda, berenang, senam aerobic, dan
latihan aerobic di kolam renang) dapat meningkatkan kapasitas
aerobic, memperkuat otot, meningkatkan ketahanan, mengurangi
berat badan, dan mengurangi konsumsi obat pada pasien
osteoarthritis. Suatu systemic review memperlihatkan bahwa latihan
aerobic efektif menghilangkan nyeri dan memperbaiki fungsi sendi.
Pemilihan aktivitas aerobic tergantung pada beberapa faktor, yaitu
status penyakit, stabilitas sendi, sumber daya dan minat pasien.
Latihan aerobic di kolam air hangat dapat mengurangi nyeri otot
dan sendi, mengurangi beban sendi, meningkatkan gerakan yang
tidak dapat menimbulkan nyeri, dan memperkuat otot-otot di
sekitar sendi yang sakit.
c. Penurunan berat badan
Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat OA.
Oleh karena itu, berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih dan
diupayakan untuk melakukan penurunan berat badan apabila berat
badan berlebih.
Terapi farmakologis
Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa nyeri yang
timbul, mengoreksi gangguan yang timbul dan mengidentifikasi
manifestasimanifestasi klinis dari ketidakstabilan sendi.
a. Obat Antiinflamasi Nonsteroid ( AINS ), Inhibitor Siklooksigenase-2
(COX-2), dan Asetaminofen
Untuk mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA lutut, penggunaan
obat AINS dan Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada penggunaan
asetaminofen. Namun karena risiko toksisitas obat AINS lebih tinggi
daripada asetaminofen, asetaminofen tetap menjadi obat pilihan
pertama dalam penanganan rasa nyeri pada OA. Cara lain untuk
mengurangi dampak toksisitas dari obat AINS adalah dengan cara
mengombinasikannnya dengan menggunakan inhibitor COX-2.
b. Chondroprotective Agent
Chondroprotective Agent adalah obat-obatan yang dapat menjaga atau
merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obat-obatan
yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam
hialuronat, kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin C, dan
sebagainya.
Terapi pembedahan
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk
mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi
deformitas sendi yang mengganggu aktivitas sehari-hari.
2.4 Walking Exercise / Latihan Jalan Kaki
Jalan kaki atau berjalan kaki merupakan salah satu bentuk aktivitas fisik
yang juga merupakan olahraga, karena berjalan kaki merupakan
serangkaian gerak yang dilakukan secara sistematis dan fungsional juga,
dalam bentuk latihan low impact. Jalan kaki dikelompokkan jenis olahraga
aerobik yaitu jenis olahraga yang dilakukan dan memerlukan oksigen
sebagai sumber energinya dan biasanya dilakukan di lapangan. Aktivitas
jalan kaki memang baru bisa disebut olahraga jika dilakukan secara
kontiniu, minimum 30 menit setiap harinya. Berjalan adalah gerakan siklis
yang diatur oleh medulla spinalis pada tingkat neuron mototris. Berjalan
diawali dengan mencondongkan badan ke depan, menyebabkan posisi
tubuh tidak stabil, kemudian melangkahkan kaki ke depan untuk
mendapatkan keseimbangan kembali (Rachmah Laksmi, 2007). Olahraga
jalan kaki merupakan salah satu olehraga aerobic yang banyak
direkomendasikan bagi lansia. Selain mudah dilakukan dan tidak
memerlukan keterampilan khusus, olahraga jalan kaki juga aman untuk
lansia karena memiliki risiko yang sangat kecil terjadinya cidera otot
maupun persendian (Lungit Wicaksono, 2011).
Teknik berjalan menurut Lungit Wicaksono (2011) adalah sebagai berikut:
1. Badan tegak kepala lurus dengan badan dan dagu ampir sejajar dengan
pundak
2. Bengkokkan lengan dan siku dengan sudut yang benar (kira-kira 90
derajat), lalu ayunkan sejajar dengan tubuh atau boleh juga sedikit
menyilang (diagonal) depan badan.
3. Kecepatan gerak lengan harus disesuaikan dan seirama dengan gerak
tungkai, gerakan tersebut bisa membantu mempercepat jalan anda.
4. Pompa lengan untuk menambah momentum jalan, namun lengan tetap
rileks dan hindari gerak lengan yang berlebihan (overacting).
