Download - Skripsi Print
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Sampai saat ini karies gigi masih terus menjadi masalah utama pada bidang
kedokteran gigi, dan tetap menjadi penyakit infeksius yang paling umum pada anak.
Karies gigi pada anak dikenal dengan sebutan Early Childhood Caries (ECC) yaitu
adanya satu permukaan gigi atau lebih pada gigi sulung yang mengalami kerusakan
(dengan atau tanpa kavitas) ataupun yang ditambal pada anak usia sampai dengan 71
bulan. 1
Prevalensi dan tingkat keparahan karies pada anak di bawah lima tahun di
beberapa negara di dunia cukup tinggi. Prevalensi ECC di negara Arkansas,
Lousiana, New Mexico, Oklahoma dan Texas pada 1230 anak (usia 3-5 tahun)
didapat sebesar 18,5% untuk usia 3 tahun; 22,4% anak usia 4 tahun; dan 27,9% anak
usia 5 tahun. Di Amerika Serikat, prevalensi ECC pada anak usia 3-5 tahun adalah
90% . Di Thailand ECC pada bayi usia 15-19 bulan adalah 82,8% .
Sementara di Indonesia, prevalensi karies pada anak usia 3-5 tahun terus
meningkat. Pada tahun 1988, prevalensi karies pada anak-anak prasekolah di Jakarta
dan sekitarnya adalah 85,17% dan Pada tahun 2001, prevalensi karies pada anak
usia 3-5 tahun di DKI Jakarta adalah 81,2%.2
1
Etiologi ECC sama dengan etiologi karies secara umum yaitu disebabkan
oleh multifaktorial yang awalnya karena terinfeksi bakteri. Salah satu mikroba
patogen penyebab karies yang banyak ditemukan dalam biofilm kariogenik atau plak
adalah Streptococcus mutans Penelitian menemukan bahwa dari mutans streptococci
didapat jumlah koloni Streptococcus. mutans sebesar 74-94% pada berbagai populasi
yang berbeda. S. mutans ini dapat menghasilkan produk asam yang menyebabkan
demineralisasi enamel sehingga dapat menyebabkan karies.3
Teh hijau dikelolah tidak melalui proses fermentasi. Setelah dipetik segera
dilakukan pemanasan 2 – 3 menit (proses pelayuan) yang bertujuan untuk
menginaktifkan enzim – enzim yang dapat mempengaruhi terjadinya proses
fermentasi. Katekin pada teh hijau dapat menghancurkan bakteri kariogenik
penghasil glucan yang akan meningkatkan plak gigi. Teh hijau memiliki daya
hambat 2,5%, meskipun pada konsentrasi 1% teh hijau sudah memperlihatkan
adanya daya hambat terhadap bakteri streptococcus mutans..4
Teh hijau dapat menjadi salah satu alternative pemecahan masalah yang ada.
Hal ini disebabkan oleh aktivitas antibakteri yang dimiliki oleh teh hijau.
Konsentrasi polifenol dalam ekstrak teh hijau efektif menghambat pertumbuhan
bakteri Streptococcus mutans yang merupakan bakteri kariogenik, yang merupakan
penyebab utama Early Childhood Caries pada anak berumur tiga sampai lima tahun.
Teh hijau ini merupakan minuman yang paling banyak dikonsumsi masyarakat
Indonesia dan pohonnya dapat tumbuh didaerah tropis maupun subtropics yang
2
sangat cocok tumbuh di Indonesia, sehingga dapat dengan mudah diperoleh dan
dibudidayakan di Indonesia.5
I.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka dirumuskan
masalah, yaitu :
Bagaimana peranan teh hijau sebagai obat kumur pada anak usia 3 – 6 tahun
dengan pemeriksaan streptocccus mutans pada saliva anak penderita ECC
I.3. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk :
Mengetahui peranan teh hijau sebagai obat kumur pada anak usia 3 – 6
dengan pemeriksaaan streptococcus mutans pada saliva pada saliva anak
penderita ECC
1.4. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa :
1. Memperluas wawasan dan pengetahuan tentang peranan teh hijau sebagai
obat kumur pada anak usia 3 – 6 tahun dengan pemeriksaan streptococcus
mutans pada saliva anak penderita ECC
3
2. Sebagai sumbangan ilmiah yang diharapkan dapat bermanfaat bagi
masyarakat dalam pemakaian teh hijau sebagai obat kumur sehingga dapat
mengurangi resiko terkena karies
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. TEH HIJAU (CAMELLIA SINENSIS)
Teh merupakan minuman yang telah lama diyakini khasiatnya bagi kesehatan
tubuh karena kandungan antioksidannya. Teh mengandung senyawa kimia polifenol
yang merupakan suatu kelompok antioksidan yang secara alami terdapat pada sayur-
sayuran, buah-buahan, dan minuman seperti teh dan anggur (Pambudi, 2004).6
Gambar 1. Green tea ( camellia sinensis )
Sumber : http://www.organicfacts.net/organic-beverages/organic-tea/health-benefits-
of-green- tea.html
Teh hijau diperoleh tanpa proses fermentasi; daun teh diperlakukan dengan panas sehingga terjadi inaktivasi enzim. Pemanasan ini dilakukan dengan dua cara yaitu
5
dengan udara kering dan pemanasan basah dengan uap panas (steam). Pada
pemanasan dengan suhu 85oC selama 3 menit, aktivitas enzim polifenol oksidase
tinggal 5,49%. Pemanggangan (pan firing) secara tradisional dilakukan pada suhu
100-200oC sedangkan pemanggangan dengan mesin suhunya sekitar 220-300oC.
