Download - SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014.docx
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 19
Disusun Oleh: KELOMPOK 5Tutor: dr. Anita
Rima Fairuuz Putri 04121401020Evita Yolanda 04121401021M. Alniroman Y. 04121401025Vina Chanthyca Ayu 04121401043Dita Nurfitri 04121401047Indriani Gultom 04121401057Lisa Rahmi Kasih 04121401059Delvania Yosefa 04121401068Anisah Sarie Husni 04121401073Ihsan Rasyid Yuldi 04121401074Elsa Tamara Saragih 04121401075E. Jethro Solaiman 04121401087
1
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2014DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………… 3SKENARIO …………………………………………………………………................................... 4 1. KLARIFIKASI ISTILAH ……………………………………………………………………... 42. IDENTIFIKASI MASALAH …………………………………………………………………. 53. ANALISIS MASALAH ………………………………………………………………………... 54. TEMPLATE………………………………………………………………………………….. 225. LEARNING ISSUE……..………………………………………………………………………. 205.1ANATOMI FISIOLOGI SARAF ANGGOTA GERAK……………………………….. 265.2POLINEUROPATI DIABETIK …………………………………………...……………… 336. KERANGKA KONSEP ……………………………………………….……………………….. 407. KESIMPULAN ……………………………………………………………………………….…. 412
8. DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………... 41
3
KATA PENGANTARPuji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas kompetensi kelompok “Laporan Tutorial Skenario C Blok 19”. Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan di masa mendatang. Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan terimakasih kepada:1. Allah SWT, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi tutorial,2. dr. Anita selaku tutor kelompok 5,3. teman-teman sejawat FK Unsri,4. semua pihak yang telah membantu kami.Semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan atas segala amal yang diberikan kepada semua pihak yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi kita semua.
Palembang, 5 September 2014
4
SKENARIO C BLOK 19 TAHUN 2014
Ny. Sinta, 51 tahun, berobat ke poli klinik saraf dengan keluhan utama lemah keempat
anggota gerak yang dialami sejak 6 bulan secara perlahan-lahan. Awalnya penderita merasa
hipestesi dan kram-kram pada tungkai bawah, sehingga mengalami insomnia akibat gangguan
tersebut. Keluhan ini bertambah berat sehinggamengenai kedua lengan & bila jongkpk sulit
untuk berdiri. Riwayat menderita DM disangkal, namun penderita merasa sering lapar dan haus
serta sering buang air kecil.
Pemeriksaan Fisik:
Tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi 84x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 37o C.
Pemeriksaan Neurologi:
Kekuatan 4 papda anggota gerak, reflex fisiologis bicep dan tricep menurun pada kedua lengan
serta KPR dan ATR negative pada tungkai bawah, gangguan sensibilitas berpola sarung tangan&
kaos kaki.
Laboratorium :
GDS 240 mg%, ureum dan kreatinin sedikit meningkat di atas normal.
I. KLARIFIKASI ISTILAH
a. Hipestesi: berkurangnya sensibilitas kulit terhadap rangsangan
b. Kram-kram: kontraksi yang tiba-tiba, singkat, yang sakit sekali pada otot atau
kelompok otot.
c. Insomnia: tidak dapat tidur, keadaan terjaga yang abnormal.
d. DM: penyakit karena kekurangan hormon insulin sehingga kadar glukosa dalam
darah meningkat.
e. Refleks fisiologis: aktivitas spontan yang ditimbulkan setelah terstimulasi suatu
rangsangan secara normal.
f. Bicep: otot yang mempunyai 2 caput
g. Tricep: otot yang mempunyai 3 caput
h. KPR: knee pess refleks
i. ATR: Achilles tendon refleks
5
j. Gangguan sensibilitas : pengurangan sensitivitas di beberapa bagian tubuh,
kekakuan, gatal-gatal atau nyeri local singkat, perasaan tersengat listrik.
k. GDS: hasil pengukuran yang dilakukan seketika waktu itu tanpa ada puasa jadi
biasanya kadar gula akan lebih tinggi.
l. Ureum: hasil metabolisme protein dalam tubuh yang terdapat dalam kemih dan
keringat.
m. Kreatinin: zat yang disebut keratin, yang dibentuk ketika makanan berubah enjadi
energy melalui proses yang disebut metabolisme.
II. IDENTIFIKASI MASALAH
a. Ny. Sinta, 51 tahun, berobat ke poli klinik saraf dengan keluhan utama lemah
keempat anggota gerak yang dialami sejak 6 bulan secara perlahan-lahan.
b. Awalnya penderita merasa hipestesi dan kram-kram pada tungkai bawah,
sehingga mengalami insomnia akibat gangguan tersebut. Keluhan ini bertambah
berat sehinggamengenai kedua lengan & bila jongkpk sulit untuk berdiri.
c. Riwayat menderita DM disangkal, namun penderita merasa sering lapar dan haus
serta sering buang air kecil.
d. Pemeriksaan Fisik:
Tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi 84x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 37o C.
e. Pemeriksaan Neurologi:
Kekuatan 4 papda anggota gerak, reflex fisiologis bicep dan tricep menurun pada
kedua lengan serta KPR dan ATR negative pada tungkai bawah, gangguan
sensibilitas berpola sarung tangan& kaos kaki.
f. Laboratorium :
GDS 240 mg%, ureum dan kreatinin sedikit meningkat di atas normal.
III.ANALISIS MASALAH
3.1 Ny. Sinta, 51 tahun, berobat ke poli klinik saraf dengan keluhan utama lemah keempat
anggota gerak yang dialami sejak 6 bulan secara perlahan-lahan.
a. Jelaskan anatomi dan fisiologi persarafan?
6
Sistem saraf tepi merupakan sistem saraf yang menghubungkan semua bagian
tubuh dengan sistem saraf pusat.
(1) Sistem saraf sadar/somatik
Sistem saraf sadar/somatik merupakan sistem saraf yang kerjanya
berlangsung secara sadar/diperintah oleh otak. Bedakan menjadi dua yaitu :
a. Sistem saraf pada otak
Sistem saraf pada otak merupakan sistem saraf yang berpusat pada otak
dan dibedakan menjadi 12 pasang saraf.
Nomor Nama Jenis Fungsi
I Olfaktorius SensoriMenerima rangsang dari hidung dan menghantarkannya
ke otak untuk diproses sebagai sensasi bau
II Optikus SensoriMenerima rangsang dari mata dan menghantarkannya
ke otak untuk diproses sebagai persepsi visual
III Okulomotor Motorik Menggerakkan sebagian besar otot mata
IV Troklearis Motorik Menggerakkan beberapa otot mata
V Trigeminus Gabungan
Sensori: Menerima rangsangan dari wajah untuk
diproses di otak sebagai sentuhan
Motorik: Menggerakkan rahang
VI Abdusen Motorik Abduksi mata
VII Fasialis Gabungan
Sensorik: Menerima rangsang dari bagian anterior lidah
untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa
Motorik: Mengendalikan otot wajah untuk menciptakan
ekspresi wajah
VIII Vestibulokoklearis Sensori
Sensori sistem vestibular: Mengendalikan keseimbangan
Sensori koklea: Menerima rangsang untuk diproses di
otak sebagai suara
IX Glosofaringeal Gabungan Sensori: Menerima rangsang dari bagian posterior lidah
7
untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa
Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam
X Vagus GabunganSensori: Menerima rangsang dari organ dalam
Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam
XI Aksesorius Motorik Mengendalikan pergerakan kepala
XII Hipoglossus Motorik Mengendalikan pergerakan lidah
b. Sistem saraf sumsum spinalis
Sistem saraf sumsum spinalis merupakan sistem saraf yang berpusat pada
medula spinali (sumsum tulang belakang) yang berjumlah 31 pasang saraf yang
terbagi sepanjang medula spinalis. 31 pasang saraf medula spinalis, seperti
tercantum pada tabel berikut:
Jumlah Medula spinalis daerah Menuju
7 pasang Serviks Kulit kepala, leher dan otot tangan
12 pasang Punggung Organ-organ dalam
5 pasang Lumbal/pinggang Paha
5 pasang Sakral/kelangkang Otot betis, kaki dan jari kaki
1 pasang Koksigeal Sekitar tulang ekor
(2) Sistem Saraf Tak Sadar
Sistem saraf otonom mengatur kerja jaringan dan organ tubuh yang tidak
disadari atau yang tidak dipengaruhi oleh kehendak kita. Jaringan dan organ tubuh
diatur oleh sistem saraf otonom adalah pembuluh darah dan jantung. Sistem saraf
otonom terdiri atas sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik.
