ANALISA TATA CARA PELAKSANANAAN TINDAKAN
PENYITAAN OLEH JURUSITA PAJAK TERHADAP
PENANGGUNG PAJAK DI KPP PRATAMA
JAKARTA PENJARINGAN
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan Program Diploma III
ALIUDIN
62140012
Program Studi Manajemen Perpajakan
Akademi Manajemen Keuangan BSI Jakarta
Jakarta
2017
2
iii
iv
iv
7
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga pada akhirnya penulis dapat
menyelesaikan tugas ini dengan baik. Dimana tugas akhir ini penulis sajikan dalam
bentuk buku yang sederhana. Adapun judul tugas akhir, yang penulis ambil sebagai
berikut, “Analisa Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Penyitaan Oleh Jurusita Pajak
Terhadap Penanggung Pajak di KPP Pratama Jakarta Penjaringan”.
Tujuan penulisan tugas akhir ini dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan
program Diploma III Institusi. Sebagai bahan penulisan diambil berdasarkan hasil
penelitian (eksperimen), observasi dan beberapa sumber literatur yang mendukung
penulisan ini. Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan dorongan dari semua
pihak, maka penulisan tugas akhir ini tidak akan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan
ini, izinkanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Direktur Akademi Manajemen Keuangan BSI Jakarta.
2. Ketua Program Studi Manajemen Perpajakan Akademi Manajemen Keuangan BSI
Jakarta.
3. Ibu Dinar Riftiasari, SE. MM selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir.
4. Bapak Suhunan Manurung selaku Kepala Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal
KPP Pratama Jakarta Penjaingan.
5. Semua dosen dari Manajemen Perpajakan Diploma tiga (D.III) yang telah
memberikan penulis dengan semua bahan yang diperlukan.
vii
viii
ABSTRAK
Aliudin (62140012), Analisa Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Penyitaan Oleh
Jurusita Pajak Terhadap Penanggung Pajak di KPP Pratama Jakarta Penjaringan
Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak,
guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-
undangan. Barang yang dimaksud adalah barang berwujud bergerak, tidak bergerak,
maupun tidak berwujud yang dapat dipindah tangankan dan termasuk Objek Sita Pajak.
Menguasai dalam hal ini bukan untuk dijual, melainkan hanya sebagai jaminan pelunasan
tunggakan pajak milik penanggung pajak. Metode pengumpulan data adalah observasi,
wawancara, dan studi pustaka dengan analisis kualitatif yaitu metode analisis data tanpa
menggunakan analisis statistik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan
menggambarkan proses tindakan penyitaan dan pencabutan sita yang dilakukan oleh
Jurusita Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Penjaringan. Hasil dari
penelitian ini adalah Jurusita Pajak melaksanakan tindakan penyitaan dan tindakan
pencabutan sita sudah sesuai dengan SOP yang berlaku. Terbukti dengan meningkatnya
jumlah penerimaan pajak dari pelaksanaan tindakan penyitaan. Adapun hambatan yang
timbul dalam tindakan penyitaan tersebut adalah Wajib Pajak atau Penanggung Pajak
tidak dapat ditemukan, Jurusita Pajak tidak diizinkan untuk memasuki tempat kediaman
Penanggung Pajak, Penanggung Pajak atau pihak lain menghalangi atau menggagalkan
usaha Jurusita Pajak untuk melakukan Penyitaan, Pihak lain yang tidak kooperatif,
seangkan upaya yang dilakukan adalah bekerjasama dengan pihak terkait, dikeluarkannya
surat paksa, memberikan penyuluhan kepada Wajib Pajak, menambah Jurusita dan
memberikan penghargaan kepada petugas yang bekerja dengan baik.
Kata Kunci : Penyitaan, Jurusita Pajak, Penanggung Pajak
ix
ABSTRACT
Aliudin (62140012), Analysis of Procedures for Implementation of Foreclosure
Measures by Tax Joints Against Tax Payers in KPP Pratama Jakarta Penjaringan
Foreclosure is the action of the Jurusita Pajak to master goods Taxpayers, to be used as
collateral to pay off the tax debt according to the laws and regulations. Goods in question
are tangible goods movable, immovable, or intangible that can be transferred and
included Object Tax Sita. Mastering in this case not for sale, but only as a guarantee of
repayment of tax arrears of the taxpayer. Methods of data collection are observation,
interview, and literature study with qualitative analysis of data analysis methods without
using statistical analysis. This study aims to determine and describe the process of
foreclosure and revocation actions made by the Tax Jurusita in the Tax Office Pratama
Jakarta Penjaringan. The results of this study is the Tax Jurusita carry out foreclosure
and confiscation action is in accordance with the applicable SOP. Evidenced by the
increasing amount of tax revenue from the implementation of foreclosure measures. The
barriers arising in the foreclosure action are the Taxpayer or the Taxpayer can not be
found, the Taxpayer is not permitted to enter the Taxpayer's residence, the Tax Payer or
any other party deter or thwart the Taxpayer's attempt to conduct Seizure, Other
uncooperative, As if the effort is to cooperate with related parties, issuing a forced letter,
giving counseling to the taxpayer, increasing the bailiff and rewarding the officers who
work well.
Keywords: Foreclosure, Tax Bailer, Tax Insurer
x
DAFTAR ISI
Lembar Judul Tugas Akhir ...................................................................................... i
Lembar Pernyataan Keaslian Tugas Akhir .............................................................. ii
Lembar Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah ........................................ iii
Lembar Persetujuan dan Pengesahan Tugas Akhir ................................................. iv
Lembar Konsultasi Tugas Akhir ............................................................................. v
Kata Pengantar ........................................................................................................ vi
Abstrak .................................................................................................................... viii
Daftar Isi .................................................................................................................. x
Daftar Gambar ......................................................................................................... xii
Daftar Tabel............................................................................................................. xiii
Daftar Lampiran ...................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................. 2
1.3. Tujuan dan Manfaat ...................................................................... 3
1.4. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 3
1.5. Ruang Lingkup .............................................................................. 4
1.6. Sistematika Penulisan .......................................................... 4
BAB II LANDASAN TEORI .......................................................... 6
2.1. Pajak .............................................................................. 6
2.1.1. Pengertian Pajak ............................................................ 6
2.1.2. Fngsi Pajak............................................................ 6
2.1.3. Jenis Pajak ........................................................................... 8
2.1.4. Sistem Pemungutan Pajak ................................................... 9
2.1.5. Asas Pemungutan Pajak ..................................................... 11
2.1.6. Pengertian Wajib Pajak ....................................................... 11
2.1.7. Kewajiban Wajib Pajak ....................................................... 12
2.1.8. Pengertian Subjek Pajak ...................................................... 13
2.1.9. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak ........................................ 15
2.2. Penagihan ...................................................................................... 17
2.2.1. Pengertian Penagihan .......................................................... 17
2.2.2. Penagihan Seketika dan Sekaligus ..................................... 18
2.3. Pengertian Penyitaan ..................................................................... 19
2.3.1. Dasar Hukum Penyitaan ...................................................... 20
2.3.2. Pengertian Jurusita Pajak .................................................... 20
2.4. Pengertian Penanggung Pajak ...................................................... 22
xi
BAB III PEMBAHASAN .......................................................................... 24
3.1.Tinjauan Umum KPP Pratama Jakarta Penjaringan ................ 24
3.1.1. Sejarah dan Perkembangan KPP Pratama Jakarta
Penjaringan ................................................................... 24
3.1.2. Struktur Organisasi dan Tata Kerja KPP Pratama
Jakarta Penjaringan....................................................... 29
3.1.3. Kegiatan KPP Pratama Jakarta Penjaringan ................ 33
3.2. Hasil Penelitian ...................................................................... 35
3.2.1. Analisa Tata Cara Pelaksanaan Tindaan Penyitaan
Barang Penanggung Pajak di KPP Pratama Jakarta
Penjaringan ................................................................... 35
3.2.2. Analisa Tata Cara Pecabuta Sita Oleh Jurusita Pajak
Terhadap Penanggung Pajak di KPP Pratama Jakarta
Penjaringan ................................................................... 40
3.2.3. Data dan Analisa Tindakan Penyitaan yang
Dilakukan Oleh Jurusita Pajak Terhadap Penanggung
Pajak Dalam Meningkatkan Penerimaan Pajak di
KPP Pratama Jakarta Penjaringan ................................ 43
3.2.4. Analisa Hambatan dan Upaya yang Dilakukan Oleh
Jurusita Pajak Di KPP Pratama Jakarta Penjaringan
Dalam Pelaksanaan Tindakan Penyitaan ...................... 46
BAB IV PENUTUP .................................................................................... 50
4.1. Kesimpulan .......................................................................... 50
4.2. Saran ................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 53
DAFTAR RIWAYAT HIDUP....................................................................... 54
SURAT KETERANGAN RISET .................................................................. 55
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................. 56
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar III.1 Struktur Organisasi KPP Pratama Jakarta Penjaringan ................ 30
Gambar III.2 Bagan Tata Cara Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan di KPP Pratama Jakarta Penjaringan ............................ 37
Gambar III.3 Bagan Tata Cara Penerbitan Surat Pencabutan Sita di KPP
Pratma Jakarta Penjaringan .......................................................... 42
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel III.1 Data Tindakan Penyitaan Jurusita Pajak di KPP Pratama Jakarta
Penjaringan ................................................................................................ 44
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
A1. Data Tindakan Penyitaan Jurusita Pajak di KPP Pratama Jakarta
Penjaringan ................................................................................................... 56
B1. Daftar Wawancara ........................................................................................ 57
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pajak merupakan salah satu kewajiban warga negara dalam membiayai
berbagai keperluan negara untuk membantu jalannya roda pemerintahan. Pajak
sebagai sumber utama penerimaan negara perlu terus ditingkatkan sehingga
pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasarkan
prinsip kemandirian. Reformasi dibidang perpajakan yang dimulai tahun 1983
mengubah sistem perpajakan di Indonesia yang semula menganut sistem
pemungutan official assessment system menjadi self-assessment system dimana
Wajib Pajak diberi wewenang dan tanggung jawab untuk menghitung, menyetorkan
dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.
