Download - Stop asap, stop kebakaran, dan stop
Media Daerah oleh Rustan A.
“Deklarasi Kalimantan Tengah : Stop Asap, Stop Bencana, Dan Stop Kebakaran”
UUD 1945 Pasal 28 H menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini
menunjukkan bahwa warga negara mempunyai hak yang harus dijamin oleh negara dalam
kaitannya memperoleh kualitas lingkungan yang baik. Namun, kondisi dengan kualitas
lingkungan yang baik dan sehat ini ternyata tidak cukup mudah terwujud, khususnya pada
daerah rawan kebakaran hutan dimana setiap tahunnya menghasilkan kabut asap yang
menyebabkan kualitas udara sangat tidak sehat.
Di Indonesia telah terjadi bencana asap dan kebakaran hutan pada Tahun 1997 dan 1998 yang
mengakibatkan kerugian lingkungan dan manusia serta memunculkan reaksi keras dari
negara tetangga Malaysia dan Singapura. Tercatat rekor kebakaran di dunia selalu dipecahkan
di Indonesia, kebakaran yang cukup besar pernah terjadi di Kalimantan Timur pada Tahun
1982/1983, yang menghanguskan 3,5 juta hektar hutan yang merupakan rekor terbesar
kebakaran hutan dunia setelah kebakaran hutan di Brazil yang mencapai 2 juta hektare pada
Tahun 1963. Rekor kemudian dipecahkan kembali oleh kebakaran di beberapa wilayah
Indonesia pada Tahun 1997/1998 yang melalap 11,7 juta hektar hutan. Data dari Direktorat
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam menunjukan bahwa kebakaran hutan yang terjadi
tiap tahun sejak 1998 hingga 2002 tercatat sekitar antara 3000 hektar dan 515 ribu hektar
(Koran Tempo, 25 Juni 2004).
Kabut asap dari Indonesia terbang ke Malaysia dan Singapura setiap tahun pada musim
kemarau ketika para petani di Indonesia secara ilegal membersihkan kebun dengan cara
membakar lahan. Polusi karena asap itu menyebabkan kualitas udara memburuk di Kuala
Lumpur dan negara bagian Serawak di Malaysia Timur. Malaysia dan Singapura telah
melakukan komplain soal kabut asap dari Indonesia sejak tahun 1997. Kondisi terburuk
terakhir terkait kabut asap terjadi tahun 2006. Persoalan kabut asap ini telah menimbulkan
masalah kesehatan dan kerugian jutaan dollar, antara lain akibat kehilangan pendapatan di
sektor pariwisata dan penundaan penerbangan. Indonesia sejauh ini mengaku kekurangan
dana dan kemampuan untuk membendung praktik pembakaran lahan di Sumatera dan
Kalimantan, dua pulau yang berdekatan dengan Malaysia dan Singapura (Kompas, 5 Agustus
2009).
Pemerintah Pusat sejak Tahun 2007 sudah benar-benar tak ingin kecolongan dalam mengatasi
bencana asap. Sejumlah provinsi, terutama yang kawasannya masih banyak hutan dan lahan,
diinstruksikan agar mengantisipasi sejak dini kebakaran hutan dan lahan di musim kemarau,
seperti provinsi-provinsi di Kalimantan dan Sumatera. Tekad bebas kebakaran dan asap juga
dilakukan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng). Gubernur Kalimantan Tengah
Agustin Teras Narang, meneruskan instruksi ini agar Bupati/ Walikota se-Kalteng menjaga
hutan dan lahan. Bahkan, masyarakat kecil yang terbiasa hidup bertani dengan cara ladang
dibakar, juga dilarang melakukan pembakaran ladangnya. (www.kabarindonesia.com, 1
Agustus 2007).
Provinsi Kalimantan Tengah sebagai salah satu daerah pengekspor asap terbesar bagi dunia
pun kemudian melakukan langkah tegas dengan memberlakukan kebijakan 3 (tiga) stop yaitu
Stop Asap, Stop Bencana, dan Stop Kebakaran yang telah dideklarasikan pada Tahun 2007
dan Tahun 2009 ini diberlakukan kembali guna membendung kebiasaan pembukaan lahan
dan pekarangan dengan cara membakar. Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang
pada Tanggal 10 Agustus 2009 akhirnya mencabut Peraturan Gubernur Kalteng Nomor 52
Tahun 2008 Tentang Pedoman Pembukaan Lahan dan Pekarangan Bagi Masyarakat di
Kalimantan Tengah yang belum genap berumur setahun dan selama ini menjadi acuan
masyarakat untuk melakukan pembakaran lahan terkendali. Pergub No. 52 Tahun 2008
tersebut dinyatakan tidak berlaku hingga batas waktu tertentu, yang berarti tidak boleh lagi
ada praktik pembakaran lahan.
