Download - Tugas Makalah Keperawatan Jiwa
TUGAS MAKALAH KEPERAWATAN JIWA
RETARDASI MENTAL
DosenPembimbing :
Ns. Ayu Nanda Lestari, S.Kep
Disusun Oleh kelompok 1 :
1. Ahmad Taufik Baidawi
2. Yuliatin
3. Liana Munawaroh
4. Haqqul Yakin
5. Vera Yunita Dewi
6. Lukman Hakim
7. Ahmad Sujono
8. M.Lutfi Isnaini
PROGAM STUDY S1 KEPERAWATAN
STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG
PAJARAKAN - PROBOLINGGO
2013
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur senantiasa di panjatkan kehadirat Allah SWT
Sholawat dan salam semoga selalu di limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Kami menyampaikan rasa terima kasih kepada Ibu Ns. Ayu Nanda
Lestari, S.Kep selaku pembimbing mata kuliah Keperawatan Jiwa yang telah
membimbing kami untuk membantu dalam proses penyusun makalah ini.
Kami yakin bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya karena itu
kami mengharapkan kritik konstruktif dan saran , khususnya dari ibu Ns. Ayu
Nanda Lestari, S.Kep selaku pembimbing mata kuliah Keperawatan Jiwa dan
umumnya dari semua pembaca sehingga makalah ini dapat lebih sempurna.
Genggong, 15 September 2013
Kelompok 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Retardasi mental ialah keadaan dengan intelegensi yang kurang
(subnormal) sejak sama perkembangan (sejak lahir/sejak masa anak).
Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan
(seperti juga pada demensia) tetapi gejala utama (yang menonjol) ialah
intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga obligofrenia
(maramis) ( Crocker AC 1983).
Retardasi mental adalah penurunan fungsi intelektual (diukur dengan
tes IQ standar – dua standar deviasi dibawah IQ rata-rata 100) dan gangguan
fungsi umum.
Retardasi mental merupakan masalah dunia dengan implikasi yang
besar terutama bagi Negara berkembang. Diperkirakan angka kejadian
retardasi mental berat sekitar 0,3% dari seluruh populasi dan hampir 3%
mempunyai IQ dibawah 70.Sebagai sumber daya manusia tentunya mereka
tidak bias dimanfaatkan karena 0,1% dari anak-anak ini memerlukan
perawatan, bimbingan serta pengawasan sepanjang hidupnya (Swaiman KF,
1989).
Prevalensi retardasi mental sekitar 1 % dalam satu populasi. Di
indonesia 1-3 persen penduduknya menderita kelainan ini. Insidennya sulit di
ketahui karena retardasi metal kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-anak
usia pertengahan dimana retardasinya masih dalam taraf ringan. Insiden
tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun.
Retardasi mental mengenai 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan
dengan perempuan.
Sehingga retardasi mental masih merupakan dilema, sumber kecemasan
bagi keluarga dan masyarakat. Demikian pula dengan diagnosis, pengobatan
dan pencegahannya masih merupakan masalah yang tidak kecil.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana konsep dasar retardasi mental sehingga kita dapat
melakukan asuhan keperawatan jiwa yang sesuai kepada pasien retardasi
mental?
1.3 Tujuan
1.1.1. Tujuan Umum
Setelah mempelajari atau membahas makalah ini kelompok
diharapkan mampu melakukan asuhan keperawatan retardasi mental
pada asuhan keperawatan jiwa.
1.1.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengertian Retardasi Mental?
2. Mengetahui etiologi Retardasi Mental?
3. Mengetahui klasifikasi Retardasi Mental?
4. Mengetahui menifestasi klinis Retardasi Mental?
5. Mengetahui patofisiologi RetardasiMental?
6. Mengetahui pemeriksaan diagnostic Retardasi Mental?
7. Mengetahi penatalaksanaan Retardasi Mental?
8. Mengetahui pencegahan Retardasi Mental?
9. Mengetahui proses asuhan keperawatan jiwa Retarrdasi Mental?
1.4 Manfaat
Pembuatan makalah ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan
informasi kepada masyarakat mengenai penyakit jiwa terutama retardasi
mental. Informasi tersebut diharapkan dapat membantu masyarakat dalam
membangun perilaku hidup sehat dan pola makan yang benar dengan
mengkonsumsi makanan yang bergizi dan sehat.
BAB II
Pembahasan
2.1 Pengertian
Retardasi Mental disebut juga oligrofrenia (oligo = kurang atau
sedikit, fren = jiwa ) atau tuna mental (Willt dan Albert, 2009).
