TUGAS AKHIR
KARAKTERISTIK SPASIAL LOKASI RETAIL MODERN
MINIMARKET DI KOTA MAKASSAR
DISUSUN OLEH :
ARDIANSYAH
D111 13 522
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
GOWA
2017
ii
iii
ABSTRAK
Persebaran minimarket di Kota Makassar mempunyai pola tersendiri dalam menangkap peluang pasarnya yang selanjutnya diolah oleh Sistem Informasi Geografis (SIG). Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi atau dengan kata lain suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Barus dan Wiradisastra, 2000). Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis pola persebaran minimarket di kota Makassar dan menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap persebaran minimarket, yang didukung oleh pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam menjelaskan keberadaan minimarket yang kebanyakan beraglomerasi di satu lokasi. Pengelompokan titik pola persebaran Clustered Point Process merupakan persebaran Minimarket yang terjadi di Kota Makassar. Clustered Point Process adalah sangat banyak kuadran yang kosong, sangat sedikit kuadran yang memiliki satu atau dua titik dan beberapa kuadran mempunyai banyak titik. Dan dengan menggunakan SPSS (Statistical Package for
the Social Sciences) diketahui bahwa Jumlah Bangunan menjadi faktor utama persebaran Minimarket. Dari hasil penelitian ini menunjukan analisis spasial berupa Buffer, Heatmap, Voronoi dan Interpolasi.
Kata Kunci: Sistem Informasi Geografis, Retail Modern Minimarket, Open Street Map, Quantum GIS
ABSTRACT
The minimarket spread in Makassar City has its own pattern in capturing market opportunity which further processed by Geographic Information System (GIS). Geographic Information System (GIS) is an information system designed to work with spatial or geo-coordinated reference data or in other words a GIS is a database system with special ability to handle spatial reference data simultaneously with a set of work operations (Barus and Wiradisastra, 2000). This paper aims to analyze the pattern of minimarket distribution in Makassar city and analyze the factors that influence the minimarket distribution, supported by the use of Geographic Information System (GIS) in explaining the existence of minimarket which mostly agglomerated in one location. Clustered Point Process Clustered Point Process is divided into Minimarket in Makassar. Clustered Point Process is so many empty quadrants, very few quadrants have one or two dots and some quadrants have multiple dots. And by using SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) it is known that Building Number is the main factor of Minimarket distribution. From the results of this study shows the spatial analysis of Buffer, Heatmap, Voronoi and Interpolasi.
Keywords: Geographic Information System, Modern Minimarket Retail, Open Street Map, QuantumGIS
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat
rahmat, karunia serta izinnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir
yang berjudul ”KARAKTERISTIK SPASIAL LOKASI RETAIL MODERN
MINIMARKET DI KOTA MAKASSAR”. Tugas akhir ini disusun sebagai
salah satu syarat yang diajukan untuk menyelesaikan studi pada Program Studi
Teknik Sipil, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin.
Salawat dan taslim senantiasa tercurah kepada Nabiyullah Muhammad SAW
bersama keluarga serta para sahabat beliau yang merupakan sumber ilmu
pengetahuan dan hikmah.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selesainya tugas akhir ini berkat
bantuan dari berbagai pihak, utamanya dosen pembimbing :
Pembimbing I : Dr. Ir. Syafruddin Rauf, MT
Pembimbing II : Ir. Achmad Faizal Aboe, MT
Atas keikhlasannya meluangkan waktu, memberikan petunjuk, saran, tenaga dan
pemikirannya sejak awal perencanaan penelitian hingga selesainya penyusunan
tugas akhir ini.
Dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan terima kasih
serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Ayahanda tercinta H. Achmad Jusri Ibunda tercinta Hj. Endang Susilawati
yang tiada henti-hentinya memberikan perhatian, kasih sayang, dorongan,
motivasi dan iringan do’a yang tulus serta memberikan bantuan moril
v
maupun material sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di
bangku kuliah. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan segala rahmat
dan hidayah-Nya atas mereka..
2. Bapak Dr. Ing. Ir. Wahyu H. Piarah, MS, ME., selaku Dekan Fakultas
Teknik Universitas Hasanuddin.
3. Bapak Dr. Ir. Muhammad Arsyad Thaha, M.T., selaku Ketua Jurusan
Teknik Sipil Universitas Hasanuddin.
4. Bapak Dr. Ir. H. Mubassirang Pasra, M.T., selaku Kepala Laboratorium
Transportasi Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin. Serta rekan-
rekan Lab Riset Transportasi dan Bapak Kanrasman, S.Sos., selaku
Laboran Laboratorium.
5. Seluruh dosen, staf dan karyawan Fakultas Teknik Jurusan Sipil
Universitas Hasanuddin.
6. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 2013 Fakultas Teknik khususnya
Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin, terima kasih atas
kebersamaan, suka duka yang selalu kita lewati bersama selama proses
perkuliahan.
7. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan bapak, ibu dan teman -
teman dengan berlipat ganda. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kepada para pembaca kiranya
dapat memberikan sumbangan pemikiran demi kesempurnaan tugas akhir ini.
vi
Akhir kata, penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan semua pihak yang memerlukannya.
Gowa, Agustus 2017
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN. .......................................................................... ii
ABSTRAK ...................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 4
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 4
1.4 Batasan Penelitian ............................................................................ 5
1.5 Sistematika Penulisan ....................................................................... 5
BAB II TUJUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum ................................................................................ 7
2.2 Konsep dan Definisi Retail ............................................................... 8
2.2.1 Aturan dan Undang-Undang .................................................... 9
2.2.2 Faktor Pemilihan Lokasi Retail Modern ................................. 11
2.3 Sistem Informasi Geografis (SIG) .................................................... 15
2.3.1 Analisis Spasial ....................................................................... 19
2.4 Jalan ................................................................................................. 21
2.4.1 Pengertian Jalan ....................................................................... 21
viii
2.4.2 Klasifikasi Jalan ..................................................................... 22
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Tahap Penelitian ............................................................................... 24
3.2 Kerangka Penelitian .......................................................................... 24
3.3 Gambaran Persiapan Lokasi & Alat Penelitian ................................ 26
3.4 Pengumpulan Data ............................................................................ 26
3.4.1 Data Primer ............................................................................. 27
3.4.1 Data Sekunder ........................................................................ 27
3.5 Pengolahan Data ............................................................................... 27
3.6 Metode Analisis ................................................................................ 28
3.6.1 Analisis Spasial ....................................................................... 28
3.7 Gambaran Umum Lokasi Penelitian................................................. 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Lokasi Retail Modern ....................................................................... 31
4.2 Demografi ......................................................................................... 35
4.2.1 Populasi Penduduk Makassar .................................................. 35
4.2.2 Kepadatan Penduduk ............................................................... 37
4.3 Indeks Minimarket ............................................................................ 39
4.3.1 Indeks Minimarket dengan Jaringan Jalan .............................. 39
4.3.2 Indeks Minimarket dengan Luas Wilayah ............................... 40
4.4 Analisis Lokasi Minimarket ............................................................. 41
4.4.1 Analisis Kepadatan Minimarket ............................................... 41
4.4.2 Analisis Minimarket di Jalan Arteri ......................................... 43
ix
4.4.3 Analisis Wilayah Minimarket ................................................... 46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 52
5.2 Saran ................................................................................................. 53
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Faktor Kunci dalam pemilihan lokasi bagi retail ............................. 13
Tabel 2.2 Klasifikasi jalan raya menurut kelas jalan ....................................... 23
Tabel 2.3 Klasifikasi Menurut Medan Jalan .................................................... 24
Tabel 3.1 Peralatan yang akan digunakan untuk penelitian ............................. 26
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Contoh Buffer ............................................................................. 20
Gambar 2.2 Contoh Diagram Voronoi ........................................................... 21
Gambar 3.1 Skema Alur Penelitian ................................................................ 25
Gambar 3.2 Peta Kota Makassar .................................................................... 30
Gambar 4.1 Peta Lokasi Alfamart/Alfamidi di Kota Makassar ..................... 31
Gambar 4.2 Peta Lokasi Indomaret di Kota Makassar ................................... 32
Gambar 4.3 Jumlah Minimarket di Kota Makassar ....................................... 34
Gambar 4.4 Populasi Kota Makassar ............................................................. 36
Gambar 4.5 Peta Heatmap Building Makassar .............................................. 36
Gambar 4.6 Diagram Batang Kepadatan Perkecamatan ................................ 37
Gambar 4.7 Diagram Batang Kepadatan Perkelurahan .................................. 37
Gambar 4.8 Peta Kepadatan Penduduk .......................................................... 38
Gambar 4.9 Rasio Jumlah Minimarket dengan Panjang Jalan ....................... 39
Gambar 4.10 Rasio Jumlah Minimarket dengan Luas Wilayah ..................... 41
Gambar 4.11 Peta Heatmap Lokasi Alfamart/Alfamidi ................................. 42
Gambar 4.12 Peta Heatmap Lokasi indomaret ............................................... 42
Gambar 4.13 Jumlah Minimarket pada jalan Arteri Perkilo Meter ................ 43
Gambar 4.14 Peta Sebaran Lokasi Minimarket di Jalan Arteri ...................... 44
Gambar 4.15 Jumlah Minimarket di Jalan Arteri ........................................... 46
Gambar 4.16 Diagram Voronoi Lokasi Alfamart/Alfamidi ........................... 47
Gambar 4.17 Luas Wilayah Lokasi Alfamart/Alfamidi ................................. 47
Gambar 4.18 Diagram Voronoi Lokasi Indomaret......................................... 48
xii
Gambar 4.19 Luas Wilayah Lokasi Indomaret .............................................. 48
Gambar 4.20 Diagram Voronoi Lokasi Alfamart/Alfamidi & Indomaret ..... 49
Gambar 4.21 Luas Wilayah Lokasi Alfamart/Alfamidi & Indomaret ........... 49
Gambar 4.22 Interpolasi Minimarket & Bangunan ........................................ 50
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kota merupakan pusat kegiatan penduduk, yang terdiri dari kegiatan
pemerintahan hingga kegiatan sosial budaya, seperti pusat perdagangan, pusat
industri, pusat pertumbuhan, simpul distribusi, wilayah modal dan pusat
permukiman. Dari sudut pandang ekonomi, bahwa pertumbuhan ekonomi suatu
kota merupakan faktor pendorong terhadap berkembangnya kota tersebut. Faktor
yang bersifat ekonomi merupakan penyebab terpenting dari timbulnya urbanisasi
dan perkembangan kota (Sukirno, 2000).