Penagihan pajak bertujuan agar Wajib Pajak atau Penanggung Pajak
melunasi utang pajak dan biaya penagihannya. Untuk mewujudkan penagihan pajak
tersebut, Jurusita Pajak dapat melakukan serangkaian tindakan penagihan aktif, dan
salah satunya adalah penyitaan. Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk
menguasai barang Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi
utang pajak menurut peraturan perundang-undangan. Tujuan dari penyitaan sendiri
sesungguhnya bukanlah untuk menjual barang milik Penanggung Pajak, tetapi
hanya untuk menguasai.
Oleh karena itu, untuk memahami dan membandingkan teori yang ada
dengan fakta dilapangan mengenai pelaksanaan tindakan penyitaan, penulis akan
membahasnya dalam penulisan Tugas Akhir yang berjudul “ANALISA TATA
CARA PELAKSANAAN TINDAKAN PENYITAAN OLEH JURUSITA
PAJAK TERHADAP PENANGGUNG PAJAK DI KANTOR PELAYANAN
PAJAK PRATAMA JAKARTA PENJARINGAN”
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka
penulis merumuskan masalah penulisan sebagai berikut:
1. Bagaimana tata cara pelaksanaan tindakan penyitaan barang penanggung pajak
di KPP Pratama Jakarta Penjaringan?
2. Bagaimana tata cara pencabutan sita yang dilakukan oleh Jurusita Pajak
terhadap penanggung pajak di KPP Pratama Jakarta Penjaringan?
3. Apakah tindakan penyitaan yang dilakukan oleh Jurusita Pajak terhadap
penanggung pajak di KPP Pratama Jakarta Penjaringan dapat meningkatkan
penerimaan pajak?
4. Apa saja hambatan dan upaya yang dilakukan oleh Juru Sita Pajak di KPP
Pratama Jakarta Penjaringan dalam pelaksanaan tindakan penyitaan?
1.3. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tata cara pelaksanaan penyitaan barang penanggung pajak
di KPP Pratama Jakarta Penjaringan.
2. Untuk mengetahui tata cara pencabutan sita yang dilakukan oleh Jurusita Pajak
terhadap penanggung pajak di KPP Pratama Jakarta Penjaringan.
3
3. Untuk mengetahui tingkat penerimaan pajak dengan dilakukannya tindakan
penyitaan oleh Jurusita Pajak terhadap penanggung pajak di KPP Pratama
Jakarta Penjaringan.
4. Untuk mengetahui apa saja kendala dan upaya yang dilaukan ole Juru Sita
Pajak di KPP Pratama Jakarta Penjaringan dalam pelaksanaan tindakan
penyitaan.
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penulisan Tugas Akhir ini adalah:
1. Bagi Penulis, untuk mengaplikasikan pengetahuan peneliti dan
membandingkan teori yang didapatkan selama perkuliahan dengan kenyataan
yang terdapat di tempat penelitian, serta untuk menambah ilmu dan
pengetahuan dibidang perpajakan khususnya mengenai pelaksanaan tindakan
penyitaan oleh jurusita pajak.
2. Bagi KPP Pratama Jakarta Penjaringan, diharapkan dapat membantu dalam
memberikan informasi berkenaan dengan tindakan penyitaan yang dilakukan
oleh jurusita pajak terhadap penanggung pajak di Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Jakarta Penjaringan.
3. Bagi Pembaca, untuk menambah referensi dan wawasan mengenai Tata Cara
Pelaksanaan Tindakan Penyitaan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Pratama Jakarta Penjaringan.
1.4. Metode Pengmpulan Data
Dalam pengumpulan data Tugas Akhir ini, penulis telah mengumpulkan
data-data yang diperlukan dengan menggunakan beberapa metode penelitian, yaitu:
4
1. Observasi
Teknik pengumpulan data, dimana penulis melakukan pengamatan langsung
pada objek penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk lebih memahami
masalah yang terjadi dan berkaitan dengan proses penelitian.
2. Wawancara
Penulis melakukan pengumpulan data dengan memberikan pertanyaan secara
langsung kepada pihak-pihak terkait yang dianggap mampu memberikan
keterangan tentang objek penelitian.
3. Studi Pustaka
Metode penelitian dilakukan dengan cara mencatat suatu peristiwa atau objek
yang dilanjutkan dengan kegiatan penelusuran lebih lanjut serta pengolahan
data sehingga menjadi sekumpulan bahan bukti dan sebagai pelengkap atas
laporan yang sedang disusun.
1.5. Ruang Lingkup
Tindakan penyitaan merupakan salah satu bentuk tindakan yang dilakukan
oleh Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna dijadikan
jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan.
Merujuk pada uraian latar belakang penulisan yang telah penulis sampaikan diatas
maka pembahasan dibatasi hanya pada tindakan penyitaan pemblokiran rekening
bank oleh jurusita pajak di KPP Pratama Jakarta Penjaringan periode tahun 2011-
2015.
5
1.6. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembaca dalam memahami Tugas Akhir ini, penulis
membuat sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan
Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode
Pengumpulan Data, Ruang Lingkup, dan Sistematika Penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Dalam bab ini terdiri dari Ketentuan Perpajakan dalam Peraturan
Perundang-undangan, Definisi Pajak, Definisi Penagihan, Penyitaan
Pajak dan lain-lain.
BAB II PEMBAHASAN
Dalam bab ini terdiri dari kondisi umum atau deskripsi topik
penulisan (yang menjelaskan tentang sejarah Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) Pratama Jakrta Penjaringan , fungsi dan tugas pokok,
visi dan misi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta
Penjaringan, dan deskripsi dari struktur organisasi Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Jakarta Tambora), tinjauan pustaka, metodologi
penulisan dan hasil penelitian
BAB IV PENUTUP
Dalam bab ini menjelaskan tentang kesimpulan yang diambil dalam
melakukan penelitian tersebut dan saran sebagai masukan atas
pembahasan bab-bab sebelumnya.
6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pajak
2.1.1. Pengertian Pajak
Menurut Amiruddin (2016:68) “Pajak merupakan sarana untuk
menciptakan kesetabilan suatu negara khususnya dibidang ekonomi sehingga
dapat mewujudkan kehidupan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur.”
Menurut Bayinah (2015:2) “Pajak menjadi keharusan bagi setiap
masyarakat yang telah memenuhi ketentuan kewajiban pajak yang ditetapkan oleh
pemerintah sebagai salah satu bentuk konstribusi seseorang warga negara dalam
pembangunan negerinya”.
Menurut Nufransa (2015:4) “Pajak adalah semua penerimaan negara yang
berasal dari pajak penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak
Penjualan atas Barangn Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea
perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Cukai, dan Pajak lainnya”.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Pajak dalam tugas akhir
ini adalah pungutan wajib yang dibayar rakyat untuk negara dan akan digunakan
untuk kepentingan pemerintah dan masyarakat umum.
2.1.2. Fungsi Pajak
Menurut Resmi (2014:3), “Terdapat dua fungsi pajak yaitu budgetair dan
regulerend”. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
7
1. Fungsi Anggaran (Budgetair), artinya pajak merupakan salah satu sumber
penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun
pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya
memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut
ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun instensifikasi pemungutan pajak
melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak
Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan lain-lain.
2. Fungsi Mengatur (Regulerend), artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta
mencapai tujuan-tujuan tertentuu diluar bidang keuangan. Beberapa contoh
penerapan pajak sebagai fungsi pengatur adalah:
a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah. Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang dikenakan pada saat terjadi
transaksi jual beli barang mewah. Makin mewah suatu barang maka tarif
pajaknya makin tinggi sehingga barang tersebut makin mahal harganya.
Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba-lomba untuk
mengonsumsi barang mewah (mengurangi gaya hidup mewah).
b. Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan: dimaksudkan agar pihak
yang memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi (membayar
pajak) yang tinggi pula, sehingga terjadi pemerataan pendapatan.
c. Tarif pajak ekspor sebesar 0%: dimaksudkan agar para pengusaha
terdorong mengekspor hasil produksinya di pasar dunia sehingga dapat
memperbesar devisa negara.
8
d. Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan barang hasil industri tertentu
seperti industri semen, industri rokok, industri baja, dan lain-lain
dimaksudkan agar terdapat penekanan produksi terhadap industri tersebut
karena dapat mengganggu lingkungan atau polusi (membahayakan
kesehatan).
e. Pembebasan pajak penghasilan atas sisa hasil usaha koperasi: dimaksudkan
untuk mendorong perkembangan kopersi di Indonesia.
f. Pemberlakuan tax holiday: dimaksudkan untuk menarik investor asing agar
menanamkan modalnya di Indonesia.
2.1.3. Jenis Pajak
Menurut Resmi (2014:7) “Terdapat berbagai jenis pajak yang dapat
dikelompokkan menjadi tiga yaitu pengelompokan menurut golongan, menurut
sifat, dan menurut lembaga pemungutanya”.
1. Menurut Golongan Pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri
oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada
orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban Wajib Pajak yang
bersangkutan.
b. Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan
atau dilimpahkan kepad orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung
terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang
menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau
jasa.
9
2. Menurut Sifatnya Pajak dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaan
pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan
subjeknya.
b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang pengenaannya memperhatikan objeknya
baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang
mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa
memperlihatkan keadaan pribadi Subjek Pajak (Wajib Pajak) maupun
tempat tinggal.
3. Menurut Lembaga pemungut Pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Pajak Negara (Pajak Pusat), yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah
pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada
umumnya.
b. pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik
daerah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak
akbupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah
masing-masing.
2.1.4. Sistem Pemunggutan Pajak
Menurut Abuyamin (2015:37) “Sistem pemunggutan pajak dibagi menjadi
tiga system” yaitu:
1. Official Assessment System
Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada pemerintah
(petugas pajak) untuk menentukan besarnya pajak terhutang wajib pajak.
10
Ciri-cirinya:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak teruntang ada pada fiskus
b. Wajib pajak bersifat pasif
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus
2. Self Assestment system
Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada wajib pajak
untuk menghitung sendiri, melaporkan sendiri, dan membayar sendiri pajak
yang terhutang yang seharusnya dibayar.
Ciri-cirinya:
a. pajak terhutang dihitung sendiri oleh wajib pajak
b. wajib pajak bersifat aktif dengan melaporkan dan membayar sendiri pajak
terhutang yang seharusnya dibayar
c. pemerintah tidak perlu mengeluarkan surat ketetapan pajak setiap saat
kecuali oleh kasus-kasus tertentu saja seperti wajib pajak terlambat
melaporkan atau membayar pajak terhutang atau terdapat pajak yang
seharusnya dibayar tetapi tidak dibayar.
