Download - Tugas Gadar Sist Endokrin
1
BAB 2
TINJAUAN TEORI KETO ASIDOSIS DIABETIK
2.1 Definisi Keto Asidosis Diabetik
Diabetik ketoasidosis adalah keadaan yang mengancam hidup komplikasi dari
diabetes mellitus tipe 1 tergantung insulin dengan criteria diagnostic yaitu glukosa >
250 mg/dl, pH = < 7.3, serum bikarbonat <18 mEq/L, ketoanemia atau ketourinia.
(Urden Linda, 2008).
Ketoasidosis Diabetik adalah keadaan kegawatan atau akut dari DM tipe I,
disebabkan oleh meningkatnya keasaman tubuh benda-benda keton akibat
kekurangan atau defisiensi insulin, dikarakteristikan dengan hiperglikemia, asidosis,
dan keton akibat kurangnya insulin (Stillwell, 1992).
Keto Asidosis Diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan
metabolic yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis terutama
disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relative. KAD dan hipoglikemia
merupakan komplikasi akut diabetes mellitus (DM) yang serius dan membutuhkan
pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresia osmotik, KAD biasanya mengalami
dehidrasi berat dan dapat sampai menyebabkan syok.
2.2 Etiologi Keto Asidosis Diabetik
Ketoasidosis diabetikum di dasarkan oleh adanya insulin atau tidak cukupnya
jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :
1. Insulin diberikan dengan dosis yang kurang.
2. Keadaan sakit atau infeksi pada DM, contohnya : pneumonia, kolestisitis,
iskemia usus dan apendisitis. Keadaan sakit dan infeksi akan menyertai resistensi
insulin. Sebagai respon terhadap stres fisik (atau emosional), terjadi peningkatan
2
hormon – hormon ”stres” yaitu glukagon, epinefrin, norepinefrin, kotrisol dan
hormon pertumbuhan. Hormon – hormon ini akan menigkatakan produksi
glukosa oleh hati dan mengganggu penggunaan glukosa dalam jaringan otot serta
lemak dengan cara melawan kerja insulin. Jika kadar insulin tidak meningkatkan
dalam keadaan sakit atau infeksi, maka hipergikemia yang terjadi dapat berlanjut
menjadi ketoasidosis diabetik.
3. Terdapat pada orang yang menderita diabetes oleh adanya stresor yang
meningkatkan kebutuhan akan insulin, ini dapat terjadi jika diabetes tidak
terkontrol karena ketidakmampuan untuk menjalani terapi yang telah ditentukan.
2.3 Tanda dan Gejala Keto Asidosis Diabetik
Gejala klinis biasanya berlangsung cepat dalam waktu kurang dari 24 jam.
Poliuria, polidipsi, dan penurunan berat badan yang nyata biasanya terjadi beberapa
hari menjelang KAD, dan sering disertai mual-muntah dan nyeri perut. Nyeri perut
sering disalah artikan sebagai ‘akut abdomen’. Asidosis metabolik diduga menjadi
penyebab utama gejala nyeri abdomen, gejala ini akan hilang dengan sendirinya
setelah asidosisnya teratasi.
Sering dijumpai penurunan kesadaran, bahkan koma (10%) kasus,
penglihatan kabur, lemah, sakit kepala, kadar gula darah tinggi (> 240 mg/dl),
terdapat keton di urin, dehidrasi dan syok hipovolemik (kulit/mukosa kering dan
penurunan turgor, hipotensi dan takikardi) . Bisa terjadi ileus sekunder akibat
hilangnya K+ karena diuresis osmotic. Tanda lain adalah napas cepat (kusmaul) yang
merupakan kompensasi hiperventilasi akibat asidosis metabolik, disertai bau aseton
pada nafasnya.
2.4 Patofisiologi Keto Asidosis Diabetik
KAD ditandai oleh adanya hiperglikemia, asidosis metabolik, dan peningkatan
konsentrasi keton yang beredar dalam sirkulasi. Ketoasidosis merupakan akibat dari
3
kekurangan atau inefektifitas insulin yang terjadi bersamaan dengan peningkatan
hormon kontraregulator (glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormon).
Kedua hal tersebut mengakibatkan perubahan produksi dan pengeluaran glukosa dan
meningkatkan lipolisis dan produksi benda keton. Hiperglikemia terjadi akibat
peningkatan produksi glukosa hepar dan ginjal (glukoneogenesis dan glikogenolisis)
dan penurunan utilisasi glukosa pada jaringan perifer.
Peningkatan glukoneogenesis akibat dari tingginya kadar substrat
nonkarbohidrat (alanin, laktat, dan gliserol pada hepar, dan glutamin pada ginjal) dan
dari peningkatan aktivitas enzim glukoneogenik (fosfoenol piruvat
karboksilase/PEPCK, fruktose 1,6 bifosfat, dan piruvat karboksilase). Peningkatan
produksi glukosa hepar menunjukkan patogenesis utama yang bertanggung jawab
terhadap keadaan hiperglikemia pada pasien dengan KAD. Selanjutnya, keadaan
hiperglikemia dan kadar keton yang tinggi menyebabkan diuresis osmotik yang akan
4
mengakibatkan hipovolemia dan penurunan glomerular filtration rate. Keadaan yang
terakhir akan memperburuk hiperglikemia.