Perkembangan ekonomi suatu kota akan menimbulkan multi effect
terhadap bidang perekonomian lainnya, seperti tumbuhnya industri-industri
pendukung, transportasi, jasa-jasa untuk melayani pertumbuhan ekonomi,
bangunan-bangunan gedung, gudang, rumah tempat tinggal, dan fasilitas-fasilitas
kota, dimana semua ini membutuhkan ruang yang tidak sedikit dan memerlukan
penambahan-penambahan lokasi baru untuk menunjang aktivitas suatu kota.
Perkembangan Kota Makassar pada saat ini dapat dilihat dari peningkatan
pergerakan orang dan barang. Salah satu hal yang menunjukkan perkembangan
Kota Makassar adalah pendirian ritel modern yang semakin menjamur di jalan
arteri, jalan kolektor dan jalan arteri yang menuju pusat kota. Ritel modern
merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang cenderung terletak di kawasan
perkotaan. Kawasan perkotaan memberikan peluang dalam mendirikan unit ritel
2
modern karena di dalamnya terdapat fasilitas-fasilitas lain yang mendukung
adanya ekspansi ritel modern.
Pertumbuhan ritel modern yang cukup pesat terjadi setelah
dicanangkannya era otonomi daerah. Pendirian ritel modern yang berkapasitas
besar (minimarket, supermarket dan hypermarket) merupakan salah satu sumber
bagi pemerintah Kabupaten dan Kota untuk meningkatkan pendapatan asli
daerahnya. Menjamurnya persebaran ritel modern (minimarket) di permukiman
penduduk dan di kawasan pinggiran kota-kota besar di Indonesia merupakan salah
satu bukti nyata.
Pada perkembangan selanjutnya, persebaran minimarket tersebut sudah
sampai ke kota-kota kecil di Indonesia. Masuknya minimarket ini memberi warna
baru dalam sarana perdagangan di kota-kota kecil. Selama ini, masyarakat di kota-
kota kecil melakukan aktivitas berbelanja di warung tradisional dengan fasilitas
yang terbatas namun dengan kehadiran minimarket, masyarakat diperkenalkan
dengan konsep berbelanja yang nyaman dan visualisasi barang yang menarik.
Tujuan berbelanja menjadi tidak hanya mencari barang yang dibutuhkan namun
juga terdapat orientasi “rekreasi”(Ma’ruf, 2006).
Minimarket merupakan salah satu bentuk sarana perdagangan yang
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan individu maupun keluarga. Pada umumnya
minimarket berlokasi di dekat permukiman penduduk yang merupakan target
pasarnya (Jones and Simmons, 1990). Persebaran minimarket di kota-kota kecil
ini mempunyai pola tersendiri dalam menangkap peluang pasarnya. Tulisan ini
bertujuan untuk mengamati pola persebaran minimarket tersebut di kota-kota
3
kecil dan menjelaskan secara deskriptif pola persebaran minimarket khususnya di
kota-kota kecil mengeksplorasi teori central place yang diperkenalkan pertama
kali oleh Christaller (1933), yang didukung oleh teori ekonomi aglomerasi ritel
dalam menjelaskan keberadaan minimarket yang kebanyakan beraglomersi di satu
lokasi.
Dari uraian diatas diketahui adanya perkembangan minimarket di suatu
lokasi dan tidak pada lokasi lain maka penulis dalam penelitian ini tertarik
mengambil judul “Karakteristik Spasial Lokasi Retail Modern Minimarket Di
Kota Makassar” Dengan penelitian ini diharapkan dapat mengidentifikasi dan
melihat kecenderungan, faktor-faktor yang mendorong pemilihan persebaran
lokasi retail modern di Kota Makassar.
Kota Makassar tidak terlepas dari maraknya pembukaan gerai-gerai
minimarket. Minimarket tersebut merupakan lokasi bangkitan dan tarikan
lalulintas. Hal tersebut dapat menyebabkan permasalahan transportasi seperti
kemacetan lalu lintas, polusi suara dan polusi udara. Dampak lainnya adalah bila
lokasi minimarket tersebut berdekatan dengan lokasi pasar tradisional. Hal
tersebut akan berdampak pada pasar tradisional dalam hal besarnya omset dan
pelanggan. Pemilihan lokasi diduga erat kaitannya dengan kepadatan penduduk
dan tersedianya jarangan jalan yang memadai.
Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan bisnis yang akhir-akhir ini
begitu meningkat diberbagai wilayah di Indonesia, sangat didukung jika dibarengi
dengan perkembangan dan pertumbuhan tata ruang dan sarana prasarana
transportasi yang memadai. Salah satu bukti yang terjadi di Kota Makassar,
4
sebagai kota terbesar di Sulawesi dari pertumbuhan ekonomi dan
perdagangannya, menjadikan kota ini sebagai target market dari industri retail
modern untuk melakukan ekspansi pasar. Terkait dengan mekanisme regulasi
daerah, khususnya di Kota Makassar yang mengatur tentang zoning bagi retail
modern, sampai saat ini belum ada produk hukum yang mengaturnya. Meskipun
beberapa permasalahan muncul, terkait dengan lokasi retail dan sistem
transportasi yang salah satunya menjadi hambatan samping di beberapa ruas jalan
arteri, namun sejauh ini permasalahan ini belum direspon secara khusus oleh
Pemkot Makassar.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, dimana pasar modern menunjukkan
pertumbuhan yang dapat menekan pasar tradisional dan kecenderungan
sentralisasi dari pusat perbelanjaan dan lokasi retail, maka dalam penelitian ini
mencoba menganalisis:
1. Bagaimana pola sebaran retail Minimarket di kota Makassar?
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi persebaran Minimarket di kota
Makassar?
1.3. Tujuan penelitian
Untuk menjawab rumusan masalah penelitian tersebut di atas, maka
peneliti mempunyai tujuan penelitian sebagai berikut :
1. Menganalisis pola sebaran retail modern Minimarket di Kota Makassar
dengan pendekatan spasial
5
2. Menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap persebaran Minimarket di
kota Makassar
1.4. Batasan Masalah
Untuk menghindari pembahasan yang meluas dari rumusan masalah maka penulis
memberikan batasan masalah. Adapun batasan masalah yang digunakan meliputi :
1. Lokasi penelitian dilakukan di Kota Makassar
2. Survei hanya di lakukan pada lokasi retail modern Minimarket pada bulan
Januari 2017
1.5. Sistematika Penulisan
Penulisan tugas akhir ini terdiri dari beberapa bab, dimana masing-masing
bab membahas tinjauan yang berbeda. Untuk lebih jelasnya, sistematika penelitian
ini adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan latar belakang penulisan tugas akhir, indentifikasi
permasalahan, maksud dan tujuan, batasan kegiatan yang meliputi item-item yang
akan dibahas dalam penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : STUDI PUSTAKA
Bab ini berisi teori – teori yang berhubungan dengan penelitian kami yang
diperoleh dari literatur.
BAB III : METODE PENELITIAN
6
Bab ini merupakan bahan mengenai tahapan, pengumpulan data, variable yang
digunakan dan pemilihan lokasi.
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini membahas tentang hasil analisis perhitungan data – data yang diperoleh
dari studi tinjauan serta pembahasan dari hasil analisis yang diperoleh.
BAB V : PENUTUP
Bab ini mencakup rangkuman spesifikasi teknis dan khusus beserta saran-saran
yang terkait dengan materi penyusunan laporan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Umum
Pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi dari hari–kehari berimplikasi
pada kebutuhan akan sarana dan prasarana penunjang yang semakin
meningkat. Selain itu juga pertumbuhan jumlah penduduk ini juga berimplikasi
pada mobilisitas penduduk yang semakin tinggi. Pembangunan retail guna
pemenuhan kebutuhan sehari hari bagi masyarakat.
Dalam industri retail, terdapat dua kunci utama dalam kesuksesan retail,
yaitu faktor lokasi dan inventory. Dari 2 faktor ini, faktor lokasi memegang
peranan kunci dalam menentukan kesuksesan retail. Utami (2006:60),
menyebutkan lokasi adalah faktor utama dalam pemilihan toko konsumen.
Faktor lokasi juga merupakan salah satu tangible asset yang menjadi distinctive
capability (kapabilitas yang unik dan susah ditiru oleh pesaing) bagi perusahaan
dalam bersaing.
Kegiatan perdagangan (retail) termasuk kegiatan tersier yang merupakan
kegiatan pelayanan seperti distribusi dan pertukaran barang. Setiap konsumen
menginginkan lokasi yang mudah dijangkau dengan perjalanan seminimal
mungkin untuk mengunjungi pusat perbelanjaan. Untuk itu lokasi yang dipilih
mensyaratkan tingkat aksesibilitas yang tinggi. Sejalan dengan perkembangan
8
tingkat pendapatan dan pendidikan masyarakat yang pada akhirnya
mempengaruhi pola belanja, kegiatan bisnis eceran modern di Indonesia
menunjukkan perkembangan yang pesat
2.2 Konsep dan Defenisi Retail
Perkembangan dunia bisnis belakangan ini sangat mendukung
perkembangan bagi para retailer yang berada di pasar, terutama para retailer
besar. Meningkatnya tingkat konsumsi dan hasrat berbelanja masyarakat
membuat industri ini semakin dilirik oleh para pelaku bisnis. Retail adalah suatu
penjualan dari sejumlah kecil komoditas kepada konsumen. Retail berasal dari
Bahasa Perancis diambil dari kata retailer yang berarti “memotong menjadi kecil-
kecil” (Risch,1991:2). Berikut ini definisi retailing menurut beberapa ahli:
1. Menurut Levy dan Weitz (2001:8) “Retailing adalah satu rangkaian
aktivitas bisnis untuk menambah nilai guna barang dan jasa yang dijual
kepada konsumen untuk konsumsi pribadi atau rumah tangga”. Jadi
konsumen yang menjadi sasaran dari retailing adalah konsumen akhir
yang membeli produk untuk dikonsumsi sendiri.
2. Menurut Berman dan Evans (2001:3) “Retailing merupakan suatu usaha
bisnis yang berusaha memasarkan barang dan jasa kepada konsumen
akhir yang menggunakannnya untuk keperluan pribadi dan rumah
tangga”. Produk yang dijual dalam usaha retailing adalah barang, jasa
maupun gabungan dari keduanya.
9
3. Menurut Kotler (2000:502) retailing yaitu: “Penjualan eceran meliputi
semua aktivitas yang melibatkan penjualan barang atau jasa pada
konsumen akhir untuk dipergunakan yang sifatnya pribadi, bukan bisnis”.
4. Menurut Gilbert (2003:6) Retail adalah semua usaha bisnis yang secara
langsung mengarahkan kemampuan pemasarannya untuk memuaskan
konsumen akhir berdasarkan organisasi penjualan barang dan jasa
sebagai inti dari distribusi.
