Download - Trauma Kapitis
Refrat Trauma Kapitis
LATAR BELAKANG
Cedera kepala atau yang disebut dengan trauma kapitis adalah ruda paksa tumpul/tajam pada kepala atau wajah yang berakibat disfungsi cerebral.
Merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif, dan sebagian besar karena kecelakaan lalulintas
kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih rendah, disamping penanganan pertama yang belum benar - benar , serta rujukan yang terlambat
Cedera kepala merupakan keadaan yang serius, sehingga diharapkan para dokter mempunyai pengetahuan praktis untuk melakukan pertolongan pertama pada penderita
Pragnosis pasien cedera kepala akan lebih baik bila penatalaksanaan dilakukan secara tepat dan cepat
Bab IITinjauan Pustaka
1. Definisi Cidera Kepala
Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan / benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran, sehingga menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif, neurologis dan fungsi fisik (Japardi, 2004).
2. Anatomi
3. ASPEK FISIOLOGIS CEDERA KEPALA
a. Tekanan intracranial
Semua proses patologi – meningkatkan TIK – mengganggu fungsi otak
TIK (n) 10 mmHg, >20 mmHg dianggap sudah tidak normal.
b. Hukum Monroe-Kellie
*Konsep utama Volume intrakranial adalah selalu konstan karena sifat dasar dari tulang tengkorang yang tidak elastik
c. Tekanan Perfusi otak
*Tekanan perfusi otak merupakan selisih antara tekanan arteri rata-rata (mean arterial presure) dengan tekanan inttrakranial. Apabila nilai TPO kurang dari 70mmHg akan memberikan prognosa yang buruk bagi penderita
d. Aliran darah otak (ADO)
*ADO normal kira-kira 50 ml/100 gr jaringan otak permenit
*Bila ADO menurun sampai 20-25ml/100 gr/menit maka aktivitas EEGakan menghilang
Bila ADO menurun sampai 20-25ml/100 gr/menit maka aktivitas EEGakan menghilang
Adapun pembagian trauma kapitis adalah:
Ringan
Simple head injury
Commotio cerebri
Berat
Contusion cerebri
Laceratio cerebri
MEKANISME DAN PATOLOGI
Cedera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa benturan langsung pada kepala. Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur tulang tengkorak.
Cedera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematom epidural, subdural dan intraserebral. Cedera difus dapat mengakibatkan gangguan fungsi saja, yaitu gegar otak atau cedera struktural yang difus
Dari tempat benturan, gelombang kejut disebar ke seluruh arah. Gelombang ini mengubah tekanan jaringan dan bila tekanan cukup besar, akan terjadi kerusakan jaringan otak di tempat benturan yang disebut “coup” atau ditempat yang berseberangan dengan benturan (contra coup)
PATOFISIOLOGI
During a TBI, systemic insults and brain swelling overlap with primary injuries—hematoma, contusion, and DAI—which can cause even more swelling, leading to increased intracranial presure (ICP) and decreased cerebral perfusion pressure (CPP
GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis ditentukan berdasarkan derajat cedera dan lokasinya.
a. Derajat cedera dapat dinilai menurut tingkat kesadarannya melalui system GCS, yakni metode EMV (Eyes, Verbal, Movement)
PEMBAGIAN CEDERA KEPALA
1.Simple Head Injury
Diagnosa simple head injury dapat ditegakkan berdasarkan:
Ada riwayat trauma kapitisTidak pingsanGejala sakit kepala dan pusing
Umumnya tidak memerlukan perawatan khusus, cukup diberi obat simptomatik dan cukup istirahat.
2. Commotio Cerebri
Commotio cerebri (geger otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan otak.
Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan tampak pucat.
Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau terangsangnya pusat-pusat dalam batang otak.
Pada commotio cerebri mungkin pula terdapat amnesia retrograde, yaitu hilangnya ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya kecelakaan. Amnesia ini timbul akibat terhapusnya rekaman kejadian di lobus temporalis.
Terapi simptomatis, perawatan selama 3-5 hari untuk observasi kemungkinan terjadinya komplikasi dan mobilisasi bertahap.
3. Contusio Cerebri
Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringanyang kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami kerusakan atau terputus.