Retaldasi mental adalah suatu gangguan heterogen yang terdiri dari
gangguan fungsi dibawah rata-rata dan gangguan dalam ketrampilan adaptif
yang ditemukan sebelum orang berusia 18 tahun (Mansjoer,2001)
Retardasi mental adalah fungsi intelektual di bawah rata-rata yang
muncul beramaan dengan kurangnya perilaku adatif, awitannya sebelum usia
18 tahun (Wong,2003).
Retaldasi mental mempunyai gambaran khusus, yaitu:
(Varcarlois,1999)
1. Fungsi intelektual di bawah rata-rata (IQ 70 atau lebih rendah)
2. Defisit atau kerusakan fungsi adatif
3. Terjadi sebelum usia 18 tahun
Retardasi mental dapat didefinisikan sebagai keterbatasan dalam
kecerdasan yang mengganggu adaptasi normal terhadap lingkungan. Hal ini
bermanifestasi dengan perkembangan yang abnormal dan berkaitan dengan
kesukaan belajar dan adaptasi social (Sacharin et al,1999)
2.2 Etiologi
Adanya disfungsi otak merupakan dasar dari retardasi mental. Untuk
mengetahui adanya retardasi mental perlu anamnesis yang baik, pemeriksaan
fisik dan laboratorium. Penyebab dari retardasi mental sangat kompleks dan
multifaktorial. Walaupun begitu terdapat beberapa faktor yang potensial
berperanan dalam terjadinya retardasi mental seperti yang dinyatakan oleh
Taft LT (1983) dan Shonkoff JP (1992) dibawah ini.
1. Organik
Faktor prekonsepsi : kelainan kromosom (trisomi 21/Down syndrome
dan Abnormalitas single gene (penyakit-penyakit metabolik, kelainan
neurocutaneos, dll.)
Faktor prenatal : kelainan petumbuhan otak selama kehamilan
(infeksi, zat teratogen dan toxin, disfungsi plasenta)
Faktor perinatal : prematuritas, perdarahan intrakranial, asphyxia
neonatorum, Meningitis, Kelainan metabolik:hipoglikemia,
hiperbilirubinemia, dll
Faktor postnatal : infeksi, trauma, gangguan metabolik/hipoglikemia,
malnutrisi, CVA (Cerebrovascularaccident) - Anoksia, misalnya
tenggelam
2. Non organic
Kemiskinan dan keluarga tidak harmonis
Sosial cultural
Interaksi anak kurang
Penelantaran anak
3. Faktor lain : Keturunan; pengaruh lingkungan dan kelainan mental lain (15-
20% ; AAP, 1984)
2.3 Klasifikasi
Hampir semua penulis sepakat, bahwa untuk menetukan derajat defek
dari RM, dipakai patokan hasil atau nilai I.Q pada seorang anak. Tentu saja
setelah hasil tersebut dapat ditentukan kesesuainnya dengan keadaan-keadaan
yang lain. Patokan ini gunanya untuk menentukan langkah-langkah lebih
lanjut dalam hal penanganan anak-anak tersebut.
1. Keadaan debil I.Q: 50-70
2. Keadaan embisil I.Q: 25-50
3. Keadaan idiot I.Q: kurang dari 25
1. Retardasi mental ringan (mampu didik mampu latih)
Kelompok ini merupakan kelompok terbesar dari RM. Kira-kira
80% individu dengan retardasi mental ini dapat memperkembangkan
ketrampilan sosial dan komunikasi dalam masa prasekolah. RM dalam
kelompok ini terdapat perkembangan motorik dan bicara, tetapi anak tidak
mampu memelihara dirinya sendiri. Anak memerlukan perawatan dan
pengawasan yang lengkap.
2. Retardasi mental sedang (tidak mampu didik mampu latih)
Kelompok ini kira-kira 12% dari seluruh penderita RM. Mereka
dapat berbicara atau belajar berkomunikasi selama masa prasekolah, akan
tetapi kesadaran mereka tentang norma sosial sangat buruk. Secara parsial
individu dapat mendukung diri sendiri dibawah pengawasan yang lengkap.
Anak mampu untuk mengembangkan proteksi diri dan mampu untuk
menerima kecakapan dengan pengendalian lingkungan yang berguna
sampai tingkat minimal dalam lingkungan yang terkendali.
3. Retardasi mental berat (tidak mampu didik tidak mampu latih)
Kelompok ini kira-kira 7 %. Selama periode prasekolah jelas ada
perkembangan motorik yang buruk dan kemampuan bicara yang minimal.