Berdasarkan definisi-definisi retailing di atas, maka penulis dapat
merumuskan beberapa hal mengenai retailing, yaitu:
1) Retailing atau usaha eceran adalah mata rantai terakhir dari saluran
distribusi.
2). Retailing mencakup berbagai macam aktivitas, namun aktivitas yang
paling pokok adalah kegiatan menjual produk secara langsung kepada
konsumen.
3). Produk yang ditawarkan dapat berupa barang, jasa atau kombinasi
keduanya.
4). Pasar sasaran atau konsumen yang menjadi target adalah konsumen non
bisnis, yaitu yang mengkonsumsi produk atau kebutuhan pribadi dan
rumah tangga.
10
2.2.1 Aturan dan Undang Undang
Adapun peraturan dan undang-undang yang mengatur tentang retail
modern, yaitu:
1. Keppres No. 99 Tahun 1998 tentang bidang/jenis usaha yang dicadangkan
untuk usaha kecil dan bidang/jenis usaha yang terbuka untuk usaha
menengah atau usaha besar dengan syarat kemitraan (Keppres ini
sekarang sudah tidak berlaku lagi).
2. Keppres No. 96 Tahun 2000 tentang bidang usaha tertutup dan terbuka
bagi penanaman modal asing. Dalam regulasi tersebut, usaha
perdagangan eceran merupakan salah satu bidang usaha yang terbuka
bagi pihak asing (Keppres ini sekarang sudah tidak berlaku lagi).
3. Perpres No. 77 Tahun 2007 tentang daftar bidang usaha yang tertutup
dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman
modal. Di mana dalam Perpres tersebut disebutkan kepemilikan asing
diperbolehkan 100% untuk perdagangan besar, yaitu bidang usaha mall,
supermarket, department store, pusat perbelanjaan, dan hypermarket.
Sementara itu usaha ritel yang tertutup untuk asing adalah perdagangan
eceran, mencakup kaki lima, eceran keliling, eceran luar supermarket,
department store, toserba, community store, convenience store,
minimarket, hingga eceran melalui media.
4. Perpres No. 112 Tahun 2007 pasal 5 ayat 1 dan 2, sebagai berikut:
11
a. Perkulakan hanya boleh berlokasi pada atau pada akses sistem
jaringan jalan arteri/kolektor primer atau arteri sekunder
b. Hypermarket & pusat perbelanjaan :
1. Hanya boleh berlokasi pada atau pada akses sistem jaringan jalan
arteri atau kolektor dan
2. Tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lokal/lingkungan di
dalam kota/perkotaan
3. Supermarket dan Department Store :
Tidak boleh berlokasi pada sistem jaringan jalan lingkungan;
Tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lingkungan di dalam
kota/perkotaan
4. Minimarket boleh berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan,
termasuk sistem jaringan jalan lingkungan pada kawasan pelayanan
lingkungan (perumahan) di dalam kota/perkotaan
2.2.2. Faktor Pemilihan Lokasi Retail Modern
Pemilihan lokasi yang tepat sangat menentukan kesuksesan ekonomi dari
suatu proyek retail dan lokasi yang cocok bagi shopping center sangat sulit untuk
ditemukan. Dalam menyeleksi suatu lokasi, apakah itu bagi retail skala kecil
(small neighbourhood) atau sampai dengan retail skala besar (super regional
12
shopping center), perlu mempertimbangkan kombinasi terbaik dari beberapa
karateristik, sebagai berikut: (Klimert, 2004:75-79).
1. Demographics. Beberapa indikator penting dari faktor demografi adalah
pertumbuhan populasi, tingkat pendapatan dari populasi, yang tercermin
dari variabel usia, keberagaman etnic, profil psikografi dan kondisi
aktivitas harian dan petang dari populasi.
2. Location and distance. Suatu analisis dari kondisi eksisting dan kondisi
persaingan yang akan datang adalah bagian dari setiap proses pemilihan
lokasi.
Neigbourhood center : idealnya memiliki jarak ½ mil tergantung
tujuan dan karakter dari area pemukiman.
Community center : memiliki cakupan area 3-5 mil dari lokasi.
Regional center : memiliki cakupan jarak 8 mil atau lebih dari lokasi
retail.
3. Access
Neigbourhood center : seyogyanya memiliki akses dari jalan kolektor.
Community center : seyogyanya dilokasikan pada akses major
thorough fares Community center seyogyanya aksesibel terhadap
area perdagangan.
Regional center : seyogyanya berlokasi pada area yang mudah
diakses dari interchange point antara express ways dan freeways.
13
4. Visibility. Visibilitas yang baik dapat mempengaruhi aksesibilitas.
Pengemudi mobil di lalu lintas lokal harus dapat melihat dengan mudah
lokasi retail.
5. Size
6. Topography. Kondisi/jenis tanah dan sudut kemiringan tanah yang
berpengaruh terhadap cost capital dari proyek retail.
7. Utilities. Akses yang mudah terhadap sumber daya air, gas dan listrik.
8. Surroundings. Lokasi disekitar retail seyogyanya mempertimbangkan
aspek visual, noise dan polusi dari lalu lintas aktivitas retail berlokasi.
9. Environmental impacts
10. Zoning
11. Financial benefits to the community
Jones and Simmons (1993:304), mendefinisikan beberapa faktor kunci
dalam pemilihan lokasi bagi retail. Faktor-faktor tersebut adalah:
Tabel 2.1 Pemilihan Lokasi : Faktor Kunci
Kelas dari variabel Penjelasan Indikator
Variabel Situasi
Ukuran Tanah yang
digunakan
Dicirikan dengan
atribut non
demografi dari area
umum disekitar toko
dalam satuan angka
atau bentuk kategori
- Rata-rata lalu
lintas harian dari
rute dengan akses
langsung terhadap
lokasi retail.
14
lain.
- Jarak terhadap
pemberhentian
transportasi umum
terdekat.
- Banyaknya tenaga
kerja dalam 10
menit jalan dari
lokasi.
- Penerimaan batas
skala minimum dari
area umum untuk
retail.
Variabel
sosioekonomi dan
demografi
Umumnya variabel
yang didasarkan
pada sensus yang
diartikan untuk
menangkap tingkat
dari permintaan
potensial dalam area
perdagangan atau
area yang dinginkan
dari suatu toko.
- Jumlah dari
rumah tangga.
- Rata-rata
pendapatan.
- Persentase
rumah tangga
yang memiliki anak.
- Persentase
15
pekerja profesional.
Variabel persaingan
- Jumlah pesaing
utama dlm radius 1
km
- Jumlah pesaing
sekunder dlm radius
2 km
Lokasi
Variabel Lokasi
Jumlah atau
gambaran yang
dikategorikan dari
daya tarik secara
relatif dari lokasi itu
sendiri dan
perbaikan terhadap
lokasi.
- Tipe dari lokasi
(free standing atau
di shopping center).
- Ukuran dari
lokasi (meter
persegi).
- Visibility dari
lokasi
(kenampakan).
- Luasan dari
tempat parkir dari
lokasi.
Variabel instrumen
yang lain
Atribut dari kondisi
toko sekarang, yang
mana untuk toko
baru di bawah
kendali secara
langsung dari
manajemen.
- Indek dari
mutu manajemen
persediaan.
16
- Rasio dari ruang
display terhadap
ruang terbuka.
Sumber : (Lea, 1989, dalam Jones and Simmons, 1993: 304)
2.3. Sistem Informasi Geografis (SIG)
Peta dapat berupa data dan data pula sebagai informasi. Peta merupakan
data dalam kaitannya aspek analisis keruangan dimana barisnya adalah data
keruangan, sekumpulan data spasial yang telah dapat kemudian dianalisis
menjadi peta, maka peta tersebut merupakan informasi, misalnya telah
dilakukan analisis ovelay (tumpangan susun) antara satu data spasial dengan
data spasial lainnya. Ovelay merupakan fungsi analisis spasial dalam sistem
informasi geografi yang menghasilkan data spasial baru dari minimal data spasial
yang menjadi masukannya. Semua data spasial ini akan digabungkan menjadi
satu, membentuk sebuah data spasial yang baru, jadi didalam sistem informasi
geografi (GIS) data spasial ini digambarkan dalambentuk layer dan pada ovelay
layer-layer yang telah dibuat akan digabung menjadi satu layer yang memuat
data spasial baru.
Dalam kaitannya dengan pemahaman data dan informasi keruangannya
pada hakikatnya peta adalah suatu alat peraga untuk menyampaikan sebuah ide,
yang dapat berupa gambaran suatu daerah (topografi), penyebaran penduduk,
jaringan jalan, dan semua hal-hal yang berhubungan dengan kedudukan dalam
17
ruang. Karena berfungsi sebagai alat peraga maka peta akan dengan mudah
mengetahui data/fakta yang berkaitan dengan keruangan, legenda judul, skala
indeks peta tersebut. Peta dapat diartikan juga sebagai gambaran dari data atau
fakta yang bersifat keruangan yang diwakili dalam bentuk titik, garis dan poligon.
Tujuan pembuatan peta akan menunjukkan jenis peta tersebut. Misalnya peta
kota Makassar, maka dibuat peta digitasi pemetaan kota makassar yang
memberikan informasi yang dibutuhkan dalam peta tersebut. Adapun
persyaratan-persyaratan geometrik yang harus dipenuhi suatu peta sehingga
menjadi peta yang ideal adalah:
Jarak antara titik-titik yang terletak diatas peta harus sesuai dengan
jarak aslinya dipermukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala
tertentu).
Luas suatu unsur yang direpresentasikan diatas peta harus sesuai
dengan luas sebenarnya (juga dengan mempertimbangkan skalanya).
Sudut atau arah suatu garis yang di representasikan diatas peta harus
sesuai dengan arah yang sebenarnya (seperti dipermukaan bumi).
Bentuk suatu unsur yang direpresentasikan di atas peta harus sesuai
dengan bentuk yang sebenarnya (juga dengan mempertimbangkan
faktor skalanya).
Pada kenyataannya, merupakan hal yang tidak mungkin menggambarkan
sebuah peta yang dapat memenuhi semua kriteria diatas, karena permukaan
18
bumi itu sebenarnya melengkung, sehingga pada saat melakukan proyeksi dari
bentuk permuakan bumi yang melengkung tersebut kedalam bidang datar
(kertas) akan terjadi distorsi. Oleh karena itu, maka akan ada kriteria yang tidak
terpenuhi, prioritas kriteria dalam melakukan proyeksi peta tergantung pada
penggunaan peta tersebut dilapangan, misalnya peta yang digunakan untuk
perencanaan jaringan jalan.
