i
PELATIHAN ASERTIF UNTUK MENINGKATKAN PENYESUAIAN
SOSIAL PADA REMAJA
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Memperoleh Derajat Gelar S-2
Program Studi Magister Psikologi Profesi
Disusun Oleh
DEFANI ISMIRIAM RAKHMI
NIM: 201810500211006
DIREKTORAT PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
Januari, 2021
ii
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
“Pelatihan Asertif Untuk Meningkatkan Penyesuaian Sosial Pada Remaja” yang
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi di
Universitas Muhammadiyah Malang. Dalam proses penelitian ini, penulis banyak
mendapatkan bimbingan dan petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Fauzan, M.Pd., selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Malang yang memimpin seluruh civitas akademik Universitas
Muhammadiyah Malang.
2. Bapak Prof. Akhsanul In’am, Ph.D., selaku Direktur Direktorat Program
Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang dan seluruh civitas
akademik Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang.
3. Ibu Dr. Cahyaning Suryaningrum, M.Si., Psikolog., selaku Ketua Program
Studi Magister Psikologi Profesi yang banyak membimbing dan
memotivasi penulis dalam menyelesaikan pendidikan S2 ini.
4. Ibu Assoc. Prof. Dr. Iswinarti, M.Si, Psikolog selaku dosen pembimbing I
serta pembimbing dalam praktik kerja profesi psikologi dan Ibu Dr. Nida
Hasanati, M.Si, Psikolog sebagai dosen pembimbing II yang senantiasa
meluangkan waktu untuk membimbing, memotivasi dan mengarahkan
peneliti untuk menyelesaian proses penelitian dengan baik.
5. Seluruh staf pengajar Magister Psikologi Profesi Universitas
Muhammadiyah Malang yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat.
6. Staff Tata Usaha Magister Psikologi Profesi Universitas Muhammadiyah
Malang yang telah memberikan bantuan dalam menyelesaikan administrasi
dalam proses pengerjaan tesis.
vi
7. Seluruh partisipan penelitian serta pihak Sekolah Menengah Pertama
Muhammadiyah 06 Dau yang telah membantu proses berjalannya
penelitian tesis ini.
8. Kepada kedua orang tua penulis, Dr. Widayat, MM dan Sofianah Indriati,
S.Tr., Keb, serta saudari dari penulis Alfina Diana Irfani yang selalu
berdoa, membantu, memberikan dukungan dan motivasi dalam setiap karir
pendidikan penulis hingga meraih gelar Psikolog dan menyelesaikan tesis.
9. Seluruh teman-teman Magister Psikologi Profesi angkatan 2018
Universitas Muhammadiyah Malang yang telah membantu, saling
memberikan motivasi dan semangat dalam penyelesaian tesis.
10. Sahabat – sahabat dari penulis, Intan Pertiwi, S.Pi., Umilatul Hasanah,
S.Psi., Diana Saadah, S.Psi., Nurindah Agustin, S.Psi., Olly Rizky Hanifah,
S.Psi., Siti Nur Halimah yang selalu menyemangati serta berperan penting
dalam membantu menyelesaikan tesis.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak
memberikan bantuan pada penulis selama penyelesaian tesis ini.
Semoga Allah memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semuanya karena
tanpa bantuan dari berbagai pihak maka penelitian ini tidak akan berjalan lancar sesuai
target. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun, sangat saya harapkan untuk menciptakan
karya yang lebih baik lagi dimasa yang akan datang.
Malang, Januari 2021
Penulis
Defani Ismiriam Rakhmi
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………… i
SURAT PERNYATAAN ……………………………………………………… ii
KATA PENGANTAR …………………………………………………………. v
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….... vi
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………vii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………... viii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………….. ix
ABSTRAK …………………………………………………………………….. x
PENDAHULUAN ……………………………………………………………... 1
KAJIAN PUSTAKA
Penyesuaian Sosial …………………………………………………… 6
Aspek - Aspek Penyesuaian Sosial …………………………………... 7
Konsep Penyesuaian Sosial dalam Islam …………………………….. 8
Perilaku asertif ………………………………………………………... 9
Pelatihan Asertif ………………………………………………………. 11
Pelatihan asertif dan Penyesuaian Sosial …..………………………….. 12
Kerangka Berpikir ……………………………………………………... 14
Hipotesis ……………………………………………………………….. 14
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian ………………………………………………………. 14
Subjek Penelitian ..................................................................................... 15
Variabel dan Instrumen Penelitian .......................................................... 15
Prosedur Penelitian dan Analisis Data ………………………………… 16
HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN
Hasil Analisis Data ……………………………………………………. 18
Pembahasan............................................................................................. 21
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ...................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skala assertif ……………………………………………………….. 30
Lampiran 2. Skala penyesuaian sosial …………………………………………… 33
Lampiran 3. Identitas subjek ……………………………………………………... 36
Lampiran 4. Pelaksanaan kegiatan ……………………………………………….. 38
Lampiran 5. Output validitas dan reliabilitas …………………………………...... 44
Lampiran 6. Output analisa data ………………………………………………….. 46
Lampiran 7. Modul ……………………………………………………………….. 49
Lampiran 8. Dokumentasi kegiatan ….…………………………………………… 62
Lampiran 9. Data kasar penyebaran skala ………………………………………... 64
Lampiran 10. Inform Consent …………………………………………………….. 68
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Desain eksperimen ……………………………………………………… 15
Tabel 2. Validitas dan reliabilitas skala ..………………………………………… 16
Tabel 3. Perbandingan skor penyesuaian sosial pre-test dan post-test …………… 18
Tabel 4. Hasil uji perbedaan kemampuan penyesuaian sosial …………................. 19
Tabel 5. Hasil uji korelasi asertif dan penyesuaian sosial (Kendall’Tau) ………… 21
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka berpikir …………………………………………………………… 14
Gambar 2. Perubahan kemampuan penyesuaian sosial kelompok eksperimen ….. 20
Gambar 3. Rata-rata aspek pada kemampuan penyesuain sosial ………………… 20
xi
PELATIHAN ASERTIF UNTUK MENINGKATKAN PENYESUAIAN
SOSIAL PADA REMAJA
Defani Ismiriam Rakhmi (NIM, 201810500211006)
Assoc. Prof. Iswinarti, M.Si., Psikolog (NIDN, 0713056402)
Dr. Nida Hasanati, M.Si., (NIDN, 0731056401)
ABSTRAK
Penyesuaian sosial pada remaja, khususnya siswa, merupakan isu yang masih menarik
dikaji, karena hal tersebut berkaitan dengan, harapan mereka dimasa depan. Kondisi
remaja saat ini jarang melakukan kontak sosial secara langsung yang mengakibatkan
penyesuaian sosial juga jarang dilakukan oleh remaja. Salah satu faktor yang
mempengaruhi penyesuaian sosial adalah asertif. Oleh karena itu peneliti mengkaji
pengaruh pelatihan asertif terhadap penyesuaian sosial pada remaja. Penelitian ini
menggunakan pre-post-test control group design. Subjek sebanyak 18 dengan rentang
usia 12 sampai 13 tahun, memiliki skor kemampuan asertif dibawah 96 dan skor
penyesuaian sosial dibawah 198. Subjek dipilah menjadi kelompok eksperimen (KE)
dan kelompok kontrol (KK) yang diseleksi secara random. Instrumen yang digunakan
adalah skala asertivitas dan skala penyesuaian sosial. Pemberian perlakuan dilakukan
dalam 7 sesi secara daring. Data dianalisis dengan statistik inferensial non parametrik
dengan Wilcoxon Signed Test dan Mann Whitney. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ada perbedaan yang signifikan kemampuan penyesuaian sosial antara
kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol (0,017<0,05). Selain itu, juga ada
perbedaan kemampuan penyesusian sosial pada kelompok ekperimen antar sebelum
dan sesudah pelatihan asertif (Wilcoxon sig. Kelompok Eksperimen 0,008<0,05), dan
kelompok kontrol (Wilcoxon sig. kelompok kontrol 0,012<0,05). Artinya bahwa
pemberian pelatihan asertif mempengaruhi peningkatan penyesuaian sosial pada
remaja.
Kata Kunci: Penyesuaian Sosial, Perilaku Asertif, Pelatihan asertif
xii
ASSERTIVE TRAINING TO IMPROVE SOCIAL ADJUSTMENT IN
ADOLESCENTS
Defani Ismiriam Rakhmi (NIM, 201810500211006)
Assoc. Prof. Iswinarti, M.Si., Psikolog (NIDN, 0713056402)
Dr. Nida Hasanati, M.Si.,Psikolog (NIDN, 0731056401)
ABSTRACT
Social adjustment of adolescents, especially students, is an issue that is still interesting
to study because it is related to their hopes for the future. The current condition of
adolescents rarely makes direct social contact which results in a social adjustment
being rarely carried out by teenagers. One of the factors that influence social
adjustment is assertiveness. Therefore, researchers examined the effect of assertive
training on social adjustment in adolescents. This study used a pre-post-test control
group design. As many as 18 subjects with an age range of 12 to 13 years, had a score
of assertive ability below 96 and a social adjustment score below 198. Subjects were
divided into an experimental group (KE) and a control group (KK) who were selected
randomly. The instruments used were the assertiveness scale and the social adjustment
scale. The treatment was carried out in 7 online sessions. Data were analyzed by non-
parametric inferential statistics with the Wilcoxon Signed Test and Mann Whitney.
The results showed that there was a significant difference in the social adjustment
ability between the experimental group and the control group (0.017 <0.05). Besides,
there were also differences in the ability of social adjustment in the experimental group
between before and after assertive training (Wilcoxon sig. Experimental group 0.008
<0.05), and the control group (Wilcoxon sig. Control group 0.012 <0.05). This means
that the provision of assertive training affects the increase in social adjustment in
adolescents.
Keywords: Social Adjustment, Assertive Behavior, Assertive Training
1
PENDAHULUAN
Remaja merupakan usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-
orang yang lebih tua, mereka akan memposisikan hampir sama dengan orang dewasa
yang juga menarik kesimpulan, menjelaskan penalarannya, menguji hipotesis dan
berinteraksi dengan orang di lingkungannya (Papalia, Olds, & Feldman, 2009).
Remaja selain berinteraksi juga akan melakukan penyesuaian dengan lingkungan
sekitarnya. Penyesuaian sosial pada remaja, yakni kemampuan individu untuk bereaksi
secara efektif dan sehat terhadap realitas sosial, situasi dan hubungan sosial sehingga
individu dapat melakukan pemenuhan kebutuhan dengan perilaku yang memuaskan
dan cara yang dapat diterima lingkungannya, khususnya pada siswa merupakan salah
satu isu yang hingga kini masih menarik dikaji ulang (Li & Grineva, 2016).
Penyesuaian sosial merupakan kunci yang berkaitan dengan prestasi belajar (Lubis,
Daharnis, & Syukur, 2019; Olivier, Archambault, & Dupere, 2018; Packiaselvi &
Malathi, 2017), perkembangan belajar dan masa depan siswa (Verdugo & Sánchez-
Sandoval, 2020), serta mempengaruhi kesiapan siswa di suatu sekolah (Baptista,
Osório, Martins, Verissimo, & Martins, 2016).
Remaja khususnya siswa baru berhadapan dengan lingkungan sekolah yang
baru, dan berbeda dengan sekolah sebelumnya. Teman-teman mereka sebagian dari
sekolah asal yang berbeda, dengan karakteristik demografis, keluarga, lingkungan
sosial tempat tinggal, dan bahkan etnis berbeda pula. Hal ini akan menciptakan kondisi
sosial sekolah yang baru, antar siswa akan berinteraksi dengan siswa lain yang baru
pula. Lingkungan sosial yang baru bagi siswa, menuntut siswa menggunakan
penyesuaian sosial di lingkungan tersebut. Siswa yang memiliki penyesuaian sosial
yang rendah, cenderung berdiam diri, menjauh dari teman-temanya, dan bahkan
berpikir salah paham yang pada akhirnya berdampak pada prestasi belajar dan saat
mengikuti pelajaran sekolah. Kajian penelitian terdahulu yang relevan menyebutkan
bahwa penyesuaian sosial berkaitan dengan penyesuaian akademik (Al-Mseidin,
Omar-Fauzee, & Kaur, 2017) dan retensi siswa, betah atau tidaknya siswa di suatu
sekolah (Sheehan & Iarocci, 2019). Artinya, siswa yang memiliki penyesuaian sosial
yang baik, cenderung akan memiliki prestasi akademik yang baik, merasa nyaman dan
betah, atau terjadi perilaku keterikatan untuk tinggal di sekolah tersebut (Olivier et al.,
2018). Sementara siswa, yang kurang memiliki kemampuan penyesuaian sosial
2
mereka tidak betah tinggal di sekolah tersebut, bahkan mengalami stres dan prestasi
belajarnya buruk.
Sekolah secara keseluruhan adalah media interaksi antar siswa dan guru untuk
meningkatkan kemampuan inteligensi, skill dan rasa kasih sayang diantara mereka.
Namun saat ini terjadi pandemi yang menyerang seluruh dunia termasuk Indonesia,
membuat kegiatan sekolah berhenti dengan tiba-tiba. Semua siswa menjadi kurang
dapat bersosialisasi dengan banyak orang seperti biasanya, bertemu secara fisik di
sekolah, bertatap muka, menyapa secara langsung, dan mereka dipaksa untuk
berinteraksi secara online atau daring. Kondisi demikian ini menimbulkan dampak
yang berarti bagi siswa-siswa, salah satunya yaitu kegiatan untuk menyesuaikan diri
secara sosial di lingkungan sekolah. Selaras dengan pernyataan Purwanto et al. (2020)
bahwa jika di sekolah siswa bisa bermain bersosialisasi dengan teman-temannya,
tetapi di masa pandemi ini mereka tidak bisa dan hanya di dalam rumah bersama orang
tua. Interaksi dengan sesama teman, guru dan orang-orang di sekolah menjadi
berkurang. Kondisi demikian ini membuat berkurangnya pengalaman mereka dalam
bersosial dengan orang banyak.
Pandemi yang terjadi di negara-negara berkembang seperti Indonesia dengan
jumlah remaja yang cukup banyak, sangat berpotensi munculnya dampak positif
maupun negatif secara psikologis. Kondisi yang tidak proporsional juga seimbang hal
ini menyebabkan atau rentan membuat remaja terkena dampak pandemi secara
langsung maupun tidak langsung. Penerapan kebijakan yang mengharuskan lock down
atau mengurangi kegiatan diluar rumah, membuat remaja memiliki akses yang
terbatas. Terbatasnya akses ke lingkungan yang mendukung (support system) ke arah
positif memungkinkan mereka beralih ke hal negatif, seperti penyalahgunaan alkohol
dan narkoba, melukai diri sendiri, atau perilaku berbahaya lainnya (UNFPA, 2020).
Perilaku menyesuaikan dengan lingkungan sekitarnya ini menjadi faktor pada
sesorang remaja. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Elias, Noordin, and Mahyuddin
(2010) bahwa perilaku menyesuaikan dengan sosial menjadi variabel penting untuk
remaja dapat beradaptasi dengan orang di lingkungan baru. Namun, ketika mereka
kurang memiliki penyesuaian sosial hal ini dapat menjadi sebuah masalah bagi
mereka, khususnya remaja yang baru masuk dalam sebuah lingkungan baru.
3
Fenomena yang juga relevan dengan penyesuaian sosial pada siswa ditemukan
di sebuah Sekolah Menengah Pertama (SMP), yang ditetapkan sebagai objek
penelitian ini. Fenomena penyesuaian sosial yang dialami remaja sebagai siswa baru
SMP juga dijelaskan pada penelitian Azhari, Mayangsari, and Erlyani (2015), hasil
penelitian terdahulu menunjukkan bahwa sebagian siswa jarang melakukan interaksi
dengan orang baru mereka cenderung berinteraksi dengan orang-orang atau teman
yang sudah dikenal sebelumnya, kurang mampu membedakan apa yang mereka
inginkan dan tidak, mereka cenderung mengikuti keinginan teman lain saja dan kurang
terbiasa berinisiatif melakukan interaksi sosial. Siswa-siswa yang mengalami ini
semakin menajadi buruk dengan adanya pandemi. Kondisi demikian ini merupakan
permasalahan terkait dengan penyesuaian sosial yang menarik dikaji atau dilakukan
intervensi psikologis.
