STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU STRUKTUR RANGKA BATANG
COLD FORMED STEEL TERHADAP BEBAN TEKAN
TIM PENELITI
1. Ir. Putu Deskarta MASc. (Ketua) 2. Ir. Nyoman Sugita 3. Ir. MayUn Nadiasa
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2011
ABSTRAK
Di Indonsia, pemakaian baja ringan (CFS) untuk struktur kuda-kuda atap mulai berkembang
pesat semenjak tahun 2000. Dipilihnya material baja ringan tersebut karena costnya yang
berimbang dan bahkan bisa lebih murah dari menggunakan kayu kualitas bagus. Produk baja
ringan yang dijual secara bebas memungkinkan bagi siapa saja untuk membuat struktur baja
ringan tanpa harus bergantung pada perusahan agen. Agar dapat merencanakan struktur dan
melakukan perhitungan untuk mendapatkan jenis dan ukuran penampang yang akan dipakai
maka diperlukan pengetahuan tentang perilaku dari elemen struktur tersebut serta perilaku
strukturnya dalam menerima beban. Oleh sebab itu dilakukan penelitian untuk mengetahui
perilaku struktur baja ringan dan perilaku elemen batangnya dari elemen batang baja ringan
untuk mengetahui berapa perbandingan kekuatan elemen batang serta kekuatan sambungan
terhadap kekuatan struktur.
Penelitian dilakukan dengan membuat benda uji tekan elemen batang, benda uji geser
sambungan 4 skrup dan sambungan 6 skrup, dan benda uji struktur rangka. Untuk uji tekan
elemen batang dan uji geser sambungan, masing masing dibuat 3 benda uji, sedangkan untuk
pengujian struktur rangka batang dibuat 2 benda uji dengan ukuran yang sama namun dibedakan
pada jumlah skrup pada joint-joint nya. Struktur pertama menggunakan 4 buah skrup pada setiap
joint nya dan struktur kedua memakai 6 buah skrup pada setiap joint nya. Baja ringan yang
dipakai dalam pengujian adalah baja canal C 75-75 dengan tegangan leleh minimum 550 Mpa.
Skrup yang digunakan dalam pengujian adalah self drilling screw gauge 12 dengan kuat geser
baut 9 kN dan kuat tarik baut 15,2 kN.
Dari uji kuat tekan elemen batang didapat kuat nominal batang C 75.75 dengan panjang 75 cm
adalah sebesar 12 kN. Nilai ini dapat diprediksi dengan cukup tepat memakai metoda finite
strip, program CUFSM4 yang dibuat oleh Schafer, dan didapat hasil sekitar 80% dari hasil
experiment. Nilai yang lebih kecil didapat karena numerical analisis tidak memodelkan tekukan
pada pelat badan. Selanjutnya pada pengujian geser sambungan didapatkan hasil kuat geser
nominal per skrup sebesar 3 kN. Hasil ini setara dengan nilai prediksi memakai formula British
code BS 5950 Part 5, yang memberikan nilai prediksi kekuatan geser skrup dengan cukup tepat,
yaitu sekitar 108% dari hasil experiment.
Hasil pengujian struktur rangka mendapatkan bahwa struktur rangka yang memakai joint 6 skrup
memberikan hasil beban ultimit yang sama dengan yang memakai 4 skrup. Ini disebabkan karena
pada struktur ini keruntuhan tidak terjadi pada joint melainkan pada batang tekan atas. Jadi
pemakaian skrup dapat diperkecil sesuai dengan gaya yang terjadi pada joint. Pada beban ultimit,
gaya batang terbesar, yang terjadi pada batang tekan atas, mencapai kuat tekan elemen batang.
Ini menandakan kekuatan batang terpakai sepenuhnya dalam struktur rangka tersebut. Beban
ultimit pada struktur rangka dapat diprediksi dengan cukup tepat memakai analisa struktur linier
atau memakai program SAP 2000. Hasil beban ultimit yang didapat dari analisis struktur adalah
sekitar 112,5% dari hasil experiment.
DAFTAR ISI
ABSTRAK …………………………. i
DAFTAR ISI …………………………. ii
DAFTAR NOTASI …………………………. iv
DAFTAR TABEL …………………………. vi
DAFTAR GAMBAR …………………………. vii
I. PENDAHULUAN …………………………. 1
1.1 PERUMUSAN MASALAH …………………………. 2
1.2 TUJUAN PENELITIAN …………………………. 2
1.3 BATASAN MASALAH …………………………. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………. 3
2.1 UMUM …………………………. 3
2.2 SIFAT-SIFAT MATERIAL DAN PENAMPANG …………………. 3
2.3 KUAT TEKAN ELEMEN BATANG BAJA RINGAN …………. 4
2.4 METODA DIRECT STRENGTH …………………………. 5
2.4.1 TEKUK LENTUR, TORSI ATAU LENTUR-TORSI …………. 5
2.4.2 TEKUK LOKAL …………………………. 5
2.4.3 TEKUK DISTORSIONAL …………………………. 6
2.5 METODE ELEMEN …………………………. 6
2.6 METODA INTERAKSI …………………………. 7
2.7 METODA FINITE STRIP …………………………. 7
2.8 BRITISH CODE BS 5950 …………………………. 8
2.9 METODA AISC …………………………. 9
2.10 SAMBUNGAN …………………………. 10
III. METODA PENELITIAN …………………………. 13
3.1 RANCANGAN BENDA UJI …………………………. 13
3.2 UJI TEKAN ELEMEN BATANG …………………………. 14
3.3 UJI GESER SAMBUNGAN …………………………. 15
3.4 UJI STRUKTUR RANGKA BATANG …………………………. 16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………. 17
4.1 HASIL UJI TEKAN BATANG …………………………. 17
4.2 HASIL UJI GESER SAMBUNGAN …………………………. 20
4.3 HASIL UJI STRUKTUR RANGKA BATANG …………………. 25
V. KESIMPULAN …………………………. 29
DAFTAR PUSTAKA …………………………. 31
BAB 1.
PENDAHULUAN
Dengan semakin langkanya material kayu untuk konstruksi bangunan, diiringi semakin
berkembangnya produk baja, kini telah banyak konstruksi bangunan khususnya rangka atap,
partisi dan plafon memakai material cold formed steel (CFS) atau istilah umumnya baja ringan.
Di Indonsia, pemakaian CFS untuk struktur kuda-kuda atap mulai berkembang pesat semenjak
tahun 2000. Dipilihnya material baja ringan tersebut karena costnya yang berimbang dan bahkan
bisa lebih murah dari menggunakan kayu kualitas bagus. Selain dari itu keawetannya juga lebih
baik dan umur dari konstruksinya lebih lama dibandingkan dengan konstruksi kayu.
