1
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
TEKNIK FERMENTASI BIOCHAR TEMPURUNG KELAPA DAN CARA
APLIKASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI
(Glycine max (L.) Merr.) DI LAHAN KERING*)
Saipul Kamal dan **)I Made Sudantha
Program Studi Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program
Pascasarjana Universitas Mataram
**)Corresponding author: [email protected]
ABSTRAK
Biochar adalah arang yang terbentuk melalui proses pembakaran bahan organik
tanpa oksigen (pirolisis) pada temperatur 250°C-500°C. Fermentasi adalah proses
respirasi anaerob oleh sel organisme dengan menghidrolisis gula menjadi energy,
gas CO2 dan etanol atau senyawa lainnya, tergantung dari substrat dan enzim
katalitik yang dikeluarkan oleh sel. Fermentasi pada Biochar dapat meningkatkan
luas permukaan, sebagai atraktan bagi mikroba, memperpanjang masa hidup
mikroba pada BO. Fermentasi pada Biochar membawa efek aditif terhadap
keseburan tanah dan pertumbuhan tanaman. Salah satu mikrobia yang dapat
digunaklan untuk fermentasi biochar adalah menggunakan jamur Trichoderma
spp. Masa optimum fermentasi Biochar dipengaruhi oleh struktur polimer bahan
substrat, suhu, konsentrasi bahan stater dan ukuran fisik substrat yang
teridentifikasi melalui laju dan kadar penurunan Rasio C:N. Ada beberapa metode
yang dapat digunakan untuk aplikasi Biochar fermentasi antara lain: metode
larikan, mixing dengan media tanah, Pop Up dan penugalan; Biochar dapat
meningkatkan daya serap unsur hara esensial makro primer (N, P, K),
pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai di lahan kering. Apabila difermentasi
dengan mikroba dan diaplikasikan di lahan kering, maka patut diduga akan
berpotensi lebih baik lagi dalam meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman
kedelai karena perannya sebagai penyedia habitat yang baik bagi mikroba.
Aplikasi biochar fermentasi dengan jamur Trichoderma spp. pada tanaman jagung
dan kedelai dapat meningkatkan pertumbuhan (tinggi tanaman) dan hasil (bobot
biji kering).
___________________________________________________________
Kata Kunci: Biochar, fermentasi, Trichoderma spp., kedelai, lahan kering
2
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai merupakan tanaman penting yang menjadi kebutuhan pangan
masyarakat dunia. Di tahun 2014, produksi kedelai dunia mencapai 308,436 juta
ton. Indonesia berada pada urutuan ke-12 negara-negara produsen kedelai setelah
Amerika Serikat (108,014 juta ton), Brazil (86,760 juta ton), Argentina (53,398
juta ton), China (12,200 juta ton), India (10,528 juta ton), Paraguay (9,975 juta
ton), Canada (6,049 juta ton), Ukraina (3,882 juta ton), Bolivia (3,275 juta ton),
Uruguay (3,163 juta ton), dan Rusia (2,597 juta ton) (FAO, 2016).
Di tahun 2013 produksi kedelai Indonesia sebesar 0,780 juta ton, turun
7,49% dari produksi tahun sebelumnya. Selanjutnya pada tahun 2014 produksi
kembali meningkat menjadi sebesar 0,955 juta ton dari tahun sebelumnya.
Fluktuasi produksi nasional ini menjadikan pasokan kebutuhan kedelai domestik
tidak menentu. Pada tahun 2015 produksi kedelai nasional mengalami
peningkatan 2,93% dari tahun sebelumnya, namun per September di tahun yang
sama total impor sebesar 1,708 juta ton (BPS, 2016). Ketergantungan Indonesia
terhadap impor kedelai masih tinggi (Maulana dan Ardhia, 2015).
Sebagaimana tanaman pada umumnya, produksi tanaman kedelai juga
dipengaruhi oleh luas lahan dan produktivitas hasil tanaman (Aldillah, 2014),
maka diperlukan kebijakan yang disasarkan pada peningkatan luas lahan dan
produktivitas hasil tanaman dan penetapan penaikan tarif impor untuk pencapaian
swasembada pangan dan terhindar dari gejolak yang terjadi dalam perdagangan
internasional (Anonim, 2012).
Luas lahan produksi kedelai pada tahun 2014 sebesar 0,616 juta ha dan pada
tahun 2015 sebesar 0,625 juta ha, meningkat 1,49% (BPS, 2016). Angka
peningkatan ini masih tergolong kecil jika diukur dari upaya penghapusan impor
tanpa pengurangan pasokan kebutuhan konsumsi domestik. Dari rata-rata
produktivitas nasional tanaman kedelai lima tahun terakhir sebesar 1,48 ton/ha,
luas tambahan lahan yang dibutuhkan untuk pemenuhan kebutuhan domestik
tanpa impor kedelai minimum seluas 1,154 juta ha atau setara dengan upaya
peningkatan 184,64% dari luasan lahan di tahun 2015 (BPS, 2015), terlebih
dengan laju pertumbuhan penduduk dan pendapatan per kapita yang semakin
meningkat akan terus meningkatkan nilai konsumsi domestik (Aimon dan
Satrianto, 2014). Penambahan luas lahan ini dapat dilakukan dengan pemanfaatan
lahan produksi yang sudah ada, namun akan berdampak pada kompetisi lahan
antar komoditas tanaman pangan (Sumarno dan Adie, 2010; Saraswati et al.,
2011). Untuk penanggulangan ini, upaya yang dapat ditempuh adalah dengan
pemanfaatan lahan tidur yang tidak pernah dikelola atau pernah dikelola
kemudian ditinggalkan karena bersifat marginal (suboptimal) (Mulyani dan
Sarwani, 2013; Dariah dan Heryani, 2014).
Luas daratan Indonesia adalah 189,1 juta ha, sekitar 143 juta ha atau 75,62%
diantaranya tipe suboptimal lahan kering. Dari luasan lahan kering tersebut 70,4
juta ha berpotensi untuk pengembangan pertanian dan 7,1 juta ha diantaranya
3
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
teridentifikasi suitable untuk pengembangan komoditas tanaman semusim
(Mulyani dan Sarwani, 2013; Sukarman et al., 2013).
Kendala teknis pengembangan usaha budidaya tanaman semusim di lahan
kering adalah ketersediaan air rendah karena curah hujan di bawah 2.000 mm per
tahun, masam (pH rendah), miskin unsur hara, kandungan bahan organik (BO)
rendah dan solum dangkal (Mulyani dan Sarwani, 2013; Dariah dan Heryani,
2014; Multilaksono dan Anwar, 2014; Irawan et al., 2015).
Berbagai teknologi dan inovasi telah diterapkan untuk penanganan kendala
budidaya tanaman di lahan kering antara lain pemanfaatan BO sebagai bahan
pembenah tanah (Dariah, 2007; Subiksa, et al., 2013; Mateus, 2014; Irawan et al.,
2015; Nurida et al., 2015). BO pembenah tanah dapat memperbaiki kemampuan
tanah menyerap air, memperbaiki kegemburan tanah, tidak bersifat meracun,
meningkatkan pH tanah, mengurangi keracunan Al dan meningkatkan manfaat
residu dalam jangka panjang (Irawan et al., 2015). BO mudah terdekomposisi
(Rasio C:N ≤ 70) dapat sebagai bahan baku kompos (Setyorini et al., 2006),
sedangkan BO yang lama melapuk seperti sisa tanaman pengandung lignin (Rasio
C:N ≥ 400) dapat dikonversi menjadi arang aktif atau lebih populer dengan nama
Biochar (Dariah, et al., 2013; Nurida, 2014). Salah satu bahan lignin yang
jumlahnya melimpah sebagai limbah (residu) di area pabrik-pabrik industri kopra
atau daerah-daerah penghasil kelapa (seperti di Lombok) adalah tempurung kelapa
(Juniati, 2005; Hadi, 2011). Tempurung kelapa sudah tidak menjadi limbah
(residu), akan tetapi termanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan Biochar
(Prasetyo, et al., 2014; Nurida et al., 2008a)
Sukartono (2011) melaporkan bahwa aplikasi Biochar tempurung kelapa
sebagai bahan pembenah tanah dapat memperbaiki sifat kimia tanah dengan
meningkatkan kandungan C-organik tanah dan mempertahankannya dalam waktu
yang relatif lama, meningkatkan KTK yang dapat mengurangi resiko pencucian
hara kation seperti K+ dan NH4+ dan efisien dalam penggunaan air dan N. Biochar
juga dapat meningkatkan serapan P dan K pada tanaman kedelai di lahan kering
(Hartatik et al., 2015). Penggunaan Biochar berpengaruh nyata terhadap perbaikan
sifat fisik tanah yaitu terhadap bulk density (BD), ruang pori total dan distribusi
pori sehingga meningkatkan kemampuan tanah memegang air yang sangat
bermafaat untuk efisiensi penggunaan air (Dariah et al., 2013; Nurida, 2014;
Maftu’ah dan Nursyamsi, 2015). Aplikasi Biochar di lahan kering juga
meningkatkan kemantapan agregat tanah lempung berpasir (Suwardji et al.,
2012). Selain memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah Biochar juga merupakan
habitat yang baik bagi mikroba tanah tetapi tidak dikonsumsi seperti BO lainnya
(Schmidt, 2011a; Maftu’ah dan Nursyamsi, 2015).
Salah satu metode yang diterapkan untuk peningkatan peran Biochar
sebagai bahan yang juga memperbaiki sifat biologi tanah adalah dengan
fermentasi campuran Biochar dan BO (organik waste) yang dibantu oleh stater
mikroba. Cara ini juga dikenal dengan istilah Terra Preta (Schmidt, 2011b;
Fischer dan Glaser, 2012; Gisi, 2014), sedangkan Suwardji et al. (2012)
mengistilahkannya sebagai Poschar.
4
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
Mikroba mensekresi enzim selulase untuk mendegradasi senyawa kompleks
seperti selulosa dan lignin menjadi senyawa derivat sederhana. Diantara mikroba
perombak yang memiliki daya degradasi tinggi terhadap BO adalah fungi dari
genus Trichoderma dan Aspergillus. Peran Biochar pada Terra Preta lebih kepada
penyediaan habitat yang baik bagi mikroba (Fischer dan Glaser, 2012). Hasil studi
pendahuluan di Delinat Institute bahwa penambahan Biochar pada kompos
meningkatkan reaksi N untuk menyediakan nitrat (NO3) bagi tanaman, secara
signifikan dan memperlambat laju kehilangan N di dalam tanah (Schmidt, 2011b).
Campuran Biochar dan BO (organik waste) yang difermentasi dengan Effective
Microorganizms (EM) bersinergi dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan
pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan (Fischer dan Glaser, 2012).
Aplikasi Biochar yang dikombinasikan dengan Tithogenic dan Bionutrient nyata
meningkatkan bobot kering biji kedelai sampai 26% di lahan kering (Hartatik et
al., 2015). Sudantha (2010), mengatakan bahwa salah satu cara untuk
mendegradasi senyawa kompleks seperti selulosa dan lignin menjadi senyawa
sederhana yaitu dengan cara fermentasi menggunakan jamur Trichoderma spp.
Jamur Sudantha (2007) melaporkan bahwa jamur Trichoderma spp. yang bersifat
saprofit dan endofit dapat digunakan sebagai dekomposer untuk mempercepat
proses pengomposan.
