PELAKSANAAN PERNIKAHAN ADAT RAMBANG PERSPEKTIF HUKUM
ISLAM
(Adat Rambang Pada Desa Jemenang Kecamatan Rambang Dangku
Kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh:
Choirunisa
NIM: 105044201446
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM
PROGRAM STUDI AHWAL AL SYAKHSIYAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M
PELAKSANAAN PERNIKAHAN ADAT RAMBANG
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
(Adat Rambang Pada Desa Jemenang Kecamatan Rambang Dangku
Kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh :
Choirunisa
NIM : 105044201446
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing
Dra. Maskufa, M.Ag
NIP : 150268590
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM
PROGRAM STUDI AHWAL ASYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
U I N SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H / 2009 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi ini berjudul PELAKSANAAN PERNIKAHAN ADAT RAMBANG PERSPEKTIF
HUKUM ISLAM (ADAT RAMBANG PADA DESA JEMENANG KECAMATAN
RAMBANG DANGKU KABUPATEN MUARA ENIM SUMATERA SELATAN) telah
diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 11 Juni 2009. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
pada Program Studi Ahwal Syakhshiyyah.
Jakarta, 11 Juni 2009
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof.DR.H. Muhammad Amin Suma, SH,. MA,MM
NIP.150 210 422
PANITIA UJIAN
1. Ketua : DRS. H. A. Basiq Djalil, SH, MA. (……...………..….)
NIP: 150 169 102
2. Sekretaris : Kamarusdiana, S.Ag, MH
(……...………..….)
NIP: 150 285 972
3. Pembimbing : Dra. Maskufa, M.Ag (……...…………...)
NIP: 150 268 590
4. Penguji I : DRS. H. A. Basiq Djalil, SH, MA. (……...………..….)
NIP: 150 169 102
5. Penguji II : Muhammad Maksum, S.Ag, MA (……...………..….)
NIP: 19780715 200312 1 007
LEMBAR PERNYATAAN
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata I Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan dengan
ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan asli hasil karya saya, atau merupakan
hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanki yang berlaku di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 1 Juni 2009
Choirunisa
NIM : 105044201446
KATA PENGANTAR
��� ا ا���� ا�����
Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
karunia dan barbagai kenikmatan terutama nikmat sehat sehinga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada tauladan kita, yaitu
baginda Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman jahiliah ke zaman yang
terang benderang seperti sekarang ini, mudah-mudahan kita termasuk bagian dari umat beliau
yang akan mendapat syafaat di hari kiamat, amin……
Dalam penulisan skripsi ini banyak sekali hambatan dan rintangan yang penulis hadapi,
Alhamdulillah berkat rahmat dan pertolongan-nya serta bantuan dari berbagai pihak secara
langsung maupun tidak langsung, segala rintangan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya yang
pada akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan.
Oleh karena itu, sudah sepatutnya penulis mengeucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH., MA., MM., selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA., dan Bapak Kamarusdiana, S. Ag., MH., selaku
Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Ahwal Syakhsiyyah Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dra. Maskufa, M.Ag., selaku Pembimbing skripsi ini yang telah meluangkan waktu dan
pikirannya selama membimbing skripsi.
4. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si, yang telah membantu dan memotivasi dalam
menyelesaikan skripsi.
5. Segenap bapak dan ibu dosen prodi Ahwal Syakhsiyyah, khususnya pada konsentrasi Adm.
Keperdataan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan memberikan
ilmunya kepada penulis baik langsung maupun tidak langsung.
6. Bapak Den Malhani, S.Pd.I selaku kepala KUA Kec. Rambang Dangku Kab. Muara Enim
Sumatra Selatan yang telah memberi dukungan dan bersedia diwawancarai.
7. Bapak Arif Anwar selaku kepala desa, Bapak Rusomad Nadam selaku P3N, Bapak Herman
Idi kelaku tokoh Adat, Bapak Ahmad Sauq, S.HI dan Ibu Lasmi, S.Th.I selaku tokoh Agama
di desa Jemenang. Yang telah bersedia diwawancarai dan memberikan data desa Jemenang.
8. Ibu Utami Andewi, SPd selaku guru SD I desa Jemenang yang telah membantu dalam
mencari informasi pernikahan adat Rambang di desa Jemenang.
9. Ayahanda dan Ibunda dan saudara tercinta, yang dengan setia senantiasa memotivasi penulis
hingga dapat menyelesaikan studi ini.
10. Rekan-rekan AKI angkatan 2005 dan sahabatku Restyaningrum, Sulistiani, dan Herry Hadida,
terimakasih atas pengertian dan kekompakannya selama ini. Semoga persahabatan kita selalu
rukun dan abadi selamanya.
Semoga bantuan dan partisipasi semua pihak tersebut menjadi amal sholeh dan semoga
Allah SWT membalasnya dengan pahala yang berlipat ganda. Terakhir harapan penulis semoga
skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Tentunya skripsi ini
masih banyak kekurangan dan kelemahan, walaupun penulis telah mencurahkan segala daya dan
kemampuan. Untuk itu penulis mengharapkan saran-saran dan kritik yang membangun untuk
kesempurnaan atas karya ilmiah ini.
Jakarta 1 Juni 2009 M
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 6
D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ...................................... 8
E. Metodologi Penelitian ............................................................ 12
F. Sistematika Penulisan ............................................................. 15
BAB II. PERNIKAHAN MENURUT ISLAM
A. Pengertian dan Dasar Hukum Pernikahan .............................. 17
B. Rukun dan Syarat Pernikahan ................................................. 23
C. Proses Pelaksanaan Pernikahan .............................................. 30
BAB III. KONDISI OBJEKTIF DESA JEMENANG
A. Letak Geografis Desa Jemenang ............................................. 38
B. Kondisi Demografis Desa Jemenang ..................................... 39
C. Keadaan Sosiologis Desa Jemenang ....................................... 40
BAB I V. PELAKSANAAN PERNIKAHAN ADAT DESA JEMENANG SUMATERA
SELATAN
A. Prosedur Pernikahan Adat Rambang Desa Jemenang............... 44
B. Pendapat Tokoh Masyrakat Terhadap Pernikahan Adat Rambang di Desa
Jemenang. ............................................................................... 54
C. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Pernikahan Adat Rambang di
Desa Jemenang Kecamatan Rambang Dangku Kabupaten Muara Enim
Sumatra Selatan....................................................................... 56
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 80
B. Saran-saran ............................................................................. 83
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 84
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Daftar Pertanyaan Wawancara dengan Tokoh Adat Desa Jemenang ............... 87
2. Hasil wawancara dengan Tokoh Adat Desa Jemenang ................................... 88
3. Daftar Pertanyaan Wawancara dengan Kepala KUA Kecamatan Rambang Dangku
....................................................................................................................... 100
4. Hasil wawancara dengan Kepala KUA Kecamatan Rambang Dangku ............ 101
5. Daftar Pertanyaan Wawancara dengan P3N Desa Jemenang ........................... 105
6. Hasil wawancara dengan P3N Desa Jemenang ............................................... 106
7. Daftar Pertanyaan Wawancara dengan bapak Ahmad Syauq selaku Tokoh
Agama Desa Jemenang .................................................................................. 110
8. Hasil wawancara dengan bapak Ahmad Syauq selaku Tokoh Agama Desa Jemenang
....................................................................................................................... 111
9. Daftar Pertanyaan Wawancara dengan Ibu Lasmi selaku Tokoh Agama Desa Jemenang
....................................................................................................................... 115
10. Hasil wawancara dengan Ibu Lasmi selaku Tokoh Agama Desa Jemenang ..... 116
11. Surat Peninjukan Dosen Pembimbing ............................................................. 120
12. Surat Pengantar Permohonan Data/Wawancara dengan Tokoh Adat Desa Jemenang 121
13. Surat Pengantar Permohonan Data/Wawancara dengan Kepala KUA
Kecamatan Rambang Dangku......................................................................... 122
14. Surat Pengantar Permohonan Data/Wawancara dengan P3N Desa
Jemenang ....................................................................................................... 123
15. Surat Pengantar Permohonan Data/Wawancara dengan Tokoh Agama
Desa Jemenang .............................................................................................. 124
16. Surat Keterangan Wawancara dari Tokoh Adat Desa Jemenang .................... 125
17. Surat Keterangan Wawancara dari Kepala KUA Kecamatan
Rambang Dangku .......................................................................................... 126
18. Surat Keterangan Wawancara dari P3N Desa Jemenang ................................. 127
19. Surat Keterangan Wawancara dari bapak Ahmad Syauq selaku Tokoh Agama Desa
Jemenang ....................................................................................................... 128
20. Surat Keterangan Wawancara dari ibu Lasmi selaku Tokoh Agama Desa
Jemenang............................................................................................................ 129
21. Surat Keterangan Permintaan Data dari Kepala Desa Jemenang ...................... 130
22. Data Jumlah Peristiwa Nikah dari KUA Kecamatan Rambang Dangku .......... 131
23. Peta Wilayah Kecamatan Rambang Dangku ................................................... 132
24. Foto Pelaksanaan Pernikahan Adat Rambang di Desa Jemenang .................... 133
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 Prosentase Penduduk Menurut Mata Pencaharian............................ 39
2. Tabel 2 Jumlah Siswa di Desa Jemenang .................................................... 40
3. Tabel 3 Jumlah Sarana Pendidikan di Desa Jemenang ................................. 41
4. Tabel 4 Jumlah Sarana Peribadatan di Desa Jemenang ................................ 41
5. Tabel 5 Prosentase Penduduk Penganut Agama di Desa Jemenang ............. 42
6. Tabel 6 Jumlah Peristiwa Nikah di Kantor Urusan Agama .......................... 42
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pernikahan adalah suatu pokok yang terpenting untuk hidup dalam
pergaulan yang sempurna yang diridhai Allah SWT.1 Perkawinan bukan saja
terjadi pada manusia tetapi juga terjadi pada tanaman, tumbuhan dan
hewan. Pernikahan merupakan kebutuhan alami yang diakui dalam
masyarakat, dan Allah telah menciptakan menusia dengan jenis yang
berbeda agar mereka saling kenal mengenal.2
���آ� � ��� و����� �� �ر�ا إن� �,�أ,+*� ا����س إ �� )�'��آ� &% ذآ# وأ �� و#.�( �.�/ 0�� )13:49ا�*6#ت (.أآ#&3� /2� ا���0 أت'�آ� إن� ا�
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”(Al-Hujarat/49:13)
Pernikahan merupakan salah satu fase dari kehidupan manusia,
bermula dari fase serba sendiri berpindah menjadi fase serba saling
pengertian, saling membutuhkan dan saling memenuhi. Maka tidak jarang
suatu keluarga yang mengadakan akad pernikahan tidak membiarkan
peristiwa besar belalu begitu saja.
1 Hadiyah Salim, Memilih Jodoh, (Bandung: PT.Alma’arif, 1980), Cet. Ke-2, hal. 5 2 Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Prenada Media, 2003), Cet. Ke-1, hal. 101
Apabila kita menengok pada zaman Rasulullah abad yang lalu,
bahwa pernikahan adalah suatu acara suka cita, rasa syukur dan luapan
kebahagiaan. Sebagai manifestasi rasa syukur tersebut diadakanlah
pelaksanaan pernikahan dengan memanggil saudara-saudara, tetangga
dan handai taulan dengan maksud hubungan kedua makhluk berbeda jenis
sah melalui jenjang pernikahan dan diketahui oleh orang banyak. Tak jarang
disertai dengan hiburan, yang pada zaman itu hanya cukup dengan
memukul rebana yang diiringi dengan nyanyian. Sesuai dengan fungsi nikah
bukan saja sekedar bayan tetapi juga i’lan.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan, bahwa manifestasi rasa
syukur yang terjadi pada zaman Nabi dalam pelaksanaan pernikahan
terbatas pada pemukulan rebana, hal itu terjadi biasa saja dikarenakan
kebudayaan masyarakat Arab hanya itu yang mereka kenal.
Pelaksanaan pernikahan merupakan salah satu budaya, yang
mengikuti perkembangan budaya manusia, dalam kehidupan masyarakat.
Dalam tata tertib pelaksanaan pernikahan sudah ada sejak abad lampau
bahkan sejak awal kehidupan manusia pada masa Nabi Adam AS dengan
Siti Hawa. Kemudian berkembang, budaya tata tertib pernikahan yang
kemudian dipertahankan oleh anggota-anggota masyarakat dan para
pemuka di masyarakat. Budaya pelaksanaan pernikahan dan aturannya
yang berlaku pada masyarakat atau pada suatu bangsa tidak terlepas dari
pengaruh budaya dan lingkungan masyarakat itu berada serta pergaulan
masyarakat, yang dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman,
kepercayaan keagamaan yang dianutnya serta kebiasaan setempat.
Berbagai macam tata cara pelaksanaan pernikahan yang berlaku di
berbagai daerah adalah tatanan nilai-nilai luhur yang telah dibentuk oleh
para orang tua dan diturunkan kepada generasi, karena itu pelaksanaan
pernikahan dalam adat merupakan kegiatan tradisional turun-temurun,
yang mempunyai tujuan agar pernikahan selamat sejahtera serta
mendatangkan kebahagiaan di kemudian hari.
Tahap pertama dalam pelaksanaan pernikahan adalah meminang
atau “melamar” dalam adat Rambang yang sudah lazim dilakukan oleh
orang yang akan melangsungkan pernikahan, di samping itu juga
meminang merupakan pengikatan (tali pengikat) bagi perempuan dan laki-
laki yang meminang. Sebagai tanda bahwa pernikahan akan
dilangsungkan, dalam meminang juga menentukan waktu akad nikah.
Setelah selesainya akad nikah maka disunahkan mengadakan upacara
pernikahan yang terdapat di dalam hadits Rasulullah SAW.
� /2� : /% ا 9 �% &�8���� ا= /�.0 و>��� رأى /�أن� ر>�ل ا= <� وزن ا LM تKو��J: &� هHا؟ '�ل. ا�#�DE% �% /�ف أث# <A#ة� ا&#أة /
3}رواT ا��#&Hى{. ا= 8�، او�� وQ����ة��رك: �اة &% ذهO '�ل
Artinya: Dari Anas bin Malik: Bahwa Rasulullah SAW melihat Adurrahman bin
Auf membawa benda kekuning-kuningan. Rasulullah berkata: Apa
itu? Abdurrahman berkata: semoga Allah memberkatimu,
3 Sholeh bin Abdul Aziz, Jami’ At Tirmidzi, Darussalam: Riyadh, April 1999, Cet. Ke-1, h. 263 (Hadis ke-
1094).
adakanlah walimah sekalipun dengan seekor kambing: (Riwayat
Tirmidzi).
Dengan dilaksanakannya upacara pernikahan, kedua mempelai
mengumumkan permulaan kehidupan mereka dan untuk meminta doa
restu dari keluarga dan sahabat, dan Rasulullah menganjurkan dalam
mengadakan upacara pernikahan hendaklah dilakukan dengan sederhana
dan berniatkan untuk mengikuti sunah Rasulullah SAW dan menghindari dari
perbuatan yang bertentangan dengan syari’at pada saat upacara
pernikahan. Dalam menyelenggarakan upacara pernikahan juga tidak
boleh memaksakan diri untuk bermewah-mewahan, melainkan sesuai
dengan kemampuannya, undangan hendahnya tidak dibeda-bedakan
antara yang kaya dengan yang miskin yang berpangkat tinggi dengan
yang berpangkat rendah, semuanya harus disamakan tidak boleh ada
perbedaan. Adapun orang yang menerima undangan hukumnya wajib
hadir untuk memenuhi undangan tersebut.
Adat Rambang di desa Jemenang mempunyai keunikan dan
kebiasaan-kebiasaan khususnya dalam pelaksanaan pernikahan yaitu
tentang besarnya biaya pernikahan dan kebiasaan wanita yang telah di
pinang langsung di bawa ke rumah peminang. Hal inilah yang akan dibahas
dalam skripsi ini, dengan judul Pelaksaan Pernikahan Adat Rambang
Perspektif Hukum Islam di Desa Jemenang Kec. Rambang Dangku Kab.
Muara Enim Sumatera Selatan.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Pokok dari bahasan skripsi ini adalah seputar pelaksanaan pernikahan
pada adat Rambang di desa Jemenang kecamatan Rambang Dangku
kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan perspektif hukum Islam. Dalam
menguraikan pembahasannya, penulis akan memberikan batasan agar
menjadi lebih spesifik.
Dari latar belakang masalah di atas maka di batasi bahwa
pelaksanaan pernikahan yang meliputi peminangan, pertunangan dan
upacara pernikahan sangat di pengaruhi oleh adat kebiasaan setempat
oleh karena itu dalam penelitian ini akan di bahas tentang pelaksanaan
pernikahan adat Rambang yang di batasi pada desa Jemenang karena di
desa inilah pelaksanaan pernikahan adat Rambang masih kuat.
2. Perumusan Masalah
Dari pembahasan ini maka masalah yang akan dibahas adalah
pelaksanaan pernikahan adat Rambang di desa Jemenang tersebut,
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pelaksanaan pernikahan menurut adat Rambang di desa
Jemenang?
2. Apakah pelaksanaan pernikahan adat Rambang itu sudah sesuai
dengan hukum Islam?
3. Bagaimana dinamika hukum Islam dan hukum adat dalam tradisi
pelaksanaan pernikahan adat Rambang?
Adapun yang akan di jelaskan terlebih dahulu di sini adalah:
1. Pelaksanaan pernikahan dapat mencangkup, melamar, ijab dan qabul,
nikah Adam, balek belanjun, dan ziarah. Pada perayaan ini biasa
diadakan sesudah akad nikah. Dalam memeriahkan pelaksanaan
pernikahan mengundang teman, kerabat, dan handai taulan dengan
tidak membeda-bedakan para undangan. Serta diadakan dengan
sederhana disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.
2. Pelaksanaan pernikahan adat Rambang di desa Jemenang adalah
pernikahan yang masih sangat kental dengan adatnya desa Jemenang
yang terletak di kecamatan Rambang Dangku kabupaten Muara Enim.
Penduduk yang mayoritas Islam ini rata-rata masih memegang erat
budaya mereka. khususnya dalam pelaksanaan pernikahan.
3. Tinjauan adalah suatu pandangan Islam terhadap rangkaian
pelaksanaan pernikahan adat Rambang di desa Jemenang atau kajian
antara buku yang satu dengan yang lainnya tetapi satu pembahasan.
4. Hukum Islam adalah peraturan atau ketentuan-ketentuan yang
didasarkan oleh Al-Qur’an, Asunnah, Ijmak, Qiyas, dan Ijtihad para ulama.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Diantara tujuan penelitian ini adalah :
Tentang pandangan hukum Islam terhadap pernikahan adat
Rambang di desa Jemenang kecamatan Rambang Dangku kabupaten
Muara Enim.
1. Untuk mengetahui pelaksanaan pernikahan adat Rambang
2. Untuk mengetahui ada tidaknya kesesuaian pelaksanaan pernikahan
adat Rambang dengan hukum Islam.
3. Untuk mengetahui dinamika hukum Islam dan hukum adat dalam
pelaksanaan pernikahan adat Rambang.
Adapun manfaat pembahasan ini adalah :
1. Untuk penulis: memberikan wawasan penulis, dan dalam rangka
meningkatkan disiplin ilmu, yang akan dikembangkan menjadi profesi
penulis sebagai mahasiswa, sesuai dengan bidang studi yang merupakan
mata kuliah pokok dan sebagai ilmu yang dimiliki penulis yang akan
diperdalam lebih lanjut melalui studi-studi lain yang serupa dengan
disiplin ilmu tersebut. Serta untuk menyusun tugas akhir perkuliahan.
2. Untuk masyarakat Jemenang: dengan skripsi ini dapat memberikan
pengarahan tentang pelaksanaan pernikahan adat Rambang
persepektif hukum Islam.
3. Untuk ilmu pengetahuan : skripsi ini menyajikan wacana yang bisa
dijadikan informasi untuk dibahas lebih lanjut dan bahan untuk di
diskusikan, memberikan sumbangan khususnya bidang ilmu fiqh
Munakahat sehingga mengetahui tentang pandangan hukum Islam
mengenai upacara pernikahan pada adat Rambang di desa Jemenang
kecamatan Rambang Dangku kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan.
D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
1. Analisis skripsi yang berjudul Walimatul ‘Urs Adat Betawi Bekasi di Tinjau
Menurut Hukum Islam, studi kasus di Bekasi Barat, yang disusun oleh Arpah
(Administrasi Keperdataan Islam) tahun 2004. Skripsi ini memberi
kesimpulan bahwa:
a. Hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis sehingga mudah untuk
berubah akibat di pengaruhi oleh beberapa hal salah satunya adalah
pengaruh agama, dan pada masyarakat desa Bekasi yang sebagian
besar beragama Islam menyebabkan adat istiadat disana sejalan
dengan ajaran Islam.
b. Waliamtul ‘urs perkawinan adat Betawi di Bekasi sangat kompleks
seperti di dalam acara akad nikah, penerimaan besan dengan
mengunakan hiburan mawarits, terdapatnya acara walimah yang
diperuntukkan untuk para undangan dan tamu.
c. Perkawinan pada adat Betawi tidak bertentangan dengan hukum
Islam kecuali ada beberapa kebiasaan yang tidak sesuai yaitu:
1) Kebiasaan dalam mewakilkan wali dalam akad nikah
2) Para undangan dalam memenuhi undangan lebih melihat kepada
yang mengundang tersebut dan terdapatnya pamrih yaitu adanya
istilah keutangan.
2. Analisis skripsi yang berjudul Nikah Sirri (Nikah di Bawah Tangan) Dalam
Hukum Adat Masyarakat Madura. Studi kasus masyarakat desa Brakas
kecamatan Modung Bangkalan Madura. Disusun oleh Harun Rasyid
(Perbandingan Hukum). Dalam skripsi ini dibahas masalah bagaimana
proses nikah sirri masyarakat desa Brakas kecamatan Modung Bangkalan
Madura, bagaimana pemahaman masyarakat Madura di desa Brakas
Kecamatan Modung Bangkalan Madura tentang nikah sirri.