Penyesuaian sosial khususnya pada siswa, merupakan kemampuan yang dapat
dibentuk atau dimodifikasi (Malik, Abd Manaf, Ahmad, & Ismail, 2018) dan
dipengaruhi oleh lebih dari satu faktor. Faktor sosial ekonomi keluarga atau orang tua,
peran gender, dan lingkungan sekitar dimana mereka tinggal (Chen, Zhang, Wei, &
Guo, 2019; Packiaselvi & Malathi, 2017; Parmaksız, 2019), dukungan sosial (Bender,
van Osch, Sleegers, & Ye, 2019), ikut andil dalam menentukan kemampuan sosial
seorang siswa. Selain faktor sosial demografi, parenting, asertif mempengaruhi
penyesuaian sosial. Sementara itu, pada penelitian secara longitudinal yang dilakukan
Xu et al. (2020), diperoleh bahwa maternal power-assertive parenting secara umum
tidak berkontribusi terhadap penyesuaian sosial dan psikologi pada anak.
Ketika seorang remaja mengalami permasalah penyesuaian sosial mereka
membutuhkan bantuan untuk memecahkan masalah yang mereka alami. Salah satunya
adalah dengan meningkatkan perilaku asertif yang nantinya akan mempengaruhi
penyesuaian sosial yang mereka lakukan. Ada kajian yang menyebutkan bahwa
penyesuaian sosial memiliki hubungan positif dengan perilaku asertif. Penelitian
Azhari et al. (2015) menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara perilaku
asertif dengan penyesuaian diri, jadi semakin tinggi perilaku asertif maka semakin
tinggi pula penyesuaian diri pada remaja di lingkungan sosialnya. Bazleh, Tarkhan,
and Sheikhmahmoud (2012) mengatakan bahwa perilaku asertif memungkinkan
4
individu untuk meningkatkan kemampuan menyesuaikan terhadap diri sendiri maupun
lingkungan sekitar.
Remaja yang biasa menunjukkan perilaku asertif akan menggunakan
mekanisme pertahanan yang efektif dan adaptif (Widjaja & Wulan, 1998), sehingga
ketika mereka dapat berperilaku asertif mereka juga dapat membela dan
mempertahankan dirinya dalam lingkungan baru. Remaja yang melakukan perilaku
asertif membuat mereka dapat menjalin hubungan interpersonal yang baik dengan
lingkungan sosialnya. Dengan berperilaku asertif juga bisa membina hubungan yang
lebih akrab dan jujur, dapat berkomunikasi secara wajar dan terbuka, percaya diri dan
tenang dalam menghadapi kritik dan memberi kesempatan bagi orang lain untuk
menyampaikan pendapat dengan mempertahankan pendapat sendiri. Berperilaku
asertif saat bersosial juga akan membantu mengembangkan diri secara optimal, hal ini
dikarenakan dalam bersosial mampu membuat individu beraktualisasi, termasuk juga
dalam membantu melakukan penyesuaian sosial (Pratiwi, Yusmansyah, &
Utaminingsi, 2013). Namun, tidak semua remaja dapat mengembangkan perilaku
asertif dan dapat menyesuaikan dengan mudah. Oleh karena itu dibutuhkan solusi agar
remaja bisa mengembangkan perilaku asertifnya yang selanjutnya bisa membuat
mereka memiliki kemampuan penyesuaian sosial. Salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk mengembangkan perilaku asertif seseorang dan dipandang mampu
untuk melatih, mengembangkan, serta meningkatkan asertivitas pada remaja yaitu
dengan pelatihan asertif (Faradita & Farozin, 2019).
Beberapa penelitian menjelaskan bahwa pelatihan asertif dapat digunakan
untuk memberikan perlakuan pada remaja. Misalkan pada penelitian Lubis (2020),
mengenai pelatihan, khususnya pelatihan asertif yang dilakukan pada klas VIII SMP,
diperoleh bahwa pelatihan kelompok asertif dapat mengimprovisasi ketrampilan siswa
dalam menjalin hubungan interpersonal, demikian juga hasil penelitian Lubis et al.
(2019). Temuan-temuan penelitian ini menggambarkan bahwa penyesusian sosial
merupakan kemampuan yang dapat dibentuk melalui pelatihan atau intervensi,
sebagaimana dinyatakan oleh Forooshani, Khah, Renzaho, and Connor (2019) pada
studi metanalisis. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa pemberian pelatihan asertif
memberikan pengaruh perubahan perilaku asertif pada mereka secara signifikan
5
(Dewantari & Izzaty, 2018; Faradita, Elita, & Sinthia, 2018; Indrawati, Setyorini, &
Padmomartono, 2014). Sementara itu pada penelitian lain dijelaskan mengenai
pengaruh assertive training terhadap resiliensi pada remaja, hasilnya menunjukkan
bahwa pelatihan asertif berpengaruh positif terhadap resiliensi (Agbakwuru & Stella, 2012;
Amalia & Keliat, 2018). Selain itu, beberapa penelitian lainnya yang mengangkat
perilaku asertif juga menyatakan bahwa meningkatkan perilaku asertif pada remaja
bisa mempengaruhi beberapa hal seperti kedisiplinan dan kecenderungan menjadi
korban bullying (Dewantari & Izzaty, 2018; Novalia & Dayakisni, 2013).
Pada penelitian Faradita and Farozin (2019) tentang pelatihan asertif
dinyatakan bahwa pemberian perlakuan atau intervensi asertif pada remaja dilakukan
tahap demi tahap dengan terstruktur. Pelatihan dimulai dengan penggalian
permasalahan pada individu untuk mengatasi kendala yang dimungkinkan akan terjadi
dalam proses intervensi. Pada tahap pengungkapan permasalahan tersebut subjek
menjadi rileks dalam mengungkapkan perasaannya pada orang lain. Proses tersebut
dilakukan untuk mendorong kebiasaan individu dalam menyesuaikan dalam keadaan
sosial. Selain itu, pemberian perlakuan pelatihan asertif pada remaja membuat
kemampuan asertif pada remaja meningkat dan membuat mereka mudah
menyelesaikan masalah dilingkungan sosial secara terbuka. Hal ini artinya pelatihan
asertif dapat secara efektif diterapkan pada remaja. Oleh karena itu, dalam penelitian
ini digunakan pelatihan asertif.
Dari paparan dan beberapa fenomena yang sedang terjadi pada remaja saat ini,
maka penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pelatihan asertif daring terhadap
kemampuan menyesuaikan dengan lingkungan sosialnya pada remaja yang memiliki
asertif rendah. Secara teoritis diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi
teoritis dan intervensi di bidang psikologi khususnya mengenai pelatihan asertif,
penyesuaian sosial dan asertif pada remaja. Secara praktis diharapkan dapat
memunculkan salah satu intervensi untuk menangani permasalahan remaja yang tidak
dapat melakukan penyesuaian sosial disituasi yang mengharuskan mereka bertemu
dengan orang.
6
KAJIAN PUSTAKA
Penyesuaian Sosial
Lingkungan menjadi faktor penentu perilaku remaja. Sekalipun remaja
memiliki tahap perkembangan kognitif yang cukup untuk menentukan apa yang harus
dilakukan oleh dirinya sendiri, namun tindakan yang dilakukan oleh remaja banyak
dipengaruhi oleh lingkungan. Misalkan tekanan dari kelompok teman sebaya (Papalia
et al., 2009). Hal ini menyatakan bahwa remaja dalam suatu lingkungan melakukan
sebuah interaksi sosial. Interaksi yang dilakukan itu dapat mempengaruhi terhadap
remaja atau individu lainnya sehingga dapat mengubah atau memperbaiki perilakunya.
Oleh sebab itu, untuk mengendalikan interaksi agar tidak mengubah seseorang ke hal
yang negatif diperlukan sebuah kemampuan yaitu kemampuan dalam menyesuaikan
diri saat berada di lingkungan sosial. Perilaku individu untuk menyesuaikan dengan
sosialnya disebut penyesuaian sosial. Secara singkat penyesuaian sosial merupakan
kemampuan individu untuk bereaksi efektif dan sehat terhadap realitas sosial, situasi
dan hubungan sosial sehingga individu dapat melakukan pemenuhan kebutuhan
dengan perilaku yang memuaskan dan cara yang dapat diterima lingkungannya
(Nurhusni, 2017). Kemampuan penyesuaian sosial dibutuhkan oleh seorang individu
untuk dapat berinteraksi secara efektif dan bermanfaat terhadap realitas, situasi, dan
relasi sosial. Perilaku menyesuaikan dengan sosialnya ini bertujuan untuk memenuhi
kriteria sosial individu agar diterima di dalam lingkungannya. Orang yang dapat
menyesuaikan diri dengan baik, dan mempelajari berbagai keterampilan sosial mampu
untuk menjalin hubungan secara harmonis dengan orang lain (Azizah & Hidayati,
2015).
Penyesuaian sosial dapat berlangsung karena adanya dorongan manusia untuk
memenuhi kebutuhan. Pemenuhan kebutuhan ini adalah untuk mencapai
keseimbangan antara tuntutan sosial dengan harapan yang ada dalam dirinya. Selaras
dengan yang disampaikan Pamardi dan Widayat (2014) bahwa suatu sikap atau
perilaku beradaptasi dengan lingkungan individu berada, baik dengan cara biologis
atau fisik dan beradaptasi dengan menggunakan respon mental, sehingga individu
dapat diharapkan dari penyesuaian diri yang timbul dengan kondisi dan lingkungan
7
dimana individu berada dapat tercipta harmonisasi dan selaras dengan kondisi biologis
ataupun mental individu agar terhindarnya konflik serta frustasi.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan seorang individu melakukan
penyesuaian sosial. Surnato dan Hartono (2006) menyatakan ada lima faktor. Pertama,
kualitas penyesuaian yang baik diperoleh dan dipelihara dalam kondisi fisik yang
sehat. Kedua, berkaitan dengan intelektual, sosial, moral, dan emosioal. Artinya bahwa
proses penyesuaian diri seorang individu tergantung proses perkembangan, semakin
bertambahnya umur seorang individu akan semakin matang dalam melakukan respon,
dan akan menentukan pola atau bentuk penyesuaian sosial. Faktor ketiga yang dapat
mempengaruhi penyesuaian sosial yaitu psikologis, antara lain faktor pengalaman,
frustasi, konflik, dan iklim psikologis. Faktor keempat yaitu keluarga dan lingkungan
karena keluarga dan lingkungan sekitar berperan penting dalam membentuk pola
penyesuaian seseorang. Faktor kelima yaitu kultural atau budaya dan agama.
Aspek - Aspek Penyesuaian Sosial
Individu yang memiliki penyesuaian yang baik (well adjusted person) adalah
mereka dengan segala keterbatasannya, kemampuannya serta kepribadiannya telah
belajar untuk bereaksi terhadap diri sendiri dan lingkungannya. Beberapa aspek dalam
penyesuaian sosial, menurut Schneiders and Aloysius (1968) ada 5 aspek. Recognition
merupakan aspek yang berkaitan dengan menghormati dan menerima hak-hak orang
lain. Ketika individu dapat menghargai dan menghormati hak orang lain maka orang
lain sebaliknya akan menghormati dan menghargai hak kita, sehingga hubungan sosial
dapat terjalin dengan sehat dan harmonis. Participation, adalah aspek yang melibatkan
diri dalam berhubungan dengan orang lain. Seorang individu yang tidak mampu
membangun relasi dan menutup diri dari lingkungan sosial akan mengalami
penyesuaian sosial yang buruk. Sebaliknya individu yang mampu menciptakan dan
mengembangkan relasi persahabatan yang sehat, berperan aktif dalam kegiatan sosial,
serta menghargai nilai yang berlaku di masyarakat mereka dapat menyesuaikan dengan
lingkungan sekitarnya.
Social approval, merupakan aspek yang terkait dengan minat dan simpati
terhadap kesejahteraan orang lain, dan merupakan bentuk penyesuaian di masyarakat.
8
Pada aspek ini seorang individu peka dengan masalah dan kesulitan orang di
sekitarnya, sudi membantu untuk memperingan masalahnya. Selain itu seseorang juga
menunjukan minatnya terhadap aspirasi, tujuan, dan harapan orang lain. Altruisme,
merupakan aspek penyesuaian sosial terkait dengan memiliki sifat rendah hati dan
suka toleran. Rasa saling membantu dan mementingkan orang lain merupakan nilai
moral yang positif. Jika aspek ini diterapkan di masyarakat dengan cara yang wajar,
akan berdampak pada penyesuaian sosial yang kuat. Individu yang memiliki sifat
kemanusiaan, rendah diri, dan jujur akan memiliki mental yang stabil, kondisi emosi
yang sehat dan penyesuaian sosial yang baik. Aspek yang terakhir yaitu Conformity.
Aspek ini terkait dengan menghormati dan mematuhi nilai-nilai integritas pada
peraturan dan hukum, tradisi, serta kebiasaan dan kesadaran untuk mematuhi dan
menghormati peraturan dan tradisi yang berlaku di lingkungannya. Hal tersebut
membuat tumbuhnya penyesuaian dengan sesuatu di lingkungan sekitarnya.
Konsep Penyesuaian Sosial dalam Islam
Seseorang yang melakukan penyesuaian sosial berarti dia dapat menjalin
persaudaraan dengan orang yang ada disekitarnya. Pada Agama Islam diajarkan bahwa
Allah SWT menciptakan manusia dengan berbagai perbedaan. Hal ini bertujuan agar
mereka saling mengenal, seperti yang telah disebutkan dalam firmannya dalam (Q.S
Al – Hujarat: 13) yaitu: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. Pada ayat ini dinyatakan
bahwa manusia diciptakan untuk rukun tanpa mengolok-olok orang lain dan
dianjurkan untuk melakukan penyesuaian sosial yang baik dalam lingkungan dengan
selalu menjaga dengan tidak menyakiti orang-orang yang ada di sekitarnya.
Cara untuk melakukan penyesuaian sosial dengan baik dalam lingkungan
masyarakat yaitu disebutkan dalam Q.S Al - Hujurat: 11, untuk berbuat baik pada
semua orang dengan tidak saling mengolok-olok atau menjelekkan orang lain. Arti
ayat tersebut “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-
9
olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka dan jangan pula wanita-wanita
lain (karena) boleh jadi wanita-wanita lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok)
dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri, dan janganlah kamu manggil dengan
gelar yang buruk. Seburuk-buruknya panggilan ialah panggilan yang buruk sesudah
iman dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang
zalim”. Dua ayat ini menyatakan bahwa penyesuaian sosial dalam Islam diajarkan dan
diartikan sebagai interaksi antar satu orang dengan satu, dua, atau sekelompok orang
yang berjalan dengan baik. Hal ini karena secara kodrati manusia adalah makhluk
sosial yang tidak bisa hidup sendiri menjaga hubungan dan menyesuaikan dengan
lingkungan harus dilakukan.
Secara konsep orang yang melakukan penyesuaian sosial yaitu orang yang
melakukan interaksi dalam lingkungannya. Orang yang dapat melakukan penyesuaian
sosial dengan baik yaitu orang yang berinteraksi secara efektif dan beranfaat terhadap
realitas, situasi, dan relasi sosial. Paham behaviorisme berkeyakinan bahwa perilaku
dapat dimodifikasi dengan mempelajari kondisi dan pengalaman. Selaras dengan hal
pernyataan Malik et al. (2018) bahwa penyesuaian sosial merupakan kemampuan yang
dapat dibentuk atau dimodifikasi dan dipengaruhi oleh lebih dari satu faktor. Faktor
yang mempengaruhi ada sosial ekonomi keluarga atau orang tua, peran gender, dan
lingkungan sekitar dimana mereka tinggal (Chen et al., 2019; Packiaselvi & Malathi,
2017; Parmaksız, 2019). Sehingga peneliti berpandangan bahwa penyesuaian sosial
merupakan hal yang terbentuk dari hasil belajar seseorang yang diperoleh melalui
stimulus dari lingkungan.
Perilaku Asertif
Albert dan Emmons dalam Indrawati et al. (2014) mengemukakan bahwa
individu yang bersikap asertif adalah individu yang tegas menyatakan perasaan
mereka, meminta apa yang mereka inginkan dan mampu mengatakan “tidak (ada)”
tentang suatu hal. Individu tersebut bertindak dengan tegas, mereka bertindak yang
terbaik dan berpihak kepada hak atau kebenaran. Menurut Lloyd & Budiyanto (1991)
bahwa perilaku asertif adalah perilaku bersifat aktif, langsung, dan jujur.
10
Novalia dan Dayakisni (2013) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa untuk
menjadi asertif mensyaratkan apa yang diinginkan dari suatu situasi dan
mempertahankannya sekaligus tidak melanggar hak orang lain. Selain itu, keasertifan
adalah kemampuan untuk menyatakan bahwa individu tidak memilih untuk
mengklaim hak di dalam semua situasi, karena mereka mengetahui jika individu
tersebut bersedia dan membutuhkan melakukannya, atau dapat melakukannya.