Mekanisme yang mendasari peningkatan produksi benda keton telah dipelajari selama
ini. Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan konsentrasi hormon kontraregulator
menyebabkan aktivasi hormon lipase yang sensitif pada jaringan lemak. Peningkatan
aktivitas ini akan memecah trigliserid menjadi gliserol dan asam lemak bebas (free
fatty acid/FFA). Diketahui bahwa gliserol merupakan substrat penting untuk
glukoneogenesis pada hepar, sedangkan pengeluaran asam lemak bebas yang
berlebihan diasumsikan sebagai prekursor utama dari ketoasid. Pada hepar, asam
lemak bebas dioksidasi menjadi benda keton yang prosesnya distimulasi terutama
oleh glukagon. Peningkatan konsentrasi glukagon menurunkan kadar malonyl
coenzyme A (Co A) dengan cara menghambat konversi piruvat menjadi acetyl Co A
melalui inhibisi acetyl Co A carboxylase, enzim pertama yang dihambat pada sintesis
asam lemak bebas. Malonyl Co A menghambat camitine palmitoyl- transferase I
(CPT I), enzim untuk transesteriÞ kasi dari fatty acyl Co A menjadi fatty acyl
camitine, yang mengakibatkan oksidasi asam lemak menjadi benda keton. CPT I
diperlukan untuk perpindahan asam lemak bebas ke mitokondria tempat dimana asam
lemak teroksidasi. Peningkatan aktivitas fatty acyl Co A dan CPT I pada KAD
mengakibatkan peningkatan ketongenesis.
5
2.5 Penatalaksanaan Keto Asidosis Diabetik
Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan
ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada.
Pengawasan ketat, KU jelek masuk HCU/ICU.
Tujuan penatalaksanaan :
1. Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi)
2. Menghentikan ketogenesis (insulin)
3. Koreksi gangguan elektrolit
6
4. Mencegah komplikasi
5. Mengenali dan menghilangkan faktor pencetus.
Berikut adalah beberapa tahapan tatalaksana KAD :
1. Penilaian Klinik Awal
a. Pemeriksaan fisik (termasuk berat badan), tekanan darah, tanda
asidosis (hiperventilasi), derajat kesadaran (GCS), dan derajat
dehidrasi.
b. Konfirmasi biokimia: darah lengkap (sering dijumpai gambaran
lekositosis), kadar glukosa darah, glukosuria, ketonuria, dan analisa
gas darah.
Resusitasi:
1) Pertahankan jalan napas
2) Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker
3) Jika syok berikan larutan isotonik (normal salin 0,9%) 20 cc/KgBB
bolus
4) Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan naso-gatrik
tube untuk menghindari aspirasi lambung
5) Observasi Klinik.
2. Pemeriksaan dan pencatatan harus dilakukan atas :
a. Frekwensi nadi, frekwensi napas, dan tekanan darah setiap jam
b. Suhu badan dilakukan setiap 2-4 jam
c. Pengukuran balans cairan setiap jam
7
d. Kadar glukosa darah kapiler setiap jam
e. Tanda klinis dan neurologis atas edema serebri
f. EKG : untuk menilai gelombang T, menentukan tanda
hipo/hiperkalemia
g. Keton urine sampai negatif, atau keton darah (bila terdapat fasilitas).
3. Rehidrasi
Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat
meningkatkan resiko terjadinya edema serebri.
Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
a. Tentukan derajat dehidrasi penderita
b. Gunakan cairan normal salin 0,9%
c. Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia
(corrected Na) rehidrasi dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam
d. 50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama
e. Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya.
4. Penggantian Natrium
a. Koreksi Natrium dilakukan tergantung pengukuran serum elektrolit
b. Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4-6 jam
c. Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi
hiperglikemia yang terjadi
8
d. Artinya : sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6
mmol/L setiap peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas
100 mg/dL
e. Bila corrected Na > 150 mmol/L, rehidrasi dilakukan dalam > 48 jam
f. Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan
koreksi dengan NaCl dan evaluasi kecepatan hidrasi
g. Kondisi hiponatremia mengindikasikan overhidrasi dan meningkatkan
risiko edema serebri.
5. Penggantian Kalium
Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh
walaupun konsentrasi di dalam serum masih normal atau meningkat
akibat berpindahnya Kalium intraseluler ke ekstraseluler. Konsentrasi
Kalium serum akan segera turun dengan pemberian insulin dan asidosis
teratasi.
a. Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian
cairan resusitasi, dan pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5
mmol/kg BB/hari atau 40 mmol/L cairan
b. Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus
ditunda.
6. Penggantian Bikarbonat
Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal resusitasi.
a. Terapi bikarbonat berpotensi menimbulkan:
1) Terjadinya asidosis cerebral.
2) Hipokalemia.
9
3) Excessive osmolar load.
4) Hipoksia jaringan.
5) Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH <
7 dengan bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan
rehidrasi awal, dan pada syok yang persistent.
6) Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan
pengenceran dalam waktu 1 jam, atau dengan rumus: 1/3 x (defisit
basa x KgBB). Cukup diberikan ¼ dari kebutuhan.
7. Pemberian Insulin
a. Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan
resusitasi.
b. Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).
c. Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula
darah walaupun insulin belum diberikan.
d. Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg
BB/jam pada anak < 2 tahun.
e. Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan
pengenceran 0,1 unit/ml atau bila tidak ada syringe pump dapat
dilakukan dengan microburet (50 unit dalam 500 mL NS), terpisah
dari cairan rumatan/hidrasi.
f. Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-
100 mg/dL/jam.
g. Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan
D5 ½ Salin.
10
h. Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target).
i. Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan
dengan D10 ½ Salin.
j. Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.
k. Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg
BB/jam.
l. Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan
untuk menghentikan ketosis dan merangsang anabolisme.
m. Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian
ulang kondisi penderita, pemberian insulin, pertimbangkan penyebab
kegagalan respon pemberian insulin.
n. Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara
intramuskuler atau subkutan. Perfusi jaringan yang jelek akan
menghambat absorpsi insulin.
