Download - Trauma Kimia Edit
MAKALAH
TRAUMA KIMIA PADA MATA
Disusun Oleh :
1. Nida Fauziyah Noor P 17420213107
2. Nurul Chafifah P 17420213108
3. Pangestu Rakhmawati P 17420213109
4. Rasika Wiguna P 17420213110
5. Rendi Faridawati P 17420213111
6. Riana Azzahra Devie P 17420213112
7. Robula Emir P 17420213113
8. Saguh Febrianto P 17420213114
9. Sevti Yuni Nuraini P 17420213115
10. Anggres P
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO
2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mata adalah salah satu organ yang memiliki sistem pelindung yang
cukup baik seperti rongga orbita, kelopak, dan jaringan retrobulbar.Selain
itu terdapatnya refleks memejam dan mengedip, tetapi mata masih sering
mendapatkan trauma dari dunia luar.Trauma dapat mengakibatkan
kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata, dan rongga orbita.
Kerusakan mata akan dapat menimbulkan penyulit sehingga mengganggu
fungsi penglihatan.
Trauma mata merupakan tindakan sengaja maupun tidak disengaja
yang dapat mengakibatkan perlukaan pada mata. Perlukaan yang
ditimbulkan dapat ringan, sedang, maupun berat. Pada mata dapat terjadi
beberapa trauma terdiri dari trauma tumpul, trauma tembus bola mata,
trauma kimia, dan trauma radiasi.
Trauma kimia mata merupakan salah satu kegawatdaruratan mata
yang membutuhkan penatalaksanaan sesegera mungkin. Akibat buruk
yang akan ditimbulkan jika penatalaksanaan trauma terlambat adalah
timbulnya berbagai komplikasi yang salah satunya menyebabkan kebutaan
bahkan kehilangan mata. Lebihdari 800.000 kasus trauma mata yang
berhubungan dengan pekerjaan terjadi setiap tahunnya. Dibandingkan
dengan wanita, laki-laki memiliki rasio terkena trauma mata 4 kali lebih
besar. Dari data WHO tahun 2008 trauma okular berakibat kebutaan
unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus
bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata.
Sebagian besar (84%) merupakan trauma kimia. Rasio frekuensi
bervariasi trauma asam:basa antara 1:1 sampai 1:4. Secara international,
80% dari trauma kimiawi dikarenakan oleh pajanan karena pekerjaan1.
Trauma kimia pada mata adalah trauma yang mengenai bola mata
akibat terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa pada
2
bola mata. Trauma kimia diakibatkan oleh zat asam dengan pH < 7
ataupun zatbasa pH > 7 yang dapat menyebabkan kerusakan struktur bola
mata.Tingkat keparahan trauma dikaitkan dengan jenis, volume,
konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat penetrasi dari zat kimia tersebut.
Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan dalam laboratorium,
industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian, dan
peperangan memakai bahan kimia serta paparan bahan kimia dari alat-alat
rumah tangga. Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan
segera. Irigasi daerah yang terkena trauma kimia merupakan tindakan yang
harus segera dilakukan. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan yang
spesifik mengenai trauma mata yang sering terjadi di lingkungan
masyarakat, salah satunya adalah trauma kimia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dari mata ?
2. Apa pengertian dari trauma kimia pada mata ?
3. Apa etiologi dari trauma kimia pada mata ?
4. Bagaimana klasifikasi trauma kimia pada mata ?
5. Bagaimana patofisiologi pada trauma kimia pada mata ?
6. Bagaimana gejala klinis pada trauma mata ?
7. Bagaimana pemeriksaan pada trauma mata ?
8. Bagaimana penatalaksanaan pada trauma kimia pada mata ?
9. Bagaimana komplikasi pada trauma mata ?
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi Mata
Gambar Anatomi mata tampak melintang
Mata merupakan alat indra yang terdapat pada manusia. Secara konstan mata
menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada objek
yang dekat dan jauh serta menghasilkan gambaran yang kontinu yang dengan
segera dihantarkan ke otak. Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal
24 mm. Bola mata di bagian depan (kornea memiliki kelengkungan yang lebih
tajam, sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata
dibungkus oleh 3 lapisan, yaitu sklera, jaringan uvea, dan retina. Struktur lain dari
bola mata terdiri dari :
4
1) Sklera (bagian putih mata) : merupakan lapisan luar mata yang berwarna
putih dan relatif kuat. Merupakan jaringan ikat yang kenyal dan
memberikan bentuk pada mata.
