TANTANGAN EVANGELISASI ZAMAN SEKARANG UNTUK KAUM AWAM DI WILAYAH BUSUR
PAROKI KRISTUS RAJA BARONG TONGKOK KEUSKUPAN AGUNG SAMARINDA
KALIMANTAN TIMUR
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Oliva Luaq NIM: 061124051
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2011
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada
orang tuaku tercinta, kedua kakakku terkasih, seluruh keluargaku,
khususnya keluargaku di Busur yang aku cintai,
teman-teman angkatan 2006
dan umat di wilayah Busur Paroki Kristus Raja Barong Tongkok
serta
almamater kebanggaanku
v
MOTTO
“Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang,
supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik
dan memuliakan Bapamu yang di sorga”
(Mat. 5:16)
viii
ABSTRAK
Judul skripsi TANTANGAN EVANGELISASI ZAMAN SEKARANG
UNTUK KAUM AWAM DI WILAYAH BUSUR PAROKI KRISTUS RAJA BARONG TONGKOK KEUSKUPAN AGUNG SAMARINDA KALIMANTAN TIMUR ini dipilih bertitik tolak dari keprihatinan penulis akan situasi kaum awam di wilayah Busur yang kurang menanggapi dan menghayati panggilan dirinya sebagai pewarta Injil yang telah dipanggil dan diutus secara istimewa di tengah dunia. Mereka masih berpandangan bahwa evangelisasi adalah tugas utama kaum religius. Evangelisasi juga masih dipahami sebatas kegiatan gerejani semata, sehingga adanya pemisahan antara gerejawi dan duniawi. Bertitik tolak dari kenyataan tersebut, skripsi ini ditulis untuk membantu kaum awam di wilayah Busur Paroki Kristus Raja Barong Tongkok untuk meningkatkan keterlibatan mereka dalam evangelisasi agar mereka semakin mampu menghayati makna evangelisasi dalam kehidupannya sehari-hari.
Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah bagaimana kaum awam sungguh memahami dan menghayati panggilannya sebagai pewarta Injil dalam menghadapi berbagai tantangan dunia saat ini, sehingga dapat semakin setia dan semangat dalam evangelisasi. Kaum awam akan tetap berpegang pada pandangan sempit terhadap makna evangelisasi bila tidak dihayati dan diwujudkan dalam sikap dan tindakan melalui kesaksian hidup sehari-hari. Oleh karena itu, perlu disadari bahwa untuk mewujudkan pewartaan Injil perlu kesadaran dari kaum awam akan tugas dan panggilannya dengan mengupayakan evangelisasi itu secara terus-menerus dalam hidupnya. Evangelisasi merupakan kegiatan yang perlu terus dihidupi dalam sikap dan tindakan sebagai orang beriman demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk membantu meningkatkan keterlibatan kaum awam dalam evangelisasi maka penulis mengusulkan program katekese keluarga melalui Shared Christian Praxis (SCP) yang ditujukan kepada para orang tua. Katekese ini merupakan model katekese yang bersifat dialogis partisipatif dan menempatkan peserta sebagai subyek. Maka katekese ini, pertama-tama diadakan di tengah-tengah keluarga dengan saling mengasihi, mencintai dan menghormati. Dengan demikian keluarga dapat melanjutkan evangelisasi di tengah masyarakat dan di manapun mereka berada.
ix
ABSTRACT
This thesis has as title “THE CURRENT CHALLENGE OF EVANGELIZATION FOR THE LAITY IN THE REGION OF BUSUR, CHRIST THE KING PARISH, BARONG TONGKOK, THE ARCHDIOCESE OF SAMARINDA, EAST KALIMANTAN”. This title has been chosen out of the author’s concern for the situation of the laity in the region of Busur. The lay people in this region do not seem to live up to their vocation as messengers of the Gospel, sent in a special way into the world. They still view evangelization as the exclusive task of the religious. Moreover, evangelization is still seen merely as an intra-ecclesial activity, implying thus the separation between the ecclesial and the temporal. Starting from this reality, the author wrote this thesis in view to helping the laity in the region of Busur, Christ the King Parish, Barong Tongkok to enhance their involvement in evangelization, so that they will be able to live up the evangelization in their daily life.
This thesis deals mainly with this question: how to help the laity in order that they may understand their vocation more deeply and live up more faithfully to their vocation as messengers of the Gospel, in the face of today’s challenges in the world. Otherwise they will remain within their narrow view on evangelization. Therefore this calls for a continuous conscientization on the lay vocation in evangelization. Evangelization should become a way of life, manifested in attitudes and actions of the faithful, in view of the realization of the values of the Kingdom of God in daily life.
In order to promote the involvement of the laity in evangelization, the author proposes a catechetical program for families, adopting the method of Shared Christian Praxis (SCP). This model has proved to be a dialogical and participatory method, putting the participants as subjects rather than objects of catechesis. Thus this catechesis will be executed in midst of families in the spirit of mutual love and respect. It is hoped that the families will in their turn be evangelizers in midst of the society where they live.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmatNya yang berlimpah pada semua orang. Sebab atas
rahmatNyalah maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
TANTANGAN EVANGELISASI ZAMAN SEKARANG UNTUK KAUM
AWAM DI WILAYAH BUSUR PAROKI KRISTUS RAJA BARONG
TONGKOK KEUSKUPAN AGUNG SAMARINDA KALIMANTAN
TIMUR. Penulisan skripsi ini bertitik tolak dari keprihatinan penulis akan
kurangnya tanggapan dan penghayatan kaum awam atas tugas perutusannya
sebagai kaum beriman Kristiani untuk mewartakan Injil dalam kehidupannya
sehari-hari di tengah dunia. Dengan demikian, harapan penulis bahwa penulisan
skripsi ini dapat membantu meningkatkan keterlibatan kaum awam dalam
evangelisasi agar mereka semakin mampu menghayati makna evangelisasi dalam
kehidupannya, sehingga semakin siap sedia mewartakan Injil meskipun
menghadapi berbagai tantangan hidup demi mewujudkan nilai-nilai Kerajaan
Allah.
Penulis menyadari bahwa proses penulisan skripsi ini dapat terselesaikan
berkat bantuan, bimbingan, dukungan, dan doa dari banyak pihak. Oleh karena itu
maka dari hati yang paling dalam penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Rm. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, S.J., M.Ed selaku dosen pembimbing
utama penulis yang telah dengan sabar, setia, penuh perhatian, penuh
semangat dan selalu berusaha menyediakan waktu dalam membimbing
xi
penulis. Beliau juga dengan sepenuh hati senantiasa memotivasi, mencintai
dan menumbuhkan kepercayaan diri pada penulis. Semangat beliau menjadi
inspirasi bagi penulis agar mau berusaha untuk maju dan berkembang
menjadi lebih baik. Banyak saran dan kritikan yang menjadikan penulis
berkembang baik segi pengetahuan maupun kematangan pribadi sebagai
calon guru.
2. Bpk. Drs. Yoh. A. C.H. Mardiraharjo selaku anggota penguji II sekaligus
dosen pembimbing akademik yang senantiasa menjadi ayah bagi penulis
selama masa studi di IPPAK ini. Beliau yang senantiasa memberikan
masukan, saran, perhatian, cinta kasih, dan semangat bagi penulis. Beliau
juga menjadi teman bagi penulis terlebih saat menghadapi masalah, sehingga
menjadi teman curhat yang mau mendengarkan dan memberi masukan, saran
dan motivasi bagi penulis.
3. Bpk. Y.H. Bintang Nusantara, SFK., M. Hum selaku anggota penguji III yang
juga senantiasa memberi motivasi, dukungan, saran dan kritikan yang
membangun bagi penulis baik dalam proses penulisan skripsi ini maupun
selama menjalani kuliah di IPPAK.
4. Segenap Staf Dosen Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan
mengajarkan banyak hal demi perkembangan iman dan juga kepribadian
penulis. Mereka juga dengan setia membimbing dan mengarahkan penulis
selama masa studi ini. Tercipta hubungan kekeluargaan yang kental di IPPAK
sehingga relasi yang akrab dapat terjalin antara dosen dan mahasiswa.
xii
5. Segenap Staf Sekretariat dan Perpustakaan Prodi IPPAK, dan seluruh
karyawan bagian lain yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam
penulisan skripsi ini.
6. Rm. Stanislaus Cahyo Yosoutomo, MSF, selaku pastor paroki Kristus Raja
Barong Tongkok keuskupan Agung Samarinda Kalimantan Timur serta frater
dan bruder yang bertugas di paroki ini yang telah memberi kesempatan bagi
penulis untuk melaksanakan penelitian di paroki ini serta menyediakan waktu
bagi penulis dengan memberikan infomasi-informasi penting yang penulis
butuhkan berkaitan dengan penelitian yang penulis laksanakan di sini.
7. Segenap dewan pengurus, staf sekretariat dan seluruh umat di wilayah Busur
khususnya yang telah bersedia menjadi responden dan menyediakan waktu
bagi penulis dengan memberikan data-data yang penulis butuhkan demi
terselesainya penulisan skripsi ini.
8. Kedua orang tuaku tercinta dan kedua kakakku terkasih yang senantiasa
memberi dukungan yang besar melalui doa, cinta dan perhatian pada penulis
dalam menyelesaikan studi ini.
9. Keluargaku tercinta di Busur yang senantiasa mendukung, memotivasi,
mengarahkan dan menyemangati penulis dalam masa studi ini, juga dalam
penyelesaian skripsi ini. Terima kasih untuk segala cintanya.
10. Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Barat provinsi Kalimantan Timur yang
telah mendukung putra-putri daerah dalam studi dengan memfasilitasi dalam
hal dana.
xiii
11. Teman-teman mahasiswa IPPAK khususnya angkatan 2006 yang senantiasa
memberikan dukungan, motivasi dan perhatian bagi penulis baik selama
menempuh studi di IPPAK ini maupun selama menyelesaikan penulisan
skripsi hingga penulis mempertanggungjawabkan di hadapan para dosen
penguji. Kebersamaan dalam persaudaraan menjadikan kita satu keluarga
yang tak terpisahkan oleh jarak dan waktu.
12. Teman-teman kosku terkasih yang senantiasa menjadi sahabat bagi penulis
saat susah maupun senang. Motivasi, dukungan dan kebersamaan kita telah
mengantar penulis sampai pada titik terakhir masa studi ini. Penulis
menyadari bahwa perbedaan bukan penghalang untuk meraih suskses, bila
dihayati sebagai proses pendewasaan. Terima kasih untuk semuanya.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang banyak
membantu penulis selama masa studi ini maupun dalam penyelesaian skripsi.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu dengan rendah hati penulis mohon saran dan kritik yang dapat
membangun. Akhirnya besar harapan penulis agar skripsi ini dapat menjadi
inspirasi bagi pembacanya, khususnya bagi kaum awam yang mau peduli pada
perkembangan iman pribadi dan bersama dengan membangun Kerajaan Allah di
tengah dunia.
Yogyakarta, 26 Januari 2011
Penulis,
Oliva Luaq
xiv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………... ii
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………… iv
HALAMAN MOTTO …………………………………………………... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………………………………… vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ……………………..
vii
ABSTRAK ……………………………………………………………… viii
ABSTRACT ……………………………………………………………… ix
KATA PENGANTAR …………………………………………………... x
DAFTAR ISI ……………………………………………………………. xiv
DAFTAR SINGKATAN ……………………………………………….. xviii
BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………….. 1
A. Latar Belakang ………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………... 7
C. Tujuan Penulisan ………………………………………………. 7
D. Manfaat Penulisan ……………………………………………... 8
E. Metode Penulisan ……………………………………………… 8
F. Sistematika Penulisan …………………………………………. 9
BAB II. POKOK-POKOK EVANGELISASI DAN TANTANGANNYA …………………………………………...
11
A. Pokok-pokok Evangelisasi …………………………………….. 12
1. Sejarah Evangelisasi ………………………………………... 12
2. Pengertian Evangelisasi …………………………………….. 17
3. Tujuan Evangelisasi ………………………………………... 20
4. Isi Evangelisasi ……………………………………………... 24
5. Bentuk-bentuk Pelaksanaan Evangelisasi ………………….. 28
xv
6. Manfaat Evangelisasi ………………………………………. 31
7. Pelaksana Evangelisasi ……………………………………... 33
B. Tantangan Evangelisasi ………………………………………... 37
1. Tantangan dari Dalam Diri …………………………………. 38
a. Perasaan “Takut” dan “Malu” …………………………... 38
b. Pandangan Negatif terhadap Dunia ……………………... 39
c. Kaum Awam Menyatakan bahwa Pelaksana Evangelisasi yang Utama adalah Kaum Religius ……………………...
41
2. Tantangan dari Luar Diri …………………………………… 42
a. Irelevansi Agama dalam Hidup Sehari-hari …………….. 42
b. Hedonisme ………………………………………………. 43
c. Materialisme …………………………………………….. 44
BAB III. GAMBARAN UMUM KETERLIBATAN KAUM AWAM DALAM EVANGELISASI DI WILAYAH BUSUR PAROKI KRISTUS RAJA BARONG TONGKOK …………………….
48
A. Kaum Awam sebagai Pelaksana Evangelisasi ………………… 49
1. Pengertian Kaum Awam …………………………………… 49
2. Kedudukan Kaum Awam dalam Gereja ……………………. 51
3. Bidang-bidang Keterlibatan Kaum Awam dalam Evangelisasi …………………………………………………
52
4. Spiritualitas Kaum Awam ………………………………….. 53
B. Gambaran Umum Paroki Kristus Raja Barong Tongkok ……... 56
1. Sejarah Paroki Kristus Raja Barong Tongkok ……………... 56
2. Visi-Misi Paroki Kristus Raja Barong Tongkok …………… 58
3. Letak Geografis Paroki Kristus Raja Barong Tongkok …….. 58
4. Situasi Umat Katolik di Paroki Kristus Raja Barong Tongkok …………………………………………………….
59
C. Gambaran Umum Wilayah Busur ……………………………... 60
1. Lingkungan St. Christoporus Busur ………………………... 61
2. Lingkungan St. Paulus Busur ………………………………. 62
xvi
D. Penelitian tentang Keterlibatan Kaum Awam dalam Evangelisasi di Wilayah Busur Paroki Kristus Raja Barong Tongkok ………………………………………………………..
62
1. Rencana Penelitian …………………………………………. 63
a. Latar Belakang Penelitian ……………………………….. 63
b. Tujuan Penelitian ………………………………………... 65
c. Jenis Penelitian ………………………………………….. 65
d. Tekhnik Pengumpulan Data …………………………….. 65
e. Responden ………………………………………………. 66
f. Tekhnik Pembahasan Data ……………………………… 67
g. Variabel Penelitian ……………………………………… 68
2. Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian ………………… 68
a. Identitas Responden ……………………………………... 68
b. Gambaran Keterlibatan Kaum Awam dalam Evangelisasi………………………………………………
70
c. Bidang-bidang Keterlibatan Kaum Awam dalam
Evangelisasi ……………………………………………...
76
d. Faktor-faktor yang Mendukung dan Menghambat Kaum Awam dalam Evangelisasi………………………………..
85
3. Kesimpulan Hasil Penelitian ……………………………….. 95
BAB IV. USULAN PROGRAM KATEKESE KELUARGA UNTUK MENINGKATKAN KETERLIBATAN KAUM AWAM DALAM EVANGELISASI ……………………………..…….
98
A. Katekese Keluarga …………………………………………...... 99
1. Pengertian Katekese Keluarga ……………………………… 99
2. Tujuan Katekese Keluarga …………………………………. 102
3. Isi Pokok Katekese Keluarga ………………………………. 104
a. Membentuk Persekutuan Pribadi Melalui Cinta Kasih …. 105
b. Mengabdi Kepada Kehidupan …………………………... 106
c. Ikut serta dalam Pengembangan Masyarakat ………….... 111
xvii
d. Berperan serta dalam Kehidupan dan Misi Gereja ……… 113
4. Kekhasan Katekese Keluarga ………………………………. 116
B. Usulan Program Katekese Keluarga untuk Meningkatkan Keterlibatan Keluarga sebagai Kaum Awam dalam Evangelisasi melalui Shared Christian Praxis (SCP) ………….
118
1. Latar Belakang Pemilihan Program ………………………... 119
2. Usulan Tema Katekese Keluarga …………………………... 124
3. Gambaran Pelaksanaan Program …………………………… 124
C. Penjabaran Program …………………………………………… 127
D. Salah Satu Contoh Satuan Persiapan ………………………….. 131
BAB V. PENUTUP ……………………………………………………... 143
A. Kesimpulan ……………………………………………………. 143
B. Saran …………………………………………………………… 146
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………... 148
LAMPIRAN …………………………………………………………….. 149
1. Surat Ijin Prodi ……………………………………………... (1)
2. Surat Pernyataan Telah Melaksanakan Penelitian .………..... (3)
3. Daftar Pertanyaan …………………………………………... (4)
4. Transkrip Hasil Wawancara ………………………………... (5)
5. Teks Cerita “Mewakili Kristus” ……………………………. (23)
6. Peta Paroki ………………………………………….............. (24)
xviii
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Kej : Kejadian
Ams : Amsal
Mat : Matius
Mrk : Markus
Luk : Lukas
Yoh : Yohanes
Kis : Kisah Para Rasul
Rm : Roma
Kor : Korintus
Ef : Efesus
Tes : Tesalonika
Tim : Timotius
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
AA : Apostolicam Actuositatem (Dekrit Konsili Vatikan II tentang
Kerasulan Awam, 7 Desember 1965)
AG : Ad Gentes (Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kegiatan Misioner
Gereja, 7 Desember 1965)
xix
CL : Christifideles Laici (Imbauan Apostolik Yohanes Paulus II
tentang Panggilan dan Tugas Kaum Awam Beriman di dalam
Gereja dan di dalam Dunia, 12 Maret 1989).
DV : Dei Verbum (Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang
Wahyu Ilahi, 18 November 1965).
EN : Evangelii Nuntiandi (Imbauan Apostolik Paulus VI tentang Karya
Pewartaan Injil dalam Zaman Modern, 8 Desember 1975).
FABC : Federation Of Asian Bishops’ Conferences (Federasi
Konferensi-Konferensi Uskup se-Asia)
FC : Familiaris Consortio (Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II
tentang Peranan Keluarga Kristiani dalam Dunia Modern,
22 November 1981).
GS : Gaudium et Spes (Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang
Gereja dalam Dunia Modern, 7 Desember 1965).
KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), diundangkan oleh
Paus Yohanes Paulus II tanggal 25 Januari 1983.
LG : Lumen Gentium (Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang
Gereja, 21 November 1964).
RM : Redemptoris Missio (Ensiklik Yohanes Paulus II tentang Amanat
Misioner Gereja, 7 Desember 1990).
xx
C. Singkatan lainnya
Art : Artikel
APP : Aksi Puasa Pembangunan
Bdk : Bandingkan
Depag : Departemen Agama
HAM : Hak Asasi Manusia
HP : Hand phone
Kan : Kanon
Komka : Komunitas Kaum Muda Katolik
KK : Kepala Keluarga
KPP : Kursus Persiapan Perkawinan
KWI : Konferensi Waligereja Indonesia
Lih : Lihat
PIUK : Pembinaan Iman Umat Katolik
PNS : Pegawai Negeri Sipil
SCP : Shared Christian Praxis
SP : Satuan Persiapan
St : Santo
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Paroki Kristus Raja Barong Tongkok merupakan salah satu paroki dari
Keuskupan Agung Samarinda Kalimantan Timur yang terletak di Kabupaten
Kutai Barat. Kaum awam di paroki ini cukup terlibat aktif karena kurangnya
tenaga religius, walaupun yang terlibat hanya orang-orang itu saja. Hal ini
menunjukkan peranan kaum awam untuk mewartakan Injil dalam bidang
Gerejawi. Namun perlu disadari bahwa keterlibatan kaum awam dalam pewartaan
Injil bukan dalam bidang Gerejani semata, melainkan juga mencakup hal yang
bersifat duniawi yang meliputi seluruh aspek kehidupannya. Paroki ini juga
termasuk paroki yang cukup luas wilayah pelayanannya, salah satu wilayah yang
berada di dekat paroki adalah wilayah Busur. Oleh karena itu, sangat diharapkan
penghayatan yang mendalam dari kaum awam akan tugas perutusannya untuk
mewartakan Injil di tengah dunia, sehingga nilai-nilai Kerajaan Allah semakin
nyata dalam sikap dan perbuatannya.
Istilah evangelisasi dapat dikatakan masih asing bagi kaum awam di
wilayah Busur karena yang biasa didengar adalah “mewartakan Injil”. Pewartaan
Injil dipahami sebagai suatu kegiatan yang biasa dilakukan oleh pastor, suster
ataupun katekis seperti kotbah atau pendalaman iman. Namun bagi katekis atau
guru agama maupun orang-orang yang banyak terlibat dalam kegiatan
2
menggereja, mereka cukup mengenal istilah tersebut bahkan dapat memaknainya
dalam kehidupan mereka. Sedangkan bagi umat yang kurang akrab masih
berpendapat bahwa mewartakan Injil adalah tugas khusus kaum religius karena
mereka memang belajar di bidang agama yang berhubungan erat dengan Injil.
Pemahaman yang sempit ini membawa umat pada sikap kurang menghayati
makna evangelisasi dalam hidupnya, sehingga terdapat kesan bahwa umat acuh
dalam mewartakan Injil.
Pewartaan Injil dalam Gereja berarti membawa Kabar Baik kepada segala
tingkat kemanusiaan dan melalui pengaruh nilai-nilai Injil merubah umat manusia
dari dalam dan membuatnya menjadi baru (EN art. 18). Perubahan yang dimaksud
bukan sekedar bertobat dalam relasinya dengan Tuhan, melainkan juga bertobat
dalam relasinya dengan sesama manusia, masyarakat dan dunia (Sugiri, 1994:4).
Kabar Baik yang diwartakan Gereja adalah Yesus Kristus Sang Penyelamat, sebab
Allah telah mewahyukan diriNya pada kita dalam PutraNya sebagai yang
mengutus dan diutus (Kirchberger, 2004:14). Melalui pewartaan para rasul
tentang Yesus Kristus, kitapun semakin mengenal dan mencintai Allah serta
menanggapinya dalam iman. Kita mewartakan Injil ke seluruh dunia dan
menatanya melalui kesaksian hidup. Seperti dikatakan dalam Dokumen Konsili
Vatikan II tentang kerasulan awam art. 5 bahwa:
karya penebusan Kristus pada hakikatnya menyangkut penyelamatan umat manusia, tetapi merangkum pembaharuan seluruh tata dunia juga. Maka dari itu Gereja bukan hanya diutus untuk menyampaikan warta tentang Kristus dan menyalurkan rahmatNya kepada umat manusia, melainkan juga untuk merasuki dan menyempurnakan tata dunia dengan semangat Injil. Jadi dalam melaksanakan perutusan Gereja itu kaum awam menunaikan kerasulan mereka baik dalam Gereja maupun di tengah masyarakat, baik di bidang rohani maupun di bidang duniawi.
3
Hal ini mau menyatakan bahwa hendaknya kaum awam sebagai anggota Gereja
yang telah diutus di tengah dunia dengan semangat Injil mewartakan Kabar
Gembira melalui kesaksian hidupnya, baik dalam kehidupan menggereja maupun
hidup bermasyarakat dengan mencintai sesama dan memelihara alam ciptaanNya.
Gereja memiliki tugas memuliakan Allah dengan mengantar semua
manusia, baik pria maupun wanita untuk mengenal dan mengasihi Dia
sebagaimana Ia telah mewahyukan diriNya pada kita di dalam Yesus Kristus
(Kirchberger, 2004:14). Pertobatan dan pembaptisan manusia bukan tindakan
Gereja semata tetapi merupakan karunia Allah. Rohlah yang membuka hati orang-
orang agar mereka dapat percaya kepada Kristus dan mengakui Dia (RM art. 46)
sebagai yang menyelamatkan. Oleh karena itu, semua orang yang dengan tulus
hati menerima Kabar Gembira itu, dapat dan harus mewartakan dan
menyebarkannya (EN art. 13). Dalam hal ini, kaum awam adalah umat Katolik
yang digabungkan dengan Kristus oleh permandian, dilantik sebagai umat Allah
(LG art. 31). Pelantikan di sini merupakan suatu pemberian rahmat Allah yang
sungguh mulia yang diberikan pada kaum awam agar dengan caranya sendiri,
mereka dapat mengambil bagian dalam tugas pewartaan Injil (CL art. 9).
Pertama-tama kaum awam perlu menginjili diri sendiri karena sebelum
mewartakan kepada orang lain, mereka harus yakin dan menghayatinya terlebih
dahulu. Sebab kita tidak dapat memberikan sesuatu yang tidak kita miliki kepada
orang lain (Sugiri, 1994:24) sebelum kita sendiri memilikinya. Setelah kita sendiri
memilikinya, kita dapat mewartakannya pada semua orang (EN art. 49). Kaum
4
awam diharapkan dapat mewartakan Injil dengan semangat yang berkobar-kobar
dan mengajak semua orang yang dijumpainya untuk semakin dekat dengan Allah.
Paus Paulus VI menegaskan peranan awam dalam penginjilan, yaitu:
para awam dipanggil secara khusus ke tengah-tengah dunia, dalam tanggungjawabnya di pelbagai tugas di dunia, maka mereka melaksanakan suatu penginjilan yang sangat khusus bentuknya yang mencakup bidang kemasyarakatan dan ekonomi, kebudayaan, ilmu pengetahuan, seni, kehidupan internasional dan media massa. Juga mencakup kenyataan-kenyataan lain seperti cintakasih manusiawi, keluarga, pendidikan anak-anak dan kaum remaja, kerja profesional dan penderitaan (EN art. 70).
Pernyataan ini menegaskan bahwa kehidupan kaum awam tidak terlepas dari
kehidupan duniawi, maka mereka diutus untuk mewartakan Injil dalam kehidupan
sehari-hari di tengah dunia yang mencakup segala bidang kehidupannya antara
lain kehidupan dalam keluarga, Gereja dan masyarakat. Kaum awam merupakan
anggota Gereja yang mempunyai kedudukan penting dalam evangelisasi
(penginjilan). Sebab ciri khas kaum awam yang paling mencolok adalah sifat
keduniawiannya.
Kaum awam diharapkan sungguh menyadari tugas dan panggilan dirinya
dalam evangelisasi. Dengan demikian mereka dapat mengambil bagian dalam
karya pewartaan Injil. Sebab perintah itu datang dari Dia yang mengasihi kita,
yaitu “karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah
mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka
melakukan segala sesuatu yang telah kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah,
Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman (Mat. 28:19-20)”.
Perintah ini ditujukan kepada seluruh umat untuk terlibat dalam misiNya
yang menyelamatkan. Oleh karena itu, melalui Gereja dan anggota-anggotanya, Ia
5
mengutus untuk mewartakan Kabar Baik pada semua orang. Sebagai anggota
Gereja yang telah dipanggil dan diutus untuk mewartakan Kabar Gembira kepada
semua manusia, kaum awam diharapkan mampu berperan secara aktif dalam tugas
perutusan tersebut. Dalam tugas pewartaan ini kaum awam ditantang untuk selalu
memiliki cahaya dan menjadi terang bagi sesama dalam keberadaannya di dunia.
Seperti dikatakan dalam Injil Mat. 5:16 “demikianlah hendaknya terangmu
bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan
memuliakan Bapamu yang di sorga”. Iman menjadi sumber dan pusat untuk
mendapatkan terang tersebut, sehingga mampu memancarkan cahaya
kegembiraan bagi orang lain.
Kenyataan yang terjadi di wilayah Busur adalah masih banyak kaum awam
yang berpandangan bahwa pewartaan Injil merupakan tugas utama kaum religius
serta adanya pandangan bahwa pewartaan Injil adalah kegiatan yang berkaitan
dengan bidang gerejani semata. Terkadang juga ada umat yang malu untuk
berbagi pengalaman iman dengan orang lain. Kesibukan dalam bekerja membuat
mereka tidak memiliki banyak waktu untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang
ada di Lingkungan maupun paroki, sehingga terdapat kesan bahwa kebanyakan
umat bersikap acuh tak acuh dalam mewartakan Injil.
Sidang Paripurna FABC I di Taipei, Taiwan pada tahun 1974 dikatakan:
zaman sekarang ini ditandai dengan perubahan-perubahan pesat. Di mana Benua Asia mengalami modernisasi dan pergolakan sosial, disertai sekularisasi dan runtuhnya masyarakat-masyarakat tradisional... Bangsa-bangsa Asia masa kini mengalami kekacauan dan kehilangan arah, bahkan rasa putus asa dan kegelapan batin (FABC I, art. 4).
6
Kenyataan ini pula yang dialami kaum awam di wilayah Busur karena sadar atau
tidak mereka telah terperangkap dalam perkembangan zaman yang dapat
membawa mereka pada paham hedonisme dan materialisme, yang menggangap
bahwa materi dan kesenangan adalah tujuan utama dalam hidup ini. Akibatnya
banyak orang yang tidak lagi memperdulikan kehidupan sosialnya, mereka
berusaha mendapatkan kesenangan bagi dirinya dan golongan tanpa
memperdulikan lagi kehidupan di sekitarnya. Banyak umat yang tidak dapat lagi
melihat dan mendengar kebaikan-kebaikan Allah melalui sesama.
Kurangnya penghayatan kaum awam dalam pewartaan Injil dapat
disebabkan oleh berbagai latar belakang seperti merasa tidak memiliki
kemampuan dan keahlian dalam hal Kitab Suci, memiliki kesibukan dalam
pekerjaannya masing-masing sehingga tidak ada waktu atau merasa malu. Padahal
keterlibatan mereka dalam menghayati tugas perutusan sebagai pewarta Injil
sangat diperlukan untuk semakin menegakkan nilai-nilai Kerajaan Allah dalam
kehidupan sehari-hari. Kenyataan ini menjadi keprihatinan penulis, maka penulis
memilih judul skripsi “TANTANGAN EVANGELISASI ZAMAN
SEKARANG UNTUK KAUM AWAM DI WILAYAH BUSUR PAROKI
KRISTUS RAJA BARONG TONGKOK KEUSKUPAN AGUNG
SAMARINDA KALIMANTAN TIMUR” sebagai sumbangan pemikiran untuk
meningkatkan penghayatan kaum awam dalam evangelisasi, sehingga semakin
siap dan semangat dalam menjalani tugas perutusannya.
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan keprihatinan di atas yang telah diuraikan pada latar belakang,
maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan evangelisasi dan tantangannya di zaman sekarang?
2. Mengapa kaum awam di wilayah Busur paroki Kristus Raja Barong Tongkok
perlu terlibat dalam evangelisasi zaman sekarang?
3. Bagaimana upaya membantu kaum awam di wilayah Busur paroki Kristus Raja
Barong Tongkok agar semakin setia dalam evangelisasi?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:
1. Agar kaum awam di wilayah Busur paroki Kristus Raja Barong Tongkok
semakin memahami pokok-pokok evangelisasi dan tantangannya di zaman
sekarang, sehingga semakin siap menghadapi tantangan yang ada dan mampu
menghayati iman dalam kehidupannya.
2. Agar kaum awam di wilayah Busur paroki Kristus Raja Barong Tongkok
semakin menyadari panggilan dan perutusannya dalam evangelisasi zaman
sekarang, sehingga semakin siap dan semangat untuk menjalani tugas
pewartaannya dalam hidup sehari-hari.
3. Membantu meningkatkan keterlibatan kaum awam di wilayah Busur paroki
Kristus Raja Barong Tongkok dalam evangelisasi agar mereka semakin
semangat dan setia dalam evangelisasi dengan mewujudnyatakan dalam sikap
dan tindakan dalam hidup sehar-hari.
8
4. Penulisan skripsi ini sebagai salah satu persyaratan kelulusan sarjana strata 1
(S1) program studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
D. Manfaat Penulisan
1. Melalui penulisan ini, kaum awam di Wilayah Busur paroki Kristus Raja
Barong Tongkok mendapatkan sumbangan pemikiran tentang evangelisasi dan
tantangannya.
2. Melalui penulisan ini, kaum awam di Wilayah Busur paroki Kristus Raja
Barong Tongkok semakin menyadari dan menghayati panggilan serta
perutusannya untuk mewartakan Injil dalam hidup sehari-hari.
3. Melalui penulisan ini, kaum awam di Wilayah Busur semakin terlibat aktif
dalam evangelisasi dengan penuh semangat dan setia menjalaninya.
4. Melalui penulisan ini dapat semakin memperluas wawasan dan pemahaman
serta menjadi bahan refleksi bagi penulis dalam memaknai peranan kaum
awam dalam evangelisasi agar semakin siap dan setia untuk mewartakan Injil
dalam kehidupan sehari-hari.
E. Metode Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif
analistis yaitu memaparkan, menggambarkan dan memahami pokok-pokok
evangelisasi dan tantangannya zaman sekarang melalui studi pustaka dan juga
9
sebagai bahan pengetahuan dan pemahaman. Penulis juga melakukan wawancara
dengan 10 (sepuluh) orang responden di wilayah Busur untuk mendalami tentang
keterlibatan kaum awam dalam evangelisasi.
F. Sistematika Penulisan
Skripsi dengan judul “Tantangan Evangelisasi Zaman Sekarang untuk
Kaum Awam di Wilayah Busur Paroki Kristus Raja Barong Tongkok
Keuskupan Agung Samarinda Kalimantan Timur” akan ditulis dalam lima
bab dengan uraian sebagai berikut:
Bab I berupa pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode dan sistematika penulisan.
Bab II memberikan gambaran umum pokok-pokok evangelisasi dan
tantangannya yang terbagi dalam dua pokok pembahasan. Bagian pertama
menguraikan pokok-pokok evangelisasi yang meliputi: sejarah evangelisasi,
pengertian evangelisasi, tujuan evangelisasi, isi evangelisasi, bentuk-bentuk
pelaksanaan evangelisasi, manfaat dan pelaksana evangelisasi. Bagian kedua
memaparkan tantangan evangelisasi yang meliputi tantangan dari dalam diri,
yaitu: perasaan takut dan malu, pandangan negatif terhadap dunia, kaum awam
menyatakan bahwa pelaksana evangelisasi yang utama adalah kaum religius.
Tantangan kedua adalah tantangan dari luar diri, yaitu: irelevansi agama dalam
hidup sehari-hari, hedonisme dan materialisme.
Bab III membahas penelitian tentang keterlibatan kaum awam dalam
evangelisasi di wilayah Busur paroki Kristus Raja Barong Tongkok. Penulis
10
membangi bab ini menjadi empat pokok pembahasan. Bagian pertama
memaparkan kaum awam sebagai pelaksana evangelisasi yang meliputi:
pengertian kaum awam, kedudukan kaum awam dalam Gereja, bidang-bidang
keterlibatan kaum awam dalam evangelisasi, dan spiritualitas kaum awam. Bagian
kedua membahas gambaran umum paroki Kristus Raja Barong Tongkok yang
meliputi: sejarah paroki, visi-misi paroki, letak geografis dan situasi umat Katolik
di paroki. Bagian ketiga memaparkan gambaran umum wilayah Busur yakni
lingkungan St. Christoporus Busur dan St. Paulus Busur. Sedangkan bagian
keempat memaparkan penelitian tentang keterlibatan kaum awam dalam
evangelisasi di wilayah Busur yang meliputi: rencana penelitian, laporan dan
pembahasan hasil penelitian serta kesimpulan penelitian.
Bab IV menguraikan katekese keluarga untuk meningkatkan keterlibatan
kaum awam dalam evangelisasi. Penulis membagi topik ini menjadi empat bagian
pokok pembahasan. Bagian pertama menguraikan katekese keluarga yang
meliputi: pengertian, tujuan, hal-hal yang penting dalam katekese keluarga dan
kekhasan katekese keluarga. Bagian kedua memaparkan usulan program
“katekese keluarga untuk meningkatkan keterlibatan keluarga sebagai kaum awam
dalam evangelisasi melalui Shared Christian Praxis (SCP)” yang meliputi: latar
belakang pemilihan program, usulan tema dan gambaran pelaksanaan program.
Bagian ketiga menguraikan penjabaran program dan bagian keempat memberikan
salah satu contoh satuan persiapan (SP).
Bab V berisi kesimpulan dan saran.
BAB II
POKOK-POKOK EVANGELISASI DAN TANTANGANNYA
Dalam bab I pada latar belakang penulisan skripsi, telah dipaparkan
mengenai keprihatinan penulis terhadap kaum awam di wilayah Busur yang
kurang menyadari dan menghayati dirinya yang telah dipanggil dan diutus untuk
mewartakan Injil melalui kesaksian hidupnya sehari-hari. Berbagai tantangan
yang dihadapi zaman sekarang juga dapat mempengaruhi sikap mereka terhadap
panggilan dirinya tersebut.
Pada bab II ini penulis memaparkan pokok-pokok evangelisasi dan
tantangannya. Penulis akan membagi bab ini menjadi dua bagian pokok
pembahasan. Bagian pertama memaparkan mengenai pokok-pokok evangelisasi
yang meliputi: sejarah, pengertian, tujuan, isi, bentuk-bentuk pelaksanaan
evangelisasi, manfaat dan pelaksana evangelisasi. Bagian kedua membahas
tantangan evangelisasi yang meliputi: tantangan dari dalam dan luar diri.
Mengenai pembahasan pokok-pokok evangelisasi, penulis mendasarkan
pada dokumen gerejawi tentang Evangelii Nuntiandi yang berisi Imbauan
Apostolik Bapa Suci Paulus VI tentang Karya Pewartaan Injil dalam Zaman
Modern. Penulis memilih dokumen ini karena dokumen ini sangat penting dan
tetap relevan dalam pewartaan Injil dalam menghadapi tantangan zaman sekarang.
Selain itu juga didukung dengan ensiklik tentang Redemptoris Missio dan
dokumen-dokumen lainnya serta pandangan dari para ahli.
12
A. Pokok-pokok Evangelisasi
1. Sejarah Evangelisasi
Yesus Kristus adalah pewarta Injil sekaligus juga pelaksana untuk mencapai
Kerajaan Allah yakni keadilan, cinta kasih, kedamaian, persaudaraan dan
kerukunan. Ia mewartakan Kerajaan Allah kepada seluruh penjuru dunia terutama
kepada kaum miskin (EN art. 6). Oleh sebab itu, pewartaan menjadi prioritas
utama dari tugas perutusan Gereja. Ia tidak pernah meninggikan diriNya namun Ia
justru merendahkan diri dan bergaul bersama semua orang dan memberitakan
Kabar Baik pada mereka. Kaum miskin merupakan orang-orang yang menderita
dan tersingkirkan dari kehidupan dunia pada umumnya dan Yesus memandang
mereka inilah yang penting dan mendesak untuk memperoleh warta gembira
dariNya. Sebab Ia sendiri adalah Sabda yang telah diutus menyampaikan kabar
gembira bagi seluruh umat manusia, bukan hanya melalui kata-kata melainkan
juga melalui kesaksian hidupNya (DV art. 4).
Yesus sendiri sebagai Kabar Baik dari Allah merupakan penginjil pertama
dan terbesar. Ia sangat sempurna bahkan bersedia mengurbankan hidup
duniawiNya (EN art. 7). Sebagai pewarta kabar baik, Ia sendiri menjadi Kabar
Baik bagi orang-orang yang dijumpaiNya, dengan sengsara dan wafatNya di kayu
salib Ia menyatakan betapa besar cintaNya pada kita. Sebagai pewarta Kabar
Gembira Ia terlebih dahulu menghayati dan mempraktekkan dalam hidup
konkretNya dengan mencintai dan mengasihi manusia.
Sebagai seorang pewarta Injil, Kristus pertama-tama mewartakan Kerajaan
Allah (EN art. 8) yang meliputi kerajaan keadilan, kedamaian, persaudaraan,
13
kerukunan dan cinta kasih. Sebagai poros dan pusat Kabar BaikNya Kristus
mewartakan pembebasan dari dosa dan kejahatan (EN art. 9). Pembebasan untuk
zaman sekarang ini menyangkut pembebasan dari penyakit-penyakit masyarakat
antara lain: perjudian, perkelahian, mabuk-mabukan, minum-minuman keras,
obat-obat terlarang, perkosaan, perselingkuhan, perampokan/pencurian,
penindasan, pembunuhan dan lain sebagainya yang seringkali membelenggu umat
manusia. Ia ingin agar semua orang dengan bebas mengenal dan mengasihi Allah,
sebab kerajaan dan keselamatan dalam pewartaan InjilNya tersedia bagi setiap
manusia sebagai rahmat dan belas kasih Allah. Pewartaan Injil bukan hanya untuk
umat Kristiani semata, melainkan juga bagi seluruh umat manusia. Oleh karena
itu, untuk memperoleh kerajaan dan keselamatan itu tidak mudah tetapi melalui
jerih payah dan penderitaan bahkan kita harus mampu menyangkal diri, memikul
salib dan juga melalui pembaharuan batin yang menyeluruh yakni perubahan
pikiran dan hati yang mendalam (EN art. 10).
Kisah penciptaan merupakan sejarah keselamatan Allah terhadap manusia
yang memuncak dalam diri Yesus Kristus (Kompendium art. 51), sehingga kita
dapat mengenal karyaNya yang besar hingga sekarang ini. Sebab dunia diciptakan
bagi kemuliaan Allah yang ingin menunjukkan dan mengkomunikasikan
kebaikan, kebenaran dan keindahanNya (Kompendium art. 53). Oleh karena itu
Allah menghendaki agar seluruh umat manusia mendiami seluruh muka bumi
(Kis 17:26) sebab mereka semua dipanggil untuk satu tujuan yang sama yakni
Allah. Allah adalah cinta kasih yang menyelamatkan dan membawa manusia pada
sikap persaudaraan (GS art. 24).