Kesimpulan yang ada dalam skripsi ini adalah :
a. Dilihat dari hukum Islam nikah sirri yang terjadi di desa Brakas
kecamatan Modung Bangkalan Madura ini dihukumi sah sedangkan
menurut UU No.1 Tahun 1974 perkawinan tersebut tidak sah atau tidak
dibenarkan karena tidak dicatatkan di KUA.
b. Masyarakat desa Brakas kecamatan Modung Bangkalan Madura
cukup mengetahui peraturan-peraturan yang di buat oleh Negara
tetapi banyak masyarakat yang tidak mengindahkan peraturan
tersebut.
3. Analisis skripsi yang berjudul Pelaksanaan Walimah Menurut Adat
Malaysia. (Tinjauaan Islam Terhadap Adat Yang Berlaku di Malaysia) di
susun oleh Shamsidah Binti Abd Rahman @ Bakhoir (Peradilan Agama)
Tahun 2007. Masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah masalah
masyarakat Islam di Malaysia sekarang ini banyak mengadakan walimah
menurut adat melebihi apa yang dianjurkan oleh Islam. Dalam rumusan
masalah yaitu :
a. Apa sebenarnya pengertian walimah dan aplikasinya yang berlaku
dalam masyarakat Malaysia ?
b. Apakah pengaruh pelaksanaan walimah mengikuti adat ?
c. Bagaimana Undang-undang keluarga Islam di Malaysia mengenai
hukum walimah ?
d. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan walimah ?
Skripsi ini memberikan kesimpulan:
a. Perkara-pekara yang menyebabkan berlakunya walimah di Malaysia
mengikuti hukum adalah disebabkan berlakunya banyak kemasukan
asing kedalam malaysia dari zaman dahulu hingga sekarang.
b. Undang-undang keluarga Islam di Malaysia tidak memperlakukan
mengenai hukum walimah lainnya bergantung kepada masyarakat
setempat di dalam memperlakukan seperti apa acara tersbut.
Aplikasinya masyarakat bebas melaksanakan apa yang di ingikan,
termasuklah dengan melanggar batas-batas syariat yang di tetapkan
oleh Islam.
4. Analisis skripsi yang berjudul Perkawinan Satu Suku Dalam Masyarakat
Minang Kabau Menurut Pandangan Hukum Islam (Studi kasus di
kecamatan Banuhampu Sumatera Barat) skrpisi ini di susun oleh Rahmat
Hidayat (Peradilan Agama). Adapun rumusan masalahnya yaitu :
a. Apa alasan yang mendasari larangan kawin satu suku dalam
masyarakat adat kecamatan Banuhampu Sumatera Barat ?
b. Dalam bentuk apa saja sanksi adat terhadap pelanggaran ketentuan
perkawinan satu suku di kecamatan Banuhampu Sumatera Barat ?
c. Pandangan hukum Islam terhadap pelarangan perkawinan satu suku
di masyarakat kecamatan Banuhampu Sumatera Barat ?
Adapun kesimpulan dalam skripsi ini adalah :
a. Pelanggaran perkawinan satu suku di dasarkan kepada, pertama:
karena hubungan keluarga. Kedua: umumnya akan menyebabkan
cacat atau lemah keturunan. Ketiga: demi menjaga keharmonisan
hubungan sosial, baik hubungan antara keluarga maupun dengan
masyarakat yang ada di kampung itu.
b. Sanksi yang diberikan adat terhadap perkawinan satu suku adalah:
1) Jangan nan ditinggalkan (jangan yang ditinggalkan) bahwa semua
kepentingan dari yang melakukan kesalahan itu, tidak akan dilayani
atau tidak diikut sertakan dalam acara formal adat minangkabau.
2) Menimbang salah (membayar kesalahan) yaitu harus membayar
kesalahan bisa jadi berupa menyembelih seekor kerbau atau
kambing.
Pandangan hukum Islam terhadap kawin satu suku pada dasarnya
boleh, akan tetapi untuk menghindari kemudharatan yang muncul dari
perkawinan satu suku yaitu menyebabkan lemahnya keturunan maka ada
baiknya hal itu ditinggalkan.
Dari beberapa analisis skripsi tersebut seluruhnya tidak ada yang
membahas upacara pernikahan adat di luar jawa. Oleh karena itu penulis ingin
membahas pelaksanaan pernikahan adat Rambang yang ada di pulau
Sumatera khususnya di desa Jemenang kecamatan Rambang Dangku
kabupaten Mauara Emin Sumatera Selatan.
E. Metodologi Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian antropologi
hukum, yaitu penelitian yang mempelajari garis prilaku yang terjadi secara
berulang dan terus-menerus dilaksanakan, karena prilaku itulah yang
merupakan kebiasaan atau adat, dan apabila ia mengikat karena
keputusan penguasa atau para pihak yang membuatnya, maka ia akan
menjadi hukum adat dalam masyarakat bersangkutan.4
4 Hilman Hadikusuma, Antropologi Hukum Indonesia, (Bandung: PT. Alumni, 1986), h. 26.
Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan deskriptif
yaitu suatu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang
seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya.5
Dalam hal ini maka berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang-
orang prilaku yang diamati dengan menganalisa dan menguraikan serta
mendeskripsikan pelaksanaan pernikahan adat Rambang yang telah penulis
dapatkan dari informan yaitu dari Kepala KUA, P3N, Tokoh Agama dan
Tokoh Adat Desa Jemenang Kecamatan Rambang Dangku.
2. Sumber Data
Adapun sumber datanya yaitu:
a. Primer yaitu
1) Hasil observasi
2) Hasil wawancara dengan:
a) Kepala KUA kecamatan Rambang Dangku Kabupaten Muara
Enim.
b) P3N desa Jemenang kecamatan Rambang Dangku adalah
Rusomad Nadam yang bertempat tinggal di desa Jemenang.
c) Tokoh Agama di desa Jemenang adalah Lasmi, S.Th.I dan
Ahmad Sauq, SHI yang bertempat tinggal di desa Jemenang
kecamatan Rambang Dangku Kabupaten Muara Enim.
5Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula, (Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 2004), h. 104.
d) Tokoh adat Rambang di desa Jemenang yaitu Herman Idi. yang
bertempat tinggal di desa Jemenang kecamatan Rambang
Dangku kabupaten Muara Enim.
b. Sekunder
Sumber data sekunder adalah bersumber dari buku-buku dan
informasi lain yang berkaitan dengan judul skripsi ini.
3. Objek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah praktek
adat atau budaya khususnya dalam pelaksanaan pernikahan yaitu pada
adat Rambang di desa Jemenang kecamatan Rambang Dangku
kabupaten Muara Enim provinsi Sumatera Selatan.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan teknik
pengumpulan data dengan cara sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi adalah mengamati dan mendengar dalam rangka
memahami, mencari jawaban, mencari bukti terhadap fenomena-
fenomena adat yang berkaitan dengan keagamaan (perilaku, kejadian-
kejadian, benda dan symbol tertentu) selama beberapa waktu tanpa
mempengaruhi fenomena yang di observasi, dengan mencatat dan
merekam fenomena tersebut guna menemukan data analisis.
b. Indepth Interview atau Wawancara Mendalam
Interview adalah mengadakan wawancara melalui percakapan tertentu
dengan subjek penelitian yaitu tokoh masyarakat desa Jemenang
dengan cara mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan apa yang
di teliti.
c. Studi Dokumentasi
Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah Pedoman wawancara dan pedoman observasi.di dukung
dengan Tape Recorder, buku catatan, dan foto-foto.
Pedoman wawancara digunakan agar lebih fokus menggali apa
yang menjadi sasaran penelitian pedoman observasi. Sedangkan Tape
Recorder digunakan untuk merekam subjek yang dituju dan buku
catatan mencatat hal-hal yang tidak direkam.
5. Teknik Analisis Data
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Data-data yang
diperoleh melalui wawancara dan pengamatan akan diolah dan di analisis
secara deskriptif untuk kemudian ditarik kesimpulannya.
6. Teknik Penulisan Skripsi
Adapun mengenai teknih penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada
buku pedoman penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi yang diterbitkan oleh
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007.
F. Sistematika Penulisan
Proposal yang akan diajukan untuk skripsi disusun dalam lima bab
yaitu :
Bab I : Pendahuluan yang meliputi beberapa sub bab, yakni: latar
belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, tinjauan (Review) kajian terdahulu,
metodologi penelitian, sistematika penulisan.
Bab II : Beberapa masalah pernikahan menurut hukum Islam yang terdiri
dari tiga sub, yaitu: pengertian dan dasar hukum pernikahan, rukun
dan syarat pernikahan, proses pelaksanaan pernikahan.
Bab III : Adalah tentang kondisi objektif desa Jemanang kecamatan
Rambang Dangku kabupaten Muara Enim dalam beberapa sub,
yaitu: letak geografis desa Jemenang, kondisi demografis desa
Jemenang, keadaan sosiologis desa Jemenang.
Bab IV : Adapun dalam bahasan pelaksanaan pernikahan ada tiga sub,
yaitu: Prosedur pernikahan adat Rambang di desa Jemenang,
pendapat tokoh masyarakat terhadap pernikahan adat Rambang
di desa Jemenang, tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan
pernikahan adat Rambang di desa Jemenang kecamatan
Rambang Dangku kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan.
Bab V : Dalam bab yang terakhir ini ada dua sub, yaitu: kesimpulan dan
saran-saran.
BAB II
PERNIKAHAN MENURUT ISLAM
A. Pengertian dan Dasar Hukum Pernikahan
1. Pengertian Pernikahan
Nikah atau zawaj dalam bahasa arab diartikan dengan “kawin”.
Nikah menurut bahasa adalah “bergabung” dan “berkumpul”
dipergunakan juga dengan arti “watha” atau “akad nikah”, tetapi
kebanyakan pemakayannya untuk akad nikah.6 Sebab akad nikah adalah
bolehnya bersenggama.
Imam al-Kahlani dalam bukunya subul al-Salam mnyatakan:
VW� 3�حMا�� :�Yا��ط و,2ا)���� وا�ا� � �D ء]�Artinya: “Maksudnya adalah berkumpul dan saling memasukkan dan
dipakai dalam pengertian bersetubuh”.7
6 Peunoh Daly, Hukum Islam Studi Kasus Perbandingan Dalam Kalangan, Ahlus sunnah dan Negara-
negara Islam, (Malaysia: Thinkers Library, 1969), Cet.Ke-1, h.104 7 Idris Ramulyo, Beberapa Masalah Tentang Hukum Acara PA dan Perkawinan Islam, (Jakarta: ind.hill,
1984/1985), h.8
Menurut Mahmud Yunus, perkawinan adalah akad antara calon
suami dengan calon istri untuk memenuhi hajat jenisnya menurut yang diatur
syari’at.8 Sedangkan menurut Sayuti Thalib, perkawinan itu ialah perjanjian
suci membentuk keluarga antara seorang laki-laki dengan seorang
perempuan.9 Lain halnya dengan M. Idris Ramulyo, pernikahan menurut
Islam adalah suatu perjanjian suci yang kuat dan kokoh untuk hidup
bersama-sama secara sah serta seorang laki-laki dengan seorang
perempuan untuk membentuk keluarga yang kekal, santun menyantuni,
kasih mengasihi, aman dan tentram.10
Selanjutnya beberapa mazhab juga memberikan pengertian tentang
perkawinan sebagai berikut:
1. Golongan As-Syafiiyah mendefinisikan nikah sebagai:
,2ا��3M�ح �[ �0 /' A�� _ �8 و& %DY�3 و+ج�ح اKاو ت �Dه�� او &Artinya: “Nikah adalah akad yang mengandung ketentuan hukum
kebolehan watha dengan lafaz nikah atau tazwij yang semakna
dengan keduanya”
2. Golongan Malikiyah mendefinisikan nikah sebagai:
� /2' /0 �[ ��حM��3ا& � � &د6�#V�ا� �+Hد[ �ذ&.Vc .#& ��O .D�*� �6.�V
Artinya: “Nikah adalah akad yang mengandung ketentuan hukum
semata-mata untuk membolehkan watha bersenang-senang dan
menikmati apa yang ada pada diri seorang wanita yang boleh
nikah dengannya”.
8 Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan dalam Islam, (Jakarta: PT. Hidaya Karya Agung, 1996), cet. 15, h.1 9 Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, (Jakarata: UI Press), h. 47 10 Idris Ramulyo, Beberapa Masalah Tentang Hukum Acara PA dan Perkawinan Islam, h.174
3. Golongan Hanafiyah mendefinisan nikah sebagai:
3M��V�ح �[ �ا�D�8 ا�& 2.A, 2'/ 0� 2اd Artinya: “Nikah itu adalah akad yang berfaidah memiliki, bersenang-
senang dengan sengaja”
4. Golongan Hanabilah mendefinisikan nikah sebagai:
A�� & او تKو+ج 3�ح اا��3M�ح ه� /'2 ��/ �<eا V A�ع��D Artinya: “Nikah adalah akad dengan mempergunakan lafaz nikah atau
tazwij guna membolehkan manfaat, bersenang-senang dengan
wanita”.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan para ulama mutaqaddimin,
memandang nikah hanya dari satu segi saja yaitu kebolehan hukum antara
seorang laki-laki dengan seorang wanita untuk berhubungan yang semula
dilarang. Mereka tidak memperhatikan tujuan, akibat nikah tersebut
terhadap hak dan kewajiban suami istri yang timbul.11
Dari pengertian ini berarti pernikahan mengandung akibat hukum
yaitu saling mendapat hak dan kewajiban. Serta bertujuan mengadakan
pergaulan yang dilandasi tolong-menolong. Oleh karena itu pernikahan
termasuk syari’at agama.12
Sedangkan pernikahan menurut hukum adat adalah merupakan
peringatan adat dan sekaligus perikatan kekerabatan. Jadi terjadinya
pernikahan bukan semata-mata membawa akibat terhadap hubungan
keperdataan saja seperti hak dan kewajiban suami istri, harta bersama,
11 Djama’an Nur, Fiqh Munakahat, (Semarang: Dina Utama Semarang , 1993), Cer.1, h.3 12 A. Zuhdi Muhdlur, Hukum Perkawinan, (ttp, Al-Bayan, 1997), Cet Ke-1, h.6
keduduka anak, hak dan kawajiban orang tua, tetapi juga menyangkut
hubungan adat istiadat kewarisan, kekeluargaan, ketetanggaan,
kekerabatan dan keagamaan.13
Pasal 2 KHI menjelaskan, perkawinan menurut hukum Islam adalah
pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqon ghaliidhan untuk
menaati perintah Allah dan melaksanakannya menurut ibadah. 14
Firman Allah SWT:
..... �g.�c ����.& �3�& نH(21: 4/ا��]�ء{وأ{ Artinya: “Dan mereka istri-istrimu telah mengambil dari kamu janji kuat”..(An
Nisa/4:21).
2. Dasar Hukum Pernikahan
Islam mengatur manusia dalam hidup berjodoh-jodohan itu melalui
jenjang perkawinan.15 Dasar hukum dianjurkannya perkawinan dalam
agama Islam terdapat dalam firman Allah SWT dan hadist-hadist Nabi
Muhammad SAW.
Firman Allah SWT :
iا ا�jjk3 وأ jj �3, 3�� إن�jj&دآ� وإ�jj�/ %jj& %.k���djj3�� وا�jj& �&�jj, اء#jj' ا��0 وا=Y %& =ا �*�W, �.�/ l<32: ا���ر{ وا{
Artinya: “Dan nikahilah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan
orang-orang yang layak menikah dari hamba-hamba sahaya kamu
yang laki-laki dan juga perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan
memampukan mereka dengan karunia-nya. Dan Allah maha luas
pemberian-nya lagi Maha Mengetahui”. (An-Nuur : 32).
13 Hilman Haddikusuma, Hukum Perkawinan di Indonesia Menurut Hukum Adat, Perundang-undangan,
Agama, (Penerbit : CV Mandar Maju), h.8 14 Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Bandung: Fokusmedia,2005), Cet.1, h.7 15 Rahman Ghazaly, Fikih Munakahat, h.6
�ب ا ت 2��ور��ع oن )A�� أ�e 3�� &% ا��M]�ء &��� وث��ث � �k3ا &� }3: ا��]�ء{ا ت �D��� 3� ذ8� أد � أ�e�ا2Eة أو &� &�J3 أ,
Artinya: “Maka nikahilah wanita-wanita yang kalian senangi dua, tiga, atau
empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan berbuat adil, maka
nikahilah seorang saja, atau budak-budak yang kalian miliki. Yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. (An-
Nisa : 3)
jj& �jj3� �jj% أزوا�jj�� �jj3.% و2jjAEة =وا� jj& �jj3� �jj% أ jjA]3� أزوا�jj� و� �jj : ا���jjk{ هjjA3, �jj#ون,�jj�&qن و�� VjjD ا=ورزjj& �j3�% ا�jj�M.�p�ت أ�����
72{ Artinya: “Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenismu sendiri dan
menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu
dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka
beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?”.(An-
Nahl / 16 : 72).
Sabda Nabi :
,& � Q#�Qا>% &�ب� ا� �pة[� ا3��� &�ع �.�Kجو� ،o� 0أ c+r� ��d#ا وEd% ��A#رى{ ج�sا�� T16}روا
Artinya: “Wahai generasi muda, barang siapa di antara kalian telah mampu
serta berkeinginan untuk menikah, maka hendaklah ia menikah.
Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat menundukkan
pandangan mata dan memelihara kemaluan.” (HR. Bukhari)
D� >ا��3M�ح, �� %D L��� LM�& 9.� L���[� }0� 17}رواT ا�% &�Artinya: “Nikah adalah sunnahku (agamaku), maka barang siapa mencintai
akan agamaku, maka hendaklah menjalankannya menurut
sunnahku”. (Riwayat Ibnu Majah).
16 Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Bisyarhi Al-Kiromani (Daar Al-Fikri), Juz. Ke-18, h. 56-57 17 Abi Abdullah Muhamad Ibn Yazid al-Qazwayany, Sunnan Ibnu Majah, (Mesir, Dar al-Fikr, 1993), Jilid.
Ke- 1, h.580
Hukum asal nikah itu sendiri adalah lebih cenderung untuk dianjurkan
tetapi asalnya hukum nikah itu adalah mubah.18 Nikah mempunyai hukum
yang berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dialami oleh seseorang.
Hukum nikah itu adalah sebagai berikut :
1. Mubah, merupakan hukum asal dari pernikahan. Tiap orang yang
memenuhi syarat pernikahan, mubah atau boleh atau halal melakukan
nikah. Hukum asal itu dapat berubah menjadi sunnah, wajib, makruh,
atau haram, melihat kondisi orang yang akan melakukan pernikahan.19
2. Sunnah, yaitu orang yang syahwatnya bergejolak, yang dengan
pernikahan tersebut dapat menyelamatkannya dari berbuat maksiat
kepada Allah SWT. Menikah baginya lebih utama dari pada bertekun diri
dalam ibadah.
3. Wajib bagi orang yang cukup nafkah, sandang, pangan dan
dikhawatirkan terjerumus terjerumus dalam perzinahan.
4. Makruh, bagi orang yang belum mempunyai keinginan kuat dan tidak
mampu memberi nafkah. Ia lebih baik tidak kawin dahulu karena akan
membawa kesengsaraan bagi istri dan anaknya.
5. Haram, bagi orang yang tidak mempunyai nafsu birahi, baik karena
lemah syahwat atau sebenarnya ia mempunyai nafsu birahi tetapi hilang
karena penyakit atau karena hal lainnya. Dan mengenai hal tersebut ada
dua pendapat:
18 Sihabudin Al-Qalubi, et al, Al-Mahali, (Beirut : Dar-al Fikti t.th), juz 3, h.206 19 Bakri A. Rahman dan Ahmad Sukarja, h. 21
a. Berpendapat: ia tetap disunahkan menikah karena universalitas
perintah dilakukannya suatu pernikahan.
b. Berpendapat: tidak menikah adalah lebih baik baginya, karena ia
tidak dapat mewujudkan tujuan nikah dan bahkan menghalangi
istrinya untuk dapat menikah dengan laki-laki lain yang lebih
memenuhi syarat. Dengan demikian berarti ia telah memenjarakan
wanita tersebut.20
B. Rukun dan Syarat Pernikahan
Rukun dan syarat dalam Islam merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan antara satu dan lainya, karena kebanyakan dari setiap aktivitas
Ibadat yang ada dalam agama Islam senantiasa ada yang namanya rukun
dan syarat, sehingga bisa dibedakan dari pengertian keduanya adalah
syarat merupakan suatu hal yang harus ada atau dipenuhi sebelum suatu
perbuatan dilaksanakan, sedangkan rukun merupakan suatu hal yang harus
ada atau dipenuhi pada saat perbuatan dilaksanakan. Seperti dalam Sholat
misalnya, wudhu merupakan suatu perbuatan yang dilakukan sebelum
Shalat yang kemudian menjadi syarat sah Shalat, adapun rukun Shalat
adalah niat, takbiratul ihram, dan membaca surat Al-Fatiha sampai
seterusnya yang merupakan suatu perbuatan yang dilakukan pada saat
shalat berlangsung.
20 Syeikh Hasan Ayub, Fiqh Keluarga, Penterjemah M. Abdul Ghaffar E. M. (Jakarta: Pustaka Al Kautsar,
2001) Cet. Ke-1, h.7
Kaitannya pada bidang perkawinan adalah bahwa rukun perkawinan
merupakan sebagian dari hakikat perkawinan, seperti harus adanya laki-laki
dan perempuan, wali, aqad nikah, dan sebagainya. Semua itu adalah
bagian dari hakikat perkawinan, dan tidak dapat terjadi suatu perkawinan
kalau tidak ada salah satu dari rukun perkawinan diatas. Maka yang
demikian itu dinamai rukun perkawinan.21 Adapun syarat merupakan sesuatu
yang mesti ada dalam perkawinan tetapi tidak termasuk salah satu
sebagian dari pada hakikat perkawinan itu, misalnya saja syarat wali itu laki-
laki, baligh, berakal dan sebagainya. Lebih lanjut penulis akan menjelaskan
lebih rinci mengenai rukun dan syarat perkawinan sebagai berikut:
1. Rukun Nikah
Rukun pernikahan merupakan hal-hal yang harus dipenuhi pada saat
melangsungkan pernikahan. Dalam Islam sebenarnya banyak perbedaan
pendapat yang terjadi antara imam mazhab, akan tetapi pada kali ini
penilis hanya mengemukakan pendapat yang berkembang di Indonesia
yang juga telah menjadi hukum tertulis di Indonesia, diantaranya adalah:
a. Calon Suami
b. Calon Istri
c. Wali Nikah
d. Dua Orang Saksi dan
21 Muhamad Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam, h.1
e. Ijab dan Qabul22
Lima rukun di atas adalah rukun nikah menurut imam Syafi’i, karena
mazhab yang dianut oleh mayoritas umat Islam di Indonesia adalah mazhab
Syafi’i, dan perlu diketahui bahwa lima rukun di atas adalah yang selama ini
dijadikan landasan hukum bagi orang-orang Islam di Indonesia yang ingin
melaksanakan pernikahan secara resmi (tercatat) di Kantor Urusan Agama
(KUA).23
2. Syarat Pernikahan
Syarat-syarat pernikahan merupakan dasar bagi sahnya pernikahan.
