Download - Skripsi Virgo Faresti Revisi 19 Agustus 2013
EFEKTIFITAS TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASIPERSEPSI TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL
HALUSINASI PADA KLIEN DENGAN GANGGUANSENSORI PERSEPSI HALUSINASIDI RS. JIWA PROF. HB SA’ANIN
PADANGTAHUN 2013
KEPERAWATAN JIWA
SKRIPSI
Oleh:
VIRGO FARESTI09121368
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATANSTIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
2013
1
EFEKTIFITAS TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI PERSEPSI TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL
HALUSINASI PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI HALUSINASI DI RS. JIWA PROF. HB SA’ANIN
PADANGTAHUN 2013
KEPERAWATAN JIWA
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)dalam Program Studi S 1 Keperawatan STIKes MERCUBAKTIJAYA
Oleh:
VIRGO FARESTI09121368
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATANSTIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
2013
2
PRODI S1 KEPERAWATANSTIKES MERCUBAKTIJAYA PADANG
Skripsi, Juli 2013
VIRGO FARESTIEfektifitas Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi pada Klien dengan Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi Di RSJ Prof. Hb Sa’anin Padang Tahun 2013
ix + 58 Halaman + 3 Tabel + 9 Lampiran
ABSTRAK
Menurut WHO kejadian halusinasi di Dunia ada 450 juta jiwa, di Indonesia dari 229 juta jiwa diperkirakan 26 juta jiwa mengalami gangguan jiwa halusinasi. Sedangkan di RSJ Prof. HB Sa’anin padang ada 79 orang pasien yang mengalami halusinasi kurang dari satu tahun ini. Tujuan dari peneliti untuk mengetahui efektifitas penggunaan terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi pada klien dengan gangguan halusinasi pada klien di RSJ. Prof. HB. Sa’anin Padang tahun 2013.
Penelitian ini menggunakan quasi eksperimen yang dilakukan pada tanggal 02 juli sampai 06 juli 2013, sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik quota sampling dengan jumlah sampel 14 orang, mengunakan analisa data univariat dan bivariat.
Setelah dilakukan penelitian didapatkan efektifitas pemberian terapi aktifitas kelompok pada klien halusinasi dimana sebelum diberikan terapi frekuensi paling banyak 5x yaitu 5 orang (35,8%), dan setelah diberikan terapi aktiftas kelompok frekuensi paling banyak 4x yaitu 5 orang (35,8%). Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,000,maka ada perbedaan yang signifikan antara pretest d an postest terapi aktifitas kelompok. Hal ini berarti bahwa probabilitas kurang dari 0,05 sehingga Ha diterima.
Diharapkan perawat dapat mengajarkan pada klien terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi untuk mengurangi frekuensi halusinasi klien, karena terapi aktifitas kelompok stimulasi persespsi dapat mengontrol halusinasi pada klien, meningkatkan kemampuan menguji kenyataan, membentuk sosialisasi.
Daftar Pustaka (2000 – 2013)Kata kunci: Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi
i
Prodi S1 NURSING STIKES MERCUBAKTIJAYA Padang
Skiripsi, July 2013
VIRGO FARESTI Effectiveness of Group Activity Therapy Stimulation Perception of The Ability to Control Hallucinations in Clients With Impaired Perception Sensory Hallucinations In RSJ Prof. Hb Sa'anin Padang in 2013
ix + 58 Page + 3 table + 9 attachment
ABSTRACT
According to the WHO word hallucination events there are 450 million people, in Indonesian than 229 million people estimated 26 million mentally deranged hallucination. While in the RSJ prof. HB Sa’anin padang there were 79 patiens who experienced hallucination is less than one year. Destination to determine the effectiveness of the use of therapeutic stimulation group activity with impaired perception of the client at the client's hallucinations in the psychiatric hospital. prof. HB. Sa'anin Padang in 2013.
The research use of quasi-experimental carried out on 02 July until 06 July 2013, the sample in this research using a quota sampling technique with a sample of 14 people,by using analysis of the data univariat and bivariat.
After the research found the effectiveness of group therapy activities on the client before being given a hallucination in which the frequency of therapy is the most widely 5x 5 people (35.8%), and after a given treatment group aktiftas 4x frequency is at most 5 people (35.8%). Statistical test results obtained p value = 0.000, then there is a significant difference between pretest and posttest therapeutic group activities. This means that the probability is less than 0.05 so that Ha is accepted.
Nurses are expected to be taught at the client group activity stimulation therapy to reduce the frequency of hallucinations perception of the client, because persespsi stimulation therapy group activity can control the hallucinations on the client, improving the ability to test reality, forming socialization.
Reading list: (2000 - 2013) Keywords: Perception Stimulation Therapy Group Activities
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia
yang dilimpahkan-Nya sehingga penelitian tentang “Efektifitas Terapi Aktivitas
Kelompok Stimulasi Persepsi: Halusinasi Terhadap Kemampuan
Mengontrol Halusinasi Pada Klien Dengan Gangguan Halusinasi di RSJ
Prof. HB. Sa’anin Padang Tahun 2013”.
Dalam penelitian ini peneliti banyak mengalami kesulitan, namun berkat
dorongan semua pihak, skripsi ini dapat peneliti selesaikan, maka pada
kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan ucapan sebagai rasa terima kasih
yang dalam kepada:
1. Ibu Heppi Sasmita, SKp, M.Kep.,Sp.jiwa pembimbing 1 yang telah
mengarahkan dan memberikan masukan dengan penuh perhatian dan
kesabaran sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Ns. Guslinda, M.Kep.Sp.Kep.J sebagai pembimbing 2 yang telah
mengarahkan dan memberikan masukan dengan penuh kesabaran sehingga
peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Pimpinan RSJ Prof. HB Sa’anin Padang yang telah bersedia membrikan
informasi dan member izin peneliti untuk melakukan penelitian sehingga
peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Hj. Elmiyasna K, SKp,mm sebagai ketua STIKes MERCUBAKTIJAYA
padang.
5. Bapak H. Muslim, SKM sebagai ketua yayasan STIKes
MERCUBAKTIJAYA Padang.
iii
6. Ibu Etri Yanti, SKp, M. Biomed Ketua Prodi S1 Keperawatan STIKes
MERCUBAKTIJAYA Padang.
7. Staf dosen dan Administrasi STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang yang
membantu dalam kelancaran skripsi ini.
8. Teristimewa kepada kedua orang tua, kakak-kakak, adik serta orang yang
menyayangiku, terima kasih atas dukungan, nasehat, pengorbanan, do’a dan
harapan yang selalu menjadi semangat disetiap langkah.
9. Teman-teman seperjuangan angkatan 2009 Program A yang telah memberikan
dukungan dan masukan serta kebersamaan yang telah kita jalani bersama
selama ini.
Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian ini banyak kekurangan, untuk
itu peneliti mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata kepada-Nya jualah penulis berserah diri dengan harapan
semoga Skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Padang, Juli 2013
Penulis,
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK....................................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL........................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Halusinasi ....................................................................................... 10
1. Pengertian ................................................................................ 10
2. Etiologi ..................................................................................... 11
3. Rentangan Respon ................................................................... 15
4. Proses terjadinya halusinasi ..................................................... 16
5. Jenis-jenis Halusinasi ............................................................... 20
6. Perilaku .................................................................................... 21
7. Kemampuan mengontrol halusinasi ......................................... 24
8. Penilaian Kemampuan Klien Dengan Mengenal Masalah Halusinasi ................................................................................. 27
9. Tanda dan Gejala Halusinasi.................................................... 27
B. Terapi Aktivitas Kelompok ........................................................... 28
1. Pengertian ................................................................................ 28
2. Tujuan Terapi Kelompok ......................................................... 29
v
3. Komponen Terapi Aktivitas kelompok (TAK) ........................ 30
4. Jenis-jenis Terapi Aktivitas Kelompok .................................... 31
C. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi: halusinasi .............. 33
1. Pengertian ................................................................................ 33
2. Tujuan Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi: Halusinasi ................................................................................. 33
3. Kegiatan Terapi Aktivitas Kelompok stimulasi persepsi: Halusinasi ................................................................................. 33
BAB III KERANGKA PENELITIAN
A. Kerangka Teori .............................................................................. 35
B. Kerangka Konsep ........................................................................... 36
C. Hipotesis Penelitian ........................................................................ 37
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ............................................................................ 38
B. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................ 38
C. Populasi dan Sampel ...................................................................... 38
D. Variabel dan Defenisi Operasional ................................................ 39
E. Instrumen Penelitian ...................................................................... 45
F. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 45
G. Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data .................................... 46
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Analisa Univariat............................................................................ 48
1. Gambaran Respon Klien Sebelum Melakukan Terapi Aktivitas Kelompok ................................................................. 48
2. Gambaran Respon Klien Sebelum Melakukan Terapi Aktivitas Kelompok ................................................................. 49
B. Analisa Bivariat .............................................................................. 50
vi
BAB VI PEMBAHASAN
A. Gambaran Respon Klien Sebelum Melakukan Terapi Aktivitas Kelompok ...................................................................................... 51
B. Gambaran Respon Klien Sebelum Melakukan Terapi Aktivitas Kelompok ...................................................................................... 52
C. Efektivitas Pemberian Terapi Aktivitas Kelompok ....................... 53
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .................................................................................... 56
B. Saran ............................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Diketahui kemampuan mengontrol halusinasi sebelum di berikan terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi pada klien dengan gangguan halusinasi di RSJ. Prof. HB. Sa’anin Padang tahun 2013 ............................................................................................... 48
Tabel 5.2 Diketahui kemampuan mengontrol halusinasi sesudah di berikan terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi pada klien dengan gangguan halusinasis di RSJ. Prof. HB. Sa’anin Padang tahun 2013 ............................................................................................... 49
Tabel 5.3 Diketahui efektifitas penggunaan terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi terhadap kemampuan mengontrol halusinasi pada klien dengan gangguan sensori persepsi halusinasi di RSJ. Prof. HB. Sa’anin Padang tahun 2013 .......................................... 50
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Jadwal Kegiatan Skripsi
Lampiran 2: Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 3: Format Persetujuan Responden
Lampiran 4: Format Wawancara
Lampiran 5: Izin Pengambilan Data
Lampiran 6: Master Tabel
Lampiran 7: Modul Terapi Aktivitas Kelompok
Lampiran 8: Tabel Frekuensi
Lampiran 9: Dokumentasi Penelitian
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut WHO, kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif
yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang
mencerminkan kedewasaan kepribadiannya (Herman, 2011). Kesehatan jiwa
adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan sosial yang terlihat dari
hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif,
konsep ini yang positif, dan kestabilan emosional (Videbeck, 2008). Dari
beberapa pendapat ahli di atas penulis dapat menyimpulkan kesehatan jiwa
merupakan suatu kondisi sehat fisik, emosional, psikologis, dan sosial dengan
berbagai karakteristik positif secara optimal yang mencerminkan kedewasaan
kepribadian.
Gangguan jiwa ialah gejala-gejala patologik dominan berasal dari
unsur psike. Hal ini tidak berarti bahwa unsur lain tidak terganggu. Sekali lagi,
yang menderita adalah manusia seutuhnya dan bukan hanya badannya,
jiwanya atau lingkungannya (Yosep, 2011). Gangguan jiwa adalah adanya
gangguan pada fungsi kejiwaan. Fungsi kejiwaan adalah proses fikir, emosi,
kemauan dan perilaku psikomotorik termasuk bicara (Hawari, 2001). Dari
beberapa pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa gangguan jiwa merupakan
gangguan patologik dominan dari unsur psike terhadap manusia seutuhnya
yang akan mengganggu fungsi kejiwaan meliputi perubah proses fikir, emosi,
kemauan dan perilaku psikomotik termasuk bicara.
1
WHO (2001) menyatakan, paling tidak ada satu dari empat orang di
dunia mengalami masalah mental. Sedangkan menurut Prof. Dr. Azrul
Azwar, Dirjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat (Binkesmas) Depertemen
Kesehatan dan World Healt Organization (WHO, 2008), memperkirakan tidak
kurang dari 450 juta penderita gangguan jiwa ditemukan di dunia. Bahkan
berdasarkan data Studi World Bank di beberapa negara menunjukkan 8,1%
dari kesehatan global masyarakat, dan masalah gangguan kesehatan jiwa yang
menunjukkan dampak lebih besar dibandingkan dengan masalah kesehatan
yang lainnya.
Hasil penelitian menyatakan 15 persen dari populasi penduduk di
Indonesia terdeteksi mengalami gangguan kesehatan jiwa atau sekitar
34.350.000 jiwa dan persentase itu juga berlaku di semua daerah, kata Gerald,
(dalam symposium dan workshop tentang deteksi dini gangguan jiwa khusus
para dokter, 2004). Diperkirakan jumlah penduduk Indonesia berjumlah 229
juta jiwa. Data yang dikeluarkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada
tahun 2006 menyebutkan bahwa diperkirakan 26 juta penduduk Indonesia
mengalami gangguan kejiwaan, dari tingkat ringan hingga berat.
Salah satu gangguan jiwa yang merupakan permasalahan kesehatan di
seluruh dunia adalah skizofrenia. Angka kejadian skizofrenia di dunia 0,1
permil tanpa memandang perbedaan status sosial budaya (Varcarolis dan
Halter 2010). Tahun 2009 berdasarkan data dari 33 rumah sakit jiwa di
Indonesia menyebutkan bahwa penderita gangguan jiwa berat mencapai 2,5
juta orang (Waspada Online 2010). Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa
2
fungsional dengan gangguan utama pada proses pikir serta disharmoni
(keretakan, perpecahan) antara proses pikir, afek/ emosi, kemauan dan
psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi;
asosiasi terbagi-bagi sehingga timbul inkoherensi (Herman, 2011).