Dalam bidang geodesi (pemetaan), secara khusus proyeksi peta bertujuan
untuk memindahkan unsur-unsur titik, garis dan sudut dari permukaan bumi
(ellipsoid) kebidang datar menggunakan rumus-rumus proyeksi peta sehingga
tercapai kondisi yang diinginkan. Kondisi yang dimaksud merupakan ciri-ciri
unsur asli yang tetap dipertahankan, yaitu :
Jarak-jarak diatas peta akan tetap sama dengan jarak-jarak
sebagaimana dipermukaan bumi (dengan memperhitungkan faktor
skala peta), proyeksi ini disebut sebagai proyeksi ekuidistan ;
Sudut atau arah (bentuk unsur) diatas peta akan tetap sama dengan
sudut atau arah (bentuk unsur) sebagaimana dipermukaan bumi,
proyeksi ini disebut sebagai proyeksi konform;
Luas unsur diatas peta akan tetap sama dengan luas unsur
sebagaimana dipermukaan bumi (dengan juga menghitung faktor
skala peta) proyeksi ini disebut proyeksi ekuivalen.
19
Sistem Informasi Geografi (SIG) atau Geographic Information System
(GIS) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data
yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi atau dengan kata lain suatu
SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk menangani
data yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat
operasi kerja (Barus dan Wiradisastra, 2000). Sedangkan menurut Anon (2001)
Sistem Informasi geografi adalah suatu sistem Informasi yang dapat memadukan
antara data grafis (spasial) dengan data teks (atribut) objek yang dihubungkan
secara geogrfis di bumi (georeference). Disamping itu, SIG juga dapat
menggabungkan data, mengatur data dan melakukan analisis data yang akhirnya
akan menghasilkan keluaran yang dapat dijadikan acuan dalam pengambilan
keputusan pada masalah yang berhubungan dengan geografi.
Sistem Informasi Geografis dibagi menjadi dua kelompok yaitu sistem
manual (analog), dan sistem otomatis (yang berbasis digital komputer).
Perbedaan yang paling mendasar terletak pada cara pengelolaannya. Sistem
Informasi manual biasanya menggabungkan beberapa data seperti peta, lembar
transparansi untuk tumpang susun (overlay), foto udara, laporan statistik dan
laporan survey lapangan. Kesemua data tersebut dikompilasi dan dianalisis
secara manual dengan alat tanpa komputer. Sedangkan Sistem Informasi
Geografis otomatis telah menggunakan komputer sebagai sistem pengolah data
melalui proses digitasi. Sumber data digital dapat berupa citra satelit atau foto
20
udara digital serta foto udara yang terdigitasi. Data lain dapat berupa peta dasar
terdigitasi (Nurshanti, 1995).
Pengertian GIS/SIG saat ini lebih sering diterapkan bagi teknologi
informasi spasial atau geografi yang berorientasi pada penggunaan teknologi
komputer. Dalam hubungannya dengan teknologi komputer, Arronoff (1989)
dalam Anon (2003) mendifinisikan SIG sebagai sistem berbasis komputer yang
memiliki kemampuan dalam menangani data bereferensi geografi yaitu
pemasukan data, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan kembali),
memanipulasi dan analisis data, serta keluaran sebagai hasil akhir (output).
Sedangkan Burrough, 1986 mendefinisikan Sistem Informasi Geografis (SIG)
sebagai sistem berbasis komputer yang digunakan untuk memasukkan,
menyimpan, mengelola, menganalisis dan mengaktifkan kembali data yang
mempunyai referensi keruangan untuk berbagai tujuan yang berkaitan dengan
pemetaan dan perencanaan. Komponen utama Sistem Informasi Geografis dapat
dibagi kedalam 4 komponen utama yaitu: perangkat keras
(digitizer, scanner, Central Procesing Unit (CPU), hard-disk, dan lain-lain),
perangkat lunak (ArcView, Idrisi, ARC/INFO, ILWIS, MapInfo, dan lain-lain),
organisasi (manajemen) dan pemakai (user). Kombinasi yang benar antara
keempat komponen utama ini akan menentukan kesuksesan suatu proyek
pengembangan Sistem Informasi Geografis.
2.3.1. Analisis Spasial
21
Data spasial adalah gambaran nyata suatu wilayah yang terdapat di
permukaan bumi. Umumnya direperentasikan berupa grafik, peta, gambar,
dengann format digital dan disimpan dalam bentuk koordinat x,y (vektor) atau
dalam bentuk image (raster) yang memiliki nilai tertentu. Berikut beberapa
plugin dari analisis spasial:
1. Plugin Buffer
Buffer adalah analisis spasial yang akan menghasilkan unsur-unsur spasial
yang bertipe poligon. Buffer digambarkan dalam bentuk poligon yang
mempunyai ketentuan jarak tertentu pada bentang kenampakan tertentu.
Gambar 2.1 Buffer
2. Plugin Heatmap
Plugin Heatmap menggunakan Kernel Density Estimation untuk
menciptakan kepadatan (heatmap) raster dari titik masukan lapisan vektor.
Kepadatan tersebut dihitung berdasarkan jumlah poin di lokasi, dengan jumlah
poin berkerumun yang lebih besar menghasilkan nilai yang lebih besar.
Heatmaps memudahkan identifikasi “hotspot” dan pengelompokan poin.
Pengelompokan pola titik secara spasial terbagi atas :
22
a. Regular Point Process adalah sejumlah besar kuadran berisi satu titik.
Hanya beberapa kuadran yang kosong, dan sangat sedikit kuadran
yang berisi lebih dari satu titik.
b. Clustered Point Process adalah sangat banyak kuadran yang kosong,
sangat sedikit kuadran yang memiliki satu atau dua titik dan beberapa
kuadran mempunyai banyak titik.
c. Random Point Process adalah penengah dari dua hal diatas
(Muhammad Nur Aidi, 2009).
3. Plugin Voronoi
Gambar 2.2 Diagram Voronoi
Metode veronoi dalam Gis merupakan metode yang digunakan untuk
membuat diagram lokasi kedekatan suatu objek di banding objek yang lain. Salah
satu penggunaan diagram voronoi yang paling spektakuler adalah analisis
penyakit kolera di London pada tahun 1854, dimana fisikawan John Snow
menemukan hubungan yang kuat anatara kematian dengan penggunaan air
pompa yang terinfeksi di Broad Street.
23
4. Plugin Interpolation
Interpolasi adalah proses menggunakan poin dengan nilai yang diketahui
untuk memperkirakan nilai pada titik tak diketahui lainnya. Plugin Interpolasi
dapat digunakan untuk membuat interpolasi TIN atau IDW dari suatu layer
vektor titik. Plugin ini sangat sederhana serta menyediakan tampilan antarmuka
yang intuitif untuk membuat layer raster terinterpolasi .
2.4 Jalan
2.4.1 Pengertian Jalan
Jalan adalah. prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian
jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan
bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah,
di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali
jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel (Peraturan Pemerintah Nomor 34
Tahun 2006).
Jalan raya adalah jalur - jalur tanah di atas permukaan bumi yang dibuat
oleh manusia dengan bentuk, ukuran - ukuran dan jenis konstruksinya
sehingga dapat digunakan untuk menyalurkan lalu lintas orang, hewan dan
kendaraan yang mengangkut barang dari suatu tempat ke tempat lainnya
dengan mudah dan cepat (Clarkson H.Oglesby,1999).
24
Untuk perencanaan jalan raya yang baik, bentuk geometriknya harus
ditetapkan sedemikian rupa sehingga jalan yang bersangkutan dapat
memberikan pelayanan yang optimal kepada lalu lintas sesuai dengan
fungsinya, sebab tujua akhir dari perencanaan geometrik ini adalah
menghasilkan infrastruktur yang aman, efisiensi pelayanan arus lalu lintas dan
memaksimalkan ratio tingkat penggunaan biaya juga memberikan rasa aman
dan nyaman kepada pengguna jalan.
2.4.2. Klasifikasi Jalan
Jalan raya pada umumnya dapat digolongkan dalam 4 klasifikasi yaitu:
klasifikasi menurut fungsi jalan, klasifkasi menurut kelas jalan, klasifikasi
menurut medan jalan dan klasifikasi menurut wewenang pembinaan jalan (Bina
Marga 1997).
1. Klasifikasi menurut fungsi jalan
Klasifikasi menurut fungsi jalan terdiri atas 3 golongan yaitu:
a) Jalan arteri yaitu jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-
ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah
jalan masuk dibatasi secara efisien.
b) Jalan kolektor yaitu jalan yang melayani angkutan
pengumpul/pembagi dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang,
kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
25
c) Jalan lokal yaitu Jalan yang melayani angkutan setempat dengan
ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan
jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
2. Klasifikasi menurut kelas jalan
Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan
untuk menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam muatan sumbu terberat
(MST) dalam satuan ton.
`Tabel 2.2. Klasifikasi jalan raya menurut kelas jalan
Fungsi kelas Muatan Sumbu
Terberat/MST (ton)
Arteri
I >10
II 10
IIIa 8
Kolektor IIIa
8 IIIb
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, Ditjen Bina
Marga, 1997.
3. Klasifikasi menurut medan jalan'
Keseragaman kondisi medan yang diproyeksikan
haruscmempertimbangkan keseragaman kondisi medan menurut rencana trase
jalan dengancmengabaikan perubahan-perubahan pada bagian kecil dari
segmen rencana jalan tersebut.
26
Tabel 2.3. Klasifikasi Menurut Medan Jalan
No Jenis Medan Notasi Kemiringan
Medan (%)
1 Datar D < 3
2 Berbukit B 3-25
3 Pegunungan G >25
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, Ditjen Bina Marga
1997.
4. Klasifikasi menurut wewenang pembinaan jalan
Klasifikasi menurut wewenang pembinaannya terdiri dari Jalan Nasional,
Jalan Provinsi, Jalan Kabupaten/Kotamadya dan Jalan Desa.
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tahap Penelitian
Tahap penelitian yang dibutuhkan untuk mengatur perencanaan dan
pelaksanaan. Metode penelitian memberi tuntunan mengenai proses, cara
mengukur dan mengumpulkan data. Dalam metode penelitian terdapat informasi
yang menentukan langkah-langkah kegiatan yang perlu dilakukan. Untuk
mencapai tujuan dan sebagai kerangka pemikiran dari penelitian ini telah
direncanakan metode penelitian dengan bagan alir dengan empat tahap yaitu tahap
studi pendahuluan, tahap persiapan peralatan, bahan, dan sumberdaya manusia,
tahap pengumpulan atau survey dan kompilasi data, dan juga tahap analisa data
dan permodelan.
3.2. Kerangka Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan meliputi beberapa tahap. Tahap pertama
dimulai dengan pendahuluan dengan menjelaskan latar belakang penelitian,
rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan manfaat penelitian.
