Download - Tugas pak junet, caca
Tugas : Pengembangan kepribadian
Dosen :
PERSONALITY DAN GOOD PERSONALITY, PENDEKATAN TERHADAP GOOD
PERSONALITY, PERCAYA DIRI, KONSEP PENGEMBANGAN DIRI,
PERKEMBANGAN KONSEP DIRI.
O
L
E
H
Nama : Wd. Agusyanti
Nim : 01203090
Prodi : D-III Keperawatan Gigi
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
YAYASAN AMANAH MAKASSAR
2012/2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya lah saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Dengan demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat buat teman-teman
mahasiswa khususnya jurusan D-III Keperawatan Gigi, dan bisa menjadi bahan
ajar bagi teman-teman sekalian.
Raha, 27 November 2014
Penulis
WA ODE AGUSYANTI
BAB I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I. DAFTAR ISI
BAB II. PEMBAHASAN
1. Personality dan Good Personality
2. Pendekatan terhadap Good Personality
3. Percaya Diri
4. Konsep Pengembangan Diri
5. Perkembangan Konsep Diri
BAB III. PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
Personality dan good Personality
Kepribadian
Kepribadian adalah keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan
individu lain.
Makna kepribadian menurut pengertian sehari-hari
Disamping itu kepribadian sering diartikan sebagai ciri-ciri yang menonjol pada diri individu,
seperti kepada orang yang pemalu dikenakan atribut “berkepribadian pemalu”. Kepada
orang supel diberikan atribut “berkepribadian supel” dan kepada orang yang plin-plan,
pengecut, dan semacamnya diberikan atribut “tidak punya kepribadian”
Definisi kepribadian menurut psikologi
Berdasarkan psikologi, Gordon Allport menyatakan bahwa kepribadian sebagai suatu
organisasi (berbagai aspek psikis dan fisik) yang merupakan suatu struktur dan sekaligus
proses. Jadi, kepribadian merupakan sesuatu yang dapat berubah. Secara eksplisit Allport
menyebutkan, kepribadian secara teratur tumbuh dan mengalami perubahan.
Ciri-ciri kepribadian
Para ahli tampaknya masih sangat beragam dalam memberikan rumusan tentang
kepribadian. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport
(Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang
kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia
menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut
pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai
sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider
(1964) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang
bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari
dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan
antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.
Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat
dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh
keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi
kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan
kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.
Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang
sudah banyak dikenal, diantaranya : teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, teori Analitik dari
Carl Gustav Jung, teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori
Personologi dari Murray, teori Medan dari Kurt Lewin, teori Psikologi Individual dari Allport,
teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson, teori The Self dari Carl Rogers dan
sebagainya. Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek
kepribadian, yang di dalamnya mencakup :
Karakter yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya
dalam memegang pendirian atau pendapat.
Temperamen yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi
terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
Stabilitas emosi yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari
lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, marah, sedih, atau putus asa
Responsibilitas (tanggung jawab) adalah kesiapan untuk menerima ris iko dari
tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima risiko secara wajar,
cuci tangan, atau melarikan diri dari risiko yang dihadapi.
Sosiabilitas yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal.
Seperti : sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi
dengan orang lain.
Setiap individu memiliki ciri-ciri kepribadian tersendiri, mulai dari yang menunjukkan
kepribadian yang sehat atau justru yang tidak sehat. Dalam hal ini, Elizabeth (Syamsu Yusuf,
2003) mengemukakan ciri-ciri kepribadian yang sehat dan tidak sehat, sebagai berikut :
Kepribadian yang sehat
Mampu menilai diri sendiri secara realisitik; mampu menilai diri apa adanya tentang
kelebihan dan kekurangannya, secara fisik, pengetahuan, keterampilan dan
sebagainya.
Mampu menilai situasi secara realistik; dapat menghadapi situasi atau kondisi
kehidupan yang dialaminya secara realistik dan mau menerima secara wajar, tidak
mengharapkan kondisi kehidupan itu sebagai sesuatu yang sempurna.
Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik; dapat menilai keberhasilan
yang diperolehnya dan meraksinya secara rasional, tidak menjadi sombong, angkuh
atau mengalami superiority complex, apabila memperoleh prestasi yang tinggi atau
kesuksesan hidup. Jika mengalami kegagalan, dia tidak mereaksinya dengan frustrasi,
tetapi dengan sikap optimistik.
Menerima tanggung jawab; dia mempunyai keyakinan terhadap kemampuannya
untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya.
Kemandirian; memiliki sifat mandiri dalam cara berfikir, dan bertindak, mampu
mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri serta menyesuaikan
diri dengan norma yang berlaku di lingkungannya.
Dapat mengontrol emosi; merasa nyaman dengan emosinya, dapat menghadapi
situasi frustrasi, depresi, atau stress secara positif atau konstruktif , tidak destruktif
(merusak)
Berorientasi tujuan; dapat merumuskan tujuan-tujuan dalam setiap aktivitas dan
kehidupannya berdasarkan pertimbangan secara matang (rasional), tidak atas dasar
paksaan dari luar, dan berupaya mencapai tujuan dengan cara mengembangkan
kepribadian (wawasan), pengetahuan dan keterampilan.
Berorientasi keluar (ekstrovert); bersifat respek, empati terhadap orang lain,
memiliki kepedulian terhadap situasi atau masalah-masalah lingkungannya dan
bersifat fleksibel dalam berfikir, menghargai dan menilai orang lain seperti dirinya,
merasa nyaman dan terbuka terhadap orang lain, tidak membiarkan dirinya
dimanfaatkan untuk menjadi korban orang lain dan mengorbankan orang lain,
karena kekecewaan dirinya.
Penerimaan sosial; mau berpartsipasi aktif dalam kegiatan sosial dan memiliki sikap
bersahabat dalam berhubungan dengan orang lain.