2) Jaringan uvea: merupakan jaringan vaskular yang terdiri dari iris, badan
siliar, dan koroid. Jaringan uvea dan sklera dibatasi oleh ruang yang
potensial mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda paksa
(perdarahan suprakoroid).
3) Retina: merupakan lapisan yang terletak paling dalam dan mempunyai
susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapisan membran
neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf
optik dan diteruskan ke otak.
4) Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan
bagian luar sklera.
5) Kornea : struktur transparan yang menyerupai kubah yang tembus cahaya,
merupakan pembungkus dari iris, pupil dan bilik anterior serta membantu
memfokuskan cahaya. Merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata
depan dan secara histologis terdiri dari epitel, membran bowman, stroma,
membran descement, dan endotel.
5
a.
b. Gambar Histologi kornea4
6) Pupil : daerah hitam di tengah-tengah iris.
7) Iris : jaringan berwarna yang berbentuk cincin, menggantung di belakang
kornea dan di depan lensa. Iris memiliki kemampuan mengatur secara
otomatis masuknya cahaya ke dalam bola mata dengan cara merubah
ukuran pupil. Badan siliar merupakan susunan otot yang melingkar dan
mempunyai sistem ekskresi di belakang limbus.
8) Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung diantara humor aqueus
dan vitreus; berfungsi membantu memfokuskan cahaya ke retina.
9) Saraf optikus : kumpulan jutaan serat saraf yang membawa pesan visuil
dari retina ke otak.
10) Humor aqueus : cairan jernih dan encer yang mengalir diantara lensa dan
kornea (mengisi segmen anterior mata), serta merupakan sumber makanan
bagi lensa dan kornea; dihasilkan oleh prosesus siliaris.
6
11) Humor vitreus : gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di
depan retina (mengisi segmen posterior mata).
Bola mata terbagi menjadi 2 bagian, masing-masing terisi oleh cairan:
1) Segmen anterior : mulai dari kornea sampai lensa, berisi humor aqueus
yang merupakan sumber energi bagi struktur mata di dalamnya. Segmen
anterior sendiri terbagi menjadi 2 bagian (bilik anterior : mulai dari kornea
sampai iris, dan bilik posterior : mulai dari iris sampai lensa). Dalam
keadaan normal, humor aqueus dihasilkan di bilik posterior, lalu melewati
pupil masuk ke bilik anterior kemudian keluar dari bola mata melalui
saluran yang terletak ujung iris.
2) Segmen posterior : mulai dari tepi lensa bagian belakang sampai ke retina,
berisi humor vitreus yang membantu menjaga bentuk bola mata.
Mata mempunyai otot, saraf serta pembuluh darah. Beberapa otot bekerja
sama menggerakkan mata. Setiap otot dirangsang oleh saraf kranial tertentu.
Tulang orbita yang melindungi mata juga mengandung berbagai saraf lainnya,
yaitu:
1) Saraf optikus membawa gelombang saraf yang dihasilkan di dalam
retina ke otak
2) Saraf lakrimalis merangsang pembentukan air mata oleh kelenjar air
mata
3) Saraf lainnya menghantarkan sensasi ke bagian mata yang lain dan
merangsang otot pada tulang orbita.
Arteri oftalmika dan arteri retinalis menyalurkan darah ke mata kiri dan
mata kanan, sedangkan darah dari mata dibawa oleh vena oftalmika dan vena
retinalis. Pembuluh darah ini masuk dan keluar melalui mata bagian
belakang3.
7
Gambar 2.3 Otot-otot penggerak bola mata2
B. Pengertian Trauma Kimia pada Mata
1. Trauma asam
Trauma kimia asam pada mata merupakan salah satu
keadaan kedaruratan oftalmologi karena dapat menyebabkan
cedera pada mata, baik ringan, berat, bahkan sampai kehilangan
penglihatan. Trauma kimia asam pada mata disebabkan oleh
paparan bahan kimia yang bersifat asam yang dapat merusak
struktur bola mata tersebut.Trauma kimia asam diakibatkan oleh
zat asam dengan pH<7, dapat menyebabkan kerusakan struktur
bola mata. Tingkat keparahan trauma dikaitkan dengan jenis,
volume, konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat penetrasi dari zat
kimia asam tersebut5.
