Download - Tugas Teori Politik (Permata)
Tugas Teori Politik
Nama: Permata Yulianti
Nim: 125120500111011
Kelas: A.POL.2
ANATOMI TEORI
JEREMY BENTHAM
(1748-1832)
I. Konteks sosial yang melatarbelakangi lahirnya teori dari Jeremy Bentham
Bentham adalah pejuang yang gigih dalam ranah hukum yang dikodifikasikan
untuk merombak hukum inggris yang baginya merupakan sesuatu yang kacau.
Bentham menentang peristiwa terjadinya Revolusi Perancis tahun 1789-1793, pada
dasarnya peristiwa tersebut merusak. Menurutnya Revolusi Perancis melepaskan teror
maupun otokrasi Napoleon baru atas nama hak asas manusia.1 Bentham tidak
menyukai revolusi Amerika dan revolusi Perancis. Para pengikut Bentham ingin
menyingkirkan tekanan itu dari pengertian yang berlaku di Inggris, yang menyatakan
bahwa aristokrasi bertanggung jawab bagi kesejahteraan komunitas dan bagi
perwujudan naluri-naluri terbaik dari negara itu. Inti dari teori Bentham adalah
“prinsip kenikmatan”, yang pada hakekatnya mendorong apa saja yang orang
inginkan atau akan lakukan.
II. Pengaruh pemikiran teori lain
Selain Bentham, John stuar mill juga mengkaji masyarakat utilitarian, tapi
bedanya Bentham adalah optimis praktis sedangkan Mill kurang optimis. Mereka
berdua membangun tradisi perbaikan moral melalui reformasi sosial dan perwakilan
legislatif. Mereka mengambil pengandaian-pengandain dasar dari kaum liberal
tradisional seperti Locke dan Montesquieu dan mengubahnya ke dalam cara-cara
tertentu untuk mengatur kehidupan politik. Dalam tangan mereka tujuan-tujuan moral
atau prinsip-prinsip kehidupan politik menjadi masalah-masalah yang lebih sedikit
berupa teori abstrak, dan lebih banyak merupakan masalah-masalah lembaga
pemerintahan. Hal ini juga menimbulkan perhatian pada pemerintahan lokal, tarif dan
pajak, serta kesehatan.
1 Jeremy Bentham, 1985, Pengantar Analisa Politik, Jakarta:PT. Kincir Buana, hlm. 94
Mereka setuju bahwa pemerintah hendaknya hanya memerintah sejauh ia
belum menggorogoti kemampuan dan inisiatif individu serta komunitas lokal untuk
membantu diri mereka sendiri. Keduanya dipengaruhi paham anti ulama dan etika
ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan Saint-Simon, Fourier, Comte, dan lain-lain
di Perancis. Oleh sebab itu kaum utilitarian juga menaruh perhatian pada masalah-
masalah seperti determinisme lawan keingina bebas, dan paham keilmuwan
(scientism) terhadap metafisika. Mereka mencari cara-cara alternatif untuk
menciptakan ilmu pengetahuan mengenai manusia, suatu agama baru dalam tradisi
spiritual paham protestan Inggris.2
III. Latar belakang kepribadian Jeremy Bentham
Bentham, khususnya dalam pengertian ekonomi, adalah seorang liberal klasik,
seorang pedagang bebas yang mempunyai pandangan sangat sederhana mengenai
watak manusia. Praktek ketidakadilan sosial pada saat itu membuat Bentham sangat
tertarik terhadap berbagai persoalan yang berkaitan dengan moralitas publik. Ia
banyak menulis tentang permasalahan etika, politik dan hukum.
Dalam rentang usia panjang, Bentham selalu bersemangat untuk menerapkan
ide-ide praktisnya. Ia menjadi pemimpin dari sebuah kelompok yang dikenal sebagai
Para Radikal Filosofis (Philosophical Radicals) yang menjadi ujung tombak dari
gerakan reformasi liberal. Gerakan ini banyak mempersoalkan seputar pendidikan,
hukum tentang aktivitas seksual, korupsi dalam institusi-institusi publik, penyensoran,
dan pengelolaan penjara.