Jika syarat-syarat pernikahan terpenuhi maka perkawinannya sah, dan
menimbulkan adanya segala kewajiban dan hak-hak dalam
pernikahan.24Dalam Islam syarat-syarat nikah diperinci kedalam syarat-syarat
untuk mempelai wanita dan syarat-syarat mempelai laki-laki. Syarat-syarat
nikah ini dapat digolongkan kedalam syarat materil dan harus dipenuhi agar
dapat melangsungkan pernikahan.
Syarat-syarat perkawinan, diantaranya:
1. Syarat bagi calon pengantin laki-laki:
a. Beragama Islam
b. Terang laki-laki (bukan banci)
22 Departemen Agama RI. Komplasi Hukum Islam. (Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 1992), h. 10 23 Muhamad Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam, h.22 24 Sayyid Sabiq, Alih Bahasa oleh Muhammad Thalib, Fiqh Sunah. (Bandung: Al-Ma’arif, 1990), h.10
c. Tidak dipaksa (dengan kemauan sendiri)
d. Tidak beristri dari empat orang
e. Bukan mahramnya bakal istri
f. Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan bakal istrinya
g. Mengetahui bakal istrinya tidak haram dinikahi
h. Tidak dalam ihram haji atau umrah25
2. Syarat bagi calon pengantin wanita
a. Beragama Islam
b. Terang perempuannya (bukan banci)
c. Telah memberi izin kepada wali untuk menikahkannya
d. Tidak bersuami dan tidak dalam masa iddah
e. Bukan mahram bakal suami
f. Belum pernah di Li’an (sumpah li’an) oleh bakal suaminya
g. Terang orangnya
h. Tidak dalam ihram haji atau umrah
3. Syarat bagi wali nikah
a. Laki-laki
b. Dewasa
c. Mempunyai hak perwalian
d. Tidak terdapat halangan perwaliannya.26
4. Syarat bagi saksi nikah
25 Asmin. Status Perkawinan Adat Agama (Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986), h.32 26 Ahmad Rafiq. Hukum Islam Di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), h.71
a. Minimal dua orang laki-laki
b. Hadir dalam ijab qabul
c. Dapat mengerti maksud akad
d. Islam
e. Dewasa
Sayid Sabiq mengatakan syarat untuk menjadi saksi harus berakal
sehat, dewasa dan mendengarkan pembicaraan dari kedua belah pihak
yang berakal bersebut dan memahami bahwa ucapan-ucapan itu
maksudnya adalah sebagai ijab qabul pernikahan. Jika yang menjadi
saksi anak-anak atau orang gila, atau orang bisu atau orang yang
sedang mabuk, maka pernikahannya tidak sah, sebab mereka
dipandang tidak ada27. Firman Allah SWT:
�� وا&#أت�ن ... # %.��وا>Q�*2وا �*.2,% &% ر�� �3�oن �� ,�3 � ر }282: ا��'#ة{...&�D% ت#ض�ن &% ا�Q+*2اء
Artinya: “Dan adakanlah dua orang saksi dari laki-laki kalanganmu,
jika tidak ada dua orang laki-laki maka cukup seorang laki-laki
dan dua orang perempuan yang kamu sukai untuk menjadi
saksi”. (Al-Baqarah / 2 : 282).
5. Syarat-syarat ijab qabul
a. Adanya pernyataan mengawinkan dari wali
b. Adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai laki-laki
c. Memakai kata-kata nikah, tazwij atau yang semisal dengannya
d. Antara ijab dan qabul bersambungan
27 Sayyid Sabiq, Alih Bahasa oleh Muhammad Thalib, Fiqh Sunah. h. 48-49
e. Antara ijab dan qabul jelas masksudnya
f. Orang yang berkait dengan ijab qabul tidak dalam ihram haji/umrah
Ijab dilakukan oleh pihak wali mempelai wanita atau wakilnya,
sedangkan qabul dilakukan oleh mempelai pria atau wakilnya. Sighat
ijab qabul harus didasarkan kalimat atau arti dari kedua kalimat itu yaitu
nikah atau kawin.
Dengan demikian lafadz ijab qabul oleh wali /ayah terhadap calon
mempelai pria adalah: 28
8���... ا 8�k3 وزو��� ... #*D�...e�E Artinya: “Aku nikahkan dan aku kawinkan engkau dengan anakku
….. binti …… dengan maskawin ….. tunai”.
#*D� 9A�� 03 0 و��J تKو�� ....e�E Artinya: “Aku terima nikahnya dan kawinnya karena untukku dengan
maskawin ……. tunai”.
Mengenai lafadz ijab dan qabul ini harus dengan lafadz nikah atau
tazwij atau artinya. Bagi yang bisa dan mengerti bahasa Arab hendaklah
dengan Bahasa Arab, tetapi bagi yang tidak bisa dengan artinya.
Demikian pendapat Imam Syafi’i, Ahmad, Said bin Musayyab dan
‘Atha.29
6. Pemberian Mahar
28 Djama’an Nur, Fiqh Munakahat, h. 25 29Ibid , h. 24
Di kalangan ahli fiqh, disamping perkataan mahar juga dipakai
perkataan shadaqah, nihlah dan faridhah yang bermakna mahar. Dalam
bahasa Indonesia dipakai perkataan maskawin.
Mahar adalah harta manfaat yang wajib diberikan oleh seorang
pria terhadap seorang wanita dengan sebab nikah atau watha. Mahar
itu sunnat disebutkan jumlah atau bentuknya barangnya dalam akad
nikah. Apa saja barang yang ada nilainya (harganya) sah untuk dijadikan
mahar.30
Bentuk mahar bermacam-macam, pelaksanaannya dapat tunai
dapat pula diutangkan. Dari telaah buku-buku fiqh dapat disimpulkan
bahwa mahar itu berupa pemberian dari calon mempelai pria kepada
calon mempelai perempuan baik berbentuk barang, uang, jasa, yang
tidak bertentangan dengan agama Islam.31Jumlah dan bentuk mahar
bersifat sederhana, dalil-dalil, petunjuk atau hadits yang berkaitan
dengan masalah ini antara lain:
Sabda Rasulullah SAW.:
�� ا= /0 رضL ا= /0� /% /2� ا= �% ر�. V /% ا�.�> �L�0 ان� ا���.��.% ان� /% /�&# �% ر �� .�و>��� ا��ز 3�ح ا&#أة /V %& ان� ا&#أة
0.��� ا= /��.% '�ل ر>�ل ا= < ��/ J�. و>���#ازة تKو�T6�ز � J��� ؟%.� 32}رواT ا��#&.Hى{. رض.A %& J]8 و&�8� ��
30Ibid , h. 81 31Djama’an Nur, Fiqh Munakahat, h. 84 32 Al-Hafidz bin, Hajar al-asqolani, Bulugghul Ma’ram. (An bani Riyadh: Al-Ma’arif, 1417H/1992M). Juz
Ke-3, h. 618
Artinya: “Dari Abdillah bin Amir Rabi’ah dari ayahnya r.a sesungguhnya
Nabi SAW membolehkan pernikahan seseorang wanita dengan
mahar sepasang terompah Dari Amir bin Rabi’ah bahwa
sesungguhnya seorang dari Bani Farazah telah kawin dengan
mahar sepasang terompah, bersabda Rosulullah SAW: apakah
engkau relakan dirimu dan milikmu dengan sepasang sandal ?
jawab wanita itu. Ya, lalu Nabi membolehkannya”. (Riwayat
Tirmidzi).
Ini adalah dalil mahar yang sederhana dan dapat juga berbentuk jasa
yaitu membaca Al-Qur’an atau mengajarkan Al-Qur’an. Mahar yang
jumlahnya dan bentuknya sederhana tidak memberatkan adalah agar
memfaedahkan suatu pernikahan yang berkah.33
C. Proses Pelaksanaan Pernikahan
1. Peminangan
Peminangan merupakan langkah pendahuluan menuju ke arah
perjodohan antara seorang pria dan seorang wanita. Islam
mensyariatkannya, agar masing-masing calon mempelai dapat saling
mengenal dan memahami pribadi mereka.34
Peminangan dalam Ilmu fiqh disebut “khitbah” artinya permintaan.
Menurut istilah artinya pernyataan atas permintaan dari seorang laki-laki
kepada seorang perempuan untuk mengawininya, baik dilakukan oleh laki-
laki itu langsung atau dengan perantara pihak yang di percayainya sesuai
dengan ketentuan-ketentuan agama.35 Bagi calon suami, dengan
33 Djaman Nur, Fiqh Munakahat, h. 83 34 Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, h. 62 35 Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1993), Cet.
3, h. 28
melakukan khitbah (peminangan) akan mengenal empat kriteria calon
istrinya, seperti diisyaratkan sabda Rasulullah SAW. :
�jD� lj�رi أة#D�ا u3�ل ت�� � �> ML�ا= /0� /% ا��� Lه#,#ة رض �/% أ�36.�*� وk�]�*� وD6���*� و �*�,2��H� #Avات ا�M2,% ت#J� ,2اك
Artinya: Riwayat dari Abu Hurairah, Nabi SAW. bersabda: “wanita dikawin
karena empat hal, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya,
dank arena agamanya. Maka pilihlah wanita karena agamanya,
maka akan memelihara tanganmu”. (Muttafaq ‘alaih).
a. Syarat Peminangan dan halangannya
Pasal 12 KHI menjelaskan, pada prinsipnya, peminangan dapat
dilaksanakan terhadap seorang wanita yang masih perawan atau terhadap
janda yang telah habis masa iddahnya. Ini dapat dipahami sebagai syarat
peminangan. Selain itu syarat-syarat lainnya, wanita yang dipinang tidak
terdapat halangan seperti berikut, pasal 12 ayat (2), (3), dan (4).
(2) Wanita yang di talak suami yang masih berada dalam masa iddah raj’iah,
haram dan dilarang untuk dipinang.
(3) Dilarang juga meminang sorang wanita yang sedang dipinang pria lain,
selama pinangan pria tersebut belum putus atau belum ada penolakan
dari pihak wanita.
(4) Putus pinangan pihak pria, karena adanya pernyataan tentang putusnya
hubungan pinangan atau secara diam-diam pria yang meminang telah
menjauhi dan meninggalkan wanita yang dipinang.
36 Sholeh bin Abdul Aziz, Jami’ At Tirmidzi, h. 262
Pasal 13 ayat (2) KHI menjelaskan, kebebasan memutuskan hubungan
peminangan dilakukan dengan tatacara yang baik sesuai dengan
tuntunan agama dan kebiasaan setempat, sehingga tetap terbina
kerukunan dan saling menghargai.37
Nabi SAW. Menegaskan:
� ا�% /D# رض� ا=/% /2� ا=�/ �3Y � l.�, ان � /�*D� آ�ن ,'�ل *r � l.� 0��� O �s�ك ا #�, ���E 0.(ا V�p( ��/ �� وOps,e ا�#�
O �s�38 .أو,�ذن 0� ا
Artinya: Dari Abdullah bin Umar ra. Katanya: “Nabi SAW telah melarang
sebagian diantara kalian menjual atas lamaran saudaranya sehingga
pelamar meninggalkan lamarannya atau pelamar memberi izin
kepadanya. (HR. Bukhari)
b. Melihat Wanita Yang Dipinang
Melihat wanita yang dipinang dianjurkan oleh agama. Tujuan
“melihat” itu, ialah untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya dari calon
istri, sehingga suatu pernikahan baru dilaksanakan setelah masing-masing
pihak telah saling menyukai diri mereka masing-masing. Rasulullah
menganjurkan agar melihat wanita yang dipinang : 39
� ا= /% #3� �% /2� KDا� V� أ �Ojp( 0j ا&j#أة 'j�ل 0j� /% اWD�.#ة �% � ��� ا= /�.0 و>� ا�.* �j0j� o ا e :#g، ��: أ g#ت ا�.*�؟ ��ل: ر>�ل ا= <
�D3�.� دمq, 0{. ان� 40}رواT ا�% &�
37 Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, h. 9-10 38 Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Bairut Libanon, Juz Ke-7, h. 24 39Kamal Mukhtar, Asas-asas HukumIslam Tentang Perkawinan, h. 33 40 Syekh Abu Al Abbas Syihabbudin bin Ahmad, Zawaid Ibnu Majah, Ala Al Kutub Al Khomsah, Daar Al
Kutub Al Ilmiah, Beirut-Lebanon, (Hadis ke-626), Cet Ke-1, h. 267.
Artinya: “Dari Bakr Ibnu Abdullah Al Muzanny dari Mughirah bin Syu’bah, ia
pernah meminang seorang perempuan, lalu Rasulullah SAW Bertanya
kepadanya: Sudahkah kamu lihat dia ? Ia menjawab: Belum. Sabda
Nabi: Lihatlah dia lebih dahulu agar nantinya kamu bisa hidup
bersama lebih langgeng.
Bagian badan wanita yang boleh di lihat ketika dipinang, para fuqaha
berbeda pendapat. Imam Malik hanya membolehkan pada bagian muka
dan dua telapak tangan. Fuqaha yang lain (seperti Abu Daud Azh-Zahiriy)
membolehkan melihat seluruh badan, kecuali kedua kemaluan. Sementara
fuqaha yang lain lagi melarang melihat sama sekali. Sedangkan Imam Abu
Hanifah membolehkan melihat dua telapak kaki, muka dan dua telapak
tangan.41
2. Pertunangan
Setelah Terjadi peminangan dan pinangan itu diterima oleh pihak-pihak
yang dipinang, berarti bahwa secara tidak langsung kedua belah pihak
dengan persetujuan disertai kerelaan hati telah mengadakan perjanjian
untuk melaksanakan “akad nikah”. Dengan adanya perjanjian yang
langsung atau tidak langsung itu berarti calon-calon mempelai telah terikat
dengan pertunangan. Masa antara penerimaan pinangan dengan
pelaksanaan “akad nikah” di sebut masa pertunangan”.42
41Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h. 75 42Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 33
3. Akad Nikah atau Ijab Qabul
Dalam pelaksanaan akad nikah maka harus memenuhi rukun dan
syarat-syarat perkawinan, yang telah disebutkan di atas. Kemudian
dilanjutkan dengan sighat akad nikah yaitu perkataan yang diucapkan oleh
pihak-pihak calon suami dan pihak-pihak calon istri di waktu di lakukan akad
nikah. Sighat akad nikah terdiri atas “ijab” dan “Kabul” ialah pernyataan
pihak calon istri bahwa ia bersedia dinikahkan dengan calon suaminya.
“Qabul” ialah pernyataan atau jawaban pihak calon suami bahwa ia
menerima kesediaan calon istrinya untuk menjadi istrinya.43
Contoh “ijab” ialah seperti wali dari calon istri berkata:
“Aku nikahkan dan aku kawinkan engkau dengan anakku ….. binti ……
dengan maskawin ….. tunai”.
Perkataan wali dari calon istri ini dijawab oleh calon suami (qabul)
dengan perkataan:
“Aku terima nikahnya dan kawinnya karena untukku dengan maskawin
……. tunai”.
4. Pemberian mahar
Mahar secara etimologis artinya maskawin. Secara terminologi, mahar
ialah “pemberian wajib dari seorang suami kepada calon istri sebagai
ketulusan hati calon suami untuk menimbulkan rasa cinta kasih bagi seorang
43Ibid , h. 76
istri kepada calon suaminya”.44 Mahar hanya diberikan oleh calon suami
kepada calon istri, bukan kepada wanita lainnya atau siapa pun walaupun
sangat dekat dengannya. Orang lain tidak boleh menjamah apalagi
menggunakannya, meskipun oleh suaminya sendiri, kecuali dengan ridha
dan kerelaan si istri. Allah SWT berfirman:
%� �V �ن k �%*ء <2��ت�[Mت�اا��yءوL� %/ �3� �[A 0�M& �3� T )4:ا��]�ء( .z,#�&�z�ه�
Artinya: “berikanlah maskawin kepada wanita (yang kami nikahi) sebagai
pemberian yang wakib, tetapi apabila istri itu dengan sukarela
menyerhkannya kepada kamu, makanlah pemberiannya itu dengan
senang dan baik-baik”
Syariat Islam tidak memberi batas mahar minimal dan maksimal bagi
seorang wanita, karena tingkat ekonomi masyarakat dimanapun tidak sama.
Lagi pula adat kebiasaan di suatu daerah tidak selalu sama, bahkan pada
suatu tempat tertentu pun adat seringkali mengalami perubahan.
Jumlah mahar tergantung pada masa dan keadaan setempat,
terutama tergantung kepada pihak istri dan suami yang bersangkutan.
Menurut ketentuan syarak, bahwa mahar itu haruslah sesuatu benda yang
bernilai dan bermanfaat.45
Syarat-syarat mahar
44Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, , h. 84 45 Peunoh Daliy, Hukum Perkawinan Islam Suatu Studi Perbandingan dalam Kalangan Ahlus-Sunnah dan
Negara-negara Islam, h. 220
a. Harta atau benda berharga. Tidak sah mahar dengan yang tidak
berharga, walupun tidak ada ketentuan banyak atau sedikitnya mahar.
Akan tetapi apabila mahar sedikit tetapi bernilai maka tetap sah.
b. Barangnya suci dan bisa diambil manfaat. Tidak sah mahar dengan
khamar, babi, darah, karena semua itu haram dan tidak berharga.
c. Barangnya bukan barang gahasab. Ghasab artinya mengambil barang
milik orang lain tanpa seizinnya, namun tidak bermaksud untuk memilikinya
karena bermaksud untuk mengembalikannya kelak. Memberikan barang
dengan hasil ghasab tidak sah, tetapi akadnya tetap sah.
d. Bukan barang yang tidak jelas keadaannya. Tidak sah mahar dengan
memberikan barang yang tidak jelas keadaannya, atau tidak disebutkan
jenisnya.46
5. Walimatul ‘urs pernikahan menurut Hukum Islam
Yang dimaksud dengan “walimatul ‘ursy” ialah perhelatan atau
kenduri yang dilaksanakan dalam rangka perkawinan.
Sedangakan besar ahli fiqih berpendapat bahwa sunat hukum
mengadakan “walimatul ursy” sesuai dengan keadaan dan kemampuan
dari pihak-pihak yang melaksanakannya. Dasarnya ialah sabda rasulullah
SAW. :
46Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h. 87-88
� ا=[ل ا�����+ /0� ��ل >/% ا 9 رض� ا=��> %DE�#2�ا�/ ����.0 و>/ .��ل وزن �اة &% ذهO وتKو�ج ا&#أة &% اd e�رآ� ا<2��*� ا�% /�ف
2.DE %/ا و J D< ل�� �[ : ���#ون /�*D�ل اK V�,2D�2�&�اا ��D��K�ل, d e�را�& 8D<��ل ا�' l.��#2ا�% ا� < �� /2�ا�#�DE% �% /�ف /
��s#ج ا�� , ��رآ�= 8� � أه�8 و&�8�: ��ل,وا Kل 8� /% ا2Eى ا&#أت� &% ا�{ و> %DK�و�ج z�.�<�ب �, ا�]+�ق �� ع وا��#ى��> +L�ل ا����'
47}رواT ا��s�رى و&]��{.ا= /�.0 و>��� او�� وQ����ة
Artinya: “Dari Anas ra. katanya: Nabi SAW bertanya kepada Abdurrahman
bin Auf dan dia telah kawin dengan seorang wanita dari Ansor:
Berapa engkau memberikan maskawin kepadanya ? Dia menjawab:
Emas seberat biji kurma.
Diceritakan dari Humaid, saya mendengar Anas ra. berkata: ketika
mereka telah datang ke Madinah, orang-orang muhajirin singgah di
beberapa rumah orang Ansor, Maka Abdurrohman bin Auf singgah
dirumah Sa’ad bin Robi’, ia Berkata: Saya bagi hartaku untukmu dan
engkau saya tempatkan pada salah seorang istriku. Abdurahman
berkata: Semoga Allah member berkah kepada istri dan hartamu.
Kemudian Abdurrahman keluar kepasar selanjutnya ia melakukan jual
beli, lalu ia mendapatkan laba sedikit dari hasil penjualan keju dan
samin. Lalu ia kawin . maka Nabi SAW bersabda kepadanya:
adakanlah resepsi kendatipun hanya dengan menyembelih seekor
kambing.”(HR. Bukhari dan Muslim)
6. Bentuk walimah.
Agama menganjurkan kepada orang yang melaksanakan
perkawinan, mengadakan walimah, tetapi tidak memberikan bentuk
minimum atau bentuk maksimum dari walimah itu.
Hal ini memberi isyarat bahwa walimah itu diadakan sesuai dengan
kemampuan seseorang yang melaksanakan perkawinannya, dengan
mengingat agar dalam pelaksanaan walimah itu tidak ada keborosan,
47Imam Bukhari, Shohih Bukhari, h. 30
kemubaziran lebih-lebih disertai dengan sifat angkuh dan membanggakan
diri.48
Dengan demikian, walimah yang dianjurkan oleh hukum perkawinan
Islam adalah sebaiknya dilaksanakan dengan sederhana.