Memiliki filsafat hidup; mengarahkan hidupnya berdasarkan filsafat hidup yang
berakar dari keyakinan agama yang dianutnya.
Berbahagia; situasi kehidupannya diwarnai kebahagiaan, yang didukung oleh faktor-
faktor achievement (prestasi), acceptance (penerimaan), dan affection (kasih
sayang).
Kepribadian yang tidak sehat
Mudah marah (tersinggung)
Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan
Sering merasa tertekan (stress atau depresi)
Bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain yang usianya lebih muda atau
terhadap binatang
Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang meskipun sudah
diperingati atau dihukum
Kebiasaan berbohong
Hiperaktif
Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas
Senang mengkritik/mencemooh orang lain
Sulit tidur
Kurang memiliki rasa tanggung jawab
Sering mengalami pusing kepala (meskipun penyebabnya bukan faktor yang bersifat
organis)
Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama
Pesimis dalam menghadapi kehidupan
Kurang bergairah (bermuram durja) dalam menjalani kehidupan
Faktor-faktor penentu kepribadian
Ada beberapa faktor penentu kepribadian :
1. Faktor keturunan
2. Faktor lingkungan
Sifat-sifat kepribadian
Berbagai penelitian awal mengenai struktur kepribadian berkisar di seputar upaya untuk
mengidentifikasikan dan menamai karakteristik permanen yang menjelaskan perilaku
individu seseorang. Karakteristik yang umumnya melekat dalam diri seorang individu adalah
malu, agresif, patuh, malas, ambisius, setia, dan takut Karakteristik-karakteristik tersebut
jika ditunjukkan dalam berbagai situasi, disebut sifat-sifat kepribadian. Sifat kepribadian
menjadi suatu hal yang mendapat perhatian cukup besar karena para peneliti telah lama
meyakini bahwa sifat-sifat kepribadian dapat membantu proses seleksi karyawan,
menyesuaikan bidang pekerjaan dengan individu, dan memandu keputusan pengembangan
karier.
Cara identifikasi kepribadian
Terdapat sejumlah upaya awal untuk mengidentifikasi sifat-sifat utama yang mengatur
perilaku. Seringnya, upaya ini sekadar menghasilkan daftar panjang sifat yang sulit untuk
digeneralisasikan dan hanya memberikan sedikit bimbingan praktis bagi para pembuat
keputusan organisasional. Dua pengecualian adalah Myers-Briggs Type Indicator dan Model
Lima Besar Selama 20 tahun hingga saat ini, dua pendekatan ini telah menjadi kerangka
kerja yang dominan untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan sifat-sifat seseorang.
Menilai kepribadian
Alasan paling penting mengapa manajer perlu mengetahui cara menilai kepribadian adalah
karena penelitian menunjukkan bahwa tes-tes kepribadian sangat berguna dalam membuat
keputusan perekrutan. Nilai dalam tes kepribadian membantu manajer meramalkan calon
terbaik untuk suatu pekerjaan.
Terdapat tiga cara utama untuk menilai kepribadian:
Survei mandiri
Survei peringkat oleh pengamat
Ukuran proyeksi (Rorschach Inkblot test dan Thematic Apperception Test)
Sifat kepribadian utama yang memengaruhi perilaku organisasi
Evaluasi inti diri
Evaluasi inti diri adalah tingkat di mana individu menyukai atau tidak menyukai diri mereka
sendiri, apakah mereka menganggap diri mereka cakap dan efektif, dan apakah mereka
merasa memegang kendali atau tidak berdaya atas lingkunganEvalEvaluasi mereka. Evaluasi
inti diri seorang individu ditentukan oleh dua elemen utama: harga diri dan lokus kendali.
Harga diri didefinisikan sebagai tingkat menyukai diri sendiri dan tingkat sampai mana
individu menganggap diri mereka berharga atau tidak berharga sebagai seorang manusia.
Machiavellianisme
Machiavellianisme adalah tingkat di mana seorang individu pragmatis, mempertahankan
jarak emosional, dan yakin bahwa hasil lebih penting daripada proses . Karakteristik
kepribadian Machiavellianisme berasal dari nama Niccolo Machiavelli, penulis pada abad
keenam belas yang menulis tentang cara mendapatkan dan menggunakan kekuasaan.
Narsisisme
Narsisisme adalah kecenderungan menjadi arogan, mempunyai rasa kepentingan diri yang
berlebihan, membutuhkan pengakuan berlebih, dan mengutamakan diri sendiri Sebuah
penelitian mengungkap bahwa ketika individu narsisis berpikir mereka adalah pemimpin
yang lebih baik bila dibandingkan dengan rekan-rekan mereka, atasan mereka sebenarnya
menilai mereka sebagai pemimpin yang lebih buruk. Individu nars isis seringkali ingin
mendapatkan pengakuan dari individu lain dan penguatan atas keunggulan mereka sehingga
individu narsisis cenderung memandang rendah dnegan berbicara kasar kepada individu
yang mengancam mereka. Individu narsisis juga cenderung egois dan eksploitif, dan acap
kali memanfaatkan sikap yang dimiliki individu lain untuk keuntungannya.
Pemantauan diri
Pemantauan diri adalah kemampuan seseorang untuk menyesuaikan perilakunya dengan
faktor situasional eksternal. Individu dengan tingkat pemantauan diri yang tinggi
menunjukkan kemampuan yang sangat baik dalam menyesuaikan perilaku dengan faktor-
faktor situasional eksternal. Bukti menunjukkan bahwa individu dengan tingkat pemantauan
diri yang tinggi cenderung lebih memerhatikan perilaku individu lain dan pandai
menyesuaikan diri bila dibandingkan dengan individu yang memiliki tingkat pemantauan diri
yang rendah.