Perilaku asertif ini sangat dianjurkan ada dalam diri manusia. Pada Agama
Islam juga dianjurkan berperilaku asertif. Allah SWT menganjurkan kepada hamba-
hambanya untuk berperilaku tegas dalam menjalani kehidupan. Selaras dengan arti
asertif sendiri yaitu perilaku seseorang yang mampu mengungkapkan emosi secara
tepat, dalam berkomunikasi relatif terbuka dan mempunyai ketagasan. Perilaku asertif
tidak menggunakan kekerasan karena asertif hanyalah mengungkapkan pendapat
secara jujur dan mengungkapkan secara halus tanpa menyakiti ataupun menentang hak
dan etika. Hal ini sesuai dengan yang tertulis pada firman Allah (Q.S Al-Ahzab: 70)
yang menyebutkan bahwa kita sebagai manusia harus berkata yang sebenarnya.
Alberti dan Emmons dalam Ashman and Hull (2008) menyimpulkan ada 6
aspek dalam melihat perilaku asertif. Pertama individu asertif dapat
mengkomunikasikan apa yang diinginkan, difikirkan dan kepada orang lain. Kedua,
menghormati apa yang menjadi kepentingan orang lain. Individu asertif bisa
menerima kondisi orang lain dengan terbuka tanpa harus memaksakan kehendak
kepada orang lain; menunjukkan rasa hormat pada pendapat orang lain dan apayang
dilakukan orang lain kepadanya. Ketiga, individu asertif mampu mengkomunikasikan
secara langsung pikiran dan perasaannya. Artinya mereka dapat menyatakan
keinginan dan yang tidak diinginkannya dengan tegas tanpa mengalami rasa cemas.
Keempat, seseorang yang asertif mampu mengatakan pikirannya dan perasaan apa
adanya, bertindak dengan jujur dan terbuka tanpa merasa malu dan takut. Kelima,
individu yang asertif mampu memposisikan atau menempatkan orang lain setara
dengan dirinya tanpa merendahkannya dalam suatu hubungan. Keenam, seorang
asertif bersifat fleksibel, mampu mengekspresikan diri, menghormati orang lain dan
dapat diterima oleh lingkungan sosial, keluarganya, teman, sahabat dan masyarakat
pada umumnya.
11
Pelatihan Asertif
Albert dan Emmons dalam Indrawati et al. (2014) mengemukakan bahwa
individu yang bersikap asertif adalah individu yang tegas menyatakan perasaan
mereka, meminta apa yang mereka inginkan dan mampu mengatakan “tidak (ada)”
tentang suatu hal. Individu tersebut bertindak dengan tegas, mereka bertindak yang
terbaik dan berpihak kepada hak atau kebenaran. Menurut Lloyd & Budiyanto (1991)
bahwa perilaku asertif adalah perilaku bersifat aktif, langsung, dan jujur. Novalia dan
Dayakisni (2013) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa untuk menjadi asertif
mensyaratkan apa yang diinginkan dari suatu situasi dan mempertahankannya
sekaligus tidak melanggar hak orang lain. Selain itu, keasertifan adalah kemampuan
untuk menyatakan bahwa individu tidak memilih untuk mengklaim hak di dalam
semua situasi, karena mereka mengetahui jika individu tersebut bersedia dan
membutuhkan melakukannya, atau dapat melakukannya.
Menurut Alberty dan Emmons (Nelson-Jones, 2011) latihan asertif tidak hanya
berfokus pada perilaku verbal, namun juga non verbal seperti; ekspresi wajah, kontak
mata, gerak tubuh, gestur, suara, kelancaran berbicara dan pilihan saat kapan individu
mengekspresikan sikap asertifnya. Latihan asertif merupakan terapi, yang
direkomendasikan untuk mengurangi dan menghilangkan gangguan kecemasan dan
meningkatkan kemampuan interpersonal. Loekmono (2008) menyatakan latihan
asertif diberikan pada orang yang tidak dapat melepaskan kemarahannya, tidak
sanggup mengatakan “tidak”, terlalu tertib dan mudah dimanfaatkan orang lain, tidak
dapat menyatakan isi hati dan perasaan serta sulit mengekspresikan respon-respon
positif. Latihan ini cocok jika diberikan pada individu yang merasa tidak mempunyai
hak untuk menyatakan pikiran, kepercayaan dan perasaannya. Salah satu penelitian
yang dilakukan oleh (Utaminingtyas, 2017) pelatihan asertif efektif digunakan dalam
mengembangkan aspek non-verbal perilaku asertif. Selain itu, dalam penelitian nya
membuktikan bahwa pelatihan asertif dapat mendukung keberhasilan komunikasi
interpersonal (antar pribadi) karena semua peserta yang mengikuti mengalami proses
belajar dan perubahan positif.
Dalam melakukan latihan asertif, ada beberapa strategi yang dapat digunakan.
Loekmono (2008) menyebutkan enam strategi latihan asertif, yang pertama
12
pengajaran, dimana konselor menerangkan kepada konseli perilaku yang
diharapkannya. Kedua, melalui stategi respon positif yaitu merespon semua perilaku
sesudah diberikan pengarahan. Strategi ketiga yaitu modeling, yaitu menunjukkan
contoh perilaku secara spontanitas atau menggunakan tayangan. Keempat yaitu role-
play, bermain peran dan saling mengkoreksi perilaku yang muncul membuat
pemahaman semakin meningkat. Kelima, yaitu stategi penguatan sosial dan terakhir
home-work. Dua strategi ini membentuk kebiasaan untuk berperilaku asertif. Selaras
dengan yang dipaparkan oleh Santoso (2020) bahwa ada 6 sesi dalam melakukan
latihan asertif. Pelatihan asertif yaitu salah satu teknik terapi atau intervensi yang
berguna untuk membantu individu mengungkapkan perasaan, kesulitan menyatakan
“tidak”, mengungkapkan afeksi dan respon positif lainnya (Corey, 2013). Menurut
Joice dan Weill menjelaskan tujuan dilakukan pelatihan asertif yaitu mengembangkan
ekspresi perasaan baik positif maupun negatif, mengekspresikan perasaan-perasaan
kontradiktif, mengembangkan perilaku atas dasar prakarsa sendiri (Faradita et al.,
2018).
Pelatihan asertif sesuai jika diberikan pada orang yang merasa tidak memiliki
hak untuk menyatakan pikiran, perasaannya dan kepercayaan diri. Pada umumnya
pelatihan asertif mempunyai beberapa prosedur belajar dalam diri seseorang tentang
apa saja yang perlu diubah, diperbaiki ataupun diperbaharuhi. Secara sistematis terdiri
dari tiga strategi dengan dengan menerapkan 6 tahapan sebanyak 8 sesi pertemuan
(Indrawati et al., 2014).
Pelatihan Asertif dan Penyesuaian Sosial
Penyesuaian sosial pada remaja, yakni kemampuan individu untuk bereaksi secara
efektif dan sehat terhadap realitas sosial, situasi dan hubungan sosial sehingga individu
dapat melakukan pemenuhan kebutuhan dengan perilaku yang memuaskan dan cara
yang dapat diterima lingkungannya (Li & Grineva, 2016). Kegagalan seorang remaja
dalam menyesuaikan diri khususnya siswa, memunculkan perilaku tidak bertanggung
jawab, mengabaikan pelajaran, stress, sikap agresif, depresi, perasaan tidak aman,
muncul perasaan menyerah dan memunculkan perilaku-perilaku negatif yang nantinya
bisa berdampak untuk dirinya di masa yang akan datang (Lubis et al., 2019). Ketika
13
seorang remaja mengalami permasalah penyesuaian sosial mereka membutuhkan
suatu perilaku yang dapat membantu meningkatkan penyesuaian sosial.
Bazleh et al. (2012) mengatakan bahwa perilaku asertif memungkinkan
individu untuk meningkatkan perilaku menyesuaikan terhadap diri sendiri maupun
lingkungan sekitar. Oleh karena itu, perilaku asertif bisa menjadi salah satu solusi bagi
seorang remaja untuk membantu menyesuaikan di lingkungan sosial. Individu yang
dapat berperilaku asertif akan menggunakan mekanisme pertahananya yang efektif
dan adaptif, sehingga perilaku asertif dapat menjadi solusi bagi remaja khususnya
siswa baru untuk dapat membela, mempertahankan dirinya dalam lingkungan baru
yang rileks lebih menyenangkan, dan lebih sehat bagi perkembangan psikologis siswa
karena dengan perilaku tersebut siswa dapat menjalin hubungan interpersonal yang
baik dengan lingkungan sosialnya (Azhari et al., 2015). Namun setiap individu tidak
selalu menunjukkan perilaku asertif. Ada suatu pelatihan yang bisa membantu individu
meningkatkan perilaku assertif. Pelatihan asertif bisa sebagai salah satu cara. Pelatihan
asertif merupakan penerapan latihan tingkah laku dengan sasaran, membantu individu
untuk mengembangkan cara berhubungan secara langsung dalam berbagai kondisi
dan situasi sosial (Utaminingtyas, 2017). Pelatihan ini berfokus pada mempraktekkan
dan membiasakan seseorang berperilaku assertif dalam kehidupan sehari-hari
(Tavakoli, Lumley, Hijazi, Slavin-Spenny, & Parris, 2009). Indrawati et al. (2014)
menyatakan latihan assertif dapat dilakukan dengan cara bermain peran, kecakapan-
kecakapan bergaul yang baru diperoleh, sehingga individu-individu diharapkan
mampu mengatasi persoalan dan belajar mengungkapkan perasaan-perasaan dan
pikiran-pikiran secara lebih terbuka diikuti oleh keyakinan bahwa mereka berhak
untuk menunjukkan reaksi-reaksi yang terbuka. Setelah dilakukan latihan berperilaku
asertif ada beberapa kemampuan yang muncul yaitu kemampuan mengungkapkan
perasaan, mengungkapkan keyakinan dan pemikiran secara terbuka dan
mempertahankan hak-hak pribadi. Tiga kemampuan dasar asertif ini menjadi dasar
untuk individu terbiasa melakukan aserif dan membuat mereka bisa bertahan dan
menyesuaikan dalam sistuasi sosial apapun.
14
Kerangka Berpikir
Hipotesis
Pelatihan asertif dapat meningkatkan kemampuan penyesuaian sosial pada remaja
Remaja usia (12 - 15) memasuki lingkungan sosial baru namun terkendala oleh
kebijakan yang mengharuskan mereka sering berinteraksi secara online
Assertive Trainning
1. Recognition (menghormati, menerima hak-hak orang lain)
2. Participation (melibatkan diri dalam berelasi).
3. Social approval (minat, simpati terhadap kesejahteraan orang lain).
4. Altruisme (memiliki sifat rendah hati, tidak egois).
5. Conformity (menghormati, menaati nilai-nilai integritas hukum, tradisi
dan kebiasaan).
1. Sulit mengungkapkan isi hati sepenuhnya.
2. Kurang menghormati kepentingan orang lain.
3. Kurang dapat mengungkapkan secara langsung dan tegas.
4. Sulit berterusterang mengatakan kebutuhan, perasaan dan pikiran apa yang
dirasakan
5. Kurang dapat memposisikan orang lain setara pada suatu hubungan
6. Kurang dapat diterima secara sosial
MENINGKATNYA PENYESUAIAN SOSIAL
Remaja mulai terbiasa menerapkan perilaku assertif
dan perlahan bisa menyesuaikan dengan sosial
15
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif kuasi eksperimen jenis pre-post
test control group design. Penelitian eksperimen ini bertujuan menguji hubungan
sebab akibat dengan cara memerankan kelompok kontrol disamping kelompok
eksperimen (Latipun, 2011). Subjek dibagi menjadi dua kelompok yang dipilih secara
acak, yakni kelompok kontrol (KK) dan kelompok eksperimen (KE). Pada kelompok
eksperimen diberikan perlakuan berupa assertive training, secara ilustratif
digambarkan pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Desain eksperimen
Design Penelitian
KK O1 ------- (-X)------- O2
KE O1 -------- X ------ O2
Keterangan:
O1 : Pre -Test
O2 : Post - Test
X : Perlakuan (Pelatihan asertif)
(-X ) : tidak diberikan perlakuan (Pelatihan asertif)
KK : Kelompok Kontrol
KE : Kelompok Eksperimen
Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah remaja dengan asertif rendah yang memiliki
rentang usia 12 - 15 tahun yang saat ini menjadi siswa di Sekolah Menengah Pertama
(SMP). Kriteria subjek yaitu remaja berusia 12 - 15 tahun dan memiliki skor asertif
dibawah 96. Skala terdiri dari 34 item, skor tertinggi dari skala tersebut 132 dan
terendah 33. Berdasarkan nilai tersebut subjek dikelompokan menjadi 5 kelompok
yaitu sangat tinggi (117 -132), tinggi (96-116), sedang (75-95), rendah (54-74), dan
sangat rendah (33-53). Setelah skala disebarkan diperoleh skor asertif terendah 63 dan
tertinggi 106. Berdasarkan skor yang diperoleh ada 42 orang yang memiliki skor
16
dibawah 96. Kemudian dibagi menjadi 2 kelompok secara random, Kelompok pertama
diberi perlakuan (KE) dan kedua tidak diberi perlakuan (KK).
Variabel dan Instrumen Penelitian
Variabel pada penelitian ini terdiri perilaku asertif sebagai variabel bebas (X),
penyesuaian sosial sebagai variabel terikat (Y) yakni penyesuaian sosial serta variabel
perlakuan yaitu assertive training. Penyesuaian sosial yakni kemampuan seseorang
untuk bereaksi terhadap kenyataan sosial, situasi, dan hubungan yang dilihat dari aspek
penampilan yang nyata, sikap sosialnya, penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok
dan kepuasan diri pribadi. Sedangkan untuk perilaku asertif merupakan perilaku
keterbukaan mengkomunikasikan yang dirasakan, dipikirkan, dibutuhkan dan
diinginkan namun tetap menghargai, menjaga hak-hak ataupun perasaan orang lain.
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu skala perilaku
asertif yang disusun berdasarkan pada aspek-aspek perilaku asertif yang dipaparkan
oleh Alberti dan Emmons yaitu mengekspresikan diri sepenuhnya, menghormati
kepentingan orang lain, tegas dan langsung, jujur dan terbuka, dapat memposisikan
orang lain setara dalam suatu hubungan, dan diterima secara sosial (Ashman & Hull,
2008). Penelitian ini juga menggunakan skala penyesuaian sosial Scheineder dan
Aloysius (1968). Aspek teori tersebut terdiri dari recognition, participation, social
approval, altruism dan conformity.
Penentuan item dalam skala yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada
ketentuan bahwa skala pengukuran memiliki nilai indeks daya diskriminasi lebih besar
atau sama dengan 0,3. Tabel 2 berikut ini adalah hasil uji validitas dan reliabilitas skala
asertif dan skala penyesuaian sosial diadopsi dari skala Scheineder (1968).
Tabel 2. Validitas dan reliabilitas skala
Skala Ukur Jumlah Item
Valid
Jumlah Item
Gugur
Indeks
Reliabilitas
Indeks
Validitas
Skala Asertif 34 5
(1,2,14,24,,29) 0,834 0,341 – 0,893
Penyesuaian
Sosial 41 7 0,960 0,304 – 0,899
17
Prosedur Penelitian dan Analisis Data
Pada penelitian ini eksperimen akan dilakukan dengan dua situasi yaitu, situasi
sebelum dan sesudah diberikan intervensi baik pada kelompok eksperimen maupun
kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan. Sebelum dipilih sebagai subjek
dilakukan pengukuran menggunakan skala asertif. Setelah ditemukan beberapa
individu yang memiliki skor asertif dalam kategori rendah, dilakukan juga pengukuran
kemampuan penyesuaian sosial pada subjek. Setelah terkumpul beberapa responden
yang masuk kriterian subjek, dibagi menjadi dua kelompok yang dipilih secara acak,
yakni kelompok kontrol (KK) dan kelompok eksperimen (KE). Pengukuran dilakukan
dua periode. Pada periode pertama (pre-test) peneliti melakukan pengukuran
mengenai tingkat asertif dan penyesuaian sosial. Selanjutnya, kelompok eksperimen
diberi perlakukan berupa pelatihan asertif. Pemberian perlakuan dilakukan dengan
cara daring menggunakan modul yang telah di uji cobakan. Uji coba (foto terlampir)
modul diperoleh bahwa modul dapat diterapkan namun ada beberapa yang harus
diperbaiki yaitu bagian pemberian materi perilaku asertif dan durasi waktu terlalu
panjang.Oleh karena itu dilakukan penyesuaian materi dan durasi waktu yang semula
40 menit menjadi 25 menit. Pada periode post-test dilakukan pengukuran pada
kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Perlakuan pada penelitian ini adalah
pelatihan asertif, yaitu terapi untuk meningkatkan kemampuan interpersonal individu
dalam mengungkapkan perasaan yang sedang dirasakan dan dibutuhkan. Pelatihan
asertifdilakukan dalam 7 sesi (Pembukaan, Mengenal Konsep Asertif, Sharing
Permasalahan, “Speak Your Mind”, Studi kasus & Home Work, Role-play, Penutup).