5. Telapak kaki depan harus terus kontak dengan tanah sebelum ujung
kaki belakang (toe) diangkat dari tanah. Dengan kata lain, salah satu
kaki harus kontak dengan tanah. Sebab jika tidak begitu maka akan
terjadi gerakan jongging.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yohanita Pamungkas dan
Dewi Ika tahun 2010 pada lansia di Posyandu Lansia Sejahtera GBI Setia
Bakti Kediri, setelah dilakukan latihan gerak kaki (Stretching) didapatkan
mayoritas responden (lebih dari 90%) mengalami penurunan nyeri sendi
ekstremitas bawah. Latihan dilakukan dengan frekuaensi 3 atau 5 kali per
minggu secara teratur dan terus-menerus dengan lama latihan 15-30 menit.
2.5 Keuntungan Jalan Kaki
Keuntungan yang diperoleh dari jalan kaki adalah:
a. Jalan merupakan aktivitas aerobic yang sangat baik, dengan banyak
sekali manfaatnya bagi jantung, paru-paru dan peredaran darah.
b. Jalan merupakan cara yang tepat untuk mengurangi stress
c. Jalan merupakan aktivitas yang dapat mengurangi berat badan bagi
yang memerlukannya. Bagi orang-orang yang kelebihan berat
badannya, jalan kaki dapat membakar kalori yang banyaknya hamper
sama dengan jogging pada jarak yang sama dengan stress fisik yang
kecil
d. Jalan merupakan aktivitas yang dapat dikatakan bebas dari cedera,
mudah sekali dilakukan oleh telapak kaki, pergelangan kaki, tungkai,
lutut, pinggul, dan pinggang.
e. Jalan dapat dimanfaatkan untuk terapi latihan, untuk orang-orang yang
mengalami cedera persendian
f. Jalan merupakan latihan olahraga yang dapat dilakukan oleh orang dari
berbagai macam usia, dan khususnya bagi para manula (manusia usia
lanjut) sangat baik untuk menghambat proses degenerasi (Nanang
Kusnandi, 2012).
BAB III
ANALISIS PICOT
Kami menganalisis sebuah jurnal yang berjudul “A four-week walking exercise
programme in patients with knee osteoarthritis improves the ability of dual-task
performance: a randomized controlled trial” dengan menggunakan metode
PICOT.
Populasi: Responden yang digunakan pada penelitian dalam junal ini adalah 40
orang lansia yang terdiagnosa osteoarthritis lutut, yang dipilih berdasarkan
kriteria meliputi tidak sedang mengalami kelemahan kondisi (seperti kanker yang
telah metastasis, stroke atau arthritis), tidak sedang menderita gangguan lain
pada sistem musculoskeletal atau bukan merupakan osteoarthritis sekunder,
atau tidak mengalami gangguan fungsi kognitif. Responden kemudian dibagi
secara acak menjadi 2 kelompok , yaitu kelompok “walking” dan kelompok
“control” yang masing-masing berjumlah 20 orang dengan rata-rata usia untuk
kelompok “walking” adalah 71,9 tahun dan rata-rata 73,8 tahun untuk kelompok
“control”.
Intervensi: Penelitian dalam jurnal ini bertujuan untuk mengetahui apakah
program latihan berjalan pada pasien lansia dengan osteoarthritis lutut akan
berpengaruh terhadap kemampuan mereka dalam melakukan dua kegiatan
bersamaan (dalam hal ini berjalan dan kegiatan terkait kognitif). Dalam
penelitian tersebut responden yang ada dipilih secara acak menjadi 2 kelompok
yaitu kelompok “control” dan kelompok “walking”, yang masing-masing
berjumlah 20 orang. Kedua kelompok tersebut mendapat terapi fisik dan
menerima terapi es, latihan ROM, serta latihan penguatan otot di rumah. Selain
itu untuk kelompok “walking” diminta untuk meningkatkan jumlah langkah
berjalan setiap hari hingga 3000 langkah lebih dari hasil perhitungan jumlah
langkah mereka sebelumnya. Intervensi diberikan selama 4 minggu dan jumlah
langkah dihitung setiap hari menggunakan sebuah alat pedometer yang dipasang
pada ikat pinggang reponden dan selalu digunakan kecuali ketika berada di
rumah.
Compare: Dalam penelitian ini ada beberapa hal yang dibandingkan diantara
kedua kelompok yang ada pada tahap awal pengkajian dan setelah diberikan
intervensi, yaitu parameter berjalan dan parameter lutut. Parameter berjalan
berisi perbandingan perhitungan jumlah langkah pada tahap pengkajian awal dan
setelah diberikan intervensi, perhitungan kecepatan berjalan untuk yang berjalan
saja ataupun yang dengan ditambahkan kegiatan lain terkait fungsi kognitif pada
tahap pengkajian awal dan setelah diberikan intervensi, perhitungan jumlah
pertanyaan yang mampu dijawab terkait kondisi dengan melakukan dua kegiatan
sekaligus pada tahap pengkajian awal dan setelah diberikan intervensi. Dan
untuk parameter lutut berisikan perbandingan ROM baik pada pada tahap
pengkajian awal dan setelah diberikan intervensi.
