Download - Sgd IV Geriatri
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis atau
progresif dimana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi, termasuk
memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar,kemampuan, bahasa,
dan penilaian kesadaran tidak terganggu. Gangguan fungsikognitif yang biasanya
disertai, kadang-kadang didahului, oleh kemerosotandalam pengendalian emosi,
perilaku sosial, atau motivasi. Sindrom terjadi pada penyakit Alzheimer, di penyakit
serebrovaskular dan dalam kondisi lain terutama atau sekunder yang mempengaruhi
otak.
Berdasarkan sejumlah hasil penelitian diperoleh data bahwa dimensia seringkali
terjadi pada usia lanjut yang telah berumur kurang lebih 60 tahun. Dimensia tersebut
dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu: 1) Dimensia Senilis (60 tahun); 2) Demensia
Pra Senilis (60 tahun). Sekitar 56,8% lansia mengalami demensia dalam bentuk
Demensia Alzheimer (4% dialami lansia yang telah berusia 75 tahun, 16% pada usia
85 tahun, dan 32% pada usia 90 tahun). Sampai saat ini diperkirakan +/- 30 juta
penduduk dunia mengalami Demensia dengan berbagai sebab
Pertambahan jumlah lansia Indonesia, dalam kurun waktu tahun 1990 - 2025,
tergolong tercepat di dunia. Jumlah sekarang 16 juta dan akan menjadi 25,5 juta
pada tahun 2020 atau sebesar 11,37 % penduduk dan ini merupakan peringkat ke
empat dunia, dibawah Cina, India dan Amerika Serikat. Sedangkan umur harapan
hidup berdasarkan sensus BPS 1998 adalah 63 tahun untuk pria dan 67 tahun untuk
perempuan. (Meski menurut kajian WHO (1999), usia harapan hidup orang
Indonesia rata-rata adalah 59,7 tahun dan menempati urutan ke 103 dunia, dan
nomor satu adalah Jepang dengan usia harapan hidup rata-rata 74,5 tahun).
Gejala awal gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang baru sajaterjadi, tetapi
bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan, penurunan emosi atau
perubahan kepribadian lainnya. Terjadi perubahan ringandalam pola berbicara,
penderita menggunakan kata-kata yang lebih sederhana,menggunakan kata-kata
yang tidak tepat atau tidak mampu menemukan kata-katayang
tepat.Ketidakmampuan mengartikan tanda-tanda bisa menimbulkankesulitan dalam
1
mengemudikan kendaraan. Pada akhirnya penderita tidak dapatmenjalankan fungsi
sosialnya.
Demensia banyak menyerang mereka yang telah memasuki usia lanjut.Bahkan,
penurunan fungsi kognitif ini bisa dialami pada usia kurang dari 50tahun. Sebagian
besar orang mengira bahwa demensia adalah penyakit yanghanya diderita oleh para
Lansia, kenyataannya demensia dapat diderita oleh siapasaja dari semua tingkat usia
dan jenis kelamin. Untuk mengurangi risiko, otak perlu dilatih sejak dini disertai
penerapan gaya hidupsehat.
Kondisi ini tentu saja menarik untuk dikaji dalam kaitannya dengan masalah
demensia. Betapa besar beban yang harus ditanggung oleh negara atau keluarga jika
masalah demensia tidak disikapi secara tepat dan serius, sehubungan dengan
dampak yang ditimbulkannya. Mengingat bahwa masalah demensia merupakan
masalah masa depan yang mau tidak mau akan dihadapi orang Indonesia dan
memerlukan pendekatan holistik karena umumnya lanjut usia (lansia) mengalami
gangguan berbagai fungsi organ dan mental, maka masalah demensia memerlukan
penanganan lintas profesi yang melibatkan: Internist, Neurologist, Psikiater,
Spesialist Gizi, Spesialis Rehabilitasi Medis dan Psikolog Klinis.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Menjelaskan tentang permasalahan-permasalahan yang ada di scenario.
2. Menjelaskan tentang LO yang ada di skenario.
3. Menjelaskan tentang Diagnosa Banding dari skenario.
1.3 TUJUAN
Diharapkan agar mahasiswa/mahsiswi Fakultas Kedokteran Universitas
Islam Al-Azhar dapat mengerti tentang permasalahan-permasalahan yang ada di
skenario “PIKUN” sehingga dapat mempermudah mahasiswa/mahasiswi untuk
mengikuti perkuliahan selanjutnya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. SKENARIO I
Seorang anak membawa ibunya yang berusia 65 tahun datang ke seorang dokter untuk
berkonsultasi masalah yang sedang terjadi pada ibunya belakangan ini. Menurut si anak
beberapa hari yang lalu ibunya tiba-tiba lupa jalan pulang dari pasar, bahkan ketika
ditanya alamat rumahnya si ibu mengatakan tidak ingat sama sekali. Belakangan ini si
ibu juga lebih sering murung dan sulit mengontrol emosi serta lebih sering menyendiri.