Data yang sudah dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner kepada subjek,
dianalisis dengan metode Wilcoxon dan Mann Whitney. Analisis dilakukan dengan
membandingkan hasil pengukuran pre-test dengan post-test. Uji hipotesis (H1), yang
menyatakan: asertif training dapat meningkatkan kemampuan penyesuaian sosial pada
remaja. Hipotesis (H1) diterima jika Sig (p). statistic lebih kecil dari alpha (5%). Selain
itu penelitian ini juga menggunakan analisis korelasi non-parametrik Kendall Tau.
Analisis ini digunakan untuk melihat korelasi antara asertif dan penyesuaian sosial.
18
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Analisis Data
Penelitian ini menggunakan desain eksperimen pre-post tes, menggunakan
kelompok kontrol (KK) dan kelompok eskperimen (KE). Eksperimen dilakukan,
dengan memberikan pelatihan asertif kepada kelompok eksperimen. Sementara
kelompok kontrol tidak diberi pelatihan. Setelah dilakukan eksperimen, data
terkumpul dianalisis dengan statistik non parametrik uji Wilcoxon (Related Dependent
Test) untuk membandingkan skor pre-test dan post-test untuk kelompok kontrol
maupun untuk kelompok eksperimen. Selain itu, dilakukan uji non parametrik Mann
Whitney (2-independent sample), untuk membandingkan skor kemampuan
penyesuaian sosial antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Deskripsi
mengenai nilai rata-rata dan standar deviasi skor kemampuan penyesuaian sosial
tertuang pada Tabel 3.
Tabel. 3 Perbandingan skor penyesuaian sosial pre-test dan post test
Kelompok Mean
pretest SD pretest
Mean
post-test
SD post-
test Z P
Eksperimen 141,5 22,3 145,2 20,7
-2.66 .008
Kontrol 137,3 24,6 141,5 22,4
-2.52 .012
Pada Tabel 3 ditunjukkan skor penyesuaian sosial pada dua kelompok
eksperimen dan kontrol. Pada kelompok eksperimen skor post-test rata-rata
(Mean=145, 2) lebih besar dibandingkan dengan skor pre-test (Mean=141, 5), dengan
nilai standar deviasi skor post test (SD=22, 3) lebih kecil dibandingkan dengan pre-
test (SD=20, 7). Artinya bahwa, pada kelompok eksperimen terjadi perubahan atau
peningkatan penyesuaian sosial antar sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan
sebesar 3, 7 dengan standar deviasi yang semakin besar.
Hasil uji Wilcoxon Sign Rank antara pre-post test pada kelompok kontrol dan
eksperimen dituangkan pada Tabel 3. Hasilnnya untuk kelompok eksperimen Z-
statistik (Z=-2,66) dan kelompok kontrol, nilai Z-stat (Z=-2,52). Jika dilihat dari nilai
signifikansi, pada kelompok eksperimen (sig= 0,008), sementara pada kelompok
19
kontrol nilai sinifikansi (sig=0,012). Artinya kelompok eksperimen memiliki
perubahan. Dari hasil ini menunjukan ada perbedaan yang signifikan skor penyesuaian
sosial antara pre-post test baik pada kelompok eksperimen maupun kontrol.
Tabel 4. Hasil uji perbedaan kemampuan penyesuaian sosial
Statistik Hitung Nilai
Z -2.393
Asymp. Sig (2-tailed) 0.017
Pada Tabel 4 ditunjukkan uji perbedaan kemampuan penyesuaian sosial antara
kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol dilakukan dengan statistik non-
parametrik Mann-Wihitney Test (2-independent sample). Hasil menunjukkan nilai
asym.Sig (2-tailed) sebesar 0,017, kurang dari 0,05 (5%). Artinya bahwa kemampuan
penyesuaian sosial berbeda secara signifikan antara kelompok eksperimen dengan
kelompok kontrol, sebelum dan sesudah pemberian pelatihan asertif. Selain itu, skor
perbedaan paling tinggi sebesar 61, pada subjek (E05), dari skor pre test sebesar 101,
meningkat menjadi 162. Perbedaan tertinggi kedua pada subjek E08, meningkat 53,
dari skor pre-test 116 menjadi 169. Skor perbedaan terendah sebesar 4, pada subjek
E01, dari skor peroleh saat pre-test sebesar 161, menjadi 165 pada saat post test. Secara
lengkap skor tertuang pada Gambar 2.
20
Gambar 2. Perubahan kemampuan penyesuaian sosial kelompok eksperimen
Gambar 2 diatas menjelaskan adanya perubahan skor kemampuan penyesuaian
sosial pada masing-masing subjek kelompok eksperimen atau kelompok yang diberi
assertive training. Subjek yang mengalami peningkatan yang paling tinggi adalah
subjek dengan kode E05, lalu diikuti oleh subjek E08, E03, E04, E07, E09, E06, E02,
dan yang paling kecil peningkatannya E01. Pada saat pemberian perlakuan sangat jelas
terlihat pada subjek E08 dan E05 sangat antusias. Buktinya ketika fasilitator
menawarkan untuk menjawab pertanyaan atau membacakan sebuah kasus, beberapa
kali mereka mengajukan diri. Antusias nya juga ditunjukkan dengan bertanya ketika
tidak paham dan mencatat materi yang sedang dijelaskan.
Gambar 3. Rata-rata aspek pada kemampuan penyesuain sosial
Pada gambar 3 ditunjukkan rata-rata skor aspek kemampuan penyesuaian
sosial untuk kelompok eksperimen antara pre-test dan post-test. Dari grafik tersebut
dapat dijelaskan bahwa aspek yang mengalami peningkatan tertinggi adalah
E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 E8 E9 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9
PreTest 161 162 131 161 101 163 160 116 167 164 177 116 116 116 117 132 165 133
Post Test 165 168 154 175 162 169 169 169 175 165 177 123 123 125 118 137 167 139
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200Sk
or
Pe
nye
suai
an S
osi
al
21
penampilan nyata dengan perubahan sebesar 6,9 dari skor pre-test 24,4 menjadi 31,3.
Sementara aspek yang mengalami perubahan terendah adalah sikap sosial, yakni hanya
terjadi perubahan sebesar 1,6 saja.
Tabel 5. Hasil uji korelasi asertif dan penyesuaian sosial (Kendall’Tau)
Variabel Koefisien Korelasi Sig. (2-Tailed) Keterangan
Asertif
Penyesuaian sosial .753** .004 Hubungan Signifikan
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui nilai koefisien korelasi variabel aserrtif
dan penyesuaian sosial adalah 0.753 dengan nilai p sebesar 0.004 (p<0.05) dan arah
hubungan positif. Ini dapat disimpulkan bahwa asertif secara signifikan memiliki
hubungan positif dengan penyesuaian sosial. Artinya, semakin tinggi asertif seseorang
maka akan semakin tinggi pula kemampuan penyesuaian sosial yang dimiliki.
Pembahasan
Penelitian ini dilakukan dengan memberi intervensi berupa pelatihan asertif
yang dilakukan selama tujuh sesi menunjukkan bahwa pelatihan asertif berpengaruh
terhadap peningkatan kemampuan penyesusian sosial pada remaja. Berdasarkan data
yang ada ditunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan skor penyesuaian
sosial antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, pada seluruh aspek
penyesuaian sosial. Kemampuan penyesuaian sosial subjek pada aspek penampilan
nyata, penyesuaian diri, sikap sosial dan juga kepuasan diri meningkat setelah
dilakukan intervensi. Hal ini mensiratkan bahwa pemberian pelatihan asertif yang
efektif dapat meningkatkan kemampuan remaja dalam berani tampil di lingkungan
sosialnya. Selain itu, remaja akan mampu menyesuaikan dirinya pada lingkungan
sosialnya jika dilakukan pelatihan perilaku asertif. Mereka menghormati orang lain
yang berpendapat, dapat menerima usulan atau pendapat orang lain, serta
menghargainya.
Remaja yang menjadi subjek dalam penelitian ini berusia 12 dan 13 tahun.
Mereka termasuk siswa baru, yang mulai dari awal pendaftaran masuk sekolah hingga
saat ini belum pernah bertemu dengan teman-teman sekolahnya. Hal ini membuat
22
mereka jarang melakukan kontak sosial. Remaja yang jarang melakukan kontak sosial
biasanya memiliki asertif rendah. Selain itu, juga tidak mampu menyesuaikan diri di
lingkungan sosial dimana mereka berada. Dilihat dari aspek penampilan nyata sebagai
bagian dari kemampuan penyesuaian diri, biasanya mereka tidak berani tampil,
menunjukkan dirinya pada lingkungan sosialnya. Mereka cenderung diam, atau pasif,
enggan untuk melakukan aktivitas di lingkunganya. Pemberian perlakuan pelatihan
asertif, khususnya pada sesi role-play dapat merubah sikap pasif atau perilaku tidak
mau tampil di lingkungan sosialnya. Hal ini ditunjukkan oleh subjek penelitian, pada
subjek yang pasif saat dilakukan pelatihan, menunjukkan perubahan pada dirinya pada
aspek penampilan nyata. Mereka berani tampil, mengemukakan pendapat,
mengemukakan isi hati di hadapan teman-teman di sekitarnya. Subjek juga berani
berpendapat ketika ada teman lain yang mengajukan usulan. Hasil penelitian ini tidak
bertolak belakang dengan apa yang ditemukan oleh Azizah dan Hidayati (2015), serta
Azhari et al. (2015). Ada juga sesi pemberian home work, dimana fasilitator
memberikan tugas pada subjek untuk melakukan beberapa perilaku asertif. Hal ini
membuat subjek menjadi terbiasa berperilaku asertif, melakukan kontak dengan
linkungan sekitar dan juga membuat subjek melakukan penyesuaian sosial. Temuan
tersebut selaras dengan penelitian Amalia and Keliat (2018) yang menyatakan bahwa
pembiasaan dalam pelatihan asertif sangat diperlukan untuk subjek dalam berperilaku
setiap harinya.
Pada saat intervensi, subjek juga diberikan beberapa kasus. Kasus pertama
menceritakan ada teman disebelahnya memerlukan bantuan. Sikap subjek bervariasi,
subjek yang memiliki kemampuan penyesuaian sosial, akan memberikan bantuan pada
orang yang membutuhkan. Namun untuk subjek yang kemampuan penyesuaian
sosialnya rendah mereka menunjukkan acuh terhadap persoalan yang dihadapi
temannya. Mereka menanggapi kasus yang diberikan jika ada teman yang meminta
pertolongan tetapi hal itu perilaku yang salah seperti meminta jawaban, ia pertolongan
dalam hal baik ia akan membantunya. Kasus kedua yang diberikan yaitu ada dua orang
yang meminta bantuan namun jenis yang diminta berbeda. Ketika ujian orang pertama
meminta bantuan untuk meminjam pensil ketika ia ujian, namun orang kedua meminta
bantuan jawaban soal ujian. Respon subjek pada kasus ini bervariasi, subjek dengan
23
kode E9 dan E6 akan menasehati teman yang meminta jawaban. Sebaliknya, jika
temannya meminta pertolongan dalam hal baik ia akan membantunya.
Pada saat intervensi, subjek diberikan kasus yang berkaitan tentang
permasalahan penyesuaian sosial dengan tujuan untuk untuk meningkatkan kepedulian
atau kepekaan dengan lingkungan sekitarnya. Sesuai dengan yang dipaparkan
Armellini and Stefani (2015) bahwa kepekaan terhadap lingkungan sekitar diperlukan
untuk mempermudah individu menyesuaikan dengan lingkungan sosial. Sikap subjek
bervariasi terhadap kasus, subjek yang awalnya memiliki penyesuaian sosial rendah
kemudian meningkat akan memberikan bantuan pada orang yang membutuhkan.
Namun untuk subjek yang kemampuan penyesuaian sosialnya rendah mereka
menunjukkan acuh terhadap persoalan yang dihadapi temannya. Sikap sosial, sebagai
aspek kemampuan penyesuaian sosial yang dapat ditingkatkan melalui pelatihan
asertif. Mereka menanggapi kasus yang diberikan jika ada teman yang meminta
pertolongan namun hal itu merupakan perilaku yang salah, seperti meminta jawaban,
mereka akan menasehati teman tersebut. Sebaliknya, jika temannya meminta
pertolongan dalam hal yang baik ia akan membantunya. Kepedulian, kepekaan remaja
terhadap permasalahan yang dihadapi oleh orang di sekitarnya meningkat. Mereka
semakin peduli, peka terhadap persoalan yang dihadapi oleh teman di sekitarnya.
Pelatihan asertif yang dilakukan pada subjek ini meningkatkan aspek penyesuaian
sosial yang ada pada subjek. Misalnya seperti aspek sikap sosial dan penyesuaian diri
yang mereka tunjukkan.
Aspek penyesuaian sosial mengenai penyesuaian diri. Indvidu ketika berada di
suatu lingkungan sosial, dimana terdapat orang lain selain dirinya memerlukan cara,
sikap agar bisa diterima di lingkungan tersebut, atau disebut aspek participation
(melibatkan diri dalam berelasi). Subjek yang fleksibel yang dapat mengekspresikan diri
serta menghormati orang lain sehingga dapat diterima oleh lingkungan sosial,
misalnya keluarga, teman, sahabat dan masyarakat pada umumnya. Perilaku yang
ditunjukkan subjek yang mengalami peningkatan asertif dan penyesuaian sosial
mereka dapat mengungkapkan pendapat nya saat proses pelatihan asertif berlangsung,
meskipun awalnya diam namun dengan berjalannya waktu mereka mengalami
24
penyesuaian sosial. Perilaku ketika berinteraksi, dengan cara dan sikap tertentu
terhadap lingkungan sosial yang ada dapat dibentuk atau ditingkatkan melalui
pelatihan. Sebagaimana dikemukakan Azhari et al. (2015) bahwa ketika seseorang
berada di lingkungan sosial diperlukan penyesuaian diri. Individu yang penyesuaian
dirinya rendah cenderung tidak mampu berada di suatu lingkungan sosial. Pada
penelitian ini, sejalan dengan penelitian terhadahulu bahwa subjek yang diberikan
pemahaman asertif, kemampuan sosialnya meningkat dan mereka dapat menyesuaikan
diri, berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Penelitian lainnya juga menunjukkan
hal yang senada dengan penelitian ini, seperti penelitian Pratiwi et al. (2013).
Bersosialisasi atau berada pada lingkungan sosial, merasa dimana ada orang
lain di sekitarnya dapat menimbulkan rasa bangga, senang, puas dan berharga juga
merupakan aspek penyesuaian sosial yang penting. Individu yang mengalami
persoalan berkaitan dengan kemampuan penyesuaian sosial cenderung tidak memiliki
rasa senang dan bangga, diakui oleh orang lain ketika berada di suatu lingkungan
sosial. Kemampuan yang negatif ini, dapat diubah, ditingkatkan melalui pelatihan,
seperti pelatihan asertif pada penelitian ini. Kepuasan diri yang dimiliki oleh remaja
sebagai subjek eksperimen, menunjukkan peningkatan yang cukup berarti. Skor aspek
kepuasan diri meningkat antara sebelum dan sesudah diberikan pelatihan asertif. Hal
ini menandakan, pemberian pelatihan asertif dapat meningkatkan remaja dalam
kemampuan penyesuaian sosialnya dan pada akhirnya meningkatkan rasa senang,
bangga puas dan berharga, ketika remaja tersebut berada di tengah-tengah lingkungan
sosialnya. Mereka yang tidak mampu melakukan penyesuaian diri di lingkungan
sekitarnya, akan merasa tidak bangga, tidak senang, tidak hidup harmonis dan berharga
ketika berada di lingkungan sosialnya. Temuan ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya, seperti Nurhusni (2017), Pamardi dan Widayat (2014), bahwa individu
yang mampu menyesuaikan diri di lingkungan sosialnya akan merasa puas, senang,
sehingga penelitian ini mendukung penelitian terdahulu.