3. Withholding System
Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada pihak lain atau
pihak ketiga untuk memotong dan memungut besarnya pajak yang terhutang
oleh wajib pajak. Pihak ketiga disini adalah pihak lain selain pemerintah dan
wajib pajak.
Ciri-cirinya:
a. Adanya pihak ketiga yang berwenang dalam menentukan besarnya pajak
terutang.
11
b. Pemerintah dan wajib pajak bersifat pasif.
2.1.5. Asas Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2016:9) “Asas pemunggutan pajak dibagi menjadi
tiga”, yaitu:
1. Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal)
Negara berhak menggenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang
bertempat tingal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam
maupun yang berasal dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak
dalam Negeri.
2. Asas Sumber
Negara berhak menggenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di
wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
3. Asas Kebangsaan
Penggenaan pajak di hubungkan dengan kebangsaan suatu Negara.
2.1.6. Pengertian Wajib Pajak
Menurut Astrid (2016:2) “Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan,
meliputi pembayaran pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan”.
Menurut Gunadi (2016:19) “Wajib Pajak adalah sekumpulan orang pribadi
atau badan meliputi pembayaran pajak, pemotongan pajak, pemungutan pajak
12
dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan yang dimaksud
dengan wajib pajak dalam tugas akhir ini adalah orang-orang atau badan, meliputi
pembayaran pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak, yang mempunyai hak
dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
2.1.7. Kewajiban Wajib Pajak
Menurut Resmi (2014:22) “Kewajiban Wajib Pajak yang di atur dalam
undang-undang Nomor 28 Tahun 2007” adalah sebagai berikut:
1. Mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tingal atau tempat kedudukan wajib pajak dan
kepada nya diberikan nomor pokok wajib pajak, apabila sudah memenuhi
persyaratan subjektif dan objektif.
2. Melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan perusahaan dan
tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi pengusaha kena
pajak.
3. Mengisi surat pemberitahuan dengan bener, lengkap, dan jelas, dalam bahasa
indonesia dengan mengunakan hurup Latin, angka Arab, satuan mata uang
rupiah, serta mendatangani dan menyampaikan ke kantor Direktorat Jenderal
Pajak tempat bwajib pajak terdaftar atau di kukuhkan atau tempat lain yang
di tetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
13
4. Menyampaikan surat pemberitahuan dalam bahasa indonesia dengan
mengunakan satuan mata uang selain rupiah yang di izinkan, yang
pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan menteri keuangan.
5. Membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan surat
setoran pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan
atau berdasarkan peraturan menteri keunagan.
6. Membayar pajak terutang sesuai dengan peraturan perundang-undangan
perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan
pajak.
7. Menyerahkan pembukuan bagi wajib pajak orang pribadi yang melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan, dan melakukan
pencatatan bagi wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas.
2.1.8. Pengertian Subjek Pajak
Menurut Mardiasmo (2016:163) “Di dalam Undang-undang No.16 Tahun
2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tidak terdapat
penjelasan terhadap apa yang dimaksud dengan Subjek Pajak. Namun, pengertian
mengenai Subjek Pajak tersebut termuat secara implisit dalam Pasal 2 ayat (1)
Undang-undang No.17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan” yaitu :
1. Orang pribadi
Orang pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal di Indonesia
maupun diluar Indonesia.
14
a. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang
berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai
Subjek Pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas
penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.
2. Badan
Sebagaimana diatur dalam dalam Undang-undang tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan, pengertian badan adalah sekumpulan orang dan atau
modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak
melakukan usaha, yang meliputi:
a. Perseroan Terbatas (PT);
b. Perseroan Komanditer;
c. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Daerah (BUMD);
d. Persekutuan (Maatschap);
e. Firma;
f. Perkumpulan Koperasi;
g. Yayasan dan
h. Organisasi maupun perkumpulan lainnya baik yang berbadan hukum
ataupun tidak.
3. Bentuk usaha tetap
Suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha
(place of business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk
juga mesin dan peralatan yang sifatnya permanen dan dipergunakan untuk
menjalankan usaha atau kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia.
15
Subjek Pajak dibedakan dalam subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar
negeri (Pasal 2 ayat (2), (3) dan (4) Undang-undang Pajak Penghasilan).
Adapun yang dinyatakan sebagai Subjek Pajak dalam negeri adalah:
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang yang berada
(untuk sementara waktu) di Indonesia lebih dari 183 hari (= 6 bulan) dalam
jangka waktu dua belas bulan, atau orang yang selama satu Tahun Pajak
berada di indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia;
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia;
c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, untuk menggantikan
yang berhak.
4. Badan Usaha Tetap, yang mana induk dari BUT tersebut yang berupa Npwpan
atau perusahaan berkedudukan di luar negeri tetapi menjalankan kegiatan
usaha secara teratur di Indonesia.
Adapun yang dimaksud dengan Subjek Pajak luar negeri adalah Subjek
pajak yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, tidak didirikan dan berkedudukan
di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia.
2.1.9. Hak Dan Kewajiban Wajib Pajak
Menurut Resmi (2014:23) “Hak wajib pajak yang diatur dalam undang-
undang Nomor 28 Tahun 2007” sebagai berikut:
1. Melaporkan beberapa masa pajak dalam 1 (satu) Surat Pemberitauhan Masa.
2. Mengajukan surat keberatan dan banding bagi wajib pajak dengan kretria
tertentu.
16
3. Memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan
pajak penghasilan paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan
pemberitauhan secara tertulis atau dengan cara lain kepada Direktorat Jenderal
Pajak.
4. Membetulkan surat pemberitahuan yang telah disampaikan dengan
penyampaian pernyataan tertulis, dengan syarat Direktorat Jenderal Pajak
belum melakukan tindakan pemeriksaan.
5. Mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
6. Mengajukan keberatan kepada Direktorat Jenderal Pajak atas suatu:
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
c. Surat Ketetapan Pajak Nihil;
d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau
e. Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan
ketentuan peraturan perudang-undangan perpajakan.
f. Mengajukan permohonan banding kepada badan pradilan pajak atas surat
keputusan keberatan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan hak wajib pajak berkaitan
dengan melaporkan surat pemberitaun masa, memperpanjang jangka waktu
penyampaian SPT, Membetulkan surat Pemberitahuan Tertulis, pengembalian
kelebihan bayar pajak dan serta mengajukan keberatan dan banding.
Adapun beberapa hak dalam KUP yang bersifat umum yang harus dipenuhi
oleh Wajib Pajak, antara lain:
1. Wajib Pajak mempunyai hak mengajukan permohonan penundaan
17
penyampaian Surat Pemberitahuan (Pasal 3 ayat (4) KUP).
2. Berhak menerima tanda bukti pemasukan SPT (Pasal 6 ayat (1) KUP).
3. Hak melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan yang dimasukkan (Pasal 8
ayat (1) KUP).
4. Hak untuk mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran
pembayaran pajak (Pasal 9 ayat (4) KUP).
5. Hak untuk mengajukan permohonan perhitungan pajak atau meminta
pengembalian kelebihan pembayaran pajak serta berhak memperoleh kepastian
terbitnya surat kelebihan pembayaran pajak (Pasal 11 ayat (1) jo Pasal 17 ayat
(2) KUP).
6. Berhak mengajukan surat keberatan dan surat permohonan banding atas atas
surat keputusan keberatan (Pasal 25 jo Pasal 27 KUP).
7. Hak untuk memberi kuasa kepada orang lain yang dipercaya untuk
melaksanakan kewajiban pajaknya (Pasal 32 ayat (2) KUP).
Disamping hak wajib pajak yang harus dipenuhi, Wajib Pajak juga
mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus diindahkan oleh pihak administrasi
pajak. Kewajiban tersebut antara lain Kewajiban mendaftarkan diri kepada
Direktorat Jenderal Pajak/Kantor Pelayanan Pajak untuk memperoleh Nomor
Pokok Wajib Pajak (Pasal 2 KUP).
1. Kewajiban melaporkan pajak dengan cara mengambil sendiri blanko Surat
Pemberitahuan dan blanko perpajakan lainnya di tempat-tempat yang
ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak (Pasal 3 ayat (2) KUP), kemudian
mengisi dengan lengkap, jelas, benar dan menandatangani sendiri Surat
18
Pemberitahuan (Pasal 4 ayat (1) KUP), serta mengembalikannya kepada
Direktorat Jenderal Pajak (Pasal 3 ayat (1) KUP).
2. Melakukan pelunasan dan pembayaran pajak yang ditentukan undangundang
(Pasal 9 ayat (1) jo Pasal 10 ayat (1) KUP).
3. Menghitung dan menetapkan sendiri jumlah pajak yang terutang menurut cara-
cara yang ditentukan (Pasal 12 KUP).
4. Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan-pencatatan (Pasal 28 ayat (1)
dan (2) KUP).
5. Kewajiban memberikan keterangan kepada tax auditor bila dilakukan
pemeriksaan pajak (Pasal 29 KUP).
6. Menunjuk wakil badan yang bertanggung jawab tentang kewajiban perpajakan
(Pasal 32 ayat (1) KUP).
Menurut Resmi (2014:22) kewajiban wajib pajak yang di atur dalam
undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 adalah sebagai berikut:
1. Mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tingal atau tempat kedudukan wajib pajak dan kepada
nya diberikan nomor pokok wajib pajak, apabila sudah memenuhi persyaratan
subjektif dan objektif.
2. Melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan perusahaan dan
tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi pengusaha kena
pajak.
3. Mengisi surat pemberitahuan dengan bener, lengkap, dan jelas, dalam bahasa
indonesia dengan mengunakan hurup Latin, angka Arab, satuan mata uang
19
rupiah, serta menandatangani dan menyampaikan ke kantor Direktorat Jenderal
Pajak tempat bwajib pajak terdaftar atau di kukuhkan atau tempat lain yang di
tetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
4. Menyampaikan surat pemberitahuan dalam bahasa indonesia dengan
mengunakan satuan mata uang selain rupiah yang di izinkan, yang
pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan menteri keuangan.
5. Membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan surat
setoran pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan
atau berdasarkan peraturan menteri keunagan.