IV. Permasalahan teoritis yang di bahas oleh Jeremy Bentham
Jika hobbes dan rousseau mengkaji tentang kontrak sosial di masyarakat,
berbeda dengan bentham yang mengkaji tentang hukum, reformasi, pendidikan,
undang-undang kaum miskin, kompensasi bagi pekerja, dan sebagainya. Jeremy
Bentham yang hidup dari tahun 1748-1832, tidak banyak mendukung prinsip-prinsip
itu. Bagi Bentham, Kebahagian adalah merupakan tujuan universal yang cukup baik.
“Memaksimalkan kebahagian bagi jumlah orang terbanyak merupakan tujuan
negara.”3 Bentham di kalangan kaum “Jacobin” ibarat seorang insinyur dalam sebuah
komunitas yang terkena epidemi. Sementara seorang agitator menyerukan
2 Lihat D.H. Charlton, Positivist Through in France (oxford: The Clarendon Press, 1959) hlm. 106-107 3 Jeremy Bentham, Op.cit, hlm. 93
penggulingan pemerintahan dan yang lain menganjurkan reformasi agama, ia dengan
tenang menyarankan perbaikan saluran-saluran air.”4
Bentham dan pengikut-pengikutnya melibatkan diri dalam reformasi-reformasi
penjara, undang-undang orang miskin, dan reformasi terhadap badan legislatif.
Mereka mendesak rakyat untuk memilih dan menganjurkan perluasan hak suara ke
seluruh masyarakat. Kemakmuran, pengetahuan, dan pendidikan rakyat sebagai hasil
dari hak suara yang diperluas kepada mereka akan menghasilkan kebaikan terbesar
bagi jumlah terbanyak. Tekanan utama terletak pada reformasi pendidikan. Para
pemilih harus bertanggung jawab dan bijaksana. kesadaran sebagai warga negara
adalah suatu keharusan.
Para pengikut Bentham sangat percaya pada rumusan manfaat-manfaat warga
negara, kerja keras, individualisme, dan “berdikari”.5 Tetapi berbeda dengan burke,
Bentham bukan orang yang sentimental. Ia tidak memiliki banyak kenangan akan
tradisi sebagai perekat sosial yang akan mengikat masyarakat. Ia menyadari bahwa
ikatan itu hanya akan sama kuatnya dengan kepuasan publik dalam masyarakat.
Menurut Bentham, bahwa para teoritis hak asasi manusia di Perancis menjadi
korban ide masyarakat sebagai suatu kolektivitas. Bagi Bentham tempat untuk
memulai adalah pada diri setiap individu. Individu-individu mempunyai kepentingan:
puaskan kepentingan-kepentingan itu, maka engkau akan memiliki dasar masyarakat
yang baik. Tetapi dalam pemuasan kepentingan itu sudah tentu ada batasannya. Batas-
batas seperti itu tercapai bila kepuasan dari kepentingan satu individu terjadi atas
pengorbanan individu lain. Tentu saja pengorbanan tersebut akan menimbulkan
konflik, oleh sebab itu harus ada problem solving terhadap permaslahan tersebut.
Bentham mengusulkan adalah menemukan kebaikan terbesar untuk orang terbanyak.
Problem solving yang dianjurkan oleh bentham ini kemudian di terjemahkan dalam
politik praktis melalui badan legislatif dari rakyat.
Pada tahun 1789 di Perancis Deklarasi Hak Asasi Manusia, meneyebutkan
secara terperinci empat hak alamiah, diantaranya kebebasan, harta , keamanan, dan
perlawanan terhadap penindasan. Bentham menolak hal-hal ini, ia mengemukakan
“bahwa setiap hukum merupakan pembatasan terhadap kebebasan. Pemerintah dapat
dirancang untuk memelihara keamanan, tetapi bagaimana individu harus melindungi
diri mereka terhadap pemerintah? Harta ternyata tidak suci sama sekali. Pemerintah
4 D.C. Somervell, English Through in the Nineteenth Century (New York: Long mans Green, 1929) hlm. 435 Jeremy Bentham, Op.cit, hlm. 94
dapat memutuskan untuk membangun jalan atau terusan atau mengambilalih sebagian
tanah bagi keperluan publik.”6 Akhirnya, bila jalan satu-satunya yang dipakai rakyat
untuk menentang penindasan adalah dengan mengangkat senjata, maka hal itu sendiri
kontradiktif.