Menurut Yosep (2011), gejala positif dan negatif skizofrenia adalah:
gejala positif yaitu halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan
otak tidak mampu menginterprestasikan respons atau pesan yang datang,
sedangkan gejala negatif yaitu klien skizofrenia kehilangan motivasi dan
apatis berarti kehilangan energi dan minat dalam hidup yang membuat klien
menjadi orang malas.
Halusinasi adalah salah satu gangguan jiwa dimana pasien mengalami
perubahan sensori persepsi: merasakan sensori palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan (Herman, 2011).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai
dengan perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan
stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat, 2009). Penulis dapat
menyimpulkan bahwa haulsinasi adalah salah satu gangguan jiwa yang
ditandai dengan perubahan sensori persepsi berupa suara, peglihatan,
pengecapan, perabaan, dan penghiduan.
Departemen Kesehatan menyebutkan jumlah penderita gangguan jiwa
berat sebesar 2,5 juta jiwa, yang diambil dari data RSJ se-Indonesia. Untuk
propinsi Sulawesi Selatan sendiri, jumlah pasien gangguan jiwa khususnya
3
yang mengalami gangguan halusinasi selama tiga tahun terakhir adalah 14.229
orang. Terbukti pada tahun 2005 terdapat sekitar 400 orang penderita
gangguan jiwa, 2006 naik menjadi 563, dan tahun 2007 bertambah lagi
menjadi 592 orang.
Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat angka kunjungan
gangguan jiwa di wilayah Provinsi Sumatera Barat, Puskesmas yang ada di
wilayah kota Padang menempati urutan pertama yakni sebanyak 9.077 orang.
Untuk urutan kedua Puskesmas yang ada di wilayah Pesisir Selatan sebanyak
8.212 orang. Urutan ketiga Puskesmas yang ada di wilayah 50 Kota sebanyak
5.630 orang, rata-rata 30% halusinasi.
RSJ. Prof. Dr. HB Sa’anin Padang adalah salah satu rumah sakit jiwa
yang ada di kota Padang, Rumah Sakit ini merupakan Rumah Sakit UPTD
Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Barat Kelas A dengan kapasitas 200
Tempat Tidur. Pada survei awal yang peneliti lakukan di RS jiwa Prof. Dr. HB
Sa’anin Padang pada tanggal 29 januari 2013 di ruang inap kurang dari satu
tahun, yang dirawat pada bulan oktober, November dan desember 79 pasien.
Ruang melati ada 14 orang, ruang cendrawasih 39 orang, ruang flamboyant 8
orang, merpati 12 orang pasien dengan gangguan halusinasi.
Menurut Yosep (2011), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah
terdiri dari faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Faktor predisposisi terdiri
dari faktor perkembangan, faktor sosio kultural, faktor biokimia, faktor
psikologis, faktor genetik dan pola asuh, sedangkan faktor presipitasi dari
halusinasi berupa perilaku.
4
Menurut Yosep (2009), dampak dari pasien yang mengalami halusinasi
dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa membahayakan diri sendiri,
orang lain maupun merusak lingkungan (risiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan). Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai fase ke IV dan ke
V,di mana klien cenderung mengikuti petunjuk sesuai isi halusinasi, kesulitan
berhubungan dengan orang lain, perilaku menyerang,, risiko bunuh diri dan
membunuh, kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi (amuk, agitasi,
menarik diri), tidak mampu merespons terhadap petunjuk yang komplek dan
lebih dari satu orang (Trimelia, 2011). Dalam kondisi seperti ini, harus
dilakukan intervensi terhadap pasien untuk mengubah perilaku maladaptif
menjadi perilaku adaptif, yang dilakukan baik dsecara individu terhadap
pasien halusinasi dengan melakukan strategi pelaksana (SP) dan secara
kelompok dengan menggunakan terapi aktivitas kelompok (TAK).
Penggunaan terapi aktifitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi dalam
praktek keperawatan jiwa memberikan dampak positif dalam upaya
pencegahan, pengobatan, atau terapi serta pemulihan kesehatan jiwa
seseorang. Meningkatnya penggunaan terapi modalitas merupakan bagian dan
memberikan hasil yang positif terhadap perilaku pasien. Proses TAK stimulus
persepsi adalah merangsang atau menstimulasikan klien melalui kegiatan yang
disukainya dan mendiskusikan aktivitas yang telah dilakukan yang untuk
mencegah pencerapan panca indra tanpa ada rangsang dari luar dan bertujuan
membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain serta mengubah
perilaku yang destruktif dan maladaptive dengan aktivitas mengenal
5
halusinasi, menghardik halusinasi, melakukan kegiatan terjadwal, bercakap-
cakap, patuh minum obat. Dengan aktivitas yang telah dilakukan tersebut
sehingga klien mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang
diakibatkan oleh paparan stimulus kepadanya, serta klien dapat
mempersepsikan stimulus yang dipaparkan kepadanya dengan tepat, klien
dapat menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus yang dialami
sehingga bila klien mampu mengontrol maka frekuensi halusinasinya akan
menurun (Keliat,2005).
Tujuan terapi kelompok mempunyai tujuan theraupeutic dan
rehalibitasi. Tujuan umumnya yaitu: meningkatkan kemampuan menguji
kenyataan, membentuk sosialisasi, meningkatkan fungsi psikologis,
membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti
kognitif dan afektif. Tujuan khusus yaitu: melatih pemahaman identitas diri,
penyaluran emosi, meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk
diterapkan sehari-hari, bersifat rehabilitative (Yosep, 2011).
Terapi aktivitas kelompok terbagi empat yaitu: terapi aktivitas
kelompok stimulasi kognitif/ persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi
sensori, terapi aktivitas kelompok orientasi realita dan terapi aktivitas
kelompok sosialisasi (Keliat, 2004).
Terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi: halusinasi ada beberapa
sesi yaitu: mengenal halusinasi, mengontrol halusinasi dengan menghardik
halusinasi, mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan, mengontrol
halusinasi dengan cara bercakap-cakap, mengontrol halusinasi dengan patuh
minum obat (Keliat, 2004).
6
Hasil penelitian Simon T. M tahun 2004 di RSJ Radjiman
Widyoningrat Lawang di dapatkan perubahan yang signifikan terhadap
kemampuan mengenal realita pada pasien halusinasi yang diberikan TAK
stimulasi persepsi halusinasi. berdasarkan penelitian Sitohang L. G tahun 2010
di RSJ Provinsi Sumatera Utara Medan didapatkan penagruh yang signifikan
pelaksanaan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi terhadap
kemampuan pasien mengontrol halusinasi.
RSJ Prof HB Saanin Padang telah melaksanakan Terapi Aktivitas
Kelompok Sejak tahun 2008 seiring dengan dibentuknya ruang MPKP.
Berdasarkan survei penulis di RSJiwa Prof HB Saanin Padang Terapi
Aktivitas Kelompok sudah dilaksanakan Diseluruh ruang rawat inap, termasuk
Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Halusinasi. Terapi Aktivitas
Kelompok Stimulasi Persepsi: halusinasi telah dilaksanakan berurutan dari
sesi 1 sampai sesi 5 dan diberikan kepada klien dengan permasalahan yang
Sama yaitu halusinasi hasilnya sangat berpengaruh yaitu frekunsi halusinasi
klien berkurang.
Berdasarkan masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti
tentang terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi terhadap kemampuan
mengontrol halusinasi pada klien dengan gangguan sensori persepsi halusinasi
RSJ. Prof. HB. Sa’anin Padang tahun 2013.
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas rumusan dari
penelitian ini adalah apakah ”Efektifitas Penggunaan Terapi Aktifitas
Kelompok Stimulasi Persepsi Terhadap Kemampuan Mengontrol
Halusinasi Pada Klien Dengan Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi di
RSJ. Prof. HB. Sa’anin Padang tahun 2013”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui efektifitas penggunaan terapi aktifitas kelompok
stimulasi persepsi pada klien dengan gangguan halusinasi pada klien di
RSJ. Prof. HB. Sa’anin Padang tahun 2013.
2. Tujuan khusus
a. Diketahui kemampuan mengontrol halusinasi sebelum di berikan terapi
aktifitas kelompok stimulasi persepsi pada klien dengan gangguan
halusinasi di RSJ. Prof. HB. Sa’anin Padang tahun 2013.
b. Diketahui kemampuan mengontrol halusinasi sesudah di berikan terapi
aktifitas kelompok stimulasi persepsi pada klien dengan gangguan
halusinasis di RSJ. Prof. HB. Sa’anin Padang tahun 2013.
c. Diketahui efektifitas penggunaan terapi aktifitas kelompok stimulasi
persepsi terhadap kemampuan mengontrol halusinasi pada klien
dengan gangguan sensori persepsi halusinasi di RSJ. Prof. HB. Sa’anin
Padang tahun 2013.
8
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Klien
Dapat menerapkan terapi aktifitas kelompok stim ulasi persepsi
halusinasi secara teratur dan latihan menggunakan dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Bagi Peneliti selanjutnya
Sebagai bahan masukan dan perbandingan untuk melakukan
penelitianyang di peroleh di harapkan dapat di manfaatkan bagi
perkembangan ilmu di bidang kesehatan terutama kesehatan jiwa.
3. Bagi RSJ. Prof. HB. Sa’anin Padang
Sebagai bahan masukkan atau informasi bagi perawat dan
menambahkan pengetahuan mengenai penggunaan terapi aktifitas
kelompok pada perawat yang mengelola institusi rumah sakit tersebut,
agar dapat membangkitkan motivasibagi kemajuan fungsi-fungsi
psikologis klien seperti kognitif dan afektif.
4. Institusi pendidikan
Sebagai bahan masukkan untuk penelitian labih lanjut dalam rangka
pengembang ilmu pengetahuan dan menambah wawasan tentang kajian
kejiwaan khususnya tentang penggunaan terapi aktivitas kelompok
stimulasi persepsi halusinasi.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Halusinasi
1. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gangguan jiwa di mana pasien
mengalami perubahan sensori persepsi: merasakan sensori palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan (Herman,
2011).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu
yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Pasien
merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada. (Keliat, 2009)
Menurut Varcarolis (2006), halusinasi dapat didefenisikan sebagai
terganggunya persepsi sensori seseorang, di mana tidak terdapat stimulus.
Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa
stimulus yang nyata, artinya klien menginterpretasikan sesuatu yang nyata
tanpa stimulus/ rangsangan dari luar. Halusinasi merupakan distorsi
persepsi yang muncul dari berbagai indera (Stuart & Laraia, 2005).
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada
panca indera seorang pasien dalam keadaan sadar/ bangun, dasarnya
mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun histerik (Maramis, 2000).
10
2. Etiologi
Menurut Yosep (2009) faktor penyebab terjadinya halusinasi
adalah:
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya
rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga yang menyebabkan
klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang
percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak
bayi (unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan
tidak percaya pada lingkungannya.
3) Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.
Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam
tubuh akan dihasilkan zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia seperti buffofenon dan dimetytranferase (DMP). Akibat
stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya
neurotransmitter otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan
acetylcholin dan dopamine.
11
4) Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab
mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini
berpengaruh pada ketidak mampuan klien dalam mengambil
keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
5) Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh
orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor presipitasi
1) Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku
merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan
serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata.
Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan
masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seorang
individu sebagai makhluk yang dibangun atas dasar unsure-unsur
bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima
dimensi yaitu:
12
2) Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam
hingga delirium, intoksikasi alcohol dan kesulitan untuk tidur
dalam waktu yang lama.
3) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang
tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi
dari halusinasi dapat berupa pemerintah memaksa dan menakutkan.
Klien tidak sanggup lagi menentang peristiwa tersebut hingga
dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap kekuatan
tersebut.
4) Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi
ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri
untuk melawan implus yang menekan, namun merupakan suatu hal
yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan tak jarang akan mengontol semua prilaku klien.
5) Dimensi sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal
dan comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di
13
alam nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang
tidak didapatkan dalam dunia nyata.isi halusinasi dijadikan sistem
kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi
berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk
itu. Oleh karena, aspek penting dalam melaksanakan intervensi
keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi
yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan,
serta mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu
berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak
berlangsung.
6) Dimensi spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan
hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktifitas ibadah dan
jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Irama
sirkardiannya terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan
bangun saat siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak jelas
tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya
menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan oorang lain yang
menyebabkan takdirnya memburuk.
14
3. Rentang Respon
Menurut Trimelia (2011), Respons neurobiologis merupakan
berbagai respons perilaku klien yang terkait dengan fungsi otak. Gangguan
respons biologis ditandai dengan gangguan sensori persepsi halusinasi.
Gangguan respons neurobiologist yang maladaptif terjadi karena adanya:
a. Lesi pada area frontal, temporal dan limbik sehingga mengakibat kan
terjadinya gangguan pada otak dalam memproses informasi.
b. Ketidakmampuan otak untuk menyeleksi stimulus.
c. Ketidakseimbangan anatara dopamine dan neurotrasmiter lainnya.
