Download - Slide share profilaksis pajananan hiv
Profilaksis Pasca PajananHIV
Oleh : Togi Beeco P. (07120070032)Referrat Kepaniteraan KlinikFakultas Kedokteran Univesitas Pelita Harapan
Pembimbing : dr. SoroyLardo Sp.PD FINASIMSub SMF /Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Penyakit DalamRSPAD Gatot Soebroto
PENDAHULUAN
Problem di Indonesia yang akhir-akhir ini meningkatjumlahnya, seiring meningkatnya pemakaian IDU (intravenous drug user).
Petugaskesehatan merupakan pekerja yang rentan tertular virus ini oleh karena paparandarah maupun cairaninfeksius lainnya dari pasien yang ditangani.
PENDAHULUAN
Penderita HIV mengalami saat asimtomatis yang cukup lama (5-10 tahun) yang mempersulitidentifikasi dari penampilan fisik luar saja.
Pasien HIV + infeksioportunistik yang tidak berbeda klinis dengan infeksioportunistik itu sendiri.
PENDAHULUAN
Paparancairaninfeksius ini tidak saja membawa virus HIV tapi juga virus hepatitis (Hepatitis B maupun C).
Pencegahanpenularan melalui berbagai tindakan (Universal precaution) dan pengobatan pasca paparan tidak saja ditujukan pada virus HIV tapi juga virus lain.
PENDAHULUAN
CDC (Centers of Disease Control) pemerintahAmerikaSerikat pada tahun 2002 mendapat laporan 57 kasuspenularan HIV pada petugas kesehatan (serokonversi) yang disebabkan oleh paparancairaninfeksius di tempat kerja.
Selain itu terdapat 138 petugas kesehatan yang terinfeksi HIV yang masih diperkirakan tertular dari tempat kerja.
PENDAHULUAN
Transmisi HIV karena pekerjaan merupakan problem yang rumit, mengingat belum adanya vaksin maupun terapi yang efektif terhadap HIV/AIDS, juga terapi pasca paparan yang optimal.
Perlukaanperkutaneus merupakan kecelakaan kerja tersering dan biasanya disebabkan oleh jarum yang berlubang (hollow-bore needle)
PENDAHULUAN
Selain status infeksi seseorang, hal lain yang mempengaruhi penularan adalah : Jumlah dan jenis cairan yang mengenai Dalamnya tusukan/luka Tempat perlukaan/paparan
PENDAHULUAN
Penganganan pasca paparan baik merupakan hal penting yang harus diperhatikan untuk mengurangi terjadinya transmisi.
Penangananpasca paparan meliputi : Penganganantempat paparan/luka Pelaporanterjadinya paparan Evaluasi risikotransmisi Konseling Pertimbanganpemakaian terapi profilaksis pasca
paparan Pemantauan(follow-up)
VIRUS HIV
Virus RNA Matioleh pemanasan 56C selama 20
menit, alkohol, hidrogenperoksida, hipoklorid, parafolmadehid, lisol, pH yang tinggi atau rendah dan pengeringan.
Tercatat 859.000 kasus HIV/ AIDS di CDC AmerikaSerikat dan menurut P2MPLP DepKes RI (September 2004) kira-kira 5700 orang menderita HIV/AIDS di Indonesia.
VIRUS HIV
CDC mencatat 57 pekerja kesehatan menderita HIV setelah paparan di tempat kerja (tahun 2002) mempunyai pekerjaan sebagai berikut : 24 orang perawat, 16 orang ptugaslaboratorium, 6 orang dokter, 3 orang teknisilaboratorium, 2 orang petugaskebersihan, teknisi/bedah 2 orang, lain-lain 4 orang.
VIRUS HIV
Cara penularan: 48 orang melalui kulit (tusukan/irisan) 5 orang mukokutaneus
(membranmukosa/kulit). 2 orang melalui kulit dan mukokutan, 2 orang tidak diketahui
rutepenularannya.
Penanganan Tempat Luka
Luka dan kulit tempat paparan (darah dan cairan tubuh lain) dicuci dengan sabun dan air mengalir, apabila mengenai membranmukosa cukup dibilas dengan air.
Penanganan Tempat Luka
Tidak ada bukti manfaat melakukan pemerasan (pengurutan) atau penggunaan antiseptik sebagai cara untuk mengurangirisikopenularan. Demikian pula pemberianinjeksiantiseptik, causatic agents (pemutih, desinfektan pada tempat luka/paparan sangat tidak dianjurkan.