48 Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 109
BAB III
KONDISI OBJEKTIF DESA JEMENANG
A. Letak Geografis Desa Jemenang
Desa Jemenang merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Rambang
Dangku, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Berdasarkan
data monografi desa Jemenang memiliki luas wilayah 9,25 (Sembilan koma
dua puluh lima) Ha. Dengan perincian:49
1. Tanah perkebunan 8998 Ha
2. Tanah pemukiman penduduk 9,25 Ha
Jumlah: 9007,25Ha
Batas-batas wilayah:
1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Kasih Dewa
2. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Limau Barat
3. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Gemawang
4. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Tanjung Menang
Klasifikasi lahan berdasarkan jenisnya yaitu:
1. Luas tanah perkebunan kelapa sawit 56 Ha
2. Luas tanah perkebunan sawit inti 500 Ha
3. Luas tanah perkebunan karet PPKR 186 Ha
4. Luas tanah perkebunan karet pola PPKR 870 Ha
49 Data Dasar Desa Jemenang Kecamatan Rambang Dangku Tahun 2009
5. Luas tanah persawahan tada hujan 160 Ha
6. Luas tanah belukar masyarakat 350 Ha
7. Luas tanah tanaman HTI 6878 Ha
B. Kondisi Demografis Desa Jemenang
Wilayah Desa Jemenang sama halnya dengan wilayah-wilayah lain
dari jumlah penduduk setiap tahun penduduk Desa Jemenang bertambah,
dan dari segi pembangunan fisik pun terus berkembang mengikuti arus
perkembangan. Menurut data yang ada jumlah penduduk Desa Jemenang
adalah 3096 jiwa pada tahun 2008 terdiri dari laki-laki 1629 jiwa dan wanita
1467 jiwa. Dan pada tahun 2009 berjumlah 3168 jiwa terdiri dari laki-laki 1659
jiwa dan perempuan 1509 jiwa. Perkembangan penduduk antara tahun
2008 sampai 2009 adalah 2,33%.
Adapun mata pencaharian penduduk Desa Jemenang pada
umumnya sebagai petani dan pedagang.
Untuk melihat berbagai mata pencaharian penduduk Desa
Jemenang dapat dilihat melalui table berikut ini:
Tabel. 1
Prosentase Penduduk Menurut Mata Pencaharian
No Jenis mata pencaharian Prosentase
1 Petani 85%
2 Pedagang 10%
3 PNS 5%
Jumlah 100%
Sumber data: laporan tahunan kantor desa Jemenang tahun 2009
Melihat dari table diatas pada tahun 2009 penduduk desa Jemenang
mayoritas bekerja sebagai petani.
C. Keadaan Sosiologis Desa Jemenang
1. Bidang pendidikan
Dari tingkat pendidikan masyarakat Desa Jemenang, pada tahun
2009 berjumlah 1955 siswa Dengan klasifikasi tingkat pendidikan dapat dilihat
pada table berikut ini:
Tabel. 2
Jumlah siswa di Desa Jemenang
No Sarana pedidikan Laki-laki wanita
1 Taman Kanak-kanak 85 anak 63anak
2 Sekolah Dasar 342 siswa 140 siswi
3 Sekolah Menengah Pertama 299 siswa 220 siswi
4 Sekolah Menengah Atas 395 siswa 351 siswi
5 Perguruan Tinggi 37 mahasiswa 23mahasiswi
Jumlah 1158 siswa 797 siswi
Sumber data: laporan tahunan kantor desa Jemenang tahun 2009
Tingkat pendidikan berdasarkan tabel di atas di desa Jemenang
termasuk desa yang tinggi tingkat pendidikannya karena banyaknya anak
yang mengenyam pendidikan bahkan hingga ke perguruan tinggi.
Tabel. 3
Jumlah Sarana Pendidikan di Desa Jemenang
No Sarana Pendidikan Jumlah
1 Taman Kanak-kanak 1
2 Sekolah Dasar 3
3 Sekolah Menengah Pertama 1
Sumber data: laporan tahunan kantor desa Jemenang tahun 2009
Sarana pendidikan di desa Jemenang memang belum memadai,
sekolah yang ada hanya sampai setingkat SMP padahal banyak anak yang
bersekolah hingga SMA bahkan Perguruan tinggi.
2. Bidang keagamaan
Kehidupan beragama di Desa Jemenang cukup baik. Hal ini dapat
dibuktikan bahwa sejak dahulu sampai sekarang ini tidak pernah terjadi
benturan-benturan yang bersifat keagamaan.
Keberadaan sarana ibadah mutlak dibutuhkan ditengah masyarakat
yang mayoritas penduduknya Muslim, termasuk didalamnya masyarakat
Desa Jemenang. Untuk menjelaskan banyaknya sarana tempat peribadatan
yang ada di Desa Jemenang, dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Table. 4
Jumlah Sarana Peribadatan di Desa Jemenang
No Sarana Peribadatan Jumlah
1 Masjid 3
2 Musholah 2
3 Gereja 2
Jumlah 7
Sumber data: Laporan tahunan kantor desa Jemenang tahun 2009
Bangunan fisik sarana peribadatan baik masjid, mushollah, gereja
sudah cukup memadai untuk menampung masyarakat yang akan
menjalankan aktifitas keagamaannya seperti shalat, pengajian, misa, dan
bentuk peribadatan lainnya.
Untuk data penduduk menurut penganut agama di Desa Jemenang
dapat dilihat pada table di bawah ini:
Table. 5
Prosentase Penduduk Penganut Agama di Desa Jemenang
No Jenis Agama Prosentase
1 Islam 95%
2 Kristen 5%
Jumlah 100%
Sumber Data: Laporan tahunan kantor desa Jemenang 2009
Penduduk desa Jemenang mayoritas memeluk agama Islam bahkan
penduduk yang menganut agama Kristen hanya lima persen.
3. Jumlah Peristiwa Nikah
Table. 6
Jumlah peristiwa nikah di KUA
No Tahun Jumlah Peristiwa Nikah
1 2004 23 Pasang
2 2005 27 Pasang
3 2006 25 Pasang
4 2007 32 Pasang
5 2008 34 Pasang
6 2009 8 Pasang s/d bulan Maret 2009
Sumber Data: Laporan tahunan Kantor Urusan Agama tahun 2004-2009
Melihat dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa penduduk desa
Jemenang sudah melaksanakan peraturan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah khususnya dalam pernikahan. Masyarakat desa Jemenang
sudah banyak yang mencatatkan pernikahannya di Kantor Urusan Agama.
BAB IV
PELAKSANAAN PERNIKAHAN ADAT
DESA JEMENANG SUMATRA SELATAN
A. Prosedur Pernikahan Adat Rambang Desa Jemenang
Seperti halnya pada proses pernikahan pada adat lainnya yang harus melalui berbagai
tahapan maka pernikahan adat Rambang desa Jemenang pun harus melalui tahapan-tahapan
yang cuku panjang sebagai berikut:
1. Kunjungan Kerumah Gadis Ada Tiga Tahap
a. Keluarga bujang datang mengunjungi rumah keluarga gadis yang akan di pinang
tujuannya yaitu menanyakan dan memastikan apakah benar ada hubungan atau tidak
antara bujang dan gadis (kedua putra dan putri mereka). Jika keluarga gadis
menyatakan benar bahwa ada hubungan antara putra dan putri mereka serta keluarga
gadis merestuinya, maka kelurga bujang menanyakan apa saja permintaan gadis yang
di lamar tersebut, sekaligus dalam kunjungan ini agar kedua keluarga bujang dan
gadis saling mengenali. Kunjuangan ini hanya bersama pihak keluarga saja seperti
bujang yang hendak melamar bersama ayah atau paman atau kakak laki-lakinya saja.
b. Kunjuangan ke dua yaitu keluarga bujang datang menyerahkan atau menunjukkan
sesuatu sebagai tanda akor (setuju) berupa emas atau uang. Kunjungan ini hanya
bersama pihak keluarga saja seperti bujang yang hendak melamar bersama ayah, ibu,
paman, kakak atau adiknya saja artinya belum mengajak para tetangga.
c. Kunjungan ketiga yaitu pelamaran, keluarga bujang datang ke rumah kelurga gadis
dengan mengajak saudara, para tetangga, kepala desa dan P3N. Dalam kunjungan ini
melamar sekaligus menyerahkan seluruh permintaan gadis yang di lamar.
Didalam acara pelamaran ini ada pembawa acara, dan salah satu kelurga yang di
tunjuk sebagai perwakilan dari keluarga bujang dan perwakilan dari keluarga gadis
apabila para orang tua mempelai bujang dan gadis menghendaki di wakilkan. Dalam
acara pelamaran ini pembawa acara yang memimpin berjalannya acara peminangan.
Adapun susunan acaranya yaitu:
1) Sambutan dari pihak keluarga laki-laki
2) Sambuta dari pihak keluarga perempuan
3) Sambutan dari ketua adat dan
4) Sambutan dari kepala desa
5) Pesirihan dan penyerahan permintaan, yang penyerahan ini kedua perwakilan dari
keluarga bujang dan gadis saling berhadapan dan berbincang dengan menggunakan
bahasa daerah:
a) Pihak bujang berkata: ini saya bawakan sirih yang di bungkus dengan sapu tangan
(kain) dan rokok pemberian dari bujang (pelamar) untuk keluarga gadis sebagai
tanda penghormatan.
b) Pihak gadis berkata : sirih sudah saya makan rokok sudah saya hisap silahkan
pihak bujang menyampaikan apa yang hendak disampaikan
c) Pihak bujang : ini sudah saya bawakan permintaan gadis (di sebutkan) apakah
benar ini semua permintaannya?
d) Pihak gadis : ya semuanya benar itu permintaan gadis. Kemudian pihak gadis
berpantun.
e) Pihak bujang: kalau benar itu semua permintaannya kami bersyukur, pihak bujang
pun berpantun.
Biasanya dalam pantun ini pantun yang saling memuji antara kedua keluarga
bujang dan gadis.
6) Kemudian dilanjutkan dengan nasihat dari kepala desa dalam nasihat ini agar
pertunangan bujang dan gadis ini langgeng sampai ke pernikahan dan sampai beranak
dan bercucu.
7) Setelah itu di buat surat perjanjian bujang dan gadis, dalam surat perjanjian bujang
dan gadis ini berisi perjanjian bahwa benar permintaan gadis adalah yang telah ditulis
dalam surat dan apa bila bujang membatalkan pertunangan maka semua pemberian
kepada gadis tidak dapat di kembalikan lagi dan apa bila pihak gadis yang
membatalkan pertunangan maka seluruh pembarian bujang di kembalikan dua kali
lipat. Surat perjanjian bujang dan gadis ini di tandatangani keluarga tertua dari pihak
bujang dan gadis, kepala desa serta ketua adat dan surat perjanjian ini di buat rangkap
tiga, surat dipagang oleh keluarga bujang, keluarga gadis dan kepala desa.
8) Penentuan hari dan tanggal pernikahan, kedua keluarga dan calon pengantin saling
berembuk menentukan waktu pelaksanaan pernikahan yang di sepakati bersama.
9) Setelah acara pelamaran selesai dilanjutkan dengan menikmati hidangan makanan
dan minuman serta kueh-kueh yang telah dihidangkan.
Setelah pelamaran selesai gadis langsung dibawa ke rumah bujang dengan
ditemani gadis dari pihak perempuan sampai hari pernikahan dilangsungkan akan tetapi
hal ini apa bila si calon mempelai wanita telah terjamin ada yang menemani atau
mengawasi selama ia di rumah mempelai pria, jika tidak maka dua atau tiga hari saja,
selama calon mempelai wanita di rumah mempelai pria calon mempelai wanita di jaga
ketat agar tidak terjadi hal-hal yang tidak di inginkan.
Ketika calon mempelai wanita dan calon mempelai pria beserta rombongan
hampir sampai di rumah calon mempelai pria, calon mempelai pria memanggil “ma /
bapak… sambut aku ini aku dapat mantu..” kemudian ibu dan bapaknya pun datang dan
berkata “bawa kemari sambung jurai kami” (bawa kemari teruskan keturunan kami)
kedua mempelai dibawa ke dapur kaki kedua pengantin di siram di atas dapur kayu bakar
atau kompor yang menyiramkan air adalah ibu si wanita tersebut sambil berniat
memaafkan atau menghapus jika ada kesalahan atau perselisihan antara kedua belah
pihak keluarga pengantin.
Tujuan mempelai wanita di bawa ke rumah mempelai pria adalah untuk belajar
situasi di rumah mertua atau menyesuaikan diri sampai hari pelaksanaan akad nikah dan
untuk memperkenelkan kepada keluarga atau saudara mempelai laki-laki yang tidak ikut
dalam peminangan.
2. Tindak Lanjut Menuju Hari Pernikahan
Perjanjian-perjanjian untuk pelaksanaan pernikahan
a. Permintaan Colon Istri
Calon mempelai laki-laki harus memenuhi apapun yang diminta oleh calon mempelai
wanita (calon istri) biasanya berupa emas, uang, dan besi berupa keris. Permintaan
murni dari keinginan calon mempelai wanita.
1) Keris bertujuan untuk diberikan pada muanang (kakak laki-lak) dan bapak si
perempuan
2) Serta memberi emas kepada kakak perempuan atau laki-laki jika ada pelangkahan
pernikahan
Setelah permintaan telah terpenuhi selanjutnya:
b. Permintaan Adat
Dalam permintaan adat ini harus dipenuhi tidak boleh dilanggar dan tidak ada tawar
menawar
Permintaan Wali sekaligus Meminta Restu
Dalam permintaan wali calon pengantin wanita meminta secara langsung atau
diwakilkan oleh orang lain untuk meminta wali kepada bapak atau kakak laki-laki
(jika bapak sudah meninggal) dengan menyerahkan keris di sertai membawa makanan
berupa sagun dan sirih, yang mempersiapkan keris, sagun dan sirih dalam permintaan
wali adalah pihak mempelai pria. Permintaan wali ini bertujuan untuk meminta restu
kepada orang tua dan meminta sang ayah agar mau menjadi wali di saat ijab dan
qabul nanti.
1) Menggunakan keris karena: dahulu zaman nenek moyang di desa Jemenang,
pusaka sangat di agungkan seperti keris, pedang dan tombak, dan karena keris
lebih berteras (bernilai) sebagai pusaka.
2) Membawa sirih karena: dizaman dahulu yang paling dihargai adalah pesirihan.
Pesirihan adalah bernilai penghornatan yang paling tertinggi.
3) Membawa sagun karena: makanan has desa Jemenang adalah: dodol, sagun dan
lemang.
3. Pelaksanaan Pernikahan
a. Akad Nikah atau Ijab Qabul
Dalam akad nikah tidak ada yang berbeda, akad nikah dilangsungkan sesuai dengan
Rukun dan syarat nikah yaitu ada:
1) Mempelai pria dan wanita
2) Wali nikah
3) Dua saksi
4) Ijab dan qabul
Dalam syarat nikah pun dilaksanakan sesuai dengan anjuran agama Islam.
Sedangkan mas kawin yang biasanya diminta oleh mempelai perempuan adalah uang
sebesar Rp.50.000 sampai Rp.100.000 atau seperangkat alat sholat.
Pelaksanaan akad nikah dan walimah dilaksanakan di rumah mempelai pria.
Pelaksanaan akad nikah dengan di hadiri P3N dan di saksikan oleh masyarakat (tamu
undangan).
b. Kawin Adam atau Perkawinan Adam
Setelah ijab qabul selesai dilanjutkan dengan Perkawinan Adam, biasanya
pelaksanaan kawin Adam ini penganti laki-laki dan pengantin perempuan sudah
duduk di pelaminan dengan di saksikan para tamu undangan, keluarga dan saudara
dari pihak laki-laki dan perempuan. Adapun ritual kawin Adam adalah :
1) Mata kedua pengantin di tetesi air dengan ujung daun kayu belidang atau daun
kayu salah agar tidak ada perselisihan dimasa-masa yang akan datang bagi kedua
pengantin laki-laki dan perempuan.
2) Jempol tangan kedua pengantin disatukan serta rambut di ubun-ubun kedua
pengantin juga disatukan dan diikat dengan dibacakan doa-doa yang dipanjatkan
kepada Allah SAW agar rukun dan damai rumah tangga mereka nantinya.
3) Di kepasi (di perciki) kedua pengantin dengan daun kayu balai angin atau daun
kayu belidang atau daun kayu salah dan air jeruk yang di iris-iris, agar menyatu
rasa kasih sayang antara bujang dan gadis.
4) Ngais kaki dengan kaki ayam, kaki pengantin di usap-usap dengan kaki ayam
jantan dan betina yang masih hidup, dengan disaksikan pemerintah desa.
Disebut kawin Adam karena dahulu manusia yang ada di bumi hanya Nabi
Adam dan Siti Hawa dan dahulu Nabi Adam dan Siti Hawa itu belumlah seiring
sejalan (satu tujuan) kemudian turunlah wahyu melalui malaikat Jibril bahwa
nikahkanlah Adam dan Hawa kemudian dinikahkanlah Nabi Adam dan Siti Hawa
oleh malaikat Jibril atas perintah Allah tanpa adanya wali dan saksi.
Tujuan dari nikah Adam adalah untuk seiring sejalan dan sah perkawinan
bukan berzina (ayam seteguran)
c. Nyuapi Hati Ayam
Setelah kawin Adam selesai orang tua kedua belah pihak menyuapi hati ayam
pada kedua pengantin laki-laki dan perempuan sebagai tanda bahwa kedua belah
pihak keluarga sangat bahagia karena telah terlaksananya hubungan dua keluarga
besar.
Setelah selesai menyuapi hati ayam pada pengantin langsung disusul acara
sambut-menyambut, menurut kebiasaan tiga orang dari keluarga laki-laki dan dua
orang dari keluarga perempuan pengantin dirangkul dengan selendang dengan
mengucapkan “mudah-mudahan hidupnya gayuh (panjang umur), murah rizki,
sambung jurai kami (teruskaan keturunan kami)”.
d. Setelah acara makan-makan para tamu undangan memberi selamat kepada pengantin
dengan ngusap kening kedua pengantin dengan jempol yang di oles dengan air liur.
e. Balek Belanjun
Setelah acara pernikahan selesai dan para tamu sudah pulang serta rumah pun sudah
di bersihkan semua perabotan yang dapat meminjam sudah di kembalikan dan setelah
keadaan rumah mempelai pria sudah rapih kembali dilanjutkan dengan acara balek
belanjun, pengantin wanita kembali kerumah orang tuanya. Pengantin pria pun ikut
serta ke rumah orang tua mempelai wanita dengan diantar oleh keluarga pengantin
pria ketika balek belanjun dengan membawa: lemang, dodol, dan ayam kampung.
Setelah sampai di rumah mempelai wanita kemudian para ibu memasak membuat
nasi gemuk. Nasi gemuk di persembahkan kepada arwah-arwah leluhur keluarga
pengantin wanita bahwa cucunya telah pulang kerumah serta memanggil ruh
setingkat wali dan Nabi, memanggil arwah-arwah leluhur dengan membakar
kemenyan dengan di pimpin oleh tokoh adat, setelah doa-doa yang dipanjatkan
kepada Allah selesai kemudian nasi gemuk tersebut dimakan bersama sekeluarga.
f. Ziarah ke Makam Leluhur
Setelah acara balek belanjun ke dua pengantin bersama keluarga mempelai
wanita serta mengajak para tetangga berziarah ke makam leluhur kelurga perempuan,
dalam ziarah ini memanggil arwah leluhur yang setingkat wali, nabi dan para ulam-
ulama lainnya dan memanjatkan doa ke pada Allah SWT agar para leluhur yang
belum mendapat ketenangan di alam kubur supaya di beri ketenangan dan yang sudah
di beri kenikmatan kubur di minta agar menyampaikan doa ini kepada Allah SWT
agar dapat di kabulkan.
g. Kawin Belarian
Jika pihak bujang kurang mampu maka bisa dengan kawin belarian yaitu
bujang membawa gadis datang ke rumah kepala desa untuk membuat surat perjanjian
bujang dan gadis tanpa membawa saudara dan para tetangga dan dikeesokan hari
langsung mengadakan akad nikah. Tetapi pada umumnya kawin belarian ini secara
sembunyi-sembunyi karena pihak bujang merasa malu.50
B. Pendapat Tokoh Masyarakat Terhadap Pernikahan Adat Rambang di Desa Jemenang
1. Pendapat Kepala KUA51
a. Saya tidak begitu faham betul dengan pernikahan adat Rambang. Menurut pendapat
saya pernikahan adat Rambang biasa-biasa saja. Mengenai besarnya biaya pernikahan
menurut saya kalaupun membutuhkan waktu dan biaya yang banyak jika memang itu
sesuai dengan kesepakatan maka itu tidak ada masalah, kalau punya biaya ya silahkan
kalau tidak punya biaya silahkan semampunya, dan mengenai dibawanya gadis ke
rumah bujang setelah di lamar menurut saya silahkan saja tetapi kalau itu
menimbulkan berakibat negatif maka saya juga tidak setuju. Tetapi kalau tujuannya
itu bersifat positif saya setuju seperti untuk mengamankan perempuan agar fokus
menuju pernikahan dan siwanita di rumah pria di jaga ketat atau dipelihara. Dengan
50 Hasil Wawancara Pribadi dengan Herman Idi, Tokoh Adat Rambang, Jemenang, 17 Maret 2009. 51 Hasil Wawancara Pribadi dengan Den Malhani, Kepala KUA, Rambang Dangku, 25 Maret 2009.
dibawanya calon pengantin wanita ke rumah calon pengantin pria juga termasuk pra
pernikahan, pra memaklumi keluarga laki-laki atau perkenalan dengan keluarga laki-
laki .
b. Memang dalam sunah Nabi pernikahan tidak seperti itu dan kalau bertentangan
dengan sunah Nabi memang iya akan tetapi bukan berarti dikatakan haram dalam
pernikahan adat Rambang ini, hanya mungkin tidak mendapatkan kesunahan atau
hikmah-hikmah Nabi, tetapi kalau sampai dikatakan bertentangan dengan Al-Qur’an
itu belum terjadi.
c. Selama ini dalam pernikahan adat Rambang tidak ada yang bertentangan dengan
syariat Islam dan peraturan pemerintah.
d. Dan masih sesuai dengan adat masing-masing. Tetapi dengan catatan adat tidak dapat
mengalahkan agama sekalipun teguh dengan adat tetap adat tidak dapat mengalahkan
agama dan apabila adat menimbulkan berakibat buruk maka harus di hilangkan.
2. Pendapat P3N52
Pelaksanaan pernikahan adat Rambang masih sesuai dengan syariat Islam, karena
adat Rambang tidak mempersulit tergantung kemampuan si bujang atas musyawarah
dengan si gadis.