8. Tatalaksana edema serebri
Terapi harus segera diberikan sesegera mungkin saat diagnosis edema
serebri dibuat, meliputi:
a. Kurangi kecepatan infus.
b. Mannitol 0,25-1 g/kgBB diberikan intravena dalam 20 menit
(keterlambatan pemberian akan kurang efektif).
c. Ulangi 2 jam kemudian dengan dosis yang sama bila tidak ada
respon.
d. Bila perlu dilakukan intubasi dan pemasangan ventilator.
e. Pemeriksaan MRI atau CT-scan segera dilakukan bila kondisi stabil.
11
9. Fase Pemulihan
Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan
untuk: 1) Memulai diet per-oral. 2) Peralihan insulin drip menjadi
subkutan.
a. Memulai diet per-oral.
1) Diet per-oral dapat diberikan bila anak stabil secara metabolik
(KGD < 250 mg/dL, pH > 7,3, bikarbonat > 15 mmol/L), sadar
dan tidak mual/muntah.
2) Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x
sampai 30 menit sesudah snack berakhir.
3) Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai makanan
utama.
4) Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi
2x sampai 60 menit sesudah makan utama berakhir.
b. Menghentikan insulin intravena dan memulai subkutan.
1) Insulin iv bisa dihentikan bila keadaan umum anak baik,
metabolisme stabil, dan anak dapat menghabiskan makanan utama.
2) Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan utama
dan insulin iv diteruskan sampai total 90 menit sesudah insulin
subkutan diberikan.
3) Diberikan short acting insulin setiap 6 jam, dengan dosis
individual tergantung kadar gula darah. Total dosis yang
12
dibutuhkan kurang lebih 1 unit/kg BB/hari atau disesuaikan dosis
basal sebelumnya.
c. Dapat diawali dengan regimen 2/7 sebelum makan pagi, 2/7 sebelum
makan siang, 2/7 sebelum makan malam, dan 1/7 sebelum snack
menjelang tidur.
13
14
2.6 Asuhan Keperawatan Keto Asidosis Diabetik
A. Pengkajian
Pengkajian primer
1. Airway
Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau aktifitas
Letargi/disorientasi, penurunan kekuatan otot, syok hipovolemik, sianosis
2. Breathing
Frekuensi pernapasan meningkat, merasa kekurangan oksigen, sakit kepala,
penglihatan kabur,
3. Sirculation
Gejala : Mungkin adanya riwayat hipertensi, IM akut Klaudikasi, kebas dan
kesemutan pada ekstremitas Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama,
4. Takikardia
Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi,sesak . Nadi yang
menurun/tidak ada, Disritmia Krekels, Distensi vena jugularis, Kulit panas,
kering, dan kemerahan, bola mata cekung
5. Disability
Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan Kram otot, tonus otot menurun, gangguan
istirahat/tidur, takipnea, Wajah meringis dengan palpitasi, Frekuensi pernapasan
meningkat .
Pengkajian sekuder
(Menurut pengumpulan data base oleh Doengoes)
1)Aktivitas / Istirahat
Look : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan Kram otot, tonus otot menurun,
gangguan istirahat/tidur
15
Listen : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau aktifitas
Letargi/disorientasi, koma , Penurunan kekuatan otot
2)Sirkulasi
Look : kesemutan pada ekstremitas Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama,
kemerahan, bola mata cekung.
Listen : Takikardia, Nadi yang menurun/tidak ada, Disritmia, Krekels, Distensi
vena jugularis.
Feel : Kulit panas, kering.
3)Integritas/ Ego
Look : Stress, tergantung pada orang lain, Masalah finansial yang berhubungan
dengan kondisi, Ansietas.
Feel : peka rangsang
4)Eliminasi
Look : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, kesulitan berkemih
(infeksi), ISSK baru/berulang, Urine encer,
Listen : Bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare), Bising usus lemah
dan menurun, hiperaktif (diare), Abdomen keras, adanya asites.
Feel : Rasa nyeri/terbakar, Nyeri tekan abdomen.
5)Nutrisi/Cairan
Look : Hilang nafsu makan, Mual/muntah, peningkattan masukan
glukosa/karbohidrat, Penurunan berat badan lebih dari beberapa hari/minggu,
penggunaan diuretik (Thiazid), Kulit kering/bersisik, turgor jelek, muntah,
Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula
darah)
Listen : Kekakuan/distensi abdomen
Feel : Haus, bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton).
6)Neurosensori
Look : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut).
Listen : Refleks tendon dalam menurun (koma)
16
Feel : Pusing/pening, sakit kepala, Kesemutan, kebas, kelemahan pada otot,
parestesia, Gangguan penglihatan
7)Nyeri/kenyamanan
Look : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
Listen : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
8)Pernapasan
Look : batuk dengan/tanpa sputum purulen, Frekuensi pernapasan meningkat
Listen : frekuensi pernapasan meningkat
Feel : Merasa kekurangan oksigen
9)Keamanan
Look : Kulit kering, gatal, ulkus kulit, Kulit rusak, lesi/ulserasi
Listen : diaforesis,
Feel : Demam, Menurunnya kekuatan, umum/rentang erak, Parestesia/paralisis
otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup
tajam)
10) Penyuluhan/pembelajaran
Look : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi. Penyembuhan
yang, Lambat, penggunaan obat sepertii steroid, diuretik (thiazid), dilantin dan
fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak
memerlukan obat diabetik sesuai pesanan.
11) Rencana pemulangan
Look : Mungkin memrlukan bantuan dalam pengatuan diet, pengobatan,
perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah.
B. Diagnosa Prioritas
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat
hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan: diare, muntah, pembatasan
intake akibat mual, kacau mental.
17
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme.
3. Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
respirasi ditandai dengan pernafasan kusmaul.
4. Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan dehidrasi ditandai
dengan poliuri.