Gubernur Agustin Teras Narang menetapkan larangan pembakaran lahan pada musim
kemarau melalui kebijakan Stop Kebakaran, Stop Asap, dan Stop Bencana kembali di Tahun
2009 ini menyusul memburuknya kualitas udara akibat kabut asap kebakaran lahan.
Berdasarkan data Laboratorium Lingkungan Badan Lingkungan Hidup Kota Palangkaraya,
selama Agustus 2009 hanya dua hari kualitas udara masuk kategori sedang, satu hari kualitas
udara sangat tidak sehat dengan nilai Indeks Standar Pencemaran Udara mencapai 277, dan
tujuh hari masuk kategori tidak sehat. Selain itu ditambah pula Penderita penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Kota Palangkaraya yang semakin meningkat. Kebijakan
itu pertama kali diterapkan pada 2006 saat Kalteng mengalami bencana kabut asap akibat
kebakaran lahan dan hutan. Pada 2007-2008 peraturan tersebut efektif mencegah maraknya
kebakaran lahan dan kabut asap di Kalteng. Namun, pada Desember 2008 keluar Peraturan
Gubernur No 52 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pembukaan Lahan dan Pekarangan bagi
Masyarakat di Kalteng karena tuntutan masyarakat adat agar diizinkan melakukan
pembakaran terkendali untuk sawah, ladang, dan atau kebun masyarakat. Sejak saat itu
pembukaan lahan dan pekarangan dengan pembakaran terbatas dan terkendali diperbolehkan
dengan izin dari pejabat di tingkatan sesuai luasan yang akan dibakar. Kini, dengan
pencabutan Pergub No 52/2008, pembukaan lahan dengan cara dibakar tidak diizinkan lagi.
Aparat penegak hukum di Provinsi, Kabupaten/ Kota, hingga tingkat terbawahpun diminta
menindak tegas siapa pun yang membakar lahan di Kalimantan tengah.
Sejalan dengan pencabutan itu, maka Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah kembali
melarang keras semua pembakaran hutan, lahan, dan pekarangan dalam bentuk dan tujuan
apapun seperti yang diberlakukan Tahun 2007 lalu. Gubernur Kalteng mengatakan bahwa
Pergub tersebut tidak efektif dilaksanakan sejak diterbitkan pertengahan tahun lalu, sehingga
akan segera diperbaiki agar lebih efektif khususnya mengangkut masalah luas lahan dan
proses perizinannya. Pergub tersebut pada awalnya diterbitkan untuk mengakomodasi
kebutuhan petani dalam pembukaan lahan budidaya dengan cara pembakaran terkendali,
sehingga diharapkan kebakaran tidak meluas dan menimbulkan bencana. Pembukaan lahan
dengan pembakaran itu harus mendapatkan izin dengan kewenangan pemberian izin
pembakaran lahan dilimpahkan kepada camat untuk lahan seluas 0,5 sampai 2,5 hektare,
lurah dan kades seluas 0,1 sampai 0,5 hektare dan ketua RT kurang dari 0,1 hektare. Alasan
lain yaitu, Pergub tersebut juga belum disosialisasikan dengan baik oleh daerah sehingga
masyarakat salah persepsi dalam menjabarkan kebijakan tersebut dengan menganggap bahwa
dengan peraturan ini mereka bisa membakar lahan.
Larangan pembakaran lahan pada Tahun 2007 lalu yang diberlakukan secara keras dan
represif meski berhasil mewujudkan provinsi itu menjadi wilayah bebas asap, namun
membuat ribuan petani gagal bercocok tanam. Aksi demo para petani juga sempat terjadi di
sejumlah daerah di Kalimantan Tengah karena insiden penangkapan beberapa petani karena
diduga mencoba membakar lahan untuk keperluan budidaya. Oleh karenanya, perlu
diupayakan komunikasi dan sosialisasi secara berkesinambungan kepada masyarakat
khususnya petani untuk tidak melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar dan
menunjukkan pengaruh negatif yang dapat ditimbulkan.
Sebagaimana diketahui bahwa baik hutan di Kalimantan maupun di Sumatra merupakan
lahan gambut yang rawan kebakaran baik akibat percikan api maupun terkena panasnya
matahari. Bara api yang berada di dalam tanah menyebabkan permukaan tanah keluar asap
yang tak terkira, makin luas lahan yang terbakar menambah banyak asap yang dikeluarkan.