Mereka hanya mampu memperkembangkan sedikit atau tidak sama sekali
pembicaraan komunikatif. Anak mampu memelihara diri sendiri dalam
pekerjaan yang tidak terlatih atau setengah terlatih. Anak memerlukan
bimbingan dan pedoman ketika berada dalam stres sosial dan ekonomi
yang ringan.
4. Retardasi mental yang sangat berat
Kelompok ini kira-kira 1% dari seluruh penderita RM.
Menunjukkan kapasitas yang minimal dalam fungsi sensorimotormereka
membutuhkan suatu lingkungan yang sangat teratur, selalu perlu bantuan
dan supervisi. Kemampuan perawatan diri yang sangat terbatas di dalam
suatu lingkungan yang sangat teratur dan harus disertai bantuan dan
supervisi yang terus menerus.
Tabel Derajat Retradasi Mental
Derajat RM IQ Usia Prasekolah
(0-5 tahun)
Usia Sekolah
(0-21 tahun)
Usia Dewasa
(>21 tahun)
Sangat berat
Berat
Sedang
<20
20-23
35-49
Retradasi jelas
Perkembangan
motorik yang
miskin
Dapat berbicara
atau belajar
berkomunikasi,
ditangani
dengan
pengawasan
sedang
Beberapa
Perkembangan
motorik dapat
berespon namun
terbatas
Dapat bicara atau
berkomunikasi
namun latuhan
kejujuran tidak
bermanfaat
Latihan dalam
keterampilan
social dan
pekerjaan dapat
bermanfaat, dapat
pergi sendiri
ketempat yang
telah dikenal
Perkembangan
motorik dan
bicara sangat
terbatas
Dapat berperan
sebagian dalam
pemeliharaan
diri sendiri
dibawah
pengawasan
ketat
Dapat bekerja
sendiri tanpa
dilatih namun
perlu
pengawasan
terutama jika
berada dalam
stress
Ringan 50-69 Dapat
mengembangkan
keterampilan
social dan
komunikasi,
retradasi
minimal
Dapat belajar
keterampilan
akademik sampai
± kelas 6 SD
Biasanya dapat
mencapai
keterampilan
social dan
kejujuran
namun perlu
bantuan
terutama bila
stress
1.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis secara umum yaitu:
1. Gangguan kognitif
2. Lambatnya ketrampilan ekspresi dan resepsi bahasa
3. Gagal melewati tahap perkembangan yang utama
4. Lingkar kepala diatas atau dibawah normal
5. Kemungkinan lambatnya pertumbuhan
6. Kemungkinan tonus otot abnormal
7. Kemungkinan ciri-ciri dismorfik
8. Terlambatnya perkembangan motoris halus dan kasar
Manifestasi klinis berdasarkan berat ringannya dari Retardasi Mental yaitu:
1. Retardasi mental ringan
Kelompok ini merupakan bagian terbesar dari retardasi mental.
Kebanyakan dari mereka ini termasuk dari tipe social-budaya dan
diagnosis dibuat setelah anak beberapa kali tidak naik kelas. Golongan ini
termasuk mampu didik, artinya selain dapat diajar baca tulis bahkan bias
bisa sampai kelas 4-6 SD, juga bisa dilatih keterampilan tertentu sebagai
bekal hidupnya kelak dan mampu mandiri seperti orang dewasa yang
normal. Tetapi pada umumnya mereka ini kurang mampu menghadapi
stress sehingga tetap membutuhkan bimbingan dari keluarganya.
2. Retardasi mental sedang
Kelompok ini kira-kira 12% dari seluruh penderita retardasi
mental, mereka ini mampu latih tetapi tidak mampu didik. Taraf
kemampuan intelektualnya hanya dapat sampai kelas dua SD saja, tetapi
dapat dilatih menguasai suatu keterampilan tertentu, misalnya
pertukangan, pertanian, dll. Apabila bekerja nanti mereka ini perlu
pengawasan. Mereka juga perlu dilatih bagaimana mengurus diri sendiri.
Kelompok ini juga kurang kurang mampu menghadapi stress dan kurang
mandiri sehingga perlu bimbingan dan pengawasan.
3. Retardasi mental berat
Sekitar 7% dari seluruh penderita retardasi mental masuk
kelompok ini. Diagnosis mudah ditegakkan secara dini karena selain
adanya gejala fisik yang menyertai juga berdasarkan keluhan dari orang
tua dimana anak sejak awal sudah terdapat keterlambatan perkembangan
motorik dan bahasa. Kelompok ini termasuk tipe klinik. Mereka dapat
dilatih hygiene dasar saja dan kemampuan berbicara yang sederhana, tidak
dapat dilatih keterampilan kerja, dan memerlukan pengawasan dan
bimbingan sepanjang hidupnya.