Penelitian ini memiliki keterbatasan. Hasil penelitian ini tidak bisa
mengungkapkan pengaruh semua faktor yang mempengaruhi terjadinya peningkatan
atau penurunan pada penyesuaian sosial. Pada saat pemberian perlakuan pelatihan
25
asertif juga ada hal yang membuat pelakuan yang diberikan menjadi kurang efektif
yaitu sarana dan alat yang digunakan subjek. Keefektifan berkurang karena tidak
semua subjek tinggal pada tempat yang memiliki sinyal yang bagus, jadi ketika
pelatiha ini dilakukan secara daring ada beberapa subjek yang tertinggal dalam proses
pelatihan asertif yang diberikan.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Pada penelitian ini intervensi dilakukan dalam beberapa sesi, secara daring
menggunakan aplikasi Zoom. Hasil penelitian dengan pemberian pelatihan asertif
dapat disimpulkan bahwa intervensi pemberian pelatihan asertif bersifat efektif dan
dapat meningkatkan penyesuaian sosial pada remaja, sekalipun menggunakan media
daring. Sesi yang terlihat menonjol dalam meningkatkan kemampuan sosial yaitu sesi
role play dan homework. Saat dua sesi itu berlangsung mampu meningkatkan
kebiasaan perilaku asertif dan kontak sosial dengan lingkungan sekitarnya, sehingga
aspek penyesuaian sosial muncul dan meningkat. Ada beberapa keterbatasan pada
proses penelitian ini yaitu sarana internet dan alat yang digunakan subjek. Oleh karena
itu untuk peneliti selanjutnya sebaiknya menggunakan intervensi secara daring
sebaiknya menyiapkan sarana dan fasilitas dengan baik, agar hasilnya lebih efektif.
Jika pemberian pelatihan asertif melalui luring dirasa lebih baik dan bisa dilakukan
sebaiknya menggunakan luring agar proses intervensi role play lebih efektif. Saran
untuk guru atau pengajar, agar menerapkan pelatihan asertif daring dalam proses
pembelajaran khususnya bimbingan konseling. Hal ini karena pelatihan asertif dapat
menjadi metode yang dapat dikombinasikan dengan pembelajaran di kelas atau
dijadikan kegiatan pada siswa-siswa agar mereka bisa saling berinteraksi dan mudah
menyesuaikan dengan sosialnya.
26
DAFTAR PUSTAKA
Agbakwuru, C., & Stella, U. (2012). Effect of assertiveness training on resilience
among early adolescents. European Scientific Journal, 8(10).
Al-Mseidin, K. I., Omar-Fauzee, M. S., & Kaur, A. (2017). The Relationship Between
Social And Academic Adjustment Among Secondary Female Students In
Jordan. European Journal of Education Studies, 3(2). doi:
10.5281/zenodo.260346
Amalia, R. F., & Keliat, B. A. (2018). Terapi kelompok asertif efektif meningkatkan
kemampuan asertif dan resiliensi pada remaja di SMPN Padangpanjang. Jurnal
Keperawatan Indonesia, 21(1), 60-68. doi: 10.7454/jki.v21i1.509
Armellini, A., & Stefani, M. D. (2015). Social presence in the 21st century: An
adjustment to the community of inquiry framework. British Journal of
Educational Technology, 47(6), 1202-1216. doi: 10.1111/bjet.12302
Ashman, K. K. K., & Hull, G. H. (2008). Understanding Generalist Practice (5 ed.).
USA: BROOKS/COLE Cengange Learning.
Azhari, M. A. S., Mayangsari, M. D., & Erlyani, N. (2015). Relationship Between
Assertive Behavior And Self-Adjustment In First Year Students At Junior High
School. Jurnal Ecopsy, 2(1).
Azizah, A., & Hidayati, F. (2015). Penyesuaian sosial dan SCHOOL WELL-BEING:
Studi pada siswa pondok pesantren yang bersekolah di MBI Amanatul Ummah
Pacet Mojokerto. Jurnal Empati, 4(4), 84 - 89.
Baptista, J., Osório, A., Martins, E. C., Verissimo, M., & Martins, C. (2016). Does
social–behavioral adjustment mediate the relation between executive function
and academic readiness? Journal of Applied Developmental Psychology, 46,
22-30. doi: 10.1016/j.appdev.2016.05.004
Bazleh, N., Tarkhan, M., & Sheikhmahmoud, H. (2012). Relationship Between Self-
Assertiveness Anger And Social Adjustment In Women With Breast Cancer.
Indian Journal of Fundamental and Applied Life Sciences, 2(3), 86 - 93.
Bender, M., van Osch, Y., Sleegers, W., & Ye, M. (2019). Social Support Benefits
Psychological Adjustment of International Students: Evidence From a Meta-
Analysis. Journal of Cross-Cultural Psychology, 50(7), 827-847. doi:
10.1177/0022022119861151
Chen, I. J., Zhang, H., Wei, B., & Guo, Z. (2019). The model of children's social
adjustment under the gender-roles absence in single-parent families. Int J
Psychol, 54(3), 316-324. doi: 10.1002/ijop.12477
Corey, G. (2013). Theory and practice of counseling and psychotherapy (10 ed.).
California, USA: Book Cole Cengage Learning.
Dewantari, T., & Izzaty, R. E. (2018). Effectiveness assertive training on discipline of
learning in junior high school. COUNS-EDU: The International Journal of
Counseling and Education, 3(2). doi: 10.23916/0020180313120
Elias, H., Noordin, N., & Mahyuddin, R. H. (2010). Achievement Motivation and Self-
Efficacy in Relation to Adjustment among University Students. Journal of
Social Sciences, 6(3), 333-339.
Faradita, R. M., Elita, Y., & Sinthia, R. (2018). Pengaruh konseling kelompok dengan
teknik assertive training terhadap kemampuan asertivitas siswa kelas VIII 8
27
SMP Negeri 18 kota Bengkulu ONSILIA: Jurnal Ilmiah Bimbingan dan
Konseling, 1(2), 58 - 66.
Faradita, R. M., & Farozin, M. (2019). The Influence of Group Counseling With
Assertive Training on Student’s Assertive Ability. Paper presented at the
International Seminar on Guidance and Counseling.
Forooshani, S. B. A., Khah, Z. I. Z., Renzaho, A. M. N., & Connor, P. J. O. (2019).
Effectiveness of Psychological Interventions on Young Refugees’ Social
Adjustment: A Meta-analysis. Journal of Refugee Studies. doi:
10.1093/jrs/fez035/5486191
Hapsari, R. M., & Retnaningsih. (2007). Perilaku assertif dan harga diri pada
karyawan. Jurnal Psikologi, 1(1).
Indrawati, E., Setyorini, & Padmomartono, S. (2014). Meningkatkan perilaku asertif
menggunakan pendekatan behavioral dengan latihan asertif pada siswa kelas
IX SMP Negeri 2 Salatiga. Jurnal Satya Widya, 30(1), 1-7.
Latipun. (2011). Psikologi Eksperimen. Malang: UMM Press.
Li, X., & Grineva, M. (2016). Academic and Social Adjustment of High School
Refugee Youth in Newfoundland Tesl Canada Journal/Revue Tesl Du Canada,
34(11), 51–71
Lloyd, S. R., & Budiyanto, F. X. (1991). Mengembangkan perilaku asertif yang positif.
Jakarta: Binarupa Aksara.
Lubis, K. (2020). The Effectiveness of Assertiveness Training Group Format to
Improve Students' Interpersonal Relationship Skills. Bisma The Journal of
Counseling, 4(1), 273-283. doi: 10.23887/bisma.v4i1
Lubis, K., Daharnis, D., & Syukur, Y. (2019). Interpersonal Relationships of students
in Junior High School. International Journal of Research in Counseling and
Education, 3(2). doi: 10.24036/00112za0002
Malik, S., Abd Manaf, U. K., Ahmad, N. A., & Ismail, M. (2018). Orientation and
Mobility Training in Special Education Curriculum for Social Adjustment
Problems of Visually Impaired Children in Pakistan. International Journal of
Instruction, 11(2), 185-202. doi: 10.12973/iji.2018.11213a
Novalia, & Dayakisni, T. (2013). Perilaku asertif dan kecenderungan menjadi korban
bulliying. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 1(1).
Nurhusni, P. A. (2017). Profil penyesuaian sosial remaja yang mengalami kecanduan
mengakses facebook Indonesian Journal Of Educational Counseling, 1(2), 129
- 144.
Olivier, E., Archambault, I., & Dupere, V. (2018). Boys' and girls' latent profiles of
behavior and social adjustment in school: Longitudinal links with later student
behavioral engagement and academic achievement? J Sch Psychol, 69, 28-44.
doi: 10.1016/j.jsp.2018.05.006
Packiaselvi, P. P., & Malathi, M. (2017). A Study on Social Adjustment among Higher
Secondary School Students and Its Impact on Their Academic Achievement in
Coimbatore District. International Journal of Research -GRANTHAALAYAH,
5(6), 458-463. doi: 10.29121/granthaalayah.v5.i6.2017.2056
Pamardi, B. B., & Widayat, I. W. (2014). Hubungan Self Efficacy Dengan
Penyesuaian Diri Pada Taruna Akademi Angkatan Laut Jurnal Psikologi
Pendidikan dan Perkembangan, 3(1).
28
Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human development (10 ed.).
Jakarta: Salemba Humanika.
Parmaksız, İ. (2019). Assertiveness as the Predictor of Adjustment to University Life
amongst University Students. International Journal of Instruction, 12(4), 131-
148. doi: 10.29333/iji.2019.1249a
Pratiwi, A., Yusmansyah, & Utaminingsi, D. (2013). Penggunaan tehnik assertive
training untuk meningkatkan penyesuaian sosial siswa di sekolah. Jurnal
Bimbingan Konseling.
Purwanto, Rudy Pramono, Masduki Asbari, Priyono Budi Santoso, Laksmi Mayesti
Wijayanti, Choi Chi Hyun, & Putri, R. S. (2020). Studi eksploratif dampak
pandemi COVID-19 terhadap proses pembelajaran online di sekolah dasar
EduPsyCouns Journal, 2(1).
Santoso, D. S. (2020). Asertive training pada wanita dewasa. Procedia : Studi Kasus
dan Intervensi Psikologi, 8(2). doi: 10.22219/procedia.v8i2.13422
Schneiders, & Aloysius, A. (1968). Personal adjustment and mental health. New
York: Rinehart and Winston.
Sheehan, W. A., & Iarocci, G. (2019). Executive Functioning Predicts Academic But
Not Social Adjustment to University. J Atten Disord, 23(14), 1792-1800. doi:
10.1177/1087054715612258
Sunarto, & Hartono, A. (2006). Perkembangan peserta didik. Jakarta: Depdikbud &
Rineka Cipta.
Tavakoli, S., Lumley, M. A., Hijazi, A. M., Slavin-Spenny, O. M., & Parris, G. P.
(2009). Effects of assertiveness training and expressive writing on
acculturative stress in international students: A randomized trial. J Couns
Psychol, 56(4), 590-596. doi: 10.1037/a0016634
UNFPA, U. N. P. F. (2020). COVID-19: Bekerja dengan dan untuk anak muda. Global
Employment Trend for Youth.
Utaminingtyas, R. R. B. (2017). Pengembangan aspek non verbal perilaku asertif
dengan assertive training. Jurnal Polines, 20(2), 117 - 126.
Verdugo, L., & Sánchez-Sandoval, Y. (2020). Psychological and Social Adjustment
as Antecedents of High School Students’ Future Expectations. Journal of
Psychologists and Counsellors in Schools, 1-15. doi: 10.1017/jgc.2020.1
Wahyuni, D., & Rahmadewi. (2011). Kajian profil penduduk remaja (10 -24 tahun) :
Ada apa dengan remaja? Policy Brief Pusat Penelitian dan Kependudukan
BKKBN, 1(6), 1-4.
Widjaja, P. D. C., & Wulan, R. (1998). Hubungan Antara Asertivitas Dan Kematangan
Dengan Kecenderungan Neurotik Pada Remaja. Jurnal Psikologi, 1(2), 56-62.
Xu, X., Zhao, S., Yiu, W. Y. V., Li, D., Liu, J., Liu, S., & Chen, X. (2020). Relations
between maternal power-assertive parenting and adjustment in Chinese
children: A longitudinal study. Int J Psychol, 55(2), 154-162. doi:
10.1002/ijop.12570
28
29
LAMPIRAN
30
Lampiran 1. Skala asertif
SKALA ASERTIF
No PERNYATAAN Pilihan Jawaban
SS S TS STS
1 Saya akan melawan teman dan orang yang menghina saya
2 Saya sering meminta bantuan pada orang lain sekiranya saya
membutuhkannya
3 Saya akan pertahanakan pendapat saya selama pendapat itu
benar
4 Saya berusaha mendapatkan apa yang saya inginkan meskipun
kadang merugikan orang lain
5 Saya tetap tersenyum meskipun tersinggung dengan perkataan
guru atau teman saya
6 Saya kesulitan berbicara didepan kelas atau saat presentasi
7 Saya menolak ajakan teman saya bepergian saat banyak tugas
yang harus saya selesaikan
8 Saya merasa sungkan menyatakan ketidaksukaan saya pada
seseorang secara langsung
9 Saya meminta saran orang lain saat saya sedang ada masalah
10 Saya menolak teman saya yang mencontek tugas atau meminta
jawaban ketika ujian
11 Saya merasa malu menerima kritikan dari orang lain
12 Saya berbesar hati jika harus minta maaf atas kesalahan yang
pernah diperbuat pada teman atau guru saya
13 Saya malas bertanya pada guru tentang materi yang belum
dipahami
14 Saya akan memberikan barang apapun yang saya sukai karena
teman saya memintanya
15 Saya suka mengejek orang lain yang berbuat kesalahan
16 Saya selalu mengucapkan terima kasih apabila ada orang yang
membantu saya
17 Saya mengadu pada guru saya apabila tidak menemukan
jawaban dari suatu pelajaran saya butuhkan
31
18 Saya berusaha meyakinkan orang tua saya agar menyekolahkan
saya ditempat yang saya inginkan
19 Saya tetap menghormati guru pengajar saya meskipun mereka
menyampaikan kritik pada saya
20 Saya tidak ingin orang lain tahu kalau saya sedang memiliki
masalah yang bisa menggangu aktivitas sekolah saya
21 Bila terjadi perselisihan dengan teman, saya lebih memilih
untuk diam dan menghindar daripada menyelesaikankannya
secara terbuka
22 Saya sering mengalah jika pendapat saya berbeda dengan orang
lain
23 Saya kurang peduli jika ada teman yang menglami kesulitan
karena mereka juga kurang peduli pada saya.