Pemanggangan daun teh akan memberikan aroma dan flavor yang lebih kuat
dibandingkan dengan pemberian uap panas. Keuntungan dengan cara pemberian uap
panas, adalah warna teh dan seduhannya akan lebih hijau terang. 7
2.1.1. KARAKTERISTIK UMUM
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan biji)
Sub divisi : Angiospermae (tumbuhan biji terbuka)
Kelas : Dicotyledoneae (tumbuhan biji belah)
Sub Kelas : Dialypetalae
Ordo (bangsa) : Guttiferales (Clusiales)
Familia (suku) : Camelliaceae (Theaceae)
Genus (marga) : Camellia
Spesies (jenis) : Camellia sinensis
Varietas : Assamica7
6
2.1.2. KANDUNGAN TEH HIJAU
Daun teh yang baru dipetik mengandung air 75 % dari berat daun dan sisanya
berupa padatan dan terdiri dari bahan – bahan organik dan anorganik. Bahan organik
yang penting dalam pengolahan antara lain polifenol, karbohidrat dan turunannya,
ikatan nitrogen, pigmen, enzim dan vitamin.
Bahan-bahan kimia dalam da un teh dikelompokkan menjadi 4 kelompok
besar, yaitu:
a. Substansi fenol : tanin / katekin, flavanol
b. Sustansi bukan fenol : resin, vitamin, serta substansi mineral
c. Substansi aromatis : fraksi karboksilat, fenolat, karbonil, netral bebas karbonil
(sebagian besar terdiri atas alkohol).
d. Enzim : Invertase, amilase, _-glukosidase, oximetilase, protease, dan peroksidase.
Keempat kelompok tersebut bersama-sama mendukung terjadinya sifat-sifat
yang baik pada teh. Jadi apabila pengendalian selama proses pengolahan dapat
dilakukan dengan tepat, maka akan diperoleh :
7
a. Substansi Fenol
Komponen fenol dalam daun teh segar dan muda mencapai 25-35 % dari
keseluruhan bahan kering daun.
- Tanin/Katekin
Senyawa ini tidak berwarna dan paling penting pada daun teh karena dapat
menentukan kualitas daun teh dimana dalam pengolahannya, perubahannya
selalu dihubungkan dengan semua sifat teh kering yaitu rasa, warna dan aroma.
Tanin atau katekin pada daun teh merupakan senyawa yang sangat kompleks.
Jumlah totalnya hanya merupakan fraksi saja yang merupakan ukuran kualitas
teh. Tanin dalam istilah teh disebut katekin. Katekin teh merupakan flavonoid
yang termasuk dalam kelas flavanol. Jumlah atau kandungan katekin ini
bervariasi untuk masing-masing jenis teh. Adapun katekin teh yang utama adalah
epicathecin (EC), Epicathecin galat (ECG), Epigalochatechin dan Epichatecin
gallate (EGCG). Katekin teh memiliki sifat tidak berwarna, larut dalam air, serta
membawa sifat pahit dan sepat pada seduhan teh. Hampir semua sifat produk teh
termasuk didalamnya warna, rasa dan aroma secara langsung maupun tidak
langsung, dihubungkan dengan modifikasi pada katekin ester menjadi katekin
non ester dapat menurunkan rasa pahit dan sepat dari teh hijau.
8
- Flavanol
Flavanol utama yang terdapat didalam daun teh adalah querecetin, kaemferol dan
myricetin terutama dalam bentuk glikosidanya (berikatan dengan molekul gula)
dan sedikit dalam bentuk aglikonnya. Jumlahnya dapat bervariasi tergantung
suhu dan cara ekstraksinya .
b. Substansi Non Fenol
- Karbohidrat
Seperti tanaman lain, daun teh juga mengandung karbohidrat mulai dari gula
sederhana sampai dengan yang kompleks. Yang terpenting diantaranya adalah
sukrosa, glukosa dan fruktosa. Keseluruhan karbohidrat yang dikandung teh
adalah 0,75 % dari berat kering daun.
- Substansi Pektin
Substansi pektin terutama terdiri atas pektin dan asam pektat, besarnya bervariasi
antara 4,9 - 7,6% dari berat kering daun atau tangkai. Sustansi ini dianggap ikut
menentukan kualitas dari teh.
- Alkaloid
Senyawa ini yang menjadikan teh sangat digemari karena bersifat menyegarkan.
Sifat penyegar teh yang berasal dari bahan tersebut menyusun 3-4 % berat kering.
Alkaloid utama dalam daun teh adalah kafein, theobromin dan theofilin.
9
- Protein dan Asam-asam Amino
Daun teh mengandung protein yang sangat besar peranannya dalam
pembentukan aroma teh. Diketahui bahwa perubahan utama selama pelayuan
adalah pembongkaran protein menjadi asam-asam amino. Asam amino
bersama dengan karbohidrat dan katekin akan membentuk senyawa aromatis.