• adanya akselerasi kepala yang seketika itu juga menimbulkan pergeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang destruktif.
• Akselerasi yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Oleh karena itu, otak membentang batang otak terlalu kuat, sehingga menimbulkan blockade reversible terhadap lintasan asendens retikularis difus.
• Akselerasi yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Oleh karena itu, otak membentang batang otak terlalu kuat, sehingga menimbulkan blockade reversible terhadap lintasan asendens retikularis difus.
• Timbulnya lesi contusio di daerah “coup” , “contrecoup”, dan “intermediate”menimbulkan gejala deficit neurologik yang bisa berupa refleks babinsky yang positif dan kelumpuhan UMN.
• Setelah kesadaran pulih kembali, si penderita biasanya menunjukkan “organic brain syndrome”.
4. Laceratio Cerebri
jika kerusakan tersebut disertai dengan robekan piamater.
Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan subaraknoid traumatika, subdural akut dan intercerebral. Laceratio dapat dibedakan atas laceratio langsung dan tidak langsung.
Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang disebabkan oleh benda asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada fraktur depressed terbuka.
Laceratio tidak langsung disebabkan oleh deformitas jaringan yang hebat akibat kekuatan mekanis
5. Fracture Basis Cranii
Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media dan fossa posterior. Gejala yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang terkena.
Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala:
Hematom kacamata tanpa disertai subkonjungtival bleeding
Epistaksis
Rhinorrhoe
Fraktur pada fossa media menimbulkan gejala:
Hematom retroaurikuler, Ottorhoe
Perdarahan dari telinga
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan X-foto basis kranii.
Komplikasi :
Gangguan pendengaran
Parese N.VII perifer
Meningitis purulenta akibat robeknya duramater
pembagian cedera kepala lainnya
1. Cedera Kepala Ringan (CKR) → termasuk didalamnya Laseratio dan Commotio Cerebri
Skor GCS 13-15Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika
ada tidak lebih dari 10 menitPasien mengeluh pusing, sakit kepalaAda muntah, ada amnesia retrogad dan
tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan neurologist.
2. Cedera Kepala Sedang (CKS)Skor GCS 9-12Ada pingsan lebih dari 10 menitAda sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia
retrogadPemeriksaan neurologis terdapat lelumpuhan
saraf dan anggota gerak.
3. Cedera Kepala Berat (CKB)Skor GCS <8Gejalnya serupa dengan CKS, hanya dalam tingkat
yang lebih beratTerjadinya penurunan kesadaran secara progesifAdanya fraktur tulang tengkorak dan jaringan otak
yang terlepas.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
CT-Scan
Untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek.
Lumbal Pungsi
Untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan sebelum 6 jam dari saat terjadinya trauma
EEG
Dapat digunakan untuk mencari lesi
Roentgen foto kepala
Untuk melihat ada tidaknya fraktur pada tulang tengkorak
DIAGNOSA
Berdasarkan :
Ada tidaknya riwayat trauma kapitis
Gejala-gejala klinis : Interval lucid, peningkatan TIK, gejala laterlisasi
Pemeriksaan penunjang.
KOMPLIKASI
Jangka pendek :
Lesi IntrakranialLesi intrakranial dapat diklasifikasikan sebagai fokal atau difusa
walau kedua bentuk cedera ini sering terjadi bersamaan. Lesi fokal termasuk hematoma epidural, hematoma subdural, dan kontusi (atau hematoma intraserebral).
cedera otak difusa, secara umum, menunjukkan CT scan normal namun menunjukkan perubahan sensorium atau bahkan koma dalam keadaan klinis(Bernath, 2009)
1. Hematom Epidural
Letak : antara tulang tengkorak dan duramater
Etiologi : pecahnya A. Meningea media atau cabang-cabangnya
Gejala : setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau hanya nyeri kepala sebentar, kemudian membaik dengan sendirinya tetapi beberapa jam kemudian timbul gejala-gejala yang memperberat progresif seperti nyeri kepala, pusing, kesadaran menurun, nadi melambat, tekanan darah meninggi, pupil pada sisi perdarahan mula-mula sempit, lalu menjadi lebar, dan akhirnya tidak bereaksi terhadap refleks cahaya. Ini adalah tanda-tanda bahwa sudah terjadi herniasi tentorial.
