•
584
TINJAUAN PELAKSANAAN HUKUM DIPLOMA TIK DEWASA INI
Oleh: Syahmin A.K., S.H. Pendahuluan
Sehubungan dengan kisah pengusiran seorang asisten atase militer dari Kedutaan Besar Soviet di Jakarta, yang pada bulan Februari 1982 lalu ramai dimuat dalam suratkabar-suratkabar, terdapat tiga kegiatan yang diberitakan, yang nampaknya menjadi alasan untuk tindakan pengusiran oleh pemermtah kita. Ketiga pokok kegiatan itu ialah spionase, mencuri dokumen negara dan mencampuri urusan dalam negeri RI. Kegiatan-kegiatan semacam itu tidak saja dapat disoroti dari segi Hukum Nasional (hukum pidana), tetapi juga dari segi Hukum Internasional.
Berhubung adanya penilaian bahwa peristiwa itu dapat menambah pengalaman yang berharga bagi kitauntuk masa-masa mendatang, kiranya tulisan ini dapat berguna, dalam arti bagaimanakah kiranya penilaian tentang pelaksanaan hukum diplomatik, dan retrospeksi atas kejadian di negara kita sendiri dilihat dari segi Hukum Internasional.
Pelaksanaan Hukum Diplomatik
Dalam tahun-tahun 1980-an ini di mana lajunya kegiatan tindak terurisme cukup menonjol, khususnya yang dilakukan terhadap para diplomat merupakan tindakan yang sangat meresahkan dan membahayakan fungsi mereka dalam melaksanakan tugas mere-
ka sehari-hari sebagai diplomat. Sebagai contoh, dalam tahun 1980 tercatat sebany'ak 400 tindakan terorisme yang ditujukan kepada para diplomat dan konsuler yang meliputi 60 negara. Sedangkan selama enam bulan pertama tahun 1981 terdapat 191 tindak terorisme dengan objek yang sarna, termasuk yang menyangkut perwakilan atau Misi diplomatik aSing. I )
Gejala itu terus berlangsung dalam tahun-tahun berikutnya, tidak saja memakan korban jiwa yang besar jumlahnya, tetapi juga kurban harta benda serta kerusakaIi-kerusakan yang tidak kecil pada perwakilan asing. Dalatn menghadapi perkembangan situasi yang membahayakan demikian itu, maka PBB dalam tahun 1980 telah mengada!<an pembahasan tentang masalah tersebut intensif, dan akhirnya dikeluarkan resolusi MU .PBB dengan judul :
Consideration of effective measures to enchance the Protection , Securitv and
•
Safety of Diplomatic and Consular Mis·
sion and Representatives. 2)
Resolusi tersebut antara lain mendesak kepada semua anggota PBB untuk mematuhi dan melaksanakan prinsip-prinsip dan aturan-aturan hukum
1) Periksa, Syahmin A.K., Hukum Diplamatik Suatu Pengalltar (Bandung: Penerbit CV. Am ric 0, 1985), hIm. 18 dan seterusnya.
2) Resolusi Majelis Umum PBB No. 35/ 168, 15 Desem ber J 980.
Hu"um Diplomllti"
internasional yang mengatur tentang hubungan diplomatik dan konsuier. Di samping itu Majelis Umum mengambil langkah-langkah seperlunya agar dapat menjamin secara efektif perlindungan, pengamanan dan keselamatan para diplomat termasuk perwakilannya masing-rna sing dalam wilayah yurisdiksi mereka sesuaidengan kewajiban-kewajiban internasional.
Juga bagi semua negara di dunia disarankan agar mereka yang belum menjadi pihak dalam konvensi-konvensi mengenai inviolability misi-misi serta pejabat diplomatik dan konsuler segera meratifikasinya, dan jika terjadi perselisihan tentang pelanggaran terhadap prinsip-prinsip dan aturan hukum diplomatik agar mereka segera mencari dan metode-metode penyelesaiannya secara damai, tellllasuk jasa-jasa baik (good offices) Sekjen PBB.
Apabila terjadi p yang se-rius terhadap perlindungan, pengamanan dan keselamatan bagi perwakilan dan para pejabat diplomatik dan konsuler di negara-negara anggota, maka negara-negara yang bersangkutan diminta segera melaporkan kepada Sekjen PBB tellllasuk langkah-Iangkah yang telah diambil dalam mengadili para tertuduh, dan usaha-usaha dalam menghindari terulangnya pelanggaranpelanggaran semacam itu. Di samping itu negara-negara yang menjadi korban peristiwa tersebut diminta pula untuk memberikan laporan tentang hasil-hasil terakhir tentang proses peradilan setempat.