Asam amino yang paling berpengaruh adalah alanin, fenilalanin, valin, leusin,
dan isoleusin. Seluruh protein dan asam amino bebas berkisar 1,4-5 % dari
berat kering daun.
- Klorofil dan Zat Warna Lain
Zat warna (klorofil) dalam daun mendukung 0,019 % dari berat kering daun teh.
Zat lainnya seperti karotenoid (zat warna jingga) dalam daun teh dapat
menentukan aroma teh, karena oksidasinya menghasilkan substansi yang mudah
menguap yang terdiri atas aldehid dan keton tidak jenuh.
- Asam organik
Dalam proses metabolisme tertama respirasi, asam organik berperan penting
sebagai pengatur proses oksidasi dan reduksi. Selain itu, asam organik juga
merupakan bahan untuk membentuk karbohidrat, asam amino dan lemak untuk
tanaman.
10
- Substansi Resin
Bau atau aroma teh tergantung pada minyak esensial dan resin. Sebagai bahan
kimia, resin sukar dibedakan dengan minyak esensial dan terpena. Peranan resin
yang lain adalah menaikkan daya tahan tanaman teh terhadap frost. Kandungan
resin besarnya 3 % dari berat kering.
- Vitamin-vitamin
Daun teh mengandung beberapa vitamin yaitu vitamin C, K, A, B1, B2, asam
nikotinat dan asam pantotenat. Tetapi kebanyakan rusak selama proses
pengolahan.
- Substansi Mineral
Elemen mineral yang merupakan mayoritas adalah potasium yang jumlahnya
separuh dari kandungan mineral. Kandungan mineral dalam daun teh kira-kira 4-
5 % dari berat kering. Dari segi kualitas, peranan substansi ini tidak banyak
disebut. Namun ada beberapa unsur yang berhubunan dengan oksidasi polifenol,
yaitu fosfor yang mengtur PH selama oksidasi, magnesium yang merupakan
komponen dari klorofil serta tembaga yang merupakan gugusan prostetis dari
polifenol oksidasi.
11
c. Substansi Aromatis
Salah satu sifat penting dari kualitas teh adalah aroma. Timbulnya aroma ini
secara langsung atau tidak langsung, selalu dihubungkan dengan terjadinya oksidasi
senyawa polifenol. Para peneliti dari Jepang telah melakukan penyelidikan yang
intensif terhadap aroma teh dan menggolongkannya dalam 4 kelompok, yaitu:
• Fraksi karboksilat
• Fraksi fenolat
• Fraksi karbonil
• Fraksi bebas karbonil
d. Enzim-enzim
Enzim berperan sebagai biokatalisator pada setiap reaksoi kimia didalam
tanaman. Enzim yang dikandung didalam daun teh diantaranya adalah invertase,
amilase, glukosidase, oksimetilase, protease dan peroksidase.8
2.2. KARIES
Karies gigi merupakan suatu penyakit umum yang sering ditemukan sejak
pertama terdapat sejarah kehidupan manusia. Dr. WD Miller (1980) merupakan
orang pertama yang menggambarkan karies sebagai aksi dari asam organic terhadap
kalsium fosfat pada gigi. Ia memperlihatkan bila gigi diinkubasi dengan saliva dan
karbohidrat, asam akan terbentuk dan menguraikan bagian gigi yang termineralisasi.
12
Ia menyimpulkan bahwa asam yang dibentuk oleh bakteri dalam saliva menguraikan
gigi. Dari penelitian ini ia merumuskan teori “kemo-parasitik” dari karies gigi. Sejak
saat itu banyak data yang mendukung teori menurunnya pH oleh produksi asam
bakteri akan menghasilkan penguraian email. Penelitian Dr. Miller telah membentuk
dasar untuk teori “plak-tuan rumah-substrat” dari pembentukan karies. Proses
pembentukan karies gigi disebabkan oleh multifaktor, pada dasarnya dapat
disederhanakan menjadi hubungan yang tidak seimbang antara daya tahan gigi
dengan faktor kariogenik.9
Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan
sementum yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat
yang dapat diragikan. Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi
yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan oerganiknya. Akibatnya, terjadi invasi
bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksinya kejaringan periapeks yang
dapat menyebabkan nyeri.7
Karies gigi merupakan penyakit universal yang dapat terjadi disemua orang,
semua usia, ras, dan semua tempat di dunia.berat ringannya karies di dalam gigi
geligi seseorang tergantung dari faktor – faktor yang ada di sekitar manusia dan
lingkungannya. Proses karies di gigi sulung (dentes decidui) berjalan lebih cepat
dibanding gigi tetap dan mudah terbentuk karies rampan.4 Karies merupakan
penyakit infeksi hasil interaksi bakteri kariogenik, hospes dan makanan tinggi
karbohidrat.10
13
2.2.1 Etiologi karies gigi
Karies gigi adalah penyakit multifaktor yang merupakan hasil kombinasi dari 4
faktor utama yaitu inang dan gigi, mikroorganisme di dalam plak, substrat dan waktu
(Pine, 1997).