Kemudian mulai melakukan kerangka teoritis penelitian yang disusun berdasarkan
referensi penelitian sebelumnya, jurnal, artikel penelitian dan sejenisnya.
Kemudian dilakukan pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer
berupa data yang didapatkan dari hasil survei lapangan, dan dokumentasi. Data
28
sekunder berupa data kependudukan, data spasial Kota Makassar dan sejenisnya.
Kemudian dilakukan analisis dan pemetaan lokasi retail modern Minimarket di
Kota Makassar. Kerangka penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.
KARAKTERISTIK SPASIAL RETAIL MODERN MINIMARKET
INFRASTRUKTUR
JARINGAN JALAN BANGUNAN LOKASI
MINIMARKET
ANALISIS SPASIAL (QGIS & OSM)
DATA OPEN
STREET MAP
BANGUNAN JARINGAN
JALAN
KOORDINAT
MINIMARKET
POLA SEBARAN
ANALISIS DESKRIPTIF
JALAN BANGUNAN
ANALISIS SPASIAL
BUFFER HEATMAP VORONOI
INTERPOLASI
PETA KARAKTERISTIK SPASIAL RETAIL MODERN MINIMARKET
29
Gambar 3.1 Skema Alur Penelitian
3.3. Persiapan Lokasi Penelitian Waktu, Alat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2017 – Juni 2017, dalam
kurung waktu tersebut survei dilakukan dilokasi penelitian. Pemilihan lokasi
penelitian berdasarkan observasi studi pendahuluan. Ruang Lingkup
kewilayahaan dalam penelitian ini adalah Kota Makassar. Peralatan yang
digunakan dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut :
Tabel 3.1 Peralatan yang akan digunakan
No Alat Fungsi
1 Kamera Perekam visual pada saat
survei lapangan
2 GPS (Global Positioning
System)
Menentukan titik
koordinat
3 Microsft office Word Mengediting data 4 Microsoft office Excel Mentabulasi data
5 Spss Statistics Menganalisis data 6 Software Qgis View.2.10 Pembuatan peta digital
3.4. Pengumpulan Data
Penelitian kali ini memerlukan beberapa data, yang dibedakan atas data
primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh oleh
peneliti secara langsung dari hasil percobaan atau pengamatan di lapangan
ataupun langsung dari tangan pertama, sedangkan data sekunder merupakan data
30
penunjang yang tidak didapatkan dalam penelitian wilayah melainkan dari
literature-literatur bersumber buku, jurnal, maupun data dari instansi terkait.
3.4.1. Data Primer
1. Observasi, berupa pengamatan langsung ke Lokasi Retail Modern
Minimarket dan dilakukan pengambilan koordinat dengan menggunakan
GPS.
2. Dokumentasi, berupa gambar/foto yang diambil dengan menggunakan
kamera dari tempat penelitian.
3.4.2. Data Sekunder
1. Data Administrasi Kota Makassar, diambil berdasarkan Data Pemerintah
Kota Makassar atas izin Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik Kota
Makassar, Data Badan Pusat Statistik Kota Makassar.
2. Data Spasial kota Makassar, data spasial berdasarkan observasi dan
penelitian sebelumnya, QGis, openstreetmap dan google earth. Data
spasial yang dimaksud adalah data jalan, data spasial demografi dan data
spasial persebaran pemukiman
3.5. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan untuk memperoleh titik lokasi Retail Modern
Minimarket di Kota Makassar sehingga akan diketahui pola persebaran yang akan
di analisis selanjutnya. Data yang dikumpulkan pada penelitian akan dianalisis
dalam kerangka tujuan dan model yang menjadi target utama dalam penelitian ini.
31
Terdapat tiga kegiatan utama yang akan dilakukan dalam tahapan analisis data,
yaitu editing data, koding data dan tabulasi data.
a. Editing data adalah melakukan pengecekan, penelitian, dan
memastikan data yang diperoleh telah lengkap
b. Koding data, yaitu memberikan kode terhadap data yang diperoleh
c. Tabulasi data, setelah data terkumpul kemudian data disusun dan
dikelompokkan dalam suatu tabel berdasarkan karakteristik dan
tujuan penelitia
3.6. Metode Analisis
3.6.1. Analisis Spasial
Hukum pertama tentang geografi dikemukakan oleh Tobler, menyatakan
bahwa segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi
sesuatu yang dekat lebih mempunyai pengaruh daripada sesuatu yang jauh
(Anselin, 1988). Hukum tersebut merupakan dasar pengkajian permasalahan
berdasarkan efek lokasi atau metode spasial. Pendekatan spasial yang dilakukan
pada penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik analisis spasial
ekonometri dan Geographical Information System (GIS).
Menurut Anselin (1999) dalam Hadiarta (2013), spasial ekonometri
digunakan untuk menganalisis efek spasial yang merupakan fenomena yang
lazim terjadi pada data cross section, dimana penggunaan metode ekonometri
yang lain seringkali gagal untuk menggambarkan hal tersebut. Analisis spasial
ekonometri digunakan untuk menguji seberapa besar interaksi atau hubungan
32
antara variabel-variabel independen maupun dependen di suatu lokasi terhadap
variabel dependen di lokasi lain.
Adapun analisis model spatial yang akan dilakukan dengan bantuan
program QGIS open Source dalam hal:
Analisis dan pemetaan kepadatan penduduk Kota Makassar
Analisis dan pemetaan kepadatan pemukiman penduduk Kota
Makassar
Analisis dan pemetaan lokasi retail Minimarket terhadap jalan arteri
makassar
Analisis dan pemetaan kepadatan lokasi Retail Minimarket
Analisis dan pemetaan kedekatan lokasi Retail Minimarket dengan
metode Voronoi
Analisis dan pemetaan Interpolasi hubungan Minimarket dengan
Jumlah Bangunan
3.7. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian yang akan dilaksanakan di wilayah Kota Makassar, Propinsi
Sulawesi Selatan. Secara geografis wilayah Kota Makassar terletak antara 5’ 86”
Lintang Utara dan 119’ 24” Bujur Timur dengan dengan batas-batas sebagai
berikut:
Batas Utara : Kota Maros
Batas Selatan : Kota Serdang Bedagai
Batas Timur : Kota Maros
Batas Barat : Selat Makassar
33
Luas keseluruhan wilayah Kota Makassar adalah 175,77 km2, yang
terdiri dari 14 kecamatan dan 143 kelurahan. Kecamatan – kecamatan tersebut
adalah Kecamatan Mariso, Mamajang, Rappocini, Tamalate, Makassar, Ujung
Pandang, Wajo, Bontoala, Ujung Tanah, Tallo, Panakkukang, Manggala,
Biringkanayya dan Tamalanrea.
Gambar 3.2 Peta Kota Makassar
34
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Lokasi Retail Modern
Berdasarkan Observasi Lapangan Retail Modern di Kota Makasar
berkembang sangat pesat. Retail modern tidak hanya dibangun pada jalan-jalan
utama, tetapi juga hingga pada jalan lokal dan perumahan. Hal ini menjadi
perhatian khusus pada bidang transportasi dimana kenyamanan pengguna jalan
tetap harus dijaga. Minimarket tersebut tersebar hampir di seluruh Kota Makassar.
Lokasi sebaran retail modern Alfamart/Alfamidi & Indomaret dapat dilihat pada
Gambar 4.1 dan 4.2 berikut :
Gambar 4.1 Peta Lokasi Alfamart/Alfamidi di Kota Makassar
35
Gambar 4.2 Peta Lokasi Indomaret di Kota Makassar
Dari hasil survey lapang, terdapat 279 Alfamart/Alfamidi dan 228
Indomaret yang tersebar di kota Makassar. Persebaran minimarket tersebut
berada di 14 kecamatan di Kota Makassar, yaitu Kecamatan
Biringkanaya, Kecamatan Wajo, Kecamatan Ujung Tanah, Kecamatan Ujung
Pandang, Kecamatan Tamalate, Kecamatan Tamalanrea, Kecamatan Tallo,
Kecamatan Rappocini, Kecamatan Panakukang, Kecamatan Mariso, Kecamatan
Manggala, Kecamatan Mamajang, Kecamatan Makassar, dan Kecamatan
Bontoala. Yang dimana setiap kecamatan ada yang mengalami
pertumbuhan retail modern minimarket yang padat dan adapun lokasi
yang tidak padat. Ada pun jumlah minimarket perkelurahannya. Hal
tersebut dapat terlihat pada Gambar 4.3 dibawah ini :
36
12
4
9
35
2017
3032
13
35
1613 12
31
3 3
12
32
17
7
2730
5
16
7
14
9
46
05
101520253035404550
WA
JO
UJU
NG
TA
NA
H
UJU
NG
PA
ND
AN
G
TAM
ALA
TE
TAM
ALA
NR
EA
TALL
O
RA
PP
OC
INI
PA
NA
KK
UK
AN
G
MA
RIS
O
MA
NG
GA
LA
MA
MA
JAN
G
MA
KA
SSA
R
BO
NTO
ALA
BIR
ING
KA
NA
YA
Jumlah Minimarket Di Kota Makassar
Jumlah Alfamart/Alfamidi
Jumlah Indomaret
37
Gambar 4.3 Jumlah Minimarket di Kota Makassar
(sumber : survey lapangan)
Berdasarkan data Gambar 4.3 dapat diketahui jumlah Alfamart/Alfamidi
paling banyak terdapat pada Kecamatan Tamalate dan Kecamatan Manggala
sebanyak 35 unit dan Indomaret paling banyak pada Kecamatan Biringkanaya
sebanyak 46 unit, hal ini dikarenakan Kecamatan tersebut merupakan gerbang
menuju pusat kota Makassar, sehingga lalu lintas daerah tersebut cukup padat yang
memungkinkan bertambahnya konsumen dari waktu ke waktu. Sedangkan jumlah
Alfamart/Alfamidi paling sedikit terdapat pada Kecamatan Ujung Tanah sebanyak
4 unit dan Indomaret paling sedikit pada Kecamatan Wajo dan Kecamatan Ujung
Tanah sebanyak 3 unit, hal ini dikarenakan letak daerah tersebut yang kurang
38
strategis dan terpencil, serta kurangnya penduduk yang bermukim di kecamatan
tersebut.