6. Membayar pajak terutang sesuai dengan peraturan perundang-undangan
perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.
7. Menyerahkan pembukuan bagi wajib pajak orang pribadi yang melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan, dan melakukan
pencatatan lagi wajib pajak orang pribadi ayang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan hak wajib pajak berkaitan
dengan melaporkan surat pemberitaun masa, memperpanjang jangka waktu
penyampaian SPT, Membetulkan surat Pemberitahuan Tertulis, pengembalian
kelebihan bayar pajak dan serta mengajukan keberatan dan banding.
2.2. Penagihan
2.2.1. Pengertian Penagihan
Menurut Mardiasmo (2016:151) “Penagihan pajak adalah serangkaian
tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan dengan
20
menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus,
memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melakukan penyitaan,
melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita”.
2.2.2. Penagihan Seketika dan Sekaligus
Menurut Mardiasmo (2016:152) “Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah
penagihan yang dilakukan segera tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran
untuk seluruh jenis pajak termasuk biaya penagihan. Penagihan seketika dan
sekaligus terhadap utang pajak berdasarkan STP, SKPKB, SKBKBT, SK
Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding dilakukan dalam hal:
1. Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya
ataupun berniat untuk itu
2. Penanggung pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang
dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan
atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia
3. Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan
usahanya , atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau
memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau
melakukan perubahan bentuk lainnya
4. Badan usaha akan dibubarkan negara
5. Terjadinya penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau
terdapat tanda-tanda kepailitan
Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus sekurang-kurangnya
meliputi:
21
1. Nama Wajib Pajak
2. Besarnya Utang Pajak
3. Perintah untuk membayar
4. Saat pelunasan pajak
2.3. Pengertian Penyitaan
Menurut Maridasmo (2016:154) “Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak
untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk
melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan. Barang yang
dimaksud adalah barang berwujud bergerak, tidak bergerak, maupun tidak
berwujud yang dapat dipindah tangankan dan termasuk Objek Sita Pajak.
Menguasai dalam hal ini bukan berarti dikuasai untuk dijual, melainkan hanya
sebagai jaminan pelunasan tunggakan pajak milik penanggung pajak”.
2.3.1. Dasar Hukum Tindakan Penyitaan
Tindakan Penyitaan dalam rangka penagihan pajak dengan Surat Paksa
diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan
dengan Surat Paksa Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2000, yang kemudian untuk menjelaskan ketentuan tersebut ditetapkan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 135 tahun 2000 tentang Tata Cara
Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
22
2.3.2. Pengertian Jurusita Pajak
Menurut Mardiasmo (2016:151) “Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan
penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan
Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan”. Tugas Jurusita Pajak antara lain:
1. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus.
2. Memmberitahukan Surat Paksa.
3. Melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan.
4. Melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan.
Dalam melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak berwenang memasuki dan
memeriksa semua ruangan termasuk membuka lemari, laci, dan tempat lain untuk
menemukan objek sita di tempat usaha, di tempat kedudukan, atau di tempat tinggal
Penanggung Pajak, atau di tempat lain yang dapat diduga sebagai tempet
penyimpanan objek sita.
2.4. Pengertian Penanggung Pajak
Menurut Mardiasmo (2016:151) “Penanggung Pajak adalah orang pribadi
atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang
menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut peraturan
perundang-udangan perpajakan”.
Sedangkan pengertian Penanggung Pajak menurut UU KUP, Penanggung
Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran
pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib
Pajak sesuai dengan ketentuan perpajakan. Konsep Penanggung Pajak ini lebih
23
ditunjuk untuk penyelesaian urusan penagihan pajak dan pelunasan utang pajak.
Maka dalam menjalankan hak dan memenuhi kewajiban menurut ketentuan
perpajakan yaitu:
1. Wajib Pajak badan diwakili oleh pengurus (direksi atau pegawai yang
berwenang mengurus dan menjalankan kewajiban perpajakan).
2. Wajib Pajak badan yang sedang dalam pembubaran atau pailit diwakili oleh
orang atau badan yang dibebani dengan pemberesan (kurator, likuidator).
3. Suatu warisan yang beum terbagi diwakili oleh salah seorang ahli warisnya,
pelaksana wasiatnya atau yang mengurus harta peninggalannya.
4. Anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampunan
diwakili oleh wali atau pengampunya.
Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan dapat menunjuk seorang kuasa
dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban
menurut ketentuan perpajakan. Termasuk dalam pengertian pengurus adalah orang
yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan/atau
mengambil keputusan dalam menjalankan perusahaan.
24
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Tinjauan Umum KPP Pratama Jakarta Penjaringan
3.1.1. Sejarah dan Perkembangan KPP Pratama Jakarta Penjaringan
Menurut sumber di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Penjaringan,
sebelum Direktorat Jenderal Pajak melakukan modernisasi administrasi perpajakan
dan pelayanan kepada Wajib Pajak, pada mulanya hanya ada satu Kantor Inspeksi
Keuangan di Jakarta, yaitu Kantor Inspeksi Keuangan di Jalan Pintu Air No. 1
Jakarta. Karena perkembangan dan luasnya daerah di Jakarta, tidak mungkin lagi
pajak diurus oleh satu Kantor Inspeksi Keuangan tersebut, maka pada tahun 1964
Kantor Inspeksi Keuangan di Jakarta dipecah menjadi 18 Kantor Inspeksi
Keuangan yang kemudian namanya berganti menjadi Kantor Inspeksi Pajak (KIP).
Perkembangan kelembagaan berubah mengikuti arah kemajuan zaman. Dari
satu Kantor Inspeksi Pajak berkembang menjadi Kantor Inspektorat Pajak yang
meliputi dari:
1. Kantor Inspeksi Pajak Pendapatan Jakarta Utara
2. Kantor Inspeksi Pajak Pendapatan Jakarta Barat
3. Kantor Inspeksi Pajak Pendapatan Jakarta Selatan
4. Kantor Inspeksi Pajak Perseroan
5. Kantor Inspeksi Pajak Penjualan dan Pajak Tidak Langsung Lainnya
6. Kantor Inspeksi Pajak Perusahaan Negara dan Koperasi.
25
Tepatnya mulai 1 April 1974 dilakukan perubahan kelembagaan Kantor
Inspeksi menurut jenis pajak menjadi Kantor Inspeksi Pajak Paripurna dengan
daerah operasional dan sesuai dengan daerah administrasi pemerintah Daerah
Khusus Ibukota Jakarta. Meskipun demikian, dengan memperhatikan potensi-
potensi ekonomi yang ada bersangkutan, maka wewenang daerah operasi masing-
masing Inspeksi Pajak ada yang sama dengan wilayah administrasi kecamatan dan
ada yang lebih dari satu wilayah kecamatan.
Di samping itu masih diterapkan adanya Kantor Inspeksi Pajak yang
berdasarkan kelompok Wajib Pajak:
1. Kantor Inspeksi Pajak Penanaman Modal Asing
2. Kantor Inspeksi Pajak Penanaman Modal Dalam Negeri
3. Kantor Inspeksi Pajak Badan dan Orang Asing
4. Kantor Inspeksi Pajak Perusahaan Negara dan Daerah.
Dengan demikian Kantor Inspeksi Pajak yang berkedudukan di Jakarta terdiri dari
18 Kantor Inspeksi Pajak Khusus. Dengan terbitnya Surat Keputusan Menteri
Keuangan Republik Indonesia No. 276/KMK.01/1989 tamggal 25 Maret 1989
tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Pajak maka Kantor Inspeksi
Pajak terbagi menjadi:
1. Kantor Pelayanan Pajak
2. Kantor Penyuluhan Pajak
3. Kantor/Unit Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak.
Perkembangan dari masa ke masa selalu dilakukan sesuai dengan kondisi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang terakhir perkembangan tersebut berdasarkan
26
Peraturan Menteri Keuangan No. 29/KMK.01/2012 bahwa Daerah Khusus Ibukota
Jakarta, meliputi:
1. Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat, daerah wewenangnya meliputi:
a. Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Pusat
b. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Menteng Satu
c. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Menteng Dua
d. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Menteng Tiga
e. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang Satu
f. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang Dua
g. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga
h. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Senen
i. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cempaka Putih
j. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Gambir Satu
k. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Gambir Dua
l. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Gambir Tiga
m. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Gambir Empat
n. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Sawah Besar Satu
o. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Swah Besar Dua
p. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kemayoran
2. Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat, daerah wewenangnya meliputi:
a. Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Barat
b. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Palmerah
c. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tamansari Satu
d. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tamansari Dua
27
e. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tambora
f. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cengkareng
g. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu
h. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kebon Jeruk Dua
i. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Grogol Petamburan
j. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kembangan
3. Kantor Wilayah DJP Jakarta Timur, daerah wewenang meliputi:
a. Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Timur
b. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Matraman
c. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Jatinegara
d. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Pulogadung
e. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu
f. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Dua
g. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kramat Jati
h. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Duren Sawit
i. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Pasar Rebo
4. Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan, daerah wewenang meliputi:
a. Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Selatan
b. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Setiabudi Satu
c. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Setiabudi Dua
d. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Setiabudi Tiga
e. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kebayoran Baru Satu
f. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua
g. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga
28
h. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kebayoran Lama
i. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Mampang Prapatan
j. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tebet
5. Kantor Wilayah DJP Jakarta Utara, daerah wewenang meliputi:
a. Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Utara
b. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Penjaringan
c. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanjung Priok
d. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kelapa Gading
e. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Pademangan
f. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Koja
g. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Pluit
h. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Sunter
Pada tahun 1994 Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Utara Satu berganti nama
menjadi Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Penjaringan. Pada saat itu Direktorat
Jenderal Pajak belum melakukan modernisasi administrasi dan pelayanan
perpajakan sehingga belum pratama.