1) Mikroorganisme
Peran bakteri dalam menyebabkan terjadinya karies sangatlah besar. Bakteri
plak sangat dominant dalam karies gigi adalah streptococcus mutans. Bakteri
ini sangat kariogen karena mampu membuat asam dari karbohidrat yang
dapat diragikan. Dapat menempel pada permukaan gigi karena
kemampuannya membuat polisakarida ekstrasel yang sangat lengket dari
karbohidrat makanan. Polisakarida ini terdiri dari polimer glukosa,
menyebabkan matriks plak gigi mempunyai konsistensi seperti gelatin.
Akibatnya bakteri-bakteri terbantu untuk melekat pada gigi serta saling
melekat satu sama lain.
2) Substrat
Substrat adalah campuran makanan halus dan minuman yang dikonsumsi
sehari-hari yang menempel pada gigi. Seringnya mengkonsumsi gula akan
menambah pertumbuhan plak dan menambah jumlah Streptococcus mutans
didalamnya. Sukrosa merupakan gula yang kariogen, walaupun gula lainnya
tetap berbahaya. Sukrosa merupakan gula yang paling banyak dikonsumsi,
maka sukrosa merupakan penyebab karies yang utama (Kidd & Bechal,1991)
14
3) Inang atau Gigi
Faktor- faktor dari gigi yang berpengaruh terhadap peningkatan karies, yaitu :
1. Bentuk
Gigi dengan fit dan fisur yang dalam lebih mudah terserang karies
2. Posisi
Gigi yang berjejal dan susunanya tidak teratur lebih sukar
dibersihkan. Hal inicenderung meningkatkan penyakit periodontal dan karies
3. Struktur
Keberadaan flour dalam konsentrasi yang optimum pada jaringan gigi
dan lingkungannya merangsang efek anti karies (Kidd & Bechal, 1991)
4) Waktu
Waktu menjadi salah satu faktor penting, karena meskipun ada ketiga
faktor sebelumnya proses pembentukan karies gigi relatif lambat dan secara
klinis terlihat kehancuran dari email lebih dari empat tahun (Pine, 1997)
Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral
selamaberlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies
tersebut terdiri atas periode kerusakan dan perbaikan yang bergantian.
Apabila saliva ada di dalam lingkungan gigi, maka karies tidak
menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam
bulan atau tahun.11
15
Gambar 2. Empat Lingkaran faktor penyebab karies4
Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya karies gigi:
1) Keturunan
Dari suatu penelitian terhadap 12 pasang orang tua dengan keadaan gigi yang
cukup baik. Disamping itu dari 46 pasang orang tua dengan prosentase karies
gigi, hanya 1 pasang yang memiliki anak dengan gigi yang baik, 5 pasang
dengan prosentase karies sedang, selebihnya 40 pasang lagi, dengan prosentase
karies yang tinggi.
2) Ras
Pengaruh ras terhadap terjadinya karies gigi amat sulit ditentukan. Tetapi
keadaan tulang rahang suatu ras bangsa mungkin berhubungan dengan
prosentase karies yang semakin meningkat atau menurun. Misalnya, pada ras
tertentu dengan rahang yang sempit, sehingga gigi-gigi pada rahang sering
tumbuh tidak teratur, tentu dengan keadaan yang tidak teratur ini akan
16
mempersulit pembersihan gigi, dan ini akan mempertinggi prosentase karies gigi
pada ras tersebut.
3) Jenis kelamin
Dari hasil pengamatan yang dilakukan Milhahn-Turkeheim pada gigi M1,
terlihat bahwa persentase karies gigi pada wanita adalah lebih tinggi daripada
pria. Prosentase molar kiri lebih tinggi dibandingkan dengan molar kanan,
karena faktor penguyahan dan pembersihan dari masing-masing bagian gigi.
4) Umur
Sepanjang hidup dikenal 3 fase umur dilihat dari sudut gigi geligi:
a) Periode gigi campuran, disini molar 1 paling sering terkena karies.
b) Periode pubertas (remaja) umur antara 14-20 tahun. Pada masa pubertas
terjadi perubahan hormonal yang dapat menimbulkan pembengkakan gusi,
sehingga kebersihan mulut menjadi kurang terjaga. Hal ini yang
menyebabkan prosentase karies lebih tinggi.
c) Umur antara 40-50 tahun. Pada umur ini sudah terjadi retraksi atau
menurunnya gusi dan papil, sehingga sisa-sisa makanan sering sukar
dibersihkan.
5) Makanan
Makanan sangat berpengaruh terhadap gigi dan mulut. Pengaruh ini dapat
dibagi menjadi:
17
a) Isi dari makanan yang menghasilkan energi.
Misalnya karbohidrat, protein, lemak, vitamin, serta mineral-mineral. Unsur-
unsur tersebut diatas berpengaruh pada masa praerupsi dan pasca erupsi dari
gigi geligi.
b) Fungsi mekanis dari makanan yang dimakan.
Makanan-makanan yang bersifat membersihkan gigi merupakan gosok gigi
alami, tentu saja akan mengurangi kerusakan gigi. Makanan yang bersifat
membersihkan ini adalah apel, jambu air, bengkoang, dan lain sebagainya.
