86
UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE
DISKUSI KELOMPOK PADA SISWA KELAS XII
SMA BUNG KARNO KARANGANYAR
TAHUN AJARAN 2008-2009
SKRIPSI
Oleh :
Nyiastuti Dwi Agustina
K 1203060
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
87
DATA DIRI
1. NAMA : NYIASTUTI DWI AGUSTINA
2. NIM : K1203060
3. JURUSAN/PROGRAM STUDI : P.BAHASA DAN SENI / BAHASA DAN
SASTRA INDONESIA
4. MASUK UNS LEWAT JALUR : SWADANA
5. TEMPAT/TANGGAL LAHIR : PACITAN/09 Agustus 1984
6. ALAMAT : DS. GONDANG RT 003/ RW IX,
NAWANGAN, PACITAN
7. KODE POS : -
8. TINGGI/BERAT BADAN : 150/50
9. AGAMA : ISLAM
10. JENIS KELAMIN : PEREMPUAN
11. TANGGAL LULUS : 09 JUNI 2009
12. LAMA STUDI : 5 TAHUN
15. LAMA MENYUSUN SKRIPSI : 10 BULAN
17. PEMBIMBING AKADEMIK : Dra. Ani Rakhmawati, M.A.
18. NAMA ORANG TUA
AYAH : JASMAN, S.Pd
PEKERJAAN : PNS
IBU : ISTYARINI
PEKERJAAN : WIRASWASTA
19. RIWAYAT PENDIDIKAN
16. JUDUL SKRIPSI : UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE DISKUSI KELOMPOK PADA SISWA KELAS XII SMA BUNG KARNO KARANGANYAR TAHUN AJARAN 2008-2009
(Penelitian Tindakan Kelas)
88
1. SD : SD NEGERI PACITAN I
2. SMP : SMP NEGERI I PACITAN
3. SMA : SMA NEGERI II PACITAN
4. PT : UNIVERSITAS SEBELAS MARET
20. ALAMAT : DS. GONDANG RT 003/ RW IX,
NAWANGAN, PACITAN
22. KEGIATAN AKADEMIS :
a. Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMK Negeri 3 Surakarta
Indonesia (2007)
b. Magang Kepenyiaran di Radio RIA FM Surakarta (2007)
c. Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di Universitas Ghanesa Bali dan Balai
Bahasa Bali (2006)
25. TRAINING YANG DIIKUTI :
a. TRAINING PERPUSTAKAAN MENGENAL MANAJEMEN
PERPUSTAKAAN (2006)
Surakarta, September 2009
Nyiastuti Dwi Agustina NIM K1203060
89
UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE DISKUSI
KELOMPOK PADA SISWA KELAS XII SMA BUNG KARNO KARANGANYAR TAHUN AJARAN 2008-2009
(Penelitian Tindakan Kelas)1
(Effort to Improve the Quality of Skill Talks Study Passing Group Discussion Method to the Second Year Student of SMA Bung Karno Karanganyar 2008/2009)
(Classroom Actions Research)
Oleh: Nyiastuti D. Agustina Dra. Suharyanti M. Hum Drs. Slamet Mulyono, M.Pd.
ABSTRAK
Nyiastuti Dwi Agustina. K 1203060. Effort to improve the quality of skill talks study passing group discussion method to The Second Year Student of SMA Bung Karno Karanganyar 2008/2009. Research Paper, Surakarta, School of teacher training and education, Sebelas Maret University of Surakarta, June 2009.
Purpose of this research is to: (1) improving the quality of process study skill talks with to apply group discussion method to the second year student of SMA Bung Karno Karangpandan, Karanganyar; (2) improving the quality of result of study skill talk with to apply group discussion method to the second year student of SMA Bung Karno Karangpandan, Karanganyar.
This research using cycle class research approach, which is collaborative research, among teacher and the researcher to overcome existing problems in study. Data source of this research for example: event process study converse, informant (Language subject curator teacher and Indonesia art, the second year student of SMA Bung Karno), document (Plan Execution Study, photograph activity [of] study, result of student test, result of interview). Technique data collecting that used is observation, interview, document analysis, and test. To test researcher data validity use technique triangulates the source of informant review and data. Gathered to be data to be analyzed with technique analyze interactive pursuant to efficacy indicator which have been specified. Research process executed in three cycles with four phases at every It’s cycle, that is planning phase, execution phase, observation phase, and also analyze and reflex phase.
Result of this research inferential that: (1) applying group discussion can improve the quality of study process converse. This matter [is] marked at the height of motivation and enthusiasm learn student which mounting become 85% 1 Hasil penelitian sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, PBS, FKIP Universitas Sebelas
Maret
90
(41 student from 48 student) and active student amount in activity [of] study mount equal to 75% (36 student from overall of student amounting to 48 student), (2) applying group discussion can improve the quality of result of study converse. This matter marked at the height of amount of tired student complete boundary. That is I cycle 26 students from 48 students (54%) with average value 66, 4. At II cycle become 37 students (77%) with average value 71 and mount again at III cycle. That is 48 students (98%) with average value 77, 3.
PENDAHULUAN
Keterampilan berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa
lisan yang penting untuk dikuasai oleh siswa SMA. Pentingnya keterampilan
berbicara dalam komunikasi diungkapkan oleh Ellis, dkk. (dalam Supriyadi,
2005:178) bahwa apabila seseorang memiliki keterampilan berbicara yang baik,
dia akan memperoleh keuntungan sosial maupun professional. Keuntungan sosial
berkaitan dengan kegiatan interaksi sosial antar individu. Adapun keuntungan
professional akan diperoleh sewaktu menggunakan bahasa untuk membuat
pernyataan-pernyataan, menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan
serta mendiskripsikan. Keterampilan berbahasa lisan tersebut akan memudahkan
siswa berkomunikasi dan mengungkapkan ide atau gagasan kepada orang lain
(Nurhadi, 1995: 342).
Akan tetapi, pada kenyataannya keterampilan berbicara siswa SMA
termasuk siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan, Karanganyar belum
memadai. Berdasarkan hasil diskusi dengan guru kelas XII SMA Bung Karno
Karangpandan, Karanganyar dapat dinyatakan bahwa siswa belum mampu
berbicara dalam bahasa Indonesia yang runtut, baik dan benar. Keterampilan
berbicara yang belum memadai tersebut disebabkan pembelajaran berbicara yang
selama ini dilakukan oleh guru masih kurang optimal. Hal ini diindikasikan oleh
beberapa fakta berikut.
Pertama, waktu pertemuan dalam proses pembelajaran berbicara yang
hanya 90 menit dalam satu kali pertemuan, masih kurang cukup untuk
dilaksanakannya pembelajaran berbicara, sedangkan jumlah siswa cukup banyak,
yaitu 48 siswa. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas XII dapat
disimpulkan bahwa jumlah siswa yang cukup banyak tersebut menyebabkan
91
waktu pembelajaran berbicara cukup lama karena siswa berbicara, dalam
mengungkapkan pendapatnya secara individu. Padahal, guru masih harus
menyelesaikan materi lain yang tentunya juga akan menyita perhatian guru dan
waktu pembelajaran. Oleh karena itu, tidak semua siswa mendapat kesempatan
mengemukakan pendapatnya di depan kelas. Kurangnya waktu pembelajaran
tersebut menyebabkan guru kurang memberikan perhatian terhadap pembelajaran
berbicara. Pembelajaran berbicara yang kurang mendapat perhatian tersebut dapat
dilihat dari metode yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Metode
yang digunakan adalah siswa berbicara, dalam mengungkapkan pendapatnya
secara individu sehingga menyita waktu pembelajaran Bahasa Indonesia yang
hanya 90 menit tiap pertemuan.
Kedua, guru sulit menugasi siswa untuk mengapresiasikan pendapat di
depan kelas. Bertolak dari hasil wawancara dengan guru, kendala yang dialami
guru yaitu sewaktu menghadapi siswa yang merasa takut atau kurang percaya diri
apabila diberi tugas menanggapi atau mengutarakan pendapat mengenai satu
masalah yang sedang dibahas di depan kelas. Hal ini seperti yang disampaikan
oleh Lilies Gartika (2007: 1) bahwa guru masih kesulitan dalam mengajarkan
keterampilan berbicara. Mereka mengemukakan kesulitan tersebut terutama
sewaktu memberi tugas kepada siswa tampil berbicara. Pada umumnya, siswa
yang tidak berani tampil tersebut adalah siswa yang mengalami beberapa masalah
sewaktu tampil berbicara, seperti takut, lupa, dan grogi sewaktu berbicara di
depan teman-temannya. Akibatnya keterampilan berbicara siswa tidak
dikembangkan secara optimal.
Ketiga dari hasil nilai tes survei awal keterampilan berbicara siswa di atas
dapat dikatakan bahwa keterampilan siswa berbicara sangat memprihatinkan. Dari
48 siswa yang sudah mencapai batas ketuntasan minimal belajar hanya satu (1)
atau 1% dari jumlah keseluruhan siswa (48). Sedangkan 98% (47) siswa yang lain
belum mencapai ketuntasan belajar. Rentangan nilai 45-70, dan nilai rata-rata
kelas adalah 54, 67. Nilai rata-rata kelas ini jauh dari nilai ketuntasan rata-rata
kelas yaitu 70. Selain itu pada proses pembelajaran pun menunjukkan kualitas
yang kurang memadai. Hasil observasi yang peneliti lakukan pada saat survei
92
awal terungkap dengan jelas bahwa siswa menunjukkan sikap kurang peduli pada
saat berlangsungnya pembelajaran berbicara. Saat proses pembelajaran
berlangsung, siswa terlihat pasif. Beberapa siswa memang tampak memperhatikan
keterangan guru namun tidak sedikit pula siswa yang sibuk beraktivitas sendiri.
Dari hasil pantauan peneliti dengan lembar observasi, diketahui 24 siswa
atau 50% dari keseluruhan siswa di kelas tersebut kurang memiliki minat dan
motivasi mengikuti pembelajaran. Sementara itu, keaktifan siswa hanya 29 % dari
jumlah keseluruhan siswa atau 14 siswa.
Dari fakta hasil survei awal membuktikan bahwa proses maupun hasil
pembelajaran berbicara pada siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan
masih jauh dari harapan. Dilihat dari segi proses pembelajaran meunjukkan bahwa
pembelajaran berbicara yang selama ini berjalan kurang kondusif. Hal ini dapat
dilihat dari kurangnya minat dan motivasi serta keaktifan siswa dalam mengikuti
pembelajaran berbicara. Tentu saja masalah pertama tersebut memunculkan
masalah kedua, yaitu hasil atau nilai keterampilan berbicara siswa yang turut
memprihatinkan. Oleh karena itu perlu adanya terapi untuk mengatasi penyakit
pembelajaran tersebut
Ketiga fakta di atas menunjukkan kualitas proses dan hasil pembelajaran
yang dilaksanakan oleh guru masih kurang optimal. Oleh karena itu, dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya pembelajaran keterampilan berbicara
di SMA Bung Karno Karangpandan, Karanganyar dibutuhkan perbaikan yang
dapat mendorong siswa secara keseluruhan agar aktif dalam menanggapi ataupun
mengemukakan pendapat di depan kelas. Adapun upaya yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar berbicara adalah dengan
menggunakan metode diskusi kelompok yang memberi kesempatan kepada siswa
untuk dapat mengungkapkan pendapat di hadapan teman-temannya secara
berkelompok dan menjadikan kelompok sebagai sarana yang efektif untuk belajar.
Dengan metode diskusi ini, guru dapat mengefektifkan waktu
pembelajaran karena siswa dapat belajar dengan efektif dengan mendapatkan
feedback dari teman-teman pada kelompoknya masing-masing. Selain itu siswa
juga akan dapat mengembangkan pendapat atau idenya masing-masing.
93
Sebagaimana pendapat M.Peer Mohamed Sardhar (2008: 3) bahwa “Pause to
allow quieter students a chance to contribute”. Guru sebaiknya mencoba untuk
tidak mendominasi diskusi,agar siswa mendapat kesempatan untuk berkontribusi.
Pendapat lain mengenai diskusi kelompok diungkapkan oleh De Vita
(dalam Curt Reese dan Terri Wells, 2007: 2), yaitu “the difficulty that their
students may encounter in university classrooms and help to prepare them to be
able to participate in classroom discussions”. Dia menjelaskan bahwa guru harus
menyadari jika siswa mereka mungkin kesulitan dalam menghadapi pelajaran,
oleh karena itu guru harus membantu menyiapkan mereka untuk dapat
berpartisipasi dalam diskusi kelas.
Salah satu keterampilan berbicara yang harus dikuasai oleh siswa kelas
XII SMA adalah keterampilan berpidato dengan kompetensi dasar Berpidato
tanpa teks dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat. Indikator yang
harus dikuasai siswa antara lain: (1) menulis teks pidato dengan tema tertentu; (2)
membawakan pidato dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat; (3)
mencatat hal-hal yang perlu diperbaiki dari pidato yang disampaikan teman; (4)
memperbaiki cara berpidato dan isi pidato berdasarkan catatan atau masukan
teman. Dari uraian di atas, peneliti terdorong untuk melaksanakan penelitian
tindakan kelas sebagai usaha perbaikan kualitas proses dan hasil pembelajaran
berbicara khususnya pada kompetensi berpidato pada siswa di SMA Bung Karno
Karangpandan, Karanganyar dengan menerapkan metode diskusi kelompok.
LANDASAN TEORI
Pada prinsipnya bahasa Indonesia merupakan sebuah fakta sosial, sarana
komunikasi, dan pendekatan pembelajaran bahasa dan sastra yang dipergunakan
sehingga keduanya saling terkait. Pada satu sisi bahasa Indonesia merupakan
sarana komunikasi, dan sastra merupakan salah satu hasil budaya yang
menggunakan bahasa sebagai alat kreativitasnya, sedangkan pada sisi lain bahasa
dan sastra Indonesia sebaiknya diajarkan kepada siswa melalui pendekatan
tertentu sesuai dengan hakikat dan fungsinya. Pendekatan pembelajaran bahasa
lebih menitikberatkan aspek performansi atau kinerja bahasa dan fungsi bahasa
94
sehingga pendekatan yang tepat digunakan adalah pendekatan komunikatif
(Depdiknas, 2003: 2-3).
Pembelajaran Bahasa Indonesia merupakan usaha sadar guru untuk
membuat siswa terampil berbahasa dan memiliki sikap positif terhadap bahasa
Indonesia. Sabarti Akhadiah M.K dkk. (1992: 1-2) menyebutnya sebagai proses
pengubahan perilaku berbahasa siswa sehingga guru harus memahami berbagai
faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran tersebut. Dia menyebutkan
ada lima faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran Bahasa Indonesia,
antara lain; tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, materi pembelajaran, kondisi
siswa, sarana, dan lingkungan sosial.
Istilah pembelajaran tidak bisa terlepas dengan kegiatan belajar dan
mengajar. Belajar dan mengajar mengacu kepada proses yang terjadi dalam suatu
rangkaian unsur-unsur yang saling terkait antara satu dengan yang lain. Erizal
Gani (2000: 1) berpendapat bahwa belajar berarti berusaha agar memperoleh
kepandaian atau ilmu. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Bruner (dalam
Hidayat, 2000: 3) mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang terjadi
secara bertahap (episode). Episode tersebut terdiri dari informasi, transformasi,
dan evaluasi. Informasi menyangkut materi yang diajarkan, transformasi
berkenaan dengan proses memindahkan materi, dan evaluasi merupakan kegiatan
yang dilakukan untuk melihat sejauh mana keberhasilan proses yang telah
dilakukan oleh pembelajar dan pengajar. Sejalan dengan itu, Gagne (dalam
Hidayat, 2000: 3) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses yang
dilakukan untuk menimbulkan perubahan pada anak didik.
Diskusi kelompok merupakan satu pengalaman belajar yang dapat
diterapkan hampir dalam semua bidang studi, tentu saja disesuaikan dengan tujuan
instruksional yang akan dicapai serta bahan pelajaran yang akan diajarkan.
Sebagaimana pendapat Hassibuan. dkk. (1994: 98) bahwa diskusi adalah suatu
percakapan atau pembicaraan antara dua orang atau lebih. Ditambahkannya, akan
tetapi tidak semua percakapan atau pembicaraan dapat disebut diskusi. Ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi, dengan maksud agar pembicaraan itu benar-
benar bermanfaat dan berlangsung secara efektif.
95
Pembelajaran berbicara yang selama ini dilakukan oleh guru adalah siswa
diminta menganalisis teks pidato di depan kelas setelah itu siswa diminta
membacakan teks pidato tersebut di depan kelas secara individu. Adapun dalam
pelaksanaannya guru hanya meminta beberapa siswa yang tampil berbicara di
depan kelas karena alokasi waktu yang terbatas.
Metode di atas ternyata masih kurang optimal untuk meningkatkan
keterampilan berbicara di depan kelas. Hal ini terbukti dengan masih sedikitnya
siswa yang berani maju ke depan kelas untuk mengungkapkan pendapatnya.
Mereka sering lupa dan bingung dengan apa yang akan dikatakan setelah mereka
di depan kelas. Selain itu, rasa takut dan grogi sewaktu tampil di depan kelas
masih sangat jelas. Mayoritas siswa menjadi malu dan takut apabila diminta oleh
guru untuk berbicara di depan kelas. Akibatnya, prestasi keterampilan berbicara
siswa dalam mengungkapkan pendapat atau gagasan masih rendah.
Berdasarkan hal tersebut, dibutuhkan sebuah metode yang dapat
memotivasi mereka untuk aktif berbicara di depan kelas. Salah satu metode yang
dapat dilakukan adalah dengan metode diskusi kelompok. Metode ini memberi
kesempatan kepada siswa untuk menggali keterampilan berbicara salah satunya
adalah keterampilan berpidato. Kemudian, pengalaman belajar tersebut
ditanggapi/ siswa mengemukakan pendapatnya di depan kelas secara
berkelompok. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berbicara di
depan kelas. Selain itu, mereka juga mengungkapkan pendapatnya secara
berkelompok sehingga mereka tidak malu dan grogi, serta waktu pembelajaran
berbicara akan lebih efektif.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Bung Karno yang beralamat di
Wanukembang, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar, Jawa
Tengah. Kelas yang menjadi objek penelitian ini adalah Kelas XII. Waktu
penelitian berlangsung dari bulan Juni sampai dengan November 2008.
96
Penelitian ini berbentuk penelitian tindakan kelas. Suharsimi Arikunto
dkk.. (2006: 3) berpendapat bahwa penelitian tindakan kelas adalah pencermatan
terhadap pembelajaran berupa suatu tindakan, yang sengaja dimunculkan dan
terjadi secara bersama. Burns (dalam Suwarsih Madya, 2006: 8), menyatakan
penelitian tindakan adalah penerapan penemuan fakta pada pemecahan masalah
dalam situasi sosial dengan pandangan untuk meningkatkan kualitas tindakan
yang dilakukan didalamnya, yang melibatkan kolaborasi dan kerjasama para
peneliti, praktis dan orang awam. Jadi, penelitian ini merupakan kerjasama antara
peneliti, guru, siswa, dan pihak sekolah untuk menciptakan kinerja sekolah yang
lebih baik.
Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
Deskriptif kualitas yang digunakan dalam prosedur penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif lisan maupun tertulis, dan bukan data yang berupa angka-
angka. Data-data yang sudah diperoleh didiskripsikan dan dianalisis kemudian
disimpulkan.
Prosedur penelitian ini didasarkan pada prosedur penelitian tindakan
kelas menurut Suwarsih Madya (2006: 59), yaitu;(!) kegiatan menyusun rencana
tindakan bersama, (2) melakukan tindakan dan mengamati secara individual
maupun bersama-sama, kemudian (3) melakukan refleksi terhadap tindakan yang
akan dilakukan. Rangkaian kegiatan tersebut terhimpun dalam sebuah siklus.
Senada dengan pendapat tersebut Suharsini Arikunto dkk.. (2006: 16)
mengemukakan model penelitian yang lazim digunakan dalam penelitian tindakan
kelas. Tahap-tahap dalam model tersebut adalah: (1) perencanaan, (2)
pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi.
Perencanaan
Pelaksanaan
Pengamatan
SIKLUS I
Perencanaan
Refleksi
97
Gambar 2: Alur Penelitian Tindakan
Keterangan:
1. Rencana (perencanaan tindakan): menerapkan metode diskusi kelompok
dalam pembelajaran berbicara untuk meningkatkan keterampilan berbicara
dalam menanggapi isi wacana.
2. Tindakan (pelaksanaan tindakan): pelaksanaan metode diskusi kelompok
dalam pembelajaran berbicara
3. Observasi (observasi dan interpretasi): mengamati proses penerapan metode
diskusi kelompok.
4. Refleksi (analisis dan refleksi): mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan
penerapan metode diskusi kelompok yang telah dilakukan pada siklus II, dan
seterusnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses penelitian dilaksanakan dalam tiga siklus dengan harapan dapat
memberikan jawaban yang memuaskan terhadap masalah yang telah dirumuskan.
Masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan, yaitu: (1) perencanaan (2)
pelaksanaan siklus (3) observasi dan interpretasi (4) analisis dan refleksi.
Adapun pembahasan peningkatan kualitas pembelajaran apresiasi teks
pidato adalah sebagai berikut.
1. Peningkatan kualitas proses pembelajaran berbicara
Indikator sudah/belum tercapai?
Pelaksanaan
Pengamatan
Refleksi SIKLUS II
98
Keberhasilan metode diskusi kelompok dalam meningkatkan kualitas
proses pembelajaran berbicara ini dapat dilihat dari indikator-indikator
sebagai berikut:
a) Siswa lebih berminat dan termotivasi saat pembelajaran berlangsung
Selama pelaksanaan penelitian sejak Siklus I hingga 3, terjadi
peningkatan dalam hal antusias siswa mengikuti kegiatan pembelajaran.
Hal ini terbukti bahwa dalam Siklus I sebanyak 65% (31 siswa dari 48
siswa) berminat mengkuti pembelajaran. Pada Siklus II sebanyak 75% (36
siswa dari 48 siswa). Minat dan motivasi tersebut semakin meningkat
dalam pelaksanaan Siklus III sebanyak 85% (41 siswa dari 48 siswa).
b) Siswa terlihat lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran
Metode diskusi kelompok dalam pembelajran berbicara (berpidato)
merupakan hal yang baru bagi siswa di SMA Bung Karno Karangpandan.
Oleh karena itulah, inovasi dalam pembelajaran berbicara tersebut
disambut dengan antusias tinggi oleh siswa. Parameter yang menyatakan
tingginya antusias siswa tersebut adalah hasil observasi selama kegiatan
belajar-mengajar berlangsung yang menunjukkan peningkatan pada tiap
siklus. Pada Siklus I keaktifan siswa selama mengikuti kegiatan belajar-
mengajar hanya hanya sebesar 35% (19 siswa dari keseluruhan siswa yang
berjumlah 48 orang). Pada Siklus II persentase keaktifan siswa tersebut
meningkat menjadi 55% (26 siswa dari keseluruhan siswa yang berjumlah
48 orang). Peningkatan keaktifan siswa tersebut meningkat kembali pada
Siklus III menjadi 75% (36 siswa dari keseluruhan siswa yang berjumlah
48 orang).
c) Siswa tidak merasa malu, tegang dan grogi saat tampil berpidato di depan
kelas dan menyampaikan pendapatnya dalam forum diskusi kelompok.
Selama pembelajaran berbicara dengan metode diskusi kelompok,
siswa merasa terpacu untuk berkompetisi dengan siswa lain. Kondisi ini
membuat siswa tidak lagi enggan untuk menyampaikan kreasi ide mereka
(dengan mengubah teks pidato menjadi naskah metode diskusi kelompok
dan mementaskannya) dan sangat antusias pada saat diskusi kelompok dan
99
penyampaian pendapat tentang metode diskusi kelompok yang telah
dipentaskan. Pernyataan di atas terbukti dengan meningkatnya keberanian
siswa beraktualisasi dalam mengikuti diskusi kelompok.
Penentuan persentase kualitas proses dihitung dari jumlah siswa yang
aktif selama pembelajaran berlangsung per seratus dikalikan jumlah siswa
dalam kelas tersebut (24 siswa). Adapun bentuk keaktifan yang diamati
adalah sikap selama pembelajaran berlangsung, ketepatan waktu dalam
pengerjaan tugas, dan kesungguhan dalam mengikuti pembelajaran.
Penilaian proses yang diamati dalam berbicara (berpidato) adalah
keberanian dan kesungguhan siswa dalam mementaskan metode diskusi
kelompok dan keberanian dalam mengomentari pekerjaan temannya.
Kemampuan guru dalam mengelola kelas merupakan salah satu
penentu keberhasilan proses pembelajaran. Pengelolaan kelas yang dilakukan
guru kolaborator berupa siklus memotivasi siswa, memberikan perhatian,
memberikan reward pada siswa, memilih teknik serta metode yang tepat
untuk menyampaikan materi serta mengaktifkan siswa. Setelah siklus
dilaksanakan, sedikit demi sedikit kelemahan guru mulai berkurang. Guru
tidak lagi menguasai kelas sepenuhnya akan tetapi lebih berperan sebagai
fasilitator yang memfasilitasi siswa dalam pembelajaran. Menurut pengamatan
peneliti, siklus yang dilakukan guru dengan memanfaatkan metode diskusi
kelompok dalam pembelajaran dapat mempengaruhi suasana kelas.
Pembelajaran menjadi lebih menarik menyenangkan. Minat dan motivasi serta
keaktifan siswa terhadap pembelajaran meningkat. Hal ini berimplikasi pada
meningkat pula keterampilan berbicara (berpidato) siswa.
2. Peningkatan kualitas hasil pembelajaran berbicara
Siklus-siklus berupa penerapan metode diskusi kelompok yang
dilaksanakan dalam tiap siklus mampu meningkatkan keterampilan berbicara
(berpidato) siswa. selain itu penerapan metode diskusi kelompok juga mampu
meningkatkan minat dan motivasi serta keaktifan siswa pada pembelajaran
berbicara siswa kelas XI SMA Bung Karno Karangpandan. Dapat dikatakan
bahwa melalui penerapan metode diskusi kelompok dapat meningkatkan
100
kualitas proses pembelajaran yang ditandai dengan meningkatnya minat dan
motivasi siswa mengikuti pembelajaran, dan dapat meningkatkan
keterampilan berbicara (berpidato) siswa.
Peningkatan kualitas pembelajaran berbicara dengan menerapkan
metode diskusi kelompok juga berimplikasi pada peningkatan keterampilan
berpidato siswa. Keterampilan berbicara (berpidato) siswa mengalami
peningkatan dibandingkan dengan kondisi awal. Hal ini terlihat dari hasil tes
berpidato di masing-masing siklus. Keterampilan berbicara (berpidato) siswa
sudah mengalami peningkatan meskipun tidak semua siswa mengalami
peningkatan dalam tiap teknik berpidato. Peningkatan keterampilan berpidato
yang mengacu pada aspek-aspek penilaian berpidato dapat dilihat pada nilai
tiap-tiap siklus. Peningkatan tersebut diindikatori oleh:
a) Lafal
Setelah siklus dilakukan, kemampuan pelafalan siswa saat
menuturkan kalimat pidato mengalami peningkatan. Pada survei awal
sebagian besar siswa kesulitan melafalkan kata-kata dengan tepat sehingga
memaksa pendengar harus mendengarkan dengan teliti ucapannya dan
sekali-kali timbul salah pengertian. Namun setelah diterapkanya metode
diskusi kelompok, kemampuan pelafalan siswa meningkat, sebagian besar
siswa hanya sedikit melakukan kesalahan pelafalan.
b) Intonasi
Dari hasil tes berpidato siswa, dalam tiap siklus diketahui bahwa
kemampaun intonasi siswa saat menuturkan kalimat pidato mengalami
peningkatan. Sebagian besar siswa membuat sedikit sekali kesalahan
intonasi saat menuturkan kalimat pidato sehingga makna kalimat pidato
yang dituturkan siswa saat berpidato mudah dipahami oleh pendengar.
Peningkatan kemampuan aspek intonasi tersebut tampak dalam skor
capaian siswa pada tabel nilai Siklus III di atas. Siswa dalam menuturkan
kalimat pidato sering membuat kesalahan intonasi sehingga sewaktu-
waktu mengaburkan arti. Setelah siklus berlangsung banyak siswa yang
membuat sedikit sekali kesalahan intonasi saat menuturkan kalimat pidato.
101
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan
kemampuan intonasi pada sebagian besar siswa.
c) Nada
Aspek nada yang ditunjukkan sebagian besar siswa mengalami
peningkatan dari siklus ke siklus. Siswa sudah mampu membawakan nada
(lagu kalimat) dengan variatif dan tidak monoton. Hal ini tentu berbeda
dibandingkan dengan kemampuan nada siswa sebelum siklus. Sebagian
nada siswa saat berpidato masih terdengar monoton.
d) Sikap
Siswa sudah mampu memperlihatkan dengan baik gerak anggota
tubuh saat berpidato. Sebelum siklus, sikap yang diperlihatkan sejumlah
siswa menunjukkan ketidaksesuaian antara gerak-gerik yang dilakukan
dengan ekspresi yang sedang dibawakan. Kemampuan aspek sikap
sejumlah siswa mengalami peningkatan. Hal ini diindikatori oleh
meningkatnya nilai sebagian besar siswa pada aspek ini.
e) Kelancaran/kefasihan
Aspek kelancaran dan kefasihan yang ditunjukkan oleh siswa
termasuk salah satu aspek penilaian yang meningkat. Sebelum tindakan
siswa masih terhenti saat berpidato di depan kelas, pembicaraan sering
tersendat-sendat yang menyebabkan kelancaran berpidato terganggu.
Setelah dilakukan tindakan dari siklus ke siklus siswa semakin lancar
dalam berpidato. Siswa sudah jarang melakukan penghentian-penghentian
di tengah-tengah pidato yang ditampilkan.
3. Perolehan Nilai Keterampilan berbicara (berpidato) Siswa Meningkat
Dari nilai survei awal, diketahui bahwa keterampilan berbicara
(berpidato) siswa masih tergolong rendah. Hal ini terlihat dari capaian nilai
tes berpidato siswa. Pada kegiatan survei awal diketahui bahwa hanya 1
siswa atau 2% dari jumlah siswa (48) yang mencapai batas minimal
ketuntasan belajar (65). 47 siswa yang lain belum mampu mencapai batas
minimal ketuntasan belajar tersebut atau 98% dari jumlah siswa. Kisaran
nilai yang dicapai siswa yaitu antara 45 – 70, dengan nilai rata-rata 54,67.
102
Pada tes berpidato Siklus I, 26 siswa sudah mencapai Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) atau 54 % daru jumlah siswa, dan sisanya 22 siswa atau
46% dari jumlah siswa belum mencapai kriteria ketuntasan minimal.
Kisaran nilai yang dicapai antara 52-72, dengan nilai rata-rata 66,40. Pada
nilai keterampilan berpidato Siklus II, nilai rata-rata kelas meningkat
sebesar 4,6 poin dari 66,4 menjadi 71,00. Nilai tertinggi yang diraih siswa
adalah 80. Adapun nilai terendah siswa adalah 64. Siswa yang tuntas
meningkat menjadi 37 siswa. Di sisi lain siswa yang belum tuntas turun
menjadi 11 siswa. Pada Siklus III, nilai rata-rata kelas meningkat
dibandingkan dengan nilai keterampilan berpidato Siklus II yaitu menjadi
77,30. Nilai tertinggi yang diraih siswa adalah 92. Adapun nilai terendah
siswa adalah 64. Siswa yang tuntas meningkat menjadi 47 siswa. hanya 1
siswa yang belum mengalami katuntasan belajar. Peningkatan
keterampilan berpidato siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan
tercermin dari perolehan nilai berpidato pada Siklus II berikut ini.
Berikut ini peningkatan skor siswa dari siklus ke siklus.
Peningkatan nilai keterampilan berpidato siswa
No
Nama
NILAI
Keterangan
Survei Awal Siklus I
Siklus II
Siklus III
1 Agus Mulyono 55 64 68 76 Meningkat 2 Ari Ruliyanto 50 68 76 84 Meningkat 3 Diah Rahayu 52 64 64 72 Meningkat 4 Dwi Setia N 70 72 76 84 Meningkat 5 Ernawati 50 68 72 80 Meningkat 6 Etriana Dewi 45 60 64 72 Meningkat 7 Heri Supriyanto 52 64 68 76 Meningkat 8 Indarti 52 72 80 88 Meningkat 9 Jayanti 48 72 80 88 Meningkat
10 Jiwo Surahno 52 68 84 92 Meningkat 11 Novi Wulandari 50 64 68 76 Meningkat 12 Praptiwi 50 64 68 72 Meningkat 13 Presdiyan AP 50 68 72 76 Meningkat
103
14 Risky Ichwan Z 55 68 76 80 Meningkat 15 Sabekti 60 64 68 72 Meningkat 16 Saras Triwardi 52 68 72 76 Meningkat 17 Sari Haryanti 55 72 80 88 Meningkat 18 Sri Wartini 50 64 72 80 Meningkat 19 Sujiyani 55 60 64 68 Meningkat 20 Suparti 57 68 72 80 Meningkat 21 R. Aprianingsih 52 64 64 68 Meningkat 22 Sri Sugiyatmi 55 68 72 80 Meningkat 23 Sugiyarti 65 72 80 88 Meningkat 24 Rake Devi M 60 72 76 84 Meningkat 25 Alpenikus 58 68 72 80 Meningkat 26 Sadiyah 50 64 68 76 Meningkat 27 Budiyono 62 72 80 84 Meningkat 28 Candra W. 55 68 72 80 Meningkat 29 Pita Nur I. 60 72 80 84 Meningkat 30 Wahyu P. 65 76 76 80 Meningkat 31 Suharsono 50 64 64 68 Meningkat 32 Bagus Prasetyo 60 72 80 84 Meningkat 33 Hartoto 60 72 76 84 Meningkat 34 Amir Yulianto 62 72 76 84 Meningkat 35 Anggun W.P. 52 64 68 72 Meningkat 36 Sutarso 58 60 64 68 Meningkat 37 Subianto 50 64 68 72 Meningkat 38 Yesi Lina Ningsih 50 68 68 72 Meningkat 39 Sri Wahyuni 45 52 56 64 Meningkat 40 Moh. Saifudin 48 56 60 68 Meningkat 41 Novi Eko S. 60 68 68 76 Meningkat 42 Hary Setiawan 52 60 64 68 Meningkat 43 Yoga Rolado 65 72 76 84 Meningkat 44 Muklas U. 55 64 68 76 Meningkat 45 Nur Sa'ad A. 50 60 64 68 Meningkat 46 Dedi Susanto 55 68 72 76 Meningkat 47 Trisno Suparjo 58 64 68 72 Meningkat 48 Diyah Ayu P. 52 60 64 68 Meningkat 54,67 66,4 71,00 77,30
Berdasarkan hasil tes berpidato yang terdapat pada tabel tersebut, mulai
dari survei awal sampai Siklus III2, dapat dikatakan bahwa keterampilan berbicara
104
(berpidato) siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan mengalami
peningkatan. Teknik-teknik berpidato seperti lafal, nada, intonasi, sikap, dan
kelancaran/kefasihan sudah dapat diterapkan dengan baik oleh sebagian besar
siswa. Hal tersebut berimbas pada meningkatnya nilai berpidato siswa. Mengacu
pada hasil tes berpidato Siklus III dapat dikatakan bahwa terjadi peningkatan
keterampilan berbicara (berpidato) melalui penerapan metode diskusi kelompok
pada siswa kelas VII SMA Bung Karno Karangpandan tahun ajaran 2007/2008.
Persentase Peningkatan Kualitas Proses dan Hasil Pembelajaran berbicara
(berpidato).
No. Kegiatan Siswa Persentase
Siklus I Siklus II Siklus
III
1.
KEAKTIFAN
Keakaktifan siswa selama apersepsi
Keaktifan siswa selama mengikuti
pembelajaran
35%
55%
75%
2. MINAT DAN MOTIVASI
Keberanian siswa berpidato di depan
kelas, perhatian terhadap proses
pembelajaran.
65% 75% 85%
4. NILAI KETERAMPILAN
BERPIDATO
Mendapatkan nilai ketuntasan belajar
(mendapat nilai ≥ 65)
54%
77% 98%
KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan hasil penelitian ini secara singkat yakni terdapat peningkatan
kualitas pembelajaran baik proses maupun hasil berbicara pada siswa kelas XII
SMA Bung Karno Karangpandan Karanganyar sebagai berikut ini.
1. Peningkatan Kualitas Proses Pembelajaran
105
Peningkatan kualitas proses pembelajaran tersebut, antara lain dengan
meningkatnya:
a. jumlah siswa yang berani tampil berbicara karena siswa tidak malu, takut, dan
grogi sewaktu diminta tampil berbicara di depan kelas meningkat. Oleh karena
itu, waktu pembelajaran berbicara menjadi lebih efektif. Hal ini merupakan
indikasi meningkatnya minat dan motivasi belajar siswa yang meningkat
menjadi 85% (41 siswa dari 48 siswa).;
b. jumlah siswa yang aktif dalam kegiatan pembelajaran meningkat sebesar 75%
(36 siswa dari keseluruhan siswa yang berjumlah 48 siswa).
2. Peningkatan Kualitas Hasil Pembelajaran
Peningkatan kualitas hasil pembelajaran ditandai dengan meningkatnya
jumlah siswa yang mencapai batas ketuntasan, yaitu pada siklus I adalah 26 siswa
dari 48 siswa (54%). Pada siklus II menjadi 37 siswa (77%) dan meningkat lagi
pada siklus III, yaitu 48 siswa (98%).
Saran
Berkaitan dengan simpulan di atas, maka dapat diajukan saran sebagai
berikut.
1. Bagi Siswa
a. Siswa diharapkan dapat bekerja sama selama kegiatan diskusi kelompok dan
dapat memanfaatkan kelompoknya sebagai mitra belajar.
b. Siswa diharapkan mengasah keterampilan berbicara yang dimiliki karena
keterampilan berbicara sangat penting untuk mengembangkan keterampilan
berbahasa lain.
c. Siswa yang harus dapat secara intens terlibat dalam kelompoknya.
2. Bagi Guru
a. Guru hendaknya membimbing kelompok siswa yang mengalami kesulitan
sewaktu berdiskusi dengan mendekati tiap-tiap kelompok secara personal agar
tercipta komunikasi dua arah antara guru dan siswa sehingga membangun
kedekatan emosional .
b. Guru hendaknya memotivasi siswa agar aktif selama proses pembelajaran.
106
c. Guru hendaknya membangun paradigma pembelajaran yang berpusat pada
siswa dengan menerapkan metode diskusi kelompok.
3. Bagi Sekolah
a. Hendaknya pihak sekolah selalu memberi motivasi kepada guru dengan jalan
antara lain memberi penghargaan kepada guru yang menunjukkan kinerjanya
dengan baik.
b. Hendaknya sekolah berupaya untuk selalu menciptakan iklim kerja yang
kondusif melalui suasana yang harmonis dan komunikasi yang terbuka.
4. Bagi Peneliti
a. Metode diskusi kelompok dapat diterapkan di kelas lain maupun di sekolah
lain, terutama di kelas dengan jumlah siswa yang banyak.
b. Bagi peneliti yang ingin menerapkan metode diskusi kelompok dapat bekerja
sama dan berkolaborasi dengan guru yang mengalami permasalahan dalam
pembelajaran berbicara.
DAFTAR PUSTAKA Burhan Nurgiyantoro. 2001. Kajian Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press. Curt Reese dan Terri Wells. 2007. Teaching Academic Discussion Skills with a
Card Game Journal. Dalam http://sag.sagepub.com. Diakses 18 Agustus 2009.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Mengelola Kelas Inklusif dengan Pembelajaran yang Ramah. Dalam http://www.idp-europe.org/toolkit/ Buku-5.pdf, diakses pada 28 April 2007.
___________. 2003. Buku Panduan Pengembangan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta: Media Pusaka.
__________ . 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei 2006 Standar Isi Kerangka Dasar & Struktur Kurikulum. Jakarta: Depdiknas.
Dimyati dan Mudjiyono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
107
Djago Tarigan. 1992. Materi Pokok Pendidikan Bahasa Indonesia I Buku II.4 Modul 1-6. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Enco Mulyasa. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan: Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Erizal Gani. 2000. Efektivitas Pengajaran Menulis Bahasa Indonesia bagi
Penutur Asing. Studi Kasus pada Seorang Pelajar dari Belanda, Dalam www.iaif.edu/bipa/april 2000/perananguru/html, diakses 7 Juni 2007.
Gorys Keraf. 2001. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Berbahasa, cet.
XII. Ende: Nusa Indah.
Hassibuan, J.J.Ibrahim, Toenlioe,A.J.E..1994. Proses Belajar Mengajar: Keterampilan Dasar Mengajar Mikro. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Henry Guntur Tarigan. 1985. Berbicara: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Penerbit Angkasa. __________________.1986. Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung:CV Angkasa
. 1989. Pengajaran Kosakata. Bandung: Angkasa
Hidayat, 2000. Efektifitas Pengajaran Menulis Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing. Studi Kasus pada Seorang Pelajar dari Belanda, Dalam www.ialf.edu/bipa/april2000/perananguru/html, diakses 7 Juli 2008.
Lilies Gartika. 2007. Diskusi, Terbaik Tingkatan Kemampuan Berbicara, dalam
www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/042007/92/99forumguru.htm, diakses 7 Juli 2008.
Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S. 1988. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
__________.1991. Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit
Erlangga. M.Peer Mohamed Sardhar . 2008. Strategies for Improving Your Discussion Skills
Journal, dalam http://www.citehr.com/130367-group-discussion-skills-strategies-improving-your-discussion-skills.html. Diakses 9 Desember 2008.
108
Muhajir dan A.Latief. 1995.”Berbicara” dalam Majalah Pengajaran Bahasa dan
Sastra Volume I, Nomor 3 Tahun 1975. Depdikbud: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Nurhadi. 1995. Tata Bahasa Pendidikan: Landasan Penyusunan Buku Pelajaran
Bahasa. Semarang: IKIP Semarang Press. Sabarti Akhadiah M.K., Maidar G. Arsjad, Sakura H. Ridwan, Zulfahnur Z.F.,
dan Mukti U.S. 1992. Bahasa Indonesia I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sirait, Bistok. 1997. Pengujian Bahasa Lisan: Sebuah Buku Pegangan untuk
Teknik Pengujian Lisan. Medan: FPBS-IKIP Medan. Siti Syoviyah. 2000. “Peningkatan Kualitas Keterampilan Berbicara Siswa Kelas I
SLTP Muhammadiyah 2 Karanganyar Tahun Pelajaran 1999/2000.” Tugas Akhir. Surakarta (Tidak Dipublikasikan) FKIP UNS.
Slavin, Robert E.. 1995. Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice.
Boston: Allyn and Bacon.
Suharsimi Arikunto, Suhardjono, dan Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Suharyanti. 1996. Berbicara (IND. 202) BPK FKIP-PBS-Indonesia. Surakarta:
UNS Press.
Supriyadi. 2005. “Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas Rendah Sekolah Dasar.“ Lingua: Jurnal Bahasa dan Sastra. No. 2 (6): 178-195. Palembang: PSPB-Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya.
Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press. Suwarna. 2005. Pengajaran Mikro. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Suwarsih Madya. 2006. Teori dan Praktik Penelitian Tindakan (Action Research).
Bandung: Alfabeta Vallete, Rebecca M. 1997. Modern Language Testing. New York : Harcourt
Brace Javanovic.
109
Judul :UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE DISKUSI KELOMPOK PADA SISWA KELAS XII SMA BUNG KARNO KARANGANYAR TAHUN AJARAN 2008-2009 (Penelitian Tindakan Kelas) (Effort to Improve the Quality of Skill Talks Study Passing Group Discussion Method to the Second Year Student of SMA Bung Karno Karanganyar 2008/2009)
110
(Classroom Actions Research)
Nama penulis : Nyiastuti Dwi Agustina
Alamat : Gondang 003/009 Nawangan Pacitan
Email : [email protected]
BAB I
PENDAHULUAN
111
A. Latar Belakang Masalah
Keterampilan berbahasa meliputi empat keterampilan dasar, yaitu:
menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan tersebut
memiliki hubungan satu dengan yang lainnya, dan saling mendukung. Henry
Guntur Tarigan (1986: 2) menyatakan bahwa keterampilan berbahasa biasanya
diperoleh manusia secara berurutan. Keterampilan berbahasa yang pertama kali
dikuasai manusia adalah menyimak dan berbicara baru kemudian membaca dan
menulis. Keterampilan menyimak dan berbicara dipelajari sebelum memasuki
jenjang sekolah, sedangkan membaca dan menulis dipelajari saat memasuki
jenjang sekolah.
Pembelajaran bahasa Indonesia lebih diarahkan agar siswa mampu dan
terampil menggunakan bahasa Indonesia secara komunikatif. Sementara itu,
keterampilan berbahasa meliputi keterampilan mendengarkan (menyimak),
berbicara, membaca, dan menulis. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa untuk
pembelajaran bahasa lebih ke performansi berbahasa secara konkret atau berupa
unjuk kerja mempergunakan bahasa dalam konteks tertentu sesuai dengan fungsi
komunikatif bahasa daripada sekedar memiliki pengetahuan tentang kebahasaan.
Konteks performansi berbahasa dapat bersifat formal dan non formal, dan dari
segi bentuk bahasa yang dipergunakan akan berupa bahasa ragam formal dan non
formal. Berkaitan dengan masalah di atas, jelas bahwa untuk keperluan
pembelajaran dan pengembangan soal-soal ujian bahasa Indonesia lebih
ditekankan pada bahasa ragam formal (Depdiknas, 2003: 4).
Keterampilan berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa
lisan yang penting untuk dikuasai oleh siswa SMA. Pentingnya keterampilan
berbicara dalam komunikasi diungkapkan oleh Ellis, dkk. (dalam Supriyadi,
2005:178) bahwa apabila seseorang memiliki keterampilan berbicara yang baik,
dia akan memperoleh keuntungan sosial maupun professional. Keuntungan sosial
berkaitan dengan kegiatan interaksi sosial antar individu. Adapun keuntungan
professional akan diperoleh sewaktu menggunakan bahasa untuk membuat
pernyataan-pernyataan, menyampaikan fakta-fakta dan
pengetahuan, menjelaskan serta mendiskripsikan. Keterampilan 1
112
berbahasa lisan tersebut akan memudahkan siswa berkomunikasi dan
mengungkapkan ide atau gagasan kepada orang lain (Nurhadi, 1995: 342).
Senada dengan pendapat di atas, Faris (dalam Supriyadi, 2005: 178)
berpendapat bahwa pembelajaran keterampilan berbicara penting diajarkan karena
dengan keterampilan berbicara seorang siswa akan mampu mengembangkan
kemampuan berpikir, membaca, menulis, dan menyimak. Kemampuan berpikir
tersebut akan terlatih ketika mereka mengorganisasikan, mengonsepkan,
mengklarifikasikan, dan menyederhanakan pikiran, perasaan, dan ide kepada
orang lain secara lisan. Dengan kata lain, melalui praktik berbicara, siswa akan
dilatih keberaniannya untuk berbicara di depan umum dan dituntut terampil
berbicara guna mengekspresikan pengetahuan serta pengalamannya secara lisan,
menyalurkan daya emosional dan imajinasi siswa, serta mengembangkan daya
apresiasi siswa terhadap segala informasi yang diperoleh sesuai dengan
perkembangan jiwanya.
Akan tetapi, pada kenyataannya keterampilan berbicara siswa SMA
termasuk siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan, Karanganyar belum
memadai. Berdasarkan hasil diskusi dengan guru kelas XII SMA Bung Karno
Karangpandan, Karanganyar dapat dinyatakan bahwa siswa belum mampu
berbicara dalam bahasa Indonesia yang runtut, baik dan benar. Keterampilan
berbicara yang belum memadai tersebut disebabkan pembelajaran berbicara yang
selama ini dilakukan oleh guru masih kurang optimal. Hal ini diindikasikan oleh
beberapa fakta berikut.
Pertama, waktu pertemuan dalam proses pembelajaran berbicara yang
hanya 90 menit dalam satu kali pertemuan, masih kurang cukup untuk
dilaksanakannya pembelajaran berbicara, sedangkan jumlah siswa cukup banyak,
yaitu 48 siswa. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas XII dapat
disimpulkan bahwa jumlah siswa yang cukup banyak tersebut menyebabkan
waktu pembelajaran berbicara cukup lama karena siswa berbicara, dalam
mengungkapkan pendapatnya secara individu. Padahal, guru masih harus
menyelesaikan materi lain yang tentunya juga akan menyita perhatian guru dan
waktu pembelajaran. Oleh karena itu, tidak semua siswa mendapat kesempatan
113
mengemukakan pendapatnya di depan kelas. Kurangnya waktu pembelajaran
tersebut menyebabkan guru kurang memberikan perhatian terhadap pembelajaran
berbicara. Pembelajaran berbicara yang kurang mendapat perhatian tersebut dapat
dilihat dari metode yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Metode
yang digunakan adalah siswa berbicara, dalam mengungkapkan pendapatnya
secara individu sehingga menyita waktu pembelajaran Bahasa Indonesia yang
hanya 90 menit tiap pertemuan.
Kedua, guru sulit menugasi siswa untuk mengapresiasikan pendapat di
depan kelas. Bertolak dari hasil wawancara dengan guru, kendala yang dialami
guru yaitu sewaktu menghadapi siswa yang merasa takut atau kurang percaya diri
apabila diberi tugas menanggapi atau mengutarakan pendapat mengenai satu
masalah yang sedang dibahas di depan kelas. Hal ini seperti yang disampaikan
oleh Lilies Gartika (2007: 1) bahwa guru masih kesulitan dalam mengajarkan
keterampilan berbicara. Mereka mengemukakan kesulitan tersebut terutama
sewaktu memberi tugas kepada siswa tampil berbicara. Pada umumnya, siswa
yang tidak berani tampil tersebut adalah siswa yang mengalami beberapa masalah
sewaktu tampil berbicara, seperti takut, lupa, dan grogi sewaktu berbicara di
depan teman-temannya. Akibatnya keterampilan berbicara siswa tidak
dikembangkan secara optimal.