Pada tahun 2002 modernisasi administrasi perpajakan dilakukan sebagai
bagian dari reformasi birokrasi perpajakan dengan membentuk Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak Besar dan Kantor Pelayanan Pajak Besar. Dasar Hukum
aturan peralihan pembentukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama berdasarkan:
1. Peraturan Menteri Keuangan No. Per-55/PMK.01/2007 tanggal 08 Juni 2007
2. Keputusan Dirjen Pajak No. 85/PJ.01/2007 tanggal 06 Juni 2007
3. Keputusan Dirjen Pajak No. 86/PJ.01/2007 tanggal 11 Juni 2007
4. Peraturan Dirjen Pajak No. Per-87/PJ.01/2007 tanggal 11 Juni 2007.
29
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Penjaringan berada di bawah
lingkungan kerja Kantor Wilayah (kanwil) Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Utara
dengan wilayah kerja meliputi Kelurahan Penjaringan dan Kelurahan Pejagalan.
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Penjaringan mulai beroperasi sejak
tanggal 3 Juli 2007.
Visi dan Misi KPP Pratama Jakarta Penjaringan sama dengan Visi dan Misi
Direktorat Jenderal Pajak yang selalu dituntut untuk melakukan terobosan-
terobosan positif, dengan kemajuan teknologi, masyarakat yang kian kritis dan
keinginan besar dari dalam institusi Direktorat Jenderal Pajak sendiri. Seiring
dengan dinamika tersebut Direktorat Jenderal Pajak secara sadar dan bersama-sama
mencoba membuat suatu misi bersama yang ideal yang diperlukan untuk
membangkitkan komitmen dan kesatuan gerak bagi seluruh jajarannya.
Visinya yaitu menjadi model pelayanan masyarakat yang
menyelenggarakan sistem dan manajemen perpajakan kelas dunia, yang dipercaya
dan dibanggakan masyarakat, dan Misinya adalah menghimpun penerimaan negara
dari sektor perpajakan guna menunjang kemandirian pembiayaan APBN.
3.1.2. Struktur Organisasi dan Tata Kerja KPP Pratama Jakarta
Penjaringan
Berdasarkan Surat Keputusan mentri keuangan Nomor 67/PMK.01/2008
tentang perubahan kedua atas peraturan menteri keuangan. struktur organisasi KPP
Pratama Jakarta Penjaringan sebagai berikut:
30
Struktur Organisasi KPP Pratama Jakarta Penjaringan
Sumber: Sub Bagian Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Penjaringan
Gambar III.1.
Struktur Organisasi KPP Pratama Jakarta Penjaringan
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.01/2008
tentang perubahan atas kedua Menteri Keuangan Uraian Tata Kerja Organisasi KPP
Pratama Jakarta Penjaringan, antara lain:
1. Kepala Kantor
Kepala Kantor mempunyai tugas mengkoordinasikan pelayanan,
penyuluhan, pelayanan dan pengawasan Wajib Pajak di bidang PPh, PPN,
PPnBM, PLTI dan PBB dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan
perundangan yang berlaku.
2. Kepala Sub Bagian Umum
31
Membantu dan menunjang kelancaran tugas kepala kantor dalam
mengkoordinasikan tugas dan fungsi pelayanan kesekretariatan terutama dalam
hal pengaturan kegiatan tata usaha dan kepegawaian, keuangan dan rumah
tangga serta perlengkapan.
3. Kepala Seksi Ekstensifikasi
Membantu tugas kepala kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penata-
usahaan pengamatan potensi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak,
penilaian objek pajak, dan kegiatan ekstensifikasi perpajakan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
4. Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi
Membantu tugas kepala kantor dalam mengkoordinasikan pengumpulan,
pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen
perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan, pengalokasian dan
penatausahaan bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak
Atas Tanah dan Bangunan, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan
aplikasi e-SPT dan e-Filling dan penyiapan laporan kinerja.
5. Seksi Pelayanan
Membantu tugas kepala kantor dalam mengkoordinasikan penetapan dan
penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas
perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan surat lainnya,
penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi Wajib Pajak, serta kerjasama
perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.
6. Seksi Pengawasan dan Konsultasi
32
Membantu tugas kepala kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penata-
usahaan pengamatan potensi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak,
penilaian objek pajak, dan kegiatan ekstensifikasi perpajakan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
7. Seksi Pemeriksaan
Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan
penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan
pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan pajak serta
adminstrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.
8. Seksi Penagihan
Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan
penata-usahaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan dan angsuran
tunggakan pajak, dan usulan penghapusan piutang pajak sesuai ketentuan yang
berlaku.
9. Kelompok Fungsional
Pejabat Fungsional terdiri atas Pejabat Fungsional Pemeriksa dan Pejabat
Fungsional Penilai yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor
KPP Pratama. Dalam melaksanakan pekerjaannya, selalu berkoordinasi dengan
Seksi Pemeriksaan, sedangkan Pejabat Fungsional Penilai berkoordinasi
dengan Seksi Ekstensifikasi.
Dalam organisasi KPP Pratama Jakarta Penjaringan terdapat jabatan
Account Representative (Staf Pendukung Pelayanan) yang berada di bawah
pengawasan dan bimbingan Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi, Ikhtisar
tugas Staf Pendukung Pelayanan adalah sebagai berikut:
33
1. pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak
2. bimbingan kepada Wajib Pajak dan Konsultasi teknis perpajakan
3. penyusunan profil Wajib Pajak
4. analisis kinerja Wajib Pajak
5. rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka intensifikasi
6. melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku
7. memberikan informasi perpajakan.
Pembagian tugas kerja Staf Pendukung Pelayanan dilakukan dengan membagi
habis wilayah kerja seksi Pengawasan dan Konsultasi berikut seluruh pengawasan
pemenuhan kewajiban perpajakannya (PPh, PPN, PBB dan pajak lainnya). Untuk
mempermudah pembagian wilayah kerja Staf Pendukung Pelayanan dapat
digunakan Peta Wilayah PBB dengan memperhatikan keseimbangan beban kerja.
3.1.3. Kegiatan KPP Pratama Jakarta Penjaringan
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.01/2008
tentang perubahan kedua atas Menteri Keuangan KPP Pratama Jakarta Penjaringan
mempunyai tugas pokok sebagai berikut:
1. Memberikan pelayanan kepada Wajib Pajak
2. Mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan informasi perpajakan
3. Melakukan pemeriksaan sederhana terhadap Wajib Pajak bidang Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, PPnBM dan pajak langsung lainnya
dalam wilayah wewenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
4. Verifikasi dan penerapan sanksi perpajakan
34
5. Melakukan pengurusan tata usaha keuangan, kepegawaian, dan rumah tangga
Kantor Pelayanan Pajak Pratama.
Di samping tugas di atas KPP Pratama Jakarta Penjaringan juga
menyelenggarakan fungsi-fungsi sebagai berikut:
1. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan,
penyajian informasi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, serta
penilaian objek bumi dan bangunan
2. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan
3. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan
pengolahan SPT, serta penerimaan surat lainnya
4. Penyuluhan perpajakan
5. Pelaksanaan registrasi Wajib Pajak
6. Pelaksanaan ekstensifikasi
7. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak
8. Pemeriksaan pajak
9. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak
10. Pelaksanaan konsultasi perpajakan
11. Pelaksanaan intensifikasi
12. Pelaksanaan administrasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama.
Terkait dengan pelayanan pembuatan NPWP bagi Wajib Pajak, kegiatan
KPP Pratama Jakarta Penjaringan adalah:
1. Penerimaan pendaftaran NPWP
2. Pemeriksaan berkas pendaftaran NPWP
3. Penerbitan NPWP
35
4. Penyampaian NPWP kepada Wajib Pajak.
3.2. Hasil Penelitian
3.2.1. Analisa Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Penyitaan Barang
Penanggung Pajak di KPP Pratama Jakarta Penjaringan
Penyitaan merupakan tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang
Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut
peraturan perundang-undangan. Barang yang dimaksud adalah barang berwujud
bergerak, tidak bergerak, maupun tidak berwujud yang dapat dipindah tangankan
dan termasuk Objek Sita Pajak. Menguasai dalam hal ini bukan untuk dijual,
melainkan hanya sebagai jaminan pelunasan tunggakan pajak milik penanggung
pajak. Apabila dalam waktu yang telah ditentukan Wajib Pajak tidak
menanggapinya maka akan diberikan Surat Paksa.
Setelah diterbitkannya Surat Paksa terhadap Penanggung Pajak yang tidak
melunasi utang pajaknya, tindakan penagihan dapat dilanjutkan dengan
menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP). Penyitaan dilakukan
terhadap Penanggung Pajak apabila utang pajak tidak dilunasi dalam jangka waktu
2 kali 24 jam setelah Surat Paksa Dilaksanakan. Ini berarti alasan utama
dilaksanakannya penagihan pajak adalah adanya utang pajak. Penyitaan dilakukan
apabila setelah 2 kali 24 jam setelah Surat Paksa disampaikan utang pajak masih
belum dilunasi. Kemudian dilanjutkan dengan menerbitkan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan.
a. Tata cara penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.
36
Apabila Jurusita Pajak mengetahui dalam data tunggakan pajak bahwa
terdapat tunggakan pajak dengan tindakan penagihan aktif telah mencapai tahap
lewat dari 2 kali 24 jam setelah Surat Paksa disampaikan, Jususita Pajak segera
membuat konsep Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP).
Isi dari Surat perintah melaksanakan Penyitaan adalah:
1. Dasar dilakukannya Penyitaan.
2. Penjelasan alasan dilakukannya Penyitaan.
3. Perintah kepada Jurusita Pajak yang identitasnya tercantum dalam Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan Untuk melakukan tindakan Penyitaan
terhadap barang Penanggung Pajak.
4. Perintah agar Penyitaan dilaksanakan dengan menghadirkan 2 orang saksi
warga Negara Indonesia yang cakap hukum.
5. Perintah membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita.
Berikut adalah prosedur kerja penerbitan Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Penjaringan:
1. Jurusita Pajak meneliti data tunggakan pajak beserta pelunasannya
(SSP/STTS/SSB/Bukti Pbk) atau pengurangan (keputusan
pembetulan/keputusan keberatan/putusan banding/keputusan pengurangan
atau pembatalan ketetapan pajak/keputusan pengurangan atau penghapusan
sanksi administrasi), membuat konsep Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
dan menyampaikannya kepada Kepala Seksi Penagihan.
2. Kepala Seksi Penagihan meneliti dan menandatangani konsep Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan, serta menyampaikan kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak.
37
3. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan dan meneruskan kepada Kepala Seksi
Penagihan.
4. Jurusita Pajak menerima Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan yang telah
disetujui.
Sumber: Seksi Penagihan KPP Pratama Jakarta Penjaringan
Gambar III.2.