4.2. Demografi
Kependudukan atau demografi adalah ilmu yang mempelajari dinamika
kependudukan manusia. Demografi meliputi ukuran, struktur, dan distribusi
penduduk, serta bagaimana jumlah penduduk berubah setiap waktu akibat
kelahiran, kematian, migrasi, serta penuaan. Kelompok umur/jenis kelamin
(sebagai komponen demografi) menentukan produk-produk dan outlet (ýook)
yang disediakan. Sebuah rumah tangga dapat mewakili banyak komponen
demografi, maka ritel-ritel dengan jenis berbeda akan dibutuhkan dalam rangka
menjangkau kebutuhan setiap anggota rumah tangga tersebut (Jones and
Simmons, 1990).
4.2.1 Populasi Penduduk Makassar
Data populasi tahun 2015 dapat dilihat dari tabel di bawah. Data tersebut
diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik) Provinsi Sulawesi Selatan, yang
menunjukkan populasi terbesar ada pada kecamatan biringkanaya dengan jumlah
populasi 196.612 jiwa dan populasi terkecil ada pada kecamatan ujung pandang
dengan jumlah populasi 28.872 jiwa. Data populasi terbesar perkelurahan ada
pada kelurahan paccerekang dengan jumlah populasi 55.964 jiwa dan populasi
terkecil ada pada kelurahan lakkang dengan jumlah populasi 965 jiwa. Penduduk
yang jumlah populasinya besar akan memiliki kebutuhan akan retail modern yang
lebih banyak pula, namun tidak menutup kemungkinan kelurahan yang sedikit
populasinya juga membutuhkan retail modern.
39
Sumber : (Badan Pusat Statistik 2015)
Gambar 4.4 Populasi Makassar 2015
Dari data kependudukan dan populasi penduduk diatas dapat kita
tunjukkan daerah atau lokasi terpadat yang ditempati atau di tinggali oleh
penduduk dengan melihat langsung gambar heatmap di bawah ini :
Gambar 4.5 Peta Heatmap Building Makassar
30.72248.882
28.278
190.694
110.826138.598
162.539146.968
58.815
135.049
60.77984.396
56.243
196.612
0
50000
100000
150000
200000
250000
WA
JO
UJU
NG
TA
NA
H
UJU
NG
…
TAM
ALA
TE
TAM
ALA
NR
EA
TALL
O
RA
PP
OC
INI
PA
NA
KK
UK
AN
G
MA
RIS
O
MA
NG
GA
LA
MA
MA
JAN
G
MA
KA
SSA
R
BO
NTO
ALA
BIR
ING
KA
NA
YA
Populasi 2015
40
4.2.2. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk adalah jumlah penduduk disuatu daerah per satuan
luas. Kepadatan penduduk disuatu daerah dapat di hitung melalui perbandingan
antara Jumlah penduduk total dengan Luas wilayah. Dalam penelitian ini
berpatokan pada data kependudukan Kota Makassar tahun 2015.
Gambar 4.6 Diagram Batang Kepadatan Perkecamatan
Gambar 4.7 Diagram Batang Kepadatan Perkelurahan
Dari data kependudukan, maka terdapat 14 data kependudukan
perkecamatan dan 143 data kependudukan perkelurahan. Kepadatan tiap
4077
267823349028942
5594
32316
8619
77400
27.773
3481943610752
134722
15438020000400006000080000
100000120000140000
Bir
ingk
anay
a
Bon
toal
a
Mak
assa
r
Mam
ajan
g
Man
ggal
a
Mar
iso
Pan
akku
kan
g
Rap
poci
ni
Tal
lo
Tam
alan
rea
Tam
alat
e
Uju
ng
Pan
dan
g
Ujn
g T
anah
Waj
o
010.00020.00030.00040.00050.00060.00070.00080.00090.000
100.000
Pac
cera
kka
ng
Bul
uro
ken
gG
add
ong
Bar
aya
Lay
ang
Mar
icay
aM
arad
ekay
aM
acci
ni
Baj
i…L
abua
ng B
aji
Tam
anga
pa
Kam
pun
g B
uyan
g K
unj
ung
Mae
Kar
ampu
ang
Sin
rija
la
Map
pala
Bua
kana
Rap
po j
awa
Sua
ngg
aL
akka
ng
Tam
alan
rea
Jaya
Mac
cin
i S
om
bala
Man
nuru
ki
Laj
angi
ru P
isan
g U
tara
Bar
ran
g C
addi
Tot
aka
Cam
bay
a E
nde
Mal
imo
ngan
41
kecamatan terbesar ada pada kecamatan ujung tanah dengan nilai 134.722
jiwa/km2 dan kepadatan terkecil ada pada kecamatan tamalanrea dengan nilai
3.481 jiwa/km2. Sedangkan data kependudukan perkelurahan terbesar ada pada
kelurahan melayu dengan nilai 95.633 jiwa /km2 dan kepadatan terkecil ada pada
kelurahan untia dengan nilai 819 jiwa/km2.
Gambar 4.8 Peta Kepadatan Penduduk Per Kecamatan
Dari gambar diatas warna merah menandakan daerah yang sangat padat,
warna orange tua menandakan daerah padat, warna orange muda menandakan
daerah kurang padat dan warna nila menandakan daerah yang tidak padat. Dapat
diketahui bahwa daerah yang memiliki kepadatan yang sangat tinggi berada pada
kecamatan rappocini, makassar, dan ujung tanah. Sedangkan daerah yang
42
memiliki tingkat kepadatan rendah berada pada kecamatan tamalanrea dan
biringkanaya.
4.3. Indeks Minimarket
4.3.1 Indeks Minimarket dengan Jaringan Jalan
Jaringan jalan menjadi bagian penting dalam system transportasi nasional
pemeliharaan dan pembangunan terus dilakukan untuk meningkatkan kapasitas
layanan jaringan jalan. Jaringan jalan juga merupakan penunjang utama dalam
melakukan kegiatan perekonomian serta dapat menjadi media untuk menjalin
komunikasi dan interaksi antar masyarakat agar terjaga kesatuan dan dapat
berkembang secara lebih merata. Pada bagian ini dilakukan perhitungan rasio atau
perbandingan jumlah Minimarket dengan panjang jalan. Berikut Rasio Jumlah
Minimarket dengan Panjang Jalan:
Gambar 4.9 Rasio Jumlah Minimarket dengan Panjang Jalan
Rasio jumlah Minimarket dengan panjang jalan diperoleh dengan
0,25
0,40
0,25
0,57
0,240,140,18
0,290,27
0,43
0,22
0,540,530,59
0,000,100,200,300,400,500,600,70
BIR
ING
KA
NA
YA
WA
JO
UJU
NG
TA
NA
H
UJU
NG
PA
ND
AN
G
TAM
ALA
TE
TAM
ALA
NR
EA
TALL
O
RA
PP
OC
INI
PA
NA
KK
UK
AN
G
MA
RIS
O
MA
NG
GA
LA
MA
MA
JAN
G
MA
KA
SSA
R
BO
NTO
ALA
Rasio Jumlah Minimarket dengan Panjang Jalan
43
membagi jumlah Minimarket dengan panjang jalan (km) daerah terkait. Nilai
rasio ini memiliki arti Minimarket yang terdapat di setiap panjang jalan
perkilometer. Rasio yang tertinggi terdapat pada kecamatan Bontoala dan yang
terendah terdapat pada kecamatan Tamalanrea.
Berdasarkan data diatas di setiap jalan pada kecamatan Bontoala sudah
mencukupi terdapat unit-unit Minimarket yang dapat memudahkan masyarakat
dalam berbelanja. Sedangkan pada kecamatan Tamalanrea menjadi tolak ukur
agar perusahaan-perusahaan Minimarket dapat membuka lebih banyak lagi unit
Minimarket mengingat kecamatan Tamalanrea merupakan jalan akses masyarakat
dari berbagai wilayah kabupaten disekitar Kota Makassar.
4.3.2 Indeks Minimarket dengan Luas Wilayah
Berdasarkan data populasi tahun 2015 diketahui populasi terbesar ada
pada kecamatan Biringkanaya dan populasi terkecil ada pada kecamatan Ujung
Pandang. Sehingga kebutuhan masyarakat pada Minimarket sangat berpengaruhi
untuk kelangsungan hidup dimana masyarakat sangat ingin selalu dimudahkan
dalam aktifitas berbelanja. Indeks Minimarket dengan Luas Wilayah dicari agar
diketahui apakah luas daerah suatu kecamatan sudah mencakup akan
pembangunan Minimarket. Sehingga dapat dijadikan acuan pada pembangunan
minimarket kedepannya. Pada bagian ini dilakukan perhitungan rasio antara
Jumlah Minimarket dengan Luas Wilayah (km2) daerah terkait. Berikut rasio
antara Jumlah Minimarket dengan Luas Wilayah :
44
Gambar 4.10 Rasio Jumlah Minimarket dengan Luas Wilayah
Rasio jumlah Minimarket dengan luas wilayah diperoleh dengan membagi
jumlah Minimarket dengan luas wilyah daerah terkait (km²). Nilai rasio ini
memiliki arti Minimarket yang terdapat di suatu daerah dalam 1 km² luas wilayah.
Rasio yang tertinggi terdapat pada kecamatan Bontoala dan yang terendah
terdapat pada kecamatan Tamalanrea.
4.4. Analisis Lokasi Minimarket
4.4.1. Analisis Kepadatan Minimarket
Selain mencari lokasi Minimarket, menentukan kepadatan juga kita
perlukan. Maksud dari kepadatan disini, daerah yang paling banyak lokasi
masing-masing Minimarket di kota Makassar. Dalam mencari kepadatan
Minimarket disini kita menggunakan analisis spasial yaitu heatmap. Dengan
menentukan lokasi daerah yang berwarna merah adalah yang padat dan berwarna
biru tidak padat. Adapun lokasi kepadatan Minimarket di kota Makassar sebagai
2,07
7,20
4,87
8,05
2,74
0,952,43
5,183,92
5,89
2,17
9,27 9,69
11,78
0,00
2,004,00
6,00
8,0010,00
12,0014,00
BIR
ING
KA
NA
YA
WA
JO
UJU
NG
TA
NA
H
UJU
NG
PA
ND
AN
G
TAM
ALA
TE
TAM
ALA
NR
EA
TALL
O
RA
PP
OC
INI
PA
NA
KK
UK
AN
G
MA
RIS
O
MA
NG
GA
LA
MA
MA
JAN
G
MA
KA
SSA
R
BO
NTO
ALA
Rasio Jumlah Minimarket dengan Luas Wilayah
45
berikut:
Gambar 4.11 Peta Heatmap Lokasi Alfamart/Alfamidi
Gambar 4.12 Peta Heatmap Lokasi Indomaret
Pada Heatmap lokasi Minimarket warna merah menunjukkan kepadatan
Minimarket di lokasi tersebut dan warna biru menunjukkan ketidakpadatan
46
Minimarket di lokasi tersebut. Jumlah Minimarket pada lokasi yang berwarna
merah menandakan 5 unit atau lebih, warna orange menandakan 3-4 unit, warna
nila menandakan 2 unit dan warna biru menandakan 1 unit.