Gejala ini dirasakan semakin lama semakin parah, bahkan saat ini si ibu mulai kesulitan
untuk membaca dan menulis. Kemudian si anak bertanya kepada dokter, apakah
keadaan ini ada hubungannya dengan penyakit stroke yang pernah di alami ibunya 2
tahun yang lalu?
2.2 PERMASALAHAN :
1. Apakah ada hubungan usia dengan gejala yang dialami pasien saat ini?
2. Apakah ada hubungan antara riwayat penyakit stroke pada pasien dengan
keluhan yang sekarang?
3. Bagaimana patofisiologi terjadinya lupa ingatan pada pasien dalam skenario?
4. Bagaimanakah penatalaksanaan pada pasien dalam skenario?
2.3 PEMBAHASAN :
1. Usia, merupakan faktor risiko bagi semua jenis demensia termasuk Alzhaimer,
bertambah tinggi usia bertambah besar kemungkinanmenderita demensia, karena
terjadi penurunan pungsi sistem kerja tubuhseiring dengan bertambahnya usia.
2. Ada. Pasien di skenario memiliki riwayat stroke, dimana stroke merupakan salah
satu faktor resiko timbulnya demensia atau yang lebih sering disebut sebagai
demensia vascular. Hal ini berhubungan dengan infark sel-sel otak yang
diakibatkan oleh kelainan pembuluh darah otak baik pembuluh darah besar
maupun kecil. Kelainan pembuluh darah yang paling sering menyebabkan infark
sel-sel otak adalah adanya thrombus atau emboli dan pecahnya pembuluh darah
otak. Keduanya merupakan komponen patologi utama hipoperfusi sel-sel di otak
yang bila dibiarkan akan berlanjut menjadi iskemi dan infark.
3
3. Demensia dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti atrofi yang jelas pada
lobus temporal dan/atau frontal, adanya plak senilis dan neuritik, gangguan
vaskuler di otak, dll. Tapi umumnya semua hal tersebut mengakibatkan
perubahan psyco–neurokimiawi di otak. Perubahan yang paling signifikan
adalah adanya gangguan supply energi untuk metabolisme CNS yang dapat
menyebabkan penurunan glycolitik yang kemudian berturut–turut
mengakibatkan penurunan sintesa Acetyl CO enzim A yang penting untuk
sintesa Acetil Choline, penurunan aktifitas Cholin Asetiltransferase di kortek
hipokampus, maka akibatnya terjadi penurunan kadar aktifitas kholinergik.
Pada penelitian terbukti bahwa, penurunan kadar Cholin
Asetiltransferase mempunyai korelasi langsung dengan hasil test mental score /
aktifitas intelektual yang menurun dan juga peninggian jumlah plak senilis.
Aktifitas kholinergik bersumber terutama pada basal fortebrain nucleus of
mainert, locus ceruleus, dan dorsal raphe nuclei.
Secara ringkas bahwa proses demensia adalah terjadinya perubahan
neuro kimiawi yang tersebut dibawah ini :
pengurangan neurotransmitter klasik :
asetil kolin
nor adrenalin dan metabolitnya
dopamine
5 HT
pengurangan amino acid neurotransmitter : Glu., Gly., GABA
pengurangan enzim –enzim : AchE, DOPA decarboksilase, GAD., CAT
pengurangan neuro peptide : somatostatin, dll.
4. Penatalaksanaan Demensia
Langkah pertama dalam menangani kasus demensia adalah melakukan
verifikasi diagnosis. Diagnosis yang akurat sangat penting mengingat
progresifitas penyakit dapat dihambat atau bahkan disembuhkan jika terapi
yang tepat dapat diberikan. Tindakan pengukuran untuk pencegahan adalah
penting terutama pada demensia vaskuler. Pengukuran tersebut dapat berupa
pengaturan diet, olahraga, dan pengontrolan terhadap diabetes dan
hipertensi. Obat-obatan yang diberikan dapat berupa antihipertensi,
antikoagulan, atau antiplatelet. Pengontrolan terhadap tekanan darah harus
4
dilakukan sehingga tekanan darah pasien dapat dijaga agar berada dalam
batas normal, hal ini didukung oleh fakta adanya perbaikan fungsi kognitif
pada pasien demensia vaskuler. Tekanan darah yang berada dibawah nilai
normal menunjukkan perburukan fungsi kognitif, secara lebih lanjut, pada
pasien dengan demensia vaskuler. Pilihan obat antihipertensi dalam hal ini
adalah sangat penting mengingat antagonis reseptor -2 dapat
memperburuk kerusakan fungsi kognitif. Angiotensin-converting enzyme
(ACE) inhibitor dan diuretik telah dibuktikan tidak berhubungan dengan
perburukan fungsi kognitif dan diperkirakan hal itu disebabkan oleh efek
penurunan tekanan darah tanpa mempengaruhi aliran darah otak. Tindakan
bedah untuk mengeluarkan plak karotis dapat mencegah kejadian
vaskuler berikutnya pada pasien-pasien yang telah diseleksi secara hati-
hati. Pendekatan terapi secara umum pada pasien dengan demensia bertujuan
untuk memberikan perawatan medis suportif, dukungan emosional untuk
pasien dan keluarganya, serta terapi farmakologis untuk gejala-gejala
yang spesifik, termasuk perilaku yang merugikan.