14
Yesus Kristus melaksanakan pewartaan tentang Kerajaan Allah melalui
kotbah yang tak kenal lelah (EN art. 11), dengan kata-kata dan perbuatan; tanda-
tanda dan mukjizat-mukjizat; lebih-lebih lagi dengan wafat dan kebangkitanNya
serta dengan mengutus Roh Kebenaran (EN art. 12) yang kemudian ditanggapi
dan dihayati oleh mereka yang dengan tulus mendengarkan dan menerima Kabar
Baik yang diwartakanNya. Merekapun berkumpul untuk bersama-sama mencari
Kerajaan dan membangunnya serta menghayatinya dalam iman (EN art. 13). Hal
ini mau menyatakan kepada kita bahwa Yesus Kristus senantiasa menyertai kita
dalam segala hal, dalam sikap dan perbuatan kita maupun dalam tutur kata.
Dengan demikian hendaknya kehadiran kita membawa dampak positif bagi orang
lain.
Sabda dan kebenaran akan Yesus Kristus dilanjutkan oleh para rasul dengan
semangat yang berkobar-kobar (Kompendium art. 80). Hal ini disadari para rasul
sebagai tugas yang sangat mulia dan mereka percaya Allah senantiasa menyertai
mereka dalam tugas pewartaan tersebut. Setiap orang yang mau mendengarkan
dan menanggapi positif pewartaan Injil telah menghayati iman dalam dirinya,
sehingga dengan penuh kesadaran merekapun mengambil bagian dalam karya
pewartaan tersebut.
Menurut Sugiri (1994:12) kata evangelisasi ini berasal dari sejarah kuno,
dimana seorang budak dipilih untuk membawa kabar gembira kepada penguasa
mengenai kemenangan di dalam peperangan. Ketika ia datang menyampaikan
kabar gembira bagi sang penguasa maka ia dianugerahi kebebasan menjadi orang
yang “merdeka”. Oleh karena itu, ia berlari dengan kencang sambil menari-nari
15
penuh kegembiraan karena kabar gembira yang dibawanya menghasilkan
kebebasan bagi dirinya.
Bertolak dari sejarah tersebut, kaum awam sebagai orang-orang Kristiani
yang dipanggil dan diutus untuk mewartakan Kabar Gembira Kristus serta
kemenanganNya atas dosa dan maut, seharusnya mampu berbuat seperti yang
dilakukan oleh sang budak tadi. Hendaknya kaum awam dengan semangat yang
berkobar-kobar mewartakan Kabar Gembira kepada seluruh dunia. Sebab
kemenanganNya itulah yang telah membebaskan umat manusia dari dosa dan
menjadikan mereka sebagai anak-anak Allah. Kenyataan akan panggilan setiap
umat Kristiani itu melahirkan istilah evangelisasi (Sugiri, 1994:12).
Oleh karena itu, Gereja yang di dalamnya terdapat banyak anggota termasuk
kaum awam pada hakikatnya lahir sebagai kelanjutan dari gerak hati Allah yang
berbelas kasih kepada manusia (Darminta, 1997:51). Gerejapun menyadari tugas
ini amat mendesak untuk zaman sekarang mengingat situasi zaman yang terus
berkembang, sehingga dengan senang hati Gereja menanggapi dan mengambil
bagian dalam karya misioner tersebut di tengah dunia, sebab Gereja dalam setiap
zaman berfungsi mengarahkan pandangan manusia, menjuruskan kesadaran dan
pengalaman manusia kepada misteri Kristus (RM art. 4) karena seringkali
manusia bertindak dan berprilaku berdasarkan kehendak mereka sendiri dan
mengabaikan kehendak Allah, sehingga mereka berusaha keras membentuk dunia
bukan lagi sesuai kehendak Allah melainkan sesuai kehendak mereka sendiri.
Gereja menyadari bahwa kehadirannya di tengah dunia merupakan
kehendak Allah untuk “mewartakan Injil yakni untuk berkotbah dan mengajar,
16
menjadi saluran kurnia rahmat, untuk mendamaikan para pendosa dengan Allah
dan untuk mengabdikan kurban Kristus di dalam Misa, yang merupakan kenangan
akan kematian dan kebangkitanNya yang mulia (EN art. 14)”. Melalui teladanNya
Yesus Kristus telah mewariskan tugas pewartaan Injil tersebut kepada kita sebagai
Umat Allah yang tergabung dalam baptisan menjadi anggota Gereja. Sebab Allah
sungguh menghendaki agar manusia diselamatkan dan memperoleh pengetahuan
akan kebenaran serta beroleh hidup kekal. PutraNya yang Tunggal diutus ke dunia
untuk menyelamatkan, bukan untuk menghakimi (bdk. 1Tim 2:4; Yoh 3:16-17).
Oleh karena pengetahuan akan kebenaran itulah Yesus Kristus harus diwartakan
agar semua orang diselamatkan. Hal ini sesuai dengan perintahNya dalam Matius
28:19 “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah
mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus”.
Dari pemaparan di atas, tampak bahwa sejarah evangelisasi itu berawal dari
tindakan Allah yang menyingkapkan tentang diriNya sendiri melalui Yesus
Kristus yang menyampaikan ajaran cinta kasih melalui kata-kata dan tindakan
konkretNya. Penderitaan dan wafatNya di Kayu Salib menunjukkan betapa besar
cinta kasihNya terhadap manusia, sehingga pantas menjadi bahan permenungan
bagi kaum awam yang sekaligus adalah anggota Gereja yang telah dipanggil dan
diutus. Pewartaan akan kebenaran inilah yang kemudian dilanjutkan oleh para
rasul dan seterusnya hingga sekarang kita dapat mengenal Allah dan
menanggapinya dengan bebas dalam iman. Pewartaan awal yang dimulai oleh
Yesus Kristus memiliki peranan penting dan tidak tergantikan karena
memperkenalkan umat manusia ke dalam misteri cinta kasih Allah yang
17
memanggil manusia untuk menjalin hubungan pribadi dengan diriNya di dalam
Kristus (RM art. 44). Oleh karena itu, hendaknya kaum awam sebagai anggota
Gereja secara sadar dan bertanggungjawab meneruskan karya pewartaan Injil
yang telah dimulai oleh Yesus Kristus sekaligus ambil bagian dalam
perutusanNya.
2. Pengertian Evangelisasi
Paus Paulus VI menegaskan bahwa evangelisasi berarti membawa Kabar
Baik kepada segala tingkat kemanusiaan dan melalui pengaruh Injil mengubah
umat manusia dari dalam dan membuatnya menjadi baru. Artinya seseorang yang
menerima Kabar Baik ini pertama-tama akan mengalami kebahagiaan dalam
hidupnya. Mereka juga mengalami pembaharuan dalam dirinya, baik sikap atau
tindakan, kata-kata maupun perubahan batinnya menjadi lebih peka akan
kehidupan di sekitarnya, sehingga dengan mudah ia mendengarkan bisikan-
bisikan Sabda yang ia terima (EN art. 18). Dalam hal ini, evangelisasi bukan
hanya sekedar kata-kata saja melainkan juga peresapan akan nilai-nilai Injil dalam
kehidupannya sehari-hari, sehingga semakin memperkokoh iman agar semakin
mengakar, kokoh dan kuat.
Dalam sidang FABC I di Taipei art. 25 ditekankan bahwa evangelisasi
merupakan suatu pelaksanaan tugas Gereja untuk mewartakan Injil Tuhan melalui
sabda dan kesaksian. Sabda dan kesaksian zaman sekarang ini sangat relevan
dalam pewartaan karena orang-orang lebih membutuhkan tindakan konkret
daripada kata-kata. Tindakan konkret melalui teladan hidup, antara lain dengan
18
sikap peduli terhadap sesama terutama yang miskin, menderita dan tersingkir,
menghargai dan menghormati, mencintai dan mengasihi orang lain. Sedangkan
menurut Sugiri (1995:13) evangelisasi merupakan suatu proses kegiatan
pewartaan Kabar Gembira yang dilakukan secara terus-menerus oleh para
penginjil baik dalam kata-kata, sikap maupun teladan hidupnya. Sebab penginjilan
bukan suatu kegiatan yang diprogramkan dan dilaksanakan sekali saja, melainkan
suatu kegiatan yang terjadi terus-menerus melalui proses kehidupan seseorang di
dunia ini.
Evangelisasi dipahami juga sebagai suatu “kegiatan mewartakan Yesus
Kristus kepada mereka yang belum mengenalnya, berkotbah, memberikan
katekese, baptis dan sakramen-sakramen lainnya”. Melalui kegiatan-kegiatan
pengajaran seperti inilah penginjil berusaha memperkenalkan Yesus Kristus dan
karya penebusanNya bagi umat manusia dan biasanya pewartaan ini akan
diberikan kepada umat Kristiani saja (EN art. 17). Hal ini mau menyatakan
kepada kita bahwa pada dasarnya evangelisasi merupakan suatu proses di mana
seorang pewarta yang diberi rahmat pengutusan berusaha untuk memperkenalkan
Allah kepada orang-orang yang belum percaya dan diselamatkan. Sebab Gereja
sendiri telah mendapat tugas khusus tersebut untuk membawa seluruh lapisan
manusia pada keselamatan.
Selain itu, Sugiri (1994:52) kembali menyatakan bahwa evangelisasi
merupakan suatu proses yang menentukan perkembangan iman seseorang. Sebab
dalam proses evangelisasi ia mengalami perjumpaan dengan Allah dalam
pengalaman hidupnya dan semakin merasakan cinta kasihNya. Kebanyakan orang
19
Kristiani adalah baptis bayi maka perlu diberi pemahaman lebih mendalam akan
pentingnya penghayatan iman, sehingga melalui pengalaman perjumpaan itu
imannya semakin tumbuh dan berkembang, sehingga ia semakin bersemangat
untuk bersaksi atas imannya.
Dalam membagikan pengalaman iman pada orang lain perlu bagi kita untuk
menaruh perhatian pada pentingnya komunikasi karena melalui komunikasi yang
baik kita dapat saling meneguhkan satu sama lain. Melalui sharing pengalaman
hidup sehari-hari kita dapat secara bersama-sama memaknai pengalaman hidup
kita dan membawanya pada terang Injil, sehingga kita akan senantiasa siap
menghadapi berbagai tantangan hidup yang ada di hadapan kita. Oleh karena itu,
mari membangun relasi dan komunikasi yang baik dengan Allah melalui sesama.
Evangelisasi merupakan suatu proses pertobatan dan penyelamatan terhadap
manusia karena dalam evangelisasi manusia diajak untuk mencari dan
menemukan Allah melalui pengalaman hidupnya. Yesus sendiri mengalami
pertemuan secara mendalam dengan Allah, sehingga Iapun dengan senang hati
memberitakan Injil kemanapun, seperti tertulis dalam Luk. 4:43 "Juga di kota-kota
lain Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah sebab untuk itulah Aku diutus".
Pernyataan ini merumuskan misi perutusan Yesus Kristus yang telah diutus untuk
menyampaikan Kabar Gembira ke seluruh penjuru dunia. Melalui PutraNya, Allah
menawarkan kepada manusia cinta, keselamatan dan pembebasan dari segala hal
yang dapat memperbudak manusia dalam kehidupan palsu. Setiap orang
menanggapi tawaran keselamatan Ilahi dengan iman, kemudian meneruskan pada
20
sesama dalam kehidupannya supaya semakin banyak orang mengalami cintakasih
Allah.
Dari sekian banyak pemaparan tentang pengertian evangelisasi di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa evangelisasi merupakan suatu pewartaan atau kegiatan
menyampaikan Kabar Gembira kepada seluruh lapisan umat manusia, baik yang
beragama Katolik maupun non Katolik, yang berkulit putih atau hitam, yang
berambut lurus ataupun keriting. Intinya mewartakan kabar gembira tidak
memandang siapa manusianya melainkan bagaimana upaya menyelamatkan
manusia tersebut, sehingga orang yang mewartakan dan menerima pewartaan
dapat mengalami pertobatan dalam dirinya dan menjadi manusia baru bukan saja
dalam sikap dan tindakannya tetapi juga pola pikirnya.
3. Tujuan Evangelisasi
Kenyataan hidup zaman sekarang menunjukkan bahwa kebanyakan orang,
baik yang beragama Katolik maupun non Katolik mengira bahwa evangelisasi
merupakan suatu program atau kegiatan yang direncanakan untuk
“mengkristenkan” seseorang menjadi anggota Gereja dengan cara membaptis
mereka. Pemahaman ini merupakan pemahaman yang keliru dan perlu diluruskan,
sehingga menggerakkan saya untuk mempelajari dan mendalami ensiklik
Evangelii Nuntiandi tentang pewartaan Injil di zaman modern ini. Dalam EN art.
9 dikatakan bahwa pewartaan Injil merupakan suatu upaya pembebasan dari setiap
hal yang menindas manusia. Pembebasan artinya melepaskan manusia dari dosa
dan kejahatan yang membelenggu, antara lain membebaskan dari kemiskinan,
21
penderitaan, kesedihan, ketidakadilan, kesombongan, kemunafikan, konflik dan
percekcokan. Santo Paulus menegaskan dalam suratnya kepada umat Korintus
“sebab Kristus mengutus aku bukan untuk membaptis, tetapi untuk memberitakan
Injil; dan itu pun bukan dengan hikmat perkataan, supaya salib Kristus jangan
menjadi sia-sia” (1 Kor 1:17).
Dalam EN art. 18 dikatakan bahwa yang menjadi tujuan dari evangelisasi
adalah perubahan batin. Artinya seseorang diharapkan memiliki suatu perubahan
atau perkembangan cara pandang yang baru dalam kehidupannya, ia tidak lagi
menggunakan pandangan-pandangan lama yang dapat membekukan hati
nuraninya ketika melihat penderitaan, ketidakadilan dan penindasan yang dialami
orang-orang di sekitarnya. Dengan mengalami perubahan batin, seseorang
menjadi lebih peka dan peduli terhadap sesama yang dijumpainya. Dengan rendah
hati ia tergerak untuk menolong mereka, sehingga merekapun mengalami
perkembangan dan perubahan diri serta semakin mengalami kegembiraan dalam
hidupnya.
Jika evangelisasi dikatakan sebagai suatu proses pewartaan Kabar Gembira,
maka harapan dari pewartaan ini adalah agar orang-orang sungguh mengalami dan
merasakan kegembiraan dalam hidupnya. Dengan demikian merekapun mampu
menyebarkan kegembiraan itu pada sesama di sekitarnya. Evangelisasi juga
bertujuan demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah dalam kehidupan yakni
kerajaan keadilan, cintakasih, persaudaraan dan kebahagiaan.
EN art. 9 menegaskan bahwa “sebagai poros dan pusat Kabar BaikNya
Kristus mewartakan penebusan… hal ini merupakan pembebasan dari setiap hal
22
yang menindas manusia tapi lebih-lebih pembebasan dari dosa dan kejahatan”.
Dengan demikian kehadiran Tuhan sungguh dirasakan dan dialami dalam
hidupnya. Sebab kerajaan dan keselamatan merupakan kata-kata kunci dalam
pewartaan injil Yesus Kristus (EN art. 10). Dengan mengalami kegembiraan dan
kebahagiaan, mereka akan hidup dengan penuh damai dan rukun antara satu
dengan yang lainnya dalam hidup berkeluarga maupun bermasyarakat. Dengan
demikian akan terwujud nilai-nilai Kerajaan Allah yang menjadi tujuan dan
harapan bersama untuk mencapai kebahagiaan sejati.
Sugiri (1994:3) menyatakan bahwa tujuan dari evangelisasi adalah
pertobatan. Pertobatan di sini bukan sekedar berkotbah dan ceramah untuk
mengajak orang lain bertobat dan harus masuk agama Katolik melainkan
pertobatan yang dilakukan seseorang melalui perbuatan baiknya dalam proses
kehidupannya sehari-hari.
Melalui evangelisasi diharapkan agar umat manusia semakin mengalami
kasih persaudaraan satu dengan yang lainnya, memiliki sikap mengampuni,
berjiwa penolong, mementingkan kepentingan orang lain di atas kepentingannya
sendiri dan mencintai serta mengasihi sesama dalam kasih yang menyatukan
yakni kasih Allah yang tanpa batas (EN art. 28). Dengan demikian sesungguhnya
evangelisasi bertujuan menciptakan “dunia baru” yang mampu menjadi tempat
yang damai dan menyenangkan bagi umat manusia, sehingga dengan penuh
kesadaran dan tanggungjawab setiap orang mensyukuri kebaikan Allah dengan
caranya masing-masing sesuai dengan iman dan kepercayaannya. Umat manusia
23
senantiasa hidup damai, rukun dan harmonis secara berdampingan dengan
berbagai perbedaan yang ada di antara kehidupan mereka.
Sebab Kerajaan Allah yang diwartakan bukan hanya diperuntukkan bagi
sebagian orang saja, melainkan bagi semua orang terutama kepada orang-orang
miskin (Luk 4:18). Sebab Yesus Kristus tidak pernah meninggalkan mereka
dalam kemiskinannya seorang diri tetapi Ia datang dan bergaul bersama mereka
dan turut merasakan penderitaan mereka. Yesus memandang murid-muridNya dan
berkata: "Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya
Kerajaan Allah” (Luk. 6:20). Ia tidak hanya berkata-kata saja, melainkan Ia
sendiri datang dan mendekati mereka serta bersantap bersama-sama dengan
mereka dan menjadikan mereka sebagai saudara dan sahabat (Luk. 7:34).
KehadiranNya di tengah mereka membuat mereka merasa dicintai dan dikasihi
Allah (RM art.14). Dengan demikian Kerajaan Allah itu secara perlahan-lahan
tumbuh dalam diri setiap pribadi yang menerima dan mengalaminya, sehingga
mereka dapat belajar saling mencintai, mengampuni dan melayani satu sama lain.
Sebab Yesus sendiri meminta supaya kita saling mengasihi dan mengampuni
sama seperti Ia telah mengasihi dan mengampuni kita yang dibuktikan dalam
peristiwa paskah (RM art. 15). Dengan mencintai kitapun dicintai, mengasihi kita
dikasihi, memberi kita mendapatkan dan mengampuni maka kita akan diampuni.
Berdasarkan pemaparan di atas maka evangelisasi dapat dilakukan kepada
siapa saja dan dengan agama manapun juga sebab sasaran utamanya adalah untuk
mempertobatkan orang yang bersangkutan bukan “mengkristenkan”. Bila
evangelisasi dilakukan kepada umat Islam, maka diharapkan ia menjadi umat
24
Islam yang taat melaksanakan ajaran agamanya, begitu pula terhadap agama
lainnya. Maka, tujuan utama evangelisasi adalah pertobatan yang membawa
seseorang mampu menghayati iman dalam hidupnya sesuai dengan agama yang
dianutnya. Oleh karena itu, hendaklah evangelisai dilakukan seimbang antara
kata-kata dan perbuatan sebagai dasar bagi orang lain untuk mempercayainya.
4. Isi Evangelisasi
Mewartakan Injil pertama-tama berarti memberikan kesaksian dalam hidup
secara sederhana dan langsung mengenai Allah yang diwahyukan oleh Yesus
Kristus dalam Roh Kudus (EN art. 26). Allah yang diwartakan tidak terlepas dari
kesaksian hidup kita sehari-hari dalam keluarga, masyarakat dan dimanapun kita
berada. Dengan demikian cinta kasih Allah semakin nyata dalam tindakan dan
perbuatan kita terhadap sesama. Dengan mencintai dan mengasihi sesama, Allah
hadir bagi kita sehingga satu dengan yang lainnya adalah saudara.
Pewartaan Injil akan semakin jelas bila memuat tentang Yesus Kristus,
Putra Allah yang menjadi manusia, wafat dan bangkit dari kematian demi
menebus dosa manusia. Penebusan tersebut ditawarkan kepada segala manusia
sebagai suatu kurnia rahmat dan belas kasih Allah (EN art. 27). Dalam RM art. 5
menegaskan tentang karya, sabda dan paskahNya sebagai suatu kesaksian konkret
yang telah dilakukan oleh Yesus Kristus selama hidupNya, yang banyak
memberikan penyembuhan baik rohani maupun jasmani bagi banyak orang. Sebab
sabda adalah “terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang
25
datang ke dalam dunia” (Yoh 1:9). Oleh karena itu evangelisasi hendaknya
mencakup pewartaan tentang:
… harapan akan janji-janji yang dibuat oleh Allah dalam Perjanjian Baru dalam Yesus Kristus, pewartaan tentang kasih Allah kepada kita dan kasih kita kepada Allah. Evangelisasi juga mencakup pewartaan tentang kasih persaudaraan terhadap semua orang, kemampuan untuk memberikan dan mengampuni, penyangkalan diri, membantu saudara dan saudari, yang berasal dari kasih kepada Allah. Merupakan benih Injil. Begitu pula pewartaan misteri kejahatan dan usaha mencari kebaikan secara aktif termasuk dalam evangelisasi. Dan yang selalu mendesak pura pewartaan mengenai mencari Allah sendiri melalui doa, yang secara prinsipial berupa penyembahan dan ucapan syukur, tapi juga melalui kesatuan dengan Allah, yaitu Gereja Yesus Kristus… Penghayatan sakramen-sakramen justru untuk melengkapi evangelisasi (EN art. 28). Kerajaan Allah yang menjadi tujuan dari evangelisasi secara perlahan-lahan
tumbuh dan berkembang dalam diri setiap pribadi manusia, sehingga secara tidak
langsung merekapun akan belajar mencintai, mengasihi, mengampuni dan
melayani satu sama lain. Sebab Allah telah terlebih dahulu mengasihi dan
mencintai umatNya, maka sudah sepantasnyalah kita memberikan cintakasih
kepadaNya melalui sesama. Kasih Yesus yang begitu besar Ia ungkapkan dalam
keputusanNya yakni menyerahkan hidup bagi sahabat-sahabatNya (Yoh. 15:13),
yang merupakan wujud dari cinta Bapa kepada dunia dengan menyerahkan
PutraNya yang tunggal (Yoh. 3:16).
Kaum awam perlu menyadari bahwa pewartaan Injil tidak hanya bersifat
keagamaan semata melainkan juga bersifat duniawi. Sebab Gereja tidak
membatasi perutusannya pada bidang keagamaan dan memisahkan diri dari
persoalan duniawi, tetapi bagaimana suatu pesan yang disampaikan dapat
menyentuh hidup manusia secara keseluruhan (EN art. 34). Oleh karena itu perlu
adanya interaksi secara terus-menerus antara Injil dan hidup manusia yang
26
konkrit, baik dalam kehidupan pribadi maupun hidup sosialnya (EN art. 29).
Sebab Ia menyelamatkan manusia bukan satu per satu melainkan umat manusia
seluruhnya (GS art. 32). Untuk mewartakan Injil zaman sekarang, hendaknya
kaum awam sungguh menyadari dan menghayati panggilan dan perutusannya
dengan sepenuh hati serta menanggapi dalam iman dan mewujudnyatakan dalam
sikap dan perbuatannya, agar pewartaannya sungguh menyentuh hidup pribadinya
sehingga berpengaruh positif bagi orang yang dijumpai.
“Gereja…mempunyai kewajiban untuk mewartakan pembebasan jutaan
umat manusia,…mempunyai tugas membantu lahirnya pembebasan (EN. Art.
30)”, pembebasan manusia zaman sekarang ini adalah bebas dari penyakit kronis
masyarakat zaman sekarang seperti: mabuk-mabukan, perkelahian,
perselingkuhan, perjudian, perampokan, pemerkosaan, pergaulan bebas,
kemalasan, kemiskinan, buta huruf, ketidakadilan terutama dalam bidang ekonomi
dan kebudayaan dan pelanggaran HAM. Manusia juga hendak dibebaskan dari
sikap materialisme yang memandang bahwa kesejahteraan itu terletak pada materi
belaka (EN art. 32). Pembebasan itu juga termasuk keterbukaan terhadap yang
mutlak, bahkan terhadap yang Ilahi yang Mutlak (EN art. 33) dan kebebasan
untuk menanggapi Allah karena manusia diberi kebebasan untuk menjawab dan
menanggapi Allah dalam hidupnya.
“Gereja berpendapat…pentingnya membangun struktur-struktur yang lebih
manusiawi, lebih adil, lebih menghormati hak-hak pribadi dan tidak begitu
menekan dan tidak begitu memperbudak (EN art. 36)”. Pertobatan hati dan
pandangan juga menjadi harapan Gereja, sebab seringkali ketidakadilan itu
27
muncul dari hati yang tidak manusiawi. Gereja tidak dapat menerima kekerasan
(EN art. 37). Sebab pembebasan yang dimaksudkan adalah pembebasan yang
memerdekakan manusia dari penderitaan. Kekerasan sendiri tidak sesuai dengan
Injil dan bukan sesuatu yang bersifat Kristiani. Kebebasan menurut Injil yakni
kedamaian, kerukunan, keharmonisan dan persaudaraan serta pentingnya
menerima pengajaran iman dan pengalaman konkret dalam hidup kita sebagai
umat beriman. Pembebasan yang diwartakan oleh evangelisasi dan disiapkannya
adalah pembebasan yang diwartakan oleh Kristus sendiri dan diberikanNya
kepada manusia dengan pengorbananNya (EN art. 38). Kebebasan agama
menduduki tempat yang utama (EN art. 39) karena hidup beragama merupakan
urusan pribadi seseorang yang mau menjalin relasi dengan Tuhan. Maka dalam
hal ini tidak dianjurkan adanya paksaan dari pihak manapun untuk merekrut
seseorang dan memaksanya memilih suatu agama. Yang paling penting adalah
mewartakan tentang pembebasan sejati yang telah menyelamatkan dan
membebaskan kita dari belenggu dosa yakni Kristus.
Dengan demikian yang paling utama dan pertama dipikirkan oleh kaum
awam sebagai pewarta Injil di tengah dunia adalah memberikan kesaksian
mengenai cinta kasih Allah pada sesama. Hendaknya kesaksian yang diwartakan
mengikuti teladan Yesus Kristus dengan memberikan cinta kasih yang tulus pada
sesama, peka dan peduli terhadap penderitaan orang lain, mau menolong dan
mengasihi mereka seperti kita mengasihi diri sendiri. Dengan demikian kita telah
menyelamatkan diri sendiri dan orang lain untuk hidup dalam Kerajaan Allah.
28
5. Bentuk-bentuk Pelaksanaan Evangelisasi
Evangelisasi zaman sekarang dapat kita lakukan melalui kesaksian hidup
suci, hidup seturut teladan Yesus Kristus dengan mencintai dan mengasihi orang
lain. Kesaksian hidup sebagai umat Kristiani, penyerahan diri secara penuh pada
Allah, membentuk persekutuan yang kuat, kokoh dan semangat yang berkobar-
kobar sangat relevan untuk pewartaan Injil zaman sekarang (EN art. 41). Sebab
pewartaan yang dilakukan melalui kesaksian hidup akan lebih menyentuh hati
setiap orang. Terlebih hidup zaman sekarang orang lebih senang mendengarkan
kesaksian yang menunjukkan suatu fakta daripada kata-kata yang tidak sesuai
dengan tindakan. Namun bukan berarti kata-kata menjadi tidak penting dalam
pewartaan, melainkan suatu kegiatan yang harus dijalankan dengan seimbang.
Artinya kita berbicara tentang kebenaran Kabar Gembira yang dapat dilihat dalam
sikap dan tindakan kita (EN art. 42). Maka kesaksian hidup suci menjadi sarana
utama bagi penginjil yaitu tindakan konkret dari sikap dan tindakan seseorang
yang mencerminkan nilai-nilai Injil dalam hidupnya sehari-hari. Oleh karena itu,
kaum awam harus menyadari bahwa evangelisasi melalui sikap dan tingkah laku
yang mencerminkan diri sebagai orang beriman, hidup sederhana, setia pada
Kristus dengan mengamalkan cinta kasih, peduli pada sesama, peka terhadap
perkembangan zaman dan kebutuhan orang-orang di sekitar.
Kesaksian hidup suci juga ditekankan oleh Sugiri (Sugiri, 1994:24). Sebab
setiap umat Kristiani terpanggil untuk memberikan kesaksian iman dalam
hidupnya, dengan demikian merekapun akan menjadi pewarta sejati (EN art. 21).
Namun kesaksian hidup suci tidak dapat dijalani kalau dalam diri sendiri tidak
29
memiliki “semangat”. Sebab semangat yang tertanam dalam diri akan
memberikan inspirasi pada kita untuk selalu berusaha mencari dan menemukan
bentuk-bentuk pewartaan Injil yang cocok dan sesuai dengan kebutuhan umat
manusia.
Kotbah juga penting dalam pewartaan Injil sebab orang tidak dapat percaya
pada Allah bila tidak mendengarkan tentang Dia. Kotbah ini dapat kita artikan
sebagai komunikasi dari pihak pewarta kepada orang lain. Ia berusaha
menyampaikan Kabar Gembira dengan berkata-kata agar pesan Injil tersebut
dapat sampai dengan baik ( EN art. 42), dengan berusaha memanfaatkan situasi-
situasi dan kejadian-kejadian yang terjadi di masyarakat sekitar sebagai bahan
renungan dalam liturgi sabda. Pesan Injil disampaikan secara sederhana, jelas,
langsung, selaras dengan kebutuhan manusia pada zamannya, bersumber pada
ajaran Injil dan setia pada Kuasa Mengajar Gereja. Kotbah seperti ini akan sangat
bermanfaat bagi mereka dalam membuka hati menuju pertobatan dan juga
menggerakkan mereka untuk meneruskannya (EN art. 43). Dengan mengikuti dan
menghayati Perayaan Ekaristi kita semakin dikuatkan dan diteguhkan iman akan
Yesus Kristus melalui homili yang menyentuh situasi konkret kita dan pada
persatuan umat Allah dalam persekutuannya serta persatuan dengan Allah melalui
Tubuh Kristus (hosti). Sebab iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran
oleh firman Kristus (Rm. 10:17).
Bentuk evangelisasi lainnya adalah katekese. Katekese dapat membantu
membentuk pola hidup Kristiani yakni hidup seturut teladan Yesus Kristus yang
mencerminkan cinta kasih, kesetiaan, kesabaran dan kepedulian. Katekese akan
30
berhasil bila metodenya disesuaikan dengan usia, kebudayaan dan sikap-sikap
pribadi yang bersangkutan. Katekese ini dapat dilakukan oleh katekis di paroki,
guru-guru di sekolah dan juga orang tua di rumah dalam keluarga (EN art. 44).
Pendidikan iman baik di gereja-gereja maupun sekolah-sekolah penting
untuk membentuk pola-pola hidup Kristiani khususnya bagi anak-anak dan kaum
muda (EN art. 44). Pendidikan iman dapat pula dilaksanakan dalam keluarga oleh
para orang tua yang mencerminkan pola hidup Kristianinya, sehingga anak-anak
dapat secara langsung meneladaninya. Perlu juga kita sadari bahwa saat ini kita
hidup pada zaman yang ditandai dengan media massa serta sarana-sarana
komunikasi sosial (audiovisual) yang dapat kita manfaatkan dalam mewartakan
Injil agar dapat menjangkau seluruh umat manusia. Perkembangan dan kemajuan
zaman ini dapat kita manfaatkan sebagai sarana untuk mewartakan Kabar
Gembira bagi sesama (EN art.45) yang mana melalui media tersebut kita
mengupayakan suatu metode yang mampu menembus hati nurani setiap orang
yang berusaha kita sapa tersebut.
Juga pentingnya kontak pribadi dengan sesama untuk membantu usaha kita
dalam mewartakan Kabar Gembira seperti yang dilakukan oleh para imam dengan
kesediaannya dalam membantu, membangkitkan semangat, dan memberi teladan
pada umat agar memiliki sikap mau saling tolong-menolong (EN art. 46).
Evangelisasi diharapkan mampu menyentuh kehidupan manusia seutuhnya yakni
melalui sakramen-sakramen yang diterimanya pada saat Perayaan Ekaristi atau
liturgi Sabda (EN art. 47) serta tidak mengabaikan “kesalehan yang merakyat”
yang dapat menimbulkan kesadaran terhadap sifat-sifat Allah yang mendalam
31
yakni sifat Kebapaan, Penyelenggaraan Ilahi, Kasih dan KehadiranNya yang terus
menerus. Sifat-sifat ini dapat kita terapkan pada sesama dalam kehidupan sehari-
hari melalui kehadiran kita di tengah keluarga dan masyarakat dengan
memancarkan kasih yang membuat mereka merasa tenang, nyaman dan aman,
dewasa dalam berpikir dan bertindak, serta peduli pada mereka yang
membutuhkan. Kita juga memiliki sikap batin yang mampu memberikan
kesejukan bagi orang lain yakni kesabaran, kesadaran akan adanya salib dalam
hidup, sehingga tidak mudah goyah dan patah semangatnya, sikap lepas bebas
dalam arti tidak merasa memiliki beban sekalipun hidup penuh kekurangan tetapi
senantiasa mengandalkan Tuhan dalam kemelut hidup yang dijalani; keterbukaan
terhadap orang lain, mau menerima dan menjadi bagian dari hidup sesamanya.
(EN art. 48).
Evangelisasi juga perlu mengupayakan dialog, baik dialog antar umat
beriman itu sendiri untuk semakin memperluas wawasan dan memperkokoh iman
kepercayaannya maupun dialog antar umat beragama untuk tetap menjalin relasi
dan komunikasi yang baik sebagai upaya untuk mewujudkan penegakkan
keadilan. Dialog dengan kebudayaan dan juga dialog dengan orang-orang miskin
dan terlantar.
6. Manfaat Evangelisasi
Evangelisasi merupakan dukungan untuk memperdalam, memperkokoh dan
memupuk iman kaum beriman agar iman mereka semakin matang dan dewasa
dalam beriman. Evangelisasi juga merupakan upaya untuk selalu memberi
32
makanan yang cukup pada iman kaum beriman, lebih-lebih melalui katekese yang
bersumber pada nilai-nilai Injil, sehingga setiap orang beriman mengalami
pembaharuan dalam hidupnya secara terus-menerus (EN art. 54).
Evangelisasi dilakukan dengan harapan semua orang dari berbagai suku,
budaya, agama dan bangsa dapat menikmati dan menghayati Kabar Baik dalam
hidup berimannya (EN art. 49). Sebab pewartaan Injil ditujukan pada semua orang
seperti yang dikatakan dalam Injil Mrk. 16:15: “Pergilah ke seluruh dunia,
beritakanlah Injil kepada segala makhluk”.
Dalam EN art. 50 Gereja berseru agar pewarta Injil tidak membelenggu
pewartaan Injil dan membatasinya pada salah satu sektor umat manusia atau
kelompok orang serta kebudayaan tertentu saja. Hal ini sebagai harapan dari
Gereja agar pewartaan Injil dikembangkan secara luas untuk menyelamatkan
orang sepenuhnya. Melalui evangelisasi orang-orang yang kurang mendapat
kebahagiaan dalam hidupnya akan beroleh kebahagiaan sejati. Sebab evangelisasi
mengajarkan pada umat manusia pentingnya sikap saling mengasihi, mencintai
dan memperhatikan satu dengan yang lainnya. Dengan demikian setiap orang
dapat menikmati kasih Allah dengan bebas tanpa harus meninggalkan jati dirinya
(EN art. 51).
Melalui evangelisasi secara perlahan-lahan manusia diselamatkan dari
pengaruh sikap sekularisme yang mengatakan bahwa dunia dapat menerangkan
tentang dirinya sendiri dan Allah tidak diperlukan serta ateisme yang berpusat
pada manusia sepenuhnya yang menumbuhkembangkan manusia yang konsumtif
(EN art. 55). Melalui evangelisasi diharapkan agar orang-orang beragama yang
33
semula tidak mau menjalankan agamanya, dapat menjalani kehidupan
beragamanya dengan sepenuh hati dalam kehidupan sehari-hari (EN art. 56).
Banyak manfaat yang diperoleh dalam evangelisasi, baik bagi penerima
maupun pewartanya. Penerima akan mengalami hidup baru, terbuka hati dan
pikirannya untuk mengambil bagian dalam karya penyelamatan kepada sesama
sesuai dengan agama dan budayanya, hidup dalam perbedaan yang menyatukan,
dan menciptakan rasa damai. Pewarta sendiri semakin memupuk iman
kepercayaannya, sehingga semakin kokoh dan kuat serta terus menyiraminya
dengan tindakan konkret seturut teladanNya.
7. Pelaksana Evangelisasi
“…mereka yang telah menerima Kabar Baik dan telah dikumpulkan
olehNya dalam jemaat yang telah ditebus, dapat dan harus meneruskannya dan
menyebarluaskan Injil” (EN art. 13). Sebab tugas untuk mewartakan Injil
merupakan rahmat dan panggilan yang khas bagi Gereja (EN art. 14). Gereja
adalah umat yang dipanggil Allah secara istimewa, sehingga disebut sebagai Umat
terpilih Allah (Iman Katolik, 1996: 332-333). Oleh karena itu, seluruh anggota
Gereja adalah misioner dan karya evangelisasi merupakan salah satu tugas
mendasar dari umat Allah (EN art. 59). Sebab perintah untuk mewartakan Injil
keselamatan diberikan kepada semua orang oleh Kristus melalui perantaraan para
rasul yang merupakan orang-orang pertama yang bekerja dalam tugas perutusan
universal Gereja (RM art. 61).
34
Gereja tersebar ke seluruh semesta dan merupakan Gereja yang universal,
tanpa batas-batas atau garis-garis pemisah, kecuali yang berasal dari hati dan
pikiran manusia yang penuh dosa (EN art. 61). Walaupun demikian Gereja yang
universal dalam prakteknya menjelma di dalam Gereja-gereja setempat (lokal)
yang terdiri dari manusia tertentu, bahasa, budaya/tradisi tertentu (EN art. 62),
yang mana mereka juga mempunyai tugas yang sama dengan Gereja universal
dalam tugas pewartaan Injil. Keduanya memiliki hubungan yang erat, sehingga
tetap berjalan sesuai dengan rencana Allah. Oleh karena itu seluruh Gereja
dipanggil untuk melakukan evangelisasi yang di dalamnya ada bermacam-macam
tugas yang harus dilaksanakan (EN art. 66).
Dalam ensiklik Evangelisasi Nuntiadi art. 68 dikatakan bahwa:
Dalam kesatuan dengan Pengganti Petrus, para Uskup, yang merupakan pengganti Para Rasul, melalui kuasa tahbisan mereka menerima kewibawaan untuk mengajarkan kebenaran yang diwahyukan dalam Gereja. Mereka adalah guru-guru iman… Mereka adalah pendidik-pendidik Umat Allah dalam iman dan pengkhotbah-pengkhotbah, pada saat yang sama sekaligus juga menjadi pelayan-pelayan Ekaristi dan Sakramen-sakramen lainnya.
Mereka ini telah diberi tugas untuk menjaga dan melindungi Umat Allah termasuk
juga mereka di dalamnya dalam kesatuannya serta juga mengumpulkan Umat
yang tercerai-berai agar senantiasa hidup damai dan rukun dalam kebersamaan.
Adapun kaum religius, mereka menemukan dalam hidup mereka yang terlah
dipersembahkan kepada Allah suatu sarana khusus untuk melakukan evangelisasi
secara efektif (EN art. 69). Mereka dengan sepenuh hati menyerahkan diri dan
hidup mereka pada Allah melalui kesaksian. Kesaksian mereka tunjukan dalam
penyerahan diri yang total dengan menghayati kemiskinan, penyangkalan diri,
35
kemurnian, ketulusan dan pengurbanan diri dalam ketaatan. Kesaksian mereka ini
sangat berkesan dan memberikan sesuatu yang konkret dalam hidupnya pada
semua orang termasuk mereka yang non Katolikpun dapat menyaksikan dan
merasakan dampak dari karya mereka. Mereka juga senantiasa meneguhkan
sesama melalui keheningan hidup yang mereka jalani dan melalui doa.
Tugas pewartaan ini juga diemban oleh kaum awam sebagai Umat Allah
yang memang menjadi topik utama dalam pembahasan skripsi ini yang ditegaskan
dalam EN art. 70 yaitu:
kaum awam, yang oleh karena panggilan khusus mereka ditempatkan di tengah-tengah dunia dan diberi tugas-tugas duniawi yang sangat beraneka macam, justru karena alasan-alasan yadi tentu melaksanakan suatu bentuk evangelisasi yang sangat khusus… Tugas mereka yang pertama adalah menggunakan setiap kemungkinan kristiani dan penginjilan yang tersembunyi tetapi sudah ada dan aktif dalam urusan-urusan dunia. Bidang mereka di dalam kegiatan evangelisasi ialah dunia politik yang luas dan kompleks, bidang kemasyarakatan dan ekonomi, tapi juga dalam bidang kebudayaan, ilmu pengetahuan dan seni, kehidupan internasional, bidang media massa. Juga mencakup kenyataan-kenyataan lain yang terbuka bagi evangelisasi, seperti misalnya cintakasih manusiawi, keluarga, pendidikan anak-anak dan kaum remaja, kerja profesional dan penderitaan.
Dunia merupakan tempat bagi kaum awam untuk meneruskan pewartaan Injil
yang diperintahkan Yesus Kristus bagi mereka dalam membangun dan menata
kembali tatanan kehidupan duniawi yang semakin hari semakin porak-poranda.