Penelitian tentang teknik fermentasi BO terhadap hasil akhir bahan
terfermentasi sudah banyak dilakukan baik untuk keperluan pupuk dan pembenah
tanah, pakan ternak maupun sebagai bahan industri, namun teknik fermentasi
Biochar terhadap bahan terfermentasi serta pengaruhnya terhadap tanah dan
tanaman belum banyak dilakukan. Aplikasi Biochar fermentasi pada tanah untuk
pertanaman budidaya tanaman kedelai belum dapat diketahui secara pasti
mengenai lama fermentasi dan cara aplikasi yang lebih tepat. Dari uraian di atas
maka dipandang perlu melakukan kajian pustaka lebih mendalam untuk
mendapatkan gambaran dari sumber pustaka yang relevan dan dapat disepadankan
dengan isu tersebut di atas.
Dengan diketahuinya teknik fermentasi Biochar tempurung kelapa dan
cara aplikasi terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai (Glycine max (L.) Merr.) di
lahan kering yang tepat dapat menjadi salah satu sumber informasi penting dalam
upaya untuk menjawab beberapa aspek arah kebijakan dan strategi nasional
pemerintah untuk pengembangan kawasan pertanian, peningkatan kesediaan
lahan, peningkatan produksi kedelai dan penciptaan teknologi dan inovasi
pertanian secara berkelanjutan (Kementan, 2015).
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan Topik khusus ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi masa optimum fermentasi Biochar;
2. Beberapa cara aplikasi Biochar terferementasi yang sesuai untuk
tanaman di lahan kering;
3. Gambaran potensi pemanfaatan Biochar terfermentasi terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai di lahan kering.
5
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
Kegunaan
Hasil dari topik khusus ini diharapkan dapat diketahuinya:
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi masa optimum fermentasi Biochar;
2. Beberapa cara aplikasi Biochar terferementasi yang sesuai untuk
tanaman di lahan kering;
3. Gambaran potensi pemanfaatan Biochar terfermentasi terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai di lahan kering.
6
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi Tanaman Kedelai
A k a r
Akar tanaman kedelai tersusun atas akar tunggang lurus masuk ke dalam
tanah dan mempunyai banyak akar sekunder (cabang/serabut) yang tumbuh dari
akar tunggang. Selain itu kedelai juga sering membentuk akar adventif yang
tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Pada umumnya akar adventif terjadi karena
cekaman tertentu, misalnya akar air tanah yang terlalu tinggi.
Pada akar-akar cabang terdapat bintil-bintil akar berisi bakteri Rhizobium
jafonicum yang mempunyai kemampuan mengikat N2 dari udara yang kemudian
dipergunakan untuk menyubutkan tanah. Menurut Kementan (2007) akar
mengeluarkan beberapa substansi khususnya triptofan yang menyebabkan
perkembangan bakteri dan mikoriza lain di sekitar daerah perakan. Pembebasan
bintil akar terhenti pada minggu keempat setelah terjadinya infeksi bakteri.
B a t a n g
Waktu tanaman kedelai masih sangat muda, atau setelah fase menjadi
kecambah dana saat keping biji belum jatuh, batang dapat dibedakan menjadi dua.
Bagian batang di bawah keping biji yang belum lepas disebut hypocotyl, sedangan
bagian atas keping biji disebut epycotyl. Batang kedelai tersebut berwarna ungu
atau hijau.
Tipe pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe
determinate dan indeterminate. Perbedaan sistem pertumbuhan batang ini
didasarkan atas keberadaan bunga pada pucuk batang. Pertumbuhan batang tipe
determinate ditunjukkan dengan batang yang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman
mulai berbunga. Sementara, pertumbuhan batang tipe indeterminate dicirikan bila
pucuk batang tanaman masih dapat tumbuh daun, walaupun tanaman sudah mulai
berbunga. Disamping itu, ada varietas hasil persilangan yang mempunyai tipe
batang mirip keduanya sehingga dikategorikan sebagai semi-determinate atau
semi-indeterminate.
D a u n
Daun tanaman kedelai dengan helai daun bertangkai tiga (trifoliate leaves)
yang tumbuh lepas masa pertumbuhan. Umumnya, bentuk daun kedelai ada dua,
yaitu bulat dan lancip. Perbedaan bentuk daun tersebut dipengaruhi oleh faktor
genetik. Setiap helai daun mempunyai stomata antara 190-320 buah/m2.
Bunga
Bunga kedelai disebut bunga kupu-kupu dan mempunyai dua mahkota dan
dua kelopak bunga. Warna bunga putih bersih atau ungu muda. Bunga tumbuh
pada ketiak daun dan berkembang dari bawah lalu menyembul ke atas. Pada setiap
ketiak daun biasanya terdapat 3-15 kuntum bunga, namun sebagian besar bunga
rontok, hanya beberapa yang dapat membentuk polong. Bunga kedelai
7
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
mempunyai 10 buah benang sari, sembilan diantaranya bersatu pada bagian
pangkal dan membentuk seludung yang mengelilingi putik. Sedangkan benang
sari yang kesepuluh terpisah pada bagian pangkalnya dan seolah-olah menjadi
penutup seludung. Bila putik dibelah, di dalamnya terdapat tiga bakal biji.
Penyerbukan termasuk menyerbuk sendiri dengan tumpang sari sendiri karena
pembuahan terjadi sebelum bunga mekar. Pada saat terjadi persilangan, mahkota
daun dan benang sari dibuang, hanya bagian putik saja yang ditinggalkan.
Buah dan Biji
Buah kedelai berbentuk polong yang terbentuk pertama kali sekitar 7-10
hari setelah munculnya bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm.
Jumlah polong yant terbentuk pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam,
antara 1-10 buah dalam setiap kelompok. Pada setiap tanaman, jumlah polong
dapat mencapai lebih dari 50, bahkan ratusan.
Biji berada di dalam polong yang berjumlah 2-3 biji. Setiap biji kedelai
mempunyai ukuran bervariasi, mulai dari kecil (7-9 g/100 biji), sedang (10-13
g/100 biji) dan besar (>13 g/100 biji). Bentuk biji bervariasi, tergantung pada
varietas tanaman yaitu bulat, agak gepeng, dan bulat telur. Namun demikian,
sebagian besar biji berbentuk bulat telur.
Trikoma
Semua varietas kedelai mempunyai trikoma pada batang, cabang, daun dan
polong. Lebat tidaknya trikoma tergantung dari varietas masing-masing. Warna
trikoma juga berbeda-beda, ada yang berwarna coklat dan ada pula yang putih
kehijauan.
Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai
Tanam kedelai sebagian besar tumbuh di daerah beriklim tropis dan
subtropis, sebagai barometer iklim yang cocok bagi kedelai adalah bila cocok bagi
tanaman jagung maka daerah itu juga cocok untuk kedelai, bahkan daya tahan
kedelai lebih baik daripada jagung. Iklim kering lebih disukai tanaman kedelai
dibandingkan iklim lembab, suhu yang dikehendaki tanaman kedelai antara 21 -
34°C, akan tetapi suhu optimum bagi pertumbuhan tanaman kedelai adalah 23 –
27°C, pada proses perkecambahan benih kedelai memerlukan suhu yang cocok
sekitar 30°C. Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah asal drainase
dan aerasi tanah cukup baik. Kedelai biasanya akan tumbuh dengan baik pada
ketinggian tidak lebih dari 500 meter di atas permukaan laut. (Prihatman, 2000).
Lahan Kering
Menurut Soil Survey Staffs (1998) dalam Suwardji (2009) lahan kering
adalah hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau digenangi air selama
periode sebagian besar waktu dalam setahun. Tipologi lahan ini dapat dijumpai
sejak dataran rendah (0-700 m dpl) hingga tinggi lebih dari 700 m dpl.
8
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
Berdasarkan karakteristik dan penciri masing-masing lahan kering dibagi
menjadi dua tipologi, yaitu lahan kering masam dan lahan kering iklim kering.
Luas lahan kering masam 108,775 juta ha yang tersebar di hampir seluruh wilayah
indoneisa, terluas terdapat di Sumatera, Kalimantan dan Papua. Sedangkan lahan
kering iklim kering 13,272 juta ha, tersebar di NTT, NTB, Jawa Timur, Gorontalo
dan Sulawesi Selatan (Mulyani dan Syarwani, 2013).
Penggunaan lahan yang termasuk dalam kelompok lahan kering mencakup
sawah tadah hujan, tegalan, ladang, kebun campuran, perkebunan, hutan, semak,
padang rumput dan padang alang-alang. Sedangkan wilayah lahan kering
mencakup semua komponen yang ada di dalam maupun di permukaan lahan
kering, dari wilayah dataran di daerah hilir (dataran rendah) dan bisa berupa
tegalan, kebun dan ladang (lahan kering permanen) maupun lahan sawah tadah
hujan (lahan kering musiman), dengan demikian wilayah lahan kering merupakan
suatu contoh dari wilayah homogen (sesuai pembagian jenis wilayah secara
umum) (Suwardji, 2009).
Biochar Tempurung Kelapa
Biochar adalah arang yang terbentuk melalui proses pembakaran bahan
organik tanpa oksigen (pirolisis) pada temperatur 250°C-500°C (Nurida dan
Rachman, 2009).
Biochar memiliki karakteristik yang berbeda sesuai dengan bahan dasar
pembuatannya, dan dapat diketahui bahwa Biochar kotoran sapi, sekam padi, dan
tempurung kelapa memiliki ikatan kimia dan beberapa sifat kimia yang berbeda.
Tabel 1. Karakteristik Sifat Kimia Biochar Kotoran Sapi, Sekam Padi, dan
Tempurung Kelapa
Biochar kotoran sapi Biochar sekam padi Biochar tempurung kelapa
Kadar air 8,2%
pH 8,9
C 23,53%
N 0,73%
P 0,57%
K 0,69%
Ca 0,51%
Na 0,15%
Mg 0,44%
Abu 75,34%
KTK 16,79 cmol kg-1
C/N 32,23
Kadar air 5,4%
pH 6,7
C -%
N 0,42%
P 0,151%
K 0,06%
Ca 0,0001%
Na -%
Mg 0,0033%
Abu 56,87%
KTK 17,23 cmol kg-1
C/N 75,19
Kadar air 5,6%
pH 9,9
C 80,59%
N 0,34%
P 0,10%
K 0,84%
Ca 0,04%
Na 0,12%
Mg 0,06%
Abu 7,36%
KTK 11,78 cmol kg-1
C/N 237,03
Sumber: Sukartono, 2011
Bahan baku Biochar yang berasal dari tempurung kelapa akan menghasilkan
karbon yang tinggi (Multazam, 2012). Sebagaimana hasil penelitian Nurida et
9
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
al.(2008b) bahwa Biochar tempurung kelapa memiliki kandungan C yang cukup
tinggi yaitu 24,33% dengan kandungan N yang paling rendah yaitu 0,20%
sehingga memiliki C/N rasio yang cukup tinggi yaitu 122% dibandingkan dengan
Biochar yang berasal dari kulit buah kakao, tempurung kelapa sawit dan sekam
padi.
Biochar mampu memacu aktivitas kehidupan mikroorganisme tanah dan
dapat meningkatkan agregat tanah (Santi dan Goenadi, 2010). Biochar tidak
dikonsumsi oleh mikroba secara langsung seperti halnya bahan organik lainnya
dan dalam jangka panjang Biochar tidak mengganggu keseimbangan karbon
nitrogen, bahkan mampu menahan dan menjadikan air serta hara lebih tersedia
bagi tanaman (Anischan, 2010). Ketersediaan hara bagi tanaman oleh Biochar
disebabkan oleh kemampuan Biochar yang dapat meningkatkan pH tanah
sehingga dapat mengurangi penjerapan hara oleh kation penyebab asam dalam
tanah (Nurida dan Rachman, 2009). Selain itu, Biochar memiliki muatan negatif
yang berasal dari hasil reaksi oksidasi dan reduksi antara partikel Biochar dengan
oksigen di dalam tanahsehingga Biochar mampu menahan hara untuk tanaman
(Multazam, 2012). Keberadaan Biochar dapat meningkatkan kehidupan mikroba
yang berasosiasi dengan akar tanaman (Nurida dan Rachman, 2009).
