Download - TERAPI BERMAIN 2
TERAPI BERMAIN
PADA ANAK USIA SEKOLAH USIA 6 - 12 TAHUN
DENGAN MENYUSUN PUZZLE
DI RUANG KASWARI RSUD WANGAYA KOTA DENPASAR
OLEH
KELOMPOK II
PROGRAM NONREGULER B4 DENPASAR
1. OKTARINA 13. 901. 0282
2. NI NYOMAN RUPINI 13. 901. 0288
3. NI KADEK ANGRAWATI 13. 901. 0286
4. I WAYAN GDE SUDIARTA 13. 901. 0294
5. PANDE PUTU KRISNA YANTI 13. 901. 0287
6. MOCH. NASRULLAH 13. 901. 0305
7. NI LUH PUTU OKA PRTHIWI S. 13. 901. 0281
8. I KOMANG ADI NURJAYANA 13. 901. 0269
9. NI KADEK YULIATI 13. 901. 0304
PROGRAM STUDI NERS (PROFESI)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI
DENPASAR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hospitalisasi merupakan keadaan dimana orang sakit berada pada
lingkungan rumah sakit untukm mendapatkan pertolongan dalam peawatan atau
pengobatan dalam perawatan atau pengobatan sehingga dapat mengatasi atau
meringankan penyakitnya. Tetapi pada umumnya hospitalisasi dapat
menimbulkan ketegangan dan ketakutan serta dapat menimbulkan ketegangan dan
ketakutan serta dapat menimbulkan gangguan emos atau tingkah laku yang
mempengaruhi kesembuhan dan perjalanan penyakit anak selama dirawat dirumah
sakit. Hospitalisasi pada anak akan memberikan dampak negatif seperti trauma,
cemas dan ketakutan.
Bermain adalah bagian integral dari masa kanak-kanak, media yang unik
untuk memfasilitasi perkembangan ekspresi bahasa, ketrampilan komunikasi,
perkembangan emosi, ketrampilan sosial, ketrampilan pengambilan keputusan,
dan perkembangan kognitif pada anak-anak (Landreth, 2001). Bermain juga
dikatakan sebagai media untuk eksplorasi dan penemuan hubungan interpersonal,
eksperimen dalam peran orang dewasa, dan memahami perasaannya sendiri.
Bermain adalah bentuk ekspresi diri yang paling lengkap yang pernah
dikembangkan manusia. Erikson (Landreth, 2001) mendefinisikan bermain
sebagai suatu situasi dimana ego dapat bertransaksi dengan pengalaman dengan
menciptakan situasi model dan juga dapat menguasai realitas melalui percobaan
dan perencanaan.
Sementara Landreth (2001) mendefinisikan terapi bermain sebagai
hubungan interpersonal yang dinamis antara anak dengan terapis yang terlatih
dalam prosedur terapi bermain yang menyediakan materi permainan yang dipilih
dan memfasilitasi perkembangan suatu hubungan yang aman bagi anak untuk
sepenuhnya mengekspresikan dan eksplorasi dirinya (perasaan, pikiran,
pengalaman, dan perilakunya) melalui media bermain. International Association
for Play Therapy (APT), sebuah asosiasi terapi bermain yang berpusat di
Amerika, dalam situsnya di internet mendefinisikan terapi bermain sebagai
penggunaan secara sistematik dari model teoritis untuk memantapkan proses
interpersonal dimana terapis bermain menggunakan kekuatan terapiutik
permainan untuk membantu klien mencegah atau menyelesaikan kesulitan-
kesulitan psikososial dan mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang
optimal. Beberapa definisi terapi bermain tersebut mengarah pada beberapa hal
penting, yaitu: (a) tipe dan jumlah permainan yang digunakan; (b) konteks
permainan; (c) partisipan yang terlibat; (d) urutan permainan; (e) ruang yang
digunakan; (f) gaya bermain; (g) tingkat usaha yang dicurahkan dalam permainan.
Terapi bermain adalah pemanfaatan permainan sebagai media yang efektif oleh
terapis, untuk membantu klien mencegah atau menyelesaikan kesulitan
psikososial dan mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, melalui
kebebasan eksplorasi dan ekspresi diri.