4. Retardasi mental sangat berat
Kelompok ini sekitar 1% dan termasuk dalam tipe klinik.
Diagnosis dini mudah dibuat karena gejala baik mental dan fisik sangat
jelas. Kemampuan berbahasanya sangat minimal. Mereka ini seluruh
hidupnya tergantung orang disekitarnya.
2.5 Patofisiologi
TERLAMPIR
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
1. Uji Laboratorium
Uji intelegensi standar dan uji perkembangan
Pengukuran fungsi adaptif
2. EEG (Elektro Esenflogram)
Gejala kejang yang dicurigai
Kesulitan mengerti bahasa yang berat
3. CT ata MRI
Pembesaran kepala
Dicurigai kelainan otak yang luas
Kejang local
Dicurigai adanya tumor intra cranial
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anak dengan retardasi mental adalah multidimensi dan
sangat individual. Tetapi perlu diingat bahwa tidak setiap anak penanganan
multidisiplin merupakan jalan yang terbaik. Sebaiknya dibuat rancangan suatu
strategi pendekatan bagi setiap anak secara individual untuk mengembangkan
potensi anak tersebut seoptimmal mungkin. Untuk itu perlu melibatkan psikolog
untuk menilai perkembangan mental anak terutama kemampuan kognitifnya,
dokter anak untuk memeriksa fisik anak, menganalisis penyebab, dan mengobati
penyakit atau kelainan yang mungkin ada. Juga kehadiran pekerja sosial kadang-
kadang diperlukan untuk menilai situasi keluarganya.
Atas dasar itu maka dibuatlah strategi terapi. Sering kali melibatkan lebih
banyak ahli lagi, misalnya ahli saraf bila anak juga menderita epilepsi, palsi
serebral, dll. Psikiater, bila anaknya menunjukkan kelainan tingkah laku atau bila
orang tuanya membutuhkan dukungan terapi keluarga. Ahli rehabilitasi medis,
bila diperlukan untuk merangsang perkembangan motorik dan sensoriknya.
Terapi terbaik adalah pencegahan primer, sekunder dan tersier.
1. Pencegahan primer adalah tindakan yang dilakukan untuk
menghilangkan atau menurunkan kondisi yang menyebabkan gangguan.
Tindakan tersebut termasuk pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan
dan kesadaran masyarakat umum, usaha terus menerus dari profesional
bidang kesehatan untuk menjaga dan memperbaharui kebijakan kesehatan
masyarakat , aturan untuk memberikan pelayanan kesehatan maternal dan
anak yang optimal, dan eredekasi gangguan yang diketahui disertai
kerusakan system saraf pusat. Konseling keluarga dan genetic dapat
membantu.
2. Tujuan pencegahan sekunder adalah untuk mempersingkat perjalanan
penyakit.
3. Sedangkan pencegahan tersier bertujuan untuk menekan kecacatan yang
terjadi. Dalam pelaksanaanya kedua jenis pencegahan ini dilakuakn
bersamaan, yang meliputi pendidikan untuk anak : terapi perilaku, kognitif
dan psikodinamika ; pendidikan keluarga; dan intervensi farmakologi.
Pendidikan untuk anak harus merupakan program yang lengkap dan
mencakup latihan keterampilan adaptif, sosialn, dan kejuruan. Satu hal
yang penting dalam mendidik keluarga tentang cara meningkatkan
kopetensi dan harga diri sambil mempertahankan harapan yang realistic.
Dalam pelaksanaannya, kedua jenis ini dilakukan bersamaan
meliputi:
1. Pendidikan untuk anak mancakup latihan ketrampilan adaptif, sosial
dan kejuruan.
2. Terapi pra luka agresif dan melukai diri
3. Kognitif dan psikodinamika
4. Pendidikan keluarga
5. Intervensi farmakologis:
Obat-obatan psikotropika (Tioridasin/Mellaril) untuk remaja
dengan perilaku yang membahayakan diri sendiri.
Psikostimulan untuk remaja yang menunjukkan tanda-tanda
gangguan konsentrasi/gangguan hiperaktif.
Antidepresan (Imipramin/Trofanil)
Karbamazepin (Tegretol) dan Propanolol (Inderal)
Alisa tes kromosom
Terapi pada anak dengan RM meliputi 4 aspek:
1. Terapi terhadap aspek fisik
Sasaran terapi ditujukan terhadap kelainan atau gangguan fisik.