Sepertihalnya dengan baja biasa, baja ringan juga memiliki berbagai jenis penampang yang dapat
digunakan untuk berbagai kebutuhan. Namun perbedaan yang utama dari baja ringan ini adalah
ketebalanya yang kecil yaitu ± 0.8mm, jauh lebih kecil daripenampang baja biasa sehingga
membuat dia lebih ringan.
Untuk membangun sebuah konstruksi baja ringan, pemilik bangunan, perencana atau kontraktor
utama umumnya hanya bisa membeli produk jadi, tidak dapat terlibat dalam perencanaan
strukturnya. Perusahan-perusahan agen dari produsen material baja ringan sudah menentukan
disain strukturnya berdasarkan perhitungan yang mereka buat tanpa kita dapat melakukan
verifikasi. Hal ini diakibatkan karena informasi tentang perilaku dari elemen batang baja ringan
tidak bisa diketahui secara umum seperti halnya dengan produk baja biasa, informasi tersebut
merupakan rahasia dari perusahan.
Dijualnya produk baja ringan secara bebas memungkinkan bagi siapa saja untuk membuat
struktur baja ringan tanpa harus bergantung pada perusahan agen. Agar dapat merencanakan
struktur dan melakukan perhitungan untuk mendapatkan jenis dan ukuran penampang yang akan
dipakai maka diperlukan pengetahuan tentang perilaku dari elemen struktur tersebut. Selain itu
perlu juga diketahui bagaimana perilaku strukturnya dalam menerima beban. Oleh sebab itu
perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui perilaku struktur baja ringan dan perilaku elemen
batangnya dari elemen batang baja ringan sehingga dapat dipakai sebagai acuan oleh siapa saja
dalam merencanakan struktur dari baja ringan.
Struktur baja ringan yang paling banyak dipakai adalah struktur untuk rangka atap atau kuda-
kuda. Rangka kuda-kuda merupakan struktur yang lebih mendekati pada struktur rangka batang
dimana elemen batangnya hanya mengalami gaya normal saja. Akan tetapi karena elemen batang
dari kuda-kuda khususnya batang tepi atas dan batang tepi bawah umumnya dibuat menerus
maka dapat terjadi moment pada joint-jointnya. Keruntuhan sering terjadi pada joint tersebut
karena penampangnya mengalami tekuk lokal. Untuk memahami perilaku struktur kuda-kuda
tersebut dan perilaku elemen elemen batangnya dalam menerima beban maka akan dilakukan
sebuah penelitian tentang perilaku struktur rangka batang cold formed steel (baja ringan)
terhadap beban tekan.
1.1 PERUMUSAN MASALAH
Keruntuhan suatu struktur rangka batang akibat beban dapat ditinjau dari besarnya deformasi
struktur, runtuhnya elemen batang maupun joint. Jika kita tinjau suatu struktur rangka batang
yang mengalami keruntuhan, tidak semua batang kekuatannya terpakai secara penuh. Hanya
batang yang paling kritis (yang mengalami gaya terbesar) yang kekuatannya terpakai maksimal.
Permasalahannya adalah seberapa besar gaya pada batang yang paling kritis tersebut pada saat
runtuh dibandingkan dengan kapasitas beban dari batang itu, atau dengan kata lain seberapa
bagian kekuatan batang yang terpakai. Selanjutnya apa penyebab dari tidak tercapainya kekuatan
batang tersebut, bagaimana pola keruntuhan dan dimana keruntuhan terjadi.
1.2 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perilaku struktur baja ringan dalam menerima beban
dan menganalisa penyebab dari keruntuhan serta mencari berapa nilai besar kapasitas batang
yang terpakai pada saat keruntuhan struktur.
1.3 BATASAN MASALAH
Perilaku suatu struktur sangat bergantung dari jenis struktur dan penampang yang dipakai. Untuk
itu pada penelitian ini batasan struktur yang diteliti adalah struktur kuda-kuda bentang pendek
dengan memakai elemen batang penampang berbentuk C.
BAB 2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Baja ringan yang istilah asingnya disebut Cold Formed Steel adalah produk propil baja yang
dibentuk dari lembaran baja pelat tipis dengan ketebalan umumnya berkisar antara 0.5 mm
sampai dengan 3,2 mm. Pembentukannya dilakukan dengan menekuk pelat baja strip melalui alat
cetak yang berupa roll dalam keadaan tempratur biasa (suhu ruang). Pelat baja yang akan dicetak
sebelumnya sudah dilapisi dengan lapisan galvanis atau alumunium untuk mencegah korosi.
Dengan dibentuknya pelat baja strip tersebut menjadi batang dengan penampang berbentuk C, U
atau Z membuatnya mampu dipakai sebagai batang penerima beban seperti batang baja propil
umumnya. Penampang berbentuk C dan Z umumnya dipakai untuk elemen batang struktur
rangka atap atau rangka kuda-kuda, dimana sambungan batang atau jointnya dilakukan dengan
menempelkan badan dari batang-batangnya yang disatukan dengan skrup. Sedangkan
penampang berbentuk topi yang dinamakan hat section dipakai untuk gording. Berikut ini adalah
gambar dari penampang tersebut diatas.
2.2 Sifat-Sifat Material dan Penampang
Guna memenuhi efficiency dalam pemakaian bahan maka diproduksi penampang dengan
berbagai jenis ketebalan dan berbagai macam dimensi. Hasil experiment uji tarik menunjukkan
bahwa elemen yang lebih tipis memiliki tegangan leleh yang lebih besar dibandingkan dengan
yang tebal. Hal ini kearena pada proses pendinginan pelat baja, pelat yang lebih tipis mendingin
lebih cepat dengan pembentukan struktur yang lebih halus dibandingkan dengan pelat yang tebal.
Penelitian yang dilakukan oleh Mahmood, et. Al, (2005) terhadap kuat tarik pelat yang diambil
dari penampang dengan tebal 0,6mm dan 1 mm menunjukkan hasil seperti pada tabel berikut ;
Tabel 2.1 Hasil uji tarik elemen pelat dari batang CFS
Penampang σyex (Mpa) σuex (Mpa) σyn (Mpa) σun (Mpa) ε y (%) ε u (%)
Tebal 0,6mm 344 380 300 324 0,17 16.5
Tebal 1,0 mm 300 360 250 306 0,15 20
2.3 Kuat Tekan Elemen Batang Baja Ringan
Elemen batang dari struktur rangka baja ringan dalam menerima beban tekan dapat mengalami
tekuk lokal, distorsional atau tekuk global. Tekuk lokal adalah tekuk pada pelat yang berbatasan
dengan sayap pengaku, tekuk distorsional adalah tekuk pada elemen sayap yang yang disertai
dengan rotasi terhadap garis pertemuan dengan badan. Tekuk global (tekuk Euler) menyertakan
translasi seluruh elemen penampang, yang Jika diikuti dengan rotasi maka dinamakan tekuk
Lentur-Torsi.