Terapi Psikososial
Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan pada pasien
dengan demensia. Keinginan untuk melanjutkan hidup tergantung pada
memori. Memori jangka pendek hilang sebelum hilangnya memori jangka
panjang pada kebanyakan kasus demensia, dan banyak pasien biasanya
mengalami distres akibat memikirkan bagaimana mereka menggunakan
lagi fungsi memorinya disamping memikirkan penyakit yang sedang
dialaminya. Identitas pasien menjadi pudar seiring perjalanan penyakitnya,
dan mereka hanya dapat sedikit dan semakin sedikit menggunakan daya
ingatnya. Reaksi emosional bervariasi mulai dari depresi hingga kecemasan
yang berat dan teror katastrofik yang berakar dari kesadaran bahwa
pemahaman akan dirinya (sense of self) menghilang.
Pasien biasanya akan mendapatkan manfaat dari psikoterapi suportif
dan edukatif sehingga mereka dapat memahami perjalanan dan sifat alamiah
dari penyakit yang dideritanya. Mereka juga bisa mendapatkan dukungan
dalam kesedihannya dan penerimaan akan perburukan disabilitas serta
5
perhatian akan masalah-masalah harga dirinya. Banyak fungsi yang masih
utuh dapat dimaksimalkan dengan membantu pasien mengidentifikasi
aktivitas yang masih dapat dikerjakannya. Suatu pendekatan psikodinamik
terhadap defek fungsi ego dan keterbatasan fungsi kognitif juga dapat
bermanfaat. Dokter dapat membantu pasien untuk menemukan cara
“berdamai” dengan defek fungsi ego, seperti menyimpan kalender untuk
pasien dengan masalah orientasi, membuat jadwal untuk membantu menata
struktur aktivitasnya, serta membuat catatan untuk masalah-masalah daya
ingat.
Intervensi psikodinamik dengan melibatkan keluarga pasien dapat sangat
membantu. Hal tersebut membantu pasien untuk melawan perasaan
bersalah, kesedihan, kemarahan, dan keputusasaan karena ia merasa
perlahan-lahan dijauhi oleh keluarganya.
Farmakoterapi
Dokter dapat meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan kecemasan,
antidepresi untuk depresi, dan obat-obat antipsikotik untuk waham dan
halusinasi, akan tetapi dokter juga harus mewaspadai efek idiosinkrasi obat
yang mungkin terjadi pada pasien usia lanjut (misalnya kegembiraan
paradoksikal, kebingungan, dan peningkatan efek sedasi). Secara umum,
obat- obatan dengan aktivitas antikolinergik yang tinggi sebaiknya
dihindarkan.
Donezepil, rivastigmin, galantamin, dan takrin adalah penghambat
kolinesterase yang digunakan untuk mengobati gangguan kognitif ringan
hingga sedang pada penyakit Alzheimer. Obat-obat tersebut menurunkan
inaktivasi dari neurotransmitter asetilkolin sehingga meningkatkan potensi
neurotransmitter kolinergik yang pada gilirannya menimbulkan perbaikan
memori. Obat-obatan tersebut sangat bermanfaat untuk seseorang dengan
kehilangan memori ringan hingga sedang yang memiliki neuron kolinergik
basal yang masih baik melalui penguatan neurotransmisi kolinergik.
Donezepil ditoleransi dengan baik dan digunakan secara luas. Takrin jarang
digunakan karena potensial menimbulkan hepatotoksisitas. Sedikit data
klinis yang tersedia mengenai rivastigmin dan galantamin, yang sepertinya
menimbulkan efek gastrointestinal (GI) dan efek samping neuropsikiatrik
6
yang lebih tinggi daripada donezepil. Tidak satupun dari obat-obatan
tersebut dapat mencegah degenerasi neuron progresif.
Menurut Witjaksana Roan terapi farmakologi pada pasien demensia berupa1 :
Antipsikotika tipik: Haloperidol 0,25 - 0,5 atau 1 - 2 mg
Antipsikotika atipik:
o Clozaril 1 x 12.5 - 25 mg
o Risperidone 0,25 - 0,5 mg atau 0,75 - 1,75
o Olanzapine 2,5 - 5,0 mg atau 5 - 10 mg
o Quetiapine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
o Abilify 1 x 10 - 15 mg
Anxiolitika
o Clobazam 1 x 10 mg
o Lorazepam 0,5 - 1.0 mg atau 1,5 - 2 mg
o Bromazepam 1,5 mg - 6 mg
o Buspirone HCI 10 - 30 mg
o Trazodone 25 - 10 mg atau 50 - 100 mg
o Rivotril 2 mg (1 x 0,5mg - 2mg)
Antidepresiva
o Amitriptyline 25 - 50 mg
o Tofranil 25 - 30 mg
o Asendin 1 x 25 - 3 x 100 mg (hati2, cukup keras)
o SSRI spt Zoloft 1x 50 mg, Seroxat 1x20 mg, Luvox 1 x 50 -100 mg,
Citalopram 1
x 10 - 20 mg, Cipralex, Efexor-XR 1 x 75 mg, Cymbalta 1 x 60 mg.
