Download - susunan kurikulum
-
7/22/2019 susunan kurikulum
1/24
KURIKULUM TEKNOLOGI DAN KEJURUSAN
Page 1
SUSUNAN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN PTK DALAM SUATU BIDANG STUDY
YANG ANDA MINATI
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang MasalahSalah satu aspek keterampilan berbahasa yang sangat penting peranannya dalam upaya
melahirkan generasi masa depan yang cerdas, kritis, kreatif, dan berbudaya adalah
keterampilan berbicara. Dengan menguasai keterampilan berbicara, peserta didik akan
mampu mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara cerdas sesuai konteks dan situasi
pada saat dia sedang berbicara. Keterampilan berbicara juga akan mampu membentuk
generasi masa depan yang kreatif sehingga mampu melahirkan tuturan atau ujaran yang
komunikatif, jelas, runtut, dan mudah dipahami. Selain itu, keterampilan berbicara juga akan
mampu melahirkan generasi masa depan yang kritis karena mereka memiliki kemampuan
untuk mengekspresikan gagasan, pikiran, atau perasaan kepada orang lain secara runtut dan
sistematis. Bahkan, keterampilan berbicara juga akan mampu melahirkan generasi masa
depan yang berbudaya karena sudah terbiasa dan terlatih untuk berkomunikasi dengan pihak
lain sesuai dengan konteks dan situasi tutur pada saat dia sedang berbicara.
Namun, harus diakui secara jujur, keterampilan berbicara di kalangan siswa SMP, khususnya
keterampilan berbicara, belum seperti yang diharapkan. Kondisi ini tidak lepas dari proses
pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah yang dinilai telah gagal dalam membantu siswa
terampil berpikir dan berbahasa sekaligus. Yang lebih memprihatinkan, ada pihak yang
sangat ekstrim berani mengatakan bahwa tidak ada mata pelajaran Bahasa Indonesia pun
-
7/22/2019 susunan kurikulum
2/24
KURIKULUM TEKNOLOGI DAN KEJURUSAN
siswa dapat berbahasa Indonesia seperti saat ini, asalkan mereka diajari berbicara, membaca,
dan menulis oleh guru
B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, maka yang menjadi permasalahan
adalah :
a. Langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan dalam menggunakan pendekatanpragmatik dalam pembelajaran keterampilan berbicara bagi siswa SMP?
b. Apakah penggunaan pendekatan pragmatik dalam pembelajaran bahasa Indonesiadapat meningkatkan keterampilan berbicara bagi siswa SMP?
C. Prosedur Pemecahan Masalahuntuk mengidentifikasi langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam menggunakan pendekatan
pragmatik dalam pembelajaran keterampilan berbicara bagi siswa SMP.
untuk memaparkan hasil keterampilan berbicara siswa SMP setelah pendekatan pragmatik digunakan
dalam kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia.
Sistematika pembahasan
Makalah ini terdiri dari tiga bab, yaitu bab 1,pendahuluan yang meliputi latar belakang
masalah, perumusan masalah, proses pemecahan masalah dan sistematika pembahasan. Yang
kedua,bab 2 yang berisi tentang pembahasan masalah. dan yang ketiga adalah bab 3 yaitu
kesimpulan.
-
7/22/2019 susunan kurikulum
3/24
KURIKULUM TEKNOLOGI DAN KEJURUSAN
BAB II
PEMBAHASAN
I.1 Keterampilan berbicara dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Saat ini, arah
pembinaan bahasa Indonesia di sekolah dituangkan dalam tujuan pengajaran bahasa Indonesia
yang secara eksplisit dinyatakan dalam kurikulum. Secara garis besar, tujuan utama pengajaran
bahasa Indonesia adalah agar anak-anak dapat berbahasa Indonesia dengan baik. Itu berarti agar
anak-anak mampu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dengan baik menggunakan
media bahasa Indonesia (Samsuri, 1987 dan Sadtono, 1988).
Melalui harapan tersebut, pengajaran bahasa Indonesia dikelola agar anak-anak memiliki
keterampilan-keterampilan praktis berbahasa Indonesia, seperti
1. Menulis laporan ilmiah atau laporan perjalanan2. Membuat surat lamaran pekerjaan3. Berbicara di depan umum atau berdiskusi4. Berpikir kritis dan kreatif dalam membaca5. Membuat karangan-karangan bebas untuk majalah, koran, surat-surat pembaca, brosur-
brosur, dan sebagainya. Apa pun bahan atau aturan-aturan bahasa yang diberikan kepada
anak-anak, dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan praktis semacam itu.
Dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun
2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah, khususnya tentang
standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran Bahasa Indonesia SMP/MTs secara
eksplisit dinyatakan bahwa bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual,
-
7/22/2019 susunan kurikulum
4/24
KURIKULUM TEKNOLOGI DAN KEJURUSAN
sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari
semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya,
budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam
masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan
kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya.
Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk
berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis,
serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Standar
kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta
didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif
terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik
untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global.
Dengan standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia semacam itu diharapkan:
1. Peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan,dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya kesastraan
dan hasil intelektual bangsa sendiri;
2. Guru dapat memusatkan perhatian kepada pengembangan kompetensi bahasa pesertadidik
dengan menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber belajar;
1. Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kebahasaan dan kesastraansesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta didiknya;
-
7/22/2019 susunan kurikulum
5/24
KURIKULUM TEKNOLOGI DAN KEJURUSAN
2. Orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan programkebahasaan dan kesastraan di sekolah;
3. Sekolah dapat menyusun program pendidikan tentang kebahasaan dan kesastraan sesuaidengan
keadaan peserta didik dan sumber belajar yang tersedia; dan
(6) Daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar kebahasaan dan kesastraan sesuai
dengan
kondisi dan kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.
Adapun tujuan mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah agar peserta didik memiliki kemampuan:
1. berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secaralisan maupun tulis;
2. menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan danbahasa negara;
3. memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untukberbagai tujuan;
4. menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, sertakematangan emosional dan sosial;
5. menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalusbudi
pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa;
-
7/22/2019 susunan kurikulum
6/24
KURIKULUM TEKNOLOGI DAN KEJURUSAN
1. menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya danintelektual manusia Indonesia. Sedangkan, ruang lingkup mata pelajaran Bahasa
Indonesia mencakupi komponen- kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang
meliputi aspek-aspek:
(1) mendengarkan;
(2) berbicara;
(3) membaca; dan
(4) menulis.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat ditegaskan bahwa keterampilan berbicara merupakan
salah salah satu aspek kemampuan berbahasa yang wajib dikembangkan di SMP. Keterampilan
berbicara memiliki posisi dan kedudukan yang setara dengan aspek keterampilan mendengarkan,
membaca, dan menulis.
Sementara itu, standar kompetensi dan kompetensi dasar keterampilan berbicara dalam mata
pelajaran Bahasa Indonesia di SMP/MTs kelas VII semester berdasarkan Standar Isi dalam
lampiran Peraturan Mendiknas Nomor 22/2006 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Keterampilan Berbicara Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMP/MTs Kelas VII Semester I
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Berbicara
2. Mengungkapkan pengalaman dan informasi melalui kegiatan berbicara dan menyampaikan
pengumuman
2.1 Menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan
kalimat efektif
2.2. Menyampaikan pengumuman dengan intonasi yang tepat serta menggunakan kalimat-
kalimat yang lugas dan sederhana
-
7/22/2019 susunan kurikulum
7/24
KURIKULUM TEKNOLOGI DAN KEJURUSAN
Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut dapat disimpulkan bahwa pada
semester I, siswa kelas VII SMP diharapkan mampu mengembangkan dua kompetensi dasar,
yaitu:
(1) menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan
kalimat efektif; dan
(2) menyampaikan pengumuman dengan intonasi yang tepat serta menggunakan kalimat-kalimat
yang lugas dan sederhana. Penelitian ini akan difokuskan pada upaya untuk mengembangkan
kompetensi dasar siswa kelas VII semester I dalam menceritakan pengalaman yang paling
mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif.
Fokus penelitian ini relevan dengan kegiatan pembelajaran aspek keterampilan berbicara dalam
mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP yang diarahkan agar siswa memiliki kemampuan
untuk:
1. berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku secara lisan;2. menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan
bahasa
negara;
1. memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untukberbagai tujuan;
2. menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, sertakematangan emosional dan sosial.