Pada umumnya, siswa yang aktif berpendapat adalah siswa yang
mempunyai keberanian lebih dibandingkan dengan siswa yang lain. Keberanian
dalam mengemukakan pendapat yang berbeda-beda tersebut disebabkan oleh
potensi keterampilan berbicara mereka relatif bervariasi. Ada sejumlah siswa yang
sudah mampu menyatakan keinginan, menanggapi dan mengungkapkan
pendapatnya pada satu masalah yang sedang dibahas secara lancar. Pada sebagian
siswa yang lain, ada yang belum mampu menyatakan pendapatnya secara runtut
dan beberapa aspek yang harus dikuasai oleh seorang pembicara yang baik belum
ditampakkan oleh siswa, seperti lafal, nada, intonasi, kelancaran dan kefasihan,
tata bahasa, diksi, dan lain-lain., bahkan di antaranya ada yang gagap dalam
menyampaikan pendapatnya. Sebagaimana disebutkan oleh Djago Tarigan (1992:
143), ada sejumlah siswa masih merasa takut berdiri di hadapan teman sekelasnya.
114
Bahkan tidak jarang terlihat beberapa siswa berkeringat dingin, berdiri kaku, lupa
yang akan dikatakan apabila ia berhadapan dengan sejumlah siswa lainnya.
Ketiga dari hasil nilai tes survei awal keterampilan berbicara siswa di atas
dapat dikatakan bahwa keterampilan siswa berbicara sangat memprihatinkan. Dari
48 siswa yang sudah mencapai batas ketuntasan minimal belajar hanya satu (1)
atau 1% dari jumlah keseluruhan siswa (48). Sedangkan 98% (47) siswa yang lain
belum mencapai ketuntasan belajar. Rentangan nilai 45-70, dan nilai rata-rata
kelas adalah 54, 67. Nilai rata-rata kelas ini jauh dari nilai ketuntasan rata-rata
kelas yaitu 70. Selain itu pada proses pembelajaran pun menunjukkan kualitas
yang kurang memadai. Hasil observasi yang peneliti lakukan pada saat survei
awal terungkap dengan jelas bahwa siswa menunjukkan sikap kurang peduli pada
saat berlangsungnya pembelajaran berbicara. Saat proses pembelajaran
berlangsung, siswa terlihat pasif. Beberapa siswa memang tampak memperhatikan
keterangan guru namun tidak sedikit pula siswa yang sibuk beraktivitas sendiri.
Dari hasil pantauan peneliti dengan lembar observasi, diketahui 24 siswa
atau 50% dari keseluruhan siswa di kelas tersebut kurang memiliki minat dan
motivasi mengikuti pembelajaran. Sementara itu, keaktifan siswa hanya 29 % dari
jumlah keseluruhan siswa atau 14 siswa.
Dari fakta hasil survei awal membuktikan bahwa proses maupun hasil
pembelajaran berbicara pada siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan
masih jauh dari harapan. Dilihat dari segi proses pembelajaran meunjukkan bahwa
pembelajaran berbicara yang selama ini berjalan kurang kondusif. Hal ini dapat
dilihat dari kurangnya minat dan motivasi serta keaktifan siswa dalam mengikuti
pembelajaran berbicara. Tentu saja masalah pertama tersebut memunculkan
masalah kedua, yaitu hasil atau nilai keterampilan berbicara siswa yang turut
memprihatinkan. Oleh karena itu perlu adanya terapi untuk mengatasi penyakit
pembelajaran tersebut
Selain dari nilai tersebut, indikator yang lain yang menunjukkan bahwa
keterampilan berbicara siswa masih rendah adalah sebagian besar sikap siswa
masih kurang tepat waktu berbicara, kelancaran berbicara siswa masih kurang,
bahasa yang digunakan masih kurang baik dan benar, serta dalam menanggapi
115
atau mengungkapkan pendapat yang disampaikan masih kurang runtut. Berkaitan
dengan kegiatan pembelajaran berbicara di SMA, Supriyadi (2005: 179)
mengungkapkan bahwa banyak siswa kelas tinggi belum lancar berbicara dalam
bahasa Indonesia. Siswa yang belum lancer berbicara tersebut dapat disertai
dengan sikap siswa yang pasif, malas berbicara sehingga siswa merasa takut salah
dan malu, atau bahkan kurang berminat untuk berlatih berbicara di depan kelas.
Ketiga fakta di atas menunjukkan kualitas proses dan hasil pembelajaran
yang dilaksanakan oleh guru masih kurang optimal. Oleh karena itu, dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya pembelajaran keterampilan berbicara
di SMA Bung Karno Karangpandan, Karanganyar dibutuhkan perbaikan yang
dapat mendorong siswa secara keseluruhan agar aktif dalam menanggapi ataupun
mengemukakan pendapat di depan kelas. Adapun upaya yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar berbicara adalah dengan
menggunakan metode diskusi kelompok yang memberi kesempatan kepada siswa
untuk dapat mengungkapkan pendapat di hadapan teman-temannya secara
berkelompok dan menjadikan kelompok sebagai sarana yang efektif untuk belajar.
Dengan metode diskusi ini, guru dapat mengefektifkan waktu
pembelajaran karena siswa dapat belajar dengan efektif dengan mendapatkan
feedback dari teman-teman pada kelompoknya masing-masing. Selain itu siswa
juga akan dapat mengembangkan pendapat atau idenya masing-masing.
Sebagaimana pendapat M.Peer Mohamed Sardhar (2008: 3) bahwa “Pause to
allow quieter students a chance to contribute”. Guru sebaiknya mencoba untuk
tidak mendominasi diskusi,agar siswa mendapat kesempatan untuk berkontribusi.
Pendapat lain mengenai diskusi kelompok diungkapkan oleh De Vita
(dalam Curt Reese dan Terri Wells, 2007: 2), yaitu “the difficulty that their
students may encounter in university classrooms and help to prepare them to be
able to participate in classroom discussions”. Dia menjelaskan bahwa guru harus
menyadari jika siswa mereka mungkin kesulitan dalam menghadapi pelajaran,
oleh karena itu guru harus membantu menyiapkan mereka untuk dapat
berpartisipasi dalam diskusi kelas.
116
Keunggulan lain dari metode diskusi dalam proses pembelajaran
berbicara adalah siswa menganalisis bahan pembelajaran secara berkelompok
sehingga diharapkan siswa tidak merasa takut, malu, ataupun lupa dengan apa
yang akan disampaikan. Dengan demikian, mereka dapat saling memotivasi dan
menumbuhkembangkan kerjasama dan kekompakan pada diri siswa. Berkaitan
dengan hal ini Hassibuan, dkk. (1994: 101) menyatakan bahwa tujuan penggunaan
diskusi kelompok dalam proses belajar-mengajar di kelas, disamping sebagai alat
untuk mencapai tujuan instruksional, juga dimaksudkan untuk memperoleh
berbagai keuntungan yang lain. Keuntungan-keuntungan itu antara lain siswa
dapat saling urun informasi atau pengalaman dalam menjelajahi gagasan baru atau
masalah yang harus dipecahkan oleh mereka, dapat mengembangkan kemampuan
untuk berpikir dan berkomunikasi, serta keterlibatannya dalam perencanaan dan
pengambilan keputusan dapat meningkat.
Salah satu keterampilan berbicara yang harus dikuasai oleh siswa kelas
XII SMA adalah keterampilan berpidato dengan kompetensi dasar Berpidato
tanpa teks dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat. Indikator yang
harus dikuasai siswa antara lain: (1) menulis teks pidato dengan tema tertentu; (2)
membawakan pidato dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat; (3)
mencatat hal-hal yang perlu diperbaiki dari pidato yang disampaikan teman; (4)
memperbaiki cara berpidato dan isi pidato berdasarkan catatan atau masukan
teman. Dari uraian di atas, peneliti terdorong untuk melaksanakan penelitian
tindakan kelas sebagai usaha perbaikan kualitas proses dan hasil pembelajaran
berbicara khususnya pada kompetensi berpidato pada siswa di SMA Bung Karno
Karangpandan, Karanganyar dengan menerapkan metode diskusi kelompok.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut ini.
117
1. Apakah dengan menerapkan metode diskusi kelompok dapat meningkatkan
kualitas proses pembelajaran keterampilan berbicara pada siswa kelas XII
SMA Bung Karno Karangpandan, Karanganyar?
2. Apakah dengan menerapkan metode diskusi kelompok dapat meningkatkan
kualitas hasil pembelajaran keterampilan berbicara pada siswa kelas XII SMA
Bung Karno Karangpandan, Karanganyar?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
meningkatkan:
1. Kualitas proses pembelajaran keterampilan berbicara dengan menerapkan
metode diskusi kelompok pada siswa kelas XII SMA Bung Karno
Karangpandan, Karanganyar;
2. Kualitas proses pembelajaran keterampilan berbicara dengan menerapkan
metode diskusi kelompok pada siswa kelas XII SMA Bung Karno
Karangpandan, Karanganyar.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat peneliti sampaikan terbagi dalam manfaat
praktis dan teoretis.
1. Manfaat teoretis
Secara teoretis hasil penelitian dapat dimanfaatkan untuk:
a. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan untuk referensi penelitian
selanjutnya yang berhubungan dengan keterampilan berbicara.
b. Sebagai pengembangan bahan ajar berbicara dalam mata pelajaran
Bahasa Indonesia.
c. Memberikan inovasi dalam pembelajaran berbicara dengan metode
diskusi kelompok.
d. Sebagai fakta pembelajaran berbicara dengan metode diskusi kelompok.
2. Manfaat Praktis
118
a. Bagi Guru
1) Meningkatkan kinerja guru karena dengan metode diskusi kelompok dapat
mengefektifkan waktu pembelajaran berbicara.
2) Metode diskusi kelompok sebagai sarana bagi untuk memotivasi siswa agar
lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran berbicara.
3) Menciptakan pembelajaran yang inovatif dan menyenangkan sehingga dapat
menarik perhatian siswa.
b. Bagi Siswa
1) Dapat meningkatkan kualitas pembelajaran berbicara siswa.
2) Memberikan pengalaman belajar yang menarik dan berkesan pada siswa
sehingga siswa mampu mengonstruksi berbagai keterampilan berbicara
dengan baik.
BAB II
LANDASAN TEORI
119
A. Tinjauan Pustaka
1. Hakikat Keterampilan Berbahasa Indonesia
a. Pengertian Keterampilan Berbahasa Indonesia
Pada prinsipnya bahasa Indonesia merupakan sebuah fakta sosial, sarana
komunikasi, dan pendekatan pembelajaran bahasa dan sastra yang dipergunakan
sehingga keduanya saling terkait. Pada satu sisi bahasa Indonesia merupakan
sarana komunikasi, dan sastra merupakan salah satu hasil budaya yang
menggunakan bahasa sebagai alat kreativitasnya, sedangkan pada sisi lain bahasa
dan sastra Indonesia sebaiknya diajarkan kepada siswa melalui pendekatan
tertentu sesuai dengan hakikat dan fungsinya. Pendekatan pembelajaran bahasa
lebih menitikberatkan aspek performansi atau kinerja bahasa dan fungsi bahasa
sehingga pendekatan yang tepat digunakan adalah pendekatan komunikatif
(Depdiknas, 2003: 2-3).
Selanjutnya Depdiknas (2006: 4) menjelaskan bahwa secara garis besar
keterampilan berbahasa yang terealisasikan kedalam wujud performansi bahasa
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu keterampilan berbahasa bersifat: (1) reseptif,
yaitu penggunaan bahasa untuk memahami pesan, pendapat, perasaan dan
sebagainya yang disampaikan oleh orang lain, yang dapat berupa kegiatan
mendengarkan dan membaca, dan (2) produktif, adalah penggunaan bahasa untuk
mengomunikasikan pesan, gagasan, perasaan, dan sebagainya kepada orang lain,
yang dapat berupa kegiatan berbicara dan menulis. Keempat kegiatan berbahasa
tersebut dikenal dengan sebutan empat keterampilan berbahasa (language skill),
dan karakteristik keempat keterampilan tersebut diuraikan secara singkat satu per
satu di bawah ini.
1. Kemampuan Mendengarkan (menyimak)
Kemampuan mendengarkan atau keterampilan mendengarkan sering
dikatakan sebagai keterampilan menyimak, yaitu kemampuan memahami
gagasan, pendapat, perasaan, dan sebagainya dari pihak lain yang disampaikan
lewat suara, baik langsung lewat media tertentu. Sesuai dengan fungsi
komunikatif bahasa, kegiatan pembelajaran dan pengembangan soal ujian 9
120
keterampilan mendengarkan sebaiknya ditekankan pada pengungkapan
keterampilan siswa memahami bahasa lisan.
2. Kemampuan Berbicara
Kemampuan berbicara atau keterampilan berbicara adalah kemampuan
mengungkapkan gagasan, pendapat, dan perasaan kepada pihak lain secara lisan.
Ketepatan pengungkapan gagasan, pendapat, perasaan sebaiknya didukung oleh
penggunaan bahasa yang secara tepat, dalam arti sesuai dengan kaidah bahasa
yang berlaku.
3. Kemampuan Membaca
Kemampuan atau keterampilan membaca adalah kemampuan memahami
gagasan, pendapat, perasaan, dan sebagainya dari pihak lain yang disampaikan
lewat tulisan. Pengukuran atau pengembangan soal-soal keterampilan menyimak
sebaiknya menunjang fungsi komunikatif bahasa, khususnya bahasa tulis.
4. Kemampuan Menulis
Kemampuan atau keterampilan menulis adalah kemampuan
mengungkapkan gagasan, pendapat, dan perasaan kepada pihak lain dengan
melalui bahasa tulis. Ketepatan pengungkapan gagasan harus didukung oleh
ketepatan bahasa yang digunakan. Selain komponen kosakata dan gramatikal,
ketepatan kebahasaan juga sebaiknya didukung oleh konteks dan penggunaan
ejaan.
Sebagai bahasa nasional bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang
kebanggaan kebangsaan, lambang identitas nasional, alat pemersatu, dan alat
komunikasi antar daerah dan kebudayaan. Sebagai lambang kebangsaanbahasa
Indonesia mampu mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa
kebanggaan kita.
Berdasarkan uraian di atas, selanjutnya dapat dikatakan bahwa sesuai
dengan karakteristiknya pembelajaran bahasa Indonesia sebaiknya meliputi tiga
komponen, yaitu: (1) bahasa sebagai alat komunikasi atau merupakan komponen
performansi (kinerja, untuk kerja) kebahasaan, (2) bahasa sebagai sebuah sistem
keilmuan atau berupa komponen kompetensi kebahasaan, dan (3) apresiasi sastra
121
sebagai suatu bentuk karya seni. Dengan demikian, pengujian bahasa dan sastra
Indonesia juga berorientasi kepada ketiga hal di atas (Depdiknas, 2003: 3).
Dalam proses belajar-mengajar terjadi komunikasi timbal-balik atau
komunikasi dua arah antara guru dan siswa atau antara siswa dengan siswa.
Semua kegiatan yang terjadi ini merupakan kegiatan berbahasa, maksudnya guru
bukan hanya sekedar menguasai materi yang diajarkannya, tetapi guru tersebut
juga berperan sebagai guru bahasa. Melalui bahasa seorang pengajar berusaha
melatih anak didiknya memakai istilah-istilah dalam bidang disiplin tertentu,
membentuk pemikiran yang logis, dan melatih memahami buku yang digunakan.
Proses belajar-mengajar akan berjalan dengan efektif kalau bahasa yang
digunakan betul-betul berfungsi dalam proses interaksi antara guru dan siswa.
Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S. (1988: 12), menyatakan kalau peranan
guru lebih dominan, anak didik menjadi pasif, sehingga tidak akan menumbuhkan
motivasi. Siswa hendaknya selalu dirangsang untuk selalu bertanya, berpikir
kritis, dan mengemukakan argumentasi-argumentasi yang meyakinkan dalam
mempertahankan pendapatnya. Dengan kata lain mendorong siswa berpikir dan
bertindak kreatif.
Gorys Keraf (2001: 7), menjelaskan bahwa latihan kemampuan atau
kemahiran pertama-tama bermaksud untuk menggelar dan mengembangkan
potensi-potensi pribadi. Dengan latihan-latihan yang intensif, kita akan
memperoleh keahlian bagaimana menggunakan daya pikir secara efektif,
menguasai struktur bahasa dan kosakata secara meyakinkan, menggunakan suara
dan artikulasi bahasa yang tepat, bagaimana menggunakan gerak-gerik, isyarat
dan air muka sesuai dengan suasana dan isi pembicaraan. Latihan-latihan ini
perlahan-lahan akan memungkinkan kita melahirkan ide, pengetahuan, perasaan
dan lain-lainnya dalam bentuk bahasa yang baik dan lancar, dengan cara yang
teratur dan logis.
Dengan demikian, kemahiran berbahasa akan mendatangkan keuntungan
bagi masyarakat, bila ia dipergunakan sebagai alat komunikasi yang baik terhadap
sesama warga masyarakat, bila ia memungkinkan kita mengembangkan
kesanggupan kita untuk dapat mempengaruhi orang lain dalam mengembangkan
122
kepribadian dan nilai-nilai sosial kepada tingkat yang lebih tinggi dari apa yang
biasa dipakai oleh masyarakat umum.
b. Faktor-faktor Keberhasilan Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA
Pembelajaran Bahasa Indonesia merupakan usaha sadar guru untuk
membuat siswa terampil berbahasa dan memiliki sikap positif terhadap bahasa
Indonesia. Sabarti Akhadiah M.K dkk. (1992: 1-2) menyebutnya sebagai proses
pengubahan perilaku berbahasa siswa sehingga guru harus memahami berbagai
faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran tersebut. Dia menyebutkan
ada lima faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran Bahasa Indonesia,
antara lain; tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, materi pembelajaran, kondisi
siswa, sarana, dan lingkungan sosial. Berikut penjabaran dari kelima faktor di
atas.
1) Tujuan Pembelajaran yang Ingin Dicapai.
Setiap proses pembelajaran yang dilakukan akan selalu memiliki tujuan
yang hendak dicapai. Tujuan tersebut merupakan faktor penentu dalam memilih
materi pembelajaran, menentukan strategi pembelajaran, serta melakukan evaluasi
pembelajaran. Tujuan tersebut mengarah kepada kemampuan yang ditujukan oleh
sejumlah perilaku yang diharapkan, dapat diperlihatkan siswa setelah mengikuti
pelajaran. Secara garis besar, kemampuan tersebut dikelompokkan ke dalam tiga
ranah, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
2) Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran yang diberikan akan mempengaruhi pemilihan
kegiatan belajar yang direncanakan. Hal ini disebabkan oleh metode maupun
strategi dalam pembelajaran setiap pokok bahasan mempunyai karakteristik yang
berbeda. Sebagai contoh pokok bahasan berbicara akan berbeda dalam
penggunaan metode dan strategi pengajarannya dengan pokok bahasan penulis.
3) Kondisi Siswa
Faktor ini turut serta mempengaruhi dan menentukan jenis kegiatan
belajar serta bahan belajar yang dipilih. Kondisi siswa ini merupakan faktor
internal siswa yang turut menentukan keberhasilan proses dan hasil belajar.
123
Dimyati dan Mudjiyono (1999: 236) menyebutkan beberapa faktor internal
tersebut, antara lain: sikap siswa terhadap belajar, motivasi belajar, konsentrasi
belajar, kemampuan siswa dalam mengolah bahan ajar, kemampuan siswa
menyimpan perolehan hasil belajar, kemampuan siswa menggali hasil belajar
yang tersimpan, kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar, rasa percaya diri
siswa, serta tingkat intelejensi. Tentunya siswa memiliki perbedaan dari hal-hal di
atas sehingga mempengaruhi keberhasilan pembelajarannya. Dalam hal ini, guru
perlu memperhatikan perbedaan karakteristik setiap siswa dengan menciptakan
pembelajaran yang bervariasi.
4) Sarana
Sarana merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi keberhasilan
pembelajaran. Sarana pembelajaran tersebut meliputi buku pelajaran, buku
bacaan, alat dan fasilitas laboratorium sekolah, dan berbagai media pengajaran
lainnya. Keterbatasan sarana yang ada akan berpengaruh terhadap kegiatan belajar
yang diselenggarakan.
5) Lingkungan Sosial
Keberhasilan suatu proses pembelajaran tidak hanya dipengaruhi oleh
faktor intern siswa saja, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor ekstern siswa,
yaitu lingkungan sekitar siswa. Faktor lingkungan yang mempengaruhi
keberhasilan pembelajaran mereka, antara lain: keadaan rumah, taraf pendidikan
serta sikap orang tua, jumlah anggota keluarga, perlengkapan belajar di rumah,
dan sebagainya. Agar pembelajaran siswa berhasil dengan baik, perlu adanya
kerjasama antara lingkungan sekolah dengan lingkungan keluarga. Lingkungan
sekolah sebagai pusat pembelajaran dapat menyediakan lingkungan yang
diperlukan, sedangkan lingkungan keluarga dapat membantu terlaksananya
program yang diadakan disekolah.
2. Hakikat Pembelajaran Keterampilan Berbicara
124
a. Pembelajaran Berbicara
Istilah pembelajaran tidak bisa terlepas dengan kegiatan belajar dan
mengajar. Belajar dan mengajar mengacu kepada proses yang terjadi dalam suatu
rangkaian unsur-unsur yang saling terkait antara satu dengan yang lain. Erizal
Gani (2000: 1) berpendapat bahwa belajar berarti berusaha agar memperoleh
kepandaian atau ilmu. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Bruner (dalam
Hidayat, 2000: 3) mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang terjadi
secara bertahap (episode). Episode tersebut terdiri dari informasi, transformasi,
dan evaluasi. Informasi menyangkut materi yang diajarkan, transformasi
berkenaan dengan proses memindahkan materi, dan evaluasi merupakan kegiatan
yang dilakukan untuk melihat sejauh mana keberhasilan proses yang telah
dilakukan oleh pembelajar dan pengajar. Sejalan dengan itu, Gagne (dalam
Hidayat, 2000: 3) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses yang
dilakukan untuk menimbulkan perubahan pada anak didik.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah suatu proses yang dilakukan melalui tahapan-tahapan untuk menambah
ilmu pengetahuan pada peserta didik. Dengan belajar diharapkan peserta didik
mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang bermanfaat. Proses belajar-
mengajar selalu diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan
keterampilan berbicara adalah siswa mampu memberikan informasi lisan tentang
berbagai hal. Kegiatan berbicara yang dapat dikembangkan di kelas adalah bentuk
kegiatan berbicara yang dibuat bersuasana formal maupun nonformal dalam
bentuk berdiskusi kelompok, berpendapat, menceritakan suatu hal, berpidato dan
lain-lain.
Hal yang dapat ditempuh agar siswa dapat mengembangkan keterampilan
berbicaranya adalah:
1) Memberikan kesempatan berbicara sebanyak-banyaknya. Hal ini perlu latihan
praktik yang dilaksanakan secara teratur dan terarah. Jadi, siswa bukan hanya
mengetahui teori berbicara, melainkan mereka berlatih menerapkan teori
tersebut ke dalam kondisi sealamiah mungkin.
125
2) Latihan berbicara dijadikan bagian yang integral dari program pembelajaran
sehari-hari. Karena itu perlu adanya koordinasi antara guru bahasa Indonesia
dengan guru mata pelajaran yang lain dalam hal memberi kesempatan berlatih
berbicara kepada siswa secara aktif berbicara dalam suatu komunikasi
sewajarnya.
3) Menumbuhkan kepercayaan diri. Salah satu hambatan yang dihadapi seorang
siswa adalah kurangnya rasa percaya diri. Latihan berbicara yang
dilaksanakan secara teratur sangat berguna bagi pembinaan rasa percaya diri
kepada siswa (Depdiknas, 2003: 81-82).
Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran berbicara harus dilaksanakan
dengan menciptakan situasi belajar yang memungkinkan siswa dapat
mengembangkan keterampilan berbicara semaksimal mungkin. Kegiatan belajar-
mengajar yang dilaksanakan harus senantiasa memberikan kesempatan siswa
untuk berlatih berbicara. Keterampilan berbicara hanya dapat dikuasai dengan
baik apabila pembicara diberi kesempatan berlatih sebanyak-banyaknya.
b. Pengertian Keterampilan Berbicara
Berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang
bersifat produktif. Menurut Suharyanti (1996: 5), berbicara merupakan
pemanfaatan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia untuk memberi tanda-
tanda yang dapat didengar (audible) dan yang dapat dilihat (visible) agar maksud
dan tujuan dari gagasan-gagasannya dapat tersampaikan. Ini berarti bahwa
berbicara merupakan pengucapan bunyi-bunyi yang dipandang dari faktor fisik
untuk mengomunikasikan gagasan-gagasannya. Hal senada juga diungkapkan
oleh Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S. (1991: 17), keterampilan berbicara adalah
keterampilan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata
untuk mengapresiasikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan
perasaan. Pendengar menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan dan
penempatan persendian (juncture). Jika komunikasi berlangsung secara tatap
muka, ditambah lagi dengan gerak tangan dan air muka (mimik) pembicara.
Kemampuan atau keterampilan berbicara adalah kemampuan
mengungkapkan gagasan, pendapat, dan perasaan kepada pihak lain secara lisan.
126
Ketepatan pengungkapan gagasan, pendapat, perasaan sebaiknya didukung oleh
penggunaan bahasa yang secara tepat, dalam arti sesuai dengan kaidah bahasa
yang berlaku. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran dan pengujian keterampilan
berbicara sebaiknya mempertimbangkan komponen gagasan, pendapat, dan
perasaan yang diungkapkan dan komponen kebahasaan yang digunakan
(Depdiknas, 2003:5)
Kemampuan berbicara bukanlah kemampuan yang berdiri sendiri, tetapi
saling berkaitan dengan kemampuan yang lain. Kegiatan berbicara berhubungan
erat dengan kegiatan mendengarkan. Berbicara dan mendengarkan merupakan
kegiatan kegiatan komunikasi dua arah. Keefektifan berbicara tidak hanya
ditentukan oleh si pembicara, tetapi juga oleh para pendengar.
Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S. (1988: 25), menjelaskan bahwa kita
dapat melihat faktor-faktor yang menentukan keefektifan berbicara, yaitu
pembicara, pendengar, dan pokok pembicaraan yang dipilih. Ketiga faktor ini
sangat menentukan berhasil tidaknya kegiatan berbicara. Selain itu, faktor bahasa
tentu juga sangat menentukan. Pembicara harus memperhitungkan siapa
pendengarnya dan menyesuaikan bahasanya dengan pendengarnya, baik diksi
maupun struktur kalimatnya.
Kegiatan pembelajaran dan pengembangan soal ujian pada umumnya
berangkat dari kegiatan tulis-menulis. Pada prinsipnya ujian keterampilan
berbicara sebaiknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbicara, dan
bukannya menulis. Oleh karena itu, ujian kemampuan ini lebih praktis dilakukan
ketika kegiatan pembelajaran berlangsung, yang hal ini dapat dilakukan dengan
cara: (1) mengungkapkan atau menceritakan kembali secara lisan isi wacana yang
diperdengarkan; (2) mengungkapkan atau menceritakan kembali secara lisan isi
wacana yang dibaca; (3) mengungkapkan atau menceritakan kembali secara lisan
isi wacana yang berupa gambar; (4) mengungkapkan atau menceritakan kembali
secara lisan berbagai pengalaman; (5) melakukan kegiatan diskusi mengenai tema
tertentu; (6) melakukan kegiatan tugas bercerita, berpidato, dan lain-lain.
127
c. Tujuan Berbicara
Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi (Maidar G.
Arsjad dan Mukti U.S. 1988: 17). Agar dapat menyampaikan informasi dengan
efektif, sebaiknya pembicara betul-betul memahami isi pembicaraannya,
disamping juga harus dapat mengevaluasi efek komunikasinya terhadap
pendengar. Jadi, bukan hanya apa yang akan dibicarakan, tetapi bagaimana
mengemukakannya. Bagaimana mengemukakannya, hal ini menyangkut masalah
bahasa dan pengucapan bunyi-bunyi bahasa tersebut. Yang dimaksud ucapan
adalah seluruh kegiatan yang kita lakukan dalam memproduksi bunyi bahasa,
yang meliputi artikulasi, yaitu bagaiman posisi alat bicara, seperti lidah, gigi, bibir
dan langit-langit pada waktu kita membentuk bunyi, baik vokal maupun
konsonan.
Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S. (1988: 17) mengemukakan bahwa
seorang pembicara berbicara karena ingin pikirannya dimiliki oleh orang lain.
Karena itu pembicara ingin disimak, ingin didengar. Kita dapat melihat faktor-
faktor yang menentukan keefektifan berbicara, yaitu pembicara, pendengar, dan
pokok pembicaraan yang dipilih. Ketiga faktor ini sangat menentukan berhasil
tidaknya kegiatan berbicara. Selain itu, faktor bahasa juga sangat menentukan.
Pembicara harus memperhitungkan siapa pendengarnya dan menyesuaikan
bahasanya dengan pendengarnya, baik diksi maupun struktur kalimatnya.
Menurut Gorys Keraf (2001: 7), tingkat kemungkinan integrasi yang
dilakukan terhadap lingkungan sosial, serta tingkat berhasilnya seseorang dalam
menghendaki orang-orang lain berpikir, merasa dan bertindak seperti pembicara,
ditentukan oleh kesanggupan pembicara untuk menyampaikan kepada orang lain
apa yang dipikirkan atau dirasakan dengan jelas dan teratur. Sikap pembicara
yang menentukan berhasil tidaknya komunikasi atau kontrol sosial itu tergantung
pula dari faktor: ketepatan dan ketelitian maksud pembicara, dorongan untuk
mengadakan kontrak dengan orang lain, makna dan arti yang jelas dari rangkaian
kata-kata yang digunakannya. dan pada intinya, keterampilan berbicara bertujuan
untuk melancarkan komunikasi yang jelas dan teratur dengan semua anggota
128
masyarakat, dan memungkinkan terpeliharanya tata sosial, adat-istiadat, kebiasaan
dan sebagainya, melalui pengkhususan dari fungsi komunikatif tadi.
d. Bentuk-bentuk Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SMA
Bentuk pembelajaran keterampilan berbicara di SMA dijabarkan dalam
bentuk standar kompetensi dasar yang tercantum dalam KTSP (Depdiknas , 2006:
269-271). Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan
kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan
pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra
Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk
memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global. Standar
kompetensi tersebut mencantumkan bentuk-bentuk keterampilan berbicara, yaitu
mengungkapkan gagasan, tanggapan, dan informasi dalam diskusi,
mengungkapkan pendapat tentang pembacaan puisi, mengungkapkan informasi
melalui presentasi program/ proposal dan pidato tanpa teks, mengungkapkan
tanggapan terhadap pembacaan puisi lama.
e. Berpidato sebagai salah satu keterampilan berbicara
Salah satu keterampilan berbicara yang harus dikuasai oleh siswa kelas
XII SMA adalah keterampilan berpidato dengan kompetensi dasar Berpidato
tanpa teks dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat. Indikator yang
harus dikuasai siswa antara lain: (1) menulis teks pidato dengan tema tertentu; (2)
membawakan pidato dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat; (3)
mencatat hal-hal yang perlu diperbaiki dari pidato yang disampaikan teman; (4)
memperbaiki cara berpidato dan isi pidato berdasarkan catatan atau masukan
teman.
Pada kesempatan ini peneliti memilih salah satu bentuk kegiatan
berbicara yaitu berpidato. Kegiatan ini dimaksudkan untuk melatih dan
meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Kegiatan pidato yang dilaksanakan
adalah kegiatan berpidato dalam bentuk yang sangat sederhana.
Kegiatan berpidato yang baik diperlukan persiapan-persiapan yang matang dan
latihan yang teratur. Sebelum siswa berpidato di depan kelas mereka membuat
129
karangan berpidato sebagai acuan berpidato. Kerangka sering dididentikkan
dengan sistematika. Sistematika berpidato meliputi:
a. Mengucapkan salam pembuka dan menyapa hadirin
b. Menyampaikan pendahuluan
c. Menyampaikan isi pidato
d. Menyampaikan kesimpulan isi pidato
e. Mengucapkan salam penutup
Dalam proses pembelajaran guru perlu memperhatikan pemakaian azas-
azas keefektifan berbicara. Sebagaimana pendapat Muhadjir dan A. Latief (1995:
47) bahwa azas-azas kekefektifan berbicara mencakup unsur-unsur kebahasaan
dan nonkebahasaan. Unsur-unsur kebahsaan yang dimaksud adalah segala hal
yang ada kaitannya dengan unsur bahasa misalnya, ketepatan intonasi,
bervariasinnya bahasa yang digunakan, diksi yang tepat, keruntutan penuturan,
penuturan dengan vokal yang jelas, dan sebagainya. Unsur-unsur nonkebahasaan
dalam kegiatan berbicara lebih mengacu ke pribadi pembicara misalnya sikap
dalam berbicara. Pembicara harus bersikap wajar, terbuka, tenang, mampu
berinstropeksi diri, ammpu melibatkan pendengar dalam kegiatan berbicara dan
sebagainya.
3. Hakikat Metode Pembelajaran
Menurut Winarno Surachmad (dalam Suwarna 2005: 106), metode
mengajar secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu
metode mengajar secara individual dan kelompok. Yang termasuk dalam metode
mengajar secara individual adalah metode ceramah, tanya-jawab, diskusi, drill,
demonstrasi/peragaan, pemberian tugas, simulasi, pemecahan masalah, bermain
peran, dan karya wisata. Sedangkan metode mengajar secara kelompok antara lain
meliputi seminar, simposium, forum, panel.
Mengajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk
menciptakan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar
bagi peserta didik. Dalam mengajar, guru tidak hanya sekedar menerangkan dan
menyampaikan sejumlah materi pelajaran kepada peserta didik, namun guru
130
hendaknya selalu memberikan rangsangan dan dorongan agar pada diri siswa
terjadi proses belajar. Oleh sebab itu, setiap guru perlu menguasai berbagai
metode mengajar dan dapat mengelola kelas secara baik sehingga mampu
menciptakan iklim yang kondusif.
Dalam setiap kegiatan mengajar, pada dasarnya meliputi tiga kegiatan,
yaitu kegiatan sebelum pembelajaran, kegiatan pelaksanaan pembelajaran, dan
kegiatan sesudah pembelajaran. Berkaitan dengan hal ini Suwarna (2005: 105)
berpendapat bahwa agar kegiatan mengajar dapat berjalan efektif, maka guru
harus mampu memilih metode mengajar yang paling sesuai. Proses pembelajaran
akan efektif jika berlangsung dalam situasi dan kondisi yang kondusif, hangat,
menarik, menyenangkan, dan wajar. Oleh karena itu guru perlu memahami
berbagai metode mengajar dengan berbagai karakteristiknya, sehingga mampu
memilih metode yang tepat dan mampu menggunakan metode mengajar yang
bervariasi sesuai dengan tujuan maupun kompetensi yang diharapkan.
4. Hakikat Metode Diskusi Kelompok
a. Pengertian Metode Diskusi Kelompok
Diskusi kelompok merupakan satu pengalaman belajar yang dapat
diterapkan hampir dalam semua bidang studi, tentu saja disesuaikan dengan tujuan
instruksional yang akan dicapai serta bahan pelajaran yang akan diajarkan.
Sebagaimana pendapat Hassibuan. dkk. (1994: 98) bahwa diskusi adalah suatu
percakapan atau pembicaraan antara dua orang atau lebih. Ditambahkannya, akan
tetapi tidak semua percakapan atau pembicaraan dapat disebut diskusi. Ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi, dengan maksud agar pembicaraan itu benar-
benar bermanfaat dan berlangsung secara efektif.
Senada dengan pendapat di atas, Suwarna (2005: 110) metode diskusi
merupakan cara penyampaian bahan pelajaran yang mana guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengadakan perbincangan ilmiah,
mengemukakan pendapat, dan menyusun kesimpulan atau menemukan berbagai
alternatif pemecahan masalah. Dalam metode diskusi, para siswa berinteraksi
secara verbal, melakukan tukar-menukar informasi, saling mempertahankan
131
pendapat, maupun mengjukan alternatif pemecahan masalah. Dengan metode
diskusi, siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan keterampilan
memecahkan masalah, melatih dan membiasakan untuk bermusyawarah,
berdemokrasi, serta menentukan keputusan atas dasar persetujuan atau
kesepakatan bersama.
Keunggulan lain dari metode diskusi dalam proses pembelajaran
berbicara adalah siswa menganalisis bahan pembelajaran secara berkelompok
sehingga diharapkan siswa tidak merasa takut, malu, ataupun lupa dengan apa
yang akan disampaikan. Dengan demikian, mereka dapat saling memotivasi dan
menumbuhkembangkan kerjasama dan kekompakan pada diri siswa. seperti yang
diungkapkan oleh Slavin (1995: 4) bahwa ”The idea of cooperative learning is
that if students want to succeed as a team, they will encourage their teammates to
excel and will help them to do so”. Dari pendapatnya ini jelas bahwa siswa harus
bekerja sama dan saling memotivasi untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Berkaitan dengan hal ini Hassibuan, dkk. (1994: 101) menyatakan bahwa tujuan
penggunaan diskusi kelompok dalam proses belajar-mengajar di kelas, disamping
sebagai alat untuk mencapai tujuan instruksional, juga dimaksudkan untuk
memperoleh berbagai keuntungan yang lain. Keuntungan-keuntungan itu antara
lain siswa dapat saling urun informasi atau pengalaman dalam menjelajahi
gagasan baru atau masalah yang harus dipecahkan oleh mereka, dapat
mengembangkan kemampuan untuk berpikir dan berkomunikasi, serta
keterlibatannya dalam perencanaan dan pengambilan keputusan dapat meningkat.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan dan persiapan dalam
pembelajaran menggunakan metode diskusi menurut Hassibuan. dkk. (1994: 103)
antara lain:
1) Pemilihan topik
Topik yang dipilih hendaknya sesuai dengan tujuan yang akan dicakup, dan minat
serta kemampuan siswa juga bermakna bagi peningkatan kemampuan berpikir
siswa. Pemilihan topik dapat dilakukan oleh guru sendiri, oleh guru bersama
siswa, atau oleh siswa sendiri.
132
2) Perumusan Masalah
Masalah hendaknya yang mengandung jawaban yang kompleks, bukan jawaban
tunggal. Artinya masalah itu mengandung berbagai macam jawaban yang benar.
Perbedaannya hanya pada kadar atau tingkat kebenarannya, atau berbeda sudut
pandang serta arah peninjauannya.
3) Penyiapan informasi pendahuluan
Sediakan informasi pendahuluan yang berhubungan dengan topik tersebut agar
para siswa memiliki latar belakang pengetahuan yang sama. Kegiatan
pendahuluan ini dapat berupa membaca artikel, mengadakan wawancara,
melakukan observasi, menyaksikan film, dan lain-lainnya.
4) Penyiapan diri sebaik-baiknya sebagai pemimpin diskusi
Guru harus benar-benar siap sebagai sumber informasi, sebagai motivator hingga
kemudian mampu memberikan penjelasan, mengerjakan pertanyaan-pertanyaan
yang dapat memotivasi siswa, memahami kesulitan yang dialami siswa, dan
sebagainya.
5) Penetapan besar kelompok siswa
Yang ideal, besar kelompok yang efektif berkisar antara 5-9 orang. Perlu disadari
bahwa besar kelompok mempunyai kekuatan dan kelemahan sendiri-sendiri.
Sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan besar kelompok antara lain:
pengalaman, kematangan dan keterampilan siswa, tingkat kekompakan siswa,
intensitas minat, latar belakang pengetahuan, dan keterampilan guru memimpin
diskusi.
6) Pengaturan tempat duduk
Tempat duduk harus diatur agar antara anggota kelompok dapat saling beradu
pandang (tatap muka), serta pemimpin diskusi berada dalam posisi yang
memungkinkan dia berhadapan muka dengan semua anggota kelompok, hingga
benar-benar ia sebagai anggota/bagian dari kelompok tersebut. Hal ini sangat
penting untuk memupuk iklim persahabatan serta kekohensivan di antara peserta
diskusi.
133
Diskusi kelompok di atas memiliki kelebihan dan kekurangan.
Hassibuan (1994: 104) menjelaskan kelebihan dan kekurangannya sebagai
berikut.
1) Kelebihan Diskusi Kelompok
a) Hasil keputusan kelompok lebih kaya (berasal dari berbagai sumber), daripada
hasil pemikiran individu.
b) Anggota kelompok sering dimotivasi oleh kehadiran anggota kelompok lain.
c) Anggota-anggota yang pemalu lebih bebas mengemukakan pendapat/
pikirannya dalam kelompok kecil
d) Anggota kelompok lebih merasa terikat dalam melaksanakan keputusan
kelompok, karena mereka terlibat di dalam proses pengambilan keputusan.
e) Diskusi kelompok dapat meningkatkan pemahaman terhadap diri sendiri,
maupun pemahaman terhadap orang lain (meningkatkan kemampuan individu
untuk berinteraksi).
2) Kekurangan Diskusi Kelompok
a) Banyak anggota kelompok yang kurang memahami tugasnya dalam kelompok
sehingga banyak siswa yang melapor. Oleh karena itu, guru perlu memonitor
mereka.
b) Dapat memboroskan waktu, terutama jika terjadi hal-hal negatif seperti
pengarahan yang kurang tepat, pembicaraan yang berlarut-larut,
penyimpangan yang tidak ditegur, penampilan yang kurang baik.
c) Apabila dalam kelompok ada perbedaan pendapat dan terjadi perselisihan
maka tidak ada penengahnya.
b. Langkah-langkah Pembelajaran Berbicara dengan Metode Diskusi
Kelompok
Langkah-langkah dalam menggunakan metode diskusi kelompok dalam
proses pembelajaran dijabarkan oleh Suwarna, (2005: 110) secara terperinci
sebagai berikut.
134
a) Guru menyampaikan judul atau masalah yang akan didiskusikan, dan
memberikan pengarahan cara pemecahannya (judul atau masalah dapat
ditentukan bersama oleh murid dan guru).
b) Guru mengarahkan agar membentuk kelompok-kelompok diskusi serta
memimpin menentukan ketua maupun sekretaris kelompok.
c) Guru mengamati pelaksanaan diskusi, memberikan dorongan atau bantuan
agar setiap anggota berpartisipasi aktif, serta menjaga ketertiban.
d) Guru berusaha agar diskusi berjalan dalam suasana bebas yang mana setiap
anggota mempunyai hak untuk berbicara atau menyampaikan pendapat.
e) Tiap kelompok melaporkan hasil diskusinya, kemudian dibahas atau
dimintakan pendapat dari kelompok lainnya.
Tentunya penerapan langkah-langkah pembelajaran di atas harus
disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan berbahasa siswa SMA.
Penyesuaian tersebut dapat dilakukan pada kegiatan menganalisis wacana
berdasarkan tema yang telah disepakati antara guru dan murid. Pada pembelajaran
yang akan dilakuakan yaitu siswa akan menganalisis wacana yang disajikan pada
masing-masing kelompok, serta menanggapi hasil analisis dari kelompok lain.
Berikut langkah-langkah pembelajaran berbicara dengan metode diskusi
kelompok pada siswa SMA.
1) Guru memberikan pengenalan mengenai topik yang akan dibahas dalam bahan
pelajaran untuk satu hari. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengaktifkan
skemata siswa agar lebih siap menghadapi bahan pembelajaran yang baru.
Dalam kegiatan ini, guru perlu menekankan bahwa kesiapan mereka dalam
mengantisipasi bahan pelajaran yang akan diberikan pada hari itu dan
keharusan bekerja sama dalam kelompok.
2) Siswa dibagi secara berkelompok.
3) Guru membagi bahan pembelajaran yang akan diberikan pada masing-masing
kelompok.
4) Siswa diminta melakukan kegiatan (pengamatan, wawancara, atau membaca)
secara bersama-sama.
135
5) Guru mengamati pelaksanaan diskusi, memberikan dorongan atau bantuan
agar setiap anggota berpartisipasi aktif, serta menjaga ketertiban.
6) Sambil melakukan pengamatan atau wawancara atau membaca, siswa diminta
mencatat mengenai topik pembahasan, gagasan yang dikembangkan dan
bahasa yang digunakan. Jumlah analisa pada tahap ini disesuaikan dengan
kelompok masing-masing.
7) Masing-masing kelompok melaporkan hasil diskusi di depan kelas untuk
mendapat tanggapan dari kelompok lain. Tujuan kegiatan ini bukan untuk
mendapatkan jawaban yang benar, melainkan untuk meningkatkan partisipasi
siswa dalam kegiatan belajar dan mengajar.
8) Kegiatan ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam pelajaran hari
itu.
Penerapan metode diskusi kelompok di kelas dilakukan dengan
perencanaan yang menekankan pada pembelajaran yang kooperatif. Selama proses
pembelajaran siswa diharuskan bekerja sama untuk melengkapi tugas yang
diberikan oleh guru. Kegiatan ini bisa dilakukan dalam batas waktu singkat
maupun lama. Hal ini mengandung pengertian bahwa guru menerapkan
pembelajaran secara kerja sama dalam satu waktu tertentu dan seiring dengan
perkembangannya guru bisa melakukan improvisasi dan memadukannya dengan
beberapa teknik yang lain. Masing-masing guru harus menyesuaikan dengan
kondisi dan situasi kelas agar penerapan metode diskusi kelompok dapat lebih
diefektifkan.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini diantaranya adalah
penelitian yang berjudul “Peningkatan Kualitas Keterampilan Berbicara Siswa
Kelas I SLTP Muhammadiyah II Karanganyar Tahun Pelajaran 1999/2000” oleh
Siti Shoviyah. Jenis penelitian ini adalah PTK dengan tujuan penelitian untuk
menemukan faktor-faktor penyebab rendahnya kualitas keterampilan berbicara
siswa dan strategi mengajar berbicara yangsesuai dengan kondisi siswa agar dapat
meningkatkan kualitas keterampilan berbicara. Hasil penelitiannya, yaitu: 1)
136
faktor penyebab rendahnya kualitas keterampilan berbicara siswa antara lain :
malu, grogi, tidak mampu mengungkapkan ide atau gagasan, kurang percaya diri,
dan guru kurang memotivasi siswa. 2) strategi mengajar berbicara yang sesuai
dengan situasi dan kondisi kelas agar dapat meningkatkan kualitas keterampilan
berbicara, seperti menemukan hambatan yang dialami siswa, membekali siswa
dengan teori berbicara, memotivasi siswa dan memberi latihan secara intensif
kepada siswa untuk berpidato. Kesamaan penelitian di atas dengan penelitian ini
adalah obyek kajian penelitian, yaitu keterampilan berbicara dan cara evaluasinya.
Namun, ada sedikit perbedaan dalam objek kajian, yaitu penelitian Siti Soviyah
difokuskan pada keterampilan berpidato sedangkan dalam penelitian ini
difokuskan pada keterampilan menganalisis wacana. Meskipun demikian, cara
evaluasi keterampilan berpidato dan menganalisis adalah sama, yaitu dengan
penilaian unjuk kerja siswa yang dilengkapi rubrik pengamatan.
Ada beberapa kelemahan dalam penelitian Siti Soviyah, yaitu pertama,
faktor penghambat pembelajaran berbicara seharusnya sudah ditemukan pada
waktu survei awal sebagai dasar menentukan tindakan yang akan diterapkan
dalam penelitian. Namun penelitian di atas mengidentifikasi faktor penghambat
keterampilan berbicara menjadi tujuan penelitiannya. Yang kedua adalah tindakan
yang akan dilakukan untuk mengatasi hambatan berbicara siswa tidak spesifik,
bahkan berubah-ubah setiap siklusnya. Padahal dalam penelitian yang berjenis
PTK tindakan yang dilakukan setiap siklus yang ia sebutkan sebagai strategi
pembelajaran berbicara kedalam bagian refleksi dari tiap siklusnya, sehingga
dalam penelitiannya itu tidak terdapat tindakan yang jelas untuk meningkatkan
keterampilan berbicara siswa.
Penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian
Supriyadi (2005) yang berjudul “Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara
Siswa Kelas Rendah Sekolah Rendah”. Tujuan penulisannya adalah
menginformasikan, mengidentifikasi, dan menguraikan teori dalam
menumbuhkembangkan serta mengoptimalkan keterampilan berbicara siswa kelas
rendah sekolah dasar. Berdasarkan tujuannya tersebut, tulisannya merupakan
penelitian studi pustaka yang menjabarkan beberapa upaya untuk meningkatkan
137
keterampilan berbicara, antara lain dengan cara: 1) penciptaan suasana belajar
yang kondusif, 2) penelitian lingkungan fisik yang kondusif, 3) penciptaan
lingkungan interaktif yang kondusif, 4) penelitian lingkungan sosial yang
kondusif,dan 5) peningkatan peran guru dan orang tua. Kesimpulan dari
tulisannya adalah kelima upaya yang ditawarkan di atas dapat dipraktikkan di
kelas rendah sekolah dasar dengan penyesuaian situasi dan kondisi, misalnya dana
yang tersedia, sikap mental guru, kualifikasi guru, dan kondisi siswa. Penelitian di
atas memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu dalam hal objek kajian
penelitian (pembelajaran berbicara pada siswa). Adapun perbedaannya adalah
bentuk dan strategi penelitian serta subjek penelitiannya.
Dari penelitian di atas, Supriyadi tidak menjabarkan secara rinci tindakan
perbaikan yang nyata untuk meningkatkan keterampilan berbicara karena solusi
yang ditawarkan kurang fokus pada satu tindakan yang tepat. Meskipun demikian,
salah satu solusi yang ditawarkan untuk meningkatkan keterampilan berbicara
adalah dengan bercerita yang dilakukan oleh siswa. Hal ini sesuai dengan objek
kajian peneliti yang memfokuskan pada pembelajaran berpidato.
Bertolak dari beberapa penelitian di atas menunjukkan bahwa
pembelajaran berbicara sangat diperlukan dalam pendidikan saat ini baik tingkat
dasar sampai tingkat tinggi sehingga seringkali dilakukan penelitian yang
membahas keterampilan berbicara. Namun demikian, penelitian keterampilan
berbicara menggunakan metode diskusi kelompok belum ada yang meneliti,
meskipun diskusi kelompok tersebut telah dilakukan oleh guru-guru sekolah dasar
hingga atas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penelitian ini merupakan
pioner bagi penelitian berikutnya yang akan menerapkan metode tersebut dalam
pembelajaran berbicara.
C. Kerangka Berpikir
Pembelajaran berbicara yang selama ini dilakukan oleh guru adalah siswa
diminta menganalisis teks pidato di depan kelas setelah itu siswa diminta
membacakan teks pidato tersebut di depan kelas secara individu. Adapun dalam
138
pelaksanaannya guru hanya meminta beberapa siswa yang tampil berbicara di
depan kelas karena alokasi waktu yang terbatas.
Metode di atas ternyata masih kurang optimal untuk meningkatkan
keterampilan berbicara di depan kelas. Hal ini terbukti dengan masih sedikitnya
siswa yang berani maju ke depan kelas untuk mengungkapkan pendapatnya.