Melihat pentingnya bermain bagi seorang anak terutama anak yang
mengalami hospitalisasi, maka kelompok akan mengadakan terapi bermain
dengan sasaran usia sekolah ( 6 tahun sampai 12 tahun) yang berada diruang rawat
inap anak RSUP Sanglah. Kelompok berharap dengan diadakannya terapi bermain
ini, anak yang dirawat tetap dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai
tahap tumbuh kembangnya.
B. Tujuan
a. Tujuan umum
Anak diharapkan dapat melanjutkan tumbuh kembangnya, mengem-
bangkan aktifitas dan kreatifitas melalui pengalaman bermain dan beradaptasi
efektif terhadap stress karena penyakit dan dirawat.
b. Tujuan Khusus
1. Meningkatkan kemampuan, kreatifitas, keterampilan anak
2. Gerakan motorik halusnya lebih terarah
3. Mengembangkan kognitifnya
4. Mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dengan teman yang dirawat di
ruang yang sama
5. Mampu mengurangi kejenuhan selama dirawat di RS
6. Mampu beradaptasi secara efektif terhadap stress karena sakit dan dirawat
dirumah sakit
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Bermain
a. Pengertian
Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional,
dan social dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan
bermain, anak-anak akan berkata-kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri
dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan mengenal
waktu, jarak serta suara (Wong, 2000).
Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa
mempergunakan alat yang menghasilkan atau memberikan informasi, memberi
kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak (Anggani Sudono, 2000).
Bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa, dan merupakan aspek
terpenting dalam kehidupan anak serta merupakan satu cara yang paling efektif
untuk menurunkan stress pada anak, dan penting untuk kesejahteraan mental dan
emosional anak (Champbell dan Glaser, 1995).
Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan kebutuhan anak
seperti halnya makanan, perawatan dan cinta kasih. Dengan bermain anak akan
menemukan kekuatan serta kelemahannya sendiri, minatnya, cara menyelesaikan
tugas-tugas dalam bermain (Soetjiningsih, 1995).
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa bermain
merupakan aspek penting dalam kehidupan anak yang mencerminkan kemampuan
fisik, intelektual, emosional, dan social anak tersebut. Walaupun tanpa memper-
gunakan alat yang menghasilkan atau memberikan informasi, memberi
kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak, dalam bermain anak akan
menemukan kekuatan serta kelemahannya sendiri, minatnya, serta cara
menyelesaikan tugas-tugas dalam bermain.
b. Fungsi Bermain
Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-
motorik, perkembangan intelektual, perkembangan social, perkembangan
kreativitas, perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain
sebagai terapi.
1. Perkembangan Sensoris – Motorik
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensoris-motorik merupakan
komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting
untuk perkembangan fungsi otot. Misalnya, alat permainan yang digunakan
untuk bayi yang mengembangkan kemampuan sensoris-motorik dan alat
permainan untuk anak usia toddler dan prasekolah yang banyak membantu
perkembangan aktivitas motorik baik kasar maupun halus.
2. Perkembangan Intelektual
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap
segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna,
bentuk, ukuran, tekstur dan membedakan objek. Pada saat bermain pula anak
akan melatih diri untuk memecahkan masalah. Pada saat anak bermain mobil-
mobilan, kemudian bannya terlepas dan anak dapat memperbaikinya maka ia
telah belajar memecahkan masalahnya melalui eksplorasi alat mainannya dan
untuk mencapai kemampuan ini, anak menggunakan daya pikir dan
imajinasinya semaksimal mungkin. Semakin sering anak melakukan
eksplorasi seperti ini akan semakin terlatih kemampuan intelektualnya.
3. Perkembangan Social
Perkembangan social ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan
lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan
menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk
mengembangkan hubungan social dan belajar memecahkan masalah dari
hubungan tersebut. Pada saat melakukan aktivitas bermain, anak belajar
berinteraksi dengan teman, memahami bahasa lawan bicara, dan belajar
tentang nilai social yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi terutama
pada anak usia sekolah dan remaja. Meskipun demikian, anak usia toddler
dan prasekolah adalah tahapan awal bagi anak untuk meluaskan aktivitas
sosialnya dilingkungan keluarga.