C. Intervensi
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat
hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan: diare, muntah, pembatasan
intake akibat mual.
a. Tujuan
1) TTV dalam batas normal.
2) Pulse perifer dapat teraba.
3) Turgor kulit dan capillary refill baik.
4) Keseimbangan urin output.
5) Kadar elektrolit normal
b. Intervensi
1) Kaji riwayat durasi/intensitas mual, muntah dan berkemih
berlebihan.
2) Monitor vital sign dan perubahan tekanan darah orthostatic.
3) Monitor perubahan respirasi: kussmaul, bau aceton.
4) Observasi kualitas nafas, penggunaan otot asesori dan cyanosis.
18
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme.
a. Tujuan
1) Klien mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat.
2) Menunjukkan tingkat energi biasanya.
3) Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan sesuai
rentang normal.
b. Intervensi
1) Kaji Pantau berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.
2) Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan
dengan makanan yang dihabiskan.
3) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut
kembung, mual, muntahan makanan yang belum dicerna,
pertahankan puasa sesuai indikasi.
4) Berikan makanan yang mengandung nutrien kemudian upayakan
pemberian yang lebih padat yang dapat ditoleransi.
3. Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
respirasi ditandai dengan pernafasan kusmaul.
a. Tujuan
1) Pertahanan pola nafas efektif.
2) Tampak rilex.
3) Frekuensi nafas normal.
b. Intervensi
1) Kaji pola nafas tiap hari.
2) Kaji kemungkinan adanya secret yang mungkin timbul.
19
3) Kaji pernafasan kusmaul atau pernafasan keton.
4) Pastikan jalan nafas tidak tersumbat.
4. Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan dehidrasi ditandai
dengan poliuri.
a. Tujuan
1) TTV dalam batas normal.
2) Pulse perifer dapat teraba.
3) Turgor kulit dan capillary refill baik.
4) Keseimbangan urin output.
5) Kadar elektrolit normal
b. Intervensi
1. Kaji riwayat pengeluaran berlebih : poliuri, muntah, diare.
2. Pantau tanda vital.
3. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membrana
mukosa.
20
BAB 3
TINJAUAN TEORI
3.1 Pengertian Koma
Hiperglikemia, hiperosmoler, koma non ketotik (HHNK) adalah komplikasi
metabolik akut diabetes, biasanya pada penderita diabetes mellitus (DM) tipe 2 yang
lebih tua. Pada kondisi ini, terjadi hiperglikemia berat (kadar glukosa serum > 600
mg/dL) yang tanpa disertai ketosis. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolalitas,
diuresis osmotik, dan dehidrasi berat. Psien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal
bila tidak segera ditanganin (Price, 2006).
3.2 Etiologi Koma
a. Insufisiensi insulin
a. DM, pankreatitis, pankreatektomi
b. Agen pharmakologic (phenitoin, thiazid)
b. Increase exogenous glukose
a. Hiperalimentation (tpn)
b. High kalori enteral feeding
c. Increase endogenous glukosa
a. Acute stress (ami, infeksi)
b. Pharmakologic (glukokortikoid, steroid, thiroid)
d. Infeksi: pneumonia, sepsis, gastroenteritis.
21
e. Penyakit akut: perdarahan gastrointestinal, pankreatitits dan gangguan
kardiovaskular.
f. Pembedahan/operasi.
g. Pemberian cairan hipertonik.
h. Luka bakar.
Faktor risiko:
1. Kelompok usia dewasa tua (>45 tahun)
2. Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman, atau IMT>27 (kg/m2)
3. Tekanan darah tinggi (TD > 140/90 mmHg)
4. Riwayat keluarga DM
5. Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram
6. Riwayat DM pada kehamilan
7. Dislipidemia (HDL<35 mg/dl dan/atau trigliserida>250 mg/dl)
8. Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah
Puasa Terganggu)
2.3 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala umum KHNK adalah haus, kulit terasa hangat dan kering, mual
dan muntah, nafsu makan menurun (penurunan berat badan), nyeri abdomen, pusing,
pandangan kabur, banyak kencing, mudah lelah, polidipsi, poliuria, penurunan
kesadaran.
Gejala-gejala meliputi :
1. Agak mengantuk, insiden stupor atau sering koma.
2. Poliuria selam 1 -3 hari sebelum gejala klinis timbul.
22
3. Tidak ada hiperventilasi dan tidak ada bau napas.
4. Penipisan volume sangat berlebihan (dehidrasi, hipovolemi).
5. Glukosa serum mencapai 600 mg/dl sampai 2400 mg/dl.
6. Kadang-kadang terdapat gejala-gejala gastrointestinal.
7. Hipernatremia.
8. Kegagalan mekanisme haus yang mengakibatkan pencernaan air tidak adekuat.
9. Osmolaritas serum tinggi dengan gejala SSP minimal (disorientasi, kejang
setempat).
10. Kerusakan fungsi ginjal.
11. Kadar HCO3 kurang dari 10 mEq/L.
12. Kadar CO2 normal.
13. Celah anion kurang dari 7 mEq/L.
14. Kalium serum biasanya normal.
15. Tidak ada ketonemia.
16. Asidosis ringan.
23
2.4 Patofisiologi
Sindrome Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik mengambarkan kekurangan
hormon insulin dan kelebihan hormon glukagon. Penurunan insulin menyebabkan
hambatan pergerakan glukosa ke dalam sel, sehingga terjadi akumulasi glukosa di
plasma. Peningkatan hormon glukagon menyebabkan glycogenolisis yang dapat
24
meningkatkan kadar glukosa plasma. Peningkatan kadar glukosa mengakibatkan
hiperosmolar. Kondisi hiperosmolar serum akan menarik cairan intraseluler ke dalam
intra vaskular, yang dapat menurunkan volume cairan intraselluler. Bila klien tidak
merasakan sensasi haus akan menyebabkan kekurangan cairan.