Outcome: Penelitian ini mendapatkan bahwa ada perbedaan baik dari segi
parameter berjalan maupun parameter lutut pada kedua kelompok responden.
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa latihan berjalan dapat
mengurangi nyeri yang kemudian akan meningkatkan kemampuan kognitif dan
kemampuan untuk melakukan dua kegiatan bersamaan.
Time: Penelitian ini membutuhkan waktu 1 minggu untuk pengkajian awal dan
intervensi selama 4 minggu. Untuk intervensi kedua kelompok tersebut
mendapat terapi fisik satu kali dalam seminggu dan menerima terapi es, latihan
ROM, serta latihan penguatan otot setiap hari di rumah.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Analisis jurnal terkait dengan teori yang ada
Berdasarkan teori yang ada, osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi
degeneratif dengan etiologi dan patogenesis yang belum jelas serta
mengenai populasi luas, dengan tanda dan gejala adanya nyeri sendi,
kekakuan, deformitas dan hambatan pergerakan sendi. Nyeri dan
ketidakmampuan akibat osteoarthritis pada lansia merupakan factor resiko
penting terjadinya resiko jatuh. Dalam jurnal yang kami bahas, disebutkan
bahwa di Jepang lebih dari 50% orang dengan osteoarthritis lutut mengalami
jatuh pada tahun sebelumnya, dengan estimasi jumlah kasus osteoarthritis
lutut adalah 10 juta orang yang sebagian besar adalah lansia. Karena hal
inilah penulis jurnal melakukan penelitian dengan menggunakan responden
lansia dengan osteostritis pada lutut.
Teori yang ada menjelaskan ada beberapa latihan yang dapat dilakukan
pada usia lanjut dengan osteoartritis, yaitu:
a. Latihan fleksibilitas (ROM), yang ditujukan untuk osteoarthritis dapat
mengurangi kekakuan sendi, meningkatkan mobilitas sendi, dan
mencegah kontraktur jaringan lunak. Teknik peregangan dilakukan untuk
memperbaiki ruang gerak sendi. Latihan peregangan ini dilakukan dengan
menggerakkan otot-otot, sendi-sendi, dan jaringan sekitar sendi.
b. Latihan kekuatan, yang terdiri dari latihan isometric, latihan isotonic, dan
isokinetik. Latihan kekuatan otot secara isometric, isotonic, maupun
isokinetik dapat mengurangi nyeri dan disabilitas serta memeperbaiki
kecepatan berjalan pada pasien osteoarthritis. Latihan isotonic
memberikan perbaikan lebih besar dalam menghilangkan nyeri. Latihan
kekuatan isotonic memperlihatkan efek positif pada metabolism energy,
kerja insulin, kepadatan tulang, dan status fungsional pada orang sehat.
Jika tidak terdapat peradangan akut maupun instabilitas sendi, bentuk
latihan ini ditoleransi baik oleh pasien osteoarthritis.
Latihan isometric diindikasikan apabila sendi mengalami peradangan akut
atau senti tidak stabil. Kontraksi isometric memberikan tekanan ringan
pada sendi ditoleransi baik oleh penderita osteoarthritis dengan
pembengkakan dan nyeri sendi. Latihan ini dapat memperbaiki kekuatan
otot dan ketahanan statis (static endurance) dengan cara menyiapkan
sendi untuk gerakan yang lebih dinamis dan merupakan titik awal
program penguatan. Peningkatan kekuatan terjadi saat kontraksi isometric
dikenakan pada otot saat panjang otot sama dengan kondisi istirahat.
Perbaikan kekuatan terutama pada sudut otot yang dilatih. Apabila
instabilitas sendi dan nyeri berkurang, program latihan secara bertahap
diubah ke latihan yang dinamis (isotonic).
Latihan kekuatan isometric harus memperhatikan tipe latihan, intensitas,
volume, dan frekuensi. Latihan sebaiknya melibatkan kelompok otot
utama. Kontraksi isometric dimulai pada intensitas rendah. Untuk
menetapkan intensitas latihan, diberitahukan pada pasien untuk
memaksimalkan kontraksi otot yang menjadi target penguatan.
c. Latihan aerobic, seperti berjalan, bersepeda, berenang, senam aerobic,
dan latihan aerobic di kolam renang dapat meningkatkan kapasitas
aerobic, memperkuat otot, meningkatkan ketahanan, mengurangi berat
badan, dan mengurangi konsumsi obat pada pasien osteoarthritis. Suatu
systemic review memperlihatkan bahwa latihan aerobic efektif
menghilangkan nyeri dan memperbaiki fungsi sendi.