Penampang Topi Penampang Z Penampang C
Kwon dan Hancock (1992) melaporkan bahwa penampang canal tipis atau bentuk lain yang
memiliki sumbu simetri tunggal, seperti penampang topi dapat mengalami tekuk distorsional
ketika menerima gaya normal tekan. Menurut mereka formula Winter (1968) dapat dipakai untuk
memprediksi kuat tekan batang canal yang mengalami tekan. Formula Winter itu dinyatakan
sebagai berikut.
………….. (2.1)
Dimana; be = bagian efektif dari pelat dengan lebar b
Fy = tegangan leleh dari baja
σl = tegangan tekuk local elastic
Untuk memprediksi kuat tekan elemen yang mengalami tekuk distorsional, tegangan tekuk local
elastic (σl ) pada formula Winter diganti dengan tegangan tekuk distorsional elastic ( σde )
sehingga persamaan 2.1 menjadi
untuk λ > 0.673 ………….. (2.2)
untuk λ < 0.673
Dengan;
2.4 Metoda Direct Strength
Metoda Directh Strenght (DSM) diusulkan oleh Schafer sebagai pendekatan untuk memprediksi
kuat tekan elemen kolom dari baja ringan. DSM ini menggunakan perhitungan tekuk elastic
memakai persamaan yang rasional. Metoda ini berdasarkan pada kenyataan bahwa elemen
batang tekan baja ringan dapat mengalami tiga bentuk keruntuhan. Bentuk keruntuhan pertama
adalah tekuk lentur, torsi atau lentur-torsi. Bentuk kedua adalah tekuk local dan bentuk ketiga
adalah tekuk distorsional. Berdasarka DSM tersebut kuat tekan elemen batang baja ringan dapat
dihitung dengan persamaan berikut.
2.4.1 Tekuk Lentur, Torsi atau Lentur-Torsi
Untuk batang yang mengalami bentuk keruntuhan Tekuk Lentur, Torsi atau Lentur-Torsi kuat
tekan nominalnya ( Pne) dihitung dengan persamaan;
Untuk λc ≤ 1,5 yne PP )658.0(2cλ
………….. (2.3)
Untuk λc > 1,5 y
c
ne PP )877.0
(2
………….. (2.4)
Dengan
………….. (2.5)
Py = Ag Fy
Pcre = beban tekuk terkecil dihitung dari tekuk lentur, torsi atau lentur-torsi
2.4.2 Tekuk Lokal
Untuk batang yang mengalami bentuk keruntuhan Lokal, kuat tekan nominal nya ( Pnl )dihitung
dengan persamaan;
Untuk λl ≤ 0,776 Pnl = Pne ………….. (2.6)
Untuk λl > 0,776 ………….. (2.7)
Dengan
Pcrl = beban tekuk kritikal local elastis
2.4.3 Tekuk Distorsional
Kuat tekan nominal batang yang mengalami tekuk distorsional (Pnd) adalah
Untuk λd ≤ 0,561 Pnd = Py ………….. (2.8)
Untuk λd > 0,561 ………….. (2.9)
Dengan
Pcrd = beban tekuk kritikal distorsional elastis
Kuat tekan dari elemen batang adalah nilai yang terkecil yang didapat dari perhitungan Pne, Pnl,
Pnd. Metoda DSM ini terbukti cukup tepat untuk memprediksi kuat tekan batang baja ringan yang
kedua ujungnya sendi (Schaver 2002).
2.5 Metode Elemen
Metode elemen adalah cara yang paling sederhana untuk menghitung nilai pendekatan beban
tekuk local elastic elemen batang CFS. Metoda ini mengasumsikan setiap elemen pelat yang
membentuk penampang bertumpu sederhana pada sisinya. Selanjutnya dihitung tegangan tekuk
untuk setiap elemen kemudian diambil nilai yang paling kecil.
Penampang canal terdiri dari elemen pelat badan dan elemen sayap yang merupakan elemen
tertumpu pada dua sisinya (stiffened element) dan elemen lips (pelat ujung) yang hanya
bertumpu pada satu sisi (un-stiffened element). Dengan metoda elemen, tegangan tekuk kritis
pada setiap elemen pelat dari penampang tersebut adalah:
…………. (2.10)
Dengan;
E = Modulus Elastis
= Poisson.s ratio
t = tebal elemen pelat
w = lebar elemen pelat
k = koefisien tekuk sebagai berikut
k = 4 untuk stiffened elemen (pelat badan dan sayap)
k = 0,425 untuk un-stiffened elemen (pelat ujung)
Selanjutnya beban tekuk kritikal elastic dari batang adalah;
Pcrl = Ag * fcrl …………. (2.11)
2.6 Metoda Interaksi
Metoda interaksi adalah penyempurnaan dari metoda elemen, karena pada metoda elemen, pelat
dianggap bertumpu sendi pada kedua sisinya sedangkan pada metoda ini pengaruh dari pelat
pengakunya diperhitungkan dalam menentukan nilai k. Schafer, 2002 memberikan formula untuk
menghitung nilai k yaitu sebagai berikut:
Untuk elemen sayap (flenge) koefisien tekuk k adalah;
untuk h/b ≥ 1
untuk h/b < 1 ………….. (2.12)
Untuk elemen badan koefisien tekuk k adalah:
untuk h/b < 1 ………….. (2.13)
Selanjutnya perhitungan tegangan tekuk dan beban tekuk kritis sesuai rumus (2.10) dan (2.11).
2.7 Metoda Finite Strip
Tegangan tekuk kritis dari elemen pelat pada penampang CFS dapat dihitung secara numeric
dengan menggunakan metoda finite strip. Schafer telah membuat program yang dapat
dipergunakan secara bebas (CUFSM4) untuk menghitung tegangan kritis penampang. Dari hasil
analisa penampang tersebut didapat grafik antara load factor terhadap panjang elemen. Nilai
load factor untuk tekuk local, distorsional dan global dapat diambil dari grafik sesuai dengan
panjang elemen yang ditinjau, selanjutnya besar beban tekuk kritis untuk tekuk local, distorsional
dan global adalah load factor x Py.