24 Saya sering merasa kesulitan untuk merencanakan hal di masa
depan
25 Saya cukup kritis menanggapi pendapat teman-teman ketika
diskusi di kelas atau dalam berorganisasi
26 Saya sering menghindari situasi yang menilai diri karena takut
salah dan malu
27 Keyakinan dan penilaian saya terhadap berbagai situasi sering
berbeda dengan orang lain dan saya bisa mengatasinya
28 Saya malas beradu pendapat dengan orang lain meskipun itu
berbeda dengan pendapat saya
29 Saya sering membantu orang lain untuk mengambil keputusan
30 Saya sering kesulitan menolak ajakan teman saya yang kadang
kurang masuk akal
31 Saya sering menggunakan taktik untuk mempengaruhi orang
lain agar mau mengikuti apa yang saya inginkan
32 Saat barang atau uang yang dipinjam oleh teman saya tidak
segera dikembalikan saya memintanya dengan tegas
33 Saya malu mengungkapkan perasaan dan emosi saya pada orang
yang saya hormati
34 Saya memiliki pendapat dan ide yang selalu diterima dalam
kelompok saya
35 Mudah bagi saya untuk mengutarakan pikiran dan maksud saat
menjawab pertanyaan teman dikelas
32
36 Saya memilih bertanggung jawab atas ucapan saya yang tidak
disukai oleh teman saya meskipun hubungan kami menjadi
renggang
37 Saya sering memilih mengalah dan membiarkan teman saya
mengendalikan kelompok belajar ketika kerja kelompok
38 Saya memilih diam saja saat guru menjelaskan materi yang
belum saya pahami
39 Saya sering dinilai tegas dalam berhubungan dengan orang lain.
BLUE PRINT
No Aspek Penyesuaian Sosial Item
Favorable Unfavorable
1 Mengekspresikan diri secara
penuh 9,25 1,8,20,22,26,28,30,33,37
2 Menghormati kepentingan orang
lain 5,12,16,19 4,11
3 Langsung dan Tegas 3,7,10,31,32,36,39 6
4 Jujur dan Terbuka 17,18,24,35 13,21,38
5 Menempatkan orang lain sama
dengan dirinya 2,27 14,15,23
6 Dapat diterima secara sosial 29,34
33
LAMPIRAN 2. Skala Penyesuaian Sosial
SKALA PENYESUAIAN SOSIAL
No. Pernyataan STS TS ATS AS S SS
1. Saya berpartisipasi dalam kegiatan
organisasi
2. Saya berbagi pengalaman yang
bermanfaat ke dalam suatu kelompok
3. Ketika saya berada dalam diskusi
kelompok, saya menyampaikan pendapat
yang ada di pikiran saya
4. Ketika orang lain memberikan kritik,
saya menerimanya dengan lapang dada
5. Saya membagi tugas dengan anggota
yang lain untuk menyelesaikan tugas
kelompok
6. Saya terbiasa mengikuti aturan yang ada
dalam suatu kelompok
7. Saat mengerjakan tugas kelompok, saya
membantu anggota lain yang kesulitan
dalam menyelesaikan tugasnya
8. Saya menyelesaikan tugas yang
diberikan oleh kelompok
9. Meskipun saya sedang sibuk, saya
meluangkan waktu yang saya miliki
untuk teman – teman saya
10. Saya memberi semangat kepada teman –
teman saya yang mengalami kesulitan
11 Saya sering merasa cemas atau gelisah
ketika sedang bersama dengan teman
dekat saya
12 Saya merasa keberadaan saya tidak
dibutuhkan oleh orang lain
13 Kehidupan sosial yang dijalani orang lain
terlihat lebih menyenangkan
dibandingkan kehidupan sosial yang saya
miliki
34
14 Ketika sedang berdiskusi, saya
mendengarkan gagasan dari setiap orang
15 Saya memberikan kesempatan kepada
setiap orang untuk berpendapat dalam
sebuah diskusi kelompok
16 Ketika teman sedang sakit, saya akan
datang menjenguknya
17 Ketika teman saya mengalami kesulitan,
maka saya membantunya
18 Saya menasehati teman saya yang
melakukan kesalahan
19 Ketika orang lain menyalip sebuah
antrian, anda akan menegurnya
20 Ketika berada dalam kelompok, saya
kesulitan untuk berbaur dengan yang
anggota yang lain
21 Saya kesulitan untuk mengikuti aturan –
aturan yang ada dalam kelompok
22 Setiap orang akan mendapatkan tugas
atau perannya masing – masing. Maka
saya tidak membantu anggota lain yang
kesulitan menyelesaikan tugasnya.
23 Saya kesulitan menyelesaikan tugas yang
diberikan kelompok
24 Meluangkan waktu untuk teman – teman
adalah hal yang sulit saya lakukan saat
saya sibuk
25 Saya tidak peduli dengan kesulitan yang
dihadapi oleh teman saya jika ia tidak
meminta bantuan
26 Saya merasa nyaman saat sedang
bersama teman dekat saya
27 Saya bangga atas keberadaan saya dalam
kelompok
28 Saya senang atas kehidupan sosial yang
saya jalani
29 Saya mensyukuri atas teman – teman
yang saya miliki
35
30 Saya berupaya untuk menjadi individu
yang bermanfaat bagi orang lain
31 Saya menjalankan apa yang telah
menjadi komitmen saya
32 Dalam sebuah diskusi, saya hanya akan
meminta pendapat dari orang – orang
yang ahli saja
33 Saya akan menjenguk teman saya yang
sedang sakit apabila ia memintanya
34 Saat teman mengalami kesusahan, saya
hanya membantu apabila dimintai
pertolongan olehnya
35 Saya tidak peduli jika orang lain
melakukan kesalahan selama tidak
menganggu diri saya
36 Saya tidak berpartisipasi dalam kegiatan
organisasi
37 Saya tidak membagikan pengalaman –
pengalaman yang saya miliki kepada
suatu kelompok
38 Saya merasa jengkel jika orang lain
memberikan kritik kepada saya
39 Teman – teman yang saya miliki saat ini
belum dapat membuat saya senang
40 Saya tidak memiliki target tertentu untuk
menjadi individu yang lebih baik
41 Saya mudah menunda – nunda untuk
menjalankan komitmen yang telah saya
tetapkan
BLUE PRINT
No Aspek Penyesuaian Sosial Item
Favorable Unfavorable
1 Penampilan Nyata 1, 2, 3, 4 36, 37, 38
2 Penyesuaian Diri dalam Kelompok 5, 6, 7, 8, 9, 10 20, 21, 22, 23, 24, 25
3 Sikap Sosial 14, 15, 16, 17, 18, 19 32, 33, 34, 35
4 Kepuasan Pribadi 26, 27, 28, 29, 30, 31 11, 12, 13, 39, 40, 41
36
LAMPIRAN 3. Identitas Subjek
IDENTITAS SUBJEK
“SKOR ASERTIF”
KODE NAMA USIA SKOR
PRE - ASERTIF
SKOR
POST - ASERTIF
E01 BTS 12 Tahun 89 98
E02 KS 13 Tahun 91 104
E03 LAW 12 Tahun 90 93
E04 KAZ 12 Tahun 95 101
E05 STN 13 Tahun 94 97
E06 LNA 12 Tahun 87 109
E07 TDA 12 Tahun 83 109
E08 ZND 13 Tahun 95 105
E09 ADS 13 Tahun 93 105
K01 DRA 12 Tahun 86
K02 AAS 13 Tahun 88
K03 MDI 13 Tahun 89
K04 AR 13 Tahun 91
K05 MA 13 Tahun 85
K06 ANN 13 Tahun 87
K07 DAD 13 Tahun 85
K08 LFN 13 Tahun 87
K09 NIA 13 Tahun 95
37
“SKOR PENYESUAIAN SOSIAL”
KODE NAMA USIA SKOR
PRE KATEGORI
SKOR
POST KATEGORI SELISIH
E01 BTS 12 Tahun 161 SEDANG 165 SEDANG 4
E02 KS 13 Tahun 162 SEDANG 168 SEDANG 6
E03 LAW 12 Tahun 131 SEDANG 154 SEDANG 23
E04 KAZ 12 Tahun 161 SEDANG 175 SEDANG 14
E05 STN 13 Tahun 101 RENDAH 162 SEDANG 61
E06 LNA 12 Tahun 163 SEDANG 169 SEDANG 6
E07 TDA 12 Tahun 170 SEDANG 179 SEDANG 9
E08 ZND 13 Tahun 116 RENDAH 169 SEDANG 53
E09 ADS 13 Tahun 167 SEDANG 175 SEDANG 8
K01 DRA 12 Tahun 164 SEDANG 165 SEDANG 1
K02 AAS 13 Tahun 177 SEDANG 177 SEDANG 0
K03 MDI 13 Tahun 116 RENDAH 123 RENDAH 7
K04 AR 13 Tahun 116 RENDAH 123 RENDAH 7
K05 MA 13 Tahun 116 RENDAH 125 RENDAH 9
K06 ANN 13 Tahun 117 RENDAH 118 RENDAH 1
K07 DAD 13 Tahun 132 SEDANG 137 SEDANG 5
K08 LFN 13 Tahun 165 SEDANG 167 SEDANG 2
K09 NIA 13 Tahun 133 SEDANG 139 SEDANG 6
38
Lampiran 4. Pelaksanaan Kegiatan Intervensi
Intervensi dilaksanakan selama 3 hari pada kelompok subjek eksperimen yang berjumlah 10 orang. Proses terapi dilaksanakan
dengan menggunakan sistem daring atau online.
Hari &
Tanggal Pertemuan Sesi Tempat Tujuan Kegiatan
Rabu, 23
Desember
2020
I
Pra – Intervensi
& Pre Test
-
Rumah masing –
masing
(dilakuakan
daring atau
online)
- Membangun Rapport dengan
semua subjek
- Pengisian Pre-test Skala
penyesuaian sosial
- Perkenalan
- Mendikusikan kegiatan
sekolah yang dilaksanakan
semua subjek
Kamis, 24
Desember
2020
II
Pra – Intervensi
(Pengarahan)
- Membangun Rapport dengan
semua subjek
- Semua subjek dapat mudah
berkomunikasi dengan
fasilitator ketika mengalami
kendala saat intervensi
- Menyemangati kesepakatan
peraturan antara subjek dan
fasilitator
- Pembentukan Grup WA
- Mendiskusikan dan
menyepakati aturan selama
intervensi
- Melakukan kesepakatan
berkaitan proses intervensi
Sabtu, 26
Desember
2020
III
Sesi 1
Pembukaan
- Mengenalkan dan memberikan
pemahaman kepada subjek
mengenai tujuan kegiatan
pelatihan.
- Peserta dapat mengenali peserta
lain
- Subjek dapat memahami dan
menaati peraturan yang
disepakati dalam kontrak belajar
- Fasilitator membuka kegiatan
dengan mengucapkan salam,
diikuti dengan mengucapkan
terimakasih atas kesediaan
subjek yang mengikuti
pelatihan
- Fasilitator menanyakan
apakah ada kendala terutama
dalam proses daring
39
- Menciptakan suasana yang
akrab, hangat, dan nyaman
- Melakukan ice-breaking
“Siapa Dia?”
- Melakukan kontrak belajar
atau kesepakatan dengan
peserta intervensi, melalui
pengarahan dari fasilitator
Sesi 2
Mengenal
Konsep Asertif
- Peserta dapat memahami
perilaku asertif
- Peserta dapat saling berbagi
pengalaman tentang perilaku
asertif, pasif atau agresif
- Fasilitator menjelaskan
konsep asertif
- Menayangkan beberapa
contoh perilaku asertif
- Fasilitator menanyakan
pemahaman peserta
mengenai cotoh yang
ditanyakan
- Fasilitaor mengarahkan untuk
subjek saling berbagi
pengalaman tenatang
kesulitian berperilaku asertif
khususnya mengungkapkan
perasaan. berkomunikasi
- Fasilitator memberikan
kesimpulan tentang materi
dan semua pengalaman
semua subjek
- Fasilitator memberikan
penjelasan Home Work
online pada subjek
Minggu, 27
Desember
2020
Sesi 3
“Penggalian Dan
Pengenalan
- Mengidentifikasi keadaan dan
persoalan semua subjek.
- Membuat peserta lebih bisa
saling terbuka
- Fasilitator membuka kegiatan
dengan menanyakan kabar
setiap peserta
40
Permasalahan
Yang Dihadapi”
- Fasilitator menjelaskan
kegiatan yang akan dilakukan
hari itu
- Fasilitator meminta salah satu
peserta untuk menjelaskan
materi yang didapatkan
dipertemuan sebelumnya
- Fasilitator menayangkan
video
- Fasilitator menanyakan
pemahaman peserta mengenai
video yang di tayangkan
- Fasilitator meminta dari
peserta untuk menjelaskan isi
video yang ditayangkan
- Fasilitator mengarahkan
peserta untuk bercerita
pengalaman ketika
berinteraksi dengan
lingkungan sosial
Sesi 4
“Speak Your
Mind”
- Peserta mendapatkan
kesempatan untuk
mempraktekkan keterampilan
komunikasi asertif
- Peserta mampu membela diri
sendiri atau mempertahankan
diri dalam peran yang
dimainkannya
- Fasilitator menjelaskan
bahwa kegiatan pada hari itu
akan bermain peran sesuai
dengan naskah yang sudah
dibagikan sebelumnya secara
online. Setiap peserta akan
mendapatkan naskah yang
berbeda-beda
41
- Peserta mampu
mengekspresikan perasaan jujur
dan nyaman
- Peserta yang lain diminta
untuk menganalisa perilaku
yang diperankan (asertif, non
asertif (pasif), atau agresif)
- Fasilitator meminta beberapa
peserta untuk memberikan
pendapat mengenai kelompok
yang telah memainkan peran
- Fasilitator memberikan
feedback kepada seluruh
peserta
Sesi 5
“Menjalin
Hubungan Baik
dengan Orang
Lain”
- Peserta dapat menganalisis
situasi dan menemukan solusi
dengan menyampaikan
pendapatnya
- Peserta tidak menyangkal hak
– hak orang lain untuk
berpendapat
- Peserta mampu
mempromosikan kesetaraan
dalam hubungan manusia
- Memberikan pengalaman
kepada peserta berkaitan
situasi asertif
- Fasilitator menayangkan
kasus
- Fasilitator meminta setiap
peserta saling menyatakan
pendapatnya dan melakukan
diskusi sesuai arahan
- Fasilitator meminta salah satu
peserta untuk menyimpulkan
materi yang sudah didapat
- Fasilitator memberikan
feedback dari hasil diskusi
yang telah dilakukan dan
meyimpukan untuk materi
hari itu
- Fasilitator mengarahkan untuk
melakukan kesepakatan untuk
pertemuan selanjutnya
42
Senin, 28
Desember
2020
Sesi 6
Studi Kasus &
Home Work
- Menumbuhkan kebiasaan
berperilaku assertif dan
meningkatkan pemahaman
tentang berperilaku assertif
- Fasilitator membuka kegiatan
dengan menanyakan kabar
setiap peserta
- Fasilitator menayangkan
kasus yang akan di bahas
- Fasilitator meminta setiap
peserta saling menyatakan
pendapatnya dan saling
berdiskusi sesuai dengan
arahan fasilitator
Sesi 7
“Asertif Itu
Mudah Dan
Menyenangkan”
- Menumbuhkan kebiasaan
berperilaku assertif dan
meningkatkan pemahaman
tentang berperilaku assertif
pada peserta
- Fasilitator mengarahkan
subjek untuk
- menyampaikan perilaku
asertif yang dilakukan
beberapa hari yang sudah
dicatat
- Fasilitator mengarahkan untuk
beberapa peserta memerankan
suatu peristiwa sesuai naskah
yang dibagikan sebelumnya di
grup WA
- Fasilitator meminta setiap
peserta saling menyatakan
pendapatnya dan saling
berdiskusi sesuai dengan
arahan fasilitator
- Fasilitator mengarahkan
peserta menyampaikan
tentang perilaku asertif dan
43
kesan selama mengikuti
kegiatan
- Fasilitator mengarahkan
peserta untuk mengisi post-
test melalui google form
- Fasilitator memberikan
feedback dan kesimpulan dari
keseluruhan kegiatan
- Fasilitator memberikan
motivasi agar peserta selalu
bisa asertif secara positif dan
mengucapkan terimakasih
44
Lampiran 5. Output validitas dan reliabilitas
Uji Validitas Skala Asertif
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
A01U 101.8710 115.449 .127 .837
E02F 101.1935 120.161 .135 .840
C03F 100.9032 114.757 .482 .832
B04U 101.2258 110.914 .590 .825
B05F 101.3548 116.370 .376 .839
C06U 101.8387 106.873 .608 .821
C07F 101.1935 117.428 .440 .839
A08U 102.1935 118.695 .434 .841
A09F 101.3226 113.026 .367 .829
C10F 101.4194 112.385 .330 .830
B11U 101.6129 109.178 .574 .824
B12F 101.3226 112.559 .370 .829
D13U 101.3871 107.978 .607 .822
E14U 101.4194 123.052 .290 .846
E15U 101.0000 112.867 .458 .828
B16F 100.4839 118.325 .432 .836
D17F 101.6452 116.837 .584 .837
D18F 101.5161 117.125 .445 .839
B19F 101.0000 117.400 .402 .835
A20U 102.2581 111.265 .357 .829
D21U 101.7419 110.531 .508 .826
A22U 102.1613 112.673 .351 .830
E23U 101.2581 108.131 .589 .822
D24F 101.7097 129.013 .591 .855
A25F 101.7419 110.265 .568 .824
A26U 101.8065 106.095 .722 .818
E275F 101.3871 113.978 .429 .829
A28U 101.9355 110.929 .499 .826
F29F 101.4194 109.385 .221 .823
A30U 101.5806 115.785 .320 .837
C31F 102.2258 117.114 .454 .838
C32F 101.7742 112.514 .391 .832
A33U 102.1290 109.716 .407 .828
45
F34F 101.7419 107.331 .729 .820
D35F 101.6774 108.826 .629 .822
C36F 101.3548 114.303 .365 .830
A37U 102.1613 109.940 .497 .825
D38U 101.9355 106.596 .670 .820
C39F 101.9032 111.957 .503 .827
Uji Reliabilitas Skala Asertif
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.834 39
Uji Reliabilitas Skala Penyesuaian Sosial
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.970 41
46
Lampiran 6. Output Analisa Data
Uji Wilcoxon Signed Ranks Test Data Pre-Post Test Kelompok
Eksperimen
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation
PRETEST 9 141.5556 22.35571
POSTTEST 9 145.2222 20.65053
BEDA 9 4.2222 3.27024
Valid N (listwise) 9
Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
PRETEST - POSTEST
Negative Ranks 9a 5.00 45.00
Positive Ranks 0b .00 .00
Ties 0c
Total 9
a. PRETEST < POSTEST
b. PRETEST > POSTEST
c. PRETEST = POSTEST
Test Statisticsa
PRETEST -
POSTEST
Z -2.668b
Asymp. Sig. (2-tailed) .008
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on positive ranks.