o Mirtazapine (Remeron) 7,5 mg - 30 mg (hati2)
Mood stabilizers
7
o Carbamazepine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
o Divalproex 125 - 250 mg atau 500 - 750 mg
o Topamate 1 x 50 mg
o Tnileptal 1 x 300 mg - 3 x mg
o Neurontin 1 x 100 - 3 x 300 mg bisa naik hingga 1800 mg
o Lamictal 1 x 50 mg 2 x 50 mg
o Priadel 2 - 3 x 400 mg
Obat anti-demensia pada kasus demensia stadium lanjut sebenarnya sudah tak
berguna lagi, namun bila diberikan dapat mengefektifkan obat terhadap BPSD
(Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia):
Nootropika:
o Pyritinol (Encephabol) 1 x100 - 3 x 200 mg
o Piracetam(Nootropil) 1 x 400 - 3 x 1200 mg
o Sabeluzole (Reminyl)
Ca-antagonist:
o Nimodipine (Nimotop 1 - 3 x 30 mg
o Citicholine (Nicholin) 1 - 2 x 100 - 300 mg i.v / i.m.
o Cinnarizine(Stugeron) 1 - 3 x 25 mg
o Pentoxifylline (Trental) 2 - 3 x 400 mg (oral), 200 - 300 mg infuse
o Pantoyl-GABA
Acetylcholinesterase inhibitors
o Tacrine 10 mg dinaikkan lambat laun hingga 80 mg. Hepatotoxik
o Donepezil (Aricept) centrally active reversible cholinesterase inhibitor
, 5 mg 1x/hari
o Galantamine (Riminil) 1 - 3 x 5 mg
o Rivastigmin (Exelon) 1,5, 3, 4, 5, 6 mg
o Memantine 2 x 5 - 10 mg
2.4. LO dan PEMBAHASAN LO
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi dari Demensia
8
Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit otak, biasanya bersifat
kronik atau progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur (fungsi kortikal yang
multipel), termasuk daya ingat, daya pikir, daya orientasi, daya pemahaman,
berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, dan daya kemampuan menilai.
Kesadaran tidak berkabut, dan biasanya disertai hendaya fungsi kognitif,
ada kalanya diawali oleh (deterioration) dalam pengendalian emosi, perilaku
sosial atau motivasi. Sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada
penyakit serebrovaskuler, dan pada kondisi lain yang secara primer atau
sekunder mengenai otak.
2. Mahasiswa mampu mengetahui faktor resiko Demensia
Faktor resiko yang seringmenyebabkan lanjut usia terkena dementia adalah:
Usia
Riwayat Keluarga
Jenis Kelamin Perempuan
3. Mahasiswa mampu menjabarkan penyakit apa saja yang dapat menyebabkan
Demensia
Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi 3
golongan besar :
a. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal,
Sering pada golongan ini tidak ditemukan atrofia serebri, mungkin kelainan
terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada sistem enzim, atau
pada metabolisme seperti yang ditemukan pada penyakit alzheimer dan
demensia senilis.
b. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,
Penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :
1) Penyakit degenerasi spino-serebelar.
2) Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert
3) Khorea Huntington
4) penyakit jacob-creutzfeld dll
c. Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam
golonganini diantaranya :
1) Penyakit cerebro kardiofaskuler
2) penyakit- penyakit metabolik
3) Gangguan nutrisi
9
4) Akibat intoksikasi menahun
5) Hidrosefalus komunikans
Demensia (pikun) adalah kemunduran kognitif yang sedemikian berat sehingga
mengganggu aktivitas hidup sehari- hari dan aktivitas sosial. Kemunduran
kognitif pada demensia biasanya diawali dengan kemunduran memori atau daya
ingat (pelupa). Demensia terutama yang disebabkan oleh penyakit Alzheimer
berkaitan erat dengan usia lanjut. Penyakit alzheimer ini 60% menyebabkan
kepikunan atau demensia dan diperkirakan akan meningkat terus.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan gejala Demensia
a. Gejala Umum
Gangguan memori, intelek dan behavior : lupa nama wajah orang yang
dikenalnya, tidak tahu waktu, bahkan kedudukan dia sendiri di keluarga.
Pendapat dan pertimbangannya selalu salah, tingkah laku yang berubah,
biasanya pasien berkeras bahwa ia tidak sakit.
Gangguan neurologi : afasia, apraksia ataupun spatial agnosia. . Penderita
kesulitan mengenakan pakaiannya sendiri, salah memegang cangkir, dll.
Gangguan afektif : apatis, regresi dan kadang bisa euphoria.
II. Gejala Khusus
Alzheimer disease : gejala adanya primitive refleks, ini penting untuk
membedakan gangguan dini dengan yang disebabkan gangguan psikosis ataupun
gangguan organic. Gejala gangguan refleks primitive misalnya sucking & pouting
refleks, glabela tap refleks, tonik grasp, palmomental refleks. Gejala stadium lanjut
diikuti adanya hipokinesia, mask – like expression, dispasia, diskalkulia, disgravia.