Pcrl = load factor tekuk local x Py
Pcrd = load factor tekuk distorsional x Py
Pcre = load factor untuk tekuk global x Py
2.8 British code BS 5950
British code BS 5950 memberikan formula untuk menghitung kapasitas dari suatu elemen batang
dari tegangan leleh material nya (σy) yaitu sebagai berikut
untuk memprediksi kuat penampang sebagai berikut:
- Kuat tarik murni …………. (2.14)
- Kuat tekan murni:
Batang pendek …………. (2.15)
Batang langsing …………. (2.16)
- Lentur murni …………. (2.17)
Kuat tarik, tekan dan lentur penampang yang didapat dari hasil perhitungan serta yang didapat
dari hasil pengujian elemen penampang diperlihatkan pada tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2 Hasil pengujian dan hasil perhitungan kapasitas batang CFS
Kapasitas Penampang Hasil pengujian Hasil perhitungan
Kuat tarik Penampang C 80x40x38x1,0
26 kN 20,66 kN
Kuat tekan batang pendek Penampang C 80x40x38x1,0
38 kN 33,70 kN
Kuat tekan batang langsing (1m panjang)
Penampang C 80x40x38x1,0
25 kN 22,84 kN
Kuat lentur Penampang C 80x40x38x1,0
1,5 kNm 0,97 kNm
Kuat lentur Penampang topi 40x30x15x0,6
0,38 kNm 0,26 kNm
Dari table tersebut terlihat bahwa hasil experiment masih lebih tinggi sekitar 50% dari hasil
prediksi dengan formula BS 5950
2.9 Metoda AISC
AISC juga memberikan rumus untuk memprediksi elemen batang baja secara umum yang
mengalami tekan yaitu sebagai berikut;
Kuat tekan nominal Pn = Ag Fcr ………….. (2.18)
dengan Fcr adalah tegangan critical yang dihitung sbb:
Batang yang mengalami tekuk global 2
c
y
cr
fF
………….. (2.19)
Batang yang mengalami tekuk lokal
Untuk ycr FF )658.0(2cλQ
Q ………….. (2.20)
Untuk y
c
cr FF2
877.0
………….. (2.21)
Dimana E
f
r
Lk yc
c
1
………….. (2.22)
Q adalah factor reduksi tekuk yang nilainya berbeda untuk tekuk pada elemen tanpa pengaku
(seperti sayap) dan tekuk pada elemen dengan pengaku (seperti badan) yang dihitung sbb.
A. Elemen tanpa pengaku
Untuk elemen tanpa pengaku maka Q = Qs yang besarnya dihitung sbb.:
Untuk sayap propil I dan C
Qs = 1.415 – 1.66 10 –3
b/t Fy untuk Fyt
b
Fy
462250 ………… (2.23)
2)/(
138000
tbFyQs untuk
Fyt
b 462 …………. (2.24)
B. Elemen dengan pengaku
Untuk elemen dengan pengaku maka Q = Qa yang dihitung dengan rumus berikut.
tot
itot
A
AAQa
…………. (2.25)
Ai = ( b – be ) tw …………. (2.26)
dimana;
Ai adalah luasan yang tidak efektif menerima tekan (inefective area)
be adalah lebar efektif yang menerima tekan yang dihitung sbb:
Untuk badan propil I dan C,
ftbf
tb w
e/
1501
856 jika b/t ≥
f
665 …………. (2.27)
2.10 Sambungan
Alat sambung yang paling umum dipergunakan pada struktur baja ringan adalah self drilling
screw yaitu skrup yang membuat lubang sendiri sekaligus mengencangkan sambungan. Skrup ini
di buat dalam berbagai jenis dan variasi guna memenuhi kerja yang di lakukan. Skrup dengan
kepala hexagonal paling umum digunakan karena dapat digabungkan dengan kepala drill. Ada
beberapa diameter skrup yang pemakaiannya disesuaikan dengan ketebalan elemen yang
disambung. Makin tebal elemen maka makin besar diameter skrup yang dipergunakan. Patokan
untuk menentukan ukuran skrup yang dipakai berdasarkan tebal pelat elemen penampang dapat
dilihat pada table 2.3 berikut.
Tabel 2.3 Panduan untuk penyesuaian diameter skrup terhadap pelat yang disambung
No skrup Diameter nominal Tebal total pelat yg disambung
# 6 3,505 mm s/d 2,8 mm
# 7, # 8
3,835 mm 4.166 mm
2,8 s/d 3,6 mm
# 10 4,826 mm 3,6 s/d 4,5 mm
#12 5,486 mm 4,5 s/d 5,4 mm
1/4 6,350 mm 4,5 s/d 5,4 mm
Sebagai gambaran tentang kuat nominal dari skrup, table berikut ini adalah hasil pengujian
terhadap skrup yang menggunakan material baja sesuai dengan AISI C-1022 yang didapat dari
Harvestruss.
Tabel 2.4 Hasil uji kekuatan skrup
Type Skrup Diameter ulir Ulir per inch Panjang Kuat tarik Kuat geser Kuat torsi
12-14x20 5,5 mm 14 bh 20 mm 15,2 kN 9,0 kN 15,0 kNm
10-16x16 4,87 mm 16 bh 16 mm 12,0 kN 6,9 kN 9,0 kNm
Keruntuhan pada sambungan pada elemen baja ringan umumnya terjadi pada pelat, bukan pada
skrup, karena tebal pelatnyanya yang kecil. Sehingga kuat sambungan elemen baja ringan
bergantung pada elemen yang disambung. Mahmood et.al melakukan pengujian terhadap
sambungan geser dan sambungan tarik. Pada sambungan geser, dua elemen batang
disambungkan dengan mempertemukan badannya, kemudian kudua ujung batang yang sambung
tersebut dilakukan uji tekan. Sedangkan pada sambungan tarik, badan kedua batang disatukan
kemudian dilakukan pengujian sedemikian sehingga skrup yang disambung pada propel topi
tercabut. Hasil dari pengujian tersebut ditunjukan pada table berikut.
Tabel 2.5 Hasil uji kekuatan skrup pada sambungan
Pengujian Spesimen Kuat sambungan Kapasitas per skrup Formula BS 5950
Geser 2 skrup – pelat 0,6mm 3,00 kN 1,5 kN 0,85 kN
Geser 4 skrup – pelat 0,6mm 7,00 kN 1,75 kN 0,85 kN
Geser 2 skrup – pelat 1,0mm 7,5 kN 3,25 kN 1,7 kN
Geser 4 skrup – pelat 1,0mm 12,5 kN 3,125 kN 1,7 kN
Tarik 1 skrup-pd sayap C 1,5 kN 1,5 kN 0,73 kN
Tarik 2 skrup-pd sayap C 3,2 kN 1,6 kN 0,73 kN
Tarik 1 skrup-propil topi 1,0 kN 1,0 kN 0,53 kN
Tarik 2 skrup-propil topi 2,2 kN 1,1 kN 0,53 kN
British code BS 5950 Part 5 memberikan rumus untuk memprediksi kuat sambungan skrup pada
pelat yaitu sebagai berikut;
Untuk sambungan tarik, kuat nominal satu baut pada sambungan adalah yang terkecil dari
Pnt1 = 1,1 t3 ds Fyp …………. (2.28)
Pnt2 = 0,65 t4 ds Fyp …………. (2.29)
Untuk sambungan geser, kuat nominal satu baut pada sambungan adalah nilai terkecil dari
Pns1 = 3,2 (t33 d)
1/2 Fyp ………… (2.30)
Pns2 = 2,1 t3 d Fyp …………. (2.31)
Dimana; t3 = tebal pelat yang nempel pada kepala skrup
t4 = tebal pelat yang dekat dengan ujung skrup
ds = diameter skrup
d = diameter lubang
Fyp = tegangan leleh pelat
Hasil dari perhitungan rumus BS 5950 Part 5 tersebut dapat dilihat pada table diatas. Tabel diatas
menunjukkan bahwa hasil experiment hampir dua kali dari hasil yang didapat dari formula BS
5950.