Respons neurobiologist individu dapat diidentifikasikan sepanjang
rentang respons adaptif sampai malaadaptif, menurut stuart dan laraia,
1998 adalah sebagai berikut:
Respon adaptif Respon maladaptif
Pikiran logis Persepsi akurat Emosi konsisten
dengan pengalaman
Perilaku sesuai Hubungan sosial
harmonis
Pikiran kadang menyimpang
Ilusi Reaksi
emosional berlebih/ berkurang
Perilaku ganjil Menarik diri
Gangguan proses pikir/delusi/waham
Ketidakmampuan untuk mengalami emosi
Ketidakteraturan Isolasi sosial Halusinasi
15
Respon maladaptif:
a. Perubahan proses fikir adalah waham/delusi adalah suatu bentuk
kelainan pikiran (adanya ide-ide/ keyakinan yang salah).
b. Halusinasi adalah persepsi yang salah meskipun tidak ada stimulus
tetapi klien merasakannya.
c. Ketidakmampuan untuk mengalami emosi adalah terjadi karena klien
berusaha membuat jarak dengan perasaan tertentu, kalau tidak, hal ini
akan menimbulkan kecemasan.
d. Perilaku tidak terorganisir/ketidakteraturan adalah respons
neurobilogis yang mengakibatkan terganggunya fungsi-fungsi utama
dari system syaraf pusat, sehingga tidak ada koordinasi antara isi
pikiran, perasaan dan tingkah laku (kataton, meringis,
stereotipik,avolisi).
e. Isolasi sosial adalah ketidakmampuan untuk menjalin hubungan, kerja
sama dan saling tergantung dengan orang lain.
4. Proses terjadinya halusinasi
a. Tahap I (sleep disorder)
Fase awal individu sebelum muncul halusinasi
Karakteristiknya:
Individu merasa banyak masalah, ingin menghindar dari orang
lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah
dan Maslah klien makin terasa sulit, karena berbagai stressor
terakumulasi (misal: putus cinta, dikhianati kekasih, di PHK, bercerai,
16
masalah dikampus dan lain-lain) setelah itu Masalah semakin terasa
menekan, support sistem kurang dan persepsi terhadap masalah sangat
buruk. Sulit tidur terus menerus sehingga terbiasa menghayal. Klien
menganggap lamunan-lamunan awal tersebut sebagai upaya
pemecahan masalah.
b. Tahap II (comforting moderate level of anxiety)
Halusinasi bersifat menyenangkan dan secara umum individu terima
sebagai sesuatu yang alami.
Karakteristiknya:
Individu mengalami emosi yang berlanjut, seperti adanya perasaan
cemas, kesepian, perasaan berdosa dan ketakutan. Individu mencoba
untuk memusatkan pemikiran pada timbulnya kecemasan dan pada
penenangan pikiran untuk mengurangi kecemasan tersebut. Individu
beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan sensori yang dialaminya
dapat dikontrol atau dikendalikan jika kecemasannya bias diatasi.
(dalam tahap ini ada kecenderungan individu merasa nyaman dengan
hasilnya dan halusinasi bias bersifat semangat) Perilaku yang muncul
adalah menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan
bibirnya tanpa menimbulkan suara, gerakan mata cepat, respon verbal
lamban, diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan.
c. Tahap III (condemning severe level of anxiety)
Halusinasi bersifat menyalahgunaan, sering mendatangi individu, dan
secara umum halusinasi menjijikkan
17
Karakteristiknya:
Pengalaman sensori individu menjadi sering datang dan mengalami
bias. Pengalaman sensori mulai bersifat menjijikkan dan menakutkan.
Mulai merasa kehilangan kendali dan merasa tidak mampu lagi
mengontrolnya. Mulai berusaha untuk menjaga jarak untuk menjaga
jarak antara dirinya dengan objek yang sumber yang dipersepsikan
oleh individu. Individu mungkin merasa malu karena pengalaman
sensorinya tersebut dan menarik diri dari orang lain denagn intensitas
waktu yang lama. Perilaku yang muncul adalah terjadi peningkatan
sistem syaraf otonom yang menunjukkan ansietas atau kecemasan,
seperti: pernafasan meningkat, tekanan darah dan denyut nadi
meningkat, konsentrasi menurun, dipenuhi dengan pengalaman sensori
dan mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara
halusinasi dan realita.
d. Tahap IV (controling severe level of anxiety)
Halusinasi bersifat mengendalikan, fungsi sensori menjaditidak
relevan dengan kenyataan dan pengalaman sensori tersebut menjadi
penguasa.
Karakteristiknya:
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol individu. Klien
mencoba melawan suara-suara atau sensory abnormal yang datang.
Klien menjadi tidak berdaya dan menyerah untuk melawan halusinasi,
18
sehingga memberikan halusinasi menguasai dirinya. Individu mungkin
akan mengalami kesepian jika pengalaman sensori atau halusinasinya
tersebut berakhir (dari sinilah dimulai fase gangguan psikotik).
Perilaku yang muncul: cenderung mengikuti sesuai petunjuk sesuai isi
halusinasi, kesulitan berhubunhan dengan orang lain, rentang perhatian
hanya beberapa detik/menit, gejala fisik dari kecemasan berat, seperti:
berkeringat, tremoe, ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
e. Tahap V (conceuring panic level of anxiety)
Halusinasi bersifat menakhlukkan, halusinasi menjadi lebih rumit dan
klien megalami gangguan dalam menilai lingkungannya.
Karakteristiknya:
pengalaman sensorinya menjadi terganggu. Halusinasi berubah
mengancam, memerintah, memarahi, dan menakutkan apabila tidak
mengikuti perintahnya, sehingga klien mulai terasa terancam. klien
merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri, klien tidak dapat
berhubungan dengan orang lain dan menjadi menarik diri. klien berada
dalam dunia menakutkan dalam waktu yang singkat atau bisa juga
beberapa jam atau beberapa hari atau selamanya/kronis (terjadi
gangguan psikotik berat). perilaku yang muncul adalah perilaku
menyerang, risiko bunuh diri atau membunuh, kegiatan fisik yang
merefleksikan isi halusinasi (amuk, agitasi,menarik diri), tidak mampu
berespons terhadap petunjuk yang komplek dan lebih dari satu orang
(Trimelia, 2011).
19
5. Jenis-jenis Halusinasi
a. Halusinasi pendengaran (auditory)
Mendengar suara yang membicarakan, megejek,
menertawakan, megancam, memerintahkan untuk melakukan sesuatu
(kadang-kadang hal yang berbahaya).
Perilaku yang muncul adalah mengarahkan telinga pada sumber
suara, bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, menutup
telinga, mulut komat-kamit, dan adagerakan tangan.
b. Halusinasi penglihatan (visual)
Stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar,
orang atau panorama yang luas dan kompleks, bisa yang
menyenangkan atau menakutkan.
Perilaku yang muncul adalah tatapan mata pada tempat
tertentu, menunjuk ke arah tertentu, ketakutan pada objek yang dilihat.
c. Halusinai penciuman (olfactory)
Tercium bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan, seperti bau
darah, urine atau feses atau bau harum seperti parfum.
Perilaku yang muncul adalah ekspresi wajah seperti mencium
dengan gerakan cuping hidung, mengarahkan hidung pada tempat
tertentu, menutup hidung.
d. Halusinasi pengecapan (gustatory)
Merasa mengecap sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan,
seperti raa darah urine atau feses.
Perilaku yang muncul adalah seperti mengecap, mulut seperti
gerakan mengunyah sesuatu sering meludah, muntah.
20
e. Halusinasi perabaan (taktil)
Menghalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang
terlihat, seperti merasakan sensasi listrik dari tanah, benda mati atau
orang. Merasakan ada yang menggerayangi tubuh seperti tangan,
binatang kecil atau mahluk halus.
Perilaku yang muncul adalah mengusap, menggaruk-garuk atau
meraba-raba permukaan kulit, terlihat menggerak-gerakkan badan
seperti merasakan suatu rabaaan.
f. Halusinasi sinestetik
Merasakan fungsi tubuh, seperti darah mengalir melalui vena
dan arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine, perasaan
tubuhnya melayang diatas permukaan bumi.
Perilaku yang muncul adlah klien terlihat menatap tubuhnya
sendiri dan terlihat seperti merasakan sesuatu yang aneh tentang
tubuhnya (Trimelia, 2011).
6. Perilaku
Menurut Trimelia (2011), berikut adalah gangguan fungsi yang
akan berpengaruh pada perilaku klien dengan halusinasi:
a. Fungsi kognitif
1) Terjadi perubahan daya ingat
2) Sukar untuk menilai dan menggunakan memorinya, sehingga
terjadi gangguan daya ingat jangka panjang atau pendek
3) Menjadi pelupa dan tidak berminat
21
4) Perhatian terganggu, yaitu tidak mampu mempertahankan
perhatian, mudah berlatih dan konsentrasi buruk
5) Tidak mampu mengorganisasi dan menyusun pembicaraan yang
logis dan koheren, seperti berikut:
a) Kehilangan asosiasi, yaitu pembicaraan tidak ada hubungan
antara satu kalimat lainnya dank lien tidak menyadarinya
b) Tangensial, yaitu pembicaraan yang berbelit-belit tapi tidak
sampai pada tujuan
c) Inkoheren, yaitu pembicaraan yang tidak nyambung
d) Sirkumstansial, yaitu pembicaraan yang berbelit-belit tapi
sampai pada tujuan pembicaraan
e) Fligh of ideas, yaitu pembicaraan yang meloncat dari satu topic
lainnya, masih ada hubungan yang tidak logis dan tidak sampai
pada tujuan
f) Blocking, yaitu pembicaraan berhenti tiba-tiba tanda tanpa
gangguan eksternal kemudian dilanjutkan kembali
g) Perseverasi, yaitu pembicaraan yang diulang berkali-kali.
b. Fungsi emosi (mood dan afek)
1) Mood adalah suasana emosi yang mempengaruhi kepribadian
dan fungsi kehidupan
2) Afek adalah eksprsi emosi, seperti ekspresi wajah, gerakan
tubuh dan tangan, nada suara
3) Afek yang maladaptif adalah:
22
a) Afek tumpul, yaitu kurang respon emosional terhadap
pikiran/ pengalaman orang lain, seperti klien apatis
b) Afek datar, yaitu tidak tampak ekspresi suara menonton,
tidak ada keterlibatan emosi terhadap stimulus
menyenangkan atau menyedihkan
c) Afek tidak sesuai, yaitu emosi yang tidak sesuai/
bertentangan dengan stimulus yang ada
d) Afek labil, yaitu emosi yang cepat-cepat berubah-ubah
e) Reaksi berlebihan, yaitu reaksi emosi yang berlebihan
terhadap suatu kejadian
f) Ambivalensi, yaitu timbulnya dua perasaan yang
bertentangan pada waktu bersamaan.
c. Fungsi motorik
1) Agitasi adalah gerakan motorik yang menunjukkan kegelisahan
2) Tik adalah gerakan-gerakan kecil pada otot muka yang tidak
terkontrol
3) Grimasen adalah gerakkan otot muka yang berubah-ubah yang
tidak dapat dikontrol klien
4) Tremor adalah jari-jari yang tampak gemetar ketika klien
menjulurkan tangan dan merentangkan jari-jari
5) Kompilsif adalah kegiatan yang dilakukan berulang-ulang
mencuci tangan, mencuci muka, mandi, mengeringkan tangan
dan sebagainya.
23
d. Fungsi sosial
1) Kesepian: seperti perasaan terisolasi, terasing, kosong dan
merasa putus asa, sehingga individu terpisah dengan orang lain
2) Isolasi sosial: terjadi ketika klien menarik diri secara fisik dan
emosional dari lingkungan. Isolasi klien tergantung pada
tingakat kesedihan dan kecemasan yang berkaitan dalam
hubungan dengan orang lain. Pengalaman hubungan yang tidak
menyenangkan menyebabkan klien menganggap hubungan saat
ini membahayakan. Individu merasakan terancam setiap
ditemani orang lain karena menganggap orang lain akan
mengontrolnya, mengancam atau menuntutnya. Oleh sebab itu
individu memilih tetap mengisolasi dari pada pengalaman yang
menyedihkan terulang kembali.
3) Harga diri rendah: individu mempunyai perasaan tidak
berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan
sehingga akan mempengaruhi hubungan interpersonal.
7. Kemampuan Mengontrol Halusinasi
Kemampuan dalam mengontrol halusinasi tiap pasien selalu
dipengaruhi keadaan individu yang mengalami suatu gangguan dalam
aktivitas mental seperti berfikir sadar. Orientasi realitas, pemecahan
masalah, penelitian dan pemahaman yang berhubungan dengan koping
(Stuart, 2006).
24
Kemampuan klien mengontrol halusinasi yaitu: (Keliat, 2011)
a. Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah cara mengendalikan diri
terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul.