-
7/22/2019 susunan kurikulum
8/24
KURIKULUM TEKNOLOGI DAN KEJURUSAN
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Kridalaksana, ed. 1996:144) dijelaskan bahwa berbicara
adalah berkata; bercakap; berbahasa, atau melahirkanpendapat (dengan perkataan, tulisan, dsb.)
atau berunding. Sementara itu, Tarigan (1983:15) dengan menitikberatkan pada kemampuan
pembicara
menyatakan bahwa berbicara merupakan kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atas
kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, seta menyampaikan pikiran, gagasan, dan
perasaan. Sedangkan, sebagai bentuk atau wujudnya, berbicara dinyatakan sebagai suatu alat
untuk mengomunikasikan gagasangagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak.
Hal senada juga dikemukakan oleh Mulgrave (1954:3-4). Dia menyatakan bahwa berbicara
adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa atau katakata untuk mengekspresikan
pikiran. Selanjutnya, dinyatakan bahwa berbicara merupakan sistem tanda yang dapat didengar
dan dilihat yang memanfaatkan otototot dan jaringan otot manusia untuk mengomunikasikan ide-
ide. Berbicara juga
dipahami sebagai bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor fisik, psikis, neurologis,
semantik, dan linguistik secara ekstensif sehingga dapat digunakan sebagai alat yang sangat
penting untuk melakukan kontrol sosial.
Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut dapat dikemukakan bahwa berbicara pada hakikatnya
merupakan ungkapan pikiran dan perasaan seseorang dalam bentuk bunyi-bunyi bahasa. Dalam
konteks demikian, keterampilan berbicara bisa dipahami sebagai keterampilan mengucapkan
bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan,
menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Pendengar menerima informasi melalui
-
7/22/2019 susunan kurikulum
9/24
KURIKULUM TEKNOLOGI DAN KEJURUSAN
rangkaian nada, tekanan, dan penempatan jeda. Jika komunikasi berlangsung secara tatap muka,
aktivitas berbicara dapat diekspresikan dengan bantuan mimik dan pantomimik pembicara.
Merujuk pada pendapat tersebut, keterampilan berbicara pada hakikatnya merupakan
keterampilan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk
menceritakan, mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan
kepada orang lain.
I.2 Pendekatan Pragmatik dalam Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SMP Menurut
Halliday (1975) siswa itu belajar berbahasa, belajar melalui bahasa, dan belajar tentang bahasa.
Pengembangan bahasa pada anak memerlukan kesempatan menggunakan bahasa. Oleh karena
itu, kita membutuhkan lingkungan pendidikan yang memberikan kesempatan yang banyak atau
kaya bagi siswa untuk menggunakan bahasa di dalam cara-cara yang fungsional (Gay Su Pinnel
dan Myna L. Matlin, 1989:2).
Guru yang memberi siswa kesempatan mengembangkan keterampilan berbahasa di dalam
konteks nyata dan situasi yang kompleks akan meningkatkan pembelajaran karena mereka (guru)
memberi siswa pelatihan di dalam keterampilan yang terintegrasi dengan literasi tingkat tinggi.
Komunikasi adalah inti pengajaran language arts, sementara itu tugas-tugas komunikasi yang
kompleks adalah inti kemahirwacanaan tingkat tinggi (high literacy) (CED, 2001).
Selanjutnya, guru yang memberi pengalaman kepada siswa dengan pembelajaran terpadu melalui
lingkungan mahir literasi (literate environment) ternyata dapat meningkatkan pembelajaran
karena mereka (siswa) menggunakan proses-proses yang saling berkaitan antara membaca,
menulis, berbicara, dan mendengarkan untuk komunikasi alamiah senyatanya (authentic
commmunication) (Salinger, 2001).
-
7/22/2019 susunan kurikulum
10/24
KURIKULUM TEKNOLOGI DAN KEJURUSAN
Namun, secara jujur harus diakui bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP belum
berlangsung seperti yang diharapkan. Pembelajaran Bahasa Indonesia lebih cenderung bersifat
teoretis dan kognitif daripada mengajak siswa untuk belajar berbahasa Indonesia dalam konteks
dan situasi yang nyata. Akibatnya, apa yang diperoleh siswa di kelas dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia tidak bisa diterapkan secara praktis dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain,
pembelajaran Bahasa Indonesia terlepas dari konteks pengalaman dan lingkungan siswa. Hal ini
bisa menimbulkan dampak yang cukup serius terhadap keterampilan siswa dalam menggunakan
bahasa Indonesia dalam peristiwa dan konteks komunikasi.