Tingginya kadar glukosa serum akan dikeluarkan melalui ginjal, sehingga timbul
glycosuria yang dapat mengakibatkan diuresis osmotik secara berlebihan ( poliuria ).
Dampak dari poliuria akan menyebabkan kehilangan cairan berlebihan dan diikuti
hilangnya potasium, sodium dan phospat.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen
sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat
menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg%
sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan
mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang
menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut
glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine
yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan
merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga
pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Perfusi ginjal menurun
mengakibatkan sekresi hormon lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar
hiperglikemik.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa
ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan
protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam
tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang
disebut poliphagia.
Kegagalan tubuh mengembalikan ke situasi homestasis akan mengakibatkan
hiperglikemia, hiperosmolar, diuresis osmotik berlebihan dan dehidrasi berat.
Disfungsi sistem saraf pusat karena ganguan transport oksigen ke otak dan cenderung
menjadi koma.
25
Hemokonsentrasi akan meningkatkan viskositas darah dimana dapat
mengakibatkan pembentukan bekuan darah, tromboemboli, infark cerebral, jantung.
2.5 Penatalaksanaan Medis Koma
Pengobatan
1. Pengobatan utama adalah rehidrasi dengan mengunkan cairan
NACL bisa diberikan cairan isotonik atau hipotonik ½ normal diguyur 1000
ml/jam sampai keadaan cairan intravaskular dan perfusi jaringan mulai
membaik, baru diperhitungkan kekurangan dan diberikan dalam 12-48 jam.
Pemberian cairan isotonil harus mendapatkan pertimbangan untuk pasien
dengan kegagalan jantung, penyakit ginjal atau hipernatremia.
Gklukosa 5% diberikan pada waktu kadar glukosa dalam sekitar 200-250 mg
%.
2. Insulin
Pada saat ini para ahli menganggap bahwa pasien hipersemolar hiperglikemik
non ketotik sensitif terhadap insulin dan diketahui pula bahwa pengobatan
dengan insulin dosis rendah pada ketoasidosis diabetik sangat bermanfaat.
Karena itu pelaksanaan pengobatan dapat menggunakan skema mirip
proprotokol ketoasidosis diabetik
3. Kalium
26
Kalium darah harus dipantau dengan baik. Bila terdapat tanda fungsi ginjal
membaik, perhitungan kekurangan kalium harus segera diberikan
4. Hindari infeksi sekunder
Hati-hati dengan suntikan, permasalahan infus set, kateter
5. Identifikasi dan Mengatasi Faktor Penyebab
Walaupun tidak direkomendasikan untuk memberikan antibiotik kepada
semua pasien yang dicurigai mengalami infeksi, namun terapi antibiotik
dianjurkan sambil menunggu kultur pada pasien usia lanjut dan pada pasien
hipotensi. Berdasarkan penelitian terkini, peningkatan konsentrasi C-reactive
protein dan interleukin-6 merupakan indikator awal sepsis pada pasien dengan
HHNK (Soewondo, 2009).
Penatalaksaan yang tepat bagi pasien (KHHNK) yaitu secara
medikamentosa. Selain itu dapat juga dengan dilakukan pencegahan penyakit
Diabetes Melitus yang biasanya merupakan penyebab awal KHHNK,
meliputi(Yunir, 2009) :
a) Terapi gizi
Prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada
status gizi diabetesi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan
individual.
b) Latihan jasmani
Latihan jasmani pada diabetesi akan menimbulkan perubahan metabolik, yang
dipengaruhi selain oleh lama, berat latihan, dan tingkat kebugaran, juga oleh
kada insulin plasma, kadar glukosa darah, kadar benda keton dan imbangan
cairan tubuh
Pencegahan
Hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan adalah perlunya penyuluhan
mengenai pentingnya pemantauan konsentrasi glukosa darah dan compliance
27
yang tinggi terhadap pengobatan yang diberikan. Hal lain yang juga perlu
diperhatikan adalah adanya akses terhadap persediaan air. Jika pasien tinggal
sendiri, teman atau anggota keluarga terdekat sebaiknya secara rutin menengok
pasien untuk memperhatikan adanya perubahan status mental dan kemudian
menghubungi dokter jika hal tersebut ditemui (Soewondo, 2009).
Pada tempat perawatan, petugas yang terlibat dalam perawatan harus
diberikan edukasi yang memadai mengenai tanda dan gejala HHNK dan juga
edukasi mengenai pentingnya asupan cairan yang memadai dan pemantauan yang
ketat (Soewondo, 2009).
Kemudian diet yang baik merupakan salah satu pencegahan dari HHNK.
Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam
hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai
berikut:
a. Karbohidrat : 60-70%
b. Protein : 10-15%
c. Lemak : 20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut
dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan
mempertahankan berat badan ideal. Penurunan berat badan telah dibuktikan
dapat mengurangi resistensim insulin dan memperbaiki respons sel-sel β terhadap
stimulus glukosa. Dalam salah satu penelitian dilaporkan bahwa penurunan 5%
berat badan dapat mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah
satu parameter status DM), dan setiap kilogram penurunan berat badan
dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu harapan hidup. Selain jumlah
kalori, pilihan jenis bahan makanan juga sebaiknya diperhatikan. Masukan
kolesterol tetap diperlukan, namun jangan melebihi 300 mg per hari. Sumber
lemak diupayakan yang berasal dari bahan nabati, yang mengandung lebih
banyak asam lemak tak jenuh dibandingkan asam lemak jenuh. Sebagai sumber
protein sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam (terutama daging dada), tahu dan
28
tempe, karena tidak banyak mengandung lemak. Masukan serat sangat penting
bagi penderita diabetes, diusahakan paling tidak 25 g per hari. Disamping akan
menolong menghambat penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak dapat
dicerna oleh tubuh juga dapatmembantu mengatasi rasa lapar yang kerap
dirasakan penderita DM tanparisiko masukan kalori yang berlebih. Disamping itu
makanan sumber serat seperti sayur dan buah-buahan segar umumnya kaya akan
vitamin dan mineral (American Diabetes Association, 2004).