4. Perkembangan Kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan
mewujudkannya kedalam bentuk objek dan/atau kegiatan yang dilakukannya.
Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar dan mencoba untuk
merealisasikan ide-idenya. Misalnya, dengan membongkar dan memasang
satu alat permainan akan merangsang kreativitasnya untuk semakin
berkembang.
5. Perkembangan Kesadaran Diri
Melalui bermain, anak mengembangkan kemampuannya dalam mengatur
mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuannya dan
membandingkannya dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan
mencoba peran-peran baru dan mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap
orang lain. Misalnya, jika anak mengambil mainan temannya sehingga
temannya menangis, anak akan belajar mengembangkan diri bahwa
perilakunya menyakiti teman. Dalam hal ini penting peran orang tua untuk
menanamkan nilai moral dan etika, terutama dalam kaitannya dengan
kemampuan untuk memahami dampak positif dan negatif dari perilakunya
terhadap orang lain
6. Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari
orang tua dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan
mendapatkan kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga
dapat diterima di lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan-
aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya. Melalui kegiatan bermain
anak juga akan belajar nilai moral dan etika, belajar membedakan mana yang
benar dan mana yang salah, serta belajar bertanggung-jawab atas segala
tindakan yang telah dilakukannya. Misalnya, merebut mainan teman
merupakan perbuatan yang tidak baik dan membereskan alat permainan
sesudah bermain adalah membelajarkan anak untuk bertanggung-jawab
terhadap tindakan serta barang yang dimilikinya. Sesuai dengan kemampuan
kognitifnya, bagi anak usia toddler dan prasekolah, permainan adalah media
yang efektif untuk mengembangkan nilai moral dibandingkan dengan
memberikan nasihat. Oleh karena itu, penting peran orang tua untuk
mengawasi anak saat anak melakukan aktivitas bermain dan mengajarkan
nilai moral, seperti baik/buruk atau benar/salah.
7. Bermain Sebagai Terapi
Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan
yang sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan
nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami
anak karena menghadapi beberapa stressor yang ada dilingkungan rumah
sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari
ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan melakukan permainan
anak akan depat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi)
dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan. Dengan
demikian, permainan adalah media komunikasi antar anak dengan orang lain,
termasuk dengan perawat atau petugas kesehatan dirumah sakit. Perawat
dapat mengkaji perasaan dan pikiran anak melalui ekspresi nonverbal yang
ditunjukkan selama melakukan permainan atau melalui interaksi yang
ditunjukkan anak dengan orang tua dan teman kelompok bermainnya.
c. Klasifikasi Bermain
1. Berdasarkan Isi Permainan
Social affective play
Inti permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang
menyenangkan antara anak dan orang lain. Misalnya, bayi akan mendapatkan
kesenangan dan kepuasan dari hubungan yang menyenangkan dengan orang
tuanya atau orang lain. Permainan yang biasa dilakukan adalah “Cilukba”,
berbicara sambil tersenyum dan tertawa, atau sekadar memberikan tangan
pada bayi untuk menggenggamnya, tetapi dengan diiringi berbicara sambil
tersenyum dan tertawa. Bayi akan mencoba berespons terhadap tingkah laku
orang tuanya misalnya dengan tersenyum, tertawa, dan mengoceh.
Sense of pleasure play
Permainan ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang
pada anak dan biasanya mengasyikkan. Misalnya, dengan menggunakan
pasir, anak akan membuat gunung-gunungan atau benda-benda apa saja yang
dapat dibentuknya dengan pasir . Bisa juga dengan menggunakan air anak
akan melakukan macam-macam permainan, misalnya memindah-mindahkan
air ke botol, bak, atau tempat lain. Ciri khas permainan ini adalah anak akan
semakin asyik bersentuhan dengan alat permainan ini dan dengan permainan
yang dilakukannya sehingga susah dihentikan.