Bertitik-tolak pada uraian di atas, maka dapat ditegaskan bahwa maksud dari Resolusi MajeJis Umum di atas terdapat tiga kewajiban bagi negara-
"
585
negara anggota PBB sebagai berikut: (1) Majelis Umum PBB minta pada negara-negara anggota untuk memberitahukan kepada Sekjen PBB mengenai terjadinya tindakan terorisme terhadap misi diplomatik; (2) Negara-negara anggota diminta untuk melaporkan pada" Sekjen PBB tindakan-tindakan apa yang harus dilakukan untuk menghukum para pe , dan usaha-usaha pencegahan agar tidak terjadi lagi tindakan yang tidak berperikemanusiaan tersebut; (3) Negara-flegara anggota diminta untuk memberikan pandangan mereka tentang tindakan ataupuri langkah-Iangkah yang akan diambil di ma-
• •
sa-masa mendatang untuk melindungi perwakilan diplomatik dan konsuler.
Jika kita simak secara seksama terhadap ketentuan-ketentuan yang dimaksud oleh Resolusi MU PBB ini, maka dapat pula diartikan sebagai: (a) Memperluas tugas-tugas Sekjen PBB untuk memberikan jasa-jasa baiknya untuk melindungi misi diplomatik; (b) Prosedur pemberitahuan itu pada hakikatnya dapat merupakan langkah utarna dalam menyelesaikan masalah-masalah tersebut; (c) Secara tidak langsung memperluas wewenang PBB dalam mengatasi masalah-masalah yang peka, hal itu menyangkut persoalanpersoalan negara-negara PBB sendiri.
Atas dasar Resolusi-resolusi Majelis Umum PBB tersebut PBB telah menerima laporan dari pemerintah Turkey, yang diterima melalui perwakilan tetapnya di PBB New York yang dikirimkan pada tanggal 11 Maret 1981, yang melaporkan sebagai berikut :
On 17 December 1980, at approximately 9,45 AM. as He was making his way from his official residence to his
Desember 1987
•
•
,
586
chacellery, the Consul General of Turkey in Sydney, the Honourable Sarik Ariyak, and his bodyguard Mr. Engin Sever were the victims of an aimed attack by two terrorists on motor cycles and were killed as a result of this outrage. A secret terrorists organization calling itself the "Armenian Commandos of Justice" had ciflimed responsibility for th is double murder. . . . . Turkey hopes that the Australian Covernment, on whose territory this incident occured, will not fail to report as soon as possible to the Secretary Ge· neral of the United Nations, in accordance with the provisions of ' , . , General Assembly resolution 35/168, on the measures which it has taken to arrest and bring to Justice those two committed the double murder and to prevent a repetition of such acts.3 )
Dalammenanggapi laporan peme-rintah Turkey kepada Sekjen PBB tersebut, pemerintah Australia pada tanggal 8 Juni 1981 melalui wakil tetapnya di PBB New York, telah melaporkan pula kejadian yang sama kepada Sekjen sebagai berikut:
In connection with the above note which refers to and incident occuring in Australia, ' . . the Australian Government wishes to acknowledge that the Turkish Consul-General, Mr. Sarik Aryak and his bodyguard Mr. Engin Sever, died in Sydney on 17 December 1980 after an aImed attack by two unknown persons, The Australian Government wishes to Inform the Secretary General that this crime is being throughly investigated by the relevant policy authorities who are obliged to report at the conclusion of their investigation to the Crown Coroner. In addition, rewards totalling $ A 100.000 have been offered recently by the Australian and New South Wales Governments for information ll'ading to
,
3) UU.Duc.A/36/445 , 15 September 1981 ,
Hukum dan Pembanllunan
the arrest of those responsible, The Australion Government is treating th is in-
cident as a terrorist related crime and the strongest protective measures have been taken to safeguard Turkish Diplomatic and Concular officers in Australia. This matter is still subjudice in the Australian Courts and at this time the Permanent Representative is unable to make amore detailed response. However, the Permanent Representative will report judiciol findings related to th is matter to' the Secretary General when they become known,')
Usaha-usaha internasional melalul PBB ini merupakan lembaran bar!! dalam proses pelaksanaan dari hukum diplomatik modern, di mana telah dila
kukan usaha-usaha untuk memperlengkapi dan merinci secara jelas prinsipprinsip maupun aturan-aturan di dalamnya, khususnya telah dapat dibentuk suatu lingkup kerjasama antara pemerintah negara anggota di dalam mengatasi masalah-masalah yang dewasa ini benar-benar menjadi perhatian masyarakat internasional secara keseluruhan.