Selain diet, dengan berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan
menjaga kadar gula darah tetap normal. Saat ini ada dokter olah raga yang dapat
dimintakan nasihatnya untuk mengatur jenis dan porsi olah raga yang sesuai
untuk penderita diabetes. Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan
asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan
(American Diabetes Association, 2004).
Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE (Continuous,
Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training). Sedapat
mungkinmencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-
umur),disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penderita. Beberapa contoh
olahraga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda,
berenang,dan lain sebagainya. Olahraga aerobik ini paling tidak dilakukan
selama total30-40 menit per hari didahului dengan pemanasan 5-10 menit dan
diakhiripendinginan antara 5-10 menit. Olah raga akan memperbanyak jumlah
danmeningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga
meningkatkanpenggunaan glukosa (American Diabetes Association, 2004).
2.6 Asuhan Keperawatan Koma
I. Pengkajian
1. Primary Survey
29
a. Airway
Pada pasien dgn KAD jarang diketemukan sumbatan pada jalan napas, kecuali dlm keadann koma / tak sadar yg menyebabkan lidah klien bisa menyumbat saluran napas.
b. Breathing
Tachypnea hingga pernapasan kussmaul.
c. Circulation
Tekan darah rendah ortostatik & tachycardia. Akral teraba dingin & klien mengalami poliuri.
d. Disability
Respon neurologis klien dlm rentang sadar hingga koma, tergantung pada keparahan / tataran asidosis yg dialami klien. GCS klien disesuaikan keadann klien saat dibawa ke RS.
2. Secondary survey
Pemeriksaan fisik
a. Keto Asidosis Diabetik
1) Nafas bau aseton (bau manis seperti buah) pada KAD
2) Hiperventilasi : Kusmual (RR cepat, dlm)
3) Kesadaran bisa CM, letargi / koma
4) Nyeri perut
5) Tampak lemah
6) Kulit kering, tapi berkeringat
7) Abdomen : tender, menurunnya bising usus, kaku, tak adanya bising usus, tenderness rebound (DKA berat).
8) Muskuloskeletal : kelemahan, menurunnya refleks tendon dlm (Krisanty, dkk.,2009).
b. Hyperosmolar Nonketotic Coma (HONK)
30
1) Neurologi (stupor, lemah, disorientasi, kejang, reflek normal,menurun / tak ada)
2) Pulmonary (tachypnae, dyspnae, nafas tak bau acetone, tak ada nafas kusmaul)
3) Cardiovaskular (tachicardia, capilary refill > 3 detik)
4) Renal (poliuria, tahap awal), oliguria (tahap lanjut), nocturia, inkontinensia
5) Integumentary : membran mukosa & kulit kering, turgor kulit tak elastis
3. Tersier Survey
a) Riwayat Keperawatan
Persepsi-managemen kesehatan
Riwayat DM tipe II
Riwayat keluarga DM
Gejala timbul beberapa hari, minggu.
b) Nutrisi – metabolik
Rasa haus meningkat, polidipsi atau tidak ada rasa haus.
Anorexia
Berat badan turun.
c) Eliminasi
Poliuria, nocturia.
Diarhe atau konstipasi.
d) Aktivitas – exercise
lelah, lemah.
Kognitif
Kepala pusing, hipotensi orthostatik.
31
Penglihatan kabur.
Gangguan sensorik.
e) Pemeriksaan Diagnostik
Serum glukosa: 800-3000 mg/dl.
Gas darah arteri: biasanya normal.
Elektrolit biasanya rendah karena diuresis.
BUN dan creatinin serum meningkat karena dehidrasi atau ada gangguan renal.
Osmolalitas serum: biasanya lebih dari 350 mOsm/kg.
pH > 7,3.
Bikarbonat serum> 15 mEq/L.
Sel darah putih meningkat pada keadaan infeksi.
Hemoglobin dan hematokrit meningkat karena dehidrasi.
EKG mungkin aritmia karena penurunan potasium serum.
Keton urine tidak ada atau hanya sedikit.
II. Diagnosa keperawatan
1. Volume cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan deuresis osmotik
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya gangguan transport O2
3. Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan.
III. Intervensi keperawatan
1) Volume cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan deuresis osmotik
Intervensi :
32
a) Dapatkan riwayat pasien atau orang terdekat sehubungan lamanya atau intensitas
dari gejala seperti pengeluaran urine yang berlebih.
b) Pantau TTV, catat adanya perubahan TD ortostatik.
c) Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urin.
d) Berikan cairan sesuai dengan indikasi : normal salin atau setengah normal salin
dengan atau tanpa dektrosa.
e) Berikan kalium atau elektrolit yang lain melalui IV dan atau melalui oral sesuai
indikasi.
f) Pantau pemeriksaan laboratorium seperti natrium.
2) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya gangguan transport O2
Intervensi :
a) Pertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital sesuai
indikasi.
b) Pantau frekuensi atau irama jantung.
c) Berikan tindakan yang menimbulkan rasa nyaman, seperti masase punggung,
lingkungan yang tenang, suara yang halus dan sentuhan yang lembut.
d) Catat ada atau tidaknya refleks-refleks tertentu seperti refleks menelan, batuk dan
Babinski.
e) Tinggikan kepala tempat tidur sekitar 15-45 derajat sesuai toleransi atau indikasi.
