Download - Tinjauan Pustaka Fix
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Katarak termasuk golongan kebutaan yang tidak dapat dicegah
tetapi dapat disembuhkan. Definisi katarak menurut WHO adalah
kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, yang menghalangi sinar masuk ke
dalam mata. Katarak terjadi karena faktor usia, namun juga dapat terjadi
pada anak-anak yang lahir dengan kondisi tersebut. Katarak juga dapat
terjadi setelah trauma, inflamasi atau penyakit lainnya.
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada
usia lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun3
B. Anatomi Lensa
Lensa berbentuk bikonveks dan transparan. Lensa menyumbang
kekuatan refraksi sebanyak 15-20 dioptri dalam penglihatan. Kutub
anterior dan posterior lensa dihubungkan oleh garis khayal yang disebut
axis, sedangkan equator merupakan garis khayal yang mengelilingi lensa.
Lensa merupakan struktur yang tidak memiliki pembuluh darah dan tidak
memiliki pembuluh limfe. Di dalam mata, lensa terfiksir pada serat zonula
yang berasal dari badan silier. Serat zonula tersebut menempel dan
menyatu dengan lensa pada bagian anterior dan posterior dari kapsul lensa.
Kapsul ini merupakan membran dasar yang melindungi nukleus, korteks
dan epitel lensa.
Kapsul lensa merupakan membran dasar yang elastis dan
transparan tersusun dari kolagen tipe IV yang berasal dari sel-sel epitel
lensa. Kapsul ini mengandung isi lensa serta mempertahankan bentuk
lensa pada saat akomodasi. Bagian paling tebal kapsul berada di bagian
anterior dan posterior zona pre-equator dan bagian paling tipis berada di
bagian tengah kutub posterior.
Lensa terfiksir oleh serat zonula yang berasal dari lamina basal
pars plana dan pars plikata badan silier. Serat-serat zonula ini menyatu
dengan lensa pada bagian anterior dan posterior kapsul lensa.
Tepat di belakang kapsul anterior lensa terdapat satu lapis sel-sel
epitel. Sel-sel epitel ini dapat melakukan aktivitas seperti yang dilakukan
sel-sel lainnya, seperti sintesis DNA, RNA, protein dan lipid. Sel-sel
tersebut juga dapat membentuk ATP untuk memenuhi kebutuhan energi
lensa. Sel-sel epitel yang baru terbentuk akan menuju equator lalu
berdiferensiasi menjadi serat lensa.
Sel-sel berubah menjadi serat, lalu serat baru akan terbentuk dan
akan menekan serat-serat lama untuk berkumpul di bagian tengah lensa.
Serat-serat paling tua yang terbentuk merupakan lensa fetus yang
diproduksi pada fase embrionik dan masih menetap hingga sekarang.
Serat-serat yang baru akan membentuk korteks dari lensa.4
C. Fisiologi Lensa
Lensa tidak memiliki pembuluh darah maupun sistem saraf. Untuk
mempertahankan kejernihannya, lensa harus menggunakan aqueous humor
sebagai penyedia nutrisi dan sebagai tempat pembuangan produknya.
Namun hanya sisi anterior lensa saja yang terkena aqueous humor. Oleh
karena itu, sel-sel yang berada di tengah lensa membangun jalur
komunikasi terhadap lingkungan luar lensa dengan membangun low-
resistance gap junction antarsel.
Lensa normal mengandung 65% air, dan jumlah ini tidak banyak
berubah seiring bertambahnya usia. Sekitar 5% dari air di dalam lensa
berada di ruangan ekstrasel. Konsentrasi sodium di dalam lensa adalah
sekitar 20µM dan potassium sekitar 120µM. Konsentrasi sodium di luar
lensa lebih tinggi yaitu sekitar 150µM dan potasium sekitar 5µM.
Keseimbangan elektrolit antara lingkungan dalam dan luar lensa
sangat tergantung dari permeabilitas membran sel lensa dan aktivitas
pompa sodium, Na+, K+-ATPase. Inhibisi Na+, K+-ATPase dapat
mengakibatkan hilangnya keseimbangan elektrolit dan meningkatnya air
di dalam lensa. Keseimbangan kalsium juga sangant penting bagi lensa.