Mereka sering lupa dan bingung dengan apa yang akan dikatakan setelah mereka
di depan kelas. Selain itu, rasa takut dan grogi sewaktu tampil di depan kelas
masih sangat jelas. Mayoritas siswa menjadi malu dan takut apabila diminta oleh
guru untuk berbicara di depan kelas. Akibatnya, prestasi keterampilan berbicara
siswa dalam mengungkapkan pendapat atau gagasan masih rendah.
Berdasarkan hal tersebut, dibutuhkan sebuah metode yang dapat
memotivasi mereka untuk aktif berbicara di depan kelas. Salah satu metode yang
dapat dilakukan adalah dengan metode diskusi kelompok. Metode ini memberi
kesempatan kepada siswa untuk menggali keterampilan berbicara salah satunya
adalah keterampilan berpidato. Kemudian, pengalaman belajar tersebut
ditanggapi/ siswa mengemukakan pendapatnya di depan kelas secara
berkelompok. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berbicara di
depan kelas. Selain itu, mereka juga mengungkapkan pendapatnya secara
berkelompok sehingga mereka tidak malu dan grogi, serta waktu pembelajaran
berbicara akan lebih efektif.
139
Keterampilan berbicara (berpidato) siswa
rendah
Bertolak dari uraian di atas dapat disusun kerangka berpikir dalam
penelitian ini sebagai berikut.
Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir
D. Hipotesis Tindakan
Dengan menerapkan metode diskusi kelompok akan membantu
mengembangkan keterampilan berbicara siswa dalam menanggapi isi wacana,
sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran berbicara pada siswa SMA.
Dengan demikian, dapat dirumuskan hipotesis bahwa penerapan metode diskusi
kelompok dapat:
1. meningkatkan kualitas proses pembelajaran berbicara siswa SMA;
2. meningkatkan kualitas hasil pembelajaran berbicara siswa SMA
Rendahnya keterampilan berbicara (berpidato) Siswa SMA Bung Karno Karangpandan,
Karanganyar
Penerapan Metode Diskusi Kelompok dalam pembelajaran berbicara
Keterampilan siswa berbicara (berpidato) meningkat
Siswa malu, takut, kurang percaya diri berbicara di depan teman-temannya,
dan lupa materi yang akan disampaikan
Siswa menyampaikan pendapat secara individu,
waktu pembelajaran kurang efektif
Siswa berani mengungkapkan pendapat dan belajar bekerja sama
Mengefektifkan waktu
pembelajaran
Prestasi keterampilan berbicara (berpidato)
siswa tinggi
140
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Bung Karno yang beralamat di
Wanukembang, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar, Jawa
Tengah. Kelas yang menjadi objek penelitian ini adalah Kelas XII. Waktu
penelitian berlangsung dari bulan Juni sampai dengan November 2008.
Tabel 1 : Jadwal Kegiatan Penelitian
No. Kegiatan Bulan Juni Juli Agust Sept. Okt. Nov
1 Persiapan survei awal
sampai penyusunan
proposal
--xx xxx-
2 Seleksi informan,
penyiapan instrumen
dan alat
---x xx---
3 Pengumpulan data --xx xx xxxx xxxx xx
4 Analisis data -xxx xxx xx
5 Penyusunan laporan xxx xx
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
Penelitian ini berbentuk penelitian tindakan kelas. Suharsimi Arikunto
dkk.. (2006: 3) berpendapat bahwa penelitian tindakan kelas adalah pencermatan
terhadap pembelajaran berupa suatu tindakan, yang sengaja dimunculkan dan
terjadi secara bersama. Burns (dalam Suwarsih Madya, 2006: 8), menyatakan
penelitian tindakan adalah penerapan penemuan fakta pada pemecahan masalah
dalam situasi sosial dengan pandangan untuk meningkatkan kualitas tindakan
30
141
yang dilakukan didalamnya, yang melibatkan kolaborasi dan kerjasama para
peneliti, praktis dan orang awam. Jadi, penelitian ini merupakan kerjasama antara
peneliti, guru, siswa, dan pihak sekolah untuk menciptakan kinerja sekolah yang
lebih baik.
Menurut Suwarsih Madya (2006: 59), proses dasar penelitian tindakan
didasarkan atas menyusun rencana bersama, bertindak dan mengamati, kemudian
mengadakan refleksi atau kegiatan yang sudah dilakukan. Peneliti melakukan
kerjasama dengan guru bidang studi bahasa Indonesia kelas XII, sebagai guru
mitra dalam melaksanakan penelitian dalam rangka menyusun rancangan tindakan
bersama. Setelah rancangan tersebut selesai, dilakukan pula pengamatan segala
kejadian yang terjadi di kelas. Setelah itu, dilaksanakan, diadakan refleksi
terhadap tindakan yang dilakukan.
Penelitian tindakan kelas bertujuan untuk memecahkan masalah yang
dihadapi dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, penelitian ini tidak cukup
hanya dilakukan satu kali tindakan saja. Penelitian ini dilakukan lebih dari satu
siklus agar ada perbaikan dari siklus sebelumnya.
Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
Deskriptif kualitas yang digunakan dalam prosedur penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif lisan maupun tertulis, dan bukan data yang berupa angka-
angka. Data-data yang sudah diperoleh didiskripsikan dan dianalisis kemudian
disimpulkan.
C. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII SMA Bung Karno
Karangpandan, Karanganyar tahun ajaran 2008/2009 serta guru bahasa Indonesia
yang mengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas tersebut. Adapun yang
menjadi objek penelitian adalah pembelajaran berbicara (berpidato) pelajaran
Bahasa Indonesia.
142
D. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Tempat dan peristiwa, yaitu ruang kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan
Karanganyar dan proses pembelajaran didalamnya.
2. Informan, dalam penelitian ini menggunakan informan guru dan siswa.
3. Dokumen yang berupa materi pembelajaran berbicara, terampil berbahasa
Indonesia(berbicara), hasil tes siswa, hasil wawancara, rencana pembelajaran
yang telah dibuat oleh guru, kurikulum yang berlaku di SMA Bung Karno,
dan daftar nilai siswa.
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang diterapkan sebagai alat mengumpulkan data
secara lengkap dan akurat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Observasi
Menurut Sutopo (2002: 64), teknik observasi digunakan untuk
menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat, benda, serta
rekaman gambar. Teknik ini dilaksanakan dengan cara mengamati sendiri
kemudian dicatat sesuai dengan keadaan sebenarnya. Dalam penelitian ini,
observasi dilaksanakan pada saat proses penelitian berlangsung, yaitu pada
saat sebelum tindakan dan saat tindakan. Observasi dalam penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pembelajaran berbicara yang berlangsung di
SMA Bung Karno Karangpandan serta perkembangannya.
Penulis melakukan observasi pembelajaran keterampilan berbicara di
kelas pada jam-jam guru bidang studi Bahasa Indonesia mengajarkan pokok
bahasa berbicara. Dalam melakukan observasi, penulis mencatat hal-hal pokok
yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara,
dalam menanggapi atau mengungkapkan gagasan dan tanggapan terhadap
wacana di kelas, yaitu: (1) bahan/materi yang diajarkan, (2) metode,
143
pendekatan yang digunakan, (3) media yang digunakan, (4) langkah-langkah
pembelajaran berbicara (5) evaluasi pembelajaran berbicara.
Peneliti bertindak sebagai partisipan pasif, artinya peneliti
mengamati jalannya pembelajaran di kelas, bukan memimpin jalannya
pembelajaran. Pembelajaran dipimpin oleh guru sebagai mitra peneliti.
Peneliti mengambil tempat duduk yang strategis agar dapat mengamati
jalannya proses pembelajaran sambil mencatat segala sesuatu yang terjadi.
Meskipun peneliti mencari tempat yang strategis, namun tidak mengganggu
proses pembelajaran yang sedang berlangsung.
2. Wawancara
Wawancara dilakukan kepada siswa, guru, kepala sekolah dan
informan lain untuk menggali tentang proses pembelajaran keterampilan
berbicara dan metode yang digunakan dalam pembelajaran berbicara.
3. Analisis Dokumen
Analisis dokumen dilakukan untuk mengetahui peningkatan
keterampilan berbicara (berpidato) selama dilaksanakannya tindakan.
Dokumen yang dimaksud berupa catatan lapangan untuk mengetahui kualitas
proses pembelajaran dan nilai keterampilan berbicara (berpidato siswa) untuk
mengetahui kualitas hasil pembelajaran.
4. Tes atau tugas
Tes digunakan untuk mengetahui perkembangan yang sudah dicapai
oleh siswa. Langkah-langkah yang ditempuh peneliti dalam pengambilan data
dengan menggunakan tes adalah dengan menyiapkan perangkat bahan tes,
menyiapkan indikator keberhasilan, melakukan tes, dan kemudian menilai
serta mengolah data.
F. Uji Validitas Data
Agar hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
diperlukan adanya validitas data yang digunakan untuk menjaga keabsahan data
yang dikumpulkan. Oleh karena itu, dalam suatu penelitian harus menentukan
144
suatu cara untuk meningkatkan validitas data yang diperolehnya. Adapun uji
validitas data yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut.
1. Triangulasi sumber data
Teknik ini digunakan dengan cara membandingkan dan mengecek
kembali derajad kepercayaan suatu informasi yang telah diperoleh melalui
waktu dan alat yang berbeda. Dalam hal ini, peneliti menguji kebenaran data
yang diperoleh dari suatu informasi dengan informasi yang lain. Dalam hal ini
peneliti melakukan wawancara dengan dengan dua siswa dan guru untuk
memperoleh data mengenai masalah pembelajaran berbicara. Setelah itu
peneliti melakukan kroscek dengan observasi survei awal apakah sesuai
dengan penuturan para informan.
2. Review Informan
Teknik ini dilakukan untuk mengecek kevalidan dan informasi dari
sumber yang sama. Teknik ini dilakukan dengan cara menanyakan kembali
informasi yang sudah diperoleh kepada sumber yang bersangkutan agar
sesuai. Dalam hal ini peneliti mencoba mewawancarai dua siswa untuk
mencari kesamaan informasi tentang masalah pembelajaran berbicara
(berpidato) yang tengah dihadapi oleh siswa. selain itu juga dicocokkan
hasilnya dengan wawancara terhadap guru.
G. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian tentang pembelajaran berbicara siswa ini, peneliti
menggunakan teknik analisis data yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman
(dalam Suwarsih Madya, 2006: 76-78) yaitu teknik analisis interaktif (interactive
model of analysis), dalam teknik ini ketiga komponen dianalisis (reduksi data,
sajian data, penarikan kesimpulan) aktivitasnya saling berinteraksi dengan proses
pengumpulan data sebagai siklus. Ada tiga tahap yang digunakan dalam
menganalisis data, yaitu :
145
1. Reduksi data (data reduction)
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang
muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data, berlangsung
terus menerus selama proyek yang berorientasi kualitatif berlangsung. Reduksi
data dalam penelitian ini sudah dimulai sejak peneliti mengambil keputusan
tentang kerangka kerja konseptual, tentang pemilihan kasus yaitu tentang
pembelajaran berbicara, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan seputar
pengajuan berbicara di SMA Bung Karno Karangpandan dan tentang cara
pengumpulan data yang akan dipakai.
2. Penyajian Data (data display)
Alur penting yang kedua dari kegiatan analisis adalah penyajian data,
sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Penyajian data penelitian mengenai pelaksanaan pembelajaran
berbicara baik yang diperoleh melalui observasi pada waktu proses belajar
mengajar berlangsung di kelas, maupun yang diperoleh melalui wawancara
guru Bahasa Indonesia, yaitu:
a. Pelaksanaan pembelajaran berbicara di SMA Bung Karno
Karangpandan, meliputi kompetensi dasar, bahan/materi pengajaran
berbicara, pendekatan ataupun metode pengajaran berbicara, media
pengajaran berbicara, dan evaluasi pengajaran berbicara.
b. Penerapan berbicara siswa dalam pembelajaran berbicara, meliputi
faktor pendukung dalam pembelajaran berbicara, kendala-kendala
yang dihadapi dan cara mengatasinya.
c. Penarikan simpulan (Conclusing Drawing)
3. Verifikasi
Penarikan kesimpulan dilakukan secara bertahap pada akhirnya tiap
siklus. Dalam penarikan kesimpulan, perlu verifikasi untuk memantapkan
simpulan dan tampilan data agar dapat dipertanggungjawabkan.
146
H. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini didasarkan pada prosedur penelitian tindakan
kelas menurut Suwarsih Madya (2006: 59), yaitu;(!) kegiatan menyusun rencana
tindakan bersama, (2) melakukan tindakan dan mengamati secara individual
maupun bersama-sama, kemudian (3) melakukan refleksi terhadap tindakan yang
akan dilakukan. Rangkaian kegiatan tersebut terhimpun dalam sebuah siklus.
Senada dengan pendapat tersebut Suharsini Arikunto dkk.. (2006: 16)
mengemukakan model penelitian yang lazim digunakan dalam penelitian tindakan
kelas. Tahap-tahap dalam model tersebut adalah: (1) perencanaan, (2)
pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi.
Gambar 2: Alur Penelitian Tindakan
Perencanaan
Indikator sudah/belum tercapai?
Pelaksanaan
Pelaksanaan
Pengamatan
Pengamatan
SIKLUS I
Perencanaan
Refleksi
Refleksi
SIKLUS II
Penetapan Fokus Masalah
147
Keterangan:
5. Rencana (perencanaan tindakan): menerapkan metode diskusi kelompok
dalam pembelajaran berbicara untuk meningkatkan keterampilan berbicara
dalam menanggapi isi wacana.
6. Tindakan (pelaksanaan tindakan): pelaksanaan metode diskusi kelompok
dalam pembelajaran berbicara
7. Observasi (observasi dan interpretasi): mengamati proses penerapan metode
diskusi kelompok.
8. Refleksi (analisis dan refleksi): mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan
penerapan metode diskusi kelompok yang telah dilakukan pada siklus II, dan
seterusnya.
I. Indikator Keberhasilan
Enco Mulyasa (2006: 209) berpendapat bahwa kualitas pembelajaran
dapat dilihat dari segi proses dan hasil. Proses pembelajaran dikatakan berhasil
bila setidaknya 70% peserta didik terlibat secara aktif, baik secara fisik, mental,
ataupun sosial selama proses pembelajaran. Selain itu, siswa juga harus
menunjukkan kegairahan tinggi terhadap pembelajaran. Dari segi hasil, proses
pembelajaran dikatakan berhasil jika setidaknya terdapat 70% siswa yang
mengalami perubahan positif dan output yang bermutu tinggi.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa indikator
keberhasilan dalam penelitian ini adalah terjadinya peningkatan proses dan hasil
belajar sampai setidaknya 70%. Dalam proses pembelajaran, persentase ini
dipeoleh dengan cara menghitung jumlah siswa yang fokus dan aktif dalam
pembelajaran, selain itu juga melanjutkan minat yang besar terhadap
pembelajaran. Dari segi hasil, terdapat setidaknya 70% siswa memperoleh nilai
tes keterampilan berbicara dalam mengungkapkan pendapat sesuai batas
ketuntasan belajar minimal 60 yang sudah ditentukan dalam KTSP SMA Bung
Karno Karangpandan, Karanganyar.
Untuk mengetahui ketercapaian tujuan penelitian, dapat dilihat dari
indikator keberhasilan penelitian sebagai berikut ini.
148
Tabel . Indikator Ketercapaian Tujuan Penelitian
Aspek
yang Diukur
Persentase
Target Capaian
Cara mengukur Siklus
1
Siklus
2
Siklus
3
Keaktifan siswa
selama apersepsi
dan mengikuti
pembelajaran
50%
60%
70%
Diamati saat guru
memberikan apersepsi
kepada siswa pada awal
pembelajaran dan diamati
saat pembelajaran dengan
menggunakan lembar
observasi oleh peneliti dan
dihitung dari jumlah siswa
yang menunjukkan kesung-
guhan dalam kegiatan belajar
mengajar.
Keberanian
berpidato di
depan kelas
40% 55% 70% Diamati saat pembelajaran
dengan menggunakan lembar
observasi oleh peneliti dan
dihitung dari jumlah siswa
yang berani (mau) membaca
puisi di depan kelas.
Ketuntasan hasil
belajar
(keterampilan
siswa berpidati
mendapat nilai 65
ke atas)
50% 60% 70% Dihitung dari jumlah siswa
yang memperoleh nilai 65
ke atas untuk berpidato di
depan kelas.
149
Adapun untuk mengukur kualitas hasil pembelajaran berbicara (berpidato)
menggunakan indikator penilaian berupa lafal, nada, intonasi, sikap, dan kefasihan
dapat dilihat melalui indikator penilaian keterampilan berbicara (berpidato)
berikut ini:
Tabel 2. Indikator Penilaian Berbicara (berpidato)
Dilihat dari segi kebahasaan siswa untuk memilih bahasa untuk
mengungkapkan gagasan, berpidato mempunyai persamaan dengan tugas
bercerita (Burhan Nurgiyantoro, 2001: 264). Ada beberapa cara untuk menilai
tugas berpidato, Jakobvits dan Gordon (dalam Valette, 1997: 149)
mengembangkan teknik penilaian untuk tugas-tugas laporan lisan untuk tugas
bercerita dan berpidato yang memiliki kesamaan. Penilaian dilakukan dengan
skala 0 sampai dengan 10. Aspek yang dinilai dapat dimodifikasi sendiri sesuai
dengan kebutuhan dan karakteristik siswa oleh guru. Berikut ini indikator
penilaian berpidato:
1. Jenis tagihan : Nontes 2. Teknik : Unjuk Kerja 3. Bentuk instrumen : Rubrik Pengamatan
No. Aspek yang
Dinilai
Rentangan Skala Perolehan
Skor 5 4 3 2 1
1 Lafal
2 Nada
3 Intonasi
4 Sikap
5 Kelancaran
Total
Nilai
Tabel. Indikator Penilaian Keterampilan Berbicara
150
Pedoman Penilaian dan Teknik Penilaian
1. Lafal Kemampuan melafalkan bunyi secara tepat dapat dinilai dengan indikator:
5 Siswa mampu memberi penekanan yang sudah sesuai, dengan
mengucapkan pelafalan sesuai dengan kalimat yang dituturkan sehingga
jelas untuk dipahami.
4 Siswa terkadang mengucapkan pelafalan yang kurang dipahami.
3 Siswa kesulitan melafalkan kata-kata dengan tepat sehingga memaksa
pendengar harus mendengarkan dengan teliti ucapannya dan sekali-kali
timbul salah pengertian.
2 Siswa melafalkan kata-kata yang susah sekali dipahami karena masalah
pengucapan. Sering siswa harus mengulangi apa yang diucapkannya.
1 Siswa kesukaran melafalkan kata-kata dan kesalahan dalam pelafalannya
terlalu banyak sehingga kalimatnya tidak dapat dipahami.
2. Nada 5 Nada sesuai dengan kalimat yang diucapkan dan tidak monoton
4 Nada sudah variatif namun kadang-kadang monoton
3 Nada sering kali monoton hanya sesekali terdengar lagu kalimat yang
sesuai
2 Nada sering monoton
1 Nada monoton
3. Intonasi
Kemampuan menerapkan intonasi dengan benar dapat dinilai dengan
indikator di bawah ini.
5 Siswa dalam menuturkan kalimat hampir tidak ada kesalahan intonasi.
4 Siswa membuat sedikit sekali kesalahan intonasi saat menuturkan kalimat,
tetapi tidak mengaburkan arti.
3 Siswa sering membuat kesalahan intonasi sehingga sewaktu-waktu
mengaburkan arti.
2 Siswa membuat kesalahan intonasi saat menuturkan kalimat yang
menyebabkan kalimatnya sukar untuk dipahami.
151
1 Siswa membuat kesalahan intonasi dan susunan kata demikian banyaknya
sehingga kalimatnya benar-benar sulit dipahami.
4. Sikap
5 Siswa mampu menuturkan kalimat disertai dengan gerak anggota tubuh
sesuai dengan ekpresi.
4 Siswa terkadang melakukan gerak anggota tubuh yang tidak sesuai dengan
ekspresi.
3 Siswa sering menunjukkan ketidaksesuaian antara gerak-gerik yang
dilakukan dengan ekspresi.
2 Siswa terlihat ragu-ragu saat melakukan gerak anggota tubuh lain,
sehingga tidak sesuai dengan ekpresi.
1 Siswa tidak sama sekali tidak menunjukkan gerak anggota tubuh lain
sesuai dengan ekspresi saat menuturkan kalimat.
5. Kelancaran/kefasihan
Kemampuan untuk menempatkan posisi saat memerankan tokoh berbicara
dapat dinilai dengan indikator di bawah ini.
5 Pembicaraan lancar sekali.
4 Pembicaraan kurang lancar.
3 Kesulitan berbahasa, menyebabkan kecepatan dan kelancaran terganggu.
2 Pembicaraan tersendat-sendat.
1 Pembicaraan sering terhenti dan pendek-pendek.
Untuk mencari nilai dari setiap siswa dapat menggunakan teknik penilaian
sebagai berikut:
1. Nilai setiap unsur yang dinilai dalam cerita berkisar antara 1 sampai dengan
5. Nilai 5 berarti baik sekali, nilai 4 berarti baik, nilai 3 berarti sedang, nilai 2
berarti kurang, dan nilai 1 berarti kurang sekali.
2. Jumlah skor atau total nilai diperoleh dari menjumlahkan nilai setiap unsur
penilaian yang diperoleh siswa.
3. Nilai akhir yang diperoleh siswa diolah dengan menggunakan rumus:
Total nilai X 100 = nilai 25
152
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Awal (Pratindakan)
Untuk mendapatkan gambaran awal pelaksanaan pembelajaran berbicara,
peneliti melakukan kegiatan survei awal sebelum diadakan serangkaian siklus
penelitian. Kegiatan survei awal ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi awal
pembelajaran berbicara, serta mengetahui kemampuan awal keterampilan
berbicara siswa. pemahaman akan kondisi awal dari kegiatan survei awal ini
menjadi dasar untuk menentukan siklus yang akan dilakukan untuk mengatasi
permasalahan pembelajaran yang dialami guru maupun siswa, khususnya
pembelajaran berbicara. Peneliti melakukan kegiatan pengamatan selama proses
belajar-mengajar berlangsung. Segala kejadian yang berlangsung pada
pembelajaran berbicara kondisi awal, peneliti amati dalam lembar observasi.
Selanjutnya, peneliti melakukan wawancara terhadap guru bidang studi serta
kepada beberapa siswa dan pembagian angket untuk mengetahui sejauh mana
respons siswa terhadap pembelajaran berbicara yang telah berlangsung. Adapun
hasil kegiatan survei awal yang peneliti lakukan adalah sebagai berikut.
1. Siswa tidak antusias dalam mengikuti pembelajaran berbicara.
Hasil observasi yang peneliti lakukan pada saat survei awal terungkap
dengan jelas bahwa siswa menunjukkan sikap kurang peduli pada saat
berlangsungnya pembelajaran berbicara. Saat proses pembelajaran
berlangsung, siswa terlihat pasif. Beberapa siswa memang tampak
memperhatikan keterangan guru namun tidak sedikit pula siswa yang sibuk
beraktivitas sendiri. Dari hasil pantauan peneliti dengan lembar observasi,
diketahui 24 siswa atau 50% dari keseluruhan siswa di kelas tersebut kurang
memiliki minat dan motivasi mengikuti pembelajaran. Sementara itu,
keaktifan siswa hanya 29 % dari jumlah keseluruhan siswa atau 14 siswa.
42
153
Selain obeservasi yang peneliti lakukan, hasil angket yang peneliti
berikan kepada siswa menyatakan bahwa 50% siswa (24 siswa dari
keseluruhan siswa yang berjumlah 48 orang) menyatakan tidak begitu suka
terhadap pembelajaran berbicara bahasa Indonesia yang diterapkan oleh guru.
Selain itu, hasil wawancara peneliti dengan guru bidang studi bahasa
Indonesia menyatakan bahwa selama ini materi berbicara (berpidato) sulit
untuk diaplikasikan dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya di kelas
XII, karena siswa di kelas ini kurang memiliki respons yang baik terhadap
pembelajaran berbicara itu sendiri. Menurut guru kolaboran, para siswa
memang kurang dalam kompetensi berbicara. Hal ini dikarenakan siswa
merasa malu dan grogi saat diminta untuk berbicara di depan kelas.
2. Siswa merasa malu dan grogi saat tampil ke depan kelas untuk berbicara.
Pada survei awal yang peneliti lakukan, guru memberikan materi
berbicara (berpidato) dengan pembacaan teks pidato secara langsung.
Kegiatan yang dilakukan adalah beberapa orang siswa membacakan teks
pidato di depan kelas. Pada awalnya, guru menawarkan kepada siswa yang
ingin membacakan teks pidato, tidak ada siswa yang mau menunjukkan jari.
Guru kemudian menunjuk siswa untuk membacakan teks pidato yang telah
ditentukan, siswa yang telah ditunjuk pun terlihat enggan untuk membacakan
teks pidato yang telah ditentukan oleh guru tersebut. Kejadian tersebut
berlangsung selama pembelajaran berbicara (berpidato) dilakukan. Siswa mau
tidak mau harus maju ke depan kelas untuk membacakan teks pidato, karena
sudah merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang harus
dikuasai. Siswa merasa terpaksa saat mereka diminta untuk maju ke depan
kelas. Siswa tampak grogi dan malu saat mereka tampil di depan kelas
membacakan teks pidato yang diberikan oleh guru. Akibat dari perasaan
tersebut, membuat penampilan siswa kurang maksimal. Lafal, intonasi, dan
nada, sikap, serta ekspresi siswa tidak tampak saat mereka berpidato.
Akhirnya peneliti dapat menyimpulkan bahwa siswa masih kurang tertarik
dengan cara pembelajaran yang guru berikan dan keterampilan berbicara
(berpidato) siswa kelas XII rendah.
154
2. Guru kurang kooperatif terhadap siswa sehingga kesulitan dalam
membangkitkan minat siswa.
Guru belum bisa menunjukkan komunikasi aktif dengan siswa. Hal itu
ditunjukkan dengan masih banyaknya siswa yang mengalihkan perhatiannya
pada saat pembelajaran berlangsung. Guru juga terkesan kaku dalam
memberikan materi pelajaran. Guru sudah mencoba membangkitkan minat
siswa dengan memberi pendekatan secara langsung dan menegur siswa yang
tidak memperhatikan pelajaran. Namun, cara ini belum mampu
membangkitkan minat siswa dalam mengikuti pembelajaran. Siswa merasa
bosan dengan metode mengajar guru. Hal ini dibuktikan dalam angket siswa
yang menyatakan bahwa 50% (24 siswa dari keseluruhan siswa yang
berjumlah 48 orang) menyatakan bosan dengan metode mengajar guru.
3. Guru kesulitan dalam mengembangkan metode yang tepat untuk mengajarkan
materi berbicara (berpidato).
Selama ini dalam mengajarkan berbicara (berpidato), guru
menggunakan metode ceramah dan hanya menugasi beberapa siswa saja yang
membacakan teks pidato. Guru terlihat mendominasi pembelajaran yang
berlangsung. Disamping itu, guru merasa kesulitan menemukan cara yang
tepat agar pembelajaran berbicara berlangsung menyenangkan dan membuat
siswa merasa tertarik.
4. Guru kesulitan dalam mengelola kelas pada saat materi pembelajaran
berbicara.
Selama pembelajaran berlangsung, guru menggunakan metode
konvensional dengan memperbanyak memberikan ceramah. Akhirnya
interaksi antara guru dengan murid menjadi pasif karena hanya terjalin
komunikasi satu arah. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru
bidang studi bahasa Indonesia menyatakan bahwa guru masih kesulitan dalam
mengajarkan materi berbicara (berpidato). Lebih lanjut, guru juga
menyatakan bahwa pembelajaran berbicara saat ini kurang optimal karena
siswa kurang tetarik dan akhirnya siswa tidak mempedulikan pembelajaran.
155
5. Sebagian besar siswa belum mencapai batas ketuntasan minimal keterampilan
berbicara (berpidato) yaitu 65.
Tabel 3. Nilai Keterampilan Berbicara Survei Awal
No Nama Nilai
KETERANGAN
1 Agus Mulyono 55 BELUM TUNTAS 2 Ari Ruliyanto 50 BELUM TUNTAS 3 Diah Rahayu 52 BELUM TUNTAS 4 Dwi Setia N 70 TUNTAS 5 Ernawati 50 BELUM TUNTAS 6 Etriana Dewi 45 BELUM TUNTAS 7 Heri Supriyanto 52 BELUM TUNTAS 8 Indarti 52 BELUM TUNTAS 9 Jayanti 48 BELUM TUNTAS
10 Jiwo Surahno 52 BELUM TUNTAS 11 Novi Wulandari 50 BELUM TUNTAS 12 Praptiwi 50 BELUM TUNTAS 13 Presdiyan AP 50 BELUM TUNTAS 14 Risky Ichwan Z 55 BELUM TUNTAS 15 Sabekti 60 BELUM TUNTAS 16 Saras Triwardi 52 BELUM TUNTAS 17 Sari Haryanti 55 BELUM TUNTAS 18 Sri Wartini 50 BELUM TUNTAS 19 Sujiyani 55 BELUM TUNTAS 20 Suparti 57 BELUM TUNTAS 21 R. Aprianingsih 52 BELUM TUNTAS 22 Sri Sugiyatmi 55 BELUM TUNTAS 23 Sugiyarti 65 BELUM TUNTAS 24 Rake Devi M 60 BELUM TUNTAS 25 Alpenikus 58 BELUM TUNTAS 26 Sadiyah 50 BELUM TUNTAS 27 Budiyono 62 BELUM TUNTAS 28 Candra W. 55 BELUM TUNTAS 29 Pita Nur I. 60 BELUM TUNTAS 30 Wahyu P. 65 BELUM TUNTAS 31 Suharsono 50 BELUM TUNTAS 32 Bagus Prasetyo 60 BELUM TUNTAS
156
33 Hartoto 60 BELUM TUNTAS 34 Amir Yulianto 62 BELUM TUNTAS 35 Anggun W.P. 52 BELUM TUNTAS 36 Sutarso 58 BELUM TUNTAS 37 Subianto 50 BELUM TUNTAS 38 Yesi Lina Ningsih 50 BELUM TUNTAS 39 Sri Wahyuni 45 BELUM TUNTAS 40 Moh. Saifudin 48 BELUM TUNTAS 41 Novi Eko S. 60 BELUM TUNTAS 42 Hary Setiawan 52 BELUM TUNTAS 43 Yoga Rolado 65 BELUM TUNTAS 44 Muklas U. 55 BELUM TUNTAS 45 Nur Sa'ad A. 50 BELUM TUNTAS 46 Dedi Susanto 55 BELUM TUNTAS 47 Trisno Suparjo 58 BELUM TUNTAS 48 Diyah Ayu P. 52 BELUM TUNTAS
Rata-rata kelas 54,67
Siswa yang tuntas (1) Siswa yang belum tuntas (47)
Dari hasil nilai tes survei awal keterampilan berbicara siswa di atas dapat
dikatakan bahwa keterampilan siswa berbicara sangat memprihatinkan. dari 48
siswa yang sudah mencapai batas ketuntasan minimal belajar hanya satu (1) atau
1% dari jumlah keseluruhan siswa (48). Berarti 98% (47) siswa yang lain belum
mencapai ketuntasan belajar. Rentangan nilai 45-70, dan nilai rata-rata kelas
adalah 54, 67. Nilai rata-rata kelas ini jauh dari nilai ketuntasan rata-rata kelas
yaitu 70.
Dari fakta hasil survei awal membuktikan bahwa proses maupun hasil
pembelajaran berbicara pada siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan
masih jauh dari harapan. Dilihat dari segi proses pembelajaran meunjukkan bahwa
pembelajaran berbicara yang selama ini berjalan kurang kondusif. Hal ini dapat
dilihat dari kurangnya minat dan motivasi serta keaktifan siswa dalam mengikuti
pembelajaran berbicara. Tentu saja masalah pertama tersebut memunculkan
masalah kedua, yaitu hasil atau nilai keterampilan berbicara siswa yang turut
memprihatinkan. Oleh karena itu perlu adanya terapi untuk mengatasi penyakit
157
pembelajaran tersebut. Terapi yang cocok untuk mengobati penyakit tersebut ialah
dengan penerapan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran berbicara.
B. Deskripsi Hasil Penelitian
Proses penelitian dilaksanakan dalam tiga siklus dengan harapan dapat
memberikan jawaban yang memuaskan terhadap masalah yang telah dirumuskan.
Masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan, yaitu: (1) perencanaan (2)
pelaksanaan siklus (3) observasi dan interpretasi (4) analisis dan refleksi.
1. Siklus I
a. Perencanaan Siklus
Pada tahap ini peneliti dan guru kolaboran mendiskusi kan
rancangan skenario pembelajaran yang akan diterapkan pada siklus yang
akan dilakukan untuk mengatasi permasalahan pembelajaran berbicara
yang dialami dengan metode diskusi kelompok. Kegiatan perencanaan
siklus ini dilaksanakan pada hari Sabtu 11 Oktober 2008 di ruang guru
setelah kegiatan belajar mengajar selesai.
Hal-hal yang menjadi bahan diskusi antara peneliti dan guru
kolaboran adalah sebagai berikut : (1) peneliti menyamakan persepsi
dengan guru mengenai penelitian yang dilakukan; (2) peneliti
mengusulkan diterapkannya metode diskusi kelompok dalam
pembelajaran Siklus I, serta menjelaskan cara penerapannya; (3) peneliti
dan guru bersama-sama menyusun RPP untuk siklus I; (4) peneliti dan
guru bersama-sama merumuskan indikator pencapaian tujuan; (5) peneliti
dan guru bersama-sama membuat lembar penilaian siswa, yaitu instrumen
penelitian berupa tes dan nontes. Instrumen tes digunakan untuk menilai
keterampilan berbicara siswa. Instrumen nontes digunakan untuk
menghitung persentase minat dan motivasi serta keaktifan siswa dalam
pembelajaran siklus I. Instrumen nontes ini berbentuk pedoman observasi;
dan (6) peneliti dan guru menentukan jadwal pelaksanaan siklus.
Berkaitan dengan penerapan metode diskusi kelompok dalam
pembelajaran berbicara, disiapkan tiga panduan. Ketiga panduan tersebut
antara lain: (1) pemahaman PTK (Penelitian Tindakan Kelas); (2)
158
penerapan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran berbicara; (3)
pelaksanaan pembelajaran yang kondusif. Ketiga panduan tersebut untuk
menyamakan persepsi antara peneliti dan guru kolaboran tentang prosedur
penelitian tindakan kelas.
Pemahaman konsep PTK berdasarkan kesepakatan dilaksanakan
pada hari kamis, 12 Oktober 2008 di kantor guru SMA Bung Karno
Karangpandan. Dalam pertemuan ini peneliti memberikan wawasan
tentang PTK (Penelitian Tindakan Kelas). Pemberian wawasan ini
dilakukan dengan metode diskusi antara peneliti dan guru kolaboran.
Selain pemahaman konsep PTK, peneliti dan guru kolaboran sekaligus
mendiskusi kelompokkan tentang penerapan metode diskusi dalam siklus
nanti.
Pembekalan pembelajaran berbicara yang kondusif berupa
pemberian motivasi kepada siswa akan pentingnya keterampilan berbicara
yang dimiliki siswa. Selain itu peneliti memberikan pembekalan mengenai
keterampilan dasar mengajar, terutama keterampilan menjelaskan,
keterampilan memotivasi siswa dan keterampilan menerapkan metode
mengajar, dalam hal ini metode diskusi kelompok yang akan diterapkan
pada Siklus I.
Setelah sharing ideas tentang ketiga pembekalan tersebut selesai,
peneliti dan guru kolaboran menyepakati bahwa pelaksanaan Siklus I
akan dilaksanakan pada hari Rabu, 15 Oktober 2008 (dua jam pelajaran)
dan Sabtu, 18 Oktober 2008 (dua jam pelajaran).
Adapun tahap perencanaan siklus I secara ringkas meliputi
kegiatan sebagai berikut:
1) Peneliti bersama guru merancang skenario pembelajaran berbicara
dengan metode diskusi kelompok;
2) Peneliti dan guru menyamakan persepsi dengan pemahaman konsep
PTK, pelaksanaan pembelajaran berbicara dengan metode diskusi
kelompok, dan pelaksanaan pembelajaran yang kondusif;
159
3) Peneliti dan guru menyusun instrumen penelitian berupa tes dan
nontes. Instrumen tes dinilai dari unjuk kerja/penampilan siswa
berbicara (berpidato). Aspek yang dinilai berdasarkan lafal, intonasi,
nada, sikap, kelancaran/kefasihan atau kefasihan. Adapun instrumen
nontes digunakan untuk mengamati minat dan motivasi serta keaktifan
siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung berdasarkan
pedoman observasi yang telah disusun;
4) Pelaksanan Siklus I direncanakan berlangsung selama dua kali
pertemuan sesuai dengan kesepakatan antara peneliti dan guru
kolaboran, yakni dilaksanakan pada hari Rabu, 15 Oktober 2008 dan
Sabtu 18 Oktober 2008.
b. Pelaksanaan Siklus
Pelaksanaan Siklus I berlangsung selama dua kali pertemuan, yakni pada
hari Rabu, 15 Oktober dan Sabtu, 18 Oktober 2008 di ruang kelas XII
SMA Bung Karno Karangpandan. Masing-masing pertemuan
dilaksanakan selama 2x45 menit. Pembelajaran dilaksanakan berdasarkan
skenario dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah
disepakati antara peneliti dengan guru mata pelajaran bahasa Indonesia
pada tahap perencanaan. Pada saat pembelajaran berlangsung peneliti
mengambil posisi di kursi paling belakang untuk melakukan observasi
terhadap jalannya pembelajaran serta melakukan pengambilan data melalui
wawancara tidak berstruktur setelah pembelajaran usai.
Materi pada pelaksanaan Siklus I adalah pengertian berpidato dan
langkah-langkahnya dan teks pidato memperingati HUT RI ke-64. Materi
ini dibahas dalam dua kali pertemuan. Pertemuan pertama siswa
menganalisis materi pidato sambutan acara ulang tahun kemerdekaan
Republik Indonesia ke 64 dengan menggunakan metode diskusi kelompok.
Pertemuan kedua siswa ditugasi tampil ke depan kelas untuk berpidato
memberikan sambutan pada acara HUT RI ke-64 satu per satu, kemudian
guru membimbing dan memberikan komentar atas penampilan siswa saat
berpidato.
160
Urutan pelaksanaan Siklus I adalah sebagai berikut:
1) Guru memberikan apersepsi dengan mengadakan tanya jawab dengan
siswa tentang kegiatan memberi sambutan atau berpidato pada suatu
acara tertentu yang pernah dilihat atau dialami siswa;
2) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai;
3) Guru menyajikan materi yang telah direncanakan dengan melibatkan
siswa secara aktif serta memberikan contoh cara membaca teks
sambutan dan memberi sambutan tanpa teks;
4) Guru meminta siswa membaca contoh teks sambutan yang terdapat di
dalam buku paket;
5) Guru meminta siswa untuk membuat teks sambutan dengan memilih
sendiri topik HUT RI ke-64;
6) Guru meminta siswa untuk berdiskusi kelompok dan bertukar pikiran
untuk mencoba menampilkan sambutan di dalam kelompok masing-
masing;
7) Guru meminta siswa ke depan kelas berpidato sesuai teks pidato yang
telah disusun;
8) Guru memberikan refleksi kegiatan pembelajaran yang telah
dilaksanakan dengan bertanya kepada siswa tentang kesulitan yang
dialami berkenaan dengan berbicara khususnya berpidato;
9) Guru memberikan tugas kepada siswa untuk membuat teks sambutan
dan meperbanyak latihan berdasarkan teori yang telah dipelajari.
c. Observasi dan Interpretasi
Dari pelaksanaan Siklus I peneliti berpendapat bahwa tujuan
pembelajaran belum tercapai. Hal ini ditunjukkan dengan kualitas
keterampilan berbicara siswa yang masih rendah. Selain itu tidak tercipta
pembelajaran yang komunkatif yang menunjukkan terjadinya interaksi dua
arah. Interaksi yang terjadi hanya satu arah yaitu guru masih mendominasi
kegiatan belajar mengajar, kurang adanya tanggapan positif dari siswa.
Berdasarkan observasi dan evaluasi dari hasil jawaban siswa,
peneliti menemukan faktor-faktor rendahnya kualitas keterampilan
161
berbicara siswa yaitu: malu, grogi, cara pengungkapan ide atau gagasan
cara penyampaian pidato, gemetar, takut atau tegang, kurang percaya diri,
dan guru kurang memberi motivasi kepada siswa. Teknik-teknik berpidato
yang menjadi aspek penilaian seperti lafal, intonasi, nada, sikap dan
kelancaran/kefasihan siswa masih jauh dari sempurna.
Peneliti mengamati guru kolaboran yang sedang mengajar di kelas
dengan materi berpidato. Pengamatan ini dilaksanakan pada Rabu, 15
Oktober 2008 (dua jam pelajaran) dan Sabtu, 18 Oktober 2008 (dua jam
pelajaran). Peneliti mengambil posisi paling belakang ketika mengamati
proses pembelajaran. Sementara itu, peneliti mengadakan observasi
sebagai partisipan pasif terhadap kegiatan pembelajaran yang dipimpin
oleh guru. Peneliti mengambil posisi di kursi paling belakang agar bisa
mengamati jalannya pembelajaran. Berdasarkan kegiatan tersebut, secara
garis besar diperoleh gambaran tentang jalannya pembelajaran berpidato
dengan menerapkan diskusi kelompok pada Siklus I sebagai berikut:
1) Guru sudah menerapkan metode diskusi kelompok pada pelaksanaan
Siklus I. Guru membagi 5 siswa untuk satu kelompok.
2) Guru kolaboran sudah memberikan pemahaman kepada siswa akan
teknik-teknik berpidato seperti lafal, intonas, nada, sikap, dan
kelancaran/kefasihan.
3) Untuk melatih keterampilan berpidato, siswa diminta oleh guru untuk
berdiskusi kelompok sesuai dengan kelompoknya masing-masing;
4) Guru masih mendominasi jalannya pembelajaran dengan selalu
menceramahi siswa. Siswa jarang diberi kesempatan untuk
memberikan argumen dalam sesi tanya jawab di awal pembelajaran;
5) Guru kurang memberikan bimbingan pada setiap kelompok. Guru
hanya memberikan pengarahan dan bimbingan di depan kelas tanpa
mendekati tiap-tiap kelompok;
6) Dari penerapan metode diskusi, masih terdapat kelemahan. Kelemahan
tersebut adalah siswa belum mampu benar-benar memanfaatkan teman
162
sekelompoknya sebagai teman (partner) belajar. Siswa dalam
berdiskusi masih terlihat berurusan dengan kepentingannya sendiri.
7) Dilihat dari hasil berpidato siswa masih terdapat beberapa kekurangan.
Sebagian besar teknik-teknik berpidato mulai dari lafal, nada, intonasi,
sikap serta kelancaran/kefasihan siswa sebagian besar masih kurang.
Intonasi sebagian besar siswa masih terdengar datar seperti orang yang
sedang membaca. Sikap siswa masih terlihat kaku. Nada siswa masih
terlihat monoton.
8) Dari pantauan peneliti, minat dan motivasi serta keaktifan siswa
mengalami peningkatan dibandingkan pada pembelajaran prasiklus
survei awal. Dari pantauan peneliti dengan menggunakan pedoman
observasi diketahui bahwa siswa yang berminat/perhatian terhadap
pembelajaran sebanyak 31 siswa (65%). Siswa yang aktif dalam
pembelajaran sebanyak 17 orang (35%);
9) Dibandingkan dengan nilai tes survei awal berbicara (berpidato), nilai
rata-rata kelas meningkat sebesar 11,73 poin dari 54,67 menjadi
66,40. Nilai tertinggi yang diraih siswa adalah 72. Adapun nilai
terendah siswa adalah 52. Siswa yang tuntas atau mencapai batas
ketuntasan minimal belajar meningkat tajam sebanyak 26 siswa atau
54% dari jumlah keseluruhan siswa (48). Di sisi lain siswa yang belum
mencapai batas ketuntasan minimal sebanyak 22 siswa atau 46% dari
jumlah keseluruhan siswa.
10) Peningkatan keterampilan berpidato siswa kelas XII SMA Bung Karno
Karangpandan tercermin dari perolehan nilai berpidato pada Siklus I
berikut ini.
163
Tabel 4. Perolehan Nilai Berpidato pada Siklus I
No
Nama
Aspek Penilaian Nilai
Keterangan I II III IV V
1 Agus Mulyono 3 3 4 4 2 64 BELUM TUNTAS
2 Ari Ruliyanto 4 3 4 3 3 68 TUNTAS 3 Diah Rahayu 3 3 4 4 2 64 BELUM TUNTAS
4 Dwi Setia N 4 3 4 4 3 72 TUNTAS
5 Ernawati 4 3 3 3 4 68 TUNTAS 6 Etriana Dewi 4 3 3 3 2 60 BELUM TUNTAS
7 Heri Supriyanto 3 3 4 3 3 64 BELUM TUNTAS
8 Indarti 4 4 3 4 3 72 TUNTAS 9 Jayanti 4 3 4 4 3 72 TUNTAS
10 Jiwo Surahno 4 3 4 4 2 68 TUNTAS 11 Novi Wulandari 4 3 4 3 2 64 BELUM TUNTAS
12 Praptiwi 3 4 3 3 3 64 BELUM TUNTAS
13 Presdiyan AP 3 4 3 4 3 68 TUNTAS 14 Risky Ichwan Z 4 4 3 3 3 68 TUNTAS
15 Sabekti 4 3 4 3 2 64 BELUM TUNTAS
16 Saras Triwardi 4 3 4 3 3 68 TUNTAS 17 Sari Haryanti 3 3 5 4 3 72 TUNTAS
18 Sri Wartini 3 3 4 4 2 64 BELUM TUNTAS
19 Sujiyani 4 3 3 3 2 60 BELUM TUNTAS
20 Suparti 3 3 4 4 3 68 TUNTAS
21 R. Aprianingsih 4 3 3 3 3 64 BELUM TUNTAS
22 Sri Sugiyatmi 4 3 4 3 3 68 TUNTAS
23 Sugiyarti 4 4 3 4 3 72 TUNTAS
24 Rake Devi M 4 3 4 4 3 72 TUNTAS 25 Alpenikus 3 4 4 3 3 68 TUNTAS
26 Sadiyah 4 3 3 3 3 64 BELUM TUNTAS
27 Budiyono 4 3 4 4 3 72 TUNTAS 28 Candra W. 4 3 4 3 3 68 TUNTAS
29 Pita Nur I. 4 3 4 4 3 72 TUNTAS 30 Wahyu P. 4 4 4 4 3 76 TUNTAS
31 Suharsono 3 3 3 4 3 64 BELUM TUNTAS
32 Bagus Prasetyo 3 4 4 4 3 72 TUNTAS 33 Hartoto 4 4 4 3 3 72 TUNTAS
164
34 Amir Yulianto 4 3 4 4 3 72 TUNTAS
35 Anggun W.P. 3 4 3 4 2 64 BELUM TUNTAS
36 Sutarso 3 3 4 3 2 60 BELUM TUNTAS
37 Subianto 4 3 3 3 3 64 BELUM TUNTAS
38 Yesi Lina Ningsih 4 3 4 3 3 68 TUNTAS 39 Sri Wahyuni 3 3 2 3 2 52 BELUM TUNTAS
40 Moh. Saifudin 4 3 2 3 2 56 BELUM TUNTAS
41 Novi Eko S. 4 4 3 3 3 68 TUNTAS
42 Hary Setiawan 3 3 3 3 3 60 BELUM TUNTAS
43 Yoga Rolado 4 3 4 4 3 72 TUNTAS 44 Muklas U. 4 3 3 3 3 64 BELUM TUNTAS
45 Nur Sa'ad A. 3 4 3 3 2 60 BELUM TUNTAS
46 Dedi Susanto 3 4 4 3 3 68 TUNTAS 47 Trisno Suparjo 4 3 4 3 2 64 BELUM TUNTAS
48 Diyah Ayu P. 3 3 4 3 2 60 BELUM TUNTAS
Ket: I : Lafal II : Nada III : Intonasi Rata-rata kelas IV : Sikap V : Kelancaran/kefasihan
66,4
d. Analisis dan Refleksi
Berdasarkan observasi dan evaluasi pelaksanaan Siklus I, peneliti perlu
mengadakan perbaikan dengan melaksanakan Siklus II. Pelaksanaan siklus II
merupakan perbaikan-perbaikan kelemahan-kelemahan yang teridentifikasi
pada pelaksanaan Siklus I.
Berdasarkan hasil observasi tersebut, guru dan peneliti melakukan
analisis dan refleksi sebagai berikut:
1) Guru perlu memberikan penjelasan tantang teori-teori pidato dan teknik
teknik berpidato secara mendalam kepada siswa.
2) Guru harus dapat memanfaatkan metode diskusi kelompok yang
diterapkan sebagiai metode yang benar-benar membuat siswa belajar
dengan efektif dengan memanfaatkan teman sekelompok sebagai partner
belajar. Guru perlu mendorong keaktifan siswa dalam kelompoknya.
165
3) Guru juga harus berupaya untuk bersikap komunikatif kepada siswa yaitu
dengan membimbing tiap-tiap kelompok dengan mendekati tiap-tiap
kelompok tersebut agar tercipta komunikasi dua arah antara guru dan
siswa;
4) Guru perlu menganalisis apakah kelompok yang dibentuk efektif membuat
siswa belajar khususnya dapat menunjang pembelajaran berbicara dalam
hal ini adalah keterampilan berpidato siswa;
5) Guru perlu membenahi beberapa teknik berpidato yang masih kurang
pada pelaksanaan Siklus I seperti sikap dan kelancaran/kefasihan, tidak
terkecuali teknik-teknik yang lain;
6) Guru perlu mendorong keberanian siswa untuk tampil percaya diri ketika
berpidato di depan kelas dengan meningkatkan minat dan motivasi siswa
mengikuti kegiatan pembelajaran.
2. Siklus II
a. Perencanaan Siklus
Pada pelaksanaan Siklus I, peneliti menemukan beberapa masalah
dalam pembelajaran, yaitu kesulitan yang dihadapi siswa dalam kegiatan
berbicara (berpidato) dan kurangnya motivasi guru dalam proses belajar
mengajar.
Berangkat dari permasalahan tersebut, peneliti melaksanakan
penelitian Siklus II dengan perencanaan sebagai berikut:
1) Membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam kegiatan berpidato.
2) Memotivasi siswa agar mereka mampu melaksanakan kegiatan
berbicara dengan baik, benar, dan wajar tidak malu dan grogi.
3) Menerapkan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran secara
efektif.
4) Mendorong siswa untuk aktif dalam kelompok masing-masing.
5) Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan berbicara secara keseluruhan pada
Siklus II.
166
Sejalan dengan hasil analisis dan refleksi pada Siklus I, pada hari
Jumat, Rabu 22 Oktober 2008 di ruang guru SMA Bung Karno
Karangpandan, peneliti dan guru kolaboran mengadakan sharing idea.
Peneliti menyampaikan analisis hasil pengamatan proses pembelajaran
pada Siklus I di kelas XII yang telah dilaksanakan. Peneliti
mengungkapkan kelebihan dan kelemahan yang terjadi selama proses
pembelajaran berbicara (berpidato) dengan menerapkan metode diskusi
kelompok yang telah dilakukan, terkait dengan hasil keterampilan
berpidato siswa dan minat dan motivasi serta keaktifan siswa pada Siklus
I.
Untuk mengurangi kelemahan-kelemahan yang terjadi pada Siklus
I, maka peneliti dan guru kolaboran menyepakati beberapa hal untuk
diterapkan pada siklus berikutnya. Untuk mengatasi berbagai kekurangan
yang ada, akhirnya peneliti dan guru mengambil keputusan sebagai
berikut.
1) Guru mengubah posisi mengajar, yaitu tidak hanya berada di depan
kelas saat memberikan penjelasan kepada siswa, namun juga guru
sesekali memonitor siswa yang berada di kursi bagian belakang agar
mereka juga ikut aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Guru juga
harus membimbing kinerja kelompok dengan mendekati tiap-tiap
kelompok agar tercipta komunikasi dua arah antara guru dan siswa,
juga tercipta kedekatan emosional yang serasi antara guru dans siswa.
2) Guru akan menambah teori tentang teknik-teknik berpidato.
3) Dalam penerapan metode diskusi kelompok pada pembelajaran,
seluruh siswa dari tiap kelompok diminta untuk tampil di depan
kelompoknya masing-masing dan menilai kelebihan dan kekurangan
teman lain dalam satu kelompok yang mencoba telah tampil.
4) Tiap-tiap kelompok diminta untuk memberikan catatan hasil penilaian
uji coba penampilan berpidato di depan kelompoknya masing-masing
kepada guru untuk di analisis.
167
5) Masalah kekompakan dalam kelompok, dapat diatasi dengan guru
memberikan penjelasan kepada siswa tujuan dan keharusan bekerja
sama dalam sebuah kelompok.
6) Untuk masalah kelancaran/kefasihan, dapat diatasi dengan guru
memberi penjelasan kepada siswa bahwa pengulangan kata yang tidak
perlu sebaiknya ditinggalkan. Untuk itu, siswa harus memahami
dengan baik sambutan pidato yang akan ditampilkan , agar sewaktu
tampil tidak lupa dan tidak mengulang kata.
7) Guru lebih membangkitkan minat dan motivasi siswa dalam mengikuti
pembelajaran.
Tahap perencanaan siklus II secara singkat meliputi kegiatan
sebagai berikut:
1) Peneliti bersama guru merancang skenario pembelajaran berbicara dan
persiapan penerapan diskusi kelompok pada pembelajaran Siklus II.
2) Guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk
pelaksanaan siklus kedua;
3) Peneliti dan guru menyusun instrumen penelitian berupa tes dan
nontes. Instrumen tes dinilai dari hasil unjuk kerja siswa berpidato dan
instrumen nontes diguakan untuk menghitung persentase minat dan
motivasi serta keaktifan siswa mengikuti pembelajaran.
Peneliti dan guru kolaboran sepakat bahwa pelaksanaan siklus II akan
dilaksanakan pada hari Rabu, 29 Oktober 2008 (pertemuan pertama) dan
Sabtu, 1 November 2008 (pertemuan kedua).
b. Pelaksanaan Siklus
Siklus II pertemuan pertama yang telah direncanakan sebelumnya
oleh peneliti dan guru kolaboran dilaksanakan pada hari Rabu, 29 Oktober
2008 selama dua jam pelajaran (2x45 menit) dalam satu kali pertemuan
yaitu pukul 07.00-08.20 WIB di ruang kelas XII SMA Bung Karno
Karangpandan, sedangkan Siklus II pertemuan kedua dilaksanakan pada
hari Sabtu, 1 November 2008 dalam 2 jam pelajaran (2x45 menit) yaitu
168
pukul Pukul 08.20-09.40 WIB. Dalam pelaksanaan siklus II ini, guru
mengaplikasikan solusi yang telah disepakati dengan peneliti untuk
mengatasi kekurangan pada proses pembelajaran drama dalam Siklus I,
sedangkan peneliti melakukan observasi terhadap proses pembelajaran
dengan menempatkan diri di kursi paling belakang, seperti.
Materi pada pelaksanaan Siklus II ini adalah berpidato tanpa teks
dengan lafal, nada, intonasi, dan sikap yang tepat sesuai dengan kompetensi
dasar yang ingin dicapai. Urutan pelaksanaan siklus tersebut adalah berikut
ini.
1) Guru melakukan apersepsi dengan bertanya jawab kepada siswa tentang
kesulitan yang dihadapi saat tampil berpidato pada pertemuan yang lalu.
2) Guru menjelaskan solusi yang dihadapi siswa sambil memberikan contoh
di depan kelas.
3) Guru menugasi siswa untuk mempelajari teks sambutan pidato yang
terdapat di dalam buku materi dan mendiskusikannya sesuai dengan
kelompoknya masing-masing.
4) Guru meminta tiap-tiap siswa dalam kelompoknya masing-masing untuk
mencoba berpidato (memberikan sambutan), sementara siswa yang lain
menilai kelemahan-dan kelebihannya sesuai dengan format penilaian yang
diberika oleh guru.
5) Guru menugasi beberapa kelompok sebagai perwakilan untuk melaporkan
hasil diskusinya.
6) Guru mengomentari hasil diskusi (penilaian) dari tiap-tiap siswa dalam
tiap-tiap kelompok.
7) Guru meminta siswa satu per satu ke depan kelas berpidato (pidato
sambutan) di sesuai dengan materi yang telah ditetapkan oleh guru dalam
buku teks.
8) Guru memberi refleksi terhadap penampilan siswa secara umum.
169
c. Observasi dan Interpretasi
Berdasarkan hasil pengamatan pelaksanaan pembelajaran pada
Siklus II yang telah dilaksanakan dengan lancar pada hari Rabu,
29 Oktober 2008 dan Sabtu 1 November 2008. Peneliti mengamati guru
yang sedang mengajar di kelas XII dengan menerapkan metode diskusi
kelompok. Peneliti mengamati guru yang sedang mengajar siswa kelas XII
SMA Bung Karno Karang Pandan dengan memosisikan diri di kursi
belakang. Kegiatan observasi ini dimaksudkan untuk mengamati
pelaksanan pembelajaran berbicara (berpidato) dengan menerapkan
metode diskusi kelompok dengan mengidentifikasikan kelebihan maupun
kelemahan yang ditunjukkan, baik oleh guru, siswa, maupun metode yang
diterapkan pada pelaksanaan pembelajaran berbicara Siklus II.
Berdasarkan kegiatan tersebut, secara garis besar diperoleh
gambaran tentang jalannya pembelajaran berpidato dengan menerapkan
metode diskusi klelompok pada Siklus II adalah sebagai berikut:
1) Guru kolaboran semakin mahir memberikan pemahaman kepada siswa
akan teknik-teknik berpidato seperti lafal, nada, intonasi, sikap, serta
kelancaran/kefasihan. Guru sendiri terlihat dapat memberikan contoh
penerapan dari teknik-teknik berpidato tersebut di depan kelas.
2) Metode diskusi kelompok yang diterapkan oleh guru lebih inovatif
dibandingkan pada Siklus I. Dengan pemberian feedback dari teman
sekelompok dan juga oleh guru, siswa dapat memahami
kekurangannya dalam berpidato dan mendapatkan solusi untuk
menutupi kekurangan-kekurangan dalam berpidato yang sudah
ditampilkan .
3) Guru sudah melaksanakan kegiatan pembelajaran secara konseptual.
Artinya, guru mengajar dengan arah dan tujuan yang jelas dan
terencana. Guru sebelumnya memberikan teori terlebih dahulu,
kemudian siswa diminta untuk menerapkan teori berpidato untuk
diujicobakan dalam masing-masing kelompok.
170
4) Dilihat dari hasil berpidato siswa, terlihat bahwa sebagian besar siswa
sudah dapat berpidato dengan baik dengan menerapkan teknik-teknik
berpidato. Lafal, nada, intonasi, sikap, dan kelancaran/kefasihan dan
sudah diterapkan dengan cukup baik oleh siswa, namun masih terdapat
beberapa siswa yang kurang;
5) Kualitas pembelajaran drama pada Siklus II mengalami peningkatan.
Hal ini terlihat dari tercapainya sejumlah indikator yang telah
ditetapkan, seperti meningkatnya minat dan motivasi serta keaktifan
siswa. Di samping itu, kekurangan-kekurangan yang ditemui dalam
Siklus I telah dapat diatasi dengan baik oleh guru pada Siklus II.
Teknik-teknik yang diterapkan guru terbukti dapat meningkatkan
minat dan motivasi serta keaktifan siswa terhadap pembelajaran;
6) Siswa secara umum sudah berani tampil di depan kelas tanpa rasa takut
dan grogi, seperti yang ditunjukkan pada survei awal dan Siklus I.
Selain itu kerja sama setiap kelompok semakin kompak;
7) Guru dapat memberikan motivasi dan kepercayaan diri kepada siswa
untuk berpidato dengan memberikan penjelasan bahwa aktivitas
berbicara (berpidato) dapat melatih kemampuan berkomunikasi,
kemampuan menghafal, dan dapat mengembangkan berbagai
keterampilan berbahasa;
8) Minat dan motivasi siswa meningkat. Hal ini dapat dilihat pada siswa
yang berkonsentrasi pada pembelajaran (tidak mengantuk, menopang
dagu dengan tidak konsentrasi terhadap pembelajaran, atau asyik
dengan kesibukanya sendiri) siswa selama mengikuti pembelajaran
Siklus II. Sejumlah 36 siswa atau 75% dari jumlah siswa memiliki
minat dan motivasi mengikuti pembelajaran drama Siklus II
dibandingkan pada Siklus I, meningkat 10%.
9) Keaktifan siswa mengalami peningkatan yang cukup tajam yaitu
sebesar 20 % dibandingkan dengan siklus sebelumnya. Siswa yang
aktif pada Siklus II ini mencapai 26 orang atau sebesar 55% dari
171
jumlah siswa. Siswa sudah berani bertanya serta merespon pertanyaan
yang diajukan guru;
10) Dibandingkan dengan nilai keterampilan berpidato Siklus I, nilai rata-
rata kelas meningkat sebesar 4,6 poin dari 66,4 menjadi 71,00. Nilai
tertinggi yang diraih siswa adalah 80. Adapun nilai terendah siswa
adalah 64. Siswa yang tuntas meningkat menjadi 37 siswa (77%). Di
sisi lain siswa yang belum tuntas turun menjadi 11 siswa. Peningkatan
keterampilan berpidato siswa kelas XII SMA Bung Karno
Karangpandan tercermin dari perolehan nilai berpidato pada Siklus II
berikut ini.
Tabel 5. Perolehan Nilai Berpidato pada Siklus II
No
Nama
Aspek Penilaian Nilai
Keterangan I II III IV V
1 Agus Mulyono 3 3 4 4 3 68 TUNTAS 2 Ari Ruliyanto 4 4 4 4 3 76 TUNTAS 3 Diah Rahayu 3 3 4 4 2 64 BELUM TUNTAS 4 Dwi Setia N 4 4 4 4 3 76 TUNTAS 5 Ernawati 4 3 4 3 4 72 TUNTAS 6 Etriana Dewi 4 4 3 3 2 64 BELUM TUNTAS 7 Heri Supriyanto 4 3 4 3 3 68 TUNTAS 8 Indarti 5 4 4 4 3 80 TUNTAS 9 Jayanti 5 4 4 4 3 80 TUNTAS 10 Jiwo Surahno 4 4 5 5 3 84 TUNTAS 11 Novi Wulandari 4 3 4 3 3 68 TUNTAS 12 Praptiwi 4 4 3 3 3 68 TUNTAS 13 Presdiyan AP 4 4 3 4 3 72 TUNTAS 14 Risky Ichwan Z 4 4 4 4 3 76 TUNTAS 15 Sabekti 4 4 4 3 2 68 TUNTAS 16 Saras Triwardi 4 4 4 3 3 72 TUNTAS 17 Sari Haryanti 4 4 5 4 3 80 TUNTAS 18 Sri Wartini 3 4 4 4 3 72 TUNTAS 19 Sujiyani 4 4 3 3 2 64 BELUM TUNTAS 20 Suparti 3 3 4 5 3 72 TUNTAS 21 R. Aprianingsih 4 3 3 3 3 64 BELUM TUNTAS 22 Sri Sugiyatmi 4 3 4 4 3 72 TUNTAS
172
23 Sugiyarti 5 4 4 4 3 80 TUNTAS 24 Rake Devi M 4 4 4 4 3 76 TUNTAS 25 Alpenikus 3 4 4 4 3 72 TUNTAS 26 Sadiyah 4 4 3 3 3 68 TUNTAS 27 Budiyono 4 4 5 4 3 80 TUNTAS 28 Candra W. 4 3 4 3 4 72 TUNTAS 29 Pita Nur I. 5 3 5 4 3 80 TUNTAS 30 Wahyu P. 4 4 4 4 3 76 TUNTAS 31 Suharsono 3 3 3 4 3 64 BELUM TUNTAS 32 Bagus Prasetyo 4 4 5 4 3 80 TUNTAS 33 Hartoto 4 4 4 4 3 76 TUNTAS 34 Amir Yulianto 4 4 4 4 3 76 TUNTAS 35 Anggun W.P. 3 4 4 4 2 68 TUNTAS 36 Sutarso 3 3 4 4 2 64 BELUM TUNTAS 37 Subianto 4 4 3 3 3 68 TUNTAS 38 Yesi Lina Ningsih 4 3 4 3 3 68 TUNTAS 39 Sri Wahyuni 3 3 3 3 2 56 BELUM TUNTAS 40 Moh. Saifudin 4 3 3 3 2 60 BELUM TUNTAS 41 Novi Eko S. 4 4 3 3 3 68 TUNTAS 42 Hary Setiawan 4 3 3 3 3 64 BELUM TUNTAS 43 Yoga Rolado 4 4 4 4 3 76 TUNTAS 44 Muklas U. 4 3 4 3 3 68 TUNTAS 45 Nur Sa'ad A. 3 4 4 3 2 64 BELUM TUNTAS 46 Dedi Susanto 4 4 4 3 3 72 TUNTAS 47 Trisno Suparjo 4 3 4 3 3 68 TUNTAS 48 Diyah Ayu P. 3 4 4 3 2 64 BELUM TUNTAS Ket: I : Lafal II : Nada III : Intonasi IV : Sikap V : Kelancaran/kefasihan
Rata-rata kelas 71
d. Analisis dan refleksi
Proses pembelajaran berbicara (berpidato) dengan menerapkan
metode diskusi kelompok pada Siklus II yang dilaksanakan pada Rabu,
29 Oktober 2008 dan Sabtu, 1 November 2008 berjalan lancar. Siswa
mengikuti pembelajaran dengan minat dan motivasi lebih tinggi
173
dibandingkan pada pelaksanaan pembelajaran Siklus I. Selain itu keaktifan
siswa meningkat pada pembelajaran Siklus II ini. Perasaan grogi takut, dan
malu saat tampil berpidato di depan kelas mulai berkurang. Keterampilan
berbicara (berpidato) siswa juga meningkat dengan menerapkan teknik-
teknik yang sudah dijelaskan oleh guru.
Berdasarkan hasil observasi tersebut, guru dan peneliti melakukan
analisis dan refleksi sebagai berikut:
1) Guru dalam menerapkan metode diskusi sudah cukup baik. Siswa
sudah mampu memanfaatkan diskusi kelompok yang diterapkan oleh
guru untuk belajar dengan sebaik-baiknya.
2) Guru perlu meningkatkan metode diskusi kelompok yang lebih variatif
dan inovatif. Semua siswa harus mendapatkan “keuntungan” dengan
diskusi kelompok yang diterapkan.
3) Pengujicobaan berpidato dalam kelompoknya sendiri dengan
melibatkan teman sekelompok untuk menilai kelebihan dan
kekurangan perlu dipertahankan, karena dapat membantu rasa
kepercayaan diri siswa saat tampil di depan kelas. Selain itu teman
sekelompok dapat memberikan masukan-masukan atas kekurangan-
kekurangan yang ditampilkan. Dapat disimpulkan bahwa teman
sekelompok dapat dijadikan partner sharing ideas.
4) Guru perlu memberikan keleluasaan kepada siswa untuk memilih tema
pidato yang mereka sukai, agar siswa lebih siap untuk tampil dan
menambah kepercayan diri;
5) Guru perlu memberikan model berpidato oleh salah satu siswa untuk
ditunjukkan kepada seluruh siswa yang lain. Kemudian menganalisis
kelebihan dan kekurangannya secara bersama-sama. Hal ini dapat
membantu siswa merefleksi diri atas kelebihan dan kekurangan yang
dimilinnya.
6) Guru perlu membenahi teknik berpidato siswa yang masih rendah pada
pelaksanaan siklus II, terutama pada aspek sikap dan
kelancaran/kefasihan.
174
3. Siklus III
a. Perencanaan Siklus
Bertolak dari hasil analisis dan refleksi siklus Siklus II, maka pada
Siklus III ini, peneliti bersama dengan guru kolaboran yang besangkutan
mengadakan diskusi untuk mengatasi kekurangan yang ada pada siklus
sebelumnya. Kegiatan diskusi kelompok dilaksanakan pada hari Rabu 5
November 2008 di kantor guru. Peneliti dan guru kolaboran sepakat bahwa
pelaksanaan Siklus III akan dilaksanakan pada hari Rabu, 12 November
2008 (pertemuan pertama) dan Sabtu, 15 November 2008 (pertemuan
kedua).
Untuk mengurangi kekurangan-kekurangan yang telah
teridentifikasi yang terjadi pada Siklus II, maka peneliti dan guru
kolaboran menyepakati beberapa hal untuk diterapkan pada siklus
berikutnya. Untuk mengatasi berbagai kekurangan yang ada, akhirnya
peneliti dan guru mengambil keputusan sebagai berikut.
1) Guru lebih memberikan porsi lebih besar kepada siswa untuk
berdiskusi dengan kelompoknya.
2) Guru akan memberikan pengarahan dan refleksi hasil diskusi secara
personal kepada siswa dengan mendekati tiap-tiap kelompok.
3) Pengujicobaan berpidato dalam kelompoknya sendiri dengan
melibatkan teman sekelompok untuk menilai kelebihan dan
kekurangan akan diterapkan kembali karena dinilai efektif
membangun kepercayaan diri siswa.
4) Guru akan memberikan keleluasaan kepada siswa untuk memilih tema
pidato yang mereka sukai, agar siswa lebih siap untuk tampil dan
menambah kepercayan diri;
5) Guru akan memberikan model berpidato oleh salah satu siswa untuk
ditunjukkan kepada seluruh siswa yang lain. Kemudian menganalisis
kelebihan dan kekurangannya secara bersama-sama.
175
6) Guru perlu membenahi teknik berpidato siswa yang masih rendah pada
pelaksanaan Siklus II, terutama pada aspek sikapo dan
kelancaran/kefasihan.
Tahap perencanaan siklus II secara singkat meliputi kegiatan
sebagai berikut:
4) Peneliti bersama guru kolaboran menganalisis kelebihan dan
kekurangan pelaksanaan Siklus I dan Siklus II baik dari segi proses
maupun hasil yang dicapai;
5) Guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk
pelaksanaan siklus ketiga;
6) Peneliti dan guru menyusun instrumen penelitian berupa tes dan
nontes. Instrumen tes dinilai dari hasil unjuk kerja siswa berpidato dan
instrumen nontes digunakan untuk menghitung persentase minat dan
motivasi serta keaktifan siswa mengikuti pembelajaran.
b. Pelaksanaan Siklus
Seperti dua siklus sebelumnya, Siklus III dilaksanakan dalam dua
kali pertemuan, yakni pada hari Rabu, 12 November 2008 (pertemuan
pertama) dan hari Sabtu, 15 November 2008 (pertemuan kedua). Dalam
kegiatan ini guru mengaplikasikan solusi yang pernah disepakati dengan
peneliti untuk mengatasi kekurangan pada proses pembelajaran berbicara
dalam Siklus I dan Siklus II. Adapun garis besar pelaksanaan
pembelajaran pada Siklus III adalah sebagai berikut:
1) Siswa ditanya pemahamannya tentang manfaat berpidato.
2) Siswa mendengarkan penjelasan metode-metode berpidato dan teknik-
teknik berpidato.
3) Siswa berdiskusi untuk menentukan tema pidato sendiri dan mencoba
menampilkan pidato sambutan pada kelompoknya sendiri, sementara
siswa lain mencatat kelemahan dan kelebihannya dengan lembar
penilaian yang telah diberikan guru.
176
4) Guru membimbing tiap-tiap kelompok dengan mendekati secara
personal tiap-tiap kelompok.
5) Guru memberikan refleksi penilaian secara umum dari siswa atas
penampilan siswa pada kelompoknya sendiri-sendiri.
6) Beberapa perwakilan siswa diminta maju ke depan kelas mencoba
berpidato.
7) Guru memberikan refleksi atas penampilan dari perwakilan siswa
8) Siswa melaksanakan kegiatan berpidato di depan kelas
9) Siswa merefleksikan kesalahan berpidato pada umumnya.
c. Observasi dan Interpretasi
Seperti pada siklus sebelumnya, kegiatan observasi ini
dimaksudkan untuk mendeskripsikan apakah kekurangan yang terdapat
dalam Siklus II sudah dapat diatasi atau belum. Pelaksanaan Siklus III
dilaksanakan dua kali pertemuan, hari Rabu, 12 November 2008
(pertemuan pertama) dan hari Sabtu, 15 November 2008 (pertemuan
kedua). Pertemuan berlangsung selama 2x45 menit. Pada siklus ketiga ini
dilaksanakan di kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan. Peneliti
mengambil posisi pada bangku paling belakang sepagai partisipan pasif
untuk mengamati proses pembelajaran.
Berdasarkan kegiatan tersebut, secara garis besar diperoleh
gambaran tentang jalannya pembelajaran berpidato dengan menerapkan
metode diskusi klelompok pada Siklus II adalah sebagai berikut:
1) Guru menerapkan pembelajaran yang telah direncanakan sebelumnya
dengan baik. Selain itu guru kolaboran sudah dikatakan dapat
memberikan pemahaman kepada siswa akan teknik-teknik berpidato
seperti lafal, nada, intonasi, sikap, serta kelancaran/kefasihan
2) Metode diskusi kelompok yang diterapkan oleh guru lebih inovatif
dibandingkan pada Siklus II. Selain pemberian feedback dari teman
sekelompok dan juga oleh guru, siswa mendapatkan masukan dari guru
177
secara personal di dalam kelomponya masing-masing. Hal ini
membantu kedekatan emosiaonal antara guru dan siswa.
3) Dari hasil berpidato siswa, terlihat bahwa sebagian besar siswa sudah
dapat berpidato dengan baik dengan menerapkan teknik-teknik
berpidato. Lafal, nada, intonasi, sikap, dan kelancaran/kefasihan dan
sudah diterapkan dengan cukup baik oleh siswa. Nilai tiap-tiap teknik
berpidato mengalami peningkatan.
4) Kualitas pembelajaran drama pada Siklus III mengalami peningkatan.
Minat dan motivasi serta keaktifan siswa mengalami peningkatan
dibandingkan pada Siklus II. Siswa semakin menikmati pembelajaran
yang diterapkan oleh guru. Siswa merasa tidak terbebani seperti yang
ditunjukkan pada siklus-siklus sebelumnya
5) Siswa dapat dikatakan sudah berani untuk tampil berpidato di depan
kelas, karena sifat malu dan grogi hampir sudah hilang pada benak
setiap siswa. Kerja sama setiap kelompok semakin padu dan serasi.
Siswa dapat benar-benar memanfaatkan kelompoknya untuk belajar;
6) Minat dan motivasi siswa meningkat 10% dibandingkan pada Siklus II.
Sejumlah 41 siswa atau 85% dari jumlah siswa memiliki minat dan
motivasi mengikuti pembelajaran.
7) Keaktifan siswa juga mengalami peningkatan yaitu sebesar 20 %
dibandingkan dengan siklus sebelumnya. Siswa yang aktif pada Siklus
III ini mencapai 36 orang atau sebesar 75% dari jumlah keseluruhan
siswa (48).
8) Nilai rata-rata kelas meningkat dibandingkan dengan nilai
keterampilan berpidato Siklus II yaitu menjadi 77,30. Nilai tertinggi
yang diraih siswa adalah 92. Adapun nilai terendah siswa adalah 64.
Siswa yang tuntas meningkat menjadi 47 siswa. hanya 1 siswa yang
belum mengalami katuntasan belajar. Peningkatan keterampilan
berpidato siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan tercermin
dari perolehan nilai berpidato pada Siklus II berikut ini.
178
Tabel 6. Perolehan Nilai Berpidato pada Siklus III
No
Nama
Aspek Penilaian Nilai
KETERANGAN I II III IV V
1 Agus Mulyono 4 4 4 4 3 76 TUNTAS
2 Ari Ruliyanto 5 4 5 4 3 84 TUNTAS
3 Diah Rahayu 4 3 4 4 3 72 TUNTAS
4 Dwi Setia N 4 5 4 4 4 84 TUNTAS
5 Ernawati 4 4 4 4 4 80 TUNTAS
6 Etriana Dewi 4 5 4 3 2 72 TUNTAS
7 Heri Supriyanto 4 4 4 4 3 76 TUNTAS
8 Indarti 5 5 4 4 4 88 TUNTAS
9 Jayanti 5 4 4 5 4 88 TUNTAS
10 Jiwo Surahno 4 5 5 5 4 92 TUNTAS
11 Novi Wulandari 4 4 4 4 3 76 TUNTAS
12 Praptiwi 4 4 3 4 3 72 TUNTAS
13 Presdiyan AP 4 4 4 4 3 76 TUNTAS
14 Risky Ichwan Z 5 4 4 4 3 80 TUNTAS
15 Sabekti 4 4 4 3 3 72 TUNTAS
16 Saras Triwardi 4 4 5 3 3 76 TUNTAS
17 Sari Haryanti 4 5 5 4 4 88 TUNTAS
18 Sri Wartini 4 4 4 5 3 80 TUNTAS
19 Sujiyani 4 4 4 3 2 68 TUNTAS
20 Suparti 4 4 4 5 3 80 TUNTAS
21 R. Aprianingsih 4 3 4 3 3 68 TUNTAS
22 Sri Sugiyatmi 4 4 5 4 3 80 TUNTAS
23 Sugiyarti 5 5 4 5 3 88 TUNTAS
24 Rake Devi M 4 5 4 5 3 84 TUNTAS
25 Alpenikus 4 4 5 4 3 80 TUNTAS
26 Sadiyah 4 4 4 4 3 76 TUNTAS
27 Budiyono 5 4 5 4 3 84 TUNTAS
28 Candra W. 4 4 4 4 4 80 TUNTAS
29 Pita Nur I. 5 4 5 4 3 84 TUNTAS
30 Wahyu P. 4 5 4 4 3 80 TUNTAS
31 Suharsono 3 3 4 4 3 68 TUNTAS
32 Bagus Prasetyo 5 4 5 4 3 84 TUNTAS
33 Hartoto 4 5 5 4 3 84 TUNTAS
179
34 Amir Yulianto 5 4 5 4 3 84 TUNTAS
35 Anggun W.P. 3 4 4 4 3 72 TUNTAS
36 Sutarso 3 4 4 4 2 68 TUNTAS
37 Subianto 4 4 4 3 3 72 TUNTAS
38 Yesi Lina Ningsih 4 4 4 3 3 72 TUNTAS
39 Sri Wahyuni 3 4 4 3 2 64 BELUM TUNTAS
40 Moh. Saifudin 4 4 3 4 2 68 TUNTAS
41 Novi Eko S. 5 4 3 4 3 76 TUNTAS
42 Hary Setiawan 4 3 4 3 3 68 TUNTAS
43 Yoga Rolado 4 5 4 4 4 84 TUNTAS
44 Muklas U. 4 4 4 4 3 76 TUNTAS
45 Nur Sa'ad A. 3 4 4 4 2 68 TUNTAS
46 Dedi Susanto 4 4 4 4 3 76 TUNTAS
47 Trisno Suparjo 4 3 4 4 3 72 TUNTAS
48 Diyah Ayu P. 3 4 4 4 2 68 TUNTAS Ket: I : Lafal II : Nada III : Intonasi IV : Sikap V : Kelancaran/kefasihan
Rata-rata kelas
77,3
d. Analisis dan Refleksi
Secara umum semua kelemahan yang ada dalam proses
pembelajaran berbicara (berpidato) pada siklus-siklus sebelumnya telah
dapat diatasi. Guru telah berhasil membangkitkan semangat siswa untuk
mengikuti kegiatan kegiatan belajar-mengajar dengan tertib. Guru telah
mampu memancing siswa dengan stimulus yang diberikannya. Siswa
terlihat sangat antusias mengikuti pembelajaran berbicara dengan
menerapkan metode diskusi kelompok yang dapat dimanfaatkan oleh
siswa secara maksimal. Sebelum tampil berpidato di depan kelas siswa
mencoba terlebih dahulu tampil di dalam kelompok mereka sendiri dengan
mendapat feedback dari teman sekelompok, hal ini dapat membantu
180
meningkatkan motivasi, keberanian, dan mengurangi rasa grogi dan malu
di depan kelas saat tampil berpidato.
Guru juga telah mampu mengubah performansinya dihadapan
siswa yang semula kaku dan tegang menjadi lebih akrab dan fleksibel
terhadap siswa. Guru dapat berkomunikasi secara maksimal dengan para
siswa dengan mendekati secara personal tiap-tiap kelompok. Hal ini dapat
membangun kedekatan emosional antara siswa dan guru yang sebelum-
sebelumnya belum terbentuk.
C. Pembahasan Hasil Penelitian
Melihat hasil kegiatan berpidato pada siswa dapatlah dikatakan bahwa
berbicara merupakan suaru keterampilan yang kompleks. Di dalmnya terdapat
beberapa komponen yang harus dikuasai sebelum seseorang melaksanakan
kegiatan berbicara. Berbicara tidak hanya sekadar pengucapan bunyi-bunyi atau
kata-kata. Berbicara merupakan alat untuk berkomunikasi, dala arti untuk
menyampaikan gagasan tau ide. Hal ini dapat dilihat dari penampilan siswa saat
mereka berpidato di depan kelas. Pada mulanya siswa kurang bisa berpidato
dengan baik, seperti pada siklus I. Mereka pada umumya masih bingung. Apa
yang harus dikerjakan? Apa yang harus disampaikan? Bagaimana cara
menyampaikanya? Dan sebagainya. Setelah berhasil mengidentifikasi beberapa
kesulitan yang dihadapi siswa, peneliti dapat menentukan langkah lebih lanjut,
yaitu dengan memberikan teori-teori berkaitan dengan dengan kegiatan berbicara
dengan motode diskusi kelompok. Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti
dapat menarik suatu simpulan bahwa kegiatan berbicara tidak hanya sekedar
mengeluarkan bunyi-bunyi atau kata-kata saja tetapi perlu disadari dengan teori
atau ilmu yang berkaitan dengan berbicara seperti yangh tersurat pada bab II
tentang pengertian berbicara.
Melalui kegiatan berbicara, seseorang bisa berkomunikasi dengan orang
lain, menyampaikan ide atau gagasan dengan oerang lain. Dari beberapa tujuan
berbicara dapat dicapai sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi dan
diharapkan oleh pembicara dan pendengar. Pada kesempatan ini, karena
181
terbatasnya waktu, tujuan kegiatan berbicara yang dapat dicapai oleh siswa tyidak
dapat menyeluruh. Tujuan berbicara yang dapat dicapai di antaranya: melaporkan,
memberitahukan, mengajak, meyakinkan. Pada pelaksanaan kegiatan berbicara,
gabungan dari beberapa tujuan ini dilakukan oleh siswa, misalnya pada saat siswa
berpidato dalam rangka memberi sambutan pada acara HUT RI, tujuan yang ingin
dicapai adalah elaporkan dan memberitahukan juga. Juga ada yang
menggabungkan antara mengajak dan meyakinkan, dan sebagainya.
Kegiatan berbicara dapat terlaksana dengan baik jika si pembicara
mempunyai keterampilan dasar berbicara yang meliputi: cara merencanakan
pembicaraan, cara berbicara yang tepat, metode berbicara dan sistematika
berbicara. Bagi pemula khususnya, pengetahuan seperti tersebut di atas
merupakan hal yang wajib diketahui dan dipelajari. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa para siswa termasuk pada pembicara pemula, yang belum
pernah belajar tentang seluk beluk keterampillan berbicara. Guru perlu membekali
siswa dengan ilmu atau teori yang berkaitan dengan keterampilan berbicara.
Pembekalan teori ini seperti terdapat pada bab II tentang hakikat keterampilan
berbicara. Dengan diajarkannya keterampilan berbicara yang dalam hal ini
berpidati di depan kelas, siswa mendapatkan pengetahuan baru dan diharapkan
siswa lebih mampu berbicara atau berpidato.
Pengetahuan dasar keterampilan berbicara bukan satu-satunya patokan
keberhasilan siswa dalam berpidato. Ada beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap keberhasilan siswa dalam kegiatan berpidato, diantaranya berasal dari
siswa itu sendiri dan dari faktor guru. Bagaimana guru dalam mengajar, apakah
metode yang digunakan sudah tepat atau belum, dan sebagainya. Seorang guru
harus mampu menguasai dan memperhatikan beberapa aspek yang ada kaitannya
dengan cara mengajar berbicara serta hasil yang seharusnya dicapai dalam
kegiatan pembelajaran berbicara.
Sebelum melaksanakan Siklus I, peneliti melakukan survei awal untuk
mengetahui kondisi nyata yang ada di lapangan. Hasil kegiatan survei ini, peneliti
menemukan bahwa kualitas proses dan hasil pembelajaran berbicara di kelas XII
SMA Bung Karno masih tergolong rendah. Kemudian peneliti melakukan
182
kolaborasi bersama guru bahasa Indonesia yang bersangkutan untuk mengatasi
permasalahan tersebut dengan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran
berbicara. Kemudian peneliti bersama guru bahasa Indonesia yang bersangkutan
menyusun rencana pembelajaran guna melaksanakan Siklus I. Siklus pertama
mendeskripsikan pembelajaran berbicara dengan memanfaatkan metode diskusi
kelompok. Pelaksanaan Siklus I masih banyak dijumpai beberapa kekurangan/
kelemahan. Siklus II merupakan siklus perbaikan untuk menyempurnakan segala
kekurangan/ kelemahan yang terjadi selama pelaksanaan Siklus I. Pada Siklus II
ini peneliti bersama guru berdiskusi kelompok agar siswa sendiri yang
mementaskan metode diskusi kelompok agar siswa lebih aktif dan kreatif daam
proses pembelajaran. Pada Siklus II ini masih juga ditemui berbagai kekurangan/
kelemahan. Pada Siklus III, guru dan peneliti berusaha memperbaiki kekurangan
dan kelemahan pada Siklus II dengan mengubah materi teks pidato yang lebih
mudah dipahami siswa. Pada pertemuan dalam Siklus III berbagai indikator
keberhasilkan siswa mulai menunjukkan arah perbaikan yang signifikan. siswa
dalam mengikuti pembelajaran berbicara dari awal hingga akhir. Tes akhir
berbicara (berpidato) adalah dengan memparafrasekan sebuah teks pidato. Tes
tersebut merupakan rangkaian akhir dalam pelaksanaan penelitian siklus kelas.
Berdasarkan peningkatan pembelajaran (baik proses ataupun hasil) yang terjadi
pada Siklus III ini, menguatkan hasil bahwa berbicara (berpidato) dengan
teatriakalisasi teks pidato dapat meningkatkan kualitas (baik proses ataupun hasil)
siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan. Adapun pembahasan
peningkatan kualitas pembelajaran apresiasi teks pidato adalah sebagai berikut.
3. Peningkatan kualitas proses pembelajaran berbicara
Keberhasilan metode diskusi kelompok dalam meningkatkan kualitas
proses pembelajaran berbicara ini dapat dilihat dari indikator-indikator
sebagai berikut:
c) Siswa lebih berminat dan termotivasi saat pembelajaran berlangsung
Selama pelaksanaan penelitian sejak Siklus I hingga 3, terjadi
peningkatan dalam hal antusias siswa mengikuti kegiatan pembelajaran.
Hal ini terbukti bahwa dalam Siklus I sebanyak 65% (31 siswa dari 48
183
siswa) berminat mengkuti pembelajaran. Pada Siklus II sebanyak 75% (36
siswa dari 48 siswa). Minat dan motivasi tersebut semakin meningkat
dalam pelaksanaan Siklus III sebanyak 85% (41 siswa dari 48 siswa).
d) Siswa terlihat lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran
Metode diskusi kelompok dalam pembelajran berbicara (berpidato)
merupakan hal yang baru bagi siswa di SMA Bung Karno Karangpandan.
Oleh karena itulah, inovasi dalam pembelajaran berbicara tersebut
disambut dengan antusias tinggi oleh siswa. Parameter yang menyatakan
tingginya antusias siswa tersebut adalah hasil observasi selama kegiatan
belajar-mengajar berlangsung yang menunjukkan peningkatan pada tiap
siklus. Pada Siklus I keaktifan siswa selama mengikuti kegiatan belajar-
mengajar hanya hanya sebesar 35% (19 siswa dari keseluruhan siswa yang
berjumlah 48 orang). Pada Siklus II persentase keaktifan siswa tersebut
meningkat menjadi 55% (26 siswa dari keseluruhan siswa yang berjumlah
48 orang). Peningkatan keaktifan siswa tersebut meningkat kembali pada
Siklus III menjadi 75% (36 siswa dari keseluruhan siswa yang berjumlah
48 orang).
c) Siswa tidak merasa malu, tegang dan grogi saat tampil berpidato di depan
kelas dan menyampaikan pendapatnya dalam forum diskusi kelompok.
Selama pembelajaran berbicara dengan metode diskusi kelompok,
siswa merasa terpacu untuk berkompetisi dengan siswa lain. Kondisi ini
membuat siswa tidak lagi enggan untuk menyampaikan kreasi ide mereka
(dengan mengubah teks pidato menjadi naskah metode diskusi kelompok
dan mementaskannya) dan sangat antusias pada saat diskusi kelompok dan
penyampaian pendapat tentang metode diskusi kelompok yang telah
dipentaskan. Pernyataan di atas terbukti dengan meningkatnya keberanian
siswa beraktualisasi dalam mengikuti diskusi kelompok.
Penentuan persentase kualitas proses dihitung dari jumlah siswa yang
aktif selama pembelajaran berlangsung per seratus dikalikan jumlah siswa
dalam kelas tersebut (24 siswa). Adapun bentuk keaktifan yang diamati
adalah sikap selama pembelajaran berlangsung, ketepatan waktu dalam
184
pengerjaan tugas, dan kesungguhan dalam mengikuti pembelajaran.
Penilaian proses yang diamati dalam berbicara (berpidato) adalah
keberanian dan kesungguhan siswa dalam mementaskan metode diskusi
kelompok dan keberanian dalam mengomentari pekerjaan temannya.
Kemampuan guru dalam mengelola kelas merupakan salah satu
penentu keberhasilan proses pembelajaran. Pengelolaan kelas yang dilakukan
guru kolaborator berupa siklus memotivasi siswa, memberikan perhatian,
memberikan reward pada siswa, memilih teknik serta metode yang tepat
untuk menyampaikan materi serta mengaktifkan siswa. Setelah siklus
dilaksanakan, sedikit demi sedikit kelemahan guru mulai berkurang. Guru
tidak lagi menguasai kelas sepenuhnya akan tetapi lebih berperan sebagai
fasilitator yang memfasilitasi siswa dalam pembelajaran. Menurut pengamatan
peneliti, siklus yang dilakukan guru dengan memanfaatkan metode diskusi
kelompok dalam pembelajaran dapat mempengaruhi suasana kelas.
Pembelajaran menjadi lebih menarik menyenangkan. Minat dan motivasi serta
keaktifan siswa terhadap pembelajaran meningkat. Hal ini berimplikasi pada
meningkat pula keterampilan berbicara (berpidato) siswa.
4. Peningkatan kualitas hasil pembelajaran berbicara
Siklus-siklus berupa penerapan metode diskusi kelompok yang
dilaksanakan dalam tiap siklus mampu meningkatkan keterampilan berbicara
(berpidato) siswa. selain itu penerapan metode diskusi kelompok juga mampu
meningkatkan minat dan motivasi serta keaktifan siswa pada pembelajaran
berbicara siswa kelas XI SMA Bung Karno Karangpandan. Dapat dikatakan
bahwa melalui penerapan metode diskusi kelompok dapat meningkatkan
kualitas proses pembelajaran yang ditandai dengan meningkatnya minat dan
motivasi siswa mengikuti pembelajaran, dan dapat meningkatkan
keterampilan berbicara (berpidato) siswa.
Peningkatan kualitas pembelajaran berbicara dengan menerapkan
metode diskusi kelompok juga berimplikasi pada peningkatan keterampilan
berpidato siswa. Keterampilan berbicara (berpidato) siswa mengalami
185
peningkatan dibandingkan dengan kondisi awal. Hal ini terlihat dari hasil tes
berpidato di masing-masing siklus. Keterampilan berbicara (berpidato) siswa
sudah mengalami peningkatan meskipun tidak semua siswa mengalami
peningkatan dalam tiap teknik berpidato. Peningkatan keterampilan berpidato
yang mengacu pada aspek-aspek penilaian berpidato dapat dilihat pada nilai
tiap-tiap siklus. Peningkatan tersebut diindikatori oleh:
f) Lafal
Setelah siklus dilakukan, kemampuan pelafalan siswa saat
menuturkan kalimat pidato mengalami peningkatan. Pada survei awal
sebagian besar siswa kesulitan melafalkan kata-kata dengan tepat sehingga
memaksa pendengar harus mendengarkan dengan teliti ucapannya dan
sekali-kali timbul salah pengertian. Namun setelah diterapkanya metode
diskusi kelompok, kemampuan pelafalan siswa meningkat, sebagian besar
siswa hanya sedikit melakukan kesalahan pelafalan.
g) Intonasi
Dari hasil tes berpidato siswa, dalam tiap siklus diketahui bahwa
kemampaun intonasi siswa saat menuturkan kalimat pidato mengalami
peningkatan. Sebagian besar siswa membuat sedikit sekali kesalahan
intonasi saat menuturkan kalimat pidato sehingga makna kalimat pidato
yang dituturkan siswa saat berpidato mudah dipahami oleh pendengar.
Peningkatan kemampuan aspek intonasi tersebut tampak dalam skor
capaian siswa pada tabel nilai Siklus III di atas. Siswa dalam menuturkan
kalimat pidato sering membuat kesalahan intonasi sehingga sewaktu-
waktu mengaburkan arti. Setelah siklus berlangsung banyak siswa yang
membuat sedikit sekali kesalahan intonasi saat menuturkan kalimat pidato.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan
kemampuan intonasi pada sebagian besar siswa.
186
h) Nada
Aspek nada yang ditunjukkan sebagian besar siswa mengalami
peningkatan dari siklus ke siklus. Siswa sudah mampu membawakan nada
(lagu kalimat) dengan variatif dan tidak monoton. Hal ini tentu berbeda
dibandingkan dengan kemampuan nada siswa sebelum siklus. Sebagian
nada siswa saat berpidato masih terdengar monoton.
i) Sikap
Siswa sudah mampu memperlihatkan dengan baik gerak anggota
tubuh saat berpidato. Sebelum siklus, sikap yang diperlihatkan sejumlah
siswa menunjukkan ketidaksesuaian antara gerak-gerik yang dilakukan
dengan ekspresi yang sedang dibawakan. Kemampuan aspek sikap
sejumlah siswa mengalami peningkatan. Hal ini diindikatori oleh
meningkatnya nilai sebagian besar siswa pada aspek ini.
j) Kelancaran/kefasihan
Aspek kelancaran dan kefasihan yang ditunjukkan oleh siswa
termasuk salah satu aspek penilaian yang meningkat. Sebelum tindakan
siswa masih terhenti saat berpidato di depan kelas, pembicaraan sering
tersendat-sendat yang menyebabkan kelancaran berpidato terganggu.
Setelah dilakukan tindakan dari siklus ke siklus siswa semakin lancar
dalam berpidato. Siswa sudah jarang melakukan penghentian-penghentian
di tengah-tengah pidato yang ditampilkan.
3. Perolehan Nilai Keterampilan berbicara (berpidato) Siswa Meningkat
Dari nilai survei awal, diketahui bahwa keterampilan berbicara
(berpidato) siswa masih tergolong rendah. Hal ini terlihat dari capaian nilai
tes berpidato siswa. Pada kegiatan survei awal diketahui bahwa hanya 1
siswa atau 2% dari jumlah siswa (48) yang mencapai batas minimal
ketuntasan belajar (65). 47 siswa yang lain belum mampu mencapai batas
minimal ketuntasan belajar tersebut atau 98% dari jumlah siswa. Kisaran
nilai yang dicapai siswa yaitu antara 45 – 70, dengan nilai rata-rata 54,67.
Pada tes berpidato Siklus I, 26 siswa sudah mencapai Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) atau 54 % daru jumlah siswa, dan sisanya 22 siswa atau
187
46% dari jumlah siswa belum mencapai kriteria ketuntasan minimal.
Kisaran nilai yang dicapai antara 52-72, dengan nilai rata-rata 66,40. Pada
nilai keterampilan berpidato Siklus II, nilai rata-rata kelas meningkat
sebesar 4,6 poin dari 66,4 menjadi 71,00. Nilai tertinggi yang diraih siswa
adalah 80. Adapun nilai terendah siswa adalah 64. Siswa yang tuntas
meningkat menjadi 37 siswa. Di sisi lain siswa yang belum tuntas turun
menjadi 11 siswa. Pada Siklus III, nilai rata-rata kelas meningkat
dibandingkan dengan nilai keterampilan berpidato Siklus II yaitu menjadi
77,30. Nilai tertinggi yang diraih siswa adalah 92. Adapun nilai terendah
siswa adalah 64. Siswa yang tuntas meningkat menjadi 47 siswa. hanya 1
siswa yang belum mengalami katuntasan belajar. Peningkatan
keterampilan berpidato siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan
tercermin dari perolehan nilai berpidato pada Siklus II berikut ini.
Berikut ini peningkatan skor siswa dari siklus ke siklus.
Tabel 7. Peningkatan nilai keterampilan berpidato siswa
No
Nama
NILAI
Keterangan
Survei Awal Siklus I
Siklus II
Siklus III
1 Agus Mulyono 55 64 68 76 Meningkat 2 Ari Ruliyanto 50 68 76 84 Meningkat 3 Diah Rahayu 52 64 64 72 Meningkat 4 Dwi Setia N 70 72 76 84 Meningkat 5 Ernawati 50 68 72 80 Meningkat 6 Etriana Dewi 45 60 64 72 Meningkat 7 Heri Supriyanto 52 64 68 76 Meningkat 8 Indarti 52 72 80 88 Meningkat 9 Jayanti 48 72 80 88 Meningkat
10 Jiwo Surahno 52 68 84 92 Meningkat 11 Novi Wulandari 50 64 68 76 Meningkat 12 Praptiwi 50 64 68 72 Meningkat 13 Presdiyan AP 50 68 72 76 Meningkat 14 Risky Ichwan Z 55 68 76 80 Meningkat 15 Sabekti 60 64 68 72 Meningkat 16 Saras Triwardi 52 68 72 76 Meningkat
188
17 Sari Haryanti 55 72 80 88 Meningkat 18 Sri Wartini 50 64 72 80 Meningkat 19 Sujiyani 55 60 64 68 Meningkat 20 Suparti 57 68 72 80 Meningkat 21 R. Aprianingsih 52 64 64 68 Meningkat 22 Sri Sugiyatmi 55 68 72 80 Meningkat 23 Sugiyarti 65 72 80 88 Meningkat 24 Rake Devi M 60 72 76 84 Meningkat 25 Alpenikus 58 68 72 80 Meningkat 26 Sadiyah 50 64 68 76 Meningkat 27 Budiyono 62 72 80 84 Meningkat 28 Candra W. 55 68 72 80 Meningkat 29 Pita Nur I. 60 72 80 84 Meningkat 30 Wahyu P. 65 76 76 80 Meningkat 31 Suharsono 50 64 64 68 Meningkat 32 Bagus Prasetyo 60 72 80 84 Meningkat 33 Hartoto 60 72 76 84 Meningkat 34 Amir Yulianto 62 72 76 84 Meningkat 35 Anggun W.P. 52 64 68 72 Meningkat 36 Sutarso 58 60 64 68 Meningkat 37 Subianto 50 64 68 72 Meningkat 38 Yesi Lina Ningsih 50 68 68 72 Meningkat 39 Sri Wahyuni 45 52 56 64 Meningkat 40 Moh. Saifudin 48 56 60 68 Meningkat 41 Novi Eko S. 60 68 68 76 Meningkat 42 Hary Setiawan 52 60 64 68 Meningkat 43 Yoga Rolado 65 72 76 84 Meningkat 44 Muklas U. 55 64 68 76 Meningkat 45 Nur Sa'ad A. 50 60 64 68 Meningkat 46 Dedi Susanto 55 68 72 76 Meningkat 47 Trisno Suparjo 58 64 68 72 Meningkat 48 Diyah Ayu P. 52 60 64 68 Meningkat 54,67 66,4 71,00 77,30
Berdasarkan hasil tes berpidato yang terdapat pada tabel tersebut, mulai
dari survei awal sampai Siklus III2, dapat dikatakan bahwa keterampilan berbicara
(berpidato) siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan mengalami
peningkatan. Teknik-teknik berpidato seperti lafal, nada, intonasi, sikap, dan
189
kelancaran/kefasihan sudah dapat diterapkan dengan baik oleh sebagian besar
siswa. Hal tersebut berimbas pada meningkatnya nilai berpidato siswa. Mengacu
pada hasil tes berpidato Siklus III dapat dikatakan bahwa terjadi peningkatan
keterampilan berbicara (berpidato) melalui penerapan metode diskusi kelompok
pada siswa kelas VII SMA Bung Karno Karangpandan tahun ajaran 2007/2008.
Tabel 8. Persentase Peningkatan Kualitas Proses dan Hasil Pembelajaran
berbicara (berpidato).