Sistem saraf simpatik disebut juga sistem saraf torakolumbar, karena saraf
preganglion keluar dari tulang belakang toraks ke-1 sampai dengan ke-12. Sistem
saraf ini berupa 25 pasang ganglion atau simpul saraf yang terdapat di sumsum
tulang belakang. Fungsi dari sistem saraf simpatik adalah untuk mempercepat
denyut jantung, memperlebar pembuluh darah, memperlebar bronkus,
mempertinggi tekanan darah, memperlambat gerak peristaltis, memperlebar pupil,
8
menghambat sekresi empedu, menurunkan sekresi ludah, dan meningkatkan
sekresi adrenalin.
Sistem saraf parasimpatik disebut juga dengan sistem saraf kraniosakral,
karena saraf preganglion keluar dari daerah otak dan daerah sakral. Susunan saraf
parasimpatik berupa jaring-jaring yang berhubung-hubungan dengan ganglion
yang tersebar di seluruh tubuh. Urat sarafnya menuju ke organ tubuh yang
dikuasai oleh susunan saraf simpatik. Sistem saraf parasimpatik memiliki fungsi
yang berkebalikan dengan fungsi sistem saraf simpatik. Misalnya pada sistem
saraf simpatik berfungsi mempercepat denyut jantung, sedangkan pada sistem
saraf parasimpatik akan memperlambat denyut jantung
9
b. Bagaimana mekanisme terjadinya keluhan utama (kelemahan keempat anggota
gerak)?
Hiperglikemia penumpukan pada organ pengguna glukosa secara
independen(retina, saraf, dan ginjal) konversi glukosa yang tidak
terpakai menjadi sorbitol dan fruktosa dengan menggunakan aldose reduktase
dan sorbitol dehidrogenase akumulasi kedua enzim pengkonversi
menyebabkan penurunan myoinsitol, penurunan aktivitas pompa membran
plasma Na+/K ATP-ase yang dibutuhkan untuk fungsi saraf kerusakan saraf-
saraf perifer yang bermanifestasi klinik hipestasi, kram-kram lemah pada
keempat anggota gerak
Trauma maupun penyakit, atau keadaan yang menyebabkan lesi serabut
saraf, akan mengakibatkan terjadinya remodelling dan hipereksitabilitas dari
membran . Bagian paroksismal dari lesi akan tumbuh tunas-tunas baru (sprouting)
yang sebagian diantaranya mampu mencapai organ target dan sebagian lagi tidak,
hingga berakhir sebagai tonjolan-tonjolan yang dinamakan neuroma. Di daerah
neuroma ini berakumulasi "ion channel" (terutama Na + channel). Disamping ion
channel, juga terdapat molekul-molekul reseptor dan tranducer. Hal tersebut
menjadi penyebab munculnya impuls ectopic,baik yang evoked maupun yang
spontan. Di samping Na channel, pada beberapa penderita tampak danya "Alpha -
adreno-receptors" yang peka terhadap katekolamin dan noradrenalin yang
dilepaskan oleh sistem simpatis. Reseptor ini akan menambah ectopic discharge .
10
Akibat timbulnya ectopic discharge, neuron-neuron sensorik di kornu
dorsalis dibanjiri dengan impuls dari perifer, sehingga mengakibatkan sensitisasi
neuron-neuron tersebut. Selain itu, pada lesi saraf tepi sering menyebabkan
matinya neuron-neuron inhibisi yang dapat menimbulkan nyeri spontan. Pada lesi
saraf tepi mungkin pula serabut saraf C yang ke kornu dorsalis mati, yang akan
memacu terjadinya sprouting pada serabut A beta. Sensitisasi sentral inilah yang
menjadi dasar timbulnya hiperalgesia dan allodinia.
Disamping kejadian tersebut diatas, ada pula kemungkinan lesi di serabut
saraf afferen akan menyebabkan munculnya mediator inflamasi, seperti
Prostaglandin E2 (PGE2), bradikinin, histamin, serotonin, dan lainnya, yang akan
merangsang langsung nosiseptor, sehingga timbul nyeri. Atau dapat pula
menyebabkan sensitisasi nosiseptor yang menimbulkan hiperalgesia. Hal inilah
yang diperkirakan sebagai faktor yang bertanggungjawab terhadap timbulnya
nyeri muskuloskeletal dan nyeri neuropati pada penderita DM.
c. Apakah etiologi keluhan utama?
Segenap saraf perifer terutama pada bagian distal keempat ektremitas
dapat mengalami gangguan akibat infeksi, intoksikasi, proses imunopatologik,
defisiensi makanan.
Polineuritis diabetes melitus lebih bersifat sensorik daripada motorik, yang
terutama melanda distal dan kedua tungkai saja. Gngguan sensoriknya berupa
anestesia pada keduaa kelapak kaki dan hipestesia atau parestesia pada permukaan
kaki dan tungkai bawah.
Teori Metabolik: teori ini mengemukakan,bahwa hiperglikemia
menyebabkan kadar glucose intra seluler yang meningkat, sehingga terjadi
kejenuhan (saturation) dari jalur glikolitik yang biasa digunakan (normal used
glycolitic pathway). Glukosa yang berlebihan dialirkan ke jalur poliol dan diubah
menjadi sorbitol dan fruktosa oleh enzim aldose reduktase dan sorbitol
dehidrogenase. Penumpukan sorbitol dan fruktosa menyebabkan mengurangnya
mioinositol dalam syaraf, menurunya aktifitas membran Na/K-ATPase,
terganggunya transport akson dan penghancuran struktur syaraf sehingga
11
menyebabkan menurunya kecepatan hantar syaraf. Dengan ini jelas, bagaimana
inhibitor aldose reduktase bekerja dan memperbaiki kecepatan hantar saraf.
Teori Neurovaskuler/vaskuler (iskemik-hipoxik) :menurut teori ini,
maka terjadi iskemia endoneural karena meningginya resistensi endoneural-
vaskuler terhadap darah yang hiperglikemik. Berbagai faktor metabolik termasuk
pembentukan dari produk akhir glikosilasi yang lanjut juga memegang peranan
sampai terjadi kerusakan kapiler dan meng-inhibisi transport aksonal dan aktifitas
Na/K-ATP ase sehingga akhirnya terjadi degenerasi akson. Semua ini juga terjadi
karena kerusakan pada pembuluh darah yang membawa oksigen dan nutrien ke
saraf.
Teori Oto-imun :Anggapan bahwa neuropati oto-imun merupakan
mekanisme yang menyebabkan terjadinya neuropati diabetika, karena
menyebabkan inflamasi pada syaraf selalu menarik perhatian. Neuropati oto-imun
bisa terjadi karena perubahan imunogenik dari sel endotel kapiler. Hal ini juga
yang dapat menerangkan, mengapa penggunaan imunoglobulin intra vena(IVIg)
bisa berhasil untuk mengobati neuropati diabetika.
Teori perubahan support neurotropik : faktor neurotropik penting
untuk mempertahankan, pembentukan dan regenerasi dari elemen-elemen
responsif dari sistem saraf. Nerve growth factor (NGF) merupakan yang telah
paling banyak diselidiki. Protein ini memperbaiki survival dari faktor-faktor
simpatetik dan small fiber, yang berasal dari neural crest di sistem saraf perifer.
Iskemia syaraf/hipoksia : terjadinya mikro-angiopati yang menyebabkan
hipoksia merupakan faktor penting dalam patogenesis neuropati diabetika yang
telah dibuktikan dengan adanya lesi multifokal pada serabut saraf n.suralis.
d. Bagaimana hubungan usia dan kelamin pada kasus?
Kira-kira lima belas persen pasien dengan diabetes mellitus mempunyai
tanda dan gejala neuropati, hampir 50% juga mempunyai gejala nyeri neuropatik
dan gangguan hantaran saraf. Neuropati paling sering dijumpai pada penderita
diabetes yang berumur lebih dari 50 tahun, jarang dijumpai pada usia dibawah 30
tahun dan sangat jarang pada anak-anak.
12
Umur Ny. Sinta 51 tahun, pada kasus polineuropati diabetik ini merupakan
umur dimana resiko terkena penyakit ini tinggi dan jenis kelamin wanita juga
menjadi faktor resiko dari penyakit yang di alami Ny. Sinta, karena prevalensi
wanita > pria.
Wanita menopause akan mengalami:
Perubahan pada kadar gula darah.
Hormon estrogen dan progesteron mempengaruhi kinerja sel-sel tubuh dalam
merespon insulin. Setelah memasuki masa menopause, kedua hormon tersebut
bisa saja mengalami ketidakseimbangan dan mempengaruhi kadar gula dalam
darah. Jika kadar gula tidak dapat dikontrol, akan meningkatkan risiko
penderitanya mengalami komplikasi diabetes.
Berat badan umumnya akan bertambah saat menopause.
3.2 Awalnya penderita merasa hipestesi dan kram-kram pada tungkai bawah, sehingga
mengalami insomnia akibat gangguan tersebut. Keluhan ini bertambah berat
sehinggamengenai kedua lengan & bila jongkpk sulit untuk berdiri.
a. Bagaimana mekanisme dan hubungan dengan kasus?