3. Pendapat Tokoh Agama
a. Bapak Ahmad Syauq53
Pendapat saya tentang pelaksanaan pernikahan adat Rambang. Dalam adat
Rambang wanita yang telah di lamar boleh di bawa ke rumah mempelai kali-laki
menurut saya itu sudah seperti lima puluh persen halal sedangkan dalam Islam
melarangnya, wanita yang telah di pinang belum boleh di bawa ke rumah pihak laki-
52Hasil Wawancara Pribadi dengan Rusomad Nadam, P3N, Jemenang, 18 Maret 2009. 53 Hasil Wawancara Pribadi dengan Ahmad Syauq, Tokoh Agama, Jemenang, 25 Maret 2009.
laki. Dari suatu prosesi akad nikah sesuai dengan syariat Islam tetapi, prosesi setelah
lamaran dan besarnya permintaan dari pada mahar, serta pada umumnya ketika
pengantin pria menyerahkan mahar untuk pengantin wanita uang mahar itu tidak
rapih (kusut tidak dirapihkan) dan terkadang maharnya itu hanya berupa seperangkat
alat shalat sehingga terkesan terlalu mudah memberi mahar dan terkesan bahwa
wanita itu kurang berharga karena mahar itu seharusnya paling berharga dan
bermanfaat hal inilah yang saya kurang setuju dalam pelaksanaan pernikahan adat
Rambang.
b. Ibu lasmi54
Pendapat saya tentang pelaksanaan pernikahan adat Rambang yang tidak sesuai
dengan syariat Islam adalah gadis yang sudah di pinang langsung di bawa ke rumah
bujang seharusnya tidak boleh di bawa ke rumah calon mempelai laki-laki selama
masih dalam peminangan dan adanya sedekah-sedekah yang memanggil dukun serta
pemberian maskawin yang sepetinya kurang sesuai terkadang uang maskawin di
keluarkan langsung dalam keadaan kusut dari kantong celana tanpa amplop menurt
saya itu kurang menghargai wanita.
C. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Pernikahan Adat Rambang di Desa
Jemenang Kecamatan Rambang Dangku Kabupaten Muara Enim Sumatra Selatan.
Dalam pembicaraan ahli hukum tidak ada perbedaan antara ‘urf dengan adat. Urf
adalah kata bahasa Arab yang terjemahannya dalam bahasa kita cenderung di artikan dengan
adat, kebiasaan. Dengan demikian ‘urf adalah kata lain dari adat.55
54 Hasil Wawancara Pribadi dengan Lasmi, Tokoh Agama, Jemenang: 21 Maret 2009. 55 Imam Musbikin, Qawa’id Al-Fiqhiyyah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001, Cet. Ke-1, h. 92-93.
Para fuqaha memberikan definisi ‘urf, yaitu:
� س و�� ا�ر0ف ه� &�ث �#ا��D[,اوت#ك و � >�روا/�.0 &% ��ل أو� وا� �دةدة و� �]�ن ا�e %M./#�Q#ق �.% ا� #فا�
Artinya: Urf ialah apa yang dikenal oleh manusia dan berlaku padanya, baik berupa
perkataan, perbuatan, ataupun meninggalkan sesuatu. Dan ini juga dinamakan adat.
Dan dikalangan ulama syari’at tidak ada perbedaan antara urf dengan adat.
Urf ada dua macam, yaitu:56
a. Urf shahih ialah apa-apa yang telah menjadi adat kebiasaan manusia dan tidak menyalahi
dalil syara’, tidak menghalalkan yang haram dan tidak membatalkan yang wajib.
Contohnya: adat kebiasaan mengadakan membayar maskawina dengan cicilan, apa-apa
yang diberikan oleh lelaki kepada wanita pinangannya berupa perhiasan dan pakaian
adalah hadiah tidak termasuk sebagian dari maskawin dan sebagainya.
b. Urf fasid ialah apa-apa yang telah menjadi adat kebiasaan manusia, tetapi menyalahi
syara’, mengahalalkan yang haram atau membatalkan yang wajib. Misalnya: pergaulan
bebas antara laki-laki dengan perempuan, memakan riba, main judi, dan sebagainya.
1. Acara Adat sebelum Pernikahan
Kunjungan ke rumah gadis
Dalam kunjungan kerumah gadis ada tiga kali kunjungan
56 Ibid., h. 94
1) Pertama untuk menanyakan bahwa apakah keluarga gadis membenarkan adanya
hubungan antara bujang dan gadis (merestui) sekaligus saling mengenali antara
keluarga bujang dan gadis.
2) Kunjungan kedua yaitu keluarga bujang datang menyerahkan atau menunjukkan
sesuatu sebagai tanda setuju berupa emas atau uang.
3) Kunjungan ketiga yaitu melamar gadis. Keluarga bujang datang ke rumah gadis
dengan membawa semua permintaan gadis dan datang bersama seluruh keluarga,
saudara dan mengajak para tetangga tujuannya yaitu memperkenalkan gadis pada
seluruh keluarga bujang dan para tetangga.57
Dalam hukum perkawinan Islam dikenal istilah meminang (khitbah) dalam
terminology fikih munakahah adalah pernyataan atau ajakan untuk menikah dari pihak
laki-laki kepada pihak perempuan atau sebaliknya dengan cara yang baik.58
Orang yang paling baik dan hati-hati adalah orang yang tidak memasuki suatu
tempat sebelum mengetahui baik dan buruknya suasana tempat yang hendak ia masuki.
Pengenalan sebelum kawin tidak terbatas pada cantik atau tidaknya calon pasangan yang
dikehendaki, tetapi mengetahui dan mengenal sifat-sifat yang lain juga sangat perlu,
dengan cara mewawancarai orang-orang dekatnya yang betul-betul tahu dan jujur.59
Hikmah lamaran atau pinangan yaitu memberi kesempatan kepada kedua belah
pihak mempelajari dengan seksama akhlak, kepribadian, kebiasaan-kebiasaan, dan
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada masing-masing pihak, sehingga kedua
belah pihak merasakan kepuasan. Perkawinan yang didahului dengan proses lamaran
57 Hasil Wawancara Pribadi dengan Herman Idi, Tokoh Adat 58Asrorun Ni’am Sholeh, Fatwa-fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, (Jakarta: eLSAS, 2008), Cet.
Ke-1. Hal, 9 59Mahmud Al-Sabbagh, Tuntunan Keluarga Bahagia Menurut Isam, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1991), Cet, Ke-1, h. 48-49
seperti ini dapat membuahkan kemantapan dan kesepakatan. Jika kedua belah pihak puas
dan ikhlas dengan keadaan masing-masing pasangan, maka lamaran itu telah sahih.60
Untuk kebaikan dalam kehidupan berumah tangga, kesejahteraan dan
kesenangannya, seyogyanya laki-laki melihat dulu perempuan yang akan di pinangnya,
sehingga ia dapat menentukan apakah peminangan itu diteruskan atau dibatalkan.61
Berdasarkan sabda Nabi SAW:
/V� � ا= /�.0 % اWD�.#ة ا�% �� ا �Op( 0 ا&#أة '� 0� ر>�ل ا= < ��. � � �0 ان ,qدم �.D3��ا g# ا�.*: ��. e: *� ؟ ��لأ g#ت ا�.: و>
62.)اT ا��]�ىء وا�% &� �0 وا��#&Hىرو(Artinya: “Dari Mughirah bin Syu’bah, ia pernah meminang seorang perempuan, lalu
Rasulullah SAW bertanya kepadanya: Sudahkah kamu lihat dia? Ia menjawab:
Belum. Sabda Nabi: Lihatlah dia lebih dahulu agar nantinya kamu bisa hidup
bersama lebih langgeng.”
Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa laki-laki hanya diperbolehkan
melihat wajah dan kedua telapak tangan wanita, bukan yang lain. Karena cantik atau
tidaknya wanita dapat dilihat dari wajah atau kedua telapak tangannya.63
Dari penjelasan diatas penulis memberi kesimpulan bahwa peminangan dalam
adat Rambang dengan peminangan yang sesuai syariat islam sama-sama menganjurkan
kepada kedua belah pihak mempelajari dengan seksama akhlak, kepribadian, kebiasaan-
kebiasaan, dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada masing-masing pihak,
sehingga kedua belah pihak merasakan kepuasan. Namun dalam syariat Islam tidak ada
permintaan berbentuk materi dari gadis kepada bujang.
60 Ibid, h. 38-39. 61 Abd. Rahman Ghazaly, MA, Fiqh Munakahat, h. 74-75 62 Syekh Abu Al Abbas Syihabbudin bin Ahmad, Zawaid Ibnu Majah, ‘Ala Al Kutub Al Khomsah, h. 267 63 Mahmud Al-Sabbagh, Tuntunan Keluarga Bahagia Menurut Isam, h. 45-46
Perjanjian Bujang dan Gadis
Membuat surat perjanjian antara bujang dan gadis tujuannya yaitu agar bujang
dan gadis saling setia maka jika ada yang melanggar (menikah dengan orang lain) maka
akan mendapat sanksi. Perjanjian tersebut berisi perjanjian bahwa benar permintaan gadis
adalah yang telah ditulis dalam surat dan apabila bujang membatalkan pertunangan maka
semua pemberian kepada gadis tidak dapat di kembalikan lagi dan apa bila pihak gadis
yang membatalkan pertunangan maka seluruh pemberian bujang di kembalikan dua kali
lipat.64
Hal seperti ini dalam fikih Syafi’i tidak ditemukan secara eksplisit. Hanya
terdapat penjelasan mengenai larangan laki-laki meminang perempuan yang dipinang
oleh saudaranya yang lain.65
Asyafi’i memberikan komentar berdasarkan hadis
Rasulullah SAW.
../ Ops, eا).0 و V�p( ��) .�� 66)رواT ا2DE و&]Artinya: “Janganlah salah seorang di antara kamu meminang atas pinangan saudaranya”.
Dari sini dapat terlihat, wajar saja seandainya ada ganti rugi dari pihak-pihak yang
merasa dirugikan, karena dengan pembatalan pertunangan berarti ada yang marasa
dirugikan, sehingga dengan adanya aturan ini, setiap orang tidak akan sembarangan untuk
membatalkan pertunangannya.
Gadis di Bawa ke Rumah Bujang
64 Hasil Wawancara Pribadi dengan Herman Idi, Tokoh Adat 65 Editor: M. Atho’ Muzdhar dan Khairuddin Nasution, Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern, Studi
Perbandingan dan Keberanjakan UU Modern dari Kitab-kitab Fikih, (Jakarta: Ciputat Pres, 2003), Cet. Ke-1, h.
182-184 66 Imam Bukhari, Shohih Bukhari, h. 24
Setelah acara pelamaran selesai bersama dengan rombongan keluarga bujang,
gadis dibawa ke rumah bujang dengan tujuan untuk belajar situasi di rumah mertua atau
menyesuaikan diri dan untuk memperkenelkan kepada keluarga, saudara atau para
tetangga mempelai laki-laki yang tidak ikut dalam peminangan. Selama gadis di rumah
bujang, gadis ditemani dan di jaga agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama
di rumah bujang.67
Suksesnya sebuah keluarga dalam mewujudkan tujuan pernikahan (kehidupan
yang bahagia, sejahtera dan damai) sangat ditentukan oleh kesiapan individu yang
bersangkutan. Secara umum kesiapan yang harus dimiliki dan merupakan prasyarat untuk
keberhasilan sebuah pernikahan terbagi kedalam tiga bentuk:
1) Kesiapan Fisik
a) Orang yang akan menikah tersebut sudah berumur dewasa.
b) Orang yang akan menikah tersebut sehat (tidak memiliki penyakit yang sangat
gawat atau penyakit kronis yang berat.
2) Kesiapan Mental
a) Orang yang akan menikah itu telah membulatkan niat dan memantapkan tekad.
b) Orang yang akan menikah tersebut telah memiliki kedewasaan emosional.
c) Orang akan menikah tersebut telah memiliki bekal ilmu pengetahuan dan
keterampilan tentang rumah tangga.
3) Kesiapan Sosial
Terjadinya konflik dalam rumah tangga, tidak sedikit yang dipicu oleh kurangnya
kesiapan sosial pasangan suami istri yang bersangkutan. Yang dimaksud kesiapan
sosial di sini adalah:
67 Hasil Wawancara Pribadi dengan Herman Idi, Tokoh Adat
a) Kemampuan suami istri membina hubungan dengan keluarga asal, membina
hubungan baru dengan keluarga besan, dan juga membina hubungan dengan
kolega ditempat kerja serta lingkungan dan masyarakat.
b) Kemampuan finansial yang harus dimiliki oleh orang yang akan menikah.
Selain memilih orang yang sudah matang fisik, mental dan sosialnya, setiap
orang yang akan menikah, sejatinya, juga memperhatikan hal-hal berikut:
a) Memilih orang yang halal dinikahi, baik menurut agama, undang-undang maupun
adat/tradisi setempat.
b) Memilih orang yang kompatibilitas.
c) Memilih jodoh berdasarkan cinta sejati dan restu orang tua.
d) Melakukan khitbah untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya tentang calon,
keluarga, cita-cita dan komitmennya. Jangan membeli kucing dalam karung.68
4) Etika pergaulan setelah tunangan :
Bertunangan pada dasarnya adalah kesiapan akhir sebelum memasuki jenjang
perkawinan. Pada masa tunangan, hubungan wanita dan pria semakin bertambah
hangat dan mesra, sehingga menimbulkan godaan syahwat lebih besar. Karena itu,
masing-masing pihak, terutama wanita harus mejaga diri dan kesuciannya hingga hari
pernikahannya. Suatu kebanggaan dan juga penghargaan bagi wanita dan pria yang
mampu mempertahankan kesuciannya hingga malam pertama hari pernikahan.69
68 A. Sutarmadi dan Mesraini, M.Ag, Administrasi Pernikahan dan Manajemen Keluarga, (Jakarta,
Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Jakarta, Tahun 2006), h. 87-99. 69 Hasbi Indra, Iskandar Ahza, Husnani, Potret Wanita Shalehah, (Jakarta : Penamadani , 2004), cet. 1, h.
131-132
Menurut pendapat penulis memberi kesimpuan bahwa, dengan dibawanya gadis
kerumah bujang (dengan catatan tidak ada pelanggaran peraturan adat yang telah
ditentukan) itu dapat dikatakan sebagai tahap pra pernikahan.
Permintaan Calon Istri
Calon mempelai laki-laki harus memenuhi apapun yang diminta oleh calon
mempelai wanita (calon istri) bila sesuai kesepakatan, pemberian barang permintaan dari
calon suami itu termasuk sebagai wujud rasa kasih sayang calon suami kepada calon istri
karena apabila calon istri tidak mengajukan permintaan, pada umumnya calon suami akan
memberi sesuatu yang dia mampu kepada calon istrinya. Biasanya permintaan calon istri
berupa emas, uang, dan besi berupa keris. Permintaan murni dari keinginan calon
mempelai wanita. Keris bertujuan untuk diberikan pada muanang (kakak laki-lak) dan
bapak si perempuan serta memberi emas kepada kakak perempuan atau laki-laki jika ada
pelangkahan pernikahan dan tujuan dari permintaan juga untuk bekal membeli kebutuhan
calon istri nantinya setelah menikah.70
Wanita beriman yang salihah tidak akan menyusahkan suaminya dengan banyak
tuntutan. Dia merasa puas dengan apa yang dibagikan Allah kepadanya.71
Permintaan Adat
70 Hasil Wawancara Pribadi dengan Herman Idi, Tokoh Adat 71 A’idah Al-Qarni, Rahasia Wanita Paling Bahagia di Dunia, Surabaya : La Raiba Bima Amanta (eLBA),
Cet. Ke-1, h.143-144
Dalam permintaan wali calon pengantin wanita meminta secara langsung atau
diwakilkan oleh orang lain untuk meminta wali (dinikahkan) kepada bapak atau kakak
laki-laki (jika bapak sudah meninggal) dengan menyerahkan keris disertai membawa
makanan berupa sagun dan sirih, yang mempersiapkan keris, sagun dan sirih dalam
permintaan wali adalah pihak mempelai pria. Permintaan wali ini bertujuan untuk
meminta restu kepada orang tua dan meminta sang ayah agar mau menjadi wali di saat
ijab dan qabul nanti.72
Pernikahan tidak sah jika wali tidak ada, karena seorang wanita tidak punya
kapasitas untuk menikahkan dirinya tanpa adanya seorang wali atau mewakilikannya
kepada orang lain jika wali berhalangan untuk menikahkannya, dan jika dilakukan hal itu
maka nikahnya tidak sah. Sebagainama sabda Rasulullah Saw:
� �� �*E�3� �*.�إذن و #.W� Jk3 ا&#أة �D+,أ�� داود(أ T73)روا
Artinya: “Bahwa wanita siapa saja yang menikah tanpa seizin walinya maka nikahnya
tidak sah.” (HR. Abu Daud)
Wali yang paling utama adalah ayah, kemudian kakek (ayah dari ayah) saudara
laki-laki seayah dan seibu, atau seayah, kemudian ashabah-ashabah lainnya.74
Penilis memberi kesimpulan bahwa permintaan wali dalam pernikahan adat
Rambang itu sangat baik karena harus ada persetujuan wali.
2. Acara Pernikahan
Akad Nikah atau Ijab Qabul
72 Hasil Wawancara Pribadi dengan Herman Idi, Tokoh Adat 73 Aunul Ma’bud, Sarah Sunnah Abi Daud, Abdurahman, Muhammad Hasyim, Dhobthu Wa Tahqiq Al-
Maktabah As sak Fiyah, Juz. Ke-6, h. 98 74 Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqih Muslim Ibadat Mu’amalat, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), Cet.
Ke-2, h. 260
Dalam akad pernikahan adat Rambang tidak ada yang berbeda, akad nikah
dilangsungkan sesuai dengan rukun dan syarat nikah yaitu ada:
1) Ada mempelai pria dan wanita
2) Ada wali nikah
3) Ada dua saksi serta
4) Ijab dan qabul
Dalam syarat nikah pun dilaksanakan sesuai dengan anjuran agama Islam.
Pelaksanaan akad nikah dan walimah dilaksanakan di rumah mempelai pria. Pelaksanaan
akad nikah di hadiri P3N dan di saksikan oleh masyarakat (tamu undangan).75
Mahar
Sedangkan mas kawin yang biasanya diminta oleh mempelai perempuan adalah
uang sebesar Rp. 50.000 sampai Rp.100.000 atau seperangkat alat sholat.76
Mahar secara etimologi artinya maskawin. Secara terminologi, mahar ialah
“pemberian menimbulkan rasa cinta kasih bagi seorang istri kepada calon suaminya”.77
Dibenci (makruh) bagi seorang lelaki yang memberikan mahar kepada seorang
perempuan, apabila dilunasi akan memberatkannya, tapi bila dihutangi ia tidak dapat
membayarnya.78
Menurut pendapat penulis dalam pemberian mahar pada pernikahan adat Rambang
tidak besar karena Islam juga menganjurkan agar tidak berlebihan dalam memberi mahar.
75 Hasil Wawancara Pribadi dengan Herman Idi, Tokoh Adat 76 Ibid 77 Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h. 84. 78 Ibnu Taimiyah, Majmu Fatawa Tentang Nikah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002), Cet. Ke-1, h. 173
Kawin Adam atau Perkawinan Adam
1) Di kepasi (di perciki) kedua pengantin dengan daun kayu balai angin atau daun kayu
belidang atau daun kayu salah dan air jeruk yang diiris-iris, dan berdoa kepada Allah
agar disatukan rasa kasih sayang antara bujang dan gadis.
2) Ngais kaki dengan kaki ayam, kaki pengantin di usap-usap dengan kaki ayam jantan
dan betina yang masih hidup. dengan disaksikan oleh pemerintah desa.
Disebut kawin Adam karena dahulu manusia yang ada di bumi hanya Adam dan
Siti Hawa, dahulu Adam dan Siti Hawa itu belumlah seiring sejalan (satu tujuan)
kemudian turunlah wahyu melalui malaikat Jibril bahwa nikahkanlah Adam dan Hawa
kemudian dinikahkanlah Adam dan Siti Hawa oleh malaikat Jibril atas perintah Allah
tanpa adanya wali dan saksi dan seperti inilah proses pernikahannya.
Tujuan dari nikah Adam adalah untuk seiring sejalan dan sebagai tanda bahwa
telah sah perkawinan bukan berzina (ayam seteguran)79
Syaikh al-Utsaimin berkata: menyandarkan diri kepada sebab yang disyariatkan
dan benar tetapi disertai dengan kelalaian terhadap yang menyebabkannya, yaitu Allah
SAW jenis ini merupakan kesyirikan akan tetapi tidak mengeluarkan pelakunya dari dien
ini karena dia menyandarkan dari kepada sebab dan lupa kepada yang menyebabkannya,
yaitu Allah SAW.80
Dalam sejarah perkawinan Nabi Adam dengan Siti Hawa adalah: Setelah Allah
SAW menciptakan bumi beserta isinya, menciptakan langit dengan mataharinya, bulan
dan bintang-bintangnya dan menciptakan malaikat-malaikat dan Iblis. Maka tibalah
kehendak Allah SAW untuk menciptakan sejenis makhluk lain yang akan menghuni,
79 Hasil Wawancara Pribadi dengan Herman Idi, Tokoh Adat 80 Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Fatwa-fatwa Terkini 1, (Jakarta: Darul Haq, 2003), Cet. Ke-1,
h. 83
memelihara dan menikmati isi bumi, dan berkembang biak turun-temurun waris-mewarisi
sepanjang masa yang telah ditakdirkan baginya.
Kehawatiran Para Malaikat
Para malaikat hawatir makhluk tersebut nantinya akan membangkang terhadap
ketentuannya dan melakukan kerusakan di muka bumi.
Berkatalah para malaikat kepada Allah:
… �*. 2[A, %& �*. � و,]8A ا�M2 &~ءو 2Dk� uM�[ %kك ���اyت6 )2:30ا��'#ة ( و 'M2س 8�
Artinya: “Mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
menbuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” (Q.S. Al-
Baqarah[2]:30).
Allah berfirman, menghilangkan kehawatiran para malaikat itu:
…. ��� أ/M �ن��ل إD� )30: 2ا��'#ة (&�eتArtinya: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” (Q.S.Al-
Baqarah[2]:30)
Kemudian para malaikatpun diperintahkan oleh Allah SWT untuk bersujud kepada
Adam sebagai penghormatan dan bukan sebagai sujud ibadah, karena Allah SWT melarang
hambanya beribadah kepada sesame makhluknya.”