Pendekatan terhadap good personality
Kepribadian dilihat dari Pendekatan Biopsikologi, Psikologi Sosial dan Humanistik
Psikologi telah memberikan banyak masukan teori yang menjelaskan berbagai perbedaan
kepribadian manusia, diantaranya berasal dari pendekatan humanistik, psikobiologi, dan
sosial. Pendekatan humanistik menekankan pada aspek-aspek positif yang dimiliki manusia
dan bagaimana ia bisa menjadi manusia yang lebih baik dengan mampu mengaktualisasi
dirinya. Pendekatan psikobiologi memandang bahwa kepribadian manusia ditentukan oleh
faktor-faktor biologis yang merupakan hasil turunan. Sedangkan pendekatan sosial atau
social learning menyatakan bahwa kepribadian ditentukan oleh lingkungan, yakni
bagaimana ia melihat konsekuensi atas tindakan-tindakannya. Diantara ketiga pendekatan
ini, pendekatan humanistiklah yang menurut saya paling tepat menjelaskan kepribadian
manusia. Pada esai ini saya akan menjabarkan teori mengenai kepribadian dari ketiga
pendekatan ini, dan menyertakan alasan mengapa humanistik paling baik dalam
menjelaskan kepribadian manusia.
Pendekatan pertama, yakni pendekatan psikobiologi. Pendekatan ini memandang bahwa
kepribadian manusia ditentukan oleh faktor-faktor biologis, seperti gen, yang merupakan
hasil turunan, dan saling berhubungan dengan struktur dan fungsi dari anggota tubuh,
khususnya otak. Beberapa studi telah dilakukan untuk meneliti kepribadian anak kembar
identik dan kembar biasa (Carlson, 1993). Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa
kedua tipe tersebut memiliki kemiripan kepribadian, dengan tingkat kemiripan yang lebih
tinggi pada kembar identik, yang berarti bahwa kepribadian bersifat diturunkan oleh orang
tua kepada anaknya. Walaupun anak yang kembar identik ini hidup terpisah dalam
lingkungan yang benar-benar berbeda, tidak ditemukan perbedaan kepribadian antara satu
dengan lainnya. Penelitian ini contohnya dilakukan oleh Zuckerman yang meneliti
karakteristik extraversion, neuroticism dan psychoticism, serta Plomin dan Bergeman yang
meneliti karakteristik cohesion, expressiveness, conflict, achievement, culture, activity,
organization dan control. Temuan Plomin dan Bergeman juga menunjukkan hal yang sama,
yakni bahwa anak kembar identik memiliki tingkat kemiripan kepribadian yang lebih tinggi
dibandingkan anak kembar biasa (Carlson, 1993).
Kemudian dari penelitian-penelitian tersebut, dihasilkan kesimpulan bahwa faktor
keturunan memiliki peran dalam membentuk 50% hingga 70% kepribadian seorang individu
(Zuckerman dalam Carlson, 1993). Hanya 7% kepribadian yang dibentuk oleh faktor
lingkungan saja(Scarr et al dalam Carlson, 1993). Maka, menurut Carlson, sisanya yang
sejumlah 23% hingga 43% haruslah berupa perpaduan antara faktor keturunan dan faktor
lingkungan (1993).
Selain itu, atribut fisik seperti rambut ikal, kulit putih, dan sebagainya, juga bersifat
menurun dan mampu mempengaruhi lingkungan (Carlson, 1993). Misalnya saja, anak yang
memiliki fisik yang menarik cenderung akan memperoleh lebih banyak perhatian yang
menyenangkan dibandingkan anak yang berfisik kurang menarik.
Dari hasil penelitiannya mengenai karakteristik extraversion, neuroticism dan psychoticism,
Zuckerman menemukan bahwa ketiga dimensi kepribadian tersebut ditentukan oleh sistem
saraf yang berperan untuk merespon reinforcement, punishment dan arousal. Orang yang
ekstrovert sangat sensitif terhadap reinforcement (Zuckerman dalam Carlson, 1993). Anak
yang tumbuh menjadi seorang ekstrovert menunjukkan bahwa ia memiliki keaktifan diri
yang tinggi. Kemudian bila ia dewasa, ia cenderung bertindak untuk mencari reinforcement
(Carlson, 1993), misalnya dengan bergabung dengan kegiatan-kegiatan yang dapat
mempertemukannya dengan orang banyak. Ia bersifat optimis dan meyakini bahwa
tindakannya dapat memberikannya reinforcement. Orang yang tinggi tingkat neuroticism-
nya cenderung mudah cemas dan ketakutan. Ia sangat sensitif terhadap punishment
(Zuckerman dalam Carlson, 1993). Sedangkan orang yang tinggi tingkat psychoticism-nya
memiliki sensitivitas terhadap punishment yang rendah, dan tingkat arousal yang tinggi.
Artinya orang seperti ini cenderung mencari kegiatan atau situasi yang menguji nyalinya.
Namun karena toleransinya terhadap hal ini melebihi manusia pada umumnya, maka ia sulit
untuk menyesuaikan diri dan merasa cocok berada di tengah-tengah masyarakat.
Amygdaladitemukan memiliki hubungan dengan sifat neuroticism ini. Amygdala berfungsi
untuk mengatur tingkah laku, rasa otonomi, dan komponen hormonal dari respon-respon
emosional (Carlson, 1993). Jika fungsi ini terlalu sensitif, maka individu akan menjadi pribadi
yang merasakan ketakutan yang berlebihan ketika bertemu dengan situasi yang tidak
dikenalnya. Neuroticism berhubungan dekat dengan sifat timid yaitu penakut dan pemalu.
Kagan, Reznick dan Snidman (dalam Carlson, 1993) menemukan bahwa sifat timid ini
merupakan karakter yang memiliki dasar biologis dan bertahan lama. Dari penelitian mereka
ditemukan bahwa pada anak kecil sifat ini ditunjukkan dengan sikap menjadi diam dan
waspada saat bertemu dengan orang baru. Anak pemalu berusia 21 atau 31 bulan akan
tetap pemalu ketika berusia 7 ½ tahun. Secara fisiologis, anak pemalu sering mengalami
peningkatan detak jantung, pupil melebar, air seninya mengandung lebih banyak
norepinephrine serta ludahnya mengandung lebih banyak cortisol. Kedua hormon tersebut
disekresikan tubuh dikala stres. Artinya anak yang neurotis sering mengalami stres terhadap
situasi yang ada di lingkungannya.