Trauma kimia asam dapat terjadi pada kecelakaan di
laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia asam,
pekerjaan pertanian, dan peperangan yang memakai bahan kimia
asam serta paparan bahan kimia asam dari alat-alat rumah tangga.
Setiap trauma kimia asam pada mata memerlukan tindakan segera.
Irigasi daerah yang terkena trauma kimia asam merupakan
tindakan yang harus segera dilakukan.
Trauma kimia asam bersifat lebih ringan dibandingkan
dengan trauma kimia basa karena cedera jaringan yang lebih fokus,
selain itu epitel kornea dapat memberikan perlindungan terhadap
asam lemah. Pada saat terkena bahan asam maka ion hidrogen akan
merubah pH permukaan, sedangkan anion terkait bereaksi dengan
epitel dan sel stroma superfisial untuk mengendapkan dan
mendenaturasi protein permukaan. Protein yang di gumpalkan
tersebut berfungsi sebagai penghalang superfisial dan mencegah
8
cedera intraokular. Asam kuat dapat menembus dan menghasilkan
pola cedera yang sebanding dengan sebuah luka bakar basa, seperti
kerusakan jaringan yang dalam pada mata yang mencapai pH 2,5
atau kurang.
2. Trauma Basa
Trauma basa merupakan rudapaksa mata yang disebabkan
oleh bahan kimia basa. Trauma basa biasanya lebih berat daripada
trauma asam, karena bahan-bahan basa memiliki dua sifat yaitu
hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara cepat untuk penetrasi
sel membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina.
Trauma basa akan memberikan iritasi ringan pada mata apabila
dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian dalam mata,
trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan
menembus kornea, kamera okuli anterior sampai retina dengan
cepat, sehingga sering berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa
akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia
basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses saponifikasi, disertai
dengan dehidrasi18.
Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau
rusaknya sel jaringan. Pada pH yang tinggi alkali akan
mengakibatkan saponifikasi disertai dengan disosiasi asam lemak
membran sel. Akibat saponifikasi tersebut, maka akan
mempermudah penetrasi lebih lanjut. Gangguan penyembuhan
epitel yang berkelanjutan dengan ulkus kornea akan
mengakibatkan terjadinya perforasi kornea. Kolagenase ini mulai
dibentuk 9 jam sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada hari
ke 12-21. Biasanya ulkus pada kornea mulai terbentuk 2 minggu
setelah trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti hanya bila
terjadi epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran
depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik mata depan
maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. Cairan mata
9
susunannya akan berubah, yaitu jumlah kadar glukosa dan askorbat
yang berkurang, padahal kedua unsur ini memegang peranan
penting dalam pembentukan jaringan kornea.
Gambar 2.4 Trauma kimia asam pada mata
C. Etiologi
1. Etiologi trauma asam
Trauma kimia asam biasanya disebabkan bahan-bahan yang
tersemprot atau terpercik pada wajah. Berikut ini merupakan penyebab
trauma kimia yang bersifat asam pada mata:
Komponen Aktif Sumber Utama Catatan
Asam sulfat (H2SO4) Pembersih industri, air
accu
Percampuran dengan air
mata menyebabkan
cedera panas, dapat
disertai dengan adanya
benda asing atau robekan
jaringan
Asam sulfit (H2SO3) - Terbentuk dari
percampuran sulfur
diokida (SO2) dengan
air mata
- Pengawet
Relatif lebih mudah
berpenetrasi
dibandingkan asam
lainnya
10
buah/sayuran
- Bahan pemutih
- Bahan pendingin
Asam hidrofluorik (HF) Bahan pemoles/pemutih
kaca, pemisah mineral,
alkilasi bensin, produksi
silicon
Mudah berpenetrasi dan
menyebabkan trauma
yang parah
Asam klorida (HCL) Digunakan sebagai larutan
31-38%
Kerusakan berat bila
konsentrasi pekat dan
pajanan kronis
Asam cuka
(CH3COOH)
Cuka 4-10%, cuka biang
80%, asam asetat glasial
90%
Trauma ringan bila
konsentrasi <10%,
kerusakan meningkat bila
konsentrasi pekat
Chromik (Cr2O3) Industri pelapisan krom Pajanan yang kronis
dapat menyebabkan
konjungtivitis kronis
dengan brown
discoloration
Trauma kimia asam yang paling parah disebabkan oleh asam
hidrofluorik karena berat molekulnya yang rendah dan ukurannya yang
kecil, fluroride akan menembus masuk ke stroma dan menyebabkan cedera
kornea serta segmen anterior. Asam sulfat merupakan penyebab trauma
kimia mata tersering. Asam sulfat bereaksi dengan air dan masuk ke dalam
robekan pre kornea untuk memproduksi panas yang mendestruksi epitel
kornea serta konjungtiva. Salah satu kejadian yang mengakibatkan luka
bakar asam sulfat adalah ledakan accu mobil, yang mungkin merupakan
penyebab tersering dari luka bakar kimia pada mata.