5. Mahasiswa mampu membedakan antara Demensia kortikal dan subkortikal
sebagai 2 kategori utama dari Demensia
Ciri Demensia Kortikal Demensia Subkortikal
Penamilan Siaga, sehat Abnormal, Lemah
Aktivitas Normal Lamban
10
Sikap Lurus, tegak Bongkok. distonik
Cara berjalan Normal Ataksia, Festinasi, seolah
berdansa
Gerakan Normal Tremor, khorea, diskinesia
Output verbal Normal Disatria, hipofonik, volum
suara lemah
Berbahasa Abnormal, parafasia,
anomia
Normal
Kognisi Abnormal (tidak mampu
memanipulasi
pengetahuan)
Tak terpelihara
(dilapidated)
Memori Abnormal (gangguan
belajar)
Pelupa (gangguan retrieval)
Kemampuan
visuo-spasial
Abnormal (gangguan
konstruksi)
Tidak cekatan (gangguan
gerakan)
Keadaan emosi Abnormal (tak
memperdulikan, tak
menyadari)
Abnormal (kurang
dorongan drive)
Contoh Penyakit Alzheimer, Pick Progressive Supranuclear
Palsy, Parkinson, Penyakit
Wilson, Huntington.
6. Mahasiswa mampu membedakan antara Demensia dan Delirium
Gambaran Delirium Demensia
Riwayat Penyakit akut Penyakit kronik
Awal Cepat Lambat laun
Sebab Terdapat penyakit lain
(infeksi,
dehidrasi, guna/putus obat
Biasanya penyakit otak
kronik (spt
Alzheimer, demensia
vaskular)
Lamanya Ber-hari/-minggu Ber-bulan/-tahun
Perjalanan Naik turun Kronik progresif
11
sakit
Taraf
kesadaran
Naik turun Normal
Orientasi Terganggu, periodik Intak pada awalnya
Afek Cemas dan iritabel Labil tapi tak cemas
Alam pikiran Sering terganggu Turun jumlahnya
Bahasa Lamban, inkoheren,
inadekuat
Sulit menemukan istilah
tepat
Daya ingat Jangka pendek terganggu
nyata
Jangka pendek & panjang
terganggu
Persepsi Halusinasi (visual) Halusinasi jarang kecuali
sundowning
Psikomotor Retardasi, agitasi, campuran Normal
Tidur Terganggu siklusnya Sedikit terganggu siklus
tidurnya
Atensi &
kesadaran
Amat terganggu Sedikit terganggu
Reversibilitas Sering reversibel Umumnya tak reversibel
Penanganan Segera Perlu tapi tak segera
7. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan dari Demensia
Langkah pertama dalam menangani kasus demensia adalah melakukan
verifikasi diagnosis. Diagnosis yang akurat sangat penting mengingat
progresifitas penyakit dapat dihambat atau bahkan disembuhkan jika terapi
yang tepat dapat diberikan. Tindakan pengukuran untuk pencegahan adalah
penting terutama pada demensia vaskuler. Pengukuran tersebut dapat berupa
pengaturan diet, olahraga, dan pengontrolan terhadap diabetes dan
hipertensi. Obat-obatan yang diberikan dapat berupa antihipertensi,
antikoagulan, atau antiplatelet. Pengontrolan terhadap tekanan darah harus
dilakukan sehingga tekanan darah pasien dapat dijaga agar berada dalam
batas normal, hal ini didukung oleh fakta adanya perbaikan fungsi kognitif
pada pasien demensia vaskuler. Tekanan darah yang berada dibawah nilai
normal menunjukkan perburukan fungsi kognitif, secara lebih lanjut, pada
12
pasien dengan demensia vaskuler. Pilihan obat antihipertensi dalam hal ini
adalah sangat penting mengingat antagonis reseptor dapat memperburuk
kerusakan fungsi kognitif. Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor
dan diuretik telah dibuktikan tidak berhubungan dengan perburukan
fungsi kognitif dan diperkirakan hal itu disebabkan oleh efek penurunan
tekanan darah tanpa mempengaruhi aliran darah otak. Tindakan bedah untuk
mengeluarkan plak karotis dapat mencegah kejadian vaskuler berikutnya
pada pasien-pasien yang telah diseleksi secara hati-hati. Pendekatan terapi
secara umum pada pasien dengan demensia bertujuan untuk memberikan
perawatan medis suportif, dukungan emosional untuk pasien dan
keluarganya, serta terapi farmakologis untuk gejala-gejala yang spesifik,
termasuk perilaku yang merugikan.
Terapi Psikososial
Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan pada pasien
dengan demensia. Keinginan untuk melanjutkan hidup tergantung pada
memori. Memori jangka pendek hilang sebelum hilangnya memori jangka
panjang pada kebanyakan kasus demensia, dan banyak pasien biasanya
mengalami distres akibat memikirkan bagaimana mereka menggunakan
lagi fungsi memorinya disamping memikirkan penyakit yang sedang
dialaminya. Identitas pasien menjadi pudar seiring perjalanan penyakitnya,
dan mereka hanya dapat sedikit dan semakin sedikit menggunakan daya
ingatnya. Reaksi emosional bervariasi mulai dari depresi hingga kecemasan
yang berat dan teror katastrofik yang berakar dari kesadaran bahwa
pemahaman akan dirinya (sense of self) menghilang.