Pasien di latih untuk mengatakan tidak pada halusinasi yang muncul
atau tidak memperdulikan halusinasinya. Jika ini dapat dilakukan,
pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi
yang muncul. Mungkin halusinasi tetap ada, tetapi dengan kemampuan
ini, pasien tidak akan larut untuk menuruti halusinasinya. Berikut ini
tahapan intervensi yang dilakukan perawat dalam mengajarkan pasien:
1) Menjelaskan cara menghardik halusinasi
2) Memperagakan cara menghardik halusinasi
3) Meminta pasien untuk memperagakan ulang
4) Memantau penerapan cara menguatkan perilaku pasien
b. Bercakap-cakap dengan orang lain
Dapat mengontrol halusinasi. ketika pasien bercakap-cakap
dengan orang lain terjadi distraksi focus perhatian pasien akan beralih
dari halusinasi kepercakapan yang dilakukan dengan oaring lain.
c. Melakukan aktivitas yang terjadwal, pasien tidak akan mengalami
banyak waktu luang sendiri yang seringkali mencetuskan halusinasi.
oleh karena itu, halusinasi dapat dikontrol dengan cara beraktivitas
secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam. Tahapan
intervensi perawat dalam memberikan aktivitas yang terjadwal yaitu:
25
1) Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi
halusinasi
2) Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan pasien
3) Melatih pasien melakukan aktivitas
4) Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang
telah dilatih. Upayakan pasien mempunyai dari bangun pagi
sampai tidur malam
5) Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, memberikan penguatan
terhadap perilaku pasien yang positif
d. Meminum obat secara teratur. minum obat secara teratur dapat
mengontrol halusinasi. pasien juga dilatih untuk minum obat secara
teratur sesuai dengan program terapi dokter. Pasien gangguan jiwa
yang dirawat dirumah sering mengalami putus obat sehingga pasien
mengalami kekambuhan. Berikut ini intervensi yang dapat dilakukan
perawat agar pasien patuh minum obat:
1) Jelaskan kegunaan obat
2) Jelaskan akibat jika putus obat
3) Jelaskan cara mendapatkan obat atau berobat
4) Jelaskan cara minum obat dengan prinsip 6 benar (benar obat,
benar pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis, benar
pendokumentasian)
26
8. Penilaian Kemampuan Klien dengan Mengenal Masalah Halusinasi
Nama klien :
Ruangan :
Nama perawat :
Petunjuk pengisian:
1. Beri tanda √ jika pasien mampu melaksanakan kemampuan dibawah ini
2. Tuliskan tanggal setiap dilakukan supervise (Keliat, 2011)
No Kemampuan S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7Tgl Tgl Tgl Tg
lTgl Tg
lTgl
A. Pasien1. Mengenal jenis halusinasi2. Mengenal isi halusinasi3. Mengenal waktu halusinasi4. Mengenal frekuensi halusinasi5. Mengenal situasi yang
menimbulkan halusinasi6. Menjelaskan respon terhadap
isi halusinasi7. Mampu menghardik halusinasi8. Mampu bercakap-cakap jika
terjadi halusinasi9. Membuat jadwal kegiatan
harian10.
Melakukan kegiatan harian sesuai jadwal
11.
Menggunakan obat secara teratur
9. Tanda dan Gejala Halusinasi
Menurut Stuart & Sundeen dan Carpenito (dalam Trimelia, 2011),
data subyektif dan obyektif klien halusinasi adalah sebagai berikut:
a. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
b. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
27
c. Gerakan mata cepat
d. Respon verbal lamban atau diam
e. Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan
f. Terlihat bicara sendiri
g. Menggerakkan bola mata dengan cepat
h. Bergerak seperti membuang atau mengambil sesuatu
i. Duduk terpaku, memandang sesuatu, tiba-tiba berlari ke ruangan lain
j. Disorientasi (waktu, tempat, orang)
k. Perubahan perilaku dan pola komunikasi
l. Gelisah, ketakutan, ansietas
m. Peka rangsang
n. Melaporkan adanya halusinasi
B. Terapi Aktivitas Kelompok
1. Pengertian
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan
yang satu dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma
yang sama (Stuart & Laraia, 2001).
Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan
sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu ama lain
yang telah terlatih (Yosep, 2011).
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui
dalam rangka waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan
tertentu (Keliat, 2004).
28
2. Tujuan Terapi Kelompok
Menurut Yosep (2011), Terapi kelompok mempunyai tujuan
therapeutic dan rehabilitasi
a. Tujuan umum
1) Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing)
2) Membentuk sosialisasi
3) Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran
tentang hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan
perilaku defensive (bertahan terhadap stress) dan adaptasi
4) Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis
seperti kognitif dan afektif.
b. Tujuan khusus
1) Melatif pemahaman identitas diri
2) Peyaluran emosi
3) Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan
sehari-hari
4) Bersifat rehalibitatif: pasien-pasien reehalibitatif adalah mereka
yang telah sembuh secara medis, tetapi perlu diiapkan fungsi dan
kemampuan untuk mandiri dan sosial ditengah masyarakat. Dari
segi rehalibitasi terapi kelompok bertujuan meningkatkan empati,
dan meningkatkan rampilan sosial, kepercayaan diri, kemampuan
29
empati, dan meningkatkan pengetahuan tentang masalah-masalah
kehidupan dan pemecahannya.
3. Komponen Terapi Aktivitas kelompok (TAK)
Menurut keliat dan akemat (2004), komponen terapi aktivitas
kelompok adalah:
a. Struktur kelompok
Struktur kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses
pengambilan keputusan, dan hubungan otoritas dalam kelompok.
Struktur kelompok menjaga stabilitas dan membantu mengatur pola
perilaku dan interaksi. Struktur dalam kelompok diatur dengan adanya
pemimpin dan anggota arah komunikasi dipandu oleh pemimpin,
sedangkan keputusan diambil secara bersama.
b. Besar kelompok
Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok yang
kecil yang anggotanya berkisar antara 5-12 orang. Jumlah anggota
kelompok kecil menurut Stuart dan Laraia (2001) adalah 7-10 orang.
c. Lamanya sesi
Waktu optimal untuk satu sesi adalah 20-40 menit bagi fungsi
kelompok yang tinggi.
d. Komunikasi
Salah satu tugas pemimpin kelompok yang terpenting adalah
mengobservasi dan menganalisis pola komunikasi dalam kelompok.
e. Peran kelompok
30
Pemimpin perlu mengobservasi peran yang terjadi dalam
kelompok. Ada tiga peran dan fungsi kelompok yang ditampilkan
anggota kelompok dalam kerja kelompok, yaitu (Beme & sheats, 1948
dalam Stuart & laraia, 2001) maintenance roles, task roles, yaitu focus
pada penyelesaian tugas. Individual roles adalah self-centered dan
distraksi pada kelompok.
f. Kekuatan kelompok
Kekuatan (power) adalah kemampuan anggota kelompok
dalam memengaruhi berjalannya kegiatan kelompok.
g. Norma kelompok
Norma adalah standar perilaku yamg ada dalam kelompok.
h. Kekohesifan
Kekohesifan adalah kekuatan anggota kelompok bekerja sama
dalam mencapai tujuan.
4. Jenis-jenis Terapi Aktivitas Kelompok
Menurut Keliat (2004), Terapi aktivitas kelompok dibagi empat yaitu:
a. Terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/ persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau
stimulus yang pernah dialami. Dengan proses ini, diharapkan respon
klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif.
Aktivitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus yang disediakan:
artikel/ majalah/ buku/ puisi, menonton acara TV (ini merupakan
stimulus yang disediakan); stimulus dari pengalaman masa lalu yang
31
menghasilkan proses persepsi klien yang maladaptive atau distruktif,
misalnya kemarahan, kebencian, putus hubungan, pandangan negative
pada orang lain, dan halusinasi. Kemudian dilatih persepsi klien
terhadap stimulus.
b. Terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori
Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensoris klien.
Kemudian diobsevasi reaksi sensori klien terhadap stimulus yang
disediakan, berupa ekspresi perasaan secara nonverbal (ekspresi wajah,
gerakan tubuh). Biasanya klien tidak mau mengungkapkan komunikasi
verbal akan testimulasi emosi dan perasaannya, serta menampilkan
respon. Aktivitasyang digunakan sebagai stimulus, misalnya lagu
kesukaan klien, dapat digunakan sebagai stimulus.
c. Terpai aktivitas kelompok orientasi realitas
Klien diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar klien,
yaitu diri sendiri, orang lain yang ada disekeliling klien atau orang
yang dekat dengan klien, dan liungkungan yang pernah mempunyai
hubungan dengan klien. Demikian pula dengan orientasi waktu saat
ini, waktu yang alu, dan rencana kedepan. Aktivitas dapat berupa
orientasi orang, waktu, tempat, benda yang ada disekitar, dan semua
kondisi nyata.
d. Terapi aktivittas kelompok sosialisasi
Klien dibabtu untuk melakukan sosialisasi dengan individu
yang ada disekitar klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara
bertahap dari interpersonal (satu dan satu), kelompok, dan massa.
Aktivitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam kelompok.
32
C. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi: Halusinasi
1. Pengertian
Terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi
yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan terkait dengan
pengalaman dan/ atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok.
(Akemat, 2004).
2. Tujuan Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi: Halusinasi
Tujuan TAK stimulasi persepsi adalah klien mempunyai
kemampuan untuk menyelesaikan masalah, yang diakibatkan oleh paparan
stimulus kepadanya. Sementara, tujuan khususnya:
a. Klien dapat mempersepsikan stimulus yang dipaparkan kepadanya
dengan tepat
b. Klien dapat menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus yang
dialami
3. Kegiatan Terapi Aktivitas Kelompok stimulasi persepsi: Halusinasi
Menurut keliat dan akemat (2004), rangkaian kegiatan dalam terapi
aktivitas kelompok stimulasi persepsi: halusinasi terdiri dari lima sesi,
yaitu:
a. Sesi 1: kemampuan mengenal halusinasi
1) Menyebut isi halusinasi
2) Menyebut waktu terjadi halusinasi
3) Menyebut situasi terjadi halusinasi
33
4) Menyebut perasaan saat halusinasi
b. Sesi 2: kemampuan menghardik halusinasi
1) Menyebutkan cara yang sel ama ini digunakan mengatasi
halusinasi
2) Menyebutkan efektivitas cara
3) Menyebutkan cara mengatasi halusinasi dengan menghardik
4) Memperagakan menghardik halusinasi
c. Sesi 2: kemampuan mencegah halusinasi dengan melakukan kegiatan
1) Menyebutkan kegiatan yang bisa dilakukan
2) Memperagakan kegiatan yang bisa dilakukan
3) Menyusun jadwal kegiatan harian
4) Menyebutkan cara mengontrol halusinasi
d. Sesi 4: kemampuan bercakap-cakap untuk mencegah halusinasi
1) Menyebutkan orang yang diajak bicara
2) Memperagakan percakapan
3) Menyusun jadwal percakapan
4) Menyebutkan tiga cara mengontrol dan mencagah halusinasi
e. Sesi 5: kemampuan patuh minum obat untuk mencegah halusinasi
1) Menyebutkan 5 benar cara minum obat
2) Menyebutkan keuntungan minum obat
3) Menyebutkan akibat tidak patuh minum obat
34
Gangguan jiwa adalah adanya gangguan pada fungsi kejiwaan. Fungsi kejiwaan adalah proses fikir, emosi, kemauan, dan perilaku psikomotorik termasuk bicara ( suliswati, 2005).
Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan ganguan utama pada proses pikir serta disharmoni (keretakan, perpecahan) antara proses fikir, afek/ emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi; asosiasi terbagi-bagi sehingga timbul inkoherensi (Herman, 2012).
isolasi sosial adalah keadaan ketika seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya (Keliat, 2009).
halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan (Keliat, 2009).
waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat/ terus-menerus, tetapi tidak sesuai kenyataan (Keliat, 2009).
Menurut Yosep (2011), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah terdiri dari faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Faktor predisposisi terdiri dari faktor perkembangan, faktor sosio kultural, faktor biokimia, faktor psikologis, faktor genetik dan pola asuh, sedangkan faktor presipitasi dari halusinasi berupa perilaku.
motorikafektifkognitif
Kemampuan mengontrol halusinasi
Upaya yang dilakukan :Secara individu dan keluarga dengan melaksanakan SPSecara kelompok dengan melakukan TAK stimulasi persepsi halusinasi, yang terdiri dari lima sesi.
Peningkatan kemampuanPenurunan kemampuan
BAB III
KERANGKA PENELITIAN
A. Kerangka Teori
35
B. Kerangka Konsep
1. Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel bebas, yang menjadi sebab
dan yang mempengaruhi variabel dependen. Pada penelitian ini, yang
menjadi variabel indenpenden adalah terapi aktivitas kelompok stimulasi
persepsi: halusinasi. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi adalah
terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan terkait dengan
pengalaman dan atau kehidupan untuk di diskusikan dalam kelompok.
(Akemat, 2004). Tujuan terapi ini adalah agar klien mempunyai
kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang diakibatkan paparan
stimulus kepadanya. Terapi aktivitas kelompok ini dapat dilakukan dengan
5 sesi yaitu: mengenal halusinasi, mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik, mengontrol halusinasi dengan cara melakukan kegiatan,
mencegah halusinasi dengan cara bercakap-cakap, mengontrol halusinasi
dengan cara patuh minum obat (Akemat, 2004).
2. Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel tergantung, yang menjadi akibat
dan dipengaruhi oleh variabel independen. Pada penelitian ini, yang
menjadi variabel indenpenden adalah kemampuan mengontrol halusinasi
Menurut Keliat (2011), kemampuan mengontol halusinasi pada klien
yaitu dengan bantu klien mengenal halusinasi, perawat dapat berdiskusi
dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang di dengar, apa yang
dirasa), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi
36
yang menyebabkan halusinasi muncul dan respon pasien saat halusinasi
muncul. Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu pasien
agar mampu mengontrol halusinasi perawat dapat melatih pasien dengan
empat cara yang sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi. Keempat
cara tersebut meliputi: menghardik halusiansi, berckap-cakap dengan
orang lain, melakukan aktivitas yang terjadwal, minum obat secara
teratur.