Pendekatan berikutnya, yaitu psikologi sosial atau social learning, menyatakan bahwa
kepribadian ditentukan oleh konsekuensi atas tindakan individu serta bagaimana ia
memandangnya. Teori mengenai kepribadian dari pendekatan ini bermula dari penelitian B.
F. Skinner mengenai Stimulus-Respons (Carlson, 1993). Skinner menemukan bahwa setiap
stimulus yang diberikan terhadap organisme, akan menghasilkan suatu respon yang bersifat
konsisten. Oleh karena itu, organisme akan bertingkah laku sesuai dengan konsekuensi yang
akan ia dapatkan dari tingkah lakunya itu. Tingkah laku juga akan berubah jika terjadi
perubahan konsekuensi dari tingkah laku tersebut. Skinner tidak mengemukakan teori yang
khusus mengenai kepribadian, namun hasil penelitiannya ini menarik perhatian para social
learning theorist dan menjadi masukan bagi mereka untuk membentuk konsep mengenai
kepribadian manusia.
Albert Bandura, salah satu peneliti kepribadian memodifikasi penemuan Skinner dengan
menambahkan adanya faktor kognisi dalam pembentukan tingkah laku (Carlson, 1993).
Kognisi yang dimaksud berupa expectancy, yaitu persepsi dan harapan seseorang yang
meyakini bahwa ia akan mendapatkan konsekuensi tertentu bila ia melakukan tindakan
tertentu. Jadi, seseorang akan melakukan suatu tindakan karena ia mengharapkan
memperoleh reward atau menjauhi punishment yang potensial dari tindakan tersebut.
Expectancy yang dimiliki oleh seseorang juga mampu membuatnya mempelajari sesuatu
dari observasi (observational learning). Pada observational learning, seorang individu
mengobservasi konsekuensi apa yang akan diterima oleh objek yang menjadi model
observasinya sebagai hasil dari tindakan yang dilakukannya. Banyak tindakan yang kita
lakukan yang merupakan hasil dari mengobservasi orang lain. Misalnya menulis tulisan
bersambung atau makan dengan menggunakan sumpit.
Bandura, berbeda dengan kebanyakan peneliti kepribadian, tidak mempercayai karakteristik
pribadi individu saja atau lingkungan saja yang akan mempengaruhi kepribadian (Carlson,
1993). Ia mengajukan konsep reciprocal determinism, yaitu adanya interaksi antara tingkah
laku, variabel lingkungan, dan variabel manusia (berupa kognisi, expectation, dan lain-lain).
Sebagaimana yang kita ketahui, lingkungan dapat merubah tingkah laku manusia,
sedangkan tingkah laku manusia juga dapat merubah lingkungan. Sebagai gantinya,
perubahan-perubahan tersebut mempengaruhi pikiran manusia.
Self-efficacy merupakan salah satu faktor penting yang menentukan bisa atau tidaknya
seseorang merubah lingkungannya. Tindakan yang kita perbuat didasari oleh evaluasi kita
terhadap kompetensi diri kita (Carlson, 1993). Self-efficacy ini tidak hanya menentukan
apakah kita akan terikat dengan suatu perbuatan, tetapi juga menentukan tingkat
keterikatan kita dengan perbuatan tersebut. Contohnya saja seseorang yang sangat yakin
dengan kemampuan menyanyinya mendaftarkan diri untuk mengikuti tahap seleksi
kompetisi Indonesian Idols. Meskipun ia mendapat komentar yang buruk dari para jurinya
dan tidak lolos pada tahap seleksi tahun itu, ia akan tetap mengikuti seleksi pada tahun-
tahun berikutnya.
Walter Mischel, seorang peneliti kepribadian lainnya, mengemukakan teori kepribadian dari
sudut pandang yang sangat dinamis. Mischel (Carlson, 1993) meyakini bahwa kepribadian
seseorang dipengaruhi oleh interaksinya dengan lingkungan, serta peran kognisinya dalam
menentukan bagaimana seseorang mempelajari hubungan antara tingkah laku dan
konsekuensinya. Ia juga mengajukan ide mengenai individual differences dalam kognisi, yang
ia sebut dengan person variables. Person variables ini terdiri dari: (1) kompetensi,
perbedaan keterampilan, kemampuan, serta kapasitas individu; (2) strategi encoding dan
konstruk personal, perbedaan kemampuan individu dalam memproses informasi; (3)
ekspektansi, perbedaan ekspektansi individu terhadap hasil dari perbuatannya; (4) nilai
subjektif, perbedaan derajat individu terhadap reinforcer tertentu dibandingkan reinforcer
lainnya yang mempengaruhi tingkah lakunya; (5) sistem self-regulatory serta
perencanaannya, individu memonitor perkembangan dirinya terhadap suatu tujuan, lalu
memberikan perbedaan perencanaan dan aturan-aturan kepada dirinya sesuai dengan hal
tersebut, baik dengan memberikan dirinya reward atau punishment.
Mischell menganut paham yang sangat radikal. Ia meyakini bahwa kepribadian manusia
yang stabil (personality trait) tidak pernah ada, kalaupun ada, tidak akan memberikan
pengaruh yang signifikan (Carlson, 1993). Manusia selalu menyesuaikan sikapnya dengan
situasi lingkungannya saat itu. Contohnya saat berada pada sebuah pesta, orang-orang yang
mengikutinya akan menjadi lebih ekstrovert, sedangkan saat berada pada pemakaman,
mereka akan menjaga keheningan suasananya. Pendapat ini disangkal oleh Epstein (Carlson,
1993) yang berargumen bahwa orang introvert pastilah menghindari perkumpulan sosial
seperti pesta. Karena itu yang ditemukan di pesta kebanyakan adalah orang-orang yang
ekstrovert. Opini mereka menunjukkan betapa lingkungan memiliki pengaruh terhadap
kepribadian.