Pasien biasanya akan mendapatkan manfaat dari psikoterapi suportif
dan edukatif sehingga mereka dapat memahami perjalanan dan sifat alamiah
dari penyakit yang dideritanya. Mereka juga bisa mendapatkan dukungan
dalam kesedihannya dan penerimaan akan perburukan disabilitas serta
perhatian akan masalah-masalah harga dirinya. Banyak fungsi yang masih
utuh dapat dimaksimalkan dengan membantu pasien mengidentifikasi
aktivitas yang masih dapat dikerjakannya. Suatu pendekatan psikodinamik
terhadap defek fungsi ego dan keterbatasan fungsi kognitif juga dapat
bermanfaat. Dokter dapat membantu pasien untuk menemukan cara
13
“berdamai” dengan defek fungsi ego, seperti menyimpan kalender untuk
pasien dengan masalah orientasi, membuat jadwal untuk membantu menata
struktur aktivitasnya, serta membuat catatan untuk masalah-masalah daya
ingat.
Intervensi psikodinamik dengan melibatkan keluarga pasien dapat sangat
membantu. Hal tersebut membantu pasien untuk melawan perasaan
bersalah, kesedihan, kemarahan, dan keputusasaan karena ia merasa
perlahan-lahan dijauhi oleh keluarganya.
Farmakoterapi
Dokter dapat meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan kecemasan,
antidepresi untuk depresi, dan obat-obat antipsikotik untuk waham dan
halusinasi, akan tetapi dokter juga harus mewaspadai efek idiosinkrasi obat
yang mungkin terjadi pada pasien usia lanjut (misalnya kegembiraan
paradoksikal, kebingungan, dan peningkatan efek sedasi). Secara umum,
obat- obatan dengan aktivitas antikolinergik yang tinggi sebaiknya
dihindarkan. 2
Donezepil, rivastigmin, galantamin, dan takrin adalah penghambat
kolinesterase yang digunakan untuk mengobati gangguan kognitif ringan
hingga sedang pada penyakit Alzheimer. Obat-obat tersebut menurunkan
inaktivasi dari neurotransmitter asetilkolin sehingga meningkatkan potensi
neurotransmitter kolinergik yang pada gilirannya menimbulkan perbaikan
memori. Obat-obatan tersebut sangat bermanfaat untuk seseorang dengan
kehilangan memori ringan hingga sedang yang memiliki neuron kolinergik
basal yang masih baik melalui penguatan neurotransmisi kolinergik. 2
Donezepil ditoleransi dengan baik dan digunakan secara luas. Takrin jarang
digunakan karena potensial menimbulkan hepatotoksisitas. Sedikit data
klinis yang tersedia mengenai rivastigmin dan galantamin, yang sepertinya
menimbulkan efek gastrointestinal (GI) dan efek samping neuropsikiatrik
yang lebih tinggi daripada donezepil. Tidak satupun dari obat-obatan
tersebut dapat mencegah degenerasi neuron progresif.
Menurut Witjaksana Roan terapi farmakologi pada pasien demensia berupa1 :
Antipsikotika tipik: Haloperidol 0,25 - 0,5 atau 1 - 2 mg
14
Antipsikotika atipik:
o Clozaril 1 x 12.5 - 25 mg
o Risperidone 0,25 - 0,5 mg atau 0,75 - 1,75
o Olanzapine 2,5 - 5,0 mg atau 5 - 10 mg
o Quetiapine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
o Abilify 1 x 10 - 15 mg
Anxiolitika
o Clobazam 1 x 10 mg
o Lorazepam 0,5 - 1.0 mg atau 1,5 - 2 mg
o Bromazepam 1,5 mg - 6 mg
o Buspirone HCI 10 - 30 mg
o Trazodone 25 - 10 mg atau 50 - 100 mg
o Rivotril 2 mg (1 x 0,5mg - 2mg)
Antidepresiva
o Amitriptyline 25 - 50 mg
o Tofranil 25 - 30 mg
o Asendin 1 x 25 - 3 x 100 mg (hati2, cukup keras)
o SSRI spt Zoloft 1x 50 mg, Seroxat 1x20 mg, Luvox 1 x 50 -100 mg,
Citalopram 1
x 10 - 20 mg, Cipralex, Efexor-XR 1 x 75 mg, Cymbalta 1 x 60 mg.