Variabel Independen
Variabel dependen pre Variabel dependen post
C. Hipotesis Penelitian
Ha : Ada perbedaan kemampuan mengontrol halusinasi antara sebelum dan
sesudah dilakukan terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi;
halusinasi.
Kemampuan mengontrol halusinasi
Frekuensi halusinasi
Kemampuan mengontrol halusinasi
Frekeunsi halusinasi
Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi; Halusinasi
37
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperimental research
dengan one group pre-post tes yaitu satu kelompok subjek diobservasi
sebelum dilakukan intervensi kemudian diobservasi lagi setelah di intervensi.
Hal ini dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independent (terapi
aktivitas kelompok) terhadap variabel dependent (kemampuan mengontrol
halusinasi).
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dari tanggal 02 Juli sampai
tanggal 06 Juli 2013 di ruang rawat inap cendrawasih RSJ. HB. Prof. Sa’anin
Padang pada bulan Juli 2013.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh klien yang mengalami
halusinasi di RSJ Prof. Sa’anin Padang, yang berjumlah 79 orang.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik Quota
sampling dimana peneliti mengambil responden dengan penetapan
berdasarkan kapasitas yang diperlukan. Sampelnya yaitu klien yang
mengalami halusinasi, sebelumnya peneliti terlebih dahulu menyeleksi
38
klien yang akan di ikut sertakan dalam terapi aktivitas kelompok, peneliti
melihat kondisi klien dimana klien harus dalam keadaan tenang dan klien
yang kooperatif yang di rawat di ruang cendrawasih RS.J Prof. HB
Sa’anin Padang tahun 2013 yang berjumlah 14 orang, yang memenuhi
Kriteria inklusi:
a. Bersedia menjadi sampel dalam penelitian ini
b. Klien yang dirawat di ruang cendrawasih RS.J Prof. HB Sa’anin
Padang
c. Klien dalam keadaan tenang
d. Klien yang kooperatif
Kriteria eklusi:
klien yang dalam keadaan tidak tenang/ dalam ruang isolasi
D. Variabel dan Defenisi Operasionel
Variabel Independen: Terapi Aktivitas Kelompok: stimulasi Persepsi
1. Variabel Indepen
Variabel intervensi dalam penelitian ini adalah terapi aktivitas
kelompok stimulasi persesi dengan melakukan terapi aktivitas kelompok
yang terbagi degan 5 sesi sehingga terjadi kemampuan mengontrol
halusinasi pada klien dengan gangguan sensori persepsi. Dengan cara
mengenal halusinasi, mengontrol halusinasi dengan cara menghardik,
mengontrol halusinasi dengan cara melakukan kegiatan, mencegah
halusinasi dengan cara bercakap-cakap, mengontrol halusinasi dengan cara
patuh minum obat.
39
Kerangka kerja:
Sebelum prosedur pre test dilakukan, peneliti terlebih dahulu
mempersiapkan tempat, kontrak waktu untuk dilakukan terapi aktivitas
kelompok, setelah itu peneliti menyeleksi dan mengumpulkan klien yang
memenuhi syarat untuk bisa di ikut sertakan dalam terapi aktivitas
kelompok dan langsung mengatur posisi untuk terpi aktivitas kelompok.
a. Prosedur pre test
Tahap pre test dilakukan pada hari selasa tanggal 02 juli 2013
bertempat di ruangan cendrawasih RSJ Prof. HB Sa’anin Padang,
adapun tahap-tahap pada pretest adalah sebagai berikut:
1) Meberikan lembar persetujuan kepada klien untuk menandatangani
persetujuan bersedia menjadi sampel dalam penelitian ini
2) Sebelum peneliti memulai penelitian pada responden, peneliti
terlebih dahulu memperkenalkan diri, menanyakan nama panggilan
semua klien, terapis dan klien memakaikan papan nama,
menjelaskankan maksud dan tujuan penelitian.
3) Kemudian peneliti terlebih dahulu menanyakan berapa kali
frekuensi halusinasi yang dirasakan klien muncul dalam sehari
4) Peneliti mencatat hasil yang di dapatkan (frekuensi halusinasi
klien) kedalam format wawancara.
b. Intervensi (terapi aktivitas kelompok)
Tahap intervensi dilakukan tanggal 02 juli 2013 sampai tanggal
06 juli 2013 pada jam 10.30 WIB. Setelah peneliti menanyakan
frekuensi halusinasi pada responden, responden langsung diberikan
40
terapi aktivitas kelompok. Adapun langkah-langkahnya sebagai
berikut:
1) Peneliti menanyakan perasaan klien sebelum masuk kedalam tahap
kerja dan kontrak waktu,
2) Kemudian peneliti melakukan kontrak waktu selama 45 menit dan
menjelaskan aturan main pada klien
a) Pada tahap kerja sesi 1 yang dilakukan tanggal 02 juli 2013
pada jam 10.30 WIB ini peneliti sebagai therapis menjelaskan
kegiatan yang akan dilakukan yaitu mengenal suara-suara yang
didengar (halusinasi) tentang isi, waktu, situasi dan perasaan
klien saat terjadinya halusinasi, terapi meminta klien
menceritakan halusinasi, dan memberi pujian kepada klien
yang melakukan dengan baik dan simpulkan isi, waktu, situasi
dan perasaan klien dari suara-suara yang didengar.
b) Kemudian pada sesi 2 yang dilakukan pada tanggal 03 juli
2013 pada jam 10.30 WIB peneliti sebagai therapis meminta
klien menceritakan apa yang dilakukan klien pada saat
mengalami halusinasi, sampai seluruh klien mendapat giliran
atau kesempatan untuk menceritakan dan beri pujian kepada
klien, setelah itu baru peneliti menjelaskan cara mengatasi
halusinasi dengan cara menghardik halusinasi pada saat muncul
dan langsung mempraktekkannya, setelah itu peneliti meminta
semua klien mempraktekkan cra menghardik halusinasi dan
memberikan pujian kepada klien setelah mempraktekkan cara
mengahardik halusinasi.
41
c) Kemudian pada sesi 3 yang dilakukan pada tanggal 04 juli
2013 pada jam 10.30 WIB peneliti menjelaskan cara ke kedua
yaitu melakukan kegiatan terjadwal dan jelaskan dengan
melakukan kegiatan terjadawal secara teratur maka akan dapat
mencegah halusinasi timbul, setelah itu terapi meminta klien
menyampaikan kegiatan yang biasa dilakukan sehari-hari dan
peneliti membagikan formulir jadwal kegiatan dan menulis
formulir yang sama di white boardm setelah itu peneliti
membimbing satu persatu klien untuk membuat jadwal
kegiatan harian klien , dan peneliti meminta klien
memperagakan kegiatn yang telah dibuat dalam jadwal
kegiatan harian klien, lalu memberikan pujian kepada klien.
d) Pada sesi ke 4 yang dilakukan pada tanggal 05 juli 2013 pada
jam 10.30 WIB ini peneliti menjelaskan penting nya bercakap-
cakap dengan orang lain, dan meminta klien menyebutkan
nama teman yang biasa dijak untuk bercakap-cakap, lalu
meminta klien menyebut kan topik pembicaraan yang biasa
dilakukan, setelah itu peneliti langsung memperagakan contoh
cara bercakap-cakap dengan orang lain setelah itu penaliti
meminta klien memperagakan contoh yang telah peneliti
berikan yaitu bercakap-cakap dan memberikan pujian kepada
semua klien yang telah memperagakan contoh bercakap-cakap
tersebut.
e) Pada sesi ke 5 yang dilakukan pada tanggal 06 juli 2013 jam
10.30 WIB ini peneliti menjelaskan penting patuh meminum
42
obat, kerugian tidak patuh minum obat, peneliti meminta klien
untuk menyampaikan obat yang dimakan dan waktu
memakannya buat daftar di white board. Setelah itu peneliti
menjelaskan 5 cara minum obat yang benar dan meminta klien
menyebutkan kembali 5 cara minum obat yang benar lalu
memberikan pujian kepada klien. Kemudian peneliti
mendiskusikan perasaan klien sebelum patuh minum obat, dan
setelah teratur minum obat, lalu mendiskusikan kentungan
patuh minum obat dan tidak patuh minum obat kemudian minta
klien mengulangi lagi apa yang telah di diskusikan dan peneliti
memberikan pujian kepada klien.
3) Peneliti menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK dan
memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.,
4) Peneliti mengevaluasi pada saat TAK berlangsung dengan bantuan
formulir evaluasi
5) Peneliti mendokumentasi kemampuan yang dimiliki klien
c. Tahap post test
Setelah peneliti melakukan terapi aktivitas kelompok stimulasi
persepsi: halusinasi dari sesi1 – sesi 5, kemudian tanyakan lagi berapa
kali frekuensi halusinasi yang di alami klien muncul dalam sehari
setelah itu masukkan lagi hasil frekuensi halusinasi klien yang muncul
dalam sehari kedalam format wawancara klien.
43
2. Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel tergantung, yang menjadi akibat
dan dipengaruhi oleh variabel independen. Pada penelitian ini, yang
menjadi variabel independen adalah kemampuan mengontroll halusinasi.
No Variabel Defenisi Alat ukur Cara ukurHasil Ukur
Skala ukur
1. Variabel Independen: Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi
Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi diterapkan pada klien halusinasi dengan cara melakukan TAK yang terdiri lima sesi.
2 Variabel dependent: kemampuan mengontrol halusinasi
kemampuan mengontrol halusinasi dilihat dimana waktu kondisi keadaan klien dapat mengurangi frekuensi halusinasinya
Wawancara Wawancara dengan cara menanyakan frekuensi halusinasi
- mampu, apabila frekuensi halusinasiberkurang setelah dilakukan TAK-tidak mampu, apabila frekuensi halusinasi tidak berkurang setelah dilakukan TAK
Ordinal
44
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri, karena peneliti
langsung turun ke lapangan untuk mengamati kemampuan mengontrol
halusinasi klien dengan menanyakan kepada klien berapa frekuensi sebelum
dilakukan terapa aktivitas kelompok dan berapa frekuensi klien setelah
dilakukan terapi aktivitas kelompok. Peneliti sebagai instrumen utama
memerlukan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data berupa format
wawancara dimana alat-alat yang dipakai spidol/ papan tulis/whiteboard/
flipchart, pulpen, jadwal kegiatan harian klien, beberapa contoh obat.
F. Teknik Pengumpulan Data
Data Primer
Data primer adalah data yang berhubungan dengan variabel penelitian.
Data yang diambil adalah terapi aktivitas kelompok pada klien dengan
gangguan halusinasi di RS.J Prof sa’anin Padang tahun 2013. Sebelum dan
sesudah diberikan terapi aktivitas kelompok apakah ada perubahan
kemampuan mengontrol halusinasi.Cara pengumpulan data. Data diambil
dengan cara melihat kemampuan mengontrol halusinasi klien dengan
menggunakan format wawancara. Adapun langkah-langkah pengumpulan data
yaitu:
1. Meberikan lembar persetujuan kepada klien untuk menandatangani
persetujuan bersedia menjadi sampel dalam penelitian ini
2. Menanyakan frekuensi halusinasi klien sebelum dilakukan terapi aktivitas
kelompok
3. Melakukan terapi aktivitas kelompok
45
4. Meminta klien mencobakan kembali terapi aktivitas kelompok yang telah
dilakukan
5. Tanyakan kembali frekuensi halusinasi klien sesudah dilakukan terapi
aktivitas kelompok
6. Evaluasi tindakan klien dan dokumentasikan
G. Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data
1. Pengolahan Data
Peneliti menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Editing (pemeriksaan data)
Peneliti mengumpulkan data yang telah diteliti lalu diperiksa kembali
untuk memastikan data semua sesi yang di lakukan klien telah sesuai
dengan tujuan penelitian, pemeriksaan kelengkapan data serta
memeriksa keseragaman data untuk memastikan bahwa data telah
bebas dari kesalahan.
b. Entri data
Data diolah peneliti secara komputerisasi dengan program SPSS
c. Cleaning data
Setelah data diolah dengan komputerisasi ternyata data yang diolah
tidak perlu dilakukan perbaikan karena data yang diperoleh tidak ada
yang kosong atau kotor.
2. Analisa Data (Arikunto, 2005)
Setelah data terkumpul, kemudian peneliti mengklarifikasikan
dalam beberapa kelompok menurut variasi yang ada sesuai variabel
46
penelitian, dan jawaban responden dimasukkan dalam tabel distribusi
frekuensi, kemudian dideskripsikan dengan menggunakan skala yang telah
di tetapkan.
a. Analisa univariat
Analisa univariat digunakan untuk mendapatkan gambaran
distribusi frekuensi independen dan variabel dependen sehingga dapat
diketahui masing-masing variabel.
b. Analisa bivariat
Data yang terkumpul berupa nilai tes pertama dan kedua.
Tujuan peneliti adalah membandingkan dua nilai dengan mengajukan
pertanyaan apakah ada perbedaan antara kedua nilai tersebut secara
signifikan. Pengujian perbedaan nilai hanya dilakukan terhadap rerata
dua nilai saja, dan untuk kseperluan itu digunakan teknik yang disebut
dengan uji-t (t-test).
Uji T-dependen bertujuan untuk menguji hipotesa adanya pengaruh
terapi aktivitas kelompok terhadap kemampuan mengontrol halusinasi
pada klien dengan gangguan sensori persepsi halusinasi. Analisa data
menggunakan uji T-dependen dengan melihat pengaruh terapi aktivitas
kelompok, bermakna p < 0,05.