No. Kegiatan Siswa Persentase
Siklus I Siklus II Siklus
III
1.
KEAKTIFAN
Keakaktifan siswa selama apersepsi
Keaktifan siswa selama mengikuti
pembelajaran
35%
55%
75%
2. MINAT DAN MOTIVASI
Keberanian siswa berpidato di depan
kelas, perhatian terhadap proses
pembelajaran.
65% 75% 85%
4. NILAI KETERAMPILAN
BERPIDATO
Mendapatkan nilai ketuntasan belajar
(mendapat nilai ≥ 65)
54%
77% 98%
190
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Simpulan hasil penelitian ini secara singkat yakni terdapat peningkatan
kualitas pembelajaran baik proses maupun hasil berbicara pada siswa kelas XII
SMA Bung Karno Karangpandan Karanganyar sebagai berikut ini.
1. Peningkatan Kualitas Proses Pembelajaran
Peningkatan kualitas proses pembelajaran tersebut, antara lain dengan
meningkatnya:
c. jumlah siswa yang berani tampil berbicara karena siswa tidak malu, takut, dan
grogi sewaktu diminta tampil berbicara di depan kelas meningkat. Oleh karena
itu, waktu pembelajaran berbicara menjadi lebih efektif. Hal ini merupakan
indikasi meningkatnya minat dan motivasi belajar siswa yang meningkat
menjadi 85% (41 siswa dari 48 siswa).;
d. jumlah siswa yang aktif dalam kegiatan pembelajaran meningkat sebesar 75%
(36 siswa dari keseluruhan siswa yang berjumlah 48 siswa).
2. Peningkatan Kualitas Hasil Pembelajaran
Peningkatan kualitas hasil pembelajaran ditandai dengan meningkatnya
jumlah siswa yang mencapai batas ketuntasan, yaitu pada siklus I adalah 26 siswa
dari 48 siswa (54%). Pada siklus II menjadi 37 siswa (77%) dan meningkat lagi
pada siklus III, yaitu 48 siswa (98%).
B. Implikasi
Setelah keseluruhan pelaksanaan penelittian selesai (siklus I, II, dan III)
maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya
kualitas keterampilan berbicara siswa yaitu malu, grogi, tidak mampu
mengungkapkan ide atau gagasan, gemetar, takut dan tegang, kurang percaya diri
dan guru kurang meberikan kesempatan dan motivasi kepada siswa untuk
berbicara dalam kegiatan belajar mengajar.
80
191
Untuk mengatasi dan memecahkan masalah tersebut maka peneliti
menggunakan strategi mengajar bericara yang sesuai dengan situasi dan kondisi
kelas. Strategi mengajar yang digunakan oleh peneliti adalah mencari dan
menemukan kesulitan yang dihadapi oleh siswa dalam pembelajaran keterampilan
berbicara. Setelah ditemukan kesulitan yang dialami oleh siswa, peneliti
menentukan tindak lanjutnya yaitu: membekali siswa dengan teori atau materi
yang berkaitan dengan keterampilan berbicara disertai dengan contoh teks
sambutan, siswa membuat teks sambutan dan membacakannya di depan kelas,
siswa praktik berpidato dan dilakukannya lebih dari satu kali dan berulang-ulang,
siswa mengungkapkan pendapatnya tentang pelaksanaan pembelajaran
keterampilan berbicara, guru memberi kesempatan dan motivasi kepada siswa
untuk berbicara dalam proses pembelajaran.
Penelitian ini memberikan suatu gambaran yang jelas bahwa keberhasilan
proses dan hasil pembelajaran bergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor
tersebut berasal dari pihak guru dan siswa. Faktor dari pihak guru yaitu
kemampuan dalam mengembangkan materi, kemampuan guru dalam
menyampaikan materi, kemampuan guru dalam mengelola kelas, memilih metode
yang digunakan dalam pembelajaran, serta teknik yang digunakan guru sebagai
sarana untuk menyampaikan materi. Kemudian faktor dari siswa yaitu minat dan
motivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
Faktor-faktor tersebut saling mendukung sehingga harus diupayakan agar
semua faktor tersebut dapat terpenuhi. Apabila guru memiliki kemampuan yang
baik dalam menyampaikan materi dan dalam mengelola kelas serta didukung oleh
teknik dan sarana yang memadai, pembelajaran akan berlangsung dengan baik.
Selain faktor tersebut, pemilihan metode pembelajaran yang tepat akan sangat
mengefektifkan pembelajaran. Penyampaian materi dan penggunaan metode yang
tepat akan dapat diterima siswa apabila siswa juga memiliki minat dan motivasi
yang tinggi untuk aktif dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, kegiatan
pembelajaran akan berjalan lancar, kondusif, efektif, dan efesien.
Penelitian ini membuktikan bahwa dengan menerapkan metode diskusi
kelompok dalam pembelajaran berbicara dapat meningkatkan kualitas proses dan
192
hasilnya. Oleh karena itu, penelitian ini dapat digunakan sebagai suatu
pertimbangan bagi guru yang ingin menerapkan metode diskusi kelompok sebagai
metode dalam pembelajaran berbicara. Bagi guru mata pelajaran Bahasa
Indonesia, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai metode alternatif dalam
melaksanakan pembelajaran berbicara yang efektif dan menarik minat siswa untuk
tampil berbicara di depan kelas. Siswa dapat memanfaatkan kelompoknya untuk
saling belajar dan memberikan feedback atas kelebihan dan kelemahan yang
terisentifikasi oleh teman sekelompok. Dengan metode ini, rasa takut, malu, dan
grogi yang ada pada diri siswa saat tampil berbicara di depan kelas dapat teratasi.
Penerapan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran berbicara di
depan kelas, kemampuan berbicara siswa dapat dikembangkan. Guru dapat
membagi siswa secara berkelompok 3-5 siswa. Kemudian siswa mendiskusikan
materi pidato yang mereka kembangkan sendiri. Siswa kemudian mencoba
berlatih berpidato di depan kelompoknya masing-masing, sedangkan teman yang
lain memberikan penilaian kelebihan dan kelemahan. Setelah itu guru mengajak
siswa yang tidak tampil berbicara (berpidato) di depan kelas untuk mengetahui
perkembanganya.
Pemberian tindakan pada siklus I, siklus II, dan siklus III memberikan
deskripsi bahwa terdapatnya kekurangan atau kelemahan yang terjadi selama
proses pembelajaran berbicara berlangsung. Namun, kekurangan-kekurangan
tersebut dapat teratasi pada pelaksanaan tindakan pada siklus berikutnya. Dari
pelaksanaan tindakan yang kemudian dilakukan refleksi terhadap proses
pembelajaran, dapat dideskripsikan terdapatnya peningkatan kualitas
pembelajaran berbicara baik proses maupun hasilnya. Dari segi proses,
pembelajaran berbicara dengan metode diskusi kelompok dapat mengefektifkan
waktu pembelajaran, memupuk kerja sama siswa, dan memotivasi siswa untuk
tampil berbicara sehingga mereka tidak lagi takut, malu, dan grogi saat diminta
tampil berbicara di depan kelas. Adapun dari segi hasil, terdapat peningkatan nilai
unjuk kerja siswa dari siklus I sampai siklus III. Dengan menerapkan metode
diskusi kelompok tersebut terbukti meningkatkan keterampilan berbicara siswa
kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan Karanganyar tahun ajaran 2008/2009.
193
C. Saran
Berkaitan dengan simpulan dan implikasi di atas, maka dapat diajukan
saran sebagai berikut.
1. Bagi Siswa
d. Siswa diharapkan dapat bekerja sama selama kegiatan diskusi kelompok dan
dapat memanfaatkan kelompoknya sebagai mitra belajar.
e. Siswa diharapkan mengasah keterampilan berbicara yang dimiliki karena
keterampilan berbicara sangat penting untuk mengembangkan keterampilan
berbahasa lain.
f. Siswa yang harus dapat secara intens terlibat dalam kelompoknya.
2. Bagi Guru
d. Guru hendaknya membimbing kelompok siswa yang mengalami kesulitan
sewaktu berdiskusi dengan mendekati tiap-tiap kelompok secara personal agar
tercipta komunikasi dua arah antara guru dan siswa sehingga membangun
kedekatan emosional .
e. Guru hendaknya memotivasi siswa agar aktif selama proses pembelajaran.
f. Guru hendaknya membangun paradigma pembelajaran yang berpusat pada
siswa dengan menerapkan metode diskusi kelompok.
4. Bagi Sekolah
a. Hendaknya pihak sekolah selalu memberi motivasi kepada guru dengan jalan
antara lain memberi penghargaan kepada guru yang menunjukkan kinerjanya
dengan baik.
b. Hendaknya sekolah berupaya untuk selalu menciptakan iklim kerja yang
kondusif melalui suasana yang harmonis dan komunikasi yang terbuka.
4. Bagi Peneliti
c. Metode diskusi kelompok dapat diterapkan di kelas lain maupun di sekolah
lain, terutama di kelas dengan jumlah siswa yang banyak.
d. Bagi peneliti yang ingin menerapkan metode diskusi kelompok dapat bekerja
sama dan berkolaborasi dengan guru yang mengalami permasalahan dalam
pembelajaran berbicara.
194
84
DAFTAR PUSTAKA
Burhan Nurgiyantoro. 2001. Kajian Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Curt Reese dan Terri Wells. 2007. Teaching Academic Discussion Skills with a
Card Game Journal. Dalam http://sag.sagepub.com. Diakses 18 Agustus 2009.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Mengelola Kelas Inklusif dengan Pembelajaran yang Ramah. Dalam http://www.idp-europe.org/toolkit/ Buku-5.pdf, diakses pada 28 April 2007.
___________. 2003. Buku Panduan Pengembangan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta: Media Pusaka.
__________ . 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei 2006 Standar Isi Kerangka Dasar & Struktur Kurikulum. Jakarta: Depdiknas.
Dimyati dan Mudjiyono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Djago Tarigan. 1992. Materi Pokok Pendidikan Bahasa Indonesia I Buku II.4 Modul 1-6. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Enco Mulyasa. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan: Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Erizal Gani. 2000. Efektivitas Pengajaran Menulis Bahasa Indonesia bagi
Penutur Asing. Studi Kasus pada Seorang Pelajar dari Belanda, Dalam www.iaif.edu/bipa/april 2000/perananguru/html, diakses 7 Juni 2007.
Gorys Keraf. 2001. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Berbahasa, cet.
XII. Ende: Nusa Indah.
Hassibuan, J.J.Ibrahim, Toenlioe,A.J.E..1994. Proses Belajar Mengajar: Keterampilan Dasar Mengajar Mikro. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Henry Guntur Tarigan. 1985. Berbicara: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Penerbit Angkasa.
195
__________________.1986. Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:CV Angkasa
. 1989. Pengajaran Kosakata. Bandung: Angkasa
Hidayat, 2000. Efektifitas Pengajaran Menulis Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing. Studi Kasus pada Seorang Pelajar dari Belanda, Dalam www.ialf.edu/bipa/april2000/perananguru/html, diakses 7 Juli 2008.
Lilies Gartika. 2007. Diskusi, Terbaik Tingkatan Kemampuan Berbicara, dalam
www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/042007/92/99forumguru.htm, diakses 7 Juli 2008.
Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S. 1988. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
__________.1991. Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
M.Peer Mohamed Sardhar . 2008. Strategies for Improving Your Discussion Skills Journal, dalam http://www.citehr.com/130367-group-discussion-skills-strategies-improving-your-discussion-skills.html. Diakses 9 Desember 2008.
Muhajir dan A.Latief. 1995.”Berbicara” dalam Majalah Pengajaran Bahasa dan
Sastra Volume I, Nomor 3 Tahun 1975. Depdikbud: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Nurhadi. 1995. Tata Bahasa Pendidikan: Landasan Penyusunan Buku Pelajaran
Bahasa. Semarang: IKIP Semarang Press. Sabarti Akhadiah M.K., Maidar G. Arsjad, Sakura H. Ridwan, Zulfahnur Z.F.,
dan Mukti U.S. 1992. Bahasa Indonesia I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sirait, Bistok. 1997. Pengujian Bahasa Lisan: Sebuah Buku Pegangan untuk
Teknik Pengujian Lisan. Medan: FPBS-IKIP Medan. Siti Syoviyah. 2000. “Peningkatan Kualitas Keterampilan Berbicara Siswa Kelas I
SLTP Muhammadiyah 2 Karanganyar Tahun Pelajaran 1999/2000.” Tugas Akhir. Surakarta (Tidak Dipublikasikan) FKIP UNS.
Slavin, Robert E.. 1995. Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice.
Boston: Allyn and Bacon.
196
Suharsimi Arikunto, Suhardjono, dan Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Suharyanti. 1996. Berbicara (IND. 202) BPK FKIP-PBS-Indonesia. Surakarta:
UNS Press.
Supriyadi. 2005. “Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas Rendah Sekolah Dasar.“ Lingua: Jurnal Bahasa dan Sastra. No. 2 (6): 178-195. Palembang: PSPB-Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya.
Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press. Suwarna. 2005. Pengajaran Mikro. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Suwarsih Madya. 2006. Teori dan Praktik Penelitian Tindakan (Action Research).
Bandung: Alfabeta
Vallete, Rebecca M. 1997. Modern Language Testing. New York : Harcourt
Brace Javanovic.
197
LAMPIRAN 1. CATATAN LAPANGAN WAWANCARA SISWA
Waktu Pengamatan/survei : Rabu, 3 September 2008
Tempat Pengamatan/survei : SMA Bung Karno Karangpandan
Objek Pengamatan/survei : Tanggapan siswa tentang pembelajaran berpidato.
Peneliti : Nyiastuti Dwi Agustina
Informan : Jiwo Surahno
Situasi Latar penelitian
Tempat penelitian adalah ruang kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan yang
berukuran 4 meter x 10 meter dan tinggi dinding 3 meter. Di rungan tersedia 24
meja dan 48 kursi.
Deskripsi:
Peneliti mewawancarai salah satu siswa Kelas XII bernama Jiwo Surahno.
Wawancara dimaksudkan untuk memperoleh data tentang tanggapan siswa
tentang pembelajaran berpidato.
P : Apakah kamu pernah menerima pelajaran berpidato di sekolah?
M : Pernah Mbak.
P : Menurut kamu bagaimana cara mengajar yang digunakan oleh guru
kamu waktu itu dalam mengajarkan berpidato?
M : anu Mbak apa, pak guru minta kita ke depan kelas untuk membacakan
berpidato yang ada di buku, tapi sebelumnya pak guru menceritakan
dulu berpidato tadi.
P : Kamu suka atau tidak dengan cara mengajar guru seperti itu?
M : nggak suka Mbak, la saya dan teman-teman itu malu kalau disuruh ke
depan kelas.
P : Sebenarnya cara mengajar yang bagaimana yang kamu inginkan agar
digunakan oleh gurumu dalam mengajarkan berpidato?
M : ya seharusnya kan seperti orang berpidato itu lho Mbak, tampil berani
dan tidak grogi.
198
P : apakah gurumu mengajarkan teknik-teknik berpidato seperti lafal,
intonasi, nada, sikap, kelancaran, dan sebagainya dik?
M : nggak itu Mbak, yaa itu, pak guru cuma membacakan teks pidato dulu,
terus kita disuruh untuk maju ke depan kelas.
P : Apa bapak guru dalam mengajar pernah menggunakan metode diskusi
kelompok?
M : jarang Mbak, pernah sekali itupun kayaknya tidak begitu berfungsi itu
Mbak. Ada temen yang hanya dompleng ja gak ikut kerjasama
P : Kamu sendiri menyukai diskusi kelompok?
M : ya, suka Mbak, biar gak jenuh, cuma dengerin ceramah dari guru aja.
P : Bagaimana kalau diterapkan metode diskudi kelompok di kelsamu?
M : wah ya bagus Mbak.
P : Terima kasih ya dik, atas waktunya.
M : Sama-sama Mbak.
Keterangan:
P : Peneliti
M : Murid
Komentar Peneliti 1. Informan menggungkapkan ketidaksukaannya dengan cara yang digunakan oleh gurunya dalam mengajarkan
materi berpidato, sebab menurutnya cara guru dalam mengerjakan kurang menarik.
2. Siswa terlihat antusias mengikuti pembelajaran dengan metode diskusi kelompok.
3. Guru hanya mengandalkan teks berpidato saat mengajar.
4. Guru pernah metode diskusi kelompok saat mengajar, nsmun menurut siswa tidak efektif.
LAMPIRAN 2. CATATAN LAPANGAN WAWANCARA SISWA 2
Waktu Pengamatan/survei : Rabu, 3 September 2008
199
Tempat Pengamatan/survei : SMA Bung Karno Karangpandan
Objek Pengamatan/survei : Tanggapan Siswa tentang Pembelajaran Berpidato
Peneliti : Nyiastuti Dwi Agustina
Informan : Pita Nur
Situasi Latar penelitian
Tempat penelitian adalah ruang kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan yang
berukuran 6 meter x 15 meter dan tinggi dinding 3 meter. Di rungan tersedia 24
meja dan 48 kursi.
Deskripsi:
Peneliti mewawancarai salah satu siswa Kelas XII bernama Pita Nur.
Wawancara dimaksudkan untuk memperoleh data tentang tanggapan siswa
tentang pembelajaran berpidato.
P : Apakah kamu pernah menerima pelajaran berpidato di sekolah?
M : Pernah Mbak.
P : Menurut kamu bagaimana cara mengajar yang digunakan oleh guru
kamu waktu itu dalam mengajarkan berpidato?
M : yaa pak guru minta kita ke depan kelas untuk berpidato yang ada di
buku, tapi sebelumnya pak guru menjelaskan tentang pidato tadi.
P : Kamu suka atau tidak dengan cara mengajar guru seperti itu?
M : nggak itu Mbak.
P : Sebenarnya cara mengajar yang bagaimana yang kamu inginkan agar
digunakan oleh gurumu dalam mengajarkan berpidato?
M : ya, tidak mbosenin lah Mbak. Kan gurunya itu ceramah terus kalau
ngajar, jadi ya dibuat agak berbeda gitu supaya nggak ngantuk.
P : apakah gurumu mengajarkan teknik-teknik berpidato seperti lafal,
intonasi, nada, sikap, dan kelancaran?
M : pernah, tapi yang itu lho mbak, jadi siswa diminta agar tidak grogi
kalau tampil, yang berani.
P : Apa bapak guru dalam mengajar pernah menerapkan metode diskusi
kelompok?
200
M : pernah, tapi ketika diberi tugas mengerjakan soal Mbak.
P : Kamu sendiri suka atau tidak kalau belajar dengan metode diskusi
kelompok.
M : ya suka Mbak, daripada ngantuk di kelas. tapi kelompoknya harus jalan
Mbak, maksudnya semua yang terlibat dalam kelompok tertentu harus
ikut berpartisipasi, jangan ada siswa yang kerjanya nunut saja.
P : Bagaimana kalau metode ini diterapkan di kelasmu?
M : Bagus Mbak.
P : Terima dik atas waktunya.
M : Ya Mbak. Sama-sama.
Komentar Peneliti 1. Informan menggungkapkan ketidaksukaannya dengan cara yang digunakan oleh gurunya dalam mengajarkan
materi berpidato. Menurutnya cara guru dalam mengajar kurang menarik dan membosankan siswa.
2. Siswa merasa jenuh dengan model pembelajaran seperti itu.
LAMPIRAN 3. CATATAN LAPANGAN WAWANCARA GURU
Waktu Pengamatan/survei : Sabtu, 6 September 2008
Tampat Pengamatan/survei : SMA Bung Karno Karangpandan
Objek Pengamatan/survei : Survei hambatan pembelajaran berpidato
Peneliti : Nyiastuti Dwi Agustina
Informan : Bapak C.H. Salim, S.Pd., A.Ma.Pd.
201
Situasi latar penelitian
Tempat penelitian adalah ruang tamu guru yang bersebelahan dengan ruang tamu
kepala sekolah berukuran 6 meter x 15 meter dan tinggi dinding 3 meter. Di
rungan tersedia 6 meja untuk guru dan 1 meja untuk kepala sekolah serta satu set
meja kursi untuk tamu yang terletak di depan meja kepala sekolah. Berhimpitan
dengan dinding utara terdapat seperangkat komputer, disinilah ruang tata usaha
berada. Pintu Mbakuk ruang guru dan kepala sekolah ini terdapat di bagian pojok
utara sebelah timur menghadap utara.
Peneliti menghadap ke selatan dengan membawa alat perekam dan buku catatan,
sedangkan guru kolaboran menghadap ke arah timur.
Catatan pengamatan/survei (wawancara)
Peneliti mewawancarai guru kolaboran bernama C.H. Salim, S.Pd., guru yang
mengampu Kelas XII. Wawancara dimaksudkan untuk memperoleh data tentang
hambatan pembelajaran berpidato khusunya keterampilan berpidato pada Kelas
XII.
Peneliti (P) : Maaf Pak, bagaimana pembelajaran berpidato khusunya
Berpidato yang Bapak laksanakan?
C.H. Salim, S.Pd. (S) : Yaa, saya meminta anak-anak untuk membaca teks pidato
Terus saya minta mempelajari dulu, kemudian saya minta
anak-anak maju berpidato ke depan kelas.
P : lalu hambatanya apa Pak selama Bapak mengajar?
S : yaa.hambatanya mungkin terletak pada siswanya sendiri ya Mbak
Anak-anak itu sering ramai sendiri saat saya ajar, mereka
yaa..boleh dikatakan kurang memperhatikan penjelasan guru lah
Mbak. Motivasi mereka saya lihat kurang Mbak.
P : Untuk keterampilan berpidato siswa sendiri bagaimana Pak?
S : Ohhh berpidato tadi? Yaa..saya kira maih perlu belajar lagi dan
Ditingkatkan Mbak, karena anak-anak itu boleh dikatakan belum
bisa berpidato dengan sempurna. Anak-anak itu kesulitan
menghafalkan teks berpidatonya Mbak, jadi kalau mereka
202
memeragakan ya membaca teks berpidato tersebut di depan kelas
secara bergantian.
P : jadi teknik-teknik berpidato seperti lafal, nada, intonasi, sikap,
kelancaran, dan sebagainya, tidak terlihat saat mereka
memerankan ya pak?
S : yaa...memang terkadang saya beri pemahaman kepada anak-anak
tentang-teknik itu Mbak. Jadi saya bacakan teks berpidatonya
lalu sedikit saya beri contoh bagaimana teknik-teknik itu
diterapkan. Yaa boleh dikatakan ada anak yang belum
menerapkan teknik-teknik itu Mbak, la wong memahami
pidatonya saja sebagian besar anak belum bisa. Dilihat dari
nilainya saja belum memuaskan Mbak. Kriteria ketuntasan
minimal kan di sini 60 Mbak, untuk mata pelajaran bahasa
Indonesia, itu saja ada anak yang belum bisa mencapainya.
P : khusus untuk mengatasi hambatan itu, solusi apa yang
Bapak lakukan?
T : yaa saya minta kepada anak-anak untuk sering-sering berlatih
di rumah Mbak. Kemudian sebelum saya mengajar yaa saya
selalu berpikir dahulu sebelum mengajar untuk mengupayakan
bagaimana mengatasi hambatan-hambatn tersebut.
P : Bagaimana kalau saya tawari sebuah solusi untuk mengatasi
hambatan tersebut Pak, khususnya mengenai kurangnya minat
dan motivasi serta keaktifan siswa saat pembelajaran
berlangsung, serta untuk menungkatkan keterampilan berpidato
siswa?
S : ya kalau memang Mbak mempunyai solusi, yaa kami tentu
senang Mbak. Solusinya apa Mbak?
P : Begini Pak,saya mempunyai program penelitian berupa penelitian
siklus kelas atau disebut PTK, untuk meningkatkan keterampilan
berpidato siswa yang tengah menghadapi Mbakalah tadi, yaitu
dengan menerapkan metode diskusi kelompok, bagaimana Pak?
203
S : yaa boleh-boleh saja. Nanti Mbak yang mengajar?
P : Tidak Pak, jadi nanti yang mengajar tetap Bapak dengan
menerapkan metode diskusi kelompok .Untuk lebih jelasnya
nanti kita dapat berdiskusi Pak tentang prosedur penerapannya.
S : oh yaa.., boleh, boleh. Gini Mbak untuk bagaimana
Prosedur penerapanya nanti tentu saya minta Mbak untuk lebih
memberikan penjelasan lagi pada saya Mbak, supaya nanti dalam
menjalankanya lebih mudah.
P : Ohh..tentu Pak nanti sebelum siklus berlangsung tentunya saya
Dan Bapak mempersiapkan rancangan pelaksanaan
pembelajaranya dulu secara matang dan tentunya mengupayakan
penerapan metode diskusi kelompok yang efektif.
Komentar Peneliti
1. Dari pernyataan guru S, peneliti mendapatkan persoalan yang merupakan
penghambat pembelajaran berpidato, khususnya rendahnya keterampilan
berpidato siswa. Selain itu rendahnya minat dan motivasi siswa saat
mengikuti pembelajaran yang menjadi salah satu penyebab rendahnya
keterampilan berpidato siswa.
2. Guru T dapat dikatakan juga menjadi salah satu penyebab rendahnya
keterampilan berpidato siswa. Guru kurang memahamkan kepada siswa
teknik-teknik berpidato seperti lafal, intonasi, nada, sikap, dan
kelancaran.
3. Sebagai akibat rendahnya keterampilan berpidato siswa khususnya minat
dan motivasi siswa pada umumnya, kriteria ketuntasan minimal pada
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pembelajaran sastra menjadi
rendah, yakni 60.
4. Peneliti melihat Guru S sedang berusaha mengatasi hambatan yang
dijumpai dalam pembelajaran berpidato, khususnya keterampilan
berpidato siswa.
204
5. Guru S menyambut baik tawaran peneliti untuk mengatasi hambatan yang
dijumpainya.
(kemudian peneliti menunjukkan surat izin penelitian serta foto kopi proposal
penelitian yang dibuat oleh peneliti. Pada akhir pertemuan kami membuat janji
untuk bertemu kembali, dengan membuat perencanaan-perencanaan yang lebih
matang)
LAMPIRAN 4. CATATAN LAPANGAN SURVEI AWAL
Tujuan : Mengamati Pelaksanaan Survei Awal pembelajaran berbicara
Lokasi : Ruang kelas XII SMA Bung Karno, Karanganyar
Hari : Rabu
Tanggal : 10 September 2008
Waktu : Pukul 07.00-08.20
205
Pertemuan : I
Guru : C.H. Salim, S.Pd.
Jumlah Siswa : 48 siswa (25 laki-laki + 23 perempuan)
Latar
Observasi ini dilaksanakan di ruang kelas XII yang berukuran kurang
lebih 6x15 m. Di dalam ruangan kelas tersebut terdapat sepasang meja dan kursi
untuk guru, 24 buah meja dan 48 buah kursi untuk siswa, di dinding kelas
tertempel gambar presiden dan wakil presiden Republik Indonesia, gambar
burung garuda, gambar pahlawan, jam dinding, daftar pengurus kelas, jadwal
piket dan pengumuman. Pada saat observasi ini dilakukan tidak ada siswa izin
mengikuti kegiatan belajar-mengajar (KBM).
Deskripsi:
Sebelum pelaksanaan siklus dilakukan, peneliti terlebih dahulu
melakukan survei awal untuk mengetahui keadaan nyata di lapangan. Peneliti
mengamati jalannya proses pembelajaran berbicara di kelas XII dengan
mengambil posisi di bangku paling belakang sebagai partisipan pasif.
Sesuai dengan jadwal pada hari itu, pelajaran bahasa Indonesia di
kelas XII dilaksanakan pada jam keempat dan kelima, atau pukul 07.00 sampai
08.20 wib. Situasi di kelas XII saat itu sangat ramai dengan kedatangan guru dan
peneliti. Kemudian guru membuka pembelajaran dengan tanya jawab mengenai
pelajaran pada pertemuan sebelumnya yaitu. Siswa terlihat pasif dan mengabaikan
tanya jawab tersebut. Kemudian guru melanjutkan dengan memberikan tambahan
materi berbicara (berpidato).
Guru pada awal inti pembelajaran menerangkan tentang teori
berpidato dengan metode ceramah. Terlihat siswa hanya pasif mendengarkan
penjelasan yang disampaikan guru. Mereka menunjukkan sikap semaunya sendiri,
seperti berbicara dengan teman, melamun, mengantuk, menyandarkan dagu di
meja. Menyadari keadaan siswanya, guru mencoba menggugah siswa untuk aktif
dalam kegiatan pembelajaran dengan melakukan metode tanya jawab. Guru
206
menunjuk beberapa siswa untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru.
Namun terlihat siswa hanya diam tanpa menggubris pertanyaan guru.
Siswa kemudian diminta untuk mempelajari teks pidato yang terdapat
dalam buku. Siswa diberi waktu guru 10 menit untuk mempelajarinya. Kemudian
satu per satu siswa diminta untuk berpidato do depan kelas sesuai dengn teks
pidsto yang telah dipelajari tadi. Setelah semua siswa selesai berpidato, guru
memberikan refleksi tentang penampilan berpidato siswa. Guru kemudian
menutup pembelajaran dengan salam.
Refleksi:
Hasil observasi yang peneliti lakukan pada saat survei awal terungkap
dengan jelas bahwa siswa menunjukkan sikap kurang peduli pada saat
berlangsungnya pembelajaran berbicara. Saat proses pembelajaran
berlangsung, siswa terlihat pasif. Beberapa siswa memang tampak
memperhatikan keterangan guru namun tidak sedikit pula siswa yang sibuk
beraktivitas sendiri. Dari hasil pantauan peneliti dengan lembar observasi,
diketahui 24 siswa atau 50% dari keseluruhan siswa di kelas tersebut kurang
memiliki minat dan motivasi mengikuti pembelajaran. Sementara itu,
keaktifan siswa hanya 29 % dari jumlah keseluruhan siswa atau 14 siswa.
Selain obeservasi yang peneliti lakukan, hasil angket yang peneliti
berikan kepada siswa menyatakan bahwa 50% siswa (24 siswa dari
keseluruhan siswa yang berjumlah 48 orang) menyatakan tidak begitu suka
terhadap pembelajaran berbicara bahasa Indonesia yang diterapkan oleh guru.
Selain itu, hasil wawancara peneliti dengan guru bidang studi bahasa
Indonesia menyatakan bahwa selama ini materi berbicara (berpidato) sulit
untuk diaplikasikan dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya di kelas
XII, karena siswa di kelas ini kurang memiliki respons yang baik terhadap
pembelajaran berbicara itu sendiri. Menurut guru kolaboran, para siswa
memang kurang dalam kompetensi berbicara. Hal ini dikarenakan siswa
merasa malu dan grogi saat diminta untuk berbicara di depan kelas.
207
Pada survei awal yang peneliti lakukan, guru memberikan materi
berbicara (berpidato) dengan pembacaan teks pidato secara langsung.
Kegiatan yang dilakukan adalah beberapa orang siswa membacakan teks
pidato di depan kelas. Pada awalnya, guru menawarkan kepada siswa yang
ingin membacakan teks pidato, tidak ada siswa yang mau menunjukkan jari.
Guru kemudian menunjuk siswa untuk membacakan teks pidato yang telah
ditentukan, siswa yang telah ditunjuk pun terlihat enggan untuk membacakan
teks pidato yang telah ditentukan oleh guru tersebut. Kejadian tersebut
berlangsung selama pembelajaran berbicara (berpidato) dilakukan. Siswa mau
tidak mau harus maju ke depan kelas untuk membacakan teks pidato, karena
sudah merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang harus
dikuasai. Siswa merasa terpaksa saat mereka diminta untuk maju ke depan
kelas. Siswa tampak grogi dan malu saat mereka tampil di depan kelas
membacakan teks pidato yang diberikan oleh guru. Akibat dari perasaan
tersebut, membuat penampilan siswa kurang maksimal. Lafal, intonasi, dan
nada, sikap, serta ekspresi siswa tidak tampak saat mereka berpidato.
Akhirnya peneliti dapat menyimpulkan bahwa siswa masih kurang tertarik
dengan cara pembelajaran yang guru berikan dan keterampilan berbicara
(berpidato) siswa kelas XII rendah.
Guru belum bisa menunjukkan komunikasi aktif dengan siswa. Hal itu
ditunjukkan dengan masih banyaknya siswa yang mengalihkan perhatiannya
pada saat pembelajaran berlangsung. Guru juga terkesan kaku dalam
memberikan materi pelajaran. Guru sudah mencoba membangkitkan minat
siswa dengan memberi pendekatan secara langsung dan menegur siswa yang
tidak memperhatikan pelajaran. Namun, cara ini belum mampu
membangkitkan minat siswa dalam mengikuti pembelajaran. Siswa merasa
bosan dengan metode mengajar guru. Hal ini dibuktikan dalam angket siswa
yang menyatakan bahwa 50% (24 siswa dari keseluruhan siswa yang
berjumlah 48 orang) menyatakan bosan dengan metode mengajar guru.
208
LAMPIRAN 5. CATATAN LAPANGAN RPP SIKLUS 1
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Nomor 32
MATA PELAJARAN Bahasa dan Sastra Indonesia KELAS /SEMESTER XII (dua belas) / 2 (dua) PROGRAM Umum ALOKASI WAKTU 4 x 40 menit
TEMA STANDAR KOMPETENSI
Mengungkapkan informasi melalui presentasi program/proposal dan pidato tanpa teks
KOMPETENSI DASAR Berpidato tanpa teks dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat
ASPEK PEMBELAJARAN
Berbicara
INDIKATOR 1. Mampu menjelaskan macam-macam metode berpidato
2. Mampu menyiapkan pidato tanpa teks dengan tema tertentu
3. Mampu membawakan pidato dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat
4. Mampu mencatat hal-hal yang perlu diperbaiki dari pidato yang disampaikan teman
5. Mampu memperbaiki cara berpidato dan isi pidato berdasarkan catatan atau Mbakukan teman
MATERI POKOK PEMBELAJARAN
1. Pengertian dan macam-macam metode berpidato 2. Ide pidato dengan tema-tema tertentu 3. Cara menyiapkan pidato tanpa teks 4. Cara berpidato dengan lafal, intonasi, nada, dan
sikap yang tepat 5. Cara mencatat kekurangan pidato yang
disampaikan teman 6. Cara memperbaiki kekurangan pidato teman
209
KEGIATAN PEMBELAJARAN
TAHAP KEGIATAN PEMBELAJARAN
PEMBUKA (Apersepsi)
1. Siswa ditanya pemahamannya tentang manfaat berpidato
2. Siswa diajak untuk mengemukakan pendapatnya tentang forum-forum yang sering menampilkan kegiatan berpidato
INTI 1. Siswa mendengarkan penjelasan guru tentang tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh siswa sesuai dengan indikator pembelajaran.
2. Siswa menyaksikan contoh memberikan sambutan pidato dengan membaca teks maupun tanpa teks yang diperagakan oleh guru.
3. Siswa diminta untuk membaca contoh teks sambutan berpidato yang ada pada buku teks (buku paket).
4. Siswa diminta untuk membuat teks sambutan pidato dengan topik HUT RI Ke-64.
5. Siswa diminta untuk berdiskusi kelompok dan bertukar pikiran untuk mencoba menampilkan sambutan di dalam kelompok Masing-masing.
6. Guru meminta setiap siswa ke depan kelas
membacakan teks yang telah dibuat;
PENUTUP (Internalisasi & persepsi)
1. Siswa merefleksikan kesalahan berpidato pada umumnya.
2. Siswa diberikan tugas untuk membuat pidato dengan tema bebas.
METODE DAN SUMBER BELAJAR
Sumber Belajar
v Pustaka rujukan Alex Suryanto dan Agus Haryanta. 2008. Panduan Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA Kelas XII. Jakarta : ESIS-Erlangga halaman 164-169 Maidar G. Arsjad, Mukti
210
U.S. 1991. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta : Erlangga
v Material: VCD, kaset, poster
Media cetak dan elektronik
Website internet
v Narasumber Orator
V Model peraga Siswa yang mempunyai pengalaman banyak berpidato
v Lingkungan Kejadian di Masyarakat yang banyak menampilkan kegiatan berpidato
Metode
v Presentasi
v Diskusi Kelompok
v Inquari
v Demontrasi /Pemeragaan Model
PENILAIAN
TEKNIK DAN BENTUK
v Tes Lisan
v Tes Tertulis
v Observasi Kinerja/Demontrasi
v Tagihan Hasil Karya/Produk: tugas, projek, portofolio
v Pengukuran Sikap
Penilaian diri
INSTRUMEN SOAL: berpidatolah di depan kelas dengan tema HUT RI Ke-64 yang telah kalian pelajari tanpa menggunakan teks pidato!
Indikator Penilaian Berpidato
211
1. Jenis tagihan : Nontes 2. Teknik : Unjuk Kerja 3. Bentuk instrumen : Rubrik Pengamatan
No. Aspek yang
Dinilai
Rentangan Skala Perolehan
Skor 5 4 3 2 1
1 Lafal
2 Nada
3 Intonasi
4 Sikap
5 Kelancaran
Total
Nilai
Pedoman Penilaian Dan Teknik Penilaian
3. Lafal
Kemampuan melafalkan bunyi secara tepat dapat dinilai dengan indikator:
5 Siswa mampu memberi penekanan yang sudah sesuai, dengan mengucapkan
pelafalan sesuai dengan kalimat yang dituturkan sehingga jelas untuk dipahami.
4 Siswa terkadang mengucapkan pelafalan yang kurang dipahami.
3 Siswa kesulitan melafalkan kata-kata dengan tepat sehingga memaksa pendengar
harus mendengarkan dengan teliti ucapannya dan sekali-kali timbul salah
pengertian.
2 Siswa melafalkan kata-kata yang susah sekali dipahami karena Mbakalah
pengucapan. Sering siswa harus mengulangi apa yang diucapkannya.
1 Siswa kesukaran melafalkan kata-kata dan kesalahan dalam pelafalannya terlalu
banyak sehingga kalimatnya tidak dapat dipahami.
4. Nada 5 Nada sesuai dengan kalimat yang diucapkan dan tidak monoton
4 Nada sudah variatif namun kadang-kadang monoton
3 Nada sering kali monoton hanya sesekali terdengar lagu kalimat yang sesuai
2 Nada sering monoton
1 Nada monoton
212
3. Intonasi
Kemampuan menerapkan intonasi dengan benar dapat dinilai dengan indikator di
bawah ini.
5 Siswa dalam menuturkan kalimat hampir tidak ada kesalahan intonasi.
4 Siswa membuat sedikit sekali kesalahan intonasi saat menuturkan kalimat, tetapi
tidak mengaburkan arti.
3 Siswa sering membuat kesalahan intonasi sehingga sewaktu-waktu mengaburkan
arti.
2 Siswa membuat kesalahan intonasi saat menuturkan kalimat yang menyebabkan
kalimatnya sukar untuk dipahami.
1 Siswa membuat kesalahan intonasi dan susunan kata demikian banyaknya
sehingga kalimatnya benar-benar sulit dipahami.
4. Sikap
5 Siswa mampu menuturkan kalimat disertai dengan gerak anggota tubuh sesuai
dengan ekpresi.
4 Siswa terkadang melakukan gerak anggota tubuh yang tidak sesuai dengan
ekspresi.
3 Siswa sering menunjukkan ketidaksesuaian antara gerak-gerik yang dilakukan
dengan ekspresi.
2 Siswa terlihat ragu-ragu saat melakukan gerak angota tubuh lain, sehingga tidak
sesuai dengan ekpresi.
1 Siswa tidak sama sekali tidak menunjukkan gerak anggota tubuh lain sesuai
dengan ekspresi saat menuturkan kalimat.
5. Kelancaran/kefasihan
Kemampuan untuk menempatkan posisi saat memerankan tokoh berbicara dapat
dinilai dengan indikator di bawah ini.
5 Pembicaraan lancar sekali.
4 Pembicaraan kurang lancar.
3 Kesulitan berbahasa, menyebabkan kecepatan dan kelancaran terganggu.
2 Pembicaraan tersendat-sendat.
1 Pembicaraan sering terhenti dan pendek-pendek.
213
Untuk mencari nilai dari setiap siswa dapat menggunakan teknik penilaian sebagai
berikut:
4. Nilai setiap unsur yang dinilai dalam cerita berkisar antara 1 sampai dengan 5. Nilai
5 berarti baik sekali, nilai 4 berarti baik, nilai 3 berarti sedang, nilai 2 berarti kurang,
dan nilai 1 berarti kurang sekali.
5. Jumlah skor atau total nilai diperoleh dari menjumlahkan nilai setiap unsur penilaian
yang diperoleh siswa.
6. Nilai akhir yang diperoleh siswa diolah dengan menggunakan rumus:
Total nilai X 100 = nilai
LAMPIRAN 6. CATATAN LAPANGAN SIKLUS I
Catatan Lapangan Siklus 1 Pertemuan 1
Tujuan : Mengamati Pelaksanaan siklus 1 pertemuan 1
214
Lokasi : Ruang kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan
Hari : Rabu
Tanggal : 15 Oktober 2008
Waktu : Pukul 07.00-08.20
Pertemuan : I
Guru : C.H. Salim, S.Pd.
Jumlah Siswa : 48 siswa (25 laki-laki + 23 perempuan)
Latar:
Observasi ini dilaksanakan di ruang Kelas XII yang berukuran kurang lebih
6x15 m. Di dalam ruangan kelas tersebut terdapat sepasang meja dan kursi untuk guru,
24 buah meja dan 48 buah kursi untuk siswa, di dinding kelas tertempel gambar presiden
dan wakil presiden Republik Indonesia, gambar burung garuda, gambar pahlawan, jam
dinding, daftar pengurus kelas, jadwal piket dan pengumuman. Tidak ada siswa yang
absen pada pertemuan ini.
Deskripsi:
Guru memulai KBM dengan membuka pelajaran dan mengecek berapa siswa
yang tidak mengikuti pelajaran bahasa, sastra Indonesia pagi itu dengan melihat presensi
kelas tersebut. Peneliti menempatkan diri sebagai partisipan pasif dengan berada di
tempat duduk bagian belakang, sehingga peneliti dapat mengamati jalannya kegiatan
belajar-mengajar dengan leluasa tanpa menggangu pelajaran yang sedang berlangsung.
Sebelum menuju untuk pembelajaran guru menjelaskan kepada para siswa
mengenai tujuan pembelajaran pada pertemuan tersebut (siswa terlihat begitu serius
memperhatikan penjelasan guru, beberapa siswa tampak menoleh ke belakang, sesekali
melihat peneliti). Guru menjelaskan bahwa siswa akan diajak untuk berpidato (di dalam
skenario pembelajaran tujuan pembelajaran disampaikan kepada siswa sesudah
apersepsi). Guru kemudian menggali pengalaman siswa akan pemahaman tentang seluk-
beluk berpidato dengan melakukan tanya jawab kepada siswa tentang pengalaman
mereka berpidato. Setelah itu guru mencoba memberikan contoh memberikan sambutan
pidato dengan menggunakan teks yang sudah dipersiapkan oleh guru. Siswa menyaksikan
degan seksama peragaan yang ditampilkan oleh guru (beberapa siswa tersenyum melihat
215
penampilan guru). Setelah selesai, guru mencoba memberikan kesempatan kepada siswa
untuk memberikan komentar terhadap penampilannya, namun tidak ada satupun siswa
yang berani mengacungkan jari dan memberikan komentar (terdengar salah satu siswa
menjawab “bagus...bagus”, dengan nada tidak serius, sehingga membuat siswa lain
tertawa). Setelah memberikan contoh dengan membaca teks, guru mencoba memberikan
contoh sambutan pidato tanpa menggunakan teks pidato. Siswa dengan seksama
memperhatikan penampilan guru. Setelah selesai tampil, kembali guru meminta siswa
untuk memberikan tanggapan, namun lagi-lagi tidak ada satupun siswa yang berani
menanggapi (siswa tampak mengulas senyum dan saling berpandangan saat diminta
memberikan tanggapan). Terpaksa guru menunjuk beberapa siswa untuk memberikan
tanggapan. Salah satu siswa yang ditunjuk guru (siswa bernama Saras Triwardi)
menanggapi ,“kalau menurut saya lebih baik yang tanpa teks tadi lho Pak lebih nyantai,
lebih luwes gitu lho Pak,” (beberapa siswa tertawa mendengar komentar tersebut). Guru
memberikan komentar yang sama dengan siswa tersebut bahwa pidato tanpa teks lebih
baik dalam hal penampilan, karena lebih luwes dan tidak monoton, karena tidak terpaku
pada teks pidato seperti pada saat membaca tekas pidato.
Guru kemudian meminta siswa untuk mengelompok pada kelompoknya
Masing-masing (suasana tampak gaduh, guru berusaha meminta semua siswa untuk
tetap bersikap tenang). Setelah semua siswa berada pada kelompoknya Masing-masing,
guru memberikan penjelasan kepada semua kelompok (sesekali guru meminta siswa
untuk tenang, karena siswa Mbakih terlihat gaduh walaupun sudah berada pada
kelomponya Masing-masing). Tiap siswa dalam kelompoknya diminta untuk membuat
teks sambutan pidato dengan topik HUT RI ke-64 dalam buku tugas sebanyak setengah
sampai satu lembar kertas. Siswa kemudian mengerjakan apa yang telah ditugaskan oleh
guru (beberapa siswa Mbakih terlihat bingung dan bertanya kepada teman
sekelompoknya). Bel akhir pembelajaran berbunyi, tampak suasana gaduh kembali,
beberapa siswa mengaku belum selesai mengerjakan. Guru tampak berusaha
menenangkan siswa. di akhir pembelajaran guru meminta siswa untuk melanjutkan di
rumah (tampak seluruh siswa kembali duduk di tempatnya semula). Guru menutup
pembelajaran dengan mengucapkan salam kepada siswa.
216
Catatan Lapangan Siklus 1 Pertemuan 2
Tujuan : Mengamati Pelaksanaan siklus 1 Pertemuan 2
Lokasi : Ruang kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan
Hari : Sabtu
Tanggal : 12 Oktober 2008
Waktu : Pukul 08.20-09.40
Pertemuan : II
Guru : C.H. Salim, S.Pd.
Jumlah Siswa : 48 siswa (25 laki-laki + 23 perempuan
Latar:
Observasi ini dilaksanakan di ruang Kelas XII yang berukuran kurang lebih
6x15 m. Di dalam ruangan kelas tersebut terdapat sepasang meja dan kursi untuk guru,
24 buah meja dan 48 buah kursi untuk siswa, di dinding kelas tertempel gambar presiden
dan wakil presiden Republik Indonesia, gambar burung garuda, gambar pahlawan, jam
dinding, daftar pengurus kelas, jadwal piket dan pengumuman. Pada saat observasi ini
dilakukan tidak ada siswa izin mengikuti kegiatan belajar-mengajar (KBM).
Deskripsi:
Guru memulai KBM dengan mengucapkan salam (tampak serentak siswa
membalas salam dari guru) dan mengecek berapa siswa yang tidak mengikuti pelajaran
bahasa dan sastra Indonesia pagi itu dengan melihat presensi kelas tersebut (semua siswa
hadir pada pembelajaran kali ini). Peneliti menempatkan diri sebagai partisipan pasif
dengan berada di tempat duduk bagian belakang (ada beberapa siswa yang menyalami
peneliti saat melangkah menuju tempat duduk di belakang) sehingga peneliti dapat
mengamati jalannya kegiatan belajar-mengajar dengan leluasa tanpa menggangu
pelajaran yang sedang berlangsung.
Guru melanjutkan materi pertemuan yang lalu dengan mengadakan refleksi
terhadap pembelajaran yang lalu. Guru mengadakan tanya jawab dengan siswa mengenai
217
kesulitan yang dialami siswa dalam menyusun pidato (guru menjelaskan bahwa
sistematika pidato terdiri dari salam pembuka, pembukaan, inti, kesimpulan, penutup,
dan salam penutup). Salah satu siswa (siswa bernama Sari Hariyanti) meminta kepada
guru untuk menjelaskan dengan contoh tiap bagian dari sistematika pidato tersebut. Guru
kemudian menjelaskan dengan seksama.
Guru kemudian meminta siswa untuk mengelompok sesuai dengan
kelompoknya. (suasana terlihat tidak segaduh pada pertemuan sebelumnya saat semua
siswa mencoba berkumpul sesuai dengan kelompoknya). Guru kemudian meminta siswa
untuk mempelajari teks pidato yang telah disusun, dan meminta siswa untuk mencoba
tampil di depan kelompoknya Masing-masing dengan penilaian dari teman sekelompok
sebelum tes berpidato di depan kelas. Tampak beberapa siswa sibuk menghafal teks
pidato yang telah disusun tanpa memanfaatkan kelompoknya untuk berdiskusi. Ada juga
siswa yang marasa Mbaka bodoh atas perintah dari guru, sedikit siswa yang mencoba
tampil berpidato di depan kelompoknya dan memanfaatkan teman sekelompok untuk
memberikan penilaian. Sementara itu guru memantau diskusi tiap-tiap kelompok di
depan kelas.
Setelah diskusi dianggap selesai oleh guru. Siswa diminta satu per satu tampil di
depan kelas berpidato. Sebelum tiap-tiap siswa tampil di depan kelas, guru meminta
siswa untuk tampil secara maksimal, guru memberikan waktu hanya 3 menit untuk
berpidato mengingat terbatasnya waktu dan banyaknya jumlah siswa. Guru kemudian
menunjuk siswa bernama Jiwo Surahno (nomor presensi sepuluh) untuk tampil perdana.
Jiwo tampak kaget dan tegang, (beberapa siswa tampak tertawa dan menyoraki Jiwo,
guru berusaha uuntuk menenangkan siswa) namun isa tetap maju ke depan kelas
walaupun dengan langkah yang berat.
Satu per satu siswa maju ke depan kelas. guru mengacak urutan siswa yang
maju ke depan kelas, dengan maksud agar semua siswa siap. Dari pantauan peneliti
tampak teknik-teknik berpidato siswa sebagian besar Mbakih kurang. Setelah semua
siswa selesai maju berpidato ke depan kelas, guru sedikit memberikan refleksi atas
penampilan siswa. sebagai penutup guru memberikan tugas kepada siswa untuk berlatih
berpidato sendiri di rumah. Guru mengakhiri pembelajaran dengan memberikan salam.
218
Refleksi:
Guru sudah menerapkan metode diskusi kelompok pada pelaksanaan
siklus 1. Guru membagi 4 siswa untuk satu kelompok. Guru kolaboran sudah
memberikan pemahaman kepada siswa akan teknik-teknik berpidato seperti lafal, intonas,
nada, sikap, dan kelancaran/kefasihan. Untuk melatih keterampilan berpidato, siswa
diminta oleh guru untuk berdiskusi kelompok sesuai dengan kelompoknya Masing-
masing. Guru Mbakih mendominasi jalannya pembelajaran dengan selalu menceramahi
siswa. Siswa jarang diberi kesempatan untuk memberikan argumen dalam sesi tanya
jawab di awal pembelajaran; Guru kurang memberikan bimbingan pada setiap kelompok.