Teori lain mengenai kepribadian dari pendekatan psikologi sosial adalah locus of control
oleh Julian Rotter. Rotter menyatakan (Carlson, 1993) bahwa konsekuensi dari tindakan
individu dikontrol oleh salah satu diantara faktor internal (person variables) atau faktor
eksternalnya (environment variables). Seseorang yang memiliki internal locus of controlyakin
bahwa kemampuan dirinyalah yang akan menentukan takdir hidupnya, apakah ia akan
memperoleh konsekuensi, berupa reward atau punishment, ataukah tidak. Sebaliknya,
seseorang yang memiliki external locus of control bersikap pasif pada lingkungan. Ia
meyakini bahwa takdirnya dipengaruhi oleh lingkungannya. Tipe kedua ini tidak akan
melakukan upaya dalam mencapai tujuannya sekeras individu bertipe pertama.
Sedangkan pendekatan humanistik menekankan pada aspek-aspek positif yang dimiliki
manusia dan bagaimana ia bisa menjadi manusia yang lebih baik dengan mampu
mengaktualisasi dirinya. Abraham Maslow, tokoh pendekatan humanistik, menyatakan
bahwa motivasi adalah aspek utama dalam pembentukan kepribadian manusia (Carlson,
1993). Ia menggambarkan motivasi manusia berdasarkan hierarchy of needs (Gambar 1).
Setiap manusia harus memenuhi kebutuhan pada tingkat terdasar terlebih dulu, yaitu
kebutuhan fisiologis seperti makan, minum dan istirahat baru ia bisa memasuki tahap
selanjutnya, yaitu pemenuhan kebutuhan keamanan, dan demikian seterusnya. Maslow
menganggap bahwa jika kita ingin memahami kepribadian manusia, maka kita harus
memahami hirarki ini.
Hirarki Maslow berbentuk piramida yang terdiri dari tujuh tingkatan. Tingkat paling dasar
memuat kebutuhan manusia yang paling dasar, yaitu kebutuhan fisiologis seperti makanan,
minuman, udara dan istirahat. Bila sudah terpenuhi, maka manusia naik ke tingkatan
kebutuhan kedua, yaitu kebutuhan keamanan yang berupa rasa aman, nyaman dan
terbebas dari rasa takut. Kemudian berlanjut ke tingkat ketiga, yakni kebutuhan keterikatan
sosial, seperti memiliki teman, mencintai dan dicintai. Pada tingkat keempat terdapat
kebutuhan penghargaan, yaitu dengan menjadi kompeten dan diakui oleh lingkungan. Pada
tingkat kelima terdapat kebutuhan kognitif yang dapat dipenuhi dengan memuaskan rasa
ingin tahu, melakukan eksplorasi, dan memahami dunia. Pada tingkat keenam terdapat
kebutuhan estetika yang berupa harmoni, keteraturan dan keindahan. Bila keenam tingkat
tersebut telah tercapai, maka tibalah manusia pada tingkat kebutuhan terpuncak, yaitu
aktualisasi diri, memenuhi potensi diri.
Penemuan Maslow ini terinspirasi setelah studi kasusnya terhadap tokoh-tokoh bersejarah
seperti Albert Einstein, Eleanor Roosevelt, Henry David Thoreau dan Abraham Lincoln
(Carlson, 1993). Ia mencari tahu kualitas hidup seperti apa yang membuat para tokoh ini
mampu mengaktualisasikan dirinya. Mereka adalah orang-orang yang sangat mampu
menerima diri mereka dan kenyataan hidup yang mereka alami apa adanya. Mereka
berfokus pada mencari solusi atas persoalan masyarakat, bukan masalah pribadi, terbuka
terhadap opini orang lain, bereaksi emosional secara spontan terhadap kejadian-kejadian
dalam hidupnya, memiliki rasa yang kuat atas privasi, otonomi, norma kemanusiaan,
penghargaan terhadap kehidupan dan memiliki sedikit teman namun akrab daripada banyak
tetapi kenal seadanya saja (Carlson, 1993).
Tokoh humanistik lainnya, Carl Rogers, meyakini bahwa perkembangan kepribadian manusia
berpusat pada self-concept dan bagaimana orang lain memperlakukannya. Ia menyatakan
bahwa setiap manusia membutuhkan positive regard, yaitu penerimaan, kehangatan, cinta
dan penghargaan dari orang lain terhadap dirinya. Contohnya anak-anak yang sering kali
menginginkan orang lain bisa menyukai mereka. Maka kunci untuk memperoleh kepribadian
yang sehat secara psikologis, adalah dengan membangun self-concept yang positif (Carlson,
1993).
Untuk memperoleh positive regard dibutuhkan persyaratan sebelumnya, yang disebut juga
dengan conditions of worth. Positive regard ini sering kali bersifat kondisional (Carlson,
1993) karena manusia dalam hidupnya akan mempelajari bahwa apa yang dipikirkan orang
lain tentang dirinya tergantung pada tindakan yang ia lakukan.