o Mirtazapine (Remeron) 7,5 mg - 30 mg (hati2)
Mood stabilizers
o Carbamazepine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
o Divalproex 125 - 250 mg atau 500 - 750 mg
o Topamate 1 x 50 mg
o Tnileptal 1 x 300 mg - 3 x mg
15
o Neurontin 1 x 100 - 3 x 300 mg bisa naik hingga 1800 mg
o Lamictal 1 x 50 mg 2 x 50 mg
o Priadel 2 - 3 x 400 mg
Obat anti-demensia pada kasus demensia stadium lanjut sebenarnya sudah tak
berguna lagi, namun bila diberikan dapat mengefektifkan obat terhadap BPSD
(Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia):
Nootropika:
o Pyritinol (Encephabol) 1 x100 - 3 x 200 mg
o Piracetam(Nootropil) 1 x 400 - 3 x 1200 mg
o Sabeluzole (Reminyl)
Ca-antagonist:
o Nimodipine (Nimotop 1 - 3 x 30 mg
o Citicholine (Nicholin) 1 - 2 x 100 - 300 mg i.v / i.m.
o Cinnarizine(Stugeron) 1 - 3 x 25 mg
o Pentoxifylline (Trental) 2 - 3 x 400 mg (oral), 200 - 300 mg infuse
o Pantoyl-GABA
Acetylcholinesterase inhibitors
o Tacrine 10 mg dinaikkan lambat laun hingga 80 mg. Hepatotoxik
o Donepezil (Aricept) centrally active reversible cholinesterase inhibitor
, 5 mg 1x/hari
o Galantamine (Riminil) 1 - 3 x 5 mg
o Rivastigmin (Exelon) 1,5, 3, 4, 5, 6 mg
o Memantine 2 x 5 - 10 mg
2.5. PEMBAHASAN DIAGNOSA BANDING (DELIRIUM).
DEFENISI
Delirium adalah keadaan yang bersifat sementara dan biasanya terjadi secara mendadak,
dimana penderita mengalami penurunan kemampuan dalam memusatkan perhatiannya
16
dan menjadi linglung, mengalami disorientasi dan tidak mampu berfikir secara jernih.
Sindrom klinis akut dan sejenak dengan ciri penurunan taraf kesadaran, gangguan
kognitif, gangguan persepsi, termasuk halusinasi dan amp; ilusi, khas adalah visual juga
di pancaindera lain, dan gangguan perilaku, seperti agitasi. Gangguan ini berlangsung
pendek dan ber-jam hingga berhari-hari, taraf hebatnya berfluktuasi, bereaksi di malam
hari, kegelapan membuat halusinasi visual dan amp; gangguan perilaku meningkat.
Biasanya reversibel. Penyebabnya termasuk penyakit fisik, intoxikasi obat (zat).
Diagnosis klinis biasanya dengan laboratorium dan pemeriksaan pencitraan (imaging)
dan terapi untuk menemukan penyebabnya.
ETIOLOGI
Penyebab delirium:
1. Alkohol,obat-obatandanbahanberacun
2. Efek toksik dari pengobatan
3. Kadar elektrolit, garam dan mineral (misalnya kalsium, natrium atau
magnesium) yang tidak normal akibat pengobatan, dehidrasi atau penyakit
tertentu.
4. Infeksi akut disertai demam
5. Hidrosefalus bertekanan normal, yaitu suatu keadaan dimana cairan yang
membantali otak tidak diserap sebagaimana mestinya dan menekan otak
6. Hematoma subdural, yaitu pengumpulan darah di bawah tengkorak yang dapat
menekan otak.
7. Meningitis, ensefalitis, sifilis (penyakit infeksi yang menyerang otak).
8. Kekurangan tiamin dan vitamin B12
9. Hipotiroidisme maupun hipotiroidisme
10. Tumor otak (beberapa diantaranya kadang menyebabkan linglung dengan
gangguan ingatan)
11. Patah tulang panggul dan tulang-tulang panjang.
12. Fungsi jantung atau paru-paru yang buruk dan menyebabkan rendahnya kadar
oksigen atau tingginya kadar karbon dioksida di dalam darah13. Stroke.
PATOFISIOLOGI
17
Banyak kondisi sistemik dan obat bisa menyebabkan delirium, contoh
antikolinergika, psikotropika, dan opioida.
Mekanisme tidak jelas, tetapi mungkin terkait dengan gangguan reversibilitas
dan metabolisme oxidatif otak, abnormalitas neurotransmiter multiple, dan
pembentukan sitokines (cytokines).
Stress dari penyebab apapun bisa meningkatkan kerja saraf simpatik sehingga
mengganggu fungsi cholinergic dan menyebabkan delirium.
Usia lanjut memang dasarnya rentan terhadap penurunan transmisi cholinergic
sehingga lebih mudah terjadi delirium. Apapun sebabnya, yang jelas hemisfer
otak dan mekanisme (arousal mechanism) dari talamus dan sistem aktivasi
retikular batang otak jadi terganggu.
Terdapat faktor predisposisi gangguan otak organik: seperti demensia, stroke.
Penyakit parkinson, usia lanjut, gangguan sensorik, dan gangguan multipel.