4.4.2. Analisis Minimarket di jalan arteri
Pemilihan lokasi yang tepat sangat menentukan kesuksesan ekonomi dari
suatu proyek retail. Dalam menyeleksi suatu lokasi perlu mempertimbangkan
kombinasi terbaik dari beberapa karateristik salah satunya adalah aksebilitas dan
visibilitas yang baik. Hal itu dapat dilihat dengan banyaknya titik retail yang
tersebar sepanjang jalan arteri di Makassar. Jalan arteri yang dimaksud adalah Jl.
Perintis Kemerdekaan, Jl. AP. Pettarani, Jl. Urip Sumoharjo, Jl. S. Alauddin, Jl.
Tentara Pelajar, Jl. Nusantara, Jl. Bandang, Jl. Andalas, Jl. Ahmad Yani, Jl. G.
Bulusaraung, Jl. Masjid Raya, Jl. G. Latimojong, Jl. Bawakaraeng, Jl. Penghibur,
Jl. Pasar Ikan, Jl. Jend. Sudirman, Jl. Veteran Utara, Jl. Veteran Selatan, Jl. RW.
Monginsidi, Jl. Sam Ratulangi dan Jl. Rappocini Raya. Berikut jumlah
minimarket perkilo meter pada jalan arteri tersebut :
Gambar 4.13 Jumlah Minimarket pada Jalan Arteri Perkilo Meter
Dari Gambar 4.13 diketahui bahwa jumlah minimarket disetiap kilo meter
47
terbanyak terdapat pada kilo meter 1, 8, 13, 14, 21, 25 dan 37 yaitu sebanyak 6
minimarket. Hal ini membuktikan bahwa tingginya aktifitas transportasi pada
lokasi-lokasi tersebut. Memungkinkan terjadinya kemacetan lalu lintas akibat
bangkitan dan tarikan minimarket tersebut. Adapun lokasi disetiap kilometer jalan
arteri yang tidak terdapat Minimarket yaitu pada kilometer 4, 11, 16, 31 dan 35.
Tidak menutup kemungkinan bahwa pada lokasi-lokasi tersebut tidak terjadinya
permasalahan lalulintas walaupun Minimarket tidak menempati lokasi tersebut.
Berikut lokasi Minimarket di jalan arteri :
Gambar 4.14 Peta Sebaran Lokasi Minimarket di Jalan Arteri
(sumber : Qgis)
Dari Gambar 4.14 diatas menunjukkan jumlah minimarket pada buffer 50
yang dimana jumlah minimarket adalah Alfamart/Alfamidi 106 unit dan
48
Indomaret 50 unit. Pada buffer 100 yang dimana jumlah minimarket adalah
Alfamart/Alfamidi 126 unit dan Indomaret 55 unit. Pada buffer 200 yang dimana
jumlah minimarket adalah Alfamart/Alfamidi 154 unit dan Indomaret 72 unit.
Pada buffer 300 yang dimana jumlah minimarket adalah Alfamart/Alfamidi 190
unit dan Indomaret 85 unit. Pada buffer 400 yang dimana jumlah minimarket
adalah Alfamart/Alfamidi 214 unit dan Indomaret 96 unit. Pada buffer 500 yang
dimana jumlah minimarket adalah Alfamart/Alfamidi 236 unit dan Indomaret 109
unit. Pada buffer 1200 yang dimana jumlah minimarket adalah Alfamart/Alfamidi
259 unit dan Indomaret 181 unit. Pada buffer 2400 yang dimana jumlah
minimarket adalah Alfamart/Alfamidi 269 unit dan Indomaret 216 unit. Pada
buffer 3600 yang dimana jumlah minimarket adalah Alfamart/Alfamidi 275 unit
dan Indomaret 221 unit. Pada buffer 4800 yang dimana jumlah minimarket adalah
Alfamart/Alfamidi 277 unit dan Indomaret 225 unit. Pada buffer 6000 yang
dimana jumlah minimarket adalah Alfamart/Alfamidi 279 unit dan Indomaret 228
unit. Pada buffer 6000 kondisi minimarket mengalami kondisi konstan dimana
semua minimarket telah diketahui jaraknya dari jalan arteri.
Gambar diatas menunjukkan retail dalam Buffer 50, 100. 200, 300, 400,
500, 1200, 2400, 3600, 4800 dan 6000 yang direkap dalam bentuk grafik
persentase perbuffernya. Sehingga menghasilkan data Jumlah minimarket dijalan
arteri yang konstan. Digunakan Buffer 50 sebagai buffer terkecil dan Buffer 6000
sebagai buffer terbesar agar kita dapat mengetahui jarak terdekat dan terjauh
minimarket pada jalan arteri. Berikut grafik jumlah Minimarket dijalan arteri :
49
Gambar 4.15 Jumlah Minimarket di Jalan Arteri
Jadi total Minimarket yang beredar di sekitar jalan arteri sampai Buffer
6000 yang telah mencakup seluruh wilayah retail modern minimarket.
4.4.3. Analisis Wilayah Minimarket
Setiap konsumen menginginkan lokasi yang mudah dijangkau dengan
perjalanan seminimal mungkin untuk mengunjungi pusat perbelanjaan.
Pengembangan pusat belanja juga didasari oleh konsep jangkauan barang, yaitu
jarak yang harus ditempuh oleh konsumen untuk membeli barang/jasa dengan
harga tertentu. Konsumen akan mengeluarkan biaya tambahan, karena adanya
jarak yang harus ditempuh. Biaya yang dikeluarkan merupakan gabungan dari
jumlah uang yang dikeluarkan, waktu dan usaha yang dilakukan. Hal ini
akan mempengaruhi konsumen dalam pemilihan unit perdagangan yang
akan dikunjungi, oleh karena itu dengan diagram voronoi kita dapat menentukan
lokasi terdekat dari setiap titik retail Minimarket yang ada di Makassar. Berikut
adalah diagram voronoi lokasi Minimarket di Kota Makassar :
0%
20%
40%
60%
80%
100%
50 100 200 300 400 500 1200 2400 3600 4800 6000
Buffer
Persentase Minimarket Pada Jalan Arteri
ALFAMART/ALFAMIDI
INDOMARET
MINIMARKET
50
Gambar 4.16 Diagram Veronoi Lokasi Alfamart/Alfamidi
Gambar 4.17 Luas Wilayah Lokasi Alfamart/Alfamidi
51
Gambar 4.18 Diagram Veronoi Lokasi Indomaret
Gambar 4.19 Luas Wilayah Lokasi Indomaret
52
Gambar 4.20 Diagram Veronoi Lokasi Alfamart/Alfamidi & Indomaret
Gambar 4.21 Luas Wilayah Lokasi Alfamart/Alfamidi & Indomaret
53
Dari Gambar 4.20 dapat dilihat luas area jangkauan setiap minimarket di
kota Makassar, sedangkan Gambar 4.21 menunjukkan cakupan luas wilayah dari
terkecil hingga terbesar dari jarak jangkauan titik retail, warna putih menunjukkan
luas wilayah terkecil Minimarket dan warna gelap menunjukkan luas wilayah
terbesar Minimarket.
Adapun penentuan hubungan antara pertumbuhan minimarket sejalan
dengan arah pembangunan di Kota Makassar. Dengan menggunakan Interpolasi
Spasial kita dapat menunjukkan daerah pertumbuhan Minimarket dengan
pembangunan tersebut. Berikut adalah Interpolasi antara pembangunan dan
Minimarket :
Gambar 4.22 Interpolasi Minimarket & Bangunan
Dari Gambar 4.22 diketahui bahwa garis merah merupakan daerah
54
minimarket yang berada di Kota Makassar dan garis hijau merupakan daerah
bangunan terbanyak. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembangunan minimarket
sangat mempertimbangkan variable lokasi bangunan, hal tersebut berkaitan
dengan jumlah pengunjung yang akan berbelanja di minimarket tersebut. Pada
gambar lokasi pertumbuhan Minimarket berada pada seluruh kecamatan kecuali
kecamatan Ujung Tanah dan Kecamatan Wajo. Hal ini sejalan dengan
pembangunan di Kota Makassar.
55
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil survei dan pembahasan yang telah di paparkan di
atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pola sebaran Minimarket adalah Clustered Point Process, adalah sangat
banyak kuadran yang kosong, sangat sedikit kuadran yang memiliki satu
atau dua titik dan beberapa kuadran mempunyai banyak titik. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa dimana ada salah satu minimarket yang
dibangun/dibuka, maka yang lainnya cenderung membangun/membuka
pada lokasi yang sama, yang membuat persebaran minimarket
beraglomerasi pada satu lokasi.
2. Diketahui bahwa Jumlah Bangunan menjadi faktor utama persebaran
Minimarket dari beberapa faktor lain seperti Populasi, Luas (km²), dan
Panjang Jalan (km). Penentuan faktor yang mempengarui persebaran
minimarket di Kota Makassar dianalisis menggunakan Karakteristik
Spasial QGIS dengan membandingkan Interpolasi antara Jumlah
Bangunan dan Jumlah Minimarket dan menggunakan SPSS (Statistical
Package for the Social Sciences) dengan variable terikat Jumlah
Minimarket dan variable bebas Populasi, Luas (km²), Jumlah Bangunan,
dan Panjang Jalan (km).
56
5.2 Saran
Saran peneliti kepada pembaca dan penelitian selanjutnya :
a) Memperbanyak referensi-referensi tentang penelitian sehingga dapat
menambah materi penelitian.
b) Lebih mengaitkan dengan aplikasi program lain yang terkait dengan
penelitian agar supaya mempermudah menganalisis data.
c) Sebaiknya menambah variabel penelitian lain yang saling berpengaruh
agar dapat memperluas cakupan materi.
DAFTAR PUSTAKA
Aidi, Muhammad Nur. 2009. Perbandingan Deteksi Pola Sebaran Titik Spasial Secara Acak Dengan Metode Kuadran Dan Tetangga Terdekat. Institut Teknoligi Sepuluh Nopember.
Anonim, 2001 dalam As-syakur, A.R. 2007. Sistem Informasi Geografi (SIG)
Anselin, L. 1999. Spatial Econometrics. Dallas: University of Texas.
Aronoff, S. 1989. Geographic Information System: A Management Perspective.
Ottawa. WDI Publications. Barus, B dan U. S. Wiradisastra. 2000. Sistem Informasi Geografi Sarana
Manajemen Sumberdaya. Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. IPB : Bogor.