Konsentrasi kalsium di dalam sel yang normal adalah 30µM, sedangkan di
luar lensa adalah sekitar 2µM. Perbedaan konsentrasi kalsium ini diatur
sepenuhnya oleh pompa kalsium Ca2+-ATPase. Hilangnya keseimbangan
kalsium ini dapat menyebabkan depresi metabolisme glukosa,
pembentukan protein high-molecular-weight dan aktivasi protease
destruktif. Transpor membran dan permeabilitas sangat penting untuk
kebutuhan nutrisi lensa. Asam amino aktif masuk ke dalam lensa melalui
pompa sodium yang berada di sel epitel. Glukosa memasuki lensa secara
difusi terfasilitasi, tidak langsung seperti sistem transport aktif.4
Lensa memiliki kemampuan untuk mencembung dan menambah
kekuatan refraksinya, yang disebut dengan daya akomodasi lensa.
Mekanisme yang dilakukan mata untuk merubah fokus dari benda jauh ke
benda dekat disebut akomodasi. Akomodasi terjadi akibat perubahan lensa
oleh aksi badan silier terhadap serat serat zonula. Setelah umur 30 tahun,
kekakuan yang terjadi di nukleus lensa secara klinis mengurangi daya
akomodasi. Saat otot silier berkontraksi, serat zonular relaksasi
mengakibatkan lensa menjadi lebih cembung. Ketika otot silier
berkontraksi, ketebalan axial lensa meningkat, kekuatan dioptri meningkat,
dan terjadi akomodasi. Saat otot silier relaksasi, serat zonular menegang,
lensa lebih pipih dan kekuatan dioptri menurun.
Terjadinya akomodasi dipersarafi oleh saraf simpatik cabang
nervus III (okulomotorius). Obat-obat parasimpatomimetik (pilokarpin)
memicu akomodasi, sedangkan obat-obat parasimpatolitik (atropine)
memblok akomodasi. Obat-obatan yang menyebabkan relaksasi otot silier
disebut cycloplegik.
D. Klasifikasi Katarak
Katarak dapat diklasifikasikan menurut umur penderita:
1. Katarak Kongenital
Sejak sebelum berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan oleh
infeksi virus yang dialami ibu pada saat usia kehamilan masih dini
(Farmacia, 2009). Katarak kongenital adalah katarak yang mulai
terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1
tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi
yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan
oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubela, galaktosemia,
homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik,dan
histoplasmosis, penyakit lain yang menyertai katarak kongenital
biasanya berupa penyakit-penyakt herediter seperti mikroftlmus,
aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik,
displasia retina, dan megalo kornea.
Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan
pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan
trimester pertama dan pemakainan obat selama kehamilan. Kadang-
kadang terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau
hepatosplenomegali pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji reduksi
pada urine yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat
galaktosemia. Sering katarak kongenital ditemukan pada bayi prematur
dan gangguan sistem saraf seperti retardasi mental.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena
ada hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan
kalsium. Hampir 50 % katarak kongenital adalah sporadik dan tidak
diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak
kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria.
2. Katarak Juvenil
Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai
terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan.
Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital.
Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik
ataupun metabolik dan penyakit lainnya.
3. Katarak Senil, setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senile
biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa
dengan nucleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai
terjadi pada usia lebih dari 60 tahun.5
Katarak Senil sendiri terdiri dari 4 stadium, yaitu:
a. Stadium awal (insipien).
Pada stadium awal (katarak insipien) kekeruhan lensa mata
masih sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan
alat periksa. Pada saat ini seringkali penderitanya tidak merasakan
keluhan atau gangguan pada penglihatannya, sehingga cenderung
diabaikan. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji
menuju korteks anterior dan posterior ( katarak kortikal ). Vakuol
mulai terlihat di dalam korteks. Katarak sub kapsular posterior,
kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah
terbentuk antara serat lensa dan dan korteks berisi jaringan
degenerative(benda morgagni)pada katarak insipient kekeruhan ini
dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak
sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap
untuk waktu yang lama.3
b. Stadium imatur.
Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang
lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga
masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa. Pada stadium
ini terjadi hidrasi kortek yang mengakibatkan lensa menjadi
bertambah cembung. Pencembungan lensa akan mmberikan
perubahan indeks refraksi dimana mata akan menjadi mioptik.
Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris kedepan
sehingga bilik mata depan akan lebih sempit.3
c. Stadium matur.
Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi
pengeluaran air bersama-sama hasil desintegrasi melalui kapsul.
Didalam stadium ini lensa akan berukuran normal. Iris tidak
terdorong ke depan dan bilik mata depan akan mempunyai
kedalaman normal kembali. Kadang pada stadium ini terlihat lensa
berwarna sangat putih akibatperkapuran menyeluruh karena
deposit kalsium ( Ca ). Bila dilakukan uji bayangan iris akan
terlihat negatif.3
d. Stadium hipermatur.