Asap akibat kebakaran tersebut menyebabkan dampak tidak hanya pada kerusakan
lingkungan tetapi juga, (1) mengganggu kesehatan yang dapat menimbulkan penyakit asma,
batuk-batuk, dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) sehingga masyarakat harus
senantiasa menggunakan masker, (2) menyebabkan terganggunya jarak pandang khususnya
pada sektor transportasi dan perhubungan darat dan udara, (3) serta menyebabkan aktivitas di
ruang terbuka menjadi terbatas dan sempit, dimana turut juga menghambat aktivitas dunia
kepariwisataan.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah bertekad: Stop Kebakaran, Stop Asap, dan Stop
Bencana diwilayahnya. Oleh karenanya, Pemerintah Daerah dan masyarakat Kalimantan
Tengah menghendaki bencana kebakaran dan asap yang terjadi pada Tahun 2006 tidak
terulang lagi di tahun-tahun mendatang. Bahkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah
menyelenggarakan rapat koordinasi yang dihadiri oleh seluruh Bupati/ Walikota Provinsi
Kalimantan Tengah, Kepala SKPD, Perkebunan Besar (PB), dan Petani/ Pekebun dengan
tujuan :
- Membangun/ memantapkan kesamaan pemahaman/persepsi tentang pentingnya tindakan
pengendalian (pencegahan, penanggulangan dan penindakan) kebakaran lahan dan kebun
- Memantapkan operasionalisasi komitmen " Stop Kebakaran, Stop Asap, dan Stop
Bencana "
- Konsolidasi keterpaduan dan sinergisitas kesiapan semua stakeholder untuk
mengendalikan kebakaran lahan dan kebun.
Pemerintah dan masyarakat kemudian bersepakat tentang pentingnya tindakan pengendalian
(pencegahan, penanggulangan dan penindakan) kebakaran lahan dan kebun serta mendukung
komitmen " Stop Kebakaran, Stop Asap, dan Stop Bencana " melalui peningkatan berbagai
upaya dan tindakan pencegahan, penanggulangan dan penindakan/ penegakan hukum. Selain
itu, tindakan pencegahan lebih penting/ harus diutamakan dan supaya lebih ditingkatkan lagi
secara sinergis, berupa :
1. Berbagai bentuk kegiatan sosialisasi tentang dampak negatif kebakaran lahan dan kebun
serta sosialisasi Peraturan Perundangan mengenai pengendalian kebakaran lahan dan
kebun serta sanksi bagi pelaku pembakaran lahan dan kebun;
2. Pelatihan-pelatihan tentang teknik pengendalian kebakaran lahan dan kebun;
3. Pemasangan rambu-rambu dan spanduk-spanduk peringatan;
4. Pengaktifan sistem pemantauan dan peringatan/ deteksi dini;
5. Penyiapan organisasi, personil, sarana, prasarana, bahan, peralatan dan dana yang
memadai.
Berdasarkan rapat koordinasi tersebut, Semua pimpinan daerah dan pimpinan unit tentunya
diharapkan dapat merealisasi komitmen mewujudkan tiga stop tersebut di wilayah Kalteng.
Pimpinan perusahaan, baik perkebunan, kehutanan maupun pertambangan serta Kepala Unit
Satuan Kerja, juga senantiasa dapat melaporkan kesiapan sistem tanggap darurat kebakaran
hutan dan lahan di areal konsesinya kepada pemerintah provinsi. Dengan sistem tanggap
darurat ini, diharapkan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan
khususnya yang terjadi di perusahaan perkebunan kelapa sawit, kehutanan dan pertambangan
dapat berjalan lebih optimal. Upaya antisipasi lain yang dilakukan pemerintah provinsi yaitu
semakin meningkatkan koordinasi dengan pihak Manggala Agni dari Departemen Kehutanan,
termasuk juga TNI dan kepolisian. Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah juga telah
menyiapkan posko untuk memonitor ke-13 kabupaten dan satu kota selama 24 jam. Bahkan
dana untuk mengatasi dan mencegah kebakaran hutan, lahan, dan pekarangan juga telah
disiapkan hingga ke pedesaan.
Segenap komponen masyarakat tanpa pengecualian baik itu LSM, akademisi, para tokoh
masyarakat, serta para pemerhati lingkungan hidup di Kalteng harus secara bersinergi dan
terpadu untuk saling membantu antara satu dengan lain sehingga kebijakan Stop Asap,
Bencana dan Kebakaran dapat berjalan dengan baik. Dengan kesiapsiagaan Kalimantan
tengah tersebut dengan deklarasi 3 (tiga) Stop yakni Stop Kebakaran, Stop Asap, dan Stop
Bencana tersebut dapat memberikan inspirasi dan motivasi kepada provinsi lain untuk segera
melakukan tindakan-tindakan serupa yang paling dini dalam melaksanakan penanggulangan
dan pencegahan kebakaran hutan, lahan, dan pekarangan.