Biochar tempurung kelapa dapat menahan NO3- yang mudah terlindi
(leaching) atau hilang (Multazam, 2012). Surianingsun (2012) dalam
penelitiannya membuktikan bahwa penggunaan Biochar tempurung kelapa
berpengaruh nyata terhadap efisiensi penggunaan pupuk nitrogen, karena Biochar
tempurung kelapa memiliki positive charge yang dapat mengabsorpsi hara
bermuatan negatif seperti NO3- dalam bentuk ikatan C-N sehingga hara ini
terhindar dari perlindian (leaching).
Apzani dan Sudantha (2014) mengatakan bahwa salah satu cara yang
tepat dalam meningkatkan produktivitas lahan kering yaitu dengan menerapkan
pertanian organik yang ramah lingkungan. Dengan memanfaatkan potensi biochar
dan biokompos serta agen hayati Trichoderma sp., dan aplikasi dosis yang tepat,
maka kondisi lahan kering dalam hal perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologis
tanah, khususnya dalam retensi air, dan hara dapat tercapai. Biochar dan
biokompos stimulator Trichoderma spp memiliki potensi yang dapat memberikan
kontribusi nyata di lahan kering khususnya dapat memberikan pengaruh positif
dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi jagung di lahan kering.
Pemanfaatan potensi biokompos dan biochar serta agen hayati Trichoderma sp.
merupakan salah satu cara yang tepat dalam mengembangkan pertanian organik
dan diharapakan memberikan hasil yang optimal dalam setiap kegiatan usaha tani
jagung di lahan kering NTB.
Di daerah Lombok, biochar biasanya digunakan di lahan kering, dan di
dataran tinggi (Sukartono, 2012). Sebagaimana dilaporkan oleh Sudantha dan
Suwardji, (2012) bahwa biochar dapat digunakan pada tanah pasiran dengan
tingkat kesuburan rendah, artinya biochar sangat cocok digunakan di lahan kering
pasiran Kabupaten Lombok Utara.
Sudantha (2013) mengatakan bahwa dari aplikasi pestisida pada suatu
tanaman di lahan pertanian, kurang lebih 60% pestisida akan jatuh ke tanah dan
10
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
dari pestisida tersebut kemudian menjadi permasalahan besar bagi kualitas
lingkungan, karena akan terbawa aliran air dan akhirnya masuk ke sungai hingga
berpotensi membahayakan hewan ternak bahkan manusia. Agar residu pestisida di
dalam tanah tersebut tidak terbawa aliran air maka residu itu perlu ditahan dengan
suatu bahan yang dapat menyerap (imobilisasi), yakni arang aktif yang memiliki
kemampuan menyerap polutan. Rongga arang aktif sangat disukai oleh mikroba
misalnya bakteri tanah pendegradasi dan bakteri pengikat nitrogen atau jamur
Trichoderma spp. sebagai host, sehingga populasi mikroba tersebut menjadi
meningkat karena di dalam rongga arang aktif terdapat nutrient C dan N yang
berasal dari residu pestisida.
Apzani, Sudantha, dan Fauzi (2014); Sudantha dan Suwardji (2015):
Sanuriza dan Sudantha (2016); Sanuriza, Sudantha, dan Fauzi (2016) mengatakan
bahwa cara pembuatan biochar dan fermentasinya sebagai berikut: Sumber
biochar tempurung kelapa yang digunakan berasal dari limbah industri di
Kecamatan Gunung Sari Lombok Barat. Cara pembuatan biochar adalah
tempurung kelapa dimasukkan ke dalam drum, selanjutnya dipanaskan
menggunakan tungku yang memiliki ukuran panjang 120 cm, lebar 70 cm, dan
tinggi 40 cm dengan bahan bakar serabut kelapa dan serbuk gergaji. Pengukuran
suhu dilakukan setiap jam sampai menjelang akhir proses pemanasan. Pemanasan
bahan dilakukan sampai seluruh bahan berubah menjadi arang hitam. Biochar
tersebut selanjutnya ditumbuk (grinding) sedemikian rupa kemudian diayak
dengan ayakan mata saring 1,0 mm. Selanjutnya tumpukan biochar ditambahkan
dedak dan larutan gula, dan diinokulasi dengan jamur Trichoderma spp. kemudian
ditutup rapat-rapat dengan terpal dan dibiarkan selama 3 minggu dengan
pembalikan setiap satu minggu sekali.
Jamur T. harzianum merupakan salah satu jamur yang digunakan untuk
fermentasi (Sudantha, 1997). Selain jamur Trichoderma spp. yang bersifat
saprofit antagonis terdapat juga yang bersifat endofit antagonis seperti yang
dilaporkan oleh Sudantha dan Abadi (2006); Sudantha (2007) dan Sudantha dan
Abadi (2007) bahwa jamur Trichoderma spp. endofit antagonis efektif dapat
digunakan sebagai mikrobia fermentasi baik dalam pembuatan biokompos,
biofungisida, bioaktivator, maupun biochar. Sudirman dan Sudantha (2013)
mengatakann bahwa jamur Trichoderma spp. yang dicampur dengan MOL gula
aren dan ekstrak daun dapat mempercepat proses fermentasi.
Fermentasi Biochar dan Cara Aplikasi
Fermentasi adalah proses respirasi anaerob oleh sel organisme dengan
menghidrolisis gula menjadi energy, gas CO2 dan etanol atau senyawa lainnya,
tergantung dari substrat dan enzim katalitik yang dikeluarkan oleh sel. Substrat
yang digunakan adalah bahan atau senyawa organik, dapat dalam bentuk
karbohidrat, lemak atau protein. Karbohidrat dalam bentuk glikogen atau selulosa
dihidrolisis terlebih dahulu menjadi senyawa-senyawa sederhana (glukosa,
sukrosa, fruktosa) oleh enzim selulase yang dikeluarkan oleh sel.
11
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
Degradasi BO seperti seresah daun dan sisa-sisa tanaman pengandung
selulosa dan lignin dapat berlangsung lelalui fermentasi atau pengomposan
anaerob. Biochar juga dapat difermentasi walaupun lebih stabil dari BO melalui
proses pengomposan anaerob. Tujuan dari fermentasi pada Biochar adalah untuk
menyediakan habitat yang baik bagi mikroba sebelum diaplikasikan ke tanah
(Fischer dan Glaser, 2012).
Fermentasi pada Biochar dapat meningkatkan luas permukaan, sebagai
atraktan bagi mikroba, memperpanjang masa hidup mikroba pada BO. Fermentasi
pada Biochar membawa efek aditif terhadap keseburan tanah dan pertumbuhan
tanaman. Melalui aktivitas mikroba dan daya serap Biochar, secara biologi unsur
hara akan diurai dan dikonversi menjadi bentuk yang sederhana yang tersedia bagi
tanaman. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk fermentasi Biochar antara
lain Wet Method, Dry Method, Chemical Input dan Natural Input (McGrath,
2015).
Aplikasi Biochar untuk meningkatkan kesuburan tanah idealnya di bawah
permukaan tanah yang dekat dengan zona perakaran, di mana siklus dan serapan
unsur hara oleh tanaman berlangsung. Biochar dapat diberikan bersamaan dengan
pengolahan tanah, dibenamkan di antara larikan tanaman (sufsurface) atau ditabur
di atas permukaan tanah (surface) (Major, 2010).
12
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
METODE
Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode deskriptif yakni
pengumpulan data dengan teknik kajian pustaka atau literatur dengan
mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan topik yang dibahas dari
berbagai sumber kemudian dianalisa, disusun, diinterpretasikan dan dibahas untuk
mendapatkan kesimpulan.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam kajian ini adalah data sekunder, yakni data
yang diperoleh dari pustaka atau literatur dari hasil penelitian dan sumber
informasi yang berhubungan dengan obyek kajian. Sumber data diperoleh dari
buku, jurnal dan internet.
Konsep Metodologi
Konsep metodologi disajikan dalam bentuk skema krangka metodologi
sebagaimana di Gambar 1.
Gambar 1. Skema metodologi alur pemikiran
Biochar
Cara Fermentasi Teknik Fermentasi
Masa Fermentasi
Cara Aplikasi Mixing
Ditabur
Larikan
Lubang tanam
Respon Pertumbuhan dan
Hasil Tanaman Kedelai
13
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
HASIL DAN PEMBAHASAN
Cara Fermentasi Biochar
Teknik Fermentasi
Prinsip dari fermentasi adalah respirasi anaerob sel yang mengurai gula
sederhana menjadi ATP (energi), CO2 dan etanol atau bahan lain. Pada proses
pengomposan, sel-sel yang bekerja adalah sel-sel dari kelompok mikroba seperti
bakteri dan fungi. Pada BO dedaunan dan sisa-sisa tanaman pengandung selulosa
dan lignin, proses ini diawali dengan hidrolisis senyawa kompleks. Pada tahap ini,
sel-sel anaerob mengeluarkan enzim seperti selulase untuk menghidrolisis
senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana. Hal ini lah
yang dipentingkan dalam proses pengomposan, yaitu penguraian bahan-bahan
komplek organik menjadi senyawa-senyawa organik yang lebih sederhana seperti
glukosa, fruktosa, as.amino dan asam organik lainnya.
Fermentasi pada Biochar umumnya sama dengan fermentasi pada BO
dengan pengomposan anaerob. Namun, fermentasi pada Biochar lebih kepada
upaya untuk penyiapan untuk penyedia habitat yang baik bagi pertumbuhan
mikroba sebelum diaplikasikan ke tanah. Biochar yang telah melalui fase pirolisis
kemudian difermentasi, dilakukan dengan cara menciptakan suasana anaerob pada
bahan sehingga fungi dan bakteri baik yang bersifat saprofit, obligat maupun
fakultatif dapat tumbuh dan menguasai permukaan dan ruang pori Biochar.
Teknik fermentasi dilakukan dengan penyiapan bahan Biochar tempurung
kelapa, substrat, dan stater yang digunakan. Substrat dapat menggunakan
campuran gula tebu dan dedak (Sanuriza, Sudantha dan Fauzi, 2016), sedangkan
bahan stater dari kelompok bakteri (bakteri asam laktat), fungi (Aspergillus niger
atau Trichoderma spp.) atau bahan stater yang telah diformulasi seperti EM4.
Biochar dan substrat dicampur (mixing) kemudian disiram atau dipercik-percikan
dengan larutan bahan stater yang sebelumnya telah disiapkan sampai dengan
kondisi fisik bahan seperti adonan (tidak terlalu remah dan tidak terlalu becek).
Setalah semua bahan tercampur kemudian ditutup rapat-rapat kedap udara (tanpa
oksigen), dapat menggunakan karung, terpal, plastik atau bahan ditempatkan di
dalam wadah tertutup.