Iblis Membangkang
Iblis menbangkang dan enggan mematuhi perintah Allah seperti para malaikat yang
lain, yang segera bersujud di hapan Adam sebagai penghormatan bagi makhluk Allah yang
akan diberi amanat menguasai bumi. Iblis merasa dirinya lebih mulia, lebih utama dan
lebih agung dari Adam, karena ia diciptakan dari unsur api, sedangkan Adam dari tanah
daan lumpur.
Kerena kesombongan, kecongkakan dan pembangkangannya Allah menghukum
Iblis dengan mengusir dari syurga dan mengeluarkannya dari barisan malaikat dengan
disertai kutukan dan laknat yang akan melekat pada dirinya hingga hari kiamat. Di samping
itu ia dinyatakan sebagai penghuni neraka.
Adam Menghuni Syurga
Adam diberi tempat oleh Allah di syurga dan baginya diciptakan Hawa untuk
mendampinginya dan menjadi teman hidupnya, menghilangkan rasa kesepiannya dan
melengkapi keperluan fitrah.
Untuk mengembangkan keturunan. Menurut para ulama Hawa diciptakan oleh
Allah dari salah satu tulang rusuk Adam yang disebelah kiri diwaktu ia masih tidur
sehingga ia terjaga, ia melihat Hawa sudah berada di sampingnya. Ia ditanya oleh malaikat
: “Wahai adam ! Apa dan siapa makhluk yang berada di samping itu?” Berkatalah Adam:
“Seorang perempuan .”Sesuai dengan firman Allah yang telah diilhamkan oleh Allah
kepadanya. “Siapa namanya?”, tanya malaikat lagi. “Hawa”, jawab Adam. “untuk apa
tuhan menciptakan makhluk ini ?”, tanya malaikat lagi. Adam menjawab: “Untuk
mendampingiku, member kebahagiaan bagiku dan mengisi keperluan hidupku sesuai
dengan kehendak Allah.”
Allah berpesan kepada Adam: “Tinggallah engkau bersama istrimu di syurga,
rasakanlah kenikmatan yang berlimpah-limpah didalamnya, rasailah dan makanlah buah-
buahan yang lezat yang terdapat di dalamnya sepuas hatimu dan sekehendak nafsumu.
Kamu tidak akan mengalami atau merasa lapar, dahaga ataupun letih selama kamu berada
didalamnya. Akan tetapi aku ingatkan janganlah makan buah pohon khuldi ini yang akan
menyebabkan kamu celaka dan termasuk orang-orang yang zalim. Ketahuilah bahwa Iblis
itu adalah musuhmu dan musuh istrimu, ia akan berusaha membujuk kamu dan menyeret
kamu keluar dari syurga sehingga hilanglah kebahagiaan yang kamu sedang nikmati ini.”
Adam dan Hawa diperdaya Iblis
Larangan Allah SWT kepada Adam dan Hawa tentang tidak diperbolehkannya
mendekati pohon Khuldi, diketahui oleh syetan. Karenanya, dia berusaha sekuat tenaganya
untuk memperdayakan kedua suami-istri itu, agar keduanya memakan buah larangan itu.
Syetanpun lalu berpura-pura menjadi orang yang bersih hati dan berduka cita.
Karena itu, Adam dan Hawa pun datang menghampirinya seraya bertanya : “Apakah
sebabnya engkau beduka cita dan bersedih hati ? Apakah gerangan yang engkau pikirkan?”
Sahut syetan: “Saya bersedih hati ini, karena memikirkan nasib engkau berdua,
telah saya dengar bahwa engkau berdua tidak akan lama lagi tinggal bersenang-senang
didalam syurga ini, apalagi setelah Allah melarangmu memakan buah pohon khuldi ini,
adalah satu tanda bahwa apa yang saya hawatirkan itu akan benar-benar terjadi. Oleh
karena itu, lekaslah makan buah pohon ini supaya engkau berdua jangan terusir dari syurga
ini.”
Mendenger bujukan dan rayuannya itu, terpedayalah keduanya seraya memakan
buah khuldi itu, dan akhirnya Nabi Adam dan Siti Hawa pun diturunkan kebumi.
Perkawinan di zaman Adam A.S.
Siti Hawa mempunya anak banyak, dan tiap-tiap beranak selalu kembar. Karena
manusia di waktu itu belum banyak, maka perkawinannya tentulah dengan saudara
kandung sendiri, asal jangan dengan yang bersama-sama dilahirkan. Hal ini terjadi diantara
putra-puuri Nabi Adam, yang bernama Iqlima seorang wanita yang tercantik rupanya, lahir
kembar bersama dengan Qabil, dan lahir kembar bersama Habil. Karena mereka itu sama-
sama lahir dalam keadaan kembar, maka perkawinan itu harus dipertukar-tukarkan antara
yang lahir sekarang dengan yang lahir sesudahnya, asal saja jangan yang sama-sama lahir.
Rupanya peraturan ini tidak diterima oleh Qabil, dan ia tetap ingin menikahi
saudaranya (Iqlima), yang sama-sama lahir dengannya, sebab Iqlima lebih cantik dari
Labuda. Karena peristiwa ini tetap tegang, maka mereka mengadukan kepada ayahnya
(Nabi Adam) dan Adampun tetap mempertahankan hukum Allah, supaya Iqlima kawin
dengan Habil.
Akhirnya Qabil tetap menolak keputusan itu dan peristiwa ini pun diserahkan
kepada Allah SWT dengan jalan mengadakan kurban. Qabil dan Habil pun berkurban dan
barang siapa yang kurbannya diterima oleh Allah, maka itulah yang harus menikahi Iqlima.
Akan tetapi Qabil kalah, kurbannya tidak diterima oleh Allah. Qabil pun marah hawa
nafsunya selalu hendak membunuh saudaranya (Habil) dan akhirnya Habilpun
dibunuhnya.81
Dalam setiap sejarah Nabi Adam dan Siti Hawa tidak ada yang menceritakan
bagaimana pelaksanaan pernikahan mereka, jadi menurut pendapat penulis proses
pelaksanaan pernikahan Adam dan Hawa tidak seperti kawin Adam dalam pelaksanaan
pernikahan adat Rambang, melainkan itu adalah adat kebiasaan Hindu. Karena dalam
81 Hadiyah Salim, Qishashul Anbiya Sejarah dua puluh lima Rasul, (Bandung: PT.Alma’rif, 19880, Cet.
Ke-10, h. 11-14
pengakuan tokoh adat sendiri pun dalam pelaksanaan pernikahan adat Rambang masih ada
peninggalan budaya Hindu.
Nyuapi Ati Ayam
Setelah kawin Adam selesai orang tua kedua belah pihak menyuapi hati ayam pada
kedua pengantin laki-laki dan perempuan, sebagai tanda bahwa kedua belah pihak keluarga
sangat bahagia karena telah terlaksananya hubungan dua keluarga besar.
Setelah selesai menyuapi hati ayah, disusul acara sambut-menyambut, menurut
kebiasaan tiga orang dari keluarga laki-laki dan dua orang dari keluarga perempuan
pengantin dirangkul dengan selendang dengan mengucapkan “mudah-mudahan hidupnya
gayuh (panjang umur), murah rizki, sambung jurai kami (teruskaan keturunan kami)”.82
Dalam menyuapi hati ayam pada kedua pengantin ini hanya sebagai ungkapan rasa
syukur dan restu dari kedua keluarga pengantin.
Memberi Selamat
Setelah acara makan-makan para tamu udangan memberi selamat kepada pengantin
dengan mengusap kening kedua pengantin dengan jempol tangan yang di oles dengan air
liur.83
Disunnatkan mengucapkan selamat kepada kedua mempelai, sebagaimana
diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, bahwa apabila Nabi SAW
memberikan selamat kepada orang yang menikah, maka beliau mengucapkan:
H&(84يا��#رواT . (.# و� �D3�.� lDL اs���رك /�.8رك ا= 8� و��
82 Hasil Wawancara Pribadi dengan Herman Idi, Tokoh Adat 83 Hasil Wawancara Pribadi dengan Herman Idi, Tokoh Adat 84 Shoheh bin Abdul Aziz, Jami’ At Tirmidzi, h. 262-263
Artinya: “Semoga Allah memberkati kamu dan memberikan berkah atas kamu serta
menyatukan kalian kalian berdua dalam kebaikan.” (HR.Tirmidzi).
Imam Tirmidzi mengatakan, bahwa hadits ini berstatus hasan shahih.85
Penulis berpendapat bahwa ucapan selamat untuk pengantin dari para tamu
undangan itu sangat penting untuk menunjukkan restu mereka dan menunjukkan bahwa
meraka juga turut bahagia. Mengenai mengusap kening pengantin dengan air liur, karena
ini sudah menjadi adat kebiasaan bagi mereka maka hal ini tidak ada masalah selagi
mereka ridho, tetapi adat kebiasaan ini menurut penjelasan tokoh adat Rambang di desa
Jemenang kebiasaan ini hampir punah bahkan sudah sulit sekali dijumpai hanya khusus
bagi ketua adat saja yang masih melaksanakan usapan air liur pada pengantin.
Balek Belanjun
Setelah acara pernikahan selesai pengantin wanita kembali kerumah orang tuanya
pengantin pria pun ikut serta ke rumah orang tua mempelai wanita, ketika balek belanjun
dengan membawa: lemang, dodol, dan ayam kampung.
Setelah sampai di rumah mempelai wanita, kemudian para ibu memasak membuat
nasi gemuk. Nasi gemuk di persembahkan kepada arwah-arwah leluhur keluarga pengantin
wanita bahwa cucunya telah pulang kerumah, serta memanggil ruh setingkat wali dan Nabi.
Memanggil arwah-arwah leluhur dengan membakar kemenyan dan di pimpin oleh tokoh
adat, setelah itu nasi gemuk tersebut dimakan bersama sekeluarga.86
Menurut pendapat penulis orang yang sudah meninggal tidak dapat berhubungan lagi
dengan orang yang masih hidup, dan sudah tidak dapat merasakan nikmatnya kenikmatan
85 Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita Edisi Lengkap, Cet. Ke-1, h. 409 86 Hasil Wawancara Pribadi dengan Herman Idi, Tokoh Adat
dunia (makanan). Yang dibutuhkan orang yang sudah meninggal hanyalah doa dari orang
yang masih hidup agar mereka mendapat kenikmatan dialam kubur.
Seorang muslim yang murni berarti ia mampu memelihara ketunggalan-ketunggalan
keparcayaannya hanya kepada Allah SWT sesuai petunjuk nash agama. Mempercayai
mitos berarti merusak kemurnian aqidah karena isi (substantif) kepercayaan telah terisi
dengan yang lain atau tercampur. Islam sangat menentang kepercayaan tersebut. Al-Qur’an
menyatakan
…�.g/ ��g� ك#MQن (إن� ا��D'�13( Artinya: “Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar”. (QS. Luqman.13).
Dalam acara balik belanjun ini adalah suatu tradisi peninggalan budaya Hindu yang
dipengaruhi oleh budaya Islam karena dalam palaksanaan balek belanjun ini ada
pemanggilan arwah-arwah leluhur dan memanggil arwah setingkat wali dan Nabi, sama
halnya dengan Islam yaitu adanya tahlilan yang biasa dilaksanakan pada malam jum’at.
Mengenai persembahan makanan kepada leluhur akan tetapi pada akhirnya dimakan
bersama dengan keluarga dan saudara yang hadir jadi pendapat penulis, sesungguhnya
bukanlah dinamakan persembahan atau sesajen karena biasanya yang dinamakan
persembahan atau sesajen adalah sesuatu yang di persembahkan dan tidak di ambil lagi
atau tidak dimakan oleh sipemberi sesajen.
Ziarah ke Makam Leluhur
Setelah acara balek belanjun ke dua pengantin bersama keluarga mempelai wanita
serta mengajak para tetangga berziarah ke makam leluhur kelurga perempuan, dalam ziarah
ini memanggil arwah leluhur yang setingkat wali, nabi dan para ulama-ulama lainnya dan
memanjatkan doa ke pada Allah SWT agar para leluhur yang belum mendapat ketenangan
di alam kubur supaya di beri ketenangan dan yang sudah di beri kenikmatan kubur di minta
agar menyampaikan doa ini ke pada Allah SWT agar dapat di kabulkan.87
Imam Al-Ghazali, secara umum memandang ziarah kubur itu suatu perbuatan sunah,
untuk memberikan peringatan dan pelajaran kepada kita yang pasti akan mengalami juga (li
at-tadzakkur wa al-i’tibar). Rasulullah SAW memang pernah melarangnya pada masa awal
Islam, tetapi kemudian mengizinkannya, seperti dalam riwayat Imam Muslim dari sahabat
Buraidah r.a. juga Imam Ahmad dan Abu Ya’la dari sahabat Ali bin Abi Thalib r.a. bahwa
Nabi Muhammad SAW bersabda:
88. تHآM# آ� اi)#ةه� o �*� رآJ� *.3�� /% ز,� رة ا�'�# KوArtinya: “Saya pernah melarangmu ziarah kubur. Ziarahlah sekarang, karena hal itu akan
mengingatkan kamu soal akhirat”.
Menurut pandapat yang masyhur, Imam Syafi’i memandang bahwa bacaan ayat-
ayat Al-Qur’an dan bacaan-bacaan lain tidak sampai pahalanya kepada mayit dan tidak
memberi manfaat kepadanya. Hal itu dikemukakan antara lain oleh Imam Nawawi dalam
Syarah Sahih Muslim dan kitab Al-Adzkar-nya. Tapi Imam Nawawi sendiri menyatakan,
bahwa bacaan Al-Qur’an dan bacaan-bacaan dzikir dan sebagainya itu bermanfaat untuk
mayit, seperti yang digegaskan dalam kitab Al-Majmu’. Pendapat yang serupa dari
pengikut-pengikut madzhab Syafi’i yang lain seperti Al-Ghozali, Ibnu Hajar Al-Haitami
antara lain Ibnu Taimiyah (dalam majmu’ Fatwa-fatwa-nya Jilid : 24), Ibnu Qoyyim , Ibnu
Qudamah dan lain-lain. Untuk menetralisir pendapat-pendapat tersebut, dilingkungan
madzha Syafi’i menyarankan agar supaya sesudah membaca ayat-ayat Al-Qur’an atau
87 Ibid 88 A. Rojak dan Rais Latif, Terjemah Hadis Sohih Muslim, (Jakarta: Pustaka Al Husna), Juz. Ke-1, Cet. 3,
h. 393 (Hadis ke 581).
dzikir dan lain-lain itu diikuti dengan do’a yang intinya memohon kepada Allah agar
pahala bacaan-bacaan tersebut diterima oleh Allah dan disampaikan pahalanya bacaan-
bacaan tersebut untuk mayit yang dituju.89
Penulis memberi kesimpulan bahwa adat Rambang senang dengan ziarah kubur
khususnya ziarah kemakam keluarga, selalu mengenang jasa para leluhurnya dan juga
termasuk mengabadikan nasab karena dalam kebiasaan adat Rambang setiap keluarga
harus mempunyai makam khusus keluarga hingga sampai tujuh turunan, jika sudak tujuh
turunan dimakamkan dalam satu tempat baru boleh dimakamkan di tempat pemakaman lain
hinggan tujuh turunan pula, dengan ini maka akan terlihat nasabnya selama tujuh turunan.
89 Muhammad Tolhah Hasan, Ahlussunnah Wal-Jama’ah, (Jakarta: Lantabora Press, 2005), Cet. Ke-3, h.
223-226
BAB V
PENUTUP
C. Kesimpulan
Dalam bab terakhir ini setelah penulis membahas bab demi bab, maka dapatlah
penyusun membuat kesimpulan.
1. Pelaksanaan Pernikahan Adat Rambang
Dalam pelaksanaan pernikahan adat Rambang yaitu kunjungan kerumah gadis ada
tiga tahap untuk menanyakan kejelasan hubungan bujang dan gadis, menyerahkan tanda
pasti dan pelamaran sekaligus gadis yang sudah dipinang langsung dibawa ke rumah
bujang.
Tindak lanjut menuju hari pernikahan yaitu ada perjanjian-perjanjian untuk
pelaksanaan pernikahan yaitu permintaan calon istri kepada suami berupa emas, uang,
emas, dan besi berupa keris. Permintaan adat permintaan wali sekaligus meminta restu.
Pelaksanaan pernikahan yaitu akad nikah atau ijab qabul, dalam akad nikah tidak
ada yang berbeda, akad nikah dilangsungkan sesuai dengan Rukun dan syarat nikah
dalam Islam.
Kawin Adam atau perkawinan Adam kemudian dilanjutkan dengan nyuapi hati
ayam, setelah itu para tamu udangan memberi selamat kepada pengantin dengan ngusap
kening kedua pengantin dengan jempol yang di oles dengan air liur.
Balek belanjun pengantin wanita kembali kerumah orang tuanya, dan nasi
gemuk di persembahkan kepada arwah-arwah leluhur keluarga pengantin wanita dengan
membakar kemenyan yang di pimpin oleh tokoh adat disertai doa-doa yang dipanjatkan
kepada Allah SWT. Kemudian ziarah ke makam leluhur.
Kawin belarian jika pihak bujang kurang mampu maka bisa dengan kawin
belarian.
2. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pernikahan Adat Rambang
Masyarakat desa Jemenang masih sangat kuat dengan tradisi mereka, dalam
pelaksanaan pernikahanpun menggunakan adat untuk memperkenalkan adat setempat,
dan kebiasaan yang terdapat didalam pernikahan. Dalam pelaksanaan pernikahan adat
Rambang yang belum sesuai dengan hukum Islam adalah :
a. Adanya permintaan gadis kepada bujang ketika peminangan
b. Gadis yang telah dipinang langsung dibawa ke rumah bujang
c. Nikah Adam atau kawin Adam
d. Memberi selamat dengan mengusap kening dengan jempol yang diolesi air liur
e. Adanya persembahan kepada leluhur ketika balek belanjun.
Pelaksanaan pernikahan Adat Rambang yang tidak bertentangan dengan hukum
Islam adalah:
a. Peminangan
b. Permintaan wali
c. Akad nikah atau ijab qabul
d. Sederhananya maskawin yang diminta oleh calon istri
e. Nyuapi hati ayam (pemberian selamat atau rasa syukur)
f. Balek belanjun (gadis pulang ke rumah orang tuanya)
g. Ziarah ke makam leluhur dan
h. Kawin belarian.
3. Dinamika hukum Islam dan Hukum Adat dalam tradisi pelaksanaan pernikahan Adat
Rambang.
Dalam pelaksanaan pernikahan adat Rambang dilaksanakan dengan berbagai
tahapan-tahapan yang cukup panjang, pelaksanaan pernikahan adat Rambang sudah
mengalami islamisasi yang sudah kuat atau adat yang sudah terislamkan. Adanya
persembahan pada acara balek belanjun tidak dapat dikatakan sebagai persembahan
karena melihat bacaan yang dibaca pun tidak menyalahi syariat Islam dan dalam doa-doa
pun dipanjatkan kepada Allah SWT. Pada umumnya yang dinamakan persembahan
adalah sesuatu yang dipersembahkan dengan cara dibuang kelaut atau dipersembahkan
kepada sebuah pohon tetapi dibiarkan hingga persembahan itu hilang dimakan binatang
atau makhluk lainnya (tidak dimakan oleh orang yang memberi persembahan) akan tetapi
dalam persembahan pada acara balek belanjun makanan yang dipersembahkan itu
dimakan kembali oleh orang yang mempersembahkan bahkan dimakan bersama-sama
dengan seluruh orang yang hadir dalam acara tersebut.
D. Saran-saran
Hendaklah dalam pelaksanaan pernikahan diadakan dengan sederhana sesuai dengan
kemampuan yang hendak melakukan pernikahan dan dengan mengingat agar dalam
pelaksanaan pernikahan itu tidak ada keborosan, kemubaziran lebih-lebih disertai dengan
sifat angkuh dan membanggakan diri. Hendaknya lebih banyak lagi memberikan informasi
tentang hakikat pernikahan oleh tokoh agama melalui memberikan ceramah-ceramah agama
atau melalui khotbah-khotbah jum’at dan BP4 atau P3N misalnya lebih banyak memberikan
nasehat kepada kedua mempelai sebelum perkawinan diadakan, karena biaya untuk
pernikahan biasanya sangat besar.
Lebih banyak lagi memberikan penjelasan tentang tauhid, anjuran kesederhanaan,
menjelaskan seperti apa wanita salihah, mengajarkan kepada mereka bagaimana cara
menghormati leluhur yang sesuai dengan Islam.
Tetapi menurut penulis pernikahan adat Rambang ini perlu dipertahankan tentunya
adat yang sesuai dengan syari’at Islam seterti kebiasaan dalam wali nikah langsung yang
menjadi wali adalah orang pertama yang berhak menjadi wali (bukan wali hakim) dan
sederhananya maskawin yang diminta oleh mempelai wanita, nyuapi ati ayam pada kedua
pengantin yang dilaksanakan oleh kedua orang tua dari kedua pengantin itu menandakan
keharmonisan antara kedua keluarga, balek belanjun yang tujuannya adalah untuk
berkunjung sekaligus pamit kepada keluarga gadis karena hendak pindah rumah, dan tradisi
ziarah kubur setelah selesai akad nikah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz, Sholeh, Jami’ At Tirmidzi, Darussalam: Riyadh, April 1999, Cet. Ke-1.
Ahmad,Syekh Abu Al Abbas Syihabbudin, Zawaid Ibnu Majah, Ala Al Kutub Al Khomsah, Daar
Al Kutub Al Ilmiah, Beirut-Lebanon, (Hadis ke-626), Cet Ke-1.
Al Qur’an dan Terjemah
Al-Hafidz bin, Hajar al-asqolani, Bulugghul Ma’ram. An bani Riyadh: Al-Ma’arif,
1417H/1992M. Juz Ke-3.
Al-Jamal, Ibrahim Muhammad, Fiqih Muslim Ibadat Mu’amalat, Jakarta: Pustaka
Amani, 1995, Cet. Ke-2.
Al-Qalubi, Sihabudin, et al, Al-Mahali, Beirut : Dar-al Fikti t.th, Juz 3.