BAB 3
METODA PENELITIAN
3.1 Rancangan Benda Uji
Untuk mengetahui berapa perbandingan kekuatan elemen batang serta kekuatan sambungan
terhadap gaya ultimit yang terjadi pada batang serta sambungan tersebut, maka dibuat benda uji
tekan elemen batang, benda uji geser sambungan 4 skrup dan sambungan 6 skrup, dan benda uji
struktur rangka. Untuk uji tekan elemen batang dan uji geser sambungan, masing masing dibuat
3 benda uji. Untuk struktur rangka batang dibuat 2 benda uji dengan ukuran yang sama namun
dibedakan pada jumlah skrup pada joint-joint nya. Struktur pertama menggunakan 4 buah skrup
pada setiap joint nya dan struktur kedua memakai 6 buah skrup pada setiap joint nya.
Baja ringan yang dipakai dalam pengujian adalah baja canal C 75-75 dengan jenis material dan
ukuran penampang sebagai berikut:
Material jenis Galvanis G550 Z22, memakai baja mutu tinggi dengan;
Tegangan leleh minimum Fy min = 550 Mpa
Modulus Elastisitas E = 2,1x105 Mpa
Modulus Geser G = 8x104 Mpa
Penampang baja canal C75-75 berbentuk C dengan tambahan lips yaitu tekukan kedalam pada
ujung-ujungnya. Bentuk dari baja canal C75-75 ditampilkan dalam gambar 3.1 dengan dimensi;
Tinggi badan h = 75 mm,
Lebar sayap b = 30 mm,
Lebar lips c = 10 mm,
Tebal t = 0.75 mm.
Penampang tersebut memiliki sifat penampang;
Luas area A = 109.65 mm2
Momen inertia Ix = 95091 mm4
Iy = 13811 mm4
Modulus plastis Zx = 2535.5 mm3
= Sx
Zy = 673.7 mm3
= Sy
Inertia torsi J = 20.56 mm4
Jari-jari inertia rx = 29.45 mm ; ry = 11.22 mm
b
h
c
c
Gambar 3.1 Penampang C
Skrup yang diganakan dalam pengujian adalah self drilling screw gauge 12 dengan kepala
hexagonal, dengan spesifikasi material sebagai berikut:
Kuat geser baut = 9 kN
Kuat tarik baut = 15,2 kN
Kuat torsi baut = 15 kNm
3.2 Uji Tekan Elemen Batang
Pada rangka batang dengan penampang yang seragam, umumnya keruntuhannya terjadi pada
batang yang tertekan akibat batang tersebut mengalami tekuk . Untuk itu maka hanya dilakukan
pengujian terhadap elemen batang yang mengalami tekan saja untuk mengetahui kuat tekan dari
batang tersebut. Panjang dari benda uji akan menentukan keruntuhan yang terjadi serta kuat
tekannya. Spesimen dengan batang yang pendek ditujukan untuk mengetahui kuat tekan akibat
keruntuhan tekuk local atau tekuk plastis, specimen dengan batang panjang ditujukan untuk
mengetahui kuat tekan akibat tekuk global atau tekuk elastis, dan specimen dengan panjang
batang menengah adalah untuk mengetahui kuat tekan akibat tekuk elastoplastis. Peraturan
memberikan petunjuk untuk batang pendek yaitu batang dengan panjang tiga kali lebar elemen
yang terpanjang. Penelitian ini hanya meneliti untuk panjang batang menengah yaitu
menggunakan panjang batang 75 cm yang Gambar 3.3 Pengujian Batang Tekan Gambar 3.2 Benda Uji Batang Tekan
mewakili panjang batang dari elemen rangka batang yang menerima tekan. Tiga buah specimen
dari propil C 75.75 dibuat dan dilakukan pengujian tekan, seperti terlihat pada gambar 3.2. Untuk
menghindari terjadinya clamping (pelipatan) pada ujung yang ditekan maka pada kedua ujung
batang diberikan kayu pengisi yang dijepit seperti terlihat pada gambar 3.3
3.3 Uji Geser Sambungan
Pengujian kuat geser sambungan dilakukan untuk mengetahui kuat sambungan yang mengalami
gaya geser, dimana perilaku ini terjadi pada joint-joint dari rangka batang. Pengujian ini sering
disebut dengan istilah Single Lap Joint Test. Skrup yang dipakai adalah jenis self drilling screw
gauge 12 dengan diameter ulir 5,5 mm. Pada pengujian ini diuji sambungan untuk kombinasi
empat skrup dan enam skrup.Tiap kombinasi skrup dibuat tiga benda uji. Setiap specimen terdiri
dari dua batang jenis C 75.75 masing-masing dengan panjang 15 cm yang disatukan pada bagian
badannya dengan kombinasi skrup seperti diatas. Selanjutnya dilakukan uji tekan pada specimen
tersebut untuk mendapatkan kuat geser dari sambungannya. Gambar 3.4 memberikan ilustrasi
ukuran dan jarak skrup dari specimen uji geser sambungan, sedangkan gambar 3.5 dan 3.6
memperlihatkan benda uji dari sambungan 4 skrup dan 6 skrup.
10 cm
7.5 cm
10 cm
Sambungan 6 skrup Sambungan 4 skrup Tampak samping
Gambar 3.4 Jarak Skrup Pada Sambungan
Beban Beban Beban
• •
• • • •
• • • •
2.0 cm
2.0 cm
3.5 cm 2.5
cm
1.25
1.25
2.5 cm
3.4 Uji Struktur Rangka Batang
Untuk mengetahui perilaku struktur rangka batang dari penampang baja ringan dalam menerima
beban maka dilakukan pengujian pada struktur rangka batang. Dibuat dua buah specimen rangka
batang, satu specimen memakai sambungan 4 skrup pada jointnya dan specimen yang kedua
dengan memakai sambungan 6 skrup pada jointnya. Batangnya-batangnya memakai penampang
jenis C 75.75 dan skrupnya memakai skrup gauge 12 (dia. 5,5mm). Struktur diletakan pada dua
tumpuan roll, dan pada tiga joint atas dikerjakan beban yang menekan joint tersebut. Joint-joint
tersebut ditekan oleh satu alat penekan dengan bantuan balok baja I dan batang vertical
sedemikian sehingga ketiga joint tersebut tertekan oleh alat penekan yang ditransfer ke balok I.