Skill play
Sesuai dengan sebutannya, permainan ini akan meningkatkan ketrampilan
anak, khususnya motorik kasar dan halus. Misalnya, bayi akan terampil
memegang benda-benda kecil, memindahkan benda dari satu tempat ke
tempat yang lain, dan anak akan terampil naik sepeda. Jadi, keterampilan
tersebut diperoleh melalui pengulangan kegiatan permainan yang di lakukan.
Semakin sering melakukan latihan, anak akan semakin terampil.
Games atau permainan
Games atau permainan adalah jenis permainan yang menggunakan alat
tertentu yang menggunakan perhitungan atau skor. Permainan ini bisa
dilakukan oleh anak sendiri atau dengan temannya. Banyak sekali jenis
permainan ini mulai dari yang sifatnya tradisional maupun yang
modern.misalnya, ular tangga, congklak, puzzle, dan lain-lain.
Unoccupied behaviour
Pada saat tertentu, anak sering terlihat mondar-mandir, tersenyum, tertawa,
jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja, atau apa saja yang ada
di sekelilingnya. Jadi, sebenarnya anak tidak memainkan alat permainan
tertentu, dan situasi atau obyek yang ada di sekelilingnya yang di gunakannya
sebagai alat permainan. Anak tampak senang, gembira, dan asyik dengan
situasi serta lingkungannya tersebut.
Dramatic play
Sesuai dengan sebutannya, pada permainan ini anak memainkan peran
sebagai orang lain melalui permainannya. Anak berceloteh sambil berpakaian
meniru orang dewasa, misalnya ibu guru, ibunya, ayahnya, kakaknya, dan
sebagainya yang ingin ia tiru. Apabila anak bermain dengan temannya, akan
terjadi percakapan di antara mereka tentang peran orang yang mereka tiru.
Permainan ini penting untuk proses identifikasi anak terhadap peran tertentu .
2. Berdasarkan Karakter Social
Onlooker play
Pada jenis permainan ini, anak hanya mengamati temannya yang sedang
bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam permainan. Jadi,
anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses pengamatan terhadap permainan
yang sedang dilakukan temannya.
Solitary play
Pada permainan ini, anak tampak berada dalam kelompok permainan,
tetapi anak bermain sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya, dan alat
permainan tersebut berbeda dengan alat permainan yang digunakan
temannya, tidak ada kerja sama, ataupun komunikasi dengan teman
sepermainannya.
Parallel play
Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat permainan yang sama,
tetapi antara satu anak dengan anak lainnya tidak terjadi kontak satu sama
lain sehingga antara anak satu dengan anak lain tidak ada sosialisasi satu
sama lain. Biasanya permainan ini dilakukan oleh anak usia toddler.
Associative play
Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan anak
lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin atau yang memimpin
permainan, dan tujuan permainan tidak jelas. Contoh permainan jenis ini
adalah bermain boneka, bermain hujan-hujanan dan bermain masak-masakan.
Cooperative play
Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada permainan
jenis ini, juga tujuan dan pemimpin permainan. Anak yang memimpin
permainan mengatur dan mengarahkan anggotanya untuk bertindak dalam
permainan sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam permainan tersebut.
Misalnya, pada permainan sepak bola, ada anak yang memimpin permainan,
aturan main harus dijalankan oleh anak dan mereka harus dapat mencapai
tujuan bersama, yaitu memenangkan permainan dengan memasukkan bola ke
gawang lawan mainnya.
B. Konsep Dasar Anak usia Sekolah
a. Anak usia sekolah ( 6 – 12 tahun)
Kemampuan social anak usia sekolah semakin meningkat. Mereka lebih
mampu bekerja sama dengan teman sepermainannya. Seringkali pergaulan
dengan teman menjadi tempat belajar mengenal norma baik atau buruk.
Dengan demikian, permainan pada anak usia sekolah tidak hanya bermanfaat
untuk meningkatkan ketrampilan fisik atau intelektualnya, tetapi juga dapat
mengembangkan sensitivitasnya untuk terlibat dalam kelompok dan bekerja
sama dengan sesamanya. Mereka belajar norma kelompok sehingga dapat
diterima dalam kelompoknya. Sisi lain manfaat bermain bagi anak usia
sekolah adalah mengembangkan kemampuannya untuk bersaing secara sehat.