47
BAB V
HASIL PENELITIAN
Dari penelitian yang telah dilakukan tanggal 02 juli sampai tanggal 06 juli
2013 efektifitas penggunaan terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi terhadap
kemampuan mengontrol halusinasi pada klien dengan gangguan sensori persepsi
halusinasi di RSJ. Prof. HB. Sa’anin Padang tahun 2013, dengan karakteristik
responden klien yang di rawat di ruang cendrawasih di RSJ. Prof. HB. Sa’anin
Padang dengan gangguan halusinasi dan klien dalam keadaan tenang. Hasil
penelitian ini dianalisis dengan analisis univariat dan uji T. Adapun hasil dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
A. Analisa Univariat
1. Gambaran Respon Klien Sebelum Melakukan Terapi Aktivitas Kelompok
Tabel 5.1Kemampuan Responden dalam Mengontrol Halusinasi Sebelum di Lakukan
Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Persepsi Pada Klien dengan Gangguan Halusinasi di RSJ. Prof. HB. Sa’anin Padang
tahun 2013.
NoFrekuensi muncul halusinasi / hari
F %
1 7 2 14,32 6 4 28,63 5 5 35,84 4 1 7,15 3 1 7,16 2 1 7,17 1 - -
Total 14 100 %
48
Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa dari 14 responden sebelum
dilakukan terapi aktivitas kelompok yang frekuensi halusinasinya paling
banyak 5x satu hari yaitu 5 orang (35,8%).
2. Gambaran Respon Klien Sesudah Melakukan Terapi Aktivitas Kelompok
Tabel 5.2Kemampuan Responden dalam Mengontrol Halusinasi Sesudah di Lakukan
Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Persepsi Pada Klien dengan Gangguan Halusinasis di RSJ. Prof. HB. Sa’anin Padang
tahun 2013.
NoFrekuensi muncul halusinasi / hari
F %
1 7 - -2 6 1 7,13 5 3 21,44 4 5 35,85 3 4 28,66 2 1 7,17 1 - -
Total 14 100 %
Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa dari 14 responden sesudah
dilakukan terapi aktivitas kelompok yang frekuensi halusinasinya paling
banyak 4x satu hari yaitu 5 orang (35,8%).
49
B. Analisa Bivariat
Efektivitas pemberian terapi aktivitas kelompok
Table 5.3Diketahui Efektifitas Penggunaan Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi
Persepsi Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pada Klien dengan Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi
di RSJ. Prof. HB. Sa’anin Padang tahun 2013.
Terapi Aktifitas
KelompokMean
Mean(Rata-rata perubahan)
SDCI
P valueUpper Lower
Pre test 5,141,214 0,699 0,811 1,618 0,000
Post test 3,93
Berdasarkan table 5.3 dapat dilihat dari uji T-dependen bahwa rata-rata
perubahan frekuensi halusinasi 1,214 dengan standar deviasi 0,699 dengan
confidence interval of diference 0,811 – 1,618 atau terjadi perubahan
penurunan frekuensi halusinasi 1 point setelah dilakukan terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi dengan p value = 0,000, maka dapat disimpulkan
bahwa terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi efektif terhadap
kemampuan mengontrol halusinasi klien di ruang cendrawasih RSJ Prof. HB
sa’anin Padang.
50
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Gambaran Respon Klien Sebelum Melakukan Terapi Aktivitas Kelompok
Hasil wawancara dari 14 responden sebelum dilakukan terapi aktivitas
kelompok yang frekuensi halusinasinya paling banyak 5x satu hari yaitu 5
orang (35,8%). Ini dilihat pada klien yang di rawat di ruang cendrawasih RSJ.
Prof. HB Sa’anin padang yang mengalami halusinasi.
Menurut penelitian Murjana W (2009), yang dilakukan di rumah sakit
jiwa propinsi bali, di dapatkan hasil bahwa sebelum dilakukan terapi aktivitas
kelompok pada pasien halusinasi, terdapat frekuensi halusinasi tinggi.
Menurut Yosep (2011), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah
terdiri dari faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Faktor predisposisi terdiri
dari faktor perkembangan, faktor sosio kultural, faktor biokimia, faktor
psikologis, faktor genetik dan pola asuh, sedangkan faktor presipitasi dari
halusinasi berupa perilaku.
Menurut Yosep (2009), dampak dari pasien yang mengalami
halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa membahayakan diri
sendiri, orang lain maupun merusak lingkungan (risiko mencederai diri, orang
lain dan lingkungan). Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai fase ke IV
dan ke V, di mana klien cenderung mengikuti petunjuk sesuai isi halusinasi,
kesulitan berhubungan dengan orang lain, perilaku menyerang, risiko bunuh
diri dan membunuh, kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi (amuk,
51
agitasi, menarik diri), tidak mampu merespons terhadap petunjuk yang
komplek dan lebih dari satu orang (Trimelia, 2011).
Menurut analisa peneliti frekuensi yang datang tersebut disebabkan
karena klien merasa tidak di terima di lingkungannya, tidak patuh minum
obat, merasa terasing, lebih cenderung menyendiri, tidak mau bersosialisasi
sehingga klien asik dengan halusinasinya sendiri.
B. Gambaran Respon Klien Sesudah Melakukan Terapi Aktivitas Kelompok
Hasil wawancara dari 14 responden sesudah dilakukan terapi aktivitas
kelompok yang frekuensi halusinasinya paling banyak 4x satu hari yaitu 5
orang (35,8%). Ini dilihat pada klien yang di rawat di ruang cendrawasih RSJ.
HB. Sa’anin padang yang mengalami halusinasi.
Hasil penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian yang
dilakukan Megayanti S. D (2009) setelah dilakukan terapi aktivitas kelompok
pada klien dengan gangguan halusinasi, klien mampu mempersepsikan
stimulus yang dipaparkan kepadanya dan dapat menyelesaikan masalah yang
datang dari stimulus yang dialaminya, sehingga klien mengalami penurunan
frekuensi halusinasi.
Menurut (Keliat,2005), dengan aktivitas yang telah dilakukan tersebut
sehingga klien mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang
diakibatkan oleh paparan stimulus kepadanya, serta klien dapat
mempersepsikan stimulus yang dipaparkan kepadanya dengan tepat, klien
dapat menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus yang dialami
52
sehingga bila klien mampu mengontrol maka frekuensi halusinasinya akan
menurun.
Menurut analisa peneliti ferkuensi halusinasi mengalami penurunan
dikarenakan oleh pemeberian terapi aktivitas kelompok, sehingga klien dapat
menyelesaikan masalah yang dialaminya dan mampu mempersepsikan
stimulus yang dipaparkan kepadanya.
C. Efektivitas Pemberian Terapi Aktivitas Kelompok
Berdasarkan table 5.3 dapat dilihat dari uji T-dependen bahwa rata-rata
perubahan frekuensi halusinasi 1,214 dengan standar deviasi 0,699 dengan
confidence interval of diference 0,811 – 1,618 atau terjadi perubahan
penurunan frekuensi halusinasi 1 point setelah dilakukan terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi dengan p value = 0,000, maka dapat
disimpulkan bahwa terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi efektif
terhadap kemampuan mengontrol halusinasi klien di ruang cendrawasih RSJ
Prof. HB sa’anin Padang.
Dari penelitian yang di dapatkan frekuensi halusinasinya sebelum
dilakukan terapi aktivitas kelompok yang paling banyak frekuensi 5x yaitu
35,8% dan setelah dilakukan terapi aktivitas kelompok terjadi penurunan
frekuensi yang paling banyak 4x yaitu 35,8%.
Hasil penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian Simon T. M
tahun 2004 di RSJ Radjiman Widyoningrat Lawang di dapatkan perubahan
yang signifikan terhadap kemampuan mengenal realita pada pasien halusinasi
yang diberikan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi.
Penelitian yang dilakukan Sitohang L. G tahun 2010 di RSJ Provinsi Sumatera
53
Utara Medan juga menunjukkan hasil yang sama dimana didapatkan pengaruh
yang signifikan pelaksanaan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
halusinasi terhadap kemampuan pasien mengontrol halusinasi.
Pendapat Keliat, (2005), mendukung hasil penelitian dimana
penggunaan terapi aktifitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi dalam praktek
keperawatan jiwa memberikan dampak positif dalam upaya pencegahan,
pengobatan, atau terapi serta pemulihan kesehatan jiwa seseorang.
Meningkatnya penggunaan terapi modalitas merupakan bagian dan
memberikan hasil yang positif terhadap perilaku pasien. Proses terapi aktivitas
kelompok stimulus persepsi adalah merangsang atau menstimulasikan klien
melalui kegiatan yang disukainya dan mendiskusikan aktivitas yang telah
dilakukan untuk mencegah pencerapan panca indra tanpa ada rangsang dari
luar dan bertujuan membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain
serta mengubah perilaku yang destruktif dan maladaptive dengan aktivitas
mengenal halusinasi, menghardik halusinasi, melakukan kegiatan terjadwal,
bercakap-cakap, patuh minum obat. Dengan aktivitas yang telah dilakukan
tersebut sehingga klien mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan
masalah yang diakibatkan oleh paparan stimulus kepadanya, serta klien dapat
mempersepsikan stimulus yang dipaparkan kepadanya dengan tepat, klien
dapat menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus yang dialami
sehingga bila klien mampu mengontrol maka frekuensi halusinasinya akan
menurun.
Dari penelitian yang dilakukan dengan 14 responden hanya 2 orang
yang tidak mampu mengontrol halusinasinya dilihat dari tidak berkurangnya
frekuensi halusinasinya yaitu 3x setiap hari. Hal ini dikarenakan klien tersebut
54
frekuensi nya sudah sedikit dan klien termaksud klien lama yang akan rawat
jalan.
Menurt Akemat, (2004), tujuan terapi aktivitas kelompok stimulasi
persepsi adalah klien mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah,
yang diakibatkan oleh paparan stimulus kepadanya sementara tujuan
khususnya klien dapat mempersespsikan stimulis yang dipaparkan kepadanya
dengan tepat dan klien dapat menyelesaikan masalah yang timbul dari
stimulus yang dialami.
Menurut Keliat, (2004), terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi:
halusinasi ada beberapa sesi yaitu: mengenal halusinasi, mengontrol
halusinasi dengan menghardik halusinasi, mengontrol halusinasi dengan
melakukan kegiatan, mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap,
mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat. Dalam terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi klien dilatih mempersepsikan stimulus yang
disediakan atau stimulus yang pernah dialami. Dengan proses ini, diharapkan
respon klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif,
aktivitas berupa stimulus dan persepsi.
Menurut analisa peneliti dengan terapi aktivitas kelompok klien bisa
berinteraksi dengan teman yang lain di dalam kelompok, ikut serta di dalam
terapi aktivitas kelompok, tidak menyendiri, bisa melakukan kegiatan-
kegiatan terjadwal yang bisa memotivasi klien untuk melupakan
halusinasinya, sehingga klien mampu mengontrol halusinasinya maka
frekuensi halusinasinya berkurang.
55
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan penulis mendapat kesimpulan
bahwa frekuensi halusinasi sebelum dilakukan terapi aktifitas kelompok
paling banyak adalah 5x yaitu 5 orang (35,8%) dan frekuensi halusinasinya
yang tidak ada 1x, setelah diberikan terapi aktifitas kelompok di RSJ HB.
Sa’anin padang mengalami penurunan frekuensi halusinasi menjadi 4x yaitu 5
orang (35,8%), pelaksanaan terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi
sangat efektif terhadap kemampuan mengontrol halusinasi klien di ruang
cendrawasih RSJ Prof. HB. Sa’anin padang tahun 2013 dengan p value =
0,000.
B. Saran
1. Diharapkan klien mampu mengikuti terapi aktifitas kelompok stimulasi
persepsi secara mandiri, latihan menggunakan dalam kehidupan sehari-
hari.
2. Bagi peneliti selanjutnya dapat menjadikan penelitian ini sebagai data
dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya.
3. Diharapkan kepada perawat RSJ Prof. HB Sa’anin Padang untuk dapat
meningkatkan lagi penerapan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
halusinasi agar lebih baik lagi diterima oleh klien halusinasi. Karena terapi
aktivitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi mampu mengontrol
halusinasi pada klien.
56
4. Diharapkan institusi pendidikan agar dapat mendukung penelitian ini dan
sebagai bahan masukan untuk menambah wawasan tentang kajian
kejiwaan khususnya terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
halusinasi.