Katarak yang terjadi akibatkorteks yang mencair sehingga
masa lensa ini dapat keluar melalui kapsul. Akibat pencairan
korteks ini maka nukleus "tenggelam" kearah bawah jam 6 (katarak
morgagni). Lensa akan mengeriput. Akibat masa lensa yang keluar
kedalam bilik mata depan maka dapat timbul penyulit berupa
uveitis fakotoksik atau galukoma fakolitik3
4. Katarak Intumesen.
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa
degenerative yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa
disertai pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan
mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan
keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan
penyulit glaucoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak
yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopi lentikularis. Pada
keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan mencembung dan
daya biasnya akan bertambah, yang meberikan miopisasi. Pada
pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan
jarak lamel serat lensa.3
5. Katarak Brunesen.
Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra)
terutama pada lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes
militus dan miopia tinggi. Sering tajam penglihatan lebih baik dari
dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada orang berusia lebih
dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal
posterior.5
Tabel 1.1 Perbedaan karakteristik Katarak6
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test (-) (+) (-) +/-
Visus (+) < << <<<
Penyulit (-) Glaukoma (-) Uveitis+glaukoma
Klasifikasi katarak berdasarkan lokasi terjadinya:
1. Katarak Inti ( Nuclear )
Merupakan yang paling banyak terjadi. Lokasinya terletak pada
nukleus atau bagian tengah dari lensa. Biasanya karena proses
penuaan.
2. Katarak Kortikal
Katarak kortikal ini biasanya terjadi pada korteks. Mulai dengan
kekeruhan putih mulai dari tepi lensa dan berjalan ketengah sehingga
mengganggu penglihatan. Banyak pada penderita DM
3. Katarak Subkapsular.
Mulai dengan kekeruhan kecil dibawah kapsul lensa, tepat pada
lajur jalan sinar masuk. DM, renitis pigmentosa dan pemakaian
kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama dapat mencetuskan
kelainan ini. Biasanya dapat terlihat pada kedua mata.
E. Etiologi
Katarak memiliki banyak etiologi. Umumnya adalah karena faktor
usia. Berdasar waktu terjadinya, katarak dibedakan menjadi katarak
didapat (99% kasus, terdiri dari 90% kasus katarak senilis dan 9% katarak
lainnya) dan kongenital (kurang dari 1% kasus). Katarak kongenital
disebabkan karena kelainan genetik, gangguan perkembangan, dan infeksi
virus (terutama rubella) pada masa pertumbuhan janin. Katarak juga dapat
disebabkan karena kelainan sistemik atau metabolik (contonya DM) dan
terapi kortikosteroid sistemik dalam jangka waktu yang lama. Rokok dan
konsumsi alkohol meningkatkan faktor risiko katarak.7
F. Patofisiologi
Katarak memiliki banyak patofisiologi tergantung dari jenis
katarak itu sendiri. Biasanya terjadi bilateral, tapi tiap mata memiliki
kecepatan perkembangan katarak yang berbeda.
Katarak senilis patogenesisnya multifaktorial dan belum
sepenuhnya dimengerti. Semakin bertambahnya usia, terjadi peningkatan
berat dan ketebalan dari lensa serta menurunnya kemampuan akomodasi.
Perubahan fisik dan kandungan zat kimia mengakibatkan penurunan
hingga hilangnya transparansi lensa. Perubahan pada serabut zunula yang
memanjang dari badan silier ke daerah sekitar luar lensa menyebabkan
distorsi penglihatan. Sedangkan perubahan konsentrasi zat kimia dalam
lensa seperti protein dapat menyebabkan koagulasi sehingga mengabutkan
pandangan karena jalannya cahaya ke retina terhalang.8
Katarak diabetikum disebabkan karena keadaan konsentrasi
glukosa yang tinggi di dalam darah yang juga berpengaruh terhadap
komposisi glukosa pada humor aqueous. Kadar glukosa yang tinggi pada
humor aqueous menyebabkan difusi glukosa ke lensa. Keadaan glukosa
yang tinggi di lensa ini menyebabkan terbentuknya sorbitol oleh enzim
aldose reduktase yang tidak akan dimetabolisme melainkan akan tetap
berada di dalam lensa. Akumulasi dari sorbitol ini akan mengakibatkan
perubahan tekanan osmotic dalam lensa. Perubahan tekanan osmotic ini
menyebabkan influx cairan sehinggan menyebabkan edema kemudian
terjadi penurunan kekuatan refraksi lensa dan penurunan daya akomodasi.9
G. Manifestasi Klinis
Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:
1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau
serta gangguan fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan
penglihatan tadi.
2. Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam
hari
Gejala objektif biasanya meliputi:
1. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak
akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak,
cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam
menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan
menjadi kabur atau redup.
2. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih.
Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan
bertambah putih.
3. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-
benar putih, sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif.
Gejala umum gangguan katarak meliputi:
1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
2. Gangguan penglihatan bisa berupa:
a. Peka terhadap sinar atau cahaya.
b. Dapat melihat dobel pada satu mata (diplopia).
c. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
d. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
e. Kesulitan melihat pada malam hari
f. Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa
menyilaukan mata
g. Penurunan ketajaman penglihatan ( bahkan pada siang hari )
Gejala lainya adalah :
1. Sering berganti kaca mata
2. Penglihatan sering pada salah satu mata. Kadang katarak menyebabkan
pembengkakan lensa dan peningkatan tekanan di dalam mata
(glaukoma ) yang bisa menimbulkan rasa nyeri.
H. Tatalaksana
Pemeriksaan rutin
1. Pemeriksaan visus dengan kartu snellen atau chart projector
dengan koreksi terbaik serta menggunakan pinhole
2. Pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat segmen anterior
3. Tekanan intraocular (TIO) diukur dengan tonometer non contact,
aplanasi atau schiotz
4. Jika TIO dalam batas normal (kurang dari 21 mmHg) dilakukan
dilatasi pupil. Setelah pupil cukup lebar dilakukan pemeriksaan slit
lamp untuk melihat derajat kekeruhan lensa apakah sesuai dengan
visus pasien.
a. Derajat 1 : nucleus lunak, biasanya visus masih lebih baik
dari 6/12, tampak sedikit kekeruhan dengan warna agak
putih. Reflek fundus masih mudah diperoleh. Usia
penderita biasanya kurang dari 50 tahun.
b. Derajat 2 : nucleus dengan kekerasan ringan, biasanya visus
antara 6/12-6/30, tampak bukleus mulai sedikit berwarna
kekuningan. Reflek fundus masih mudah diperoleh dan
paling sering memberikan gambaran seperti katarak
subkapsuler posterior.
c. Derajat 3 : nucleus dengan kekerasan medium, biasanya
visus antara 6/30 – 3/60, tampak nucleus berwarna kuning
disertai kekeruha korteks yang berwarna keabu-abuan.
d. Derajat 4 : nucleus keras, biasanya visus antara 3/60 – 1/60,
tampak nucleus berwarna kuning kecoklatan. Reflek fundus
sulit dinilai.
e. Derajat 5 :nucleus sangat keras, biasanya visus hanya 1/60
atau lebih jelek. Usia penderita sudah diatas 65 tahun.
Tampak nucleus berwarna kecoklatan bahkan sampai
kehitaman. Katarak ini sangan keras dan disebut juga
sebagai Brunescene cataract atau black cataract.
5. Pemeriksaan funduskopi jika masih memungkinkan.10
Pemeriksaan penunjang:
- USG untuk menyingkirkan adanya kelainan lain pada mata selain
katarak.
Pemeriksaan tambahan:
- Biometri untuk mengukur power IOL jika pasien akan dioperasi
katarak
- Retinometri untuk mengetahui prognosis tajam penglihatan setelah
operasi10
Terapi
Sampai sekarang tidak ada terapi konservative untuk mencegah,
mlambatkan, atau membalikan perkembangan katarak, kecuali untuk
katarak galaktosemik yang merupakan kasus khusus. Operasi merupakan
pilihan terapi utama dan tersering untuk menangani katarak. Sebelumnya
operasi katarak tergantung pada kematangan katarak, tapi hal ini sudah
bukan menjadi masalah pada operasi katarak modern.7
Berdasarkan INASCRS terapi katarak adalah sebagai berikut:
1. Penatalaksanaan non bedah untuk visus lebih baik atau sama
dengan 6/12, yaitu pemberian kacamata dengan koreksi terbaik.
2. Jika visus masih lebih baik dari 6/12 tetapi sudah mengganggu
untuk melakukan aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan pasien
atau ada indikasi medis lain untuk operasi, pasien dapat dilakukan
operasi katarak.
3. Tatalaksana pasien katrak dengan visus terbaik kurang dari 6/12
adalah operasi katarak berupa EKEK + IOL atau fakoemulsifikasi
+ IOL dengan mempertimbangkan ketersediaan alat, derajat
kekeruhan katarak dan tingkat kemampuan ahli bedah.