Apa yang kita amati dari hasil pembelajaran di sekolah dasar dan menengah di Indonesia adalah
ketidakmampuan anak-anak menghubungkan antara apa yang dipelajari dengan bagaimana
pengetahuan itu dimanfaatkan untuk memecahkan persoalan sehari-hari (Direktorat SLTP,
2002). Apa yang anak-anak peroleh di sekolah, sebagian hanya hafalan dengan tingkat
pemahaman yang rendah. Siswa hanya tahu bahwa tugasnya adalah mengenal fakta-fakta,
sementara keterkaitan antara fakta-fakta itu dengan pemecahan masalah belum mereka kuasai.
Dalam konteks demikian, diperlukan upaya serius melalui penggunaan pendekatan yang inovatif
dan kreatif agar pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP bisa berlangsung dalam suasana yang
kondusif, interaktif, dinamis, terbuka, menarik, dan menyenangkan. Melalui proses pembelajaran
semacam itu, siswa diharapkan dapat menumbuhkembangkan kemampuan intelektual, sosial,
dan
emosional, sehingga mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia secara baik
dan benar sesuai dengan konteks dan sitiuasinya.
Hal itu sejalan dengan pernyataan dalam lampiran Peraturan Mendiknas RI Nomor 22 tahun
2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, khususnya yang
-
7/22/2019 susunan kurikulum
11/24
KURIKULUM TEKNOLOGI DAN KEJURUSAN
berkaitan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran Bahasa Indonesia
tingkat SMP/MTs. Dalam lampiran tersebut secara eksplisit ditegaskan bahwa bahasa memiliki
peran sentral dalam
perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang
keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi.
Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan
budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang
menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan
imajinatif yang ada dalam dirinya. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk
meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan
baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil
karya kesastraan manusia Indonesia. Salah satu pendekatan pembelajaran yang diduga mampu
menciptakan suasana yang kondusif; interaktif,
dinamis, terbuka, inovatif, kreatif, menarik, dan menyenangkan adalah pendekatan pragmatik.
Pendekatan pragmatik termasuk salah satu pendekatan komunikatif yang mulai digunakan dalam
pengajaran bahasa sejak munculnya penolakan terhadap paham behaviorisme melalui metode
Drill-nya. Pendekatan komunikatif dalam pengajaran bahasa dirintis oleh Michael Halliday dan
Dell Hymes. Hymes menciptakan istilah communicative competence, yaitu kompetensi
berbahasa yang
tidak hanya menuntut ketepatan gramatikal, tetapi juga ketepatan dalam konteks sosial (Zahorik
dalam Kurikulum 2004: Naskah Akademik Mata pelajaran Bahasa Indonesia 2004:4).
Proses pemerolehan bahasa mempersyaratkan adanya interaksi yang bermakna dalam bahasa
sasaran. Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemerolehan bahasa dapat
-
7/22/2019 susunan kurikulum
12/24
KURIKULUM TEKNOLOGI DAN KEJURUSAN
dipilah menjadi dua golongan, yaitu faktor eksternal dan faktor internal (Chaika, l982). Faktor
eksternal berkaitan dengan lingkungan bahasa seseorang, sedangkan faktor internal berkaitan
dengan keadaan intern di dalam diri pelahar bahasa. Faktor eksternal masih dipilah menjadi dua
macam lagi, yaitu lingkungan bahasa makro dan lingkungan bahasa mikro. Lingkungan makro
terdiri atas:
1. kealamiahan bahasa
2.peranan anak-anak dalam berkomunikasi
1. tersedianya sumber yang dapat membetulkan untuk menjelaskan makna, dan2. ketersediaan model atau contoh yang bisa ditiru.
Lingkungan mikro adalah keadaan lingkungan kelas tempat anak-anak belajar, yaitu bagaimana
guru bisa menciptakan kelas agar anak-anak bisa belajar keterampilan berbahasa, bukan hanya
tahu tentang bahasa saja. Dari berbagai penelitian tentang pengajaran bahasa disimpulkan bahwa
keterampilan berbahasa anak, khususnya keterampilan berbicara, dikembangkan melalui tiga
cara, yaitu:
(1) anak-anak mengembangkan bahasa keduanya dengan memproduksi ujaran dalam bahasa
target secara lebih sering, lebih tepat, dan dalam variasi yang luas;
(2) Anak-anak mengembangkan bahasa keduanya dengan cara mengolah input dari ujaran orang
lain; dan
(3) anak-anak mengembangkan bahasa keduanya melalui pelibatan diri dalam tugas atau
interaksi yang menuntut adanya kemampuan kreatif berkomunikasi dengan orang lain (Ellis,
1986).