Keluarga juga memiliki peran penting dalam evangelisasi (EN art. 71). Oleh
karena itu, keluarga Kristiani yang menyadari tugas panggilannya sebagai “Gereja
kecil” akan melaksanakan pewartaan Injil bagi anggota keluarganya, dengan
mencerminkan sikap hidup beriman yang berdasar pada perintah Kristus yaitu
hidup saling mengasihi dan mencintai; mendampingi dan melindungi, mengasuh
dengan sabar, bertanggungjawab atas pendidikan iman anak dan memberikan
36
motivasi. Dengan demikian anak-anakpun akan melakukan hal yang sama
mengikuti teladan orang tuanya, bukan saja dalam keluarga tetapi dalam
kehidupan masyarakatnya.
Kaum muda menjadi pusat perhatian Gereja, karena mereka ini merupakan
generasi penerus gereja yang akan melanjutkan pewartaan Kabar Gembira ke
seluruh dunia. Oleh karena itu, secara khusus dalam EN art. 72 menyebut kaum
muda dan memberikan ruang khusus serta kepercayaan penuh bagi mereka untuk
mengekspresikan diri dalam upaya mewartakan Injil sesuai dengan zamannya.
Namun perlu disadari bahwa pelaksana utama evangelisasi adalah Roh
Kudus, sebab tanpa Roh Kudus tidak mungkin ada evangelisasi (EN art. 75).
Peristiwa Pentakosta menjadi saksi Roh Kudus bekerja atas para rasul yang
setelah menerima pencurahan Roh Kudus memulai perjalanannya ke seluruh
penjuru dunia untuk meneruskan pewartaan tentang Yesus Kristus dan
kebenaranNya.
Di atas telah disebutkan pelaksana-pelaksana evangelisasi, dimulai dari
Uskup dan para pastor, kaum rohaniwan-rohaniwati (religius), kaum awam juga
termasuk di dalamnya adalah para katekis, keluarga-keluarga Kristiani, dan kaum
muda. Namun sesungguhnya tugas mereka sama yakni menghantar semua orang
untuk mencapai Kerajaan Allah yakni keselamatan dan kebenaran akan Yesus
Kristus yang membuat mereka bertobat dan meninggalkan kehidupan lama yang
penuh dosa dan memulai hidup baru. Baru dalam pikiran, sikap dan tindakannya
yang mengarah pada persaudaaran sejati dengan semua orang. Hendaknya para
pelaksana evangelisasi ini bekerjasama dalam mengupayakan dan mencari jalan
37
untuk mewartakan Injil yang disesuaikan dengan kebutuhan manusia dan
perkembangan zaman agar pewartaannya dapat masuk dalam hati setiap orang
yang dijumpainya (EN art. 73) serta bekerja di bawah naungan Roh Kudus yang
senantiasa dicurahkan oleh Allah bagi mereka dan menyertai mereka selalu tanpa
mereka sadari. Hendaklah dalam diri para penginjil tertanam kasih yang besar
bagi mereka yang menerima pewartaan Injilnya (EN art. 79). Seperti yang tertulis
dalam 1 Tes 2:8, yaitu “dalam kasih sayang yang besar akan kamu, bukan saja
rela membagi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri dengan
kamu, karena kamu telah kami kasihi” serta semangat rohani (EN art. 80).
B. Tantangan Evangelisasi
Tantangan merupakan segala sesuatu yang akan dihadapi oleh setiap orang
dalam mengarungi hidupnya di dunia. Menyadari kehidupan yang semakin hari
semakin berkembang dalam banyak hal, kaum awam sebagai pewarta Injil perlu
tanggap dan peka terhadap perubahan zaman agar mereka lebih siap menghadapi
berbagai tantangan yang dapat menghambat perjuangan mereka dalam
mewartakan Injil. Tantangan tersebut tidak hanya datang dari luar diri melainkan
juga dari dalam diri sendiri.
Penulisan skripsi ini akan membahas tantangan-tantangan yang muncul dari
dalam dan luar diri yang dapat menjadi penghambat bagi kaum awam dalam
mewartakan Injil.
38
1. Tantangan dari dalam Diri
a. Perasaan “Takut” dan “Malu”
Takut dan malu merupakan hal yang hampir dirasakan oleh setiap orang
dalam dirinya. Hal tersebut dapat membawa seseorang pada suatu kebaikan
namun dapat juga menjadi penghambat bagi perkembangan pribadinya. Takut di
sini menjadi penghambat dalam perkembangan iman seseorang untuk semakin
mengenal dan mencintai Allah dengan bebas. Sebagai umat Katolik, seringkali
kita merasa takut untuk mengenal Allah lebih dalam. Terlebih kita sebagai kaum
awam merasa bahwa kita tidak punya pengetahuan dan pengalaman apa-apa yang
dapat kita banggakan sebagai pengikut Yesus Kristus. Kita merasa takut dan malu
karena kita tidak dapat hidup suci seperti para kaum religius. Sebab dalam
pemahaman kaum awam hidup suci adalah hidup membiara seperti suster, bruder,
frater dan pastor. Sikap takut ini seringkali membuat kaum awam tidak melakukan
apa-apa dan hanya berdiam diri saja. Kenyataan ini tentu saja sangat bertentangan
dengan semangat evangelisasi yang dinyatakan secara tegas oleh Paus Paulus VI
dalam EN art. 74 bahwa “… mereka semua yang berkat karisma Roh Kudus dan
berkat mandat Gereja, menjadi penginjil-penginjil sejati agar supaya hidup sesuai
dengan penginjil ini, untuk melakukannya tidak dengan diam karena ragu-ragu
atau takut”. Seruan ini tentu mengingatkan kita, khususnya kaum awam sebagai
pewarta sejati di tengah dunia untuk selalu mengandalkan kekuatan Roh Kudus
yang bekerja dalam diri kita dan bukan merupakan pekerjaan kita sendiri.
Kebanyakan orang zaman sekarang kerapkali diliputi oleh perasaan takut,
tertekan, malu dan cemas menghadapi situasi kehidupan saat ini, walaupun dalam
39
dirinya memiliki suatu pengharapan (EN art. 1). Hal ini memang sulit, tetapi kita
harus tetap berusaha dan mengandalkan Allah dalam hidup kita untuk melepaskan
perasaan-perasaan tersebut karena rasa takut yang berlebihan akan menjadikan
kita jauh dari Allah. Selain itu, terkadang juga kita merasa gengsi atau malu
mengakui identitas kita sebagai seorang Kristiani di tengah masyarakat karena
takut ditolak.
b. Pandangan Negatif terhadap Dunia
Dalam EN art. 70 menyatakan bahwa kaum awam mendapatkan panggilan
khusus dalam mewartakan Injil di tengah-tengah dunia. Apapun situasi dan
kondisi dunia, itulah yang dihadapi mereka dalam tugas pewartaannya.
Menghadapi kenyataan dunia zaman sekarang tentu kaum awam merasa itu
sebagai suatu tantangan yang amat berat dan sulit untuk dilakukan, namun di sini
pula mereka diuji untuk menemukan cara-cara atau metode yang cocok untuk
menyampaikan Kabar Gembira kepada umat manusia. Sebab pada dasarnya Allah
menciptakan dunia dan segala isinya itu baik. Dari Perjanjian Lama Kej. 1:1-31
kita dapat melihat kisah penciptaan Allah dan pada hari terakhir Allah melihat
semua yang diciptakanNya itu sangat baik, sehingga kita tidak dapat mengatakan
bahwa dunia itu telah merusak moral manusia melainkan manusia yang tidak
dapat mengendalikan dirinya menghadapi pergolakan dunia saat ini. Sebab
mereka terlalu buta untuk melihat kebaikan-kebaikan yang diberikan dunia dan
hanya mengandalkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi hanya untuk
kesenangan semata (RM art. 7).
40
Seharusnya kita bangga dengan perkembangan dan kemajuan yang dialami
dunia saat ini, karena dengan demikian kitapun dapat memanfaatkan kemajuan
dan perkembangan yang ada sebagai sarana untuk mewartakan Injil di tengah
kekeringan batin manusia saat ini yang disibukkan dengan kegiatan pribadinya.
Kesalahan terbesar kita adalah kurang kreatif dalam menanggapi dan menghadapi
perkembangan zaman. Kurang siapnya kita menghadapi situasi dan perkembangan
ini menjadikan kita seperti seorang hamba yang hanya menunggu barang jadi.
Akibatnya kita malah seringkali menyalahkan keberadaan dunia saat ini dan
menganggap dunia sebagai penghambat bagi kita untuk mencapai kerajaan Allah.
Seringkali dunia dipandang sebagai penghambat untuk mencapai kekudusan
karena adanya anggapan bahwa kekudusan itu hanya akan diperoleh di sekitar
altar melalui kegiatan-kegiatan liturgi dan menggereja. Padahal dunia dapat saja
menjadi jalan dan ungkapan kekudusan. Dunia memang berada dalam perbudakan
dosa tetapi dimerdekakan oleh Kristus yang perlu dikuduskan secara terus-
menerus menurut kehendak dan rencana Allah. Sebab kaum awam sendiri
dipanggil untuk mencari Kerajaan Allah dengan melibatkan diri dalam peristiwa-
peristiwa dan urusan dunia serta menatanya menurut rencana Allah (LG 31).
Allah sendiri memanggil mereka dan menempatkan mereka secara khusus di
tengah-tengah dunia agar mereka dengan segala daya kekuatan dan
kemampuannya menata kembali tatanan dunia dengan kapasitas yang mereka
miliki (EN art. 70), dan Roh Allah yang menggerakkan semua usaha dan
perjuangan umat manusia untuk mencapai kekudusan tersebut.
41
c. Kaum Awam Menyatakan bahwa Pelaksana Evangelisasi yang Utama
adalah Kaum Religius
Dalam kenyataan hidup zaman sekarang ini, masih banyak umat Kristiani
yang beranggapan bahwa mewartakan Injil merupakan tugas dan tanggungjawab
kaum religius dan orang-orang yang memang bekerja di bidang rohani seperti
katekis paroki, guru-guru agama, prodiakon dan para Pembina Iman saja. Menurut
mereka percaya pada Yesus Kristus dan mengikuti Perayaan Ekaristi pada hari
minggu saja sudah cukup. Oleh karena itu kaum awam yang tidak memiliki
jabatan dalam gereja tidak mempunyai tugas dan tanggungjawab untuk
mewartakan Injil (Martasudjita, 2005:14).
Seringkali kekudusan itu dikaitkan dengan kehidupan membiara seperti
yang dijalani oleh kaum religius. Dengan hidup membiara berarti kita telah
menjalankan hidup suci, sehingga kitalah yang pantas mewartakan Injil.
Pemahaman sempit inilah yang kemudian diberikan pada kaum religius. Sebab
bagi mereka kaum religius merupakan orang-orang suci yang mempunyai
kewajiban untuk mewartakan Injil sedangkan kaum awam adalah pendengar.
Pemahaman yang sempit ini juga akan mempersempit ruang gerak kaum awam
dalam tugas pewartaannya di tengah dunia.
Banyaknya pemahaman yang keliru dari kaum awam pada umumnya
tentang pewartaan Injil membuat mereka acuh tak acuh terhadap perkembangan
imannya sendiri dan juga perkembangan iman orang lain. Seringkali mereka juga
menjadikan ketidaktahuan mereka sebagai alasan untuk tidak mewartakan Injil.
Hal ini tentu saja menjadi keprihatinan bagi kita untuk memberikan suatu
42
pemahaman pokok tentang pewartaan Injil pada umat Kristiani agar mereka
sungguh menyadari dan memahaminya, sehingga mampu memaknai pengalaman
hidupnya dan mengambil bagian dalam pewartaan demi membangun Kerajaan
Allah bagi sesamanya.
2. Tantangan dari Luar Diri
a. Irelevansi Agama dalam Hidup Sehari-hari
Ketidakadilan, kekerasan, perpecahan, perang antar agama, pemerasan,
perampasasan hak, ketidakpedulian antara manusia yang satu dengan yang
lainnya, pemerkosaan dan tindak kekerasan lainnya menjadi fenomena yang tidak
asing lagi dalam kehidupan manusia zaman sekarang. Kenyataan ini tentu saja
menimbulkan pertanyaan bagi setiap orang apakah pentingnya agama dalam
kehidupan zaman sekarang ini? Agama dikatakan sebagai pemersatu umat
manusia, tetapi kenyataannya untuk mempersatukan yang seiman saja sulit
apalagi mempersatukan yang berbeda agama. Agama tidak dapat menjadi tempat
yang damai bagi umatnya karena di dalam persekutuannya tidak dapat lagi
dibangun sikap saling menghargai dan menghormati.
Ketidakadilan menjadi tantangan berat dalam pewartaan kita karena kita
sendiri hendak mewartakan tentang keadilan, kebahagiaan, kedamaian dan
kerukunan. Namun kenyataannya adalah seringnya terjadi ketidakadilan dalam
kehidupan manusia. Oleh karena itu, pentingnya kaum awam mengupayakan
pewartaan tentang keadilan yang bersumber pada cinta kasih Allah untuk
melawan ketidakadilan.
43
Tidak jarang orang beranggapan bahwa agama untuk kehidupan zaman
sekarang tidak lagi menempati posisi sebagai yang menyelamatkan karena apa
yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Misalnya, walaupun
sering berdoa dan terlibat dalam kegiatan gereja namun tetap saja hidupnya
menderita dan serba kekurangan. Agama menjadi sumber ketakutan dan
kecemasan karena di dalam persekutuannya sering terjadi ketidakadilan,
kekerasan, kemunafikan, dan kecenderungan menghakimi orang lain. Terkadang
agama menjadi hal yang ritual saja, yang penting hari Minggu ke gereja.
b. Hedonisme
Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan,
kenikmatan dan materi adalah tujuan utama dalam hidup ini
(http://id.wikipedia.org/wiki/Hedonisme). Zaman ini kebanyakan orang
berpandangan bahwa hidup hanya satu kali dan harus dinikmati dengan sebaik-
baiknya, dengan hidup sebebas-bebasnya dan berfoya-foya yang terpenting adalah
dirinya senang. Dalam kehidupan zaman sekarang, tidak jarang kaum awampun
menganut paham hedonisme. Hal itu nampak dalam kehidupannya sehari-hari
yang bekerja siang dan malam, terkadang mengabaikan keluarga untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Bahkan, walau telah berkelimpahan sekalipun mereka tetap
bekerja tanpa batas waktu untuk terus mengumpulkan uang demi memenuhi
kebutuhan yang tak terbatas tersebut. Seringkali karena kesibukan bekerja mereka
mengabaikan urusan di tengah masyarakat dan di dalam Gereja.
44
Paham hedonisme ini adalah menyamakan kebaikan dengan kenikmatan,
sehingga kebanyakan orang zaman ini menyetujui konsep tersebut dan siap untuk
mengikutinya serta menempatkan kesenangan dan kenikmatan itu sebagai hal
utama yang harus dikejar selama ia masih berziarah di dunia ini. Mereka
menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan tidak perlu bersusah payah untuk
memperolehnya di surga karena di dunia sudah ditemukan. Oleh karena itu harus
segera dinikmati sebelum mereka meninggalkan persiarahannya di dunia ini
(http://www.wikimu.com/news/displaynews.aspx?id=8454).
c. Materialisme
Berkaitan dengan paham hedonisme di atas maka tak dapat disangkal pula
bahwa paham itu secara tidak langsung membawa manusia pada sikap
materialistis, sehingga segala sesuatu yang dihadapi di dunia ini dinilai dengan
uang, harta dan kedudukan. Bila ketiga hal tersebut sudah menguasai pikiran
setiap orang, maka di antara manusia tidak lagi mempedulikan manusia lainnya
apalagi yang lemah, miskin dan tertindas.
Sesungguhnya harta dapat saja menjadi berkat bagi mereka yang
menerimanya dan dipergunakan dengan baik, namun kenyataannya harta
seringkali menjadi bencana karena banyak orang yang berpandangan bahwa uang
adalah kunci kebahagiaan dan jaminan hidup bahagia. Dengan memiliki banyak
uang banyak pula kebahagiaan yang diperolehnya, sehingga merekapun berlomba-
lomba untuk memperolehnya dengan cara cepat, entah dengan berjudi, memeras,
merampok ataupun korupsi.
45
Injil Lukas 12:15 mengatakan bahwa "Berjaga-jagalah dan waspadalah
terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya,
hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu”. Di sini Yesus Kristus
mengingatkan kita melalui Lukas akan kekeliruan kita yang beranggapan bahwa
harta adalah jaminan hidup kita sekarang dan seterusnya. Tanpa kita sadari harta
membuat hidup kita menjadi tidak aman dan tidak bahagia karena selalu diliputi
perasaan khawatir dan terancam bahaya perampokan. Tak jarang kita dipaksa
meninggalkan kebersamaan dalam keluarga dan mengabaikan pendidikan anak-
anak demi mengejar harta (Abraham, 2006: 25-27). Sebab manusia serakah tidak
lagi mempedulikan keutuhan ciptaan, kejujuran dan kebahagiaan orang-orang di
sekitarnya. Dalam situasi seperti ini banyak orang yang tidak lagi memikirkan
tujuan utama hidupnya untuk memperoleh Kerajaan Allah di sorga melainkan ia
menganggap telah menemukan kerajaan itu di dunia dengan menikmati hidup
secara mewah serba berkecukupan, karena bahagia menurut penganut materialistis
adalah hidup serba berkecukupan.
Kenyataan yang tidak dapat dihindari pula adalah bahwa manusia itu selalu
ingin memiliki segala sesuatu yang dianggap dapat membuat hidupnya bahagia
dan seringkali hanya bersifat duniawi semata, sehingga melupakan hal rohaninya
(GS art. 10). Oleh karena itu, sangat penting sekali kaum awam sungguh-sungguh
menyadari keberadaan mereka di dunia ini hanya sementara, dengan demikian
merekapun dapat menjalani hidup mereka dengan lebih baik dan mengikuti
teladan Yesus Kristus. Seringkali yang kita pikirkan dalam kehidupan kita adalah
materi, sehingga dengan segala kemampuan kita berupaya untuk mendapatkannya
46
dan terkadang mengabaikan Tuhan dalam kehidupan kita. Sikap ini menunjukkan
sikap materialisme dalam diri kita dan jemaat-jemaat lainnya, yang telah
dipengaruhi oleh keinginan-keinginan duniawi semata. Hasrat yang besar itu
menjadikan kita lupa, bahwa ada Dia yang telah dengan rela meninggalkan
segalanya demi kita yang dicintai dan dikasihiNya. Oleh karena itu, hendaknya
kaum awam menyadari diri sebagai yang diutus olehNya untuk hadir di tengah
dunia dan membuka jalan bagi orang lain agar tidak terlampau terlena dengan
kenikmatan sesaat yang ditawarkan oleh dunia saat ini. Kehadiran kaum awam
diharapkan memberi terang kehidupan pada setiap orang yang dijumpainya.
Hendaklah kaum awam menyadari bahwa Tuhanlah pemilik segala sesuatu dan
harta yang kita miliki merupakan anugerah dan titipan Allah (Abraham, 2006:27).
Kekayaan, harta atau materi memang merupakan kebutuhan bagi umat
manusia, namun bukan yang utama. Dalam Luk. 3:12-14, penginjil mengajarkan
kepada kita bagaimana kita harus memiliki dan mendapatkan materi dalam hidup
kita. Janganlah kita menjadi serakah dan ingin memiliki lebih dari yang
seharusnya kita peroleh. Mengikuti Yesus Kristus berarti kita siap pula mengikuti
teladan dan semangat “miskin” dalam diriNya. Sebab harta atau kekayaan
merupakan godaan yang sangat kuat bagi kita, sehingga tanpa sadar kita akan lupa
pada tujuan hidup yang utama.
Hal-hal di atas dapat dikatakan sebagai tantangan zaman karena melihat
situasi hidup yang dijalani kebanyakan orang Kristiani zaman sekarang tidak lagi
mencerminkan mereka sebagai seorang Kristiani. Sebagai kaum awam kita
seringkali tergoda dengan hal-hal yang bersifat duniawi semata. Kita dapat
47
melihat kehidupan zaman sekarang yang tidak lagi mempedulikan orang lain,
penderitaan, kelaparan, ketidakadilan, peperangan, terorisme, pembunuhan,
perkosaan, pengguguran dan lain sebagainya yang mewarnai kehidupan kita saat
ini. Sebagai pewarta yang telah dipanggil dan diutus secara istimewa di tengah
dunia, kita harus tanggap dan terlibat dalam penataan dunia menjadi lebih baik
sesuai dengan kehendak Allah.
Hendaklah kita menghindari budaya materialistis yang dapat menjadikan
kita sebagai manusia konsumtif. Tetapi baiklah sekarang ini kita belajar untuk
melihat ke sekeliling kita, karena di situlah kita akan menemukan kebahagiaan
sejati bersama sesama. Kita berkelimpahan bukan hanya untuk diri sendiri
melainkan bagi Allah dalam sesama (Ams. 3:9-10). Dalam pewartaan Injil tentu
kita menghadapi berbagai macam tantangan, namun tantangan tersebut harus kita
hadapi sebagai salah satu bentuk pendewasaan iman kita.
BAB III
GAMBARAN UMUM KETERLIBATAN KAUM AWAM
DALAM EVANGELISASI DI WILAYAH BUSUR
PAROKI KRISTUS RAJA BARONG TONGKOK
Dalam bab II telah dipaparkan mengenai pokok-pokok evangelisasi yang
didasarkan pada dokumen EN dan RM serta pandangan para ahli. Selanjutnya
pada bab III ini penulis memaparkan data faktual tentang gambaran keterlibatan
kaum awam dalam evangelisasi. Untuk memperoleh gambaran tersebut, maka
penulis mengadakan penelitian lapangan di Wilayah Busur Paroki Kristus Raja
Barong Tongkok.
Penulis membagi bab ini menjadi tiga bagian pokok pembahasan. Bagian
pertama membahas kaum awam sebagai pelaksana evangelisasi yang meliputi:
pengertian kaum awam, kedudukan awam dalam Gereja, bidang-bidang
keterlibatan kaum awam dalam evangelisasi dan spiritualitas kaum awam. Bagian
kedua penulis memaparkan secara singkat gambaran umum paroki yang meliputi:
sejarah paroki, visi-misi paroki, letak geografis dan situasi umat Katolik di Paroki.
Gambaran tentang paroki penulis pandang penting karena berhubungan langsung
dengan wilayah Busur sebagai umat kaitannya dalam upaya memperkembangkan
iman umat. Bagian ketiga memaparkan gambaran umum wilayah Busur yang
meliputi: lingkungan St. Christoporus Busur dan St. Paulus Busur dan bagian
keempat penelitian tentang keterlibatan kaum awam di dalam evangelisasi.
49
A. Kaum Awam sebagai Pelaksana Evangelisasi
1. Pengertian Kaum Awam
Kata “awam” berasal dari kata Yunani laikos, yang berarti orang atau
bangsa. Dalam Kitab Suci Yunani (Septuaginta), kata laikos menunjuk
“orang/bangsa pilihan”, yang membedakan mereka dari “bangsa-bangsa kafir dan
asing” (bahasa Hibrani: Goyim; Yunani: Ethne). Pengertian tersebut tentunya
mengarah pada kenyataan: “Orang atau bangsa baru yang dikuduskan Allah untuk
diriNya sendiri di dalam Roh Kudus; orang atau bangsa baru yang percaya pada
Yesus Kristus, dipersatukan denganNya melalui pembaptisan”. Maka, laikos
berarti orang-orang yang tergolong pada bangsa baru ini, anggota-anggota Gereja,
termasuk para Uskup dan Imam. Namun pada perkembangannya, makna laikos
dibatasi hanya untuk orang-orang Katolik biasa yang tidak menerima tahbisan
imamat dan bukan anggota religius (Tondowidjojo, 1990: 16).
Konsili Vatikan II menegaskan arti awam menunjuk suatu martabat luhur
karena anggota Umat Allah digabungkan dengan Kristus. Arti kata “awam”
dimaksudkan untuk semua umat Kristiani yang digabungkan dengan Kristus
dalam permandian, dilantik sebagai Umat Allah (LG art. 31). Pernyataan ini
ditegaskan dalam KHK kan. 204 § 1 bahwa:
kaum beriman Kristiani ialah mereka yang melalui baptis diinkorporasi pada Kristus, dibentuk menjadi Umat Allah dan karena itu dengan caranya sendiri mengambil bagian dalam tugas imami, kenabian dan rajawi Kristus, dan sesuai dengan kedudukan masing-masing dipanggil untuk menjalankan perutusan yang dipercayakan Allah kepada Gereja untuk dilaksanakan di dunia.
50
Tugas inilah yang diwariskan kepada Gereja dan dilanjutkan oleh Gereja di dunia,
sebab Gereja adalah Umat Allah (Kompendium art. 153). Mengambil bagian
dalam tugas imam yakni selalu dekat dengan Allah dan percaya padaNya serta
tahu bersyukur atas rahmat Tuhan dalam hidup. Hal ini dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari terutama dalam doa, ibadat, mendengarkan Sabda Allah dan
Perayaan Ekaristi sebagai puncaknya. Sedangkan mengambil bagian dalam tugas
nabi merupakan keyakinan akan Allah sebagai sumber kegembiraan yang
diwartakan kepada seluruh umat manusia yang dapat diwujudnyatakan dalam
sikap dan keteladanan hidup Kristiani. Tugas raja dapat diwujudkan dalam
kehidupan sehari-hari dan dalam pelayanan terhadap sesama. Kita dapat
menghayati iman di tengah kehidupan sehari-hari dalam keluarga,
masyarakat/lingkungan maupun di tempat kerja dengan memberikan kesaksian
bahwa Tuhan hadir membawa kebahagiaan bagi kita semua (Pedoman Dewan
Pastoral Stasi, 2005:6).
Sebagai umat Allah yang memiliki panggilan yang khas di tengah dunia dan
telah dipersatukan dengan Tuhan melalui baptisan, kaum awam dapat mengambil
bagian dalam tugas Kristus sesuai dengan kemampuannya masing-masing yang
tetap mengarah pada pencapaian Kerajaan Allah. Kaum awam menerima tugas
serta haknya untuk merasul berdasarkan persatuan mereka dengan Kristus Kepala
Gereja. Sebab mereka disaturagakan dalam tubuh mistik Kristus melalui baptisan
(AA art.3). Pewartaan ini dimaksudkan agar orang yang mendengar dan
melaksanakan dalam tindakannya beroleh keselamatan.
51
2. Kedudukan Kaum Awam dalam Gereja
Gereja adalah umat Allah yang di dalamnya terdapat banyak anggota, baik
awam maupun religius. Dalam keanggotaannya mereka dipersatukan dalam Yesus
Kristus yang ditegaskan dalam Rm. 12:4-5 bahwa dalam satu tubuh, kita memiliki
banyak anggota dan tiap-tiap anggota memiliki tugasnya masing-masing. Untuk
itu kaum awam diharapkan dapat mewujudkan iman Kristianinya dengan terlibat
aktif dalam kehidupan masyarakat dengan cara hidup rukun, damai, penuh cinta
kasih, suka menolong dan menghormati perbedaan (Hardawiryana, 1983: 375).
Tugas kaum awam untuk mewartakan Injil pada dunia merupakan panggilan
yang khas bagi Gereja (EN art. 14). Mereka telah dipanggil dan diutus oleh
Kristus untuk bekerja di kebun anggurNya (Meo, 2002:32) untuk menyelamatkan
dan menata kehidupan dunia sesuai kehendak Allah yakni hidup damai, rukun,
bahagia, penuh persaudaraan dan cinta kasih satu dengan yang lainnya. Amanat
Yesus Kristus kepada setiap pribadi “Pergilah kamu juga ke kebun anggurku...”
(Mat. 20:4) merupakan panggilan dan perutusan yang dialamatkan bagi setiap
pribadi, baik kaum awam maupun klerus diundang untuk bekerjasama sebagai
rekan kerja Allah. Dengan demikian kedudukan kaum awam dalam Gereja
bukanlah sebagai penghias altar atau karena kekurangan pastor semata, melainkan
tugas dan panggilan khas dari Kristus melalui pembaptisan dan sakramen-
sakramen yang diterimanya.
52
3. Bidang-bidang Keterlibatan Kaum Awam dalam Evangelisasi
Pelaksanaan evangelisasi tidak terbatas pada tempat-tempat tertentu saja,
tetapi dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja. Evangelisasi dapat
dilaksanakan di rumah, lingkungan tempat tinggal, dalam pekerjaan, tempat
rekreasi atau dalam Gereja/paroki (Sugiri, 1994:23). Kita dapat melaksanakan
pewartaan melalui kesaksian dalam sikap dan tindakan sebagai orang beriman,
yang dapat diteladani dan dijadikan sebagai landasan atau dasar untuk
mempercayai pewartaan kita. Dengan demikian pewartaan tersebut bukan sebagai
pewartaan yang mati, melainkan pewartaan yang sungguh hidup dan telah kita
hidupi dalam diri kita. Melalui kesaksian ini, kita memiliki harapan bahwa orang
yang melihat dan mendengarkan kita, mengalami perubahan sikap dan pandangan
hidup yang baru serta semakin memperteguh imannya dengan sikap tobat.
Kaum awam tidak diragukan lagi dalam mewartakan Injil, justru
keterlibatan mereka sangat diharapkan baik dalam bidang liturgia, diakonia,
koinonia, kerygma dan martiria yang tetap memiliki kaitan dalam bidang
kehidupannya di tengah dunia. Keterlibatan kaum awam dalam bidang liturgi
antara lain ikut dalam kegiatan koor, dirigen, lektor, solis maupun kegiatan-
kegiatan lain yang dilakukan dengan tulus tanpa mengharapkan imbalan (Kan.
230 § 1, 2 dan 3). Liturgi merupakan penghayatan iman sekaligus ungkapan
syukur atas kehidupan yang dianugerahkan Tuhan, kemudian diungkapkan dalam
persekutuan (communio). Sebab liturgi bukan suatu perayaan perseorangan
melainkan perayaan bersama umat beriman sebagai umat Allah. Di dalam
53
kebersamaan itulah iman umat diungkapkan dan dihayati secara bersama agar
mengalami cintakasih dan pengharapan.
Pelayanan kaum awam tidak terbatas dalam bidang Gerejani semata namun
mencakup seluruh bidang kehidupan yang dapat dilakukan di mana saja dan kapan
saja. Kaum awam dapat senantiasa meneguhkan iman Kristianinya dalam liturgi
suci, mengungkapkan dalam persekutuan dengan sesama kemudian menjadi
pelaksana melanjutkan pewartaan Injil kepada sesama dengan terlebih dahulu
melaksanakannya dalam kehidupannya.
4. Spiritualitas Kaum Awam
Kata spritualitas melukiskan sikap-sikap yang mempengaruhi kehidupan
seseorang yang berkaitan dengan yang rohani dalam menanggapi yang jasmani.
Perhatian utama spiritualitas adalah membangun relasi atau hubungan yang akrab
dengan yang Ilahi. Dengan demikian pemahaman spiritualitas akan melahirkan
sikap menghargai perbedaan, mencintai sesama, dan mengalami kehadiran Allah
dalam diri sesama. Dalam hal ini, ada tiga dimensi spiritualitas kaum awam yaitu:
mengikuti Kristus sebagai muridNya, menghidupkan dengan setia identitasnya
sebagai orang Katolik yang dewasa dan berada bersama Kristus di dalam dunia.
Mengikuti Kristus berarti siap meninggalkan kepentingan diri sendiri dan
mengikuti Dia, sebab di dalam Dialah kita menghasilkan buah (Yoh 15:4-5).
Dimensi yang kedua mengajak kaum awam untuk menyadari diri seutuhnya
sebagai pribadi beriman yang dewasa, matang dan mampu
mempertanggungjawabkan imannya di tengah dunia yang senantiasa mengalami
54
perubahan. Sedangkan dimensi ketiga mengajak kita semua untuk menyadari
keberadaan kita dalam dunia ini sebagai suatu berkat dan selalu menjadikan
Kristus yang utama dalam hidup kita. Kita diajak untuk siap sedia menjadi tanda
dan sarana kehadiran Kristus dalam dunia. Oleh karena itulah, kaum awam
dipanggil untuk menyerupai Kristus dengan memenuhi tugas dan
tanggungjawabnya mewartakan Injil dengan cara hidup mereka masing-masing
yang meliputi segala bidang kehidupannya di dunia (Meo, 2002: 59-76). Sebagai
murid kita mengikuti Kristus dengan setia walaupun banyak tantangan yang kita
hadapi. Dengan semangat kesetiaan, kita mampu terus menjalani hidup di tengah
dunia dengan harapan akan memperoleh keselamatan yang dijanjikanNya.
Kotbah di bukit membuka hati kita untuk melihat dan menyadari serta
merenungkan cita-cita dan harapan Yesus Kristus yang bukan hanya bagi para
rasul saja melainkan juga bagi semua orang dan untuk segala zaman. Harapan itu
juga menjadi harapan kita agar manusia-manusia lama dapat memperbaharui diri
dan menjadi manusia baru untuk hidup suci seturut teladan Yesus Kristus (Mat.
5:1-12). Oleh karena itu, hendaknya kehadiran kaum awam di tengah dunia
mampu menjadi garam dan terang bagi sesama yang dijumpainya. Garam yang
senantiasa menjaga supaya kehidupan umat manusia tetap segar, tumbuh dan
berkembang serta senantiasa menjadi terang yang memancarkan cahaya bagi
sesama supaya mereka dapat melihat kebaikan-kebaikan Allah dalam perbuatan
baiknya (Mat. 5:13-16). Hal ini menunjukkan betapa besar peranan Roh Kudus
yang senantiasa menyertai hidup kita, seperti nampak dalam peristiwa pentakosta,
55
sebab para murid dipenuhi Roh Kudus dengan lidah-lidah api (Kis. 2:1-12) yang
pantas menjadi landasan dalam meneruskan pewartaan Injil dalam hidup kita.
Sebagai kaum beriman Kristiani, hendaknya kaum awam sungguh
menyadari dirinya yang telah dipanggil dan diutus secara istimewa di tengah
dunia untuk mewartakan Injil dalam kehidupannya. Dengan kesadaran tersebut,
kaum awampun dapat dengan sungguh-sungguh menghayati perannya sebagai
pewarta Injil dan siap sedia mengikuti teladan Yesus Kristus serta semangat
menjalani pewartaan dalam hidupnya.
Semangat yang perlu dimiliki adalah semangat miskin, menguduskan dunia,
menyempurnakan dunia, menghayati perkawinan dan penuh pengharapan.
Semangat miskin akan mengantar kaum awam pada sikap penuh syukur atas
apapun yang dialami dan diperoleh dalam menjalani hidupnya (Evely, 1973: 15).
Melalui persekutuannya dalam Perayaan Ekaristi kaum awam menguduskan
dunia, sebab Allah hadir dalam persatuan yang berlandaskan iman dan cinta.
Perayaan Ekaristi merupakan pernyataan syukur seluruh umat beriman atas
rahmat yang diperoleh dalam hidupnya (Evely, 1973:26). Kaum awam dapat
menyempurnakan dunia dengan perbuatan baiknya (Evely, 1973:37). Hendakanya
cintakasih pasangan suami-istri selalu bersumber pada cintakasih Allah yang
diungkapkan terhadap pasangannya (Evely, 1973: 50) dan selalu menaruh harapan
akan keselamatan yang dijanjikan Allah pada semua manusia. Sebab kepercayaan
dan keyakinan yang teguh disertai tindakan konkrit dalam mewujudkan cinta
Allah dalam hidupnya, maka keselamatan itu akan terpenuhi (Evely, 1973: 82).
56
B. Gambaran Umum Paroki Kristus Raja Barong Tongkok
Penulis membagi pembahasan mengenai gambaran umum paroki menjadi
dua bagian pokok pembahasan. Bagian pertama memaparkan tentang sejarah
singkat paroki, letak geografis paroki, visi misi paroki dan situasi umat Katolik
pada umumnya. Bagian kedua menguraikan tentang gambaran umum wilayah
Busur meliputi lingkungan St. Christoporus Busur dan St. Paulus Busur tempat
penulis mengadakan penelitian.
1. Sejarah Paroki Kristus Raja Barong Tongkok
Dalam menguraikan sejarah paroki, penulis menggunakan sumber dari Buku
Kenangan HUT paroki yang ke-70 karena buku ini berisi tentang awal berdiri
paroki hingga sekarang. Sejarah Gereja Katolik di Kalimantan Timur yang
dimulai tahun 1907 di Desa Laham mengutamakan pendidikan dan kesehatan
karena suku-suku Dayak di pedalaman belum mendapat perhatian dari
pemerintah. Tahun 1929 pusat Misi dipindahkan dari Laham ke Tering dengan
program yang sama. Tahun 1936 diadakan perluasan wilayah untuk berkarya
karena di Tering kelebihan tenaga pastornya. Maka dipilihlah Dataran Tunjung
dengan pastor M. Schoots, MSF sebagai pastor pertama yang diangkat oleh pastor
M. Gloudemans, MSF. Pada tanggal 14 April 1936 pastor M. Schoots, MSF
mengadakan turney pertamanya selama 3 minggu dengan berjalan kaki. Beliau
mendapat kesan yang baik dari umatnya dan ia sempat mempermandikan
beberapa orang dalam sakrat maut. Kunjungan Mgr. H. Valenberg (Administrator
Apostolik) pada bulan Februari 1937 amat mendukung dibukanya Misi di Dataran
57
Tunjung dengan pusat di Barong Tongkok. Tanggal 20 Juni 1937 pastor M.
Schoots, MSF mengunjungi Raden Amojoyo (camat Melak) untuk meminta ijin
membuka paroki dan sekolah, dan ia diberi ijin. Tanggal 3 Agustus 1937 pastor J.
Romeijn, MSF (kepala MSF), pastor M. Schoots, MSF (pastor paroki) dan pastor
A. Gielens, MSF (pengawas sekolah-sekolah katolik) mengunjungi Barong
Tongkok dari Melak untuk meneruskan batas tanah bangunan pusat Misi yang
juga disetujui oleh Residen Tenggarong dan mengeluarkan “Perjanjian Sewa”
(Huurovereenkomst). Setelah mendapat persetujuan tersebut, mulailah Misi
membangun. Pada tanggal 28 Desember 1937 pastor M. Schoots, MSF pindah ke
Barong Tongkok dan mulai saat itu berdirilah paroki Barong Tongkok yang
meliputi seluruh daerah Tunjung. Sebagai pelindung pastor memilih nama
“Kristus Raja” dengan harapan bahwa Kristuslah yang merajai daerah tersebut.
Pastor-pastor yang pernah berkarya di paroki “Kristus Raja” Barong
Tongkok, adalah pastor M. Schoots, MSF (1936-1939 dilanjutkan 1948-1953),
Pastor J. Romeijn, MSF (1939-1952), pastor J. Wiegers, MSF (1950-1954
dilanjutkan 1953-1965), pastor F. Huneker, MSF (1952-1954 dilanjutkan 1960-
1961), pastor Padberg, MSF (1953-1954 dilanjutkan 1959-1961), Pastor J.
Spitters, MSF (1953-1954), pastor L. Bernsend, MSF (1954-1959 dilanjutkan
1961-1962), pastor H.v. Sombroek, MSF (1962-1964), pastor W. Tax, MSF
(1964-1965), pastor M. Coomans, MSF (1965-1969), pastor H.v. Kleijnenbreugel
(1965-1993), pastor P. Sinnema, MSF (1993-2005) dan pastor Andy Savio
Mering, MSF thn. 2005-2007 kemudian digantikan oleh pastor Cahyo
Yosoutomo, MSF tanggal 1 Desember 2007 sampai sekarang.
58
2. Visi-Misi paroki Kristus Raja Barong Tongkok
Paroki Kristus Raja Barong Tongkok merupakan salah satu paroki yang
bernaung di bawah kepemimpinan Uskup Keusukupan Agung Samarinda.
Sebagai paroki yang cukup jauh jaraknya dari Keusukupan, maka paroki ini
diharapkan lebih mandiri dalam memperkembangkan iman umat. Oleh karena itu
paroki perlu memiliki visi dan misi yang jelas dan tetap berhubungan dengan visi
misi dari Keuskupan. Visi Gereja Keuskupan Agung Samarinda adalah “Gereja
yang mengikuti Yesus Kristus, dibimbing oleh Roh Kudus dan hidup dari Ekaristi
Kudus”. Misi untuk mewujudkan visi tersebut adalah “Menghadirkan Kerajaan
Allah, baik ke luar maupun ke dalam”. Untuk mendukung terwujudnya visi misi
tersebut, dirumuskanlah arah pastoral yakni “Gereja lokal Keuskupan Agung
Samarinda menuju kemandirian tenaga dan dana, serta kedewasaan iman umat”
(Pedoman Dewan Pastoral Stasi Keuskupan Agung Samarinda).
3. Letak Geografis paroki Kristus Raja Barong Tongkok
Paroki Kristus Raja Barong Tongkok berada di dataran tinggi Tunjung tepat
di pusat kota kabupaten Kutai Barat yang berjarak sekitar 300 km dari kota
Samarinda tempat Keuskupannya berada. Paroki ini berada di tengah
perkampungan masyarakat karena di sekitarnya terdapat rumah-rumah penduduk.