Pelaporan Pasca Paparan Pelaporankasus pasca
paparanberisikan1. Jam dan tanggal kejadian2. Kejadianrinci meliputi dimana dan
bagaimana paparan tersebut terjadi, apakah alat tersebut tajam, tipe dan merkalat
3. Rincian dari paparan: jumlah dan macam cairan atau material yang mengenai, beratnyapaparan (perkutan , dalamnya tusukan/irisan, mukokutan, kondisi kulit; intact, tergores, dll)
Pelaporan Pasca Paparan
4. Rincian dari sumber paparan : apakah mengandung HBV, HCV, HIV. Bila mengandung HIV, saat ini pasien tersebut dalam stage apa, adakah riwayat pengobatan ART (anti retroviral terapi), viral load, dan tes resistensi antiretroviral bila ada
5. Rincian tentang yang terpapar (korban), mengenai vaksinasinasi hepatitis B
6. Rincian tentang konseling, managemen pasca paparan, follow-up
RisikoPenularan
Risiko transmisi setelah paparanperkutaneus dengan sumber penderita HIV(+): tusukandalam 13%, adanya darah pada alat 4,5%, prosedur yang memakai jarum pada
arteri dan vena 3,6%, pasien merupakan kasus terminal 8,5%, pasca paparan menggunakan zidovudine
0,14%.
RisikoPenularan
Cairan tubuh yang dapat menularkan HIV adalah : darah, cairantubuh yang mengandungdarah, cairan otak, cairan pleura, cairan semen dan vagina, cairansendi, cairan peritoneal, cairanperikardial, cairan amnion, gigitan penderita.
Cairanyang tidak potensial menularkan: tinja, keringat, ingus, airmata, saliva, urin, sputum, muntahan.
Konseling
Konseling diberikan karena infeksi HIV lewat paparan akibat kerja selain jarang terjadi, infeksi virus ini dapat menimbulkan gangguan emosional bagi yang terpapar.
Isi dari konseling meliputi : Risiko transmisi Pencegahan transmisi sekunder (tidak
berhubungan seks, hubungan seks memakai kondom) terutama pada 6-12 minggu pertama atau selama periode pemantauan (follow-up)
Tidak bolehhamil
Konseling
Tidak diperbolehkan donor darah maupun organ Bila sedang menyusui stop menyusui karena
HIV dapat menular lewat air susu Setiap ada keluhan infeksi akut harus kontrol ke
klinik terutama bila terjadi klinis demam, mialgia, kemerahan, kelemahan (malaise), limfadenopati, yang merupakan klinis sindrom akut retrovirus (HIV) atau reaksi obat atau kondisi medis lain
Kepatuhan dalam minumART Efek samping ART Tidak ada pembatasan kerja
Penggunaan ART pada Pasca Pajanan HIV
Penggunaan ART dilakukan sesegera mungkin setelah terpaparcairan atau bahan yang mengandung HIV dengan mempertimbangkan risiko (drug toxicity) dan manfaat pemakaian ART tersebut.
Pengobatan ART dimulai tidak lebih dari 48-72 jam setelah terpapar.
Penggunaan ART pada Pasca Pajanan HIV
Waktu ini sesuai dengan percobaan pada binatang (hasil proteksi terbaik) dan diperkirakan HIV belum mencapai kelenjarlimfoid untuk bereplikasi setelah terjadinya viremia (HIV mencapai kelenjarlimfoidmembutuhkan waktu beberapa hari)
Penggunaan ART pada Pasca Pajanan HIV
Keberhasilanprofilaksis (ART) menggunakan zidovudin saja, dapat menurunkanpenularan sebesar 81% dan mendapat efektivitas maksimal
Beberapa hal di bawah ini dipakai sebagai panduan penggunaan profilaksis pasca pajanan: Jika ada infeksi, mulai terapi profilaksis pasca
paparansesegera mungkin Reevaluasi terhadap yang terpapar (korban) paling lama
72 jam setelah terpapar, terutama informasi tentang paparan yang terjadi dan bila mungkin tentang sumber paparan
Terapi profilaksis diberikan dalam waktu 4 minggu (jika toleran)
Jika sumber penularan ternyata HIV negatif, maka terapi profilaksis harus dihentikan
Penggunaan ART pada Pasca Pajanan HIV
Macam ART yang digunakan :Saat ini tidak lagi dianjurkan penggunaan ART tunggal, minimal digunakan 2 ART dan dapat digunakan 3 ART, bila diperimbangkan keadaan penularanmeningkat (tinggi)
Penggunaan ART pada Pasca Pajanan HIV 2 ART yang dianjurkan :
Zidovudin(ZDV) + Lamifudin (3TC) : Duviral Stavudin(d4T) + Lamifudin (3TC) Stavudin(d4T + Didanosin (ddL)
3 ART : 2 ART diatas ditambah salah satu di bawah ini : Indinavir Nelvinafir Afvavirenz Abacavir
Pemantauan
Tes antibodi dilakukan pada minggu ke-6, minggu ke-12 dan bulan ke-6, dapat diperpanjang sampai bulan ke-12.