Terapi ini meliputi:
Terapi simptomatik
Semua kelainan-kelainan fisik yang dapat diatasi atau ditolong
dengan terapi ini, misalnya: fenilketouria, galaktosemia, kejang-kejang
dengan obat yang sesuai.
Koreksi terhadap cacat
Sering dilakukan koreksi terhadap alat gerak, defek panca indra dan
yang koreksi lain yang berhubungan dengan kosmetik, untuk
memperbaiki fungsi dan penampilan diri.
2. Terapi terhadap aspek psikologik/psikiatrik
Sasaran terapi ditujukan terhadap kelainan atau gangguan yang
berhubungan dengan emosi dan gangguan tingkah laku serta terhadap
kondisi psikologis keluarga. Terapi ini meliputi:
Terhadap emosi dan tingkah laku penderita
Terutama pada penderita yang hiperaktif dapat diberikan obat-
obatan golongan ansiolotik, misalnya: diazepam, khlordiazepokside
atau yang lain. Bila hal ini belum menolong, dapat dipertimbangan
pemberian anti psikotik atau neuroleptika dalam dosis awal yang kecil
dulu, secara bertahap, bila belum baik dapat dinaikkan.
Terhadap kondisi psikologis keluarga
Bantuan yang teratur dalam periode 3 bulan sekali dapat
mempertahankan kondisi psikologis keluarga.
3. Terapi terhadap aspek pendidikan
Kelompok yang mampu didik dan mampu latih
Dilakukan pendidikan secara perlahan-lahan dan secara bertahap
dengan memperbanyak latihan-latihan dibandingkan dengan sekolah
atau pendidikan normal lainnya
Kelompok yang tidak mampu didik dan mampu latih
Dilakukan latihan-latihan, terutama latihan untuk dapat melakukan
aktivitas sehari-hari, tanpa bantuan orang lain. Misalnya: kesehatan
perseorangan, kebersihan, pekerjaan-pekerjaan kasar yang tidak
memerlukan pemikiran daan bersifat rutin.
Kelompok yang tidak mampu didik dan tidak mampu latih
Dilakukan perawatan secara terus menerus dan pencegahan dari
bahaya.
4. Terapi terhadap aspek social
Tujuan dari terapi ini adalah mengoptimalkan kemampuan
penderita dalam berm,asyarakat. Hal ini untuk menghilangkan stigma
masyarakat, bahwa anak atau orang dengan RM tidak ada gunanya sama
sekali. Dengan pemberian tugas-tugas dalam masyarakat yang dapat
dilakukan sesuai dengan kemampuan penderita akan menimbulkan
perasaan pada penderita bahwa dirinya masih diperlukan oleh orang lain,
sehingga hal ini mempertinggi rasa percaya dirinya.
Kadang-kadang anak dengan RM memerlukan perawatan baik di
RS atau di penti-panti pendidikan penampungan anak. Anak-anak dengan
RM yang mempunyai indikasi perawatan antara lain:
mempunyai kecacatan yang ganda (multiple handicap)
mempunyai gangguan fisik yang berat
penderita RM usia tua
penderita dengan gangguan emosi yang berat
anak-anak yang memerlukan pendidikan khusus yang jauh dari
jangkauan rumah
2.8 Pencegahan
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan pada
masyarakat, perbaikan keadaan sosio-ekonomi, konseling genetic dan tindakan
kedokteran (umpamanya perawatan prenatal yang baik, pertolongan persalinan
yang baik, kehamilan pada wanita adolesen dan diatas 40 tahun dikurangi dan
pencegahan keradangan otak pada anak-anak). Tiap usaha mempunyai cara
sendiri untuk berbagai aspeknya.
Pencegahan sekunder meliputi diagnosa dan pengobatan dini keradang
otak, pendarahan subdural, kraniasenosis (sutura tengkorak menutup terlalu cepat,
dapat dibuka dengan kraniotomi : pada mikrosefali yang congenital, operasi tidak
menolong.
Pencegahan tersier merupakan pendidikan penderita atau latihan khusus,
sebaiknya di sekolah luar. Dapat diberi neroleptika kepada yang gelisah,
hiperaktif atau destruktif. Amfetamine dan kadang-kadang juga anihistamin
berguna juga pada hiperkinesa. Barbiturat kadang-kadang dapat menimbulkan
efek paradatal dengan menambah kegelisahan dan ketegangan. Dapat dicoba juga
obat-obat yang memperbaiki mikrosirkulasi di otak (membuat masuknya zat asam
dan makanan dari darah ke sel-sel otak lebih mudah) atau yang langsung
memperbaiki metabolisme sel-sel otak, akan tetapi hasilnya kalau ada tidak segera
dapat dilihat.