47
Uji Wilcoxon Signed Ranks Test Data Pre-Post Test Kelompok Kontrol
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation
PRETEST 9 137.3333 24.68805
POSTTEST 9 141.5556 22.35571
SELISIH 9 4.2222 3.27024
Valid N (listwise) 9
Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
POSTTEST - PRETEST
Negative Ranks 0a .00 .00
Positive Ranks 8b 4.50 36.00
Ties 1c
Total 9
a. POSTTEST < PRETEST
b. POSTTEST > PRETEST
c. POSTTEST = PRETEST
Test Statisticsa
POSTTEST -
PRETEST
Z -2.527b
Asymp. Sig. (2-tailed) .012
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on negative ranks.
48
Uji Mann Withney Data Kelompok Eksperimen Dan Kontrol
Ranks
GROUP N Mean Rank Sum of Ranks
BEDA
Eksperimen 9 12.50 112.50
Kontrol 9 6.50 58.50
Total 18
Test Statisticsa
BEDA
Mann-Whitney U 13.500
Wilcoxon W 58.500
Z -2.393
Asymp. Sig. (2-tailed) .017
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .014b
a. Grouping Variable: GROUP
b. Not corrected for ties.
Uji Korelasi Asertif dan Penyesuaian Sosial (Kendall Tau)
Correlations
ASERPOST PSPOSTTEST
Kendall's tau_b
ASERPOST
Correlation Coefficient 1.000 .753**
Sig. (2-tailed) . .004
N 9 9
PSPOSTTEST
Correlation Coefficient .753** 1.000
Sig. (2-tailed) .004 .
N 9 9
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
49
Lampiran 7. Modul
DISUSUN OLEH : DEFANI ISMIRIAM RAKHMI
50
PENDAHULUAN
Remaja pada beberapa tahun ini sudah menampakan beberapa pergeseran pola.
Biasanya remaja hanya belajar dan duduk di rumah, namun pada saat ini remaja menjadi
pembuat resiko kriminalitas menjadi tinggi. World Health Organization (WHO)
memperkirakan jumlah populasi remaja dunia sekitar satu per lima dari total penduduk dunia
sebagai penyebab tindak kriminalitas. Sementara, jumlah remaja di Indonesia juga termasuk
cukup besar yaitu mencapai 63,4 juta atau 26,7% dari total penduduk yang terlibat dalam
pelanggaran hukum. Angka ini juga menunjukkan peninggkatan risiko pelanggaran yang
diakibatkan remaja (Wahyuni & Rahmadewi, 2011). Pandemi Covid-19 yang hingga kini
belum usai sangat memungkinkan mendorong risiko peningkatan perilaku negatif pada
remaja.
Penelitian Amalia and Keliat (2018) menyebutkan bahwa remaja yang melakukan
perilaku negatif karena mereka tidak memiliki kemampuan untuk mengatakan tidak pada
hal-hal yang bersifat negatif dan yang tidak diinginkan. Hal ini berarti bahwa mereka memiliki
assertif yang rendah. Sementara Hapsari and Retnaningsih (2007) menyatakan bahwa banyak
remaja awal yang enggan berperilaku assertif dan memilih menahan perasaannya untuk
berpura-pura setuju. Perilaku takut mengungkapakan apa yang sebenarnya dirasakan
membuat para remaja kebanyakan memilih diam, tidak peduli, dan terpaksa menerima
sesuatu yang diputuskan. Hal ini membuat remaja tidak memiliki kepekaan dengan
lingkungan nya dan membuat mereka sulit menyesuaikan diri.
Modul ini disusun untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian sosial pada remaja
yang memiliki perilaku assertif yang rendah. Pada modul ini disusun dengan dasar teori
perilaku asertif dengan beberapa aspek yaitu pertama individu asertif dapat
mengkomunikasikan apa yang diinginkan dan dipikirkan kepada orang lain. Kedua,
menghormati apa yang menjadi kepentingan orang lain. Ketiga, individu asertif mampu
mengkomunikasikan secara langsung pikiran dan perasaannya. Keempat, seseorang yang
asertif mampu mengatakan pikirannya dan perasaan apa adanya, bertindak dengan jujur dan
terbuka tanpa merasa malu dan takut. Kelima, individu yang asertif mampu memposisikan
atau menempatkan orang lain setara dengan dirinya tanpa merendahkannya dalam suatu
hubungan. Keenam, seorang asertif bersifat fleksibel, mampu mengekspresikan diri,
menghormati orang lain dan dapat diterima oleh lingkungan sosial, keluarganya, teman,
sahabat dan masyarakat pada umumnya. Selain itu, modul ini disusun untuk memberikan
51
wawasan dan keterampilan baru dalam membantu remaja khususnya siswa-siswa SMP untuk
bersikap asertif sehingga ia dapat menyesuaikan diri di lingkungan sosialnya. Dengan modul
ini diharapkan dapat memperjelas dan mempermudah fasilitator maupun pihak yang terlibat
dalam melaksanakan penanganan terhadap subjek intervensi. Modul ini juga mengatasi
keterbatasan waktu, ruang, dan daya gerak indera, kepada subjek, fasilitator maupun pihak-
pihak yang terlibat didalamnya.
Pada modul ini berisi rancangan penelitian dan intervensi hingga penjabaran setiap
kegiatan yang akan diberikan kepada subjek. Pelaksanaan intervensi ini akan dilakukan
melalui assertif training. Tujuan dari dilakukannya terapi ini adalah untuk meningkatkan
assertif pada beberapa anak agar mereka mudah menyesuaikan dengan lingkungan sosial
disekitarnya. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa teknik pelatihan asertif dapat
digunakan untuk memberikan perlakuan untuk remaja yang secara signifikan bisa
memberikan pengaruh perubahan perilaku asertif pada mereka (Dewantari & Izzaty, 2018;
Faradita et al., 2018; Indrawati et al., 2014). Melalui pelatihan ini kegiatan akan dibagi
menjadi 7 sesi .
Tujuan dan Sasaran
Tujuan dari intervensi yang tertera pada modul ini ini dibagi menjadi dua tujuan yaitu
tujuan intervensi secara umum dan secara khusus. Tujuan intervensi secara umum
adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan kemampuan penyesuaian sosial pada remaja yang memiliki
kemampuan asertif yang kurang
2. Menambah pengetahuan dan keterampilan mahasiswa mengenai perilaku asertif
Tujuan dari intervensi secara khusus:
1. Peserta yang mengikuti assertif trainning dapat memahami konsep asertif dan
melihat jujur mengenai diri mahasiswa untuk mengakui daerah asertif, pasif atau
agresif.
2. Mengajarkan peserta yang mengikuti assertif trainning untuk membela diri sendiri
atau mempertahankan diri dengan jujur dan nyaman melalui roleplay yang diberikan
3. Peserta yang mengikuti assertif trainning dapat menganalisis situasi dan menemukan
solusi dengan menyampaikan pendapatnya tanpa menyangkal hak – hak orang lain
4. Peserta yang mengikuti assertif trainning dapat menjalin hubungan yang baik kepada
sesama peserta pelatihan dan orang-orang dilingkungan sekitarnya
52
Sedangkan sasaran intervensi pada modul ini adalah remaja yang memiliki
kemampuan assertif yang kurang khususnya adalah siswa-siswa SMP di Malang raya.
Alat dan Bahan Kegiatan
1. Laptop atau Handphone
2. Jaringan Internet / Paket Data
3. Alat tulis dan kertas
4. Handout
5. Materi assertif trainning (ppt dan video)
Rincian Pelaksanaan Kegiatan
Sesi Kegiatan atau Topik Tujuan Metode Waktu
Pembukaan
- Membuka kegiatan
- Perkenalan “Siapa
Dia?”
- Kontrak belajar selama
pelatihan
- Melakukan Pre-test
- Mengenalkan dan
memberikan pemahaman
kepada peserta mengenai
tujuan kegiatan pelatihan.
- Peserta dapat mengenali
peserta lain, fasilitator
- Peserta dapat memahami
dan menaati peraturan yang
disepakati dalam kontrak
belajar
- Menciptakan suasana yang
akrab, hangat, dan nyaman.
- Presentasi
- Icebreaking
5 menit
SESI I
Mengenal
Konsep
Asertif
- Konsep asertif pada
remaja
- Kesalahpahaman
perilaku asertif pada
peserta
- Mengapa individu
tidak berperilaku
asertif
- Faktor – Faktor yang
mempengaruhi
perilaku asertif
- Tanyangan video
komunikasi asertif
- Diskusi Materi Hari ini
- Peserta dapat memahami
perilaku asertif
- Peserta dapat melihat jujur
mengenai dirinya untuk
mengakui daerah asertif,
pasif atau agresif.
- ceramah
- Diskusi
- Modeling
melalui
tayangan
gambar dan
video
25 menit
53
SESI II - Sharing permasalahan
secara bergantian
- Diskusi permasalahan
asertif yang sudah
dialami
- Mengidentifikasi keadaan
dan persoalan semua
subjek.
- Membuat peserta lebih bisa
saling terbuka
- Diskusi
- Modeling
melalui
tayangan
gambar dan
video
25 menit
SESI III
“Speak Your
Mind”
- Peserta pelatihan
membawakkan
permainan peran
mengenai komunikasi
asertif
- Peserta mendapatkan
kesempatan untuk
mempraktekkan
keterampilan komunikasi
asertif
- Peserta mampu membela
diri sendiri atau
mempertahankan diri dalam
peran yang dimainkannya
- Peserta mampu
mengekspresikan perasaan
jujur dan nyaman
- Menumbuhkan kepercayaan
diri peserta akan
kemampuannya dalam
menghadapi situasi tertentu
- Roleplay/
bermain
peran
- Diskusi
30 menit
SESI IV
“Menjalin
Hubungan
Baik dengan
Orang Lain”
- Studi kasus perilaku
perilaku asertif
- Diskusi
- Peserta dapat menganalisis
situasi dan menemukan
solusi dengan
menyampaikan pendapatnya
- Peserta tidak menyangkal
hak – hak orang lain untuk
berpendapat
- Peserta mampu
mempromosikan kesetaraan
dalam hubungan manusia
- Memberikan pengalaman
kepada peserta berkaitan
situasi asertif
- Studi kasus
- Diskusi
- Games
30 menit
SESI IV - Studi kasus perilaku
perilaku asertif
- Diskusi
- Homework (mencatat
perilaku asertif yang
dilakukan selama
beberapa hari)
- Menumbuhkan kebiasaan
berperilaku assertif dan
meningkatkan pemahaman
tentang berperilaku assertif
pada peserta
- Diskusi
- Modeling
video
25 menit
54
SESI V
- Sharing Perilaku asertif
yang sudah dikerjakan
selama beberapa hari
- Role Play komunikasi
Asertif
- Diskusi
- Menumbuhkan kebiasaan
berperilaku assertif dan
meningkatkan pemahaman
tentang berperilaku assertif
pada peserta
- Diskusi 15 menit
SESI VI
Feedback
dan Closing
- Memberikan
kesimpulan dari
seluruh kegiatan yang
telah dilakukan
- Melakukan Post Test
- Menanyakan kesan
dan pesan peserta
mengikuti pelatihan
- Mengucapkan
terimakasih dan salam
penutup
- Menutup kegiatan pelatihan - Presentasi 10 menit
Alur Kegiatan
Sebelum merancang dan melakukan intervensi assertif trainning, peneliti melakukan
persiapan yang dimulai dengan pendalaman materi dan pengumpulan informasi terlebih
dahulu. Peneliti mengumpulkan fenomena yang ada dan juga penelitian – penelitian
sebelumnya terkait permasalahan remaja, permasalahan penyesuaian diri dan sosial yang
ada pada remaja saat ini. Selanjutnya dari data yang telah terkumpul tersebut, peneliti
melakukan assesmen berbasis data. Hasil assesmen menunjukkan bahwa remaja saat ini
memerlukan penyesuaian – penyesuaian pada situasi dan keadaan lingkungan sekitarnya
agar dapat beradaptasi dengan situasi pandemi saat ini dan orang-orang baru. Salah satu
penyesuaian yang dibutuhkan adalah penyesuaian sosial, maka dari itu peneliti
mengidentifikasi penyesuaian sosial sebagai salah satu kebutuhan remaja, khususnya pada
remaja yang menemukan kesulitan dalam mengungkapkan perasaannya secara verbal. Oleh
karena itu peneliti membentuk kegiatan intervensi assertif training yang dibutuhkan oleh
remaja saat ini.
Tahapan penelitan yang akan dilaksanakan berawal dari pedalamam materi dan
mengumpulkan informasi. Setelah itu dilanjutkan dengan melakukan assesmen dengan
menggunakan data-data dan referensi yang ada. Selanjutnya barulah diindentifikasi
permasalahan nya, dari sini ditemukan adanya permasalahan bahwa kurangnya penelitian
55
tentang assertif training yang berkaitan dengan penyesuaian sosial khususnya pada remaja.
Oleh karena itu peneliti memutuskan untuk meneliti dan membuat rancangan penelitian
dengan tahapan berikutnya yaitu menyusun rancangan penelitian, membuat modul, mencari
subjek yang sesuai dengan kriteria penelitian yang akan dilakukan. Kriteria yang akan diteliti
adalah remaja dengan usia 12 sampai 15 tahun dan memiliki asertif yang rendah. Peneliti
mengumpulkan subjek nya dengan cara membagikan skala asertif terlebih dahulu di salah
satu sekolah yang menurut data memiliki kesesuaian dengan kriteria subjek penelitian.
Setelah subjek terkumpul dilakukan pre-test kemampuan penyesuaian sosial subjek dan
asertif training sesuai dengna modul yang sudah dirancang. Semua pelaksanaan asertif
training dilakukan dengan daring atau online. Selesai pelaksanaan asertif training dilakukan
pelaporan hasil asertif training dan pelaporan penelitian. Secara singkat semua tahapan
dapat dilihat pada gambar 1.
Pendalaman
Materi,
Mengumpulkan
Informasi
Assesmen
berbasis data
Identifikasi
Permasalahan
Rancangan
Penelitian
Menyusun
Rancangan
Intervensi : Modul
dan Handout
Menentukan
Subjek yang
akan digunakan
sesuai dengan
kriteria
Menentukan
Intervensi
yang akan
diberikan
Try Out
Modul
Pelaksanaan
Intervensi
Pelaporan Hasil
Pelaksanaan Intervensi
dan Penelitian
Gambar 1. Tahapan Penelitian
56
Penjabaran Kegiatan
Opening/ Pembukaan
Tujuan Kegiatan - Mengenalkan dan memberikan pemahaman kepada peserta mengenai tujuan kegiatan pelatihan.
- Peserta dapat mengenali peserta lain dan fasilitator - Peserta dapat memahami dan menaati peraturan yang disepakati
dalam kontrak belajar - Menciptakan suasana yang akrab, hangat, dan nyaman.
Waktu 5 menit
Peralatan yang Dibutuhkan
- Jaringan internet - Laptop atau hand-phone
Prosedur Kegiatan
- Fasilitator membuka kegiatan dengan mengucapkan salam, diikuti dan memperkenalkan diri, mengucapkan terimakasih atas kesediaan peserta yang mau mengikuti intervensi asertif training secara daring.
- Fasilitator mengarahkan untuk peserta melakuan pre-test dengan mengisi skala melalui google form
- Ice-Breaking Perkenalan “Namaku Adalah”
Fasilitator menjelaskan tujuan dari sesi ini, yaitu dalam rangka saling berkenalan dan berinteraksi satu sama lain sesama peserta.
Tiap peserta kemudian diminta memperkenalkan diri dengan menambahkan hal unik di belakang namanya. Hal unik ini akan melekat dalam atribut nama peserta agar dapat mudah diingat oleh peserta yang lain. Atribut tersebut bisa berupa hobi, sifat, dan lain sebagainya. Dengan catatan; hal unik tersebut hanya terdiri dari satu kata dan huruf depannya sama sesuai dengan huruf depan nama peserta yang bersangkutan. Misalnya, PAIJO PECEL, maknanya adalah Paijo yang suka makan nasi pecel.