4. Operasi katarak dilakukan menggunakan mikroskop operasi dan
peralatan bedah mikro, dimana pasien dipersiapkan untuk
implantasi IOL
5. Ukuran IOL dihitung berdasarkan data keratometri serta
pengukuran biometri A-scan.
6. Apabila tidak tersedia peralatan keratometri dan biometri ukuran
IOL dapat ditentukan berdasar anamnesis ukuran kacamata yang
selama ini dipakai pasien. IOL standar power +20.00 dioptri, jika
pasien menggunakan kacamata, power IOL standar dikurangi
dengan ukuran kacamata.misalnya pasien menggunakan kacamata
S -6.00 maka dapat diberikan IOL power +14.00 dioptri
7. Operasi katarak bilateral (dilakukan pada kedua mata sekaligus
secara berurutan) sangat tidak dianjurkan berkaitan dengan risiko
pasca operasi yang berdampak kebutaan. Tetapi ada beberapa
keadaan khusus yang bisa dijadikan alas an pembenaran dan
keputusan tindakan operasi katarak bilateral ini harus dipikirkan
sebaik-baiknya10
Indikasi operasi
Indikasi operasi katarak dibedakan menjadi dua, yaitu indikasi
optik dan indikasi medis.
Indikasi optik:
- Pada katarak bilateral, ketika pasien merasakan kecacatan pada
penglihatannya maka mata dengan visus paling buruk harus
segera dilakukan operasi. Bagaimanapun, batasan ini sangat
bergantung pada pekerjaan pasien.
- Pada keadaan katarak unilateral, pasien cenderung menunda
operasi selama kemampuan mata normalnya masih mencukupi.
Indikasi medis:
- Pada keadaan katarak matur, pasien sangan disarankan untuk
segera melakukan operasi untuk mencegah phacolytic
glaucoma.
- Pada keadaan penyakit retina, pengambilan katarak mungkin
dibutuhkan untuk membersihkan axis optik dalam diagnosis
dan terapi laser pada retina.7
Komplikasi paska operasi
Jika ada komplikasi yang harus diperhatikan, maka daftar berikut
merupakan yang pertama kali harus diperhatikan:
1. Luka yang tidak sempurna menutup
2. Edema kornea
3. Inflamasi dan uveitis
4. Atonik pupil
5. Pupillary captured
6. Masalah yang berkaitan dengan IOL
7. Kekeruhan kapsul posterior
8. TASS (toxic anterior segment syndrim)
9. Capsular bag distention syndrome
10. Sisa masa lensa/korteks
11. Cystoid macular edema
12. Choroidal detachment
13. Ablasio retina
14. Endoftalmitis10
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi, pasien didiagnosa
dengan ODS katarak grade III-IV. Adapun penatalaksanaan pasien ini adalah
dengan dilakukan operasi katarak jika kekeruhan lensa menyebabkan
penurunan tajam pengelihatan sedemikian rupa sehingga mengganggu
pekerjaan atau aktivitas sehari-hari.
B. Saran
Dokter umum sebaiknya mengenali tanda-tanda dari katarak sehingga
dapat memberikan penatalaksanaan awal dan rujukan yang tepat bagi pasien
sehingga mengurangi resiko kebutaan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Perdami (Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia). 2011.
Katarak. http://www.perdami.or.id/?page=news_seminat.detail&id=2
(diakses tanggal 28 Oktober 2015)
2. WHO. 2015. Fact Sheets: Visual impairment and blindness.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs282/en/
3. Sidarta, Ilyas. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
4. AAO (American Academy of Ophthalmology). 2011. Cataract.
http://www.geteyesmart.org/eyesmart/diseases/cataracts.cfm (diakses
tanggal 28 Oktober 2015)
5. Sidarta, Ilyas. Dasar-dasar Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata
Edisi ke-3. 2009. Jakarta: Balai Pustaka FKUI
6. Sidarta, Ilyas. 2002. Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-2. Jakarta: CV.
Sagung Seto
7. Lang, G. Ophthalmology 2edition: A Pocket Textbook Atlas. Thieme.
Germany: 2007
8. Michael, R and Brown, A.J. 2011. The Ageing Lens and Cataract: A
Model of Normal and Pathological ageing. Phil.Trans.R.Soc. B, Vol
366: 1278-1292
9. Pollreisz, Andreas and Schmidt-Erfurth, Ursula. 2010. Diabetic
Cataract-Pathogenesis, Epidemiology and Treatment. Hindawi
Publishing Corporation. Journal of Ophthalmology, Vol 2010.
10. Indonesian Society of Cataract and Refractive Surgery (INASCRS).
2011. Panduan Penatalaksanaan Medis (PPM)