Konseling pada orang tua dilakukan secara flexible dan pragmatis dengan
tujuan antara lain membantu mereka dalam mengatasi frustasi oleh karena
mempunyai anak dengan retardasi mental. Mereka sering perlu ditenangkan dan
sekaligus dianjurkan dengan mengatakan bahwa bukanlah salah mereka bahwa
anak ini menderita retardasi mental, tetapi adalah salah bila mereka tidak mau
berusaha untuk mengatasi keadaan anak itu. Karena orang tua sering menghendaki
anak itu diberi obat, dapat diberi penerangan bahwa sampai sekarang belum ada
obat yang dapat membantu pertikaran zat (metabolisme) sel-sel otak, akan tetapi
biaroun anak itu menelan obat semacam itu banyak dan lama sekali (tidak
mengganggu badan) ia tidak akan maju kalau ia tidak belajar melalui latihan dan
pendidikan.
2.9 Komplikasi
Komplikasi
Menurut Betz, Cecily R (2002) komplikasi retardasi mental adalah :
1. Serebral palsi
2. Gangguan kejang
3. Gangguan kejiwaan
4. Gangguan konsentrasi / hiperaktif
5. Deficit komunikasi
6. Konstipasi (karena penurunan motilitas usus akibat obat-obatan,
kurang mengkonsumsi makanan berserat dan cairan).
BAB III
Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian
1. Pengkajian :
a. Tanda dan gejala :
Mengenali sindrom seperti adanya DW atau mikrosepali
Adanya kegagalan perkembangan yang merupakan indikator RM
seperti anak RM berat biasanya mengalami kegagalan perkembangan
pada tahun pertama kehidupannya, terutama psikomotor; RM sedang
memperlihatkan penundaan pada kemazttpuan bahasa dan bfcara,
dengan kemampuan motorlk normal-iambat, biasanya terjadi pada
usia 2-3 tahun; RM ringan biasanya terjadi pada usia sekolah dengan
memperlihatkan kegagalan anak untuk mencapai kinerja yang
diharapkan.
b. Tingkatan/klasifikasi RM (APA dan Kaplan; Sadock dan Grebb, 1994)
1. Ringan ( IQ 52-69; umur mental 8-12 tahun)
Karakteristik :
1. Usia presekolah tidak tampak sebagai anak RM, ttp
terlambat dalam kemampuan berjalan, bicara , makan sendiri, dll
2. Usia sekolah, dpt melakukan ketrampilan, membaca dan
aritmatik, diarahkan pada kemampuan aktivitas sosial.
3. Usia dewasa, melakukan ketrampilan sosial dan vokasional,
diperbolehkan menikah tidak dianjurkan memiliki anak.
Ketrampilan psikomotor tidak berpengaruh kecuali koordinasi.
2. Sedang ( IQ 35- 40 hingga 50 - 55; umur mental 3 - 7 tahun)
Karakteristik :
1. Usia presekolah, kelambatan terlihat pada perkembangan motorik,
terutama bicara, respon saat belajar dan perawatan diri.
2. Usia sekolah, dapat mempelajari komunikasi sederhana, dasar
kesehatan, perilaku aman, serta ketrampilan mulai sederhana,
Tidak ada kemampuan membaca dan berhitung.
3. Usia dewasa, melakukan aktivitas latihan tertentu, berpartisipasi
dalam rekreasi, dapat melakukan perjalanan sendiri ke tempat yg
dikenal, tidak bisa membiayai sendiri.
3. Berat ( IQ 20-25 s.d. 35-40; umur mental < 3 tahun)
Karakteristik :
1. Usia prasekolah kelambatan nyata pada perkembangan motorik,
kemampuan komunikasi sedikit bahkan tidak ada, bisa berespon
dalam perawatan diri tingkat dasar sepeti makan.
2. Usia sekolah, gangguan spesifik dlm kemampuan berjalan,
memahami sejumlah komunikasi/berespon, membantu bila dilatih
sistematis.
3. Usia dewasa, melakukan kegiatan rutin dan aktivitas berulang,
perlu arahan berkelanjutan dan protektif lingkungan, kemampuan
bicara minimal, meggunakan gerak tubuh.
4. Sangat Berat ( IQ dibawah 20-25; umur mental seperti bayi)
Karakteristik :
1. Usia prasekolah retardasi mencolok, fungsi. Sensorimotor minimal,
butuh perawatan total.