Pendekatan humanistik menyatakan bahwa dari konsep-konsep positif inilah kepribadian
manusia terbentuk. Jika kebutuhan-kebutuhan hidupnya tidak terpuaskan, maka akan
terlihat dari kepribadian dirinya yang negatif. Pendekatan psikobiologi yang memandang
kepribadian dipengaruhi oleh faktor-faktor internal (genetis) saja, ataupun pendekatan
sosial yang menyatakan bahwa kepribadian dipengaruhi oleh faktor eksternal (lingkungan)
saja terbukti tidak tepat. Dari penelitian Plomin dan Bergerman ditemukan bahwa pengaruh
kepribadian manusia adalah perpaduan antara kedua faktor tersebut. Pendekatan
humanistik melihat perpaduan kedua hal ini. Manusia memiliki free will untuk menentukan
sikapnya sendiri, namun ia juga terpengaruh oleh bagaimana lingkungan sosialnya
memandangnya. Ia tetap membutuhkan keterikatan dengan lingkungan sosialnya, serta
positive regards dari mereka. Pendekatan humanistik menggabungkan faktor internal dan
eksternal. Pendekatan inilah yang paling baik untuk menjelaskan kepribadian manusia.
Percaya Diri
Pengertian Kepercayaan Diri
Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Orang yang percaya diri yakin atas kemampuan mereka sendiri serta memiliki
pengharapan yang realistis, bahkan ketika harapan mereka tidak terwujud, mereka tetap
berpikiran positif dan dapat menerimanya.
Menurut Thantaway dalam Kamus istilah Bimbingan dan Konseling (2005:87), percaya diri
adalah kondisi mental atau psikologis diri seseorang yang memberi keyakinan kuat pada
dirinya untuk berbuat atau melakukan sesuatu tindakan. Orang yang tidak percaya diri
memiliki konsep diri negatif, kurang percaya pada kemampuannya, karena itu sering
menutup diri.
Macam-Macam Percaya Diri
Kalau melihat ke literatur lainnya, ada beberapa istilah yang terkait dengan persoalan
pede/percaya diri yaitu ada empat macam, yaitu :
1. Self-concept : bagaiman Anda menyimpulkan diri anda secara keseluruhan,
bagaimana Anda melihat potret diri Anda secara keseluruhan, bagaimana Anda
mengkonsepsikan diri anda secara keseluruhan.
2. Self-esteem : sejauh mana Anda punya perasaan positif terhadap diri Anda,
sejauhmana Anda punya sesuatu yang Anda rasakan bernilai atau berharga dari diri
Anda, sejauh mana Anda meyakini adanya sesuatu yang bernilai, bermartabat atau
berharga di dalam diri Anda.
3. Self efficacy : sejauh mana Anda punya keyakinan atas kapasitas yang Anda miliki
untuk bisa menjalankan tugas atau menangani persoalan dengan hasil yang bagus
(to succeed). Ini yang disebut dengan general self-efficacy. Atau juga, sejauhmana
Anda meyakini kapasitas anda di bidang anda dalam menangani urusan tertentu. Ini
yang disebut dengan specific self-efficacy.
4. Self-confidence: sejauhmana Anda punya keyakinan terhadap penilaian Anda atas
kemampuan Anda dan sejauh mana Anda bisa merasakan adanya “kepantasan”
untuk berhasil. Self confidence itu adalah kombinasi dari self esteem dan self-
efficacy (James Neill, 2005)
Berdasarkan paparan tentang percaya diri kita juga bisa membuat semacam kesimpulan
bahwa percaya diri adalah kondisi mental atau psikologis seseorang, dimana individu dapat
mengevaluasi keseluruhan dari dirinya sehingga memberi keyakinan kuat pada kemampuan
dirinya untuk melakukan tindakan dalam mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya.
Akibat Kurang Percaya Diri
Ketika ini dikaitkan dengan praktek hidup sehari-hari, orang yang memiliki kepercayaan diri
rendah atau telah kehilangan kepercayaan, cenderung merasa / bersikap sebagai berikut :
a. Tidak memiliki sesuatu (keinginan, tujuan, target) yang diperjuangkan secara sungguh
sungguh.
b. Tidak memiliki keputusan melangkah yang decissive (ngambang)
c. Mudah frustasi atau give-up ketika menghadapi masalah atau kesulitan
d. Kurang termotivasi untuk maju, malas-malasan atau setengah-setengah
e. Sering gagal dalam menyempurnakan tugas-tugas atau tanggung jawab (tidak optimal)
f. Canggung dalam menghadapi orang
g. Tidak bisa mendemonstrasikan kemampuan berbicara dan kemampuan mendengarkan
yang meyakinkan
h. Sering memiliki harapan yang tidak realistis
i. Terlalu perfeksionis
j. Terlalu sensitif (perasa)
Sebaliknya, orang yang mempunyai kepercayaan diribagus, mereka memiliki perasaan
positif terhadap dirinya, punya keyakinan yang kuat atas dirinya dan punya pengetahuan
akurat terhadap kemampuan yang dimiliki. Orang yang punya kepercayaan diri bagus
bukanlah orang yang hanya merasa mampu (tetapi sebetulnya tidak mampu) melainkan
adalah orang yang mengetahui bahwa dirinya mampu berdasarkan pengalaman dan
perhitungannya.
Konsep pengembangan Diri
Konsep pengembangan pribadi adalah salah satu yang luas ,dan arti yang berbeda untuk
orang yang berbeda ., orang-orang yang dapat dieksplorasi dalam rangka untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih tentang apa artinya dan bagaimana hal itu dapat
diimplementasikan dalam kehidupan Anda . Baca terus untuk beberapa wawasan yang
dapat bermanfaat bagi Anda dalam pencarian Anda sendiri untuk pemenuhan di daerah ini
kehidupan Anda .
Mengidentifikasi dan mengatur tujuan adalah komponen penting dari setiap jenis program
pengembangan pribadi . Persiapan dapat sesederhana bertanya pada diri sendiri apa yang
Anda inginkan dalam hidup . Pertanyaan dapat dijawab Namun, ada beberapa karakteristik
dasar dari seseorang yang terlibat dalam proses pengembangan pribadi secara luas ,
kemudian dipecah menjadi spesifik . Hal ini penting untuk kemudian mengatur mereka
menjadi beberapa bagian yang dapat dikelola .