Guru hanya memberikan pengarahan dan bimbingan di depan kelas tanpa mendekati tiap-
tiap kelompok. Dari penerapan metode diskusi, Mbakih terdapat kelemahan. Kelemahan
tersebut adalah siswa belum mampu benar-benar memanfaatkan teman sekelompoknya
sebagai teman (partner) belajar. Siswa dalam berdiskusi Mbakih terlihat berurusan
dengan kepentingannya sendiri. Dilihat dari hasil berpidato siswa Mbakih terdapat
beberapa kekurangan. Sebagian besar teknik-teknik berpidato mulai dari lafal, nada,
intonasi, sikap serta kelancaran/kefasihan siswa sebagian besar Mbakih kurang. Intonasi
sebagian besar siswa Mbakih terdengar datar seperti orang yang sedang membaca. Sikap
siswa Mbakih terlihat kaku. Nada siswa Mbakih terlihat monoton. Dari pantauan peneliti,
minat dan motivasi serta keaktifan siswa mengalami peningkatan dibandingkan pada
pembelajaran prasiklus survei awal. Dari pantauan peneliti dengan menggunakan
pedoman observasi diketahui bahwa siswa yang berminat/perhatian terhadap
pembelajaran sebanyak 31 siswa (65%). Siswa yang aktif dalam pembelajaran sebanyak
17 orang (35%).
219
LAMPIRAN 7. RPP SIKLUS 2
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Nomor 32
MATA PELAJARAN Bahasa dan Sastra Indonesia KELAS /SEMESTER XII (dua belas) / 2 (dua) PROGRAM Umum ALOKASI WAKTU 4 x 45 menit TEMA STANDAR KOMPETENSI
Mengungkapkan inforMbaki melalui presentasi program/proposal dan pidato tanpa teks
KOMPETENSI DASAR Berpidato tanpa teks dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat
ASPEK PEMBELAJARAN
Berbicara
INDIKATOR 1. Mampu menjelaskan macam-macam metode berpidato
2. Mampu menyiapkan pidato tanpa teks dengan tema tertentu
3. Mampu membawakan pidato dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat
4. Mampu mencatat hal-hal yang perlu diperbaiki dari pidato yang disampaikan teman
220
5. Mampu memperbaiki cara berpidato dan isi pidato berdasarkan catatan atau Mbakukan teman
MATERI POKOK PEMBELAJARAN
Pengertian dan macam-macam metode berpidato Ide pidato dengan tema-tema tertentu Cara menyiapkan pidato tanpa teks Cara berpidato dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat Cara mencatat kekurangan pidato yang disampaikan teman Cara memperbaiki kekurangan pidato teman
KEGIATAN PEMBELAJARAN
TAHAP KEGIATAN PEMBELAJARAN
PEMBUKA (Apersepsi)
Guru melakukan apersepsi dengan bertanya jawab
kepada siswa tentang kesulitan yang dihadapi saat
tampil berpidato pada pertemuan yang lalu.
INTI 1. Siswa mendengar solusi dari guru atas
kesulitan yang dihadapi siswa .
2. Siswa diminta mempelajari teks sambutan
pidato yang terdapat di dalam buku materi dan
mendiskusikannya sesuai dengan kelompoknya
masing-masing.
3. Siswa dalam kelompoknya masing-msing
mencoba berpidato (memberikan sambutan),
4. Siswa yang lain menilai kelemahan dan
kelebihan teman sesuai dengan format penilaian
yang diberika oleh guru.
221
5. Siswa melaporkan hasil diskusinya berdasarkan
format penilaian.
6. Guru mengomentari hasil diskusi (penilaian)
dari tiap-tiap siswa dalam tiap-tiap kelompok.
7. Guru meminta siswa satu per satu ke depan
kelas berpidato sesuai dengan materi yang telah
ditetapkan oleh guru dalam buku teks.
PENUTUP (Internalisasi & persepsi)
Siswa merefleksikan kesalahan berpidato pada umumnya.
METODE DAN SUMBER BELAJAR
Sumber Belajar
v Pustaka rujukan Alex Suryanto dan Agus Haryanta. 2008. Panduan Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA Kelas XII. Jakarta : ESIS-Erlangga halaman 164-169 Maidar G. Arsjad, Mukti U.S. 1991. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta : Erlangga
v Material: VCD, kaset, poster
Media cetak dan elektronik
Website internet
v Narasumber Orator
V Model peraga Siswa yang mempunyai pengalaman banyak berpidato
v Lingkungan Kejadian di Mbakyarakat yang banyak menampilkan kegiatan berpidato
222
Metode
v Presentasi
v Diskusi Kelompok
v Inquari
v Demontrasi /Pemeragaan Model
PENILAIAN
TEKNIK DAN BENTUK
v Tes Lisan
v Tes Tertulis
v Observasi Kinerja/Demontrasi
v Tagihan Hasil Karya/Produk: tugas, projek, portofolio
v Pengukuran Sikap
Penilaian diri
INSTRUMEN /SOAL: Berpidatolah di depan kelas dengan nada, intonasi, lafal, sikap, dan kelancaran yang tepat!
Indikator Penilaian Berpidato
1. Jenis tagihan : Nontes 2. Teknik : Unjuk Kerja 3. Bentuk instrumen : Rubrik Pengamatan
No. Aspek yang
Dinilai
Rentangan Skala Perolehan
Skor 5 4 3 2 1
1 Lafal
2 Nada
3 Intonasi
4 Sikap
5 Kelancaran
Total
Nilai
Pedoman Penilaian Dan Teknik Penilaian
5. Lafal
Kemampuan melafalkan bunyi secara tepat dapat dinilai dengan indikator:
223
5 Siswa mampu memberi penekanan yang sudah sesuai, dengan mengucapkan
pelafalan sesuai dengan kalimat yang dituturkan sehingga jelas untuk dipahami.
4 Siswa terkadang mengucapkan pelafalan yang kurang dipahami.
3 Siswa kesulitan melafalkan kata-kata dengan tepat sehingga memaksa pendengar
harus mendengarkan dengan teliti ucapannya dan sekali-kali timbul salah
pengertian.
2 Siswa melafalkan kata-kata yang susah sekali dipahami karena Mbakalah
pengucapan. Sering siswa harus mengulangi apa yang diucapkannya.
1 Siswa kesukaran melafalkan kata-kata dan kesalahan dalam pelafalannya terlalu
banyak sehingga kalimatnya tidak dapat dipahami.
6. Nada 5 Nada sesuai dengan kalimat yang diucapkan dan tidak monoton
4 Nada sudah variatif namun kadang-kadang monoton
3 Nada sering kali monoton hanya sesekali terdengar lagu kalimat yang sesuai
2 Nada sering monoton
1 Nada monoton
3. Intonasi
Kemampuan menerapkan intonasi dengan benar dapat dinilai dengan indikator di
bawah ini.
5 Siswa dalam menuturkan kalimat hampir tidak ada kesalahan intonasi.
4 Siswa membuat sedikit sekali kesalahan intonasi saat menuturkan kalimat, tetapi
tidak mengaburkan arti.
3 Siswa sering membuat kesalahan intonasi sehingga sewaktu-waktu mengaburkan
arti.
2 Siswa membuat kesalahan intonasi saat menuturkan kalimat yang menyebabkan
kalimatnya sukar untuk dipahami.
1 Siswa membuat kesalahan intonasi dan susunan kata demikian banyaknya
sehingga kalimatnya benar-benar sulit dipahami.
4. Sikap
224
5 Siswa mampu menuturkan kalimat disertai dengan gerak anggota tubuh sesuai
dengan ekpresi.
4 Siswa terkadang melakukan gerak anggota tubuh yang tidak sesuai dengan
ekspresi.
3 Siswa sering menunjukkan ketidaksesuaian antara gerak-gerik yang dilakukan
dengan ekspresi.
2 Siswa terlihat ragu-ragu saat melakukan gerak angota tubuh lain, sehingga tidak
sesuai dengan ekpresi.
1 Siswa tidak sama sekali tidak menunjukkan gerak anggota tubuh lain sesuai
dengan ekspresi saat menuturkan kalimat.
5. Kelancaran/kefasihan
Kemampuan untuk menempatkan posisi saat memerankan tokoh berbicara dapat
dinilai dengan indikator di bawah ini.
5 Pembicaraan lancar sekali.
4 Pembicaraan kurang lancar.
3 Kesulitan berbahasa, menyebabkan kecepatan dan kelancaran terganggu.
2 Pembicaraan tersendat-sendat.
1 Pembicaraan sering terhenti dan pendek-pendek.
Untuk mencari nilai dari setiap siswa dapat menggunakan teknik penilaian sebagai
berikut:
7. Nilai setiap unsur yang dinilai dalam cerita berkisar antara 1 sampai dengan 5. Nilai
5 berarti baik sekali, nilai 4 berarti baik, nilai 3 berarti sedang, nilai 2 berarti kurang,
dan nilai 1 berarti kurang sekali.
8. Jumlah skor atau total nilai diperoleh dari menjumlahkan nilai setiap unsur penilaian
yang diperoleh siswa.
9. Nilai akhir yang diperoleh siswa diolah dengan menggunakan rumus:
Total nilai X 100 = nilai
225
Guru kolaboran, Peneliti,
C.H. Salim, S.Pd. Nyiastuti Dwi Agustina
LAMPIRAN 8. CATATAN LAPANGAN SIKLUS 2
Catatan Lapangan Siklus 2 Pertemuan 1
Tujuan : Mengamati Pelaksanaan siklus 2 Pertemuan 1
Lokasi : Ruang kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan
Hari : Rabu
Tanggal : 29 Oktober 2008
Waktu : Pukul 07.00-08.20
Pertemuan : I
Guru : C.H. Salim, S.Pd.
Jumlah Siswa : 48 siswa (25 laki-laki + 23 perempuan)
Latar:
Observasi ini dilaksanakan di ruang Kelas XII yang berukuran kurang lebih
6x10 m. Di dalam ruangan kelas tersebut terdapat sepasang meja dan kursi untuk guru,
24 buah meja dan 48 buah kursi untuk siswa, di dinding kelas tertempel gambar presiden
dan wakil presiden Republik Indonesia, gambar burung garuda, gambar pahlawan, jam
dinding, daftar pengurus kelas, jadwal piket dan pengumuman. Pada saat observasi ini
dilakukan tidak ada siswa izin mengikuti kegiatan belajar-mengajar (KBM).
Deskripsi:
226
Guru memulai KBM dengan membuka pelajaran dengan memberikan salam
(semua siswa membalas salam guru) dan mengecek berapa siswa yang tidak mengikuti
pelajaran bahasa, sastra Indonesia siang itu dengan melihat presensi kelas tersebut (semua
siswa hadir dalam pembeljaran tersebut). Peneliti menempatkan diri sebagai partisipan
pasif dengan berada di tempat duduk bagian belakang, sehingga peneliti dapat mengamati
jalannya kegiatan belajar-mengajar dengan leluasa tanpa menggangu pelajaran yang
sedang berlangsung.
Guru kemudian bertanya kepada siswa tentang kesulitan-kesulitan yang dialami
siswa saat tampil berpidato pada pertemuan sebelumnya. Ada siswa yang menjawab
kelemahan yang dihadapinya adalah perasaan grogi dan malu. Guru kemudian
menjelaskan sambil memberikan sedikit contoh peragaan berpidato (menurut guru kalau
kita sering tampil di depan umum dan sering berlatih, perasaan grogi semakin lama akan
semakin berkurang). Ada siswa yang mengeluh tidak hafal dengan pidato yang telah
disusun. Guru memberikan solusi agar siswa jangan menghafal teks pidato yang telah
dibuat, namun memahami garis besar teks pidato tersebut, dan saat tampil berpidato dapat
mengungkapkan dengan mengembangkan kata-kata sendiri tanpa mengurangi isi dari
teks pidato. Siswa terihat seksama mendengarkan penjelasan dari guru (keaktifan siswa
mulai terdapat peningkatan dengan bertanya kepada guru).
Semua siswa diminta untuk berkumpul sesuai dengan kelompoknya sesuai
pertemuan sebelumnya (guru sebelumnya meminta siswa agar tidak gaduh saat
berkumpul dengan kelompoknya Masing-masing). Guru meminta siswa untuk
mempelajari dan memahami teks pidato yang ada dalam buku teks dan mendiskusikan
dengan teman sekelompok (guru menjelaskan bahwa teks pidato tersebut sebagai acuan
untuk tes pidato di depan kelas, siswa diminta untuk memahami garis besar pidato dan
diimbau untuk tidak menghafalkan). Masing-masing kelompok diberi guru format
penilaian berpidato. Guru kemudian memberikan cara mengisi format penilaian tersebut.
Format penilaian ini diisi oleh siswa atas penampilan teman sekelompok dalam uji coba
berpidato di dalam kelompok. Satu siswa mendapat satu format penilaian. Guru
memberikan waktu 25 menit kepada semua kelompok untuk beruji coba berpidato di
dalam kelompoknya Masing-masing. Semua siswa tampak antusias dalam model diskusi
227
ini. Tampak beberapa siswa dalam kelompok beruji coba berpidato secara bergantian,
sedangkan siswa yang tidak tampil memberikan penilaian.
Setelah waktu yang ditetapkan oleh guru telah selesai, tiap-tiap kelompok
diminta untuk mengumpulkan format penilaian yang telah diisi oleh Masing-masing
kelompok (tampak perwakilan kelompok maju ke depan kelas mengumpulkan format
penilaian kepada guru). Guru kemudian merefleksi pembelajaran yang telah
berlangsung. Sebelum pembelajaran ditutup, pada pertemuan selanjutnya siswa diminta
untuk langsung berkumpul pada kelompoknya Masing-masing dan mengimbau siswa
untuk mempelajari teks pidato yang terdapat di dalam buku teks serta berlatih di rumah.
Guru menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam (seluruh siswa serentak
membalas salam dari guru)
Catatan Lapangan Siklus 2 Pertemuan 2
Tujuan : Mengamati Pelaksanaan siklus 2
Lokasi : Ruang kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan
Hari : Sabtu
Tanggal : 1 November 2008
Waktu : Pukul 08.20-09.40
Pertemuan : II
Guru : C.H. Salim, S.Pd.
Jumlah Siswa : 48 siswa (25 laki-laki + 23 perempuan)
Latar:
Observasi ini dilaksanakan di ruang Kelas XII yang berukuran kurang lebih
6x10 m. Di dalam ruangan kelas tersebut terdapat sepasang meja dan kursi untuk guru,
24 buah meja dan 48 buah kursi untuk siswa, di dinding kelas tertempel gambar presiden
dan wakil presiden Republik Indonesia, gambar burung garuda, gambar pahlawan, jam
dinding, daftar pengurus kelas, jadwal piket dan pengumuman. Pada saat observasi ini
dilakukan tidak ada siswa izin mengikuti kegiatan belajar-mengajar (KBM).
Deskripsi:
228
Seperti pertemuan sebelumya guru memulai KBM dengan membuka pelajaran
dengan mengucapkan salam dan mengecek berapa siswa yang tidak mengikuti pelajaran
bahasa, sastra Indonesia siang itu dengan melihat presensi kelas tersebut. Peneliti
menempatkan diri sebagai partisipan pasif dengan berada di tempat duduk bagian
belakang, sehingga peneliti dapat mengamati jalannya kegiatan belajar-mengajar dengan
leluasa tanpa menggangu pelajaran yang sedang berlangsung.
Guru kemudian merefleksi format penilaian yang telah diisi oleh semua siswa
dari hasil diskusi pada pertemuan sebelumnya. Dari hasil analisis guru, sebagian besar
siswa Mbakih kurang dalam hal kelancaran berpidato dan gaya pengucapan. Mbakih
banyak siswa yang Mbakih terbata-bata dan kaku dalam gaya pengucapan seperti yang
tampak pada tes berpidato pada siklus 1. Guru kemudian memberikan penjelasan kepada
siswa untuk lebih menguasai isi pidato yang telah dipelajari. Siswa diminta untuk rileks
saat tampil berpidato di depan kelas. Selain itu guru juga memberikan motivasi kepada
siswa dengan memberikan penjelasan besarnya manfaat berani tampil di depan umum
(menurut guru dengan tampil berani di depan umum akan menambah rasa percaya diri
dalam mengatasi setiap perMbakalahan, semakin banyak berlatih berpidato di depan
umum akan mengasah keterampilan berbicara siswa yang nantinya akan sangat penting
ketika meMbakuki bangku perkualiahan). Siswa tampak tenang memperhatikan
penjelasan guru tersebut.
Siswa kemudian diminta untuk mempelajari kembali teks pidato yang terdapat
dalam buku teks dan mendiskusikannya dengan teman sekelompok (terlihat beberapa
siswa dengan seksama mempelajari teks pidato tersebut, ada juga yang berdiskusi
dengan teman yang lain). Setelah selesai berdiskusi, siswa diminta untuk maju ke depan
kelas untuk berpidato. Siswa pertama yang diminta guru untuk tampil bernama Sari
Haryanti (presensi nomor 17). Sari tampak tidak begitu tegang saat diminta pertama maju
berpidato di depan kelas (“Ayo Sar kamu bisa” celoteh salah satu teman). Dengan cukup
lancar Sari menyelesaikan pidatonya. Setelah selesai berpidato seluruh siswa tampak
memberikan tepuk tangan atas penampilan Sari. Setelah Sari, dengan nomor presensi 47
bernama Trisno Suparjo mendapat giliran selanjutnya. Saat nama Trisno Suparjo disebut
oleh guru tampak seluruh siswa memberikan tepuk tangan canda kepada Trisno, dan
Trisno pun terlihat malu. Setelah keseluruhan siswa selesai maju berpidato ke depan
229
kelas, guru kemudian memberikan refleksi. Kemusian guru menutup pembelajaran
dengan mengucapkan salam (semua siswa serentak membalas salam dari guru).
Refleksi:
Guru kolaboran semakin mahir memberikan pemahaman kepada siswa akan teknik-
teknik berpidato seperti lafal, nada, intonasi, sikap, serta kelancaran/kefasihan. Guru
sendiri terlihat dapat memberikan contoh penerapan dari teknik-teknik berpidato tersebut
di depan kelas. Metode diskusi kelompok yang diterapkan oleh guru lebih inovatif
dibandingkan pada siklus 1. Dengan pemberian feedback dari teman sekelompok dan
juga oleh guru, siswa dapat memahami kekurangannya dalam berpidato dan mendapatkan
solusi untuk menutupi kekurangan-kekurangan dalam berpidato yang sudah ditampilkan
.Guru sudah melaksanakan kegiatan pembelajaran secara konseptual. Artinya, guru
mengajar dengan arah dan tujuan yang jelas dan terencana. Guru sebelumnya
memberikan teori terlebih dahulu, kemudian siswa diminta untuk menerapkan teori
berpidato untuk diujicobakan dalam Masing-masing kelompok. Dilihat dari hasil
berpidato siswa, terlihat bahwa sebagian besar siswa sudah dapat berpidato dengan baik
dengan menerapkan teknik-teknik berpidato. Lafal, nada, intonasi, sikap, dan
kelancaran/kefasihan dan sudah diterapkan dengan cukup baik oleh siswa, namun
Mbakih terdapat beberapa siswa yang kurang. Kualitas pembelajaran berbicara pada
siklus 2 mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari tercapainya sejumlah indikator
yang telah ditetapkan, seperti meningkatnya minat dan motivasi serta keaktifan siswa. Di
samping itu, kekurangan-kekurangan yang ditemui dalam siklus 1 telah dapat diatasi
dengan baik oleh guru pada siklus 2. Teknik-teknik yang diterapkan guru terbukti dapat
meningkatkan minat dan motivasi serta keaktifan siswa terhadap pembelajaran. Siswa
secara umum sudah berani tampil di depan kelas tanpa rasa takut dan grogi, seperti yang
ditunjukkan pada survei awal dan siklus 1. Selain itu kerja sama setiap kelompok
semakin kompak. Guru dapat memberikan motivasi dan kepercayaan diri kepada siswa
untuk berpidato dengan memberikan penjelasan bahwa aktivitas berbicara (berpidato)
dapat melatih kemampuan berkomunikasi, kemampuan menghafal, dan dapat
mengembangkan berbagai keterampilan berbahasa. Minat dan motivasi siswa meningkat.
230
Hal ini dapat dilihat pada siswa yang berkonsentrasi pada pembelajaran (tidak
mengantuk, menopang dagu dengan tidak konsentrasi terhadap pembelajaran, atau asyik
dengan kesibukanya sendiri) siswa selama mengikuti pembelajaran siklus 2. Sejumlah 36
siswa atau 75% dari jumlah siswa memiliki minat dan motivasi mengikuti pembelajaran
berbicara siklus 2 dibandingkan pada siklus 1, meningkat 10%. Keaktifan siswa
mengalami peningkatan yang cukup tajam yaitu sebesar 20 % dibandingkan dengan
siklus sebelumnya. Siswa yang aktif pada siklus 2 ini mencapai 26 orang atau sebesar
55% dari jumlah siswa. Siswa sudah berani bertanya serta merespon pertanyaan yang
diajukan guru.
231
LAMPIRAN 9. RPP SIKLUS 3
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Nomor 32
MATA PELAJARAN Bahasa dan Sastra Indonesia KELAS /SEMESTER XII (dua belas) / 2 (dua) PROGRAM Umum ALOKASI WAKTU 4 x 40 menit TEMA STANDAR KOMPETENSI
Mengungkapkan inforMbaki melalui presentasi program/proposal dan pidato tanpa teks
KOMPETENSI DASAR Berpidato tanpa teks dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat
ASPEK PEMBELAJARAN
Berbicara
INDIKATOR 6. Mampu menjelaskan macam-macam metode berpidato
7. Mampu menyiapkan pidato tanpa teks dengan tema tertentu
8. Mampu membawakan pidato dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat
9. Mampu mencatat hal-hal yang perlu diperbaiki dari pidato yang disampaikan teman
10. Mampu memperbaiki cara berpidato dan isi pidato berdasarkan catatan atau Mbakukan teman
MATERI POKOK PEMBELAJARAN
Pengertian dan macam-macam metode berpidato Ide pidato dengan tema-tema tertentu Cara menyiapkan pidato tanpa teks Cara berpidato dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat Cara mencatat kekurangan pidato yang disampaikan teman Cara memperbaiki kekurangan pidato teman
KEGIATAN PEMBELAJARAN
232
TAHAP KEGIATAN PEMBELAJARAN
PEMBUKA (Apersepsi)
Siswa ditanya pemahamannya tentang manfaat
berpidato.
INTI 1. Siswa mendengarkan penjelasan metode-
metode brpidato dan teknik-teknik berpidato.
2. Siswa berdiskusi untuk menentukan tema pidato
sendiri dan mencoba menampilkan pidato
sambutan pada kelompoknya sendiri, sementara
siswa lain mencatat kelemahan dan
kelebihannya dengan lembar penilaian yang
telah diberikan guru.
3. Guru membimbing tiap-tiap kelompok dengan
mendekati secara personal tiap-tiap kelompok.
4. Guru memberikan refleksi penilaian secara
umum dari siswa atas penampilan siswa pada
kelompoknya sendiri-sendiri.
5. Beberapa perwakilan siswa diminta maju ke
depan kelas mencoba memberian sambuitan
pidato.
6. Guru memberikan refleksi atas penampilan dari
perwakilan siswa
7. Siswa menyiapkan pidato sambutan tanpa
naskah
8. Siswa melaksanakan kegiatan berpidato di
depan kelas
PENUTUP (Internalisasi & persepsi)
Siswa merefleksikan kesalahan berpidato pada
umumnya.
METODE DAN SUMBER BELAJAR
233
Sumber Belajar
v Pustaka rujukan Alex Suryanto dan Agus Haryanta. 2008. Panduan Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA Kelas XII. Jakarta : ESIS-Erlangga halaman 164-169 Maidar G. Arsjad, Mukti U.S. 1991. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta : Erlangga
v Material: VCD, kaset, poster
Media cetak dan elektronik
Website internet
v Narasumber Orator
V Model peraga Siswa yang mempunyai pengalaman banyak berpidato
v Lingkungan Kejadian di Mbakyarakat yang banyak menampilkan kegiatan berpidato
Metode
v Presentasi
v Diskusi Kelompok
v Inquari
v Demontrasi /Pemeragaan Model
PENILAIAN
TEKNIK DAN BENTUK
v Tes Lisan
v Tes Tertulis
v Observasi Kinerja/Demontrasi
v Tagihan Hasil Karya/Produk: tugas, projek, portofolio
v Pengukuran Sikap
Penilaian diri
234
INSTRUMEN /SOAL: berpidatolah di depan kelas dengan nada, intonasi, lafal, sikap, dan kelancaran yang tepat!
Indikator Penilaian Berpidato
1. Jenis tagihan : Nontes 2. Teknik : Unjuk Kerja 3. Bentuk instrumen : Rubrik Pengamatan
No. Aspek yang
Dinilai
Rentangan Skala Perolehan
Skor 5 4 3 2 1
1 Lafal
2 Nada
3 Intonasi
4 Sikap
5 Kelancaran
Total
Nilai
Pedoman Penilaian Dan Teknik Penilaian
7. Lafal
Kemampuan melafalkan bunyi secara tepat dapat dinilai dengan indikator:
5 Siswa mampu memberi penekanan yang sudah sesuai, dengan mengucapkan
pelafalan sesuai dengan kalimat yang dituturkan sehingga jelas untuk dipahami.
4 Siswa terkadang mengucapkan pelafalan yang kurang dipahami.
3 Siswa kesulitan melafalkan kata-kata dengan tepat sehingga memaksa pendengar
harus mendengarkan dengan teliti ucapannya dan sekali-kali timbul salah
pengertian.
2 Siswa melafalkan kata-kata yang susah sekali dipahami karena Mbakalah
pengucapan. Sering siswa harus mengulangi apa yang diucapkannya.
1 Siswa kesukaran melafalkan kata-kata dan kesalahan dalam pelafalannya terlalu
banyak sehingga kalimatnya tidak dapat dipahami.
8. Nada 5 Nada sesuai dengan kalimat yang diucapkan dan tidak monoton
235
4 Nada sudah variatif namun kadang-kadang monoton
3 Nada sering kali monoton hanya sesekali terdengar lagu kalimat yang sesuai
2 Nada sering monoton
1 Nada monoton
3. Intonasi
Kemampuan menerapkan intonasi dengan benar dapat dinilai dengan indikator di
bawah ini.
5 Siswa dalam menuturkan kalimat hampir tidak ada kesalahan intonasi.
4 Siswa membuat sedikit sekali kesalahan intonasi saat menuturkan kalimat, tetapi
tidak mengaburkan arti.
3 Siswa sering membuat kesalahan intonasi sehingga sewaktu-waktu mengaburkan
arti.
2 Siswa membuat kesalahan intonasi saat menuturkan kalimat yang menyebabkan
kalimatnya sukar untuk dipahami.
1 Siswa membuat kesalahan intonasi dan susunan kata demikian banyaknya
sehingga kalimatnya benar-benar sulit dipahami.
4. Sikap
5 Siswa mampu menuturkan kalimat disertai dengan gerak anggota tubuh sesuai
dengan ekpresi.
4 Siswa terkadang melakukan gerak anggota tubuh yang tidak sesuai dengan
ekspresi.
3 Siswa sering menunjukkan ketidaksesuaian antara gerak-gerik yang dilakukan
dengan ekspresi.
2 Siswa terlihat ragu-ragu saat melakukan gerak angota tubuh lain, sehingga tidak
sesuai dengan ekpresi.
1 Siswa tidak sama sekali tidak menunjukkan gerak anggota tubuh lain sesuai
dengan ekspresi saat menuturkan kalimat.
5. Kelancaran/kefasihan
Kemampuan untuk menempatkan posisi saat memerankan tokoh berbicara dapat
dinilai dengan indikator di bawah ini.
236
5 Pembicaraan lancar sekali.
4 Pembicaraan kurang lancar.
3 Kesulitan berbahasa, menyebabkan kecepatan dan kelancaran terganggu.
2 Pembicaraan tersendat-sendat.
1 Pembicaraan sering terhenti dan pendek-pendek.
Untuk mencari nilai dari setiap siswa dapat menggunakan teknik penilaian sebagai
berikut:
10. Nilai setiap unsur yang dinilai dalam cerita berkisar antara 1 sampai dengan 5. Nilai
5 berarti baik sekali, nilai 4 berarti baik, nilai 3 berarti sedang, nilai 2 berarti kurang,
dan nilai 1 berarti kurang sekali.
11. Jumlah skor atau total nilai diperoleh dari menjumlahkan nilai setiap unsur penilaian
yang diperoleh siswa.
12. Nilai akhir yang diperoleh siswa diolah dengan menggunakan rumus:
Total nilai X 100 = nilai
Guru kolaboran, Peneliti,
C.H. Salim, S.Pd. Nyiastuti Dwi Agustina
LAMPIRAN 10. CATATAN LAPANGAN SIKLUS 3
Catatan Lapangan Siklus 3 Pertemuan 1
237
Tujuan : Mengamati Pelaksanaan siklus 3 Pertemuan 1
Lokasi : Ruang kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan
Hari : Rabu
Tanggal : 12 November 2008
Waktu : Pukul 07.00-08.20
Pertemuan : I
Guru : C.H. Salim, S.Pd.
Jumlah Siswa : 48 siswa (25 laki-laki + 23 perempuan)
Latar:
Observasi ini dilaksanakan di ruang Kelas XII yang berukuran kurang lebih
6x10 m. Di dalam ruangan kelas tersebut terdapat sepasang meja dan kursi untuk guru,
24 buah meja dan 48 buah kursi untuk siswa, di dinding kelas tertempel gambar presiden
dan wakil presiden Republik Indonesia, gambar burung garuda, gambar pahlawan, jam
dinding, daftar pengurus kelas, jadwal piket dan pengumuman. Pada saat observasi ini
dilakukan tidak ada siswa izin mengikuti kegiatan belajar-mengajar (KBM).
Deskripsi:
Guru memulai KBM dengan membuka pelajaran dengan memberikan salam
(semua siswa membalas salam guru) dan mengecek berapa siswa yang tidak mengikuti
pelajaran bahasa, sastra Indonesia siang itu dengan melihat presensi kelas tersebut (semua
siswa hadir dalam pembeljaran tersebut). Peneliti menempatkan diri sebagai partisipan
pasif dengan berada di tempat duduk bagian belakang, sehingga peneliti dapat mengamati
jalannya kegiatan belajar-mengajar dengan leluasa tanpa menggangu pelajaran yang
sedang berlangsung.
Guru memuali memulai apersepsi dengan bertanya kepada siswa tentang manfaat
berpidato. Seorang siswa bernama Novi Wulandari mengacungkan jari dan menjawab
pertanyaan yang diajukan oleh guru (Novi menjawab kalau berpidato dapat menambah
rasa percaya diri saat tampil di depan umum). Selanjutnya guru memberikan kesempatan
kepada siswa lain untuk ikut menjawab. Seorang siswa langsung menjawab pertanyaan
guru tanpa tunjuk jari terlebih dulu. Siswa itu bernama Rizki Ichwan Z (menurut Rizki,
238
kegiatan berpidato dapat mengasah kemampuan berbicara seseorang). Beberapa siswa
juga ikut menjawab pertanayan yang diajukan oleh guru tersebut.
Guru kemudian menjelaskan kepada siswa metode-metode berpidato (guru
menjelaskan ada empat metode berpidato, yaitu: metode naskah, metode menghafal,
metode ekstemporan, dan metode improptu). Selain itu siswa juga mendengar penjelasan
siswa tentang teknik-teknik yang harus dikuasai saat berpidato, yaitu lafal, nada, intonasi,
sikap, dan kelancaran/kefasihan. Guru menjelaskan satu per satu teknik-teknik berpidato
tersebut dengan sedikit memberikan peragaan berpidato sesuai teknik yang dijelaskan.
Semua siswa tampak seksama mendengarkan penjelasan guru.
Setelah mendengarkan penjelasan dari guru siswa diminta untuk mempelajari teks
pidato yang telah dibuat dengan tema bebas sesuai dengan kelompok Masing-masing.
Seperti pada siklus 2, siswa diminta untuk memeragakan berpidato di depan
kelompoknya sendiri-sendiri secara bergantian dan siswa lain memberikan penilaian pada
format penilaian yang telah disediakan guru (tampak siswa mulai memergakan berpidato
di depan kelompoknya Masing-masing). Guru kemudian bergerak mendekati tiap-tiap
kelompok untuk memberikan Mbakukan dan keluhan-keluhan siswa, sambil melihat
format penilaian yang telah diisi oleh siswa (siswa tampak senang dengan kehadiran
guru di tengah-tengah mereka).
Setelah waktu yang diberikan oleh guru selesai. Perwakilan dari tiap kelompok
diminta untuk mengumpulkan format penilaian. (guru kemudian mempelajari format
penilaian yang dibuat oleh siswa). Guru kemudian memberikan refleksi atas format
penilaian yang telah dipelajari (guru mengatakan terdapat perkembangan kemampuan
siswa dalam berpidato). Siswa tampak senang mendengar penjelasan dari guru tersebut.
Di akhir pembelajaran, siswa diminta untuk berlatih berpidato di rumah. Guru menutup
pembelajaran dengan mengucapkan salam (semua siswa serentak menjawab salam dari
guru).
Catatan Lapangan Siklus 3 Pertemuan 2
Tujuan : Mengamati Pelaksanaan siklus 3 Pertemuan 2
Lokasi : Ruang kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan
239
Hari : Sabtu
Tanggal : 15 November 2008
Waktu : Pukul 08.20-09.40
Pertemuan : II
Guru : C.H. Salim, S.Pd.
Jumlah Siswa : 48 siswa (25 laki-laki + 23 perempuan)
Latar:
Observasi ini dilaksanakan di ruang Kelas XII yang berukuran kurang lebih
6x10 m. Di dalam ruangan kelas tersebut terdapat sepasang meja dan kursi untuk guru,
24 buah meja dan 48 buah kursi untuk siswa, di dinding kelas tertempel gambar presiden
dan wakil presiden Republik Indonesia, gambar burung garuda, gambar pahlawan, jam
dinding, daftar pengurus kelas, jadwal piket dan pengumuman. Pada saat observasi ini
dilakukan tidak ada siswa izin mengikuti kegiatan belajar-mengajar (KBM).
Deskripsi:
Seperti pertemuan sebelumya guru memulai KBM dengan membuka pelajaran
dengan mengucapkan salam dan mengecek berapa siswa yang tidak mengikuti pelajaran
bahasa, sastra Indonesia siang itu dengan melihat presensi kelas tersebut. Peneliti
menempatkan diri sebagai partisipan pasif dengan berada di tempat duduk bagian
belakang, sehingga peneliti dapat mengamati jalannya kegiatan belajar-mengajar dengan
leluasa tanpa menggangu pelajaran yang sedang berlangsung.
Guru kemudian meminta salah satu siswa bernama Jiwo Surahno untuk tampil
ke depan kelas berpidato memberikan model berpidato (tepuk tangan bergemuruh saat
Jiwo melangkah ke depan kelas, Jiwo pun tersipu malu, namun terlihat tetap percaya
diri). Setelah Jiwo menyelesaikan pidatonya, guru memberikan refleksi atas penampilan
dari Jiwo, baik dari segi kekurangan dan kelebihan. Semua siswa memperhatikan
penjelasan dari guru.
Setelah mendengarkan penjelasan dari guru. Satu per satu siswa diminta untuk
maju ke depan kelas berpidato. Siswa memanggil Sadiyah (presensi nomor 26) untuk
tampil perdana berpidato. Kemudian diikuti siswa yang lain sampai selesai. Terlihat
240
penampilan siswa mengalami kemajuan dibandingkan pada tindakan siklus ke 2. Setelah
semua siswa tampil berpidato, guru kemudian memberikan sedikit refleksi atas kemajuan
penampilan berpidato siswa. Guru menutup pembelajaran dengan memberikan salam
(semua siswa membalas salam dari guru).
Refleksi :
Guru menerapkan pembelajaran yang telah direncanakan sebelumnya dengan baik.
Selain itu guru kolaboran sudah dikatakan dapat memberikan pemahaman kepada siswa
akan teknik-teknik berpidato seperti lafal, nada, intonasi, sikap, serta
kelancaran/kefasihan. Metode diskusi kelompok yang diterapkan oleh guru lebih inovatif
dibandingkan pada siklus 2. Selain pemberian feedback dari teman sekelompok dan juga
oleh guru, siswa mendapatkan Mbakukan dari guru secara personal di dalam kelomponya
Masing-masing. Hal ini membantu kedekatan emosiaonal antara guru dan siswa. Dari
hasil berpidato siswa, terlihat bahwa sebagian besar siswa sudah dapat berpidato dengan
baik dengan menerapkan teknik-teknik berpidato. Lafal, nada, intonasi, sikap, dan
kelancaran/kefasihan dan sudah diterapkan dengan cukup baik oleh siswa. Nilai tiap-tiap
teknik berpidato mengalami peningkatan. Kualitas pembelajaran berbicara pada siklus 3
mengalami peningkatan. Minat dan motivasi serta keaktifan siswa mengalami
peningkatan dibandingkan pada siklus 2. Siswa semakin menikmati pembelajaran yang
diterapkan oleh guru. Siswa merasa tidak terbebani seperti yang ditunjukkan pada siklus-
siklus sebelumnya. Siswa dapat dikatakan sudah berani untuk tampil berpidato di depan
kelas, karena sifat malu dan grogi hampir sudah hilang pada benak setiap siswa. Kerja
sama setiap kelompok semakin padu dan serasi. Siswa dapat benar-benar memanfaatkan
kelompoknya untuk belajar. Minat dan motivasi siswa meningkat 10% dibandingkan
pada siklus 2. Sejumlah 41 siswa atau 85% dari jumlah siswa memiliki minat dan
motivasi mengikuti pembelajaran. Keaktifan siswa juga mengalami peningkatan yaitu
sebesar 20 % dibandingkan dengan siklus sebelumnya. Siswa yang aktif pada siklus 3 ini
mencapai 36 orang atau sebesar 75% dari jumlah keseluruhan siswa (48).
241
LAMPIRAN 11. ANGKET MINAT DAN MOTIVASI SISWA INSTRUMEN PENELITIAN
ANGKET 1
(PraSiklus)
Petunjuk Umum Mengisi Angket
1. Tes ini bertujuan untuk mengetahui minat dan sikap Anda terhadap berpidato, serta pembelajaran berpidato. Di samping itu, tes ini juga bertujuan untuk mengungkap pembelajaran berpidato yang terjadi di kelas kalian.
Nama :
No. Presensi :
Kelas :
242
2. Bentuk tes ini berupa tes objektif berbentuk pilihan ganda. 3. Jumlah butir tes sebanyak lima sepuluh. Kalian diminta untuk mengisi tes tersebut
sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. 4. Pengisian dilakukan dengan memberi tanda silang (x) di depan jawaban yang sesuai
dengan kondisi Anda. 5. Anda diminta untuk mengisi setiap soal tersedia.
Selamat mengerjakan! 1. Apakah kalian suka berpidato?
a Suka b Tidak suka c Tidak begitu suka d Tidak tahu
2. Apakah kalian pernah menerima pembelajaran berpidato? a Pernah b Tidak pernah c Sering d Lupa
3. Apakah di kelas ini kalian pernah menerima pelajaran berpidato? a Pernah b Belum pernah c Sering d Lupa
4. Apakah kalian menyukai pelajaran berpidato? a Suka b Tidak suka c Tidak begitu suka d Tidak tahu
5. Bagaimana pendapat kalian mengenai cara mengajar yang digunakan oleh guru dalam pelajaran berpidato?
a Saya suka b Saya tidak suka c Saya tidak tahu d Saya tidak ingat
6. Cara apa yang digunakan guru dalam pembelajaran berpidato? a Ceramah b Diskusi c Latihan d Langsung berpidato
7. Apakah kalian memahami penjelasan yang diberikan guru?
243
a Sangat paham b Kurang paham c Tidak paham d Kurang tahu
8. Apakah kegiatan berpidato menurut kalian mudah? a Mudah b Sulit c Sangat sulit d Tidak tahu
9. Cara mengajar seperti apakah yang kalian inginkan dalam pembelajaran Berpidato? a Ceramah b Diskusi c PR d Berpidato di depan kelas
10. Apakah Anda menyukai diskusi kelompok ? a Saya suka b Saya tidak suka c Saya tidak tahu d Saya tidak ingat
LAMPIRAN 12. Lembar Observasi Minat, Motivasi, dan Keaktifan Siswa
Perilaku Amatan
Jumlah Siswa Persentase
Survei Awal Siklus I Siklus II Siklus I Siklus II
Keaktifan (aktif
bertanya, aktif
memberikan
tanggapan, aktif
menjawab pertanyaan,
)
244
LAMPIRAN 13. NILAI KETERAMPILAN BERPIDATO SISWA
Tabel 1. Nilai Keterampilan Berbicara Survei Awal
No Nama Nilai
KETERANGAN
1 Agus Mulyono 55 BELUM TUNTAS 2 Ari Ruliyanto 50 BELUM TUNTAS 3 Diah Rahayu 52 BELUM TUNTAS 4 Dwi Setia N 70 TUNTAS 5 Ernawati 50 BELUM TUNTAS 6 Etriana Dewi 45 BELUM TUNTAS 7 Heri Supriyanto 52 BELUM TUNTAS 8 Indarti 52 BELUM TUNTAS 9 Jayanti 48 BELUM TUNTAS
10 Jiwo Surahno 52 BELUM TUNTAS 11 Novi Wulandari 50 BELUM TUNTAS 12 Praptiwi 50 BELUM TUNTAS 13 Presdiyan AP 50 BELUM TUNTAS 14 Risky Ichwan Z 55 BELUM TUNTAS 15 Sabekti 60 BELUM TUNTAS 16 Saras Triwardi 52 BELUM TUNTAS 17 Sari Haryanti 55 BELUM TUNTAS
Minat dan Motivasi
(bersemangat, antusias, menunjukka
n kesungguha
n
245
18 Sri Wartini 50 BELUM TUNTAS 19 Sujiyani 55 BELUM TUNTAS 20 Suparti 57 BELUM TUNTAS 21 R. Aprianingsih 52 BELUM TUNTAS 22 Sri Sugiyatmi 55 BELUM TUNTAS 23 Sugiyarti 65 BELUM TUNTAS 24 Rake Devi M 60 BELUM TUNTAS 25 Alpenikus 58 BELUM TUNTAS 26 Sadiyah 50 BELUM TUNTAS 27 Budiyono 62 BELUM TUNTAS 28 Candra W. 55 BELUM TUNTAS 29 Pita Nur I. 60 BELUM TUNTAS 30 Wahyu P. 65 BELUM TUNTAS 31 Suharsono 50 BELUM TUNTAS 32 Bagus Prasetyo 60 BELUM TUNTAS 33 Hartoto 60 BELUM TUNTAS 34 Amir Yulianto 62 BELUM TUNTAS 35 Anggun W.P. 52 BELUM TUNTAS 36 Sutarso 58 BELUM TUNTAS 37 Subianto 50 BELUM TUNTAS 38 Yesi Lina Ningsih 50 BELUM TUNTAS 39 Sri Wahyuni 45 BELUM TUNTAS 40 Moh. Saifudin 48 BELUM TUNTAS 41 Novi Eko S. 60 BELUM TUNTAS 42 Hary Setiawan 52 BELUM TUNTAS 43 Yoga Rolado 65 BELUM TUNTAS 44 Muklas U. 55 BELUM TUNTAS 45 Nur Sa'ad A. 50 BELUM TUNTAS 46 Dedi Susanto 55 BELUM TUNTAS 47 Trisno Suparjo 58 BELUM TUNTAS 48 Diyah Ayu P. 52 BELUM TUNTAS
Rata-rata kelas 54,67
Siswa yang tuntas (1) Siswa yang belum tuntas (47)
246
Tabel 2. Perolehan Nilai Berpidato pada Siklus 1
No
Nama
Aspek Penilaian Nilai
Keterangan I II III IV V
1 Agus Mulyono 3 3 4 4 2 64 BELUM TUNTAS
2 Ari Ruliyanto 4 3 4 3 3 68 TUNTAS 3 Diah Rahayu 3 3 4 4 2 64 BELUM TUNTAS
4 Dwi Setia N 4 3 4 4 3 72 TUNTAS
5 Ernawati 4 3 3 3 4 68 TUNTAS
6 Etriana Dewi 4 3 3 3 2 60 BELUM TUNTAS
7 Heri Supriyanto 3 3 4 3 3 64 BELUM TUNTAS
8 Indarti 4 4 3 4 3 72 TUNTAS
9 Jayanti 4 3 4 4 3 72 TUNTAS
10 Jiwo Surahno 4 3 4 4 2 68 TUNTAS
11 Novi Wulandari 4 3 4 3 2 64 BELUM TUNTAS
12 Praptiwi 3 4 3 3 3 64 BELUM TUNTAS
13 Presdiyan AP 3 4 3 4 3 68 TUNTAS
14 Risky Ichwan Z 4 4 3 3 3 68 TUNTAS 15 Sabekti 4 3 4 3 2 64 BELUM TUNTAS
16 Saras Triwardi 4 3 4 3 3 68 TUNTAS
17 Sari Haryanti 3 3 5 4 3 72 TUNTAS
18 Sri Wartini 3 3 4 4 2 64 BELUM TUNTAS
247
19 Sujiyani 4 3 3 3 2 60 BELUM TUNTAS
20 Suparti 3 3 4 4 3 68 TUNTAS
21 R. Aprianingsih 4 3 3 3 3 64 BELUM TUNTAS
22 Sri Sugiyatmi 4 3 4 3 3 68 TUNTAS
23 Sugiyarti 4 4 3 4 3 72 TUNTAS 24 Rake Devi M 4 3 4 4 3 72 TUNTAS
25 Alpenikus 3 4 4 3 3 68 TUNTAS
26 Sadiyah 4 3 3 3 3 64 BELUM TUNTAS
27 Budiyono 4 3 4 4 3 72 TUNTAS
28 Candra W. 4 3 4 3 3 68 TUNTAS
29 Pita Nur I. 4 3 4 4 3 72 TUNTAS
30 Wahyu P. 4 4 4 4 3 76 TUNTAS
31 Suharsono 3 3 3 4 3 64 BELUM TUNTAS
32 Bagus Prasetyo 3 4 4 4 3 72 TUNTAS
33 Hartoto 4 4 4 3 3 72 TUNTAS
34 Amir Yulianto 4 3 4 4 3 72 TUNTAS
35 Anggun W.P. 3 4 3 4 2 64 BELUM TUNTAS
36 Sutarso 3 3 4 3 2 60 BELUM TUNTAS
37 Subianto 4 3 3 3 3 64 BELUM TUNTAS
38 Yesi Lina Ningsih 4 3 4 3 3 68 TUNTAS
39 Sri Wahyuni 3 3 2 3 2 52 BELUM TUNTAS
40 Moh. Saifudin 4 3 2 3 2 56 BELUM TUNTAS
41 Novi Eko S. 4 4 3 3 3 68 TUNTAS
42 Hary Setiawan 3 3 3 3 3 60 BELUM TUNTAS
43 Yoga Rolado 4 3 4 4 3 72 TUNTAS
44 Muklas U. 4 3 3 3 3 64 BELUM TUNTAS
45 Nur Sa'ad A. 3 4 3 3 2 60 BELUM TUNTAS
46 Dedi Susanto 3 4 4 3 3 68 TUNTAS
47 Trisno Suparjo 4 3 4 3 2 64 BELUM TUNTAS
48 Diyah Ayu P. 3 3 4 3 2 60 BELUM TUNTAS
Ket: I : Lafal II : Nada III : Intonasi Rata-rata kelas IV : Sikap V : Kelancaran/kefasihan
66,4
248
Tabel 3. Perolehan Nilai Berpidato pada Siklus 2
No
Nama
Aspek Penilaian Nilai
Keterangan I II III IV V
1 Agus Mulyono 3 3 4 4 3 68 TUNTAS 2 Ari Ruliyanto 4 4 4 4 3 76 TUNTAS 3 Diah Rahayu 3 3 4 4 2 64 BELUM TUNTAS 4 Dwi Setia N 4 4 4 4 3 76 TUNTAS 5 Ernawati 4 3 4 3 4 72 TUNTAS 6 Etriana Dewi 4 4 3 3 2 64 BELUM TUNTAS 7 Heri Supriyanto 4 3 4 3 3 68 TUNTAS 8 Indarti 5 4 4 4 3 80 TUNTAS 9 Jayanti 5 4 4 4 3 80 TUNTAS 10 Jiwo Surahno 4 4 5 5 3 84 TUNTAS 11 Novi Wulandari 4 3 4 3 3 68 TUNTAS 12 Praptiwi 4 4 3 3 3 68 TUNTAS 13 Presdiyan AP 4 4 3 4 3 72 TUNTAS 14 Risky Ichwan Z 4 4 4 4 3 76 TUNTAS 15 Sabekti 4 4 4 3 2 68 TUNTAS 16 Saras Triwardi 4 4 4 3 3 72 TUNTAS 17 Sari Haryanti 4 4 5 4 3 80 TUNTAS 18 Sri Wartini 3 4 4 4 3 72 TUNTAS 19 Sujiyani 4 4 3 3 2 64 BELUM TUNTAS 20 Suparti 3 3 4 5 3 72 TUNTAS 21 R. Aprianingsih 4 3 3 3 3 64 BELUM TUNTAS
249
22 Sri Sugiyatmi 4 3 4 4 3 72 TUNTAS 23 Sugiyarti 5 4 4 4 3 80 TUNTAS 24 Rake Devi M 4 4 4 4 3 76 TUNTAS 25 Alpenikus 3 4 4 4 3 72 TUNTAS 26 Sadiyah 4 4 3 3 3 68 TUNTAS 27 Budiyono 4 4 5 4 3 80 TUNTAS 28 Candra W. 4 3 4 3 4 72 TUNTAS 29 Pita Nur I. 5 3 5 4 3 80 TUNTAS 30 Wahyu P. 4 4 4 4 3 76 TUNTAS 31 Suharsono 3 3 3 4 3 64 BELUM TUNTAS 32 Bagus Prasetyo 4 4 5 4 3 80 TUNTAS 33 Hartoto 4 4 4 4 3 76 TUNTAS 34 Amir Yulianto 4 4 4 4 3 76 TUNTAS 35 Anggun W.P. 3 4 4 4 2 68 TUNTAS 36 Sutarso 3 3 4 4 2 64 BELUM TUNTAS 37 Subianto 4 4 3 3 3 68 TUNTAS 38 Yesi Lina Ningsih 4 3 4 3 3 68 TUNTAS 39 Sri Wahyuni 3 3 3 3 2 56 BELUM TUNTAS 40 Moh. Saifudin 4 3 3 3 2 60 BELUM TUNTAS 41 Novi Eko S. 4 4 3 3 3 68 TUNTAS 42 Hary Setiawan 4 3 3 3 3 64 BELUM TUNTAS 43 Yoga Rolado 4 4 4 4 3 76 TUNTAS 44 Muklas U. 4 3 4 3 3 68 TUNTAS 45 Nur Sa'ad A. 3 4 4 3 2 64 BELUM TUNTAS 46 Dedi Susanto 4 4 4 3 3 72 TUNTAS 47 Trisno Suparjo 4 3 4 3 3 68 TUNTAS 48 Diyah Ayu P. 3 4 4 3 2 64 BELUM TUNTAS Ket: I : Lafal II : Nada III : Intonasi IV : Sikap V : Kelancaran/kefasihan
Rata-rata kelas 71
250
Tabel 4. Perolehan Nilai Berpidato pada Siklus 3
No
Nama
Aspek Penilaian Nilai
KETERANGAN I II III IV V
1 Agus Mulyono 4 4 4 4 3 76 TUNTAS
2 Ari Ruliyanto 5 4 5 4 3 84 TUNTAS
3 Diah Rahayu 4 3 4 4 3 72 TUNTAS
4 Dwi Setia N 4 5 4 4 4 84 TUNTAS
5 Ernawati 4 4 4 4 4 80 TUNTAS
6 Etriana Dewi 4 5 4 3 2 72 TUNTAS
7 Heri Supriyanto 4 4 4 4 3 76 TUNTAS
8 Indarti 5 5 4 4 4 88 TUNTAS
9 Jayanti 5 4 4 5 4 88 TUNTAS
10 Jiwo Surahno 4 5 5 5 4 92 TUNTAS
11 Novi Wulandari 4 4 4 4 3 76 TUNTAS
12 Praptiwi 4 4 3 4 3 72 TUNTAS
13 Presdiyan AP 4 4 4 4 3 76 TUNTAS
14 Risky Ichwan Z 5 4 4 4 3 80 TUNTAS
15 Sabekti 4 4 4 3 3 72 TUNTAS
16 Saras Triwardi 4 4 5 3 3 76 TUNTAS
17 Sari Haryanti 4 5 5 4 4 88 TUNTAS
18 Sri Wartini 4 4 4 5 3 80 TUNTAS
19 Sujiyani 4 4 4 3 2 68 TUNTAS
20 Suparti 4 4 4 5 3 80 TUNTAS
251
21 R. Aprianingsih 4 3 4 3 3 68 TUNTAS
22 Sri Sugiyatmi 4 4 5 4 3 80 TUNTAS
23 Sugiyarti 5 5 4 5 3 88 TUNTAS
24 Rake Devi M 4 5 4 5 3 84 TUNTAS
25 Alpenikus 4 4 5 4 3 80 TUNTAS
26 Sadiyah 4 4 4 4 3 76 TUNTAS
27 Budiyono 5 4 5 4 3 84 TUNTAS
28 Candra W. 4 4 4 4 4 80 TUNTAS
29 Pita Nur I. 5 4 5 4 3 84 TUNTAS
30 Wahyu P. 4 5 4 4 3 80 TUNTAS
31 Suharsono 3 3 4 4 3 68 TUNTAS
32 Bagus Prasetyo 5 4 5 4 3 84 TUNTAS
33 Hartoto 4 5 5 4 3 84 TUNTAS
34 Amir Yulianto 5 4 5 4 3 84 TUNTAS
35 Anggun W.P. 3 4 4 4 3 72 TUNTAS
36 Sutarso 3 4 4 4 2 68 TUNTAS
37 Subianto 4 4 4 3 3 72 TUNTAS
38 Yesi Lina Ningsih 4 4 4 3 3 72 TUNTAS
39 Sri Wahyuni 3 4 4 3 2 64 BELUM TUNTAS
40 Moh. Saifudin 4 4 3 4 2 68 TUNTAS
41 Novi Eko S. 5 4 3 4 3 76 TUNTAS
42 Hary Setiawan 4 3 4 3 3 68 TUNTAS
43 Yoga Rolado 4 5 4 4 4 84 TUNTAS
44 Muklas U. 4 4 4 4 3 76 TUNTAS
45 Nur Sa'ad A. 3 4 4 4 2 68 TUNTAS
46 Dedi Susanto 4 4 4 4 3 76 TUNTAS
47 Trisno Suparjo 4 3 4 4 3 72 TUNTAS
48 Diyah Ayu P. 3 4 4 4 2 68 TUNTAS Ket: I : Lafal II : Nada III : Intonasi IV : Sikap V : Kelancaran/kefasihan
Rata-rata kelas
77,3
252
Tabel 5. Peningkatan nilai keterampilan berpidato siswa
No
Nama
NILAI
Keterangan
Survei Awal
Siklus 1
Siklus 2
Siklus 3
1 Agus Mulyono 55 64 68 76 Meningkat 2 Ari Ruliyanto 50 68 76 84 Meningkat 3 Diah Rahayu 52 64 64 72 Meningkat 4 Dwi Setia N 70 72 76 84 Meningkat 5 Ernawati 50 68 72 80 Meningkat 6 Etriana Dewi 45 60 64 72 Meningkat 7 Heri Supriyanto 52 64 68 76 Meningkat 8 Indarti 52 72 80 88 Meningkat 9 Jayanti 48 72 80 88 Meningkat
10 Jiwo Surahno 52 68 84 92 Meningkat 11 Novi Wulandari 50 64 68 76 Meningkat 12 Praptiwi 50 64 68 72 Meningkat 13 Presdiyan AP 50 68 72 76 Meningkat 14 Risky Ichwan Z 55 68 76 80 Meningkat 15 Sabekti 60 64 68 72 Meningkat 16 Saras Triwardi 52 68 72 76 Meningkat 17 Sari Haryanti 55 72 80 88 Meningkat 18 Sri Wartini 50 64 72 80 Meningkat 19 Sujiyani 55 60 64 68 Meningkat 20 Suparti 57 68 72 80 Meningkat 21 R. Aprianingsih 52 64 64 68 Meningkat 22 Sri Sugiyatmi 55 68 72 80 Meningkat 23 Sugiyarti 65 72 80 88 Meningkat
253
24 Rake Devi M 60 72 76 84 Meningkat 25 Alpenikus 58 68 72 80 Meningkat 26 Sadiyah 50 64 68 76 Meningkat 27 Budiyono 62 72 80 84 Meningkat 28 Candra W. 55 68 72 80 Meningkat 29 Pita Nur I. 60 72 80 84 Meningkat 30 Wahyu P. 65 76 76 80 Meningkat 31 Suharsono 50 64 64 68 Meningkat 32 Bagus Prasetyo 60 72 80 84 Meningkat 33 Hartoto 60 72 76 84 Meningkat 34 Amir Yulianto 62 72 76 84 Meningkat 35 Anggun W.P. 52 64 68 72 Meningkat 36 Sutarso 58 60 64 68 Meningkat 37 Subianto 50 64 68 72 Meningkat 38 Yesi Lina Ningsih 50 68 68 72 Meningkat 39 Sri Wahyuni 45 52 56 64 Meningkat 40 Moh. Saifudin 48 56 60 68 Meningkat 41 Novi Eko S. 60 68 68 76 Meningkat 42 Hary Setiawan 52 60 64 68 Meningkat 43 Yoga Rolado 65 72 76 84 Meningkat 44 Muklas U. 55 64 68 76 Meningkat 45 Nur Sa'ad A. 50 60 64 68 Meningkat 46 Dedi Susanto 55 68 72 76 Meningkat 47 Trisno Suparjo 58 64 68 72 Meningkat 48 Diyah Ayu P. 52 60 64 68 Meningkat 54,67 66,4 71,00 77,30
254
LAMPIRAN 14. FOTO-FOTO PENELITIAN
Gb. Survei Awal. Guru hanya mengandalkan metode ceramah dan siswa terlihat tidak antusias
Gb. Siklus 2 Guru hanya memantau kerja kelompok dari belakang kelas tanpa mendekati tiap-tiap kelompok
Gb. Siklus 1 Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok untuk berdiskusi materi berpidato.