2. Etiologi trauma kimia basa
Beberapa bahan penyebab trauma kimia basa, antara lain:
a. Produk pembersih dalam rumah tangga (amoniak)
11
b. Pupuk (amoniak)
c. Shampoo, sabun
d. Semen, tiner, lem, kapur gamping
e. Freon/bahan pendingin lemari es
f. Sodium hidroksida
g. Potassium hidroksida
D. Klasifikasi
1. Trauma Asam
Trauma kimia asam dapat diklasifikasikan sesuai dengan derajat
keparahan yang ditimbulkan akibat bahan kimia penyebab trauma.
Klasifikasi ini juga bertujuan untuk penatalaksanaan yang sesuai
dengan kerusakan yang muncul serta indikasi penentuan prognosis.
Klasifikasi ditetapkan berdasarkan tingkat kejernihan kornea dan
keparahan iskemik limbus. Selain itu klasifikasi ini juga untuk menilai
patensi dari pembuluh darah limbus (superficial dan profundus).
Klasifikasi tingkat keparahan akibat rudapaksa kimia berdasarkan M.J.
Roper-Hall:
Tabel Klasifikasi Trauma Kimia
Gradasi Kornea Konjungtiva Prognosis
I Erosi kornea Iskemia (-) Baik
II Keruh, detail iris jelas Iskemia < ½
limbus
Baik
III Kerusakan epitel total, stroma
keruh, detail iris kabur
Iskemia 1/3 – ½
limbus
Kurang
baik
IV Keruh/putih, detail iris tak
tampak
Iskemia > ½
limbus
Jelek
12
a b
c d
Gambar 2.5 Derajat keparahan trauma kimia berdasarkan Roper-Hall
(a) Gradasi I; (b) Gradasi II; (c) Gradasi III; (d) Gradasi IV
2. Trauma Basa
Menurut klasifikasi Thoft, trauma basa dapat dibedakan dalam:
a. Derajat 1: hiperemi konjungtiva, dan keratitis pungtata.
b. Derajat 2: hiperemi konjungtiva dan hilang epitel kornea.
c. Derajat 3: hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan
lepasnya kornea.
d. Derajat 4: Konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%.
13
Gambar 2.11 Klasifikasi Trauma Kimia menurut Thoft20, (a) derajat 1, (b) derajat
2, (c) derajat 3, (d) derajat 4.
E. Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase,
yaitu fase kerusakan yang timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase
penyembuhan.Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat
diikuti oleh hal-hal berikut:
1) Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai
gangguan dan oklusi pembuluh darah pada limbus
2) Hilangnya stem cell limbus dapat berdampak pada vaskularisasi
dan konjungtivalisasi permukaan kornea atau menyebabkan
kerusakan persisten pada epitel kornea dengan perforasi dan ulkus
kornea bersih
3) Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan
kerusakan dan presipitasi glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea
4) Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat
menyebabkan kerusakan iris dan lensa
5) Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang
dibutuhkan untuk memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea
6) Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi
7) Proses penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-
proses berikut:
8) Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau
pergeseran dari sel-sel epithelial yang berasal dari stem cell limbus
9) Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit
sehingga terjadi sintesis kolagen baru.
F. Gejala Klinis
Terdapat gejala klinis utama yang muncul pada trauma kimia yaitu,
epifora, blefarospasme, dan nyeri berat. Trauma akibat bahan yang bersifat
asam biasanya dapat segera terjadi penurunan penglihatan akibat nekrosis
14
superfisial kornea. Sedangkan pada trauma basa, kehilangan penglihatan
sering bermanifestasi beberapa hari sesudah kejadian. Namun sebenarnya
kerusakan yang terjadi pada trauma basa lebih berat dibanding trauma
asam.