Memprioritaskan tujuan Anda adalah langkah berikutnya , dan salah satu yang Anda tidak
ingin abaikan . Ini bisa tampak luar biasa untuk mengatas i terlalu banyak perubahan
sekaligus , dan ini kemungkinan akan menyabotase setiap upaya yang Anda buat . Pilih hal
yang paling penting bahwa Anda ingin mengubah atau capai dalam hidup Anda , dan mulai
mengolah sumber daya Anda untuk mencapai tujuan tersebut . Ketika Anda mendapatkan
menguasainya dan mengembangkan sistem yang bekerja untuk Anda , menambahkan lebih
banyak hal secara bertahap .
Setepat apa yang Anda ingin capai dalam hidup secara keseluruhan. Memaksa diri untuk
menjawab pertanyaan ini dalam satu kalimat , kemudian memperluas nanti . Menyempit ke
bawah untuk satu tujuan mempertajam keterampilan Anda dalam eksplorasi mandiri, dan
dapat membuat Anda menyadari apa prioritas Anda sebenarnya .
Sekali Anda telah mengidentifikasi apa yang sebenarnya Anda inginkan dalam hidup Anda ,
menetapkan serangkaian tujuan jangka pendek yang akan membawa Anda ke mana Anda
ingin menjadi . Membuat mereka dicapai dalam jumlah waktu yang wajar , mengakui bahwa
setiap langkah adalah salah satu yang penting dalam perjalanan .
Perkembangan konsep Diri
Defenisi Konsep Diri
Konsep diri adalah penilaian, pandangan dan perasaan seseorang tentang dirinya. Manusia
adalah makhluk penafsir dan juga subjek dari persepsi objek maupun persepsi interpersonal.
Seseorang dapat menjadikan dirinya sendiri sebagai subjek dan objek persepsinya sekaligus,
yaitu ia membayangkan dirinya sebagai orang lain dalam otaknya, seperti ia menaruh
cermin di depan dirinya, kemudian melihat dirinya sendiri pada cermin dan membayangkan
demikianlah cara orang dalam memandang dirinya. Dengan mengamati dirinya sendiri,
sampailah ia pada gambaran dan penilaian tentang dirinya yang disebut konsep diri (self
concept).
Menurut Seifert dan Hoffnung (1994) konsep diri merupakan “suatu pemahaman mengenai
diri atau ide tentang konsep diri.“. Sedangkan Atwater (1987) menyatakan bahwa konsep
diri adalah keseluruhan gambaran diri, yang meliputi persepsi seseorang tentang tentang
diri, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa konsep diri adalah pendapat seseorang
tentang dirinya sendiri atau pemahaman mental maupun fisik. Atau pemahaman seseorang
tentang dirinya sendiri, baik menyangkut kemampuan mental maupun fisik, ataupun
menyangkut segala sesuatu yang menjadi miliknya yang bersifat material. Dengan kata lain
konsep diri adalah respon sesorang tentang pertanyaan “siapa saya?” dengan menyadari
sesorang tentang dirinya maka akan ada unsur penilaian tentang keberadaan dirinya itu
apakah dia seorang yang baik atau kurang baik, berhasil atau kurang berhasil, mampu atau
kurang mampu.
Langkah-Langkah Dan Manfaat Mempertahankan Konsep Diri
Langkah-langkah melakukan konsep diri
Langkah-langkah mempertahankan konsep diri, yaitu: Bersikap obyektif dalam mengenali
diri sendiri, hargailah diri sendiri, jangan memusuhi diri sendiri, berpikir positif dan rasional.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa langkah membangun konsep diri adalah
Belajar menyukai diri sendiri atau cinta diri sendiri, Kembangkan pikiran positive thinking,
Hubungan interpersonal harus dibina dengan baik, Pro-aktif atau sikap yang aktif menuju
yang positive, dan Menjaga keseimbangan hidup
Manfaat mengembangkan konsep diri
1. Rasa Percaya Diri
2. Semangat dan Gairah Hidup
3. Keberanian
4. Kebebasan
5. Harga Diri ( Self-Esteem )
6. Kedamaian dan Kebahagiaan
7. Keberhasilan dalam hidup
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri
Burns (1993) menyebutkan bahwa secara garis besar ada lima faktor yang mempengaruhi
perkembangan konsep diri, yaitu :
Ø citra fisik, merupakan evaluasi terhadap diri secara fisik,
Ø bahasa, yaitu kemampuan melakukan konseptualisasi dan verbalisasi,
Ø umpan balik dari lingkungan,
Ø identifikasi dengan model dan peran jenis yang tepat,
Ø pola asuh orang tua.
Hurlock (1973) yang mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan konsep diri di antaranya adalah ; fisik, pakaian, nama dan nama panggilan,
intelegensi, tingkat aspirasi, emosi, budaya, sekolah dan perguruan tinggi,status sosial
ekonomi, dan keluarga.
Menurut Lerner dan Spanier (dalam Nuryoto, 1993), perkembangan seseorang selain
ditentukan oleh kondisi dirinya, juga dikaitkan dengan kehidupan kelompok dalam
lingkungan masyarakatnya pada setiap tahap perkembangan yang dilaluinya.
Garbarino (1992) mengemukakan bahwa pada prinsipnya dalam proses perkembangan
manusia bisa dilihat dalam perspektif ekologi. Dalam perspektif ini individu berintraksi
dengan lingkungan. Interaksi tersebut mebuat kedua elemen saling memperngaruhi satu
sama lain dan membentuk sistem dalam beberapa tingkatan, yang terdiri dari microsystems,
mesosystems, exosystems, dan macrosystems.
Komponen Atau Bagian Dari Konsep Diri
1. Identitas diri (Peran yang berbeda, kesaran diri akan diri sendiri, pengenalan diri yang ada
tentang internal individual).
2. Citra diri (Pandangan atau persepsi tentang diri kita sendiri, bukan penilaian orang lain
terhadap dirinya).