Sebaliknya, makanan yang lunak dan melekat pada gigi amat merusak gigi,
seperti coklat, biskuit, dan lain sebagainya.
6) Unsur kimia
Unsur-unsur kimia yang mempunyai pengaruh terhadap terjadinya karies gigi
masih dalam penelitian. Unsur kimia yang paling mempengaruhi prosentase
karies gigi adalah Fluor. Adapun beberapa unsur kimia yang menghambat
terjadinya karies gigi diantaranya adalah Berillium, Fluor, Aurum (An), Cuprum
(Cu), Magnesium (Mg), Strontium, dan Zinc.
7) Saliva
Sejak tahun 1901 oleh Rigolet, telah diketahui bahwa pasien dengan sekresi
saliva yang sedikit atau tidak ada sama sekali memiliki prosentase gigi yang
semakin meninggi misalnya oleh karena: Aptyalismus, terapi radiasi kanker
ganas, Xerostomia, pasien dalam waktu singkat akan mempunyai prosentase
18
karies yang tinggi. Sering juga ditemukan pasien-pasien balita umur 2 tahun
dengan kerusakan atau karies pada seluruh giginya, aplasia kelenjar parotis .
8) Plak
Plak terbentuk dari campuran antara bahan-bahan air ludah seperti mucin,
sisa-sisa sel jaringan mulut, leukosit, limfosit dengan sisa-sisa makanan serta
bakteri. Plak ini, mula-mula berbentuk agar cair yang lama kelamaan menjadi
kelat, tempat bertumbuhnya bakteri. Tidak dapat disangkal bahwa kita harus
menghilangkan plak sebanyak mungkin, karena plak merupakan awal terjadinya
kerusakan gigi. Jadi yang bersih akan sulit rusak 11
2.3. EARLY CHILDHOOD CARIES ( ECC )
Karies anak usia dini (ECC) adalah bentuk virulen karies gigi yang dapat
menghancurkan gigi utama balita dan anak prasekolah. Populasi berisiko tinggi
Amerika Utara termasuk anak-anak Amerika Hispanik dan asli, serta anak-anak
terdaftar di Head Start, sebuah program yang didanai pemerintah federal untuk anak-
anak prasekolah yang hidup dalam kemiskinan. Prevalensi ECC antara anak-anak ini
berkisar dari 11% sampai 72%. ECC adalah penyakit menular, dan Streptococcus
mutans adalah agen penyebab yang paling mungkin; diet juga memainkan peran
penting dalam akuisisi dan ekspresi klinis dari infeksi ini. Kolonisasi primer oleh S.
mutans ditambah dengan karies yang disebabkan oleh perilaku pemberian makan
akan menyebabkan akumulasi organisme ini ke tingkat melebihi 30% dari flora plak
keseluruhan sehingga menyebabkan demineralisasi cepat struktur gigi.. Pengobatan
19
biasanya terdiri dari restorasi atau operasi pengangkatan gigi karies. Pencegahan
primer ECC sebagian besar dilakukan konseling tentang karies melalui kepada orang
tua mempromosikan perilaku makan. Strategi baru mengatasi komponen
mikroorganisme agar tidak menular melalui penggunaan terapi antimikroba topikal
yang cukup menjanjikan.12
Gambar 3. Early Chlidhood Caries (ECC)
Anak-anak pada usia 12-30 bulan memiliki pola karies khusus yang berbeda
dari pada anak yang lebih tua. Karies mempengaruhi gigi insisivus rahang atas dan
geraham utama primer pertama dengan cara yang mencerminkan pola letusan.
Semakin lama gigi telah hadir dan terkena karies tantangan, semakin terpengaruh.
Gigi seri atas yang paling rentan, sementara gigi seri rahang bawah dilindungi oleh
lidah dan air liur dari kelenjar submandibula dan sublingual [ 1 Pola karies gigi telah
diberi label berbagai sebagai "karies botol," "keperawatan karies," "bayi botol
kerusakan gigi," atau ini istilah "mulut botol malam." Menunjukkan bahwa penyebab
20
utama dari karies gigi pada anak usia dini adalah botol tidak tepat makanBukti saat
ini menunjukkan bahwa penggunaan cairan yang mengandung gula dalam botol di
malam hari mungkin merupakan faktor etiologi yang penting, meskipun belum tentu
satu-satunya faktor etiologi. Oleh karena itu, dianjurkan bahwa istilah “karies anak
usia dini (ECC)” akan digunakan ketika menggambarkan segala bentuk karies pada
bayi dan anak-anak prasekolah.1
2.3.1. Definisi
Early Childhood Caries ( Karies Anak Usia Dini ) didefinisikan sebagai
adanya satu atau lebih lesi berlubang (cavitated) ataupun lesi tidak berlubang (non-
cavitated), hilang (karena karies) atau disisi permukaan gigi dalam setiap gigi primer
pada anak prasekolah-usia antara kelahiran dan usia 71 bulan. Istilah "Karies Dini
Anak parah" mengacu pada "atipikal" atau "progresif" atau "akut" atau "merajalela"
pola karies gigi. 1
2.3.2. Prevalensi
ECC adalah masalah kesehatan publik yang terus mempengaruhi bayi dan
anak-anak prasekolah di seluruh dunia. Sebuah kajian komprehensif epidemiologi
menunjukkan bahwa prevalensi ECC bervariasi dari populasi penduduk. Di Amerika
Serikat, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) melaporkan bahwa
prevalensi karies gigi anak-anak berusia 2-5 tahun, 24,2% dalam Kesehatan Nasional
dan Gizi Survey (NHANES) III antara 1988 dan 1994 dan 27,9% pada NHANES
21
1999-2004. Diantara anak-anak berusia 2-11 tahun selama 1999-2004, anak-anak
Meksiko-Amerika lebih tinggi tingkat karies (55,4%) daripada hitam (43,4%) atau
non-Hispanik anak putih (38,6%). 200% dari tingkat kemiskinan federal (FPL)
memiliki pengalaman karies lebih rendah (32,3%) dibandingkan pada kelompok
berpenghasilan rendah (48,8% bagi mereka dengan pendapatan keluarga 100-199%
dari FPL dan 54,3% bagi mereka dengan pendapatan keluarga <100% dari FPL).