G. Pemeriksaan
Pemeriksaan yang seksama sebaiknya ditunda sampai mata yang
terkena zat kimia sudah terigasi dengan air dan pH permukaan bola mata
sudah netral. pH permukaan mata diperiksa dengan meletakkan secarik
kertas indikator di forniks. Obat anestesi topikal atau lokal sangat
membantu agar pasien tenang, lebih nyaman dan kooperatif sebelum
dilakukan pemeriksaan. Setelah dilakukan irigasi, pemeriksaan dilakukan
dengan perhatian khusus untuk memeriksa kejernihan dan keutuhan
kornea, derajat iskemik limbus, tekanan intra okular, konjungtivalisasi
pada kornea, neovaskularisasi, peradangan kronik dan defek epitel yang
menetap dan berulang
Pemeriksaan yang didapatkan umumnya, visus menurun, kelopak
mata bengkak kadang-kadang ada luka bakar, konjungtiva hiperemi,
kemosis, karena bahan kimia basa bisa terjadi iskemi dan nekrosis pada
konjungtiva dan sklera, tergantung dari berat ringannya keadaan. Kornea
edema, tes fluoresin (+) hingga kekeruhan kornea yang hebat21.
Selain itu juga bisa dilakukan pemeriksaan pH bola mata secara
berkala dengan kertas lakmus. Tujuan pemeriksaan kertas lakmus ini
adalah untuk mengetahui jenis bahan kimia dan sebagai media
pemeriksaan evaluasi hasil irigasi hingga pH normal, atau tidak.
Pemeriksaan bagian anterior mata dengan lup atau slit lamp bertujuan
untuk mengetahui lokasi luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek
juga dapat dilakukan. Pemeriksaan fluoresin tes untuk mengetahui adanya
defek pada kornea. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri
untuk mengetahui tekanan intraokular.
15
H. Penatalaksanaan
Penatalaksana trauma mata bergantung pada berat ringannya
trauma ataupun jenis trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat
tujuan utama dalam mengatasi kasus trauma okular, yaitu memperbaiki
penglihatan, mencegah terjadinya infeksi, mempertahankan struktur dan
anatomi mata, serta mencegah sekuele jangka panjang. Tata laksana
trauma kimia mencakup tata laksana secara umum dan secara khusus.
1. Tata Laksana Umum
a) Irigasi mata dan jaringan sekitar. Semua rudapaksa /trauma kimia
merupakan kasus emergensi/darurat, sebaiknya pertolongan
pertama mulai dilakukan pada tempat kejadian sesegera mungkin,
dengan cara mencuci/irigasi dengan air bersih (air mineral, air
sumur, air PDAM) sesering mungkin sebelum dirujuk ke rumah
sakit terdekat. Berikan anestesi lokal tetes mata diikuti irigasi
dengan aquades steril, cairan fisiologis (normal salin, ringer laktat)
secara manual, memakai spuit 20 cc disposable, atau secara drip /
continuousirrigation dengan infusion set. Irigasi selain ditujukan
pada kornea mata, juga untuk fornik superior/inferior, bila ada sisa
bahan kimia dapat dibersihkan dengan lidi kapas steril basah atau
pinset. Irigasi minimal 1 liter untuk masing-masing mata, untuk
bahan kimia asam irigasi dilakukan selama ½ jam.
b) Double eversi pada kelopak mata dilakukan untuk memindahkan
material yang terdapat pada bola mata. Selain itu tindakan ini dapat
menghindarkan terjadinya perlengketan antara konjungtiva
palpebral, konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks.
c) Debridemen pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik
sehingga dapat terjadi re-epitelisasi pada kornea. Selanjutnya
diberikan bebat (perban) pada mata dan artificial tear (air mata
buatan)
16
Gambar 2.6 Irigasi dan pembebatan pada mata
2. Tata laksana khusus berdasarkan fase peristiwa
a) Fase kejadian (immediate)
Tujuan tindakan pada fase ini yaitu menghilangkan material
bahan asam hingga sebersih mungkin. Tindakan yang dilakukan
antara lain:
- Irigasi (dengan cara sama seperti pada tata laksana umum)
- Diagnosis ditegakkan lewat anamnesis, gejala klinis, serta
pemeriksaan oftalmologis
b) Fase akut (sampai hari ke-7)
Tujuan tindakan pada fase ini adalah mencegah terjadinya
penyulit. Prinsip terapi dengan medikamentosa dan pembedahan.