Suwardji dan Sudantha (2016) mengatakan bahwa biochar yang
difermentasi dengan jamur Trichoderma spp. menyebabkan terjadinya
peningkatan pH dengan bahan baku biochar yang di gunakan yaitu tempurung
kelapa yang memiliki tingkat alkalin yang tinggi. Peningkatan kadar C-Organik
pada tanah setelah aplikasi biochar disebabkan oleh kandungan karbon yang
tinggi pada biochar. Terjadi peningkatan KTK tanah setelah panen pada perlakuan
biochar. KTK suatu tanah mempunyai kaitan erat dengan tingkat kesuburan tanah.
Peningkatan kadar N pada tanah setelah aplikasi biochar berkaitan erat dengan
peningkatan C-Organik didalam tanah karena salah satu sumber utama nitrogen di
dalam tanah adalah bahan organik. Kadar P Tersedia dan K Tertukar di dalam
tanah pada perlakuan biochar lebih tinggi jika di bandingkan dengan perlakuan
14
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
tanpa biochar. Peningkatan kadar P Tersedia dan K Tertukar ini berkaitan dengan
peningkatan pH dan KTK didalam tanah setelah aplikasi biochar.
Hal ini diperlihatkan pada tanaman kedelai yang diaplikasikan dengan
bioaktivator dan biochar yang mengandung jamur Trichoderma spp. dapat
menekan perkembangan jamur F. oxysporum, akibatnya tanaman kedelai tidak
menunjukkan penyakit layu (Suwardji dan Sudantha, 2016). Lebih lanjut
Sudantha dan Abadi (2011) mengatakan bahwa jamur endofit Trichoderma spp.
(isolat Endo-02 dan Endo-04) dan jamur saprofit Trichoderma spp. (isolat Sapro-
07 dan Sapro-09) yang diaplikasikan dalam bentuk bioaktivator dapat
meningkatkan ketahanan induksi bibit vanili terhadap penyakit busuk batang
Fusarium. Menurut Sudantha (2014) dan Sudantha (2015), beberapa patogen tular
tanah seperti jamur Sclerotium rolfsii, Rhizoctonia sp., Phytium sp., Phytophthora
sp., dan Verticilium sp. dapat ditekan perkembangannya dalam tanah
menggunakan jamur Trichoderma spp. Bahkan menurut Sudantha dan Suwardji
(2015 a), Sudantha dan Suwardji (2015 b), penggunaan bioaktivator formulasi
butiran dan cairan pada lahan kering dapat meningkatkan hasil kedelai. Demikian
pula menurut Sudantha dan Suwardji (2016), Sudantha, Fauzi dan Suwardji
(2016) bahwa penggunaan bioaktivator dapat meningkatkan hasil umbi bawang
merah.
Masa Fermentasi
Masa fermentasi dipengaruhi multifaktor, namun dalam proses fermentasi
buatan untuk melihat waktu optimum yang dibutuhkan selama proses
pengomposan anaerob hal-hal yang diperhatikan antara lain: struktur kimia
polimer bahan yang difrementasi, konsentrasi bahan stater yang diinokulasi, suhu
proses, ukuran substrat dan konsentrasi bahan gula sebagai substrat awal untuk
memulai pertumbuhan dan pembiakan bagi mikroba.
Laju fermentasi bahan diindikasikan dengan penurunan nilai Rasio C:N
(Gambar 1). Semakin sederhana dan struktur persenyawaan polimer bahan
terfermentasi, laju penurunan Ratio C:N semakin cepat. Semakin besar
konsentrasi stater yang diberikan, maka semakin cepat penurunan Rasio C:N.
Semakin besar suhu yang diberikan, maka penurunan Rasio C:N semakin cepat
sampai dengan suhu 400C, suhu di atas 400C memperlambat laju penurunan Rasio
C:N (Yuniwati et al., 2012). Hal ini karena suhu di atas 400C menyebabkan
denaturasi enzim katalitik yang berperan selama proses degradasi dan penguraian
bahan. Semakin tinggi konsentrasi gula sebagai substrat awal, penurunan Rasio
C:N semakin cepat sampai dengan batas konsentrasi tertentu. Semakin kecil
ukuran bahan butir substar, maka laju penurunan Rasio C:N juga semakin
meningkat.
Dalam penelitian yang dilakukan Yuniwati et.al. (2012) melihat penurunan
Rasio C:N pada proses pembuatan kompos dari sampah organik secara anaerob
dengan stater EM4 selama hari pengomposan. Hasil dari penelitian tersebut
ditujukkan pada Tabel 2.
15
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
Tabel 2. Pengaruh waktu proses fermentasi terhadap Rasio C:N pada berbagai
konsentrasi EM4
Konsentrasi (g/L) Rasio C:N pada hari ke-n
1 2 3 4 5 6 7
0,1 117,91 44,70 40,27 22,89 21,96 16,59 11,50
0,4 65,18 37,75 30,23 20,08 19,22 16,25 14,63
0,8 94,88 35,38 25,66 19,18 18,22 16,10 10,94
Sumber: Yuniwati et al., 2012
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa Rasio C:N menurun drastis pada
phase hari ke-1 sampai hari ke-2, selanjutnya dari hari ke-2 sampai hari ke-7
secara perlahan seiring dengan berjalannya waktu menurun perlahan dan
kemungkinan hari selanjutnya, namu penurunan berkencenderungan mendekati
flat. Sebagai ilustrasi disajikan dalam bentuk gambar grafik (Gambar 2).
Gambar 2. Pengaruh waktu proses fermentasi terhadap Rasio C:N pada berbagai
konsentrasi EM4
Sumber: Yuniwati et al., 2012 (Data diolah).
C:N
Rat
io
Waktu (hari)
Lama Fermentasi dan Konsentrasi EM4 terhadap Penurunan C:N Ratio
0,1
0,4
0,8
16
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
Pada studi lain tentang fermentasi Biochar dan BO, Biochar terfermentasi
mampu memperlambat laju kehilangan C-organik. Senyawa C-organik sebagai
indicator kesuburan tanah. Terjadi interaksi antara taraf Biochar dan lama
pengomposan pada taraf kepercayaan 5% (p<5; n=3; Student’s t-test). Persentase
kehilangan C-organik pada bahan selama antara 1-29 hari dan 29-85 hari
pengomposan anaerob BO yang dikombinasikan dengan Biochar pada taraf 0, 50
dan 100 kg/ton BO menunjukkan perbedaan yang signifikan (Gambar 3).
Gambar 3. Pengaruh dosis dan Lama pengomposan Biochar yang diberikan
EM4 dan tanpa EM4 terhadap laju kehilangan C-organik (D0=BO
tanpa Biochar; D50= BO + 50 kg/ton BO; D100=BO+100kg/ton BO;
DEM0= BO+EM4+tanpa Biochar; DEM50= BO+EM4+50 kg/ton
BO; DEM100=BO+EM4+100kg/ton BO.
Sumber: Erben (2011) dalam Fischer dan Glaser (2012)
Persentase kehilangan C-organik secara nyata lebih tinggi pada tanpa
Biochar (taraf 0 kg/ton BO) dibandingkan dengan perlakuan Biochar 50 dan 100
kg/ton BO pada masa 1-29 hari fermentasi, sedangkan pada masa 29-85 hari
fermentasi secara nyata lebih tinggi pada perlakuan penambahan Biochar 50 dan
100 kg/ton BO dibandingkan dengan tanpa Biochar. Keberadaan Biochar
memperlambat laju kehilangan C-organik pada BO di tahap awal fermentasi.
Biochar mampu mempertahankan C-organik diduga berlangsung secara fisik
melalui pengisian stuktur ruang pori Biochar dan gaya adhesi yang kuat antar
kedua jenis bahan, melalui ikatan kimia senyawa organik dan gugus aktif dari
Biochar yang bersifat polar dan atau efisiensi pemanfaatan substrat oleh mikroba.
17
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
Cara Aplikasi Biochar pada Tanaman Budidaya
Larikan
Cara larikan yaitu dengan membuat parit kecil diantara barisan tanaman
sedalam 6-10cm. Biochar ditempatkan di dalam larikan tersebut, kemudian
ditutup atau tanpa ditutup kembali. Cara ini dapat dilakukan pada satu atau kedua
sisi barisan tanaman. Sebagai lustrasi disajikan dalam bentuk gambar (Gambar 4.).
Gambar 4. Aplikasi Biochar dengan cara larikan untuk tanaman pohon di Jepang.
Sumber: Photo oleh Sugiura dalam Major, 2010
Di atas permukaan tanah (Surface soil)
Cara ini dilakukan sebelum penanaman, namun tidak sesuai untuk
pemberian di atas permukaan tanah pada pertanaman System Tanpa Olah Tanah
(TOT), karena bahan dapat hilang oleh erosi permukaan pada lahan miring
(kemiringan:<00<) atau hanyut terbawa limpasan permukan (run off) pada lahan
datar (kemiringan:=00). Setelah penebaran Biochar dilanjutkan dengan
pengolahan tanah (mixing matter), cara ini memungkinkan distribusi bahan
pembenah tanah dapat merata sehingga perkembangan akar pun lebih seimbang.
Sebagai ilustrasi disajikan dalam bentuk gambar (Gambar 5.).
18
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
Gambar 5. Aplikasi Biochar dengan cara penaburan di atas permukaan tanah.
Sumber: Photo oleh Julie Major, B. Husk dan Josiah Hunt dalam Major, 2010
Pop Up
Cara Pop Up yaitu dengan dimasukkan Biochar ke dalam lubang tanam
pada saat penanaman benih atau biji. Bahan Biochar tidak disarankan untuk
dicampur dengan bahan yang memiliki indeks garam tinggi karena dapat
menyebabkan kerusakan pada benih atau biji. Sebagai ilustrasi disajikan dalam
bentuk gambar (Gambar 6.).
Gambar 6. Aplikasi Biochar dengan cara Pop Up untuk persiapan lubang bibit
sawit di Costa Rica.
Sumber: Photo oleh T. Benjamin dalam Major, 2010.
19
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
Penugalan
Penugalan dengan menempatkan Biochar ke dalam lubang di samping
tanaman sedalam 10-15 cm. Lubang dibuat dengan alat tugal. Kemudian setelah
Biochar dimasukkan dapat ditutup atau tanpa ditutup kembali dengan tanah.
Respon Biochar terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai
Serapan hara tanaman
Aplikasi Biochar pada tanaman kedelai dapat meningkatkan serapan hara N
sampai 20% (Purnama, 2014), P sampai 19,08% dan K meningkat 17,76% (Tabel
3) (Hartatik et al., 2015). Serapan unsur hara berkorelasi positif terhadap hasil
tanaman. Indeks panen N berkorelasi kuat terhadap hasil panenan tanaman
kedelai. Serapan P tanaman kedelai berkorelasi positif (+0,74) terhadap
pembentukan protein di dalam biji (Jeppson et al., 1978; Harper, 1979;
Schweitzer dan Harper,1985; Raboy et al., 1984 dalam Caradus, 1990).
Tabel 3. Pengaruh Aplikasi Biochar terhadap serapan hara P dan K tanaman
kedelai
Parameter Perlakuan
Kontrol Biochar (2,5 ton/ha)
Serapan Unsur Hara (kg/ha)
P 11,45a 14,15b
K 45,69a 55,56b
Keterangan: Angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf 5% uji LSD.
Sumber: Hartatik et al., 2015
Sebagai bahan pembenah tanah Biochar memperbaiki sifat fisika, kimia dan
biologi tanah secara bersama-sama yang saling terkait satu sama lain. Sifat-sifat
tanah yang baik dapat meningkatkan potensi serapan unsur hara tanaman melalui
tanah. Baiknya serapan tanaman terhadap unsur hara meningkatkan kesehatan
tumbuh tanaman. Tanaman yang tumbuh dengan baik meningkatkan sifat
fisiologis tanaman terhadap serapan unsur hara (Baligar et al., 1990). Pada
akhirnya meningkatkan bobot organ-organ vegetatif dan generatif tanaman seperti
berangkasan (biomassa), buah dan biji.