Di sebelah Timurnya terdapat SD Katolik dan di sebelah utaranya terdapat gedung
SMP Katolik. Gereja Kristus Raja Barong Tongkok berada di pusat kota dan
mudah dijangkau oleh umat karena berada di pinggir jalan persimpangan antara
jalan menuju ke Melak dan menuju ke Busur ataupun Simpang Raya.
59
4. Situasi Umat Katolik di Paroki Kristus Raja Barong Tongkok
Dalam menguraikan situasi umat di paroki, penulis menggunakan sumber
dari data umat paroki Kristus Raja Barong Tongkok. Umat Katolik di paroki
Kristus Raja Barong Tongkok secara keseluruhan berjumlah 7.406 orang
sedangkan jumlah KK keseluruhan berjumlah 1952 KK. Jumlah umat yang cukup
banyak ini terdiri dari 21 stasi yang berada di luar kota dan 3 wilayah yang berada
di dalam kota. 3 wilayah yang berada dalam kota yaitu wilayah Sentrum, wilayah
Busur dan wilayah Simpang Raya. Sedangkan 21 stasi yang berada di luar kota
yaitu stasi Ombau, Geleo, Bohoq, Mencimai, Eheng, Terajuk, Temula, Sembuan,
Dempar, Keay, Tepulang, Jengan Danum, Lumpat Dahuq, Muara Tokong,
Benung, Engkuni-Pasek, Samarinda 2, Asa, Juaq Asa, Gesaliq dan Sentalar.
Melihat jumlah umat secara keseluruhan dan stasi yang banyak dengan jarak
yang cukup jauh antara stasi-stasi tersebut dengan paroki amat memprihatinkan
karena tenaga yang ada di paroki tidak sebanding dengan jumlah umat dan stasi
yang ada. Di paroki hanya ada 1 pastor paroki, 1 frater dan 1 bruder. Tentu tenaga
yang sedikit ini tidak mampu melayani umat secara penuh. Biasanya yang
memberi pelayanan ke stasi-stasi di luar kota adalah frater atau bruder dan kadang
juga pastor paroki. Kegiatan yang biasanya dilakukan di paroki antara lain misa
mingguan di paroki dan ibadat sabda di stasi-stasi, misa jumat pertama dilanjutkan
salve, misa pada jumat pertama juga dilaksanakan bagi sekolah-sekolah (SD, SMP
dan STM), kursus persiapan perkawinan (KPP), sekolah minggu, latihan koor, doa
kelompok misdinar, komunitas kaum muda (komka), pendalaman iman bagi
pasangan suami-istri (pasukris). Ada juga kegiatan tidak rutin yang biasanya
60
dilaksanakan sesuai kebutuhan paroki atau pada hari raya (Data Umat Paroki
Kristus Raja Barong Tongkok).
C. Gambaran Umum Wilayah Busur
Wilayah Busur merupakan wilayah yang cukup dekat dengan paroki dan
berada di pusat kota Barong Tongkok. Umat yang ada di wilayah Busur cukup
bervariasi karena berasal dari berbagai suku seperti Dayak Tunjung, Benuaq,
Bahau, Penihing; Jawa dan Toraja. Kegiatan-kegiatan seperti doa rosario,
pendalaman Kitab Suci, kelompok koor berjalan cukup baik walaupun tidak
semua umat terlibat. Wilayah ini terbagi menjadi dua lingkungan yakni
lingkungan St. Christoporus Busur dan St. Paulus Busur.
Untuk memperoleh data mengenai keterlibatan kaum awam dalam
evangelisasi, penulis melakukan penelitian dengan metode wawancara terhadap
sepuluh orang responden di wilayah Busur. Adapun pemilihan responden, penulis
dibantu oleh salah satu umat yang aktif dalam kegiatan paroki maupun lingkungan
dan juga masuk dalam kepengurusan bidang liturgi. Hal ini sangat membantu
penulis karena beliau mengetahui gambaran umum umat di Wilayah Busur,
sehingga untuk memperoleh data penulis merasa sangat terbantu dan tidak
mengalami kesulitan. Pembahasan mengenai lingkungan St. Christoporus Busur
dan St. Paulus Busur penulis uraikan sebagai berikut.
61
1. Lingkungan St. Christoporus Busur
Lingkungan St. Christoporus Busur adalah salah satu Lingkungan bagian
dari wilayah Busur. Letak Lingkungan ini dengan pusat paroki cukup dekat,
karena berada di pusat kota dan mudah dilalui oleh kendaraan umum. Umat di
lingkungan St. Cristoporus Busur berjumlah 50 KK atau kurang lebih 250 jiwa.
Umat yang tinggal di Lingkungan ini sebagian besar penduduk asli yakni Dayak
Tunjung. Di sini banyak juga terdapat warga pendatang yang berasal dari berbagai
suku antara lain Dayak Benuaq, Bahau, Penihing, dan Jawa. Meskipun lingkungan
ini sudah bercampur antara penduduk asli dan pendatang tapi kehidupan sosialnya
cukup aman dan tentram. Dalam mengadakan kegiatan Lingkungan seperti doa
rosario atau pendalaman Kitab Suci umat cukup terlibat aktif, namun sebagian
orang saja. Kebanyakan umat tidak aktif terlibat karena kesibukan mereka
bekerja, baik sebagai PNS maupun sebagai petani.
Pengurus lingkunganpun mengakui kenyataan ini, bahwa kesibukan
membuat umat tidak memiliki banyak waktu untuk terlibat dalam kegiatan baik di
lingkungan maupun di paroki. Biasanya yang banyak terlibat adalah kaum muda
sedangkan para orang tua hanya beberapa orang saja yang aktif dan mau terlibat.
Beliau juga menyatakan bahwa kebanyakan umat masih belum terlalu memahami
makna dari pewartaan itu sendiri dan menganggap bahwa itu merupakan tugas
pastor, katekis atau guru agama.
62
2. Lingkungan St. Paulus Busur
Umat yang ada di Lingkungan St. Paulus Busur berjumlah 74 KK atau
kurang lebih 253 jiwa. Umat di sini merupakan umat campuran yang berasal dari
berbagai suku, penduduk asli 60% dan pendatang 40%. Kebanyakan umat berasal
dari suku Tunjung sebagai penduduk asli dan Benuaq serta sebagian kecil Toraja
sebagai pendatang. Pendatang yang ada di sini kebanyakan karena tugas mereka
sebagai pegawai, sehingga kesibukan mereka pun lebih banyak di perkantoran.
Dalam hal kegiatan lingkungan ataupun paroki, kebanyakan umat bersifat
menunggu. Hal ini disampaikan oleh ketua lingkungan karena dari
pengalamannya menjabat sebagai ketua lingkungan umat cenderung menunggu.
Kebanyakan umat berpandangan bahwa pewartaan Injil merupakan pewartaan
sabda Allah dalam arti Kitab Suci yang merupakan tugas dari kaum religius
karena merupakan bidang mereka, sehingga penghayatan nilai-nilai Injil dalam
hidup masih kurang mendalam.
D. Penelitian Tentang Keterlibatan Kaum Awam dalam Evangelisasi di
Wilayah Busur Paroki Kristus Raja Barong Tongkok
Pada penelitian ini, penulis membagi menjadi tiga bagian pokok
pembahasan. Bagian pertama membahas rencana penelitian yang meliputi: latar
belakang, tujuan penelitian, jenis penelitian, tekhnik pengumpulan data,
responden, tekhnik pembahasan data dan variabel penelitian. Bagian kedua
menguraikan laporan hasil penelitian yang meliputi: responden, gambaran
keterlibatan kaum awam dalam evangelisasi, bidang-bidang keterlibatan kaum
63
awam dalam evangelisasi dan faktor pendukung serta penghambat kaum awam
dalam berevangelisasi. Bagian ketiga memaparkan kesimpulan hasil penelitian.
Penelitian sederhana ini penulis laksanakan di wilayah Busur guna memperoleh
data tentang keterlibatan kaum awam dalam evangelisasi.
1. Rencana penelitian
a. Latar belakang penelitian
Kaum awam di wilayah Busur pada umumnya berpandangan bahwa
evangelisasi merupakan tugas utama para religius. Mereka berpandangan bahwa
pewartaan Injil hanya berbicara tentang hal-hal yang rohani saja (Kitab Suci),
sehingga hal tersebut merupakan bagian dari tugas para religius karena memang
bidang mereka. Pemahaman seperti ini tentu saja membuat pemisahan antara hal
yang rohani dengan hal duniawi, sehingga mempersempit pemahaman tentang
makna evangelisasi itu sendiri. Kaum awam belum sepenuhnya menyadari dan
menghayati bahwa evangelisasi merupakan tugas seluruh umat beriman Kristiani,
sehingga mereka bersikap acuh tak acuh terhadap perkembangan iman pribadi dan
bersama. Seringkali kaum awam merasa mereka lebih baik mendengarkan
ceramah atau kotbah dari pastor, frater ataupun suster daripada membaca Kitab
Suci, karena bahasa Kitab Suci masih sulit untuk dipahami.
Kesibukan dalam kerja dan hidup pribadinya sehari-hari seringkali menjadi
alasan ketidakaktifan mereka untuk terlibat dalam evangelisasi. Padahal
evangelisasi dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja. Dalam dokumen
Christifideles Laici Bapa suci Yohanes Paulus II mengharapkan agar kaum awam
64
mendengar dan menyadari panggilan Kristus terhadap dirinya untuk mengambil
bagian dan terlibat aktif secara sadar dan penuh tanggungjawab dalam perutusan
Gereja di dalam dunia untuk meneruskan tugasNya yang amat mulia yakni
mewartakan Injil ke seluruh dunia (CL, art. 3). Dengan menyadari diri sebagai
utusan Allah yang dipanggil secara istimewa di tengah dunia, maka pantaslah
kaum awam dengan penuh kesadaran melaksanakan pewartaan Injil dalam
kehidupannya sehari-hari, di tengah keluarga, masyarakat, lingkungan maupun di
tempat kerja.
Oleh karena itu penulis mengadakan penelitian untuk memperoleh data
sehubungan dengan keterlibatan kaum awam dalam evangelisasi di Wilayah
Busur Paroki Kristus Raja Barong Tongkok. Maksud dari penelitian ini adalah
untuk memperoleh gambaran tentang keterlibatan kaum awam dalam evangelisasi,
mendalami bidang-bidang keterlibatan mereka dalam evangelisasi dan mengetahui
faktor pendukung serta penghambat bagi mereka dalam evangelisasi. Melihat data
tersebut penulis berharap dapat memberikan sumbangan pemikiran yang dapat
membantu meningkatkan keterlibatan kaum awam mewartakan Injil dalam
kehidupannya sehari-hari melalui kesaksian hidup. Hal ini sangat penting bagi
penulis dalam rangka memperdalam pemahaman dan penghayatan penulis sendiri
serta mempersiapkan penulis dalam melaksanakan tugas sebagai katekis atau guru
agama untuk mewartakan Injil dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat
menjadi teladan dan membawa pengaruh positif bagi orang lain.
65
b. Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1) Memperoleh gambaran keterlibatan kaum awam dalam evangelisasi.
2) Mendalami bidang-bidang keterlibatan kaum awam dalam evangelisasi.
3) Mengetahui faktor-faktor yang mendukung dan menghambat kaum awam
dalam evangelisasi.
c. Jenis penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif
menekankan analisisnya pada proses penyimpulan terhadap dinamika hubungan
antarfenomena dan diamati menggunakan logika ilmiah (Azwar, 1997:5).
Penelitian ini diuraikan dengan kata-kata menurut pendapat responden, apa
adanya sesuai dengan pertanyaan penelitiannya, kemudian dianalisis pula dengan
kata-kata apa yang melatarbelakangi responden berprilaku (Husaini dan Purnomo,
2008: 130).
d. Tekhnik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode wawancara (face to face)
untuk mendapatkan informasi langsung dari responden di lapangan dan studi
dokumen untuk melengkapi data-data yang penulis butuhkan. Untuk wawancara
penulis menyiapkan daftar pertanyaan dan merekam jawaban responden dengan
mp3 atau hp. Melalui metode ini penulis ingin mengetahui sejauhmana kaum
awam di wilayah Busur terlibat dalam evangelisasi. Tujuan dari tekhnik
66
pengumpulan data ini adalah untuk mendapatkan data yang dapat menjawab
permasalahan penelitian secara obyektif (Wahyu, 1989: 80). Data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer
penulis kumpulkan melalui wawancara (face to face) dengan responden
sedangkan data sekunder penulis kumpulkan dari sumber arsip resmi paroki untuk
menunjang data yang diperlukan dalam penelitiani ini (Azwar, 1997:36).
e. Responden
Dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah kaum awam di
Wilayah Busur paroki Kristus Raja Barong Tongkok yang berjumlah 10 orang.
Para responden ini adalah mereka yang dimintai kesediaannya untuk memberikan
keterangan atau informasi tentang fakta yang terjadi di wilayah Busur kaitannya
dengan keterlibatan umat dalam evangelisasi. Penarikan sampel dilakukan secara
sengaja (purposive sampling) dengan kriteria penarikan, dua orang staf
lingkungan, dua orang mudika dan 6 orang umat. 5 orang dari lingkungan St.
Paulus Busur dan 5 orang dari St. Christoporus Busur. Kesepuluh orang
responden ini penulis pandang dapat memberikan informasi dan data kaitannya
dengan keterlibatan umat dalam pewartaan Injil karena para responden adalah
orang-orang yang mengetahui banyak tentang situasi dan keadaan umat. Juga
karena melalui metode wawancara ini, para responden dapat memberikan jawaban
dari pertanyaan yang penulis ajukan yang kurang lebih sama, sehingga keterangan
dari responden dapat mewakili populasi yang ada di wilayah ini. Pemilihan
responden sebagai sampel juga telah diperhitungkan sebagai orang-orang yang
67
mengetahui situasi dan keadaan umat Katolik di Wilayah ini. Sebab penarikan
sampel tidak tergantung pada banyaknya sampel yang ditarik tetapi yang
terpenting adalah sampel yang ditarik dari keseluruhan populasi dapat mewakili
data yang dibutuhkan (representative).
Populasi atau sampel adalah sekumpulan unsur atau elemen yang menjadi
obyek penelitian. Dengan demikian populasi dapat diartikan sebagai himpunan
semua hal yang ingin diketahui sedangkan sampel adalah bagian dari populasi
yang ingin diketahui tersebut (Wahyu, 1989: 61-62). Responden adalah sumber
utama dalam penelitian ini untuk mendapatkan data yang didukung dengan studi
dokumen serta pandangan umat.
f. Tekhnik pembahasan data
Untuk pembahasan data pertama-tama penulis melakukan reduksi yakni
membuang data yang tidak penulis kehendaki. Kemudian melakukan generalisasi
terhadap data-data tersebut dengan menggabungkan data-data yang penulis
anggap unik atau berhubungan dengan maksud penelitian. Dengan demikian data
yang telah melalui proses reduksi dapat memberikan gambaran bagi penulis,
sehingga mempermudah penulis untuk melakukan interpretasi data yakni
penafsiran atau pemaknaan terhadap data yang telah diperoleh (Husaini dan
Purnomo, 2008: 130).
68
g. Variabel penelitian
Variabel yang akan diungkapkan dalam penelitian ini berkaitan dengan
keterlibatan kaum awam dalam evangelisasi.
Adapun kisi-kisi variabel penelitian adalah sebagai berikut:
No Tujuan Penelitian Variabel Penelitian Item
Pertanyaan Jumlah
1. Untuk memperoleh
gambaran keterlibatan
kaum awam dalam
evangelisasi.
Gambaran tentang
keterlibatan kaum awam
dalam evangelisasi. 1,2,3 3
2. Untuk mendalami
bidang-bidang
keterlibatan kaum awam
dalam evangelisasi.
Bidang-bidang
keterlibatan kaum awam
dalam evangelisasi. 4,5,6,7 4
3. Untuk mengetahui
faktor-faktor yang
mendukung dan
menghambat kaum awam
dalam evangelisasi.
Faktor-faktor yang
mendukung dan
menghambat kaum awam
dalam evangelisasi.
8,9,10,11,12 5
Total 12
2. Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian
a. Identitas Responden
Di bawah ini akan di sampaikan mengenai identitas responden, yakni:
69
Tabel 1. Identitas Responden
(N=10)
Keterangan Jumlah Prosentase
A. Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
5 orang 50%
5 orang 50%
Jumlah 10 orang 100%
B. Status
Ketua Lingkungan
Mudika
Umat
2 orang 20%
2 orang 20%
6 orang 60%
Jumlah 10 orang 100%
Tabel di atas menunjukkan jumlah responden yang diwawancarai. Proses
wawancara berlangsung sendiri-sendiri dengan mendatangi responden di
rumahnya masing-masing. Namun 2 orang responden penulis wawancarai pada
hari yang sama dengan waktu yang berbeda karena dalam satu keluarga.
Sedangkan 8 orang responden lainnya diwawancarai secara sendiri-sendiri dan
waktu yang berbeda karena mengikuti waktu luang dari para responden tersebut.
Lamanya waktu saat proses wawancara berbeda-beda antara responden satu
dengan responden lainnya kurang lebih 30 menit satu orang. Lamanya waktu
tergantung dari jawaban para responden, bila dirasa sudah menjawab sesuai
kebutuhan penulis, maka penulis mematikan alat rekamannya. Dan biasanya
penulis akan melanjutkan dengan berbincang-bincang secara biasa tanpa merekam
perbincangan penulis dengan responden, sehingga para responden dengan leluasa
bercerita dan mensharingkan situasi umat setempat.
70
Penelitian ini berlangsung kurang lebih 40 hari terhitung dari tanggal 18
Juni 2010 sampai dengan 27 Juli 2010 karena menyesuaikan dengan waktu luang
dari para responden. Waktu pelaksanaan wawancara disesuaikan dengan waktu
para responden, yakni pada sore hari sekitar pkl. 17.00-19.00. Biasanya penulis
membuat janji dengan responden untuk melakukan wawancara, mengingat
kesibukan umat sehingga sulitnya menemui mereka bila tidak membuat janji
terlebih dahulu.
b. Gambaran Keterlibatan Kaum Awam dalam Evangelisasi
Di sini penulis berusaha menggali sejauahmana partisipasi kaum awam
dalam evangelisasi, maka akan disampaikan rangkuman jawaban responden.
Tabel 2. Keterlibatan Kaum Awam Dalam Evangelisasi
(N=10)
No Pertanyaan Jawaban Responden Jumlah Prosentase
1. Apakah anda
sudah akrab
dengan istilah
evangelisasi?
Ya, saya sudah cukup akrab
dengan istilah tersebut.
6 orang 60%
Saya kurang akrab, tetapi saya
pernah mendengar istilah tersebut.
3 orang 30%
Belum, tapi saya pernah
mendengar istilah tersebut.
1 orang 10%
2. Apakah anda
terlibat dalam
evangelisasi?
Ya, saya terlibat. 7 orang 70%
Saya kurang terlibat, hanya
kadang-kadang saja bila ada
waktu.
3 orang 30%
71
3.a Mengapa anda
terlibat?
Panggilan dan tugas sebagai orang
Katolik.
2 orang 20%
Pengalaman hidup diselamatkan
Allah berkat kekuatan doa.
1 orang 10%
Saya ingin berkumpul dengan
teman-teman dan menggali
pengalaman iman.
1 orang 10%
Saya ingin memberikan pelayanan
bagi keluarga dan orang-orang di
sekitar saya.
1 orang 10%
Kurangnya tenaga yang mau
terlibat dalam evangelisasi.
1 orang 10%
Saya ingin berbagi apa yang saya
miliki dan ketahui kepada orang
lain terutama anak-anak melalui
pelayanan saya.
1 orang 10%
Saya ingin memperoleh
keselamatan di akhirat.
1 orang 10%
Kewajiban sebagai orang Kristiani
untuk mewartakan Injil kepada
semua orang dan mengajak
mereka untuk terlibat.
1 orang 10%
Karena sudah mengimani Yesus
Kristus maka saya harus terlibat
dalam mewartakanNya.
1 orang 10%
b.
Bagaimana
perasaan anda
ketika
mewartakan
Injil?
Saya merasa senang, bangga dan
gembira dapat terlibat dan
menjalaninya.
7 orang
70%
Rasanya ada yang kurang bila
saya tidak melaksanakannya.
1 orang
10%
72
Merasa lega dan diringankan dari
segala beban pikiran dan
permasalahan yang dihadapi.
1 orang
10%
Perasaan saya biasa-biasa saja
tidak ada yang istimewa sebab
saya sudah terbiasa dari kecil
terlibat dalam kegiatan gerejani.
1 orang 10%
Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis berdasarkan tabel rangkuman
jawaban responden di atas, maka diperoleh gambaran partisipasi kaum awam
dalam evangelisasi sebagai berikut:
Pada item nomor 1, yang sudah akrab dengan istilah evangelisasi berjumlah
6 orang (60%). sedangkan 1 orang responden (10%) meyatakan bahwa dirinya
belum akrab dengan istilah tersebut namun pernah mendengarnya. Keakraban
yang dimaksudkan oleh para responden bahwa mereka pernah mendengar istilah
tersebut, namun sebenarnya mereka belum terlalu memahami maksud dari istilah
tersebut. Pada item nomor 2, 7 orang responden (70%) menyatakan bahwa mereka
terlibat dalam evangelisasi. Sedangkan 3 orang responden (30%) menyatakan
bahwa dirinya tidak terlalu aktif dalam pewartaan, hanya kadang-kadang saja bila
ada waktu. Pada item nomor 3 bagian a, 2 orang responden (20%) menyatakan
bahwa mereka terlibat dalam evangelisasi karena merasa itu suatu panggilan dan
tugas sebagai orang Katolik. Sedangkan 1 orang responden (10%) menyatakan
bahwa ia terlibat karena pengalaman hidupnya pernah diselamatkan oleh Allah
berkat kekuatan doa, sehingga ia merasa harus mewartakan Injil kepada semua
orang bahwa Allah adalah kekuatan dalam hidup. Beberapa orang responden
73
berikutnya memiliki jawaban yang berbeda-beda. Salah satu jawaban responden
yang cukup menarik yakni ingin memberikan pelayanan bagi keluarga dan orang-
orang di sekitarnya. Dari jawabannya menunjukkan bahwa ia menyadari
keterlibatannya sebagi suatu pelayanan. Pada item no 3 bagian b, 7 orang
responden (70%) merasa senang, bangga dan gembira dapat terlibat dalam
evangelisasi. 1 orang responden (10%) merasa ada yang kurang bila ia tidak
mewartakan Injil dalam hidupnya, dan ada juga responden yang merasa begitu
lega dan ringan beban pikirannya berkat bantuan Tuhan. 1 orang responden (10%)
menyatakan bahwa perasaannya biasa-biasa saja ketika mewartakan Injil, tidak
ada yang istimewa sebab ia sendiri sudah terbiasa dari kecil terlibat dalam
kegiatan-kegiatan Gerejani.
Dari hasil wawancara ini, dapat penulis simpulkan bahwa sesungguhnya
semua responden sudah pernah mendengar istilah evangelisasi, namun tidak
semua akrab dengan istilah tersebut. Mereka yang akrabpun belum terlalu
memahami maknanya. Responden paling sedikit yakni 1 orang (10%) secara
spontan menjawab belum akrab dengan istilah tersebut, hanya pernah mendengar
dan ia juga tidak memahami dengan jelas maknanya. Responden paling banyak
yakni 6 orang cukup akrab dengan istilah evangelisasi karena mereka cukup
terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan yang ada baik di paroki maupun di
Lingkungan. Mereka juga sudah terbiasa mendengarnya dari Lingkungan tempat
tinggal mereka, ada yang terbiasa karena dari asrama sudah diajarkan oleh suster
asrama, ada pula yang terbiasa karena ia sendiri adalah pengurus lingkungan dan
ada juga karena sejak kecil ia terbiasa mendengarnya baik dalam keluarga maupun
74
di sekolah. Namun secara keseluruhan mereka menyatakan bahwa pemahaman
mereka akan maknanya masih kurang. 70% responden menyatakan bahwa mereka
terlibat dalam evangelisasi sedangkan 30% terlibat bila ada waktu. Keterlibatan
yang dimaksudkan dari jawaban responden ini adalah terlibat dalam kegiatan
Gerejani.
Dari berbagai variasi jawaban responden atas pertanyaan nomor 3, dapat
disimpulkan bahwa umat pada umumnya sudah menyadari akan tugas dan
kewajibannya sebagai umat Katolik untuk mewartakan Injil karena dari setiap
jawaban responden mengandung makna yang mendalam dan dapat dikatakan
sebagai kesadaran mereka sebagai umat beriman. Dari jawaban para responden, 2
orang mengatakan bahwa keterlibatannya dalam evangelisasi merupakan
panggilan dan tugasnya sebagai orang Katolik. Sedangkan 8 orang responden
lainnya memiliki jawaban yang berbeda-beda. Ada yang menyatakan karena
pengalaman ia pernah diselamatkan dalam hidupnya maka ia merasa penting
untuk meneruskan pewartaan tersebut. Ada juga yang mengatakan bahwa ia ingin
memberikan pelayanan, ingin berbagi, dan mendapatkan keselamatan dalam
hidupnya. Ada pula yang terlibat karena kurangnya tenaga dan karena ia sendiri
sudah mengimani Yesus Kristus, sehingga pewartaan harus ia laksanakan.
Pada kenyataannya kebanyakan umat beranggapan bahwa pewartaan Injil
identik dengan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan Gerejani seperti
kotbah dan kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan erat dengan Kitab Suci,
sehingga bagi mereka bila umat tidak terlibat dalam kegiatan Gerejani atau doa-
doa di Lingkungan maka mereka belum mewartakan Injil. Tetapi tidak semua
75
umat berpandangan demikian, karena bagi sebagian kecil orang yang aktif dalam
kegiatan Gerejani memahami dan menyadari bahwa pewartaan Injil itu dapat
dilakukan dimana saja dan kapan saja. Hal ini dapat dilihat dari jawaban beberapa
responden yang penulis wawancarai dan juga dari pandangan penulis terhadap
umat yang aktif dan hasil perbincangan dengan beberapa umat. Sebab
demikianlah evangelisasi yang dimaksudkan oleh penulis dalam hal ini, yakni
evangelisasi yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga,
masyarakat, Gereja maupun di tempat kerjanya.
Jawaban responden yang diperkuat dengan pengamatan penulis
menunjukkan bahwa umat pada umumnya cukup terlibat aktif dalam evangelisasi
yang dilakukan dalam kehidupannya sehari-hari. Seperti berusaha memberikan
teladan yang baik bagi anggota keluarganya serta menunjukkan pada rekan
kantornya di mana ia bekerja dengan menunjukkan tanggungjawabnya terhadap
pekerjaannya, berusaha meluruskan temannya yang hendak berpaling dari ajaran
Kristianinya. namun mereka kurang menghayati makna pewartaan Injil itu sendiri
dalam kehidupannya. Dari jawaban para responden banyak disebutkan bahwa
keterlibatan mereka lebih pada kegiatan Gerejawi seperti doa Lingkungan maupun
kegiatan lainnya. Namun ketika ditanya mengapa mereka terlibat, jawaban para
responden mengarah pada sikap hendak memuliakan Allah melalui suatu
pelayanan yang dapat diberikan pada sesama.
Berbicara mengenai keterlibatan umat dalam evangelisasi, penulis sangat
terkesan dengan jawaban salah seorang responden yakni Pak Paulus Runtung
yang mengatakan bahwa “pengalaman hidup diselamatkan oleh Allah dan
76
kekuatan doa yang telah membawa ia selalu rindu untuk mewartakan Injil”. Bagi
penulis pernyataan singkat ini amat sangat mendalam karena melalui pengalaman
hiduplah kita dapat mengenal Allah dan menyakiniNya sebagai penyelamat dalam
hidup kita. Melalui pengalaman hidup kita dapat mengimani Yesus Kristus
sebagai juru selamat kita dan senantiasa memujiNya dalam segala hal. Berkat
pengalaman hidup pula kita dapat mengenal sesama dan berbagi kasih demi
mewujudkan Kerajaan Allah di tengah dunia, sebab sebagai orang beriman kita
tidak hanya berhenti pada kata-kata tentang iman tetapi kata-kata yang
diwujudnyatakan dalam tindakan konkret seperti yang Ia teladankan pada kita
melalui sengsara, wafat dan kebangkitanNya. Partisipasi kita sebagai umat
beriman adalah mewujudkan cinta kasihNya dalam sikap dan tindakan nyata kita
yakni dalam kesaksian hidup di dunia.
c. Bidang-bidang Keterlibatan Kaum Awam dalam Evangelisasi
Pada veriabel kedua ini penulis berusaha menggali bidang-bidang
keterlibatan kaum awam dalam evangelisasi. Berikut ini merupakan tabel
rangkuman jawaban responden.
77
Tabel 3. Bidang-bidang keterlibatan kaum awam dalam evangelisasi
(N=10)
No Pertanyaan Jawaban Responden Jumlah Prosentase
4.
Bagaimana
pengalaman
anda setelah
terlibat dalam
pewartaan
Injil?
Banyak tantangan yang dihadapi
dalam evangelisasi, namun kita
harus siap dan sabar
menghadapinya serta
menjalankannya dengan
sepenuh hati.
2 orang 20%
Banyak hal baik yang saya
peroleh dalam hidup, berkat
pengalaman diselamatkan
membuat saya semakin yakin
akan kekuatan Allah.
1 orang 10%
Banyak karunia Roh Kudus yang
saya peroleh dalam hidup.
1 orang 10%
Semula hanya terlibat sebagai
peserta akhirnya mau menjadi
pengurus dan melayani dengan
sepenuh hati, sabar, selalu
berusaha berbuat baik pada orang
lain, beriman bukan hanya soal
pengetahuan melainkan
pengalaman.
1 orang 10%
Saya bangga dapat membawa
umat aktif dalam kegiatan-
kegiatan, baik di paroki maupun
di masyarakat karena di manapun
saya berada saya selalu berusaha
terlibat aktif.
1 orang 10%
78
Merasa begitu dekat dengan
Tuhan, mendapat banyak
pengetahuan dan pengalaman
hidup yang bermakna. Berkat
usaha dan kerja keras yang
disertai doa tidak mengalami
kesulitan dalam mencari
pekerjaan, memulai pewartaan itu
dari dalam diri sendiri terlebih
dahulu.
1 orang 10%
Merasa lega dan lebih ringan
karena terbantu oleh Tuhan yang
meringankan beban hidup saya.
1 orang 10%
Menyadarkan saya untuk
membantu pastor yang “kurang
tenaga” untuk mewartakan Yesus
Kristus pada orang yang ragu dan
belum mengenalNya, berbuat
amal pada umat dan penyerahan
diri yang total.
1 orang 10%
Merasa senang dapat membawa
orang yang dalam kegelapan
untuk memperoleh terang,
sehingga mereka tetap teguh
imannya di tengah umat yang
berbeda keyakinan.
1 orang 10%
5.
Bagaimana
pendapat anda
tentang kaum
awam di
- Umat rajin ke gereja hari
minggu namun kurang aktif
dalam kegiatan lingkungan.
- Cenderung menunggu (pasif).
4 orang 40%
79
wilayah
Busur?
- Yang aktif orangnya itu-itu saja
- Mau terlibat bila ditemani.
- Kaum muda cukup aktif
sedangkan orang tua kurang.
- Ada umat yang acuh terhadap
kegiatan yang ada.
- Umat cukup baik dan terbuka
terhadap kegiatan yang ada,
sehingga kegiatannya berjalan
cukup lancar.
- Adanya pengaruh positif dari
pendatang bagi penduduk asli.
2 orang 20%
- Lemahnya kesadaran umat
untuk terlibat.
- Kurang adanya kerjasama antar
umat.
- Tidak rela memberikan
waktunya secara cuma-cuma
untuk melayani sesama.
1 orang 10%
- Umat cukup memahami dan
mengerti tentang evangelisasi
namun mereka terlalu sibuk
dengan kegiatan sendiri-sendiri.
- Acuh terhadap kegiatan yang
ada, malas dan malu utuk
terlibat.
1 orang 10%
- Sibuk sehingga tidak ada waktu
- Kesadaran untuk terlibat kurang.
- Adanya kebiasaan mengirim
anak-anaknya sebagai
1 orang 10%
80
“perwakilan” dalam mengikuti
kegiatan.
- Kurang menyadari tugas
perutusannya sebagai pewarta.
- Acuh tak acuh, tidak ada
semangat dan tidak memberi
contoh keterlibatannya pada
anak-anak.
- Umat cukup aktif dalam
kegiatan gereja dan lingkungan
- Bisa bekerjasama.
1 orang 10%
6. Menurut anda
dalam bidang
apa saja
Evangelisasi
dapat
dilaksanakan?
Dalam kehidupan sehari-hari,
gereja, keluarga, masyarakat dan
di tempat kerja.
7 orang
70%
Evangelisasi bukan hanya soal
Sabda Allah saja, tetapi yang
penting adalah teladan.
1 orang 10%
Dalam bidang pendidikan,
kegiatan non formal misalnya
kursus menjahit, gereja, tempat
kerja, dan dalam hidup sehari-
hari.
1 orang 10%
Dalam bidang gerejani 1 orang 10%
7.a Dalam bidang
apa saja anda
terlibat dalam
Evangelisasi?
Dalam hidup sehari-hari,
masyarakat, gereja, keluarga dan
di tempat kerja.
7 orang 70%
Bidang gerejani 1 orang 10%
Gerejani dan di tempat kerja. 1 orang 10%
Dalam bidang gerejani, keluarga
dan dalam hidup sehari-hari
1 orang 10%
81
7.b Apa
manfaatnya
bagi anda?
Iman saya semakin kuat,
berkembang dan semakin
diteguhkan.
2 orang 20%
Memiliki kerinduan yang
mendalam bila tidak mewartakan
Injil.
1 orang 10%
Memperoleh kekuatan besar
ketika mengalami kesulitan hidup
berkat kekuatan doa.
1 orang 10%
Memperoleh kemudahan dalam
menjalani hidup, mendapatkan
kepercayaan dan dengan mudah
diterima di tengah masyarakat.
1 orang 10%
Dapat menjadi teladan bagi orang
lain.
1 orang 10%
Bahagia karena melayani dengan
sepenuh hati tanpa beban dan
penuh semangat dalam hidup.
1 orang 10%
Merasa senang dapat memberikan
sesuatu yang bermakna bagi orang
lain dengan kesungguhan hati.
1 orang 10%
Dapat membantu pastor
meyebarkan warta tentang Kristus
dan membantu umat
mengembangkan imannya.
1 orang 10%
Menjadi tahu gambaran hidup
menurut Injil.
1 orang 10%
Berdasarkan jawaban responden pada tabel 3 di atas, nampak bahwa umat di
Busur memiliki pengalaman yang bervariasi dalam evangelisasi. Pada item nomor
82
4, 2 orang responden (20%) menyadari bahwa keterlibatan dalam pewartaan Injil
menghadapi banyak tantangan. Namun mereka harus siap dan sabar
menghadapinya serta menjalankan dengan sepenuh hati. Hal ini menunjukkan
bahwa dalam menjalankan suatu pekerjaan, kita perlu kesungguhan hati agar apa
yang kita kerjakan dapat membuahkan hasil yang baik bagi kita dan juga sesama.
Jawaban dari dua orang responden ini mengingatkan kita pada sikap tulus ikhlas
dalam menjalani segala hal. Pengalaman salah seorang responden yang pernah
pernah terselamatkan dari musibah berkat kekuatan doa menjadikan ia semakin
yakin dan percaya akan kekuatan Allah dalam hidupnya, sehingga pewartaan Injil
merupakan suatu keharusan baginya demi kepuasan batinnya sendiri. Ada pula
seorang responden yang menyatakan bahwa pengalaman keterlibatannya membuat
ia sadar bahwa jumlah pastor sangat kurang, sementara lahan pewartaannya sangat
luas, ini peluang baginya untuk membantu tugas para pemimpin gereja tersebut.
Seorang responden mengatakan banyak karunia Roh Kudus yang ia peroleh berkat
keterlibatannya.
Pada item nomor 5, responden paling banyak yakni 4 orang (40%)
mengatakan bahwa umat di Busur pada umumnya rajin ke gereja namun kurang
terlibat aktif dalam kegiatan yang dilakukan di Lingkungan. Umat cenderung
menunggu (pasif), kalaupun ada yang aktif, hanya orang-orang itu saja. Terkadang
umatnya mau terlibat asalkan ditemani, misalnya ketika gotong royong
membersihkan gereja, perlu ditemani oleh ketua lingkungan atau umat yang aktif
di gereja. Ditemani dalam arti ada yang mendorong dan memotivasi mereka.
Sedangkan 2 orang responden (20%) mengatakan bahwa umat disini cukup baik
83
dan terbuka terhadap kegiatan yang ada dengan mau terlibat, sehingga
kegiatannya dapat berjalan dengan lancar serta adanya pengaruh positif dari
pendatang bagi penduduk asli. Di sini juga dikatakan bahwa umat kurang
memiliki kesadaran untuk terlibat dalam pewartaan, mereka acuh terhadap
kegiatan yang ada, kurang kerjasama dan tidak rela memberikan waktu secara
cuma-cuma, sehingga kesibukan menjadi alasan ketidakterlibatan mereka.
Pada item nomor 6, responden paling banyak yakni 7 orang responden
(70%) menyatakan bahwa evangelisasi dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-
hari, keluarga, masyarakat, Gereja dan di tempat kerja. Salah seorang responden
menegaskan lagi bahwa evangelisasi bukan hanya soal Sabda Allah (kotbah)
melainkan yang terpenting adalah teladan. Sedangkan pada item nomor 7 (a), 7
orang (70%) responden mengatakan bahwa keterlibatannya dalam mewartakan
Injil dalam hidup sehari-hari, keluarga, masyarakat, gereja dan di tempat kerja dan
item 7 (b), masing-masing responden memiliki jawaban yang berbeda-beda
tentang manfaat yang diperoleh berdasarkan pengalaman mereka masing-masing.
2 orang responden (20%) menyadari bahwa imannya semakin berkembang, kuat
dan semakin diteguhkan. Ada juga yang merasa rindu bila tidak mewartakan Injil
dalam hidupnya.
Pandangan para responden terhadap umat di Busur kaitannya dengan
keterlibatan mereka dalam evangelisasi cukup bervariasi, namun lebih banyak
responden yang berpandangan bahwa umat di Busur pada umumnya rajin ke
Gereja namun kurang terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan di
lingkungan. Mereka mengatakan bahwa sebenarnya umat mau terlibat, tetapi perlu
84
selalu didorong dan diberi semangat, sehingga mereka menyatakan bahwa umat
saat ini mendambakan sosok pemimpin yang mampu dan siap untuk selalu
membimbing dan memotivasi mereka. Selain itu, umat juga memiliki
kecenderungan menunggu (pasif). Hal ini berkaitan dengan umat yang mau tetapi
perlu ditemani. Dari jawaban para responden dan juga dari tanggapan beberapa
umat yang penulis ajak berbincang, kesibukan umat menjadi alasan utama mereka
tidak aktif dalam evangelisasi. Dari keseluruhan jawaban para responden, penulis
dapat menyimpulkan bahwa pada umumnya mereka menyadari bahwa
evangelisasi itu tidak hanya berbicara soal Kitab Suci semata karena hampir
semuanya mengatakan bahwa evangelisasi dapat dilakukan dalam hidup sehari-
hari. Namun mereka menyatakan bahwa ini merupakan pendapat saja dan mereka
tidak tahu yang sebenarnya seperti apa karena ada beberapa responden yang masih
ragu-ragu dalam memberikan jawabannya karena ia sendiri belum memahami
betul apa yang dimaksud dengan evangelisasi.
Dengan demikian, sesungguhnya mereka masih membutuhkan penjelasan
yang memadai tentang makna evangelisasi karena dengan adanya penegasan atas
makna evangelisasi akan membantu umat untuk melaksanakannya. Banyak di
antara responden mengatakan bahwa mereka melaksanakan pewartaan dalam
kehidupannya sehari-hari, keluarga, masyarakat/lingkungan, Gereja dan di tempat
kerja mereka masing-masing. Bagaimana mereka tahu bahwa mereka telah
melaksanakan dalam seluruh aspek kehidupan mereka, sedangkan mereka sendiri
mengatakan bahwa mereka tidak terlalu memahami maknanya? Hal ini
menunjukkan bahwa masih ada kesimpangsiuran atas pemahaman mereka. Selain
85
itu, mereka juga kurang menghayatinya dalam hidup berimannya. Pewarta sejati
adalah orang yang bukan hanya berbicara saja melainkan kata-kata yang dibarengi
dengan tindakan nyata, seperti teladan Yesus Kristus mewartakan Kabar Gembira
bagi umatNya. Ia menyerukan agar kita saling mengasihi, dan Ia terlebih dahulu
mengasihi kita. KasihNya dapat kita nikmati hingga sekarang berkat tindakan
konkretNya yang menyerahkan hidup demi kasihNya kepada kita.
d. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat kaum awam dalam
evangelisasi
Tabel 4. Faktor-faktor yang Mendukung dan Menghambat
Kaum Awam dalam Evangelisasi
(N=10)
No Pertanyaan Jawaban Responden Jumlah Prosentase
8.
Bagaimana
tanggapan umat
di wilayah
Busur terhadap
pewartaan Injil?
menurut Anda
mengapa umat
tidak aktif
dalam
mewartakan
Injil?
- Evangelisasi merupakan
tugas para pastor, katekis
dan guru agama.
- Kurang memahami
makna evangelisasi.
- Sibuk dengan pekerjaan
masing-masing, sehingga
tidak ada waktu dan tidak
ada yang memotivasi.