Bagan Tata Cara Penerbitan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan di KPP Pratama Jakarta Penjaringan
Jangka waktu untuk penyelesaian penerbitan Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan paling lama adalah 2 hari kerja.
b. Pelaksanaan Penyitaan
Penyitaan dilakukan oleh Jurusita Pajak berdasarkan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan yang telah diterbitkan oleh pejabat penerbitan Surat
Data Tunggakan
Menyetujui dan
Menandatangani
SPMP
Meneliti dan
Memaraf Konsep SPMP
Meneliti dan
Mencetak SPMP
SOP Tata Cara
Penyitaan
Mulai
Selesai
38
Perintah Melaksanakan Penyitaan. Barang milik penanggung pajak yang disita
adalah barang selain barang yang dikecualikan dari objek sita pajak, yang dapat
berupa barang berwujud maupun barang tidak berwujud.
Penyitaan dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan disaksikan oleh
sekurang-kurangnya 2 orang warga Negara Indonesia yang telah dewasa dan cakap
hukum, dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya oleh Jurusita Pajak. Ada
beberapa hal yang menjadi perhatian oleh Jurusita Pajak dalam melaksanakan
Penyitaan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Penjaringan. Dalam
pelaksanaan penyitaan, Jurusita Pajak wajib menunjukkan Kartu Pengenal Jurusita
Pajak, memperlihatkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, dan
menyampaikan maksud dan tujuan tindakan penyitaan.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Penjaringan mendahulukan 100
Penunggak Pajak Terbesar untuk dilakukan tindakan Penyitaan, karena dirasa
memiliki potensi yang lebih besar dalam menambah penerimaan. Apabila seluruh
100 Penunggak Pajak terbesar telah dilaksanakan tindakan penyitaan atau
penagihan lainnya, tindakan penagihan dilanjutkan untuk 200 penunggak pajak
terbesar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Penjaringan dan seterusnya.
Yang dimaksud dengan barang adalah tiap benda atau hak yang dapat
dijadikan Objek Sita. Penyitaan dilakukan terhadap Objek Sita Pajak. Objek Sita
adalah barang milik Penanggung Pajak yang terhadapnya dapat dilakukan
penyitaan. Barang yang dapat dijadikan Objek Sita dapat berupa:
1. Barang bergerak teramasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito,
tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan
39
dengan itu, obligasi, saham, atau surat berharga lainnya, piutang, dan
penyertaan modal pada perusahaan lain; dan
2. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangungan, dan kapal dengan isi kotor
tertentu (20m3).
Tindakan Penyitaan dapat dilakukan selama barang yang disita merupakan
Objek Sita Pajak. Jurusita Pajak harus mempertimbangkan jenis barang, sifat, dan
besarnya utang pajak dalam melakukan tindakan penyitaan. Umumnya penyitaan
dilakukan dengan mendahulukan barang bergerak, namun dalam keadaan tertentu
,seperti tidak menjumpai barang bergerak yang dapat disita, penyitaan dapat
langsung terhadap barang tidak bergerak.
Jurusita Pajak di Kantor Pelayanaan Pajak Pratama Jakarta Penjaringan
lebih sering melakukan penyitaan atas harta Wajib Pajak yang disimpan di Bank
dengan tindakan pemblokiran. Tindakan Pemblokiran dinilai lebih efektif dalam
melunasi tunggakan pajak, karena dapat dilakukan untuk Penanggung Pajak yang
tidak dapat ditemukan tempat tinggalnya, atau Penanggung Pajak Badan yang
sudah bubar.
Tindakan Penyitaan terhadap barang milik Penanggung Pajak yang
dilaksanakan oleh Jurusita Pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan tetap dapat dilakukan walaupun Penanggung Pajak tidak hadir pada saat
Penyitaan dilakukan, dengan syarat:
1. Salah satu saksi berasal dari Pemerintah Daerah.
2. Berita Acara Pelaksanaan Sita ditandatangani oleh Penanggung Pajak
dan saksi-saksi.
40
Terhadap Penanggung Pajak badan, dilaksanakan terhadap barang milik
perusahaan, pengurus, kepala perwakilan,kepala cabang, penanggung jawab,
pemilik modal dan dilakukan di tempat kedudukan usaha, tempat kediaman atau
tempat lain. Sedangkan untuk Penanggung Pajak yang merupakan Orang Pribadi,
penyitaan dilakukan terhadap barang milik pribadi yang bersangkutan, istri, dan
anak dalam tanggungan, kecuali dikehendaki sendiri secara tertulis dengan
perjanjian pisah harta antar suami dengan istri.
3.2.2. Analisa Tata Cara Pencabutan Sita Oleh Jurusita Pajak Terhadap
Penanggung Pajak di KPP Pratama Jakarta Penjaringan
Pencabutan sita dilaksanakan apabila Penanggung Pajak telah melunasi
biaya penagihan pajak dan utang pajak atau berdasarkan putusan pengadilan atau
berdasarkan putusan badan peradilan pajak atau ditetapkan lain oleh menteri
keuangan atau gubernur atau bupati/wali kota.
Tata cara Pencabutan Sita dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 11 Peraturan
Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Penyitaan dalam rangka
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Pencabutan sita dilakukan apabila utang pajak
sudah lunas, atau berdasarkan putusan peradilan. Pencabutan sita dilaksanakan
berdasarkan Surat Pencabutan Sita. Surat Pencabutan sita diusulkan oleh Jurusita
Pajak kemudian disampaikan kepada Kepala Seksi Penagihan. Surat Pencabutan
Sita juga befungsi sebagai pencabut Berita Acara Pelaksanaan Sita yang telah
disampaikan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak Sebelumnya, dikuti
dengan pengembalian penguasaan barang yang disita kepada Penanggung Pajak.
41
Untuk menghasilkan Surat Keputusan Pencabutan Sita, dibutuhkan
dokumen-dokumen sebagai syarat agar usulan pencabutan tersebut disetujui, yaitu:
a. Bukti pelunasan tunggakan pajak (SSP/STTS/SSB/Bukti Pbk)
b. Bukti Pelunasan Biaya Penagihan Pajak (SSBP)
c. Bukti pengurangan (Keputusan pembetulan/Keputusan keberatan/Putusan
banding/Keputusan pengurangan atau pembatalan ketetapan
pajak/Keputusan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi)
d. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP)
e. Laporan Pelaksanaan Surat perintah melaksanakan Penyitaan
f. Surat Ketetapan Pajak (SKPKB/SKPKBT/Keputusan Keberatan/Putusan
Banding) dan Surat Tagihan Pajak (STP)
Prosedur kerja penerbitan Surat Pencabutan Sita adalah Sebagai Berikut:
a. Jurusita Pajak meneliti data tunggakan pajak beserta pelunasannya
(SSP/STTS/SSB/bukti Pbk) atau pengurangan (keputusan
pembetulan/keputusan keberatan /putusan banding/keputusan pengurangan
atau pembatalan ketetapan pajak/keputusan pengurangan atau penghapusan
sanksi administrasi), membuat konsep surat pencavutan sita dan
menyampaikannya kepada Kepala Seksi Penagihan.
b. Kepala Seksi Penagihan meneliti dan memaraf konsep surat pencabutan
sita, serta menyampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
c. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani surat
pencabutan sita dan meneruskan kepada Kepala Seksi Penagihan.
d. Jurusita Pajak menerima surat pencabutan sita yang telah disetujui.
42
e. Jurusita Pajak kemudian menatausahakan dan mengirimkan surat
pencabutan sita, kemudian menjalankan SOP tata cara pencabutan sita dan
proses pencabutan sita selesai.
Sumber: Seksi Penagihan KPP Pratama Jakarta Penjaringan
Gambar III.3.
Bagan Tata Cara Penerbitan
Surat Pencabutan Sita di KPP Pratama Jakarta Penjaringan
Kemudian dalam Pasal 11 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun
2000 Tentang Tata Cara Penyitaan dalam rangka Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai Pencabutan Sita terhadap
barang tertentu sebagai berikut:
a. Deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro atau yang
dipersamakan dengan itu dilaksanakan dengan menyampaikan Surat
Meneliti dan
Membuat Konsep
Surat Pencabutan Sita
Mulai
Data Tunggakan dan
Pelunasan
Selesai
Surat Pencabutan Sita
Menyetujui dan
Menandatangani Meneliti dan Memaraf
Menatausahakan dan
Mengirimkan
Konsep Surat
Pencabutan Sita
SOP Penyampaian
Dokumen
43
Pencabutan Sita kepada Penanggung Pajak dan tembusannya disampaikan
kepada Bank yang bersangkutan;
b. Surat berharga berupa obligasi, saham atau sejenisnya baik yang
diperdagangkan di bursa efek dilaksanakan dengan menyampaikan Surat
Pencabutan Sita kepada Penanggung Pajak dan tembusannya disampaikan
kepada pihak terkait yang sekaligus sebagai pembatalan Berita acara
Pengalihan Hak Atas Surat Berharga tersebut;
c. Piutang dilaksanakan dengan menyampaikan Surat Pencabutan Sita kepada
Penanggung Pajak dan tembusannya disampaikan kepada pihak yng
berutang yang sekaligus sebagai pembatalan Berita Acara Persetujuan
Pengalihan Hak Menagih Piutang;
d. Penyertaan modal pada perusahaan lain dilaksanakan dengan
menyampaikan Surat Pencabutan Sita kepada Penanggung Pajak dan
tembusannya disampaikan kepada pihak terkai serta membuat Akte
Pembatalan Pengalihan Hak.
3.2.3. Data dan Analisa Tindakan Penyitaan yang Dilakukan Oleh Jurusita
Pajak Terhadap Penanggung Pajak Dalam Meningkatkan Penerimaan
di KPP Pratama Jakarta Penjaringan
Tindakan Penyitaan dalam rangka penagihan pajak dengan Surat Paksa
diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan
dengan Surat Paksa Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2000, yang kemudian untuk menjelaskan ketentuan tersebut ditetapkan
44
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 135 tahun 2000 tentang Tata Cara
Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
Pada tabel III.1. Dapat dilihat realisasi penerimaan pajak pada KPP Pratama
Jakarta Penjaringan, yang terdiri dari Tahun, Nama Wajib Pajak, Jenis Surat,
Lembar, Nilai Tagihan, Nilai Pelunasan, Presentase dan Keterangan.