Komponen Parameter Pertumbuhan
Biochar hasil fermentasi dapat memacu pertumbuhan tanaman kedelai. Hal
ini dapat dilihat pada parameter tinggi tanaman yang meningkat 12,56% pada
20
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
aplikasi Biochar 10 ton/ha dibandingkan dengan tanpa aplikasi Biochar (Sanuriza,
2015). Tinggi tanaman sebagai salah satu indicator reproduksi, pemanjangan dan
pembesaran sel serta laju pertumbuhan tanaman.
Bobot kering bintil akar juga meningkat signifikan. Hasil berbeda nyata
antara perlakuan kontrol dibandingkan dengan aplikasi Biochar. Pada perlakuan
kontrol sebesar 0,40 g/tanaman sedangkan pada perlakuan aplikasi Biochar
sebesar 0,56 g/tanaman (Hartatik et al., 2015). Bintil akar sebagai organ penting
pada tanaman legume, dimana tempat berlangsungnya fiksasi N oleh Rhizobium
sp., sehingga N tersedia di dalam tanaman. Bobot bintil akar yang meningkat
memungkinkan tanaman legume (termasuk kedelai) menyediakan ruang tumbuh
yang lebih besar bagi bakteri sehingga daya fiksasi populasi bakteri di dalam akar
per satuan unit tanaman menjadi lebih tinggi, serapan N menjadi lebih besar.
Komponen Parameter Hasil
Aplikasi Biochar menunjukkan pengaruh signifikan terhadap komponen
hasil tanaman kedelai, secara nyata dapat meningkatkan pembentukan polong,
biomassa dan produktivitas tanaman (Tabel 4).
Tabel 4. Pengaruh Aplikasi Biochar terhadap komponen hasil tanaman kedelai
Parameter
Perlakuan
Kontrol
Biochar
(10
ton/ha)
Biochar
(20
ton/ha)
Biochar
(30
ton/ha)
Biochar
(40
ton/ha)
Polong terbentuk (polong) 399a 420ab 460b 442b 454b
Polong berisi (polong) 379a 402ab 444b 425b 434b
Berangkasan kering per
tanaman/biomassa (g)
310,51a 384,61b 420,92b 448,24b 451,61c
Produktivitas hasil biji (ton/ha) 1,91a 2,09b 2,11b 2,16b 2,22b
Keterangan: Angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf 5% uji BNJ.
Sumber: Purnama, 2014
Pada perlakuan dosis Biochar 20 ton/ha secara nyata meningkatkan jumlah
polong terbentuk dan polong berisi dibandingkan dengan perlakuan dosis Biochar
10 ton/ha, namun berpengaruh tidak nyata pada dosis 20, 30 dan 40 ton/ha.
Biomassa tanaman berbeda nyata pada perlakuan antara tanpa aplikasi Biochar
dibandingkan dengan aplikasi Biochar, namun pada aplikasi Biochar
menunjukkan perbedaan tidak nyata pada dosis Biochar 10, 20, dan 30 ton/ha.
Biomassa tanaman meningkat secara nyata pada aplikasi dosis Biochar 40 ton/ha.
21
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
Pada analisis trend menunjukan bahwa Biochar yang ditambahkan akan
diikuti dengan biomassa tanaman yang semakin meningkat (Gambar 7), hingga
(berdasarkan persamaan) hasil maksimum dicapai 453,05 g pada aplikasi dosis
Biochar 36 ton/ha.
Gambar 7. Trend pengaruh dosis Biochar terhadap berat kering (biomassa)
tanaman kedelai.
Sumber: Purnama, 2014 (diolah kembali)
Produktivitas tanaman secara nyata meningkat dengan perlakuan aplikasi
Biochar, namun dosis Biochar yang berbeda antara 10, 20, 30 dan 40 ton/ha
menunjukkan perbedaan tidak nyata. Pada analisis trend pengaruh dosis Biochar
terhadap produktivitas hasil panenan tanaman kedelai menunjukkan model dan
pola yang sama dengan hasil berat kering (biomassa) tanaman, bahwa semakin
tinggi pemberian Biochar, maka produktivitas tanaman semakin tinggi hingga
batas aplikasi Biochar 43 ton/ha dengan nilai produktivitas hasil biji maksimum
dicapai 2,21 ton/ha (Gambar 8). Hal ini karena Biochar sebagai pembenah tanah
mampu meningkatkan serapan unsur hara dan air terutama P dan K sebagaimana
hasil penelitian Hartatik et al. (2015).
Biomassa (g), 0, 310.51
Biomassa (g), 10, 384.61
Biomassa (g), 20, 420.92
Biomassa (g), 30, 448.24Biomassa (g), 40, 451.61
y = -0.107x2 + 7.756x + 312.5R² = 0.996
Bio
mas
sa (
g)
Dosis Biochar (ton/ha)
Berangkasan kering per tanaman/biomassa
Biomassa (g)
Poly. (Biomassa(g))
22
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
Gambar 8. Trend pengaruh dosis Biochar terhadap produktivitas hasil biji
tanaman kedelai.
Sumber: Purnama, 2014 (diolah kembali)
Suwardji dan Sudantha (2016) mengatakan bahwa perlakuan biochar baik
yang di fermentasi maupun tanpa fermentasi berbeda nyata dengan perlakuan
tanpa biochar, sementara perlakuan biochar yang di fermentasi jamur
Trichoderma spp. tidak berbeda nyata dengan perlakuan biochar tanpa fermentasi.
Peningkatan tinggi tanaman pada perlakuan biochar disebabkan oleh tersedianya
unsur hara pada tanah setelah aplikasi biochar. Hasil analisis tanah setelah panen
pada perlakuan tersebut menunjukkan terjadi peningkatan kadar hara di dalam
tanah jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa biochar. Salah satunya dengan
peningkatan nitrogen didalam tanah, peningkatan nitrogen akan berdampak baik
pada pertumbuhan tanaman jagung, sebagaimana menurut Sutedjo (2008)
nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman yang pada
umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian
vegetatif tanaman seperti daun, batang dan akar. Secara umum perlakuan biochar
yang di fermentasi jamur Trichoderma spp. lebih baik dalam memperbaiki sifat
tanah jika dilihat dari hasil analisis tanah setelah panen. Namun, perlakuan
biochar yang di fermentasi jamur Trichoderma spp. tidak berbeda nyata dengan
perlakuan biochar tanpa fermentasi terhadap peningkatan tinggi tanaman jagung.
Hal ini di duga biochar yang di fermentasi belum optimal dalam memperbaiki
sifat tanah saat pertumbuhan tinggi tanaman jagung.
Lebih lanjut Suwardji dan Sudantha (2016) mengatakan bahwa Perlakuan
biochar yang difermentasi jamur T. harzianum isolat SAPRO-07 dan T. koningii
isolat ENDO-02 lebih berpotensi dalam meniingkatkan pertumbuhan dan hasil
jagung dibandingkan dengan perlakuan biochar tanpa fermentasi dan perlakuan
tanpa biochar di tanah Entisol. Produktivitas hasil jagung pada perlakuan biochar
Produktivitas hasil biji (ton/ha), 0, 1.91
Produktivitas hasil biji (ton/ha), 10, 2.09
Produktivitas hasil biji (ton/ha), 20, 2.11
Produktivitas hasil biji (ton/ha), 30, 2.16
Produktivitas hasil biji (ton/ha), 40, 2.22y = -0.0002x2 + 0.0129x + 1.93
R² = 0.9352
y = -0.00015x2 + 0.01290x + 1.93000R² = 0.93515
Pro
du
ktiv
itas
(to
n/h
a)
Dosis Biochar (ton/ha)
Produktivitas hasil biji
Produktivitashasil biji(ton/ha)
23
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
yang di fermentasi dengan jamur Trichoderma spp. adalah 8,28 ton/ha, sedangkan
perlakuan biochar tanpa fermentasi adalah 4,85 ton/ha, dan tanpa biochar adalah
2,62 ton/ha.
Sudantha dan Suwardji (2016) mengatakan bahwa jamur saprofit T.
harzainum isolat SAPRO-07 dan jamur endofit T. polysporum isolat ENDO-04 yang
digunakan untuk fermentasi biochar dapat berkolonisasi dengan baik dalam biochar yang
kemudian diberikan ke dalam tanah. Pada penelitian ini ditemukan populasi jamur
Trichoderma spp. di biochar dan di daerah perakaaran tanaman kedelai 6,0 x 106
propagul/g tanah. Hal ini berarti biochar merupkan host yang baik untuk jamur
Trichoderma spp. Menurut Sudantha (2007) bahwa kedua species jamur ini mempunyai
karakter yang berbeda, yaitu jamur saprofit T. harzainum isolat SAPRO-07 berkolonisasi
di rhizosfer tanaman kedelai dan jamur endofit T. polysporum isolat ENDO-04 masuk ke
dalam jaringan tanaman kedelai. Lebih lanjut Sudantha (2010b) mengatakan bahwa jamur
endofit dalam jaringan tanaman kedelai lebih berperan dalam memacu pertumbuhan
vegetatif dibandingkan dengan generatif, dan sebaliknya jamur saprofit lebih berperan
dalam memacu pertumbuhan generatif dibandingkan dengan vegetatif. Dalam hal peran
jamur endofit T. polysporum isolat ENDO-04 di dalam jaringan tanaman kedelai
menstimulir etilen dalam memacu pemanjangan sel sehingga bertambahnya tinggi
tanaman, sedangkan jamur saprofit T. harzainum isolat SAPRO-07 di rhizosfer atau
daerah perakaran tanaman kedelai mengeluarkan etilen yang didifusikan ke tubuh
tanaman melalui silem yang berperan memacu pertumbuhan generatif. Lebih lanjut Sudantha dan Suwardji (2016) mengatakan bahwa biochar yang
telah difermentasi dengan kedua species jamur ini berpengaruh langsung dalam
memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Dengan demikian sifat fisik, kimia dan
biologi tanah yang baik dapat meningktkan pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai.