Dalam sidang Majelis Umum PBB yang ke-35 tahun 1980, sehubungan dengan masalah tersebut, lima negara Nordik yaitu Denmark, Finlandia, Icelandia , Norwegia dan Swedia telah memajukan masalah-masalah yang dianggap penting yang perlu dibicarakan bersama, khususnya di dalam mencari cara-cara untuk meningkatkan dipatuhinya aturan internasional mengenai hubungan diplomatik dan konsuler, di samping mempertimbangkan adanya peningkatan aksi-aksi teror yang dilakukan terhadap para pejabat diplo-
hlm. 5 . 4) Ibid., hlm. 6.
--.,..,..--.--------
Hukum Dlp/omatik
matik dan konsuler, termasuk perwakilan masing-masing di mana mereka menjalankan fungsi dan tugasnya.
Dalam arti yang luas prakarsa lima negara Nordik tersebut pada hakikatnya dapat dipandang sebagai perluasan dari usaha-usaha PBB sebelumnya, di mana perlu adanya kewajiban-kewajib-an intemasional bagi seluruh negara
untuk sebanyak mungkin meratifikasi konvensi-konvensi mengenai hubungan diplomatik dan konsuler yang ada. Prakarsa ini kemudian telah disambut secara luas oleh segenap anggota dan disetujui oleh Majelis Umum, dan ketika masalah ini dimajukan ber-
. tepatan dengan terjadinya peristiwa penyanderaan para diplomat Amerika Serikat di Teheran oleh sekelompok mahasiswa militan Iran.5)
Berdasarkan atas pembicaraan-pembicaraan di Majelis Umum PBB tersebut khususnya mengenai adanya peningkatan tindak terorisme ' yang dilakukan terhadap para pejabat diplomatik dan konsuler termasuk perwakilannya, terdapat kecenderungan timbulnya dua prinsip yang dianggap sangat fundamental dalam mengatasi dan mencegah tindakan-tindakan terse but, yaitu: (a) Semua negara harus melaksanakan kewajiban internasional masing-masing dengan mentaati ketentuan-ketentuan dalam konvensi, termasuk peningkatannya; (b) Perlunya peningkatan tindakan-tindakan khusus guna melindungi perseorangan dan perwakilan-perwakilan diplomatik dan konsuler. karena adanya kesenjangan-
5) Report of Judgments, Advisory Opinions and Order, concerning United States Diplomatic and Consular Staff in Teheran, 24 Mei 1980.
• 587
kesenjangan yang terdapat dalam ketentuan-ketentuan konvensi yang kini diserahkan kepada negara-negara anggota sendiri untuk menafsirkan dan melaksanakan tindakan-tindakan khusus mengenai perlindungan (polisi, administratif, dan yurisdiksional) melalui sistem perundangan nasional negara masing-masing.6)
Di samping itu juga perlu untuk meningkatkan tindakan pencegahan di wilayah negara-negara yang menerima wakil-wakil dan misi-misi asing, karen a berhasil-tidakny a tindakan pencegahan ini pada hakikatnya tergantung dari langkah-Iangkah yang akan diambil untuk mengatasi dan mencegah kegiatan-kegiatan dari kelompok m ilit an , organisasi maupun perkumpulan teroris yang mempersiapkan atau melakukan tindakan-tindakan agresif dan bersifat teror terhadap perwakilan diplomatik dan konsuler, termasuk para pejabat diplomatik yang dilakukan mereka di pelbagai negara.
Kewajiban internasional untuk melindungi para pejabat diplomatik dan konsuler, tennasuk gedung perwakilannya masing-masing merupakan hal yang mutlak perlu dilakukan oleh semua negara anggota, apalagi telah diberlakukannya beberapa instrumen in-
6) Dengan demikian masyarakat internasional menganggap sangat penting usaha untuk melengkapi ketentuan-ketentuan internasional yang ada, agar dapat menjamin perlin dungan, keselamatan dan pengamanan bagi misi-misi diplomatik negaranya, khususnya usaha untuk memusatkan perhatian kepada masalah tanggung jawab internasional bagi negara-negara anggota di dalam melaksanakan tindakan-tindakan perlindungan dan menghukum para pelanggarnya.