Jaga kepala pasien tetap berada pada posis netral.
f) Berikan O2 tambahan sesuai indikasi.
33
3) Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
Intervensi:
a) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan.
b) Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan atau bunyi
tambahan.
c) Palpasi fremitus.
d) Awasi tingkat kesadaran atau status mental. Selidiki adanya perubahan.
e) Awasi tanda vital dan irama jantung.
f) Berikan O2 tambahan melalui nasal kanul, masker parsial atau masker dengan
humidifikasi tinggi seuai indikasi.
g) Awasi atau buat gambaran GDA, nasi oksimetri. Catat kadar Hb.
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan.
Intervensi:
a) Kaji atau diskusikan tingkat kelelahan pasien dan identifikasi aktivitas yang
dapat dilakukan pasien.
b) Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Buat jadwal perencanaan
dengan pasien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
c) Berikan aktivitas alternative dengan periode istirahat yang cukup atau tanpa
diganggu.
d) Pantau nadi, frekuensi pernapasan dan tekanan darah sebelum atau sesudah
melakukan aktivitas.
34
e) Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai
dengan yang dapat ditoleransi.
BAB 4
APLIKASI TEORI
A. Kasus
Pasien laki – laki 40 th dengan keluhan gula darah dikatakan tinggi sejak +- 3
minggu SMRS. Pasien datang dari IGD dengan keluhan gula darah dikatakan tinggi
dari pemeriksaan di puskesmas. Gula darah tinggi sejak -+3 minggu. Pasien diantar
oleh istri dengan kondisi penurunan kesadaran. Nyeri perut (-), mual (-), muntah (+),
Nyeri kepala (+), sesak nafas (+), BAB dan BAK dalam batas normal. Riwayat gula
darah tinggi. Pasien diberi obat penurun gula darah tetapi tidak mau diminum.
B. Identitas Pasien
Nama : Bp. A
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : S1
TB : 170 cm
BB : 75 kg
Alamat : Cangkringan RT 03 Bantul
Tanggal masuk : 21/02/2013
35
No. RM : 49.32.55
Diagnosa Medik : Gula darah tinggi
Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny.W
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Jawa
Agama : islam
Pendidikan : S1
No RM : 49.32.55
Alamat : Cangkringan RT 03 Bantul
C. Riwayat Keperawatan
1. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan gula darah dikatakan tinggi sejak +- 3 minggu
SMRS
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dari IGD dengan keluhan gula darah dikatakan tinggi dari
pemeriksaan di peuskesmas. Gula darah tinggi sejak -+3 minggu. Pasien diantar
oleh istri dengan kondisi penurunan kesadaran. Nyeri perut (-), mual (-),
muntah (+), Nyeri kepala (+), sesak nafas (+), BAB dan BAK dalam batas
normal. Riwayat gula darah tinggi. Pasien diberi obat penurun gula darah tetapi
tidak mau diminum.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
- riwayat hipertensi (+)
- riwayat diabetes mellitus (+) 7 tahun
- riwayat asma disangkal
- riwayat penyakit jantung disangkal
36
- riwayat alergi obat disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- riwayat hipertensi (+)
- riwayat diabetes mellitus disangkal
- riwayat asma disangkal
- riwayat penyakit jantung disangkal
- riwayat alergi obat disangkal.
D. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Vital Sign :
TD : 200/12
0
mm/Hg
N
: 88 x/menit
S : 36,4 0 C
RR : 24 x/menit
4. Pemeriksaan kulit : Turgor dan elastisitas dalam batas normal, kelainan kulit
(-), sianosis (-)
5. Pemeriksaan kepala
- Bentuk kepala : Mesosefal
- Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata
37
6. Pemeriksaan mata
- Palpebra : Edema (-/-)
- Konjungtiva : Anemis (-/-)
- Sklera : Ikterik (-/-)
- Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor
7. Pemeriksaan Telinga : Otore (-/-), nyeri tekan (-/-), serumen (-/-)
8. Pemeriksaan Hidung : Sekret (-/-), epistaksis (-)
9. Pemeriksaan Leher
- Kelenjar tiroid : Tidak membesar
- Kelenjar lnn : Tidak membesar, nyeri (-)
- Retraksi suprasternal : (-)
- JVP : Tidak meningkat
10. Pemeriksaan Dada :
Depan Kanan Kiri
Inspeksi : retraksi (-)
Palpasi : ketinggalan gerak (-).
Perkusi : sonor pada seluruh
lapang paru
Auskultasi :
- Suara dasar : vesikuler
Inspeksi : retraksi (-)
Palpasi : ketinggalan gerak (-).
Perkusi : sonor pada seluruh
lapang paru
Auskultasi :
- Suara dasar : vesikuler
- Suara tambahan : Ronkhi kering
38
- Suara tambahan : Ronkhi kering
(-), wheezing (-),
krepitasi (-)
(-), wheezing (-)
krepitasi (-)
Belakang Kanan Kiri
Palpasi : ketinggalan gerak (-)
Perkusi : sonor
Auskultasi :
- Suara dasar : vesikuler
- Suara tambahan : Ronkhi kering
(-), wheezing (-),
krepitasi (-)
Palpasi : ketinggalan gerak (-)
Perkusi : sonor
Auskultasi :
- Suara dasar : vesikuler
- Suara tambahan : Ronkhi kering
(-), wheezing (-),
krepitasi(-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba pada sela iga ke 5 linea
midclavicula kiri,
Auskultasi : S1 & S2 reguler, Bising jantung (-)
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Bentuk bulat, defans muskular (-), venektasi
(-), sikatrik (-)
Auskultasi : Peristaltik usus (+)
39
Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-), Hepatomegali (-),
nyeri tekan hepar (-), lien tak teraba
membesar, nyeri lepas tekan (-), massa (-),
Nyeri tekan suprapubik (-)
Perkusi : Timpani, nyeri ketok kostovertebra (-), pekak
beralih (-), undulasi (-)
Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium Darah
Hb 10,0 gr%
AL 6,00
AE 4,00
AT 272
Hmt 29,6
Eosinofil 5
Basofil 1
Batang 3
Segmen 66
Limfosit 22
Monosit 3
GDS *969
40
Ureum darah 50
Kreatinin darah 1,61
SGOT 11
SGPT 9
Natrium 123,1
Kalium 2,49
Klorida 88,0
-Ro Thorax : Cord an Pulmo dalam batas normal.