Hipestesi
Hipestesi termasuk ke dalam gangguan sensorik negatif.
Hipestesia yang terjadi adalah hipestesia perifer, yang mencakup bagian-
bagian beberapa dermatome. Pada sindrom neuritis/neuropatia akan terjadi
peradangan pada saraf perifer. Gejala yang timbul biasanya
hipestesia/anesthesia atau parestesia. Nyeri neuritik biasanya bersumber
dari bagian saraf perifer yang terlibat dalam proses patologis pada tempat
yang dilewati saraf perifer yang bersangkutan.
Gejala neuropati dapat dikelompokkan menjadi gejala negatif atau
positif. Gejala positif mencerminkan aktivitas spontan serabut saraf yang
tidak adekuat, sedangkan gejala negatif menunjukkan terjadinya
penurunan aktivitas serabut saraf. Gejala negatif meliputi kelemahan,
fatigue, dan wasting, sementara gejala positif mencakup kram, kedutan
otot, dan myokimia. Kelemahan biasanya belum bermanifestasi sampat
13
50-80% serabut saraf mengalami kerusakan; gejala positif mungkin
muncul pada awal proses penyakit. Gejala negatif seperti hipestesia dan
abnormalitas melangkah.
Gejala lain yang juga sering adalah kesulitan membedakan rasa
panas atau dingin dan keseimbangan yang semakin memburuk terutama
saat gelap dimana input visual tidak cukup mengkompensasi gangguan
propriopseptif. Gejala positif mencakup rasa terbakar atau tertusuk,
rasa geli/kesemutan. Gejala yang mungkin melibatkan sistem saraf
otonom mencakup rasa haus, kembung, konstipasi, diarem impotensi,
inkontinensia urin, abnormalitas keringat, dan rasa melayang yang
berkaitan dengan orthostasis. Pasien dengan gangguan vasomotor
mungkin melaporkan keempat anggota gerak terasa dingin sejalan
dengan perubahan warna kulit dan a t rof i otot.
kram-kram
Kerusakan syaraf motorik menyebabkan kelemahan dan terkadang
kram yang menyakitkan dan kejang otot.
Insomia
Gejala biasanya dirasakan lebih berat pada malam hari. Insomnia
terjadi akibat penderita menahan rasa sakit seperti hipestesi dan kram-
kram sehingga penderita tidak bias tidur.
Insomnia dapat timbul sebagai:
1.Insomnia primer
Pada gangguan tidur tersebut, penderita bias tidur tetapi tidak
merasa tidur. Pada jenis gangguan tidur ini ternyata bahwa masa REMS
sangat kurang, sedangkan masa NREMS cukup. Berdasarkan disproporsi
NREMS dan REMS itu, makan tidaklah tepat untuk menganggap
penderita insomnia primer sebagai hipokondriak atau pengeluh.
2.insomnia sekunder, akibat psikoneurosis
Orang-orang psikoneurosis pada umumnya mempunyai banyak
keluhan non-organik seperti sakit kepala, badan pegal, emosi, dan lainnya.
Keadaan demikian mudah mengganggu tidur.
14
3. insomnia sekunder, akibat penyakit organik
Pada insomnia sekunder organik, penderita tidak bisa atau
ternganggu kontinuitas tidurnya karena pada saat tertidurnya terganggu
oleh nyeri organik. Dapat disimpulkan pada kasus ini, Ny. Sinta
mengalami insomnia akibat gejala penyakit yang dideritanya.
b. Mengapa keluhan terjadi di tungkai bawah?
Karena neupati kasus ini bersifat perifer, dikarenakan bagian perifer
merupakan bagian paling distal dari tubuh, mendapat nutrisi lebih lambat
dibanding bagian proximal.
Pada permulaan biasanya gangguan pada serabut-serabut halus (small
fiber) ditemukan gejala sensibilitas, dapat berupa parestesi, rasa tebal, rasa nyeri,
rasa panas seperti terbakar dan rasa keram pada bagian distal tungkai.
Hipalgesia/analgesia dapat berupa sarung tangan atau kaos kaki dan kondisi
seperti ini memudahkan terjadinya trauma / ulkus pada kaki.
Degenerasi serabut-serabut kasar (large fiber) menyebabkan gangguan
proprioseptif seperti berkurangnya rasa vibrasi / gangguan rasa posisi dapat pula
ditemukan, kadang-kadang ataksi dapat dijumpai dan bentuk ini mirip dengan
tabes dorsalis, dikenal dengan Diabetic Pseudotabes. Lebih jauh bisa pula timbul
kelainan motorik seperti atrofi, refleks tendo menurun sampai menghilang pada
bagian distal dari ekstremitas. Selanjutnya dapat terjadi autonomic neuropathy
dengan gejala impotensi pada pria dan hypotonic neurogenic bladder.
Kadang-kadang bisa dijumpai rasa nyeri didaerah belakang tubuh /
trunkus dan menyebar pada abdomen dan toraks tanpa kelemahan otot. Keadaan
ini disebut sebagai truncal neuropathy. Keadaan ini sering terdapat pada diabetes
yang lama dan umur lanjut. Ada anggapan bahwa rasa nyeri ini mempunyai sifat
“self limited”
Karena kerusakan pada saraf sensori biasanya pertama kali mengenai
akson terpanjang, menimbulkan pola kaos kaki dan sarung tangan (stocking-and-
glove distribution). Kerusakan pada serabut saraf kecil akan mengganggu persepsi
15
pasien terhadap sensasi suhu, raba halus, pinprick, dan nyeri. Sedangkan pada
serabut saraf besar, pasien dapat kehilangan sensasi getar, posisi, kekuatan otot,
diskriminasi tajam-tumpul, dan diskriminasi dua titik. Di samping itu, pasien
dapat mengeluh nyeri paha bilateral disertai atrofi otot iliopsoas, quadriceps dan
adduktor. Secara objektif, kita dapat menilai adanya gangguan sensori sesuai
segmen L2, L3, dan L4. Sementara itu, elektromiografi (EMG) memperlihatkan
gambaran poliradikulopati.
3.3 Riwayat menderita DM disangkal, namun penderita merasa sering lapar dan haus serta
sering buang air kecil.
a. Bagaimana hubungan DM dengan kasus?
Komplikasi-komplikasi pada Diabetes dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Komplikasi yang bersifat akut
1) Koma hipoglikemia
Koma hipoglikemia terjadi karena pemakaian obat-obat diabetic yang
melebihi dosis yang dianjurkan sehingga terjadi penurunan glukosa dalam darah.
Glukosa yang ada sebagian besar difasilitasi untuk masuk ke dalam sel.
2) Ketonasidosis
Minimnya glukosa di dalam sel akan mengakibatkan sel mencari sumber
alternatif untuk dapat memperoleh energi sel. Kalau tidak ada glukosa maka
benda-benda keton yang dipakai sel. Kondisi ini akan mengakibatkan
penumpukan residu pembongkaran bendabenda keton yang berlebihan yang dapat
mengakibatkan asidosis.
3) Koma hiperosmolar nonketotik
Koma ini terjadi karena penurunan komposisi cairan intrasel dan ekstrasel
karena banyak dieksresi lewat urin.
b. Komplikasi yang bersifat kronik
1) Makroangiopati yang menyebabkan pembuluh darah besar, pembuluh darah
jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak. Perubahan pada pembuluh
16
darah besar dapat mengalami atherosklerosis sering terjadi pada NIDDM.
Komplikasi makroangiopati adalah penyakit vaskuler otak, penyakit arteri
koronaria, dan penyakit vaskuler perifer.
2) Mikroangiopati yang mengenai pembuluh darah kecil, retinopati diabetik,
nefropati diabetik. Perubahan-perubahan mikrovaskuler yang ditandai dengan
penebalan dan kerusakan membran diantara jaringan dan pembuluh darah sekitar.
Terjadi pada penderita IDDM yang terjadi neuropati, nefropati dan retinopati.
3) Neuropati diabetika
Akumulasi orbital di dalam jaringan dan perubahan metabolic mengakibatkan
fungsi sensorik dan motorik saraf menurun kehilangan sensori mengakibatkan
penurunan persepsi nyeri.
4) Rentan infeksi seperti Tuberculosis paru, gingivitis dan infeksi
saluran kemih.
3.4 Pemeriksaan Fisik:
Tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi 84x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 37o C.
a. Interpretasi dan mekanisme abnormal?
Pemeriksaan Hasil Interpretasi mekanismeTekanan Darah 140/90 mmHG Hipertensi Pada DM Hiperglikemia menghambat
produksi endothelium, mensintesis aktivasi dan meningkatkan produksi superoksid anion yaitu sebuah spesies oksigen reaktif yang merusak formasi nitrit oksida pada pembuluh darah.