MANIFESTASI KLINIS
Ciri utama dari delirium adalah tidak mampu memusatkan perhatian. Penderita tidak
dapat berkonsentrasi, sehingga mereka memiliki kesulitan dalam mengolah informasi
yang baru dan tidak dapat mengingat peristiwa yang baru saja terjadi. Hampir semua
penderita mengalami disorientasi waktu dan bingung dengan tempat dimana mereka
berada. Fikiran mereka kacau, mengigau dan terjadi inkoherensia.Pada kasus yang
berat, penderita tidak mengetahui diri mereka sendiri. Beberapa penderita mengalami
paranoia dan delusi (percaya bahwa sedang terjadi hal-hal yang aneh) Respon penderita
terhadap kesulitan yang dihadapinya berbeda-beda; ada yang sangat tenang dan menarik
diri, sedangkan yang lainnya menjadi hiperaktif dan mencoba melawan halusinasi
maupun delusi yang di alaminya. Gejala utama ialah kesadaran menurun. Kesadaran
yang menurun ialah suatu keadaan dengan kemampuan persepsi perhatian dan
pemikiran yang berkurang secara keseluruhan (secara kuantitatif). Gejala-gejala
lainnya :
Delirium ditandai oleh kesulitan dalam:
1. Konsentrasi dan memfokuskan
2. Mempertahankan dan mengalihkan daya perhatian
3. Kesadaran naik-turun
18
4. Disorientasi terhadap waktu, tempat dan orang
5. Halusinasi biasanya visual, kemudian yang lain
6. Bingung menghadapi tugas se-hari-hari
7. Perubahan kepribadian
8. Pikiran menjadi kacau
9. Bicara ngawur
10. Disartria dan bicara cepat
11. Neologisma
12. Inkoheren
Gejala termasuk:
13. Perilaku yang inadekuat
14. Rasa takut
15. Curiga
16. Mudah tersinggung
17. Agitatif
18. Hiperaktif
19. Siaga tinggi (Hyperalert)Atau sebaliknya bisa menjadi:
20. Pendiam
21. Menarik diri
22. Mengantuk
23. Banyak pasien yang berfluktuasi antara diam dan gelisah
24. Pola tidur dan makan terganggu
25. Gangguan kognitif, jadi daya mempertimbangkan dan tilik-diri terganggu
PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
Biasanya klinis. Semua pasien dengan tanda dan gejala gangguan fungsi kognitif perlu
dilakukan pemeriksaan kondisi mental formal. Kemampuan atensi bisa diperiksa
dengan:
1. Pengulangan 7 angka ke depan dan 5 angka ke belakang (mundur)
2. Sebutkan nama hari dalam seminggu ke depan dan ke belakang (mundur)
3. Ikuti kriteria diagnostik dari lCD-10 atau DSM-IV-TR
4. Confusion Assessment Method (CAM)
5. Wawancarai anggota keluarga
19
6. Penggunaan obat atau zat psikoaktif overdosis atau penghentian mendadak.
7. Pengulangan sebutan 3 benda
PROGNOSIS
Morbiditas dan mortalitas lebih tinggi pada pasien yang masuk sudah dengan delirium
dibandingkan dengan pasien yang menjadi delirium setelah di Rumah Sakit. Beberapa
penyebab delirium seperti hipoglikemia, intoxikasi, infeksi, faktor trogenik, toxisitas
obat, gangguan keseimbangan elektrolit. Biasanya cepat membaik dengan pengobatan.
Beberapa pada lanjut usia susah untuk diobati dan bisa melanjut jadi kronik.
PENATALAKSANAAN
Terapi diawali dengan memperbaiki kondisi penyakitnya dan menghilangkan faktor
yang memberatkan seperti:
1. Menghentikan penggunaan obat
2. Obati infeksi
3. Suport pada pasien dan keluarga
4. Mengurangi dan menghentikan agitasi untuk pengamanan pasien
5. Cukupi cairan dan nutrisi
6. Vitamin yang dibutuhkan
7. Segala alat pengekang boleh digunakan tapi harus segera dilepas bila sudah
membaik, alat infuse sesederhana mungkin, lingkungan diatur agar nyaman.
BAB III
PENUTUP
20
KESIMPULAN
Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis atau
progresif dimana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi, termasuk
memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar,kemampuan, bahasa,
dan penilaian kesadaran tidak terganggu. Gangguan fungsikognitif yang biasanya
disertai, kadang-kadang didahului, oleh kemerosotandalam pengendalian emosi,
perilaku sosial, atau motivasi. Sindrom terjadi pada penyakit Alzheimer, di penyakit
serebrovaskular dan dalam kondisi lain terutama atau sekunder yang mempengaruhi
otak
DAFTAR PUSTAKA
21
Achir, Yaumil Agoes. 1988. Memahami Makna Usia Lanjut. Majalah Cermin Dunia
Kedokteran. No 48. Hlm: 3-5
Maslim R.Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ III.2001,
Jakarta; PT Nuh Jaya. 20- 26
Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi ke-8. Surabaya: Airlangga
Indriana, Yeniar. 2012. Gerontologi dan Progeria. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Roan Witjaksana. Delirium dan Demensia. Diakses dari :
http://www.idijakbar.com/prosiding/delirium.htm. 9 Oktober 2014.
Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Delirium, dementia, amnestic and
cognitive disorders. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
University Press. 2005.193
.
22