Dengan kondisi seperti ini maka ketiga joint tersebut dikerjakan deformasi yang seragam, bukan
beban yang sama seperti bagaimana pengertian pada umumnya. Selanjutnya dilakukan pengujian
dengan memberikan beban tekanan pada joint dan dilakukan pencatatan deformasi dari joint
tersebut serta beban yang terbaca pada alat. Gambar 3.7 dan 3.8 memperlihatkan salah satu
benda uji struktur rangka batang dan pengujian yang dilakukan, sedangkan gambar 3.9
mengilustrasikan sistem pengujian serta ukuran-ukuran dari struktur rangka batang tersebut.
Gambar 3.5 Spesimen Sambungan 4 Skrup Gambar 3.6 Spesimen Sambungan 4 Skrup
Gambar 3.8 Sistem Pengujian dan Ukuran- Ukuran Rangka Batang
72 cm
42.7 cm cm
104.5 cm cm
104.5 cm cm
24 cm 24 cm
Alat penekan dari mesin
Balok propil I
Gambar 3.8 Pengujian Rangka Batang
Gambar 3.7 Benda Uji Rangka Batang
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Uji Tekan Batang
Pengujian tekan pada benda uji batang C 75.75 dengan panjang 75 cm menghasilkan data
hubungan antara beban dan deformasi seperti ditunjukan pada table 4.1. Dari data tersebut dapat
dilihat bahwa beban maksimum berbeda untuk tiap benda uji namun beban dimana mulai
terjadinya deformasinya yang sangat besar akibat benda uji mengalami tekuk distorsional hampir
sama yaitu pada beban 11 sampai 12 kN. Benda pertama memberikan beban maksimum 12,5 kN
sedangkan benda uji kedua dan ketiga memberikan beban maksimum sampai 15 kN, namun
disertai dengan deformasi inelastis yang sangat besar. Dari data ketiga benda uji tersebut diambil
kesimpulan kuat nominal batang C 75.75 dengan panjang 75 cm dipakai sebesar 12 kN.
Tabel 4.1 : Hasil Uji Tekan Batang
Benda Uji 1 Benda Uji 2 Benda Uji 3
Beban Translasi Beban Translasi Beban Translasi (kN) (mm) (kN) (mm) (kN) (mm)
0 0 0 0 0 0
2 0.4 2 0.38 2 0.39
4 0.8 4 0.79 4 0.79
6 1.22 6 1.2 6 1.19
8 1.68 8 1.65 8 1.64
10 2.52 10 2.35 10 2.3
11 3.5 12 3.25 12 3.6
12.5 10 14 4.9 14 5.8
15 6.7 15 9.8
16 10
Salah satu grafik yang menggambarkan hubungan antara beban terhadap deformasi ditunjukkan
pada gambar 4.1. Dari garfik itu dapat dilihat bahwa beban maksimum sebesar 12.5 kN terjadi
pada deformasi 7 mm. Hubungan linier berdasarkan hukum Hoke terjadi sampai beban 8 kN.
Setelah itu peningkatan beban tidak lagi linier akibat mulai terjadi tekuk lokal pada badan dan
dilanjutkan dengan tekuk distorsional pada sayap. Pada beban 11 kN tekuk distorsional mulai
tampak, setelah itu peningkatan beban yang tidak terlalu besar sampai beban maksimum 12.5
kN. Setelah tercapai beban maksimum terjadi penurunan beban yang yang diikuti dengan
bertambah besarnya deformasi. Hasil yang didapat pada benda uji ke-2 dan ke-3 menunjukkan
kemiripan pada saat mulai terjadinya tekuk local yaitu pada beban 11 sampai 12 kN. Akan tetapi
ada perbedaan pada beban maksimum yaitu mencapai nilai 16 kN pada benda uji ke-2 dan 15 kN
pada benda uji ke-3. Ini mungkin disebabkan oleh ketidak seragaman bentuk penampang karena
tipisnya pelat sehingga mengakibatkan perbedaan beban saat terjadinya tekuk distorsional.
Grafik hubungan beban dan deformasi dapat dilihat pada gambar 4.1, sedangkan Gambar 4.2
menunjukan foto terjadinya tekuk distorsional pada batang.
Metoda Elemen k fcrl (Mpa) Pcrl (kN)
Pelat Badan (Web) 4 33.6 3.68
Pelat Sayap (Flens) 4 209.7
Pelat Ujung (Lips) 0.425 200.5
Metoda Interaksi
Pelat Badan (Web) 5.23 43.9 4.81
Metoda Finite Strip 79.3 8.69
Catatan; luas penampang Ag = 109.6 m2
Analisa secara teoritis berdasarkan metoda elemen dengan
memakai nilai k untuk elemen sayap dan badan = 4 dan k untuk elemen ujung = 0,425,
persamaan (2.10) memberikan nilai tegangan tekuk local critis seperti pada table 4.2. Dari hasil
Gambar 4.1 Grafik Hubungan Beban-Deformasi Elemen batang tekan
Gambar 4.2 Tekuk Pada Batang
Tabel 4.2 Kuat Tekan Elemen Batang Secara Teoritis
tersebut ternyata tegangan minimum didapat pada elemen web yaitu sebesar 33,6 Mpa.
Selanjutnya dari hasil diatas, metoda interaksi hanya menghitung k untuk elemen web saja,
memakai persamaan 2.11, 2.12 dan 2.10, didapat hasil kweb = 5,23 dan fcrl = 43,9 Mpa. Hasil
numerical dengan Metoda finite strip (program CUFSM4 dari Schafer) dengan memberikan
input tegangan awal merata sebesar 345 Mpa, memberikan out put nilai load factor = 0,23,
sehingga fcrl = 0,23*345 = 79,4 Mpa. Dengan luas penampang C-75.57 sebesar 109,6 mm2, hasil
perhitungan kuat tekan crtical penampang berdasarkan ketiga metoda tersebut ditunjukkan pada
table 4.2.
Dari ketiga metoda ini, metoda elemen memberikan hasil yang paling kecil. Hal ini disebabkan
pengaruh kekakuan pelat sayap yang menumpu pada sisi badan tidak diperhitungkan. Sedangkan
pada metoda interaksi pengaruh kekakuan pelat sayapnya diperhitungkan sehingga memberikan
hasil yang lebih besar dari metoda elemen. Metoda finite strip memberikan hasil yang paling
besar dan diyakini sebagai hasil yang paling sesuai karena dua metoda lainnya menggunakan
banyak pendekatan dan penyederhanaan.
Perbandingan kuat tekan antar hasil teoritis dengan eperimen yaitu; hasil teoritis sebesar 8,69 kN
dan hasil experiment sebesar 11 kN. Lebih besarnya nilai experiment dibandingkan nilai teoritis
disebabkan karena pelat badan memiliki tekukan sepanjang batang (gambar 4.7) sehingga
pelatnya lebih kaku, yang mana tekukan ini tidak diperhitungkan pada analisa teoritis.