Jadi kebebasan, harta, keamanan, perlawanan terhadap penindasan, semuanya
mempunyai batas-batas yang dipaksakan oleh kepentingan rakyat - pribadi lawan
hukum. Bahwa ada batas bagi hak-hak asasi manusia diperlihatkan oleh adanya
koalisi dalam kelompok yang dibentuk oleh kelompok mayoritas atau minoritas.
Koalisi terus menerus berubah menurut prioritas dan masalah. Namun kaum
utilitarian tetap tidak tegas dalam hal-hal tertentu. Mereka mendukung perluasan hak
suara, tetapi mereka takut terhadap pendapat rakyat yang tidak tahu persoalan.
Mereka menganggap suasana keagaman yang kuat di Inggris pada masa awal
kekuasan Victoria sebagai suatu bentuk prasangka. Masalah mereka adalah
bagaimana menyingkirkan perekat sosial dari keyakinan agama dan menggantikannya
dengan keyakinan politik.
Maka dasar paham utilitarian adalah menerjemahkan asas kebaikan terbesar
bagi orang terbanyak ke dalam kerangka kerja koalisi politik yang berubah, dengan
menggunakan faksi-faksi dan partai-partai dalam serangkaian kaidah bagi cara
pemerintahan yang tepat. Berbeda dengan revolusi Amerika dan Perancis, yang
diperjuangkan atas nama kontrak sosial dan hak-hak alamiah yang tidak dapat
diasingkan, maka seluruh bidang utilitarian disusun dari akal sehat individu-individu
yang bekerja dalam suatu kerangka kerja kaidah-kaidah, dalam utilitarian pemerintah
parlementer dan undang-undang mencerminkan kebutuhan dan keinginan publik yang
berubah. Bentham percaya bahwa hal ini merupakan perluasan yang tepat dari paham
New-tonian ke dalam politik. 7
V. Best regime menurut Jeremy Bentham
Menurut Jeremy Bentham, rezim terbaik adalah rezim yang memperhatikan
prinsip utilitas yaitu kesenangan , kemanfaatan dan kepuasaan. Istilah ini juga sering
6 Jeremy Bentham, Op.cit, hlm. 94-95 7 Ia sanga gembira ketika, dalam tahun 1790, ia disebut sebagai “ Newton-nya perundang-undangan.” Ellie Halevy, The Growth of Philosophical Radicalism ( Boston: Beacon Press, 1955) hlm. 178
disebut sebagai teori kebahagiaan terbesar (the greatest happiness theory).
Terminologi Bentham yang terkenal yaitu “ the greatest happiness of the the greatest
number”.8 Ia berpendapat bahwa tujuan hukum adalah untuk menjamin kebahagiaan
yang terbesar bagi manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya, meskipun
hakikatnya, hukum dimanfaatkan untuk menghasilkan sebesar-besarnya kesenangan
atau kebahagiaan bagi sejumlah orang.
VI. Kata kunci dan proposisi
Jeremy Bentham menggunakan beberapa kata kunci dalam menjelaksan
teorinya yaitu utilitarian, yaitu: utilitarianisme individual, revolusi perancis, hak-hak
asasi manusia, prinsip kenikmatan, legisltaif, hukum, kebahagiaan sebanyak-
banyaknya, penderitaan sekecil-kecilnya.
VII. Bias nilai dari kepentingan ekonomi-politik
Bentham merupakan prinsip-prinsip umum dari pendekatan utilitarian ke
dalam kawasan hukum. Namun demikian, sumbangannya yang paling banyak terletak
di bidang kejahatan dan pemidanaan. Dalilnya adalah bahwa manusia itu akan berbuat
dengan cara sedemikian rupa sehingga ia mendapatkan kenikmatan yang sebesar-
besarnya dan menekan serendah-rendahnya penderitaan. Standar penilaian etis yang
dipakai dalam hal ini adalah apakah suatu tindakan itu menghasilkan kebahagian
(Schur, 1968: 33). Pemidanaan, menurut Bentham harus bersifat spesifik untuk tiap
kejahatan dan seberapa kerasnya pidana itu tidak boleh melebihi jumlah yang
dibutuhkan untuk mencegah dilakukannya penyerangan-penyerangan tertentu.