Nadi 84x/menit Normal (60-100) -Pernafasan 20x Normol (18-24) -Suhu 37o C Normal (36,4-37,4) -
3.5 Pemeriksaan Neurologi:
17
Kekuatan 4 papda anggota gerak, reflex fisiologis bicep dan tricep menurun pada kedua
lengan serta KPR dan ATR negative pada tungkai bawah, gangguan sensibilitas berpola
sarung tangan& kaos kaki.
a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan?
Jenis pemeriksaan Hasil Interpretasi Mekanisme abnormal
Refleks fisiologis biceps
dan triceps
Menurun pada
kedua lengan
(tidak normal)
Respon rata-rata
KPR dan ATR Negative pada
tungkai bawah
a) 4+ : hiperaktif dengan
klonus terus menerus
b) 3+ : hiperaktif
c) 2+ : normal
d) 1+ : hipoaktif
e) 0 : tidak ada refleks
Selain itu ketiadaan atau
penurunan refleks patela
dikenal juga sebagai tanda
Westphal. Tanda westphal
menunjukkan bahwa ada
masalah di saraf tulang
belakang pasien atau saraf
perifer.
Gangguan sensibilitas Berpola sarung
tangan dan kaos
kaki.
Tidak ada gangguan
sensibilitas
Keterkaitan akar serabut saraf
dalam suatu penyakit akan
menghasilkan gangguan
sensasi kutaneus dengan pola
segmental, akan tetapi dengan
adanya overlap saraf,
biasanya tidak terdapat
kehilangan sensasi kecuali
ada 2 atau lebih akar
tambahan yang terkena.
18
Mekanisme Reflex fiisologi bicep dan tricep menurun pada kedua lengan,
Gangguan sensibilitas pola sarung tangan dan kaos kaki.
Pada umumnya kelainan ini didahului dengan kelainan
elektroneurofisiologi, seperti melambatnya kecepatan konduksi saraf motorik dan
sensorik (NCV). Pemeriksaan fungsi urat saraf tepi, khususnya kecepatan hantar saraf
tepi (KHST) baik motorik maupun sensorik sudah lama digunakan secara luas dan
hingga kini makin berkembang pesat. Dan dikatakan bahwa kecepatan hantar impuls
saraf menurun secara meyakinkan (significant) pada neuropati perifer diabetik .
Pada seorang penderita dengan neuropati perifer diabetik, jauh sebelum
merasakan adanya keluhan-keluhan pada susunan sarafnya sudah terdapat kelainan-
kelainan apabila dilakukan pemeriksaan dengan cara elektroneurofisiologi. Salah
satu teknik elektroneurofisiologi yang sampai saat ini masih terus berkembang dan
dapat membantu mengidentifikasi abnormalitas saraf dan otot yang berhubungan
dengan neuropati perifer adalah "electromyonervegraphy (EMNG) . Pemeriksaan
EMNG merupakan pilihan diagnostik untuk membantu menunjukkan distribusi lesi
pada penderita yang diduga menderita neuropati perifer, mempunyai nilai spesifikasi
yang tinggi, sensitif dan non invasif .
Secara morfologi kelainan sel saraf pada NPD terdapat pada sel-sel
Schwann, selaput myelin dan akson. Kelainan yang terjadi tergantung pada lamanya
mengidap DM . Dengan mikroskop elektron pada NPD yang masih dini akan tampak
gambaran karasteristik berupa demyelinisasi segmental, kerusakan akson dan
penebalan membran basal yang mengelilingi permukaan sel Schwann. Pada tingkat
lanjut, akson sel saraf dapat hilang sama sekali .
Disamping kelainan morfologi dijumpai pula adanya kelainan fungsional
dan biokoimiawi. Kelainan fungsional yang terjadi berupa gangguan kemampuan
penghantaran impuls, baik motorik maupun sensorik. Sedangkan secara biokimiawi
ditemukan adanya kelainan dalam jumlah bentuk protein-protein sel saraf yang
terkena .
19
b. Bagaimana cara pemeriksaan refleks fisiologis?
Berdasarkan respon yang timbul, reflex dalam atau reflex regang otot
dinilai 0 hingga 4+. Hingga saat ini tidak ada batasan yang tegas untuk menentukan
tingkat reflex. Akan tetapi pada umumnya pada reflex yang meningkat zona reflex
akan meluas. Reflex dapat dibangkitkan meskipun rangsangan diberikan tidak pada
tendon otot, selain itu kontraksi otot yang ditimbulkan juga bertambah hebat.
Penilaian reflex juga harus dilakukan pada kedua sisi. Ketidaksimetrisan respons
reflex bias berarti suatu kondisi patologis.
Nilai Respons
0 Negative
+ Positif tetapi menurun
++ Normal
+++ Meningkat tetapi masih mungkin normal
++++ Sangat meningkat, kadang disertai klonus
Pada saat melakukan pemeriksaan reflex sebaiknya pasien rileks, nyaman dan
dialihkan perhatiannya. Oleh karena reflex akan sulit dibangkitkan balam kondisi otot
yang tegang.
a.Refleks biseps (C5, C6)
Lengan diposisikan semifleksi dengan lengan bawah sedikit pronasi. Pemeriksan
meletakkan ibu jari di atas tendon otot biseps dan ketuk jari tersebut dengan palu
reflex. Respons yang timbul berupa fleksi dari sendi siku.
b. Refleks triseps (C7, C8)
Pemeriksaan reflex ini dilakukan dengan mengetuk tendon otot triseps yang terletak
di atas olecranon. Posisi lengan bawah semifleksi dan ditopang oleh tangan
pemeriksa. Respon reflex ini berupa ekstensi lengan bawah.
20
c.Bagaimana cara pemeriksaan kpr?
Refleks Kuadrisep Femoris: extremitas inferior; Knee Pees Refleks
(KPR); Refleks Patella
Pusat : l2,L3,L4
Cara :
1. tungkai di fleksi gantungkan
2. ketok tendon m. Kuadriseps femoris (bawah patella)
Jawaban : kontraksi m. Kuadriseps femmoris ekstensi tungkai
c. cara pemeriksaan atr?8,9,5
Pemeriksaan Achilles Tendon Reflex (ATR)
Pada saat melakukan pemeriksaan reflex sebaiknya pasien rileks, nyaman
dan dialihkan perhatiannya. Oleh karena reflex akan suit dibangkitkan balam
kondisi otot yang tegang.
Tungkai bawah difleksikan dan eksternal rotasi dan tangan kiri pemeriksa
menahan kaki pasien dan posisi dorsifleksi. Ketukkan palu reflex pada tendon
Achilles. Reflex yang timbul berupa gerakan plantar flexi dan kontraksi otot
gastrocnemius.
21
Berdasarkan respon yang timbul, reflex dalam atau reflex regang otot
dinilai 0 hingga 4+.
Hingga saat ini tidak ada batasan yang tegas untuk menentukan tingkat
reflex. Akan tetapi pada umumnya pada reflex yang meningkat zona reflex akan
meluas. Reflex dapat dibangkitkan meskipun rangsangan diberikan tidak pada
tendon otot, selain itu kontraksi otot yang ditimbulkan juga bertambah hebat.
Penilaian reflex juga harus dilakukan pada kedua sisi. Ketidaksimetrisan respons
reflex bias berarti suatu kondisi patologis.
Nilai Respons
0 Negative
+ Positif tetapi menurun
++ Normal
+++ Meningkat tetapi masih mungkin normal
++++ Sangat meningkat, kadang disertai klonus
3.6 Laboratorium :
GDS 240 mg%, ureum dan kreatinin sedikit meningkat di atas normal.
a. Interpretasi dan mekanisme abnormal?
Pemeriksaan Hasil Interpretasi
GDS 240 mg % N: < 150 mg /dl
22
Hiperglikemia, riwayat
DM.
Ureum Normal 15 – 40
(mg/dl)
-
kreatinin Normal 0.5 – 1.5
(mg/dl)
-
b. Pemeriksaan penunjang lainnya yang diperlukan?6,7,8
1. menggunakan TCSS (tronto clinical scoring system) untuk menentukan
derajaat keparahan dari NP ini
2. Elektromiografi (EMG) untuk eleektrodiagnnose memeriksa saraf perifer
dan otot.
3. EMNG : gambaran khas berupa kecepatan hantar saraf yang menurun.
4. Biopsi saraf : bila perlu (konsultasi dengan bagian patologi anatomi).
IV. TEMPLATE
a. How to diagnose
Kriteria diagnosa neuropati diabetic dapat dilakukan dengan menilai gejala klinis,
pemeriksaan klinis, pemeriksaan elektrodiagnostik, tes sensoris kuantitatif (suhu dan vibrasi) dan
tes fungsi otonom.