Medikamentosa ditujukan untuk mempercepat proses reepitelisasi
kornea, mengontrol tingkat peradangan, mencegah infeksi
sekunder, mencegah peningkatan tekanan bola mata,
suplemen/antioksidan. Medikamentosa yang diberikan pada pasien
trauma kimia asam antara lain:
1) Steroid
17
Bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi
neutrophil. Namun pemberian steroid dapat menghambat
penyembuhan stroma dengan menurunkan sintesis kolagen
dan menghambat migrasi fibroblast. Untuk itu steroid hanya
diberikan secara inisial dan di-tappering off setelah 7-10 hari.
Dexametason 0,1% eye drop dan Prednisolon 0,1% eye drop
diberikan setiap 2 jam. Bila perlu dapat diberikan Prednisolon
IV 50-200 mg.
2) Sikloplegik
Untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia
anterior. Atropin 1% eye drop atau Scopolamin 0,25%
diberikan 2 kali sehari.
3) Asam askorbat (vitamin C)
Mengembalikan keadaan jaringan scorbutik dan
meningkatkan penyembuhan luka dengan membantu
pembentukan kolagen matur oleh fibroblast kornea. Natrium
askorbat 10% topical diberikan setiap 2 jam. Untuk dosis
sistemik dapat diberikan sampai dosis 2 gram per hari.
4) Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor
Untuk menurunkan tekanan intraocular dan mengurangi
resiko terjadinya glaukoma sekunder. Diberikan secara oral
Asetazolamid (Diamox) 500 mg.
5) Antibiotik
Diberikan untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis.
Tetrasiklin efektif untuk menghambat kolagenase,
menghambat aktivitas neutrophil dan mengurangi
pembentukan ulkus. Dapat diberikan bersamaan antara
topical dan sistemik.
6) Asam hyaluronik
Untuk membantu proses reepitelisasi kornea dan
menstabilkan barrier fisiologis. Asam sitrat menghambat
18
aktivitas neutrophil dan mengurangi reson inflamasi. Natrium
sitrat 10% topical diberikan setiap 2 jam selama 10 hari.
Tujuannya untuk mengeliminasi fagosit fase kedua yang
terjadi 7 hari setelah trauma.
Tindakan pembedahan terbagi atas pembedahan segera dan
pembedahan lanjut. Tindakan pembedahan segera merupakan
pembedahan yang sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi
limbus, mengembalikan populasi sel limbus dan mengembalikan
kedudukan forniks.
Tabel 2.3 Penatalaksanaan Fase II
Tindakan Gradasi I Gradasi II Gradasi III Gradasi IV
A - Bandage lens Bandage lens Bandage lens
B AB +
steroid
tetes 4-6x
Kortikosteroid
tetes 6x
Dexamethasone/
Prednisolon
tetes/jam
Dexamethasone/
Prednisolon
tetes/ 30 menit
C AB +
steroid
tetes 4-6x
Tetrasiklin
salep 4x
Doxysiklin
2x100mg
Tetrasiklin salep
4x
Doxysiklin
2x100mg
Tetrasiklin salep
4x
Doxysiklin
2x100mg
D - Timolol 0,5%
tetes 2x
Timolol 0,5%
tetes 2x
Asetazolamide
2x500mg
Timolol 0,5%
tetes 2x
Asetazolamide
2x500mg
E Sulfas
atropin
1% tetes
2x
Vitamin
C
Sulfas atropin
1% tetes 2x
Vitamin C
2000mg
Sulfas atropin
1% tetes 2x
Vitamin C
2000mg
Sulfas atropin
1% tetes 2x
Vitamin C
2000mg
19
4x500mg
F - - Nekrotomi +
graft
konjungtiva
limbus
Nekrotomi +
graft
konjungtiva
limbus
c) Fase pemulihan dini (early repair: hari ke-7 sampai dengan hari ke-21)
Tujuan tindakan pada fase ini yaitu membatasi tingkat penyulit.
Masalah yang dihadapi pada fase ini antara lain hambatan reepitelisasi
kornea, gangguan fungsi kelopak mata, hilangnya sel goblet, ulserasi
stroma hingga perforasi kornea. Prinsip dan tata laksana sama seperti fase
sebelumnya, disesuikan dengan kondisi pasien.