Akut (minimal 24jam sampai dengan 3x24 jam) Interval lucidPeningkatan TIKGejala lateralisasi → hemiparese
Pada pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu sisi kepala didapati hematoma subkutan
Pemeriksaan neurologis menunjukkan pada sisi hematom pupil melebar. Pada sisi kontralateral dari hematom, dapat dijumpai tanda-tanda kerusakan traktus piramidalis, misal: hemiparesis, refleks tendon meninggi dan refleks patologik positif.
CT-Scan : ada bagian hiperdens yang bikonveks
LCS : jernih
Penatalaksanaannya yaitu tindakan evakuasi darah (dekompresi) dan pengikatan pembuluh darah.
2. Hematom subdural
Letak : di bawah duramater
Etiologi : pecahnya bridging vein, gabungan robekan bridging veins dan laserasi piamater serta arachnoid dari kortex cerebri
Gejala subakut : mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari pertama
Kronis : 3 minggu atau berbulan-bulan setelah trauma
CT-Scan : setelah hari ke 3 diulang 2 minggu kemudian
Ada bagian hipodens yang berbentuk cresent.
Hiperdens yang berbentuk cresent di antara tabula interna dan parenkim otak (bagian dalam mengikuti kontur otak dan bagian luar sesuai lengkung tulang tengkorak)
Isodens → terlihat dari midline yang bergeser
Operasi sebaiknya segera dilakukan untuk mengurangi tekanan dalam otak (dekompresi) dengan melakukan evakuasi hematom. Penanganan subdural hematom akut terdiri dari trepanasi-dekompresi
3. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan dalam cortex cerebri yang berasal dari arteri kortikal, terbanyak pada lobus temporalis.
Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis yang berupa hematom hanya berupa perdarahan kecil-kecil saja.
Jika penderita dengan perdarahan intraserebral luput dari kematian, perdarahannya akan direorganisasi dengan pembentukan gliosis dan kavitasi. Keadaan ini bisa menimbulkan manifestasi neurologik sesuai dengan fungsi bagian otak yang terkena.
4. Oedema serebri
Pada keadaan ini otak membengkak. Penderita lebih lama pingsannya, mungkin hingga berjam-jam.
Gejala-gejalanya berupa commotio cerebri, hanya lebih berat. Tekanan darah dapat naik, nadi mungkin melambat. Gejala-gejala kerusakan jaringan otak juga tidak ada. Cairan otak pun normal, hanya tekanannya dapat meninggi.
TIK meningkat
Cephalgia memberat
Kesadaran menurun
Jangka Panjang :
1. Gangguan neurologis
Dapat berupa : gangguan visus, strabismus, parese N.VII dan gangguan N. VIII, disartria, disfagia, kadang ada hemiparese
2.Sindrom pasca trauma
Dapat berupa : palpitasi, hidrosis, cape, konsentrasi berkurang, libido menurun, mudah tersinggung, sakit kepala, kesulitan belajar, mudah lupa, gangguan tingkah laku, misalnya: menjadi kekanak-kanakan, penurunan intelegensia, menarik diri, dan depresi.
).
CT scans of six different patients with severe TBI, including epidural hematoma (EDH), contusions/parenchymal hematomas, diffuse axonal injury (DAI), subdural hematoma (SDH), subarachnoid hemorrhage with intraventricular hemorrhage (SAH/IVH), and diffuse brain swelling.Alisa Gean and Geoff Manley / University of California, San Francisco
TERAPI
CKR :
Perawatan selama 3-5 hari
Mobilisasi bertahap
Terapi simptomatik
Observasi tanda vital
CKS :
Perawatan selama 7-10 hari
Anti cerebral edem
Anti perdarahan
Simptomatik
Neurotropik
Operasi jika ada komplikasi
CKB :
Seperti pada CKS
Antibiotik dosis tinggi
Konsultasi bedah saraf
PROGNOSA
Skor GCS penting untuk menilai tingkat kesadaran dan berat ringannya trauma kapitis yang akhirnya menentukan prognosa.
Matur nuwun..