1. Gejala Klinis
Berdasarkan anamnesis :
a) Sensorik : rasa baal, rasa panas, rasa terbakar, rasa kesemutan, rasa kesetrum,
Alodonia, gambaran sepertisarung tangan/kos kaki
b) Keluhan motorik : tungkai / lengan kurang kuat, sering jatuh,sulit naik tangga,
sulit bangkit dari kursi, sulit buka stoplesdll.
c) Keluhan otonom : gangguan berkeringat, gangguan/disfungsi seksual : gangguan
ereksi, sulit orgasme, diare, sulit adaptasi dalam gelap dan terang, keluhan
hipotensi ortostatis
2. Pemeriksaan Klinis
a) Inspeksi: ulserasi pada kaki dan Charcot Joint
23
b) Pemeriksaan Neurologik :
a. pemeriksaan motorik didapat kelemahan tipe LMN
b. Pemeriksaan sensorik didapat gambaran kos kaki/sarung tanganuntuk rasa
nyeri/suhu
c. Gangguan vibrasi
3. Pemeriksaan elektrodiagnostik
a. ENMG (Elektroneuromiografi) : meliputi kecepatan hantar saraf motorik/sensorik
(KHSM/KHSS)
4. Tes Sensoris kuantitatif : untuk vibrasi dan suhu dikenaldengan Quantitative Sensoric
testing (QST).QST adalah tehnik untuk mengukur intensitas rangsangan yang diperlukan
untuk memberi persepsi sensorik khas dimana sifat fisik serta intensitas diketahui secara
tepat
5. Tes Fungsi Otonom
a. Kardiovaskuler
i. Evaluasi hipotensi ortostatik dengan postural blood pressure testing
ii. Resting heart rate
iii. Valsava maneuver
iv. R variation (beat to beat heart rate variation)
b. Eye
i. Dark-adapted pupil size after total parasimpathetic testing
c. Sudomotor
i. Thermoregulatory sweat test (semikuantitatif) : Penderita dibedaki dengan
bedak indikator yang menjadi ungubila basah
ii. Potensial kulit : Potensial kulit dapat direkam dengan alat EMG terutama
daritelapak tangan dan telapak kaki
iii. Sweat imprint quantitation : Rangsangan kulit dengan pilocarpin,
diperhatikan tetesankeringat baik diameter maupun distribusinya.
iv. Quantitative Sudomotor Axon reflex test (QSART) : Mengukur respons
keringat setelah dirangsang dengantranscutaneus iontoforesis dari asetil
kholin.
24
Diagnostik neuropati ditegakkan berdasarkan adanya gejala dua atau lebih dari empat kriteria
dibawah ini : (Sjahrir,2006)
b. DD
Miopati, yaitu suatu kelainan yang ditandai oleh abnormalnya fungsi otot (merupakan
perubahan patologik primer) tanpa adanya denervasi pada pemeriksaan klinik, histologik atau
neurofisiologi. Sindrom Guillain Barre, yaitu suatu polineuropati yang bersifat ascending dan
akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut. Menurut Bosch, SGB
merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut
berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus
kranialis.
c. Tatalaksana
1. Terapi Nonmedikamentosa
a. Edukasi
Edukasi pasien sangat penting dalam tatalaksana neuropati diabetik. Target
pengobatan dibuat serealistik mungkin sejak awal, dan hindari memberi
pengahrapan yang berebihan.
b. Perawatan Umum (kaki)
Jaga kebersihan kaki, hindari trauma kaki seperti sepatu yang sempit. Cegah
trauma berulang pada neuropati kompresi.
c. Pengendalian Glukosa Darah
2. Terapi medikamentosa
a. Dengan menggunakan obat-obat :
i. Golongan aldolase reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat
penimbunan sorbitol dan fruktosa
ii. Penghambat ACE
iii. Neutropin : Nerve growth factor, brain-derived neurotrophic factor
iv. Alpha Lipoic Acid, suatu antioksidan kuat yang dapat membersihkan
radikal hidroksil, superoksida dan peroksil serta membentuk kembali
glutation
25
Pedoman tatalaksana neuropati diabetik dengan nyeri, diantaranya :
a. NSAID (ibuprofen dan sulindac)
b. Antidepresan trisiklik (amitriptilin, imipramin, nortriptilin, paroxetine)
c. Antikonvulsan (gabapentin, karbamazepin)
d. Antiarimia (mexilletin)
e. Topikal : capsaicin, fluphenazine, transcutaneous electrical nerve stimulation
d. Komplikasi
Walaupun mortalitasnya kecil dan bukan merupakan komplikasi yang fatal, tetapi
kelainan ini sangat mengganggu kualitas hidup penderita sehari-hari sehingga dapat
menyebabkan kerugian ekonomi penderita baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kelainan ini merupakan manifestasi klinik yang khas ditandai dengan kehilangan sensibilitas
pada kaki/tungkai, terjadinya ulkus, deformasi dan akhirnya terjadi gangren yang seringkali
berakhir dengan amputasi.
e. Prognosis
DUBIA ET BONAM
Prognosis penderita neuropati diabetik sangat tergantung dari usia karena semakin tua
usia penderita diabetes mellitus semakin mudah untuk mendapatkan masalah yang serius pada
kaki dan tungkainya, lamanya menderita diabetes mellitus, adanya infeksi yang berat, derajat
kualitas sirkulasi, dan keterampilan dari tenaga medis atau paramedis.
Pada umumnya polineuropati sembuh dengan gejala sisa, walaupun pada beberapa kasus
memperlihatkan gejala-gejala yang menetap. Apabila terjadi paralisis otot-otot pernapasan
maka prognosis akan lebih buruk.
f. KDU
3A -- Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-
pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratorium
sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskandan memberi terapi pendahuluan, serta
merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).
26
V. LI
a. ANATOMI DAN FISIOLOGI SARAF ANGOTA GERAK
a. PENGERTIAN
Salah satu organ yang berfungsi untuk menyelengarakan kerja sama yang rapih dalam
organisasi dan koordinasi kegiatan tubuh.
b. PEMBAGIAN SUSUNAN SARAF
Pembagian susunan saraf terdiri dari :
1. Susunan saraf sentral
a. Medula spinalis.
b. Otak
i. Otak besar (serebrum)
ii. Batang otak (trunkus serebri)
iii. Otak kecil (serebelum)
2. Susunan saraf perifer
3. Susunan saraf somatic
4. Susunan saraf otonom
a. Susunan saraf simpatis
b. Susunan saraf para simpatis
SUSUNAN SARAF SENTRAL
1. Medula Spinalis (Sumsum Tulang Belakang)
Bagian susunan saraf pusat yang terletak di dalam kanalis vertebralis
bersama ganglion radik posterior yang terdapat pada setiap foramen intervertebralis
terletak berpasangan kiri dan kanan. Organ ini mengurus persarafan tubuh, anggota bdan
serta bagian kepala. Dimulai dari bawah medula oblongata setinggi korpus vertebra
servikalis I memanjang sampai ke korpus vertebra lumbalis I dan II.
a). Bentuk Medula Spinalis Sama halnya dengan otak berada dalam sakus arakhnoid yang
berisi cairan otak, sakus arakhnoid berakhir di dalam kanalis vertebralis dalam tulang
sakrum. Dalam medula spinalis keluar 31 pasang saraf, terdiri dari:
(1) Servival : 8 pasang
27
(2) Torakal : 12 pasang
(3) Lumbal : 5 pasang
(4) Sakral : 5 pasang
(5) Koksigial : 1 pasang
Medula spinalis mengandung zat putih dan zat kelabu yang mengecil pada bagian atas
menuju ke bagian bawah sampai servikal dan torakal, pada bagian ini terdapat pelebaran
dari vertebra servikal IV sampai vertebra torakal II pada daerah lumbal pelebaran ini
semakin kecil disebut konus medularis. Konus ini berakhir pada vertebra lumbal I dan II,
akar saraf yang berasal dari lumbal bersatu menembus foramen intervertebralis.
Penyebaran semua saraf medula spinalis, dimulai dasi torakal I sampai lumbal II
mempunyai cabang-cabang dalam saraf yang akan keluar membentuk fleksus dan ini
akan membentuk saraf tepi (perifer) terdiri dari:
(1) Fleksus servikalis, dibentuk oleh cabang-cabang servikal anterior, cabang ini bekerja
sama dengan nervus vagus dan nervus assesorius.
(2) Fleksus brakialis, dibentuk oleh persatuan cabang-cabang anterior dari saraf
servikal 4 dan torakal 1, saraf terpenting nervus mediana adalah nervus ulnaris radialis
yang mempersarafi anggota gerak atas
(3) Fleksus lumbalis. Dibuat oleh serabut saraf dan torakal 12 saraf terbesar yaitu nervus
femoralis dan nervus obturatoir. Dibentuk oleh saraf terbesar keluar mempersarafi otot
anggota gerak bawah.