- Kurangnya informasi dari
pengurus lingkungan.
5 orang
50%
86
- Ada yang menanggapi dan
mau terlibat namun ada
pula yang hanya diam saja
(tidak mau terlibat).
- Sebagian umat menyadari
tugasnya sebagai umat
Kristiani untuk terlibat.
3 orang 30%
- Pada umumnya umat tahu
tentang evangelisasi
karena mereka ada di kota
(dekat paroki), hanya saja
mereka kurang terlibat.
1 orang 10%
- Umat menanggapi dengan
baik dan positif.
- Latar belakang pendidikan
yang kurang memadai dan
pergaulan yang kurang,
sehingga mereka merasa
minder bergabung dengan
umat lain.
1 orang 10%
9.
Bagaimana
tanggapan anda
sendiri terhadap
pewartaan Injil?
Menyampaikan isi Injil
kepada sesama umat
beriman, saat kotbah atau
memberi pelajaran agama
supaya dapat dipahami.
4 orang 40%
Menjadi rasul menyuarakan
Kabar Gembira pada
sesama, terutama mereka
yang mengalami keraguan
dan belum mengenal Dia.
2 orang 20%
87
Keterlibatan kita sebagai
umat Katolik dalam
kegiatan gereja, tempat
kerja dan dalam hidup
sehari-hari.
1 orang 10%
Evangelisasi bukan hanya
mewartakan Sabda Allah
“Kitab Suci” tetapi juga
sikap dalam hidup sehari-
hari.
1 orang 10%
Segala sesuatu yang
dilakukan demi untuk
mensejahterakan orang lain
lebih-lebih diri sendiri untuk
mencapai tujuan yakni
Allah sendiri.
1 orang 10%
Evangelisasi perlu
dilakukan secara terus-
menerus agar umat yang
tidak tahu menjadi tahu.
1 orang 10%
10.
(a)
Faktor apa saja
yang
mendukung
anda dalam
mewartakan
Injil?
Dukungan yang utama dari
dalam diri sendiri.
4 orang 40%
Dukungan dari luar diri
yakni keluarga (orang tua)
dan juga sekolah yang sejak
kecil menanamkan ajaran
agama, istri dan anak-anak.
Dari dalam diri sendiri
yakni rasa tanggungjawab.
2 orang 20%
88
Keterlibatan beberapa umat
yang aktif menjadi
penyemangat bagi saya
untuk mewartakan Injil.
2 orang 20%
Dukungan dari keluarga
(pengertian dari suami),
terhadap pekerjaan saya,
ketua lingkungan, pastor
dan umat.
2 orang 20%
(b) Menurut anda
faktor apa saja
yang
mendukung
umat dalam
mewartakan
Injil?
Bila ada orang yang dengan
sukarela mau membimbing,
mendorong dan memotivasi
umat untuk mengambil
bagian dalam evangelisasi,
maka umat dapat
berkembang dan yang lebih
penting adalah kemauan
dari masing-masing pribadi
untuk terlibat.
10 orang
100%
11.
(a)
Apakah anda
melihat ada
hambatan bagi
umat dalam
melaksanakan
pewartaan Injil?
Ya, saya melihat ada
hambatannya.
Alasannya:
- Kesibukan mereka dengan
pekerjaan masing-masing
membuat mereka tidak
ada waktu untuk terlibat (7
orang).
- Adanya orang yang
memiliki kepentingan
pribadi dan golongan,
10 orang 10%
89
sehingga tidak peduli
dengan kebahagiaan orang
lain (1 orang).
- Masih kuatnya budaya
belian, perjudian dan juga
kurangnya kerukunan
dalam keluarga (1 orang).
- Masalah pendidikan,
kehidupan sosial, kurang
mampu meluangkan
waktu dan masih
tergantung pada
pemimpin/menunggu (1
orang).
(b) Hambatan apa
saja yang anda
alami dalam
mewartakan
Injil?
Dari dalam diri sendiri ada
niat tapi tidak dilaksanakan,
kesibukan dalam bekerja
dan dalam keluarga,
sehingga sulit membagi
waktu. Juga masalah
kesehatan dan mudah
merasa gagal.
7 orang
70%
Kurang aktifnya umat dan
tidak jelasnya makna
evangelisasi, melemahkan
semangat saya.
2 orang 20%
90
Adanya orang yang
memiliki kepentingan
pribadi dan golongan
menjadi penghambat bagi
saya, kesibukan dalam
bekerja, masih kuatnya
budaya di sini terutama
belian dan perjudian.
1 orang 10%
12. Apakah nilai-
nilai Injil
mempunyai
pengaruh positif
di sini?
Ya, nilai-nilai Injil cukup
berpengaruh.
Alasanya:
- Sepanjang pemimpinnya
mampu membimbing
umat untuk menghayati
imannya dalam budaya
setempat (6 orang).
- Ada tantangan yang cukup
berat bagi pewarta
terutama dalam
menghadapi budaya yang
masih kental (1 orang).
7 orang 70%
Tidak terlalu mempunyai
pengaruh.
Alasannya:
- Penduduknya sudah
bercampur, ditambah lagi
penduduk asli masih kuat
dengan budaya
belian/penyembuhan
tradisional (1 orang).
3 orang 30%
91
- Masih banyak kasus-kasus
yang bertentangan dengan
nilai-nilai Injil seperti
perselingkuhan yang
berakibat sampai pada
perceraian (1 orang).
- Pewartaannya yang tidak
jelas (1 orang).
Pada item nomor 8, 5 orang responden (50%) menyatakan kebanyakan umat
di wilayah Busur berpandangan bahwa evangelisasi merupakan tugas para
pemimpin (pastor, katekis dan guru agama). Umat kurang memahami makna
evangelisasi dan masih banyak umat yang sibuk dengan pekerjaannya masing-
masing, sehingga tidak ada waktu untuk terlibat serta kurangnya informasi dari
pengurus Lingkungan. Pernyataan 5 orang responden ini dikuatkan oleh jawaban
beberapa responden lainnya tentang kurangnya pemahaman umat akan makna
evangelisasi. Kesibukan dengan pekerjaan masing-masing menjadi alasan yang
menonjol dalam ketidakterlibatan mereka. Namun salah seorang responden (10%)
menyatakan bahwa latar belakang pendidikan yang kurang memadai dan
pergaulan yang kurang membuat umat minder bergabung dengan umat yang lain.
Pada item nomor 9, 4 orang (40%) mengatakan bahwa evangelisasi
merupakan kegiatan menyampaikan isi Injil kepada sesama umat beriman agar
mereka memahaminya. Ini dapat dilakukan pada saat kotbah ataupun memberi
pelajaran agama. Sedangkan 2 orang responden (20%) menyatakan sikap mau
menjadi rasul menyuarakan Kabar Gembira tentang Kristus pada sesama terutama
92
kepada mereka yang ragu-ragu dan belum mengenalNya. Salah seorang responden
menyatakan bahwa evangelisasi bukan hanya soal Sabda Allah “Kitab Suci”
(kotbah) semata melainkan lebih pada teladan hidup sebagai seorang beriman.
Ada juga yang menyatakan bahwa evangelisasi merupakan kegiatan yang
dilakukan demi mensejahterakan orang lain terlebih diri sendiri. Pernyataan ini
juga berkaitan dengan jawaban seorang responden yang menyatakan sekaligus
meminta agar pewartaan itu perlu dilakukan secara terus menerus agar umat yang
tidak tahu menjadi tahu. Dari jawaban masing-masing responden yang cukup
bervariasi tersebut menunjukkan bahwa masih banyak umat yang belum terlalu
memahami makna evangelisasi, sehingga perlu diberi penjelasan. Dengan
demikian umat dapat meneruskannya dalam kehidupan sehari-hari yang dapat
dimulai dari dalam keluarga dengan mengajarkan pada anak-anak mereka, hingga
keluar rumah di tengah masyarakat. Hal inilah yang dimaksudkan oleh salah satu
responden tentang pewartaan terus-menerus agar pemahaman umat tidak hanya
berhenti pada dirinya sendiri melainkan diteruskan pada orang lain dan
seterusnya, sehingga pemahaman itu juga tidak hanya berhenti pada suatu sikap
“saya sudah paham (kognitif)” melainkan pemahaman yang dikembangkan dalam
tindakan konkrit.
Pada item nomor 10 (a), responden terbanyak yaitu 4 orang (40%)
mengatakan bahwa dukungan utama bagi mereka adalah dari dalam diri sendiri
karena segala sesuatu yang dikerjakan berkaitan dengan dirinya, maka ia harus
tahu apa yang akan dikerjakannya. Jika sudah tahu, maka ia harus punya niat
untuk melakukan. Niat saja tidak cukup bila tidak dibarengi dengan tindakan
93
konkret. Seorang responden merasakan bahwa pengajaran agama (iman) yang
ditanamkan sejak dini dari keluarga dan sekolah sangat membantu kesadarannya
untuk terlibat, sehingga melahirkan rasa tanggungjawab dalam diri sendiri. Juga
dorongan dari keluarga (istri dan anak-anak) yang memandang positif pekerjaan.
Sedangkan pada item 10 (b), 10 orang responden (100%) mengatakan bahwa umat
di Busur membutuhkan sosok pemimpin yang mau dengan suka rela membimbing
dan memotivasi mereka untuk mengambil bagian dalam evangelisasi yang juga
harus didukung oleh kesadaran masing-masing individu untuk terlibat. Sebab
sekalipun ada pemimpin yang membimbing dan memotivasi mereka tetapi dari
dalam diri mereka sendiri tidak mau, maka itu tidak dapat berjalan dengan baik.
Dari jawaban para responden, penulis mendapat kesan bahwa faktor pendukung
bagi mereka pertama-tama itu dari diri sendiri karena segala sesuatu yang
dikatakan dan dikerjakan semuanya berpusat pada diri. Walaupun ada yang
mendorong dan memotivasi, namun bila masing-masing pribadi tidak ada
keinginan untuk ambil bagian, maka semuanya tidak dapat terlaksana. Hal ini pula
yang dialami oleh umat pada umumnya. Dalam hal ini kerjasama antar umat
sangat diperlukan untuk saling mendorong dan memotivasi. Sikap mau merangkul
sangat penting untuk mengembangkan setiap individu karena sadar atau tidak,
satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi. Contoh: bila umat melihat ada
beberapa umat yang tidak pernah aktif dalam kegiatan, ia berpikir untuk apa ia
aktif, sementara masih banyak juga orang yang tidak aktif dan itu tidak jadi
masalah baginya.
94
Pada item nomor 11 (a), 10 orang responden (100%) menyatakan bahwa ada
hambatan bagi umat dalam melaksanakan evangelisasi, namun dengan alasan
yang berbeda-beda. 7 orang mengatakan karena kesibukan dengan pekerjaan
masing-masing, sehingga sulit membagi waktu. Salah seorang responden
mengatakan karena adanya kepentingan pribadi dan golongan dari pihak-pihak
tertentu, sehingga orang tidak lagi memikirkan dan peduli dengan kebahagiaan
orang lain. Ada juga responden yang mengatakan bahwa masih kentalnya budaya
belian (pengobatan tradisional), perjudian dan kurangnya kerukunan dalam
keluarga menjadi hambatan dalam pewartaan. Seorang responden menambahkan
bahwa umat masih bersifat pasif/menunggu. Pada item 11 (b), 7 orang responden
(70%) mengatakan bahwa hambatan pertama-tama dari dalam dirinya sendiri,
terutama kesibukan dalam bekerja, sehingga sulit membagi waktu. Sedangkan 2
orang responden (20%) merasa bahwa ketidakatifan umat dalam kegiatan menjadi
hambatan baginya ditambah lagi karena belum jelasnya makna evangelisasi
baginya. Dari jawaban para responden tersebut, penulis mendapat kesan bahwa
pada umumnya umat mengalami banyak hambatan dalam mewartakan Injil,
terutama kesibukan dalam pekerjaan masing-masing menjadi hambatan yang
sangat menonjol, karena dengan bekerja mereka dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari.
Pada item no. 12, responden terbanyak yakni 7 orang (70%) menyatakan
bahwa nilai-nilai Injil cukup mempunyai pengaruh sepanjang pemimpinnya
mampu membimbing umat untuk menghayati dan memperkembangkan imannya
di tengah budaya setempat. Alasan ini dikatakan oleh 6 orang sedangkan 1 orang
95
lagi mengatakan bahwa banyak tantangan berat yang harus dihadapi oleh pewarta.
Oleh karena itu, seorang pewarta perlu memiliki sikap sabar dan teguh dalam
melaksanakan pewartaan. Sedangkan 3 orang responden (30%) menyatakan
bahwa nilai-nilai Injil tidak terlalu berpengaruh karena masih banyak kasus-kasus
yang bertentangan dengan nilai-nilai Injil sering terjadi, antara lain
perselingkuhan yang berakibat sampai pada perceraian, perjudian dan juga
ketidakjelasan dari pewartaannya sendiri (pemahaman yang kurang).
Penulis mendapat kesan bahwa bahwa peranan seorang pewarta sangat
penting di sini dalam mewartakan kabar Gembira di tengah umat yang masih
memegang kuat budayanya. Bagaimana pewarta itu memanfaatkan budaya yang
ada sebagai sarana baginya untuk mewartakan tanpa harus meminta umat untuk
meninggalkan sesuatu yang sudah turun-temurun mereka hayati dalam hidupnya.
3. Kesimpulan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian, dapat penulis simpulkan bahwa kaum awam di
wilayah Busur cukup berpartisipasi dalam evangelisasi. Sebagian umat menyadari
bahwa keterlibatannya merupakan pengutusan sebagai orang Katolik. Ada juga
beberapa umat yang terlibat karena merasa kurangnya tenaga pastor, sehingga
perlu dibantu. Dalam mewartakan Injil umat cukup merasa senang dan bangga
dapat terlibat karena dalam keterlibatannya mereka tidak mengalami unsur
keterpaksaan.
Keterlibatan kaum awam selama ini cukup mengalami banyak tantangan,
namun mereka menyadari itu sebagai bagian dari proses kehidupan yang
96
dijalaninya. Selama ini kaum awam sudah cukup terlibat dalam evangelisasi
meliputi bidang Gerejani, keluarga, masyarakat, di tempat kerja dan dalam
kehidupan sehari-hari. Namun kebanyakan dari mereka kurang menyadari bahwa
tindakan mereka merupakan suatu pewartaan. Masih banyak umat yang
berpendapat bahwa pewartaan itu dilakukan dalam bidang Gerejani semata. Hal
ini sesuai dengan komentar para responden yang menyatakan keterlibatan dalam
kegiatan-kegiatan gerejani identik dengan pewartaan. Umat masih memiliki
keraguan dalam memaknai evangelisasi tersebut walaupun secara spontan mereka
menyatakan bahwa pewartaan dapat dilakukan dalam hidup sehari-hari.
Kesadaran umat untuk mengambil bagian dalam tugas pewartaan Injil juga masih
kurang karena kurang mendalamnya pemahaman mereka akan makna evangelisasi
sehingga kurang dalam penghayatannya. Oleh karena itu, perlu suatu penegasan
akan makna evangelisasi bagi umat, agar mereka tidak mengalami keraguan untuk
melaksanakan pewartaan dalam kehidupannya terutama dalam hidup berkeluarga.
Kaum awam merasakan bahwa ada faktor yang mendukung dan
menghambatnya dalam melaksanakan pewartaan Injil. Faktor pendukung
pertama-tama dari dalam diri sendiri karena diri merupakan kunci dalam
menjalani segala sesuatu. Bila diri sendiri sudah menyadari tugas dan
tanggungjawabnya sebagai pribadi beriman, maka iapun akan dengan sepenuh
hati melaksanakannya tanpa beban. Faktor pendukung juga datang dari luar diri
yakni dukungan dari keluarga yang mau mengerti dan memahami pekerjaan dan
kesibukan suami atau istrinya, keterlibatan anak-anak dalam berbagai kegiatan
yang ada menjadi penyemangat bagi orang tua. Dukungan juga datang dari umat
97
setempat yang terlibat aktif dalam kegiatan yang ada. Sebab sesungguhnya antara
umat itu saling mempengaruhi. Di samping itu, umat juga menghadapi hambatan
yang datang dari dalam dirinya sendiri yakni kurangnya kesadaran untuk mau
mengambil bagian dalam pewartaan. Seringkali mereka merasakan banyak
dukungan dan motivasi yang diberikan orang lain baginya, namun dari dalam
dirinya sendiri tidak ada niat untuk melakukannya.
Kurangnya pemahaman dan penghayatan umat tentang makna evangelisasi
juga menjadi hambatan bagi mereka dalam melaksanakan pewartaan, sehingga
seringkali kesibukan dalam bekerja menjadi alasan bagi mereka tidak dapat
terlibat. Masalah pendidikan, kehidupan sosial (pergaulan) juga menjadi hambatan
karena umat yang kurang bergaul merasa minder dan malu bergabung dengan
umat yang lainnya, sehingga tanpa sadar terjadi pemisahan antara yang aktif
dalam kegiatan dan yang tidak aktif. Ketidakaktifan umat juga dapat berpengaruh
negatif bagi umat yang lainnya karena mereka berpikir tidak penting terlibat
karena masih banyak juga umat yang tidak aktif. Kenyataan ini menunjukkan
bahwa pada dasarnya umat mau terlibat dan mengambil bagian dalam pewartaan
Injil, namun dibutuhkan kerjasama untuk saling meneguhkan dan menguatkan
satu dengan yang lainnya. Umat juga perlu diberi penjelasan yang mendalam
tentang makna evangelisasi. Oleh karena itu, pada bab IV penulis mengusulkan
suatu program katekese keluarga untuk meningkatkan keterlibatan kaum awam
dalam evangelisasi.
BAB IV
USULAN PROGRAM KATEKESE KELUARGA
UNTUK MENINGKATKAN KETERLIBATAN KAUM AWAM
DALAM EVANGELISASI
Berdasarkan hasil penelitian, penulis menemukan gambaran umum bahwa
keterlibatan umat dalam evangelisasi belum sepenuhnya maksimal. Hal ini
disebabkan karena masih banyaknya umat yang kurang memahami dan
menghayati makna evangelisasi dalam hidupnya, sehingga masih banyak yang
berpandangan bahwa pewartaan Injil itu kaitannya dengan kegiatan-kegiatan yang
bersifat Gerejani semata seperti kotbah, misa mingguan, doa rosario atau
pendalam Kitab Suci. Padahal pewartaan Injil dapat dilakukan di mana saja, kapan
saja dan oleh siapa saja termasuk kaum awam. Oleh karena itu, pada bab IV ini
penulis berusaha memaparkan pentingnya pewartaan Injil dilakukan oleh setiap
orang Kristiani demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah dalam kehidupan
sehari-hari, agar mereka bukan hanya diselamatkan tetapi juga menyelamatkan
sesama. Pewartaan Injil itu mencakup berbagai aspek kehidupan manusia, baik
keluarga, lingkungan atau masyarakat maupun di tempat kerja. Dalam bab ini,
penulis mengajak kaum awam untuk berevangelisasi dalam keluarga dengan
menanamkan nilai-nilai Kerajaan Allah pada anggota keluarganya, sehingga pada
akhirnya setiap anggota keluarga dapat melanjutkan pewartaan dalam
kehidupannya sehari-hari, di manapun ia berada.
99
Penulis membagi bab IV ini menjadi empat bagian pokok pembahasan.
Bagian pertama membahas katekese keluarga meliputi: pengertian, tujuan, hal-hal
yang penting dalam katekese keluarga dan kekhasan katekese keluarga. Bagian
kedua memaparkan usulan program yakni katekese keluarga untuk meningkatkan
keterlibatan keluarga sebagai kaum awam dalam evangelisasi melalui Shared
Christian Praxis (SCP), yang meliputi: latar belakang pemilihan program, usulan
tema dan gambaran pelaksanaan program. Bagian ketiga penjabaran program dan
bagian keempat memberikan contoh satuan persiapan (SP).
A. Katekese Keluarga
1. Pengertian Katekese Keluarga
Dalam Kitab Suci katekese dimengerti sebagai pengajaran, pendalaman dan
pendidikan iman agar seorang Kristiani semakin dewasa dalam imannya (Luk.
1:4). Katekese juga dipahami sebagai “usaha-usaha dari pihak Gereja untuk
menolong umat agar semakin memahami, menghayati dan mewujudkan imannya
dalam kehidupan sehari-hari” (Telaumbanua, 1999:5). Gereja dengan berbagai
upaya berusaha membantu umat untuk selalu berkembang dalam imannya agar
mereka senantiasa berjalan dalam terang iman di tengah arus zaman.
Pembinaan melalui katekese diharapkan mampu mengantar manusia baru
sampai pada kepenuhan imannya, sehingga ia dengan mantap mengakui dan
menjalani hidup di tengah keluarga, masyarakat dan Gereja. Keluarga merupakan
Gereja domestik yang menjadi dasar dari pembentukan manusia baru menuju
kedewasaan iman. Dengan demikian katekese keluarga dapat dipahami sebagai
100
tindakan pelayanan pendampingan atau pendidikan iman dalam keluarga-keluarga
Kristiani, agar setiap anggota keluarga mampu memahami dan menghayati iman
di tengah kehidupan saat ini.
Berdasarkan penelitian di wilayah Busur, penulis menemukan bahwa masih
banyak keluarga-keluarga Katolik yang kurang menghayati iman di tengah
kesibukannya sehari-hari, sehingga banyak keluarga Katolik yang menganggap
bahwa kesibukan bekerja merupakan sesuatu yang harus dihadapi untuk
memenuhi kebutuhan hidup yang terus meningkat. Akibatnya tidak banyak waktu
bagi mereka untuk mewartakan Injil. Tidak jarang pula banyak terjadi tindakan
yang bertolak belakang dengan ajaran Kristiani seperti perselingkuhan yang
berakibat pada perceraian dan perjudian.
Kenyataan ini tentu saja mengundang keprihatinan bagi penulis secara
pribadi sehingga penulis tergerak untuk memberikan sumbangan pemikiran yang
dapat membantu keluarga Kristiani sebagai kaum awam untuk semakin
menghayati iman di tengah keluarganya masing-masing sebagai dasar untuk
mewartakan Injil di tengah masyarakat, Gereja dan hidup sosialnya. Melalui
katekese keluarga ini, setiap anggota keluarga diharapkan dapat mengambil
bagian dalam tugas pewartaan Injil dengan caranya masing-masing. Orang tua
sebagai pendidik utama dalam keluarga dapat membimbing anak-anak
menghayati imannya dengan memberikan teladan yang baik pada mereka,
misalnya mengajak anak berdoa sebelum dan sesudah makan; sebelum dan
sesudah bangun tidur; membacakan Kitab Suci dan menceritakan kebaikan-
kebaikan Tuhan melalui sesama pada anak-anak; mendoakan anak-anaknya
101
terlebih saat ulang tahunnya; mengajak semua anggota keluarga berdoa pada saat
ulang tahun perkawinannya, sehingga anak-anakpun dapat melakukan hal yang
sama dan semakin menyadari pentingnya kebersamaan dalam keluarga untuk
memupuk cinta kasih antara satu dengan yang lain. Sikap mau melayani anggota
keluarga dapat menjadi teladan yang menumbuhkan kepekaan dalam diri, seperti
diteladankan oleh orang Samaria yang murah hati dalam Injil Lukas 10:34
bagaiman melayani tanpa pamrih.
Dalam katekese keluarga ini, orang tua memiliki peranan yang penting
sebab orang tualah pendidik utama. Orang tua merupakan pendidik iman yang
pertama bagi anggota keluarganya, oleh karena itu penting bagi para orang tua
untuk semakin memperdalam penghayatan imannya agar mampu
merefleksikannya dengan memberikan kesaksian pada anggota keluarganya.
untuk kelancaran proses katekese keluarga ini diperlukan kerjasama yang baik
dari semua anggota keluarga. Melalui kesibukan dalam bekerjapun orang tua
dapat menghayati imannya dengan sepenuh hati. Hal ini akan sungguh-sungguh
terjadi bila setiap pribadi yang dewasa dalam iman mau dan rela menyisihkan
sediki waktunya untuk memaknai setiap pengalaman hidupnya menjadi sebuah
pengalaman iman yang dapat meneguhkan dan menguatkan imannya, sehingga
dalam perjalanannya tidak tergoyahkan.
Hal lain yang lebih penting dalam katekese adalah komunikasi atau sharing
pengalaman iman, karena melalui komunikasi atau sharing umat saling berbagai
pengalaman iman dan saling meneguhkan dalam iman. Demikian pula dalam
keluarga, komunikasi sangat penting untuk menjaga keutuhan dan keharmonisan
102
dalam hubungan dengan anggota keluarga. Dengan komunikasi yang baik antar
anggota keluarga, akan tercipta keharmonisan karena adanya sikap saling
pengertian dan menghargai satu dengan yang lainnya. Sikap saling menghargai
akan menumbuhkan sikap rela berkorban dan mau melayani. Pelayanan suami
terhadap istri dan sebaliknya, orang tua terhadap anak-anaknya dan anak-anak
terhadap orang tuanya. Orang tua dapat mewujudkan cinta kasih melalui sikap
perhatian terhadap anak-anak, memberi dengan tulus sehingga tertanam dalam diri
anak-anak untuk memberikan cinta dan perhatian pada orang tua dan sesama
dengan tulus; ringan tangan melihat penderitaan orang lain dan mau melayani
sesama tanpa pamrih. Dengan demikian akan terwujud nilai-nilai Kerajaan Allah
dalam keluarga yakni kedamaian, kerukunan, cinta kasih, pelayanan dan keadilan.
Katekese memang menekankan penghayatan iman namun segi pengetahuan
juga tetap diupayakan (Yosef Lalu, 2007:90). Hal ini tentu sangat mendukung
anggota keluarga untuk semakin memperdalam pemahamannya agar mencapai
suatu penghayatan iman yang mendalam, sehingga dapat diwujudkan dalam sikap
dan perbuatannya. Dengan demikian katekese keluarga merupakan upaya masing-
masing anggota keluarga Kristiani untuk semakin memperdalam penghayatan
iman dengan saling berevangelisasi dalam keluarga.
2. Tujuan Katekese Keluarga
“Sebagai seorang pewarta Injil, Kristus pertama-tama mewartakan suatu
kerajaan, Kerajaan Allah (EN art. 8). Maka yang menjadi tujuan dalam katekese
keluarga ini adalah demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah dalam keluarga,
103
sebab katekese keluarga merupakan salah satu bentuk pewartaan Injil. Dalam
kenyataannya masih banyak keluarga-keluarga Katolik di wilayah Busur yang
kurang memaknai dan menghayati iman dalam kehidupannya, walaupun tidak
semua keluarga Katolik demikian. Dalam mewartakan Injil yang diharapkan
terjadi adalah kegembiraan bagi mereka yang menerimanya, maka melalui
katekese keluarga ini setiap anggota keluarga diharapkan dapat memberi
kebahagiaan dan kegembiraan pada anggota keluarganya, sehingga nilai-nilai
Kerajaan Allah dapat terwujud dalam sikap mencintai dan mengasihi seluruh
anggota keluarganya sepenuh hati, melayani dengan tulus hati, menciptakan
keharmonisan dalam keluarga, menciptakan rasa damai dan nyaman bagi anggota
keluarganya dan orang lain, dan yang terpenting adalah menerima Injil dalam hati,
menghayatinya dan menjalankan sesuai kehendak Bapa. Dengan demikian,
anggota keluarga yang saling berevangelisasi akan beroleh kebahagiaan sejati
bersama, sehingga dapat diteruskan dalam kehidupan sosialnya di tengah
lingkungan atau masyarakat, gereja dan sampai ke tempat kerja dan di manapun ia
berada.
Dengan demikian katekese keluarga ini bertujuan untuk membantu orang
tua sebagai kaum awam agar semakin mampu menghayati makna evangelisasi
dalam kehidupannya sehari-hari di tengah arus zaman saat ini dengan terlibat aktif
mewartakan Injil dalam kehidupan sehari-hari, terutama di tengah keluarga
masing-masing. Melalui kebiasaan mewartakan Injil dalam keluarga tersebut,
setiap anggota keluarga Kristianipun akan mampu mengambil bagian dalam
104
pewartaan Injil dalam kehidupannya di tengah masyarakat, Gereja dan di tempat
kerjanya.
3. Isi Pokok Katekese Keluarga
Berdasarkan perintah Tuhan Yesus, agar umat dapat percaya dan
diselamatkan maka sudah kewajiban bagi Gereja untuk menyampaikan pesan-
pesan Injil ke seluruh penjuru dunia (EN art. 5). Oleh karena kewajiban inilah
maka keluarga sebagai Gereja kecil secara otomatis mempunyai tugas yang sama
setelah diterima sebagai anggota Gereja melalui pembaptisan untuk mengambil
bagian dalam karya Yesus Kristus mewartakan Kabar Gembira pada sesama.
Keluarga yang menerima perutusan dari Allah menjadi sel pertama dan sangat
penting bagi masyarakat (AA art. 11). Melalui Gereja kecil ini setiap anggota
keluarga diharapkan memiliki sikap cinta kasih yang mendalam antar satu dengan
yang lainnya, sehingga cintakasih Allah menjadi nyata bagi sesama. “Sebab
keluarga Kristiani merupakan rukun hidup yang pertama, yang dipanggil untuk
mewartakan Injil kepada manusia selama perkembangannya dan untuk
mengantarnya kepada kematangan manusiawi dan Kristiani yang sepenuhnya,
melalui pembinaan dan katekese yang berangsur-angsur” (FC art. 2). Melalui
pembinaan dan katekese yang dilakukan secara terus-menerus dalam
perkembangan setiap pribadi akan tumbuh kesadaran dan kedewasaan dalam sikap
dan hidup berimannya, sehingga setiap pribadi dapat tumbuh dan berkembang
sesuai dengan kehendak Allah yakni hidup penuh cintakasih.
105
Hal-hal yang penting dalam katekese keluarga ini penulis mendasarkan pada
dokumen Familiaris Consortio art. 18 sampai dengan 64) yaitu:
a. Membentuk persekutuan pribadi melalui cintakasih
Dalam kehidupan manusia, keluarga adalah tempat paling sering terjadi
pertemuan antar anggota keluarganya, yakni suami dan istri, orang tua dan anak-
anak, sanak-saudara yang lainnya (FC art. 18). Hal ini pula yang dialami oleh
umat di wilayah Busur karena keseharian mereka berada dalam keluarga masing-
masing. Sebab setiap individu akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan
dalam keluarga, baik secara jasmani maupun rohani. Oleh karena itu, keluarga
memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan setiap pribadi. Kenyataan
ini menunjukkan bahwa keseluruhan hidup kaum awam sebagai keluarga tidak
dapat dilepaskan begitu saja dari pewartaan Injil, sebab keluarga sendiri telah
dipanggil oleh Allah untuk meneruskan pewartaan tersebut dalam keluarganya.
Gereja rumahtangga (domestik) menjadi nama indah yang diberikan bagi keluarga
di mana kaum awam berkarya dalam hidupnya. Oleh karena itu, hendaknya
keluarga sama seperti Gereja menjadi tempat untuk meneruskan Injil,
membawakan diri bagaikan ruang ibadat yang rela untuk menjamu setiap anggota
keluarganya yang lain, memajukan keadilan dan perbuatan baiknya untuk
melayani sesama. Setiap keluarga yang sadar akan perutusannya, akan melakukan
dan menerima evangelisasi dari anggota keluarganya (EN art. 71).
Namun kenyataan yang terjadi di wilayah Busur adalah jarang terjadi
pertemuan antar anggota keluarga karena kesibukan dalam bekerja. Pertemuan
106
dapat terjadi pada sore hari setelah pulang dari tempat kerja atau pada hari libur.
Sedangkan anak-anak yang masih kecil biasanya dipercayakan pada orang yang
dipercaya untuk menjaganya. Kenyataan seperti ini terkadang juga menimbulkan
kurangnya komunikasi yang baik antar anggota keluarga, sehingga dapat terjadi
kesalahpahaman yang berakibat pada kurang harmonisnya hubungan dalam
keluarga (keluarga berantakan).
Agar evangelisasi dapat terjadi terus-menerus dalam keluarga, maka
perlunya kesadaran dari keluarga-keluarga Katolik akan tugas perutusannya
karena inti evangelisasi keluarga terletak pada tiap-tiap pribadi yang menghayati
perutusan yang diembannya dan secara sadar mewujudkan dalam sikap dan
tindakannya. Komunikasi Injil yang dilakukan dalam keluarga bukan hanya lewat
tutur kata semata, melainkan lebih konkrit dilakukan dalam kesaksian hidupnya
sehari-hari melalui tindakan (EN art. 26). Sebab sebagai seorang Kristiani
kesaksian hidup menjadi hal terpenting dalam mewartakan janji-janji Allah
tentang cintakasih, pengampunan, peduli terhadap saudara-saudara yang
menderita dan diungkapkan dalam doa (EN art. 28). Cintakasih merupakan
landasan bagi suatu keluarga dalam menghayati persekutuannya sebagai Gereja
kecil karena tanpa cintakasih keluarga bukanlah rukun hidup antar pribadi (FC art.
18).
b. Mengabdi kepada Kehidupan
Tugas asasi keluarga adalah mengabdi kepada kehidupan dan mewujudkan
secara konkret dalam kehidupan melalui prokreasi. Prokreasi di sini bukan
107
semata-mata pada keturunan, melainkan juga pada buah-buah hasil kehidupan
moril dan rohani yang disalurkan kepada setiap anggota keluarganya yang
diwujudkan dalam sikap dan tindakan konkretnya. Keluarga dipanggil secara
khusus dan istimewa untuk melanjutkan pewartaanNya. Melalui panggilan khusus
dan istimewanya itu, keluarga diberi kebebasan yang bertanggungjawab untuk
berkembangbiak dan memanfaatkan alam semesta demi kelangsungan hidupnya
di dunia (FC art. 28). Oleh karena panggilannya yang khas itu pula, Gereja
mendapatkan misi untuk terus menjaga dan melindungi martabat luhur dari
pernikahan keluarga Katolik hingga saat ini (FC art. 29). Sebab perkawinan bukan
hanya diadakan demi adanya keturunan melainkan hakekat janji antar pribadi
yang tak dapat dibatalkan (GS art. 50). Artinya perkawinan yang telah
dilangsungkan tidak dapat dibatalkan karena belum adanya keturunan walaupun
itu menjadi bagian dari tujuan perkawinan. Justru sebaliknaya perkawinan di sini
mendapat tantangan dalam mewujudkan cintakasih Allah yang sejati pada
pasangannya dengan tetap bertahan sebagai rukun hidup yang setia.
Manusia ada karena cintakasih Allah yang tak terhingga, hal ini nampak
dalam kisah penciptaan langit dan bumi yang dilakukan Allah dan dipandang baik
adanya (Kej. 1:1), sehingga Iapun menciptakan manusia untuk menjaga dan
menguasai alam ciptaanNya secara bebas dan bertangungjawab (Kej. 2:7).
Kebahagiaan manusiapun sungguh Ia pikirkan, oleh karena itu, Ia tidak ingin
membiarkan manusia hidup hanya seorang diri saja, (Kej. 2:18). Maka diciptakan
penolong baginya yang kemudian disebut sebagai suami-istri (keluarga). Suami-
istri ini akan membentuk sebuah keluarga dan memulai kehidupan barunya dalam
108
keluarga kecilnya terpisah dari orangtua yang melahirkannya, karena itu dikatakan
seorang laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya untuk bersatu dengan
istrinya, sehingga keduanya menjadi satu (Kej. 2:24). Persatuan ini telah direstui
oleh Allah, dipercaya untuk mengambil bagian dalam kehidupan dan bekerjasama
dengan cintakasih Allah yang telah menjadikan mereka ada. Hendaknya pula
cintakasih ini didasarkan pada sikap terbuka antara kedua belah pihak untuk saling
menerima dan menghargai. Dengan demikian merekapun dapat terbuka terhadap
kehidupan baru mereka dalam dunia.
Dalam kehidupannya, keluarga dihadapkan pada situasi konkrit dunia yang
terus mengalami perubahan dan perkembangan dalam banyak segi. Perkembangan
yang mencolok yakni perkembangan dalam ilmu-pengetahuan dan teknologi.
Manusia saat ini dituntut untuk mampu mengikuti perkembangan yang ada agar
tidak dikatakan ketinggalan zaman, sehingga Gereja yang mengemban misi
menjaga keutuhan keluarga perlu mengikuti perkembangan yang ada. Gereja perlu
secara kritis membantu keluarga untuk memilih kehidupannya di tengah dunia
saat ini, karena perkembangan ini bukan saja berdampak positif bagi kemajuan
dan perkembangan pribadi namun juga membawa dampak negatif. Bila setiap
individu tidak memiliki siap menghadapi hidup pada zamannya, maka ia akan
terjerumus pada kenikmatan sesaat dunia, sehingga hanya berfokus pada kekayaan
yang bersifat jasmani semata dan meninggalkan kekayaan rohani (FC art. 30).
Gereja menyadari bahwa banyak persoalan yang dihadapi keluarga saat ini,
yang juga dihadapi oleh keluarga-keluarga di wilayah Busur seperti perpecahan
dalam rumah tangga yang disebabkan oleh kesulitan ekonomi, perselingkuhan
109
maupun perjudian. Dalam kehidupan zaman sekarang sering terjadi tindakan
pembunuhan, aborsi, penindasan dan ketidakadilan yang menimbulkan keresahan
dalam kehidupan keluarga. Masih banyak keluarga yang terlalu disibukkan
dengan pekerjaan di luar rumah dan mengabaikan tugasnya sebagai anggota
keluarga, sehingga satu dengan yang lain tidak saling memperhatikan dan
menghargai serta kurangnya pengertian antar kedua belah pihak. Persoalan seperti
ini tentu ada dalam suatu keluarga, namun bila masing-masing anggota keluarga
dewasa dalam menghadapi persoalan yang ada, maka penyelesaian persoalan
tidak sampai pada pembatalan janji pernikahan yang telah diikrarkan. Oleh karena
itu, sangat diharapkan agar keluarga menjunjung tinggi rukun hidup dengan terus
mengembangkan cintakasih Allah secara nyata dalam kehidupannya (GS art. 47).
Sebab pasangan suami-istri yang telah terikat dalam janji perkawinan suci di
hadapan Allah dituntut untuk hidup rukun dan setia terhadap pasangannya (FC art.
32) karena kesetiaan melambangkan cintakasih yang tanpa batas terhadap
pasangannya sebagai penyerahan sikap mau saling menerima dan menghargai satu
dengan yang lainnya, bagaimanapun keadaannya. Kesetiaan yang ditampilkan
oleh Yesus dalam hidupNya pantas menjadi teladan bagi keluarga terutama
keluarga-keluarga di wilayah Busur dalam menapaki kehidupannya yang penuh
liku di dunia zaman ini. Berhadapan dengan berbagai tantangan hidup yang ada,
yang bukan hanya datang dari luar melainkan juga dari dalam diri sendiri, setiap
anggota keluarga juga perlu bekerjasama membangun keluarga yang kokoh dan
kuat. Kesetiaan terhadap pasangannya menunjukkan cintakasih sejati antar suami-
istri, sehingga sikap yang dijiwai oleh semangat cinta Kristus menjadi teladan
110
bagi anak-anak dan anggota keluarganya yang lain. Dengan demikian merekapun
saling menguduskan dan bersama-sama memuliakan Allah. Sebab itu suami-istri
sebagai orang tua bertanggungjawab dalam pembinaan dan pendidikan iman bagi
anak-anaknya dan anak sebagai anggota keluarga membalasnya dengan rasa
syukur (GS art. 48).
Gerejapun senantiasa berusaha mencari dan memecahkan kesukaran yang
dihadapi oleh keluarga yang terlihat dalam upaya pengenalan dan pembinaan
terhadap suami-istri maupun kaum muda yang hendak menikah untuk mengenal
dan memahami seksualitas. Gereja berupaya agar pasangan yang hendak menikah
memperoleh pengetahuan yang memadai dan pembinaan yang baik agar setiap
individu mampu mengendalikan diri dari segala sikap yang bertentangan dengan
ajaran Ilahi. Kesucian pernikahan tercermin dalam kemurnian setiap individu,
yang berarti kekuatan rohani yang mampu membela cintakasih terhadap bahaya
egoisme dan sikap agresif (FC art. 33). Kemurnian ini juga menunjukkan sikap
penghargaannya terhadap kehidupan yang telah dianugerahkan baginya.
Suami-istri sebagai orangtua berperanserta dalam penciptaan Allah dengan
mendidik anak-anaknya. Pendidikan terhadap anak-anak yang telah dipercayakan
pada sebuah keluarga tidak dapat diabaikan begitu saja dan tidak dapat
dilimpahkan pada orang lain, sebab orangtua merupakan pendidik pertama dan
utama yang bertanggungjawab atas pertumbuhan dan perkembangan anak-
anaknya (FC art. 36). Terutama pendidikan seksualitas sangat penting dilakukan
oleh orangtua bagi anak-anaknya (FC art. 37), sebab seksulitas tidak dapat
dilepaskan begitu saja dari pertumbuhan dan perkembangan mereka. Pendidikan
111
seksualitas harus diberikan berkaitan dengan moral, sehingga membawa anak-
anak sampai pada penghormatan terhadap moral manusia dalam menjalani
perkembangannya.