Desember 1987
•
588 •
ternasional tentang hal tersebut, yang antara lain adalah konvensi Wina tahun 1961 tentang hubungan diplomatik, konvensi Wina 1963 tentang hubungan konsuler, dan konvensi New York 1969 tentang Misi khusus, konvensi 1979 tentang pencegahan dan penghukuman kejahatan-kejahatan yang dilakukan terhadap orang-orang yang secara internasional perlu dilindungi, termasuk para diplomat, serta konvensi 1979 untuk memerangi tindak penyanderaan.7)
Meskipun ketentuan-ketentuan tersebut dipandang luas dan mencakup semua jenis dan tingkat perwakilan (diplomatik, konsuler maupun misi khusus), ataupun dalam rangka tugas hubungan multilateral, bilateral maupun sebagai anggota misi tetap dan/ atau sementara dalam misi diplomatik, ada pula anggapan ballwa masyarakat internasional tetap haru,s memikirkan perlunya kelengkapan-kelengkapan lagi untuk menuangkannya dalam ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan "tanggung jawab negara" dalam hal gagal untuk melakukan perJindungan terhadap para pejabat diplomatik dan konsuler, telmasuk perwakilan masing-masing yang berada di pelbagai negara dan organisasi-organisasi internasional yang ada di negara-negara tertentu.
Dianggap perlu pula untuk membuat ketentuan-ketentuan yang menyangkut pengawasan internasional bagi tindakan-tindakan administratif yang dilakukan oleh negara-negara agar dapat memberikan pengarahan-pengarahan terhadap ketentuan-ketentuan yang bersifat protektif terse,but.
7) Syahmin, A.K., op. cit., hlm. 24 .
Hukum dan Pembanllunan
Retrospeksi Atas Kejadian di Negara Kita Sendiri
Sudah umum diketahui bahwa kegiatan Spionase dan pencurian dokumen negara merupakan kejahatan di bawah Pasal 112, 113 dan seterusnya KUHPidana di satu pihak, dan di lain pihak berlawanan dengan ketentuanketentuan Pasal 41 ayat (1), Pasal 3 (d, e) dan semangat yang termuat dalam mukadimah konvensi Win a 1961 . Begitu pula memperhatikan praktek negara yang menjadi bahan ajaran hukum internasional, maka jelaslah dasar hukum bagi tindakan penangkapan dan pengusiran yang telah dilakukan oleh pemerintah RI terhadap asisten atase militer Soviet" sebagaimana yang telah penuJis tegaskan dalam kat a pembukaan di atas.
Meskipun demikian, dari berita-berita suratkabar, 8) kita memperoleh kesan yang kuat bahwa konsiderasi dan upaya' pemeliharaan hubungan baik antarnegara, sesuai baik dengan politik luar negeri RI maupun dengan cita-cita hukum internasional, merupakan faktor penting dalam segera melepaskan pejabat diplomatik yang bersangkutan dari penangkapan, setelah diyakini bahwa ia mempunyai status diplomatik.
Akan tetapi, apabila sudah cukup terdapat bukti bahwa pejabat diplomatik asing itu melakukan tindak pidana berat, maka baik berdasarkan aturan hukum internasional yang berlaku maupun dipandang dari segi kedaulat an negara yang suprima jika menyangkut keamanan dan ketertiban negara dalam hu bungan internasional, maka
8) Baca, Sinal' Harapan Millggu, 12 Agustus 1982,hlm. I.
•
Hullum D/P/omatill
dapatlah dipertanggungjawabkan jika pelepasan dari penangkapan itu baru dilakUkan setelah perwakilan diplomatik menyampaikan note verbale kepa-' da pemerintah RI (eq, Deplu), nota mana menerapkan kekebalan diplomatik (invoke immunity). Oleh karena note demikian dibuat oleh perwakilan diplomatik, maka perwakilan tidak akan dapat mengelakkan tanggung jawab atau euci tangan atas tindak pidana yang dilakukan oleh pejabat diplomatik, sebagai akibat dari tugasnya dalam perwakilan.
Dasar hukum untuk memperkuat pendapat demikian ialah ketentuan yang termuat dalam mukadimah konvensi W ina 1961, yaitu bahwa kelonggaran dan kekebalan diplomatik itu bukanlah untuk kepentingan pribadi diplomat semata, melainkan demi kepentingan kelanearan pekerjaan atau fungsi perwakilan diplomatik negara pengirim. Bahkan dalam doktrin hukum internasional terdapat suatu anggapan klasik bahwa "sebetulnya kekebalan itu diberikan kepada Kepalakepala Negara yang berdaulat dari negara pengirim". Dalam wilayah negara penerima, penguasa berdaulat dari negara pengirim itu diwakili oleh perwakilan diplomatik, yang karenanya mempunyai status ekstrateritorial.