Setiap peserta kemudian diminta untuk memperkenalkan dirinya masing - masing
- Melakukan kontrak belajar atau kesepakatan dengan peserta intervensi, melalui pengarahan dari fasilitator
Feedback - Kegiatan telah dibuka - Peserta saling mengenal satu sama lain - Membangun raport kepada peserta
SESI I Mengenal Konsep Asertif
Tujuan Kegiatan - Peserta dapat memahami perilaku asertif - Peserta dapat saling berbagi mengenai dirinya untuk
mengakui daerah asertif, pasif atau agresif.
Waktu 25 menit
Peralatan yang Dibutuhkan
- Jaringan internet - Laptop atau hand-phone
57
Prosedur Kegiatan - Fasilitator membuka kegiatan dengan menanyakan kabar setiap peserta
- Fasilitator menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan hari itu - Fasilitator menjelaskan konsep asertif kepada peserta - Fasilitator menjelaskan kesalahpahaman perilaku asertif - Mengapa individu tidak berperilaku asertif - Faktor – Faktor yang mempengaruhi perilaku asertif - Menayangkan video komunikasi asertif - Fasilitator menanyakan pemahaman peserta mengenai video
yang di tayangkan - Fasilitator meminta dari peserta untuk menjelaskan isi video
yang ditayangkan - Fasilitator menanyakan kepada peserta dari isi video tersebut
mana yang termasuk berperilaku secara asertif, agresif atau pasif
- Fasilitator meminta beberapa peserta untuk menjelaskan tentang pelajaran yang sudah didapatkan
- Fasilitator meminta salah satu peserta untuk menyimpulkan apa yang didapat hari ini
Feedback - Peserta mengerti dan memahami penyamapaian materi yang telah disampaikan
SESI II “PENGGALIAN DAN PENGENALAN PERMASALAHAN YANG DIHADAPI”
Tujuan Kegiatan - Mengidentifikasi keadaan dan persoalan semua subjek. - Membuat peserta lebih bisa saling terbuka
Waktu - 25 menit
Peralatan yang Dibutuhkan
- Jaringan internet - Laptop atau hand-phone - Alat tulis - Video
Prosedur Kegiatan - Fasilitator membuka kegiatan dengan menanyakan kabar setiap peserta
- Fasilitator menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan hari itu - Fasilitator meminta salah satu peserta untuk menjelaskan
materi yang didapatkan dipertemuan sebelumnya - Fasilitator menayangkan video - Fasilitator menanyakan pemahaman peserta mengenai video
yang di tayangkan - Fasilitator meminta dari peserta untuk menjelaskan isi video
yang ditayangkan - Fasilitator menanyakan kepada peserta dari isi video tersebut
mana yang termasuk berperilaku secara asertif, agresif atau pasif
- Fasilitator meminta beberapa peserta untuk menjelaskan tentang pelajaran yang sudah didapatkan
- Fasilitator meminta salah satu peserta untuk menyimpulkan apa yang didapat hari itu
58
Feed Back - Peserta mengerti dan memahami penyamapaian materi yang telah disampaikan tetang perilaku assertif
SESI III “Speak Your Mind”
Tujuan Kegiatan - Peserta mendapatkan kesempatan untuk mempraktekkan keterampilan komunikasi asertif
- Peserta mampu membela diri sendiri atau mempertahankan diri dalam peran yang dimainkannya
- Peserta mampu mengekspresikan perasaan jujur dan nyaman - Menumbuhkan kepercayaan diri peserta akan kemampuannya
dalam menghadapi situasi tertentu
Waktu - 30 Menit
Peralatan yang Dibutuhkan
- Jaringan internet - Laptop atau hand-phone - Alat tulis
Prosedur Kegiatan - Fasilitator membuka kegiatan dengan menanyakan kabar setiap peserta
- Fasilitator menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan hari itu - Fasilitator menjelaskan bahwa kegiatan pada hari itu akan
bermain peran sesuai dengan naskah yang sudah dibagikan sebelumnya secara online. Setiap peserta akan mendapatkan naskah yang berbeda-beda
- Peserta yang lain diminta untuk menganalisa perilaku yang diperankan (asertif, non asertif (pasif), atau agresif)
- Fasilitator meminta beberapa peserta untuk memberikan pendapat mengenai kelompok yang telah memainkan peran
- Fasilitator memberikan feedback kepada seluruh peserta
Feed Back - Peserta memiliki kemampuan untuk berkomunikasi asertif dan dapat melihat secara nyata perbedaan perilakunya
SESI IV “Menjalin Hubungan Baik dengan Orang Lain”
Tujuan Kegiatan - Peserta dapat menganalisis situasi dan menemukan solusi dengan menyampaikan pendapatnya - Peserta tidak menyangkal hak – hak orang lain untuk
berpendapat - Peserta mampu mempromosikan kesetaraan dalam hubungan
manusia - Memberikan pengalaman kepada peserta berkaitan situasi
asertif
Waktu - 30 menit
Peralatan yang Dibutuhkan
- Jaringan internet - Laptop atau hand-phone - Alat tulis
Prosedur Kegiatan - Fasilitator membuka kegiatan dengan menanyakan kabar setiap peserta
- Fasilitator menanyakan pada salah satu peserta tentang materi pada pertemuan sebelumnya
59
- Fasilitator menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan pada hari itu
- Fasilitator memberikan pengantar yaitu menayangkan kasus yang akan di bahas
- Fasilitator menjelaskan peraturan mengenai diskusi yang akan dikerjakan
- Fasilitator meminta setiap peserta saling menyatakan pendapatnya dan saling berdiskusi sesuai dengan arahan fasilitator
- Fasilitator meminta salah satu peserta untuk menyimpulkan materi yang sudah didapat
- Fasilitator memberikan feedback dari hasil diskusi yang telah dilakukan
Feed Back - Peserta mengerti dan memahami penyampaian materi yang telah disampaikan yaitu tetang perilaku assertif yang ada dalam setiap harinya
SESI IV STUDI KASUS & HOME WORK
Tujuan Kegiatan - Menumbuhkan kebiasaan berperilaku assertif dan meningkatkan pemahaman tentang berperilaku assertif pada peserta
Waktu - 25 menit
Peralatan yang Dibutuhkan
- Jaringan internet - Laptop atau hand-phone - Alat tulis
Prosedur Kegiatan - Fasilitator membuka kegiatan dengan menanyakan kabar setiap peserta
- Fasilitator memberikan pengantar yaitu menayangkan kasus yang akan di bahas
- Fasilitator meminta setiap peserta saling menyatakan pendapatnya dan saling berdiskusi sesuai dengan arahan fasilitator
- Fasilitator meminta salah satu peserta untuk menyimpulkan materi yang sudah didapat dan melakukan post test
- Fasilitator menjelaskan bahwa peserta akan mencatat perilaku asertif yang dilakukan selama beberapa hari
- Fasilitator memberikan pengarahan tentang sistem pencatatannya
- Fasilitator memberikan feedback dari hasil diskusi yang telah dilakukan dan mengingatkan hal yang harus dilakukan peserta selama beberapa hari
Feed Back - Peserta mengerti dan memahami penyampaian materi yang telah disampaikan yaitu tetang perilaku assertif yang ada dalam setiap harinya
60
SESI V “ASERTIF ITU MUDAH DAN MENYENANGKAN”
Tujuan Kegiatan - Menumbuhkan kebiasaan berperilaku assertif dan meningkatkan pemahaman tentang berperilaku assertif pada peserta
Waktu - 15 menit
Peralatan yang Dibutuhkan
- Jaringan internet - Laptop atau hand-phone - Alat tulis
Prosedur Kegiatan - Fasilitator membuka kegiatan dengan menanyakan kabar setiap peserta
- Fasilitator meminta peserta saling bergantian untuk menyampaikan perilaku asertif yang dilakukan beberapa hari yang sudah ia catat
- Fasilitator meminta setiap peserta saling menyatakan pendapatnya dan saling berdiskusi sesuai dengan arahan fasilitator
- Fasilitator mengarahkan untuk beberapa peserta memerankan suatu peristiwa yang naskah nya sudah di bagikan sebelumnya secara online
- Fasilitator meminta setiap peserta menyatakan pendapatnya sesuai dengan arahan fasilitator
- Fasilitator meminta salah satu peserta untuk menyimpulkan materi yang sudah didapat
- Fasilitator memberikan feedback dari hasil diskusi yang telah dilakukan
Feed Back - Peserta semakin terbiasa berperilaku asertif dilingkungan sosial
Feedback dan Closing
Tujuan Kegiatan Untuk menyimpulkan kegiatan yang telah dilaksanakan serta menutup kegiatan intervensi
Waktu 10 menit
Peralatan yang Dibutuhkan
- Laptop / Handphone - Kuotadata / Wifi
Prosedur Kegiatan - Fasilitator meminta peserta saling bergantian untuk menyampaikan tentang perilaku asertif dan kesan selama mengikuti kegiatan
- Fasilitator mengarahkan peserta untuk mengisi post-test melalui google form
- Fasilitator memberikan feedback dan kesimpulan dari keseluruhan kegiatan
- Fasilitator memberikan motivasi agar peserta selalu bisa asertif secara positif dan mengucapkan terimakasih
- Menutup kegiatan dengan salam
Feedback - Kegiatan pelatihan telah selesai
61
Daftar Pustaka
Wahyuni, D., & Rahmadewi. (2011). Kajian profil penduduk remaja (10 -24 tahun) : Ada apa dengan remaja? Policy Brief Pusat Penelitian dan Kependudukan BKKBN, 1(6), 1-4.
Amalia, R. F., & Keliat, B. A. (2018). Terapi kelompok asertif efektif meningkatkan kemampuan asertif dan resiliensi pada remaja di SMPN Padangpanjang. Jurnal Keperawatan Indonesia, 21(1), 60-68. doi: 10.7454/jki.v21i1.509
Faradita, R. M., Elita, Y., & Sinthia, R. (2018). Pengaruh konseling kelompok dengan teknik assertive training terhadap kemampuan asertivitas siswa kelas VIII 8 SMP Negeri 18 kota Bengkulu ONSILIA: Jurnal Ilmiah Bimbingan dan Konseling, 1(2), 58 - 66.
Dewantari, T., & Izzaty, R. E. (2018). Effectiveness assertive training on discipline of learning in junior high school. COUNS-EDU: The International Journal of Counseling and Education, 3(2). doi: 10.23916/0020180313120
62
Lampiran 8. Dokumentasi Kegiatan
Dokumentasi Uji coba Modul
Dokumentasi Kegiatan Assertif Trainning
63
64
Lampiran 9. Data kasar penyebaran skala
Data Kasar Asertif Post - Test
KODE TDA ZND DFU LAW STN LNA KS KAZ ADS BTS
C03F 5 4 4 3 3 4 3 4 4 4
B05F 4 3 4 3 3 4 4 3 4 3
C07F 2 4 3 3 4 4 4 4 4 4
A09F 5 3 3 2 4 4 2 5 2 3
C10F 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3
B12F 4 4 2 2 3 4 4 4 4 3
B16F 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4
D17F 3 4 3 2 4 4 4 3 2 2
D18F 5 3 3 3 4 3 3 3 4 3
B19F 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4
A25F 3 4 3 2 3 4 1 2 2 2
E275F 3 4 4 3 3 3 3 2 4 2
C31F 5 4 3 3 4 4 4 4 2 4
C32F 4 3 3 3 3 4 4 3 3 4
F34F 4 1 4 2 4 4 4 4 2 3
D35F 4 3 3 3 3 1 2 2 4 3
C36F 4 2 3 2 2 1 4 4 4 2
C39F 4 4 1 3 2 2 2 3 2 4
B04U 2 3 2 3 1 1 1 2 2 2
C06U 2 3 4 3 2 1 3 3 2 3
A08U 1 2 2 3 3 4 4 3 2 3
B11U 2 3 3 2 2 1 1 2 2 1
D13U 1 4 3 2 1 1 4 1 2 1
E15U 2 2 1 2 1 1 1 2 2 1
A20U 3 2 4 3 4 4 2 4 4 3
D21U 2 1 1 3 3 4 4 3 4 2
A22U 3 3 3 3 4 2 3 3 4 3
E23U 2 3 1 1 2 4 1 2 3 1
A26U 3 4 3 3 2 4 4 3 2 3
A28U 3 3 3 3 4 4 4 3 4 4
A30U 3 2 3 4 1 4 3 1 4 4
A33U 3 3 3 3 2 4 3 3 4 3
A37U 3 2 4 4 1 4 3 3 4 4
D38U 4 3 3 3 3 4 3 3 1 3
TOTAL 109 105 100 93 97 109 104 103 105 98
65
Data Kasar Skala Penyesuaian Sosial Pre -Test
66
Data Kasar Skala Penyesuaian Sosial Post -Test
Kode E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 E8 E9 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9
A01F 1 4 4 6 6 4 5 4 6 4 6 5 5 4 2 2 4 6
A02F 2 4 4 6 6 4 5 4 5 4 6 5 5 4 2 4 4 6
A03F 4 5 4 6 6 5 4 4 6 4 6 2 2 2 3 4 4 6
A04F 4 4 4 4 4 5 5 5 4 4 6 6 6 4 1 4 2 4
B05F 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 5 4 4 4 4 2 4 4
B06F 6 4 6 5 5 5 5 6 5 4 5 2 2 4 5 4 4 1
B07F 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 1 3 4 5 4
B08F 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 1 1 4 3 2 4 4
B09F 4 2 5 5 5 2 5 6 5 4 5 4 4 2 4 2 4 2
B10F 5 5 6 4 4 5 5 6 4 4 5 4 4 6 3 2 4 2
C14F 6 5 5 5 6 5 5 6 5 4 5 4 4 3 4 2 4 4
C15F 6 5 5 5 5 5 5 6 5 5 5 4 4 4 3 2 2 4
C16F 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 2 4 4 5 4
C17F 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 5 1 1 1 4 4 4 4
C18F 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 5 2 2 2 2 4 4 4
C19F 4 4 4 5 6 4 4 4 5 5 5 4 4 4 4 4 4 6
D26F 6 5 5 6 5 5 5 6 6 5 5 1 1 1 2 2 4 1
D27F 4 4 4 5 5 4 4 4 5 4 5 4 4 3 4 4 4 6
D28F 5 5 4 5 1 5 4 4 5 5 5 4 4 4 3 4 4 6
D29F 6 5 5 5 1 5 5 6 5 5 5 1 1 1 5 2 4 4
D30F 6 6 6 4 5 6 5 6 4 4 5 1 1 1 5 2 2 5
D31F 6 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 1 1 1 4 2 2 6
D11U 3 2 2 6 4 5 3 1 6 4 4 6 6 5 6 4 6 4
67
D12U 2 5 2 4 1 6 3 2 5 5 6 1 1 2 1 2 4 3
D13U 2 2 1 2 1 5 5 1 2 6 2 1 1 2 1 3 4 6
B20U 1 4 2 6 6 2 4 1 6 5 5 1 1 2 1 2 4 1
B21U 4 4 4 4 4 3 6 5 4 3 5 5 5 5 2 3 4 6
B22U 5 3 3 4 2 3 3 5 4 3 2 6 6 6 3 3 4 4
B23U 3 4 3 4 4 3 3 3 4 5 2 3 3 6 3 3 4 1
B24U 2 5 4 2 4 2 4 3 2 3 2 1 1 1 1 4 6 1
B25U 3 4 3 2 1 4 4 5 2 3 3 3 3 4 3 4 5 1
C32U 4 3 2 2 2 4 4 3 2 4 5 1 1 1 1 3 4 4
C33U 3 5 4 4 2 2 4 2 4 4 5 6 6 6 4 4 4 1
C34U 4 4 3 2 2 2 4 3 2 3 2 5 5 6 4 4 4 1
C35U 4 2 2 2 4 4 4 4 2 2 2 1 1 1 1 4 5 4
A36U 4 5 2 6 6 3 5 3 6 3 5 2 2 2 2 5 3 1
A37U 3 4 3 6 6 4 5 3 6 4 2 2 2 2 2 5 5 1
A38U 6 2 3 4 2 5 5 5 4 2 2 1 1 1 1 5 5 1
D39U 4 3 3 2 2 5 5 5 2 5 5 5 5 5 3 5 4 4
D40U 4 2 4 4 2 5 3 3 4 4 2 3 3 4 3 4 6 1
D41U 3 4 1 2 6 2 3 3 2 3 2 2 2 2 2 4 4 1
TOTAL 165 168 154 175 162 169 179 169 175 165 177 123 123 125 118 137 167 139
68
Lampiran 10. Inform Consent