Gb. Siklus 2 Salah satu kelompok yang sedang mendiskusikan hasil penilaian penampilan siswa berpidato dalam kelompok
Gb. Siklus 3 Guru memantau kerja siswa dalam kelompok
255
LAMPIRAN 15. SILABUS DAN KOMPETENSI DASAR BERPIDATO
Gb. Siklus 3 Guru mendekati tiap-tiap kelompok untuk memberikan masukan kepada siswa. Terlihat siswa lebih antusiasias
256
257
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
D. Kondisi Awal (Pratindakan)
Untuk mendapatkan gambaran awal pelaksanaan pembelajaran berbicara, peneliti
melakukan kegiatan survei awal sebelum diadakan serangkaian siklus penelitian.
Kegiatan survei awal ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi awal pembelajaran
berbicara, serta mengetahui kemampuan awal keterampilan berbicara siswa. pemahaman
akan kondisi awal dari kegiatan survei awal ini menjadi dasar untuk menentukan siklus
yang akan dilakukan untuk mengatasi permasalahan pembelajaran yang dialami guru
maupun siswa, khususnya pembelajaran berbicara. Peneliti melakukan kegiatan
pengamatan selama proses belajar-mengajar berlangsung. Segala kejadian yang
berlangsung pada pembelajaran berbicara kondisi awal, peneliti amati dalam lembar
observasi. Selanjutnya, peneliti melakukan wawancara terhadap guru bidang studi serta
kepada beberapa siswa dan pembagian angket untuk mengetahui sejauh mana respons
siswa terhadap pembelajaran berbicara yang telah berlangsung. Adapun hasil kegiatan
survei awal yang peneliti lakukan adalah sebagai berikut.
6. Siswa tidak antusias dalam mengikuti pembelajaran berbicara.
Hasil observasi yang peneliti lakukan pada saat survei awal terungkap dengan
jelas bahwa siswa menunjukkan sikap kurang peduli pada saat berlangsungnya
pembelajaran berbicara. Saat proses pembelajaran berlangsung, siswa terlihat pasif.
Beberapa siswa memang tampak memperhatikan keterangan guru namun tidak
sedikit pula siswa yang sibuk beraktivitas sendiri. Dari hasil pantauan peneliti
dengan lembar observasi, diketahui 24 siswa atau 50% dari keseluruhan siswa di
kelas tersebut kurang memiliki minat dan motivasi mengikuti pembelajaran.
Sementara itu, keaktifan siswa hanya 29 % dari jumlah keseluruhan siswa atau 14
siswa.
Selain obeservasi yang peneliti lakukan, hasil angket yang peneliti berikan
kepada siswa menyatakan bahwa 50% siswa (24 siswa dari 42
258
keseluruhan siswa yang berjumlah 48 orang) menyatakan tidak begitu suka terhadap
pembelajaran berbicara bahasa Indonesia yang diterapkan oleh guru. Selain itu, hasil
wawancara peneliti dengan guru bidang studi bahasa Indonesia menyatakan bahwa
selama ini materi berbicara (berpidato) sulit untuk diaplikasikan dalam pembelajaran
bahasa Indonesia khususnya di kelas XII, karena siswa di kelas ini kurang memiliki
respons yang baik terhadap pembelajaran berbicara itu sendiri. Menurut guru
kolaboran, para siswa memang kurang dalam kompetensi berbicara. Hal ini
dikarenakan siswa merasa malu dan grogi saat diminta untuk berbicara di depan
kelas.
2. Siswa merasa malu dan grogi saat tampil ke depan kelas untuk berbicara.
Pada survei awal yang peneliti lakukan, guru memberikan materi berbicara
(berpidato) dengan pembacaan teks pidato secara langsung. Kegiatan yang dilakukan
adalah beberapa orang siswa membacakan teks pidato di depan kelas. Pada awalnya,
guru menawarkan kepada siswa yang ingin membacakan teks pidato, tidak ada siswa
yang mau menunjukkan jari. Guru kemudian menunjuk siswa untuk membacakan
teks pidato yang telah ditentukan, siswa yang telah ditunjuk pun terlihat enggan
untuk membacakan teks pidato yang telah ditentukan oleh guru tersebut. Kejadian
tersebut berlangsung selama pembelajaran berbicara (berpidato) dilakukan. Siswa
mau tidak mau harus maju ke depan kelas untuk membacakan teks pidato, karena
sudah merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang harus dikuasai.
Siswa merasa terpaksa saat mereka diminta untuk maju ke depan kelas. Siswa
tampak grogi dan malu saat mereka tampil di depan kelas membacakan teks pidato
yang diberikan oleh guru. Akibat dari perasaan tersebut, membuat penampilan siswa
kurang maksimal. Lafal, intonasi, dan nada, sikap, serta ekspresi siswa tidak tampak
saat mereka berpidato. Akhirnya peneliti dapat menyimpulkan bahwa siswa masih
kurang tertarik dengan cara pembelajaran yang guru berikan dan keterampilan
berbicara (berpidato) siswa kelas XII rendah.
7. Guru kurang kooperatif terhadap siswa sehingga kesulitan dalam membangkitkan
minat siswa.
Guru belum bisa menunjukkan komunikasi aktif dengan siswa. Hal itu
ditunjukkan dengan masih banyaknya siswa yang mengalihkan perhatiannya pada
259
saat pembelajaran berlangsung. Guru juga terkesan kaku dalam memberikan materi
pelajaran. Guru sudah mencoba membangkitkan minat siswa dengan memberi
pendekatan secara langsung dan menegur siswa yang tidak memperhatikan pelajaran.
Namun, cara ini belum mampu membangkitkan minat siswa dalam mengikuti
pembelajaran. Siswa merasa bosan dengan metode mengajar guru. Hal ini
dibuktikan dalam angket siswa yang menyatakan bahwa 50% (24 siswa dari
keseluruhan siswa yang berjumlah 48 orang) menyatakan bosan dengan metode
mengajar guru.
8. Guru kesulitan dalam mengembangkan metode yang tepat untuk mengajarkan materi
berbicara (berpidato).
Selama ini dalam mengajarkan berbicara (berpidato), guru menggunakan
metode ceramah dan hanya menugasi beberapa siswa saja yang membacakan teks
pidato. Guru terlihat mendominasi pembelajaran yang berlangsung. Disamping itu,
guru merasa kesulitan menemukan cara yang tepat agar pembelajaran berbicara
berlangsung menyenangkan dan membuat siswa merasa tertarik.
9. Guru kesulitan dalam mengelola kelas pada saat materi pembelajaran berbicara.
Selama pembelajaran berlangsung, guru menggunakan metode konvensional
dengan memperbanyak memberikan ceramah. Akhirnya interaksi antara guru dengan
murid menjadi pasif karena hanya terjalin komunikasi satu arah. Berdasarkan hasil
wawancara peneliti dengan guru bidang studi bahasa Indonesia menyatakan bahwa
guru masih kesulitan dalam mengajarkan materi berbicara (berpidato). Lebih lanjut,
guru juga menyatakan bahwa pembelajaran berbicara saat ini kurang optimal karena
siswa kurang tetarik dan akhirnya siswa tidak mempedulikan pembelajaran.
10. Sebagian besar siswa belum mencapai batas ketuntasan minimal keterampilan
berbicara (berpidato) yaitu 65.
Tabel 3. Nilai Keterampilan Berbicara Survei Awal
No Nama Nilai
KETERANGAN
1 Agus Mulyono 55 BELUM TUNTAS 2 Ari Ruliyanto 50 BELUM TUNTAS
260
3 Diah Rahayu 52 BELUM TUNTAS 4 Dwi Setia N 70 TUNTAS 5 Ernawati 50 BELUM TUNTAS 6 Etriana Dewi 45 BELUM TUNTAS 7 Heri Supriyanto 52 BELUM TUNTAS 8 Indarti 52 BELUM TUNTAS 9 Jayanti 48 BELUM TUNTAS
10 Jiwo Surahno 52 BELUM TUNTAS 11 Novi Wulandari 50 BELUM TUNTAS 12 Praptiwi 50 BELUM TUNTAS 13 Presdiyan AP 50 BELUM TUNTAS 14 Risky Ichwan Z 55 BELUM TUNTAS 15 Sabekti 60 BELUM TUNTAS 16 Saras Triwardi 52 BELUM TUNTAS 17 Sari Haryanti 55 BELUM TUNTAS 18 Sri Wartini 50 BELUM TUNTAS 19 Sujiyani 55 BELUM TUNTAS 20 Suparti 57 BELUM TUNTAS 21 R. Aprianingsih 52 BELUM TUNTAS 22 Sri Sugiyatmi 55 BELUM TUNTAS 23 Sugiyarti 65 BELUM TUNTAS 24 Rake Devi M 60 BELUM TUNTAS 25 Alpenikus 58 BELUM TUNTAS 26 Sadiyah 50 BELUM TUNTAS 27 Budiyono 62 BELUM TUNTAS 28 Candra W. 55 BELUM TUNTAS 29 Pita Nur I. 60 BELUM TUNTAS 30 Wahyu P. 65 BELUM TUNTAS 31 Suharsono 50 BELUM TUNTAS 32 Bagus Prasetyo 60 BELUM TUNTAS 33 Hartoto 60 BELUM TUNTAS 34 Amir Yulianto 62 BELUM TUNTAS 35 Anggun W.P. 52 BELUM TUNTAS 36 Sutarso 58 BELUM TUNTAS 37 Subianto 50 BELUM TUNTAS 38 Yesi Lina Ningsih 50 BELUM TUNTAS 39 Sri Wahyuni 45 BELUM TUNTAS 40 Moh. Saifudin 48 BELUM TUNTAS 41 Novi Eko S. 60 BELUM TUNTAS
261
42 Hary Setiawan 52 BELUM TUNTAS 43 Yoga Rolado 65 BELUM TUNTAS 44 Muklas U. 55 BELUM TUNTAS 45 Nur Sa'ad A. 50 BELUM TUNTAS 46 Dedi Susanto 55 BELUM TUNTAS 47 Trisno Suparjo 58 BELUM TUNTAS 48 Diyah Ayu P. 52 BELUM TUNTAS
Rata-rata kelas 54,67
Siswa yang tuntas (1) Siswa yang belum tuntas (47)
Dari hasil nilai tes survei awal keterampilan berbicara siswa di atas dapat dikatakan
bahwa keterampilan siswa berbicara sangat memprihatinkan. dari 48 siswa yang sudah
mencapai batas ketuntasan minimal belajar hanya satu (1) atau 1% dari jumlah
keseluruhan siswa (48). Berarti 98% (47) siswa yang lain belum mencapai ketuntasan
belajar. Rentangan nilai 45-70, dan nilai rata-rata kelas adalah 54, 67. Nilai rata-rata kelas
ini jauh dari nilai ketuntasan rata-rata kelas yaitu 70.
Dari fakta hasil survei awal membuktikan bahwa proses maupun hasil pembelajaran
berbicara pada siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan masih jauh dari
harapan. Dilihat dari segi proses pembelajaran meunjukkan bahwa pembelajaran
berbicara yang selama ini berjalan kurang kondusif. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya
minat dan motivasi serta keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran berbicara. Tentu
saja masalah pertama tersebut memunculkan masalah kedua, yaitu hasil atau nilai
keterampilan berbicara siswa yang turut memprihatinkan. Oleh karena itu perlu adanya
terapi untuk mengatasi penyakit pembelajaran tersebut. Terapi yang cocok untuk
mengobati penyakit tersebut ialah dengan penerapan metode diskusi kelompok dalam
pembelajaran berbicara.
E. Deskripsi Hasil Penelitian
Proses penelitian dilaksanakan dalam tiga siklus dengan harapan dapat
memberikan jawaban yang memuaskan terhadap masalah yang telah dirumuskan.
Masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan, yaitu: (1) perencanaan (2) pelaksanaan
siklus (3) observasi dan interpretasi (4) analisis dan refleksi.
2. Siklus I
262
e. Perencanaan Siklus
Pada tahap ini peneliti dan guru kolaboran mendiskusi kan rancangan
skenario pembelajaran yang akan diterapkan pada siklus yang akan dilakukan
untuk mengatasi permasalahan pembelajaran berbicara yang dialami dengan
metode diskusi kelompok. Kegiatan perencanaan siklus ini dilaksanakan pada
hari Sabtu 11 Oktober 2008 di ruang guru setelah kegiatan belajar mengajar
selesai.
Hal-hal yang menjadi bahan diskusi antara peneliti dan guru kolaboran
adalah sebagai berikut : (1) peneliti menyamakan persepsi dengan guru mengenai
penelitian yang dilakukan; (2) peneliti mengusulkan diterapkannya metode
diskusi kelompok dalam pembelajaran Siklus I, serta menjelaskan cara
penerapannya; (3) peneliti dan guru bersama-sama menyusun RPP untuk siklus I;
(4) peneliti dan guru bersama-sama merumuskan indikator pencapaian tujuan; (5)
peneliti dan guru bersama-sama membuat lembar penilaian siswa, yaitu instrumen
penelitian berupa tes dan nontes. Instrumen tes digunakan untuk menilai
keterampilan berbicara siswa. Instrumen nontes digunakan untuk menghitung
persentase minat dan motivasi serta keaktifan siswa dalam pembelajaran siklus I.
Instrumen nontes ini berbentuk pedoman observasi; dan (6) peneliti dan guru
menentukan jadwal pelaksanaan siklus.
Berkaitan dengan penerapan metode diskusi kelompok dalam
pembelajaran berbicara, disiapkan tiga panduan. Ketiga panduan tersebut antara
lain: (1) pemahaman PTK (Penelitian Tindakan Kelas); (2) penerapan metode
diskusi kelompok dalam pembelajaran berbicara; (3) pelaksanaan pembelajaran
yang kondusif. Ketiga panduan tersebut untuk menyamakan persepsi antara
peneliti dan guru kolaboran tentang prosedur penelitian tindakan kelas.
Pemahaman konsep PTK berdasarkan kesepakatan dilaksanakan pada hari
kamis, 12 Oktober 2008 di kantor guru SMA Bung Karno Karangpandan. Dalam
pertemuan ini peneliti memberikan wawasan tentang PTK (Penelitian Tindakan
Kelas). Pemberian wawasan ini dilakukan dengan metode diskusi antara peneliti
dan guru kolaboran. Selain pemahaman konsep PTK, peneliti dan guru kolaboran
263
sekaligus mendiskusi kelompokkan tentang penerapan metode diskusi dalam
siklus nanti.
Pembekalan pembelajaran berbicara yang kondusif berupa pemberian
motivasi kepada siswa akan pentingnya keterampilan berbicara yang dimiliki
siswa. Selain itu peneliti memberikan pembekalan mengenai keterampilan dasar
mengajar, terutama keterampilan menjelaskan, keterampilan memotivasi siswa
dan keterampilan menerapkan metode mengajar, dalam hal ini metode diskusi
kelompok yang akan diterapkan pada Siklus I.
Setelah sharing ideas tentang ketiga pembekalan tersebut selesai, peneliti
dan guru kolaboran menyepakati bahwa pelaksanaan Siklus I akan dilaksanakan
pada hari Rabu, 15 Oktober 2008 (dua jam pelajaran) dan Sabtu, 18 Oktober 2008
(dua jam pelajaran).
Adapun tahap perencanaan siklus I secara ringkas meliputi kegiatan
sebagai berikut:
5) Peneliti bersama guru merancang skenario pembelajaran berbicara dengan
metode diskusi kelompok;
6) Peneliti dan guru menyamakan persepsi dengan pemahaman konsep PTK,
pelaksanaan pembelajaran berbicara dengan metode diskusi kelompok, dan
pelaksanaan pembelajaran yang kondusif;
7) Peneliti dan guru menyusun instrumen penelitian berupa tes dan nontes.
Instrumen tes dinilai dari unjuk kerja/penampilan siswa berbicara (berpidato).
Aspek yang dinilai berdasarkan lafal, intonasi, nada, sikap,
kelancaran/kefasihan atau kefasihan. Adapun instrumen nontes digunakan
untuk mengamati minat dan motivasi serta keaktifan siswa selama kegiatan
pembelajaran berlangsung berdasarkan pedoman observasi yang telah
disusun;
8) Pelaksanan Siklus I direncanakan berlangsung selama dua kali pertemuan
sesuai dengan kesepakatan antara peneliti dan guru kolaboran, yakni
dilaksanakan pada hari Rabu, 15 Oktober 2008 dan Sabtu 18 Oktober 2008.
f. Pelaksanaan Siklus
264
Pelaksanaan Siklus I berlangsung selama dua kali pertemuan, yakni pada hari
Rabu, 15 Oktober dan Sabtu, 18 Oktober 2008 di ruang kelas XII SMA Bung
Karno Karangpandan. Masing-masing pertemuan dilaksanakan selama 2x45
menit. Pembelajaran dilaksanakan berdasarkan skenario dan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) yang telah disepakati antara peneliti dengan guru mata
pelajaran bahasa Indonesia pada tahap perencanaan. Pada saat pembelajaran
berlangsung peneliti mengambil posisi di kursi paling belakang untuk melakukan
observasi terhadap jalannya pembelajaran serta melakukan pengambilan data
melalui wawancara tidak berstruktur setelah pembelajaran usai.
Materi pada pelaksanaan Siklus I adalah pengertian berpidato dan
langkah-langkahnya dan teks pidato memperingati HUT RI ke-64. Materi ini
dibahas dalam dua kali pertemuan. Pertemuan pertama siswa menganalisis materi
pidato sambutan acara ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia ke 64
dengan menggunakan metode diskusi kelompok. Pertemuan kedua siswa ditugasi
tampil ke depan kelas untuk berpidato memberikan sambutan pada acara HUT RI
ke-64 satu per satu, kemudian guru membimbing dan memberikan komentar atas
penampilan siswa saat berpidato.
Urutan pelaksanaan Siklus I adalah sebagai berikut:
10) Guru memberikan apersepsi dengan mengadakan tanya jawab dengan siswa
tentang kegiatan memberi sambutan atau berpidato pada suatu acara tertentu
yang pernah dilihat atau dialami siswa;
11) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai;
12) Guru menyajikan materi yang telah direncanakan dengan melibatkan siswa
secara aktif serta memberikan contoh cara membaca teks sambutan dan
memberi sambutan tanpa teks;
13) Guru meminta siswa membaca contoh teks sambutan yang terdapat di dalam
buku paket;
14) Guru meminta siswa untuk membuat teks sambutan dengan memilih sendiri
topik HUT RI ke-64;
15) Guru meminta siswa untuk berdiskusi kelompok dan bertukar pikiran untuk
mencoba menampilkan sambutan di dalam kelompok masing-masing;
265
16) Guru meminta siswa ke depan kelas berpidato sesuai teks pidato yang telah
disusun;
17) Guru memberikan refleksi kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan
dengan bertanya kepada siswa tentang kesulitan yang dialami berkenaan
dengan berbicara khususnya berpidato;
18) Guru memberikan tugas kepada siswa untuk membuat teks sambutan dan
meperbanyak latihan berdasarkan teori yang telah dipelajari.
g. Observasi dan Interpretasi
Dari pelaksanaan Siklus I peneliti berpendapat bahwa tujuan pembelajaran
belum tercapai. Hal ini ditunjukkan dengan kualitas keterampilan berbicara siswa
yang masih rendah. Selain itu tidak tercipta pembelajaran yang komunkatif yang
menunjukkan terjadinya interaksi dua arah. Interaksi yang terjadi hanya satu arah
yaitu guru masih mendominasi kegiatan belajar mengajar, kurang adanya
tanggapan positif dari siswa.
Berdasarkan observasi dan evaluasi dari hasil jawaban siswa, peneliti
menemukan faktor-faktor rendahnya kualitas keterampilan berbicara siswa yaitu:
malu, grogi, cara pengungkapan ide atau gagasan cara penyampaian pidato,
gemetar, takut atau tegang, kurang percaya diri, dan guru kurang memberi
motivasi kepada siswa. Teknik-teknik berpidato yang menjadi aspek penilaian
seperti lafal, intonasi, nada, sikap dan kelancaran/kefasihan siswa masih jauh dari
sempurna.
Peneliti mengamati guru kolaboran yang sedang mengajar di kelas dengan
materi berpidato. Pengamatan ini dilaksanakan pada Rabu, 15 Oktober 2008 (dua
jam pelajaran) dan Sabtu, 18 Oktober 2008 (dua jam pelajaran). Peneliti
mengambil posisi paling belakang ketika mengamati proses pembelajaran.
Sementara itu, peneliti mengadakan observasi sebagai partisipan pasif terhadap
kegiatan pembelajaran yang dipimpin oleh guru. Peneliti mengambil posisi di
kursi paling belakang agar bisa mengamati jalannya pembelajaran. Berdasarkan
kegiatan tersebut, secara garis besar diperoleh gambaran tentang jalannya
pembelajaran berpidato dengan menerapkan diskusi kelompok pada Siklus I
sebagai berikut:
266
11) Guru sudah menerapkan metode diskusi kelompok pada pelaksanaan Siklus I.
Guru membagi 5 siswa untuk satu kelompok.
12) Guru kolaboran sudah memberikan pemahaman kepada siswa akan teknik-
teknik berpidato seperti lafal, intonas, nada, sikap, dan kelancaran/kefasihan.
13) Untuk melatih keterampilan berpidato, siswa diminta oleh guru untuk
berdiskusi kelompok sesuai dengan kelompoknya masing-masing;
14) Guru masih mendominasi jalannya pembelajaran dengan selalu menceramahi
siswa. Siswa jarang diberi kesempatan untuk memberikan argumen dalam sesi
tanya jawab di awal pembelajaran;
15) Guru kurang memberikan bimbingan pada setiap kelompok. Guru hanya
memberikan pengarahan dan bimbingan di depan kelas tanpa mendekati tiap-
tiap kelompok;
16) Dari penerapan metode diskusi, masih terdapat kelemahan. Kelemahan
tersebut adalah siswa belum mampu benar-benar memanfaatkan teman
sekelompoknya sebagai teman (partner) belajar. Siswa dalam berdiskusi
masih terlihat berurusan dengan kepentingannya sendiri.
17) Dilihat dari hasil berpidato siswa masih terdapat beberapa kekurangan.
Sebagian besar teknik-teknik berpidato mulai dari lafal, nada, intonasi, sikap
serta kelancaran/kefasihan siswa sebagian besar masih kurang. Intonasi
sebagian besar siswa masih terdengar datar seperti orang yang sedang
membaca. Sikap siswa masih terlihat kaku. Nada siswa masih terlihat
monoton.
18) Dari pantauan peneliti, minat dan motivasi serta keaktifan siswa mengalami
peningkatan dibandingkan pada pembelajaran prasiklus survei awal. Dari
pantauan peneliti dengan menggunakan pedoman observasi diketahui bahwa
siswa yang berminat/perhatian terhadap pembelajaran sebanyak 31 siswa
(65%). Siswa yang aktif dalam pembelajaran sebanyak 17 orang (35%);
19) Dibandingkan dengan nilai tes survei awal berbicara (berpidato), nilai rata-
rata kelas meningkat sebesar 11,73 poin dari 54,67 menjadi 66,40. Nilai
tertinggi yang diraih siswa adalah 72. Adapun nilai terendah siswa adalah 52.
Siswa yang tuntas atau mencapai batas ketuntasan minimal belajar meningkat
267
tajam sebanyak 26 siswa atau 54% dari jumlah keseluruhan siswa (48). Di
sisi lain siswa yang belum mencapai batas ketuntasan minimal sebanyak 22
siswa atau 46% dari jumlah keseluruhan siswa.
20) Peningkatan keterampilan berpidato siswa kelas XII SMA Bung Karno
Karangpandan tercermin dari perolehan nilai berpidato pada Siklus I berikut
ini.
Tabel 4. Perolehan Nilai Berpidato pada Siklus I
No
Nama
Aspek Penilaian Nilai
Keterangan I II III IV V
1 Agus Mulyono 3 3 4 4 2 64 BELUM TUNTAS
2 Ari Ruliyanto 4 3 4 3 3 68 TUNTAS
3 Diah Rahayu 3 3 4 4 2 64 BELUM TUNTAS
4 Dwi Setia N 4 3 4 4 3 72 TUNTAS
5 Ernawati 4 3 3 3 4 68 TUNTAS
6 Etriana Dewi 4 3 3 3 2 60 BELUM TUNTAS
7 Heri Supriyanto 3 3 4 3 3 64 BELUM TUNTAS
8 Indarti 4 4 3 4 3 72 TUNTAS 9 Jayanti 4 3 4 4 3 72 TUNTAS
10 Jiwo Surahno 4 3 4 4 2 68 TUNTAS
11 Novi Wulandari 4 3 4 3 2 64 BELUM TUNTAS
12 Praptiwi 3 4 3 3 3 64 BELUM TUNTAS
13 Presdiyan AP 3 4 3 4 3 68 TUNTAS
14 Risky Ichwan Z 4 4 3 3 3 68 TUNTAS
15 Sabekti 4 3 4 3 2 64 BELUM TUNTAS
16 Saras Triwardi 4 3 4 3 3 68 TUNTAS
17 Sari Haryanti 3 3 5 4 3 72 TUNTAS
18 Sri Wartini 3 3 4 4 2 64 BELUM TUNTAS
19 Sujiyani 4 3 3 3 2 60 BELUM TUNTAS
268
20 Suparti 3 3 4 4 3 68 TUNTAS
21 R. Aprianingsih 4 3 3 3 3 64 BELUM TUNTAS
22 Sri Sugiyatmi 4 3 4 3 3 68 TUNTAS
23 Sugiyarti 4 4 3 4 3 72 TUNTAS
24 Rake Devi M 4 3 4 4 3 72 TUNTAS 25 Alpenikus 3 4 4 3 3 68 TUNTAS
26 Sadiyah 4 3 3 3 3 64 BELUM TUNTAS
27 Budiyono 4 3 4 4 3 72 TUNTAS
28 Candra W. 4 3 4 3 3 68 TUNTAS
29 Pita Nur I. 4 3 4 4 3 72 TUNTAS
30 Wahyu P. 4 4 4 4 3 76 TUNTAS
31 Suharsono 3 3 3 4 3 64 BELUM TUNTAS
32 Bagus Prasetyo 3 4 4 4 3 72 TUNTAS
33 Hartoto 4 4 4 3 3 72 TUNTAS
34 Amir Yulianto 4 3 4 4 3 72 TUNTAS
35 Anggun W.P. 3 4 3 4 2 64 BELUM TUNTAS
36 Sutarso 3 3 4 3 2 60 BELUM TUNTAS
37 Subianto 4 3 3 3 3 64 BELUM TUNTAS
38 Yesi Lina Ningsih 4 3 4 3 3 68 TUNTAS
39 Sri Wahyuni 3 3 2 3 2 52 BELUM TUNTAS
40 Moh. Saifudin 4 3 2 3 2 56 BELUM TUNTAS
41 Novi Eko S. 4 4 3 3 3 68 TUNTAS
42 Hary Setiawan 3 3 3 3 3 60 BELUM TUNTAS
43 Yoga Rolado 4 3 4 4 3 72 TUNTAS
44 Muklas U. 4 3 3 3 3 64 BELUM TUNTAS
45 Nur Sa'ad A. 3 4 3 3 2 60 BELUM TUNTAS
46 Dedi Susanto 3 4 4 3 3 68 TUNTAS
47 Trisno Suparjo 4 3 4 3 2 64 BELUM TUNTAS
48 Diyah Ayu P. 3 3 4 3 2 60 BELUM TUNTAS
Ket: I : Lafal II : Nada III : Intonasi Rata-rata kelas IV : Sikap V : Kelancaran/kefasihan
66,4
h. Analisis dan Refleksi
269
Berdasarkan observasi dan evaluasi pelaksanaan Siklus I, peneliti perlu
mengadakan perbaikan dengan melaksanakan Siklus II. Pelaksanaan siklus II
merupakan perbaikan-perbaikan kelemahan-kelemahan yang teridentifikasi pada
pelaksanaan Siklus I.
Berdasarkan hasil observasi tersebut, guru dan peneliti melakukan analisis
dan refleksi sebagai berikut:
7) Guru perlu memberikan penjelasan tantang teori-teori pidato dan teknik teknik
berpidato secara mendalam kepada siswa.
8) Guru harus dapat memanfaatkan metode diskusi kelompok yang diterapkan
sebagiai metode yang benar-benar membuat siswa belajar dengan efektif dengan
memanfaatkan teman sekelompok sebagai partner belajar. Guru perlu mendorong
keaktifan siswa dalam kelompoknya.
9) Guru juga harus berupaya untuk bersikap komunikatif kepada siswa yaitu dengan
membimbing tiap-tiap kelompok dengan mendekati tiap-tiap kelompok tersebut
agar tercipta komunikasi dua arah antara guru dan siswa;
10) Guru perlu menganalisis apakah kelompok yang dibentuk efektif membuat siswa
belajar khususnya dapat menunjang pembelajaran berbicara dalam hal ini adalah
keterampilan berpidato siswa;
11) Guru perlu membenahi beberapa teknik berpidato yang masih kurang pada
pelaksanaan Siklus I seperti sikap dan kelancaran/kefasihan, tidak terkecuali
teknik-teknik yang lain;
12) Guru perlu mendorong keberanian siswa untuk tampil percaya diri ketika
berpidato di depan kelas dengan meningkatkan minat dan motivasi siswa
mengikuti kegiatan pembelajaran.
2. Siklus II
a. Perencanaan Siklus
Pada pelaksanaan Siklus I, peneliti menemukan beberapa masalah dalam
pembelajaran, yaitu kesulitan yang dihadapi siswa dalam kegiatan berbicara
(berpidato) dan kurangnya motivasi guru dalam proses belajar mengajar.
270
Berangkat dari permasalahan tersebut, peneliti melaksanakan penelitian
Siklus II dengan perencanaan sebagai berikut:
6) Membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam kegiatan berpidato.
7) Memotivasi siswa agar mereka mampu melaksanakan kegiatan berbicara
dengan baik, benar, dan wajar tidak malu dan grogi.
8) Menerapkan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran secara efektif.
9) Mendorong siswa untuk aktif dalam kelompok masing-masing.
10) Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan berbicara secara keseluruhan pada Siklus
II.
Sejalan dengan hasil analisis dan refleksi pada Siklus I, pada hari Jumat,
Rabu 22 Oktober 2008 di ruang guru SMA Bung Karno Karangpandan, peneliti
dan guru kolaboran mengadakan sharing idea. Peneliti menyampaikan analisis
hasil pengamatan proses pembelajaran pada Siklus I di kelas XII yang telah
dilaksanakan. Peneliti mengungkapkan kelebihan dan kelemahan yang terjadi
selama proses pembelajaran berbicara (berpidato) dengan menerapkan metode
diskusi kelompok yang telah dilakukan, terkait dengan hasil keterampilan
berpidato siswa dan minat dan motivasi serta keaktifan siswa pada Siklus I.
Untuk mengurangi kelemahan-kelemahan yang terjadi pada Siklus I, maka
peneliti dan guru kolaboran menyepakati beberapa hal untuk diterapkan pada
siklus berikutnya. Untuk mengatasi berbagai kekurangan yang ada, akhirnya
peneliti dan guru mengambil keputusan sebagai berikut.
8) Guru mengubah posisi mengajar, yaitu tidak hanya berada di depan kelas saat
memberikan penjelasan kepada siswa, namun juga guru sesekali memonitor
siswa yang berada di kursi bagian belakang agar mereka juga ikut aktif dalam
kegiatan belajar mengajar. Guru juga harus membimbing kinerja kelompok
dengan mendekati tiap-tiap kelompok agar tercipta komunikasi dua arah
antara guru dan siswa, juga tercipta kedekatan emosional yang serasi antara
guru dans siswa.
9) Guru akan menambah teori tentang teknik-teknik berpidato.
10) Dalam penerapan metode diskusi kelompok pada pembelajaran, seluruh siswa
dari tiap kelompok diminta untuk tampil di depan kelompoknya masing-
271
masing dan menilai kelebihan dan kekurangan teman lain dalam satu
kelompok yang mencoba telah tampil.
11) Tiap-tiap kelompok diminta untuk memberikan catatan hasil penilaian uji
coba penampilan berpidato di depan kelompoknya masing-masing kepada
guru untuk di analisis.
12) Masalah kekompakan dalam kelompok, dapat diatasi dengan guru
memberikan penjelasan kepada siswa tujuan dan keharusan bekerja sama
dalam sebuah kelompok.
13) Untuk masalah kelancaran/kefasihan, dapat diatasi dengan guru memberi
penjelasan kepada siswa bahwa pengulangan kata yang tidak perlu sebaiknya
ditinggalkan. Untuk itu, siswa harus memahami dengan baik sambutan pidato
yang akan ditampilkan , agar sewaktu tampil tidak lupa dan tidak mengulang
kata.
14) Guru lebih membangkitkan minat dan motivasi siswa dalam mengikuti
pembelajaran.
Tahap perencanaan siklus II secara singkat meliputi kegiatan sebagai
berikut:
7) Peneliti bersama guru merancang skenario pembelajaran berbicara dan
persiapan penerapan diskusi kelompok pada pembelajaran Siklus II.
8) Guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk pelaksanaan
siklus kedua;
9) Peneliti dan guru menyusun instrumen penelitian berupa tes dan nontes.
Instrumen tes dinilai dari hasil unjuk kerja siswa berpidato dan instrumen
nontes diguakan untuk menghitung persentase minat dan motivasi serta
keaktifan siswa mengikuti pembelajaran.
Peneliti dan guru kolaboran sepakat bahwa pelaksanaan siklus II akan
dilaksanakan pada hari Rabu, 29 Oktober 2008 (pertemuan pertama) dan Sabtu, 1
November 2008 (pertemuan kedua).
b. Pelaksanaan Siklus
272
Siklus II pertemuan pertama yang telah direncanakan sebelumnya oleh
peneliti dan guru kolaboran dilaksanakan pada hari Rabu, 29 Oktober 2008
selama dua jam pelajaran (2x45 menit) dalam satu kali pertemuan yaitu pukul
07.00-08.20 WIB di ruang kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan, sedangkan
Siklus II pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Sabtu, 1 November 2008 dalam
2 jam pelajaran (2x45 menit) yaitu pukul Pukul 08.20-09.40 WIB. Dalam
pelaksanaan siklus II ini, guru mengaplikasikan solusi yang telah disepakati
dengan peneliti untuk mengatasi kekurangan pada proses pembelajaran drama
dalam Siklus I, sedangkan peneliti melakukan observasi terhadap proses
pembelajaran dengan menempatkan diri di kursi paling belakang, seperti.
Materi pada pelaksanaan Siklus II ini adalah berpidato tanpa teks dengan
lafal, nada, intonasi, dan sikap yang tepat sesuai dengan kompetensi dasar yang ingin
dicapai. Urutan pelaksanaan siklus tersebut adalah berikut ini.
9) Guru melakukan apersepsi dengan bertanya jawab kepada siswa tentang kesulitan
yang dihadapi saat tampil berpidato pada pertemuan yang lalu.
10) Guru menjelaskan solusi yang dihadapi siswa sambil memberikan contoh di
depan kelas.
11) Guru menugasi siswa untuk mempelajari teks sambutan pidato yang terdapat di
dalam buku materi dan mendiskusikannya sesuai dengan kelompoknya masing-
masing.
12) Guru meminta tiap-tiap siswa dalam kelompoknya masing-masing untuk
mencoba berpidato (memberikan sambutan), sementara siswa yang lain menilai
kelemahan-dan kelebihannya sesuai dengan format penilaian yang diberika oleh
guru.
13) Guru menugasi beberapa kelompok sebagai perwakilan untuk melaporkan hasil
diskusinya.
14) Guru mengomentari hasil diskusi (penilaian) dari tiap-tiap siswa dalam tiap-tiap
kelompok.
15) Guru meminta siswa satu per satu ke depan kelas berpidato (pidato sambutan) di
sesuai dengan materi yang telah ditetapkan oleh guru dalam buku teks.
16) Guru memberi refleksi terhadap penampilan siswa secara umum.
273
c. Observasi dan Interpretasi
Berdasarkan hasil pengamatan pelaksanaan pembelajaran pada Siklus II
yang telah dilaksanakan dengan lancar pada hari Rabu, 29 Oktober 2008
dan Sabtu 1 November 2008. Peneliti mengamati guru yang sedang mengajar di
kelas XII dengan menerapkan metode diskusi kelompok. Peneliti mengamati guru
yang sedang mengajar siswa kelas XII SMA Bung Karno Karang Pandan dengan
memosisikan diri di kursi belakang. Kegiatan observasi ini dimaksudkan untuk
mengamati pelaksanan pembelajaran berbicara (berpidato) dengan menerapkan
metode diskusi kelompok dengan mengidentifikasikan kelebihan maupun
kelemahan yang ditunjukkan, baik oleh guru, siswa, maupun metode yang
diterapkan pada pelaksanaan pembelajaran berbicara Siklus II.
Berdasarkan kegiatan tersebut, secara garis besar diperoleh gambaran
tentang jalannya pembelajaran berpidato dengan menerapkan metode diskusi
klelompok pada Siklus II adalah sebagai berikut:
11) Guru kolaboran semakin mahir memberikan pemahaman kepada siswa akan
teknik-teknik berpidato seperti lafal, nada, intonasi, sikap, serta
kelancaran/kefasihan. Guru sendiri terlihat dapat memberikan contoh
penerapan dari teknik-teknik berpidato tersebut di depan kelas.
12) Metode diskusi kelompok yang diterapkan oleh guru lebih inovatif
dibandingkan pada Siklus I. Dengan pemberian feedback dari teman
sekelompok dan juga oleh guru, siswa dapat memahami kekurangannya dalam
berpidato dan mendapatkan solusi untuk menutupi kekurangan-kekurangan
dalam berpidato yang sudah ditampilkan .
13) Guru sudah melaksanakan kegiatan pembelajaran secara konseptual. Artinya,
guru mengajar dengan arah dan tujuan yang jelas dan terencana. Guru
sebelumnya memberikan teori terlebih dahulu, kemudian siswa diminta untuk
menerapkan teori berpidato untuk diujicobakan dalam masing-masing
kelompok.
274
14) Dilihat dari hasil berpidato siswa, terlihat bahwa sebagian besar siswa sudah
dapat berpidato dengan baik dengan menerapkan teknik-teknik berpidato.
Lafal, nada, intonasi, sikap, dan kelancaran/kefasihan dan sudah diterapkan
dengan cukup baik oleh siswa, namun masih terdapat beberapa siswa yang
kurang;
15) Kualitas pembelajaran drama pada Siklus II mengalami peningkatan. Hal ini
terlihat dari tercapainya sejumlah indikator yang telah ditetapkan, seperti
meningkatnya minat dan motivasi serta keaktifan siswa. Di samping itu,
kekurangan-kekurangan yang ditemui dalam Siklus I telah dapat diatasi
dengan baik oleh guru pada Siklus II. Teknik-teknik yang diterapkan guru
terbukti dapat meningkatkan minat dan motivasi serta keaktifan siswa
terhadap pembelajaran;
16) Siswa secara umum sudah berani tampil di depan kelas tanpa rasa takut dan
grogi, seperti yang ditunjukkan pada survei awal dan Siklus I. Selain itu kerja
sama setiap kelompok semakin kompak;
17) Guru dapat memberikan motivasi dan kepercayaan diri kepada siswa untuk
berpidato dengan memberikan penjelasan bahwa aktivitas berbicara
(berpidato) dapat melatih kemampuan berkomunikasi, kemampuan
menghafal, dan dapat mengembangkan berbagai keterampilan berbahasa;
18) Minat dan motivasi siswa meningkat. Hal ini dapat dilihat pada siswa yang
berkonsentrasi pada pembelajaran (tidak mengantuk, menopang dagu dengan
tidak konsentrasi terhadap pembelajaran, atau asyik dengan kesibukanya
sendiri) siswa selama mengikuti pembelajaran Siklus II. Sejumlah 36 siswa
atau 75% dari jumlah siswa memiliki minat dan motivasi mengikuti
pembelajaran drama Siklus II dibandingkan pada Siklus I, meningkat 10%.
19) Keaktifan siswa mengalami peningkatan yang cukup tajam yaitu sebesar 20 %
dibandingkan dengan siklus sebelumnya. Siswa yang aktif pada Siklus II ini
mencapai 26 orang atau sebesar 55% dari jumlah siswa. Siswa sudah berani
bertanya serta merespon pertanyaan yang diajukan guru;
20) Dibandingkan dengan nilai keterampilan berpidato Siklus I, nilai rata-rata
kelas meningkat sebesar 4,6 poin dari 66,4 menjadi 71,00. Nilai tertinggi yang
275
diraih siswa adalah 80. Adapun nilai terendah siswa adalah 64. Siswa yang
tuntas meningkat menjadi 37 siswa (77%). Di sisi lain siswa yang belum
tuntas turun menjadi 11 siswa. Peningkatan keterampilan berpidato siswa
kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan tercermin dari perolehan nilai
berpidato pada Siklus II berikut ini.