Pemidanaan hanya bisa diterima apabila ia memberikan harapan bagi
tercegahnya kejahatan yang lebih besar. Tujuan akhir dari perundang-undangan
adalah untuk melayani kebahagian yang paling besar dari sejumlah terbesar rakyat.
Prinsip kebahagian yang terbesar ini berakar sangat kuat pada keyakinan Bentham
dengan demikian sangat menentang setiap teori yang mengajarkan tentang hak-hak
asasi yang tidak dapat diganggu gugat. Bentham lebih menekankan pada
utilitarianisme individual. John Stuart Mill setuju dengan Bentham, bahwa suatu
tindakan itu hendaklah ditujukan kepada pencapaian kebahagiaan.
VIII. Paradigma yang di gunakan Jeremy Bentham dalam teori
8 John Stuart Mill, 2005, On Liberty, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia , hlm. xiii
Jeremy Bentham merupakan penganut paham utilitarian. Jeremy Bentham
menganggap bahwa manusia akan berbuat yang terbaik bagi dirinya untuk
mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dan mengupayakan kerugian atau
penderitaan yang serendah-rendahnya. Selain itu, Jeremy Bentham menganggap
melayani kebahagiaan bagi sejumlah terbesar masyarakat adalah tujuan akhir dari
peraturan perundang-undangan. Jadi setiap individu berhak atas kehidupan dirinya
untuk memperoleh kebebasan dalam mencari kebahagiaan.
IX. Lingkup realitas sosial
Ajaran yang di bawa oleh Jeremy Bentham yaitu utilitarisme merupakan suatu
ajaran yang membahas realitas sosial secara makro. Dalam hal ini Bentham tidak
hanya membahas tentang utilitarian dalam satu konsep semata, tetapi dalam konsep
yang begitu kompleks, diantaranya yaitu pada pemerintahan, hukum, legislatif dan
lain sebagainya.
X. Pengembangan teori (hasil dan dampak)
Utilitarisme bersifat individualistik meskipun di dalamnya juga dikejar
kesejahteraan masyarakat. Pencetus Gerakan ini adalah Jeremy Bentham, ‘sang bapak
utilitarisme’. Gerakan utiltarisme lebih bersifat praktis, artinya gerakan tersebut lebih
mengarahkan dirinya pada pembaruan undang-undang hukum pidana dan politik.9
Bentham terutama berusaha menunjukkan serta menyediakan tolok ukur untuk
menilai gagasan moral yang biasanya diterima serta lembaga-lembaga hukum dan
politik dengan maksud memperbaikinya.
Dasar Benthanisme adalah hedonisme psikologis.10 Yang dimaksud hedonisme
adalah teori mengajarkan bahwa setiap manusia menrut kodratnya berusaha untuk
mengejar kesenangan (pleasure) dan menghindari rasa sakit (pain). Ajaran atau teori
ini sebenarnya bukan sama sekali baru, sebab ajaran tersebut sudah dikupas, antara
lain oleh Epicurus (341-271), Calude (Adrian) Helvetius (1715-1771) dan David
Hartley (1705-1757). Namun Jeremy Bentham mnyampaikan pernyataan terkenal ini,
yaitu bahwa “alam menempatkan manusia di bawah dua kekuasaan berdaulat, yakni
rasa sakit dan kesenangan.
9 Ibid, hlm. Xi 10 Ibid, hlm. Xii
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa prinsip yang di terapkan Bentham
yaitu prinsip manfaat. Prinsip ini biasanya disebut prinsip kebahagiaan yang paling
besar. Tetapi dalam hal ini, hedonisme sebagai hasil dari utilitarianisme menghasilkan
masyarakat yang hanya mengejar kesenangan duniawi semata. Sebagai dampak dari
utilitarisme dan hedonisme yaitu baik secara terpisah maupun secara bersamaan.
Sudah menjadi rahasia umum, perilaku hedonisme dan utilitarianisme dimanfaatkan
para produsen (pemasar) untuk meningkatkan laba perusahaannya. Menurut riset
pemasaran dunia, konsumen indonesia adalah konsumen yang memiliki
kecenderungan hedonisme yang tinggi. Hal itu dilihat dari perkembangan produk
yang dinamis, rasa sosial , dan tingkat gengsi yang tinggi pula.