Sumsum belakang dibungkus oleh 3 selaput yaitu;
(1) Duramater (selaput luar)
(2) Arakhnoid (selaput jaringan)
(3) Piameter (selaput dalam).
Diantara duramater dan arakhnoida terapat lubang disebut kandung duramater.
b. Pembagian Medula Spinalis
Sumsum tulang belakang ada 2 macam zat;
(1) zat putih sebelah luar. Terdapat diantara berkas depan kiri dan kanan dari selaput
benang saraf.
(2) Zat kelabu sebelah dalam. Dibentuk oleh sel saraf (ganglio) berkatup banyak,
28
didalamnya terdapat jaringan penunjang (mongolia).
Akar saraf sumsum tulang dibentuk oleh akar depan yang berasal dari sel ganglion di
dalam tanduk depan masuk ke dalam alur sisi depan, dan akar belakang yang dimulai dari
simpul saraf sumsum belakang masuk ke dalam alur sisi belakang.
c. Fungsi Medula Spinalis
Terdiri dari;
(1) Pusat gerakan otot-otot tubuh terbesar di kornu motorik atau kornu ventralis.
(2) Mengurus kegiatan refleks-refleks spinalis serta refleks lutut.
(3) Menghantarkan rangsangan koordinasi dari otot dan sendi ke serebelum.
(4) Sebagai penghubung antar segmen medula spinalis.
(5) Mengadakan komunikasi antara otak dengan semua bagian tubuh.
2. Otak
Otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat komputer
dari semua alat tubuh, bagian dari saraf sentral yang terletak di dalam rongga tengkorak
(kranium) yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat.
A. Bagian-bagian Otak
1. Serebrum (Otak besar).
Merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari otak, berbentuk telur, mengisi penuh
bagian depan atas rongga tengkorak. Masing-masing disebut fosa kranalis anterior atas
dan fosa kranalis media.
Otak mempunyai 2 permukaan, permukaan atas dan permukaan bawah. Kedua
permukaan ini dilapisi oleh lapisan kelabu (zat kelabu) yaitu pada bagian kortek serebral
dan zat putih terdapat pada bagian dalam yang mengandung serabut saraf.
Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu;
Lobus frontalis, adalah bagian dari erebrum yang terletak di depan sulkus sentralis.
(a) Lobus parietalis, terdapat di depan sulkus sentralis dan dibelakangi oleh karaco
oksipitalis.
29
(b)Oksifitalis, yang mengisi bagian belakang dari serebrum.
(c) Korteks serebri
Disamping pembagian dalam lobus dapat juga dibagi menurut fungsinya dan banyaknya
area, secara umum korteks serebri dibagi menjadi 4 bagian;
(a) Korteks Sensoris, pusat sensasi umum primer suatu hemisfer serebri yang mengurus
bagian badan, luas daerah korteks yang menangani suatu alat atau bagian tubuh
tergantung pada fungsi alat yang bersangkutan. Disamping itu juga korteks sensoris
bagian fisura lateralis menangani bagian tubuh bilateral lebih dominan.
(b) Korteks Asosiasi, tiap indra manusia, korteks asosiasi sendiri-sendiri, kemampuan
otak manusia dalam bidang intelektual, ingatan, berfikir, rangsangan yang diterima diolah
dan disimpan serta dihubungkan dengan data yang lain. Bagian anterior lobus frontalis
mempunyai hubungan dengan fungsi luhur dan disebut psikokorteks.
(c) Korteks motoris, menerima impuls dari korteks sensoris, fungsi utamanya adalah
kontribusi pada traktus piramidalis yang mengatur bagian tubuh kontra lateral.
(d) Korteks Pre-frontal., terletak pada lobus frontalis berhubungan dengan sikap mental
dan kepribadian.
Fungsi serebrum terdiri dari;
(a) Mengingat pengalaman-pengalaman yang lalu.
(b) Pusat pernafasan yang menangani; aktivitas mental, akal, intelegensi, keinginan dan
memori.
(c) Pusat menangis, buang air besar dan buang air kecil.
2. Batang Otak (Trunkus serebri)
Diensefalon ke atas berhubungan dengan serebrum dan medula oblongata ke bawah
dengan medula spinalis. Serebrum melekat pada batang otak di bagian medula oblongata,
pons varoli dan mesensepolon. Hubungan serebelum dengan medula oblongata disebut
korpus retiformi, serebelum dengan pos varoli disebut brakium pontis dan serebelum
dengan mesensepalon disebut brakium konjungtiva.
Batang otak terdiri dari:
(a) Diensefalon, bagian batang otak paling atas terdapat diantara serebelum dengan
mesensepolon,kumpulan dari sel saraf yang terdapat dibagian depan lobus temporalis
30
terdapat kapsula interna dengan sudut menghadap ke samping.
Fungsi dari diensefalon;
(1) Vaso kontuktor, mengecilkan pembuluh darah.
(2) Respiratori membantu proses persarafan.
(3) Mengontrol kegiatan reflek.
(4) Membantu pekerjaan jantung.
(b) Mesensepolon. Atap dari mesensepalon terdiri dari 4 bagian yang menonjol ke atas, 2
disebelah atas disebut korpus kuadrigeminus superior dan 2 sebelah bawah disebut
korpus kuadrigeminus inferior.
Fungsinya terdiri dari;
(1) Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata.
(2) Memutar mata dan pusat pergerakan mata.
(3) Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan mesensepolon dengan pons varoli
dengan serebelum, terletak di depan serebelum diantara otak tengah dan medula
oblongata di sini terapat premotoksid yang mengatur gerakan pernafasan dan reflek.
Fungsi dari Pons varoli terdiri dari:
(1) Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara medula oblongata dengan
serebelum atau otak besar.
(2) Pusat saraf nervus trigeminus.
(3) Medula oblongata. Merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah yang
menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis.
Fungsi dari medula oblongata, merupakan organ yang menghantarkan impuls dari medula
spinalis dan otak yang terdiri dari;
(1) Mengontrol pekerjaan jantung
(2) Mengecilkan pembuluh darah (vasokonstruktor)
(3) Pusat pernapasan (respiratory center)
31
3. Serebelum (Otak kecil)
Terletak pada bagian bawah dan belakang tengkorak dipisahkan dengan serebrum oleh
fisura tranversalis dibelakangi oleh pons varoli dan diatas medula oblongata.
Organ ini banyak menerima serabut aferen sensoris merupakan pusat koordinasi dan
integrasi.
Bentuknya oval, bagian yang mengecil pada sentral disebut vermis dan bagian yang
melebar pada lateral disebut hemisfer. Serebelum berhubungan dengan batang otak
melalui pendunkulus serebri inferior (korpus retiformi).
Korteks serebelum dibentuk oleh subtansia grisea terdiri dari 3 lapisan:
(a) Lapisan granular luar
(b) Lapisan purkinye
(c) Lapisan granular dalam
Fungsi sereberum;
(1) Arkhioserebelum (vestibulo serebelum), serabut aferen berasal dari telinga dalam
diteruskan oleh venus VIII (auditorius) untuk keseimbangan dan rangsangan pendengaran
ke otak.
(2) Paleaserebelum (spinoserebelum), sebagai pusat penerima impuls dari reseptor
sensasi umum medula spinalis dan nervus vagus (N. Trigeminus) kelopak mata, rahang
atas dan bawah serta otot pengunyah.
(3) Neoserebelum (Ponto Serebelum), korteks serebelum menerima informasi tentang
gerakan yang sedang dan yang akan dikerjakan dan mengatur gerakan sisi badan.
B. Saraf Kepala (Saraf Otak)
Susunan saraf terdapat pada bagian kepala yang keluar dari otak dan melewati lubang
yang terdapat pada tulang tengkorak berhubungan erat dengan otot panca indera; mata,
telinga, hidung, lidah dan kulit.
Di dalam kepala ada 2 saraf kranial, beberapa diantaranya adalah serabut campuran
gabungan saraf motorik dan saraf sensorik tetapi ada yang terdiri dari saraf motorik saja
atau hanya sensorik saja. Saraf otak terdiri dari:
Urutan saraf , Nama saraf, Sifat saraf Memberikan saraf Untuk dan fungsinya
1. Nervus olfaktorius sensorik Hidung sebagai alat penciuman
32
2. Nervus optikus Sensorik Bola mata untuk penglihatan
3. Nervus Okulomotoris Motorik Penggerak bola mata dan mengangkat kelopak mata
4. Nervus troklearis Motorik Mata, memutar mata dan penggerak bola mata
5. Nervus trigeminus Motorik & sensorik
Nervus optalmikus Motorik & sensorik Kulit kepala dan kelopak mata atas
Nervus maksilaris Sensorik Rahang atas, palatum dan hidung
Nervus mandibularis Motorik & sensorik Rahang bawah dan lidah
6. Nervus abdusen Motorik Mata, penggoyang sisi mata
7. Nervus fasialis Motorik & sensorik Otot lidah menggerakan lidah dan selaput lendir
rongga mulut
8. Nervus auditorius Sensorik Telinga, rangsangan pendengaran
9. Nervus glossofaringeus Sensorik & motorik Faring, tonsil dan lidah, rangsangan cita
rasa
10. Nervus vagus Sensorik & motorik Faring, laring, paru-paru dan esofagus
11. Nervus asesorius Motorik Leher, otot leher
12. Nervus hipoglosus Motorik Lidah, cita rasa dan otot lidah
SUSUNAN SARAF PERIFER
1. SARAF SOMATIK
Susunan saraf somatik adalah susunan saraf yang mempunyai peranan spesifik untuk
mengatur aktivitas otot sadar atau serat lintang.