2.3.3. Faktor Resiko
- Faktor resiko mikrobiologi :
ECC adalah penyakit menular, dan Mutans streptococci (MS), termasuk
spesies Streptococcus mutans dan Streptococcus sobrinus, adalah agen penyebab
yang paling umum.]. Lactobacillus juga berpartisipasi dalam pengembangan lesi
karies dan memainkan peran penting dalam perkembangan lesi, tetapi tidak inisiasi.
Rentang waktu antara kolonisasi Mutans Streptococci dan timbulnya lesi karies
adalah sekitar 13-16 bulan. Anak – anak beresiko tinggi (prematur dan / atau BBLR,
dengan hipomineralisasi gigi), durasi mungkin jauh lebih pendek.
- Faktor Resiko Diet :
Anak-anak dengan ECC biasanya sering mengkonsumsi minuman yang
mengandung glukosa yang tinggi. Sugared beverages are readily metabolized by MS
and lactobacilli to organic acids that can demineralize enamel and dentin. Minuman
22
manis yang dikonsumsi, akan dimetabolisme oleh MS dan Lactobasilus dan hasilnya
berupa asam organic yang dapat menyebabkan demineralisasi enamel dan dentin.
Pemberian susu sapi pada anak dasarnya adalah noncariogenic karena
kandungan mineral dan kadar laktosa yang rendah. Produksi air liur yang menurun
saat tidur, dan digunakannya dot atau puting yang terus menerus dapat berpotensi
kariogenik. Selain itu, bukti epidemiologis menunjukkan bahwa pemberian ASI
selama lebih dari 1 tahun dan pada malam hari dapat beresiko tinggi menimbulkan
karies.
2.3.4. Pencegahan
Pencegahan ECC dapat dilakukan dengan mengubah pola makan. Konsumsi
minuman dengan botol dapat meningkatkan frekuensi terjadinya karies akibat
demineralisasi enamel. Jenis perilaku makan selama tidur dapat meningkatkan
resiko karies gigi karena laju aliran saliva menurun saat tidur. Dengan demikian,
konsumsi minuman bergula dengan botol harus dikurangi atau dihentikan.1
2.4. STREPTOCOCCUS MUTANS
Streptococcus mutans adalah penyebab utama dari karies gigi di seluruh
dunia dan dianggap paling kariogenik dari semua streptokokus mulut. Streptococcus
mutans, melekat pada permukaan gigi dan hidup di berbagai kelompok karbohidrat.
Ketika terjadi metabolisme gula dan sumber energi lainnya, mikroba menghasilkan
asam yang menyebabkan gigi berlubang.
23
Streptococcus mutans pertama kali dijelaskan oleh JK Clark pada tahun 1924 setelah
S. Mutans diisolasi dari lesi karies. Para peneliti telah mengidentifikasi beberapa
ratus gen yang unik dari S. mutans. Hal ini bermanfaat untuk menghilangkan S.
mutans tanpa membunuh flora normal lain dalam mulut.13
Streptococcus mutans adalah organisme gram-positif yang merupakan agen
penyebab utama dalam pembentukan gigi berlubang pada manusia. Bakteri Gram-
positif adalah bakteri yang berwarna biru gelap atau ungu dengan
pewarnaan Gram. Streptococcus merupakan flora normal mulut pada manusia dan
merupakan bakteri penyebab karies gigi.14
Gambar 4. streptococcus mutans
Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Streptococcus_mutans
Streptococcus Mutans adalah flora normal rongga mulut, mempunyai bentuk
sel bulat atau lonjong dengan garis tengah sekitar 2μm. Koloninya berpasangan atau
berantai, tidak bergerak dan tidak berspora,metabolismenya anaerob, namun dapat
24
hidup secara anaerob fakultatif dan mempunyai 8 serotipe.. Serotipe KPSK2 sering
ditemui pada plak gigi dan merupakan penyebab utama karies. Serotipe ini pertama
kali ditemukan oleh Clarke pada tahun 1924.10
2.3.1. KARAKTERISTIK UMUM
Kingdom : Monera
Divisio : Firmicutes
Class : Bacilli
Order : Lactobacilalles
Family : Streptococcaceae
Genus : Streptococcus
Species : Streptococcus mutans.15
25
BAB III
KERANGKA TEORI
KETERANGAN :
VARIABEL YANG DITELITI
VARIABEL YANG DIKENDALIKAN
VARIABEL YANG TIDAK DITELITI
26
KARIES
EARLY CHILDHOOD CARIES (ECC)
TEH HIJAU
SUBSTANSI BUKAN FENOL
STREPTOCOCCUS MUTANS
SUBSTANSI FENOL
POLIFENOL
KOMPOSISI / KANDUNGAN
SUBSTANSI AROMATIS
ENZIM - ENZIM
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. JENIS PENELITIAN
4.1.1. Ruang Lingkup Penelitian
Menurut ruang lingkup penelitian jenis penelitiannya adalah
eksperimental laboratorium.