4.2 Hasil Uji Geser Sambungan
Pengujian kuat geser sambungan skrup dilakukan dengan memberikan beban tekan pada
sambungan sehingga skrup mengalami geser. Hasil pengukuran beban dan deformasi yang
terjadi pada setiap peningkatan beban dicatat hasilnya ditunjukkan pada table 4.3 dan 4.4 Dari
table tersebut dibuat grafik untuk masing-masing jenis sambungan guna melihat hubungan antara
beban terhadap deformasinya.
Grafik gambar 4.3 menunjukan hubungan antara beban dengan deformasi benda uji sambungan
dengan 4 skrup. Dari grafik tersebut dapat dilhat bahwa pada beban sampai 10 kN kurva masih
linier dan kurva mengalami sedikit penurunan sampai beban 12 kN. Setelah itu kurva
mendekati datar yang berarti peningkatan beban sangat kecil diiringi dengan deformasi yang
sangat besar. Beban maksimum dicapai pada 12,5 kN dan selanjutnya terjadi penurunan beban
seiring dengan bertambahnya deformasi.
Tabel 4.3 : Hasil Uji Sambungan 4 Skrup
Benda Uji 1 Benda Uji 2 Benda Uji 3
Beban Translasi Beban Translasi Beban Translasi (kN) (mm) (kN) (mm) (kN) (mm)
0 0 0 0 0 0
2 0.39 2 0.12 2 0.10
4 0.73 4 0.65 4 0.20
6 1.08 6 1.41 6 0.44
8 1.42 8 1.80 8 0.95
10 1.73 10 2.30 10 1.70
12 2.34 12 2.80 12 2.30
12.5 5.26 13 5.42 13 5.12
Tabel 4.4 : Hasil Uji Sambungan 6 Skrup
Benda Uji 1 Benda Uji 2 Benda Uji 3
Beban Translasi Beban Translasi Beban Translasi (kN) (mm) (kN) (mm) (kN) (mm)
0 0 0 0 0 0
2 0.35 2 0.35 2 0.30
4 0.65 4 0.68 4 0.80
6 0.95 6 0.85 6 1.12
8 1.25 8 1.00 8 1.35
10 1.60 10 1.35 10 1.55
12 1.95 12 1.85 12 2.00
14 2.30 14 2.75 14 2.25
16 2.70 16 3.05 16 2.83
17 3.15 17 3.28 17 2.97
18 3.65 18 3.50 18 3.10
19 4.45 19 6.12 18.5 5.22
19.5 6.25
Sampai beban 12 kN deformasi skrup masih sangat kecil dan setelah itu mulai terjadi keruntuhan
tumpu pada pelat yang disambung yang dapat dilihat dari membesarnya lubang skrup. Pelat yang
mengalami keruntuhan tumpu adalah pelat yang berada pada ujung krup, sehingga akibatnya
skrup posisinya miring. Perilaku yang hampir sama juga didapatkan pada 2 benda uji
lainnya.Dari hasil ketiga benda uji tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kuat ultimit
sambungan tersebut 12 kN sehingga kuat geser ultimit per skrup nya adalah 3 kN.
Pada benda uji sambungan dengan 6 skrup, kurva hubungan antara beban terhadap deformasi
ditunjukkan pada gambar 4.4. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa kurva mendekati linier
sampai beban mencapai 18 kN. Menuju beban 19 kN kurva tidak lagi linier dan selanjutnya
hampir mendatar sampai beban maksimum 19,5 kN. Keruntuhan yang terjadi pada sambungan 6
skrup juga diakibatkan oleh bertambah besarnya lubang pelat yang terletak pada ujung skrup
sama seperti pada sambungan 4 skrup. Namun ada suatu perbedaan yaitu sambungan 6 skrup
selain terjadi keruntuhan tumpu juga mengalami keruntuhan local pada elemen pelatnya yang
ditunjukkan dari menekuknya pelat badan seperti terlihat pada gambar 4.4. Perilaku yang hampir
Gambar 4.3 Grafik Beban-Deformasi Sambungan 4 Skrup
Gambar 4.4 Grafik Beban-Deformasi Sambungan 6 Skrup
sama juga temukan pada 2 benda uji lainnya. Dari ketiga benda uji tersebut diambil kesimpulan
bahwa kuat ultimit sambungan 18 kN sehingga kuat geser ultimitnya perskrupnya 3 kN.
Dari sambungan 6 skrup tersebut juga didapat bahwa memperkecil jarak skrup sehingga menjadi
2 kali diameter untuk skrup tepi dan 4 kali diameter untuk skrup tengah tidak mengurangi kuat
nominal skrup.
Gambar 4.5 memperlihatkan perbandingan grafik beban–deformasi sambungan 4 skrup dan
sambungan 6 skrup. Dari grafik dapat dilihat bahwa sambungan 6 skrup memberikan kuat geser
yang lebih besar dibandingkan dengan sambungan 4 skrup. Namun ditinjau dari kekakuannya,
kedua sambungan tersebut memiliki kekakuan yang sama. Itu dapat dilihat dari kemiringan
grafik dari kedua sambungan tersebut yang hampir sama.
Bentuk keruntuhan yang terjadi pada sambungan 4 dan 6 skrup hampir sama yaitu keruntuhan
tumpu. Lubang baut pada pelat diujung skrup bertambah besar sehingga membuat posisi skrup
menjadi miring. Ini dapat dilihat pada gambar 4.6 dan 4.7. Selanjutnya tidak ditemukan adanya
kerusakan pada skrup.
Secara teoritis menurut persamaan 2.30 didapat nominal kuat geser skrup 2,44 kN dan
persamaan 2.31 menghasilkan 3,03 kN. Jadi nilai kuat nominal geser skrup adalah 4,33 kN. Nilai
kuat nominal secara teoritis ini tidak jauh berbeda dari nilai hasil experiment yaitu factor reduksi
* Pult = 0,75*3 kN = 2,25 kN.
Gambar 4.5 Perbandingan Sambungan 4 Skrup dan 6 Skrup
4.3
Hasi
l Uji
Stru
ktur
Ran
gka
Bata
ng
Peng
ujian
struk
tur rangka batang dengan beban tekan seperti yang dimodelkan pada bab 3.4 menghasilkan data
hubungan antar beban dan deformasi yang dapat dilihat pada table 4.5. Data tersebut kemudian
disajikan dalam bentuk grafik gambar 4.8. Dari data dan grafik tersebut dapat dilihat bahwa
kedua struktur tersebut memiliki perilaku dan beban ultimit yang hampir sama. Dari grafik 4.8
dapat dilihat bahwa struktur berperilaku elastis sampai beban 16 kN dan mulai menjadi plastis
pada beban 18 kN. Beban terbesar yang tercatat adalah 19 kN namun dengan deformasi yang
sangat besar, sehingga dipakai beban ultimit sebesar 18 kN.