Olahraga jalan kaki merupakan salah satu olehraga aerobic yang banyak
direkomendasikan bagi lansia. Selain mudah dilakukan dan tidak
memerlukan keterampilan khusus, olahraga jalan kaki juga aman untuk
lansia karena memiliki risiko yang sangat kecil terjadinya cidera otot
maupun persendian.
Terkait dengan jurnal yang kami bahas, penulis menggunakan latihan
berjalan yang merupakan salah satu dari bagian latihan kekuatan dan latihan
aerobic. Penulis menggunakan latihan berjalan didasari oleh alasan karena
latihan berjalan adalah salah satu latihan yang mudah dan menyenangkan
untuk dilakukan yang tidak hanya berpengaruh pada terhadap kesehatan
tetapi juga dapat mengurangi nyeri pada penderita osteoarthritis lutut, serta
berpengaruh terhadap fungsi kognitif. Selain itu penelitian dalam jurnal yang
kami bahas juga menggunakan latihan ROM, tetapi pada hasil akhir
penelitian latihan ROM yang diberikan tidak menimbulkan pengaruh yang
signifikan antara saat awal pengkajian dengan setelah diberikan intervensi.
Oleh karena itu dalam jurnal yang kami bahas dikatakan bahwa latihan
berjalan tidak memberikan kontribusi dalam mempengaruhi range of motion
dari lutut, tetapi dapat mengurangi nyeri sendi yang kemudian akan
meningkatkan kemampuan kognitif dan kemampuan untuk melakukan dua
kegiatan secara bersamaan yang terkait dengan fungsi kognitif.
Dalam teori yang telah ada sebelumnya diketahui bahwa ada beberapa
manfaat dari latihan berjalan, yaitu merupakan aktivitas aerobic yang
bermanfaat bagi jantung, paru-paru dan peredaran darah, merupakan cara
yang tepat untuk mengurangi stress, merupakan aktivitas yang dapat
mengurangi berat badan, merupakan aktivitas yang mudah dilakukan dan
dikatakan bebas dari cedera, dapat dimanfaatkan untuk terapi latihan, untuk
orang-orang yang mengalami cedera persendian dan latihan berjalan
merupakan latihan olahraga yang dapat dilakukan oleh orang dari berbagai
macam usia, dan khususnya bagi para manula (manusia usia lanjut) sangat
baik untuk menghambat proses degenerasi (Nanang Kusnandi, 2012).
Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan dalam jurnal, diketahui
bahwa latihan berjalan dapat mengurangi nyeri sendi yang kemudian akan
meningkatkan kemampuan kognitif dan kemampuan untuk melakukan dua
kegiatan secara bersamaan yang terkait dengan fungsi kognitif.
4.2. Kelemahan dan kelebihan terkait jurnal
Kelemahan dari jurnal yang kami bahas adalah ketidaksesuaian antara judul
dengan intervensi yang digunakan dalam penelitian, selain itu dalam
penarikan kesimpulan akhir dari penelitian yang dilakukan terdapat
kekurangan data yang mendukung.
Kelebihan dari jurnal yang kami bahas adalah pemilihan tema dan penelitian
yang sederhana yaitu menggunakan latihan berjalan pada lansia. Diman
latihan berjalan merupakan salah satu olehraga aerobic yang banyak
direkomendasikan bagi lansia. Selain mudah dilakukan dan tidak
memerlukan keterampilan khusus, olahraga jalan kaki juga aman untuk
lansia karena memiliki risiko yang sangat kecil terjadinya cidera otot maupun
persendian (Lungit Wicaksono, 2011).
4.3. Implementasi keperawatan
Hasil penelitian dan teori-teori yang ada menunjukkan bahwa latihan berjalan
yang merupakan bagian dari latihan kekuatan isototonik yang berpengaruh
dalam mengurangi nyeri sendi, serta mudah dan dilakukan setiap hari
sehingga cocok untuk dilakukan oleh lansia dengan osteoarthritis lutut.
Selain itu berdasarkan hasil penelitian dalam jurnal yang dibahas, diketahui
bahwa dengan mengurangi nyeri latihan berjalan akan mampu
meningkatkan fungsi kognitif sehingga bagus diterapkan pada lansia yang
cenderung mengalami penurunan kognitif karena pengaruh usia.