4.1.2. desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian pre – test dan post
- test control group design.
4.1.3. Subtansi
Menurut substansi jenis penelitiannya adalah penelitian terapan.
4.1.4. Hubungan antara Variabel
Menurut hubungan antara variable jenis penelitiannya adalah penelitian
analitik.
4.1.5. Adanya Perlakuan
Menurut adanya manipulasi/perlakuan jenis penelitiannya adalah
penelitian eksperimental.
27
4.2. RANCANGAN PENELITIAN
Desain/rancangan penelitiannya adalah studi eksperimental, yaitu
dengan melakukan pemberian teh hijau sebagai obat kumur pada anak
penderita ECC usia 3-6 tahun dan mengevaluasi jumlah bakteri S. mutans pada
saliva anak ( yaitu pada saat dilakukan penelitian). Hasilnya merupakan suatu
analitik mengenai pengaruh pemberian teh hijau sebagai obat kumur terhadap
jumlah bakteri S. mutans pada saliva anak penderita ECC usia 3-6 tahun.
4.3. LOKASI PENELITIAN
1. TK Al-Hidayah
2. TK Ra Alaudin
3. Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Unhas
4.4. WAKTU PENELITIAN
Dilakukan pada bulan November 2012
4.5. POPULASI DAN SAMPEL
4.5.1. Populasi
Populasi yang digunakan adalah murid TK Al-Hidayah, TK Ra Alaudin
usia 3 – 6 tahun.
28
4.5.2. Sampel
Sampel yang digunakan adalah 30 anak usia 3 – 6 tahun dengan
mengalami ECC dan 30 anak usia 3 – 6 tahun tanpa ECC.
4.6. METODE PENGAMBILAN SAMPEL
Metode pengambilan sampel ini dilakukan dengan mengunjungi TK Ujung
Pandang, TK Frater Bakti luhur, TK Katholik Santa Maria dimana sampel
merupakan semua pasien anak berumur 3-6 tahun dan memenuhi kriteria
inklusi sampel.
4.7. KRITERIA SAMPEL
4.7.1. Kriteria Inklusi
Pasien anak yang berumur 3-6 tahun yang memiliki minimal 4 gigi
yang mengalami karies, bersedia untuk dilakukan pemberian teh hijau
sebagai obat kumur dan bersedia untuk dilakukan pengambilan saliva
untuk diteliti.
4.7.2. Kriteria Eksklusi
Pasien anak yang berumur 3 – 6 tahun yang sedang mengkonsumsi
antibiotik dan yang menolak dilakukan pemberian teh hijau sebagai
obat kumur dan tidak bersedia untuk dilakukan pengambilan saliva
untuk diteliti.
29
4.8. JUMLAH SAMPEL
Jumlah sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 60 anak.
4.9. VARIABEL PENELITIAN
Variabel :
a. Independen (sebab) : Pemberian teh hijau
Variabel bebas : volume pemberian teh hijau à Skala Rasio
Variabel control : umur à Skala Nominal
b. Dependen (akibat) : ECC
Jumlah bakteri S. mutans à Skala Rasio
4.10. DEFENISI OPERASIONAL
1. Streptococcus mutans adalah penyebab utama dari karies gigi di seluruh dunia dan
dianggap paling kariogenik dari semua streptokokus mulut. Streptococcus mutans,
melekat pada permukaan gigi dan hidup di berbagai kelompok karbohidrat.
2.Teh hijau mengandung katekin yang dapat menghambat bakteri streptococcus
mutans
30
.11. ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN
4.11.1 Alat yang digunakan
1. pot plastic 11. spatula
2. lampu spritus 12. Cawan petri
3. incubator 13. Alat diagnostik
4. objek glass 14. Gelas kimia 250 ml
5. masker 15. Alat sterilisasi
6. senkelit 16. Spoit 10 ml
7. gelas ukur 17. Penjepit pot plastik
8. mikroskop 18. Gelas kumur
9. autoclave 19. Termos
10. penjepit 20. handskun
4.11.2 Bahan
Ekstrak katekin teh hijau 3%
Pewarnaan gram
Media :
1. BHIB ( Brain Heart Infusion Broth ), sebagai media uji bakteri
streptococcus mutans.
31
4.12 DATA
4.12.1 Data
Data diperoleh dengan cara memeriksa sampel untuk mengetahui
jumlah bakteri S. mutans pada saliva anak penderita ECC kemudian
melakukan pencatatan dan dianalisa.