2. Usia sekolah, kelambatan nyata di semua area perkembangan,
memperlihatkan respon emosional dasar, ketrampilan latihan kaki,
tangan dan rahang. Butuh pengawas pribadi. Usia mental bayi
muda.
3. Usia dewasa, mungkin bisa berjalan, butuh perawatan total,
biasanya diikuti dengan kelainan fisik.
c. Pemeriksaan fisik :
1. Kepala : Mikro/makrosepali, plagiosepali (bentuk kepala tidak
simetris)
2. Rambut : Pusar ganda, rambut jarang/ tidak ada, halus, mudah putus
dan cepat berubah
3. Mata : mikroftalmia, juling, nistagmus, dll
4. Hidung : jembatan/punggung hidung mendatar, ukuran kecil,
cuping melengkung keatas, dll
5. Mulut : bentuk “V” yang terbalik dari bibir atas, langit-langit lebar/
melengkung tinggi
6. Geligi : odontogenesis yang tidak normal
7. Telinga : keduanya letak rendah; dll
8. Muka : panjang filtrum yang bertambah, hipoplasia
9. Leher : pendek; tidak mempunyai kemampuan gerak sempurna
10. Tangan : jari pendek dan tegap atau panjang kecil meruncing, ibu
jari gemuk dan lebar, klinodaktil, dll
11. Dada & Abdomen : terdapat beberapa putting, buncit, dll
12. Genitalia : mikropenis, testis tidak turun, dll
13. Kaki : jari kaki saling tumpang tindih, panjang & tegap/ panjang
kecil meruncing diujungnya, lebar, besar, gemuk.
2. Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d kelainan fungsi
Kognitif
2. Kerusakan komunikasi verbal b/d lambatnya keterampilan ekspresi dan
resepsi bahasa.
3. Risiko cedera b/d perilaku agresif/ koordinasi gerak tidak terkontrol
4. Gangguan interaksi sosial b/d kesulitan bicara /kesulitan adaptasi social
5. Gangguan proses keluarga b/d memiliki anak RM
6. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian/ berhias, toileting b/d
ketidakmampuan fisik dan mental/ kurangnya kematangan
perkembangan.
3. Rencana Intervensi
1. Dx : Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d kelainan fungsi
Kognitif
Tujuan : pertumbuhan dan perkembangan berjalan sesuai tahapan
Intervensi :
a. Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak
R/ Untuk mengetahui factor penyebab retradasi mental dan untuk
intervensi selanjutnya.
b. Identifikasi dan gunakan sumber pendidikan untuk memfasilitasi
perkembangan anak yang optimal.
R/ Mengoptimalkan keterampilan dan keahlian dari pasien retardasi
mental
c. Berikan aktivitas stimulasi yang sesuai dengan usia
R/ Melatih dan menstimulus otak agar dapat mengembang kreatifitas
d. Pantau pola pertumbuhan (tinggi badan, berat badan, lingkar kepala dan
rujuk ke ahli gizi untuk mendapatkan intervensi nutrisi)
R/ Gizi yang mencukupi dan baik dapat membantu proses penyembuhan
2. Dx : kerusakan komunikasi verbal b/d lambatnya keterampilan ekspresi dan
resepsi bahasa.
Tujuan : komunikasi terpenuhi sesuai tahap perkembangan anak.
Intervensi :
a. Tingkatkan komunikasi verbal dan stimulasi taktil
R/ Untuk melatih komunikasi yang benar dan resepsi dari bahasa
b. Berikan intruksi berulang dan sederhana
R/ Untuk melatih pola ingat dan kreatifitas
c. Beri waktu yang cukup untuk berkomunikasi.
R/ Untuk melatih mengekspresikan ungkapan dari perasaan si pasien
d. Dorong komunikasi terus menerus dengan dunia luar contoh Koran,
televises, radio, kalender, jam.
R/ Untuk melatih komunikasi dengan orang lain
3. Dx : Risiko cedera b/d perilaku agresif/ koordinasi gerak tidak terkontrol
Tujuan : menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan
faktor risiko dan untuk melindungi diri dari cedera.
Intervensi :
a. Berikan posisi yang aman dan nyaman.
R/ Mengurangi terjadinya resiko cidera seperti jatuh saat bermain
b. Manajemen perilaku anak yang sulit
R/ Membantu perilaku anak yang sulit dalam melakukan aktifitas
c. Batasi aktifitas yang berlebihan.
R/ Mencegah terjadinya stress fisik sehingga dapat menggangu kesehatan
fisik
d. Ambulasi dengan bantuan ; berikan kamar mandi khusus.