Bagaimana anak dapat menerima kelebihan orang lain melalui permainan
yang ditunjukkannya.
Karakteristik permainan untuk anak usia sekolah dibedakan menurut
jenis kelaminnya. Anak laki-laki lebih tepat jika diberikan mainan jenis
mekanik yang akan menstimulasi kemampuan kreativitasnya dalam berkreasi
sebagai seorang laki-laki, misalnya mobil-mobilan. Anak perempuan lebih
tepat diberikan permainan yang dapat menstimulasinya untuk
mengembangkan perasaan, pemikiran dan sikapnya dalam menjalankan peran
sebagai seorang perempuan, misalnya alat untuk memasak dan boneka.
b. Reaksi Hospitalisasi
Sering bertanya, menangis perlahan, tidak kooperatif terhadap petugas
kesehatan, kehilangan control, dan pembatasan aktivitas
BAB III
KEGIATAN BERMAIN
A. Rancangan bermain
Pada kegiatan ini anak diajak bermain puzzle, dimana setiap anak akan
menyusun potongan-potongan gamba sesuai dengan gambar yang tersedia,
kemudian puzzle yang telah selesai disusun akan di bawa oleh peserta untuk di
evaluasi hasil kegiatan serta contoh mengembangkan keterampilan.
B. Media dan Alat
1. Puzzle
C. Sasaran
a. Kelompok usia : sekolah ( 6 tahun sampai 12 tahun)
b. Jumlah anak : 5 orang
c. Kriteria anak :
1. Anak usia Preschool (6 tahun sampai 12 tahun)
2. Anak yang tidak memiliki masalah intoleransi aktivitas
3. Sedang tidak ada tindakan keperawatan / pengobatan
D. Waktu Pelaksanaan
a. Hari / Tanggal : Sabtu, 23 November 2013
b. Waktu : Pukul 11.00 s/d 11.40 Wita
c. Tempat : Ruang Kaswari RSUD Wangaya
Waktu yang dipilih untuk memberikan permainan ini pada anak, yaitu
pada saat anak tersebut sedang santai, atau tidak pada waktu makan dan tidur,
misalnya pada pagi hari sekitar pukul 10.00. Durasi atau lamanya bermain adalah
sekitar 40 menit untuk menghindari anak merasa bosan dengan permainan
tersebut.
E. Pengorganisasian
1. Leader : Pande Putu Krisna Yanti
2. Co Leader : Ni Luh Putu Oka Prthiwi S.
3. Observer : Moch. Nasrullah
4. Fasilitator : Oktarina
Ni Nyoman Rupini
Ni Made Angrawati
I Komang Adi Nurjayana
I Wayan Gde Sudiarta
Ni Kadek Yuliati
F. Pembagian Tugas
1. Leader
Peran Leader
a. Katalisator, yaitu mempermudah komunikasi dan interaksi dengan jalan
menciptakan situasi dan suasana yang memungkinkan klien termotivasi
untuk mengekspresikan perasaannya
b. Auxilery Ego, sebagai penopang bagi anggota yang terlalu lemah atau
mendominasi
c. Koordinator, yaitu mengarahkan proses kegiatan kearah pencapaian
tujuan dengan cara memberi motivasi kepada anggota untuk terlibat
dalam kegiatan
2. Co Leader
Peran Co Leader
a. Mengidentifikasi issue penting dalam proses
b. Mengidentifikasi strategi yang digunakan Leader
c. Mencatat modifikasi strategi untuk kelompok pada sesion atau
kelompok yang akan dating
d. Memprediksi respon anggota kelompok pada sesion berikutnya
3. Fasilitator
Peran Fasilitator
a. Mempertahankan kehadiran peserta
b. Mempertahankan dan meningkatkan motivasi peserta
c. Mencegah gangguan atau hambatan terhadap kelompok baik dari luar
maupun dari dalam kelompok
4. Observer
Peran Observer
a. Mengamati keamanan jalannya kegiatan play therapy
b. Memperhatikan tingkah laku peserta selama kegiatan
c. Memperhatikan ketepatan waktu jalannya kegiatan play therapy
d. Menilai performa dari setiap tim terapis dalam memberikan terapi
G. Desain Bermain