Sehubungan dengan hal tersebut menurut Openheim-Lauterpaeht,9) bahwa perihal kelonggaran diplomatik itu merupakan hak negara pengirim dan bukan semata-mata hak Duta Besar itu sendiri, sudah diakui dalam beberapa kasus (. ... Diplomatic privilege is a right of the envoy's home State
9) Oppenheim-Lauterpacht, International Law, Vol. I, 8th, ed.,1955,hlm. 791.
•
589
rather than of the envoy himself is recognized in a number of cases}.
Berbeda dari penanganan masalah dalam negeri, dalam hu bungan mana berlaku kedaulatan negara sebagai kekuasaan hukum te terhadap orang-orang dan benda yang berada dalam wilayah negara, maka dalam penanganan masalah internasional dirasakan eukup kuatnya pengaruh pertimbangan mengenai perpaduan antara kepentingan nasional di satu pihak, dan kepentingan akan hubungan internasional beserta peningkatannya di lain pihak.
Di sini terdapat faktor yang bersifat konstan (seperti yang menyangkut dasar politik luar negeri, falsafah negara, GBHN, dan perjuangan bangsa untuk melaksanakan pembangunan), dan faktor yang bersifat variabel (misalnya hubungan ekonomi, perdagangan, dan politik internasional yang dapat berubah dari waktu ke waktu).
Semenjak pulih kembali sebagai bangsa yang merdeka, Indonesia sudah eukup berpengalaman dalam menghadapi dan menangani masalah internasional yang rumit dan sulit. Namun demikian, berita yang tersiar kurang lebih lima tahun lalu (l982) tentang peristiwa Spionase dan peneurian dokumen negara, yang menyebabkan pengusiran Sergei Egorov, sungguh mengejutkan kita. Karena Indonesia dengan wilayahnya yang luas dan strategis, serta beberapa faktor lainnya, dikodratkan sebagai negara penting, baik aktual maupun potensial khususnya di Asia Tenggara, maka benar-benar pengalaman peristiwa Sergei Egoroy ini memberikan bahan renungan juga kepada kita mengenai praktek hukum internasional umumnya, dan
Desember 1987
,
590
pelaksanaan hukum diplomatik oleh Indonesia khususnya.
Penutup
Berdasarkan atas uraian-uraian di atas, akhirnya dapat diraih kesimpulan, bahwa sekalipun telah banyak dihasilkan konvensi-konvensi internasional, resolusi-resolusi Majelis Umum PBB yang membahas ten tang perlindungan diplomatik, namun yang terpenting adalah ditaatinya konvensi itu oleh para pejabat negara. Itulah sebabnya Majelis Umum PBB telah mengeluarkan resolusinya setiap tahun dalam rangka mengusahakan pelaksanaan hukum diplomatik secara efektif dan efisien. Bahkan konvensi-konvensi internasional itu tidak akan mempunyai arti lagi bila tidak dihormati dan ditaati demi memelihara perdamaian.
Masalah kekebalan dan kelonggaran diplomatik yang ada pada suatu perwakilan diplomatik adalah merupakan
hal yang esensial dalam rangka menciptakan hubungan yang harmonis alltarbangsa dan negara. Hal ini dapat dili-
Hukum dan Pembanl1unan
hat dari banyaknya konvensi internasional yang mengatur tentang perlindungan diplomatik yang merupakan bukti adanya kesu dari anggota masyarakat internasional untuk melilldungi para pejabat diplomatik dari segala bentuk ketakutan dan ancaman akan keselamatan, serta merajalelanya terorisme. Prinsip-prinsip ini tetap dikembangkan dalam rangka mencegah ancaman yang mungkin timbu!' bagi keselamatan para diplomat, termasuk gedung perwakilan beserta isinya.
Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi terhadap kelonggaran dan kekebalan diplomatik tidaklah semata-mata disebabkan oleh ketidaktegasan sanksi hukum internasional di tengahtengah umat manusia yang beradab, merupakan jalinan hukum yang dapat bersifat m~maksa untuk mentaati kaidah-kaidah hukum internasional tersebut. Hukum internasional bukan sekedar rules of positive morality belaka, tetapi hukum internasional adalah mutlak perlu bagi kebutuhan manusia dalarn pergaulan masyarakat internasional.