Al-Qarni, A’idah, Rahasia Wanita Paling Bahagia di Dunia, Surabaya : La Raiba Bima Amanta
(eLBA), Cet. Ke-1.
Al-Sabbagh, Mahmud, Tuntunan Keluarga Bahagia Menurut Isam, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1991, Cet, Ke-1.
Asmin. Status Perkawinan Adat Agama Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986.
Ayub, Syeikh Hasan, Fiqh Keluarga, Penterjemah M. Abdul Ghaffar E. M. Jakarta:
Pustaka Al Kautsar, 2001 Cet. Ke-1, h.7
Baz, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah, Fatwa-fatwa Terkini 1, Jakarta: Darul Haq, 2003, Cet.
Ke-1.
Bukhari, Imam, Shahih Bukhari, Bairut Libanon, Juz Ke-7.
Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Bisyarhi Al-Kiromani (Daar Al-Fikri), Juz. Ke-18.
Daly, Peunoh, Hukum Islam Studi Kasus Perbandingan Dalam Kalangan, Ahlus sunnah dan
Negara-negara Islam, Malaysia: Thinkers Library, 1969, Cet.Ke-1.
Ghazali, Rahman, Fiqh Munakahat, Jakarta: Prenada Media, 2003, Cet. Ke-1.
Haddikusuma, Hilman, Hukum Perkawinan di Indonesia Menurut Hukum Adat, Perundang-
undangan, Agama, Penerbit : CV Mandar Maju.
Hadikusuma, Hilman, Antropologi Hukum Indonesia, Bandung: PT. Alumni, 1986.
Hasan, Muhammad Tolhah Ahlussunnah Wal-Jama’ah, Jakarta: Lantabora Press, 2005, Cet. Ke-
3.
Ibn Yazid al-Qazwayany, Abi Abdullah Muhamad, Sunnan Ibnu Majah, Mesir, Dar al-Fikr,
1993, Jilid. Ke- 1.
Indra, Hasbi, Iskandar Ahza, Husnani, Potret Wanita Shalehah, Jakarta : Penamadani, 2004, Cet.
1.
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Bandung: Fokusmedia,2005, Cet.1.
Ma’bud, Aunul, Sarah Sunnah Abi Daud, Abdurahman, Muhammad Hasyim, Dhobthu Wa
Tahqiq Al-Maktabah As sak Fiyah, Juz. Ke-6.
Muhdlur, A. Zuhdi, Hukum Perkawinan, ttp, Al-Bayan, 1997, Cet Ke-1.
Mukhtar, Kamal, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: PT. Bulan Bintang,
1993, Cet. 3.
Musbikin, Imam, Qawa’id Al-Fiqhiyyah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001, Cet. Ke-1.
Muzdhar, M. Atho’ dan Khairuddin Nasution, Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern, Studi
Perbandingan dan Keberanjakan UU Modern dari Kitab-kitab Fikih, Jakarta: Ciputat
Pres, 2003, Cet. Ke-1.
Nur, Djama’an, Fiqh Munakahat, Semarang: Dina Utama Semarang , 1993, Cer.1.
Pribadi, Wawancara dengan Herman Idi, Tokoh Adat Rambang, Jemenang, 17 Maret 2009.
Rafiq, Ahmad. Hukum Islam Di Indonesia Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998.
Ramulyo, Idris, Beberapa Masalah Tentang Hukum Acara PA dan Perkawinan Islam, Jakarta:
ind.hill, 1984/1985.
Rojak, A. dan Rais Latif, Terjemah Hadis Sohih Muslim, Jakarta: Pustaka Al Husna, Juz. Ke-1,
Cet. 3.
Sabiq, Sayyid, Alih Bahasa oleh Muhammad Thalib, Fiqh Sunah. Bandung: Al-Ma’arif, 1990.
Salim, Hadiyah, Memilih Jodoh, Bandung: PT.Alma’arif, 1980, Cet. Ke-2.
Salim, Hadiyah, Qishashul Anbiya Sejarah dua puluh lima Rasul, Bandung: PT.Alma’rif, 19880,
Cet. Ke-10.
Sholeh, Asrorun Ni’am, Fatwa-fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, Jakarta: eLSAS,
2008, Cet. Ke-1.
Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula, Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2004.
Sutarmadi, A. dan Mesraini, M.Ag, Administrasi Pernikahan dan Manajemen Keluarga, Jakarta,
Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Jakarta, Tahun 2006.
Taimiyah, Ibnu, Majmu Fatawa Tentang Nikah, Jakarta: Pustaka Azzam, 2002, Cet. Ke-1.
Thalib, Sayuti, Hukum Keluarga Indonesia, Jakarata: UI Press.
Uwaidah, Syaikh Kamil Muhammad ‘, Fiqih Wanita Edisi Lengkap, Cet. Ke-1.
Wawancara Pribadi dengan Lasmi, Tokoh Agama, Jemenang: 21 Maret 2009.
Wawancara Pribadi dengan Nadam, Rusomad, P3N, Jemenang, 18 Maret 2009.
Wawancara Pribadi dengan Den Malhani, Kepala KUA, Rambang Dangku, 25 Maret 2009.
Wawancara Pribadi dengan Syauq, Ahmad, Tokoh Agama, Jemenang, 25 Maret 2009
Yunus, Mahmud, Hukum Perkawinan dalam Islam, Jakarta: PT. Hidaya Karya Agung, 1996,
Cet. 15.
Daftar Pertanyaan Wawancara dengan Tokoh Adat Desa Jemenang
1. Apakah masyarakat desa Jemenang sangat menjunjung tinggi adat atau tradisi?
2. Bagaimana pelaksanaan pernikahan adat Rambang di desa Jemenang ?
3. Apakah pengertian mintaan pada pernikahan adat Rambang ?
4. Apakah akibat hukum peminangan dalam pernikahan adar Rambang ?
5. Kapan dilaksanakan dan penyerahan permintaan tersebut ?
6. Apa manfaat dan tujuan dari permintaan tersebut ?
7. Apakah permintaan merupakan suatu keharusan dalam pernikahan adat Rambang ?
8. Bagaimana respon masyarakat Desa Jemenang apabila dalam pernikahan tidak ada
permintaan?
9. Apakah ada sanksi bagi orang yang melaksanakan pernikahan tidak memenuhi prosedur
pernikahan adat Rambang ?
Hasil Wawancara dengan Tokoh Adat Desa Jemenang Kec. Rambang Dangku
Narasumber : Herman Idi
Jabatan : Tokoh Adat Rambang
Hari/Tanggal : Selasa, 17 Maret 2009
Pulul : 14.00-16.30
Tempat : Di Rumah Bapak Herman Idi
1. Apakah masyarakat desa Jemenang sangat menjunjung tinggi adat atau tradisi?
Jawab :
Iya, masyarakat desa Jemenang masih sangat menjunjung tinggi adat atau tradisi.
2. Bagaimana pelaksanaan pernikahan adat Rambang di desa Jemenang ?
Jawab :
A. Kunjungan Kerumah Gadis Ada Tiga Tahap
d. Keluarga bujang datang mengunjungi rumah keluarga gadis yang akan di pinang
tujuannya yaitu menanyakan dan memastikan apakah benar ada hubungan atau tidak
antara bujang dan gadis (kedua putra dan putri mereka). Jika keluarga gadis
menyatakan benar bahwa ada hubungan antara putra dan putri mereka serta keluarga
gadis merestuinya, maka kelurga bujang menanyakan apa saja permintaan gadis yang di
lamar tersebut, sekaligus dalam kunjungan ini agar kedua keluarga bujang dan gadis
saling mengenali. Kunjuangan ini hanya bersama pihak keluarga saja seperti bujang
yang hendak melamar bersama ayah atau paman atau kakak laki-lakinya saja.
e. Kunjuangan ke dua yaitu keluarga bujang datang menyerahkan atau menunjukkan
sesuatu sebagai tanda akor (setuju) berupa emas atau uang. Kunjungan ini hanya
bersama pihak keluarga saja seperti bujang yang hendak melamar bersama ayah, ibu,
paman, kakak atau adiknya saja artinya belum mengajak para tetangga.
f. Kunjungan ketiga yaitu pelamaran, keluarga bujang datang ke rumah kelurga gadis
dengan mengajak saudara, para tetangga, kepala desa dan P3N. Dalam kunjungan ini
melamar sekaligus menyerahkan seluruh permintaan gadis yang di lamar.
Didalam acara pelamaran ini ada pembawa acara, dan salah satu kelurga yang di
tunjuk sebagai perwakilan dari keluarga bujang dan perwakilan dari keluarga gadis apabila
para orang tua mempelai bujang dan gadis menghendaki di wakilkan. Dalam acara
pelamaran ini pembawa acara yang memimpin berjalannya acara peminangan. Adapun
susunan acaranya yaitu:
� Sambutan dari pihak keluarga laki-laki
� Sambuta dari pihak keluarga perempuan
� Sambutan dari ketua adat dan
� Sambutan dari kepala desa
� Pesirihan dan penyerahan permintaan, penyerahan ini kedua perwakilan dari keluarga
bujang dan gadis saling berhadapan dan berbincang dengan menggunakan bahasa
daerah:
- Pihak bujang berkata : ini saya bawakan sirih yang di bungkus dengan sapu tangan
(kain) dan rokok pemberian dari bujang (pelamar) untuk keluarga gadis sebagai
tanda penghormatan.
- Pihak gadis berkata : sirih sudah saya makan rokok sudah saya hisap silahkan pihak
bujang menyampaikan apa yang hendak disampaikan
- Pihak bujang : ini sudah saya bawakan permintaan gadis (di sebutkan) apakah benar
ini semua permintaannya?
- Pihak gadis: ya semuanya benar itu permintaan gadis. Kemudian pihak gadis
berpantun.
- Pihak bujang: kalau benar itu semua permintaannya kami bersyukur. pihak bujang pun
berpantun.
Biasanya dalam pantun ini pentun yang saling memuji antara kedua keluarga
bujang dan gadis.
� Kemudian dilanjutkan dengan nasihat dari kepala desa dalam nasihat ini agar
pertunangan bujang dan gadis ini langgeng sampai ke pernikahan dan sampai beranak
dan bercucu.
� Setelah itu di buat surat perjanjian bujang dan gadis, dalam surat perjanjian bujang dan
gadis ini berisi perjanjian bahwa benar permintaan gadis adalah yang telah ditulis
dalam surat dan apa bila bujang membatalkan pertunangan maka semua pemberian
kepada gadis tidak dapat di kembalikan lagi dan apa bila pihak gadis yang
membatalkan pertunangan maka seluruh pembarian bujang di kembalikan dua kali
lipat. Surat perjanjian bujang dan gadis ini di tandatangani keluarga tertua dari pihak
bujang dan gadis, kepala desa serta ketua adat dan surat perjanjian ini di buat rangkap
tiga, surat dipagang oleh keluarga bujang, keluarga gadis dan kepala desa.
� Penentuan hari dan tanggal pernikahan, kedua keluarga dan calon pengantin saling
berembuk menentukan waktu pelaksanaan pernikahan yang di sepakati bersama.
� Setelah acara pelamaran selesai dilanjutkan dengan menyantap hidangan makanan dan
minuman serta kueh-kueh yang telah dihidangkan.
Setelah pelamaran selesai gadis langsung dibawa ke rumah bujang dengan ditemani
gadis dari pihak perempuan sampai hari pernikahan dilangsungkan akan tetapi hal ini apa
bila si calon mempelai wanita telah terjamin ada yang menemani atau mengawasi selama ia
di rumah mempelai pria, jika tidak maka dua atau tiga hari saja, selama calon mempelai
wanita di rumah mempelai pria calon mempelai wanita di jaga ketat agar tidak terjadi hal-hal
yang tidak di inginkan.
Ketika calon mempelai wanita dan calon mempelai pria beserta rombongan hampir
sampai di rumah calon mempelai pria, calon mempelai pria memanggil “ma / bapak…
sambut aku ini aku dapat mantu..” kemudian ibu dan bapaknya pun datang dan berkata
“bawa kemari sambung jurai kami” (bawa kemari teruskan keturunan kami) kedua mempelai
dibawa ke dapur kaki kedua pengantin di siram di atas dapur kayu bakar atau kompor yang
menyiramkan air adalah ibu si wanita tersebut sambil berniat memaafkan atau menghapus
jika ada kesalahan atau perselisihan antara kedua belah pihak keluarga pengantin.
Tujuan mempelai wanita di bawa ke rumah mempelai pria adalah untuk belajar situasi
di rumah mertua atau menyesuaikan diri sampai hari pelaksanaan akad nikah dan untuk
memperkenelkan kepada keluarga atau saudara mempelai laki-laki yang tidak ikut dalam
peminangan.
B. Tindak Lanjut Menuju Hari Pernikahan
Perjanjian-perjanjian untuk pelaksanaan pernikahan
h. Permintaan Colon Istri
Calon mempelai laki-laki harus memenuhi apapun yang diminta oleh calon mempelai
wanita (calon istri) biasanya berupa emas, uang, dan besi berupa keris. Permintaan murni
dari keinginan calon mempelai wanita.
� Keris bertujuan untuk diberikan pada muanang (kakak laki-lak) dan bapak si
perempuan
� Serta memberi emas kepada kakak perempuan atau laki-laki jika ada pelangkahan
pernikahan
Setelah permintaan telah terpenuhi selanjutnya:
i. Permintaan Adat
Dalam permintaan adat ini harus dipenuhi tidak boleh dilanggar dan tidak ada tawar
menawar
� Permintaan Wali sekaligus Meminta Restu
Dalam permintaan wali calon pengantin wanita meminta secara langsung atau
diwakilkan oleh orang lain untuk meminta wali kepada bapak atau kakak laki-laki
(jika bapak sudah meninggal) dengan menyerahkan keris di sertai membawa
makanan berupa sagun dan sirih, yang mempersiapkan keris, sagun dan sirih dalam
permintaan wali adalah pihak mempelai pria. Permintaan wali ini bertujuan untuk
meminta restu kepada orang tua dan meminta sang ayah agar mau menjadi wali di
saat ijab dan qabul nanti.
- Menggunakan keris karena: dahulu zaman nenek moyang di desa Jemenang,
pusaka sangat di agungkan seperti keris, pedang dan tombak, dan karena keris
lebih berteras (bernilai) sebagai pusaka.
- Membawa sirih karena: dizaman dahulu yang paling dihargai adalah pesirihan.
Pesirihan adalah bernilai penghornatan yang paling tertinggi.
- Membawa sagun karena: makanan has desa Jemenang adalah: dodol, sagun dan
lemang.
C. Pelaksanaan Pernikahan
a. Akad Nikah atau Ijab Qabul
Dalam akad nikah tidak ada yang berbeda, akad nikah dilangsungkan sesuai dengan
Rukun dan syarat nikah yaitu ada:
- Mempelai pria dan wanita
- Wali nikah
- Dua saksi
- Ijab dan qabul
Dalam syarat nikah pun dilaksanakan sesuai dengan anjuran agama Islam.
Sedangkan mas kawin yang biasanya diminta oleh mempelai perempuan adalah uang
sebesar Rp.50.000 sampai Rp.100.000 atau seperangkat alat sholat.
Pelaksanaan akad nikah dan walimah dilaksanakan di rumah mempelai pria. Pelaksanaan
akad nikah dengan di hadiri P3N dan di saksikan oleh masyarakat (tamu undangan).
b. Kawin Adam atau Perkawinan Adam
Setelah ijab qabul selesai dilanjutkan dengan Perkawinan Adam, biasanya pelaksanaan
kawin Adam ini penganti laki-laki dan pengantin perempuan sudah duduk di pelaminan
dengan di saksikan para tamu undangan, keluarga dan saudara dari pihak laki-laki dan
perempuan. Adapun ritual kawin Adam adalah :
� Mata kedua penganti di tetesi air dengan ujung daun kayu belidang atau daun kayu
salah agar tidak ada perselisihan dimasa-masa yang akan datang bagi kedua pengantin
laki-laki dan perempuan.
� Jempol tangan kedua pengantin disatukan serta rambut di ubun-ubun kedua pengantin
juga disatukan dan diikat dengan dibacakan doa-doa.
� Di kepasi (di perciki) kedua pengantin dengan daun kayu balai angin atau daun kayu
belidang atau daun kayu salah dan air jeruk yang di iris-iris, agar menyatu rasa kasih
sayang antara bujang dan gadis.
� Ngais kaki dengan kaki ayam, kaki pengantin di usap-usap dengan kaki ayam jantan
dan betina yang masih hidup, dengan disaksikan pemerintah desa.
Disebut kawin Adam karena dahulu manusia yang ada di bumi hanya Nabi
Adam dan Siti Hawa dan dahulu Nabi Adam dan Siti Hawa itu belumlah seiring
sejalan (satu tujuan) kemudian turunlah wahyu melalui malaikat Jibril bahwa
nikahkanlah Adam dan Hawa kemudian dinikahkanlah Nabi Adam dan Siti Hawa
oleh malaikat Jibril atas perintah Allah tanpa adanya wali dan saksi.
Tujuan dari nikah adam adalah untuk seiring sejalan dan sah perkawinan bukan
berzina (ayam seteguran)
j. Nyuapi Hati Ayam
Setelah kawin Adam selesai orang tua kedua belah pihak menyuapi hati ayam
pada kedua pengantin laki-laki dan perempuan sebagai tanda bahwa kedua belah pihak
keluarga sangat bahagia karena telah terlaksananya hubungan dua keluarga besar.
Setelah selesai menyuapi hati ayah pada pengantin langsung disusul acara
sambut-menyambut, menurut kebiasaan tiga orang dari keluarga laki-laki dan dua orang
dari keluarga perempuan pengantin dirangkul dengan selendang dengan mengucapkan
“mudah-mudahan hidupnya gayuh (panjang umur), murah rizki, sambung jurai kami
(teruskaan keturunan kami)”.
k. Setelah acara makan-makan para tamu udangan memberi selamat kepada pengantin
dengan ngusap kening kedua pengantin dengan jempol yang di oles dengan air liur.
l. Balek Belanjun
Setelah acara pernikahan selesai dan para tamu sudah pulang serta rumah pun sudah di
bersihkan semua perabotan yang dapan meminjam sudah di kembalikan dan setelah
keadaan rumah mempelai pria sudah rapih kembali dilanjutkan dengan acara balek
belanjun, pengantin wanita kembali kerumah orang tuanya pengantin pria pun ikut serta
ke rumah orang tua mempelai wanita dengan diantar oleh keluarga pengantin pria ketika
balek belanjun dengan membawa: lemang, dodol, dan ayam kampung.
Setelah sampai di rumah mempelai wanita kemudian para ibu memasak membuat
nasi gemuk. Nasi gemuk di persembahkan kepada arwah-arwah leluhur keluarga
pengantin wanita bahwa cucunya telah pulang kerumah, memanggil arwah-arwah leluhur
dengan membakar kemenyan dengan di pimpin oleh tokoh adat, setelah itu nasi gemuk
tersebut dimakan bersama sekeluarga.
m. Ziarah ke Makam Leluhur
Setelah acara balek belanjun ke dua pengantin bersama keluarga mempelai wanita
serta mengajak para tetangga berziarah ke makam leluhur kelurga perempuan, dalam
ziarah ini memanggil arwah leluhur yang setingkat wali, nabi dan para ulam-ulama
lainnya dan memanjatkan doa ke pada Allah SWT agar para leluhur yang belum
mendapat ketenangan di alam kubur supaya di beri ketenangan dan yang sudah di beri
kenikmatan kubur di minta agar menyampaikan doa ini ke pada Allah SWT agar dapat di
kabulkan.
n. Kawin Belarian
Jika pihak bujang kurang mampu maka bisa dengan kawin belarian yaitu bujang
membawa gadis datang ke rumah kepala desa untuk membuat surat perjanjian bujang dan
gadis tanpa membawa saudara dan para tetangga dan dikeesokan hari langsung
mengadakan akad nikah. Tetapi pada umumnya kawin belarian ini secara sembunyi-
sembunyi karena pihak bujang merasa malu.
3. Apakah pengertian mintaan pada pernikahan adat Rambang ?
Jawab:
Permintaan perempuan atau gadis kepada bujang
4. Apakah akibat hukum peminangan dalam pernikahan adar Rambang ?
Jawab :
a. Perempuan yang membatalkan pertunangan (menerima pinangan orang lain) semua
pemberian kali-laki pertama yang telah meminangnya di kembalikan tiga kali lipat.
b. Jika laki-laki yang membatalkan pertunangan (menikah atau melamar wanita lain)
keseluruhan yang telah diberikan kepada wanita pertama yang di pinangnya tidak bisa di
kembalikan lagi.
c. Wanita yang sudah di pinang tidak boleh berduaan, saling bertegur sapa, saling melihat
dari luar batas.
d. Sanksinya jika di langgar membayar uang 3 ringgit / 3,5 juta.
5. Kapan dilaksanakan dan penyerahan permintaan tersebut ?
Jawab :
Mintaan di ajukan ketika kunjungan pertama ke rumah colon mempelai wanita dan mintaan
di serahkan saat pelamaran atau kunjungan ketiga ke rumah calon mempelai wanita.
6. Apa manfaat dan tujuan dari permintaan tersebut ?
Jawab:
Uang dan emas sebagai bekal kepentingan mempelai wanita nantinya.
7. Apakah permintaan merupakan suatu keharusan dalam pernikahan adat Rambang?
Jawab:
Kalau tidak mintaan pihak perempuan dan laki-laki sendiri yang akan malu jika pihak
perempuan tidak meminta. Biasanya si bujang akan memberi sesuatu yang dia mampu
kepada pihak perempuan karena menghargainya.
8. Bagaimana respon masyarakat Desa Jemenang apabila dalam pernikahan tidak ada
permintaan ?
Jawab:
Akan menimbulkan kesan jelek atau buruk, karena si perempuan akan merasa tidak ada
harganya dan si laki-laki tidak ada penghormatan.
9. Apakah ada sanksi bagi orang yang melaksanakan pernikahan tidak memenuhi prosedur
pernikahan adat Rambang ?
Jawab:
a. Akan mendapatkan mala petaka dari pendiri-pendiri adat (leluhur) seperti akan sakit atau
akan mendapat halangan kemakmuran rezeki dan lain-lain.
b. Jika berbeda adat antara kedua mempelai maka menggunakan adat dimana tempat
dilaksanakan akad pernikahan.