Pada penelitian ini analisis tanah setelah pemberian biochar menunjukkan bahwa pH
tanah meningkat dari 6,0 menjadi 6,2; terjadi peningkatan C organik dari 1,93%
menjadi 2,09%; terjadi peningkatan N total dari 0,16% menjadi 0,44%; terjadi
peningkatan P tersedia dari 0,46 ppm menjadi 43,86 ppm, terjadi peningkatan K tertukar dari 1,28 M% menjadi 2,68 M%; dan terjadi peningkatan KTK dari 11,25 Me% menjadi
17,67 Me%. Menurut Sukartono dan Utumo (2012) bahwa peningkatan pH tanah pada
perlakuan biochar berkaitan dengan bahan baku biochar yang di gunakan yaitu
tempurung kelapa yang memiliki tingkat alkalin yang tinggi. Lebih lanjut Priyono
(2005) mengatakan bahwa pH tanah berpengaruh terhadap ketersediaan unsur hara
karena merupakan salah satu sifat kimia tanah yang penting yang dapat menentukan
kualitas tanah sebagai media tumbuh tanaman. Lehman et al. (2006) mengatakan bahwa
peningkatan C-Organik pada perlakuan biochar disebabkan oleh kandungan C-organik
pada biochar memiliki struktur C aromatik yang lebih tahan terhadap dekomposisi,
sehingga keberadaan C-Organik pada tanah meningkat bahkan bertahan lama. Menurut
Islami (2012) bahwa peningkatan C-Organik tanah berimplikasi terhadap peningkatan
kandungan bahan organik didalam tanah dan selanjutnya akan berpengaruh juga
terhadap perbaikan kualitas tanah dan keberadaan unsur hara di dalam tanah karena
bahan organik tanah merupakan salah satu kunci yang menentukan kesuburan dan
produktivitas tanah. Bahan organik merupakan sumber utama beberapa unsur hara
tanaman terutama N, P, S dan sebagian besar K. Selanjutnya Priyono (2005)
berpendapat bahwa peningkatan nilai KTK pada perlakuan biochar menunjukkan terjadi
perbaikan sifat tanah setelah aplikasi karena nilai KTK suatu tanah mempunyai kaitan
erat dengan tingkat kesuburan tanah. Selanjutnya Islami (2012) menyatakan
peningkatan efisiensi pemupukan terjadi sebagai akibat adanya KTK yang tinggi pada
24
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
perlakuan biochar sehingga mampu menyerap hara pada pupuk dan selanjutnya
memperkecil kehilangan hara karena pencucian. Sukartono (2011) mengatakan bahwa
peningkatan kadar N Total pada tanah setelah aplikasi biochar berkaitan erat dengan
peningkatan C-Organik didalam tanah. Peningkatan C-Organik didalam tanah tersebut
selanjutnya dapat meningkatkan kandungan bahan organik sehingga akan berdampak
juga terhadap peningkatan nitrogen di dalam tanah karena salah satu sumber utama
nitrogen di dalam tanah adalah bahan organik. Nurida dan Rachman (2012) mengatakan
bahwa peningkatan kadar P Tersedia dan K Tertukar ini berkaitan dengan peningkatan
pH dan KTK didalam tanah setelah aplikasi biochar tersebut. Nilai KTK tanah dapat
menjadi indikator kesuburan tanah dalam hal ini mampu menyediakan unsur hara P dan
K didalam tanah bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Lebih lanjut Sudantha dan Suwardji (2016) mengatakan bahwa pemberian
biochar yang difermentasi dengan jamur saprofit T. harzainum isolat SAPRO-07 dan
jamur endofit T. polysporum isolat ENDO-04 sebanyak 10 kg/petak setara 20 ton/ha
dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai di lahan kering. Terjadi
peningkatan hasil bobot biji kering panen mencapai 57% yaitu dari 1,26 ton/ha menjadi
2,96 ton/ha. Pemberian
Sukartono dan Sudantha (2016) mengatakan bahwa aplikasi biokompos
mulai dosis 10 ton/ha dapat meningkatkan tinggi tanaman, sedang aplikasi biochar
sampai dosis 40 ton/ha belum dapat meningkatkan tinggi tanaman kedelai.
Aplikasi biokompos mulai dosis 10 ton/ha dapat meningkatkan hasil panen
kedelai yakni 563,24 g/petak (2,25 ton/ha). Aplikasi biochar mulai dosis 10 ton/ha
dapat meningkatkan hasil panen kedelai yakni 521,84 g/petak (2,09 ton/ha).
Aplikasi biokompos dan biochar secara bersamaan mampu meningkatkan jumlah
bintil akar sekitar 67,22%. Bintil akar tertinggi terdapat pada perlakuan kombinasi
perlakuan biokompos dosis 10 ton/ha dengan biochar dosis 20 ton/ha yakni 119
buah. Serapan N tanaman kedelai meningkat seiring dengan meningkatnya dosis
biokompos dan biochar yang diberikan pada tanaman. Pada perlakuan kontrol
(tanpa pemberian biokompos dan biochar) nilai N-jaringan adalah 4,4%, pada
perlakuan kombinasi biokompos dosis 10 ton/ha dengan biochar dosis 20 ton/ha
nilai N-jaringannya adalah 4,45%, dan pada kombinasi perlakuan biokompos
dosis 15 ton/ha dengan biochar dosis 40 ton/ha nilai N-jaringannya adalah 4,65 %.
Biokompos dan biochar mempunyai kontribusi positif terhadap peningkatan
kesuburan tanah yang ditunjukan dengan terjadinya peningkatan kandungan C, N,
dan KTK tanah. Kandungan C organik meningkat dari 1, 48 % menjadi 2,26 %,
Kandungan N mengalami peningkatan dari 0,15 % menjadi 0,20 %, dan nilai
KTK tanah mengalami peningkatan dari 18,91 menjadi 22,67.
25
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi pustaka dan pembahasan maka dapat disimpulkan
bahwa:
1. Masa optimum fermentasi Biochar dipengaruhi oleh struktur polimer bahan
substrat, suhu, konsentrasi bahan stater dan ukuran fisik substrat yang
teridentifikasi melalui laju dan kadar penurunan Rasio C:N.
2. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk aplikasi Biochar
fermentasi antara lain: metode larikan, mixing dengan media tanah, Pop Up
dan penugalan;
3. Biochar dapat meningkatkan daya serap unsur hara esensial makro primer
(N, P, K), pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai di lahan kering. Apabila
difermentasi dengan mikroba dan diaplikasikan di lahan kering, maka patut
diduga akan berpotensi lebih baik lagi dalam meningkatkan pertumbuhan
dan hasil tanaman kedelai karena perannya sebagai penyedia habitat yang
baik bagi mikroba.
4. Aplikasi biochar fermentasi dengan jamur Trichoderma spp. pada tanaman
jagung dan kedelai dapat meningkatkan pertumbuhan (tinggi tanaman) dan
hasil (bobot biji kering).
Saran
Perlu dilakukan penelitian eksperimental tentang pengaruh lama fermentasi
Biochar dan cara aplikasinya terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai di
lahan kering.
26
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
DAFTAR PUSTAKA
Aimon Hasdi dan Alpon Satrianto. 2014. Prospek Konsumsi dan Impor Kedelai di
Indonesia Tahun 2015-2020. Jurnal: Jurnal Kajian Ekonomi. Padang.
Vol. III no.5, Juli 2014.
http://ejournal.unp.ac.id/index.php/ekonomi/issue/view/490 (Diunduh
pada tanggal 27 Januari 2016)
Aldillah Rizma. 2014. Analisis Produksi dan Konsumsi Kedelai Nasional. Thesis:
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/12345. (Diunduh pada
tanggal 22 Januari 2016)
Anischan, G. 2010. Multiguna Arang Hayati Biochar. Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi, Sinar Tani Edisi 13–19, Oktober 2010.
http://pustaka.litbang.pertanian.go.id/inovasi/kl10102.pdf (Diunduh
tanggal 10 September 2013)
Anonim. 2012. Kinerja Produksi dan Harga Kedelai serta Implementasinya untuk
Perumusan Kebijakan Percepatan Pencapaian Target Sukses
Kementerian Pertanian. Analisis Kebijakan: Analisis Kebijakan Tahun
2012. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Balitbangtan
Kementan. http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/analisis-
kebijakan/analisis-kebijakan-tahun-2012 (Diunduh pada tanggal 27
Januari 2016)
Apzani, W. dan I.. M. Sudantha. 2014. Pemanfaatan Biokompos Stimulator
Trichoderma spp. dan Biochar Tempurung Kelapa Untuk Pertumbuhan
Dan Produksi Jagung (Zea Mays, L) di Lahan Kering NTB. Topik
Khusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering
Unram. 38 hal.
Apzani, W.; I. M. Sudantha; M. T. Fauzi. 2014. Aplikasi Biokompos Stimulator
Trichoderma spp. dan Biochar Tempurung Kelapa Untuk Pertumbuhan
dan Hasil Jagung (Zea mays L.) di Lahan Kering. Jurnal Agroteknologi,
2015 - jurnal.unej.ac.id
Balitbangtan. 2007. Kedelai: Teknik, Produksi dan Pengembangan. Puslitbang
Tanaman Pangan. Kementan. Bogor
27
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
Baligar V.C., R.R. Duncan dan N.K. Fageria. 1990. Soil-Plant Interaction on
Nutrient Use Efficiency in Plants: An Overview dalam Crops as
Enhancers of Nutrient Use. Buku: Academic Press, Inc. California.
pp351-374
BPS. 2015. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Impor September 2015.
Buletin: BPS. Jakarta-Indonesia. (Diunduh pada tanggal 22 Januari
2016)
_______. 2016. Tabel Dinamik Produksi, Luas Lahan dan Produktivitas Kedelai.
www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/871. (Diakses pada tanggal 22
Januari 2016)
Caradus J.R. 1990. Mechanisms Improving Nuntrient Use by Crop and Herbage
Legumes dalam Crops as Enhancers of Nutrient Use. Buku: Academic
Press, Inc. California. pp253-312
Dariah Ai. 2007. Bahan Pembenah Tanah: Prospek dan Kendala Pemanfaatannya.
Dimuat dalam Tabloid Sinar Tani, 16 Mei 2007.
http://litbang.pertanian.go.id (Diunduh pada tanggal 26 Januari 2016)
Dariah Ai, I G.M. Subiska dan Sutono. 2013. Sistem Pengelolaan Tanah Pada
Lahan Kering Beriklim Kering. IAARD Press. Jakarta.
http://balittanah.litbang.pertanian.go.id (Diunduh pada tanggal 22
Januari 2016)
Dariah Ai dan Nani Heryani. 2014. Pemberdayaan Lahan Kering Suboptimal
untuk Mendukung Kebijakan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan.
Jurnal: Jurnal Sumberdaya Lahan. Vol.9. Juli 2015.
http://bbsdlp.litbang.pertanian.go.id (Diunduh pada tanggal 27 Januari
2016)
FAO. 2016. Crops Production Map in FAOstat-online.
http://faostat3.fao.org/download/Q/QC/E. (Diakses pada tanggal 22
Januari 2016)
Fischer Daniel dan Bruno Glaser. 2012. Synergisms between Compost and
Biochar for Sustainable Soil Amelioration dalam Management of
Organic Waste. InTech. p167-198. www.intechopen.com/publish-with-
intech.html (Diunduh pada tanggal 28 Januari 2016)
Ginting Simon P. dan Rantan Krisnan.2006. Pengaruh Fermentasi Menggunakan
Beberapa Strain Trichoderma dan Masa Inkubasi Berbeda terhadap
Komposisi Kimiawi dan Bungkil Inti Sawit dalam Cakrawala Baru Iptek
Menuju Revitalisasi Peternakan Prosiding Seminar Nasional Teknologi
28
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
Peternakan dan Veternier 2006. Buku: Puslitbang Peternakan Kementan.
Bogor. p939-944.
http://digilib.litbang.pertanian.go.id/repository/artikel/1/1/2009/0/6691
(Diunduh 25 Januari 2016)
Gisi Sabino De, Luigi Petta dan Claudia Wendland. History and Techology of
Terra Preta Sanitation. Jurnal: Sustainability. Vol.6. p1328-1425.
www.mpdpi.com/journal/sustainability (Diunduh pada tanggal 31
Januari 2016)
Hadi Rustan. 2011. Sosialisasi Teknik Pembuatan Arang Tempurung Kelapa
dengan Pembakaran Sistem Suplai Udara Terkendali. Buletin: Buletin
Teknik Pertanian. Pustaka Balitbang Kementan. Vol.16 no.2. 2011. p77-
80. http://digilib.litbang.pertanian.go.id/v2/katalog/majalah/all/buletin-
teknik-pertanian/16/2/2011 (Diakses pada tanggal 29 Januari 2016).