57
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsami. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka cipta
Dadang Hawari. 2001. Pendekatan holistik pada gangguan jiwa, skizofrenia. Jakata: FKUI
Herman, Ade. 2011. Buku Ajar Asuhan Jiwa. Yogyakarta: Nuhamedika
Keliat, dkk. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: Rineka cipta
Keliat, Budi Anna. Akemat. 2004. Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta: EGC
Keliat, dkk. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic Course). Jakarta: EGC
Kompas. 2011. http:// health. Kompas.com/ 2012/ 02/ 06/ angka penderita gangguan jiwa. Diakses 23 Desember 2012
Notoadmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: rineka cipta
Karmelia, Yessi 2012. http://repository.unand.ac.id/id/eprint/17870. kemampuan mengontrol halusinasi. Diakses 11 april 2013
Stuart, GW, Sundeen S.j, Laraia. 2005. Principles Practice Psychiatric Nursing. Sixth edition. St.Louis, Missiouri: Mosby Year Book
Trimelia, S. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Jakarta: TIM
Videbeck. L. Sheila. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
W.E. Maramis. 2000. Ilmu kedokteran jiwa. Surabaya: airlangga press
Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Jakarta. Bandung: Refika aditama
Depkes RI. 2005. Keperawatan Jiwa. Jakarta: Dirjend Pelayanan Medik Depkes RI
STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang. 2013. Buku Panduan Skripsi. STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang
58
Lampiran 2
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Kepada Yth,
Calon Responden
Dengan Hormat,
Saya yang bertanda dibawah ini adalah mahasiswa STIKes
MERCUBAKTIJAYA Padang semester VII (ttujuh) tahun Ajaran 2008/2009
yang akan bermaksud akan mengadakan penelitian:
Nama : VIRGO FARESTI
Nim : 09121368
Akan mengadakan penelitian dengan judul “Efektifitas Penggunaan Terapi
Aktifitas Kelompok Stimulasi Persepsi Terhadap Kemampuan Mengontrol
Halusinasi Pada Klien Dengan Gangguan sensori persepsi Halusinasi di RSJ. Prof.
HB. Sa’anin Padang 2013”.
Penelitian tidak menimbulkan kerugian saudara/i sebagai responden.
Kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga dan digunakan untuk
kepentingn penelitian.
Apabila saudara/i menyetujui maka dengan ini saya mohon kesediaan
menandatangani lembaran persetujuan.
Atas perhatian saudara/i sebagai respoden, saya ucapkan terima kasih
Peneliti
VIRGO FARESTI
59
Lampiran 3
FORMAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Setelah membaca dan mendengarkan penjelasan pada lembaran pertama
dan saya mengerti bahwa penelitian ini tidak berakibat buruk pada saya serta
identitas dan informasi yang saya berikan dijaga kerahasiannya. Maka saya
bersedia menjadi responden dalam penelitian yang akan dilakukan oleh
Mahasiswa MERCUBAKTIJAYA Padang yang bernama VIRGO FARESTI
dengan judul “ Efektifitas Penggunaan Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi
Persepsi Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pada Klien Dengan
Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi di RSJ. Prof. HB. Sa’anin Padang 2013”.
Demikian persetujuan ini saya buat semoga dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.
Padang, Maret 2013
Responden
60
Lampiran 4
FORMAT WAWANCARA
No Nama responden Frekuensi pre Frekuensi post
1. tn. W 5 3
2. tn. F 4 3
3. tn. B 7 6
4. tn. Y 6 5
5. tn. I 5 4
6. tn. We 5 4
7. tn. D 6 4
8. tn. Su 6 5
9. tn. M 3 3
10. tn. M 7 5
11. tn. A 5 4
12. tn. J 5 3
13. tn. H 6 4
14. tn. S 2 2
61
Lampiran 5
Tabel 5.1Diketahui kemampuan mengontrol halusinasi sebelum di berikan terapi
aktifitas kelompok stimulasi persepsi pada klien dengan gangguan halusinasi di RSJ. Prof. HB. Sa’anin Padang tahun 2013.
No Frekuensi Pre test %
1 7 2 14.32 6 4 28.63 5 5 35.84 4 1 7.15 3 1 7.16 2 1 7.17 1 - -
Total 14 101
Tabel 5.2Diketahui kemampuan mengontrol halusinasi sesudah di berikan terapi
aktifitas kelompok stimulasi persepsi pada klien dengan gangguan halusinasis di RSJ. Prof. HB. Sa’anin Padang tahun 2013.
No Frekuensi Pre test %
1 7 - -2 6 1 7.13 5 3 21.44 4 5 35.85 3 4 28.66 2 1 7.17 1 - -
Total 14 100 %
Table 5.3Diketahui efektifitas penggunaan terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi
terhadap kemampuan mengontrol halusinasi pada klien dengan gangguan sensori persepsi halusinasi di RSJ. Prof. HB. Sa’anin Padang tahun 2013.
Terapi Aktifitas
KelompokMean
Rata-rata perubahan
SDCI
P valueUpper Lower
Pre test 5,141,214 0,699 0,811 1,618 0,000
Post test 3,93
62
Lampiran 6
MASTER TABEL EFEKTIVITAS PENGGUNAAN EFEKTIFITAS TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI
PERSEPSI TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSINASI PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI HALUSINASI
DI RS. JIWA PROF. HB SA’ANIN PADANGTAHUN 2013
NoNama
RespondenFrekuensi Pre
TestFrekuensi Post Test
Keterangan
1. tn. W 5 3 Mampu
2. tn. F 4 3 Mampu
3. tn. B 7 6 Mampu
4. tn. Y 6 5 Mampu
5. tn. I 5 4 Mampu
6. tn. We 5 4 Mampu
7. tn. D 6 4 Mampu
8. tn. Su 6 5 Mampu
9. tn. M 3 3 Tidak mampu
10. tn. M 7 5 Mampu
11. tn. A 5 4 Mampu
12. tn. J 5 3 Mampu
13. tn. H 6 4 Mampu
14. tn. S 2 2 Tidak mampu
61
Lampiran 7
MODUL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI PERSESPSI: HALUSINASI
Sesi 1: mengenal halusinasi
Tujuan:
1. Klien dapat mengenal halusinasi
2. Klien mengenal waktu terjadinya halusinasi
3. Klien mengenal situasi terjadinya halusinasi
4. Klien mengenal perasaannya pada saat terjadinya halusinasi
Setting:
1. Terapis dank lien duduk bersama dalam lingkaran
2. Tempat tenang dan nyaman
Alat:
1. Spidol
2. Papan tulis/ whiteboard/flipchart
Metode:
1. Diskusi dan tanya jawab
2. Bermain peran/ stimulasi
Langkah kegiatan
1. Persiapan
a. Memilih klien sesuai indikasi, yaitu klien dengan perubahan sensori
persepsi: halusinasi
b. Membuat kontrak dengan klien
c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
62
2. Orientasi
a. Salam teraupetik
1) Salam dari terapis kepada klien
2) Perkenalan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama)
3) Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama)
b. Evaluasi/ validasi
Menanyakan perasaan klien saat ini
c. Kontrak
1) Terapis menjelaskan tujuan yang akan dilaksanakan, yaitu mengenal
suara-suara yang di dengar
2) Terapis menjelaskan aturan main berikut
a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta
izin kepada terapis
b) Lama kegiatan 45 menit
c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
3. Tahap kerja
a. Terapis akan menjelaskan tujuan yang akan di lakukan, yaitu mendengar
suara-suara yang didengar (halusinasi) tentang isinya, waktu terjadinya,
situasi terjadinya, dan perasaan klien pada saat terjadi
b. Terapis meminta klien menceritakan isi halusinasi, kapan terjadinya,
situasi yang membuat terjadi, dan perasaan klien saat terjadi halusinasi.
Mulai dari klien yang sebelah kanan, secara berurutan sampai semua klien
mendapat giliran. Hasilnya ditulis di whiteboard
63
c. Beri pujian pada klien yang melakukan dengan baik
d. Simpulkan isi, waktu terjadi, situasi terjadi, dan perasaan klien dari suara
yang bias didengar
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
b. Tindak lanjut
Terapis meminta klien untuk melaporkan isi, waktu, situasi, dan perasaan
jika terjadi hgalusinasi
c. Kontak yang akan datang
1) Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu cara mengontrol halusinasi
2) Menyepakati waktu dan tempat
Evaluasi dan Dokumentasi
Evaluasi: evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung,
khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien
sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi halusinasi sesi 1,
kemampuan yang diharapkan adalah mengenal isi halusinasi, waktu terjadinya
halusinasi, situasi terjadinya halusinasi, dan perasaan saat terjadi halusinasi.
Formulir evaluais sebagai berikut:
64
Sesi 1: TAKStimulasi Persepsi: Halusinasi
Kemampuan Mengenal HalusinasiNo Nama klien Menyebut
isi halusinasi
Menyebut waktu terjadi
halusinasi
Menyebut situasi terjadi
halusinasi
Menyebut perasaan
halusinasi
1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.
11.
12.
Petunjuk:
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian kemampuan mengenal halusinasi: isi, waktu,
situasi, dan perasaan. Beri tanda √ jika klien mampu dan tanda x jika klien
tidak mampu.
Dokumentasi:
Dokumentasi kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan
proses keperawatan tiap klien. Contoh: klien mengikuti TAK stimulasi persepsi:
halusinasi Sesi 1. Klien mampu menyebutkan isi halusinasi (menyuruh memukul),
waktu (pukul 9 malam), situasi (jika sedang sendiri), perasaan (kesal dan geram).
65
Anjurkan klien mengidentifikasi halusinasi yang timbul dan menyampaikan
kepada perawat.
Sesi 2: mengontrol halusinasi dengan menghardik
Tujuan:
1. Klien dapat menjelaskan cara yang selama ini dilakukan untuk mengatasi
halusiansi
2. Klien dapat memahami cara menghardik halusinasi
3. Klien dapat mempergerakan cara mengahardik halusinasi
Setting:
1. Spidol dan papan tulis/ white board/ flipchart
2. Jadwal kegiatan klien
Alat:
1. Spidol dan papan tulis/ whiteboard/ flipchart
2. Jadwal kegiatan klien
Metode:
1. Diskusi dan Tanya jawab
2. Bermain peran/ simulasi
Langkah kegiatan:
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak kepada klien yang mengikuti sesi 1
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
66
1) Salam terapis kepada klien
2) Klien dan terapis pakai papan nama
b. Evaluasi/ validasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien saat ini
2) Terapis menanyakan penaglaman halusinasi yang terjadi: isi, waktu,
situasi, dan perasaan.
c. Kontrak
1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu dengan latihan satu cara
mengontrol halusinasi
2) Menjelaskan cara main, yaitu:
a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta
izin pada terapis
b) Lama kegiatan 45 menit
c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
3. Tahap kerja
a. Terapis meminta klien menceritakan apa yang dilakukan pada saat
mengalami halusinasi, dan bagaimana hasilnya. Ulangi sampai semua
klien mendapatkan giliran
b. Berikan pujian setiap klien selesai bercinta
c. Terapis menjelaskan cara mengatasi halusinasi dengan mengahardik
halusinasi saat halusinasi muncul
d. Terapis memperagakan cara menghardik halusinasi, yaitu: “ pergi jangan
ganggu saya “, “ saya mau bercakap-cakap dengan…”
67
e. Terapis meminta masing-masing klien memperagakan cara menghardik
halusinasi dimulai dari klien di sebelah kiri terapis berurutan searah jarum
jam sampai semua peserta mendapatkan giliran
f. Terapis memberikan pujian dan mengajak semua klien bertepuk tangan
saat setiap klien selesai memperagakan menghadik halusinasi
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
b. Tindak lanjut
1) Terapis menganjurkan klien untuk menerapkan cara yang telah
dipelajari jika halusinasi muncul
2) Memasukkan kegiatan mengahardik dalam jadwal kegiatan harian
klien
c. Kontrak yang akan datang
1) Terapis membuat kesepakatan dengan klien untuk TAK yang
berikutnya, yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan kegiatan
2) Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat TAK berikutnya
Evaluasi dan Dokumentasi:
Evaluasi: dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap
kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klein sesuai dengan tujuan TAK.
Untuk TAK stimulasi persepsi halusinasi sesi 2, kemampuan yang diharapkan
68
adalah mengatasi halusinasi dengan menghardik. formulir evaluasi sebagai
berikut:
69
Sesi 2:Stimulasi Persepsi: Halusinasi
Kemampuan Menghardik Halusinasi
NoAspek yang di nilai
Nama klien
1. Menyebutkan cara yang selama ini digunakan mengatasi halusinasi
2. Menyebutkan efektivitas cara
3. Menyebutkan cara mengatasi halusinasi dengan cara menghardik
4. Memperagakan menghardik halusinasi
Petunjuk:
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian kemampuan menyebutkan: cara yang biasa
digunakan untuk mengatasi halusinasi, keefektikfannya, cara menghardik
halusinasi, dan memperagakannya. Beri tanda √ jika klien mampu dan tanda x
jika klien tidak mampu.
Dokumentasi: dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK
ada catatan proses keperawatan tiap klien. Contoh: klien mengikuti TAK stimulasi
persepsi: halusinasi sesi 2. Klien mampu memperagakan cara mengahrdik cara
halusinasi. Anjurkan klien menggunakannya jika halusinasi muncul, khusus pada
malam hari (buat jadwal).
70
Sesi 3: mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
Tujuan:
1. Klien dapat memahami pentingnya melakukan kegiatan untuk mencegah
munculnya halusinasi
2. Klien dapat menyusun jadwal kegiatan untuk mencegah terjadinya halusinasi
Setting:
1. Terapis dank lien duduk bersama dalam lingkaran
2. Ruangan nyaman dan tenang
Alat:
1. Jadwal kegiatan harian
2. Pulpen
3. Spidol dan whiteboard/ papanm tulis/ flipchart
Metode:
1. Diskusi dan Tanya jawab
2. Bermain peran atau simulasi dalam latihan
Langkah kegiatan:
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah mengikuti sesi 2
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis kepada klien
2) Klien dan terapis pakai papan nama
b. Evaluasi/ validasi
1) Terapis menanyakan keadaan klien saat ini
71
2) Terapis menanyakan cara mengontrol halusinasi yang sudah dipelajari
3) Terapis menanyakan pengalaman klien menerapkan cara menghardik
halusinasi
c. Kontrak
1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mencegah terjadinya
halusinasi dengan melakukan kegiatan
2) Menjelaskan aturan main berikut:
a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus meminta
izin kepada terapis
b) Lama kegiatan 45 menit
c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
3. Tahap kerja
a. Terapis menjelaskan cara kedua, yaitu melakukan kegiatan sehari-hari.