Tabel 5. Perolehan Nilai Berpidato pada Siklus II
No
Nama
Aspek Penilaian Nilai
Keterangan I II III IV V
1 Agus Mulyono 3 3 4 4 3 68 TUNTAS 2 Ari Ruliyanto 4 4 4 4 3 76 TUNTAS 3 Diah Rahayu 3 3 4 4 2 64 BELUM TUNTAS 4 Dwi Setia N 4 4 4 4 3 76 TUNTAS 5 Ernawati 4 3 4 3 4 72 TUNTAS 6 Etriana Dewi 4 4 3 3 2 64 BELUM TUNTAS 7 Heri Supriyanto 4 3 4 3 3 68 TUNTAS 8 Indarti 5 4 4 4 3 80 TUNTAS 9 Jayanti 5 4 4 4 3 80 TUNTAS 10 Jiwo Surahno 4 4 5 5 3 84 TUNTAS 11 Novi Wulandari 4 3 4 3 3 68 TUNTAS 12 Praptiwi 4 4 3 3 3 68 TUNTAS 13 Presdiyan AP 4 4 3 4 3 72 TUNTAS 14 Risky Ichwan Z 4 4 4 4 3 76 TUNTAS 15 Sabekti 4 4 4 3 2 68 TUNTAS 16 Saras Triwardi 4 4 4 3 3 72 TUNTAS 17 Sari Haryanti 4 4 5 4 3 80 TUNTAS 18 Sri Wartini 3 4 4 4 3 72 TUNTAS 19 Sujiyani 4 4 3 3 2 64 BELUM TUNTAS 20 Suparti 3 3 4 5 3 72 TUNTAS 21 R. Aprianingsih 4 3 3 3 3 64 BELUM TUNTAS 22 Sri Sugiyatmi 4 3 4 4 3 72 TUNTAS 23 Sugiyarti 5 4 4 4 3 80 TUNTAS 24 Rake Devi M 4 4 4 4 3 76 TUNTAS 25 Alpenikus 3 4 4 4 3 72 TUNTAS 26 Sadiyah 4 4 3 3 3 68 TUNTAS 27 Budiyono 4 4 5 4 3 80 TUNTAS 28 Candra W. 4 3 4 3 4 72 TUNTAS
276
29 Pita Nur I. 5 3 5 4 3 80 TUNTAS 30 Wahyu P. 4 4 4 4 3 76 TUNTAS 31 Suharsono 3 3 3 4 3 64 BELUM TUNTAS 32 Bagus Prasetyo 4 4 5 4 3 80 TUNTAS 33 Hartoto 4 4 4 4 3 76 TUNTAS 34 Amir Yulianto 4 4 4 4 3 76 TUNTAS 35 Anggun W.P. 3 4 4 4 2 68 TUNTAS 36 Sutarso 3 3 4 4 2 64 BELUM TUNTAS 37 Subianto 4 4 3 3 3 68 TUNTAS 38 Yesi Lina Ningsih 4 3 4 3 3 68 TUNTAS 39 Sri Wahyuni 3 3 3 3 2 56 BELUM TUNTAS 40 Moh. Saifudin 4 3 3 3 2 60 BELUM TUNTAS 41 Novi Eko S. 4 4 3 3 3 68 TUNTAS 42 Hary Setiawan 4 3 3 3 3 64 BELUM TUNTAS 43 Yoga Rolado 4 4 4 4 3 76 TUNTAS 44 Muklas U. 4 3 4 3 3 68 TUNTAS 45 Nur Sa'ad A. 3 4 4 3 2 64 BELUM TUNTAS 46 Dedi Susanto 4 4 4 3 3 72 TUNTAS 47 Trisno Suparjo 4 3 4 3 3 68 TUNTAS 48 Diyah Ayu P. 3 4 4 3 2 64 BELUM TUNTAS Ket: I : Lafal II : Nada III : Intonasi IV : Sikap V : Kelancaran/kefasihan
Rata-rata kelas 71
d. Analisis dan refleksi
Proses pembelajaran berbicara (berpidato) dengan menerapkan metode
diskusi kelompok pada Siklus II yang dilaksanakan pada Rabu, 29 Oktober
2008 dan Sabtu, 1 November 2008 berjalan lancar. Siswa mengikuti pembelajaran
dengan minat dan motivasi lebih tinggi dibandingkan pada pelaksanaan
pembelajaran Siklus I. Selain itu keaktifan siswa meningkat pada pembelajaran
Siklus II ini. Perasaan grogi takut, dan malu saat tampil berpidato di depan kelas
mulai berkurang. Keterampilan berbicara (berpidato) siswa juga meningkat
dengan menerapkan teknik-teknik yang sudah dijelaskan oleh guru.
277
Berdasarkan hasil observasi tersebut, guru dan peneliti melakukan
analisis dan refleksi sebagai berikut:
7) Guru dalam menerapkan metode diskusi sudah cukup baik. Siswa sudah
mampu memanfaatkan diskusi kelompok yang diterapkan oleh guru untuk
belajar dengan sebaik-baiknya.
8) Guru perlu meningkatkan metode diskusi kelompok yang lebih variatif dan
inovatif. Semua siswa harus mendapatkan “keuntungan” dengan diskusi
kelompok yang diterapkan.
9) Pengujicobaan berpidato dalam kelompoknya sendiri dengan melibatkan
teman sekelompok untuk menilai kelebihan dan kekurangan perlu
dipertahankan, karena dapat membantu rasa kepercayaan diri siswa saat
tampil di depan kelas. Selain itu teman sekelompok dapat memberikan
masukan-masukan atas kekurangan-kekurangan yang ditampilkan. Dapat
disimpulkan bahwa teman sekelompok dapat dijadikan partner sharing ideas.
10) Guru perlu memberikan keleluasaan kepada siswa untuk memilih tema pidato
yang mereka sukai, agar siswa lebih siap untuk tampil dan menambah
kepercayan diri;
11) Guru perlu memberikan model berpidato oleh salah satu siswa untuk
ditunjukkan kepada seluruh siswa yang lain. Kemudian menganalisis
kelebihan dan kekurangannya secara bersama-sama. Hal ini dapat membantu
siswa merefleksi diri atas kelebihan dan kekurangan yang dimilinnya.
12) Guru perlu membenahi teknik berpidato siswa yang masih rendah pada
pelaksanaan siklus II, terutama pada aspek sikap dan kelancaran/kefasihan.
4. Siklus III
e. Perencanaan Siklus
Bertolak dari hasil analisis dan refleksi siklus Siklus II, maka pada Siklus
III ini, peneliti bersama dengan guru kolaboran yang besangkutan mengadakan
diskusi untuk mengatasi kekurangan yang ada pada siklus sebelumnya. Kegiatan
diskusi kelompok dilaksanakan pada hari Rabu 5 November 2008 di kantor guru.
Peneliti dan guru kolaboran sepakat bahwa pelaksanaan Siklus III akan
278
dilaksanakan pada hari Rabu, 12 November 2008 (pertemuan pertama) dan Sabtu,
15 November 2008 (pertemuan kedua).
Untuk mengurangi kekurangan-kekurangan yang telah teridentifikasi yang
terjadi pada Siklus II, maka peneliti dan guru kolaboran menyepakati beberapa hal
untuk diterapkan pada siklus berikutnya. Untuk mengatasi berbagai kekurangan
yang ada, akhirnya peneliti dan guru mengambil keputusan sebagai berikut.
7) Guru lebih memberikan porsi lebih besar kepada siswa untuk berdiskusi
dengan kelompoknya.
8) Guru akan memberikan pengarahan dan refleksi hasil diskusi secara personal
kepada siswa dengan mendekati tiap-tiap kelompok.
9) Pengujicobaan berpidato dalam kelompoknya sendiri dengan melibatkan
teman sekelompok untuk menilai kelebihan dan kekurangan akan diterapkan
kembali karena dinilai efektif membangun kepercayaan diri siswa.
10) Guru akan memberikan keleluasaan kepada siswa untuk memilih tema pidato
yang mereka sukai, agar siswa lebih siap untuk tampil dan menambah
kepercayan diri;
11) Guru akan memberikan model berpidato oleh salah satu siswa untuk
ditunjukkan kepada seluruh siswa yang lain. Kemudian menganalisis
kelebihan dan kekurangannya secara bersama-sama.
12) Guru perlu membenahi teknik berpidato siswa yang masih rendah pada
pelaksanaan Siklus II, terutama pada aspek sikapo dan kelancaran/kefasihan.
Tahap perencanaan siklus II secara singkat meliputi kegiatan sebagai
berikut:
10) Peneliti bersama guru kolaboran menganalisis kelebihan dan kekurangan
pelaksanaan Siklus I dan Siklus II baik dari segi proses maupun hasil yang
dicapai;
11) Guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk pelaksanaan
siklus ketiga;
12) Peneliti dan guru menyusun instrumen penelitian berupa tes dan nontes.
Instrumen tes dinilai dari hasil unjuk kerja siswa berpidato dan instrumen
279
nontes digunakan untuk menghitung persentase minat dan motivasi serta
keaktifan siswa mengikuti pembelajaran.
f. Pelaksanaan Siklus
Seperti dua siklus sebelumnya, Siklus III dilaksanakan dalam dua kali
pertemuan, yakni pada hari Rabu, 12 November 2008 (pertemuan pertama) dan
hari Sabtu, 15 November 2008 (pertemuan kedua). Dalam kegiatan ini guru
mengaplikasikan solusi yang pernah disepakati dengan peneliti untuk mengatasi
kekurangan pada proses pembelajaran berbicara dalam Siklus I dan Siklus II.
Adapun garis besar pelaksanaan pembelajaran pada Siklus III adalah sebagai
berikut:
1) Siswa ditanya pemahamannya tentang manfaat berpidato.
2) Siswa mendengarkan penjelasan metode-metode berpidato dan teknik-teknik
berpidato.
3) Siswa berdiskusi untuk menentukan tema pidato sendiri dan mencoba
menampilkan pidato sambutan pada kelompoknya sendiri, sementara siswa
lain mencatat kelemahan dan kelebihannya dengan lembar penilaian yang
telah diberikan guru.
4) Guru membimbing tiap-tiap kelompok dengan mendekati secara personal tiap-
tiap kelompok.
5) Guru memberikan refleksi penilaian secara umum dari siswa atas penampilan
siswa pada kelompoknya sendiri-sendiri.
6) Beberapa perwakilan siswa diminta maju ke depan kelas mencoba berpidato.
7) Guru memberikan refleksi atas penampilan dari perwakilan siswa
8) Siswa melaksanakan kegiatan berpidato di depan kelas
9) Siswa merefleksikan kesalahan berpidato pada umumnya.
g. Observasi dan Interpretasi
Seperti pada siklus sebelumnya, kegiatan observasi ini dimaksudkan untuk
mendeskripsikan apakah kekurangan yang terdapat dalam Siklus II sudah dapat
diatasi atau belum. Pelaksanaan Siklus III dilaksanakan dua kali pertemuan, hari
280
Rabu, 12 November 2008 (pertemuan pertama) dan hari Sabtu, 15 November
2008 (pertemuan kedua). Pertemuan berlangsung selama 2x45 menit. Pada siklus
ketiga ini dilaksanakan di kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan. Peneliti
mengambil posisi pada bangku paling belakang sepagai partisipan pasif untuk
mengamati proses pembelajaran.
Berdasarkan kegiatan tersebut, secara garis besar diperoleh gambaran
tentang jalannya pembelajaran berpidato dengan menerapkan metode diskusi
klelompok pada Siklus II adalah sebagai berikut:
9) Guru menerapkan pembelajaran yang telah direncanakan sebelumnya dengan
baik. Selain itu guru kolaboran sudah dikatakan dapat memberikan
pemahaman kepada siswa akan teknik-teknik berpidato seperti lafal, nada,
intonasi, sikap, serta kelancaran/kefasihan
10) Metode diskusi kelompok yang diterapkan oleh guru lebih inovatif
dibandingkan pada Siklus II. Selain pemberian feedback dari teman
sekelompok dan juga oleh guru, siswa mendapatkan masukan dari guru secara
personal di dalam kelomponya masing-masing. Hal ini membantu kedekatan
emosiaonal antara guru dan siswa.
11) Dari hasil berpidato siswa, terlihat bahwa sebagian besar siswa sudah dapat
berpidato dengan baik dengan menerapkan teknik-teknik berpidato. Lafal,
nada, intonasi, sikap, dan kelancaran/kefasihan dan sudah diterapkan dengan
cukup baik oleh siswa. Nilai tiap-tiap teknik berpidato mengalami
peningkatan.
12) Kualitas pembelajaran drama pada Siklus III mengalami peningkatan. Minat
dan motivasi serta keaktifan siswa mengalami peningkatan dibandingkan pada
Siklus II. Siswa semakin menikmati pembelajaran yang diterapkan oleh guru.
Siswa merasa tidak terbebani seperti yang ditunjukkan pada siklus-siklus
sebelumnya
13) Siswa dapat dikatakan sudah berani untuk tampil berpidato di depan kelas,
karena sifat malu dan grogi hampir sudah hilang pada benak setiap siswa.
Kerja sama setiap kelompok semakin padu dan serasi. Siswa dapat benar-
benar memanfaatkan kelompoknya untuk belajar;
281
14) Minat dan motivasi siswa meningkat 10% dibandingkan pada Siklus II.
Sejumlah 41 siswa atau 85% dari jumlah siswa memiliki minat dan motivasi
mengikuti pembelajaran.
15) Keaktifan siswa juga mengalami peningkatan yaitu sebesar 20 %
dibandingkan dengan siklus sebelumnya. Siswa yang aktif pada Siklus III ini
mencapai 36 orang atau sebesar 75% dari jumlah keseluruhan siswa (48).
16) Nilai rata-rata kelas meningkat dibandingkan dengan nilai keterampilan
berpidato Siklus II yaitu menjadi 77,30. Nilai tertinggi yang diraih siswa
adalah 92. Adapun nilai terendah siswa adalah 64. Siswa yang tuntas
meningkat menjadi 47 siswa. hanya 1 siswa yang belum mengalami
katuntasan belajar. Peningkatan keterampilan berpidato siswa kelas XII SMA
Bung Karno Karangpandan tercermin dari perolehan nilai berpidato pada
Siklus II berikut ini.
Tabel 6. Perolehan Nilai Berpidato pada Siklus III
No
Nama
Aspek Penilaian Nilai
KETERANGAN I II III IV V
1 Agus Mulyono 4 4 4 4 3 76 TUNTAS
2 Ari Ruliyanto 5 4 5 4 3 84 TUNTAS
3 Diah Rahayu 4 3 4 4 3 72 TUNTAS
4 Dwi Setia N 4 5 4 4 4 84 TUNTAS
5 Ernawati 4 4 4 4 4 80 TUNTAS
6 Etriana Dewi 4 5 4 3 2 72 TUNTAS
7 Heri Supriyanto 4 4 4 4 3 76 TUNTAS
8 Indarti 5 5 4 4 4 88 TUNTAS
9 Jayanti 5 4 4 5 4 88 TUNTAS
10 Jiwo Surahno 4 5 5 5 4 92 TUNTAS
11 Novi Wulandari 4 4 4 4 3 76 TUNTAS
12 Praptiwi 4 4 3 4 3 72 TUNTAS
13 Presdiyan AP 4 4 4 4 3 76 TUNTAS
14 Risky Ichwan Z 5 4 4 4 3 80 TUNTAS
15 Sabekti 4 4 4 3 3 72 TUNTAS
16 Saras Triwardi 4 4 5 3 3 76 TUNTAS
17 Sari Haryanti 4 5 5 4 4 88 TUNTAS
282
18 Sri Wartini 4 4 4 5 3 80 TUNTAS
19 Sujiyani 4 4 4 3 2 68 TUNTAS
20 Suparti 4 4 4 5 3 80 TUNTAS
21 R. Aprianingsih 4 3 4 3 3 68 TUNTAS
22 Sri Sugiyatmi 4 4 5 4 3 80 TUNTAS
23 Sugiyarti 5 5 4 5 3 88 TUNTAS
24 Rake Devi M 4 5 4 5 3 84 TUNTAS
25 Alpenikus 4 4 5 4 3 80 TUNTAS
26 Sadiyah 4 4 4 4 3 76 TUNTAS
27 Budiyono 5 4 5 4 3 84 TUNTAS
28 Candra W. 4 4 4 4 4 80 TUNTAS
29 Pita Nur I. 5 4 5 4 3 84 TUNTAS
30 Wahyu P. 4 5 4 4 3 80 TUNTAS
31 Suharsono 3 3 4 4 3 68 TUNTAS
32 Bagus Prasetyo 5 4 5 4 3 84 TUNTAS
33 Hartoto 4 5 5 4 3 84 TUNTAS
34 Amir Yulianto 5 4 5 4 3 84 TUNTAS
35 Anggun W.P. 3 4 4 4 3 72 TUNTAS
36 Sutarso 3 4 4 4 2 68 TUNTAS
37 Subianto 4 4 4 3 3 72 TUNTAS
38 Yesi Lina Ningsih 4 4 4 3 3 72 TUNTAS
39 Sri Wahyuni 3 4 4 3 2 64 BELUM TUNTAS
40 Moh. Saifudin 4 4 3 4 2 68 TUNTAS
41 Novi Eko S. 5 4 3 4 3 76 TUNTAS
42 Hary Setiawan 4 3 4 3 3 68 TUNTAS
43 Yoga Rolado 4 5 4 4 4 84 TUNTAS
44 Muklas U. 4 4 4 4 3 76 TUNTAS
45 Nur Sa'ad A. 3 4 4 4 2 68 TUNTAS
46 Dedi Susanto 4 4 4 4 3 76 TUNTAS
47 Trisno Suparjo 4 3 4 4 3 72 TUNTAS
48 Diyah Ayu P. 3 4 4 4 2 68 TUNTAS Ket: I : Lafal II : Nada III : Intonasi IV : Sikap V : Kelancaran/kefasihan
Rata-rata kelas
77,3
283
h. Analisis dan Refleksi
Secara umum semua kelemahan yang ada dalam proses pembelajaran
berbicara (berpidato) pada siklus-siklus sebelumnya telah dapat diatasi. Guru
telah berhasil membangkitkan semangat siswa untuk mengikuti kegiatan kegiatan
belajar-mengajar dengan tertib. Guru telah mampu memancing siswa dengan
stimulus yang diberikannya. Siswa terlihat sangat antusias mengikuti
pembelajaran berbicara dengan menerapkan metode diskusi kelompok yang dapat
dimanfaatkan oleh siswa secara maksimal. Sebelum tampil berpidato di depan
kelas siswa mencoba terlebih dahulu tampil di dalam kelompok mereka sendiri
dengan mendapat feedback dari teman sekelompok, hal ini dapat membantu
meningkatkan motivasi, keberanian, dan mengurangi rasa grogi dan malu di
depan kelas saat tampil berpidato.
Guru juga telah mampu mengubah performansinya dihadapan siswa yang
semula kaku dan tegang menjadi lebih akrab dan fleksibel terhadap siswa. Guru
dapat berkomunikasi secara maksimal dengan para siswa dengan mendekati
secara personal tiap-tiap kelompok. Hal ini dapat membangun kedekatan
emosional antara siswa dan guru yang sebelum-sebelumnya belum terbentuk.
F. Pembahasan Hasil Penelitian
Melihat hasil kegiatan berpidato pada siswa dapatlah dikatakan bahwa berbicara
merupakan suaru keterampilan yang kompleks. Di dalmnya terdapat beberapa komponen
yang harus dikuasai sebelum seseorang melaksanakan kegiatan berbicara. Berbicara tidak
hanya sekadar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata. Berbicara merupakan alat untuk
berkomunikasi, dala arti untuk menyampaikan gagasan tau ide. Hal ini dapat dilihat dari
penampilan siswa saat mereka berpidato di depan kelas. Pada mulanya siswa kurang bisa
berpidato dengan baik, seperti pada siklus I. Mereka pada umumya masih bingung. Apa
yang harus dikerjakan? Apa yang harus disampaikan? Bagaimana cara menyampaikanya?
Dan sebagainya. Setelah berhasil mengidentifikasi beberapa kesulitan yang dihadapi
siswa, peneliti dapat menentukan langkah lebih lanjut, yaitu dengan memberikan teori-
teori berkaitan dengan dengan kegiatan berbicara dengan motode diskusi kelompok.
284
Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti dapat menarik suatu simpulan bahwa
kegiatan berbicara tidak hanya sekedar mengeluarkan bunyi-bunyi atau kata-kata saja
tetapi perlu disadari dengan teori atau ilmu yang berkaitan dengan berbicara seperti
yangh tersurat pada bab II tentang pengertian berbicara.
Melalui kegiatan berbicara, seseorang bisa berkomunikasi dengan orang lain,
menyampaikan ide atau gagasan dengan oerang lain. Dari beberapa tujuan berbicara
dapat dicapai sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi dan diharapkan oleh
pembicara dan pendengar. Pada kesempatan ini, karena terbatasnya waktu, tujuan
kegiatan berbicara yang dapat dicapai oleh siswa tyidak dapat menyeluruh. Tujuan
berbicara yang dapat dicapai di antaranya: melaporkan, memberitahukan, mengajak,
meyakinkan. Pada pelaksanaan kegiatan berbicara, gabungan dari beberapa tujuan ini
dilakukan oleh siswa, misalnya pada saat siswa berpidato dalam rangka memberi
sambutan pada acara HUT RI, tujuan yang ingin dicapai adalah elaporkan dan
memberitahukan juga. Juga ada yang menggabungkan antara mengajak dan meyakinkan,
dan sebagainya.
Kegiatan berbicara dapat terlaksana dengan baik jika si pembicara mempunyai
keterampilan dasar berbicara yang meliputi: cara merencanakan pembicaraan, cara
berbicara yang tepat, metode berbicara dan sistematika berbicara. Bagi pemula
khususnya, pengetahuan seperti tersebut di atas merupakan hal yang wajib diketahui dan
dipelajari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para siswa termasuk pada pembicara
pemula, yang belum pernah belajar tentang seluk beluk keterampillan berbicara. Guru
perlu membekali siswa dengan ilmu atau teori yang berkaitan dengan keterampilan
berbicara. Pembekalan teori ini seperti terdapat pada bab II tentang hakikat keterampilan
berbicara. Dengan diajarkannya keterampilan berbicara yang dalam hal ini berpidati di
depan kelas, siswa mendapatkan pengetahuan baru dan diharapkan siswa lebih mampu
berbicara atau berpidato.
Pengetahuan dasar keterampilan berbicara bukan satu-satunya patokan
keberhasilan siswa dalam berpidato. Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap
keberhasilan siswa dalam kegiatan berpidato, diantaranya berasal dari siswa itu sendiri
dan dari faktor guru. Bagaimana guru dalam mengajar, apakah metode yang digunakan
sudah tepat atau belum, dan sebagainya. Seorang guru harus mampu menguasai dan
285
memperhatikan beberapa aspek yang ada kaitannya dengan cara mengajar berbicara serta
hasil yang seharusnya dicapai dalam kegiatan pembelajaran berbicara.
Sebelum melaksanakan Siklus I, peneliti melakukan survei awal untuk
mengetahui kondisi nyata yang ada di lapangan. Hasil kegiatan survei ini, peneliti
menemukan bahwa kualitas proses dan hasil pembelajaran berbicara di kelas XII SMA
Bung Karno masih tergolong rendah. Kemudian peneliti melakukan kolaborasi bersama
guru bahasa Indonesia yang bersangkutan untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan
metode diskusi kelompok dalam pembelajaran berbicara. Kemudian peneliti bersama
guru bahasa Indonesia yang bersangkutan menyusun rencana pembelajaran guna
melaksanakan Siklus I. Siklus pertama mendeskripsikan pembelajaran berbicara dengan
memanfaatkan metode diskusi kelompok. Pelaksanaan Siklus I masih banyak dijumpai
beberapa kekurangan/ kelemahan. Siklus II merupakan siklus perbaikan untuk
menyempurnakan segala kekurangan/ kelemahan yang terjadi selama pelaksanaan Siklus
I. Pada Siklus II ini peneliti bersama guru berdiskusi kelompok agar siswa sendiri yang
mementaskan metode diskusi kelompok agar siswa lebih aktif dan kreatif daam proses
pembelajaran. Pada Siklus II ini masih juga ditemui berbagai kekurangan/ kelemahan.
Pada Siklus III, guru dan peneliti berusaha memperbaiki kekurangan dan kelemahan pada
Siklus II dengan mengubah materi teks pidato yang lebih mudah dipahami siswa. Pada
pertemuan dalam Siklus III berbagai indikator keberhasilkan siswa mulai menunjukkan
arah perbaikan yang signifikan. siswa dalam mengikuti pembelajaran berbicara dari awal
hingga akhir. Tes akhir berbicara (berpidato) adalah dengan memparafrasekan sebuah
teks pidato. Tes tersebut merupakan rangkaian akhir dalam pelaksanaan penelitian siklus
kelas. Berdasarkan peningkatan pembelajaran (baik proses ataupun hasil) yang terjadi
pada Siklus III ini, menguatkan hasil bahwa berbicara (berpidato) dengan teatriakalisasi
teks pidato dapat meningkatkan kualitas (baik proses ataupun hasil) siswa kelas XII SMA
Bung Karno Karangpandan. Adapun pembahasan peningkatan kualitas pembelajaran
apresiasi teks pidato adalah sebagai berikut.
5. Peningkatan kualitas proses pembelajaran berbicara
Keberhasilan metode diskusi kelompok dalam meningkatkan kualitas proses
pembelajaran berbicara ini dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut:
e) Siswa lebih berminat dan termotivasi saat pembelajaran berlangsung
286
Selama pelaksanaan penelitian sejak Siklus I hingga 3, terjadi peningkatan
dalam hal antusias siswa mengikuti kegiatan pembelajaran. Hal ini terbukti bahwa
dalam Siklus I sebanyak 65% (31 siswa dari 48 siswa) berminat mengkuti
pembelajaran. Pada Siklus II sebanyak 75% (36 siswa dari 48 siswa). Minat dan
motivasi tersebut semakin meningkat dalam pelaksanaan Siklus III sebanyak 85%
(41 siswa dari 48 siswa).
f) Siswa terlihat lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran
Metode diskusi kelompok dalam pembelajran berbicara (berpidato)
merupakan hal yang baru bagi siswa di SMA Bung Karno Karangpandan. Oleh
karena itulah, inovasi dalam pembelajaran berbicara tersebut disambut dengan
antusias tinggi oleh siswa. Parameter yang menyatakan tingginya antusias siswa
tersebut adalah hasil observasi selama kegiatan belajar-mengajar berlangsung
yang menunjukkan peningkatan pada tiap siklus. Pada Siklus I keaktifan siswa
selama mengikuti kegiatan belajar-mengajar hanya hanya sebesar 35% (19 siswa
dari keseluruhan siswa yang berjumlah 48 orang). Pada Siklus II persentase
keaktifan siswa tersebut meningkat menjadi 55% (26 siswa dari keseluruhan
siswa yang berjumlah 48 orang). Peningkatan keaktifan siswa tersebut meningkat
kembali pada Siklus III menjadi 75% (36 siswa dari keseluruhan siswa yang
berjumlah 48 orang).
c) Siswa tidak merasa malu, tegang dan grogi saat tampil berpidato di depan kelas
dan menyampaikan pendapatnya dalam forum diskusi kelompok.
Selama pembelajaran berbicara dengan metode diskusi kelompok, siswa
merasa terpacu untuk berkompetisi dengan siswa lain. Kondisi ini membuat siswa
tidak lagi enggan untuk menyampaikan kreasi ide mereka (dengan mengubah teks
pidato menjadi naskah metode diskusi kelompok dan mementaskannya) dan
sangat antusias pada saat diskusi kelompok dan penyampaian pendapat tentang
metode diskusi kelompok yang telah dipentaskan. Pernyataan di atas terbukti
dengan meningkatnya keberanian siswa beraktualisasi dalam mengikuti diskusi
kelompok.
Penentuan persentase kualitas proses dihitung dari jumlah siswa yang aktif
selama pembelajaran berlangsung per seratus dikalikan jumlah siswa dalam kelas
287
tersebut (24 siswa). Adapun bentuk keaktifan yang diamati adalah sikap selama
pembelajaran berlangsung, ketepatan waktu dalam pengerjaan tugas, dan
kesungguhan dalam mengikuti pembelajaran. Penilaian proses yang diamati
dalam berbicara (berpidato) adalah keberanian dan kesungguhan siswa dalam
mementaskan metode diskusi kelompok dan keberanian dalam mengomentari
pekerjaan temannya.
Kemampuan guru dalam mengelola kelas merupakan salah satu penentu
keberhasilan proses pembelajaran. Pengelolaan kelas yang dilakukan guru
kolaborator berupa siklus memotivasi siswa, memberikan perhatian, memberikan
reward pada siswa, memilih teknik serta metode yang tepat untuk menyampaikan
materi serta mengaktifkan siswa. Setelah siklus dilaksanakan, sedikit demi sedikit
kelemahan guru mulai berkurang. Guru tidak lagi menguasai kelas sepenuhnya akan
tetapi lebih berperan sebagai fasilitator yang memfasilitasi siswa dalam pembelajaran.
Menurut pengamatan peneliti, siklus yang dilakukan guru dengan memanfaatkan
metode diskusi kelompok dalam pembelajaran dapat mempengaruhi suasana kelas.
Pembelajaran menjadi lebih menarik menyenangkan. Minat dan motivasi serta
keaktifan siswa terhadap pembelajaran meningkat. Hal ini berimplikasi pada
meningkat pula keterampilan berbicara (berpidato) siswa.
6. Peningkatan kualitas hasil pembelajaran berbicara
Siklus-siklus berupa penerapan metode diskusi kelompok yang dilaksanakan
dalam tiap siklus mampu meningkatkan keterampilan berbicara (berpidato) siswa.
selain itu penerapan metode diskusi kelompok juga mampu meningkatkan minat dan
motivasi serta keaktifan siswa pada pembelajaran berbicara siswa kelas XI SMA
Bung Karno Karangpandan. Dapat dikatakan bahwa melalui penerapan metode
diskusi kelompok dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang ditandai
dengan meningkatnya minat dan motivasi siswa mengikuti pembelajaran, dan dapat
meningkatkan keterampilan berbicara (berpidato) siswa.
Peningkatan kualitas pembelajaran berbicara dengan menerapkan metode
diskusi kelompok juga berimplikasi pada peningkatan keterampilan berpidato siswa.
Keterampilan berbicara (berpidato) siswa mengalami peningkatan dibandingkan
288
dengan kondisi awal. Hal ini terlihat dari hasil tes berpidato di masing-masing siklus.
Keterampilan berbicara (berpidato) siswa sudah mengalami peningkatan meskipun
tidak semua siswa mengalami peningkatan dalam tiap teknik berpidato. Peningkatan
keterampilan berpidato yang mengacu pada aspek-aspek penilaian berpidato dapat
dilihat pada nilai tiap-tiap siklus. Peningkatan tersebut diindikatori oleh:
k) Lafal
Setelah siklus dilakukan, kemampuan pelafalan siswa saat menuturkan
kalimat pidato mengalami peningkatan. Pada survei awal sebagian besar siswa
kesulitan melafalkan kata-kata dengan tepat sehingga memaksa pendengar harus
mendengarkan dengan teliti ucapannya dan sekali-kali timbul salah pengertian.
Namun setelah diterapkanya metode diskusi kelompok, kemampuan pelafalan
siswa meningkat, sebagian besar siswa hanya sedikit melakukan kesalahan
pelafalan.
l) Intonasi
Dari hasil tes berpidato siswa, dalam tiap siklus diketahui bahwa
kemampaun intonasi siswa saat menuturkan kalimat pidato mengalami
peningkatan. Sebagian besar siswa membuat sedikit sekali kesalahan intonasi saat
menuturkan kalimat pidato sehingga makna kalimat pidato yang dituturkan siswa
saat berpidato mudah dipahami oleh pendengar. Peningkatan kemampuan aspek
intonasi tersebut tampak dalam skor capaian siswa pada tabel nilai Siklus III di
atas. Siswa dalam menuturkan kalimat pidato sering membuat kesalahan intonasi
sehingga sewaktu-waktu mengaburkan arti. Setelah siklus berlangsung banyak
siswa yang membuat sedikit sekali kesalahan intonasi saat menuturkan kalimat
pidato. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan
kemampuan intonasi pada sebagian besar siswa.
m) Nada
289
Aspek nada yang ditunjukkan sebagian besar siswa mengalami
peningkatan dari siklus ke siklus. Siswa sudah mampu membawakan nada (lagu
kalimat) dengan variatif dan tidak monoton. Hal ini tentu berbeda dibandingkan
dengan kemampuan nada siswa sebelum siklus. Sebagian nada siswa saat
berpidato masih terdengar monoton.
n) Sikap
Siswa sudah mampu memperlihatkan dengan baik gerak anggota tubuh
saat berpidato. Sebelum siklus, sikap yang diperlihatkan sejumlah siswa
menunjukkan ketidaksesuaian antara gerak-gerik yang dilakukan dengan ekspresi
yang sedang dibawakan. Kemampuan aspek sikap sejumlah siswa mengalami
peningkatan. Hal ini diindikatori oleh meningkatnya nilai sebagian besar siswa
pada aspek ini.
o) Kelancaran/kefasihan
Aspek kelancaran dan kefasihan yang ditunjukkan oleh siswa termasuk
salah satu aspek penilaian yang meningkat. Sebelum tindakan siswa masih
terhenti saat berpidato di depan kelas, pembicaraan sering tersendat-sendat yang
menyebabkan kelancaran berpidato terganggu. Setelah dilakukan tindakan dari
siklus ke siklus siswa semakin lancar dalam berpidato. Siswa sudah jarang
melakukan penghentian-penghentian di tengah-tengah pidato yang ditampilkan.
3. Perolehan Nilai Keterampilan berbicara (berpidato) Siswa Meningkat
Dari nilai survei awal, diketahui bahwa keterampilan berbicara (berpidato)
siswa masih tergolong rendah. Hal ini terlihat dari capaian nilai tes berpidato
siswa. Pada kegiatan survei awal diketahui bahwa hanya 1 siswa atau 2% dari
jumlah siswa (48) yang mencapai batas minimal ketuntasan belajar (65). 47 siswa
yang lain belum mampu mencapai batas minimal ketuntasan belajar tersebut atau
98% dari jumlah siswa. Kisaran nilai yang dicapai siswa yaitu antara 45 – 70,
dengan nilai rata-rata 54,67. Pada tes berpidato Siklus I, 26 siswa sudah mencapai
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) atau 54 % daru jumlah siswa, dan sisanya 22
siswa atau 46% dari jumlah siswa belum mencapai kriteria ketuntasan minimal.
Kisaran nilai yang dicapai antara 52-72, dengan nilai rata-rata 66,40. Pada nilai
keterampilan berpidato Siklus II, nilai rata-rata kelas meningkat sebesar 4,6 poin
290
dari 66,4 menjadi 71,00. Nilai tertinggi yang diraih siswa adalah 80. Adapun nilai
terendah siswa adalah 64. Siswa yang tuntas meningkat menjadi 37 siswa. Di sisi
lain siswa yang belum tuntas turun menjadi 11 siswa. Pada Siklus III, nilai rata-
rata kelas meningkat dibandingkan dengan nilai keterampilan berpidato Siklus II
yaitu menjadi 77,30. Nilai tertinggi yang diraih siswa adalah 92. Adapun nilai
terendah siswa adalah 64. Siswa yang tuntas meningkat menjadi 47 siswa. hanya
1 siswa yang belum mengalami katuntasan belajar. Peningkatan keterampilan
berpidato siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan tercermin dari
perolehan nilai berpidato pada Siklus II berikut ini.
Berikut ini peningkatan skor siswa dari siklus ke siklus.
Tabel 7. Peningkatan nilai keterampilan berpidato siswa
No
Nama
NILAI
Keterangan
Survei Awal Siklus I
Siklus II
Siklus III
1 Agus Mulyono 55 64 68 76 Meningkat 2 Ari Ruliyanto 50 68 76 84 Meningkat 3 Diah Rahayu 52 64 64 72 Meningkat 4 Dwi Setia N 70 72 76 84 Meningkat 5 Ernawati 50 68 72 80 Meningkat 6 Etriana Dewi 45 60 64 72 Meningkat 7 Heri Supriyanto 52 64 68 76 Meningkat 8 Indarti 52 72 80 88 Meningkat 9 Jayanti 48 72 80 88 Meningkat
10 Jiwo Surahno 52 68 84 92 Meningkat 11 Novi Wulandari 50 64 68 76 Meningkat 12 Praptiwi 50 64 68 72 Meningkat 13 Presdiyan AP 50 68 72 76 Meningkat 14 Risky Ichwan Z 55 68 76 80 Meningkat 15 Sabekti 60 64 68 72 Meningkat 16 Saras Triwardi 52 68 72 76 Meningkat 17 Sari Haryanti 55 72 80 88 Meningkat 18 Sri Wartini 50 64 72 80 Meningkat 19 Sujiyani 55 60 64 68 Meningkat 20 Suparti 57 68 72 80 Meningkat 21 R. Aprianingsih 52 64 64 68 Meningkat
291
22 Sri Sugiyatmi 55 68 72 80 Meningkat 23 Sugiyarti 65 72 80 88 Meningkat 24 Rake Devi M 60 72 76 84 Meningkat 25 Alpenikus 58 68 72 80 Meningkat 26 Sadiyah 50 64 68 76 Meningkat 27 Budiyono 62 72 80 84 Meningkat 28 Candra W. 55 68 72 80 Meningkat 29 Pita Nur I. 60 72 80 84 Meningkat 30 Wahyu P. 65 76 76 80 Meningkat 31 Suharsono 50 64 64 68 Meningkat 32 Bagus Prasetyo 60 72 80 84 Meningkat 33 Hartoto 60 72 76 84 Meningkat 34 Amir Yulianto 62 72 76 84 Meningkat 35 Anggun W.P. 52 64 68 72 Meningkat 36 Sutarso 58 60 64 68 Meningkat 37 Subianto 50 64 68 72 Meningkat 38 Yesi Lina Ningsih 50 68 68 72 Meningkat 39 Sri Wahyuni 45 52 56 64 Meningkat 40 Moh. Saifudin 48 56 60 68 Meningkat 41 Novi Eko S. 60 68 68 76 Meningkat 42 Hary Setiawan 52 60 64 68 Meningkat 43 Yoga Rolado 65 72 76 84 Meningkat 44 Muklas U. 55 64 68 76 Meningkat 45 Nur Sa'ad A. 50 60 64 68 Meningkat 46 Dedi Susanto 55 68 72 76 Meningkat 47 Trisno Suparjo 58 64 68 72 Meningkat 48 Diyah Ayu P. 52 60 64 68 Meningkat 54,67 66,4 71,00 77,30
Berdasarkan hasil tes berpidato yang terdapat pada tabel tersebut, mulai dari
survei awal sampai Siklus III2, dapat dikatakan bahwa keterampilan berbicara (berpidato)
siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan mengalami peningkatan. Teknik-teknik
berpidato seperti lafal, nada, intonasi, sikap, dan kelancaran/kefasihan sudah dapat
diterapkan dengan baik oleh sebagian besar siswa. Hal tersebut berimbas pada
meningkatnya nilai berpidato siswa. Mengacu pada hasil tes berpidato Siklus III dapat
dikatakan bahwa terjadi peningkatan keterampilan berbicara (berpidato) melalui
292
penerapan metode diskusi kelompok pada siswa kelas VII SMA Bung Karno
Karangpandan tahun ajaran 2007/2008.
Tabel 8. Persentase Peningkatan Kualitas Proses dan Hasil Pembelajaran
berbicara (berpidato).
No. Kegiatan Siswa Persentase
Siklus I Siklus II Siklus
III
1.
KEAKTIFAN
Keakaktifan siswa selama apersepsi
Keaktifan siswa selama mengikuti
pembelajaran
35%
55%
75%
2. MINAT DAN MOTIVASI
Keberanian siswa berpidato di depan
kelas, perhatian terhadap proses
pembelajaran.
65% 75% 85%
4. NILAI KETERAMPILAN
BERPIDATO
Mendapatkan nilai ketuntasan belajar
(mendapat nilai ≥ 65)
54%
77% 98%
293
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
D. Simpulan
Simpulan hasil penelitian ini secara singkat yakni terdapat peningkatan kualitas
pembelajaran baik proses maupun hasil berbicara pada siswa kelas XII SMA Bung Karno
Karangpandan Karanganyar sebagai berikut ini.
1. Peningkatan Kualitas Proses Pembelajaran
Peningkatan kualitas proses pembelajaran tersebut, antara lain dengan
meningkatnya:
e. jumlah siswa yang berani tampil berbicara karena siswa tidak malu, takut, dan grogi
sewaktu diminta tampil berbicara di depan kelas meningkat. Oleh karena itu, waktu
pembelajaran berbicara menjadi lebih efektif. Hal ini merupakan indikasi
meningkatnya minat dan motivasi belajar siswa yang meningkat menjadi 85% (41
siswa dari 48 siswa).;
f. jumlah siswa yang aktif dalam kegiatan pembelajaran meningkat sebesar 75% (36
siswa dari keseluruhan siswa yang berjumlah 48 siswa).
2. Peningkatan Kualitas Hasil Pembelajaran
Peningkatan kualitas hasil pembelajaran ditandai dengan meningkatnya jumlah
siswa yang mencapai batas ketuntasan, yaitu pada siklus I adalah 26 siswa dari 48 siswa
(54%). Pada siklus II menjadi 37 siswa (77%) dan meningkat lagi pada siklus III, yaitu
48 siswa (98%).
E. Implikasi
Setelah keseluruhan pelaksanaan penelittian selesai (siklus I, II, dan III) maka
dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas
keterampilan berbicara siswa yaitu malu, grogi, tidak mampu mengungkapkan ide atau
gagasan, gemetar, takut dan tegang, kurang percaya diri dan guru kurang meberikan
kesempatan dan motivasi kepada siswa untuk berbicara dalam kegiatan belajar mengajar.
Untuk mengatasi dan memecahkan masalah tersebut maka peneliti menggunakan
strategi mengajar bericara yang sesuai dengan situasi dan kondisi kelas. Strategi mengajar
80
294
yang digunakan oleh peneliti adalah mencari dan menemukan kesulitan yang dihadapi
oleh siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Setelah ditemukan kesulitan yang
dialami oleh siswa, peneliti menentukan tindak lanjutnya yaitu: membekali siswa dengan
teori atau materi yang berkaitan dengan keterampilan berbicara disertai dengan contoh
teks sambutan, siswa membuat teks sambutan dan membacakannya di depan kelas, siswa
praktik berpidato dan dilakukannya lebih dari satu kali dan berulang-ulang, siswa
mengungkapkan pendapatnya tentang pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara,
guru memberi kesempatan dan motivasi kepada siswa untuk berbicara dalam proses
pembelajaran.
Penelitian ini memberikan suatu gambaran yang jelas bahwa keberhasilan proses
dan hasil pembelajaran bergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut berasal
dari pihak guru dan siswa. Faktor dari pihak guru yaitu kemampuan dalam
mengembangkan materi, kemampuan guru dalam menyampaikan materi, kemampuan
guru dalam mengelola kelas, memilih metode yang digunakan dalam pembelajaran, serta
teknik yang digunakan guru sebagai sarana untuk menyampaikan materi. Kemudian
faktor dari siswa yaitu minat dan motivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
Faktor-faktor tersebut saling mendukung sehingga harus diupayakan agar semua
faktor tersebut dapat terpenuhi. Apabila guru memiliki kemampuan yang baik dalam
menyampaikan materi dan dalam mengelola kelas serta didukung oleh teknik dan sarana
yang memadai, pembelajaran akan berlangsung dengan baik. Selain faktor tersebut,
pemilihan metode pembelajaran yang tepat akan sangat mengefektifkan pembelajaran.
Penyampaian materi dan penggunaan metode yang tepat akan dapat diterima siswa
apabila siswa juga memiliki minat dan motivasi yang tinggi untuk aktif dalam proses
pembelajaran. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran akan berjalan lancar, kondusif,
efektif, dan efesien.
Penelitian ini membuktikan bahwa dengan menerapkan metode diskusi kelompok
dalam pembelajaran berbicara dapat meningkatkan kualitas proses dan hasilnya. Oleh
karena itu, penelitian ini dapat digunakan sebagai suatu pertimbangan bagi guru yang
ingin menerapkan metode diskusi kelompok sebagai metode dalam pembelajaran
berbicara. Bagi guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai metode alternatif dalam melaksanakan pembelajaran berbicara yang
295
efektif dan menarik minat siswa untuk tampil berbicara di depan kelas. Siswa dapat
memanfaatkan kelompoknya untuk saling belajar dan memberikan feedback atas
kelebihan dan kelemahan yang terisentifikasi oleh teman sekelompok. Dengan metode
ini, rasa takut, malu, dan grogi yang ada pada diri siswa saat tampil berbicara di depan
kelas dapat teratasi.
Penerapan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran berbicara di depan
kelas, kemampuan berbicara siswa dapat dikembangkan. Guru dapat membagi siswa
secara berkelompok 3-5 siswa. Kemudian siswa mendiskusikan materi pidato yang
mereka kembangkan sendiri. Siswa kemudian mencoba berlatih berpidato di depan
kelompoknya masing-masing, sedangkan teman yang lain memberikan penilaian
kelebihan dan kelemahan. Setelah itu guru mengajak siswa yang tidak tampil berbicara
(berpidato) di depan kelas untuk mengetahui perkembanganya.
Pemberian tindakan pada siklus I, siklus II, dan siklus III memberikan deskripsi
bahwa terdapatnya kekurangan atau kelemahan yang terjadi selama proses pembelajaran
berbicara berlangsung. Namun, kekurangan-kekurangan tersebut dapat teratasi pada
pelaksanaan tindakan pada siklus berikutnya. Dari pelaksanaan tindakan yang kemudian
dilakukan refleksi terhadap proses pembelajaran, dapat dideskripsikan terdapatnya
peningkatan kualitas pembelajaran berbicara baik proses maupun hasilnya. Dari segi
proses, pembelajaran berbicara dengan metode diskusi kelompok dapat mengefektifkan
waktu pembelajaran, memupuk kerja sama siswa, dan memotivasi siswa untuk tampil
berbicara sehingga mereka tidak lagi takut, malu, dan grogi saat diminta tampil berbicara
di depan kelas. Adapun dari segi hasil, terdapat peningkatan nilai unjuk kerja siswa dari
siklus I sampai siklus III. Dengan menerapkan metode diskusi kelompok tersebut terbukti
meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan
Karanganyar tahun ajaran 2008/2009.
F. Saran
Berkaitan dengan simpulan dan implikasi di atas, maka dapat diajukan saran
sebagai berikut.
1. Bagi Siswa
g. Siswa diharapkan dapat bekerja sama selama kegiatan diskusi kelompok dan dapat
memanfaatkan kelompoknya sebagai mitra belajar.
296
h. Siswa diharapkan mengasah keterampilan berbicara yang dimiliki karena
keterampilan berbicara sangat penting untuk mengembangkan keterampilan
berbahasa lain.
i. Siswa yang harus dapat secara intens terlibat dalam kelompoknya.
2. Bagi Guru
g. Guru hendaknya membimbing kelompok siswa yang mengalami kesulitan sewaktu
berdiskusi dengan mendekati tiap-tiap kelompok secara personal agar tercipta
komunikasi dua arah antara guru dan siswa sehingga membangun kedekatan
emosional .
h. Guru hendaknya memotivasi siswa agar aktif selama proses pembelajaran.
i. Guru hendaknya membangun paradigma pembelajaran yang berpusat pada siswa
dengan menerapkan metode diskusi kelompok.
5. Bagi Sekolah
a. Hendaknya pihak sekolah selalu memberi motivasi kepada guru dengan jalan antara
lain memberi penghargaan kepada guru yang menunjukkan kinerjanya dengan baik.
b. Hendaknya sekolah berupaya untuk selalu menciptakan iklim kerja yang kondusif
melalui suasana yang harmonis dan komunikasi yang terbuka.
4. Bagi Peneliti
e. Metode diskusi kelompok dapat diterapkan di kelas lain maupun di sekolah lain,
terutama di kelas dengan jumlah siswa yang banyak.
f. Bagi peneliti yang ingin menerapkan metode diskusi kelompok dapat bekerja sama
dan berkolaborasi dengan guru yang mengalami permasalahan dalam pembelajaran
berbicara.
297
84
DAFTAR PUSTAKA
Burhan Nurgiyantoro. 2001. Kajian Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Curt Reese dan Terri Wells. 2007. Teaching Academic Discussion Skills with a Card
Game Journal. Dalam http://sag.sagepub.com. Diakses 18 Agustus 2009.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Mengelola Kelas Inklusif dengan Pembelajaran yang Ramah. Dalam http://www.idp-europe.org/toolkit/ Buku-5.pdf, diakses pada 28 April 2007.
___________. 2003. Buku Panduan Pengembangan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta: Media Pusaka.
__________ . 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei 2006 Standar Isi Kerangka Dasar & Struktur Kurikulum. Jakarta: Depdiknas.
Dimyati dan Mudjiyono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Djago Tarigan. 1992. Materi Pokok Pendidikan Bahasa Indonesia I Buku II.4 Modul 1-6. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Enco Mulyasa. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan: Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Erizal Gani. 2000. Efektivitas Pengajaran Menulis Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing.
Studi Kasus pada Seorang Pelajar dari Belanda, Dalam www.iaif.edu/bipa/april 2000/perananguru/html, diakses 7 Juni 2007.
Gorys Keraf. 2001. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Berbahasa, cet. XII. Ende:
Nusa Indah.
Hassibuan, J.J.Ibrahim, Toenlioe,A.J.E..1994. Proses Belajar Mengajar: Keterampilan Dasar Mengajar Mikro. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Henry Guntur Tarigan. 1985. Berbicara: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Penerbit Angkasa.
298
__________________.1986. Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:CV Angkasa
. 1989. Pengajaran Kosakata. Bandung: Angkasa
Hidayat, 2000. Efektifitas Pengajaran Menulis Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing. Studi Kasus pada Seorang Pelajar dari Belanda, Dalam www.ialf.edu/bipa/april2000/perananguru/html, diakses 7 Juli 2008.
Lilies Gartika. 2007. Diskusi, Terbaik Tingkatan Kemampuan Berbicara, dalam
www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/042007/92/99forumguru.htm, diakses 7 Juli 2008.
Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S. 1988. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
__________.1991. Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
M.Peer Mohamed Sardhar . 2008. Strategies for Improving Your Discussion Skills Journal, dalam http://www.citehr.com/130367-group-discussion-skills-strategies-improving-your-discussion-skills.html. Diakses 9 Desember 2008.
Muhajir dan A.Latief. 1995.”Berbicara” dalam Majalah Pengajaran Bahasa dan Sastra
Volume I, Nomor 3 Tahun 1975. Depdikbud: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Nurhadi. 1995. Tata Bahasa Pendidikan: Landasan Penyusunan Buku Pelajaran Bahasa.
Semarang: IKIP Semarang Press. Sabarti Akhadiah M.K., Maidar G. Arsjad, Sakura H. Ridwan, Zulfahnur Z.F., dan Mukti
U.S. 1992. Bahasa Indonesia I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sirait, Bistok. 1997. Pengujian Bahasa Lisan: Sebuah Buku Pegangan untuk Teknik
Pengujian Lisan. Medan: FPBS-IKIP Medan. Siti Syoviyah. 2000. “Peningkatan Kualitas Keterampilan Berbicara Siswa Kelas I SLTP
Muhammadiyah 2 Karanganyar Tahun Pelajaran 1999/2000.” Tugas Akhir. Surakarta (Tidak Dipublikasikan) FKIP UNS.
Slavin, Robert E.. 1995. Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice. Boston:
Allyn and Bacon.
299
Suharsimi Arikunto, Suhardjono, dan Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Suharyanti. 1996. Berbicara (IND. 202) BPK FKIP-PBS-Indonesia. Surakarta: UNS
Press.
Supriyadi. 2005. “Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas Rendah Sekolah Dasar.“ Lingua: Jurnal Bahasa dan Sastra. No. 2 (6): 178-195. Palembang: PSPB-Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya.
Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press. Suwarna. 2005. Pengajaran Mikro. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Suwarsih Madya. 2006. Teori dan Praktik Penelitian Tindakan (Action Research).
Bandung: Alfabeta
Vallete, Rebecca M. 1997. Modern Language Testing. New York : Harcourt Brace
Javanovic.