Hartatik Wiwik, Heri Wibowo dan Jati Purwani. 2015. Aplikasi Biochar dan
Tithoganic dalam Peningkatan Produktivitas Kedelai (Glycine max L.)
pada Typic Kanhapludults di Lampung Timur. Jurnal: Jurnal Tanah dan
Iklim Vol.39. No.1. Juli 2015. pp51-62.
http://balittanah.litbang.pertanian.go.id (Diunduh 25 Januari 2016).
Irawan, Ai Dariah dan Achmad Rachman. 2015. Pengembangan dan Diseminasi
Inovasi Teknologi Pertanian Mendukung Optimalisasi Pengelolaan
Lahan Kering Masam. Jurnal: Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Lahan.
Vol.9 no.1. Juli 2015. p37-50.
http://bbsdlp.litbang.pertanian.go.id/index.php/ (Diunduh 28 Januari
2016).
Juniati. 2005. Si Hitam Pembawa Rizki. Berita: AgriCultures Network.
www.agriculturesnetwork.org/megazines/indonesia/11-energi-dari-
lahan/si-hitam-pembawa-rizki (Diunduh 28 Januari 2016).
Kementan. 2015. Lampiran Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia
tentang Rencana Strategis Kementerian Pertanian tahun 2015-2019.
Kementan. Jakarta. www.pertanian.go.id (Diunduh pada tanggal 22
Januari 2016)
Maftu’ah Eni dan Dedi Nursyamsi. 2015. Potensi Berbagai Bahan Organik Rawa
sebagai Sumber Biochar. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indo. 1 (4): Juli
2015. p776-781. http://biodiversitas.mipa.uns.ac.id/M/M0104 (Diunduh
pada tanggal 25 Januari 2015)
29
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
Major Julie. 2010. Guidlines no Practical Aspects of Biochar Application to Field
Soil in Various Soil Management System. IBI. www.biochar-
international.org (Diunduh pada tanggal 5 Februari 2015)
Mateus Rupa. 2014. Peran Legum Penutup Tanah Tropis dalam Meningkatkan
Simpanan Karbon Organik dan Kualitas tanah serta Hasil Jagung (Zea
mays L.) di Lahan Kering. Disertasi: Program Doktor Universitas
Udayana Denpasar. Denpasar. www.pps.unud.ac.id (Diunduh pada
tanggal 26 Januari 2015)
Maulana Adi Ginanjar dan Hedi Ardhia. 2015. Ketergantungan Sangat Tinggi,
Pengampusan Impor Kedelai Sulit. Berita: Bisnis.com. Dimuat pada
tanggal 15 Januari 2015. http://m.bisnis.com (Diakses pada tanggal 29
Januari 2015)
McGrath Bryan. 2015. Fermented Biochar. Prokasih. www.prokasih.com
(Diunduh pada tanggal 22 Januari 2016)
Murtilaksono Kukuh dan Syaiful Anwar. 2014. Potensi, Kendala dan Strategi
Pemanfaatan Lahan Kering dan Kering Masam untuk Pertanian
(Kedelai, Jagung, Kedelai), Peternakan, dan Perkebunan dengan
Menggunakan Teknologi Tepat Guna dan Spesifik Lokasi dalam
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2014. Article: PUR-
PLSO Universitas Sriwijaya. Palembang, 26-27 September 2014. p1-7
http://www.pur-plso-unsri.org/dokumen/4_keynote_speaker. (Diunduh
pada tanggal 22 Januari 2016)
Multazam. 2012. Uji Dosis Biochar dan Pupuk Nitrogen terhadap Efisiensi
Pengunaan Air dan Perbaikan Sifat Fisika Tanah serta Pertumbuhan
Jagung pada Tanah Pasiran Lombok Utara. Tesis Program Studi
Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering, Program Pascasarjana
Universitas Mataram. Mataram
Mulyani Anny dan Muhrizal Sarwani. 2013. Karatkteristik dan Potensi Lahan Sub
Optimal untuk Pengembangan Pertanian di Indonesia. Jurnal: Jurnal
Sumberdaya Lahan Balai Besar Litbang Sumberdaya Pertanian. Bogor.
Vol.7. Juli 2013. http://bbsdlp.litbang.pertanian.go.id (Diunduh pada
tanggal 27 Januari 2016)
Nurida Neneng Laela. 2014. Potensi Pemanfaatan Biochar untuk Rehabilitasi
Lahan Kering di Indonesia. Jurnal: Jurnal Sumberdaya Lahan Balai
Besar Litbang Sumberdaya Pertanian. Bogor. Vol.9. Juli 2015.
http://bbsdlp.litbang.pertanian.go.id (Diunduh pada tanggal 27 Januari
2016)
30
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
Nurida Neneng Laela, A. Dariah, A. Rachman. 2008a. Kualitas Limbah Pertanian
sebagai Bahan Baku Pembenah Tanah berupa Biochar untuk Rehabilitasi
Lahan dalam Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan Pertanian.
Buku: Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. Pp211-
218. http://balittanah.litbang.pertanian.go.id (Diunduh pada tanggal 27
Januari 2016)
Nurdin, Maspeke, P., Ilahude, Z., dan Zakaria, F. 2008b. Pertumbuhan dan Hasil
Jagung yang Dipupuk N, P, dan K pada Tanah Vertisol Isimu Utara
Kabupaten Gorontalo. Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo. Jurnal Ilmu Tanah Trop 14(1):
49-56. http://repository.ung.ac.id/get/karyailmiah/14/pertumbuhan-dan-
hasil-jagung-yang-dipupuk-n-p-dan-k-pada-tanah-vertisol-isimu-utara-
kabupaten-gorontalo.pdf. (Diunduh pada tanggal 4 maret 2015).
Nurida dan Rachman. 2009. Alternatif Pemulihan Lahan Kering Masam
Terdegradasi dengan Formula Pembenah Tanah Biochar di Typic
KanhapludultsnLampung. http://balittanah.litbang.deptan.go.id/ind/doku
mentasi/lainnya/59%20terdegradasi.pdf.
Nurida Neneng Laela, A. Dariah dan S. Sutono. 2015. Pembenah Tanah Alternatif
untuk Meningkatkan Produktivitas Tanah dan Tanaman Kedelai di
Lahan Kering Masam. Jurnal: Jurnal Tanah dan Iklim Balai Besar
Litbang Sumberdaya Pertanian. Bogor. Vol.39 no.2. Desember 2015.
http://bbsdlp.litbang.pertanian.go.id (Diunduh pada tanggal 27 Januari
2016)
Prasetyo Yusup, Herru Djatmiko, Niken Sulistyaningsih. 2014. Pengaruh
Kombinasi Bahan Baku dan Dosis Biochar terhadap Perubahan Sifat
Fisik Tanah Pasiran pada Tanaman Jagung (Zea mays L.). Artikel:
UNEJ Repository. Jember. http://dspace.unej.ac.id (Diunduh pada
tanggal 29 Januari 2016)
Prihatman K. 2000. Tentang Budidaya Pertanian: Kedelai. Deputi Menegristik
Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan dan Pemasyarakatan
IPTEK.
Purnama Mega. 2014. Uji Dosis Biokompos dan Biochar untuk Meningkatkan
Pertumbuhan dan Hasil Kedelai pada Tanah Entisol. Thesis: Program
Pascasarjana Universitas Mataram. Mataram
Roniri Aminudin Al. 2015. Peran Berbagai Dosis Bioaktivator Trichoderma sp.
dan Biochar terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai di Lahan Kering.
Thesis Program Pascasarjana Universitas Mataram. Mataram
31
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
Sanuriza Irna Il. 2015. Aplikasi Biokompos dengan Beberapa Suplemen dan
Biochar Tempurung Kelapa Hasil Fermentasi Jamur Trichoderma sp.
Untuk Memacu Pertumbuhan dan Hasil Kedelai (Glycine max (L.)
Merr.) di Lahan Kering. Thesis: Program Pascasarjana Universitas
Mataram. Mataram
Sanuriza, I I.; I.M. Sudantha; Fauzi, M.T. 2016. Aplikasi Biokompos dengan
Beberapa Suplemen dan Biochar Hasil Fermentasi Jamur Trichoderma
spp. Untuk Memacu Pertumbuhan Kedelai di Lahan Kering.
Biowallacea Jurnal Ilmiah Ilmu Biologi, 2 (1). PP. 6-12. ISSN: 2442-
2622
Santi dan Goenadi. 2010. Pemanfaatan Biochar Sebagai Pembawa Mikroba untuk
Pemantap Agregat Tanah Ultisol dari Taman Bogo-Lampung. Balai
Penelitian Bioteknologi Perkebunan. 52 Menara Perkebunan 2010, 78
(2): 52-60.
http://www.ibriec.org/menara_perkebunan/download.php?id=89.
Saraswati Rinianti, Salyo Sutrisno dan T. Adisarwanto. 2011. Analisis Daya Saing
Kedelai terhadap Tanaman Padi dan Jagung. Jurnal: Buana Sains.
Malang. Vol 2 no.1. p97-102. http://jurnal.unitri.ac.id (Diunduh pada
tanggal 27 Januari 2016)
Schmidt Hans-Peter. 2011a. Terra Preta: Model of Cultural Technique. Jurnal:
Ithaka. 17 Desember 2011. www.ithaka-journal.net ((Diakses pada
tanggal 28 Januari 2016)
_______. 2011b. Ways of Making Terra Preta: Biochar Activation. Jurnal:
Ithaka.19 Maret 2011. www.ithaka-journal.net (Diakses pada tanggal 28
Januari 2016)
Setyorini Diah, Rasti Saraswati dan Ea Kosman Anwar. 2006. Kompos dalam
Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Buku: Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. p11-40.
http://balittanah.litbang.pertanian.go.id (Diunduh pada tanggal 28
Januari 2016)
Subiksa IGM., Sukarman, Ai Dariah. 3013. Prioritas Pemanfaatan Lahan Kering
untuk Pengembangan Tanaman Pangan dalam Prospek Pertanian Lahan
Kering dalam Mendukung Ketahanan Pangan. Balitbangtan Kementan.
Jakarta. p329-349 www.litbang.pertanian.go.id (Diunduh pada tanggal
22 Januari 2016)
32
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
Sudantha, I. M. 1997. Pemanfaatan Jamur Trichoderma harzianum Sebagai
Biofungisida Untuk Pengendalian Patogen Tular Tanah Pada Tanaman
Kedelai dan Tanaman Semusim Lainnya di NTB. Laporan Penelitian
Hibah Bersaing. Fakultas Pertanian Universitas Mataram, Direktorat
Pembinaan Penelitian dan pengabdian Pada Masyarakat Dirjen Dikti.
Sudantha, I. M. dan A. L. Abadi. 2006. Biodiversitas Jamur endofit Pada Vanili
(Vanilla planifolia Andrews) dan Potensinya Untuk Meningkatkan
Ketahanan Vanili Terhadap Penyakit Busuk Batang. Laporan Penelitian
Fundamenatal DP3M DIKTI. Fakultas Pertanian Universitas Mataram,
Mataram 107 hal.
Sudantha, I. M. 2007. Karakterisasi dan Potensi Jamur Endofit dan Saprofit
Antagonistik Sebagai Agens Pengendali Hayati Jamur Fusarium
oxysporum f. sp. vanillae Pada Tanaman Vanili di Nusa Tenggara Barat.
Disertasi Program Pascasarjana Universitas Brawijaya, Malang. 337 hal.
Sudantha, I. M. dan A. L. Abadi. 2007. Identifikasi Jamur Endofit dan
Mekanisme Antagonismenya terhadap Jamur Fusarium oxysporum f. sp.
vanillae pada Tanaman Vanili. Agroteksos, 17 (1). PP. 23-38.