Sakramen pernikahan melanjutkan pelayanan Gereja terhadap anggota
keluarganya dengan membina dan mendidik mereka untuk senantiasa memuji dan
memuliakan Allah (FC art. 38). Pendidikan itu bukan hanya sebagai pendewasaan
pribadi manusia melainkan secara perlahan-lahan melalui pembaptisannya ia
diperkenalkan pada misteri penyelamatan Allah akan hidup manusia (FC art. 39).
Melalui pembinaan rohani dan jasmani dalam keluarga, mereka dapat menghayati
hidupnya secara penuh dan bertanggungjawab.
c. Ikut serta dalam pengembangan masyarakat
Keluarga merupakan sel pertama dan sangat penting bagi masyarakat, sebab
penciptaan alam semesta menetapkan suami-istri sebagai asal mula dan dasar
masyarakat manusia (FC art. 42). Oleh karena masyarakat dilahirkan dari
keberadaan keluarga, maka kehidupan keluarga tidak terlepas dari kehidupan
sosialnya dalam masyarakat. Keluarga hendaknya berperanserta dan bersikap
terbuka terhadap keluarga-keluarga lainnya demi pengembangan masyarakat luas.
Kehidupan keluarga merupakan pengalaman bagi setiap anggotanya untuk
mengalami persekutuan dan saling berbagi satu dengan yang lainnya, sehingga
tertanam sikap memberi secara sukarela. Melalui pengalaman persekutuannya
tersebut, setiap anggota keluarga dapat menjadi pendorong sekaligus teladan bagi
masyarakatnya. Sikap memberi secara sukarela yang dimiliki setiap anggota
112
keluarga akan melahirkan penerimaan yang tulus terhadap manusia lainnya,
memberi dengan tulus tanpa mengharapkan imbalan, sikap menghargai dan
menghormati perbedaan dan sikap setiakawan. Oleh karena itu, peran keluarga
sebagai tempat paling efektif untuk memanusiakan manusia tidak dapat diragukan
lagi. Sebab dalam keluargalah awal mulanya manusia bertumbuh dan berkembang
menuju kedewasaan (FC art. 43). Keluarga juga diharapkan berperanserta dalam
kehidupan sosial yang berkaitan dengan kepentingan orang banyak demi untuk
kesejahteraan bersama terutama kaum miskin dan terlantar. Dalam hal ini
keluarga dan masyarakat berperanan saling melengkapi demi terwujudnya
kesejahteraan setiap orang (FC art. 45).
Kenyataan yang terjadi dalam kehidupan, masyarakat seringkali
bertentangan dengan keluarga. Terkadang masyarakat dan juga Negara secara
terang-terangan bersikap tidak adil terhadap keluarga. Aturan Negara yang
menentang antara lain, secara tidak langsung merestui adanya suatu perceraian
sementara pernikahan terbentuk atas dasar cintakasih dan sikap saling menerima
antara kedua belah pihak. Akibatnya banyak juga keluarga Katolik bercerai ketika
menghadapi berbagai persoalan dalam hidup rumah tangganya, dan anak-anak
adalah korbannya. Kehidupan anak-anak menjadi terlantar baik secara fisik
maupun rohanai karena kurangnya pendidikan terutama keteladanan dari orang
tua (FC art. 46).
Sakramen yang diterima oleh pasangan Katolik menyalurkan kemampuan
dan kesanggupan untuk menghayati panggilan mereka sebagai awam untuk
mencari Kerajaan Allah dengan mengurusi dan mengatur dunia seturut
113
kehendakNya. Pengabdian Kristus dalam tugas rajawiNya mengajarkan pada
keluarga pentingnya sikap mengabdi pada pasangannya, sebab dalam Sakramen
Pernikahan mereka telah menerima perintah untuk melanjutkan karya Allah dalam
hidup keluarganya dan memperoleh rahmat yang senantiasa menopang dan
mendorong mereka untuk selalu bersikap dan bertindak seturut kehendak Allah.
Demikianlah keluarga Katolik diharapkan senantiasa memberi kesaksian dalam
kehidupan sosialnya dengan mengutamakan cintakasih terutama peduli terhadap
mereka yang miskin dan berkekurangan (FC art. 47).
Dengan kesadaran akan tugas perutusannya diharapkan agar keluarga-
keluarga di wilayah Busur mampu menjadi bagian dalam kehidupan di tengah
masyarakat. Dengan demikian setiap keluargapun turut serta dalam membangun
dan mengembangkan masyarakat untuk semakin mewujudkan nilai-nilai Kerajaan
Allah dalam kehidupannya di dunia ini.
d. Berperan serta dalam kehidupan dan misi gereja
Pada hakekatnya keluarga sebagai Gereja rumahtangga dipanggil untuk
berperan serta dalam misi Gereja yakni membangun Kerajaan Allah dalam
kehidupannya (FC art. 49). Kerajaan Allah dapat diwujudkan dalam sikap mereka
yang hidup penuh cintakasih satu dengan yang lainnya, saling memberi dan
menerima apa adanya serta berbela rasa terhadap yang miskin dan terlantar.
Keluarga sering dipandang sebagai sebuah komunitas kecil, namun
sesungguhnya keluarga memiliki peranan yang penting untuk terlibat dalam
kehidupan dan misi Gereja demi menegakkan Kerajaan Allah. Pembangunan
114
Kerajaan Allah dapat melalui kenyataan hidup sehari-hari (FC art. 50). Oleh
karena itu, Gereja sebagai Ibu tidak pernah berhenti untuk mewartakan Sabda
Allah bagi keluarga-keluarga Kristiani yang dilakukan dalam perayaan-perayaan
Sakramen supaya keluarga senantiasa dikuduskan.
Partisipasi keluarga Katolik dalam perutuasan Gereja mengacu pada tiga
aspek yakni keluarga sebagai persekutuan yang beriman dan mewartakan Injil,
persekutuan dalam dialog dengan Allah dan persekutuan dalam pengabdian
kepada sesama. Aspek pertama menggambarkan suatu keluarga yang senantiasa
mendengarkan Sabda Allah dan menerima dengan tulus hati, menyakininya
kemudian mewartakan dengan penuh kepercayaan. Perayaan Sakramen
Pernikahan sendiri merupakan pewartaan cintakasih suami-istri yang diwujudkan
dengan mengikrarkan janji setia kedua pasangan. Situasi dan kenyataan hidup
zaman sekarang menunjukkan betapa pentingnya katekese keluarga yang
dilakukan oleh masing-masing keluarga sebagai Gereja rumahtangga demi
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anggota keluarganya.
Keluarga juga telah melaksanakan pelayanan bagi anggota keluarganya, antara
lain orang tua melayani anak-anaknya, anak-anak melayani orang tua dan juga
saudara-saudari lainnya dalam suatu keluarga saling melayani. Peranan orang tua
sangat penting dalam keluarga dengan memberikan pelayanan pewartaan Injil dan
katekese dalam perkembangan anak-anaknya. Sebab sekalipun itu sebagai
pelayanan yang sederhana namun merupakan wujud pengabdian keluarga kepada
Gereja. Pewartaan Injil yang dilakukan oleh sebuah keluarga bukan hanya bagi
anggota keluarganya saja melainkan kepada seluruh ciptaan (FC art. 51-54).
115
Aspek kedua menunjukkan partisipasi keluarga dalam tugas rajawi dalam
kuasa Kristus Sang Imam Agung. Melalui Sakramen Pernikahannya keluarga
dipanggil dan dilibatkan dalam dialog dengan Allah melalui sakramen-sakramen,
pengorbanan hidup dan doa (FC art. 55). Peranan menguduskan dalam keluarga
Katolik didasarkan pada baptis dan ungkapan luhur dalam Ekaristi serta
kehidupan sehari-hari. Ekaristi Suci merupakan sumber pernikahan Katolik karena
melalui korban Ekaristi cintakasih Kristus dengan Gereja dihadirkan. Melalui
perayaan Ekaristi Kudus, suami-istri senantiasa memperbaharui sikap berimannya
dengan mendasarkan pada cintakasih Yesus Kristus yang tanpa batas (FC art 57).
Dalam kehidupan keluarganya setiap anggota diharapkan untuk saling
mengampuni bila melakukan salah, sebab tidak ada manusia yang sempurna.
Namun dalam perjalanannya manusia sebagai pribadi senantiasa berusaha sampai
pada kesempurnaan. Oleh karena itu hendaknya keluarga senantiasa menanggapi
seruan untuk bertobat karena dengan pertobatan yang tulus dilakukan, setiap
anggota keluarga akan memiliki sikap rendah hati untuk mengampuni (FC art.
58). Keluarga diharapkan senantiasa menjalin komunikasi dan relasi yang intim
dengan Allah melalui sikap doa (FC art. 59), sebab doa dapat menjadi sumber
kekuatan bagi setiap pribadi dalam menghadapi kehidupannya di tengah dunia
yang penuh tantangan. Melalui doa yang biasa dilaksanakan dalam keluarga,
anak-anak secara perlahan-lahan diberi pembinaan secara rohani demi
kematangan imannya. Oleh karena itu, doa bukan hanya diperintahkan bagi
anggota keluarga untuk dilaksanakan tetapi secara bersama-sama dilaksanakan
dan dihayati dalam hidupnya (FC art. 60).
116
Aspek ketiga mengajak seluruh umat untuk mengambil bagian dalam
pengabdian cintakasihnya terhadap Allah melalui sesama seperti halnya Kristus
yang telah dengan tulus melayani kita (FC art. 63). Pelayanan keluarga terhadap
anggota keluarganya yang dilakukan dengan tulus membawa dampak positif bagi
kehidupan sosialnya di tengah masyarakat untuk mau melayani, mencintai dan
mengasihi sesama selayaknya ia mencintai anggota keluarganya.
4. Kekhasan Katekese Keluarga
Kekhasan katekese keluarga adalah cintakasih (FC art. 18). Sebab keluarga
tidak dapat terbentuk sebagai rukun hidup tanpa cintakasih. Cintakasih menjadi
sumber kekuatan bagi setiap pribadi untuk saling menyempurnakan diri dalam
persekutuannya. Dalam kehidupan keluarga suasana kekeluargaan yang terjalin
sangat terasa sebagai wujud cintakasih yang mendalam antar anggota keluarga.
Suasana kekeluargaan ini akan menumbuhkan sikap saling menghargai dan
menghormati satu dengan yang lainnya, sehingga tercipta keharmonisan dalam
keluarga. Suasana harmonis akan semakin terasa bila anggota keluarga dapat
menjalin komunikasi yang baik, mau mendengarkan dan memberi kebebasan pada
anggota keluarganya untuk berpendapat. Dengan menjalin komunikasi yang baik,
akan tercipta kerukunan dan kedamaian, sikap saling percaya antara pasangan
suami-istri sehingga tidak ada keinginan dari pasangan untuk meninggalkan
pasangannya dan mencari pasangan lain (selingkuh).
Kaum awam adalah pelaksana evangelisasi yang khas di tengah dunia.
Maka sudah sepantasnya pula keluarga sebagai kaum awam menyandang
117
kekhasannya sebagai pelaksana pewartaan Injil di tengah keluarganya karena
dengan segala kemampuan dan daya kekuatannya ia diberi kepercayaan dan
tanggungjawab untuk mewartakan Injil dalam keluarganya, sehingga anggota
keluarganya dapat merasakan suka cita dari Bapa melalui anggota keluarganya.
Kekhasan materi dalam katekese keluarga adalah pengalaman hidup konkret
manusia dalam kehidupannya sehari-hari yang berkaitan dengan pengalaman iman
sesuai Injil, seperti cinta kasih, kesetiaan, pengorbanan, keadilan, kerelaan,
pelayanan dsb. Dalam EN art. 7 dikatakan bahwa evangelisasi merupakan suatu
proses pewartaan kabar gembira, maka itulah yang menjadi kekhasan dalam
pewartaan keluarga. Setiap anggota keluarga diharapkan saling membawa damai
dan kegembiraan bagi anggota keluarganya agar mencapai kebahagiaan. Namun
hendaknya kebahagiaan ini dapat dibagikan juga pada sesama di sekitarnya,
sehingga terwujud Kerajaan Allah di tengah keluarga dan hidup bermasyarakat.
Sebab dalam Injil Luk. 4:18 dikatakan bahwa Kerajaan Allah itu diperuntukkan
bagi semua orang.
Pewartaan Injil tersebut dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari
dalam keluarga karena setiap hari terjadi pertemuan antar anggota keluarga,
sehingga sangat memungkinkan terjadi pewartaan setiap saat, seperti ketika
bangun tidur istri atau suami menyambut pasangannya dengan senyuman kasih,
bekerja bersama menyiapkan kebutuhan di pagi hari dengan melibatkan anak-
anaknya, melayani kebutuhan keluarga dengan sepenuh hati tanpa mengeluh,
mengajak keluarga untuk berdoa pada saat-saat tertentu seperti ulang tahun
perkawinan, ulang tahun suami atau istri, ulang tahun anak, pada hari-hari raya
118
natal atau paskah sebagai ucapan syukur atas anugerah Tuhan. Pergi ke gereja
pada hari minggu bersama keluarga, doa di rumah saat makan, doa malam, doa
pagi dengan melibatkan anggota keluarganya secara bersama-sama, mendalami
Injil sebagai renungan harian, sehingga nilai-nilai Injil semakin meresap dalam
hati masing-masing dan dihayati dengan sepenuh hati. Dengan demikian nilai-
nilai Injil yang telah tertanam sejak dini akan membuahkan hasil di tengah
kehidupan sosialnya dalam masyarakat, gereja dan di manapun ia berada. Sebab
pewartaan Injil bukan sesuatu yang terpisah-pisah pelaksanaannya, melainkan
suatu proses pewartaan yang dapat dilaksanakan secara serentak.
B. Usulan Program Katekese Keluarga untuk Meningkatkan Keterlibatan
Keluarga sebagai Kaum Awam dalam Evangelisasi melalui Shared
Christian Praxis (SCP)
Kaum awam merupakan anggota Gereja yang mendapat perutusan
mengambil bagian dalam pewartaan Injil dalam hidup sehari-hari dan keluarga
merupakan bagian dari kaum awam. Namun kenyataan yang terjadi di wilayah
Busur masih banyak keluarga Katolik yang kurang menyadari bahwa sebagai
kaum beriman Kristiani mereka secara otomatis mendapat tugas tersebut. Oleh
karena itu, penulis mengusulkan program untuk membantu mereka agar semakin
meningkatkan pemahaman dan penghayatannya dalam evangelisasi agar semakin
mampu terlibat aktif dalam pewartaan Injil dengan memulainya dari keluarga
masing-masing. Program ini memang diperuntukkan pada keluarga-keluarga
Katolik, tetapi merupakan kelanjutan dari katekese yang sudah dilaksanakan
119
dalam hidup keluarganya masing-masing. Dengan menyadari dan menerapkan
tugas perutusannya dalam keluarga masing-masing, merekapun dapat
menerapkannya dalam kehidupan yang lebih luas yakni dalam kehidupan di
tengah masyarakat, Gereja dan di manapun mereka berada. Dengan demikian
pewartaan Kerajaan Allah mendapat tempat di hati setiap orang yang
dijumpainya.
1. Latar Belakang Pemilihan Program
Dewasa ini keluarga-keluarga Kristiani masih banyak dipengaruhi oleh
perkembangan dan kemajuan terutama dalam teknologi, sehingga Gereja merasa
perlu untuk terus-menerus mengikuti setiap perkembangan yang ada agar dapat
membantu umat berkembang secara dewasa pula. Salah satu upaya yang
dilakukan oleh Gereja untuk membantu pendidikan iman umat adalah katekese,
karena melalui katekese dapat terjadi pertemuan antar umat satu dengan yang
lainnya untuk saling memperteguh iman di tengah arus zaman.
Berkaitan dengan penelitian di wilayah Busur, maka penulis merasa perlu
mengupayakan sumbangan pemikiran yang dapat membantu umat secara
bersama-sama menemukan pemahaman yang kaya/cocok untuk memaknai seluruh
hidupnya berdasarkan terang iman untuk mewartakan Injil dalam kehidupannya
sehari-hari, di tengah keluarga, dalam kehidupan sosialnya di tengah
lingkungan/masyarakat, Gereja dan dalam kesibukannya bekerja atau di manapun
mereka berada. Memang keluarga Katolik masih banyak yang memahami bahwa
pewartaan Injil seolah-olah hanya berupa kegiatan pendalaman iman, doa rosario,
120
pendalaman Kitab Suci, kotbah dan kegiatan gerejani lainnya. Namun perlu
disadari bahwa pewartaan Injil itu mencakup seluruh aspek kehidupan manusia
dan dapat dilaksanakan serentak tanpa memisah-misahkan pelaksanaannya.
Meskipun umat pada umumnya disibukkan dengan pekerjaan dan usahanya untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluarganya masing-masing, namun setiap pribadi
dapat mewartakan Injil dengan merefleksikan peristiwa hidup yang dialaminya
dalam terang iman, sehingga kesibukan bukan hambatan untuk mewartakan Injil.
Justru kesibukan menjadi tantangan baginya untuk menghayati iman dan
mewujudkannya dalam sikap dan tindakannya.
Mengingat keluarga adalah tempat paling dasar dalam membentuk
kepribadian manusia baru, maka penulis mengusulkan agar katekese sejak dini
ditanamkan dalam keluarga-keluarga Kristiani. Agar setiap anggota keluarga
sungguh menyadari tanggungjawabnya sebagai orag beriman untuk mewartakan
Injil pada sesama. Sebagai kelanjutan dari katekese yang telah dilaksanakan dalam
keluarga masing-masing, maka dapat dilaksanakan Katekese Keluarga melalui
Shared Christian Praxis (SCP) di Lingkungan. Penulis memilih katekese keluarga
karena kehidupan kaum awam pada umumnya berada dalam keluarga dan
keluarga merupakan tempat seringnya terjadi pertemuan antar anggotanya,
sehingga sangat memungkinkan untuk menanamkan nilai-nilai Kerajaan Allah
pada anggota keluarganya. Dengan demikian pewartaan Injil yang merupakan
pewartaan Kabar Gembira dapat terlaksana dalam seluruh aspek kehidupannya.
Katekese model ini merupakan kegiatan merefleksikan pengalaman konkret
peserta berdasarkan terang iman dan dipertemukan dengan Tradisi (Kitab Suci,
121
tradisi pengajaran Gereja, spiritualitas, refleksi teologis, sakramen, liturgi, seni
dll) dan visi Kristiani (nilai-nilai Kerajaan Allah) yang mengarah pada pertobatan
(Heryatno, 1997:1-4).
Keberadaan peserta dalam proses katekese ini adalah sebagai subyek yang
bebas dan bertanggungjawab. Artinya peserta bebas mensharingkan pengalaman
imannya dan bersedia mendengarkan pengalaman peserta lain, sehingga dapat
terjadi komunikasi yang baik dalam pertemuan. Untuk kelancaran proses
pertemuan ini, maka dialog atau komunikasi menjadi tekanan utamanya. Dialog
ini bukan hanya antar peserta dan pendamping saja melainkan juga antar peserta
itu sendiri dan peserta dengan “teks” dan kehidupan konkret masyarakat setempat.
Oleh karena itu, diharapkan peserta terlibat secara aktif dan kreatif dalam proses
pertemuan, sedangkan pemandu sebagai yang mengarahkan dan memberi
penegasan. Melalui katekese ini keluarga-keluarga Kristiani diharapkan mampu
mengadakan penegasan dan mengambil keputusan secara tegas demi terwujudnya
nilai-nilai Kerajaan Allah dalam kehidupan manusia (Heryatno, 1997:1).
Pemilihan program ini juga merupakan upaya mendukung visi-misi dari
paroki sendiri yang mengarah pada kemandirian dan perkembangan iman umat
yang senantiasa berada di bawah bimbingan Roh Kudus demi terwujudnya
Kerajaan Allah baik di dalam keluarga sendiri maupun di luar keluarga atau di
tengah masyarakat dan di manapun mereka berada.
Model katekese yang digunakan dalam katekese keluarga ini adalah model
Shared Christian Praxis (SCP). Model ini merupakan suatu pendekatan yang
menekankan proses berkatekese yang bersifat dialogis-partisipatif, baik antar
122
peserta dengan peserta maupun peserta dengan pendamping. Pendekatan ini
berusaha mendorong peserta agar mampu mengkomunikasikan pengalaman hidup
mereka dengan pengalaman iman berdasarkan terang Injil, sehingga pada
akhirnya mereka mampu membuat suatu penegasan dan pengambilan keputusan
demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah dalam kehidupannya sehari-hari
(Heryatno, 1997: 1). Penulis memilih model ini sebagai bentuk pendekatan yang
diharapkan dapat membantu kaum awam semakin terlibat aktif dalam mewartakan
Injil dengan penghayatan iman yang mendalam sehingga nilai-nilai Injil sungguh
dihayati dalam sikap dan perbuatannya. Melalui model ini keluarga-keluarga
Katolik sebagai kaum awam diharapkan semakin mampu menghayati iman di
tengah tantangan zaman dengan terus-menerus mengambil bagian dalam tugas
pewartaan Injil dalam kehidupannya.
Model Shared Christian Praxis (SCP) ini terdiri dari lima langkah yang
saling berkaitan yaitu:
a. Langkah pertama: Pengungkapan Praksis Faktual
Pada langkah ini peserta diajak untuk mengungkapkan pengalaman hidup
sehari-hari dengan memanfaatkan sarana yang sesuai dengan situasi peserta,
sehingga peserta semakin terbantu memaknai pengalaman hidupnya sehari-hari
(Heryatno, 1997:5).
b. Langkah kedua: Refleksi Kristis Pengalaman Faktual
Pada langkah ini peserta diajak untuk mendalami pengalaman hidupnya
yang telah mereka sharingkan pada langkah pertama. Dengan mendalami
123
pengalaman hidupnya, peserta diharapkan sampai pada suatu kesadaran kritis
akan pengalaman hidupnya (Heryatno, 1997:5-6).
c. Langkah ketiga: Mengusahakan supaya Tradisi dan Visi Kristiani Lebih
Terjangkau
Pada langkah ketiga ini peserta diajak untuk menggali pengalaman iman
Kristiani dengan mengkomunikasikan nilai-nilai tradisi dan visi kristiani agar
lebih mengena untuk kehidupan peserta yang kontekstual (Heryatno, 1997:6).
d. Langkah keempat: Interpretasi Dialektis antara Pengalaman dan Visi Hidup
Peserta dengan Tradisi dan Visi Kristiani
Langkah ini mengajak peserta untuk mendialogkan hasil pengolahan mereka
pada langkah pertama dan kedua dengan isi pokok langkah ketiga yakni nilai-nilai
tradis dan visi kristiani yang dapat meneguhkan, mempertanyakan, dan
mengundang mereka secara aktif menemukan kesadaran baru yang hendak
diwujudkan. Dengan demikian peserta akan lebih bersemangat dalam
mewujudkan imannya agar nilai-nilai kerajaan Allah semakin dapat dirasakan
dalam kehidupan bersama (Heryatno, 1997:7).
e. Langkah kelima: Keterlibatan Baru Demi Makin Terwujudnya Kerajaan
Allah di Dunia
Langkah ini bertujuan untuk mendorong peserta supaya sampai pada
tindakan konkrit bagaimana menghidupi iman kristiani pada konteks hidup yang
telah dianalisa dan dipahami, direfleksikan dan dinilai secara kreatif dan
bertanggungjawab (Heryatno, 1997:7).
124
2. Usulan Tema Katekese Keluarga
Melalui penulisan skripsi yang berjudul “Tantangan Evangelisasi Zaman
Sekarang untuk Kaum Awam di Wilayah Busur Paroki Kristus Raja Barong
Tongkok Keuskupan Agung Samarinda Kalimantan Timur”, penulis memberikan
usulan program “katekese keluarga untuk meningkatkan keterlibatan keluarga
sebagai kaum awam dalam evangelisasi melalui Shared Christian Praxis (SCP).
Usulan program ini disesuaikan dengan kebutuhan umat untuk
meningkatkan keterlibatan mereka dalam evangelisasi, sehingga mereka semakin
mampu menghayatinya dalam kehidupan sehari-hari. Maka, berdasarkan situasi
konkrit umat setempat, penulis mengajukan program dengan tema umum
“Evangelisasi Keluarga sebagai Upaya Mewujudkan Nilai-nilai Kerajaan Allah
dalam Kehidupan Umat Zaman Sekarang”. Melalui tema ini keluarga-keluarga
Katolik diharapkan mengalami cinta kasih Allah melalui anggota keluarga dan
sesama, sehingga Kerajaan Allah semakin nyata dalam sikap dan perbuatannya
sebagai umat beriman Kristiani.
3. Gambaran Pelaksanaan Program
Usulan program ini ditujukan pada keluarga-keluarga Katolik dengan
pesertanya adalah para orang tua. Program ini juga terbuka bagi peserta kaum
muda atau remaja namun persiapannya harus disesuaikan dengan situasi konkret
peserta. Tema maupun sarana yang digunakan perlu diupayakan sekreatif
mungkin untuk membantu peserta semakin mampu memaknai pengalaman
imannya dalam terang Injil.
125
Pelaksana dalam usulan program ini dipercayakan pada pengurus
lingkungan. Ketua lingkungan diharapkan dengan sepenuh hati memandu jalannya
pertemuan katekese di lingkungannya. Agar program ini dapat terlaksana dengan
baik maka penulis mengusulkan agar paroki terlebih dahulu mengadakan
pertemuan dengan pengurus lingkungan untuk memberikan sosialisasi tentang
program ini. Agar apa yang diharapkan dengan terlaksananya program ini dapat
tercapai dengan baik.
Pelaksanaan program ini dapat disesuaikan dengan jadwal pertemuan
lingkungan yang biasa dilaksanakan dengan durasi waktu setiap kali pertemuan
kurang lebih 90 menit. Enam sub tema dalam usulan program dapat dilaksanakan
dalam jangka waktu kurang lebih dua bulan atau bila dirasa ada sub tema yang
perlu diperdalam lagi dapat dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Ketua
lingkungan dapat mempersiapkan pertemuan berikutnya sesuai dengan contoh
satuan persiapan yang ada dengan memanfaatkan sarana yang sesuai dengan
situasi peserta. Persiapan pertemuan katekese diharapkan dapat disesuaikan
dengan keadaan atau situasi setempat agar katekese tersebut benar-benar menjadi
suatu kebutuhan peserta. Peserta dalam pertemuan katekese ini adalah para orang
tua. Pertemuan dapat dilaksananakan di rumah umat secara bergantian atau tempat
disesuaikan dengan kesepakatan lingkungan yang bersangkutan.
Tetapi apabila pesertanya remaja atau kaum muda maka pendamping atau
orang yang diberi kepercayaan untuk memandu pertemuan ini hendakanya
menyesuaikan sarana maupun bahasa dalam proses pertemuannya. Hendaknya
pendamping menggunakan bahasa yang biasa digunakan oleh remaja atau kaum
126
muda dalam kesehariannya dan memanfaatkan sarana yang sesuai dengan situasi
zaman, yang dapat membantu peserta untuk memaknai pengalaman hidupnya
dalam terang Injil. Salah satu contoh sarana yang dapat dimanfaatkan adalah
cerita bergambar atau nonton film yang berkaitan dengan tema. Sarana ini dapat
dimanfaatkan bila pesertanya remaja/kaum muda ataupun orang tua. Dalam hal
ini, metode yang digunakan juga perlu disesuaikan dengan situasi pesertanya, agar
selama proses pertemuan berlangsung peserta tidak merasa bosan dan jenuh.
127
C
. Pen
jaba
ran
Prog
ram
Tem
a um
um
: Eva
ngel
isas
i kel
uarg
a se
baga
i upa
ya m
ewuj
udka
n ni
lai-n
ilai K
eraj
aan
Alla
h da
lam
keh
idup
an u
mat
zam
an
seka
rang
.
Tuju
an u
mum
: Mem
bant
u ke
luar
ga se
baga
i kau
m a
wam
aga
r sem
akin
men
yada
ri da
n m
engh
ayat
i pan
ggila
n di
rinya
seba
gai
pew
arta
Inj
il di
ten
gah
duni
a da
lam
keh
idup
anny
a se
hari-
hari,
seh
ingg
a se
mak
in t
erlib
at a
ktif
dala
m m
ewuj
udka
n
nila
i-nila
i Ker
ajaa
n A
llah
dala
m k
ehid
upan
nya
zam
an se
kara
ng.
No
Tem
a Ju
dul
Pert
emua
n T
ujua
n M
ater
i M
etod
e Sa
rana
Su
mbe
r B
ahan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
1.
Tant
anga
n za
man
K
elua
rga
seba
gai
pew
arta
In
jil d
i te
ngah
ta
ntan
gan
zam
an.
Mem
bant
u ke
luar
ga-
kelu
arga
Kat
olik
se
baga
i kau
m
awam
aga
r se
mak
in si
ap
mew
arta
kan
Injil
di t
enga
h ta
ntan
gan
zam
an.
- Ta
ntan
gan
dari
dala
m
diri
send
iri
- Ta
ntan
gan
dari
luar
diri
- In
form
asi
- R
enun
gan
-
Pene
guha
n -
Shar
ing
peng
alam
an
- Pe
ndal
aman
ce
rita
- B
uku
puji
syuk
ur
- A
lkita
b -
Teks
ce
rita
“God
aan,
ha
rga
setia
p or
ang”
- B
ahan
skrip
si.
- M
ihal
ic,
Fran
k.
(200
8).
1500
C
erita
Be
rmak
na:
untu
k Re
nung
an,
Kot
bah
dan
Cer
amah
An
da.
(F.
Rud
ijant
o,
Pene
rjem
ah).
Jaka
rta:
Obo
r. (D
iterje
mah
kan
asli
1000
Sto
ries
Yo
u C
an
Use
ta
hun
1989
).
128
2.
O
rang
tu
a di
utus
un
tuk
mew
arta
kan
Injil
Ora
ng
tua
seba
gai
kaum
aw
am
dala
m t
ugas
pe
war
taan
Mem
bant
u m
enin
gkat
kan
peng
haya
tan
iman
ora
ng t
ua
seba
gai
kaum
aw
am,
agar
se
mak
in t
erlib
at
aktif
m
ewar
taka
n In
jil
dala
m
kehi
dupa
n se
hari-
hari.
- Se
jara
h si
ngka
t da
n pe
nger
tian
evan
gelis
asi.
- Tu
juan
dan
is
i ev
ange
lisas
i -
Ben
tuk-
bent
uk
pela
ksan
aan
dan
man
faat
ev
ange
lisas
i -
Kau
m
awam
se
baga
i pe
laks
ana
evan
gelis
asi.
- In
form
asi
- Ta
nya
jaw
ab
- Sh
arin
g pe
ngal
aman
-
Ref
leks
i pr
ibad
i -
bern
yany
i -
Pene
guha
n -
Pend
alam
an
cerit
a
- B
uku
Puji
Syuk
ur
- Te
ks
Kita
b Su
ci
Luk.
4:
42-4
4 -
Yek
s ce
rita
“mew
akili
K
ristu
s”
- La
ptop
/tape
de
ngan
m
usik
in
stru
men
- Le
mba
ga A
lkita
b In
done
sia
Jaka
rta
2006
. -
Paul
us
VI.
(200
7).
Evan
gelii
N
untia
ndi.
(J.
Had
iwik
arta
, Pe
nerje
mah
). Ja
karta
: D
okpe
n K
WI
(Dok
umen
as
li di
terb
itkan
ta
hun
1975
). -
Bah
an-b
ahan
sk
ripsi
bab
II.
3.
Mem
bent
uk
pers
ekut
uan
prib
adi-p
ribad
i
Cin
taka
sih
seba
gai
sum
ber
keba
hagi
aan
hidu
p da
lam
ke
luar
ga
Aga
r se
tiap
ke
luar
ga
men
yada
ri di
ri se
baga
i pe
rant
ara
dem
i te
rwuj
udny
a ci
nta
kasi
h A
llah
dala
m
kehi
dupa
n
kelu
arga
nya.
- C
inta
ka
sih
seba
gai
keku
atan
pe
rsek
utua
n -
Pers
ekut
uan
suam
i-ist
ri ta
k te
rcer
aika
n d
an
tak
dapa
t di
bata
lkan
-
Hak
da
n ke
waj
iban
an
ggot
a ke
luar
ga.
- B
erce
rita
- Sh
arin
g pe
ngal
aman
-
Info
rmas
i -
pend
alam
an
cerit
a -
bern
yany
i -
Tany
a ja
wab
-
Pene
guha
n -
Ref
leks
i pr
ibad
i
- B
uku
Puji
Syuk
ur
- K
itab
Suci
-
Teks
ce
rita
“kel
uarg
a te
lada
n”
- Te
ks
Kita
b Su
ci
Kej
. 2:
18-2
4
- Le
mba
ga A
lkita
b In
done
sia
Jaka
rta
2006
. -
Bah
an-b
ahan
sk
ripsi
-
Cer
ita y
ang
patu
t di
perh
atik
an
sara
na
pem
bang
un
sika
p.
(199
4).
Jaka
rta:
Kom
isi
Kat
eket
ik K
WI.
129
4.
M
enga
bdi
pada
ke
hidu
pan
Pera
nan
kelu
arga
da
lam
ke
hidu
pan
Aga
r ke
luar
ga
sem
akin
m
enya
dari
pent
ingn
ya
pera
nan
mas
ing-
mas
ing
angg
ota
kelu
arga
pa
da
pertu
mbu
han
dan
pe
rkem
bang
an
hidu
p pr
ibad
i la
inny
a da
lam
ke
hidu
pan
di
duni
a za
man
in
i.
- M
enja
lin
kerja
sam
a de
ngan
ci
nta
kasi
h A
llah
- A
jara
n ge
reja
ya
ng
sela
lu
dipe
rbah
arui
-
Kel
uarg
a se
baga
i sa
lah
satu
te
mpa
t pe
men
uhan
re
ncan
a A
llah
- In
form
asi
- Sh
arin
g pe
ngal
aman
-
Pend
alam
an
cerit
a -
Tany
a ja
wab
-
Ref
leks
i pr
ibad
i -
Pene
guha
n -
Ber
nyan
yi
- B
uku
Puji
Syuk
ur
- Te
ks
KS
Kej
. 1:2
8 -
Teks
ce
rita
“mak
sud
baik
kah”
-
Alk
itab
- M
usik
in
stru
men
- Le
mba
ga A
lkita
b In
done
sia.
Jak
arta
20
06
- B
ahan
-bah
an
skrip
si
- C
erita
yan
g pa
tut
dipe
rhat
ikan
sa
rana
pe
mba
ngun
si
kap.
(1
994)
. Ja
karta
: K
omis
i K
atek
etik
KW
I.
5.
Ikut
se
rta
dala
m
peng
emba
ngan
m
asya
raka
t.
Kel
uarg
a da
lam
m
asya
raka
t
Aga
r ke
luar
ga
sem
akin
m
enya
dari
pent
ingn
ya
pem
bina
an
bagi
an
ggot
a ke
luar
gany
a de
mi
terw
ujud
nya
Ker
ajaa
n A
llah
dala
m
mas
yara
kat.
- K
elua
rga
dala
m
mas
yara
kat.
- Tu
gas
dan
Tang
gung
jaw
ab
kelu
arga
da
lam
m
asya
raka
t
- In
form
asi
- Ta
nya
jaw
ab
- D
isku
si
kelo
mpo
k -
Pene
guha
n -
Ref
leks
i pr
ibad
i -
bern
yany
i
- B
uku
PS
- A
lkita
b -
Teks
ce
rita
“kes
adar
an
yang
m
embe
bas-
ka
n”
- Te
ks
perta
nyaa
n
- Te
ks
KS
Rm
. 12
:12-
21
- Y
ohan
es
Paul
us
II.
(199
3).
Fam
iliar
is
Con
sort
io.
(R.
Har
daw
iryan
a,
Pene
rjem
ah).
Jaka
rta:
Dok
pen
KW
I (D
okum
en
asli
dite
rbitk
an
tahu
n 19
81).
- Le
mba
ga A
lkita
b In
done
sia
2006
. -
130
6.
B
erpe
rans
erta
da
lam
ke
hidu
apan
da
n m
isi
Ger
eja
Kel
uarg
a se
baga
i da
sar
pew
ujud
an
nila
i-nila
i K
eraj
aan
Alla
h.
Aga
r se
tiap
kelu
arga
mam
pu
men
angg
api
pang
gila
nnya
se
baga
i an
ggot
a G
erej
a da
lam
m
ewuj
udka
n m
isi
Ger
eja
yakn
i m
emba
ngun
K
eraj
aan
Alla
h da
lam
ke
hidu
pann
ya.
- K
elua
rga
dala
m
mis
i Ger
eja
- K
elua
rga
seba
gai
pers
ekut
uan
berim
an
- K
elua
rga
seba
gai
pers
ekut
uan
dial
og
deng
an
Alla
h.
- K
elua
rga
seba
gai
jem
aat
dala
m
peng
abdi
an
kepa
da se
sam
a.
- In
form
asi
- Ta
nya
jaw
ab
- Sh
arin
g pe
ngal
aman
-
Pene
guha
n -
Ref
leks
i pr
ibad
i -
Ber
nyan
yi
- B
uku
Puji
Syuk
ur
- Te
ks
Kita
b Su
ci
Kis
. 4:
32-3
5 -
Mus
ik
inst
rum
en
- A
lkita
b
- Le
mba
ga A
lkita
b In
done
sia
2006
-
Yoh
anes
Pa
ulus
II.
(1
993)
. Fa
mili
aris
C
onso
rtio
. (R
. H
arda
wiry
ana,
Pe
nerje
mah
). Ja
karta
: D
okpe
n K
WI
(Dok
umen
as
li di
terb
itkan
ta
hun
1981
).
131
D. Salah Satu Contoh Satuan Persiapan
SATUAN PERSIAPAN PENDAMPINGAN KATEKESE
1. IDENTITAS PERTEMUAN
a. Tema : Orang tua diutus untuk mewartakan Injil
b. Judul pertemuan: Keluarga sebagai kaum awam dalam tugas pewartaan.
c. Tujuan : Membantu meningkatkan penghayatan iman orang tua
sebagai kaum awam, agar semakin terlibat aktif
mewartakan Injil dalam kehidupan sehari-hari.
d. Peserta : para orang tua di lingkungan St. Paulus Busur
e. Tempat : Ditentukan lingkungan yang bersangkutan
f. Hari/Tanggal : Disesuaikan dengan jadwal di lingkungan
g. Waktu : 90 Menit
h. Metode : Informasi, tanya jawab, sharing pengalaman, refleksi
pribadi, bernyanyi, pendalaman cerita dan peneguhan dari
pendamping.
i. Sarana : Buku Puji Syukur, teks KS Luk. 4:42-44, laptop/tape, teks
cerita “mewakili Kristus”
j. Materi : - Sejarah singkat dan pengertian evangelisasi
- Tujuan dan isi evangelisasi
- Bentuk-bentuk pelaksanaan dan manfaat evangelisasi
- Kaum awam sebagai pelaksana evangelisasi
k. Sumber bahan : Bahan skripsi bab II
132
2. PEMIKIRAN DASAR
Peranan keluarga sebagai Gereja kecil sangat besar bagi perkembangan dan
pembangunan nilai-nilai Kerajaan Allah. Sebab keluarga merupakan dasar dan
awal bagi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian manusia. Dalam keluarga,
yang memiliki peranan penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anggota
keluarganya adalah orang tua. Untuk itu orang tua diharapkan memiliki cintakasih
dalam membimbing, mengarahkan dan mendidik anggota keluarganya. Melalui
pertemuan dengan tema “orang tua diutus untuk berevangelisasi” orang tua diajak
untuk menyadari tugas dan peranannya sebagai pendidik pertama dan utama
dalam keluarga. Kunci keberhasilan pewartaan Injil dalam keluarga adalah
komunikasi dan kerjasama dari semua pihak. Dengan komunikasi dan kerjasama
yang baik akan memperlancar proses pewartaan.
Injil Lukas 4:42-44 menggambarkan perjalanan Yesus dalam pewartaanNya
yang tidak kenal lelah. Yesus menyadari perananNya sebagai Anak Allah untuk
memberitakan Injil kepada semua orang yang dijumpaiNya. Yesus sebagai
seorang Pewarta Sejati memiliki ciri-ciri siap meninggalkan segala kepentingan
pribadi demi orang lain, menjawab panggilan untuk mewartakan dengan sepenuh
hati dan bertanggungjawab, tidak mengeluh, rela berkorban, melayani dengan
sepenuh hati, mencintai tanpa batas, dan selalu bersemangat menyuarakan kabar
gembira bagi semua orang. Bertolak dari teladan Yesus, keluarga sebagai kaum
awam diharapkan memiliki kesadaran dan kerelaan hati menerima warta gembira
dan menyebarkannya bagi sesama terutama pada anggota keluarganya. Dengan
meneladani sikap-sikap Yesus, orang tua mampu memancarkan kasih Allah yang
133
tanpa batas pada anggota keluarganya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena
itu dalam pertemuan ini akan dibahas mengenai pokok-pokok evangelisasi
kaitannya dengan kaum awam sebagai anggota Gereja yang juga mendapat tugas
mewartakan Injil. Dengan demikian pewartaan Injil senantiasa hidup dan
dihidupkan oleh seluruh umat beriman terutama keluarga-keluarga Kristiani.
Melalui pertemuan ini, kita berharap agar peserta semakin mampu
meneladani sikap Yesus dan meneruskan pewartaanNya sebagai Pewarta Sejati.