Tabel 2.4 Penatalaksanaan Fase III
Tindakan Gradasi I Gradasi II Gradasi III Gradasi IV
A Reepitelialisasi
sempurna
Reepitelialisasi
sempurna
Bandage lens
diteruskan
Bandage lens Bandage lens
B AB + steroid
tetes tapering
off
Kortikosteroid
tetes tapering
off
Dexamethasone/
Prednisolon
tetes tappoff/
stop, ganti
dengan:
NSAID tetes
(Indometason/
Diclofenax) 6x
Dexamethasone/
Prednisolon
tetes tappoff/
stop, ganti
dengan:
NSAID tetes
(Indometason/
Diclofenax) 6x
C AB + steroid
tetes tapering
off
Tetrasiklin
salep 2x
Doxysiklin
2x100mg
Tetrasiklin salep
2x
Doxysiklin
2x100mg
Tetrasiklin salep
2x
Doxysiklin
2x100mg
D - Peningkatan Peningkatan Timolol 0,5%
20
TIO (-) timolol
stop
TIO (-) timolol
stop
tetes 2x
Asetazolamid +
ion K diteruskan
E Uveitis (-) :
sulfas atropin
dihentikan
Uveitis (-) :
sulfas atropin
dihentikan
Vitamin C
2000 mg
Sulfas atropin
1% tetes 3x
Vitamin C 2000
mg/hari
Retinoic acid
salep 2x
Sulfas atropin
1% tetes 3x
Vitamin C 2000
mg/hari
Vitamin A dan
E
F - - Jaringan
nekrotik (+) :
eksisi
Fungsi kelopak
(+) : tarsoaphy
Jaringan
nekrotik (+) :
eksisi
Mukosa
bibir/amnion (+)
: stem cell
limbus / sklera/
facial
d) Fase pemulihan akhir (late repair: setelah hari ke-21)
Tujuan tindakan pada fase ini adaah rehabilitasi fungsi penglihatan.
Prinsipnya mempercepat proses reepitelisasi kornea atau optimalisasi
fungsi epitel permukaan.
Tabel 2.5 Penatalaksanaan pada Fase IV
Tindakan Gradasi I Gradasi II Gradasi III Gradasi IV
A Solcosery 3x Epiteliopati
(+) : Solcosery
4x
Epiteliopati (+) :
Solcosery 4x
Retinoic acid
1% 1x malam
Reepitelialisasi
(+) : bandage
lens diteruskan
B - NSAID tetes4x NSAID tetes 4x
Medroxy
progesteron 1%
NSAID tetes 4x
Medroxy
progesteron 1%
21
4x 4x
C - - - Tetrasiklin salep
4x
Doxyiklin
2x100mg
D - - - Peningkatan TIO
(-) : Timolol
0,5% tappoff
Asetazolamid +
ion K dihentikan
E - - - Uveitis (-) :
sulfas atropine
dihentikan
Vitamin C 2000
mg/hari
Vitamin A dan E
F - - - Graft
konjungtiva
limbus / terapetik
keratoplasti,
keratoprostesis
I. Komplikasi Trauma Mata
1. Trauma Asam
a) Komplikasi segera:
1. Glaukoma akut
Dapat terjadi 2-4 jam setelah trauma, hal ini karena adanya
pelepasan prostaglandin yang merangsang terjadinya uveitis
2. Ekspose kornea, perlunakan kornea
b) Komplikasi jangka panjang :
1. Simblefaron
22
Merupakan kelainan dengan gejala gerak mata terganggu,
diplopia, lagoftalmus, sehingga kornea dan penglihatan terganggu.
Dapat diatasi dengan simblefarektomi.
Gambar 2.7 Simblefaron
2. Sindrom mata kering (keratitis Sicca)
Sindrom mata kering diatasi dengan air mata buatan, lensa
kontak “bandage”, atau tarsorafi
Gambar 2.8 Keratitis sicca
3. Katarak traumatika
Dapat diatasi dengan ekstraksi lensa
23
Gambar 2.9 Katarak traumatika
4. Sikatrik kornea
Dapat diatasi dengan keratoplasti
Gambar 2.10 Sikatrik kornea8
5. Glaukoma sudut tertutup
Pasien mengeluhkan gejala khas yaitu tajam penglihatan
menurun, mata merah, nyeri pada mata yang mendapat serangan
yang berlangsung beberapa jam, melihat pelangi (halo) di sekitar
lampu, mual, dan muntah. Dapat diatasi dengan obat-obatan anti
glaukoma untuk menurunkan tekanan intraokuler serta tindakan
bedah iridektomi perifer atau trabekulektomi.