3. Harga diri (Berupa penilaian atau evaluasi dirinya terhadap hasil yang didapat baik
internal maupun eksternal yang merupakan proses pencapaian ideal diri).
4. Ideal diri (Suatu yang kita harapkan atau harapan individu terhadap dirinya yang akan
dinilai oleh personal lain).
5. Peran (Merupakan pola sikap, prilaku, posisi dimasyarakat atau fungsi dirinya baik di
lingkungan masyarakat, keluarga, atau komunitas).
Hambatan Dalam Membangun Konsep Diri
Potensi yang dimiliki seseorang bisa berkembang atau tidak, itu tergantung pada pribadi
yang bersangkutan dan lingkungan dia berada. Beberapa hambatan yang sering terjadi
dalam pengembangan potensi diri adalah sebagai berikut:
1. Hambatan yang berasal dari lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor penghambat dalam pengembangan potensi diri.
Hambatan ini antara lain disebabkan sistem pendidikan yang dianut, lingkungan kerja yang
tidak mendukung semangat pengembangan potensi diri, dan tanggapan atau kebiasaan
dalam lingkungan kebudayaan.
1. Hambatan yang berasal dari individu sendiri
Penghambat yang cukup besar adalah pada diri sendiri,misalnya sikap berprasangka, tidak
memiliki tujuan yang jelas, keengganan mengenal diri sendiri, ketidak mampuan mengatur
diri, pribadi yang kerdil, kemampuan yang tidak memadai untuk memecahkan masalah,
kreativitas rendah, wibawa rendah, kemampuan pemahaman manajerial lemah,
kemampuan latih rendah dan kemampuan membina tim yang rendah.
Jenis-Jenis Konsep Diri
Hurlock (1974) membagi konsep diri menjadi 4:
1. Konsep diri dasar
Konsep diri dasar meliputi persepsi mengenai penampilan, kemampuan dan peran status
dalam kehidupan, nilai-nilai, kepercayaan, serta aspirasinya. Konsep diri dasar cendrung
memiliki kenyataan yang sebenarnya. Individu melihat dirinya seperti keadaan sebenarnya,
bukan seperti yang diinginkan. Keadaan ini menetap dalam dirinya walaupun tempat dan
situasinya berbeda.
2. Konsep diri sementara
Konsep dir sementara adalah konsep diri yang sifatnya hanya sementara saja dijadikan
patokan. Apabila tempat dan situasi berbeda, konsep diri ini akan menghilang. Konsep diri
sementara ini terbentuk dari interaksi dengan lingkungan.
3. Konsep diri social
Konsep diri social timbul berdasarkan cara seseorang mempercayai persepsi orang lain
tentang dirinya, jadi tergantung dari perkataan dan perbuatan orang lain pada dirinya,
misalnya seorang anak yang selalu dikatakan nakal. Konsep diri social diperoleh melalui
interaksi social dengan orang lain.
4. Konsep diri ideal
Konsep dir ini ideal terbentuk dari persepsi seseorang dan keyakinan oleh apa yang kelak
terjadi pada dirinya dimasa yang akan dating. Konsep diri ini berhubungan dengan pendapat
individu mengenai keadaan fisik dan psikologisnya. Konsep diri ideal ini dapat menjadi
kenyataan apabila berada dalam jangkauan kehidupan nyata.
Strang (1970) memperkenalkan empat konsep yang mendasar tentang konsep diri:
1. Konsep diri menyangkut pemahaman seseorang tentang kemampuan peranan dan
penghargaan terhadap diri sendiri.
2. Konsep diri itu tidak tetap.
3. Konsep diri social adalah pendaopat seseorang atau remaj tentang bagaimana orang
lain mamandang dirinya tentang kemampuan sosialnya.
4. Konsep diri ideal dan konsep diri realita. Konsep diri ideal yaitu konsep diri seseorang
seperti yang diharapkan. Konsep diri realita adalah konsep diri yang benar-benar sesuia
dengan kemampuan.
BAB III
PENUTUP
kesimpulan
Kepribadian adalah keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan
individu lain.
Pendekatan humanistik menyatakan bahwa dari konsep-konsep positif inilah kepribadian
manusia terbentuk. Jika kebutuhan-kebutuhan hidupnya tidak terpuaskan, maka akan
terlihat dari kepribadian dirinya yang negatif. Pendekatan psikobiologi yang memandang
kepribadian dipengaruhi oleh faktor-faktor internal (genetis) saja, ataupun pendekatan
sosial yang menyatakan bahwa kepribadian dipengaruhi oleh faktor eksternal (lingkungan)
saja terbukti tidak tepat. Dari penelitian Plomin dan Bergerman ditemukan bahwa pengaruh
kepribadian manusia adalah perpaduan antara kedua faktor tersebut. Pendekatan
humanistik melihat perpaduan kedua hal ini. Manusia memiliki free will untuk menentukan
sikapnya sendiri, namun ia juga terpengaruh oleh bagaimana lingkungan sosialnya
memandangnya. Ia tetap membutuhkan keterikatan dengan lingkungan sosialnya, serta
positive regards dari mereka. Pendekatan humanistik menggabungkan faktor internal dan
eksternal. Pendekatan inilah yang paling baik untuk menjelaskan kepribadian manusia.
Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan
manusia.
Konsep diri adalah cara seseorang untuk melihat dirinya secara utuh dengan semua ide,
pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui individu dalam berhubungan dengan
orang lain. Sangatlah penting bagi setiap orang untuk memahami konsep diri, yaitu dengan
terlebih dahulu harus menanamkan dalam dirinya sendiri pandangan tentang dirinya
sebelum memberi pandangan kepada orang lain.
Saran
Penyusun mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif demi kesempurnaan
penyusunan makalah ini selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://ziahasing.wordpress.com/about/perkembangan-konsep-diri/
http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2012/06/05/karakteristik-pribadi-
positif-462580.html
https://www.google.co.id/?gws_rd=ssl#q=PERCAYA+DIri