Dengan demikian peserta semakin mampu menghayati iman di tengah
keluarganya masing-masing dan menyadari tugas perutusannya dengan
mengambil bagian dalam mewartakan Injil. Dengan meneladani sikap Yesus
sebagai Pewarta Sejati maka akan terciptalah kehidupan keluarga yang harmonis,
suasana penuh kekeluargaan dan keakraban, komunikasi yang baik antar anggota
keluarga, saling mencintai dan mengasihi, saling melayani, rela berkorban demi
kebahagiaan anggota keluarga dan selalu bersemangat mewartakan kabar gembira
pada semua orang tanpa padang bulu. Pada akhirnya semua anggota keluarga
mampu mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah dalam seluruh aspek
kehidupannya dengan bebas.
3. PENGEMBANGAN LANGKAH-LANGKAH
a. Pembuka
1) Pengantar
Bapak ibu yang terkasih dalam Yesus Kristus, kita dapat berkumpul di
tempat ini sebagai satu keluarga berkat rahmat kasihNya. Dalam pertemuan ini
134
kita memaknai hidup beriman kita dan secara bersama menyadari panggilan dan
hidup kita dalam tugas pewartaan Injil dengan meneladani Sang Pewarta Sejati,
Yesus Kristus. Sebagai orang tua yang memiliki peranan penting dalam
perkembangan iman anggota keluarga terutama pendidikan iman anak-anak, kita
diharapkan sungguh menyadari dan menghayati tugas perutusan kita dalam
keluarga masing-masing. Dengan demikian kita akan semakin mampu mengantar
mereka untuk mengahayati imannya, sehingga mereka mampu menanggapi
perutusan dengan memperjuangkan nilai-nilai Kerajaan Allah dalam
kehidupannya. Terkadang kita bersikap acuh tak acuh terhadap tugas mewartakan
Injil dan menganggap itu sebagai tugas para pastor, suster ataupun katekis. Maka
melalui pertemuan ini kita kita berharap agar kita semakin sadar dalam menjawab
panggilanNya untuk mewartakan Injil dalam kehidupan konkrit, sehingga
Kerajaan Allah semakin nyata dalam hidup kita. Oleh karena itu, baiklah sekarang
kita memulai pertemuan kita dengan lagu pembukaan.
2) Lagu pembuka PS no. 691 (Yesus diutus Bapa)
3) Doa pembuka
Allah Bapa yang maha baik, kami bersyukur dan berterima kasih atas rahmat
yang telah Engkau limpahkan pada kami hingga saat ini. Kami juga mengucap
syukur karena pada kesempatan ini kami Kau kumpulkan sebagai satu ikatan
persaudaraan dalam namaMu. Pada kesempatan ini pula kami secara bersama-
sama hendak menggali pengalaman iman kami dan merefleksikan sejauhmana
kami telah menghayati panggilan hidup kami sebagai pewarta di tengah keluarga
kami masing-masing. Sudilah kiranya Engkau senantiasa menyertai dan
135
mendampingi kami selama proses pertemuan ini dan membuka hati serta pikiran
kami dalam menerima SabdaMu, agar kami semakin menyadari tugas perutusan
kami sebagai pewarta Injil, sehingga dapat memajukan dan memperkembangkan
hidup beriman kami dan orang lain. Biarlah seluruh proses pertemuan ini kami
serahkan demi kemuliaan namaMu, kini dan sepanjang masa. Amin.
b. Langkah I: Pengungkapan pengalaman hidup peserta
1) Pendamping membagikan teks cerita “mewakili Kristus” pada peserta
dan memberi kesempatan pada peserta untuk membaca secara sendiri-
sendiri terlebih dahulu (teks cerita terlampir).
2) Pendamping meminta salah satu peserta untuk menceritakan kembali
dengan singkat tentang isi pokok dari cerita tersebut.
3) Pengungkapan pengalaman: peserta diajak untuk mendalami cerita
tersebut dengan tuntunan pertanyaan sebagai berikut:
- Mengapa seorang duta dikatakan sebagai contoh utama untuk suatu
negara?
- Bagaimana pengalaman bapak ibu dalam memberikan contoh hidup
yang baik pada anak-anak? Ceritakanlah pengalaman bapak ibu!
4) Rangkuman
Cerita yang berjudul “mewakili Kristus” merupakan suatu contoh kehidupan
dalam suatu negara yang memilih seorang duta untuk mewakili negaranya. Duta
ini adalah contoh utama untuk negaranya, maka sebagai seorang yang dipercaya
136
menjadi contoh untuk negaranya pada negara-negara lain, seorang duta tentunya
memiliki sikap dan teladan hidup yang baik, sehingga pantas untuk diteladani.
Begitu pula pengalaman kita dalam keluarga masing-masing. Seringkali kita
tidak menyadari bahwa hal-hal kecil yang kita lakukan seperti memberi teladan
untuk selalu berdoa sebelum dan sesudah makan; sebelum dan sesudah tidur;
membaca Kitab Suci dan memaknainya bersama; mencintai dan melayani anggota
keluarga kita dengan sepenuh hati, bersikap adil dan penuh perhatian terhadap
anggota keluarga merupakan suatu pewartaan. Pengalaman cinta dalam keluarga
akan menumbuhkan kesadaran pada kita dan anggota keluarga untuk mewujudkan
nilai-nilai Kerajaan Allah dalam hidup kita. Kita disadarkan akan tugas perutusan
kita di tengah keluarga untuk selalu mewartakan Injil dalam kehidupan kita.
c. Langkah II: Refleksi kritis terhadap pengalaman faktual
1) Peserta diajak untuk merefleksikan sharing pengalaman dengan bantuan
pertanyaan sebagai berikut:
- Usaha apa yang telah bapak ibu lakukan dalam menanggapi perutusan
untuk mewartakan Injil dalam kehidupan keluarga? Mengapa
dilakukan?
2) Pendamping memberikan penegasan atas jawaban peserta dengan
rangkuman singkat.
Keluarga Katolik merupakan Gereja rumahtangga yang telah dipanggil
Allah untuk mewartakan Injil dalam kehidupannya. Sebagai Gereja rumahtangga
keluarga memiliki tugas yang sama dengan Gereja yakni menjadi tempat yang
137
nyaman bagi anggota keluarganya dan orang lain yang berkunjung. Seorang
pewarta yang baik seharusnya mampu mengarahkan dan mengantar anggota
keluarganya pada sikap-sikap yang baik dan berguna bagi perkembangan iman
dan kepribadiannya kelak di tengah masyarakat. Oleh karena itu, penting sekali
orang tua sebagai pendidik iman dalam keluarga menyadari tugas dan fungsinya
sebagai pewarta yang meneladani Pewarta Sejati Yesus Kristus. Dalam
mewartakan cinta kasih hendaknya orang tua memberikan teladan dengan
mencintai anggota keluarga sepenuh hati, sehingga cinta kasih Allah menjadi
nyata dalam sikap dan perbuatannya. Dengan demikian cahaya kasihNya
senantiasa hidup di tengah kebersamaan kita bersama keluarga dan masyarakat
kita.
d. Langkah III: Mengusahakan supaya tradisi dan visi Kristiani lebih
terjangkau
1) Pendamping membagikan teks KS dari Injil Luk. 4:42-44 kepada peserta.
2) Pendamping meminta kesediaan salah seorang peserta untuk
membacakan teks tersebut.
3) Peserta diberi kesempatan untuk merenungkan dan secara sendiri-sendiri
membaca ulang dalam hati teks tersebut dalam suasana hening.
4) Peserta diberi kesempatan untuk menanggapi teks tersebut dengan
bantuan pertanyaan sbb:
- Makna apa yang mau disampaikan teks tersebut kepada kita?
138
5) Pendamping memberikan penegasan
Ayat 42 menggambarkan perjalanan Yesus dalam mewartakan Injil yang
tidak mengenal cuaca. Di tengah perjalananNya banyak orang yang menawarkan
kenikmatan dan kebahagiaan padaNya dengan berusaha menahanNya, tapi Ia
tidak mempedulikan semua itu. Hal ini menunjukkan pada kita bahwa Yesus tidak
mau terikat terhadap apapun yang dapat menghambatNya untuk mewartakan
kabar gembira, karena bagiNya kebahagiaan sejati adalah dapat melihat orang lain
bahagia. Ayat 43-44 menggambarkan bahwa pewartaan Yesus bukan hanya pada
suatu tempat tertentu saja, melainkan ke seluruh penjuru dunia karena untuk itulah
Ia di utus yakni untuk semua orang.
Yesus Kristus adalah pewarta Injil sekaligus pelaksana untuk mencapai
Kerajaan Allah. Oleh karena itu pewartaan Injil menjadi prioritas utama dari tugas
perutusan Gereja. Mewartakan Injil berarti mewartakan kabar gembira kepada
semua orang tanpa mengenal suku, budaya, warna kulit ataupun bahasa. Harapan
dari pewartaan ini adalah agar orang yang menerimannya mengalami dan
merasakan kegembiraan dalam hidupnya. Dengan demikian iapun mampu
mewartakannya bagi orang lain dan seterusnya. Kabar baik yang diwartakan
adalah cinta kasih, pengampunan, pelayanan, perdamaian, persaudaraan, sukacita
dan keadilan. Pewartaan Injil dapat dilaksanakan di mana saja dan keluarga adalah
salah satu tempat untuk mewartakan Injil. Pewartaan kabar baik ini ditujukan
kepada seluruh tingkat kemanusiaan dengan berusaha mengubah manusia dari
dalam dan membuatnya menjadi baru melalui pengaruh Injil tersebut. Di sinilah
peranan keluarga sebagai utusan Allah sangat berperanan yakni dalam
139
mendampingi, membimbing dan mendidik anak-anak dan anggota keluarganya
yang lain.
Anak-anak yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan dari kecil
hingga dewasa dapat dibina dan dididik oleh orang tua dengan
memperkembangkan kepribadiannya menjadi manusia baru yang beriman
mendalam dan penuh cinta kasih pada sesama. Kepribadian ini dapat terbentuk
bila ada yang memberi teladan secara konkrit baginya, dan yang amat
berpengaruh adalah orang tua. Pewartaan Injil melalui kesaksian dan teladan
hidup sangat relevan untuk kehidupan zaman sekarang karena kebanyakan orang
lebih tergerak melihat sesuatu yang nyata di hadapannya.
e. Langkah IV: Interpretasi dialektis antara praksis dan visi peserta
dengan tradisi dan visi Kristiani
Bapak ibu yang terkasih dalam Kristus, di awal pembicaraan, kita telah
menemukan sikap-sikap yang dibuat Yesus dalam penghayatanNya sebagai
Pewarta Sejati. Sikap dan teladan Yesus tersebut dapat kita terapkan dalam situasi
konkrit kehidupan kita di tengah keluarga dalam menghayati peran sebagai orang
tua yang bertanggungjawab dalam pembinaan dan pendidikan iman anggota
keluarga kita. Sebagai orang tua yang bertanggungjawab kita terpanggil untuk
meneladan sikap-sikap yang diperjuangkan Yesus dalam hidup kita. Meskipun
dalam perjalanan hidup seringkali kita merasa tidak mampu melakukan hal baik
pada anggota keluarga kita karena kesibukan dalam bekerja. Namun perlu kita
sadari bahwa dalam kesibukan bekerjapun kita dapat mewartakan Injil dengan
140
menghayati pekerjaan yang kita jalani sebagai suatu anugerah dariNya. Melalui
pertemuan ini, Allah menyadarkan kembali panggilan kita sebagai orang tua untuk
mewartakan Injil dalam kehidupan dengan selalu mendasarkan hidup pada Sang
Pewarta Sejati, Yesus Kristus.
Sebagai bahan refleksi kita untuk semakin menyadari dan menghayati
panggilan kita sebagai pewarta Injil dalam keluarga yang diutus Allah untuk
meneruskan pewartaanNya dengan selalu mendasarkan pada kehendakNya. Maka
marilah kita merenungkan pertanyaan berikut ini.
1) Apakah bapak ibu semakin disadarkan dan diteguhkan dalam panggilan
sebagai pewarta Injil ?
2) Sikap-sikap manakah yang bisa kita perjuangkan agar dapat semakin
menghayati panggilan kita sebagai pewarta Injil sesuai dengan teladan
Sang Pewarta Sejati, Yesus Kristus?
Peserta diberi kesempatan untuk merenungkan pesan Injil dengan situasi
konkrit mereka sejenak secara sendiri-sendiri dengan diiringi musik instrumen
(stay with me) berdasarkan panduan pertanyaan di atas. Setelah itu peserta diberi
kesempatan untuk mengungkapkan buah-buah permenungannya secara singkat.
f. Langkah V: Keterlibatan baru demi makin terwujudnya Kerajaan
Allah di dunia
Bapak ibu yang terkasih dalam Yesus Kristus, setelah di awal pertemuan
kita bersama-sama menggali pengalaman kita mewartakan Injil di tengah keluarga
melalui cerita yang mengisahkan tentang seorang wakil dari sebuah negara yakni
141
duta. Duta ini adalah orang yang dipercaya menjadi contoh negaranya untuk
negara-negara lain. Kita diajak pula untuk belajar dari pengalaman iman Lukas
dalam Injilnya, sehingga kita semakin mengenal Yesus Sang Pewarta Sejati. Ia
adalah Pewarta yang tidak mengenal lelah dalam mewartakan kabar gembira, rela
berkorban, melayani dengan sepenuh hati dan peduli terhadap kebahagiaan orang
lain.
Akhirnya pengalaman kita mewartakan Injil di tengah keluarga diterangi
dengan Terang Yesus sebagai Pewarta Sejati, sehingga kita mendapat wawasan
dan pandangan baru dalam tugas perutusan kita. Kita memperoleh semangat baru
untuk memperjuangkan nilai-nilai Kerajaan Allah dalam kehidupan kita dan
harapan-harapan baru untuk meneruskan pewartaan Injil dalam seluruh aspek
kehidupan kita dengan sepenuh hati. Hendaknya kita menyadari bahwa Allah
senantiasa menyertai dan membimbing hidup kita dalam menanggapi seluruh
perjalanan panggilan kita, bahkan saat kita menghadapi tantangan-tantangan
dalam pewartaan. Untuk itu, sekarang marilah kita membangun rencana konkrit
dalam hati kita masing-masing untuk dilaksanakan dalam hidup selanjutnya
dengan bantuan pertanyaan sbb:
- Apa yang hendak anda lakukan untuk mewujudkan rencana konkrit anda dalam
mewartakan Injil?
Peserta diberi kesempatan hening sejenak memikirkan rencananya ke depan.
Setelah itu peserta diajak untuk merumuskan rencana konkrit bersama.
142
g. Doa permohonan: Untuk memperteguh rencana tersebut, peserta diajak untuk
memanjatkan doa-doa permohonan yang diawali oleh pendamping dan ditutup
dengan doa Bapa Kami.
h. Lagu penutup: PS no. 695 (Aku dengar bisikan suaraMu)
i. Penutup
Doa penutup
Allah Bapa yang mahabaik, kami mengucap syukur atas rahmat kasih dan
penyertaanMu bagi kami dalam pertemuan ini. Semoga melalui pertemuan ini,
Engkau semakin meneguhkan iman dan menyadarkan kami akan pentingnya tugas
kami sebagai orang tua untuk melanjutkan pewartaan Injil dalam kehidupan
keluarga. Bantulah kami ya Bapa agar kami semakin mampu menghayati dan
mewujudkan KerajaanMu dalam kehidupan kami selanjutnya. Demi Yesus
Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin.
BAB V
PENUTUP
Pada bagian akhir penulisan ini, penulis akan menyampaikan kesimpulan
dari keseluruhan skripsi ini. Penulis juga akan menyampaikan saran yang dapat
membantu kaum awam, khusunya kaum awam di wilayah Busur dalam
meningkatkan keterlibatan mereka dalam evangelisasi.
A. Kesimpulan
Evangelisasi merupakan kegiatan mewartakan Injil atau menyampaikan
Kabar Baik pada seluruh umat manusia, baik anak-anak, remaja/kaum muda,
dewasa maupun orang tua; Katolik atau non Katolik; kaya maupun miskin.
Dengan harapan melalui pengaruh Injil tersebut umat manusia akan mengalami
perubahan dan perkembangan dalam hidupnya. perubahan yang dimaksud adalah
perubahan pada sikap, tindakan, pola pikir dan cara pandang mereka terhadap
hidup. Dengan perubahan ini, akan mengarahkan mereka pada sikap tobat dan
selalu mengandalkan Allah dalam hidupnya. Dengan demikian mereka dapat
memiliki hati yang terbuka untuk menerima dan meresapkan nilai-nilai Injil dalam
hatinya serta menghayati dalam kehidupannya dengan mewujudnyatakan dalam
tindakan konkrit, sehingga merekapun semakin mampu selalu mensyukuri hidup.
Dengan demikian merekapun akan selalu memperjuangkan nilai-nilai
Kerajaan Allah dalam hidupnya yakni kerajaan keadilan, cintakasih, kedamaian,
144
kerukunan dan persaudaraan satu dengan yang lainnya, sehingga mereka semakin
siap dan mantap memberikan kesaksian tentang Allah dan setia menjalaninya.
Penerapan cinta kasih Allah dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari di
tengah keluarga, lingkungan/masyarakat, Gereja, di tempat kerja dan di manapun
berada. Selain itu, pewartaan Injil melalui tindakan yang dilakukan perlu
diimbangi dengan kata-kata yang dapat meneguhkan orang-orang yang dijumpai,
sehingga mereka senantiasa memperoleh kesejukan dan keteguhan dalam
imannya.
Perlu disadari bahwa pewartaan Injil di tengah dunia tidak terlepas dari
tantangan, baik yang bersifat membangun atau memotivasi maupun yang
menghambat. Oleh sebab itu, perlunya kesadaran kaum awam agar selalu siap
menghadapi berbagai tantangan yang ada dengan tetap mengandalkan Allah dan
meletakkan segala pekerjaannya pada kehendak Allah.
Keterlibatan kaum awam dalam evangelisasi zaman sekarang sangat
diharapkan karena kaum awam merupakan anggota Gereja yang telah dipanggil
dan diutus oleh Allah untuk mewartakan Injil dalam kehidupannya di tengah
dunia. Mereka telah digabungkan dengan Kristus dalam permandian/pembaptisan
dan dilantik sebagai Umat Allah. Sebagai umat Allah, kaum awam memiliki tugas
dan tanggungjawab yang sama seperti Gereja untuk mewartakan Injil dalam
kehidupannya di dunia. Sebab secara istimewa mereka ditempatkan di tengah
dunia untuk mmenyelamatkan sesama dan menata dunia sesuai kehendak Allah
serta memanfaatkan kekayaan alam secara merata demi kesejahteraan bersama.
145
Sebagai kaum beriman kaum awam perlu memusatkan hidupnya pada Yesus
Kristus dengan membangun relasi yang akrab dengan Allah melalui sesama.
Dengan demikian keterlibatan kaum awam dalam evangelisasi dapat membantu
umat manusia seutuhnya untuk mengalami dan menikmati cintakasih Allah.
Melihat pentingnya peranan keluarga dalam pewartaan Injil, maka penulis
merasa pentingnya membangun kesadaran dalam diri setiap keluarga Katolik
melalui katekese keluarga untuk meningkatkan keterlibatan mereka dalam
mewartakan Injil yang dapat dimulai dari dalam keluarganya masing-masing
terlebih dahulu kemudian melanjutkan dalam kehidupan sosialnya. Dengan
demikian keluarga Kristiani diharapkan sungguh-sungguh menghayati tugas dan
panggilan dirinya dengan mengambil bagian dalam karyaNya untuk
menyelamatkan manusia. Katekese keluarga ini penulis pilih, mengingat keluarga
merupakan tonggak pertama dan utama dalam perkembangan kepribadian
manusia, sehingga perlu suatu pembinaan bagi para orang tua agar semakin
memiliki kesadaran akan tanggungjawabnya membina, membimbing dan
mendidik anggota keluarganya menjadi manusia yang utuh dalam hidup
berimannya. Dengan demikian, keluarga Kristiani mampu mengambil bagian
dalam tugas perutusannya untuk mewartakan Injil dalam kehidupan keluarganya
yang juga akan berdampak positif bagi kehidupan bermasyarakat, menggereja,
berbangsa dan bernegara.
146
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis menyampaikan saran yang dapat
membantu meningkatkan keterlibatan kaum awam di wilayah Busur paroki
Kristus Raja Barong Tongkok dalam mewartakan Injil. Adapun saran tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Paroki perlu membantu kaum awam untuk semakin terlibat aktif dalam
mewartakan Injil dalam hidupnya sehari-hari dengan membangun kesadaran
dalam diri mereka. Kesadaran tersebut dapat dilakukan melalui kegiatan
seminar dengan melibatkan para pengurus lingkungan sebagai pesertanya dan
mengangkat tema tentang “evangelisasi”. Melalui pertemuan ini diharapkan
peserta memperoleh informasi yang tepat akan makna evangelisasi.
2. Paroki juga perlu mengupayakan kegiatan yang dapat membangun kesadaran
dan meningkatkan penghayatan iman keluarga akan peranannya dalam
pewartaan Injil dengan mengadakan rekoleksi keluarga.
3. Pengurus Lingkungan mengadakan pertemuan katekese secara rutin, sekali
sebulan dan mengundang para orang tua sebagai pesertanya. Diharapkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh melalui seminar paroki dapat dibagikan pada umat
di Lingkungannya masing-masing, sehingga umat dapat meneruskannya dalam
hidup sehari-hari terutama dalam keluarga.
4. Pertemuan katekese khususnya di wilayah Busur dapat dilakukan sekali
seminggu dengan pesertanya adalah orang tua dengan mengangkat tema
tentang pewartaan Injil untuk membantu kaum awam semakin menyadari tugas
perutusannya di tengah dunia untuk mewartakan Injil.
147
5. Bagi keluarga-keluarga katolik: diharapkan agar keluarga-keluarga katolik
khusunya di wilayah Busur sungguh-sungguh menghayati iman di tengah
keluarganya melalui katekese dalam keluarga dengan mengambil bagian dalam
tugas pewartaan Injil, sehingga Kerajaan Allah semakin nyata dalam sikap dan
tindakannya.
6. Bagi orang tua: sebagai pembina dan pendidik utama dalam keluarga
diharapkan kesadarannya sebagai kaum awam yang telah dipanggil dan diutus
untuk mewartakan Injil di tengah dunia supaya semakin meningkatkan
penghayatan dan peresapan nilai-nilai Injil dalam hidupnya melalui kesaksian
hidup konkretnya sehari-hari.
148
DAFTAR PUSTAKA
Abraham, Rubin Adi. (2006). Harta: Berkat atau Bencana?. Yogyakarta: ANDI. Azwar, Saifuddin. (1997). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Darminta, J. (1997). Gereja, Dialog dan Kemartiran. Yogyakarta: Kanisius. Dienne & Karris Robert. (2002). Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. (A.S
Hadiwiyata, Penerjemah). Yogyakarta: Kanisius. Evely, Louis. (1978). Semangat Awam. (F. Heselaars, Penerjemah). Yogyakarta:
Kanisius. FABC I. (1974). Pewartaan Injil di Asia Zaman Sekarang. Taipei, Taiwan. Groome, Thomas H. (1997). Shared Christian Praxis: Suatu Model Berkatekese
(F.X. Heryatno Wono Wulung, Penyadur). Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Kateketik Puskat. (Buku asli diterbitkan tahun 1991).
http://id.wikipedia.org/wiki/Hedonisme. http://www.wikimu.com/news/displaynews.aspx?id=8454. Usman, Husaini & Purnomo Setiady Akbar. (2008). Metodologi Penelitian Sosial.
Jakarta: Bumi Aksara. Keuskupan Agung Samarinda. (2005). Pedoman Dewan Pastoral Stasi.
Samarinda: KAS. Kirchberger, Georg. (2004). Misi Evangelisasi Penghayatan Iman. Maumere:
Ledalero. Konsili Vatikan II. (1993). Dokumen Konsili Vatikan II. (R. Hardawiryana,
Penerjemah). Jakarta: Obor. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1966). _____. (1993). Konstitusi Dogmatis “Lumen Gentium” tentang Gereja. (R.
Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: Obor (Dokumen asli diterbitkan tahun 1964).
_____. (1993). Konstitusi Dogmatis “Dei Verbum” tentang Wahyu Ilahi. (R. Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: Obor (dokumen asli diterbitkan tahun 1965).
_____. (1993). Konstitusi Pastoral “Gaudium Et Spes” tentang Gereja dalam Dunia Modern. (R. Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: Obor (Dokumen asli diterbitkan tahun 1965).
_____. (2006). Apostolicam Actuositatem. (R. Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: Dokpen KWI.
Konferensi Waligereja Indonesia. (1996). Iman Katolik: Buku Informasi dan Referensi. Yogyakarta: Kanisius.
_____. (2006). Kitab Hukum Kanonik. Jakarta: KWI. _____. (2009). Kompendium Katekismus Gereja Katolik. (Harry Susanto,
Penerjemah). Yogyakarta: Kanisius. Lalu, Yosep. (2007). Katekese Umat. Jakarta: Komkat KWI. Lembaga Alkitab Indonesia. (2006). Alkitab, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
dalam terjemahan baru yang dilakukan oleh LAI, dikutip dari Alkitab Deuterokanonika. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia.
149
Martasudjita, E. (2005). Semangat Misioner. Yogyakarta: Kanisius. Meo, Ansel & Kons Beo. (2002). Memahami Awam dan Kerasulannya. Flores,
NTT: Nusa Indah. Mihalic, Frank. (2008). 1500 Cerita Bermakna: untuk Renungan, Kotbah dan
Ceramah Anda. (F. Rudijanto, Penerjemah). Jakarta: Obor. (Diterjemahkan dari Buku Berjudul 1000 Stories You Can Use tahun 1989).
Paroki Kristus Raja Barong Tongkok. (2007). Buku Kenangan HUT Paroki “Kristus Raja” Barong Tongkok yang ke-70. (Matheus Wiyono, Pengumpul naskah). Barong Tongkok : Keuskupan Samarinda Kevikepan Mahakam Ulu.
Paulus VI. (2007). Evangelii Nuntiandi. (J. Hadiwikarta, Penerjemah). Jakarta: Dokpen KWI (Dokumen asli diterbitkan tahun 1975).
Sugiri, L. (1994). Misi Evangelisasi. Jakarta: Shekinah. Staf Dosen Program Studi IPPAK. (2006). Pedoman Penulisan Skripsi.
Yogyakarta: Prodi IPPAK-USD Telaumbanua, Marinus. (1999). Ilmu Kateketik: Hakikat, Metode, Peserta
Katekese Gerejawi. Jakarta: Obor. Tondowidjojo, John. (1990). Arah dan Dasar Kerasulan Awam. Yogyakarta:
Kanisius. Wahyu, Ms. (1989). Bimbingan Penulisan Skripsi. Bandung: Tarsito. Yohanes Paulus II. (1989). Para Anggota Awam Umat Beriman Kristus:
Christifideles Laici. (Marcel Beding, Penerjemah). Jakarta: Dokpen KWI (Dokumen asli diterbitkan tahun 1989).
_____. (1993). Familiaris Consortio. (R. Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: Dokpen KWI (Dokumen asli diterbitkan tahun 1981).
_____. (2008). Redemptoris Missio. (Frans Borgias dan Alfons S. Suhardi, Penerjemah). Jakarta: Dokpen KWI (Dokumen asli diterbitkan tahun 1990).
Lampiran 1 : Surat Ijin Prodi
(1)
(2)
Lampiran 2 : Surat Pernyataan telah Melaksanakan Penelitian
(3)
(3)
Lampiran 3: Daftar Pertanyaan Daftar pertanyaan wawancara terstruktur kepada kaum awam di wilayah Busur A. Gambaran keterlibatan kaum awam dalam evangelisasi 1. Apakah anda sudah akrab dengan istilah evangelisasi? 2. Apakah anda terlibat dalam evangelisasi? 3. Mengapa anda terlibat? Bagaimana perasaan anda ketika mewartakan Injil?
B. Mendalami bidang-bidang keterlibatan kaum awam dalam evangelisasi 4. Bagaimana pengalaman anda setelah terlibat dalam pewartaan Injil? 5. Bagaimana pendapat anda tentang kaum awam di wilayah Busur? 6. Menurut anda dalam bidang apa saja evangelisasi dapat dilaksanakan? 7. Dalam bidang apa saja anda terlibat dalam evangelisasi? Apa manfaatnya
bagi anda?
C. Mendalami faktor-faktor yang mendukung dan menghambat kaum awam dalam melaksanakan evangelisasi
8. Bagaimana tanggapan umat di wilayah Busur terhadap pewartaan Injil? Menurut anda mengapa umat tidak aktif dalam mewartakan Injil?
9. Bagaimana tanggapan anda sendiri terhadap pewartaan Injil? 10. Faktor apa saja yang mendukung anda dalam mewartakan Injil? Menurut
anda faktor apa saja yang mendukung umat dalam mewartakan Injil? 11. Apakah anda melihat ada hambatan bagi umat dalam melaksanakan
pewartaan Injil? Hambatan apa saja yang anda alami dalam mewartakan Injil? 12. Apakah nilai-nilai Injil mempunyai pengaruh positif di sini?
(5)
Lampiran 4: Transkrip Hasil Wawancara Hari/Tanggal : Jum’at, 18 Juni 2010 Responden 1: Pak Paulus Herman (Ketua lingkungan St. Christoporus Busur)
A. Untuk memperoleh gambaran keterlibatan kaum awam di wilayah
Busur dalam evangelisasi 1. Apakah anda sudah akrab dengan istilah pewartaan Injil?
Sudah, karena saya sebagai pengurus lingkungan terutama sebagai ketua lingkungan di sini saya cukup mengenal istilah tersebut. Umat belum terlalu akrab dengan istilah tersebut. Kegiatan pendalaman Kitab Suci kurang diminati umat, ada anak-anak tetapi mereka hanya jadi pendengar.
2. Apakah anda terlibat dalam mewartakan Injil? Ya saya terlibat tetapi dalam kegiatan-kegiatan gerejani saya kurang terlibat aktif hanya kadang-kadang saja. Bentuk keterlibatan saya dalam mewartakan Injil antara lain doa lingkungan, pendalaman Kitab Suci, doa rosario, terlibat dalam kegiatan yang ada di lingkungan/masyarakat seperti gotong royong, membantu orang yang terkena musibah (meninggal) dan membersihkan gereja bersama umat lingkungan.
3. Mengapa anda terlibat? Apakah anda senang ketika mewartakan Injil? Jika tidak terlibat, mengapa? Saya terlibat karena panggilan sebagai orang Katolik dan juga sebagai pengurus lingkungan. Saya merasa terpanggil untuk mewartakan Injil dalam hidup saya, sebab kekatolikan saya sejak kecil dan juga teladan dari orang tua menjadikan saya merasa terpanggil. Perasaan saya biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa saya rasakan sebab saya sudah terbiasa dari kecil terlibat dalam kegiatan-kegiatan gereja.
B. Untuk lebih mendalami bidang-bidang keterlibatan kaum awam dalam evangelisasi
4. Bagaimana pengalaman anda setelah terlibat dalam pewartaan Injil? Saya bangga bisa membawa umat terlibat dalam kegiatan-kegiatan seperti kerja bakti di gereja dan kegiatan-kegiatan lain di lingkungan. Kurang lebih 6 tahun berada di Busur ini saya selalu berusaha terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang ada. Saya merasa di manapun saya berada saya harus selalu masuk dalam setiap kegiatan di mana saya tinggal, baik dalam hal-hal yang rohani maupun dalam kehidupan masyarakat seperti gotong royong dan membantu warga yang meninggal.
5. Bagaimana pendapat Anda tentang kaum awam di wilayah Busur? Menurut saya umat di Busur ini kurang terlibat aktif dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan karena kesibukan mereka. Kesadaran umat untuk terlibat kurang. Para orang tua hanya mengirim anak-anaknya untuk ikut dalam kegiatan lingkungan seperti doa rosario, pendalaman Kitab Suci sebagai
(6)
perwakilan. Umat juga kurang kesadarannya dalam hal perwartaan Injil, mereka kurang menyadari dan acuh tak acuh terhadap pewartaan Injil serta kegiatan-kegiatan yang ada. Tidak ada semangat atau motivasi maupun keteladanan dari para orang tua untuk anak-anaknya dalam hal keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan yang ada.
6. Menurut Anda dalam bidang apa saja pewartaan Injil dapat dilaksanakan? Menurut saya pewartaan Injil itu tidak hanya mewartakan sabda Allah “Kitab Suci” saja. Pewartaan Injil dapat juga dilakukakan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam keluarga dengan memberikan teladan hidup berimannya dengan terlibat dalam kegiatan gotong royong di masyarakat.
7. Dalam bidang apa saja anda terlibat dalam pewartaan Injil? Apa manfaatnya bagi Anda? Saya terlibat dalam doa-doa lingkungan, gotong royong, membantu masyarakat yang terkena musibah dan juga kegiatan-kegiatan di gereja. Manfaat yang saya peroleh adalah bahwa iman saya semakin kuat dan diteguhkan.
C. untuk mendalami faktor-faktor yang mendukung dan menghambat kaum awam dalam melaksanakan evangelisasi
8. Bagaimana tanggapan umat di wilayah Busur terhadap pewartaan Injil? Menurut Anda mengapa umat tidak aktif dalam mewartakan Injil? Banyak umat yang berpandangan bahwa pewartaan Injil itu dilakukan oleh pastor, katekis atau guru agama, mereka kurang memahami makna evangelisasi yang sebenarnya. Umat tidak aktif karena kesibukan mereka bekerja sehari-hari sehingga tidak memiliki banyak waktu, kurangnya kesadaran mereka untuk terlibat aktif dan juga karena dari pihak pengurus kurang memberikan informasi bagi umat tentang kegiatan-kegiatan yang ada.
9. Bagaimana tanggapan Anda sendiri terhadap pewartaan Injil? Pewartaan Injil perlu diperjelas kepada umat mengenai pengertiannya agar umat menjadi paham akan maknanya. Menurut saya pewartaan Injil itu bukan hanya pewartaan sabda Allah (di Gereja) saja, tetapi juga pewartaan dalam teladan hidup sehari-hari.
10. Faktor apa saja yang mendukung Anda dalam melaksanakan pewartaan Injil? Menurut pengamatan Anda faktor apa saja yang mendukung umat dalam melaksanakan pewartaan Injil? Faktor yang mendukung saya dalam melaksanakan pewartaan Injil adalah keterlibatan beberapa umat yang aktif menjadi penyemangat bagi saya untuk mewartakan Injil. Faktor pendukung bagi umat adalah sosok pemimpin yang mau melayani dengan tulus.
11. Apakah Anda melihat ada hambatan bagi umat dalam melaksanakan pewartaan Injil? Hambatan apa saja yang Anda alami dalam mewartakan Injil? Hambatan yang dialami oleh umat antara lain karena kesibukannya bekerja sehingga tidak ada waktu bagi mereka. Hambatan bagi saya karena kurang terlibatnya umat setiap kali ada kegiatan sehingga melemahkan semangat saya serta kurang jelasnya makna pewartaan Injil itu sendiri bagi saya dan umat.
(7)
12. Apakah nilai-nilai Injil mempunyai pengaruh positif di sini? Nilai-nilai Injil tidak terlalu berpengaruh karena umat di wilayah Busur adalah umat campuran, 50% penduduk asli dan 50% pendatang. Penduduk asli adalah suku Tunjung sedangkan pendatang terdiri dari suku bahau dan penihing lebih mendominasi untuk pendatang.
Hari/Tanggal : Minggu, 20 Juni 2010 Responden 2: Pak Paulus Runtung (Ketua lingkungan St. Paulus Busur)
A. Untuk memperoleh gambaran tentang partisipasi kaum awam di
wilayah Busur dalam evangelisasi 1. Apakah Anda sudah akrab dengan istilah pewartaan Injil?
Sudah. Istilah tersebut sudah cukup saya kenal semenjak saya kecil hingga saat ini karena orang tua saya adalah orang Katolik yang menanamkan dalam diri saya tentang ajaran agama. Ajaran agama menjadi ajaran yang pokok ditanamkan di sekolah dan dalam keluarga.
2. Apakah Anda terlibat dalam mewartakan Injil? Ya, sejak kecil saya sudah ditanamkan tentang pewartaan Injil dan diberi teladan dari orang tua sehingga pewartaan Injil bagi saya sesuatu yang harus saya lakukan. Saya memiliki kerinduan yang mendalam bila tidak mewartakan, saya merasa ada sesuatu yang kurang dalam hidup saya.
3. Mengapa Anda terlibat? Saya terlibat karena pengalaman hidup diselamatkan oleh Allah. Pada “suatu peristiwa di tengah laut kapal kami mengalami kebakaran, saya berdoa dan mengarahkan diri pada Tuhan, sehingga pada akhirnya kami selamat. Pengalaman hidup diselamatkan berkat doa membuat saya semakin rindu untuk mewartakan Injil. Sumber kekuatan dan keselamatan dalam hidup saya adalah doa. Saya sangat senang ketika mewartakan Injil, saya merasa bangga dapat membawa umat.
B. Untuk lebih mendalami bidang-bidang keterlibatan kaum awam dalam evangelisasi
4. Bagaimana pengalaman Anda setelah terlibat dalam pewartaan Injil? Dari pengalaman keterllibatan saya banyak hal baik yang saya dapatkan dalam hidup saya, mulai dari keselamatan dalam mengarungi perjalanan dan juga di dunia kerja terbebas dari tuduhan palsu membuat saya semakin yakin akan kekuatan doa dalam hidup saya. Saya terlibat sejak saya masih muda. Saya aktif dalam mudika hingga saya berkeluarga saya menjadi ketua umat dan sekarang saya menjadi ketua lingkungan.
5. Bagaimana pendapat anda tentang kaum awam di wilayah Busur? Kaum awam di wilayah Busur ini campuran sukunya tapi lebih dominan suku asli yakni suku Tunjung. Mereka cukup rajin ke gereja pada hari minggu namun dalam kegiatan lingkungan kurang terlibat bila tidak ditemani. Umat cenderung banyak menunggu (pasif). sebenarnya mereka mau terlibat tetapi
(8)
harus ada yang memotivasi atau mendorong mereka misalnya dalam doa lingkungan mereka harus ditelpon dan dihubungi baru mereka datang atau pada saat membersihkan gereja mereka harus ditemani. Di wilayah Busur ini suku Tunjung sebagai penduduk asli sedangkan suku Benuaq, Toraja dan jawa adalah pendatang. Dalam hal ke gereja mereka sangat rajin tetapi dalam hal gotong royong atau doa lingkungan mereka harus “dibakar” semangatnya. Intinya mereka harus ditemani dalam menjalankan kegiatan.
6. Menurut Anda dalam bidang apa saja pewartaan Injil dapat dilaksanakan? Pewartaan Injil dapat dilakukan dalam pengalaman hidup. Harus meneliti/mendekati dengan mengunjungi keluarga-keluarga supaya dapat mengetahui kebutuhan umat, mendekati mereka lalu memenuhi kebutuhan tersebut dan berkerjasama dengan mereka. Intinya pewartaan Injil itu dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
7. Dalam bidang apa saja Anda terlibat di dalam pewartaan Injil? Apa manfaatnya bagi Anda? Keterlibatan saya dalam bidang kehidupan sehari-hari dan dalam masyarakat. Gereja dan keluarga mencakup juga dalam pekerjaan saya. Keinginan untuk mewartakan Injil merupakan suatu kerinduan yang sangat mendalam karena terasa ada ada yang kurang bila tidak ke gereja
C. Untuk mendalami faktor-faktor yang mendukung dan menghambat kaum awam dalam melaksanakan evangelisasi
8. Bagaimana tanggapan umat di wilayah Busur terhadap pewartaan Injil? Menurut Anda mengapa umat tidak aktif dalam mewartakan Injil? Prinsipnya umat tidak menolak tetapi mereka masih lemah dalam menanggapinya. Mereka masih perlu diberi pemahaman dan dibakar semangatnya sebab mereka menerima agama hanya “suam-suam kuku”, intinya mereka masih perlu dibimbing. Kurang ada penegasan pada awal pengajaran sehingga mereka kurang berani bertindak. Pengajaran tentang pewartaan Injil lemah/tidak ada penegasan dari awal sehingga umat kurang paham mengenai pewartaan Injil itu sendiri. Umat tidak aktif karena kesibukan pribadi (kerja) dan juga karena tidak ada yang mendorong atau memberi semangat bagi mereka.
9. Bagaimana tanggapan Anda sendiri terhadap pewartaan Injil? Menurut saya pewartaan Injil adalah segala sesuatu yang dilakukan demi untuk mensejahterakan orang lain lebih-lebih untuk diri sendiri yang direstui oleh Allah dan tujuannya pada Allah.
10. Faktor apa saja yang mendukung Anda dalam melaksanakan pewartaan Injil? Menurut pengamatan Anda faktor apa saja yang mendukung umat dalam melaksanakan pewartaan Injil? Faktor pendukung pertama-tama dari keluarga karena sejak kecil pengajaran agama sudah tertanam dalam diri saya bahwa yang patut di sembah dan dipuji adalah Allah. Hal ini sudah ditanamkan oleh orang tua dan juga guru agama di sekolah. Rasa tanggungjawab dalam diri sendiri sehingga merasa bersalah bila tidak melaksanakan yang terbaik buat orang lain. Dorongan dari keluarga terutama paman yang secara tidak langsung memberi dorongan pada kami
(9)
anggota keluarga. Teladan hidup dari kakek dan nenek sebagai pemangku adat yang banyak disukai orang karena begitu bertanggungjwab terhadap pekerjaan yang menyangkut kepentingan orang banyak. Dukungan dari istri dan anak-anak yang banyak terlibat dalam kegiatan gereja serta tanggapan positif mereka terhadap tugas dan pekerjaan saya, sehingga saya merasa sangat senang. Anak–anak yang aktif dalam kegiatan gereja dapat memberi motivasi bagi saya. Bila ada orang yang dengan suka rela mau membimbing dan memotivasi maka umat dapat berkembang.