4.12.2 Jenis Data
Jenis data yang digunakan adalah data primer.
4.13. ANALISIS DATA
Analisa data dilakukan secara deskriptif dengan membuat uraian secara
psistematis mengenai hasil penelitian, kemudian mendistribusikan ke dalam
bentuk table frekuensi.
4.14.PROSEDUR PENELITIAN
Tahap I
Bahan dan alat yang digunakan
Bahan kumur yang digunakan adalah katekin teh hijau 3% yang
dibuat dengan cara melarutkan 3 gram serbuk kering Katekin Teh Hijau
dalam 600 ml aquades.
Alat yang dipakai adalah pot plastik yang disterilkan di autoclav
selama 10 menit.
32
Tahap II
Pengambilan spesimen bakteri
A. Dilakukan pemeriksaan OH pada anak usia 3 – 6 tahun penderita ECC
dan non - ECC dengan menggunakan indeks OHI-S. Pengambilan
sampel pada anak yang mempuyai OHI-S buruk dan baik.
B. Sampel dibutuhkan sebanyak 60 orang anak, dan terdapat 3 kali
perlakuan pada tiap anak, yakni :
1. Pengambilan sampel awal sebelum kumur – kumur larutan
katekin teh hijau konsentrasi 3%
2. Pengambilan sampel kedua yaitu 15 menit setelah kumur –
kumur larutan katekin teh hijau konsentrasi 3%
3. Pengambilan sampel ketiga yaitu 30 menit setelah kumur –
kumur larutan katekin teh hijau konsentrasi 3%
C. Tindakan pertama yang dilakukan pada sampel yaitu spesimen bakteri
pada saliva pertama, sampel diambil dan disimpan pada wadah yang
ditutup rapat ( pot plastik )
D. Larutan katekin konsentrasi 3% diberikan pada masing – masing
sampel sebanyak 10 ml.
E. Kemudian sampel diinstruksikan berkumur selama 10 detik dengan
larutan katekin teh hijau konsentrasi 3%. Setelah kumur – kumur
pasien diisntruksikan untuk tidak makan dan minum serta sikat gigi.
33
F. Setelah 15 menit kemudian, dilakukan pengambilan saliva sampel
kedua dan kemudian saliva sampel kedua tersebut disimpan pada
wadah yag ditutup rapat ( pot plastik )
G. Setelah 30 menit kemudian, dilakukan pengambilan saliva sampel
ketiga dan kemudian saliva sampel ketiga tersebut disimpan pada
wadah yang ditutup rapat ( pot plastik )
Tahap III
Prosedur kerja laboratorium
1. Siapakan alat dan bahan
2. Semua alat disterilkan dalam autoclav
3. Pot plastik yang berisikan saliva harus berada dalam termos agar tidak
terkontaminasi bakteri.
4. Kemudian dilakukan pengambilan saliva dari pot plastik kemudian
diisolasi dengan cara digoreskan menggunakan Senkelit sebanyak
0,04 ml secara aseptic di cawan petri yang berisi medium BHIB,
dimana hal ini dilakukan untuk membiakkan bakteri.
5. Selanjutnya diberi label / tanda pada masing – masing cawan petri
yang telah ditanami (isolat)
6. Kemudian dilakukan pengeraman pada incubator selama 24 jam untuk
bakteri streptococcus mutans pada temperatur 37oC
7. Setelah itu dilakukan pengamatan pada bakteri yang berada pada
cawan petri
34
8. Setelah itu dilakukan pewarnaan gram yakni dengan cara dilakukan
perendamana pada kristal violet kemudian bilas dengan air lalu beri
larutan lugol selama 20 detik kemudian bilas dengan alkohol 90%,
kemudian bilas lagi dengan air lalu genangkan larutan fuchsin selama
2 menit, bilas dengan air kemudian keringkan. Setelah kering, bentuk
koloni bakteri streptococcus mutans dapat dilihat dibawah mikroskop
dengan mengamati bentuk koloni bakteri yang nampak berantai gram
negative.
9. Mikroorganisme tersebut dapat dilihat dengan mikroskop dengan
pembesaran 100 objektif dengan 1200 kali pembesaran sel bakteri.
10. Kemudian dihitung jumlah koloni bakteri streptococcus mutans
dengan medium BHIB.
11. Perhitungan dihitung dengan spidol warna, sehingga bakteri yang
sudah dihitung tidak berulang untuk hitung.
12. Kemudian data yang diterima di catat dan didistribusikan dalam
bentuk tabel.
35
4.14 ALUR PENELITIAN
36
sampel
Setelah pemberian ekstrak teh hijau 2,5% pada anak penderita
ECC
Sebelum pemberian ekstrak teh hijau 2,5% pada anak penderita
ECC
Setelah pemberian ekstrak teh hijau 2,5% pada anak tanpa ECC
Sebelum pemberian ekstrak teh hijau 2,5% pada anak tanpa ECC
Streptococcus Mutans
saliva saliva
30 Pasien usia 3 -6 tahun penderita ECC
30 pasien usia 3 -6 tahun tanpa ECC
Hasil