Daftar Pertanyaan Wawancara dengan Kepala KUA Kec. Rambang Dangku
1. Bagaimana pelaksanaan pernikahan adat Rambang di Desa Jemenang ?
2. Menurut bapak bentuk pelaksanaan pernikahan seperti apakah yang sesuai dengan syariat
Islam?
3. Bagaimanakah pendapat bapak dengan pernikahan adat Rambang tersebut, apakah sesuai
dengan anjuran dalam pernikahan Islam ?
4. Bagaimana pendapat bapak tentang kebiasan gadis yang sudah dilamar langsung di bawa ke
rumah pihak keluarga laki-laki, kebiasaan adanya permintaan dari gadis yang di lamar, dan
dengan besarnya biaya pernikahan , serta ritual nikah Adam dalam pernikahan adat Rambang?
5. Kegiatan apa sajakah yang sudah dilakukan KUA Kec. Rambang Dangku yang berkaitan
dengan pernikahan di Desa Jemenang ?
6. Selama ini ada tidak yang bertentangan dengan syariat Islam dalam pelaksanaan pernikahan
adat Rambang ?
Hasil Wawancara dengan Kepala KUA Kec. Rambang Dangku
Narasumber : Din Malhani, SPd.I
Jabatan : Kepala KUA Kec. Rambang Dangku
Hari/Tanggal : Senin, 25Maret 2009
Pulul : 10.00-12.00
Tempat : Kantor Urusan Agama
1. Bagaimana pelaksanaan pernikahan adat Rambang di Desa jemenang ?
Jawab:
Saya tidak begitu faham betul dengan pernikahan adat Rambang
2. Menurut bapak bentuk pelaksanaan pernikahan seperti apakah yang sesuai dengan syariat
Islam?
Jawab:
Pernikahan yang sesuai dengan syariat Islam. Sebagai mana yang kita tahu bagai mana cara
memilih, meminang, anjuran pelaksanaan nikah ya tidak jauh-jauh dari anjuran Nabi itulah
yang terbaik kalau kita mampu dan faham (mampu artinya mampu memahami) tetapi kalau
tidak faham maka silahkan apa yang terbaik menurut mereka asalkan tidak bertentangan
dengan syariat Islam.
3. Bagaimanakah pendapat bapak dengan pernikahan adat Rambang tersebut, apakah sesuai
dengan anjuran dalam pernikahan Islam ?
Jawab:
Menurut pendapat saya pernkahan adat Rambang biasa-biasa saja
4. Bagaimana pendapat bapak tentang kebiasan gadis yang sudah dilamar langsung di bawa ke
rumah pihak keluarga laki-laki dan kebiasaan adanya permintaan dari gadis yang di lamar,
dan dengan besarnya biaya pernikahan , serta dalam ritual nikah Adam dalam pernikahan
adat Rambang ?
Jawab:
- Mengenai wanita yang sudah dilamar langsung di bawa kerumah kelurga laki-laki,
menurut saya silahkan saja tetapi kalau itu menimbulkan berakibat negatif maka kita juga
tidak setuju. Tetapi kalau tujuannya itu bersifat positif kita setuju seperti untuk
mengamankan perempuan agar fokus menuju pernikahan dan siwanita di rumah pria di
jaga ketat atau dipelihara. Dengan dibawanya calon pengantin wanita ke rumah calon
pengantin pria juga termasuk pra pernikahan, pra memaklumi keluarga laki-laki atau
perkenalan dengan keluarga laki-laki .
- Mengenai besarnya biaya pernikahan dan adanya permintaan dari gadis yang dilamar
menurut saya kalaupun membutuhkan waktu dan biaya yang banyak tetapi jika memang
itu sesuai dengan kesepakatan maka itu tidak ada masalah, kalau punya biaya ya silahkan
kalau tidak punya biaya silahkan sempunya.
- Memercikan air dengan daun pada pengantin (nikah Adam) itu jika hanyalah sebagai
lambang agar dapat menyatu rasa cinta kasih mereka tidak apa-apa tetapi kalau
tujuannya untuk mengusir roh halus maka saya tidak setuju.
- Selama itu tidak menjadi masalah dengan lingkungan (masyarakat) yang bersangkutan
dan tokoh agama setempat boleh-boleh saja, ya berarti tidak ada masalah. Karena pada
dasarnya adat juga bertujuan baik, kalau masih berjalan sesuai adat ya silahkan saja
kecuali kalau adanya pemanfaatan adat dengan penyimpangan adat saya tidak setuju,yang
penting dalam Iajab dan Qabul rukun dan syarat pernikahan tetap satu sesuai peraturann
Islam dan peraturan pemerintah.
5. Kegiatan apa sajakah yang sudah dilakukan KUA Kec. Rambang Dangku yang berkaitan
dengan pernikahan di Desa Jemenang ?
Jawab:
- Kita KUA tidak begitu jauh mengatur tentang hal itu kami hanya membina kalau ada adat
yang bertentangan dengan agama dan peraturan pemerintah kita tegur kita bina dan kita
luruskan.
- Kami mempunyai tujuh penyuluh agama honorer, penyuluh agama honorer ini akan kami
turunkan jika diperlukan dari masyarakat dan ini pun bukan mengenai pernikahan,
penyuluh agama honorer ini jenis tenaga fungsional dalam hal pernikahan kami KUA
mempunyai tangan kanan pada setiap desa yaitu P3N dan P3N lah yang bertugas
mengurusi dalam pelaksanaan pernikahan, dan saya sebagai kepala KUA bertugas
memonitor kerjanya P3N.
- Adapun yang kita sosialisasikan adalah seperti bagaimana batas umur nikah, bagaimana
caranya berumah tangga yang baik.
- Serta melalui tokoh agama dan tokoh adat (tokoh masyarakat) dengan cara kita rangkul
kita dekati kalau ada yang bertentangan maka kita turun untuk meluruskannya, dengan
cara tokoh adatnya terlebih dahulu kita panggil.
6. Selama ini ada tidak yang bertentangan dengan syariat Islam dalam pelaksanaan pernikahan
adat Rambang ?
- Memang dalam sunah Nabi pernikahan tidak seperti itu dan kalau bertentangan dengan
sunah Nabi memang iya akan tetapi bukan berarti dikatakan haram dalam pernikahan
adat Rambang ini hanya mungkin tidak mendapatkan kesunahan atau hikmah-hikmah
Nabi, tetapi kalau sampai dikatakan bertentangan dengan Al-Qur’an itu belum terjadi.
- Selama ini dalam pernikahan adat Rambang tidak ada yang bertentangan dengan syariat
Islam dan peraturan pemerintah.
- Dan masih sesuai dengan adat masing-masing. Tetapi dengan catatan adat tidak dapat
mengalahkan agama sekalipun teguh dengan adat tetap adat tidak dapat mengalahkan
agama dan apabila adat menimbulkan berakibat buruk maka harus di hilangkan.
Daftar Pertaanyaan Wawancara dengan P3N Desa Jemenang
1. Seberapa besarkah prosentase penganut agama Islam dan apa saja kegiatan keagamaan yang
ada pada masyarakat Desa Jemenang ?
2. Apakah masyarakat Desa Jemenang sangat menjunjung tinggi adat atau tradisi ?
3. Seperti apakah pelaksanaan pernikahan adat Rambang di Desa Jemenang ?
4. Apakah pengertian mintaan pada pernikahan adat Rambang ?
5. Kapan dilaksanakan dan penyerahan mintaan tersebut ?
6. Apakah mintaan merupakan suatu keharusan dalam pernikahan di Desa Jemenang?
7. Menurut bapak apakah akibat hukum peminangan ?
8. Apa sajakah tugas P3N ?
9. Menurut bapak bentuk pelaksanaan pernikahan seperti apakah yang sesuai dengan hukum
Islam?
10. Bagaimanakah pendapat bapak dengan pernikahan adat Rambang tersebut, apakah sesuai
dengan anjuran dalam pernikahan Islam ?
Hasil Wawancara dengan P3N Desa Jemenang kec. Rambang Dangku
Narasumber : Rusomad Nadam
Jabatan : P3N
Hari/Tanggal : Rabu, 18 Maret 2009
Pulul : 11.00-13.30
Tempat : Di Rumah Bapak Rusomad Nadam
1. Seberapa besarkah persentase penganut agama Islam dan apa saja kegiatan keagamaan yang
ada pada masyarakat Desa Jemenang ?
Jawab:
Penduduk asli desa Jemenang 100% menganut agama Islam, akan tetapi ada yang beragama
Kristen tetapi itu semua adalah pendatang bukan penduduk asli desa Jemenang.
Kegiatan keagamaan ada pengajian ibu-ibu, pengajian anak-anak di masjid-masjid dan
musholah.
2. Apakah masyarakat Desa Jemenang sangat menjunjung tinggi adat atau tradisi ?
Jawab:
Ya, masih sangat kuat dengan adat atau tradisi
3. Seperti apakah pelaksanaan pernikahan adat Rambang di Desa Jemenang ?
Jawab:
a. Melamar
Ada permintaan gadis seperti: uang, emas, besi berupa keris. Jika ada pelangkah maka
memberi emas setengah suku.
Wanita yang telah dilamar di bawa ke rumah laki-laki tujuannya untuk memperkenalkan
pada keluarga laki-laki yang tidak ikut pada acara pelamaran. Ketika sampai di rumah
mempelai laki-laki calon pengantin laki-laki dan perempuan dibawa kedapur dan kaki
keduanya di siram air di atas dapur kayu atau kompor supaya rukun damai dan keselamatan
b. Minta Wali
Calon mempelai wanita minta wali (minta dinikahkan) dan sekaligus minta restu pada
orang tua laki-lakinya.
c. Akad Nikah atau Ijab Qabul
Akad nikah atau ijab qabul di laksanakan di rumah mempelai laki-laki
d. Balik Balanjun
Setelah tiga malam di rumah mempelai kaki-laki, keluarga laki-laki membuat dodol dan
lemang di bawa kerumah keluarga perempuan. Pengantin menginap di rumah mempelai
perempuan satu malam setelah itu kembali ke rumah mempelai laki-laki kembali.
Tujuannya adalah pamit kepada keluarga perempuan dodol dan lemang sebagai ucapan
terima kasih. Tetapi kalau perempuan tidak mempunyai kakak atau adik laki-laki maka
pengantin akan diminta untuk tinggal di tempat keluarga perempuan.
4. Apakah pengertian mintaan pada pernikahan adat Rambang ?
Jawab :
permintaan gadis kepada bujang (mempelai wanita kepada mempelai pria)
5. Kapan dilaksanakan dan penyerahan mintaan tersebut ?
Jawab:
Mintaan di ajukan ketika lamaran dan diserahkan ketika akad nikah. mintaan ini wajar saja
karena tidak bertentangan dengan Islam selagi si bujang itu mampu.
6. Apakah mintaan merupakan suatu keharusan dalam pernikahan di Desa Jemenang?
Jawab:
Mintaan harus ada dalam pernikahan ada Rambang
7. Menurut bapak apakah akibat hukum peminangan ?
Jawab:
Kalau dalam pernikahan adat Rambang:
� Kalau calon mempelai wanita yang membataklan pertunangan maka ia harus
mengembalikan tiga kali lipat dari semua pemberian calon mempelai pria.
� Jika sebaliknya, calon mempelai pria yang membetalkan pertunangan maka semua
pemberian yang telah di berikan kepada calon mempelai wanita tidak dapat di ambil
kembali.
� Dilarang berduaan karena sebelum akad nikah masih di awasi oleh keluarga
� Kalau siang hari di perbolehkan bertemu atau berbincang-bincang jika malam hari tidak
boleh.
8. Apa sajakah tugas P3N ?
Jawab:
� Pencatatan pernikahan dan
� Melayani orang yang hendak menggugat cerai
� Mengantar orang yang meminta antar ke pengadilan agama yang hendak bercerai setelah
melalui penasehatan di Kantor Urusan Agama
9. Menurut bapak bentuk pelaksanaan pernikahan seperti apakah yang sesuai dengan hukum
Islam?
Jawab:
� Harus ada dua orang yang akan di nikahkan (laki-laki dan perempuan)
� Wali
� Dua orang saksi
� Ijab dan qabul
� Petugas pencatatan pernikahan
� Walimatul ‘urs
10. Bagaimanakah pendapat bapak dengan pernikahan adat Rambang tersebut, apakah sesuai
dengan anjuran dalam pernikahan Islam ?
Jawab:
Sesuai. Karena adat Rambang tidak mempersulit tergantung kemampuan si bujang atas
musyawarah dengan si gadis.
Daftar Pertanyaan Wawancara dengan Tokoh Agama Desa Jemenang
1. Seberapa besarkah prosentase penganut agama Islam dan apa saja kegiatan keagamaan pada
masyarakat Desa Jemenang ?
2. Apakah masyarakat Desa Jemenang sangat menjunjung tinggi adat atau tradisi ?
3. Bagaimana pelaksanaan pernikahan adat Rambang di Desa Jemenang ?
4. Apakah pengertian mintaan pada pernikahan adat Rambang ?
5. Kapan dilaksanakan dan penyerahan mintaan tersebut ?
6. Apakah mintaan merupakan suatu keharusan dalam pernikahan di Desa Jemenang?
7. Menurut bapak apakah akibat hukum peminangan ?
8. Menurut bapak bentuk pelaksanaan pernikahan seperti apakah yang sesuai dengan hukum
Islam?
9. Bagaimana pendapat ibu dengan pernikahan adat Rambang tersebut, apakah sesuai dengan
anjuran dalam pernikahan Islam ?
Hasil Wawancara dengan Tokoh Agama Desa Jemenang kec. Rambang Dangku
Narasumber : Ahmad Syauq, S.HI
Jabatan : Tokoh Agama
Hari/Tanggal : Senin, 25 Maret 2009
Pulul : 14.00-16.00
Tempat : Di Rumah Bapak Ahmad Syauq, S.HI
1. Seberapa besarkah persentase penganut agama Islam dan apa saja kegiatan keagamaan pada
masyarakat Desa Jemenang ?
Jawab:
� Penduduk Jemenang mayoritas beragama Islam 99%
� Ada pengajian TPA, Ibu-ibu, dan yang akan dirintis adalah pengajian bapak-bapak.
2. Apakah masyarakat Desa Jemenang sangat menjunjung tinggi adat atau tradisi ?
Jawab:
Ya penduduk desa Jemenang masih sangat menjunjung tinggi adat mereka.
3. Bagaimana pelaksanaan pernikahan adat Rambang di Desa Jemenang ?
Jawab:
� Lamaran, setelah melamar calon pengantin wanita langsung di bawa kerumah mempelai
pria tujuannya yaitu tanda bahwa lamaran di terima, tetapi si perempuan di temani teman
perempuan dari pihak keluarga perempuan selama satu sampai dua minggu.
Jika calon mempelai wanita membatalkan pertunangan maka akan mendapat sanksi
mengembalikan dua kali lipat semua pemberian calon mempelai laki-laki
Apabila sebaliknya calon mempelai pria yang membatalkan pertunangan maka semua
pemberian yang di berikan kepada calon mempelai wanita tidak dapat di ambil kembali.
� Minta wali, sebelum akad nikah ada acara minta wali calon pengatin wanita minta wali
sekaligus minta restu dengan mempersembahkan sebuah keris kepada bapak atau kakak
laki-laki jika bapaknya sudah meninggal dunia
� Dalam akad nikah sama saja dengan daerah lain (sesuai dengan Islam)
� Kauman atau tukar selendang setelah prosesi akad nikah dan memercikkan air pada kedua
mempelai.
4. Apakah pengertian mintaan pada pernikahan adat Rambang ?
Jawab:
Sesuatu yang di harapkan calon seorang istri kepada calon suaminya
5. Kapan dilaksanakan dan penyerahan mintaan tersebut ?
Jawab:
Saya kurang tahu kapan permintaannya di ajukan tetapi saat pelamaran itu barang-barang
yang di minta calon mampelai wanita sudah dibawa semuanya kemudian calon mempelai
wanita ditanya apakah benar ini yang kamu minta dan calon mempelai laki-laki juga ditanya
apakah benar ini yang diminta oleh calon mempelai wanita maka jika semuanya sudah benar
maka langsng di serahkan.
6. Apakah mintaan merupakan suatu keharusan dalam pernikahan di Desa Jemenang?
Jawab:
Tidak harus karena ada yang tidak meminta
7. Menurut bapak apakah akibat hukum peminangan ?
Jawab:
� Dalam adat Rambang wanita yang telah di lamar boleh di bawa ke rumah mempelai kali-
laki menurut saya itu sudah seperti lima puluh persen halal sedangkan
� Sedangkan dalam Islam melarangnya, wanita yang telah di pinang belum boleh di bawa ke
rumah pihak laki-laki.
8. Menurut bapak bentuk pelaksanaan pernikahan seperti apakah yang sesuai dengan hukum
Islam?
Jawab:
Dalam Islam itu simpel dalam pernikahan harus ada:
- Ijab dan qabul
- Kedua mempelai
- wali
- Saksi
- Mahar
9. Bagaimanakah pendapat bapak dengan pernikahan adat Rambang tersebut, apakah sesuai
dengan anjuran dalam pernikahan Islam ?
Jawab:
� Dari suatu prosesi akad nikah sesuai
� Tetapi prosesi setelah lamaran dan besarnya permintaan perempuan dari pada mahar.
� Terlalu mudah memberi mahar sehingga terkesan bahwa wanita itu kurang barharga karena
mahar itu seharusnya yang paling berharga dan bermanfaat.
Daftar Pertanyaan Wawancara dengan Tokoh Agama Desa Jemenang
1. Seberapa besarkah prosentase penganut agama Islam dan apa saja kegiatan keagamaan pada
masyarakat Desa Jemenang ?
2. Apakah masyarakat Desa Jemenang sangat menjunjung tinggi adat atau tradisi ?
3. Bagaimana pelaksanaan pernikahan adat Rambang di Desa Jemenang ?
4. Apakah pengertian mintaan pada pernikahan adat Rambang ?
5. Kapan dilaksanakan dan penyerahan mintaan tersebut ?
6. Apakah mintaan merupakan suatu keharusan dalam pernikahan di Desa Jemenang?
7. Menurut ibu apakah akibat hukum peminangan ?
8. Menurut ibu bentuk pelaksanaan pernikahan seperti apakah yang sesuai dengan hukum
Islam?
9. Bagaimana pendapat ibu dengan pernikahan adat Rambang tersebut, apakah sesuai dengan
anjuran dalam pernikahan Islam ?
Hasil Wawancara dengan tokoh agama Desa Jemenang kec. Rambang Dangku
Narasumber : Lasmi, S.Th.I
Jabatan : Tokoh Agama
Hari/Tanggal : Sabtu, 21 Maret 2009
Pulul : 11.00-12.20
Tempat : Di Rumah Ibu Lasmi, S.Th.I
1. Seberapa besarkah persentase penganut agama Islam dan apa saja kegiatan keagamaan pada
masyarakat Desa Jemenang ?
Jawab:
Masyarakat desa Jemenang 85% beragama islam dan 15% beragama Kristen.
Kegiatan keagamaan yaitu: pengajian ibu-ibu, pengajian remaja, dan pengajian anak-anak
2. Apakah masyarakat Desa Jemenang sangat menjunjung tinggi adat atau tradisi ?
Jawab:
Ya masih kuat sekali memegang adatnya
3. Bagaimana pelaksanaan pernikahan adat Rambang di Desa Jemenang ?
Jawab:
a. Pelamaran
Dalam pelamaran ada mintaan yaitu berupa besi kalau ada laki-laki bapak atau kakak/ adik
laki-laki serta keris tersebut untuk permintaan wali, dan uang serta emas.
Sedangkan maskawinnya atara Rp. 10.000-1.000.000 tatapi keumumannya Rp. 50.000
Apabila calon mempelai wanita menerima pinangan orang lain (membatalkan
pertunangan) maka semua pemberian calin mempelai laki-laki di kembalikan 2 kali lipat.
Dan apabila sebaliknya calon mempelai laki-laki yang membetalkan pertunangan maka
semua pemberian yang di berikan kepada calon mempelai wanita maka tidak dapat di
kembalikan.
b. Si perempuan dibawa kerumah laki-laki
Setelah pelamaran calon pengantin wanita langsung di bawa ke rumah mempelai laki-laki
selama maksimal satu minggu dengan alasan untuk memperkenalkan kepada keluarganya
dan merupakan suatu kebahagaiaan kepada keluarga laki-laki calon pengantin wanita
tersebut dengan di temani sorang wanita dari pihak perempuan.
c. Akad nikah atau ijab qabul
Dalam ijad qabul sama, (sesuai dengan anjuran islam).
4. Apakah pengertian mintaan pada pernikahan adat Rambang ?
Jawab:
Suatu penghargaan terhadap perempuan.
5. Kapan dilaksanakan dan penyerahan mintaan tersebut ?
Jawab:
Mintaan di ajukan ketika lamaran dan di serahkan ketika ijab qabul.
6. Apakah mintaan merupakan suatu keharusan dalam pernikahan di Desa Jemenang?
Jawab:
Harus ada minataan
7. Menurut ibu apakah akibat hukum peminangan ?
Jawab:
Wanita yang sudah di pinang tidak boleh di bawa ke rumah calon mempelai laki-laki selama
masih dalam peminangan
8. Menurut ibu bentuk pelaksanaan pernikahan seperti apakah yang sesuai dengan hukum Islam?
Jawab:
Si laki-laki datang ke rumah perempuan untuk meminang di jadikan istrinya, dengan adanya
kesepakatan atau musyawarah dari ke dua belah pihak keluarga terutama calon mempelai
perempuan.
� Sebelum akad si laki-laki dan perempuan di pisah dulu
� Setelah akad baru di pertemukan ke dua pengantinnya
� Resepsi adalah memberi tahu pada masyarakat bahwa anaknya sudah menikah dengan
suatu resepsi pernikahan agar tidak terjadi fitnah.
9. Bagaimana pendapat ibu dengan pernikahan adat Rambang tersebut, apakah sesuai dengan
anjuran dalam pernikahan Islam ?
Jawab:
Dalam pernikahan adat rambang yang tidak sesuai adalah:
� Sedekah-sedekah yang memanggil dukun
� Pemberian maskawin yang sepetinya kurang sesuai.