Selain antibodi pemeriksaan kesehatan juga dilakukan terutama mendeteksi gejala klinis sindrom akut retroviral (HIV) dan reaksi intoleransi/efek samping obat apabila diberikan profilaksis obat ART.
Pemantauan
Pemeriksaan langsung terhadap virus (antigen p24 atau HIV RNA) tidak dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin (follow-up program).
Pemantauantoksisitas ART dapat dilakukan dengan pemeriksaan anamnesis maupun fisik dan laboratorium setelah 2 minggu pemberian ART.
Pemantauan
Laboratoriumstandar adalah darahperifer (Hb, leukosit, trombosit, hitung jenis, Ht, LED), SGOT, SGPT, ureum, kreatinin, dan guladarah apabila memakai obat ART golongan Protease Inhibitor (PI)
Beberapa keluhan efek samping obat menyebabkan 50% petugas kesehatan yang menerima terapi profilaksisberniat tidak menajutkan terapi seperti mual, diare, sakit kepala, malaise, tidak nafsu makan, dan pada akhirnya sebanyak 33% tidak melanjutkan terapi karena keluhan yang terjadi sangat berat.
Pemantauan
Oleh sebab itu mengatasi efek samping dengan obat simtomatik dan dukungan moril untuk melanjutkan terapi profilaksis sangat penting.
Pemantauan
Pemakaian ART saat kehamilan harus dilakukan penyesuaian, tidak diperbolehkan menggunakan efaviren karena bersifat teratogenik.
Hati-hati dalam menggunakan indinavir karena dapat mengakibatkan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.
Asidosislaktat fatal pernah dilaporkan pada penggunaan ddL + d4T pada wanita hamil. Pertimbanganmanfaat dan risiko sebelum menggunakan kombinasi ini.
Kesimpulan
Petugas kesehatan rawan terhadap paparancairan tubuh dari pasiennya, yang dapatmenularkan berbagai virus misalnya HIV, HBV, dan HCV
Cairantubuh yang dapat menularkan HIV adalah : darah, cairan tubuh yang mengandungdarah, cairan otak, cairan pleura, cairan semen dan vagina, cairansendi, cairan peritoneal, cairanperikardial, cairan amnion, gigitan penderita.
Cairanyang tidak potensial menularkan: tinja, keringat, ingus, airmata, saliva, urin, sputum, muntahan.
Kesimpulan
Dengan mengenal cara penularan virus tersebut, petugas kesehatan dapat lebih berhati-hati (universal precaution).
Terapi profilaksis pasca paparan sebagai usaha mencegah terjadinya transmisi virus (HIV), harus digunakan dengan tepat.
Kesimpulan
2 ART yang dianjurkan : Zidovudin(ZDV) + Lamifudin (3TC) : Duviral Stavudin(d4T) + Lamifudin (3TC) Stavudin(d4T + Didanosin (ddL)
3 ART : 2 ART diatas ditambah salah satu di bawah ini : Indinavir Nelvinafir Afvavirenz Abacavir
Kesimpulan
Tes antibodi dilakukan pada minggu ke-6, minggu ke-12 dan bulan ke-6, dapat diperpanjang sampai bulan ke-12.
Pemantauantoksisitas ART dapat dilakukan dengan pemeriksaan anamnesis maupun fisik dan laboratorium setelah 2 minggu pemberian ART.
Laboratoriumstandar adalah darahperifer (Hb, leukosit, trombosit, hitung jenis, Ht, LED), SGOT, SGPT, ureum, kreatinin, dan guladarah apabila memakai obat ART golongan Protease Inhibitor (PI)
Kesimpulan
Pemakaian ART saat kehamilan harus dilakukan penyesuaian, tidak diperbolehkan menggunakan efaviren karena bersifat teratogenik.
Hati-hati dalam menggunakan indinavir karena dapat mengakibatkan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.
Asidosislaktat fatal pernah dilaporkan pada penggunaan ddL + d4T pada wanita hamil.
Pertimbanganmanfaat dan risiko sebelum menggunakan kombinasi ini.