Tabel III.1.
Data Tindakan Penyitaan Jurusita
Pajak di KPP Pratama Jakarta Penjaringan
Tahun Nama
WP
Jenis
Surat Lembar
Nilai
Tagihan
Nilai
Pelunasan
Persen
tase Keterangan
2011 PT.
BDU Teguran
15 38.787.180 38.787.180
100%
LUNAS,
WP menyetor
langsung ke
bank, KPP
menyurati bank
untuk membuka
blokir
Paksa 6 38.787.180 38.787.180
SPMP 1 38.787.180 38.787.180
Blokir
1 38.787.180 38.787.180
2012 PT.
KMT Teguran
4 185.469.165 185.469.165
100%
LUNAS,
WP menyetor
langsung ke
bank, KPP
menyurati bank
untuk membuka
blokir
Paksa 4 185.469.165 185.469.165
SPMP 2 185.469.165 185.469.165
Blokir 2
185.469.165 185.469.165
2013 PT. TK Teguran 4 15.386.572.550 -
0%
Belum LUNAS,
rekening
terblokir.
Keberadaan WP
tidak diketahui
Paksa 4 15.386.572.550 -
SPMP 4 15.386.572.550 -
Blokir 4 15.386.572.550 -
2014 PT. Fgm Teguran 5 1.655.058.593 -
0%
Belum LUNAS,
rekening
terblokir.
Keberadaan WP
tidak diketahui
Paksa 5 1.655.058.593 -
SPMP 5 1.655.058.593 -
Blokir 1 1.655.058.593 -
2015 PT. MM Teguran 10 12.055.672.312 832.000.000
7%
Belum LUNAS,
rekening
terblokir.
Keberadaan WP
tidak diketahui,
pembayaran 832
juta disetor oleh
kurator karena
PT. MM
dinyatakan pailit
oleh kreditornya
Paksa 4 12.055.672.312 832.000.000
SPMP 4 12.055.672.312 832.000.000
Blokir 1 12.055.672.312 832.000.000
Sumber: Seksi Penagihan KPP Pratama Jakarta Penjaringan
45
Dari tabel diatas, tabel penagihan dengan Surat Teguran, Surat Paksa, Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) dan Surat Blokir. Dari data tersebut pada
tahun 2011 PT. BDU melunasi utang pajaknya sebesar Rp38.787.180, dengan nilai
penerimaan pajak 100%. Oleh karena itu blokir rekening dibuka oleh Jurusita Pajak.
Sedangkan pada tahun 2012 PT. KMT melunasi utang pajaknya sebesar
Rp185.469.165, dengan nilai penerimaan pajak 100%. Oleh karena itu blokir
rekening dibuka oleh Jurusita Pajak. Pada tahun 2013 PT. TK dengan utang pajak
sebesar Rp15.386.572.550 tidak dapat melunasi utang pajaknya dikarenakan Wajib
Pajak tidak diketahui keberadaannya. Oleh karena itu Jurusita Pajak dengan dibantu
pihak terkait tetap melakukan pemblokiran. Pada tahun 2014 PT. Fgm dengan utang
pajak sebesar Rp1.655.058593 tidak dapat melunasi utang pajaknya dikarenakan
Wajib Pajak tidak diketahui keberadaannya. Oleh karena itu Jurusita Pajak dengan
dibantu pihak bank tetap melakukan pemblokiran. Sedangkan tahun 2015 PT. MM
hanya mampu melunasi utang pajaknya sebesar Rp832.000.000 Dari keselurhuan
utang pajaknya sebesar Rp12.055.672.312 dikarenakan PT. MM tersebut
dinyatakan pailit oleh kreditornya, dari PT. MM tersebut KPP hanya menerima 7%
dari keseluruhan utang pajaknya.
Tindakan penyitaan yang dilakukan oleh Jurusita Pajak di KPP Pratama
Jakarta Penjaringan dapat meningkatkan penerimaan pajak, hal ini terlihat dari
penerimaan pajak pada tahun 2011 sebesar Rp38.787.180, pada tahun 2012 sebesar
Rp185.469.165 dan pada tahun 2015 sebesar Rp832.000.000. Jumlah keseluruhan
penerimaan pajak di KPP Pratama Jakarta Penjaringan adalah sebesar
Rp1.021.347.345.
46
3.2.4. Analisa Hambatan dan Upaya yang Dilakukan Oleh Jurusita Pajak Di
KPP Pratama Jakarta Penjaringan Dalam Pelaksanaan Tindakan
Penyitaan
Dalam melaksanakan tindakan penagihan pajak khususnya tindakan
Penyitaan tentu tidak lepas dari berbagai hambatan dan rintangan. Hambatan ini
tentunya apabila terus menerus terjadi akan mengganggu proses penagihan aktif.
Padahal faktor yang dapat menyebabkan hambatan ini dapat berasal dari dalam
maupun luar lingkungan kerja.
Ada banyak hal yang dapat dianggap sebagai hambatan dalam proses
penagihan aktif berupa tindakan Penyitaan. Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Jakarta Penjaringan, ada beberapa hal yang dapat mengganggu jalannya tindakan
Penyitaan. Antara lain adalah “kemacetan” dalam proses pengolahan data.
Yang dimaksud dengan “kemacetan” ini adalah terlambatnya sistem
pengolahan data dalam Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Penjaringan,
sehingga Jurusita Pajak tidak mendapatkan data yang seharusnya mereka terima
tepat pada waktunya. Dalam sistem yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Jakarta Penjaringan, tindakan penagihan aktif sudah diatur dan dijadwalkan secara
otomatis oleh komputer. Untuk mengatasi hal ini perlu dibuat sistem pengolahan
data yang lebih baik lagi dan jaringan informasi yang lebih stabil dan lancar.
Hambatan yang berasal dari luar lingkungan kerja ini dapat dikatakan
merupakan hambatan yang signifikan. Terkadang hambatan-hambatan ini dapat
menunda tindakan penyitaan yang akan dilakukan oleh Jurusita Pajak untuk waktu
yang cukup lama, bahkan mungkin dihentikan karena alasan-alasan tertentu.
47
Berikut adalah hambatan yang pernah dijumpai oleh Jurusita Pajak di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Penjaringan:
1. Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak dapat ditemukan.
Untuk mengatasi hal ini, Jurusita Pajak perlu mencari alamat baru milik
Penanggung Pajak yang bersangkutan. Apabila tidak ditemukan juga, Jurusita Pajak
dapat melakukan tindakan berupa pemblokiran rekening milik atas nama
Penanggung Pajak di berbagai Bank di Seluruh Indonesia yang sekiranya
Penanggung Pajak tersebut pernah membuka tabungan. Hal ini dilakukan untuk
kemudian melakukan tindakan penyitaan atas uang milik Penanggung Pajak yang
disimpan di Bank.
2. Jurusita Pajak tidak diizinkan untuk memasuki tempat kediaman Penanggung
Pajak
Apabila Jurusita Pajak tidak diizinkan memasuki tempat tinggal dari
Penanggung Pajak, Jurusita Pajak dapat meminta bantuan dari pihak Kepolisian
untuk membantu tindakan penyitaan dan memungkinkan Jurusita Pajak memasuki
tempat tinggal Penanggung Pajak.
3. Penanggung Pajak atau pihak lain menghalangi atau menggagalkan usaha
Jurusita Pajak untuk melakukan Penyitaan
Apabila Jurusita Pajak dihalangi oleh pihak lain, Jurusita Pajak dapat
meminta pihak kepolisian untuk membantu jalannya tindak penyitaan, atau Jurusita
dapat menunda sementara tindakan penagihan yang akan ia lakukan.
4. Pihak lain yang tidak kooperatif
Dalam tindakan Penagihan Pajak aktif berupa tindakan penyitaan, terkadang
Jrusita Pajak meminta bantuan dari pihak lain untuk membantu jalannya tindakan
48
Penyitaan. Dalam beberapa kondisi yang jarang terjadi, pihak lain tersebut akan
membantu Penanggung Pajak untuk mendapatkan jalan keluar yang dirasa paling
menguntungkan bagi Penangguung Pajak. Hal ini bisa saja terjadi dikarenakan
Penanggung Pajak memiliki hubungan istimewa dengan Pihak lain yang dimintai
bantuan tersebut.
Contoh dari hal tersebut adalah pada saat Jurusita Pajak akan melakukan
tindakan penyitaan pajak terhadap barang Penanggung Pajak yang disimpan di
dalam bank. Apabila Penanggung Pajak yang oleh Jurusita Pajak diminta untuk
dilakukan pemblokiran terhadap rekeningnya ternyata merupakan nasabah yang
dianggap penting oleh bank tersebut, bank bisa saja memberitahu Penanggung
Pajak tersebut tentang permohonan blokir tersebut.
Sejauh ini Jurusita Pajak belum bisa membuktikan terjadinya tindakan bank
yang tidak kooperatif tersebut, namun tentu hal tersebut dapat diketahui secara
intuisi oleh Jurusita Pajak. Apabila setelah dilakukan pemblokiran dan saldo
rekening bank tersebut dibuka oleh bank dan ternyata jumlah yang tersimpan jauh
berbeda dari pemikiran pajak, dalam hal ini sangat sedikit dibandingkan yang
seharusnya, Jurusita Pajak dapat melakukan tindakan Penyitaan atas harta yang
disimpan di bank tersebut terlebih dahulu.
Untuk melanjutkan tindakan Penyitaan, Jurusita Pajak dapat membuka
blokir rekening Penanggung Pajak tersebut, dan menunggu waktu yang lebih tepat.
Setelah menunda tindakan Penyitaan beberapa waktu, dan sekiranya rekening yang
tadinya “kosong” tersebut telah menjadi normal kembali, Jurusita Pajak dapat
segera memerintahkan Bank untuk melakukan Pemblokiran lagi terhadap rekening
tersebut, sepanjang tunggakan pajak masih ada.
49
5. Keadaan diluar kekuasaan
Keadaan diluar kekuasaan, atau disebut juga dengan force major, adalah
tindakan yang tidak dapat dihindari. Contohnya adalah bencana alam dan lainnya
baik yang menimpa Jurusita Pajak maupun Penanggung Pajak.