Pada grafik 4.8 tersebut juga ditampilkan hasil analisa statis linier dari model struktur rangka
batang tersebut dengan program computer SAP 2000. Dari grafik tersebut terlihat bahwa struktur
dengan 4 skrup memiliki kemiringan yang paling kecil kemudian diikuti oleh struktur 6 skrup
dan terbesar adalah hasil analisa SAP 2000. Walaupun demikian perbedaannya sangatlah kecil,
yang menyatakan bahwa kekakuan strukturnya hampir sama. Struktur dengan joint 6 skrup
otomatis lebih kaku dari struktur dengan joint 4 skrup sehingga memberikan kemiringan grafik
yang lebih besar.
Gambar 4.6 Keruntuhan Sambungan 4 Skrup Gambar 4.7 Keruntuhan Sambungan 6 Skrup
Pola keruntuhan yang terjadi pada struktur dengan joint 4 skrup hampir sama dengan yang 6
skrup yaitu terjadinya tekuk pada batang tekan atas kearah sumbu lemah. Ini dapat dilihat pada
gambar 4.9. Selain itu juga terjadi tekuk local pada joint di tumpuan seperti terlihat pada gambar
4.10. Kedua struktur ini memberikan beban ultimit yang sama karena keruntuhan tidak terjadi
pada sambungan melainkan tekuk lateral pada batang.
Dengan menggunakan kuat tekan kritikal ultimit batang berdasarkan hasil experiment sebesar 11
kN, dan selanjutnya memprediksi beban ultimit struktur seperti pada model pembebanan gambar
3.8 menggunakan program SAP 2000 didapat hasil beban sebesar 16 kN. Hasil ini mendekati
dengan hasil yang didapat pada uji struktur rangka yaitu sebesar 18 kN. Sehingga dapat dapat
disimpulkan bahwa untuk memprediksi kekuatan struktur rangka, cukup diketahui kuat nominal
elemen batangnya kemudian dengan menggunakan analisa struktur linier atau program computer
beban ultimit struktur dapat diprediksi.
Tabel 4.5 : Hasil Pengujian Rangka Batang
Joint 4 skrup Joint 6 skrup
Beban Lendutan Beban Lendutan (kN) (mm) (kN) (mm)
0 0 0 0
2 0.52 2 0.43
4 0.91 4 0.78
6 1.28 6 1.13
8 1.65 8 1.5
10 2.01 10 1.84
12 2.37 12 2.18
14 2.75 14 2.56
16 3.13 16 2.94
18 4.32 18 3.62
18.5 8.62 18.5 5.6
19 15.22 19 12.5
Gambar 4.8 Grafik beban dan deformasi pada struktur rangka
Gambar 4.9 Keruntuhan tekuk lateral pada batang tekan atas
BAB 5 KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat dari penelitian struktur rangka baja ringan ini adalah:
1. Kekuatan elemen batang dapat diprediksi dengan cukup tepat memakai metoda finite
strip, program CUFSM4 yang dibuat oleh Schafer, Hasil numerical analisis sekitar 80%
dari hasil experiment. Nilai yang lebih kecil didapat karena numerical analisis tidak
memodelkan tekukan pada pelat badan.
2. Keruntuhan yang terjadi pada batang dengan panjang 10 kali lebar badan ternyata
diakibatkan oleh terjadinya tekuk local pada badan yang kemudian diikuti oleh tekuk
distorsional. Hal ini sesuai dengan hasil teoritis yang menunjukkan tekuk local
memberikan nilai tegangan tekuk kritis yang paling kecil.
3. Formula British code BS 5950 Part 5 memberikan prediksi kekuatan geser baut dengan
cukup tepat yaitu sekitar 108% dari hasil experiment. Nilai prediksi sangat ditentukan
oleh kuat leleh dari elemen pelat (Fyp) yang dipakai dalam perhitungan.
4. Sambungan yang memakai jarak skrup kepelat ujung 2 kali diameter dan jarak skrup ke
skrup 4 kali diameter memberikan hasil kuat geser per-skrup yang sama dengan
sambungan yang memakai jarak skrup yang lebih besar dari diatas.
5. Keruntuhan yang terjadi pada sambungan adalah keruntuhan tumpu pada pelat diujung
skrup dan keruntuhan tekuk pada bada pelat didepan sambungan.
6. Struktur rangka yang memakai joint 6 skrup memberikan hasil beban ultimit yang sama
dengan yang memakai 4 skrup. Ini disebabkan karena pada struktur ini keruntuhan tidak
terjadi pada joint melainkan pada batang tekan atas. Jadi pemakaian skrup dapat
diperkecil sesuai dengan gaya yang terjadi pada joint.
7. Pada saat beban ultimit, gaya batang terbesar yang terjadi pada batang tekan atas telah
mencapai kuat tekan elemen batang. Ini menandakan kekuatan batang terpakai
sepenuhnya dalam struktur rangka tersebut.
8. Beban ultimit pada struktur rangka dapat diprediksi dengan cukup tepat memakai analisa
struktur linier atau memakai program SAP 2000. Hasil beban ultimit yang didapat dari
analisis struktur adalah sekitar 112,5% dari hasil experiment.
DAFTAR PUSTAKA
Tahir, M.M., Thong, C.M. and Tan C.S., 2005. Performance of Locally Product Cold Formed
Steel Sections For Roof Truss System, Journal Teknologi Vol 42(B), UTM Mallaysia, pp 11-28
Tahir, M.M., Tan, C.S., and Shek, P.N., 2006. Typical Test on Cold Formed Steel Structures,
Procedings of the 6th
APSEC 2006
British Standard Institution (BSI), 1987, BS 5950 Part 5: Code of Practice for Design of Cold
Formed Thin Gauge Sections, British Standard Institution, UK.
Anonim, U.S. Department of Housing and Urban Development, 2003. Prescriptive Method for
Connecting Cold-Formed Steel Framing to Insulating Concrete Form Walls in Residential
Construction. Washington, DC
Kwon, Y.B. and Hancock, G.J. 1992. Strength Tests of Cold-Formed Channel Sections
Undergoing Local and Distortional Buckling, ASCE Journal of Structural Engineering, 118(7).
Schafer, B.W. 2002. Progress on the Direct Strength Method, Proceeding 16th
Int’l Spec. Conf.
on Cold-Formed Steel Structures, Orlando, Florida, 647-662.
American Iron and Steel Institute (AISI),2004. Design of Cold Formed Steel Structural Members
Using the Direct StrengthMethod, USA
Schafer, B.W. 2006. Designing Cold Formed Steel Using Direct Strength Method, 18th
International Specialty Conference on Cold Formed Steel Structures, Orlando, Florida
Schafer, B.W. 2006. Finite Strip Software CUFSM, www.ce.jhu.edu/bschafer/cufsm