A. Serabut Saraf Anggota Gerak Atas
Fleksus brakialis terdapat di atas rongga toraks merupakan saraf-saraf segmen servikal IV
hingga torakal I membentuk jalan saraf yang mempersarafi lengan. Saraf servikal
membentuk nervus medianus mempersarafi antara lain otot fleksor lengan bawah yang
berfungsi mengetulkan lengan dan jari, cabang sensoris nervus medianus mempersarafi
kulit, telapak tangan mulai dari ibu jari sampai tangan setengah bagian radikal jari ke-4.
Saraf servikal IV dan torakal I membentuk nervus ulnaris mempersarafi otot tangan di
daerah hipotenar (telapak tangan) pada sisi tulang hasta, saraf ini mengandung cabang
sensoris yang mempersarafi kulit, telapak tangan dari jari ke-5 dan setengah bagian ulna jari
manis.
33
Saraf servikal V dan VI bagian dorsal membentuk nervus aksilaris yang mempersarafi
muskulus deltoid, saraf servikal V dan VII membentuk nervus radialis yang mempersarafi
otot-otot ekstensor, kulit lengan dan tangan bagian dorsal.
B. Serabut Saraf Anggota Grak Bawah
Fleksus lumbo sakralis, saraf-saraf spinal hingga sakral V membentuk jala saraf yang
mensarafi tungkai jala, tersusun dalam 2 bagian-nagian dorsal dan yang ventral
Saraf lumbal I dan II membentuk nervus genito femoralis yang mengurus persarafan kulit
daerah genetalia dan paha atas bagian medial.Saraf lumbal II-IV bagian ventral membentuk
nervus obturotarius yang mensarafi otot obturatori dan abduktor paha, bagian sensoris
mengurus sendi paha.Saraf lumbal II-IV bagian dorsal membentuk nervus femoralis
mensarafi muskulus
b. POLINEUROPATI DIABETIK
PENDAHULUAN
Neuropati adalah gangguan saraf perifer yang meliputi kelemahan motorik,
gangguan sensorik, otonom dan melemahnya refleks tendon, dapat akut atau kronik.
Kelainan yang dapat menyebabkan neuropati dapat digolongkan secara umum yaitu yang
disebabkan oleh penyakit defisiensi, kelainan metabolisme, intoksikasi, alergi, penyakit
keturunan, iskemik, dan kompresi.
Kelainan fungsional sistem saraf tepi dapat disebabkan kelainan pada sel saraf di
sumsum tulang belakang atau kelainan sepanjang saraf tepi sendiri. Inti sel saraf adalah
tempat terpenting dalam metabolisme neuronal sehingga berbagai proses disini dapat
mempengaruhi saraf tepi. Penghantaran rangsangan dan nutrisi pada saraf tepi sangat
bergantung pada keutuhan selubung mielin dan aliran darah pada saraf tepi tersebut.
Neuropati dapat primer disebabkan proses demielinisasi atau iskemik lokal pada saraf tepi.
Polineuropati atau yang disebut juga neuronopati adalah neuropati dengan lesi utama pada
neuron. Merupakan proses umum yang menyebabkan kelainan simetris dan bilateral pada
34
sistem saraf tepi. Kelainan ini dapat berbentuk motorik, sensorik, sensorimotor atau
autonomik. Distribusinya dapat proksimal, distal atau umum.
Menurut WHO, technical report series 645, 1980 : batasan neuropati saraf tepi adalah
kelainan menetap (lebih dari beberapa jam) dari neuron sumsum tulang, neuron motorik
batang otak bagian bawah, sensorimotor primer, neuron susunan saraf autonom perifer
dengan kelainan klinis, elektroneurografik dan morfologik.
Gejala yang mula-mula mencolok adalah pada ujung saraf yang terpanjang. Di
sini didapat degenerasi aksonal, sehingga penyembuhan dapat terjadi jika ada degenerasi
aksonal. Proses di sini lambat dan sering tidak semua saraf terkena lesi tersebut.
PATOFISIOLOGI
a. Neuropati aksonal
Neuropati akson mengenai akson dengan efek sekunder pada sarung mielin.
Akson yang terbesar terkena lebih dulu. Jenis lain dari neuropati aksonal disebabkan oleh
iskemik akibat vaskulopati. Sisi dari kerusakan aksonal berhubungan dengan innervasi
vaskular dan dapat terkena dimana saja sepanjang saraf tersebut.
b. Neuropati demielin
Yang terkena adalah sel schwann dari sarung mielin dengan akibat demielinisasi
dari saraf tepi dalam bentuk distribusi segmental.
c. Bentuk gabungan
Kebanyakan neuropati adalah bentuk gabungan dimana mielin lebih terkena dari
pada akson atau sebaliknya.
1. Teori metabolik. Teori ini menerangkan gangguan metabolik akibat dari hiperglikemia
dan atau defisiensi insulin pada satu atau lebih komponen seluler pada saraf menyebabkan
terjadinya gangguan fungsi dan struktural. Gangguan ini akan menyebabkan kerusakan
jaringan saraf dan mengakibatkan defisit neurologi.
2. teori vaskuler . teori ini menerangkan bahwa neuropati, nefropati dan retinopati terjadi
akibat demyelinasi multifokal dan hilangnya akson ( axonal loss). Pada kapiler pasien
diabetes terjadi penebalan membran basement dan peningkatan ukuran dan jumlah sel
endotel kapiler yang menyebabkan diameter lumen pembuluh darah menjadi kecil.
3. Teori sorbitol-osmotik. Teori ini menerangkan bahwa kerusakan jaringan saraf
disebabkan oleh akumulasi sorbitol intraseluler, yang berasal dari strees hiperglikemik
35
isotonic pada diabetes. Myoinositol akan menetralkan efek ini, namun proses ini akan
menjadi hilang, yang mengakibatkan sintesis phosphatidylinositol menjadi terbatas dan
dibentuk phospatydilinositol generasi ke dua. Dengan demikian merubah aktivitas
[Na.sup+]/[K.sup+]ATPase pada saraf
KLASIFIKASI
1 Berdasarkan lokasi
Polineuropati sensorik-motorik simetris
Bentuk ini lebih dikenal dengan polineuropati, merupakan bentuk yang paling
sering dijumpai. Keluhan dapat dimulai dari yang paling ringan sampai dengan yang paling
berat. Gangguan bersifat simetris pada kedua sisi. Tungkai lebih dulu menderita dibanding
lengan. Gangguan sensorik berupa parestesia, anestesia dan perasaan baal pada ujung-ujung
jari kaki yang dapat menyebar ke arah proksimal sesuai dengan penyebaran saraf tepi, ini
disebut sebagai gangguan sensorik dengan pola kaus kaki. Kadang-kadang parestesia dapat
berupa perasaan-perasaan yang aneh yang tidak menyenangkan, rasa seperti terbakar. Nyeri
pada otot sepanjang perjalanan saraf tepi jarang dijumpai. Nyeri ini dapat mengganggu
penderita pada waktu malam hari, terutama pada waktu penderita sedang tidur. Kadang-
kadang penderita mengeluh sukar berjinjit dan sulit berdiri dari posisi jongkok.
Kelemahan otot pertama-tama dijumpai pada bagian distal kemudian menyebar ke
arah proksimal. Atrofi otot, hipotoni dan menurunnya refleks tendon terutama tendon
Achilles, dapat dijumpai pada fase dini sebelum kelemahan otot dijumpai. Saraf otonom
dapat juga terkena sehingga menyebabkan gangguan trofik pada kulit dan hilangnya keringat
serta gangguan vaskular perifer yang dapat menyebabkan hipotensi postural.
2 Berdasarkan etiologi
Penyakit Defisiensi
Defisiensi tiamin, asam nikotinat, dan asam pantotenat mempengaruhi
metabolisme neuronal dengan menghalangi oksidasi glukosa. Defisiensi seperti ini dapat
terjadi karena malnutrisi, muntah-muntah, kebutuhan yang meningkat seperti pada
kehamilan atau pada alkoholisme. Defisiensi tiamin dapat menyebabkan kardiomiopati dan
gangguan pada mesensefalon (Wernicke’s encephalopaty), ini akan menyebakan paralisis
otot-otot okular, nistagmus, ataksia, dan demensia. Neuritis alkoholik disebabkan oleh
36
defisiensi tiamin dan bukan karena efek toksik alkohol yang biasanya disertai rasa nyeri
yang sangat pada daerah betis.