Impelementasi keperawatan terkait dengan manfaat latihan berjalan
berdasarkan pada teori dan hasil penelitian yang ada, berhubungan dengan
peran dan fungsi perawat, yaitu :
a. Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan
Berdasarkan pada efektifitas latihan berjalan terhadap peningkatan
kemampuan pergerakan dan pengurangan nyeri pada penderita
osteoartritis, sebagai perawat kita dapat menggunakan latihan tersebut
sebagai salah satu intervensi dalam pemberian asuhan keperawatan
yang akan diberikan kepada pasien khususnya pada lansia.
b. Peran perawat sebagai educator
Sebagai educator atau pemberi pengetahuan, perawat bisa
meningkatkan pengetahuan pasien dengan osteoarthritis khususnya
pada lansia tentang latihan berjalan yang mudah dilakukan tetapi dapat
meningkatkan kemampuan pergerakan pasien, menjelaskan keuntungan
dari latihan berjalan terhadap kondisi penyakit, mengajarkan tentang
teknik latihan berjalan yang efektif.
c. Peran perawat dalam kolaborasi
Terkait dengan pelayanan kesehatan yang akan diberikan, sebagai
perawat perlu berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk
meningkatkan kondisi kesehatan pasien, seperti berkolaborasi dengan
ahli gizi untuk meningkatkan status gizi pasien, berkolaborasi dengan
dokter dalam penatalaksaan medis terkait penyakit.
BAB V
PENUTUP
5.1.Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis terhadap sebuah jurnal yang berjudul “A four-week
walking exercise programme in patients with knee osteoarthritis improves
the ability of dual-task performance: a randomized controlled trial”, diketahui
bahwa latihan berjalan dapat mengurangi nyeri yang kemudian akan
meningkatkan kemampuan kognitif dan kemampuan untuk melakukan dua
kegiatan bersamaan lansia dengan osteoarthritis lutut. Sehubungan dengan
hal itu, implementasi keperawatannya terkait dengan peran perawat sebagai
pemberi asuhan keperawatan, sebagai educator, dan dalam kolaborasi
dengan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan,
dimana latihan berjalan ini bisa menjadi salah satu intervensi keperawatan
yang tepat yang diberikan pada lansia dengan osteoarthritis.
5.2.Saran
Berhubungan dengan penatalaksanaan berikutnya diharapkan diadakan
penelitian lebih lanjut berhubungan dengan latihan berjalan yang bisa
meningkatkan fungsi kognitif. Selain itu berdasarkan data yang ada tentang
manfaat dan fungsi latihan berjalan terhadap penderita osteoarthritis,
diharapkan latihan ini bisa dikembangkan dan diterapkan lebih lanjut untuk
perawatan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Kusnadi, Nanang. 2012. Motivasi Pria Lanjut Usia Melakukan Olahraga
Bulutangkis Dan Jalan Kaki Serta Hubungannya Dengan Kebugaran Jasmani.
Universitas Pendidikan Indonesia.
Laksmi, Rachmah. 2007. Peran Latihan Fisik Dalam Manajemen Terpadu
Osteoartritis. Yogyakarta: FIK UNY.
Lungit Wicaksono. 2011. Terapi Sederhana Menekan Gejala Penyakit
Degenerative. Universitas Pendidikan Indonesia.
Soeharyo & Henry. 2007. Faktor-Faktor Risiko Osteoartritis Lutut. Semarang:
UNDIP.
Yohanita & Dewi. 2010. Pengaruh Latihan Gerak Kaki (Stretching) Terhadap
Penurunan Nyeri Sendi Ekstremitas Bawah Pada Lansia Di Posyandu Lansia
Sejahtera Gbi Setia Bakti Kediri. STIKES RS Baptis.
SEMINAR JURNAL PENELITIAN KEPERAWATAN
“A Four-Week Walking Exercise Programme In Patients With Knee
Osteoarthritis Improves The Ability Of Dual-Task Performance: A
Randomized Controlled Trial”
OLEH : SGD I
1. Putu Krisna Siantarini (1102105004)
2. Anak Agung Ari Novia (1102105008)
3. Ni Kadek Diyantini ( 1102105023)
4. Luh Amanda Titi Suryani (1102105025)
5. Ni Luh Made Dwi Padma Sari ( 1102105026)
6. Ni Putu Nariska Rahayuni ( 1102105030)
7. Komang Asrini Widya Tri Lestari ( 1102105036)
8. I Putu Arya Sedana ( 1102105041)
9. Anak Agung Istri Dwi Mayuni ( 1102105060)
10. Ni Putu Oktariani ( 1102105066)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FALKUTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2013