Jelaskan bahwa dengan melakukan kegiatan yang teratur akan mencegah
munculnya halusinasi
b. Terapis meminta tiap klien melakukan kegiatan yang biasa dilakukan
sehari-hari, dan tulis di whiteboard
c. Terapis membagikan formulir jadwal kegiatan harian. Terapis menulis
formulir yang sama di whiteboard
d. Terapis membimbing satu persatu klien untuk membuat jadwal kegiatan
harian, dari bangun pagi sampai tidur malam. Klien menggunakan
formulir, terapis menggunakan whiteboard
e. Terapis melatih klien memperagakan kegiatan yang telah disusun
f. Berikan pujian dengan tepuk tangan bersama kepada klien yang sudah
selesai membuat jadwal dan memperagakan kegiatan
72
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah selesai menyusun jadwal
kegiatan dan memperagakannya
2) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
b. Tindak lanjut
Terapis menganjurkan klien melaksanakan dua cara mengontrol
halusinasi, yaitu menghardik dan melakukan kegiatan
c. Kontrak yang akan datang
1) Terapis membuat kesepakatan dengan klien untuk TAK berikutnya,
yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
2) Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat
Evaluasi dan dokumentasi
Evaluasi: evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung,
khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien
sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi: halusinasi sesi 3,
kemampuan yang diharapkan adalah klein melakuakn kegiatan harian untuk
mencegah timbulnya halusinasi.
73
Sesi 3:Stimulasi persepsi: halusinasi
Kemampuan Mencegah Halusinasi Dengan Melakukan Kegiatan
NoAspek yang di nilai
Nama klien
1. Menyebutkan kegiatan yang dilakukan
2. Memperagakan kegiatan yang bisa dilakukan
3. Menyusun jadwal kegiatan
4. Meyebutkan dua cara mengontrol halusinasi
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian kemampuan menyebutkan kegiatan harian
yang biasa dilakukan, memperagakan salah satu kegiatan, menyusun jadwal
kegiatan harian, dan menyebutkan dua cara mencegah halusinasi.. Beri tanda
√ jika klien mampu dan tanda x jika klien tidak mampu.
Dokumentasi: dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK
pada catatan proses keperawatan tiap klien. Contoh: klien mengikuti TAK
stimulasi persepsi: halusinasi sesi 3. Klien mampu memperagakan kegiatan harian
dan menyusun jadwal. Anjurkan klien melakukan kegiatan untuk mencegah
halusinasi.
74
Sesi 4: mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap
Tujuan:
1. Klien memahami pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk
mencegah munculnya halusinasi
2. Klien dapat becakap-cakap dengan orang lain untuk mencegah halusinasi
Setting:
1. Terapis dank lien duduk bersama dalam lingkaran
2. Ruangan nyaman dan tenang
Alat:
1. Spidol dan whiteboard/papan tulis/ flipchart
2. Jadwal kegiatan harian klien dan pulpen
Metode:
1. Diskusi kelompok
2. Bermain peran/ simulasi
Langkah kegiatan:
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah mengikuti sesi
b. Terapis membuat kontrak dengan klien 3
c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis kepada klien
2) Klien dan terapis pakai papan nama
75
b. Evaluasi/ validasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini
2) Menanyakan pengalaman klien setelah menerapkan dua cara yang
telah dipelajari (menghardik, menyibukkan diri dengan kegiatan
terarah) untuk mencegah halusinasi
c. Kontrak
1) Terapis menjelaskan tujuan, yaitu mengontrol halusinasi dengan cara
bercakap-cakap
2) Terapis menjelaskan aturan main berikut:
a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus meminta
izin kepada terapis
b) Lama kegiatan 45 menit
c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
3. Tahap kerja
a. Terapis menjelaskan pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk
mengontrol dan mencegah halusinasi
b. Terapis meminta tiap klien menyebutkan orang yang biasa dan bias diajak
bercakap-cakap
c. Terapis meminta tiap klien menyebutkan pokok pembicaraan yang biasa
dan bias dilakukan
d. Terapis memperagakan cara bercakap-cakap jika halusinasi muncul
“suster, ada suara di telinga, saya mau ngobrol saja dengan suster“ atau
“suster saya mau ngobrol tentang kapan saya boleh pulang”
e. Terapis meminta klien untuk memperagakan percakapan dengan orang
disebelahnya
76
f. Berikan pujian atas keberhasilan klien
g. Ulangi e dan f sampai semua klien dapat giliran
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2) Terapis menanyakan TAK mengontrol halusinasi yang sudah dilatih
3) Memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
b. Tindak lanjut
Menganjurkan klien menggunakan tiga cara mengontrol halusinasi, yaitu
menghardik, melakukan kegiatan harian, dan bercakap-cakap
c. Kontrak yang akan datang
1) Terapis membuat kesepakatan dengan klien untuk TAK berikutnya,
yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat
2) Terapis menyepakati waktu dan tempat
Evaluasi dan Dokumentasi
Evaluasi: evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya
pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan
tujuan TAK. Untuk stimulasi persepsi: halusinasi sesi 4, kemampuan yang
diharapkan adalah mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap. Fomulir evaluasi
sebagai berikut:
77
Sesi 4:Stimulasi persepsi: Halusinasi
Kemampuan Bercakap-cakap untuk Mencegah Halusinasi
NoAspek yang di nilai
Nama klien
1. Menyebutkan orang yang diajak bicara
2. Meperagakan percakapan3. Menyusun jadwal
percakapan4. Meyebutkan tiga cara
mengontrol dan mencegah halusinasi
Petunjuk:
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian kemampuan menyebutkan orang yang biasa
diajak bicara, memperagakan percakapan, menyusun jadwal percakapan,
menyebutkan tiga cara mencegah halusinasi. Beri tanda √ jika klien mampu
dan tanda x jika klien tidak mampu.
Dokumentasi: dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK
pada catatan proses keperawatan tiap klien. contoh: klien mengikuti TAK
stimulasi persepsi: halusiansi sesi 4. Klien belum mampun secara lancer berckap-
cakap dengan orang lain. Anjurkan klien bercakap-cakap dengan perawat dank
lien lain di ruang rawat.
78
Sesi 5: mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat
Tujuan:
1. Klien memahami pentingnya patuh minum obat
2. Klien memahami akibat tidak patuh minum obat
3. Klien dapat menyebutkan lima benar cara minum obat
Setting:
1. Terapis dengan klien duduk bersamaan dalam lingkaran
2. Ruangan nyaman dan tenang
Alat:
1. Spidol dan whiteboard/papan tulis/ flipchart
2. Jadwal kegiatan harian
3. Beberapa contoh obat
Metode:
1. Diskusi dan Tanya jawab
2. Melengkapi jadwal harian
Langkah kegiatan:
1. Persiapan
a. Mengingatkan kan kontrak kepada klien yang telah mengikuti sesi 4
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis kepada klien
2) Terapis dan klien memakai papan nama
79
b. Evaluasi/ validasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini
2) Terapis menanyakan pengalaman klien mengontrol halusinasi setelah
menggunakan tiga cara yang telah di pelajari (menghardik,
menyibukkan diri denagn kegiatan, dan bercakap-cakap)
c. Kontrak
1) Terapis menjelaskan tujuan, yaitu mengontrol halusinasi dengan patuh
minum obat
2) Menjelaskan aturan main berikut
a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus meminta
izin kepada terapis
b) Lama kegiatan 45 menit
c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
3. Tahap kerja
a. Terapis menjelaskan untungnya patuh minum obat, yaitu mencegah
kambuh karena obat member perasaan tenang, dan memperlambat kambuh
b. Terapis menjelaskan kerugian tidak patuh minum obat, yaitu penyebab
kambuh
c. Terapis meminta tiap klien menyampaikan obat yang dimakan dan waktu
memakannya. Buat daftar di whiteboard
d. Menjelaskan lima benar minum obat, yaitu benar obat, benar waktu
minum obat, benar orang yang minum obat, benar cara minum obat, benar
dosis obat.
80
e. Minta klien menyebutkan 5 benar cara minum obat, secara bergiliran
f. Berikan pujian pada klien yang benar
g. Mendiskusikan perasaan klien sebelum minum obat (catat di whiteboard)
h. Mendiskusikan perasaan klien setelah teratur minum obat (catat di
whiteboard)
i. Menjelaskan keuntungan patuh minum obat, yitu salah satu mencegah
halusinasi/ kambuh
j. Menjelaskan akibat/ kerugian tidak patuh minum obat, yaitu kejadian
halusinasi/ kambuh
k. Meminta klien menyebutkan kembali keuntungan patuh minum obat dan
kerugian tidak patuh minum obat
l. Memberikan pujian tiap kali klien benar
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2) Terapis menanyakan jumlah cara mengontrol halusinasi yang sudah
dipelajari
3) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
b. Tindak lanjut
Menganjurkan klien menggunakan 4 cara mengontrol halusinasi,
yaitu menghardik, melakukan kegiatan harian, bercakap-cakap, dan patuh
minum obat.
81
c. Kontrak yang akan datang
1) Terapis mengakhiri sesi TAK stimulasi persepsi untuk mengontrol
halusinasi
2) Buat kesepakatan baru untuk TAK yang lain sesuai dengan indikasi
klien
Evaluasi dan Dokumentasi
Evaluasi: evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya
pada tahap kerja. Aspek yang di evaluasi adalah kemampuan halusinasi sesi 5,
kemampuan klien yang di harapkan adalah menyebutkan 5 benar cara minum
obat, keuntungan minum obat, dan akibat tidak patuh minum obat. Formulir
evaluasi sebagai berikut:
82
Sesi 5:Stimulasi Persepsi: Halusinasi
Kemampuan Patuh Minum Obat untuk Mencegah Halusinasi
No Nama klien Menyebutkan 5 benar cara
minum obat
Menyebutkan keuntungan minum obat
Menyebutkan akibat tidak
patuh minum obat
1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.
11.
12.
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian kemampuan menyebutkan lima benar cara
minum obat, keuntungan minum obat, dan akibat tidak patuh minum obat..
Beri tanda √ jika klien mampu dan tanda x jika klien tidak mampu.
Dokumentasi: dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien pada
catatan proses keperawatan tiap klien. Contoh: klien mengikuti sesi 5, TAK
stimulasi persepsi: halusinasi. Klien mampu menyebutkan 5 benar cara minum
obat, manfaat minum obat, dan akibat tidak patuh minum obat (kambuh).
Anjurkan klien minum obat dengan cara yang benar.
83
Lampiran 8
Frequency TablePRETEST
Frequency PercentValid
PercentCumulative
PercentValid 2 1 7.1 7.1 7.1
3 1 7.1 7.1 14.34 1 7.1 7.1 21.45 5 35.7 35.7 57.16 4 28.6 28.6 85.77 2 14.3 14.3 100.0Total 14 100.0 100.0
POSTEST
Frequency PercentValid
PercentCumulative
PercentValid 2 1 7.1 7.1 7.1
3 4 28.6 28.6 35.74 5 35.7 35.7 71.45 3 21.4 21.4 92.96 1 7.1 7.1 100.0Total 14 100.0 100.0
KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSINASI
Frequency Percent Valid PercentCumulative
PercentValid MAMPU 12 85.7 85.7 85.7 TIDAK
MAMPU2 14.3 14.3 100.0
Total 14 100.0 100.0
84
T-Test
Paired Samples Statistics
Mean NStd.
DeviationStd. Error
MeanPair 1 PRETES
T5.14 14 1.406 .376
POSTEST
3.93 14 1.072 .286
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.Pair 1 PRETEST &
POSTEST14 .875 .000
Paired Samples Test
Paired Differences t dfSig. (2-tailed)
Mean
Std. Deviati
on
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the
Difference MeanStd.
Deviation
Std. Error Mean
Lowe
r Upper Lower Upper Lower Upper Lower UpperPair 1 PRETEST
- POSTEST
1.214 .699 .187 .811 1.618 6.497 13 .000
85
Lampiran 9
DOKUMENTASI PENELITIAN
86
Gambar penerapan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi pada pasien halusinasi sesi 1 – sesi 5.
87
LEMBAR KONSUL
Nama : Virgo FarestiNim : 09121368Nama Pembimbing : Heppi Sasmita, SKp, M.Kep.,Sp. JiwaJudul Skripsi : Efektifitas Penggunaan Terapi Aktivitas Kelompok
Stimulasi Persepsi terhadap kemampuan mengontrol halusinasi pada Klien dengan Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi di RS. Jiwa Prof. HB Sa’anin Padang Tahun 2013.
No Hari/Tanggal Materi Konsul Hasil KonsultasiTtd
Pembimbing
88
LEMBAR KONSUL
Nama : Virgo FarestiNim : 09121368Nama Pembimbing : Ns. Guslinda, M.Kep.,Sp. Kep.JJudul Skripsi : Efektifitas Penggunaan Terapi Aktivitas Kelompok
Stimulasi Persepsi terhadap kemampuan mengontrol halusinasi pada Klien dengan Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi di RS. Jiwa Prof. HB Sa’anin Padang Tahun 2012
No Hari/Tanggal Materi Konsul Hasil KonsultasiTtd
Pembimbing
89