Adapun upaya yang dapat dilakukan oleh Jurusita Pajak di KPP Pratama
Jakarta Penjaringan dalam pelaksananaan tindakan penyitaan adalah sebagai
berikut:
1. Pihak team survey dan seksi penagihan pajak di KPP Pratama Jakarta
penjaringan bekerjasama dengan pihak terkait seperti kecamatan atau
kelurahan dimana Wajib Pajak bertempat tinggal, agar Wajib Pajak atau
Penanggung Pajak dapat diketahui keberadaannya.
2. Dikeluarkannya Surat Paksa agar Wajib Pajak atau Penanggung Pajak
melunasi utang perpajakannya.
3. Pihak terkait meningkatkan penyuluhan kepada Wajib Pajak atau Penanggung
Pajak mengenai hak dan kewajiban kenegaraannya, khususnya mengenai
pelunasan tunggakan pajak dengan cara yang menarik seperti bekerjasama
dengan pihak lain misalnya media masa melalui talkshow ataupun penayangan
iklan perpajakan yang mampu menggugah semangat Wajib Pajak untuk
membayar pajak.
4. Menambah jumlah Jurusita Pajak agar pelaksanaan penagian pajak lebih
efektif.
5. Memotivasi petugas pajak dengan cara memberikan penghargaan bagi yang
menjalankan tugasnya dengan baik.
50
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitan di KPP Pratama Jakarta Penjaringan dan
pembahasan yang telah penulis uraikan pada bab III di atas, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Tata cara pelaksanaan tindakan penyitaan barang penanggung pajak adalah
dimulai dari Jurusita Pajak meneliti data tunggakan pajak, meneliti dan
mencetak SPMP, membuat konsep SPMP, kepala seksi penagihan meneliti
dan memaraf konsep SPMP kemudian menyampaikan kepada kepala
Kantor Pelayanan Pajak, kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan
menandatangani SPMP kemudian meneruskan kepada kepala seksi
penagihan, Jurusita Pajak menerima surat SPMP yang telah disetujui, dan
SOP tata cara penyitaan, proses selesai.
2. Tata cara pencabutan sita yang dilakukan oleh Jurusita pajak adalah dimulai
dari Jurusita Pajak meneliti data tunggakan dan pelunasan, membuat konsep
surat pencabutan sita, kepala seksi penagihan meneliti dan memaraf konsep
penabutan sita kemudian menyampaikan kepada kepala Kantor Pelayanan
Pajak, kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani
surat pencabutan sita dan meneruskan kepada Kepala Seksi Penagihan,
Jurusita Pajak menerima surat pencabutan sita yang telah disetujui, Jurusita
Pajak kemudian menatausahakan dan mengirimkan surat pencabutan sita,
51
kemudian menjalankan SOP tata cara pencabutan sita dan proses
pencabutan sita selesai,
3. Tindakan penyitaan yang dilakukan oleh Jurusita Pajak terhadap
Penanggung Pajak dengan pemblokiran rekening dapat meningkatkan
penerimaan pajak pada tahun 2011 sebesar Rp38.787.180. Pada tahun 2012
sebesar Rp185.469.165 dan penerimaan pajak pada tahun 2015 sebesar
Rp832.000.000
4. Hambatan Jurusita Pajak adalah Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak
dapat ditemukan, Penanggung Pajak atau pihak lain menghalangi atau
menggagalkan usaha Jurusita Pajak untuk melakukan Penyitaan, Pihak lain
yang tidak kooperatif dan Keadaan diluar kekuasaan Jurusita Pajak.
Sedangkan upaya yang dilakukan Jurusita Pajak dalam pelaksanaan
tindakan penyitaan adalah bekerjasama dengan pihak terkait seperti
kecamatan atau kelurahan dimana Wajib Pajak bertempat tinggal, agar
Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dapat diketahui keberadaannya,
Dikeluarkannya Surat Paksa, pihak terkait meningkatkan penyuluhan
kepada Wajib Pajak atau Penanggung Pajak, Menambah jumlah Jurusita
Pajak dan memberikan penghargaan kepada petugas yang bekerja dengan
baik.
4.2. Saran
Sebagai akhir dalam penulisan Tugas Akhir ini, adapun saran yang dapat
penulis sampaikan kepada petugas seksi penagihan sebagai berikut:
52
1. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Penjaringan terutama seksi
penagihan sebaiknya lebih sering memberikan penyuluhan perpajakan
kepada Wajib Pajak agar penagihan utang pajak dapat dilaksanakan secara
efektif, sehingga Wajib Pajak bisa lebih mengerti kewajiban dan manfaat
mereka membayar pajak.
2. Perlu ditambahnya Jurusita Pajak dalam pelaksanaan penaghian pajak,
untuk memaksimalkan pelaksanaan penagihan pajak dan juga tidak
sebanding dengan pekerjaannya, mengingat banyaknya penunggak pajak
sehingga terjadi penumpukan pekerjaan. Oleh karena itu penambahan
Jurusita diharapkan mampu memaksimalkan kinerja seksi penagihan.
3. Pengawasan terhadap tunggakan pajak harus lebih ditingkatkan supaya
penambahan tunggakan pajak tidak terus-menerus terjadi, serta perlu
adanya koordinasi yang baik dengan pihak terkait seperti seksi waskon agar
tidak terjadi penunggakan pajak.
4. Memberikan penghargaan bagi petugas yang bekerja dengan baik.
53
DAFTAR PUSTAKA
Abuyamin, Oyok. 2016. Dasar-Dasar Perpajakan. Bandung: Mega Rencage Press
Amiruddin, Idris. 2016. Ekonomi Publik. Yogyakarta: Deepublish.
Bayinah, Ai Nur. 2015. Bayar Pajak Lebih Murah. Jakarta: Trans Media.
Burdianto, Astrid. 2016. Panduan Praktis Membayar Pajak. Yogyakarta: Genesis
Learning
Gunadi. 2016. Panduan Komprehensif Ketentuan Umum Perpajakan Edisi 2016.
Jakarta: Bee Media Indonesia
Mardiasmo. 2016. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi Publishing
Resmi, Siti. 2014. Perpajakan Teori Dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat.
Wirasakti, Nufransa. 2015. Panduan Paktis Mengurus Pajak Secara Online. Jakarta
Selatan: Visimedia
54
55
56
DAFTAR WAWANCARA
Analisa Tata Cara Tindakan Penyitaan Oleh Jurusita Pajak Terhadap
Penanggung Pajak di KPP Pratama Jakarta Penjaringan
Narasumber : Prima Wallesa Pallo
Bagian : Seksi Penagihan
Hari, Tanggal : Senin, 15 Juni 2017
Alamat KPP : Jalan Lada Nomor 3, Tamansari, Jakarta Barat.
Kode Pos 11110
Hasil Wawancara
1. Apakah alasan Jurusita Pajak melakukan tindakan penyitaan?
Jawaban:
Tindakan penyitaan dilakukan dikarenakan wajib pajak belum melunasi
utang pajaknya. Setelah diterbitkannya Surat Paksa terhadap Penanggung
Pajak yang tidak melunasi utang pajaknya, tindakan penagihan dapat
dilanjutkan dengan menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.
Penyitaan dilakukan terhadap Penanggung Pajak apabila utang pajak tidak
dilunasi dalam jangka waktu 2 kali 24 jam setelah Surat Paksa Dilaksanakan.
Ini berarti alasan utama dilaksanakannya penagihan pajak adalah adanya utang
pajak.
2. Bagaimana tata cara pelaksanaan tindakan penyitaan barang penanggung
pajak di KPP Pratama Jakarta Penjaringan?
Jawaban:
a. Jurusita Pajak meneliti data tunggakan pajak beserta pelunasannya
(SSP/STTS/SSB/Bukti Pbk) atau pengurangan (keputusan
pembetulan/keputusan keberatan/putusan banding/keputusan
pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak/keputusan pengurangan
atau penghapusan sanksi administrasi), membuat konsep Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan dan menyampaikannya kepada Kepala Seksi
Penagihan.
b. Kepala Seksi Penagihan meneliti dan menandatangani konsep Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan, serta menyampaikan kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak.
c. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan dan meneruskan kepada Kepala Seksi
Penagihan.
d. Jurusita Pajak menerima Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan yang
telah disetujui.
3. Bagaimana tata cara pencabutan sita yang dilakukan oleh Jurusita Pajak
terhadap penanggung pajak di KPP Pratama Jakarta Penjaringan?
Jawaban:
f. Jurusita Pajak meneliti data tunggakan pajak beserta pelunasannya
(SSP/STTS/SSB/bukti Pbk) atau pengurangan (keputusan
pembetulan/keputusan keberatan /putusan banding/keputusan
pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak/keputusan pengurangan
atau penghapusan sanksi administrasi), membuat konsep surat
pencavutan sita dan menyampaikannya kepada Kepala Seksi Penagihan.
g. Kepala Seksi Penagihan meneliti dan memaraf konsep surat pencabutan
sita, serta menyampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
h. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani surat
pencabutan sita dan meneruskan kepada Kepala Seksi Penagihan.
i. Jurusita Pajak menerima surat pencabutan sita yang telah disetujui.
j. Jurusita Pajak kemudian menatausahakan dan mengirimkan surat
pencabutan sita, kemudian menjalankan SOP tata cara pencabutan sita
dan proses pencabutan sita selesai.
4. Apakah tindakan penyitaan yang dilakukan oleh Jurusita Pajak terhadap
penanggung pajak di KPP Pratama Jakarta Penjaringan dapat meningkatkan
penerimaan pajak?
Jawaban:
Iya, dapat meningkatkan penerimaan pajak, karena dengan dilakukannya
tindakan penyitaan atau pemblokiran rekening penanggung pajak yang belum
melunasi utang pajaknya jadi mau membayar utang pajaknya.
5. Apa saja hambatan dan upaya yang dilakukan oleh Jurusita Pajak di KPP
Pratama Jakarta Penjaringan dalam pelaksanaan tindakan penyitaan?
Jawaban:
Adapun hambatan-hambatan dalam pelaksanaan tidakan penyitaan ini
antara lain:
1. Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak dapat ditemukan
2. Jurusita Pajak tidak diizinkan untuk memasuki tempat kediaman
Penanggung Pajak
3. Penanggung Pajak atau pihak lain menghalangi atau menggagalkan
usaha Jurusita Pajak untuk melakukan Penyitaan