11. Apakah Anda melihat ada hambatan bagi umat dalam melaksanakan pewartaan Injil? Hambatan apa saja yang Anda alami dalam mewartakan Injil? Kadang-kadang saya merasa gagal ketika sesuatu yang ada di hadapan saya tidak tercapai. Kesibukan baik dalam keluarga, lingkungan maupun dalam pekerjaan sendiri sehingga kadang-kadang sulit bagi saya untuk membagi waktu. Umat terlalu sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing sehingga kurang ada waktu untuk terlibat.
12. Apakah nilai-nilai Injil mempunyai pengaruh positif di sini? Ya, Nilai-nilai Injil cukup mempunyai pengaruh sepanjang pemimpin yang memimpin di wilayah ini mampu membimbing umat. Mereka perlu didekati dan secara perlahan-lahan diberikan penjelasan mengenai ajaran tentang iman akan Allah yang patut disembah dengan mengajarkan tentang cinta kasih.
Hari/Tanggal : Minggu, 20 Juni 2010 Responden 3: Sari (Mudika St. Paulus Busur)
A. Untuk memperoleh gambaran tentang partisipasi kaum awam di
wilayah Busur dalam evangelisasi 1. Apakah Anda sudah akrab dengan istilah pewartaan Injil?
Sudah. Saya cukup akrab istilah tersebut karena sering diajarkan oleh suster di asrama.
2. Apakah Anda terlibat dalam mewartakan Injil? Saya kurang terlibat aktif dalam pewartaan Injil karena kesibukan hanya kadang-kadang saja saya terlibat bila ada waktu. Saya terlibat dalam kegiatan komka seperti doa keliling dari satu rumah ke rumah yang lain, doa di kapel bersama dan koor.
3. Mengapa Anda terlibat? Karena ingin berkumpul bersama teman-teman dan menggali pengalaman iman atau isi Kitab Suci serta sharing pengalaman pribadi dengan teman-teman. Saya cukup senang dapat terlibat dalam kgiatan-kegiatan yang ada.
(10)
B. Untuk lebih mendalami bidang-bidang keterlibatan kaum awam dalam evangelisasi
4. Bagaimana pengalaman Anda setelah terlibat dalam pewartaan Injil? Pengalaman yang saya rasakan semenjak selesai kuliah dan kembali di lingkungan adalah terlibat dalam kegiatan PIUK. Banyak karunia-karunia Roh Kudus yang saya peroleh dalam keaktivan saya dalam kegiatan PIUK.
5. Bagaimana pendapat anda tentang kaum awam di wilayah Busur? Umat di lingkungan Busur ini kurang berminat/malas dalam mengikuti kegiatan yang dilaksanakan di lingkungan. Mereka akan terlibat bila didatangi atau ditelpon. Kaum muda (usia SMP) cukup banyak yang terlibat sedangkan orang tua kurang aktif.
6. Menurut Anda dalam bidang apa saja pewartaan Injil dapat dilaksanakan? Pewartaan Injil itu dapat dilaksanakan dalam dunia kerja karena berdasarkan pengalaman saya sebagai seorang perawat sering melakukan doa bersama setiap hari minggu dan biasanya dari gereja ada mengunjungi pasien-pasien.
7. Dalam bidang apa saja Anda terlibat dalam pewartaan Injil? Apa manfaatnya bagi Anda?
Saya terlibat dalam pekerjaan yang saya geluti yakni sebagai seorang perawat. Manfaat yang saya peroleh yaitu bahwa doa menjadi kekuatan yang lebih besar dalam hidup saya, ketika dalam pekerjaan saya mengalami kesulitan maka saya berdoa mohon kekuatan dan kesembuhan bagi pasien.
C. Untuk mendalami faktor-faktor yang mendukung dan menghambat kaum awam dalam melaksanakan evangelisasi
8. Bagaimana tanggapan umat di wilayah Busur terhadap pewartaan Injil? Menurut anda mengapa umat tidak aktif dalam mewartakan Injil? Umat di sini pada umumnya kurang memahami makna dari pewartaan Injil itu sendiri, sehingga mereka kurang antusias dalam melaksanakannya bila tidak didampingi. Pada umumnya umat disibukkan dengan pekerjaan mereka masing-masing sehingga kurang adanya waktu untuk terlibat dalam kegiatan yang ada. Terkadang mereka hanya mau terlibat ketika ada momen-momen tertentu seperti natal dan paskah.
9. Bagaimana tanggapan anda sendiri terhadap pewartaan Injil? Pewartaan Injil adalah keterlibatan kita sebagai umat Katolik dalam kegiatan-kegiatan gerejani, pekerjaan dan hidup sehari-hari.
10. Faktor apa saja yang mendukung anda dalam melaksanakan pewartaan Injil? Faktor pendukung terutama dari kelurga karena ayah saya adalah ketua lingkungan maka saya sebagai anak harus terlibat.
11. Apakah Anda melihat ada hambatan bagi umat dalam melaksanakan pewartaan Injil?kesibukan dalam pekerjaan mereka. Hambatan apa saja yang Anda alami dalam mewartakan Injil? Faktor penghambat yang saya alami adalah kesibukan dalam pekerjaan saya sebagai perawat sehingga kurang dapat membagi waktu.
(11)
12. Apakah nilai-nilai Injil mempunyai pengaruh positif di sini? Nilai-nilai Injil cukup mempunyai pengaruh terhadap budaya setempat. Namun kenyataan masih banyak orang-orang di sini yang sudah beragama tetapi tetap melakukan belian (pengobatan tradisional).
Hari/Tanggal : Selasa, 22 Juni 2010 Responden 4: Ibu Tening (umat)
A. Untuk memperoleh gambaran tentang partisipasi kaum awam di
wilayah Busur dalam evangelisasi 1. Apakah anda sudah akrab dengan istilah pewartaan Injil?
Ya, saya sudah sering mendengar istilah tersebut tetapi saya belum terlalu memahami pengertiannya secara gerejani.
2. Apakah anda terlibat dalam mewartakan Injil? Ya, saya terlibat mewartakan Injil dalam kehidupan sehari-hari dengan memberi teladan bagi anak-anak, dalam keluarga, dunia pekerjaan, kegiatan rekoleksi (pasutri), pendalaman iman, rekoleksi (komka) dan meluangkan waktu pada hari minggu untuk ke gereja.
3. Mengapa anda terlibat? Saya terlibat karena bagi saya keterlibatan saya merupakan suatu pelayanan baik bagi keluarga maupun orang lain di sekitar saya.
B. Untuk lebih mendalami bidang-bidang keterlibatan kaum awam dalam evangelisasi
4. Bagaimana pengalaman anda setelah terlibat dalam pewartaan Injil? Pewartaan itu saya mulai dari dalam diri sendiri dengan refleksi dan memberikan teladan yang baik bagi anak-anak. Pengalaman hidup saya waktu kuliah sampai sekarang tidak mengalami banyak kesulitan dalam mencari pekerjaan berkat usaha dan kerja keras yang selalu saya sertai dengan doa. Dalam pengalaman hidup saya mengalami kedekatan dengan Tuhan. Banyak memperoleh pengetahuan dari pengalaman hidup yang saya rasakan manfaatnya hingga sekarang ini.
5. Bagaimana pendapat anda tentang kaum awam di wilayah Busur? Menurut saya kaum awam di wilayah Busur ini lemah kesadarannya untuk terlibat dalam pewartaan Injil. Hal ini dapat kita lihat pada saat doa di lingkungan, betapa sulitnya mereka berkumpul, kurang mau terlibat dalam kegiatan membersihkan gereja. Dalam arti umatnya sadar namun kurang adanya kerjasama dan kesediaan untuk memberikan sedikit waktunya untuk melayani sesama secara cuma-cuma. Kalau kita tidak bisa ikut kita bisa melibatkan orang-orang yang di rumah kita (tidak harus kita).
6. Menurut anda dalam bidang apa saja pewartaan Injil dapat dilaksanakan? Pewartaan Injil dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari bukan hanya dalam bidang gerejani semata. Dalam keluarga, lingkungan, masyarakat dan tempat kerja.
(12)
7. Dalam bidang apa saja anda terlibat dalam pewartaan Injil? Apa manfaatnya bagi Anda? Keterlibatan saya dalam kehidupan sehari-hari yang dimulai dari dalam diri sendiri, dalam keluarga dengan memberikan teladan pada anak-anak dan mengajarkan mereka untuk menghormati orangtua, sesama, memperkenalkan aktivis gereja, mengajarkan benih-benih iman katolik pada anak sejak dini. Intinya pewartaan iman di mulai dari hal-hal yang sederhana. Pewartaan Injil juga saya laksanakan dalam dunia kerja yakni dengan bekerja penuh tanggungjawab dan sepenuh hati (tidak perhitungan) karena dengan demikian sayapun memperoleh kepercayaan penuh.
C. Untuk mendalami faktor-faktor yang mendukung dan menghambat kaum awam dalam melaksanakan evangelisasi
8. Bagaimana tanggapan umat di wilayah Busur terhadap pewartaan Injil? Menurut anda mengapa umat tidak aktif dalam mewartakan Injil? Karena kaum awam kurang memahami arti dari pewartaan Injil itu sendiri dan mereka juga disibukkan dengan pekerjaan masing-masing sehingga tidak banyak waktu mereka untuk terlibat.
9. Bagaimana tanggapan anda sendiri terhadap pewartaan Injil? Yakni menyampaikan isi Injil kepada sesama umat beriman.
10. Faktor apa saja yang mendukung Anda dalam melaksanakan pewartaan Injil? Faktor pendukung yang utama itu dari diri sendiri karena itu merupakan kunci. Kalau kita sendiri tidak paham dengan apa yang kita lakukan maka tidak akan tercapai apa yang kita kehendaki dan tidak diterima di masyarakat.
11. Apakah anda melihat ada hambatan bagi umat dalam melaksanakan pewartaan Injil? Hambatan apa saja yang anda alami dalam mewartakan Injil? Faktor penghambat bagi saya pribadi maupun bagi umat terutama adalah karena adanya orang yang memiliki kepentingan pribadi atau golongan misalnya kita bekerja di masyarakat demi kepentingan masyarakat namun kenyataannya kita mengupayakan demi keuntungan kita pribadi, budaya belian (pemujaan), perjudian dan kurangnya kerukunan dalam keluarga. Saya pribadi jarang membaca Injil secara pribadi keculai pada hari minggu di gereja.
12. Apakah nilai-nilai Injil mempunyai pengaruh positif di sini? Nilai-nilai Injil punya pengaruh besar tetapi tergantung mereka yang mewartakannya. Misalnya pada saat kotbah di gereja yang dlakukan oleh pastor. Budaya belian, kuangkai dan kebiasaan membuang-buang waktu, perjudian menjadi kendala bagi pewarta untuk menyampaikan makna Injil.
(13)
Hari/Tanggal :Kamis, 24 Juni 2010 Responden 5: Sisil (mudika)
A. Untuk memperoleh gambaran tentang partisipasi kaum awam di
wilayah Busur dalam evangelisasi 1. Apakah anda sudah akrab dengan istilah pewartaan Injil?
Ya, saya pernah mendengar dan sudah cukup akrab dengan istilah tersebut karena sering ikut pastor turney dan ikut kegiatan-kegiatan di paroki.
2. Apakah anda terlibat dalam mewartakan Injil? Ya, bila ada waktu saya terlibat. saya terlibat seperti ikut turney, membaca Kitab Suci dan memberi pendalaman Kitab Suci baik kaum muda maupun orang tua.
3. Mengapa anda terlibat? Saya terlibat karena tidak ada orang atau kurangnya tenaga yang mau mewartakan Injil. Orang yang tahu mungkin banyak tetapi yang punya kemauan kurang. Ya saya senang dalam menjalankan pewartaan Injil ini.
B. Untuk lebih mendalami bidang-bidang keterlibatan kaum awam dalam evangelisasi
4. Bagaimana pengalaman anda setelah terlibat dalam pewartaan Injil? Ketika mewartakan Injil di stasi Eheng saya merasa antara saya dan umat kurang tercipta komunikasi yang baik entah karena saya yang kurang baik dalam penyampaiannya atau karena umat yang kurang memperhatikan sehingga pewartaan saya tidak dapat sampai dengan baik. Tidak didengarkan pada saat mewartakan Injil dengan orang tua. Pada saat mewartakan kadang tidak didengarkan oleh umat (tidak semua) dan kadang tidak sinkron antara pemberi pendalaman Kitab Suci dan umatnya sendiri. Dari pengalaman saya merasakan banyak tantangan yang dihadapi di tengah umat.
5. Bagaimana pendapat anda tentang kaum awam di wilayah Busur? Kaum awam di wilayah Busur ini cukup memahami dan mengerti tentang pewartaan Injil karena berada dekat dengan pusat paroki daripada umat yang berada di desa-desa, namun kebanyakan umatnya sibuk dengan kegiatan sendiri-sendiri sehingga acuh terhadap kegiatan yang ada. Umat juga terkadang malas atau tidak mau tahu dengan kegiatan yang ada. Terkadang juga ada yang malu untuk terlibat.
6. Menurut anda dalam bidang apa saja pewartaan Injil dapat dilaksanakan? Menurut saya pewartaan Injil dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari pada saat kumpul bersama teman-teman kaum muda ataupun dengan tetangga, bukan hanya dalam kegiatan yang bersifat gerejani semata.
7. Dalam bidang apa saja anda terlibat dalam pewartaan Injil? Apa manfaatnya bagi anda? Saya terlibat dalam bidang gerejani seperti membaca Kitab Suci (pada saat Perayaan Ekaristi), kegiatan paroki dan mengajar sekolah minggu. Manfaatnya saya dapat menjadi teladan bagi orang lain.
(14)
C. Untuk mendalami faktor-faktor yang mendukung dan menghambat kaum awam dalam melaksanakan evangelisasi
8. Bagaimana tanggapan umat di wilayah Busur terhadap pewartaan Injil? Menurut anda mengapa umat tidak aktif dalam mewartakan Injil? Umat di wilayah Busur pada umumnya tahu atau mengenal istilah pewartaan Injil karena mereka lebih dekat dengan paroki daripada umat yang ada di stasi-stasi jauh dari kota. Namun karena kesibukan mereka dalam kerja membuat mereka kurang terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang ada.
9. Bagaimana tanggapan anda sendiri terhadap pewartaan Injil? Pewartaan Injil itu adalah kegiatan menyampaikan warta gembira kepada sesama umat beriman terutama pada saat perayaan paskah ataupun doa-doa rosario.
10. Faktor apa saja yang mendukung anda dalam melaksanakan pewartaan Injil? Adanya semangat atau support dari umat atau orang-orang di sekitar saya.
11. Apakah anda melihat ada hambatan bagi umat dalam melaksanakan pewartaan Injil? Hambatan apa saja yang anda alami dalam mewartakan Injil? Hambatan yang saya alami adalah bila orang tidak mau mendengarkan tentang pewartaan yang saya wartakan dan acuh tak acuh terhadap pewartaan. Saya juga kurang begitu mengerti atau memahami makna pewartaan Injil karena latar belakang pendidikan saya bukan dari agama.
12. Apakah nilai-nilai Injil mempunyai pengaruh positif di sini? Nilai-nilai Injil memiliki pengaruh yang besar terhadap budaya setempat terutama budaya belian (penyembuhan secara tradisional) karena masih banyak orang-orang yang menaruh kepercayaan terhadap belian sehingga perlu upaya dari para pewarta untuk mewartakan Injil di tengah umat.
Hari/Tanggal : Kamis, 01 Juli 2010 Responden 6: Ibu Kristina (umat)
A. Untuk memperoleh gambaran tentang partisipasi kaum awam di
wilayah Busur dalam evangelisasi 1. Apakah anda sudah akrab dengan istilah pewartaan Injil?
Saya kurang akrab dengan istilah tersebut tetapi pernah mendengar hanya saya belum terlalu memahami artinya.
2. Apakah anda terlibat dalam mewartakan Injil? Ya, saya terlibat sebagai guru sekolah minggu dan terlibat dalam kelompok doa.
3. Mengapa anda terlibat? Saya terlibat karena saya ingin berbagi. Apa yang saya miliki dan saya ketahui, ingin saya bagikan pada orang lain terutama pada anak-anak. Berbagi pengalaman tentang iman. Saya merasa senang menjalaninya tanpa paksaan.
(15)
B. Untuk lebih mendalami bidang-bidang keterlibatan kaum awam dalam evangelisasi
4. Bagaimana pengalaman anda setelah terlibat dalam pewartaan Injil? Pengalaman keterlibatan saya sebagai pengurus sekolah minggu dan kelompok doa, dari yang semula hanya terlibat sebagai peserta saja akhirnya saya mau menjadi pengurus. Sebagai PNS mau melayani orang dan harus sabar melayani serta selalu berbuat baik terhadap orang. Seperti firman Tuhan melayani orang sama saja kita melayani diri sendiri. saya perlu banyak belajar untuk selalu siap melayani orang lain dengan sabar dalam pekerjaan saya. Iman bukan hanya soal pengetahuan tetapi juga pengalaman.
5. Bagaimana pendapat anda tentang kaum awam di wilayah Busur? Kaum awam di Busur ini cukup bagus, kegiatan di lingkungan cukup berjalan dengan lancar, doa lingkungan pada bulan rosario dan kunjungan ke rumah umat berjalan dengan baik.
6. Menurut anda dalam bidang apa saja pewartaan Injil dapat dilaksanakan? Pewartaan Injil dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari melalui sikap dan tindakan kita, juga di tempat kerja kita harus sabar melayani orang lain.
7. Dalam bidang apa saja anda terlibat dalam pewartaan Injil? Apa manfaatnya bagi anda? Saya terlibat dalam pekerjaan saya sebagai PNS dan juga sebagai guru sekolah minggu. Saya mendapat kekuatan dari Tuhan dalam menghadapi hidup terutama dalam pekerjaan, saya dapat menjadi lebih sabar dalam melayani orang lain seperti melayani diri saya sendiri, sehingga manfaat yang saya peroleh adalah kebahagiaan karena melayani tanpa beban dan semangat dalam hidup. Hal ini merupakan praktek kasih.
C. Untuk mendalami faktor-faktor yang mendukung dan menghambat kaum awam dalam melaksanakan evangelisasi
8. Bagaimana tanggapan umat di wilayah Busur terhadap pewartaan Injil? Menurut Anda mengapa umat tidak aktif dalam mewartakan Injil? Umat di Busur cukup terbuka terhadap kegiatan-kegiatan yang ada di lingkungan. Kehadiran umat dalam kegiatan yang ada menunjukkan sikap terbuka dan penerimaan mereka. Mereka kurang terlibat karena masalah transportasi, jarak gereja-rumah cukup jauh dan juga karena kesibukan umat dengan pekerjaan masing-masing.
9. Bagaimana tanggapan anda sendiri terhadap pewartaan Injil? Bagi saya pewartaan Injil adalah pada saat memberikan pelajaran agama untuk anak-anak dan juga pada saat kotbah, serta tindakan baik kita mau bersikap sabar.
10. Faktor apa saja yang mendukung anda dalam melaksanakan pewartaan Injil? Saya menjalani pekerjaan saya dengan iklas/tanpa beban dan merasa melayani Tuhan melalui sesama sehingga hal tersebut menjadi dukungan bagi saya pribadi.
11. Apakah anda melihat ada hambatan bagi umat dalam melaksanakan pewartaan Injil? Hambatan apa saja yang anda alami dalam mewartakan Injil?
(16)
Faktor penghambat lebih-lebih dari dalam diri saya sendiri, terutama dalam hal waktu. Kesibukan saya dalam pekerjaan saya terkadang membuat saya tidak punya waktu untuk terlibat karena berbenturan waktu. Umat tidak aktif karena pertama-tama masalah transportasi karena jarak antara rumah ke gerja cukup jauh. Juga karena kesibukan dalam pekerjaannya.
12. Apakah nilai-nilai Injil mempunyai pengaruh positif di sini? Menurut saya nilai-nilai Injil punya pengaruh sekaligus juga punya tantangan yang cukup berat terutama dalam menghadapi budaya “belian” yang sudah turun-temurun dari nenek moyang dan terus dilaksanakan oleh sebagian umat. Hal ini menjadi tantangan berat bagi pewarta karena umat masih cukup kuat dengan budaya tersebut. Seorang pewarta perlu memiliki kesabaran dalam mewartakan Injil di tengah budaya belian dan perlu secara perlahan-lahan masuk dalam budaya setempat untuk mewartakan. Belian merupakan upaya mereka memanggil roh untuk mengobati orang yang sedang sakit. Supaya dapat masuk mewartakan Injil di tengah umat adalah masuk dalam budaya setempat.
Hari/Tanggal :Jumat, 16 Juli 2010 Responden 7: Sawi (umat)
A. Untuk memperoleh gambaran tentang partisipasi kaum awam di wilayah Busur dalam evangelisasi
1. Apakah anda sudah akrab dengan istilah pewartaan Injil? Belum. Saya memang pernah mendengar istilah tersebut tetapi saya belum terlalu memahami artinya.
2. Apakah anda terlibat dalam mewartakan Injil? Kadang terlibat kadang tidak. Terlibat pada saat saya mengerti sehingga dapat saya jelaskan pada orang lain. Saya mewartakan Injil pada saat saya tahu dan bisa menjelaskan tentang isi Kitab Suci kepada orang lain dan ketika saya sendiri tidak mengerti maka saya tidak terlibat.
3. Mengapa anda terlibat? Saya terlibat karena saya ingin memperoleh keselamatan di dunia akhirat. Sebab hidup saya di dunia ini hanya sementara, jangan sampai saya menderita juga di akhirat sementara di dunia sudah menderita.
B. Untuk lebih mendalami bidang-bidang keterlibatan kaum awam dalam evangelisasi
4. Bagaimana pengalaman anda setelah terlibat dalam pewartaan Injil? Saya merasa lega dan lebih ringan serta merasa terbantu oleh Tuhan yang meringankan beban pikiran yang saya alami dan pikirkan ketika saya terlibat dalam kegiatan pewartaan Injil baik ke gereja atau berdoa, memberikan ajaran pada anak-anak dan kegiatan di lingkungan.
5. Bagaimana pendapat anda tentang kaum awam di wilayah Busur? Umat di sini mau terlibat bila dipanggil atau diberitahu tetapi biasanya yang aktif orangnya itu-itu saja.
(17)
6. Menurut anda dalam bidang apa saja pewartaan Injil dapat dilaksanakan? Pewartaan Injil dapat dilakukan dalam bidang gerejani seperti terlibat dalam kegiatan koor atau doa-doa di lingkungan.
7. Dalam bidang apa saja anda terlibat dalam pewartaan Injil? Apa manfaatnya bagi anda? Dalam bidang gerejani dan kehidupan sehari-hari, dalam keluarga dengan mengajarkan tentang kasih kepada anak-anak. Menjelaskan apa yang saya pahami pada orang lain misalnya saat kelahiran Yesus Kristus, dalam kegiatan doa lingkungan dan koor dan membersihkan gereja. Saya merasa sangat senang sekali dapat memberikan apa yang bisa saya berikan pada orang lain yang datang dari hati saya.
C. Untuk mendalami faktor-faktor yang mendukung dan menghambat kaum awam dalam melaksanakan evangelisasi
8. Bagaimana tanggapan umat di wilayah Busur terhadap pewartaan Injil? Menurut anda mengapa umat tidak aktif dalam mewartakan Injil? Ada yang menanggapi dan terlibat dalam pewartaan Injil namun ada pula yang tidak menanggapi dan hanya diam saja (tidak terlibat). Umat yang tidak aktif dengan alasan sibuk, capek atau tidak siap. Sedangkan yang aktif merasa itu sebagai kewajiban.
9. Bagaimana tanggapan anda sendiri terhadap pewartaan Injil? Pewartaan Injil adalah upaya seseorang untuk menjelaskan atau menceritakan isi Kitab Suci kepada orang lain supaya dapat dipahami.
10. Faktor apa saja yang mendukung anda dalam melaksanakan pewartaan Injil? Faktor dari dalam diri sendiri yakni ada niat untuk melakukan dengan sepenuh hati.
11. Apakah anda melihat ada hambatan bagi umat dalam melaksanakan pewartaan Injil? Hambatan apa saja yang anda alami dalam mewartakan Injil? Dari dalam diri sendiri ada niat melakukan sesuatu namun tidak dilaksanakan (tidak ada tindakan nyata). Walaupun kita tahu tapi kalau tidak dilaksanakan maka itu tidak terlaksana. Saya jarang membaca Injil hanya pada saat di gereja.
12. Apakah nilai-nilai Injil mempunyai pengaruh positif di sini? Menurut saya Injil kurang berpengaruh terhadap budaya setempat karena di sini masih banyak dan kuatnya kasus-kasus perselingkuhan yang sampai pada perceraian sementara gereja menentang perceraian dan perjudian.
Hari/Tanggal : Senin, 19 Juli 2010 Responden 8: Ibu Daria (umat)
A. Untuk memperoleh gambaran tentang partisipasi kaum awam di
wilayah Busur dalam evangelisasi 1. Apakah anda sudah akrab dengan istilah pewartaan Injil?
ya, saya sudah cukup akrab dengan istilah tersebut.
(18)
2. Apakah anda terlibat dalam mewartakan Injil? Iya, saya terlibat dalam dunia kerja saya sebagai guru agama di sekolah dan seksi pewartaan di paroki.
3. Mengapa anda terlibat? Saya terlibat karena kewajiban sebagai seorang Kristiani bahwa kita mengenal Kristus bukan untuk diri kita sendiri tetapi kita bisa mengajak orang lain untuk terlibat dan menyakini bahwa Kristus adalah penyelamat kita. Saya sangat senang dan gembira dalam melaksanakannya.
B. Untuk lebih mendalami bidang-bidang keterlibatan kaum awam dalam evangelisasi
4. Bagaimana pengalaman anda setelah terlibat dalam pewartaan Injil? Banyak suka duka yang saya alami dalam menjalankan pewartaan Injil. Pengalaman sebagai guru agama di paroki Muara Lawa saya merasakan banyak tantangan dalam mewartakan Injil. Ketika itu saya harus melewati jalan yang susah dan sulitnya kendaraan. Di awal pewartaan saya harus melewati perjalanan yang sulit karena keterbatasan kendaraan/transportasi, mendapat penolakan dari umat di stasi ketika akan mengadakan natal bersama romo paroki. Tetapi saya selalu berusaha menjalankan dengan sepenuh hati sehingga hal-hal tersebut menjadi tantangan bagi saya. Sebab proses kehidupan ini tidak terlepas dari suka dukanya, terkadang tidak di terima umat (umat tidak siap dengan kehadiran kita sebagai pewarta), namun harus tetap sabar menghadapi situasi tersebut.
5. Bagaimana pendapat anda tentang kaum awam di wilayah Busur? Kaum awam di Busur ini cukup aktif dan bisa bekerjasama, aktif dalam kegiatan gereja, mengikuti kegiatan-kegiatan di lingkungan maupun di paroki. Tergantung pemimpin dalam memafaatkan metode yang cocok dengan situasi umat.
6. Menurut anda dalam bidang apa saja pewartaan Injil dapat dilaksanakan? Pewartaan Injil dapat dilakukan dalam bidang pendidikan misalnya memberi kursus-kursus, dari medis (dunia kerja) kegiatan non formal misal kursus menjahit tidak mutlak kotbah dalam gereja. gerejani seperti memimpin koor atau doa di lingkungan, di tempat kerja dan dalam kehidupan sehari-hari.
7. Dalam bidang apa saja anda terlibat dalam pewartaan Injil? Apa manfaatnya bagi anda? Saya berusaha memberikan pengaruh positif pada orang lain dalam kehidupan saya di tengah masyarakat. Di tempat kerja sebagai guru agama di sekolah saya mengajarkan/membagikan ilmu kepada murid. Manfaat yang saya peroleh adalah semakin berkembangnya iman saya dan juga iman umat. Mengadakan sensus, kurus perkawinan, pembinana sekolah minggu, komuni pertama, krisma. Sebagai guru agama mengajar agama, memimpin doa di lingkungan. Dalam dunia pendidikan dan dalam kehidupan sehari-hari, dunia kerja dengan melihat situasi (masuk dalam sudut kehidupan setempat). Memberikan pelayanan secara suka rela bagi orang lain yang bermanfaat bagi orang lain.
(19)
C. Untuk mendalami faktor-faktor yang mendukung dan menghambat kaum awam dalam melaksanakan evangelisasi
8. Bagaimana tanggapan umat di wilayah Busur terhadap pewartaan Injil? Menurut anda mengapa umat tidak aktif dalam mewartakan Injil? Umat di Busur ini bervariasi ada yang menanggapi namun ada pula yang acuh tak acuh, mereka yang kurang aktif karena kesibukan mereka bekerja. Umat sudah cukup memahami bahwa tugas pewrtaan Injil merupakan tanggungjawab mereka sebagai umat Kristiani dengan demikian mereka mau ikut dan terlibat dalam kegiatan yang ada, seperti koor dan doa rosario.
9. Bagaimana tanggapan anda sendiri terhadap pewartaan Injil? Kita menyuarakan Kabar Gembira tentang Kristus.
10. Faktor apa saja yang mendukung anda dalam melaksanakan pewartaan Injil? Faktor pendukung itu datang dari keluarga yakni adanya pengertian dari suami terhadap pekerjaan, ketua lingkungan, pastor dan umat.
11. Apakah anda melihat ada hambatan bagi umat dalam melaksanakan pewartaan Injil? Hambatan apa saja yang anda alami dalam mewartakan Injil? Dari diri saya sendiri yang tidak sehat, situasi dalam keluarga yang tidak terduga, misalnya ketika akan ikut dalam kegiatan gereja namun tidak ada yang menjaga anak yang masih kecil dan butuh perhatian sehingga menjadi kendala. Manfaat demi perkembangan iman pribadi dan umat.
12. Apakah nilai-nilai Injil mempunyai pengaruh positif di sini? Nilai-nilai Injil cukup mempunyai pengaruh terhadap budaya yang mana terlihat dalam tarian rijoq yang diinkulturasikan dalam gerejani. Saya cukup sering membaca Injil karena Injil merupakan inspirasi bagi saya dalam mengajar di sekolah sebagai guru agama. Kita tidak membuang budaya tetapi kita menyempurnakan. Artinya mengambil nilai positif budaya sendiri dan memasukkan ke dalam gereja (inkulturasi).
Hari/Tanggal : Rabu, 21 Juli 2010 Responden 9: Pak Agus Ingan (umat)
A. Untuk memperoleh gambaran tentang partisipasi kaum awam di
wilayah Busur dalam evangelisasi 1. Apakah anda sudah akrab dengan istilah pewartaan Injil?
Saya kurang akrab hanya pernah mendengar 2. Apakah anda terlibat dalam mewartakan Injil?
Ya, terlibat ambil bagian dalam kepengurusan lingkungan sebagai prodiakon, sebagai ketua RT, saya selalu berusaha membagikan waktu saya untuk lingkungan. Saya merasa senang dan merasa perlu untuk membantu umat dalam kehidupannya secara gerejani
3. Mengapa anda terlibat? Merasa terpanggil untuk membantu dan itu sebagai tugas kita sebagai umat Katolik. Saya cukup senang menjalaninya.
(20)
B. Untuk lebih mendalami bidang-bidang keterlibatan kaum awam dalam evangelisasi
4. Bagaimana pengalaman anda setelah terlibat dalam pewartaan Injil? Dari pengalaman keterlibatan saya merasa perlu sekali melibatkan diri untuk membantu tugas pastor yang “kurang tenaganya” ini dalam mewartakan Yesus Kristus kepada orang yang mengalami keraguan dan belum mengenal. Membantu umat untuk amal sebagai umat beriman dan tidak terpaksa dalam melaksanakannya, menyerahkan diri secara total melayani umat.
5. Bagaimana pendapat anda tentang kaum awam di wilayah Busur? Umat agak acuh terhadap kegiatan yang ada tetapi tidak semua. Ada yang aktif dan ada juga yang tidak aktif. Terkadang umat di lingkungan lebih aktif dalam kegiatan paroki namun kurang terlibat dalam kegiatan lingkungan. Padahal kegiatan lingkunngan pun sangat penting.
6. Menurut anda dalam bidang apa saja pewartaan Injil dapat dilaksanakan? Pada saat paskah dan perayaan natal dengan sharing mengenai pengalaman iman umat dapat saling menguatkan iman dan dalam bidang gerejani.
7. Dalam bidang apa saja anda terlibat di dalam pewartaan Injil? Apa manfaatnya bagi anda? Saya terlibat dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat sebagai ketua lingkungan, membantu membuat gedung gereja, terlibat sebagai pengurus lingkungan. Manfaat yang saya peroleh adanya kesadaran untuk membantu pastor yang sedikit tetapi lahannya luas dalam menjalankan tugasnya mengembangkan iman umat. Amal sebagai umat beriman. Pewartaan Injil dapat juga di laksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Saya jarang membaca Injil di rumah.
C. Untuk mendalami faktor-faktor yang mendukung dan menghambat kaum awam dalam melaksanakan evangelisasi
8. Bagaimana tanggapan umat di wilayah Busur terhadap pewartaan Injil? Menurut anda mengapa umat tidak aktif dalam mewartakan Injil? Umat terlalu sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing, sehingga iman mereka dinomorduakan, umat juga jarang dilibatkan misalnya dalam memimpin doa dan sebagainya. Perlu dorongan dari pemimpin untuk melibatkan umat atau memberi kesempatan pada mereka mengembangkan diri dalam kegiatan yang ada di lingkungan misalnya memimpin doa, sehingga mereka dapat mengambil bagian dalam mewartakan Injil. Umat apatis/menunggu, bukan berarti malas tetapi menunggu perintah.
9. Bagaimana tanggapan anda sendiri terhadap pewartaan Injil? Ikut merasul untuk mewartakan Kabar Baik tentang Yesus Kristus yang disebarluaskan kepada umat beriman yang mengalami keraguan maupun yang belum mengenal Dia.
10. Faktor apa saja yang mendukung anda dalam melaksanakan pewartaan Injil? Motivasi dari dalam diri sendiri, saya merasa terpanggil melihat pemimpin kurang sehingga harus membantu pelayanan itu dengan menjadi pengurus lingkungan. Motivasi dari luar yakni warga umat Busur yang terlibat aktif memberikan dorongan bagi saya.
(21)
11. Apakah anda melihat ada hambatan bagi umat dalam melaksanakan pewartaan Injil? Hambatan apa saja yang anda alami dalam mewartakan Injil? Secara menyeluruh sikap apatis/menunggu dari umat. Umat yang kadang-kadang tidak aktif karena faktor budaya misalnya belian dan sebagainya. Mereka lebih aktif dan kuat kepercayaannya pada adat kebiasaan tersebut daripada ikut dalam kegiatan gerejani.
12. Apakah nilai-nilai Injil mempunyai pengaruh positif di sini? Kadang-kadang tidak terlalu jelas lewat pewartaannya. Padahal pewartaan menjadi kunci untuk masuk dalam budaya setempat. Bagaimana pewartannya masuk dalam budaya untuk menyapa umat setempat dengan pesan-pesan Injil sehingga nilai-nilai Injil menjadi tidak terlalu berpengaruh terhadap budaya. Padahal kalau pewartamnya jelas maka itu sangat berpengaruh besar terhadap budaya.
Hari/Tanggal : Selasa, 27 Juli 2010 Responden 10: Pak Ngau (umat)
A. Untuk memperoleh gambaran tentang partisipasi kaum awam di
wilayah Busur dalam evangelisasi 1. Apakah anda sudah akrab dengan istilah pewartaan Injil?
Iya, saya sudah akrab dengan istilah pewartaan injil. 2. Apakah anda terlibat dalam mewartakan Injil?
Ya, saya terlibat dalam dunia pekerjaan saya. 3. Mengapa anda terlibat?
Saya terlibat karena sudah mengimani Yesus Kristus maka saya harus terlibat di dalam mewartakan Injil. Saya merasa senang ketika dapat memberitahu orang yang semula tidak tahu.
B. Untuk lebih mendalami bidang-bidang keterlibatan kaum awam dalam evangelisasi
4. Bagaimana pengalaman anda setelah terlibat dalam pewartaan Injil? Saya merasa senang sekali karena dengan pengalaman yang ada saya bisa membawa orang keluar dari kegelapan. Saat saya bertugas di gunung Paroy, dimana umatnya mayoritas adalah muslim saya merasa sangat senang karena dapat membawa terang bagi segelintir umat Katoliknya. Mereka yang semula tidak tersentuh dari gereja dapat mengenal Injil sehingga iman mereka tetap teguh di tengah umat beragama lain. Pengalaman ini sangat berharga bagi saya.
5. Bagaimana pendapat anda tentang kaum awam di wilayah Busur? Umat cukup baik dan terlibat dalam kegiatan yang dilaksanakan di lingkungan dan juga umat pendatang membawa nilai positif bagi penduduk asli, sehingga umat asli tidak terlalu melaksanakan budaya belian secara terang-terangan seperti dahulu.
(22)
6. Menurut anda dalam bidang apa saja pewartaan Injil dapat dilaksanakan? Menurut saya pewartaan Injil dapat dilaksanakan dalam seluruh aspek kehidupan sehari-hari dan dunia kerja.
7. Dalam bidang apa saja anda terlibat di dalam pewartaan Injil? Apa manfaatnya bagi anda? Saya terlibat dalam pelayanan kepada masyarakat, di tempat kerja sebagai PNS dan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam sikap dan tindakan hidup sehari-hari memberi teladan pada anak-anak. Manfaat yang saya peroleh adalah menjadi tahu gambaran hidup menurut Injil karena sering membaca Injil.
C. Untuk mendalami faktor-faktor yang mendukung dan menghambat kaum awam dalam melaksanakan evangelisasi
8. Bagaimana tanggapan umat di wilayah Busur terhadap pewartaan Injil? Menurut anda mengapa umat tidak aktif dalam mewartakan Injil? Pada dasarnya umat menanggapi dengan baik dan positif pewartaan Injil namun karena kesibukan mereka bekerja membuat mereka tidak memiliki banyak waktu untuk terlibat. Sebagian umat di sini juga tergolong tidak memiliki sekolah yang cukup dan kurang pergaulannya, sehingga mereka merasa minder bergabung dengan umat lain. Pastor paroki juga punya kebiasaan melibatkan umat dengan bertanya hal-hal yang berkaitan dengan Injil sehingga ada interaksi antara pastor dan umat.
9. Bagaimana tanggapan anda sendiri terhadap pewartaan Injil? Setiap orang harus mewartakan Injil kepada sesama lewat sikap dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari. Pewartaan Injil perlu dilakukan secara terus-menerus agar umat yang tidak tahu menjadi mengetahui apa yg dimaksud dari Injil tersebut.
10. Faktor apa saja yang mendukung anda dalam melaksanakan pewartaan Injil? Iman menjadi pendukung bagi saya dalam melaksanakan pewartaan Injil. Sebab pewartaan Injil bukan hanya dilaksanakan oleh pastor atau katekis saja tetapi setiap orang beriman wajib melaksanakan dan memberikan teladan. Motivasi dari keluarga. Sejak kecil mendapat teladan yang baik dari orang tua yang berdasarkan nilai-nilai Injil, sehingga melekat dalam diri saya.
11. Apakah anda melihat ada hambatan bagi umat dalam melaksanakan pewartaan Injil? Hambatan apa saja yang anda alami dalam mewartakan Injil? Saya juga mengalami hambatan yakni masalah pendidikan, kehidupan sosial, kurang mampu meluangkan waktu serta tergantung pada pemimpin (pastor, frater dan katekis). Hambatan bagi umat karena kehidupan masyarakat yang susah, kurang mampu meluangkan waktu dan masih banyak umat yang tergatung pada pemimpin (pastor, katekis, prodiakon).
12. Apakah nilai-nilai Injil mempunyai pengaruh positif di sini? Nilai-nilai Injil cukup mempunyai pengaruh terhadap budaya di sini karena budaya yang dahulu terlalu diaggap sakral sekarang agak berkurang.
(23)
Lampiran 5: Cerita “Mewakili Kristus”
MEWAKILI KRISTUS
Yesus memilih mereka untuk menjadi rasul-rasulNya, Kata Yunani
untuk rasul “apostolos”, berarti “orang yang diutus” Kata ini bisa dipakai
untuk menyebut seorang duta. Mereka memang diutus untuk menjadi
dutaNya bagi manusia.
Seorang anak perempuan kecil di Sekolah Minggu mendengar
pelajaran tentang rasul-rasul ini. Karena dia masih muda, anak itu tidak
sungguh-sungguh memahami kata itu. Dia pulang ke rumah dan memberi
tahu orang tuanya bahwa dia baru saja belajar tentang contoh-contoh Yesus.
Memang, seorang duta adalah seseorang yang mewakili negaranya di
negara asing. Dia adalah contoh utama dari negaranya. Orang Kristen
memang dikirim untuk menjadi contoh tentang Kristus… melalui kata-kata
dan perbuatannya.
-Barclay-
(24)
Lampiran 6: Peta Paroki