Terapi
Pada pasien ini telah diberikan ke lima poin penting untuk terapi yaitu,
rehidrasi intravena agresif, koreksi elektrolit, pemberian insulin intravena, pelacakan
penyebab presipitasi dan pencegahan.
Pasien diberikan terapi saat tiba di IGD sbb.,
O2 3-5 l/m
IVFD NaCl loading 2l 60 tpm, lanjutkan 20 tpm (monitoring RBB dan VS)
Pasang DC
Pasang NGT
RI 5 unit/jam dengan syringe pump, s/d GDS 250 mg/dl (cek GDS tiap jam),
lanjutkan dengan RI 2 unit (cek GDS tiap 4 jam)
Inj. Ceftriaxon 1g/12 jam
Inj. Ranitidin 1A/12 jam
41
Nifedipin 3x1
KCL 3 x 1
Masuk ICU
Pemberian KCL pada pasien ini adalah untuk mengkoreksi kdar kalium pasien
yang rendah. Karena jika tidak, kadar kalium akan semakin turun karena insulin
berefek memasukan kalium ke intrasel. Pada pasien ini diberikan terapi anibiotik
karena dengan alasan tertentu dicurigai adanya infeksi sebagai penyebab/ presipitasi
timbulnya HONK, meskipun penyebab yang sebenarnya sudah dikoreksi dan
dilakukanedukasi untuk penceghan.
Pemberian antihipertensi disini bertujuan untuk menurunkan tekanan darah
pasien yang justru menngkat hingga HT gr II. Pasien diransfer di ICU untuk
mendapatkan perawatan lebih intensif sehubungan dengan penurunan kesadaran dan
resiko syok hipovolemik yang mana perlu pemantauan ketat dan pemeriksaan darah
secara rutin.
Pemberian insulin pada pasien dilakukan persis seperti pada teori
penatalaksanaan HHS/HONK yaitu diberikan bolus insulin sampai dengan GDS 250.
Kemudian GDS dan elektrolit diperiksa rutin untuk mengetahui ap[akah terjadi
hipokalemiapada pasien atau tidak. Pemberian insulin kemudian dilakukan dengan
insulin sliding scale dengan dosis sesuai dengan GDS pasien.
A. Analisa Data
No Data Diagnosa Keperawatan
1 DS :
- Istrinya mengatakan pasien mengalami penurunan kesadaan
DO :
-Hiperglikemia dengan penurunan kesadaran suspek HONK
42
TD : 170/110 RR : 24
N : 88 t : 36,4
2 DS :
- Istrinya mengatakan pasien mengalami sesak napas
DO :
TD : 200/120 mmHg
N : 88 x/menit
Suhu : 36,4oC
RR : 24 x/menit
3 DS :
- Istrinya mengatakan klien mempunyai riwayat darah tinggi
DO :
TD : 200/120 mmHg
N : 88 x/menit
Suhu : 36,4oC
RR : 24 x/menit
43
BAB 5
PENUTUP
5.1 Simpulan
A. Koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik ialah suatu sindrom yang
ditandai hiperglikemia berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ditandai
adanya ketosis, disertai menurunnya kesadaran.
B. Faktor yang mempengaruhi koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik
diantara adalah infeksi, diabetes mellitus yang tidak terdiagnosis dan
penyalahgunaan obat
C. Faktor yang memulai timbulnya koma hiperosmolar hiperglikemik non
ketotik (HHNK) adalah diuresis glukosuria. Glukosuria mengakibatkan
kegagalan pada kemampuan ginjal dalam mengkonsentrasikan urin, yang akan
semakin memperberat derajat kehilangan air
D. Penegakan diagnosis selain dari keluhan pasien, pemeriksaan fisik, juga
dengan hasil laboratorium yang menunjukkan konsentrasi glukosa darah yang
sangat tinggi, osmolaritas serum yang tinggi dan juga pH lebih besar dari
7.30 dan disertai ketonemia ringan atau tidak.
E. Penatalaksanaan medikamentosa dengan cara rehidasi intravena agresif,
penggantian elektrolit dan pemberian insulin intravena sedangkan
penatalaksanaan non medikamentosanya tidak bisa dilakukan hal ini
disebabkan karena pasien tidak koperatif
44
DAFTAR PUSTAKA
Santoso M. Pemeriksaan fisik diagnostik. Anamesa. Jakarta: bidang penerbitan
yayasan diabetes indonesia; 2012.h.2-3.
Hemphill, Robert R. 2012. Hyperosmolar Hyperglicemic State. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/1914705-overview#a0156
Soewondo, Pradana. 2009. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik. Dalam :
Aru W. Sudoyo et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta : Interna
Publishing.
Mansjoer, A. Savitri,R. Setiowulan, W. Kapita selekta. Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta :Media aescuplapius fakultas kedokteran Universitas Indonesia. 2010. P; 606-6106.
45