No Terapis Waktu Subjek terapi
1 Persiapan
a. Menyiapkan ruangan bermain
b. Menyetting tempat : duduk melingkar
berdampingan dengan anak-anak
c. Menyiapkan alat-alat : Puzzle
d. Menyiapkan anak
10 menit Ruangan, tempat,
alat, anak
2 Proses :
a. Membuka proses terapi bermain
dengan mengucapkan salam,
memperkenalkan diri untuk menarik
perhatian anak (leader)
b. Menjelaskan pada anak tentang tujuan
dan manfaat bermain, menjelaskan cara
permainan.(leader)
c. Membagi alat permainan (Pemandu,
Fasilitator)
2 menit
2 menit
1 menit
Menjawab salam,
Memperkenalkan
diri,
Memperhatikan
setiap anak
menerima alat dan
bahan yang
dibutuhkan
d. Mengajak anak bermain (anak mulai
menyusun puzzle gambar)
(Pemandu, Fasilitator)
e. Menentukan anak yang mampu
menyusun puzzle dengan tepat sesuai
dengan waktu yang ditentukan.
(Leader, Pemandu)
f. Memberikan reward pada anak yang
sudah menyelesaikan permainan
dengan cepat dan tepat (Leader)
g. Mengevaluasi respon anak (Pemandu)
15 menit
3 menit
2 menit
2 menit
Bermain bersama
dengan antusias dan
mengungkapkan
perasaannya
Terpilihnya salah
satu peserta yang
dapat menempel
benang dengan cepat
dan tepat
Peserta tampak
gembira
Peserta tampak
senang
3 Penutup
Menyimpulkan, mengucapkan salam
(leader)
3 menit Memperhatikan dan
menjawab salam
H. Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
Laporan terapi bermain sudah dibuat
Media sudah disiapkan dan tersedia.
Kontrak dengan keluarga sudah dilakukan
b. Evaluasi Proses
Proses terapi bermain dapat berlangsung dengan lancar dan peserta
terapi bermain dapat mengikuti aturan permainan yang diberikan.
Peserta terapi antusias dan tenang dalam mengikuti terapi bermain ini.
Tidak ada anak yang meninggalkan tempat dilaksanakan terapi bermain
selama kegiatan berlangsung.
c. Evaluasi Hasil
Peserta bermain mampu mewarnai gambaran dengan benang yang telah
disediakan dengan baik
I. Hambatan
Hambatan yang mungkin ditemui dalam permainan ini, antara lain :
a. Anak tidak mau bermain karena sakit yang dia rasakan
b. Anak kurang mau berinteraksi dengan orang lain selain orang tuanya
c. Anak merasa bosan dengan permainan yang diberikan
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bermain merupakan aspek penting dalam kehidupan anak yang
mencerminkan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan social anak tersebut,
tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan atau memberikan informasi,
memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak, dimana dalam
bermain anak akan menemukan kekuatan serta kelemahannya sendiri, minatnya,
serta cara menyelesaikan tugas-tugas dalam bermain. Bermain bagi anak adalah
suatu kebutuhan selayaknya bekerja pada orang dewasa, oleh sebab itu bermain di
rumah sangat diperlukan guna untuk mengatasi adanya dampak hospitalisasi yang
diasakan oleh anak. Dengan bermain, anak tetap dapat melanjutkan tumbuh
kembangnya tanpa terhambat oleh adanya dampak hospitalisasi tersebut.
B. Saran
1. Orang tua
Sebaiknya orang tua lebih selektif dalam memilih permainan bagi anak agar
anak dapat tumbuh dengan optimal. Pemilihan permainan yang tepat dapat
menjadi poin penting dari stimulus yang akan didapat dari permainan
tersebut. Faktor keamanan dari permainan yang dipilih juga harus tetap
diperhatikan.