-
7/22/2019 susunan kurikulum
13/24
KURIKULUM TEKNOLOGI DAN KEJURUSAN
Hal itulah yang kemudian menjadi cacatan penting dalam penelitian pengajaran bahasa, yaitu
pengikutsertaan anak-anak dalam latihan komunikasi itu amat penting. Anak-anak dengan
tingkat pembangkitan input yang tinggi (high input generating) memperoleh kemampuan
berbahasanya dari bertanya, menjawab, menyanggah, dan beradu argumen dengan orang lain.
Anak-anak yang lambat belajar, berarti ia juga pasif dalam berlatih berbahasa nyata atau pasif
dalam berkomunikasi menggunakan bahasa.
Inti dari temuan itu adalah bahwa keaktifan anak-anak di kelas dalam pembelajaran bahasa perlu
dilakukan melalui aktivitas berlatih berujar secara nyata. Penelitian-penelitian itu pada akhirnya
menghasilkan sejumlah hipotesis baru tentang pembelajaran bahasa. Secara umum ada korelasi
antara perilaku aktif ini dengan perolehan belajar anak. Dengan kata lain, hasil penelitian dalam
bidang pengajaran bahasa menyarankan adanya program pengajaran bahasa yang menekankan
pada pembangkitan input anak-anak (latihan bercakap-cakap, membaca, atau menulis yang
sebenarnya).
Pembelajaran kompetensi komunikatif yang menjadi muara akhir pencapaian pembelajaran
bahasa Indonesia memiliki ciri-ciri:
1. makna itu penting, mengalahkan struktur dan bentuk;2. konteks itu penting, bukan item bahasa;3. belajar bahasa itu belajar berkomunikasi;4. target penguasaan sistem bahasa itu dicapai melalui proses mengatasi hambatan
berkomunikasi;
5. kompetensi komunikatif menjadi tujuan utama, bukan kompetensi kebahasaan;6. kelancaran dan keberterimaan bahasa menjadi tujuan, bukan sekedar ketepatan bahasa.
Siswa didorong untuk selalu berinteraksi dengan siswa lain (Brown, 2001:45).
-
7/22/2019 susunan kurikulum
14/24
KURIKULUM TEKNOLOGI DAN KEJURUSAN
Penggunaan pendekatan paragmatik dalam pengajaran Bahasa Indonesia juga dilandasi oleh
semangat pembelajaran kontruktivistik yang memiliki ciri-ciri:
perilaku dibangun atas kesadaran diri;
1. keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman;2. hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri, berdasarkan motivasi intrinsik;3. seseorang berperilaku baik karena dia yakin itulah yang terbaik dan bermanfaat bagi
dirinya;
4. pembelajaran bahasa dilakukan dengan pendekatan komunikatif, yaitu siswa diajakmenggunakan bahasa untuk berkomunikasi dalam konteks nyata;
5. siswa menggunakan kemampuan berpikir kritis, terlibat penuh dalam mengupayakanterjadinya proses pembelajaran yang efektif, ikut bertanggung jawab atas terjadinya
proses pembelajaran yang efektif, membawa skemata masing-masing ke dalam proses
pembelajaran;
6. pengetahuan yang dimiliki manusia dikembangkan oleh manusia itu sendiri, dengan caramemberi makna pada pengalamannya. Oleh karena ilmu pengetahuan itu dikembangkan
(dikonstruksi) oleh manusia sendiri, sementara manusia selalu mengalami peristiwa baru,
maka pengetahuan itu tidak pernah stabil, selalu berkembang (tentative & incomplete);
7. siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, saling mengoreksi;8. hasil belajar diukur dengan berbagai cara dan dari berbagai sumber;9. pembelajaran terjadi di berbagai konteks dan setting (Zahorik dalam Kurikulum 2004:
Naskah Akademik Mata pelajaran Bahasa Indonesia 2004:21-22).
-
7/22/2019 susunan kurikulum
15/24
KURIKULUM TEKNOLOGI DAN KEJURUSAN
Penggunaan pendekatan pragmatik dalam pengajaran Bahasa Indonesia juga didasari oleh prinsip
bahwa guru mengajarkan bahasa Indonesia sebagai sebuah keterampilan, antara lain
pengintegrasian antara bentuk dan makna, penekanan pada kemampuan berbahasa praktis, dan
interaksi yang produktif antara guru dengan siswa. Prinsip pertama menyarankan agar
pengetahuan dan keterampilan berbahasa yang diperoleh, berguna dalam komunikasi sehari-hari
(meaningful). Dengan kata lain, agar dihindari penyajian materi (khususnya kebahasaan) yang
tidak bermanfaat dalam komunikasi sehari-hari, misalnya, pengetahuan tata bahasa bahasa
Indonesia yang sangat linguistis.