Defisiensi asam nikotinat akan menyebabkan penyakit pellagra. Pada
polineuropati yang disebabkan defisiensi asam nikotinat, penderita-penderita akan
mengalami demensia ringan, dermatitis pada daerah tubuh yang terkena matahari, kadang-
kadang disertai glositis dan diare.
Gangguan metabolisme
Gambaran klinik neuropati terlihat pada 20% penderita diabetes melitus, tetapi
dengan pemeriksaan elektrofisiologi pada dibetes melitus asimptomatik tampak bahwa
penderita sudah mengalami neuropati subklinik. Pada kasus yang jarang, neuropati
merupakan tanda awal suatu diabetes melitus.
Neuropati terjadi biasanya pada diabetes melitus yang lama dan tidak terkontrol pada orang
usia lanjut. Gejala yang sering terjadi yaitu menyerupai lesi pada ganglion radiks posterior.
Disini dijumpai hipestesia perifer dengan disertai hilangnya sensasi getar. Rasa nyeri tidak
selalu dijumpai, kadang-kadang dijumpai artropati tanpa rasa nyeri dan ulkus pada kaki.
Dapat terjadi gangguan otonom seperti diare, hipotensi postural, gangguan sekresi keringat
dan impotensi.
Neuropati merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap meningkatnya
kerentanan pasien diabetes melitus terhadap infeksi, dimana akibat neuropati sensorik akan
menyebabkan berkurangnya rasa nyeri setempat sehingga luka kurang disadari dan
diabaikan oleh pasien, serta berakibat terlambatnya pengobatan. Neuropati motorik dapat
berakibat deformitas bentuk kaki dan gangguan titik-titik tekan pada telapak kaki. Lebih
lanjut neuropati autonomik dapat menyebabkan atoni kandung kemih serta gangguan
mekanisme kelenjar keringat. Atoni kandung kemih menyebabkan timbulnya stasis residu
urin dalam kandung kemih yang merupakan faktor predisposisi infeksi yang sering kambuh.
Keracunan
Neuropati karena keracunan jarang dijumpai. Timah dan logam berat akan
menghambat aktifasi enzim dalam proses aktifitas oksidasi glukosa sehingga mengakibatkan
neuropati yang sukar dibedakan dengan defisiensi vitamin B.
37
Keracunan timah menyebabkan neuropati motorik, khususnya mempengaruhi nervus
radialis, medianus dan poplitea lateralis. Terkulainya tangan dan kaki (drop wrist dan drop
foot) merupakan gejala yang sering ditemukan.
Manifestasi alergi
Gangguan motorik pada sindrom Guillain-Bare biasanya timbul lebih awal
daripada gangguan sensorik. Biasanya terdapat gangguan sensasi perifer dengan distribusi
sarung tangan dan kaus kaki tetapi kadang-kadang gangguan tampak segmental. Otot
proksimal dan distal terganggu dan refleks tendon menghilang. Nyeri bahu dan punggung
biasanya ditemukan. Otot fasial dan otot okular kadang-kadang terganggu. Perluasan dan
kelemahan otot-otot batang tubuh menuju toraks akan menganggu pernapasan.
Infeksi
Lepra merupakan salah satu infeksi yang mempengaruhi saraf-saraf secara
langsung, terjadi penebalan lokal saraf pada sisi infeksi dan kulit daerah yang diinervasi
mengalami pigmentasi dan anestesik. Lepra disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang
mempunyai sifat neurotropis, yang bisa ditemukan intraneural dan ekstraneural yang akan
mengakibatkan kerusakan saraf. Bahkan Fite menyatakan bahwa semua kusta merupakan
penyakit saraf.
Berdasarkan perlangsungan klinisnya, kerusakan saraf pada lepra dibagi atas :
1. Neuropati akut : terjadi nyeri spontan.
2. Neuropati sub akut : timbul nyeri bila dirangsang/palpasi.
3. Neuropati kronis : tidak memberikan keluhan nyeri.
Neuropati Kompresi
Pada Sindrom Kanalis Karpi, terjadi penyempitan kanalis karpi oleh materi lemak
atau edema, sehingga menyebabkan kompresi nervus medianus. Gejalanya meliputi nyeri
pada tangan yang kadang-kadang menyebar secara proksimal ke atas menuju lengan. Nyeri
semakin hebat pada malam hari, kadang-kadang membangunkan penderita pada dini hari.
Gejala-gejala menjadi berat oleh kerja manual yang berat seperti menggosok atau mencuci.
DIAGNOSIS
A. Anamnesis
38
Keluhan berupa kelemahan otot tungkai bawah, disertai rasa kesemutan, kram, tertusuk-
tusuk, rasa baal, atau rasa terbakar.
B. Pemeriksaan fisis
1. Kelainan / kelemahan dapat berbentuk motorik, sensorik, sensorimotor atau otonomik
dengan distribusi dapat pada bagian distal atau proksimal.
2. Parestesi atau distesi
3. Gangguan sensorik tipe sarung tangan dan kaus kaki
4. Refleks fisiologis menurun atau menghilang
5. Atropi otot-otot distal
6. Langkah ayam (“steppage gait”)
C. Pemeriksaan laboratorium
• Likuor : protein normal, kadang-kadang meningkat pada jenis demyelinating.
• Darah : untuk mencari latar belakang etiologis, misalnya pemeriksaan glukosa dalam
keadaan puasa dan 2 jam sesudah makan.
D. Pemeriksaan penunjang lainnya
• EMNG : gambaran khas berupa kecepatan hantar saraf yang menurun.
• Biopsi saraf : bila perlu (konsultasi dengan bagian patologi anatomi).
DIAGNOSA BANDING
Miopati, yaitu suatu kelainan yang ditandai oleh abnormalnya fungsi otot
(merupakan perubahan patologik primer) tanpa adanya denervasi pada pemeriksaan klinik,
histologik atau neurofisiologi.
Sindrom Guillain Barre, yaitu suatu polineuropati yang bersifat ascending dan
akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut. Menurut Bosch,
SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi
secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer,
radiks, dan nervus kranialis.
PENATALAKSANAAN
a. Terapi
- Kausal : menurut penyebabnya
39
- Simptomatis : menurut gejalanya
- Suportif : vitamin neurotropik, dll
- Rehabilitatif : fisioterapi.
b. Perawatan rumah sakit : rawat inap dalam upaya mencari kausa dan untuk perawatan bila
perlu. Bila ada penyulit dirawat di ICU.
PROGNOSIS
Pada umumnya polineuropati sembuh dengan gejala sisa, walaupun pada
beberapa kasus memperlihatkan gejala-gejala yang menetap. Apabila terjadi paralisis otot-
otot pernapasan maka prognosis akan lebih buruk. Hal demikian ini akan lebih diperburuk
lagi apabila rumah sakit tidak mempunyai fasilitas perawatan yang memadai.
40
VI. KERANGKA KONSEP
41
GDS meningkat Tn.Sinta, 51th, memiliki keluhan sering haus,
lapar dan buang air kecil serta kelemahan keempat anggota anggota gerak
Hiperglikemi
Jalur poliol ↑
Sorbitol dan fruktosa ↑
Terbentuknya AGES
Sintesis dan fungsi NO ↓
Produksi Reactive Oxygen species
Endotel vascular rusak
Mioinositol tdk bisa masuk ke sel saraf
Keadaan Hipertonik intraseluler
Gangguan transduksi sinyal pada saraf Edem saraf
Gangguan sensibilitas pola sarung tangan
Saraf rusak Reflex fisiologis lengan
dan tungkai (-)
Diabetic polineuropathy
Kekuatan otot menurun
Menghalangi vasodilatasi mikrovaskular
Aliran darah ke saraf↓
VII. KESIMPULAN
Ny. Sinta 51 tahun dengan keluhan utama lemah keempat anggota gerak diduga
polineuropati diabetic.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood L. 2007. Human Physiology from Cells to Systems. 6th ed. USA: Thomson
Brooks/Cole.
2. Guyton, Arthur C, M.D dan John E. Hall, Ph.D. 1997. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. Putz, R., Pabst. R. 2003. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Edisi 21. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
4. Mardjono, Mahar dkk. 2010. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat.
5. Barret KE, Barman SM, Boitano S, Brooks HL. Ganong’s Review of Medical
Physiology: Properties of Sensory Receptors. Amerika Serikat: Mc Graw Hill. P.
149-50.
6. Richard S.Snell. 1997. Anatomi Klinik. Edisi 3. EGC: Jakarta.
42