R/ Mencegah atau meminimalisirkan terjadinya cidera pada anak seperti
jatuh
4. Dx : Gangguan proses keluarga b/d memiliki anak RM
Tujuan : keluarga menunjukkan pemahaman tentang penyakit anak dan
terapinya
Intervensi :
a. Kaji pemahaman keluarga tentang penyakit anak dan rencana perawatan
R/ Membantu orang tua dalam proses penyembuhan penyakit
b. Tekankan dan jelaskan penjelasan tim kesehatan lain tentang kondisi anak,
prosedur dan terapi yang dianjurkan
R/ Membantu proses penyembuhan dalam memberikan terapi oleh tenaga
kesehatan
c. Gunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan pemahaman keluarga
tentang penyakit dan terapinya
R/ Memberikan healt education pada orang tua tentang proses penyakit
dan terapi retardasi mental pada anak
d. Ulangi informasi sesering mungkin
R/ Membantu keluarga dalam pengetahuan tentang proses penyakit dan
terapi yang di berikan
5. Dx : Defisit perawatan diri b/d ketidakmampuan fisik dan mental/
kurangnya kematangan perkembangan.
Tujuan : melakukan perawatan diri sesuai tingkat usia dan perkembangan anak.
Intervensi :
a. Identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai
kebutuhan.
R/ Badan yang bersih memberikan keadaan yang nyaman pada anak
retradsai mental
b. Identifikasi kesulitan dalam perawatan diri, seperti keterbatasan gerak
fisik, penurunan kognitif.
R/ Membantu melakukan perawatan diri sehingga anak mampu melakukan
aktifitasnya sendiri
c. Dorong anak melakukan perawatan sendiri
R/ Mengajarkan anak untuk melakukan hidup bersih
BAB IV
PENUTUP
1.5 Kesimpulan
Retardasi mental adalah bentuk gangguan atau kekacauan fungsi
mental atau kesehatan mental yang disebabkan oleh kegagalan
mereaksinya mekanisme adaptasi dari fungsi-fungsi kejiwaan terhadap
stimulus eksteren dan ketegangan-ketegangan sehingga muncul gangguan
fungsi atau gangguan struktur dari suatu bagian, satu organ, atau sistem
kejiwaan mental.
Retardasi mental bisa saja terjadi pada setiap individu / manusia
karena adanya faktor-faktor dari dalam maupun dari luar, gejala yang
ditimbulkan pada penderita retardasi mental umumnya rasa cemas, takut,
halusinasi serta delusi yang besar.
1.6 Saran
1. Disarankan kepada para ibu agar memperhatikan kesehatan dirinya
seperti memperhatikan gizi, hati-hati mengkonsumsi obat-obatan dan
mengurangi kebiasaan buruk seperti: minum-minuman keras dan
merokok.
2. Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan perlu melakukan
langkah prepentif guna menanggulangi gangguan mental yang dapat
membahayakan kesehatan anak dan remaja caranya yaitu dengan
menggalakkan penyuluhan tentang retardasi mental kepada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Prasadio T. Gangguan psikiatrik pada anak-anak dengan Retardasi Mental.
Disertasi, gelar doktor dalam Ilmu Kedokteran, UNAIR, Surabaya. 1972.
2. Simmons JG et al. Treatment and care of mentally retarded A Psychiatric
Annals reprint.New York : Insight Communications Inc,1974 Feb
3. Betz and Sowden, 2002, Buku Saku Keperawatan Pediatri, Penerbit EGC
Jakarta
4. Gordon et.al, 2001, Nursing Diagnoses : Definition & Classification 2001-
2002, Philadelpia USA
5. Nelson, 1994, Ilmu Kesehatan Anak Jilid I, EGC Jakarta
6. Lusmilasari L, 2002, Asuhan Keperawatan Klien dengan Retardasi Mental
(materi kuliah tidak di publikasikan), PSIK FK UGM Jogjakarta.
7. Nanda, 2001, Nursing diagnoses: definition and classification 2001-2002,
Philadelhia.
8. Sacharin, R.M,1993, Prisisp keperawatan pediatric Edisi 2, Jakarata: EGC.
9. Ingram,I.M, Timbury,G.C.,Mowbray, R.M., 1993, catatan kuliah psikiatri
Edisi 6, EGC, Jakarta
10. Wong, Donna L.,2003, Pedoman klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4,
EGC, Jakarta.
11. Yossi, Ramadhani, 2012. Retardasi Mental: http//perawatan. dan terapi
anak retardasi mental.pdf.276.589.45/retardasi.mental.lokal