(http://eprints.unram.ac.id/4637/)
Sudantha, I. M. 2008. Aplikasi Jamur Trichoderma spp. (Isolat ENDO-02 dan 04
serta SAPRO-07 dan 09) sebagai Biofungisida, Dekomposer dan
Bioaktivator Pertumbuhan dan Pembungaan Tanaman Vanili dan
Pengembangannya pada Tanaman Hortikultura dan Pangan Lainnya di
NTB. Laporan Penelitian Hibah Kompetensi DP2M - Fakultas Pertanian
Universitas Mataram, Mataram. 117 hal.
Sudantha, I. M. 2009. Karakterisasi Jamur Saprofit dan Potensinya untuk
Pengendalian Jamur Fusarium oxysporum f. sp. vanillae pada Tanaman
Vanili. Agroteksos, 19 (3). PP. 89-100. ISSN 0852-8286
(http://eprints.unram.ac.id/4638/)
Sudantha, I. M.; I. G. M. Kusnarta, M. Rahayu; I. N. Sudana. 2009. Karakterisasi
dan Potensi Jamur Saprofit dan Endofit Antagonistik Untuk Meningkatkan
Ketahanan Induksi Tanaman Pisang terhadap Penyakit Layu Fusarium di
Nusa Tenggara Barat. Laporan Penelitian Kerjasama Kemitraan
Pertanian Perguruan Tinggi (KKP3T) Badan Litbang Deptan, Mataram.
109 hal.
Sudantha, I. M. (2010). Pengujian Beberpa Jenis Jamur Endofit dan Saprofit
Trichoderma spp. terhadap Penyakit Layu Fusarium pada Tanaman
Kedelai. Agroteksos, 20 (2-3). Pp. 90-102. Issn 0852-8286
33
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
Sudantha, I. M. 2010 a. Buku Teknologi Tepat Guna: Penerapan Biofungisida dan
Biokompos pada Pertanian Organik. Fakultas Pertanian Universitas
Mataram, Mataram.
Sudantha, I. M. 2010 b. Pengujian beberapa jenis jamur endofit dan saprofit
Trichoderma spp. terhadap penyakit layu Fusarium pada tanaman kedelai.
Jurnal Ilmu Pertanian Agroteksos, Fakultas Pertanian Universitas
Mataram, Mataram. Vol. 20 No. 2 Desember 2010.
Sudantha, I M. dan A. L. Abadi. 2011. Uji aplikasi jamur endofit Trichoderma
spp. (isolat Endo-02 dan Endo-04) dan jamur saprofit Trichoderma spp.
(isolat Sapro-07 dan Sapro-09) dalam meningkatkan ketahanan induksi
bibit vanili terhadap penyakit busuk batang Fusarium. Jurnal Ilmiah
Budidaya Pertanian CROPAGRO, Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Mataram, Mataram. Vol. 4 No. 2.
Sudantha, I. M. dan A. L. Abadi. 2011. Uji efektivitas beberapa jenis jamur
endofit Trichoderma spp. isolat lokal NTB terhadap jamur Fusarium
oxysporum f. sp. vanillae penyebab penyakit busuk batang pada bibit
vanili. Jurnal Crop Agro Pertanian. Vol 4 No 2 (2011). 57 - 63.
https://cropagro.unram.ac.id/index.php/caj/article/view/103
Sudantha, I. M. 2014. Buku Patogen Tumbuhan Tular Tanah dan
Pengendaliannya. Percetakan Arga Puji Press. Mataram. ISBN: 978-979-
1025-56-0. 250 hal.
Sudantha, I. M. 2015. Kiat Mendapatkan Vanili Bebas Penyakit Busuk Batang
Menggunakan Jamur Endofit Antagonis. Percetakan Arga Puji Press.
Mataram. ISBN: 978-979-1025-55-3. 128 hal.
Sudantha, I. M. and Suwardji. 2015 a. The Use of Biocompost and Bioactivator in
A Granule Formulation Containing Trichoderma spp. to Enhance
Growth and Yield of Soybean in Tropopsamnet of North Lombok. In:
International Seminar on the Tropical Natural Resources 2015, 10-13 June
2015, Mataram.
Sudantha, I. M. dan Suwardji. 2015 b. Pengaruh Pemberian Beberapa Formulasi
Bioaktivator Dari Bahan Dasar Jamur Antagonis Trichoderma
Harzianum Isolat Sapro-07 Dan Trichoderma Polysporom Isolat Endo-04
Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Beberapa Varietas Kedelai. In:
Seminar Nasional Biologi Wallacea FMIPA UNRAM, 19 Agustus 2015,
Mataram. 13 hal.
34
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
Sudantha, I. M. and Suwardji. 2016. Growth and Yield of Onion (Allium Cepa Var.
Ascalonicum) as CA Result of Addition of Biocompost and Boactivity
Fermented with Trichoderma spp. In: The 1st International Conference on
Science and Technology (ICST) 2016, 1-2 Desember 2016, Universitas
Mataram.
Sudantha, I. M.; M. T. Fauzi; Suwardji. 2016. Uji aplikasi fungi mikoriza
arbuskular (fma) dan dosis bioaktivator (mengandung jamur Trichoderma
spp.) Dalam mengendalikan penyakit layu fusarium pada tanaman
bawang merah (Allium ascalonicum L.). In: Pengembangan Pertanian
Berkelanjutan yang Adaptif terhadap Perubahan Iklim Menuju Ketahanan
Pangan dan Energi, 12 November 2016, Universitas Mataram. 700 – 707.
Sudantha, I. M. dan Suwardji. 2016. Respon pertumbuhan dan hasil tanaman
kedelai terhadap pemberian biochar dan berbagai dosis bioaktivator yang
difermentasi dengan jamur trichoderma spp. di lahan kering. Seminar
Nasional Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lahan Sub-Optimal
Untuk Mendukung Terwujudnya Ketahanan dan Kedaulatan Pangan
Nasional Universitas Panca Bhakti Pontianak, 2–3 Mei 2015. 8 hal.
Sudantha dan Suwardji. 2013. Pemanfaatan Biokompos, Bioaktivator Dan
Biochar Untuk Meningkatkan Hasil Jagung Dan Berangkasan Segar
Pada Lahan Kering Pasiran Dengan Sistem Irigasi Sprinkler Big Gun .
Laporan penelitian unggulan strategis tema: ketahanan dan keamanan
pangan (food safety & security) fakultas pertanian universitas mataram
desember, 2013. Laporan Penelitian Strategis Nasional. 109 halaman
Sudantha. 2013. Potensi Jamur Endofit dan Saprofit Trichoderma spp. Untuk
Pembuatan Biofungisida, Bioaktivator, Biodekomposer Dan Biochar
Dan Perannya Dalam Meningkatkan Kesehatan Dan Ketahanan Pangan.
Dalam Buku Buah Fikiran Sang Profesor. Fakultas Pertanian Universitas
Mataram. 215 – 246.
Sudantha, I. M. dan Suwardji. 2016. Respon pertumbuhan dan hasil tanaman
kedelai terhadap pemberian biochar dan berbagai dosis bioaktivator yang
difermentasi dengan jamur Trichoderma spp. di Lahan Kering. Seminar
Nasional Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lahan Sub-Optimal
Untuk Mendukung Terwujudnya Ketahanan dan Kedaulatan Pangan
Nasional Universitas Panca Bhakti Pontianak, 2–3 Mei 2015. 97 – 105.
35
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
Sudirman, dan I. M. Sudantha. 2013. Pemanfaatan MOL gula aren dan ekstrak
daun legundi yang mengandung jamur Trichoderma harzianum untuk
mengendalikan jamur Sclerotium rolfsii dan ulat spodoptera pada
tanaman kedelai.. Working Paper. Program Magister Pengelolaan
Sumberdaya Lahan Kering, Mataram. 23 hal.
Sukarman, IGM. Subiksa dan Sofyan Ritung. 2013. Identifikasi Lahan Kering
Potensial untuk Pengembangan Tanaman Pangan dalam Prospek
Pertanian Lahan Kering dalam Mendukung Ketahanan Pangan. Balai
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. p316-328
Sumarno dan M. Muchlish Adie. 2010. Strategi Pengembangan Produksi Menuju
Swasembada Kedelai Berkelanjutan. Jurnal: Buletin Iptek Tanaman
Pangan Badan Litbang Pertanian Kementan. Jakarta. Vol.5 no.1 (2010).
http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/ippan/issue/view/556
((Diunduh pada tanggal 27 Januari 2016)
Sukartono. 2011. Pemanfaatan Biochar sebagai Bahan Amandemen Tanah untuk
Meningkatkan Efisiensi Penggunaan Air dan Nitrogen Tanaman Jagung
(Zea mays) di Lahan Kering Lombok Utara. Laporan: Laporan Hasil
Penelitian Disertasi Doktor TA.2011. Universitas Brawijaya. Malang.
http://lppm.ub.ac.id (diunduh pada tanggal 24 Januari 2016)
Sukartono and I. M. Sudantha. 2016. Agronomic Response of Soybeans and Soil
Fertility Status under Application of Biocompost and Biochar on Entisols
Lombok, Eastern Indonesia. IOSR Journal of Environmental Science,
Toxicology and Food Technology (IOSR-JESTFT), 10 (11). pp. 6-11.
ISSN e-ISSN: 2319-2402,p- ISSN: 2319-2399
Surianingsun B.I. 2012. Kajian Biochar Tempurung Kelapa dalam Meningkatkan
Hasildan Efisiensi Penggunaan Pupuk Nitrogen pada Tanaman Jagung
(Zea mays L.) serta Perbaikan Sifat Tanah Berpasir Kabupaten Lombok
Utara. Tesis Program Studi Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan
Kering. Program Pascasarjana Universitas Mataram. Mataram
Suwardji, S. Tejowulan, A. Rakhman, dan B. Munir (2003) Rencana Strategis
Pengembangan Lahan Kering Provinsi NTB. Bappeda NTB. 157 halaman.
Suwardji, 2009. Diktat Pengelolaan Sumber Daya Lahan Kering. Program Pasca
Sarjana Fakultas Pertanian Universitas Mataram;
36
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 15 Desember 2016
Suwardji, Sukartono, Muliatiningsih dan Olivia. 2012. Soil Management of Sandy
Soils Based on Biochar for Improving Water Use and Nutrients Use
Efficiency as well as Maize Production of Dryland Farming in Nothern
Lombok Indonesia. www.prof-suwardji.com (diakses pada tanggal 30
Januari 2016)
Suwardji dan I. M. Sudantha. 2016. Potensi Biochar yang Difermentasi Jamur
Trichoderma spp. Sebagai Bahan Pembenah Tanah untuk Meningkatkan
Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Genotipe Jagung di Tanah Entisol.
Seminar Nasional Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lahan Sub-
Optimal Untuk Mendukung Terwujudnya Ketahanan dan Kedaulatan
Pangan Nasional Universitas Panca Bhakti Pontianak, 2–3 Mei 2015. 153
– 160.
Yuniwati Murni, Frendy Iskarima dan Adiningsih Padulemba. 2012. Optimasi
Kondisi Proses Pembuataan Kompos dari Sampah Organik dengan Cara
Fermentasi Menggunakan EM4. Jurnal: Jurnal Teknologi Institut Sains
dan Teknologi Akprindo Yogyakarta. Vol.5 no.2. Desember. 2012.
pp172-181. http://journal.akprindo.ac.id (Diunduh pada tanggal 31
Januari 2016)