Berman, Barry dan Evans, Joel R. 2001. Retail Management eight edition. Jakarta
: Penerbit Intermedia (terjemahan). Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga. 1997. Tata Cara
Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota. Departemen Pekerjaan Umum
Direktorat Jenderal Bina Marga.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.
Edisi ke-4. Semarang: Badan Penerbit Undip.
Gilbert, David. 2003. Retail marketing management. England: Prentice Hall.
Hadiarta, A. P. 2013. Spatial Hedonic Price Model untuk Penilaian Harga Tanah,
Studi Kasus Kota Depok. Tesis PPIE UI. Jones, Ken dan Simmons, Jim. 1990. Location Location Location Analyzing the
Retail Environment. Canada : Nelson Canada.
Kementrian Riset dan Teknologi. 2013. Modul 3 Analisis Spasial. Keppres No. 99 Tahun 1998. Tentang bidang/jenis usaha yang dicadangkan
untuk usaha kecil dan bidang /jenis usaha yang terbuka untuk usaha menengah atau usaha besar dengan syarat kemitraan. Lembaran Negara Presiden Republik Indonesia, 1998. (Keppres ini sekarang sudah tidak berlaku lagi)
Keppres No. 96 Tahun 2000. Tentang bidang usaha tertutup dan terbuka bagi
penanaman modal asing. Lembaran Negara Presiden Republik Indonesia, 2000. (Keppres ini sekarang sudah tidak berlaku lagi).
Klimert, Stephen A. 2004. Building TypeBasic For retail and Mixed Use
Facilities. New Jersey, USA : John Wiley and Son Inc.
Kotler, Philip. 2000. Manajemen Pemasaran. Edisi Milenium. Jakarta : Prehallindo.
Levy and Weitz. 2004. Retailing Management, Mc. Graw Hill, New York Ma’ruf, Hendri. 2006. Pemasaran Ritel. Jakarta: Gramedia.
Nurshanti, N. 1995. Sistem Informasi Geografis. Dikutip dari
http://library.binus.ac.id pada hari Jum’at 3 April, 2015. Oglesby, Clarkson H. 1999. Teknik Jalan Raya. Jakarta : Gramedia. Perpres No. 112 Tahun 2007. Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar
Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. Lembaran Negara Presiden Republik Indonesia, 2007.
Perpres No. 77 Tahun 2007, Tentang daftar bidang usaha yang tertutup dan
bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal, Lembaran Negara Presiden Republik Indonesia, 2007.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 34 Tahun 2006. Tentang Jalan.
QGIS Project. 2014. QGIS User Guide Rilis 2.2.
Risch, Ernest H. 1991. Retail merchandising. USA: MacMillan Publishing
Company.
Sukirno, Sadono. 2000. Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah dan Dasar
Kebijakan Pembangunan. UI-Press. Jakarta.
Utami, Christina Whidya. 2006. Manajemen Ritel, Strategi dan Implementasi
Ritel Modern. Jakarta: Salemba Empat.
LAMPIRAN I
Tabel Analisis
Tabel Jumlah Minimarket Di Kota Makassar
No. Kecamatan Kelurahan
Jumlah Alfamart/Alfamidi Jumlah Indomaret
kelutahan kecamatan kelutahan kecamatan
1 WAJO
MELAYU 1
12
0
3
MALIMONGAN 2 0
BUTUNG 1 1
MELAYU BARU 4 2
PATTUNUANG 4 0
2 UJUNG TANAH
PATTINGALLOANG 1
4
1
3
CAMBAYA 1 0
GUSUNG 1 1
TOTAKA 1 1
3 UJUNG PANDANG
LOSARI 1
10
1
12
PISANG UTARA 0 3
LAJANGIRU 2 0
MALOKU 2 2
BULOGADING 2 2
MANGKURA 2 2
PISANG SELATAN 0 1
SAWERIGADING 1 1
4 TAMALATE
BAROMBONG 2
35
4
32
MACCINI SOMBALA 0 1
TANJUNG MERDEKA 2 4
BONGAYA 0 2
MANNURUKU 5 6
PA'BAENG-BAENG 6 4
JONGAYA 7 2
BALANG BARU 2 2
MANGASA 3 2
PARANG TAMBUNG 8 5
5 TAMALANREA
KAPASA 2
20
2
17
PARANGLOE 0 1
TAMALANREA JAYA 4 1
TAMALANREA INDAH 4 2
TAMALANREA 10 11
6 TALLO
SUWANGGA 2
17
1
7
UJUNG PANDANG BARU 3 1
BULOA 1 0
WALA-WALAYA 3 1
PANNAMPU 2 0
LA'LATANG 1 0
KALUKU BODOA 0 1
KALUKUANG 2 1
TAMMUA 2 0
RAPPOKALLING 1 2
7 RAPPOCINI
BANTA-BANTAENG 4
30
2
27
RAPPOCINI 0 1
TIDUNG 0 4
GUNUNG SARI 9 7
MAPPALA 3 1
KARUNRUNG 2 2
BONTO MAKKIO 4 3
KASSI-KASSI 7 3
BUAKANA 0 3
BALLAPARANG 1 1
8 PANAKKUKANG
KARUWISI 1
32
1
30
PANAIKANG 1 3
PAROPO 0 3
TELLO BARU 3 2
SINRI JALA 1 2
MASALE 9 9
PANDANG 2 2
PAMPANG 0 1
KARAMPUANG 4 1
TAMAMAUNG 7 6
KARUWISI UTARA 4 0
9 MARISO
MARISO 2
13
0
5
LETTE 1 0
KAMPUNG BUYANG 2 1
PANAMBUNGAN 1 1
MARIO 3 1
KUNJUNG MAE 1 2
BONTORANNU 0 0
TAMARUNANG 3 0
10 MANGGALA
BORONG 11
35
4
16
BATUA 5 0
ANTANG 4 6
MANGGALA 4 2
TAMANGAPA 4 1
BANGKALA 7 3
11 MAMAJANG MARICAYA SELATAN 1 16 2 7
MAMAJANG LUAR 1 0
MANDALA 1 1
BONTO BIRAENG 2 0
MAMAJANG DALAM 1 1
PARANG 2 0
BAJI MAPPAKASUNGGU 4 1
SAMBUNG JAWA 1 1
KARANG ANYAR 3 1
12 MAKASSAR
MACCINI 2
13
2
13
LARIANG BANGI 2 3
MARADEKAYA UTARA 0 1
MARICAYA 3 1
MARADEKAYA SELATAN 0 2
MARICAYA BARU 2 0
BARA-BARAYA UTARA 1 1
MARADEKAYA 1 1
MACCINI GUSUNG 0 2
BARA-BARAYA 1 0
BARA-BARAYA TIMUR 1 1
13 BONTOALA
BARAYA 1
12
1
9
BONTOALA PARANG 1
GADDONG 3 2
PARANG LAYANG 1 1
BONTOALA TUA 1 0
BONTOALA 2 0
LAYANG 1 2
MALIMONGAN BARU 0 2
TIMUNGAN LOMPOA 3 0
14 BIRINGKANAYA
UNTIA 2
31
0
46
BULUROKENG 0 3
DAYA 6 8
P A I 4 8
SUDIANG 5 8
SUDIANG RAYA 6 9
PACCERAKANG 8 10
JUMLAH
279
228
Rasio Jumlah Minimarket dengan Panjang Jalan (km) Perkecamatan
No. Kecamatan Panjang Jalan(km) Jumlah minimarket Rasio
1 BIRINGKANAYA 311.303 77 0.25
2 WAJO 37.179 15 0.40
3 UJUNG TANAH 27.69 7 0.25
4 UJUNG PANDANG 38.351 22 0.57
5 TAMALATE 274.446 67 0.24
6 TAMALANREA 256.706 37 0.14
7 TALLO 130.581 24 0.18
8 RAPPOCINI 198.049 57 0.29
9 PANAKKUKANG 227.579 62 0.27
10 MARISO 42.295 18 0.43
11 MANGGALA 227.217 51 0.22
12 MAMAJANG 42.392 23 0.54
13 MAKASSAR 49.511 26 0.53
14 BONTOALA 35.314 21 0.59
Tabel Rasio Jumlah Minimarket dengan Luas Wilayah (km2) Perkecamatan
No. Kecamatan Luas(km²) Jumlah minimarket Rasio
1 BIRINGKANAYA 37.282 77 2.07
2 WAJO 2.082 15 7.20
3 UJUNG TANAH 1.436 7 4.87
4 UJUNG PANDANG 2.732 22 8.05
5 TAMALATE 24.483 67 2.74
6 TAMALANREA 39.006 37 0.95
7 TALLO 9.862 24 2.43
8 RAPPOCINI 10.994 57 5.18
9 PANAKKUKANG 15.829 62 3.92
10 MARISO 3.058 18 5.89
11 MANGGALA 23.512 51 2.17
12 MAMAJANG 2.48 23 9.27
13 MAKASSAR 2.682 26 9.69
14 BONTOALA 1.783 21 11.78
(sumber : survey lapangan)
Tabel Jumlah Minimarket pada Jalan Arteri PerKm
KM ALFAMART/ALFAMIDI INDOMARET MINIMARKET
1 3 3 6
2 2 2 4
3 0 1 1
4 0 0 0
5 3 1 4
6 2 1 3
7 2 2 4
8 3 3 6
9 3 0 3
10 3 0 3
11 0 0 0
12 1 1 2
13 3 3 6
14 3 3 6
15 3 1 4
16 0 0 0
17 4 1 5
18 3 1 4
19 2 0 2
20 3 0 3
21 4 2 6
22 1 0 1
23 2 0 2
24 3 1 4
25 3 3 6
26 0 1 1
27 3 1 4
28 1 0 1
29 3 1 4
30 3 1 4
31 0 0 0
32 2 0 2
33 2 0 2
34 3 0 3
35 0 0 0
36 3 2 5
37 4 2 6
38 2 3 5
39 2 0 2
40 3 0 3
41 2 0 2
42 0 1 1
43 0 1 1
44 3 1 4
45 3 2 5
46 1 2 3
47 3 1 4
48 4 1 5
49 3 1 4
Table Buffer Minimarket Pada Jalan Arteri
BUFFER ALFA INDO GABUNGAN
JUMLAH % JUMLAH % JUMLAH %
50 106 38% 50 22% 156 31%
100 126 45% 55 24% 181 36%
200 154 55% 72 32% 226 45%
300 190 68% 85 37% 275 54%
400 214 77% 96 42% 310 61%
500 236 85% 109 48% 345 68%
1200 259 93% 181 79% 440 87%
2400 269 96% 216 95% 485 96%
3600 275 99% 221 97% 496 98%
4800 277 99% 225 99% 502 99%
6000 279 100% 228 100% 507 100%
LAMPIRAN II
Dokumentasi