Prinsip kedua menekankan bahwa melalui pengajaran bahasa Indonesia, siswa diharapkan
mampu menangkap ide yang diungkapkan dalam bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulis, serta
mampu mengungkapkan gagasan dalam bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tertulis.
Penilaian hanya sebagai sarana pembelajaran bahasa, bukan sebagai tujuan.
Prinsip ketiga mengharapkan agar di kelas terjadi suasana interaktif sehingga tercipta masyarakat
pemakai bahasa Indonesia yang produktif. Tidak ada peran guru yang dominan. Guru diharapkan
sebagai pemicu kegiatan berbahasa lisan dan tulis. Peran guru sebagai orang yang tahu atau
pemberi informasi pengetahuan bahasa Indonesia agar dihindari.
Ciri lain yang menandai adanya penggunaan pendekatan pragmatik dalam pembelajaran
keterampilan berbicara adalah penggunaan konteks tuturan. Hal ini dimaksudkan agar peserta
didik memperoleh gambaran penggunaan bahasa Indonesia dalam konteks dan situasi yang
nyata.
Konteks adalah sesuatu yang menjadi sarana pemerjelas suatu maksud. Sarana itu meliputi dua
macam, yaitu:
1. berupa bagian ekspresi yang dapat mendukung kejelasan maksud; dan
-
7/22/2019 susunan kurikulum
16/24
KURIKULUM TEKNOLOGI DAN KEJURUSAN
2. berupa situasi yang berhubungan dengan suatu kejadian. Konteks yang berupa bagianekspresi yang dapat mendukung kejelasan maksud disebut koteks (co-text), sedangkan
konteks yang berupa situasi yang berhubungan dengan suatu kejadian disebut konteks
(contex) (Rustono 1999:20). Makna sebuah kalimat baru dapat dikatakan benar apabila
diketahui siapa pembicaranya, siapa pendengarnya, kapan diucapkan, dan lain-lain (Lubis
1993:57).
Menurut Alwi et al. (1998:421), konteks terdiri dari unsur-unsur, seperti situasi, pembicara,
pendengar, waktu, tempat adegan, topik, peristiwa, bentuk amanat, kode, dan sarana. Bentuk
amanat sebagai unsur konteks, antara lain dapat berupa surat, esai, iklan, pemberitahuan,
pengumuman, dan sebagainya.
Di dalam peristiwa tutur, ada sejumlah faktor yang menandai keberadaan peristiwa itu. Menurut
Hymes (1968) (melalui Rustono 1999:21), faktor-faktor itu berjumlah delapan, yaitu:
1. latar atau scene, yaitu tempat dan suasana peristiwa tutur;
1. participant, yaitu penutur, mitra tutur, atau pihak lain;2. end atau tujuan;3. act, yaitu tindakan yang dilakukan penutur di dalam peristiwa tutur;4. key, yaitu nada suara dan ragam bahasa yang digunakan di dalam mengekspresikan
tuturan dan cara mengekspresikannya;
1. instrument, yaitu alat elalui telepon atau bersemuka;
-
7/22/2019 susunan kurikulum
17/24
KURIKULUM TEKNOLOGI DAN KEJURUSAN
2. norm atau norma, yaitu aturan permainan yang harus ditaati oleh setiap peserta tutur; dan(8) genre, yaitu jenis kegiatan, seperti wawancara, diskusi, kampanye, dan sebagainya.
Lebih lanjut
dikemukakan bahwa ciri-ciri konteks itu mencakupi delapan hal, yaitu penutur, mitra tutur, topik
tuturan, waktu dan tempat bertutur, saluran atau media, kode (dialek atau gaya), amanat atau
pesan, dan peristiwa atau kejadian. Di dalam novel, konteks tuturan tampak pada dialog
antartokoh yang memenuhi ciri-ciri konteks sebagaimana dikemukakan oleh Hymes (1968).