6. Entropion
Adalah kelopak mata yang terbalik atau membalik ke dalam
tepi jaringan, terutama tepi kelopak bawah. Entropion dapat terjadi
24
akibat senilitas, spasme, sikatriks. Dalam kasus trauma kimia asam
entropion terjadi akibat adanya spasme dan sikatriks.
2. Trauma Basa
Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma basa pada mata antara
lain :
a) Segera:
1) Kornea keruh, pembentukan jaringan parut, edema, neovaskuler
2) Glaukoma, luka bakar alkalis menyebabkan peningkatan tekanan
intraokular dengan segera karena terjadi kontraksi sklera dan
kerusakan anyaman trabekular Peningkatan tekanan sekunder (2-4
jam kemudian) terjadi akibat pelepasan prostaglandin, yang
berpotensi menimbulkan uveitis berat, tetapi sulit dipantau melalui
kornea yang opak.
3) Perlunakan kornea akibat perforasi akibat berlanjutnya aktivitas
kolagenase.
b) Jangka Panjang:
1) Simblefaron, adalah gejala gerak mata terganggu, diplopia,
lagoftalmus, sehingga kornea dan penglihatan terganggu. Trauma
kimia sedang samapai berat pada konjungtiva bulbi dan palpebra
dapat menyebabkan simblefaron (adhesi anatara palpebra dan
konjungtiva bulbi).
2) Keratitis Sika (Sindroma mata kering).
3) Sikatrik Kornea.
4) Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering
menyebabkan katarak. Komponen basa yang mengenai mata
menyebabkan peningkatan pHcairan akuos dan menurunkan kadar
glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi akut ataupun perlahan-
lahan. Trauma kimia asam sukar masuk ke bagian dalam mata maka
jarang terjadi katarak traumatik.
5) Entropion dan ptisis bulbi.
25
BAB III
KESIMPULAN
Trauma kimia pada mata dapat berasal dari bahan yang bersifat asam
dengan pH < 7 dan bahan yang bersifat basa dengan pH > 7. Trauma basa
biasanya memberikan dampak yang lebih berat dari pada trauma asam, karena
bahan-bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat
masuk secara cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke sudut mata depan,
bahkan sampai retina. Sementara trauma asam akan menimbulkan koagulasi
protein permukaan, dimana merupakan suatu barier pelindung sehingga zat asam
tidak penetrasi lebih dalam lagi. Gejala utama yang muncul pada trauma mata
adalah epifora, blefarospasme dan nyeri yang hebat. Trauma kimia merupakan
satu-satunya jenis trauma yang tidak memerlukan anamnesa dan pemeriksaan
yang lengkap.
Penatalaksanaan yang terpenting pada trauma kimia adalah irigasi mata
dengan segera samapai pH mata kembali normal dan diikuti dengan pemberian
obat terutama antibiotik, multivitamin, antiglaukoma, Selain itu dilakukan juga
upaya promotif dan preventif kepada pasien. Menurut data statistik 90% kasus
trauma dapat dicegah apabila dalam menjalankan suatu pekerjaan menggunakan
pelindung yang tepat.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Micheal D.Wagonerr, MD. 2010. Chemical Injuries of the Eye: Current Concepts in Pathophysiology and Therapy. ELSEVIER.
2. Maryono, Suparman. 2009. Penatalaksanaan Trauma Kimia pada Mata. Bandung: CSS.
3. Ilyas, Sidarta. 2010. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
4. Victor, P Eroschenko. 2010. Atlas Histologi Defiore. Jakarta: EGC.
5. Randleman, JB Bansal. 2014. Ophtalmologic Approach to Chemical Burns. AS: Medscape.
6. Supartoto, Agus. 2007. Trauma Mata dan Rekonstruksi. Dalam: Hartono, Suhardjo. Ilmu Kesehatan Mata. Jogjakarta: FK UGM.
7. Belin MW, Catalano RA, Scott JL. Burns of the eye. In: Catalano RA, Belin MW, editors. Ocular emergencies. Philadelphia: WB Saunders; 1992. p. 179–96.
8. Ilyas, Sidarta. 2008. Atlas Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
9. Gunawan, Wasidi. 2008. Kegawatdaruratan dalam Ilmu Penyakit Mata. Dalam: Purnasidha, Henry Ed. Clinical Update: Emergency Cases. Jogjakarta: Press Jogjakarta.
27