2. Rumah Sakit
Sebagai tempat pelayanan kesehatan, sebaiknya rumah sakit dapat
meminimalkan trauma yang akan anak dapatkan dari hospitalisasi dengan
menyediakan ruangan khusus untuk melakukan tindakan.
3. Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat tetap membantu anak untuk mengurangi
dampak hospitalisasi dengan terapi bermain yang sesuai dengan tahap tumbuh
kembang anak. Karena dengan terapi bermain yang tepat, maka anak dapat
terus melanjutkan tumbuh kembang anak walaupun dirumah sakit.
STRATEGI PELAKSANAAN
A. Implementasi
1. Persiapan
Membuat kontrak dengan klien yang sesuai dengan indikasi
Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
Salam terapeutik
Salam dari terapis kepada klien
Evaluasi/validasi
Menanyakan perasaan klien saat ini
Kontrak
Terapis menjelaskan waktu/durasi, tempat, serta tujuan kegiatan
3. Tahap kerja
Bermain peran
Menyusun puzzle.
4. Tahap terminasi
Evaluasi
- Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti Play therapy
- Terapis memberikan pujian atas keberhasilan anak
B. Strategi Komunikasi
1. Persiapan
a. Membuat kontrak dengan klien yang ada
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi adik-adik! Perkenalkan..kami adalah kakak-kakak
mahasiswa/i STIKes Wira Medika PPNI Bali yang sedang praktek di
ruangan ini. Perkenalkan nama kakak Krisna Yanti. Adik-adik boleh
panggil kakak dengan kak Krisna sebelah kanan kakak adalah kak Okta,
ibu Rupini, kak Angra, kak Gde, kak Nasrul dan kak Oka, Kak Yuli, Kak
Adi”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana kabarnya sore ini?”
“Bagaimana tadi sudah tidur siang? nyenyak atau tidak?”
c. Kontrak
“Adik-adik, sesuai dengan janji kita kemarin bahwa hari ini kita akan
bermain menyusun puzzle gambar yang sudah kakak siapkan kemudian
nanti kalau adik berhasil menyusun puzzlenya ada hadiah yang menarik
untuk adik. Kita akan melakukannya di ruangan bermain ruang kaswari ini
selama ± 40 menit. Tujuan dari permainan ini adalah agar adik-adik cepat
sembuh. Apakah adik-adik setuju?”
3. Tahap Kerja :
“Sekarang kita akan mulai. Kakak – kakak akan membagikan puzzlenya
kepada adik-adik sekalian. Dan nanti kalau ada kesulitan adik-adik akan
dibantu oleh kakak-kakak. Siapa yang pertama kali selesai, akan
mendapatkan hadiah dari kakak – kakak. Siap ???? Di mulai dari sekarang!!!”
4. Tahap Terminasi
“Nah sekarang , bagaimana perasaan adik-adik setelah melakukan permainan
ini? apakah semuanya senang ?”
“Baiklah. kalian semua sangat hebat karena bisa menyususn puzzle sesuai
dengan gambar sampai selesai..”
“Tepuk tangan buat semuanya…”
2. Kontrak yang akan datang.
“Baiklah adik-adik sampai disini permainan kita kali ini, sekarang kakak-
kakak disini mau keruangan perawat dulu ya..selamat beristirahat
semuanya..besok kita ketemu lagi. Selamat Siang.”
DAFTAR PUSTAKA
Stuart, Gail and Laraia, Michele. (1998). Principles and practice of psychiatric
nursing. St. Louis: Mosby.
Internet. http://klinis.wordpress.com/2007/08/30/penerapan-terapi-bermain-bagi-
penyandang-autisme-1/. Downloaded on Wednesday, 14th April 2010 at
04.00 p.m.
Internet. http://konsultanmainan.multiply.com/journal/item/5/Terapi_Bermain.
Downloaded on Wednesday, 14th April 2010 at 03.30 p.m.
Internet. http://id.shvoong.com/medicine-and-health/pathology/1916947-terapi-
bermain/ Downloaded on Wednesday, 14th April 2010 at 03.45 p.m.
Supartini, Yupi. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
Wong, Donna L. (2003). Clinical Manual of Pediatric Nursing. USA: Mosby.