Menurut Rustono (1999:26), situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan. Pernyataan ini
sejalan dengan pandangan bahwa tuturan merupakan akibat, sedangkan situasi tutur merupakan
sebabnya. Di dalam komunikasi, tidak ada tuturan tanpa situasi tutur. Memperhitungkan situasi
tutur amat penting di dalam pragmatik. Maksud tuturan yang sebenarnya hanya dapat
diidentifikasi melalui situasi tutur yang mendukungnya. Penentuan maksud tuturan tanpa
mengalkulasi situasi tutur merupakan langkah yang tidak akan membawa hasil yang memadai.
Pertanyaan apakah yang dihadapi itu berupa fenomena pragmatis atau fenomena semantis dapat
dijawab dengan kriteria pembeda yang berupa situasi tutur. Komponen-komponen situasi tutur
menjadi kriteria penting di dalam menentukan maksud suatu tuturan.
Menurut Leech (1983:13-15), situasi tutur mencakupi lima komponen, yaitu penutur dan mitra
tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan, tindak tutur sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, dan
tuturan sebagai produk tindak verbal. Komponen situasi tutur yang pertama adalah penutur dan
mitra tutur. Penutur adalah orang yang bertutur, yaitu orang yang menyatakan tuturan tertentu di
dalam peristiwa komunikasi. Sementara itu, mitra tutur adalah orang yang menjadi sasaran
sekaligus kawan penutur di dalam peristiwa tutur. Di dalam peristiwa komunikasi, peran penutur
dan mitra tutur dilakukan secara silih berganti. Yang semula berperan sebagai penutur pada tahap
-
7/22/2019 susunan kurikulum
18/24
KURIKULUM TEKNOLOGI DAN KEJURUSAN
berikutnya dapat menjadi mitra tutur, demikian pula sebaliknya. Aspek-aspek yang terkait
dengan penutur dan mitra tutur antara lain usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, tingkat keakraban. Komponen situasi tutur yang kedua adalah konteks
tuturan. Di dalam tata bahasa, konteks tuturan mencakupi semua aspek fisik atau latar sosial
yang relevan dengan tuturan yang diekspresi. Konteks yang bersifat fisik, yaitu fisik tuturan
dengan tuturan lain yang biasa disebut dengan ko-teks, sedangkan konteks latar sosial lazim
dinamakan konteks. Di dalam pragmatik, konteks berarti semua latar belakang pengetahuan yang
dipahami bersama oleh penutur dan mitra tuturnya. Konteks berperan membantu mitra tutur di
dalam menafsirkan maksud yang ingin dinyatakan oleh penutur.
Komponen situasi tutur yang ketiga adalah tujuan tuturan, yaitu apa yang ingin dicapai oleh
penutur dengan melakukan tindakan bertutur. Komponen ini menjadi hal yang melatarbelakangi
tuturan. Semua tuturan orang normal memiliki tujuan. Hal ini berarti tidak mungkin ada tuturan
yang tidak mengungkapkan suatu tujuan. Di dalam peristiwa tutur, berbagai tuturan dapat
diekspresi untuk
mencapai suatu tujuan.
Komponen situasi tutur yang keempat adalah tindak tutur sebagai bentuk tindakan atau aktivitas.
Komponen ini mengandung maksud bahwa tindak tutur merupakan tindakan juga tidak ubahnya
sebagai tindakan mencubit dan menendang. Yang berbeda adalah bagian tubuh yang berperan.
Jika mencubit yang berperan adalah tangan dan menendang yang berperan adalah kaki, pada
tindakan bertutur alat ucaplah yang berperan. Tangan, kaki, dan alat ucap adalah bagian tubuh
manusia.
Komponen situasi tutur yang kelima adalah tuturan sebagai produk tindak verbal. Tuturan itu
merupakan hasil suatu tindakan. Tindakan manusia dibedakan menjadi dua, yaitu tindakan verbal
-
7/22/2019 susunan kurikulum
19/24
KURIKULUM TEKNOLOGI DAN KEJURUSAN
dan tindakan nonverbal. Mencubit dan menendang adalah tindakan nonverbal, sedangkan
berbicara atau bertutur adalah tindakan verbal, yaitu tindak mengekspresikan kata-kata atau
bahasa. Karena tercipta melalui tindakan verbal, tuturan itu merupakan produk tindak verbal.
Komponen lain yang dapat menjadi unsur situasi tutur antara lain waktu dan tempat pada saat
tuturan itu diproduksi. Tuturan yang sama dapat memiliki maksud yang berbeda akibat
perbedaan waktu dan tempat sebagai latar tuturan.
Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan pendekatan
pragmatik sebagai inovasi dalam pengajaran keterampilan berbicara di SMP dimaksudkan untuk
melatih dan membiasakan siswa untuk berbicara sesuai dengan konteks dan situasi tutur
senyatanya sehingga siswa dapat memperoleh manfaat praktis untuk diterapkan dalam peristiwa
komunikasi sehari-hari.
F. Metode Penelitian
Penelitian ini dimulai dengan melakukan identifikasi masalah atau refleksi awal terhadap
rendahnya tingkat keterampilan berbicara siswa kelas VII-A SMP Negeri 2 kramat Kabupaten
Tegal. Berdasarkan refleksi awal ditemukan penyebab rendahnya tingkat keterampilan berbicara
siswa kelas VII-A SMP Negeri 2 Kramat Kabupaten Tegal, yaitu penggunaan pendekatan
pembelajaran yang tidak mampu membawa siswa ke dalam situasi penggunaan bahasa secara
nyata atau terlepas dari konteks dan situasi tuturan. Akibatnya, proses pembelajaran berlangsung
monoton dan membosankan. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan pembelajaran yang diduga
mampu membawa siswa ke dalam situasi penggunaan bahasa secara nyata sehingga siswa
memperoleh manfaat praktis untuk diterapkan dalam peristiwa komunikasi seharihari.
Berdasarkan penggunaan pendekatan pragmatik yang ditawarkan sebagai solusi, dirumuskan
masalah yang akan diteliti, yaitu:
-
7/22/2019 susunan kurikulum
20/24
KURIKULUM TEKNOLOGI DAN KEJURUSAN
1. Langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan dalam menggunakan pendekatanpragmatik dalam pembelajaran keterampilan berbicara bagi siswa SMP; dan
2. Apakah penggunaan pendekatan pragmatik dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dapatmeningkatkan keterampilan berbicara bagi siswa SMP.
Selanjutnya, dirumuskan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, yaitu:
1. untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam menggunakanpendekatan pragmatik dalam pembelajaran keterampilan berbicara bagi siswa SMP; dan
2.
untuk memaparkan hasil keterampilan berbicara siswa SMP setelah pendekatan
pragmatik digunakan dalam kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia.
-
7/22/2019 susunan kurikulum
21/24
KURIKULUM TEKNOLOGI DAN KEJURUSAN
BAB III
KESIMPULAN
kesesuaian program pembelajaran membutuhkan adanya kesesuaian program
pembelajaran secara berkelanjutan dan berkesinambungan. Untuk meningkat- kan kualitas
program pembelajaran membutuhkan informasi tentang implementasi program pembelajaran
sebelumnya. Hal dapat diperoleh dengan dilakukannya evaluasi terhadap program pembelajaran
secara periodik.
Untuk lebih mengoptimalkan program pembelajaran maka perlu lebih ditingkatkan. Kalau
selama ini hanya sebagai perancang dan pelaksana program, maka ke depan perlu dilibatkan
sebagai evaluator terhadap program pembelajaran. Dalam program pembelajaran tidak cukup
hanya menilai hasil belajar siswa saja, tetapi perlu mengevaluasi proses pembelajaran yang telah
ber langsung sebelumnya. Untuk dapat melaksanakan peran sebagai evaluator program
pembelajaran dengan baik, perlu dibekali pengetahuan dan kecakapan tentang evaluasi program
pembelajaran (instructional program evaluation), mulai dari konsep, pemilihan model-model
evaluasi program, penyusunan instrumen evaluasi sampai penyusunan laporan hasil evaluasi
program pembelajaran.
-
7/22/2019 susunan kurikulum
22/24
KURIKULUM TEKNOLOGI DAN KEJURUSAN
DAFTAR PUSTAKA
http://susnadispd.blogspot.com/2010/10/sajak-kehidupan.html
http://susnadispd.blogspot.com/2010/10/sajak-kehidupan.htmlhttp://susnadispd.blogspot.com/2010/10/sajak-kehidupan.htmlhttp://susnadispd.blogspot.com/2010/10/sajak-kehidupan.html -
7/22/2019 susunan kurikulum
23/24
KURIKULUM TEKNOLOGI DAN KEJURUSAN
TUGAS KURIKULUM TEKNOLOGI
DAN KEJURUAN
Di susun Oleh:
WENI SAFITRI
97403/09
PENDIDIKAN TEKNIK BANGUNAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2011
-
7/22/2019 susunan kurikulum
24/24
KURIKULUM TEKNOLOGI DAN KEJURUSAN